• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

STUDI EKSPERIMEN DAN SIMULASI PADA

KAMPUH PENGELASAN BUSUR LISTRIK PLAT

BAJA St 40

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

MARTUA FRANS PURBA

NIM. 050401041

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

segala karunia dan rahmatNya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana

Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera

Utara. Adapun Skripsi yang dipilih, diambil dari mata kuliah Teknik Pengelasan,

yaitu“ Study Eksperimen dan Simulasi pada Kampuh Pengelasan Busur

Listrik Plat Baja St. 40”.

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala

kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh

dari perkuliahan, menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Dosen

Pembimbing.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1.

Kedua Orang Tua penulis, Ayahanda tercinta B.Purba dan Ibunda tercinta

N.Silaban yang terus membimbing dan mengarahkan penulis.

2.

Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku dosen pembimbing yang

telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis dalam

menyelesaikan Skripsi ini.

3.

Bapak Dr.-Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus,

ST. MT, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas

Teknik USU.

4.

Ibu Ir. Raskita S. Meliala dan Bapak Ir. Alfian Hamsi,MSc selaku dosen

penguji I dan II.

5.

Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas

Teknik USU.

(3)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

7.

Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin, terkhusus stambuk 2005 yang

tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, “ Solidarity Forever “

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi

penyempurnaan di masa mendatan.

Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini berguna bagi kita semua.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita

Medan, Desember 2009

Penulis,

Martua Frans Purba

(4)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... .iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ...vii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang ... 1

1.2

Perumusan Masalah ... 2

1.3

Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1

Tujuan Umum ... 3

1.3.2

Tujuan Khusus ... 3

1.4

Manfaat Penelitian ... 3

1.5

Sistematika Penulisan ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelasan ... 5

2.2 Klasifikasi Pengelasan ... 7

2.2.1 Pengelasan Cair ... 8

2.3 Jenis-Jenis Pengelasan Yang Umum Dilakukan ... 8

2.4 Metalurgi Las ... 12

2.5 Siklus Termal Daerah Las ... 13

2.6 Ketangguhan Daerah Lasan ... 14

2.6.1 Ketangguhan Logam Las ... 15

2.7 Desain Sambungan Las ... 15

2.8 Arus Pengelasan ... 16

2.9 Kurva Tegangan-Regangan Rekayasa ... 17

(5)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

2.11 Modulus Elastisitas ... 18

2.12 Distribusi Tegangan Pada Daerah Penyempitan Setempat ... 19

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jadwal Dan Lokasi Penelitian ... 20

3.2 Metode Penelitian ... 20

3.3 Variabel-Variabel Pengujian ... 23

3.3.1 Spesimen ... 21

3.3.2 Elektroda Yang Digunakan ... 22

3.3.3 Proses Pembentukan ... 25

3.4 Proses Pengujian Tarik ... 26

BAB 4. HASIL DAN DISKUSI

4.1 Pendahuluan ... 28

4.2 Hasil Percobaan ... 28

4.3 Mikrostruktur Pengelasan ... 32

4.3.1 Pengaruh Siklus Panas Terhadap Struktur Mikro ... 34

4.3.2 Proses Pertumbuhan Butir di Daerah Lebur ... 35

4.3.3 Daerah Pengaruh Panas ... 35

4.3.4 Perubahan Fase Dalam Proses Pengelasan... 36

4.3.5 Perpatahan Pada Daerah Lasan... 36

4.4 Teori Griffith Mengenai Perpatahan Getas ... 37

4.5 Pengamatan Perubahan Dimensi Pada Spesimen ... 38

4.6 Hasil Simulasi ANSYS ... 39

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan ... .50

5.2

Saran ... .51

DAFTAR PUSTAKA

(6)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Alur Sambungan (Kampuh) Las ... 16

Tabel 2.2 Hubungan Diameter Elektroda Dengan Arus Pengelasan ... 17

Tabel 3.1 Hubungan Antara Material Dasar Dan Tipe Elektroda ... 23

Tabel 3.2 Hubungan Tipe Elektroda,Posisi Pengelasan,Arus ... 24

Tabel 4.1 Komponen Pengujian Baja St 40 ... 28

(7)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pembagian Proses Pengelasan ... 2

Gambar 2.1 Diagram Temperatur Cair Material ... 7

Gambar 2.2 Proses Pengelasan Busur Las Terbungkus ... 9

Gambar 2.3 Proses Pengelasan Busur Terendam ... 10

Gambar 2.4 Proses Pengelasan Busur Logam Gas ... 10

Gambar 2.5 Proses Pengelasan Berinti Fluks ... 11

Gambar 2.6 Proses Pengelasan Busur Tungsten Gas ... 11

Gambar 2.7 Pembagian Daerah Las... 12

Gambar 2.8 Siklus Termal Dari Beberapa Tempat Dalam Daerah HAZ ... 13

Gambar 3.1 Baja St 40 ... 22

Gambar 3.2 Elektroda Yang Dipakai Pada Proses Penelasan ... 22

Gambar 3.3 Dimensi Spesimen Dasar ... 25

Gambar 3.4 Spesimen Siap Untuk Diuji Tarik ... 25

Gambar 3.5 Alat Uji Tarik ... 26

Gambar 3.6 Proses Uji Tarik ... 26

Gambar 3.7 Proses Uji Dipantau Pada Monitor ... 27

Gambar 3.8 Spesimen Setelah Mengalami Uji Tarik ... 27

Gambar 4.1 Grafik Load vs Stroke Sudut Kampuh 35

0

Kuat Arus 60 A ... 29

Gambar 4.2 Grafik Load vs Stroke Sudut Kampuh 35

0

Kuat Arus 80 A ... 29

Gambar 4.3 Grafik Load vs Stroke Sudut Kampuh 35

0

Kuat Arus 100 A ... 30

Gambar 4.4 Grafik Load vs Stroke Sudut Kampuh 45

0

Kuat Arus 60 A ... 30

Gambar 4.5 Grafik Load vs Stroke Sudut Kampuh 45

0

Kuat Arus 80 A ... 31

Gambar 4.6 Grafik Load vs Stroke Sudut Kampuh 45

0

Kuat Arus 100 A ... 31

Gambar 4.7 Grafik Maksimum Stress(

σ

) VS Kuat Arus ( A ) ... 32

Gambar 4.8 Patahan Pada Daerah Pengelasan ... 37

Gambar 4.9 Perubahan Dimensi Setelah Pengujian Tarik ... 38

Gambar 4.10 Plot Result of Contour Nodal Solution ( Def Shape Only ) ... 39

Gambar 4.11 Plot Result of Contour Nodal Solution ( Def. + Undeformed ) ... 39

(8)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

ABSTRAK

Mengingat pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari

pertumbuhan peningkatan industri, karena memegang peranan utama dalam

rekayasa dan reparasi produksi logam. Maka dibutuhkan sebuah riset dan karya

ilmiah yang berorientasi kepada terwujudnya peningkatan mutu sambungan las,

efesiensi yang tinggi, biaya yang murah, penghematan tenaga dan penghematan

energi sebaik mungkin.

Hasil dari studi pengelasan busur listrik pada plat St 40 dengan variasi sudut

kampuh dan kuat arus yang digunakan menunjukan perbedaan kekuatan tarik pada

pengujian tarik yang dilakukan.

(9)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Teknologi pengelasan merupakan bagian teknologi manufaktur. Secara

umum pengelasan dapat diartikan sebagai suatu ikatan metalurgi pada sambungan

logam atau logam paduan yang dilaksanakan pada saat logam dalam keadaan cair.

Pada sambungan – sambungan konstruksi mesin, banyak penggunaan teknik

pengelasan karena dengan menggunakan teknik ini sambungan menjadi lebih

ringan dan lebih sederhana dalam pembuatannya dan akhirnya biaya produksi

dapat lebih murah.

Proses pengelasan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa proses, seperti

yang ditunjukan pada Gambar1.1. Untuk beberapa keperluan seperti

penyambungan kontruksi mesin digunakan pengelasan dengan gas mulia.

Pengelasan dengan gas mulia dipilih dikarenakan hasil dari pengelasan tersebut

lebih bersih, dan kuat.

Las busur listrik atau umumnya disebut dengan las listrik adalah termasuk

suatu proses penyambungan logam dengan menggunakan tenaga listrik sebagai

sumber panas. Jenis sambungan dengan las Iistrik ini adalah merupakan

sambungan tetap dengan menggunakan busur listrik untuk pemanasan.

Panas oleh busur listrik terjadi karena adanya loncatan elektron dari

elektrode melalui udara ke benda kerja. Elektron tersebut bertumbukan dengan

udara/gas serta memisahkannya menjadi elektron dan ion positif. Daerah di mana

terjadi loncatan elektron disebut busur (Arc). Menurut Bernados (1885) bahwa

busur yang terjadi di antara katoda Karbon dan anoda logam dapat meleburkan

logam sehingga bisa dipakai untuk penyambungan 2 buah logam.

(10)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

Sumber : Wiryosumarto (1992)

Gambar 1.1 Pembagian Proses Pengelasan

Kerusakan pada bagian pengelasan merupakan hal yang lazim terjadi

khususnya pada elemen-elemen mesin. Berdasarkan studi literatur dan orientasi

lapangan, perlu dilakukan suatu penelitian untuk mempelajari kerusakan yang

terjadi pada sambungan las, studi literatur menunjukan bahwa kerusakan pada

sambungan adalah disebabkan kesalahan pada proses penyambungan

(pengelasan), pemakaian arus yang lebih besar dari yang seharusnya.

Biasanya kelalaian pemilihan kondisi pengelasan dan jenis elektroda akan

mengakibatkan Elektroda yang digunakan cacat atau retak, pemilihan kondisi

pengelasan yang disamakan dengan jenis elektroda dari penggunaan logam las

yang tidak sesuai dengan logam induk.

1.2 Perumusan masalah

Memperhatikan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian kondisi

pengelasan khususnya yang fokus kepada desain sambungan las (kampuh) dan

kuat arus yang disesuaikan dengan memperhatikan jenis elektroda yang dipilih.

Pengelasan dilakukan dengan las busur listrik dan pemeriksaan kekuatan

sambungan serta metalurgi las, masing-masing akan dilakukan dengan uji tarik.

Proses pengelasan

Pengelasan Busur Terendam

Pengelasan Busur logam terbungkus

(SMAW)

Pengelasan busur Logam gas

Pengelasan busur Berinti fluks

Pengelasan busur Tungsten Gas

(11)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan antara

pengujian secara eksperimen dengan Metode Elemen Hingga (Finite Element

Methode) terhadap kekuatan sambungan las.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mempelajari desain sambungan las (kampuh) yang paling baik

digunakan untuk menyambung bahan St 40 menggunakan elektroda RB

26 pada pengelasan busur listrik.

2. Mempelajari kuat arus yang paling baik digunakan untuk menyambung

plat baja St 40 menggunakan elektroda RB 26 pada pengelasan busur

listrik.

3. Keadaan paling baik yang berdasarkan (1) dan (2) dijustifikasikan oleh

pengujian tarik setiap spesimen yang disiapkan.

4. Mensimulasikan uji tarik spesimen dengan Metode Elemen Hingga

(Finite Element Methode).

1.4 Manfaat Penelitian

1.

Untuk mengetahui nilai hasil uji tarik, yang terjadi pada proses

penyambungan setelah proses pengelasan.

2.

Membandingkan hasil pengelasan, dengan cara mengetahui

pengaruh hasil pengelasan dengan variasi sudut kampuh dan kuat

arus terhadap kekuatan tarik, pada pelat baja St 40.

(12)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

1.5

Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini akan dibagi dalam beberapa bab. Secara garis besar,

isi yang dimuat dalam skripsi ini adalah seperti yang tercakup dalam sistematika

penulisan berikut:

BAB 1: PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistemetika penulisan.

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan tinjauan umum tentang pengelasan, parameter

pengelasan, dan persiapan sambungan.

BAB 3: METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas tentang metode yang dijalankan untuk

mendapatkan hasil pengujian.

BAB 4: ANALISA HASIL PERCOBAAN

Pada Bab ini akan dibahas hasil pengujian yang didapat setelah proses

sebelumnya dicapai.

BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN

Pada Bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari analisa hasil

percobaan pada Bab IV.

(13)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengelasan

Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik

penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah, misalnya

pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian paduan timbal-timah.

Menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang

waktu antara tahun 3000 sampai 4000 SM.

Alat-alat las busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan

dalam praktek oleh Benardes (1885). Dalam penggunaan yang pertama ini

Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. Karena

panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama

dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan. Zerner (1889)

mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan dengan menggunakan

busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon. Slavianoff (1892) adalah

orang pertama yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut mencair

karena panas yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Kemudian

Kjellberg menemukan bahwa kualitas sambungan las menjadi lebih baik bila

kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus dengan terak.

(14)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

Dari tahun 1950 sampai sekarang telah ditemukan cara-cara las baru antara

lain las tekan dingin, las listrik terak, las busur dengan pelindung gas CO

2

, las

gesek, las ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser, dan masih

banyak lagi lainnya.

Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah

ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan

dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, pengelasan adalah suatu proses

penyambungan logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa pengaruh

tekanan atau dapat juga didefinisikan sebagai ikatan metalurgi yang ditimbulkan

oleh gaya tarik menarik antara atom.

Pada tahap-tahap permulaan dari pengembangan teknologi las, biasanya

pengelasan hanya digunakan pada sambungan-sambungan dari reparasi yang

kurang penting. Tapi setelah melalui pengalaman dan praktek yang banyak dan

waktu yang lama, maka sekarang penggunaan proses-proses pengelasan dan

penggunaan konstruksi-konstruksi las merupakan hal yang umum di semua negara

di dunia.

(15)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

2.2 Klasifikasi Pengelasan

Ditinjau dari sumber panasnya. Pengelasan dapat dibedakan menjadi:

1.

Mekanik

2.

Kimia

3.

Listrik

Sedangkan menurut cara pengelasan, dibedakan menjadi dua bagian besar:

1.

Pengelasan tekanan (Pressure Welding)

2.

Pengelasan Cair (Fusion welding)

(16)

Martua Frans Purba : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 40, 2010.

2.2.1 Pengelasan Cair (Fusion Welding)

Pengelasan cair adalah proses penyambungan logam dengan cara

mencairkan logam yang tersambung.

1.

Oxyacetylene Welding.

2.

Elektrik Arc Welding.

3.

Shield Gas Arc Welding.

a.

TIG ( Tungsten Inert Gas )

b.

MIG ( Metal Inert Gas )

c.

MAG ( Metal Active Gas )

d.

Submerged Welding

4.

Resistance Welding.

a.

Spot Welding .

b.

Seam Welding.

c.

Upset Welding .

d.

Flash Welding.

e.

Electro Slag Welding.

f.

Electro Gas Welding.

5.

Electro Beam Welding.

6.

Laser Beam Welding.

7.

Plasma Welding.

(17)

2.3 Jenis-Jenis Pengelasan Yang Umumnya Dilakukan.

1. Proses pengelasan busur logam terbungkus (SMAW).

Salah satu jenis proses las busur listrik elektoda terumpan, yang

menggunakan busur listrik yang terjadi antara elektroda dan benda kerja setempat,

kemudian membentuk paduan serta membeku menjadi lasan. Elektroda

terbungkus yang berfungsi sebagai fluks akan cair pada waktu proses pengelasan

dan gas yang terjadi akan melindungi proses pengelasan terhadap pengaruh udara

luar, cairan yang terbungkus akan terapung membeku pada permukaan las yang

disebut slag. Proses pengelasan elektroda terbungkus terlihat pada Gambar 2.2

Sumber : Harsono (2000)

Gambar 2.2 Proses Pengelasan Busur Las Terbungkus (SMAW)

2.

Proses pengelasan busur terendam (SAW)

Ini adalah salah satu pengelasan dimana logam cair ditutup dengan

fluks yang diatur melalui suatu penampang fluks dan elektroda yang merupakan

(18)

3.

Proses pengelasan busur logam gas (GMAW)

Jenis pengelasan ini menggunakan busur api listrik sebagai sumber panas

untuk peleburan logam, perlindungan terhadap logam cair menggunakan gas

mulia (inert gas) atau CO

2

merupakan elektroda terumpan yang diperlihatkan pada

Gambar 2.4. Proses GMAW dimodifikasikan juga dengan proses menggunakan

fluks yaitu dengan penambahan fluks yang magnetig (magnetizen - fluks) atau

fluks yang diberikan sebagai inti (fluks cored wire).

Sumber : Harsono (2000)

Gambar 2.4 Proses Pengelasan Busur Logam Gas (GMAW)

Sumber : Harsono (2000)

(19)

4. Proses pengelasan busur berinti fluks (FCAW)

FCAW merupakan proses pengelasan busur listrik elektroda terumpan.

Proses peleburan logam terjadi diantara logam induk dengan elektroda berbentuk

turbolens yang sekaligus menjadi bahan pengisi, fluks merupakan inti dari

elektroda dan terbakar menjadi gas, akan melindugi proses dari udara luar, seperti

Gambar 2.5.

Sumber : Harsono (2000)

Gambar.2.5 Proses Pengelasan Berinti Fluks (FCAW)

5. Proses pengelasan busur tungsten gas (GTAW)

Pengelasan dengan memakai busur nyala api yang menghasilkan

elektroda tetap yang terbuat dari tungsten (wolfram), sedangkan bahan penambah

terbuat dari bahan yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan

terpisah dari torch, untuk mencegah oksidasi dipakai gas pelindung yang

keluar dari torch biasanya berupa gas argon 99%. Pada proses pengelasan ini

peleburan logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara

elektroda dan logam induk. Proses pengelasan busur tungsten gas dapat dilihat

pada Gambar 2.6.

Sumber : Harsono (2000)

(20)

2

1

3

4

2.4 Metalurgi Las

Pengelasan adalah proses penyambungan dengan menggunakan energi

panas, karena proses ini maka logam disekitar lasan mengalami siklus termal

cepat yang menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan metalurgi yang rumit,

deformasi dan tegangan – tegangan termal. Hal ini sangat erat hubunganya dengan

ketangguhan, cacat las, retak dan lain sebagainya yang umumnya mempunyai

pengaruh yang fatal terhadap keamanan dan konstruksi las

Logam akan mengalami pengaruh pemanasan akibat pengelasan dan

mengalami perubahan struktur mikro disekitar daerah lasan. Bentuk struktur

mikro bergantung pada temperatur tertinggi yang dicapai pada pengelasan,

kecepatan pengelasan dan laju pendinginan daerah lasan. Daerah logam yang

mengalami perubahan struktur mikro akibat mengalami pemanasan karena

pengelasan disebut daerah pengaruh panas (DPP), atau Heat Affected Zone.

Daerah lasan terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1.

Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair

kemudian membeku.

2.

Fusion Line, garis penggabungan atau garis batas cair antara logam las

dan logam Induk

3.

Daerah pengaruh panas disebut HAZ (Heat Affected Zone), adalah

logam dasar yang bersebelahan dengan logam las selama pengelasan

mengalami pemanasan dan pendinginan yang cepat. Pembagian daerah

lasan dapat dilihat pada Gambar 2.7

Keterangan: 1. Weld Metal (Logam Las)

2. Fusion Line (Garis Penggabungan)

3. H A Z (Daerah Pengaruh Panas)

4. Logam Induk

(21)

2.5 Siklus Termal Daerah Las

Siklus termal las adalah proses pemanasan dan pendinginan pada daerah

lasan,sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar. 2.8 dan Gambar 2.9, menunjukan

siklus termal daerah lasan.

Pada Gambar 2.8 dapat dilihat siklus termal dari beberapa tempat dalam

daerah HAZ dengan kondisi pengelasan tetap, sedangkan pada Gambar 2.9

menunjukan siklus termal disekitar lasan dengan kondisi pengelasan yang

berbeda.

Lamanya pendinginan dalam suatu daerah temperatur tertentu dari suatu

siklus termal las sangat mempengaruhi kualitas sambungan, karena itu banyak

sekali usaha-usaha pendekatan untuk menentukan lamanya waktu pendinginan

tersebut.

Sumber : Sutejo (2004)

(22)

Struktur mikro dan sifat mekanik dari daerah HAZ sebagian besar

tergantung pada lamanya pendinginan dari temperatur 800

0

C sampai 500

0

C,

sedangkan retak dingin dimana hidrogen memegang peranan penting terjadinya

sangat tergantung oleh lamanya pendinginan dari temperatur 800

0

C sampai 300

0

C

atau 100

0

C.

2.6 Ketangguhan Daerah Lasan

Bila patah getas terjadi pada logam dengan daya tahan yang rendah,

perpatahan tersebut dapat merambat dengan kecepatan sampai 200 m/detik, yang

dapat menyebabkan kerusakan dalam waktu yang sangat singkat sekali.

Dalam hal sambungan las patah getas ini menjadi lebih penting karena

adanya faktor – faktor yang membantu seperti: konsentrasi tegangan, struktur

tidak sesuai dan adanya cacat dalam lasan. Pengaruh struktur logam las terhadap

ketangguhan pada dasarnya sama seperti pada batas las, tetapi pada logam las

dalam proses pengelasan ini mencair dan kemudian membeku maka kemungkinan

besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang

tidak homogen.

Sumber : Sutejo (2004)

(23)

2.6.1 Ketangguhan Logam Las

Logam las adalah logam yang dalam proses pengelasan mencair kemudian

membeku, sehingga logam las ini banyak sekali mengandung oksigen dan gas –

gas lain. Komposisi logam las sudah barang tentu tergantung daripada proses

pengelasan tetapi dapat diperkirakan bahwa komposisinya terdiri dari komponen

logam induk dan komponen bahan las yang digunakan.

Dalam menganalisa ketangguhan logam las harus diperhatikan pengaruh

unsur lain yang terserap selama proses pengelasan, terutama oksigen, dan

pengaruh dari struktur logam itu sendiri. Struktur logam daerah pengaruh panas

atau HAZ berubah secara berangsur dari struktur logam induk ke struktur logam

las, pada daerah HAZ dekat dengan daerah lebur, kristal tumbuh dengan cepat dan

membentuk butir-butir kasar daerah ini dinamakan batas las.

Didalam daerah pengaruh panas besar butir dan struktur berubah sesuai

dengan siklus termal yang terjadi pada waktu pengelasan, karena siklus termal

yang terjadi sangat komplek sehingga ketangguhannyapun semakin kompleks.

2.7 Desain Sambungan Las

Desain sambungan las dan bentuk sambungan (welding joint), serta

bentuk dan ukuran alur las dalam konstruksi untuk merancang sambungan las

adalah:

1.Persyaratan umum atau spesifikasi mutu (kekuatan) yang diinginkan.

2.Bentuk dan ukuran konstruksi las

(24)

Beberapa Standar telah mengatur jenis – jenis sambungan, ada sembilan

jenis alur sambungan (kampuh) las yang utama seperti pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Alur Sambungan ( Kampuh) Las

2.8 Arus Pengelasan

Arus adalah aliran pembawa muatan listrik,simbol yang digunakan adalah

huruf besar I dalam satuan ampere. Pengelasan adalah penyambungan dua logam

dan atau logam paduan dengan cara memberikan panas baik diatas atau dibawah

titik cair logam tersebut,baik dengan atau tanpa tekanan serta ditambah atau tanpa

logam pengisi.

Yang dimaksud dengan arus pengelasan disini adalah aliran pembawa

muatan listrik dari mesin las yang digunakan untuk menyambung dua logam

dengan mengalirkan panas ke logam pengisi atau elektroda.

(25)

Tabel 2.2 Hubungan Diameter Elektroda dengan Arus Pengelasan

Diameter Elektroda (mm)

Arus (Ampere)

2,5

60-90

2,6

60-90

3,2

80-130

4,0

150-190

5,0

180-250

Sumber : Howard BC (1998)

2.9 Kurva Tegangan –Regangan Rekayasa

Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi kekuatan tarik

suatu benda uji tarik sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan.pada uji tari,

benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara

kontinu,bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan

yang dialami benda uji. Kurva tegangan regangan dibuat dari pengukuran

perpanjangan benda uji.

Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan rata-rata dari

pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara membagi beban dengan

luas awal penampang lintang benda uji.

0

A

P

s

=

Regangan yang dipergunakan untuk tegangan regangan adalah tegangan

linear rata-rata yang diperoleh dengan cara membagi perpajangan panjang ukur

(gage length) benda uji,

δ

,dengan panjang awal,

0 0

0

L

L

L

L

L

L

(26)

Karena tegangan dan regangan diperoleh dengan cara membagi beban dan

perpanjangan dengan faktor yang konstan,kurva perjangan akan mempunyai

bentuk yang sama seperti kurva tegangan-regangan teknik. Kedua kurva ini sering

saling dipergunakan.

Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung

pada

perlakuan panas,

deformasi plastik yang pernah dialami,laju

regangan,suhu,dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian.

Parameter-paremeter yang digunakan menggambarkan kurva tegangan regangan

logam adalah kekuatan tarik,kekuatan luluh atau titik luluh,persen perpanjangan.

2.10 Kekuatan Tarik (ultimate tensile strength)

Adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji.

0

A

Pmaks

S

u

=

Tegangan tarik adalah nilai yang paling sering dituliskan sebagai hasil

suatu uji tarik,tetapi segala kenyataanya nilai tersebut kurang bersifat mendasar

dalam kaitannya dengan kekuatan bahan.untuk logam –logam yang liat kekuatan

tariknya harus dikaitkan dengan kekuatan beban maksimum,dimana logam dapat

menahan beban beban sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas.akan

ditunjukan bahwa nilai tersebut kaitanya dengan kekuatan logam kecil sekali

kegunaanya untuk tegangan yang lebih kompleks,yakni yang bisanya

ditemui.untuk beberapa lama,telah menjadi kebiasaan mendasar kekuatan struktur

pada kekuatan tarik,dikurangi dengan faktor keamanan yang sesuai.

2.11 Modulus Elastisitas

(27)

Modulus elastisitas ditentukan oleh gaya ikat antar atom.karena gaya-gaya

ini tidak dapat di ubah tanpa terjadi perubahan mendasar sifat bahannya,maka

modulus elastisitas merupakan salah satu dari banyak sifat mekanik yang tidak

mudah diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adanya penambahan

paduan,perlakuan panas,atau pengerjaan dingin.modulus biasnya pada suhu tinggi

dengan metode dinamik.

2.12 Distribusi Tegangan Pada Daerah Penyempitan Setempat (neck).

Pembentukan penyempitan setempat pada benda uji tarik menimbulkan

keadaan tegangan tarik tiga sumbu pada daerah penyempitan.daerah penyempitan

setempat sebenarnya merupakan takik yang halus.takik yang dikenai beban

tarik,akan menghasilkan tegangan tranversal dan radial yang mengakibatkan

kenaikan tegangan membujur yang diperlukan untuk menghasilkan aliran

plasti.oleh karena itu tegangan sejati rata-rata pada daerah penyempitan setempat

yang diperoleh dengan cara membagi beban tarik aksial dengan luas penampang

lintas benda uji pada daerah penyempitan yang terkecil,lebih tinggi daripada yang

dibutuhkan untuk menghasilkan aliran jika tegangan tariknya sederhana.

Brigman telah membuat suatu analisa matematik yang melengkapi dengan

koreksi terhadap tegangan sumbu rata-rata untuk mengimbangi terbentuknya

tegangan tranversal,analisa tersebut berdasarkan pada anggapan-anggapan berikut:

1.

Keliling penyempitan setempat didekati dengan busur lingkaran.

2.

Penampang lintang daerah penyempitan selama pengujian,tetap

terbentuk lingkaran.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan metode-metode yang dilakukan pada proses

pengujian.

3.1

Jadwal Penelitian Dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengujian Logam Departemen

Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

April 2009 sampai dengan bulan Juni 2009.

3.2

Metode Penelitian

1.

Proses pengujian dilaksanakan sepenuhnya, terhadap variabel-variabel yang

mempengaruhi pemakaian dari metode penyambungan, dalam hal ini

penyambungan las busur listrik terhadap sambungan pelat baja karbon yang

hanya ditinjau dari pemeriksaan secara uji merusak dengan jenis pengujian

tarik.

2.

Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari proses pengelasan yang

dilakukan dari hasil pengujian tarik terhadap benda uji sebanyak 6 spesimen,

masing-masing 3 spesimen dengan variasi sudut kampuh

35

0

dan

45

0

dan

variasi kuat arus listrik 60A, 80A, 100A yang keseluruhannya dilakukan

pengujian tarik.

I

α

60A

80A

100A

35

0

1 spesimen

1 spesimen

1 spesimen

(29)

3.

Metoda analisa dan evaluasi data yang diperoleh dari pengujian yang dilakukan

di laboratorium pada masing-masing spesimen adalah secara kualitatif.

Dari data inilah akan dicari harga untuk uji tarik dari masing-masing spesimen

dan merupakan nilai yang dicapai dari uji tarik dari bahan tersebut.

4.

Dari sinilah penelitian akan mendapatkan kesimpulan yang sebenarnya

bagaimana pengaruh variasi sudut dan kuat arus pengelasan las busur listrik

terhadap kekuatan tarik dari baja karbon rendah didalam standar pengujian

yang berlaku.

5.

Penyusunan laporan, yang termasuk didalamnya kesimpulan dari hasil yang

dicapai serta pengambilan langkah-langkah yang berhubungan terhadap hasil

kekuatan sambungan las pada material uji lebih ditekankan, sehingga pada

akhirnya tujuan penelitian dapat sepenuhnya tercapai.

3.3

Variabel -Variabel Pengujian

Dari metode penelitian diatas maka dapat ditentukan hal-hal dasar

terhadap variabel-variabel pengujian berikut ini:

3.3.1

Spesimen

Spesimen yang digunakan pada penelitian adalah plat baja karbon rendah St

40 dengan pertimbangan:

a.

Baja karbon rendah ST 40 banyak digunakan di industri, terlebih industri kecil

dan menengah, sebagai bahan konstruksi.

b.

Baja karbon rendah mudah dilakukan proses penyambungan, baik dengan las

listrik maupun (tidak membutuhkan keahlian khusus).

(30)

Ketebalan bahan dasar yang dipakai dalam pengujian adalah 5 mm. Hal ini

[image:30.595.144.440.170.483.2]

didasarkan kepada tebal minimum pengelasan listrik, yaitu 2,6-6 mm.

Gambar 3.1 Baja St 40 (Metal dasar)

3.3.2

Elektroda Yang Digunakan

a.

Pemilihan elektroda

Elektroda yang digunakan pada proses pengujian adalah elektroda tipe E 6013, Ø

2,6 mm, arus yang dipakai adalah arus AC (seperti pada Gambar 3.1).

[image:30.595.210.415.552.688.2]
(31)

Hal ini didasarkan kepada:

Jenis metal dasar yang akan dilakukan pengelasan yaitu St 40 dimana tipe

[image:31.595.112.515.212.455.2]

ini merupakan jenis baja karbon rendah .

Tabel 3.1 Hubungan Antara Material Dasar dan Tipe Elektroda yang dipakai.

Tipe Elektroda

Metal Dasar

Standarisasi

1/8”, 5/32” & 3/16” E6013,

E7014, E7016 & E701

Carbon steel

American Welding

Society,WS A5.18

1/8”, 5/32” & 3/16” E309,

E310 & E312

Stainless steel

American Welding

Society, AWS

A5.4

1/8” & 5/32” ENiCrFe-2,

ENiCrFe-3 & ENiCrMo-3

High nickel

American Welding

Society,AWS A5.1

WATERPROOFING

MATERIALS

Epoxy 152

4MIL-P-24441

Lea-Lac 30-L2093

Non-petroleum-based,

clear, polyurethane

Dari sini maka didapat kan beberapa tipe elektroda yang sesuai dengan

pengelasan metal dasar diantaranya: E 6013; E 7014; E 7016; E701, dan penguji

memilih tipe elektroda E 6013.

Dari tipe elektroda E 6013 didapat informasi sebagai berikut:

E 6013

Artinya:

E = Elektroda busur listrik

60 = Kekuatan tarik deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/mm2

1 = Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi

(32)

Dari penjelasan di atas tipe elektroda E 6013 dapat dipakai menggunakan

arus DC dan AC, dan seperti penjelasan pada Bab II, maka penguji menggunakan

arus AC mengingat arus ini sangat baik pada pengelasan pelat tipis.

Untuk menyesuaikan diameter elektroda, dan besar arus, yang dipakai

didasarkan kepada ketebalan pelat, posisi pengelasan dan jenis elektroda. Seperti

[image:32.595.109.537.277.701.2]

yang dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.2 Hubungan Tipe Elektroda, Posisi Pengelasan,Arus Dan Tegangan kerja

Klasifikasi JIS Jenis Fluks Posisi Pengelasan Jenis Listrik

Sifat Mekanis Dari Logam Las Kekuatan

Tarik (Kg/mm2)

Kekuatan Luluh (Kg/mm2)

Perpanjangan (%)

Kekuatan tumbuk (Kg/mm)

D4301 Ilmenit F.V.OH.H AC atau

DC

43

35

22

48

D4303 Titania

Kapur F.V.OH.H AC atau

DC

43

35

22

28

D4311 Selulosa

Tinggi F.V.OH.H AC atau

DC

43

35

22

28

D4313 Oksidan

Titan F.V.OH.H AC atau

DC

43

35

17

28

D4316 Hidrogen

Rendah F.V.OH.H AC atau

DC

43

35

25

48

D4324 Serbuk besi Titania F.H-S AC atau

DC

43

35

17

D430126 Serbuk Besi Hidrogen rendah F.H-S AC atau

DC

43

35

25

48

D430127

Serbuk Besi Oksida

F.H-S

43

35

25

28

D4340 Khusus Semua Posisi

AC atau

DC

43

35

22

28
(33)

3.3.3.

Proses Pembentukan

[image:33.595.136.450.224.470.2]

Bentuk spesimen mengikuti standarisasi ASTM E8 sebagai berikut:

Gambar 3.3 Dimensi Spesimen Dasar

Gambar 3.4 Spesimen Siap Untuk Diuji Tarik.

Pembentukan spesimen berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut:

1.Spesimen dipotong menjadi 6 batang yang ukurannya sesuai dengan

kebutuhan pengujian.

2.Setelah di potong dilakukan pembentukan sudut kampuh,dengan sudut

masing-masing

35

0

&

45

0

3.Dilakukan penyambungan dengan pengelasan pada sudut kampuh yang

Dibentuk.dengan kuat arus masing-masing 60,80,100A.

(34)

3.4

Proses Pengujian Tarik

Spesimen uji ditarik dengan mesin uji tarik Universal Testing Machine

(UTM), jenis Tarno Test UPH 100 kN di laboratorium jurusan Teknik Mesin,

[image:34.595.157.442.190.625.2]

Politeknik Negeri Medan Gambar 3.5.

Gambar.3.5 Alat Uji Tarik.

(35)

Proses pengujian dipantau pada monitor yang mencatat setiap nilai dari

[image:35.595.161.435.143.388.2]

hasil uji tarik seperti yang terlihat pada Gambar berikut ini:

Gambar.3.7 Proses Uji Dipantau Pada Monitor.

Proses dihentikan saat terjadi perpatahan (fracture) seperti yang dapat dilihat

pada gambar.

Gambar.3.8 Spesimen Setelah Mengalami Uji Tarik.

[image:35.595.114.450.414.628.2]
(36)

BAB IV

HASIL DAN DISKUSI

4.1 Pendahuluan

Pada Bab 3 dijelaskan bahwa setiap nilai hasil uji tarik dipantau pada

monitor dari setiap spesimen uji yaitu:6 spesimen percobaan berdasarkan Variasi

sudut kampuh (

α

) 35

0

dan 45

0

dan kuat arus 60A,80A,100A. yang di

terjemahkan dalam bentuk grafik penambahan beban (load) dan panjang langkah

(stroke).

4.2 Hasil Percobaan

Dari percobaan uji tarik yang dilakukan kepada 6 spesimen yang telah

disiapkan sebagaimana pada Gambar 3.4.

[image:36.595.92.554.365.607.2]

Hasil yang di peroleh ditabulasikan pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Komponen Pengujian Baja St 40

Komponen

Pengujian

Baja St 40

1

2

3

4

5

6

Max. Stress

[MPa]

137.62

516.43

412.83

114.71

471.80

386.53

Yield Stress

[MPa]

121.14

349.87

277.74

114.71

313.61

269.37

Elasticiy

Modulus

[MPa]

206235.48 208421.38 206984.59 209310.41 206532.90 206759.03

Elongation

[%]

5.60

11.16

6.64

2.48

16.52

5.7

Komponen pengujian material dasar.

Max. Stress (MPa)

= 408.05

Yield Stress (MPa)

= 282.13

Proporsional Stress

(37)

Beberapa kurva tarik (stroke vs force) yang di hasilkan pada saat pegujian

tarik pada saat proses uji tarik selesai ( Gambar 3.6 & 3.8 ) disajikan pada Gambar

4.2 s/d 4.7

[image:37.595.155.440.180.727.2]

Sudut Kampuh 35

0

dengan Kuat arus 60 A

Gambar 4.1 Grafik Load vs Stroke

Sudut Kampuh 35

0

dengan Kuat arus 80 A

(38)
[image:38.595.159.438.109.682.2]

Sudut Kampuh 35

0

dengan Kuat arus 100 A

Gambar 4.3 Grafik Load vs Stroke

Sudut Kampuh 45

0

dengan Kuat arus 60 A

(39)
[image:39.595.156.437.100.690.2]

Sudut Kampuh 45

0

dengan Kuat arus 80 A

Gambar 4.5 Grafik Load vs stroke

Sudut Kampuh 45

0

dengan Kuat arus 100 A

(40)

4.3 Mikrostruktur Pengelasan

Proses pengelasan dilakukan dengan memberikan masukan panas (heat

input) pada bagian logam induk dan logam pengisi (filler metal) yang disambung

secara lokal sampai mencapai titik cairnya,sehingga membentuk manik cairan las

(weld pool). Kemudian mendinginkan cairan las dan logam induk turun hingga

mencapai temperatur kamar dan bilamana diperlukan dapat dilakukan proses

perlakuan panas (heat treatment) terhadap sambungan las. Tahapan-tahapan

proses pengelasan tersebut akan menyebabkan terjadinya siklus termal dan dapat

menimbulkan perubahan metalurgi yang rumit, deformasi dan tegangan-tegangan

termal ataupun cacat pada logam las. Siklus termal yaitu siklus pemanasan dan

pendinginan pada daerah sambungan dan daerah sekitarnya.

[image:40.595.120.502.415.678.2]

Perubahan metalurgi yang paling penting dalam pengelasan adalah

struktur mikro yang akan menentukan sifat-sifat mekanis sambungan las. Pada

umumnya struktur mikro yang terjadi tergantung pada komposisi kimia dari

logam pengisi, kondisi logam induk seperti geometri atau proses pengerjaan

sebelumnya,teknik pengelasan yang diterapkan, dan proses perlakuan panas yang

diberikan.

(41)

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat kondisi pengelasan sebagaimana di bawah

ini,yaitu

0 0 45 35

I

I

=

;

Q

350

Q

450

;

t

350

<

t

450

Pada kondisi pengelasan tersebut,data-data menunjukan bahwa

saat

I

(

60

A

)

=

σ

350

>

σ

450

;

I

(

80

A

)

=

σ

350

>

σ

450

;

I

(

100

A

)

=

σ

350

>

σ

450

Pada Gambar 4.8 yaitu hubungan Kuat arus VS Tegangan dapat dilihat

perbedaan tegangan maksimum tidak siknifikan antara pengelasan dengan sudut

kampuh

0

35

dengan

0

45

. Sebagai perbandingan berikut,

pada I 60A,

σ

350

>

σ

450

sekitar

100

%

16

,

60

%

62

,

137

71

,

114

62

,

137

=

x

pada I 80A,

σ

350

>

σ

450

sekitar

100

%

8

,

64

%

43

,

516

8

,

471

43

,

516

=

x

pada I 100A,

σ

350

>

σ

450

sekitar

100

%

6

,

37

%

83

,

412

53

,

386

83

,

412

=

x

Maka dapat disimpulkan bahwa pengelasan dengan sudut kampuh

0

35

dan

45

0

tidak terlalu mempengaruhi besarnya tegangan maksimum pada

pengujian tarik.

Pada pengelasan dengan sudut kampuh (

α

)35

0

dan 45

0

menggunakan

kuat arus 60A terdapat perbedaan kekuatan tarik dengan menggunakan kuat arus

80A dan 100A,hal tersebut dapat dijelaskan seperti dibawah ini:

I

(

60

A

)

=

σ

350

>

σ

450

1.

Karena pada pengelasan dengan I = 60 peleburan elektroda dengan

logam induk tidak sempurna,peleburan elektroda pada sudut

35

0

lebih

padat dengan membutuhkan kuat arus yang sama dengan sudut

0

45

.

I

(

80

A

)

=

σ

350

>

σ

450

;

I

(

100

A

)

=

σ

350

>

σ

450
(42)

3.

Pada kuat arus 100A terjadi penurunan besar tegangan tarik. Hal

tersebut diakibatkan terjadi age-hardening pada butir struktur mikro

logam.

Pada proses pengelasan diawali dengan pemberian energi panas yang

cukup untuk mencairkan logam induk,baik dengan pemberian logam tambah

maupun tanpa pemberian logam tambah.selanjutnya setelah lebur dan terjadi

ikatan ,kemudian diikuti dengan tahap pembekuan (solidfication).sumber panas

dalam proses pengelasan merupakan titik yang selalu bergerak,maka setiap titik

dari logam induk yang ada disekitar lasan akan mengalami proses pemanasan dan

pendinginan tertentu.

Tahap selanjutnya adalah proses pendinginan dan pembekuan logam yang

terjadi walaupun ada juga sebagian panas diserap oleh udara luar secara konveksi

maupun konduksi.oleh karena penyerapan energi panas oleh logam induknya

sendiri yang umumnya dengan laju yang cukup cepat,maka kadang-kadang

keadaan ini disebut Quench rate.Quench rate dipengaruhi oleh beberapa faktor

sebagai berikut.

1.

Jenis material

2.

Geometri Sambungan

3.

Ketebalan Material

4.

Pre-heating

4.3.1 Pengaruh Siklus Panas Terhadap Struktur Mikro Daerah Lasan

Ditinjau dari pengaruh siklus panas terhadap struktur mikro daerah lasan

,maka logam las dapat dibagi menjadi beberapa bagian atau sebagai berikut:

1.

Daerah Lebur (Fusion Zone)

(43)

2.

Daerah Pengaruh Panas

Adalah derah yang bersebelahan dengan derah lebur dimana pada saat

proses pengelasan mengalami silus pemanasan dan pendinginan

tertentu,sehingga stuktur mikronya berubah,antara daerah lebur dan daerah

pengaruh panas disebut daerah las.

3.

Logam Induk

Yaitu logam dasar yang tidak mengalami perubahan struktur mikro.

4.3.2 Proses Pertumbuhan Butir di Daerah Lebur (Fusion Zone)

Pada proses pengelasan daerah lebur pengintian dan pembekuan dimulai

dari logam induknya yang bersatu dengan logam lasan,yang kemudian tahap

selanjutnya terjadi struktur logam memanjang daerah arah pembekuan kearah

sumber panas.jika pendinginan tidak terlalu cepat maka akan terbentuk butir-butir

dengan bentuk equi-axial.

4.3.3 Daerah Pengaruh Panas (Heat Affected Zone)

Daerah HAZ adalah daerah pengelasan yang tidak mengalami

peleburan,hanya saja pada daerah ini mengalami proses pemanasan dengan

temperatur yang sangat tinggi, yaitu jauh melebihi diatas garis temperatur kritis

atas. Akibatnya terjadi pertumbuhan butir yang berlebihan,sehingga ukuran

butirannya kasar.

Untuk menentukan batas daerah HAZ sebetulnya agak sukar. Namun ada

cara kasar yaitu dengan menentukan temperatur rekristalisasinya. Temperatur

rekristalisasi adalah temperatur dimana atom-atom dari butir-butir yang lama

bergerak membentuk inti-inti sehingga pada akhirnya tersusun butiran-butiran

baru. Besarnya temperatur rekritalisasi adalah (0,4-0,5) titik cairnya dinyatakan

dalam derajat absolut atau kelvin.

(44)

temperatur logam,dengan kata lain besar butir yang terjadi di daerah ini adalah

fungsi dari temperatur dan waktu. Demikian pula didaerah ini delta pertumbuhan

butir-butirnya diawali dari proses transformasi fasa gama menjadi fasa delta yang

terjadi pada temperatur A4 yaitu kira-kira 1400

0

C

,kemudian diteruskan dengan

roses prtumbuhan butir sampai dicapai titik temperatur cair logam yaitu kira-kira

1500

0

C

.sehingga dari proses pemanasan pengelasan didaerah HAZ yang

dihubungkan dengan proses pertumbuhan butir-butirnya maka dapat diestimasi

bentuk dan ukuran butir-butir akhir disetiap sub area daerah HAZ.

4.3.4 Perubahan Fase Dalam Proses Pengelasan

Dalam proses pengelasan logam selain terjadinya pertumbuhan butir-butir

logam seperti yang telah di bahas.terjadi pula perubahan fasa yang penting pula

dalam menentukan sifat akhir dari sambungan.pada proses pertumbuhan

butir-butir logam mekanisme terjadinya hampir sama dan pada umumnya dialami

semua logam yang dilas. Pada proses perubahan fasa penyebab,proses dan

akibatnya adalah berlain-lainan tergantung jenis logamnya. Beberapa contoh

pengaruh siklus panas terhadap perubahan fasa terhadap material yang dilas

sebagai berikut:

1.

Terjadinya tranformasi Austenit-Martensit pada baja karbon yang bersifat

keras tetapi getas.

2.

Terjadinya pelunakan terhadap material yang di Age-Hardenig,akibat tidak

berperannya presipitat yang ada dalam paduan.

3.

Terbentuknya karbida-Khrom di batas

butir Austenitic yang

mengakibatkan menurunnya daya tahan korosi dan kekuatan dari material

tersebut.

4.3.5 Perpatahan Pada Daerah Lasan

Perpatahan adalah pemisahan atau pemecahan suatu benda padat menjadi

dua bagian atau lebih diakibatkan adanya tegangan.proses perpatahan terdiri atas

dua tahap yaitu timbulnya retak dan tahap penjalaran retak,dan patah dapat

digolongkan atas dua yaitu patahan liat dan patahan getas.

(45)

2.

Patah getas pada logam ditandai oleh adanya kecepatan penjalaran retak

yang tinggi,terjadi tanpa deformasi kasar dan sedikit sekali terjadi

deformasi mikro. Patah getas ada kaitannya dengan pembelahan pada

kristal ionik.

4.4 Teori Griffith Mengenai Perpatahan Getas

Bahan-bahan getas mengandung retakan-retakan halus,yang menyebabkan

terjadinya pemusatan tegangan yang cukup besar,sehingga kekuatan kohesi pada

daerah pemusatan bila di beri gaya nominal,akan lebih rendah dari harga

teoritisnya.

Pada pengujian tarik spesimen uji tarik terjadi patahan didaerah

pengelasan,dimana patahan tersebut digolongkan patahan getas yang ditandai

dengan adanya pemisahan berarah tegak lurus terhadap tegangan tariknya.

[image:45.595.142.482.358.627.2]

(46)

4.5 Pengamatan Perubahan Dimensi Pada Spesimen

Pengamatan pertambahan panjang pada hasil pengelasn adalah

pengamatan pada pandangan atas (top view),karena pengamatan tersebut

merupakan pengamatan yang efektif untuk melihat perubahan panjang dan lebar

pada hasil pengamatan disajikan dibawah ini.

Gambar 4.9 Perubahan dimensi setelah pengujian tarik

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Perubahan Dimensi

Pengamatan yang dilakukan berdasarkan perubahan panjang dan lebar

sambungan pengelasan.

Dari hasil pengamatan didapatkan pengelasan dengan kuat arus 80 A

mengalami pertambahan panjang lebih dari pengelasan dengan kuat arus

60A,100A. Hal diatas diatas dijelaskan pada bab sebelumnya.

No

L(mm)

X(mm)

Sebelum

Sesudah

Sebelum

Sesudah

1

200

201

25,4

25

2

200

203

25,4

23,5

3

200

202

25,4

24,5

4

200

201

25,4

25

5

200

205

25,4

23,5

(47)

4.6 Hasil Simulasi ANSYS

Gambar 4.10 Plot Result of Contour Nodal Solution ( Def Shape Only )

(48)

Gambar 4.12 Plot Result of Contour Nodal ( Def. + Undef Edge )

Data hasil simulasi ANSYS berikut di sajikan di bawah ini.

PRI NT S NODAL SOLUTI ON PER NODE

* * * * * POST1 NODAL STRESS LI STI NG * * * * * Po we r Gr a p h i c s I s Cu r r e n t l y En a b l e d

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1 . 0 0 0 0 LOAD CASE= 0 NODAL RESULTS ARE FOR MATERI AL 1

(49)

4 6 1 3 2 3 9 . . 7 2 2 0 7 E- 0 1 . 0 0 0 0 0 1 3 2 3 9 . 1 3 2 3 9 . 4 8 1 3 2 4 1 . . 6 6 7 8 5 E- 0 1 . 0 0 0 0 0 1 3 2 4 1 . 1 3 2 4 1 . 5 0 1 3 4 9 7 . . 7 6 3 7 4 E- 0 1 . 0 0 0 0 0 1 3 4 9 7 . 1 3 4 9 7 . 5 2 1 3 4 8 1 . . 0 0 0 0 0 - . 3 8 1 9 5 1 3 4 8 1 . 1 3 4 8 1 . 5 4 1 3 4 6 6 . . 0 0 0 0 0 - 1 . 4 8 8 2 1 3 4 6 8 . 1 3 4 6 7 . 5 6 1 3 4 5 2 . . 0 0 0 0 0 - 2 . 9 1 9 2 1 3 4 5 5 . 1 3 4 5 4 . 5 8 1 3 4 3 8 . . 0 0 0 0 0 - 4 . 3 9 1 3 1 3 4 4 3 . 1 3 4 4 1 . 6 0 1 3 4 2 4 . . 0 0 0 0 0 - 5 . 6 7 9 5 1 3 4 3 0 . 1 3 4 2 7 . 6 2 1 3 4 0 9 . . 0 0 0 0 0 - 6 . 6 2 2 9 1 3 4 1 6 . 1 3 4 1 2 . 6 4 1 3 3 9 3 . . 0 0 0 0 0 - 7 . 1 1 9 5 1 3 4 0 0 . 1 3 3 9 7 . 6 6 1 3 3 7 6 . . 0 0 0 0 0 - 7 . 1 2 6 6 1 3 3 8 3 . 1 3 3 8 0 . 6 8 1 3 3 5 8 . . 0 0 0 0 0 - 6 . 6 1 1 6 1 3 3 6 5 . 1 3 3 6 1 . 7 0 1 3 3 3 9 . . 0 0 0 0 0 - 5 . 6 7 5 2 1 3 3 4 5 . 1 3 3 4 2 . 7 2 1 3 3 1 9 . . 0 0 0 0 0 - 4 . 4 0 7 3 1 3 3 2 4 . 1 3 3 2 1 .

* * * * * POST1 NODAL STRESS LI STI NG * * * * * Po we r Gr a p h i c s I s Cu r r e n t l y En a b l e d

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1 . 0 0 0 0 LOAD CASE= 0 NODAL RESULTS ARE FOR MATERI AL 1

NODE S1 S2 S3 SI NT SEQV 7 4 1 3 2 9 9 . . 0 0 0 0 0 - 2 . 9 1 4 8 1 3 3 0 2 . 1 3 3 0 1 . 7 6 1 3 2 7 9 . . 0 0 0 0 0 - 1 . 4 8 7 8 1 3 2 8 0 . 1 3 2 8 0 . 7 8 1 3 2 6 0 . . 0 0 0 0 0 - . 3 7 9 4 5 1 3 2 6 0 . 1 3 2 6 0 . 8 0 1 9 1 2 9 . 4 4 9 . 2 4 . 0 0 0 0 0 1 9 1 2 9 . 1 8 9 0 8 . 8 2 1 3 4 9 6 . . 8 0 7 9 9 E- 0 1 . 0 0 0 0 0 1 3 4 9 6 . 1 3 4 9 6 . 8 4 1 3 4 9 4 . . 6 2 7 7 7 E- 0 1 . 0 0 0 0 0 1 3 4 9 4 . 1 3 4 9 4 . 8 6 1 3 4 9 2 . . 6 6 9 7 5 E- 0 1 . 0 0 0 0 0 1 3 4 9 2 . 1 3 4 9 2 . 8 8 1 3 4 8 8 . . 5 8 0 2 0 E- 0 1 . 0 0 0 0 0 1 3 4 8 8 . 1 3 4 8 8 . 9 0 1 3 4 8 3 . . 4 3 6 6 6 E- 0 1 . 0 0 0 0 0 1 3 4 8 3 . 1 3 4 8 3 . 9 2 1 3 4 7 7 . . 3 4 4 9 2 E- 0 1 . 0 0 0 0 0 1 3 4 7 7 . 1 3 4 7 7 . 9 4 1 3 4 6 8 . . 0 0 0 0 0 - . 5 1 2 6 2 E- 0 1 1 3 4 6 8 . 1 3 4 6 8 . 9 6 1 3 4 5 9 . . 0 0 0 0 0 - . 3 3 6 6 2 1 3 4 5 9 . 1 3 4 5 9 . 9 8 1 3 4 5 0 . . 0 0 0 0 0 - . 3 4 8 4 1 1 3 4 5 0 . 1 3 4 5 0 . 1 0 0 1 3 4 5 0 . . 0 0 0 0 0 - 3 . 2 0 2 5 1 3 4 5 3 . 1 3 4 5 2 . 1 0 2 1 3 4 7 1 . . 1 8 0 5 0 . 0 0 0 0 0 1 3 4 7 1 . 1 3 4 7 1 . 1 0 4 1 3 5 8 4 . . 0 0 0 0 0 - 1 6 . 9 9 9 1 3 6 0 1 . 1 3 5 9 3 . 1 0 6 1 3 7 5 2 . . 0 0 0 0 0 - 9 8 . 8 2 4 1 3 8 5 0 . 1 3 8 0 1 . 1 0 8 1 4 9 1 5 . . 0 0 0 0 0 - 3 5 . 9 1 3 1 4 9 5 1 . 1 4 9 3 3 . 1 1 0 5 4 2 9 . 1 . 0 0 0 0 0 - 1 5 3 . 4 1 5 5 8 2 . 5 5 5 0 7 . 4 1 1 2 1 0 1 4 2 . . 0 0 0 0 0 - 2 3 8 . 4 2 1 0 3 8 0 . 1 0 2 6 3 . 1 1 5 8 4 6 0 . 2 . 0 0 0 0 0 - 1 5 2 . 9 9 8 6 1 3 . 2 8 5 3 7 . 7 1 1 7 9 8 4 7 . 3 . 0 0 0 0 0 - 4 7 1 . 5 3 1 0 3 1 9 . 1 0 0 9 1 . 1 1 9 7 4 5 8 . 4 9 2 3 . 9 2 . 0 0 0 0 0 7 4 5 8 . 4 7 0 4 2 . 0 1 2 1 . 0 0 0 0 0 . 0 0 0 0 0 . 0 0 0 0 0 . 0 0 0 0 0 . 0 0 0 0 0 1 2 3 1 1 9 0 6 . . 0 0 0 0 0 - 6 1 3 . 1 8 1 2 5 1 9 . 1 2 2 2 4 . 1 2 4 1 3 1 5 8 . 4 1 5 . 8 4 . 0 0 0 0 0 1 3 1 5 8 . 1 2 9 5 5 . 1 2 5 1 3 3 0 2 . . 0 0 0 0 0 - 2 . 5 4 2 7 1 3 3 0 5 . 1 3 3 0 3 . 1 2 6 1 3 3 3 1 . 2 4 8 . 3 7 . 0 0 0 0 0 1 3 3 3 1 . 1 3 2 0 8 . 1 2 7 3 8 7 . 9 3 . 0 0 0 0 0 - 1 8 6 . 2 2 5 7 4 . 1 5 5 0 7 . 3 6 1 2 8 1 0 9 9 6 . 4 8 0 . 9 7 . 0 0 0 0 0 1 0 9 9 6 . 1 0 7 6 4 . 1 2 9 8 9 1 4 . 8 4 1 0 . 9 9 . 0 0 0 0 0 8 9 1 4 . 8 8 7 1 6 . 6 1 3 0 . 0 0 0 0 0 - 7 3 . 2 6 3 - 2 3 5 4 . 4 2 3 5 4 . 4 2 3 1 8 . 7 1 3 1 1 1 4 5 8 . 2 3 9 6 . 9 . 0 0 0 0 0 1 1 4 5 8 . 1 0 4 6 7 . 1 3 2 1 0 5 3 5 . 5 0 3 . 8 4 . 0 0 0 0 0 1 0 5 3 5 . 1 0 2 9 2 . 1 3 3 1 1 8 2 2 . . 0 0 0 0 0 - 3 3 . 9 9 1 1 1 8 5 6 . 1 1 8 3 9 . 1 3 4 1 1 8 2 8 . . 0 0 0 0 0 - 5 7 2 . 7 6 1 2 4 0 1 . 1 2 1 2 4 . 1 3 5 1 2 9 0 9 . 2 2 9 6 . 2 . 0 0 0 0 0 1 2 9 0 9 . 1 1 9 2 7 .

* * * * * POST1 NODAL STRESS LI STI NG * * * * * Po we r Gr a p h i c s I s Cu r r e n t l y En a b l e d

(50)

NODE S1 S2 S3 SI NT SEQV 1 3 6 1 1 2 6 7 . 1 0 . 7 2 9 . 0 0 0 0 0 1 1 2 6 7 . 1 1 2 6 2 . 1 3 7 1 1 8 1 9 . . 0 0 0 0 0 - 9 1 6 . 0 7 1 2 7 3 5 . 1 2 3 0 2 . 1 3 8 1 1 9 5 9 . . 0 0 0 0 0 - 3 7 4 . 0 1 1 2 3 3 3 . 1 2 1 5 1 . 1 3 9 1 0 8 8 1 . . 0 0 0 0 0 - 7 2 9 . 4 1 1 1 6 1 1 . 1 1 2 6 4 . 1 4 0 1 0 7 4 9 . . 0 0 0 0 0 - 5 2 4 . 0 6 1 1 2 7 3 . 1 1 0 2 0 . 1 4 1 1 2 2 8 9 . 1 0 . 0 1 1 . 0 0 0 0 0 1 2 2 8 9 . 1 2 2 8 4 . 1 4 2 1 2 1 8 3 . . 0 0 0 0 0 - 4 4 2 . 0 4 1 2 6 2 5 . 1 2 4 1 0 . 1 4 3 1 2 3 4 8 . . 0 0 0 0 0 - 4 6 5 . 5 6 1 2 8 1 4 . 1 2 5 8 8 . 1 4 4 1 1 5 5 7 . . 0 0 0 0 0 - 7 1 3 . 8 0 1 2 2 7 1 . 1 1 9 3 0 . 1 4 5 1 2 1 5 2 . . 0 0 0 0 0 - 5 9 4 . 6 8 1 2 7 4 6 . 1 2 4 6 0 . 1 4 6 9 9 0 0 . 7 . 0 0 0 0 0 - 5 1 0 . 7 4 1 0 4 1 1 . 1 0 1 6 6 . 1 4 7 1 2 4 9 1 . 3 9 6 . 0 5 . 0 0 0 0 0 1 2 4 9 1 . 1 2 2 9 8 . 1 4 8 1 2 3 0 9 . 1 . 8 1 5 1 . 0 0 0 0 0 1 2 3 0 9 . 1 2 3 0 9 . 1 4 9 1 2 2 9 4 . 1 2 7 8 . 5 . 0 0 0 0 0 1 2 2 9 4 . 1 1 7 0 7 . 1 5 0 1 2 3 8 0 . 1 2 8 8 . 7 . 0 0 0 0 0 1 2 3 8 0 . 1 1 7 8 8 . 1 5 1 1 2 6 0 3 . 1 0 2 2 . 3 . 0 0 0 0 0 1 2 6 0 3 . 1 2 1 2 4 . 1 5 2 1 2 4 3 7 . 7 2 7 . 7 7 . 0 0 0 0 0 1 2 4 3 7 . 1 2 0 8 9 . 1 5 3 1 4 0 4 0 . 9 0 4 . 7 9 . 0 0 0 0 0 1 4 0 4 0 . 1 3 6 1 0 . 1 5 4 1 2 7 1 1 . 8 2 0 . 4 0 . 0 0 0 0 0 1 2 7 1 1 . 1 2 3 2 2 . 1 5 5 1 3 8 0 4 . 5 3 2 . 5 1 . 0 0 0 0 0 1 3 8 0 4 . 1 3 5 4 6 . 1 5 6 1 3 1 0 9 . 5 4 0 . 8 3 . 0 0 0 0 0 1 3 1 0 9 . 1 2 8 4 7 . 1 5 7 1 2 9 2 3 . 6 3 9 . 9 4 . 0 0 0 0 0 1 2 9 2 3 . 1 2 6 1 5 . 1 5 8 1 3 6 1 9 . 3 6 . 7 8 1 . 0 0 0 0 0 1 3 6 1 9 . 1 3 6 0 0 . 1 5 9 1 3 2 5 3 . 5 7 7 . 3 9 . 0 0 0 0 0 1 3 2 5 3 . 1 2 9 7 4 . 1 6 0 1 3 4 5 2 . 2 2 6 . 5 1 . 0 0 0 0 0 1 3 4 5 2 . 1 3 3 4 0 . 1 6 1 1 3 0 9 3 . 4 8 8 . 1 8 . 0 0 0 0 0 1 3 0 9 3 . 1 2 8 5 6 . 1 6 2 1 2 8 7 5 . 7 6 1 . 8 3 . 0 0 0 0 0 1 2 8 7 5 . 1 2 5 1 1 . 1 6 3 1 3 3 1 4 . 2 8 0 . 6 0 . 0 0 0 0 0 1 3 3 1 4 . 1 3 1 7 6 . 1 6 4 1 3 9 1 7 . 1 3 4 . 3 7 . 0 0 0 0 0 1 3 9 1 7 . 1 3 8 5 0 . 1 6 5 1 3 1 3 9 . 4 5 3 . 4 9 . 0 0 0 0 0 1 3 1 3 9 . 1 2 9 1 8 . 1 6 6 1 3 3 9 1 . 5 3 . 4 2 6 . 0 0 0 0 0 1 3 3 9 1 . 1 3 3 6 4 . 1 6 7 1 3 6 0 3 . 7 8 . 5 6 3 . 0 0 0 0 0 1 3 6 0 3 . 1 3 5 6 4 . 1 6 8 1 3 2 2 5 . 4 0 7 . 1 6 . 0 0 0 0 0 1 3 2 2 5 . 1 3 0 2 6 . 1 6 9 1 3 2 5 0 . 3 0 6 . 7 3 . 0 0 0 0 0 1 3 2 5 0 . 1 3 0 9 9 . 1 7 0 1 3 3 5 8 . 1 2 1 . 2 1 . 0 0 0 0 0 1 3 3 5 8 . 1 3 2 9 8 . 1 7 1 1 3 3 1 2 . 1 3 . 1 8 4 . 0 0 0 0 0 1 3 3 1 2 . 1 3 3 0 5 . 1 7 2 1 3 4 2 8 . 1 1 4 . 6 9 . 0 0 0 0 0 1 3 4 2 8 . 1 3 3 7 1 .

* * * * * POST1 NODAL STRESS LI STI NG * * * * * Po we r Gr a p h i c s I s Cu r r e n t l y En a b l e d

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1 . 0 0 0 0 LOAD CASE= 0 NODAL RESULTS ARE FOR MATERI AL 1

(51)

1 9 2 1 3 4 0 5 . 8 6 . 0 2 5 . 0 0 0 0 0 1 3 4 0 5 . 1 3 3 6 2 . 1 9 3 1 3 2 5 4 . 2 . 2 4 9 5 . 0 0 0 0 0 1 3 2 5 4 . 1 3 2 5 3 . 1 9 4 1 3 2 9 7 . 1 0 . 0 2 5 . 0 0 0 0 0 1 3 2 9 7 . 1 3 2 9 2 . 1 9 5 1 3 2 4 8 . . 7 1 2 9 2 . 0 0 0 0 0 1 3 2 4 8 . 1 3 2 4 8 . 1 9 6 1 3 4 4 2 . 2 7 . 7 9 0 . 0 0 0 0 0 1 3 4 4 2 . 1 3 4 2 9 . 1 9 7 1 3 3 6 5 . 4 3 . 7 6 9 . 0 0 0 0 0 1 3 3 6 5 . 1 3 3 4 3 . 1 9 8 1 3 3 5 4 . 1 8 . 3 4 2 . 0 0 0 0 0 1 3 3 5 4 . 1 3 3 4 5 . 1 9 9 1 3 4 6 2 . 1 4 . 7 4 9 . 0 0 0 0 0 1 3 4 6 2 . 1 3 4 5 4 . 2 0 0 1 3 3 2 9 . 1 6 . 7 6 9 . 0 0 0 0 0 1 3 3 2 9 . 1 3 3 2 0 . 2 0 1 1 3 4 1 7 . 4 2 . 9 6 1 . 0 0 0 0 0 1 3 4 1 7 . 1 3 3 9 5 . 2 0 2 1 3 2 8 7 . 3 . 1 0 8 9 . 0 0 0 0 0 1 3 2 8 7 . 1 3 2 8 5 . 2 0 3 1 3 4 4 2 . 7 . 5 5 7 1 . 0 0 0 0 0 1 3 4 4 2 . 1 3 4 3 8 . 2 0 4 1 3 3 9 0 . 5 1 . 1 6 6 . 0 0 0 0 0 1 3 3 9 0 . 1 3 3 6 5 . 2 0 5 1 3 4 1 9 . 1 8 . 8 4 8 . 0 0 0 0 0 1 3 4 1 9 . 1 3 4 0 9 . 2 0 6 1 3 3 9 7 . 2 4 . 9 5 4 . 0 0 0 0 0 1 3 3 9 7 . 1 3 3 8 4 . 2 0 7 1 3 3 7 9 . 2 6 . 9 9 2 . 0 0 0 0 0 1 3 3 7 9 . 1 3 3 6 5 . 2 0 8 1 3 4 6 2 . . 9 5 6 9 8 . 0 0 0 0 0 1 3 4 6 2 . 1 3 4 6 1 . 2 0 9 1 3 2 4 8 . . 0 0 0 0 0 - . 7 6 7 5 8 E- 0 1 1 3 2 4 8 . 1 3 2 4 8 .

* * * * * POST1 NODAL STRESS LI STI NG * * * * * Po we r Gr a p h i c s I s Cu r r e n t l y En a b l e d

LOAD STEP= 1 SUBSTEP= 1 TI ME= 1 . 0 0 0 0 LOAD CASE= 0 NODAL RESULTS ARE FOR MATERI AL 1

NODE S1 S2 S3 SI NT SEQV 2 1 0 1 3 3 1 8 . 5 . 5 3 9 9 . 0 0 0 0 0 1 3 3 1 8 . 1 3 3 1 5 . 2 1 1 1 3 3 4 3 . 5 . 5 8 1 0 . 0 0 0 0 0 1 3 3 4 3 . 1 3 3 4 1 . 2 1 2 1 3 3 0 9 . . 3 4 5 7 0 . 0 0 0 0 0 1 3 3 0 9 . 1 3 3 0 9 . 2 1 3 1 3 4 2 6 . 2 . 3 1 4 0 . 0 0 0 0 0 1 3 4 2 6 . 1 3 4 2 5 . 2 1 4 1 3 3 3 3 . . 0 0 0 0 0 - . 1 3 6 2 8 E- 0 1 1 3 3 3 3 . 1 3 3 3 3 . 2 1 5 1 3 3 2 4 . . 0 0 0 0 0 - 2 . 5 4 4 9 1 3 3 2 7 . 1 3 3 2 6 . 2 1 6 1 3 4 3 6 . . 0 0 0 0 0 - 1 . 6 3 0 8 1 3 4 3 8 . 1 3 4 3 7 . 2 1 7 1 3 4 1 0 . 7 . 1 6 4 7 . 0 0 0 0 0 1 3 4 1 0 . 1 3 4 0 7 . 2 1 8 1 3 3 9 2 . 1 1 . 2 7 3 . 0 0 0 0 0 1 3 3 9 2 . 1 3 3 8 7 . 2 1 9 1 3 3 7 3 . 1 4 . 4 2 1 . 0 0 0 0 0 1 3 3 7 3 . 1 3 3 6 6 . 2 2 0 1 3 4 5 8 . 4 . 5 9 9 0 . 0 0 0 0 0 1 3 4 5 8 . 1 3 4 5 6 . 2 2 1 1 3 4 6 4 . . 0 0 0 0 0 - . 3 4 5 5 6 E- 0 1 1 3 4 6 4 . 1 3 4 6 4 . 2 2 2 1 3 4 1 4 . . 0 0 0 0 0 - 1 . 5 2 6 9 1 3 4 1 5 . 1 3 4 1 4 . 2 2 3 1 3 4 0 0 . . 5 9 8 7 2 . 0 0 0 0 0 1 3 4 0 0 . 1 3 4 0 0 . 2 2 4 1 3 4 6 0 . . 2 1 2 1 6 . 0 0 0 0 0 1 3 4 6 0 . 1 3 4 5 9 . 2 2 5 1 3 3 8 3 . 2 . 6 3 7 3 . 0 0 0 0 0 1 3 3 8 3 . 1 3 3 8 2 . 2 2 6 1 3 3 6 4 . 4 . 4 1 9 7 . 0 0 0 0 0 1 3 3 6 4 . 1 3 3 6 2 . 2 2 7 1 3 3 0 3 . . 0 0 0 0 0 - 1 . 7 1 3 9 1 3 3 0 5 . 1 3 3 0 4 . 2 2 8 1 3 2 8 0 . . 6 8 9 4 8 E- 0 1 . 0 0 0 0 0 1 3 2 8 0 . 1 3 2 8 0 . 2 2 9 1 3 4 4 0 . . 0 0 0 0 0 - 3 . 2 5 3 5 1 3 4 4 3 . 1 3 4 4 2 . 2 3 0 1 3 4 5 1 . . 0 0 0 0 0 - . 9 1 3 5 7 1 3 4 5 2 . 1 3 4 5 1 . 2 3 1 1 3 2 7 6 . . 0 0 0 0 0 - 1 . 0 1 7 5 1 3 2 7 7 . 1 3 2 7 7 . 2 3 2 1 3 2 4 8 . . 0 0 0 0 0 - . 2 8 3 4 2 1 3 2 4 9 . 1 3 2 4 9 . 2 3 3 1 3 3 1 8 . . 0 0 0 0 0 - 3 . 3 6 8 3 1 3 3 2 2 . 1 3 3 2 0 . 2 3 4 1 3 2 8 8 . . 0 0 0 0 0 - 2 . 0 9 8 2 1 3 2 9 0

Gambar

Tabel 4.2  Hasil Pengamatan Perubahan Dimensi ...................................................
Gambar 1.1 Pembagian Proses Pengelasan
Gambar 2.1 Diagram Temperatur Cair Material.
Gambar 2.2 Proses Pengelasan Busur Las Terbungkus (SMAW)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.. STUDI SIFAT MEKANIS

Dari data diatas di dapatkan bahwa kekuatan tertinggi terjadi di kuat arus 130 Amp pada sudut kampuh 80 o di suhu 20 o C, dikarenakan hasil pengelasan lebih baik di

Untuk mengetahui apakah variabel variasi jenis elektroda dan kuat arus mempunyai pengaruh terhadap kekuatan tarik terhadap baja ST 41 setelah dilakukan analisa variasi

adalah sebagai berikut; kekuatan tarik sambungan las dengan menggunakan kampuh I tunggal dengan arus yang berbeda memiliki kekuatan tarik yang berbeda pula, sehingga dapat

Atas dasar itulah maka penulis menitik beratkan pada penelitian Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan SMAW Plat Baja ST 37 Dengan Pendingin Liquid sehingga kesimpulan

skripsi ini deng an judul “ Studi Pengaruh Variasi Sudut Kampuh V Pengelasan Oksi-asitilen Gas pada Aluminium Magnesium Ditinjau dari Kekuatan Tarik..

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ PENGARUH VARIASI BENTUK KAMPUH TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK PADA PROSES PENGELASAN BAJA

ANALISA HASIL SAMBUNGAN PENGELASAN SMAW PADA MATERIAL BAJA ST 37 DENGAN VARIASI ARUS DAN JARAK KAMPUH LAS TERHADAP PENGUJIAN BENDING DAN MAGNETIC TEST MT SKRIPSI DISUSUN OLEH :