• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Anak 0-5 Tahun Yang Menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut Dengan Riwayat Berat Badan Lahir Rendah Dan Sosio Ekonomi Rendah Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2010.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Anak 0-5 Tahun Yang Menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut Dengan Riwayat Berat Badan Lahir Rendah Dan Sosio Ekonomi Rendah Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2010."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN ANAK 0-5 TAHUN YANG MENDERITA INFEKSI

SALURAN PERNAFASAN AKUT DENGAN RIWAYAT BERAT

BADAN LAHIR RENDAH DAN SOSIO EKONOMI RENDAH

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010.

Oleh :

NAVIN KANVINDER SINGH

070100250

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN ANAK 0-5 TAHUN YANG MENDERITA INFEKSI

SALURAN PERNAFASAN AKUT DENGAN RIWAYAT BERAT

BADAN LAHIR RENDAH DAN SOSIO EKONOMI RENDAH

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010.

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran.

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

NAVIN KANVINDER SINGH

070100250

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Abstrak

Latar belakang: Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan suatu penyakit

yang sering terpajan pada semua golongan umur terutama balita dan anak. Dikatakan

bahawa infeksi salur pernafasan akut atau ISPA telah menjadi salah satu penyebab

kematian tersering pada balita di negara berkembang. Antaranya factor resiko ISPA

adalah berat badan lahir rendah, sosio ekonomi rendah, umur anak, faktor pemberian ASI

eksklusif, status imunisasi, keadaan lingkungan, status gizi anak dan tingkat pengetahuan

dan pendidikan orang tua.

Objektif: Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran riwayat Berat Badan

Lahir Rendah dan sosio-ekonomi rendah pada anak umur 0-5 tahun yang menderita

Infeksi Salur Pernafasan Akut di RSUP HAM.

Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif bersifat cross

sectional study. Telah didistribusikan kuesionaire kepada ibu bapa anak yang berkunjung

ke RSUP HAM dengan keluhan ISPA. Data yang didapatkan telah dientri kedalam

program computer dan dilihat tabel frekuensi bagi setiap pertanyaan.

Hasil: Dari penelitan ini telah didapatkan 72 orang anak berumur 0-5 tahun yang

menderita ISPA. Dari penelitian ini, seramai 53 (73,6%) orang anak dari 72 yang

menderita ISPA lahir dengan berat badan normal manakala hanya 19 (26,4%) orang anak

yang lahir dengan BBLR. Diperoleh hanya 1 keluarga yaitu 1.4% merasakan pendapatan

suami adalah berlebih manakala 39 buah keluarga yaitu sejumlah 54.2% merasakan

pendapatan suami adalah kurang.

Kesimpulan: Sosio ekonomi yang rendah merupakan suatu factor resiko anak

terpapar ISPA.

Saran: Pihak rumah sakit dan pemerintah untuk melakukan promosi kesehatan

dalam mengedukasi orang tua tentang ISPA.

(4)

Abstract

Background: Acute respiratory infection (ARI) is a common type of infection

that usually happens to young children and babies. It is said that acute respiratory infection has became one of the main causes of baby deaths in developing countries. There are many factors involving this infection. Amongst those are birth weight, socio economy, age, breast feeding, immunization, surroundings and parents knowledge.

Objective: This study was done to get a general view of the low socio economy

status and low birth weight of children aged 0-5 years presented with acute respiratory infection in the General Hospital of Haji Adam Malik,Medan.

Methode: This study was done in a descriptive cross sectional manner.

Questionnaires were distributed to the parents of the children suffering from ARI at this hospital. Data’s collected from the questionnaires were entered into the computer programme and the results appears on a distributed form tables.

Result: In this study, 72 children aged 0-5 years suffering from ARI were

included. In which 53 (73,6%) of them were born with normal birth weight whereas 19 (26.4%) children were born with low birth weight. The socio economy status of these children exposed to ARI were found related where out of 72 families, 39 (54.2%) families lived in a low state of socio economy where the husbands income were low for the family, 32 (44.4%) families had husbands earning just enough income for the family, and 1 (1.4%) family with the husband’s income were more than the family’s needs. it was also obtained that out of these 72 families, 38 (52.8%) families had wives with low income and unable to support the family whereas 34 (47.2%) families had wives with enough income to support the family.

Conclusion: socio economy is a risk factor of ARI. Child aged 0-5 is at a greater

risk if living in a low socio economy environment.

Advice: hospitals and government to educate parents on ways to prevent ARI.

Keywords : Acute respiratory infection, low socio economy status, low birth weight,

(5)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan saya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar

A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. Dr. Tetty Aman Nasution M.Med. Sc selaku dosen pembimbing, yang

telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis

selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Orang tua saya yang membantu memberikan dukungan moril dan

materi.

4. Kepada teman-teman saya yang ikut membantu penulis dalam

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Saya menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, Namun demikian, besar harapan saya sekiranya tulisan ini dapat member manfaat kepada para pembaca. Saya berharap semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Demikian dan terima kasih.

24 Nopember 2010 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

2.2 Infeksi Salur Pernafasan Akut (ISPA)………...……14

2.1.9 Pencegahan BBLR…………...……… … 13

2.2.1 Definisi...…….………...………... 14

2.3.2. Pekerjaan Orang Tua……….…...……… 19

2.3.3. Pendapatan Keluarga………….……..………... 19

2.3.4. Tingkat Ekonomi Keluarga.…..…….………. 20

2.3.5. Pembahagian Sosio Ekonomi ...……. …...……….. ….. 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...23

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 23

3.2. Definisi Operasional... 24

(7)

4.1. Rancangan Penelitian... ... 26

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 26

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 26

4.4 Metode pengumpulan data... 27

4.5 Instrumen Penelitian... 27

4.6 Metode Analisis Data ... 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1 Hasil Penelitian ……….. 28

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ………. 28

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden ……… 28

5.2 Pembahasan ……….. 34

5.2.1 Berat Badan Lahir Rendah ………...34

5.2.2 Sosio Ekonomi Keluarga ……….34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 36

6.1 Kesimpulan ………. 36

6.2 Saran ………..36

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Nombor pertanyaan dan skor untuk setiap 25

pilihan jawaban 5.1 Karakteristik jenis kelamin bayi 28

5.2 Karakteristik berat badan lahir anak 28

5.3 Karakteristik jumlah anak dalam keluarga 29

5.4 Karakteristik jumlah anggota keluarga 29

5.5 Karakteristik jumlah pendapatan suami 30

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 : Lembar Penjelasan

Lampiran 3 : Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Lampiran 4 : Lembar Pertanyaan/ kuesioner

Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian Universitas Sumatera Utara Lampiran 6 : Surat Izin Survey Awal

Lampiran 7 : Surat Izin Penelitian RSUP HAM Lampiran 8 : Surat Ethical Clearance

Lampiran 9 : Data Induk Penelitian Lampiran 10: Hasil Data SPSS

(10)

Abstrak

Latar belakang: Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan suatu penyakit

yang sering terpajan pada semua golongan umur terutama balita dan anak. Dikatakan

bahawa infeksi salur pernafasan akut atau ISPA telah menjadi salah satu penyebab

kematian tersering pada balita di negara berkembang. Antaranya factor resiko ISPA

adalah berat badan lahir rendah, sosio ekonomi rendah, umur anak, faktor pemberian ASI

eksklusif, status imunisasi, keadaan lingkungan, status gizi anak dan tingkat pengetahuan

dan pendidikan orang tua.

Objektif: Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran riwayat Berat Badan

Lahir Rendah dan sosio-ekonomi rendah pada anak umur 0-5 tahun yang menderita

Infeksi Salur Pernafasan Akut di RSUP HAM.

Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif bersifat cross

sectional study. Telah didistribusikan kuesionaire kepada ibu bapa anak yang berkunjung

ke RSUP HAM dengan keluhan ISPA. Data yang didapatkan telah dientri kedalam

program computer dan dilihat tabel frekuensi bagi setiap pertanyaan.

Hasil: Dari penelitan ini telah didapatkan 72 orang anak berumur 0-5 tahun yang

menderita ISPA. Dari penelitian ini, seramai 53 (73,6%) orang anak dari 72 yang

menderita ISPA lahir dengan berat badan normal manakala hanya 19 (26,4%) orang anak

yang lahir dengan BBLR. Diperoleh hanya 1 keluarga yaitu 1.4% merasakan pendapatan

suami adalah berlebih manakala 39 buah keluarga yaitu sejumlah 54.2% merasakan

pendapatan suami adalah kurang.

Kesimpulan: Sosio ekonomi yang rendah merupakan suatu factor resiko anak

terpapar ISPA.

Saran: Pihak rumah sakit dan pemerintah untuk melakukan promosi kesehatan

dalam mengedukasi orang tua tentang ISPA.

(11)

Abstract

Background: Acute respiratory infection (ARI) is a common type of infection

that usually happens to young children and babies. It is said that acute respiratory infection has became one of the main causes of baby deaths in developing countries. There are many factors involving this infection. Amongst those are birth weight, socio economy, age, breast feeding, immunization, surroundings and parents knowledge.

Objective: This study was done to get a general view of the low socio economy

status and low birth weight of children aged 0-5 years presented with acute respiratory infection in the General Hospital of Haji Adam Malik,Medan.

Methode: This study was done in a descriptive cross sectional manner.

Questionnaires were distributed to the parents of the children suffering from ARI at this hospital. Data’s collected from the questionnaires were entered into the computer programme and the results appears on a distributed form tables.

Result: In this study, 72 children aged 0-5 years suffering from ARI were

included. In which 53 (73,6%) of them were born with normal birth weight whereas 19 (26.4%) children were born with low birth weight. The socio economy status of these children exposed to ARI were found related where out of 72 families, 39 (54.2%) families lived in a low state of socio economy where the husbands income were low for the family, 32 (44.4%) families had husbands earning just enough income for the family, and 1 (1.4%) family with the husband’s income were more than the family’s needs. it was also obtained that out of these 72 families, 38 (52.8%) families had wives with low income and unable to support the family whereas 34 (47.2%) families had wives with enough income to support the family.

Conclusion: socio economy is a risk factor of ARI. Child aged 0-5 is at a greater

risk if living in a low socio economy environment.

Advice: hospitals and government to educate parents on ways to prevent ARI.

Keywords : Acute respiratory infection, low socio economy status, low birth weight,

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan suatu penyakit yang sering

terpajan pada semua golongan umur terutama balita dan anak. Dikatakan bahawa infeksi

salur pernafasan akut atau ISPA telah menjadi salah satu penyebab kematian tersering

pada balita di negara berkembang. Infeksi saluran pernafasan akut termasuk dalam

kategori infeksi berat menurut World Health Organisation (WHO). Infeksi saluran

pernafasan akut merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari

saluran pernafasan, mulai hidung hingga alveoli dan termasuk jaringan adneksanya

seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Djaja, et al, 2001).

Dari riset di negara berkembang menunjukkan bahwa 20 – 35 % kematian bayi dan

anak balita disebabkan oleh ISPA. Diperkirakan 2 – 5 juta bayi dan anak balita di

berbagai negara setiap tahun mati karena infeksi saluran pernafasan akut. Dua per tiga

dari kematian ini terjadi pada kelompok usia bayi, terutama bayi usia 2 bulan pertama

sejak kelahiran (Buletin Penelitian Kesehatan, 2001).

Salah satu komplikasi ISPA pada bayi yang dapat berakibat fatal adalah pneumonia,

disamping komplikasi lainnya misalnya otitis media akuta (OMA), dan mastoiditis. Jadi

upaya penangganan ISPA secara lebih dini diharapkan dapat mencegah terjadinya

komplikasi tersebut yang dapat menurunkan kualitas hidup bayi tersebut pada masa

depan. (Kresno, et al, 1994)

World Health Organisation telah mempublikasikan hasil penelitan Kumar di India

yang memperlihatkan hubungan signifikan antara kejadian ISPA dengan kondisi bayi

yang lahir dengan BBLR. Demikian pula dengan publikasi Warta Posyandu 1998/1999

tentang faktor meningkatkan morbiditas ISPA antara lain disebabkan oleh karena BBLR

(Warta Posyandu, 1999).

Sebuah penelitian telah dilakukan di Filipina membuktikan bahwa sosio-ekonomi

orang tua yang rendah akan meningkatkan resiko ISPA pada anak umur kurang dari 1

(13)

Penyakit gangguan pernafasan yang sering diderita oleh bayi berat lahir rendah

adalah penyakit pada membran hielin, infeksi saluran pernafasan akut, aspirasi

pneumonia, pernafasan periodik dan apnea yang disebabkan karena pusat pernafasan di

medulla belum matur. Sebuah studi menunjukkan angka statistik dimana bayi berat lahir

rendah yang tidak mendapat ASI eksklusif, mendapat MP-ASI sebelum usia 4 bulan,

status imunisasi tidak lengkap, dan tinggal di rumah dengan ventilasi < 10 %, peluang

untuk terkena infeksi saluran pernafasan akut adalah 90%. Dari studi yang dilakukan juga

didapati besar risiko BBLR untuk menderita ISPA adalah sebesar 3 kali dibandingkan

bayi yang berat lahir normal. Komplikasi yang berlaku semasa serangan ISPA waktu bayi

boleh menetap hingga dewasa. Oleh itu, adalah penting supaya dapat mengidentifikasi

faktor resiko ISPA pada bayi dalam upaya mencegah berlakunya ISPA dikalangan bayi

agar dapat menurunkan kadar terjadinya ISPA mahupun kematian bayi disebabkan ISPA.

Orang tua juga dapat diedukasi tentang prognosis bayi berat badan lahir rendah dalam

mendapat ISPA (Sadono, et al, 2005).

Menurut analisis situasi kesehatan di kota Palu tahun 2000, ternyata ISPA

merupakan penyakit yang tebanyak diderita oleh penduduk terutama usia balita dari 10

penyakit utama yang sering diderita balita. Pada analisis tersebut, terungkap pula bahawa

kunjungan rawat jalan ISPA di sarana kesehatan baik di puskesmas maupun di rumah

sakit mencapai 61,7% dari keseluruhan kunjungan rawat jalan selama periode 1996-1999.

Angka tersebut, ternyata tidak berbeda dengan yang dilaporkan oleh Direktorat Bina

Peranserta Masyarakat bahawa sekitar 40 - 60% kunjungan berobat jalan di pskesmas dan

15% - 30% kunjungan berobat jalan dan rawat inap di rumah sakit adalah kunjungan

ISPA (Warta Posyandu No 2, 1999).

Faktor yang berpengaruh terhadap daya tahan tubuh salah satu adalah berat badan

lahir. Bayi yang lahir dengan BBLR, akan berisiko kematian lebih tinggi dianding bayi

dengan berat lahir yang normal pada bulan bulan pertama kelahiran karena pembentukan

zat anti kekebalan tubuh kurang sempurna sehingga lebih mudah terserang penyakit

(14)

Dalam suatu studi lain yang dilakukan membuktikan bahawa bayi berat lahir rendah

secara statistik terbukti merupakan faktor risiko infeksi saluran pernafasan akut pada

bayi. Selain itu, ada kecenderungan semakin rendah berat lahir, semakin sering sakit

ISPA. Hasil ini sesuai dengan teori, bahwa organ pada BBLR belum sempurna, sehingga

sering mengalami komplikasi, termasuk infeksi. Penyakit gangguan pernafasan yang

sering diderita oleh bayi berat lahir rendah adalah penyakit pada membran hielin, infeksi

saluran pernafasan akut, aspirasi pnemonia, pernafasan periodik dan apnea yang

disebabkan karena pusat pernafasan di medulla belum matur (Baqui, 2001).

Adalah mudah memahami mengapa bayi yang dilahirkan dengan BBLR mudah

terserang ISPA. Bayi dengan BBLR memiliki system pertahanan tubuh yang rendah

disbanding orang dewasa terhadap mikroorganisme patogen. Dengan infeksi ringan

sahaja sudah cukup membuat sakit, sehingga bayi BBLR rentan terhadap penyakit infeksi

termasuk ISPA (Warta Posyandu, 1999).

Di negara berkembang seperti di kebanyakan negara di Asia, faktor sosio ekonomi

terutama faktor pendapatan dan lingkungan menjadi permasalahan utama dalam

terjadinya infeksi. Ini karena lingkungan yang kurang hiegenis menjadi tempat

pembiakan vektor pembawa infeksi. Faktor pendapatan pula mengehadkan ketersediaan

obat. Dalam suatu studi mengenai sosiol-ekonomi dengan keluhan ISPA menyatakan

bahawa gangguan asap dari pabrik maningkatkan resiko 1.55 kali terkena ISPA, lokasi

rumah di daerah rawan banjir meningkat resiko sebesar 1.16 kali dan status ekonomi

miskin sebesar 0.89 kali (Sonny, 2002).

Demikian pula penelitian prospektif yang pernah dilaksanakan di salah satu

kelurahan di Jakarta Timur, terbukti bahwa sosio-ekonomi yang diukur dengan faktor

kepemilikan barang berhubungan dengan episode ISPA. Orang tua dengan sosio-ekonomi

tinggi, anaknya memiliki episode ISPA yang lebih jarang dibandingkan dengan anak

kepada orang tua yang mempunyai sosio-ekonomi rendah (Sumargono, 1989).

(15)

Bagaimana gambaran riwayat Berat Badan Lahir Rendah dan status

sosio-ekonomi anak umur 0-5 tahun yang menderita Infeksi Salur Pernafasan Akut di RSUP

Haji Adam Malik, Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Melihat gambaran anak umur 0-5 tahun yang menderita Infeksi Salur Pernafasan

Akut dengan riwayat Berat Badan Lahir Rendah dan sosio-ekonomi rendah pada di

RSUP Haji Adam Malik.

1.3.2. Tujuan Khusus

1) Mendapatkan gambaran barat badan lahir anak yang terpajan ISPA.

2) Mendapatkan gambaran status sosio ekonomi keluarga anak dengan menderita

ISPA dengan melihat jumlah anggota keluarga dan pendapatan keluarga.

1.4. Manfaat Penelitian

1) Memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai hubungan keadaan

sosio-ekonomi dalam meningkatnya risiko anak terkena ISPA. Ini dapat

menjadi suatu garis panduan agar semua pihak dapat berusaha meningkat

sosio-ekonomi demi menjamin kehidupan anak yang lebih baik.

2) Diharapkan juga penelitian ini dapat menjadi suatu panduan bagi dokter umum

dalam mendiagnosa anak BBLR yang datang dengan keluhan ISPA dan dapat

memberikan penjelasan kepada orang tua mengenai resiko anak BBLR dan

keadaan sosio-ekonomi orang tua dalam terjadinya ISPA.

3) Menambah pengetahuan dan meningkat pengalaman peneliti mengenai ISPA

pada anak, yang dapat diguna pada masa depan semasa menjadi dokter umum

dalam mengedukasi para orangtua baru mengenai cara mencegah ISPA

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BERAT BADAN LAHIR RENDAH 2.2.1. Definisi

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan

lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan

lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun

1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram

disebut Low Birth Weight Infants (BBLR) (Sitohang, 2004).

2.1.2. Klasifikasi BBLR

Berdasarkan pengertian oleh WHO di atas maka bayi dengan berat badan lahir rendah

dapat dibagi menjadi 2 golongan:

1) Prematuritas murni.

Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan

sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus

Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan (NKBSMK).

2) Dismaturitas.

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan,

dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga:

Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK). Neonatus Cukup

Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NCB-KMK), Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa

Kehamilan (NLB- KMK) (Otawa Collision for the Prevention

(17)

2.1.3. Etiologi

2.1.3.1. Faktor Ibu.

1) Penyakit

Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan

antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut.

2) Usia ibu

Dalam studi yang dilakukan, dikatakan bahawa jumlah rokok yang dihisap suami

berisiko 3 kali lebih besar bagi isterinya untuk melahirkan BBLR (Sitohang, 2004).

3) Gizi yang tidak cukup atau tidak baik yang dikonsumsi ibu.

4) Penggunaan kortikosteroid

5) Kehamilan kembar

(Dharmage, 1996).

2.1.4 Patofisiologi

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum

cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir

cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil

ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi

karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan

oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan

keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan

ke bayi jadi berkurang.

Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak

mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal.

Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit,

dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan

melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang

(18)

bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu

menderita anemia.

Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah

normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi

selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi

sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal.

Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai

di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan

gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.

Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat

bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan

mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang

menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan

bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan

prematur juga lebih besar ( Sadono, 2005).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Pada bayi BBLR biasanya akan memperlihat gejala-gejala yang seperti berikut:

1) Sindroma distress respiratori idiopatik

Terjadi pada 10% bayi kurang bulan. Nampak konsolidasi paru progresif akibat

kurangnya surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan di alveoli dan mencegah

kolaps. Pada waktu atau segera setelah lahir bayi akan mengalami :

a) Rintihan waktu inspirasi

b) Napas cuping hidung

c) Kecepatan respirasi lebih dari 70 kali per menit

d) Tarikan waktu inspirasi pada sternum ( tulang dada )

2) Nampak gambaran sinar- X dada yang khas bronkogram udara dan pemeriksaan gas

darah menunjukkan:

(19)

b) Konsentrasi CO2 meningkat

c) Asidosis metabolic

3) Takipnea selintas pada bayi baru lahir

Paru sebagian bayi kurang bulan dan bahkan bayi cukup bulan teteap edematous

untuk beberapa jam setelah lahir dan menyebabkan takipnea. Keadaan ini tidak

berbahaya, biasanya tidak akan menyebabkan tanda- tanda distress respirasi lain dan

membaik kembali 12-24 jam setelah lahir. Perdarahan intraventrikular terjadi pada bayi

kurang bulan yang biasanya lahir normal. Perdarahan intraventrikular dihubungkan

dengan sindroma distress respiratori idiopatik dan nampaknya berhubungan dengan

hipoksia pada sindroma distress

respirasi idiopatik. Bayi lemas dan mengalami serangan apnea.

4) Fibroplasias Retrolental

Oksigen konsentrasi tinggi pada daerah arteri berakibat pertumbuhan jaringan

serat atau fibrosa di belakang lensa dan pelepasan retina yang menyebabkan kebutaan.hal

ini dapat dihindari dengan menggunakan konsentrasi oksigen di bawah 40% (kecuali bayi

yang membutuhkan lebih dari 40 %). Sebagian besar incubator mempunyai control untuk

mencegah konsentrasi oksigen naik melebihi 40% tetapi lebih baik menggunakan

pemantau oksigen perkutan yang saat ini mudah didapat untuk memantau tekanan

oksigen arteri bayi.

5) Serangan apnea

Serangan apnea disebabkan ketidakmampuan fungsional pusat pernapasan atau

ada hubungannya dengan hipoglikemia atau perdarahan intrakranial. Irama pernapasan

bayi tak teratur dan diselingi periode apnea. Dengan menggunakan pemantau apnea dan

memberikan oksigen pada bayi dengan pemompaan segera bila timbul apnea sebagian

besar bayi akan dapat bertahan dai serangan apnea, meskipun apnea ini mungkin

berlanjut selama beberapa hari atau minggu. Perangsang pernapasan seperti Aminofilin

mungkin bermanfaat.

(20)

Keadaan ini timbul terutama pada bayi kurang bulan dengan riwayat asfiksia.

Dapat juga terjadi setelah transfuse tukar. Gejalanya seperti kembung, muntah, keluar

darah dari rectum dan berak cair, syok usus dan usus mungkin mengalami perforasi.

Pengobatan diberikan pengobatan gentamisin intravena, kanamisin oral. Hentikan

minuman oral dan berikan pemberian makanan intravena.

Mungkin diperlukan pembedahan (Sadono, 2005).

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

1) Jumlah sel darah putih: 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-

24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).

2) Hematokrit (Ht): 43% - 61% (peningkatan sampai 65 % atau lebih menandakan

polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic prenatal/

perinatal).

3) Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia

atau hemolisis berlebihan).

4) Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12

mg/dl pada 3-5 hari.

5) Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-

rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.

6) Pemantauan elektrolit (Na, K, CI) : biasanya dalam batas normal pada awalnya.

7) Pemeriksaan Analisa gas darah.

( Sadono, 2005).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterina serta

(21)

2) Memeriksa kadar gula darah (true glukose) dengan dextrostix atau laboratorium kalau

hipoglikemia perlu diatasi.

3) Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.

4) Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK.

5) Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi

mekonium.

6) Sebaiknya setiap jam dihitung frekwensi pernafasan dan bila frekwensi lebih dari 60

kali per menit dibuat foto thorax (Sowden, 2002).

2.1.8 Penatalaksanaan

Para medis perlulah mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu

untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup

di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan

dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat

besi.

1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR

Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi

hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan

baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena

itu bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas

badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam inkubator maka

suhu bayi dengan berat badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi

dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator

tidak ada bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol

yang berisi air panas, sehingga panas badannya dapat dipertahankan (Whaley

et al, 1996).

2. Nutrisi:

Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim

pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan

kalori 110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian

(22)

cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah, sehingga pemberian

minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering.

ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI yang paling

dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas

dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang

sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/

hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cckg BB/ hari.

3. Menghindari infeksi

Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh

yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti

bodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak

pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR).

Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara

khusus dan terisolasi dengan baik (Sadono, 2005).

2.1.9 Pencegahan BBLR

Suplemen vitamin tambahan dapat mengurangi risiko melahirkan bayi dengan berat

badan lahir rendah, dan semua wanita di negara berkembang perlu mengkonsumsi

suplemen tersebut.

Demikian menurut sebuah penelitian yang dimuat harian The New England Journal

of Medicine. Penelitian yang dilakukan di Darus Salam, Tanzania, tersebut melibatkan

8468 wanita hamil yang medapatkan suplemen zat besi dan asam folat. Sebagian diantara

mereka diberikan suplemen vitamin C, E, dan B kompleks sedangkan yang lain diberikan

plasebo. Tim peneliti tersebut dipimpin oleh Wafaie Fawzi dari Harvard University’s

School of Public Health.

Risiko berat badan lahir rendah menurun pada kelompok yang diberikan suplemen

vitamin, yaitu 7,8 persen dibandingkan pada kelompok plasebo 9, 4 persen. Memberi

suplemen vitamin, besi dan folat untuk ibu hamil juga dapat menurunkan resiko anak

(23)

2.2 INFEKSI SALUR PERNAFASAN AKUT (ISPA) 2.2.1. Definisi

Infeksi saluran pernafasan akut, merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu

bagian atau lebih dari saluran pernafasan, mulai hidung hingga alveoli dan termasuk

jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Djaja, et al, 2001).

Infeksi saluran pernafasan akut termasuk dalam kategori infeksi berat menurut

World Health Organisation (WHO). ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan

bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ

adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran

pernafasan (Departemen Kesehatan RI, 2000).

2.2.2 Pengertian ISPA

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana

pengertiannya sebagai berikut:

1) Infeksi

Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang

biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2) Saluran pernafasan

Adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti

sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

3) Infeksi Akut

Adalah infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk

menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan

dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Kenneth et al, 2003).

2.2.3. Epidemiologi ISPA

Diperkirakan bahawa di Negara-negara berkembang yang memiliki angka kematian

(24)

Di Indonesia saja, memiliki infant mortality rate sebesar 45 per 1000 kelahiran

hidup dan memiliki insidensi pneumonia balita sebesar 15-20% per tahun (DEPKES,

1992).

2.2.4. Klasifikasi

Secara anatomis ISPA dibedakan menjadi ISPA atas iaitu infeksi yang menyerang

salur nafas atasyang meliputi nasofaring, faringitis, tonsillitis,tonsiofaringitis dan otitis

media sedangkan ISPA-bawah merupakan infeksi yang menyerang salur napas bawah

yang meliput i epiglotitis, trakeits, bronchitis, bronkiolitis, pneumonia dan

bronkopneumonia (Kristensen, 2004).

Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk

pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan

menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat

mengakibat kematian. Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit

ISPA dalam 2 golongan yaitu:

1) ISPA non- Pneumonia: dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek

2) Pneumonia: apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran bernapas,

peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).

3) Gejala dari ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan

disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu

tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih.

Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam

satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.

(25)

3) Tenggorokan berwarna merah.

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut (DEPKES, 1992).

4) Gejala dari ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan

atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Bibir atau kulit membiru.

2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.

3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.

5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

7) Tenggorokan berwarna merah ( DEPKES, 1992).

2.2.6 Patofisiologi

Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa

bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan

dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam

hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan

silia mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior

(26)

Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat

menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti

sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan

pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran

pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal

tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri

lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya

infeksi saluran pernafasan (Kenneth et al, 2003).

Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada penyakit common

cold disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan atau coronavirus.

Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari.

Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran nafas

bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernafasan

yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernafasannya

(Kresno, 1994).

2.2.7 Diagnosis

Diagnosis bagi infeksi salur pernafasan akut biasanya dilakukan dengan melihat

gejala dan symptom yang ditunjukkan oleh pasien. Dibuat juga foto X-rays toraks pada

pasien dengan stridor, wheezing atau mempunyai kongesti paru. Pemeriksaan darah rutin

beserta pemeriksaan darah tepi juga akan banyak membantu mendiagnosis penyebab

ISPA. Pengambilan sekret atau dahak juga membantu dalam menentukan jenis

(27)

2.3. SOSIO EKONOMI ORANG TUA 2.3.1. Pengertian Sosio Ekonomi

Kondisi sosial dari tiap – tiap keluarga berbeda satu sama lain. Hal ini ditentukan

oleh keadaan di dalam keluarga tersebut (misalnya jumlah anggota keluarga, komunikasi

yang terjalin didalam keluarga, perhatian dari orang tua terhadap anak) dan hubungan

keluarga dengan masyarakat sekitar. Keadaan sosial berarti keadaan yang berkenaan

dengan masyarakat, baik masyarakat dalam lingkup yang kecil (keluarga) maupun

masyarakat dalam lingkup yang lebih luas. Kondisi sosial seseorang ditentukan oleh

keadaan yang ada di dalam keluarganya dan interaksi antara individu tersebut dengan

kebudayaan dan lingkungan sekitarnya. Kondisi sosial selalu mengalami perubahan

melalui proses sosial. Proses sosial merupakan interaksi sosial. Interaksi sosial adalah

proses hubungan dan saling mempengaruhi yang terjadi antara individu dengan individu,

atau individu dengan kelompok, bahkan kelompok dengan kelompok. Berdasarkan

beberapa pendapat para ahli tersebut, maka penulis mengambil kesimpulan kondisi sosial

keluarga meliputi keadaan keluarga, interaksi antar anggota keluarga, kebudayaan/adat

istiadat yang berlaku di masyarakat serta lingkungan di mana keluarga tersebut berada

(Sastrapraja, 1981).

Ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha manusi dalam

mencapai cita – cita kemakmuran yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi

segala kebutuhan. Pendapat lain mengatakan bahwa ekonomi adalah suatu ilmu yang

menyelidiki persoalan pemenuhan kebutuhan jasmaniah manusia dalam arti mencari

keuntungan atau mengadakan penghematan untuk keperluan hidup. Selanjutnya

pengertian sosial ekonomi adalah posisi yang ditempati individu atau keluarga dengan

ukuran yang umum berlaku tentang kepemilikan kultural, pendapatan efektif,

pemeliharaan barang dan potensi dalam aktifitas kelompok dan komunitasnya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat diambil satu pengertian bahwa kondisi

ekonomi keluarga meliputi usaha orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup (pekerjaan

orang tua), pendapatan efektif (penghasilan orang tua) dan pemenuhan kebutuhan rumah

tangga (Sastrapraja, 1981).

(28)

Setiap manusia pasti melakukan suatu aktivitas/pekerjaan. Untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya, manusia melakukan suatu pekerjaan tertentu untuk mendapatkan

kompensasi dari hasil kerjanya itu yang sering kita sebut gaji. Pekerjaan adalah

pencarian, barang yang dijadikan pokok penghidupan, suatu yang dijadikan untuk

mendapatkan nafkah. Dari pengertian tersebut diatas tersirat bahwa pekerjaan merupakan

sesuatu yang dijadikan pokok penghidupan sehingga semua orang berusaha untuk

memperoleh pekerjaan demi keinginan untuk mendapatkan nafkah yang memadai dengan

tidak meninggalkan norma agama dan susila yang berlaku di masyarakat.

2.3.3. Pendapatan Keluarga

Dalam hidupnya, manusia membutuhkan berbagai macam kebutuhan dan secara

ekonomi keluarga ingin memenuhi segala kebutuhan anggota keluarganya sehingga

terwujud kesejahteraan dalam keluarga. Oleh karena itu masalah pendapatan dan

penghasilan merupakan bagian dari ekonomis yang diterima atau diterima seseorang

.Tambahan ekonomis yang diperoleh seseorang ini merupakan ukuran yang terbaik

mengenai kemampuan seseorang. Dari manapun datangnya tambahan ini merupakan

tambahan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang tua dengan

penghasilan yang tinggi akan mampu memenuhi berbagai macam sarana dan prasarana

yang menunjang kegiatan belajar anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua semakin

berkualitas perhatian yang diberikan kepada anaknya, semakin sibuk orang tua dalam

pekerjaan semakin sedikit perhatian yang diberikan kepada anaknya. Semakin banyak

penghasilan orang tua semakin mudah memenuhi kebutuhan prasarana dan sarana belajar

anaknya. Dengan demikian, anak yang hidup dalam lingkungan keluarga dengan

penghasilan orang tua yang tinggi, dia akan dengan mudah mendapatkan sarana dan

prasarana dalam belajar sehingga kegiatan belajar akan dapat berjalan maksimal. Hal ini

berkebalikan dengan anak yang hidup dalam keluarga dengan penghasilan yang sedikit,

maka kebutuhan akan sarana prasarana akan terkalahkan oleh kebutuhan lain yang lebih

esensial (UU RI No.7, 1983).

2.3.4. Tingkat Ekonomi Keluarga

Dalam kehidupan suatu masyarakat terdapat tingkat ekonomi yang berbeda. Hal

(29)

Suatu masyarakat dikatakan makmur jika kebutuhan pada anggota dapat terpenuhi atau

jika alat pemuas cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Namun kenyataan menunjukkan

bahwa keadaan yang seimbang antara kebutuhan dan alat pemuas kebutuhan sukar

dicapai. Hal ini disebabkan karena kebutuhan yang telah dicapai akan disusul dengan

kebutuhan yang lain. Selain itu kebutuhan manusia tidak terbatas baik jumlah maupun

macamnya, sedang alat pemuas kebutuhan terbatas. Demikian juga halnya keluarga

dalam kedudukannya sebagai bagian dari masyarakat untuk mencapai kemakmuran tidak

selamanya tercapai sehingga dalam masyarakat ada tingkatan atau taraf hidup.Tingkat

ekonomi keluarga tergantung juga dari jenis pekerjaan orang tua dan penghasilan yang

diterima oleh keluarga. Seseorang yang berprofesi sebagai dokter akan memiliki

penghasilan yang berbeda dengan seseorang yang bekerja sebagai buruh. Dikatakan

bahwa dilihat dari segi ekonomi dalam masyarakat terdapat 3 lapisan masyarakat yaitu:

1) Lapisan ekonomi mampu/kaya:

Lapisan masyarakat yang tergolong lapisan ekonomi mampu/kaya ini mempunyai

pendapatan yang tinggi sehingga mereka dapat hidup layak. Contoh pekerjaan yang

tergolong dalam ekonomi mampu/kaya adalah pejabat pemerintah setempat, dokter,

insinyur dan kelompok professional lain.

2) Lapisan ekonomi menengah

Lapisan masyarakat yang tergolong lapisan ekonomi menengah ini mempunyai

pendapatan yang dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contoh

pekerjaan yang tergolong ekonomi menengah adalah pedagang dan pegawai negeri.

3) Lapisan ekonomi miskin.

Lapisan masyarakat yang tergolong lapisan ekonomi miskin ini memiliki pendapatan

yang minim. Contoh pekerjaan yang tergolong ekonomi miskin ini adalah buruh tani,

buruh bangunan, buruh pabrik dan buruh – buruh yang sejenis yang tidak tetap (

Sastrapraja, 1981)

Tingkat ekonomi masyarakat disesuaikan dengan pendapatan dibagi menjadi 3

(30)

1) Ekonomi tinggi

Golongan yang berpenghasilan tinggi adalah golongan yang mempunyai penghasilan

atas pekerjaannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya.

Kebutuhan pokok adalah kebutuhan esensial yang sedapat mungkin harus dipenuhi.

Kebutuhan esensial ini seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan,

partisipasi, transportasi, perawatan pribadi dan rekreasi.

2) Ekonomi sedang/menengah

Golongan berpenghasilan sedang sudah dekat dengan golongan yang berpenghasilan

tinggi. Ini berarti golongan yang berpenghasilan ekonomi sedang cenderung masih

dapat menyisihkan hasil kerjanya untuk kebutuhan lain yang sifatnya tidak esensial.

3) Ekonomi rendah

Ekonomi rendah adalah golongan miskin yang memperoleh pendapatannya sebagai

imbalan atas pekerjaanya yang jumlahnya sangat sedikit apabila dibandingkan

pemenuhan kebutuhan pokoknya. Kebutuhan esensial tidak dapat terpenuhi maksimal (

Abdullah, 2003)

2.3.5. Pembahagian Sosio Ekonomi 2.3.5.1. Faktor status gizi anak

Masalah malnutrisi memang merupakan satu faktor resiko yang menyebabkan

ISPA. Malnutrisi dianggap bertanggungjawab terhadap terjadinya ISPA balita tertama di

Indonesia. Malnutrisi menyebabkan melemahnya daya tahan tubuh anak. Hal ini akan

menyebabkan mudahnya masuk agen penyakit dalam tubuh. Malnutrisi biasanya diukur

menggunakan Indeks Massa tubuh (Abdullah, 2003).

2.3.5.2. Faktor pendidikan orang tua

Tingkat pengetahuan orang tua terutama ibu juga memain peranan dalam

terjadinya ISPA pada anak dan balita. Orang tua dengan pendidikan yang baik akan

mempunyai akses informasi yang lebih luas sehingga berdampak positif terhadap

(31)

antara episode ISPA dengan pengetahan orang tua. Faktor pendidikan juga merupakan

parameter dalam menentukanpengetahuan orang tua.

2.3.5.3. Faktor ekonomi keluarga

Ekonomi keluarga biasanya dinilai oleh jumlah pendapatan keluarga. Faktor ini

mempengaruhi kemampuan keluarga dalam mendapat pelayanan kesehatan bila ditinjau

dari aspek finansial. Penelitian yang telah dilakukan di Filipina menunjukkan bahawa

(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Sosio-ekonomi rendah

Anak lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah

Pemberian ASI eksklusif

Keadaan lingkungan Status imunisasi

Umur anak

Tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tua Status gizi anak

(33)

3.2. Definisi Operational

1) ISPA didefinisikan sebagai segala infeksi akut pada saluran pernafasan atas dan

saluran pernafasan bawah pada anak berumur 0-5 tahun.

2) Anak lahir BBLR adalah anak yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500

gram.

3) Sosio ekonomi adalah diukur berdasarkan pendapatan keluarga. Hasilnya kemudian

dibahagi kepada tiga kategori yaitu pendapatan rendah,sedang dan tinggi. Pendapatan

melebihi Rp. 850.000,00 dikategorikan pendapatan tinggi, pendapatan Rp.

450.000,00–Rp. 850.000,00 dikategorikan pendapatan sedang manakala pendapatan

kurang daripada Rp. 450.000,00 dikategorikan sebagai pendapatan kurang.

4) Cara ukur : Wawancara

5) Alat ukur : Kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 12 pertanyaan. Skor untuk

setiap pertanyaan dibuat pada tabel 3.1

Tabel 3.1 : Nombor pertanyaan dan skor untuk setiap pilihan jawaban

Nombor Skor Pilihan Jawaban

A B C

1. 2 1 -

2. 2 1 -

3. 2 1 -

4. 2 1 -

5. 3 2 1

(34)

7. 3 2 1

8. 3 2 1

9. 3 2 1

10. 3 2 1

11. 3 2 1

12. 3 2 1

(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat

deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk melihat gambaran riwayat anak

dengan berat badan lahir rendah dan status sosio-ekonomi rendah pada anak umur 0-5

tahun dengan terjadinya ISPA pada anak.

Rancangan penelitian adalah cross sectional study. Ini dilakukan dengan memberi

kuesioner kepada ibu bapa anak yang berkunjung ke RSUP Haji Adam Malik dengan

keluhan ISPA.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan

(RSUP HAM)

4.2.2. Waktu penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada Juni sehingga Oktober 2010.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh anak berumur 0-5 tahun yang berkunjung

ke RSUP Haji Adam Malik untuk berobat bagi keluhan ISPA.

4.3.2 Sampel penelitian

Penelitian ini menggunakan cara penelitian total sampling. Melalui cara ini, semua

anak berumur 0-5 tahun yang datang ke RSUP Haji Adam Malik untuk berobat bagi

(36)

4.3.2.1. Kriteria inklusi

Semua anak berumur 0-5 tahun yang datang ke RSUP Haji Adam Malik untuk berobat sebagai pasien rawat jalan dan rawat inap dengan ibu yang sanggup berkerjasama dalam penelitian.

4.3.2.2. Kriteria eksklusi

Anak usia lebih dari 0-5 tahun yang tidak menderita ISPA dan orang tuanya

tidak mahu bekerjasama dalam penelitian ini.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data ini dikumpulkan dengan melalui kuesioner yang diberikan kepada ibu bapa

anak berumur 0-5 tahun yang datang ke RSUP Haji Adam Malik. Orang tua dari pasien

telah diwawancara untuk memperoleh data dan juga diterangkan kepada orang tua yang

tidak mengerti akan penelitian ini tentang soalan-soalan yang ditanyakan dalam

kuestioner. Orang tua diminta mengingat kembali data seperti berat badan lahir anak.

Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang dipetik dan dimodifikasi dari Rokhana,

2005 dan Oktaviani, 2009. Kuesioner ini telah dilakukan uji validitas dan realibilitas.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang saya gunakan pada penelitian saya adalah kuesioner jenis tertutup.

4.6. Metode Analisis Data

Setiap data telah diperiksa pada waktu pengumpulan kuesioner. Sekiranya terdapat informasi yang kurang jelas atau tidak lengkap, data tersebut dibetulkan dengan memastikan dengan respoden sebelum meningggalkan lokasi studi. Kuesioner yang lengkap telah dianalisa dengan bantuan program komputer dan data yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel.

4.7 Ethical Clearance

Ethical clearence telah dilakukan untuk memastikan penelitian ini tidak melanggar

(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan dinamakan Rumah Sakit Kelas A pada tahun 1990 sesuai dengan Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Namun, nama rumah sakit ini mengalami perubahan yang pada mulanya bernama Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan menjadi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 775/MENKES/SK/IX/1992. Pada tahun 1991 pula ia dijadikan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993. Dengan ditetapkannya RSUP H. Adam Malik sebagai Rumah Sakit Pendidikan, maka Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dapat menggunakannya sebagai Pusat Pendidikan Klinik calon dokter dan Pendidikan Keahlian calon dokter spesialis. RSUP H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan dan untuk pelayanan rawat inap mulai berfungsi tepatnya pada tanggal 2 Mei 1992. Rumah Sakit ini mulai beroperasi secara total pada tanggal 21 Juli 1993 yang diresmikan oleh mantan Presiden RI, H. Soeharto.

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Responden

Diperoleh sejumlah 72 orang responden yang merupakan orang tua dari anak berumur 0-5 tahun yang menderita ISPA di RSUP Haji Adam Malik. Responden telah terlebih dahulu diberi penerangan mengenai tujuan penelitian ini sebelum diwawancara.

Tabel 5.1 Karakteristik jenis kelamin balita

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-laki 33 45,8

Perempuan 39 54,2

Total 72 100.0

Berdasarkan hasil penelitian, jenis kelamin responden pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa balita laki-laki yang menderita ISPA sebanyak 33 orang yaitu 45,8% daripada keseluruhan responden. Sementara jumlah balita perempuan adalah sebanyak 39 orang yaitu 54,2% daripada keseluruhan responden.

Tabel 5.2 Karakteristik berat badan lahir anak

Berat Badan Lahir Jumlah %

(38)

<2500g 19 26,4

Total 72 100.0

Dari Tabel 5.2 diperoleh bahwa daripada 72 orang anak yang menderita ISPA, sebanyak 53 orang lahir dengan berat badan normal yaitu sejumlah 73,6% dibandingkan 19 orang anak yang lahir dengan berat badan rendah yaitu sejumlah 26,4%.

Tabel 5.3 Karakteristik jumlah anak dalam keluarga

Jumlah Anak Jumlah %

1- 2 49 68,1

3- 4 17 23,6

> 5 6 8,3

Total 72 100

Dari Tabel 5.3, sebanyak 49 buah keluarga mempunyai anak jumlah 1 atau 2 orang yaitu 68.1% dan hanya 7 buah kelurga mempunyai lebih dari 6 orang anak yaitu 8.3%.

Tabel 5.4 Karakteristik jumlah anggota keluarga

Bilangan Anggota Keluarga Jumlah %

3- 4 46 63,9

5- 6 16 22,2

> 7 10 13,9

Total 72 100

(39)

Tabel 5.5 Karakteristik jumlah pendapatan suami

Jumlah Pendapatan Suami Jumlah %

> Rp.850.000,00 20 27,8

Rp.450.000,00 – Rp.850.00,00 31 43,1

< Rp.450.000,00 21 29,2

Total 72 100

Dari Tabel 5.5, diperoleh sejumlah 20 orang suami yaitu 27,8% mempunyai pendapatan lebih dari Rp.850.000,00 sebulan sedangkan sejumlah 31 orang suami yaitu 43,1% mempunyai jumlah pendapatan per bulan sekitar Rp.450.000,00 dan Rp.850.000,00

Tabel 5.6 Karakteristik jumlah pendapatan isteri

Jumlah Pendapatan Isteri Jumlah %

> Rp.850.000,00 3 4,2

Rp.450.000,00 - Rp.850.00,00 22 30,6

< Rp.450.000,00 47 65,3

Total 72 100

Dari Tabel 5.6, diperoleh sejumlah 3 orang isteri yaitu 4.2% mempunyai pendapatan lebih dari Rp.850.000,00 sebulan manakala sejumlah 47 orang isteri yaitu 65.3% mempunyai pendapatan dibawah Rp.450.000,00.

5.2 Pembahasan

Di dalam pembahasan ini difokuskan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian dilakukan yaitu untuk melihat gambaran berat badan lahir rendah dan sosio ekonomi yang rendah pada anak-anak umur 0 -5 tahun yang menderita ISPA.

5.2.1 Berat Badan Lahir Rendah

(40)

Sadono (2005), pada penelitian yang dilakukan pada sejumlah 216 orang bayi, hasil yang didapatkan adalah besar resiko BBLR untuk menderita ISPA adalah sebesar 3 kali. Menurut Abdullah (2005), bayi dengan BBLR mempunyai resiko relatif yang tinggi untuk terpajan ISPA yaitu sebesar 4.65 kali.

5.2.2 Sosio Ekonomi Keluarga

Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa jumlah anggota keluarga yang tinggal bersamaan dalam satu rumah tidak kelihatan berpengaruh pada anak terpapar ISPA seperti yang dilihat di Tabel 5.7. Penelitian yang dilakukan oleh Sadono (2005), juga mendukung hasil penelitian ini.

Dari Tabel 5.5 diperoleh bahawa kebanyakan suami mempunyai pendapatan per bulan sekitar Rp.450.000,00 dan Rp.850.000,00. Dari Tabel 5.6 pula diperoleh bahawa kebanyakan isteri mempunyai pendapatan dibawah Rp.450.000,00. Hasil ini didukung oleh penelitian Sonny (2002), dimana penelitiannya menunjukkan bahwa status sosio ekonomi yang rendah meningkatkan resiko ISPA sebanyak 0,89 kali.

Perbedaan antara hasil penelitian ini dengan penelitian lain terjadi mungkin dikarenakan oleh faktor umur anak yang diteliti. Dalam penelitian ini umur yang diteliti dari lahir hingga lima tahun dimana pada umur ini anak lebih terdedah kepada faktor resiko lain yang berperanan terhadap terjadinya kasus ISPA. Anak yang dalam jenjang umur ini juga telah mempunyai kekebalan tubuh yang lebih tinggi dibandingkan neonatus sehingga berat badan lahir tidak menjadi salah satu faktor resiko penting ISPA.

(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1) Sejumlah 53 anak yaitu 73,6% dari anak yang menderita ISPA lahir dengan berat badan normal manakala hanya 16 anak yaitu 26,4% orang anak yang lahir dengan BBLR.

2) Sejumlah 20 orang suami yaitu 27,8% mempunyai pendapatan lebih dari Rp.850.000,00 sebulan sedangkan sejumlah 31 orang suami yaitu 43,1% mempunyai jumlah pendapatan per bulan sekitar Rp.450.000,00 dan Rp.850.000,00.

3) Sejumlah 3 orang isteri yaitu 4.2% mempunyai pendapatan lebih dari Rp.850.000,00 sebulan manakala sejumlah 47 orang isteri yaitu 65.3% mempunyai pendapatan dibawah Rp.450.000,00.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian saya ini,terdapat beberapa saran yang ingin saya berikan. Diantaranya ialah,

1) Kepada pihak pelayanan kesehatan agar melibatkan seisi keluarga dalam mempromosikan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang meningkatnya resiko ISPA pada anak yang tinggal dalam keadaan rumah padat dan sosio ekonomi rendah.

2) Kepada tenaga kesehatan dan institusi agar dapat menerapkan studi tentang pengaruh BBLR dalam mengedukasi ibu dan bapa dalam memberikan anak terutama neonatus kualitas hidup yang lebih baik.

3) Diharapkan kerjasama antara pihak pemerintah, administrasi rumah sakit dan dokter dalam penyebaran informasi dengan penyebaran brosur, leaflet dan lain-lain tentang pengaruh sosioekonomi dan berat badan lahir rendah anak dalam meningkatnya resiko ISPA.

4) Diharapkan kepada pemerintah agar menerapkan studi yang telah dilakukan dalam meningkatkan keadaan sosioekonomi rakyat dalam menjamin kualitas hidup yang bebas dari penyakit infeksi.

(42)

DAFTAR PUSAKA

Abdullah, 2003. Pengaruh pemberian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur 0-4

bulan. Fakultas Kesehaatan Masyarakat Universitas Indonesia , Jakarta.

Abdullah, 2003. Pengaruh pemberian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur 0-4

bulan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta. Dalam:

Abdullah, 2003. Pengaruh pemberian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur 0-4

bulan. Fakultas Kesehaatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000. Pedoman Pemberantasan Penyakit

Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pnemonia pada Balita.

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.

Dalam:

Abdullah, 2003. Pengaruh pemberian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur 0-4

bulan. Fakultas Kesehaatan Masyarakat Universitas Indonesia , Jakarta .

Warta Posyandu, 1999. ISPA dan Pneumonia, Pembunuh Utama Bayi di Indonesia.

(No.2)

Dalam:

Abdullah, 2003. Pengaruh pemberian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur 0-4

bulan. Fakultas Kesehaatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

WHO, 1986. Facts and Figures on Acute Respiratory Infections in Children. Geneva

Dalam:

American Thoracic Society, 2010. Therapy of pneumonia. Available from: WHO, 1992. ARI, Programme for control of Acute Respiration Infections. Fifth

Programme Report. World Health Organisation.

Deb, 1998. Acute Respiratory Disease Survey In Tripura In Case Of Children Below

Five Years Of Age. Journal Of The Indian Medical Association, 0019-5847.

Dharmage, Chandrika R, Lalani F, Dulitha N. Risk Factors of Acute Lower Respiratory

Tract Infections in Children Under Five Years of Age. Southeast Asian Journal of

(43)

Djaja, et al, 2001. Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Infeksi Saluran

Pernafasan Akut( ISPA) Pada Balita. Bulletin Penelitian Kesehatan, Depkes dan

Kessos RI, Badan Litbangkes dan Kessos Jakarta. Vol 29 No 1: 6-42.

Djauhar, 1996. Studi Etnografi Terfokus Pada di Propinsi Jawa Tengah. Dalam:

Kenneth et al, 1998. Modern epidemiology. 2nd edition, Lippincott-Raven: 58-83.

Kresno,

S. et al., 1994. Acute Respiratory Illness in Children Under Five in Indramayu, West

Java Indonesia, a Rapid Etnograpic Assessment.

Kristensen, 2004. Community Study of Acute Respiratory Infections in Children Less than

One Year of Age.

Ottawa collision of low birth weight, 2007.

march 21 2010]

Sadono,2005. Bayi Berat Badan Lahir Rendah Sebagai Salah Satu Faktor Risiko Infeksi

Saluran Pernafasan Akut Pada Bayi, Studi Kasus Di Kabupaten Blora

Saifudin, dan Rachimhadhi, T., 1999. Bayi Dengan Berat Lahir Rendah. Dalam:

Sitohang, 2004. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah, USU

Repository 2006

Ilmu

Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Edisi III. Cetakan 5.

Jakarta 771 – 790.

Sitohang, 2004. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah, USU

Repository 2006. Dalam

Sonny, 2001. Hubungan faktor lingkungan dan sosial ekonomi dengan morbiditas

(keluhan ISPA dan diare)

: Sowden, 2002. Keperawatan Pediatric, Jakarta, EGC.

Sastroasmoro, Ismael, 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Universitas Indonesia, Jakarta. Binarupa Aksara: 21-46.

Sukar et al, 1996. Pengaruh Kualitas Lingkungan dalam Ruang (indoor) terhadap

penyakit ISPA-pneumonia di Indramayu, Jawa Barat. Buletin Penelitian Kesehatan

(44)

Sumargono , 1989. Faktor-Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi

Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Di Kelurahan Kepala Dua Wetam,

Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Tesis Megister Pada Fakultas Pascasarjana,

Universitas Indonesia, Jakarta.

Tupasi et al, 1998. Determinants of Morbidity And Mortality Due to Acute Respiratory

Infections: Implications of Intervention. The Journal Of Infectious Disease, Vol. 157 (

No 4).

Whaley’s and Wong, 1996. Clinic Manual Of Pediatric Nursing, 4th Edition, Mosby

Company: 124-163.

WHO, 2005. Available from:

(45)

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Navin Kanvinder Singh

Tempat/ Tanggal Lahir : Kuala Lumpur, Malaysia / 14 Februari 1990

Agama : Sikh

Alamat : Blok 6 No74 Taman Setia Budi Indah 2 Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Rendah Kebangsaan Sulaiman Bentong 2. Sekolah Menengah Kebangsaan Katholik Bentong

3. Sekolah Menengah Sains Seremban 4. Nirwana College

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Riwayat Pelatihan : 1. Kadet Remaja Sekolah 2. Kadet Angkatan Laut

Riwayat Organisasi : 1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia Indonesia Cawangan Medan (PKPMI)

(46)

LEMBAR PENJELASAN

Salam sejahtera bagi kita semua,

Saya, Navin Kanvinder Singh, mahasiswa semester VI Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul

‘Gambaran Anak Umur 0-5 Tahun yang Menderita ISPA dengan Riwayat BBLR dan

Sosio Ekonomi Rendah Di RSUP HAM Medan Tahun 2010’. Sebagaimana kita tahu

ISPA terbanyak diderita oleh anak-anak, baik di negara sedang berkembang maupun di

negara maju dan kebanyakan pasien perlu rawat inap di rumah sakit karena penyakitnya

cukup gawat. Faktor yang berpengaruh terhadap daya tahan tubuh salah satu adalah berat

badan lahir dan bayi mudah terinfeksi ISPA. Faktor sosio ekonomi terutama faktor

pendapatan dan lingkungan menjadi permasalahan utama dalam terjadinya infeksi. Ini

karena lingkungan yang kurang hiegenis menjadi tempat pembiakan vektor pembawa

infeksi. Faktor pendapatan pula mengehadkan ketersediaan obat.

.

Penelitian Saya ini menggunakan lembaran pertanyaan dengan pilihan jawaban

yang sudah saya sediakan. Saya mengharapkan kerjasama dari ibu/bapa untuk

memberikan jawaban yang sebenar-benarnya sesuai dengan pertanyaan yang ada. Dengan

menjawab pertanyaaan tersebut kita akan mengetahui bagaimana gambaran riwayat Berat

Badan Lahir Rendah dan status sosio-ekonomi anak umur 0-5 tahun yang menderita

Infeksi Salur Pernafasan Akut di RSUP HAM. Jawaban yang Saudara/i berikan hanya

akan digunakan untuk kepentingan penelitian ini dan tidak akan disalahgunakan untuk

maksud-maksud lain. Identitas Saudara/I tetap dirahasiakan dan disebarkan. Bila terjadi

sesuatu atau ada yang ingin Saudara/i tanyakan dapat menemui atau menghubungi saya di

:

Alamat : Tasbih 2,Blok 4, No.32, Setia Budi, Medan

(47)

Keikutsertaan Saudara/i dalam penelitian ini sangat Saya harapkan. Partisipasi Saudara/i

bersifat bebas dan tanpa ada paksaan. Saudara/i berhak untuk menolak berpartisipasi

tanpa dikenakan sanksi apapun.

Demikian penjelasan ini Saya sampaikan. atas partisipasi dan kesediaan Saudara/i, Saya

ucapkan terima kasih.

Medan, ________________ 2010

………..

(48)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

“Informed Consent”

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :……….

Umur :……….

Pekerjaan :……….

Alamat :……….

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap dari peneliti tentang

penelitian ‘Gambaran Anak Umur 0-5 Tahun yang Menderita ISPA dengan Riwayat

BBLR dan Sosio Ekonomi Rendah Di RSUP HAM Medan Tahun 2010’, serta

memahaminya, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menyatakan

bersedia berpartisipasi pada penelitian ini. Demikianlah surat perjanjian ini saya perbuat

tanpa paksaan dan apabila di kemudian hari saya mengundurkan diri, kepada saya tidak

akan dituntut apapun.

Medan, ……… 2010

Yang membuat pernyataan

(49)
(50)
(51)
(52)
(53)

Sig. (2-tailed) .000 .020 .000 .000 .058 .366 .000 .001 .003 .288 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

JPEND

ISTR

Pearson

Correlation

.441 .321 .560* .503* .460* .514* .623** .480* .623** 1 .416 .745**

Sig. (2-tailed) .052 .168 .010 .024 .041 .021 .003 .032 .003 .068 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

kebutuh

an

Pearson

Correlation

.236 .057 .385 .492* .339 .092 .250 .457* .250 .416 1 .499*

Sig. (2-tailed) .317 .811 .094 .027 .144 .701 .288 .043 .288 .068 .025

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

total Pearson

Correlation

.759** .635** .902** .699** .682** .539* .900** .867** .830** .745** .499* 1

Sig. (2-tailed) .000 .003 .000 .001 .001 .014 .000 .000 .000 .000 .025

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Crosstabs

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0

Gambar

Tabel 3.1 : Nombor pertanyaan dan skor untuk setiap pilihan jawaban
Tabel 5.1 Karakteristik jenis kelamin balita  Jenis Kelamin Jumlah
Tabel 5.3 Karakteristik jumlah anak dalam keluarga Jumlah Anak Jumlah
Tabel 5.6 Karakteristik jumlah pendapatan isteri Jumlah Pendapatan Isteri Jumlah

Referensi

Dokumen terkait