• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Makan dan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Makan dan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA BERDASARKAN KARAKTERISTIK KELUARGA

DI KELURAHAN PEKAN DOLOK MASIHUL TAHUN 2011

SKRIPSI

OLEH :

MARDIN H NADEAK NIM : 041000175

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Salah satu karakteristik keluarga adalah tingkat pendapatan keluarga. Keluarga yang memiliki tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah, memungkinkan konsumsi pangan dan gizi terutama pada anak balita rendah dan hal ini dapat mempengaruhi status gizi anak balita.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pola makan dan status gizi anak balita berdasarkan karakteristik di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif. Jumlah populasi 325 ibu yang mempunyai anak balita, dijadikan sampel sebanyak 77 orang. Pengambilan sampel secara simple random sampling. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola makan anak balita yang baik berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein ditemukan pada keluarga kecil (≤4 orang), pendapatan keluarga tinggi dan pengetahuan gizi ibu baik, sementara pola makan anak balita yang kurang ditemukan pada keluarga besar (≥7 orang) dan pengetahuan gizi ibu kurang. Demikian juga pada anak balita yang mempunyai status gizi normal ditemukan pada keluarga kecil (≤4 orang), pendapatan keluarga tinggi dan pengetahuan gizi ibu baik. Sementara anak balita yang gizi kurang, pendek dan kurus ditemukan pada keluarga besar (≥7 orang) dan pengetahuan gizi ibu kurang. Anak balita yang memiliki status gizi normal ditemukan pada keluarga yang konsumsi energi dan protein baik. Sementara gizi kurang, pendek dan kurus pada konsumsi energi dan protein keluarga kurang.

Disarankan kepada petugas kesehatan setempat diharapkan lebih memfokuskan penyuluhan terutama bagi ibu yang memiliki anak balita dalam upaya peningkatan gizi khususnya tentang penyediaan makanan dalam tingkat rumah tangga yang sangat penting untuk mendukung perbaikan gizi anak balita.

(3)

ABSTRACT

One of the characteristic of the family is the level of family income. Families who have a medium socioeconomic level down, allowing the consumption of food and nutrition, especially among children under five-years old is low and this may affect the nutritional status children under five-years old.

The general objective of this study is to determine the eating patterns nutritional status of under five children in terms of characteristics in Pekan Dolok Masihul District of Serdang Bedagai Dolok Masihul 2011. This research was descriptive study. The population for this study are 325 mothers having children under five years old and 77 of the mothers were selected to be the sample for this study through simple random sampling technique. The collected data were analized descriptively.

The result of the study showed that a good eating patterns for under five children based on consumption of energy and protein levels are small family members (4 people), high family income and better nutrition knowledge of mothers, but the lack of eating patterns for under five children are large (7 persons) and the lack of maternal nutrition knowledge. Similarly in the case of normal nutritional status on the family members are small (4 people), high family income and better nutrition knowledge of mothers, but less nutrition status, short and thin on the family members are large (7 persons) and the lack of maternal nutrition knowledge. Normal nutritional status was found in families who have a diet based on consumption of energy and protein levels are good, but less nutrition, short and skinny on the consumption level of energy and protein families that are less and deficits.

It is suggested to the local healthcare providers to more focus on counseling on the mothers with the under five children in improving nutrition especially in terms of encouraging the use of the yard.

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mardin H Nadeak Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 4 Maret 1986

Agama : Kristen Protestan

Satus Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jln. Kalkun No. 5A Kompleks Rajawali Indah Medan

Riwayat Pendidikan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan RahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah : “Pola Makan dan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Ernawati Nasution, SKM., MKes selaku dosen pembimbing I dan Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiranya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Suwadi, SE selaku Sekretaris Lurah Kelurahan Pekan Dolok Masihul

Kabupaten Serdang Bedagai yang telah memberi izin untuk memperoleh data dalam penelitian ini.

(6)

6. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Angkatan 2007 di Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya pada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan Bapak, Ibu dan teman-teman sekalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Medan, Juli 2011 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita ... 6

2.2. Pola Makan ... 7

2.2.1. Pola Makan Anak Balita... 7

2.2.1.1. Tingkat Asupan Makanan Anak Balita... 8

2.2.1.2. Frekuensi Pola Makan Anak Balita ... 10

2.3. Status Gizi Balita ... 10

2.3.1. Penilaian Status Gizi dengan Metode Antropometri ... 11

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan dan Status Gizi

2.5. Kerangka Konsep Penelitian... 21

(8)

3.3.2 Sampel ... 23

3.4. Metode Pengumpulan Data... 24

3.4.1. Data Primer... 24

3.6.5. Tingkat Pendapatan Keluarga... 27

3.6.6. Tingkat Pengetahuan Ibu... 27

3.6.7. Pola Makan Anak Balita... 27

3.6.8 Status Gizi Anak Balita... ... 29

3.7. Pengolahan dan Analisis Data ... 30

3.7.1. Pengolahan Data... 30

3.7.2. Analisa Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 32

4.1.1. Geografi ... 32

4.1.2. Demografi... 32

4.2. Karekteristik Keluarga ... 29

4.2.1. Konsumsi Energi Keluarga... 29

4.2.2. Konsumsi Protein Keluarga... 30

4.3. Anak Balita ... 34

4.3.1. Umur Anak Balita... 34

4.3.2. Jenis Kelamin Anak Balita ... 34

4.4. Pola Makan Anak Balita ... 35

4.4.1. Tingkat Konsumsi Energi Anak Balita ... 35

4.4.2. Tingkat Konsumsi Protein Anak Balita ... 36

4.4.3. Jenis dan Frekuensi Pola Makan ... 36

4.5. Status Gizi Anak Balita... 38

4.5.1. Status Gizi Anak Balita (BB/U) ... 38

4.5.2. Status Gizi Anak Balita (TB/U) ... 38

4.5.3. Status Gizi Balita (BB/TB)... 39

4.6. Pola Makan Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga... 40

4.6.1. Pola Makan Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga ... 41

4.7. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga ... 41

4.7.1. Status Gizi Anak Balita (BB/U) Berdasarkan Karakteristik Keluarga.. 43

4.7.2. Status Gizi Anak Balita (TB/U) Berdasarkan Karakteristik Keluarga .. 44

(9)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pola Makan Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga... 47 5.2. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga ... 51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 56 6.2. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan

Dolok Masihul Tahun 2011... 33 Tabel 4.2. Distribusi Umur Anak Balita Menurut Jenis Kelamin

di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Tahun 2011. ... 35 Tabel 4.3. Distribusi Konsumsi Energi Anak Balita di Kelurahan

Pekan Dolok Masihul Tahun 2011. ... 35 Tabel 4.4. Distribusi Konsumsi Protein Anak Balita di Kelurahan

Pekan Dolok Masihul Tahun 2011. ... 36 Tabel 4.5. Distribusi Jenis dan Frekuensi Pola Makan Anak Balita

di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Tahun 2011. ... 36 Tabel 4.6. Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Berat

Badan Menurut Umur di Kelurahan Pekan Dolok

Masihul Tahun 2011... 38 Tabel 4.7. Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan

Tinggi/Panjang Badan Menurut Umur di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Tahun 2011... 39 Tabel 4.8. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan

Menurut Tinggi Badan di Kelurahan Pekan Dolok

Masihul Kecamatan Dolok Masihul Tahun 2011... 39 Tabel 4.9. Distribusi Tingkat Konsumsi Energi Berdasarkan

Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul

Tahun 2011... 40 Tabel 4.10. Distribusi Tingkat Konsumsi Protein Berdasarkan

Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul

Tahun 2011... 41 Tabel 4.11. Distribusi Status Gizi Anak Balita (BB/U)

Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan

Dolok Masihul Tahun 2011... 43 Tabel 4.12. Distribusi Status Gizi Anak Balita (TB/U)

Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan

Dolok Masihul Tahun 2011... 44 Tabel 4.13. Distribusi Status Gizi Anak Balita (BB/TB)

Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan

(11)

ABSTRAK

Salah satu karakteristik keluarga adalah tingkat pendapatan keluarga. Keluarga yang memiliki tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah, memungkinkan konsumsi pangan dan gizi terutama pada anak balita rendah dan hal ini dapat mempengaruhi status gizi anak balita.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pola makan dan status gizi anak balita berdasarkan karakteristik di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif. Jumlah populasi 325 ibu yang mempunyai anak balita, dijadikan sampel sebanyak 77 orang. Pengambilan sampel secara simple random sampling. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola makan anak balita yang baik berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein ditemukan pada keluarga kecil (≤4 orang), pendapatan keluarga tinggi dan pengetahuan gizi ibu baik, sementara pola makan anak balita yang kurang ditemukan pada keluarga besar (≥7 orang) dan pengetahuan gizi ibu kurang. Demikian juga pada anak balita yang mempunyai status gizi normal ditemukan pada keluarga kecil (≤4 orang), pendapatan keluarga tinggi dan pengetahuan gizi ibu baik. Sementara anak balita yang gizi kurang, pendek dan kurus ditemukan pada keluarga besar (≥7 orang) dan pengetahuan gizi ibu kurang. Anak balita yang memiliki status gizi normal ditemukan pada keluarga yang konsumsi energi dan protein baik. Sementara gizi kurang, pendek dan kurus pada konsumsi energi dan protein keluarga kurang.

Disarankan kepada petugas kesehatan setempat diharapkan lebih memfokuskan penyuluhan terutama bagi ibu yang memiliki anak balita dalam upaya peningkatan gizi khususnya tentang penyediaan makanan dalam tingkat rumah tangga yang sangat penting untuk mendukung perbaikan gizi anak balita.

(12)

ABSTRACT

One of the characteristic of the family is the level of family income. Families who have a medium socioeconomic level down, allowing the consumption of food and nutrition, especially among children under five-years old is low and this may affect the nutritional status children under five-years old.

The general objective of this study is to determine the eating patterns nutritional status of under five children in terms of characteristics in Pekan Dolok Masihul District of Serdang Bedagai Dolok Masihul 2011. This research was descriptive study. The population for this study are 325 mothers having children under five years old and 77 of the mothers were selected to be the sample for this study through simple random sampling technique. The collected data were analized descriptively.

The result of the study showed that a good eating patterns for under five children based on consumption of energy and protein levels are small family members (4 people), high family income and better nutrition knowledge of mothers, but the lack of eating patterns for under five children are large (7 persons) and the lack of maternal nutrition knowledge. Similarly in the case of normal nutritional status on the family members are small (4 people), high family income and better nutrition knowledge of mothers, but less nutrition status, short and thin on the family members are large (7 persons) and the lack of maternal nutrition knowledge. Normal nutritional status was found in families who have a diet based on consumption of energy and protein levels are good, but less nutrition, short and skinny on the consumption level of energy and protein families that are less and deficits.

It is suggested to the local healthcare providers to more focus on counseling on the mothers with the under five children in improving nutrition especially in terms of encouraging the use of the yard.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Status gizi yang baik untuk membangun sumber daya berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin, yakni sejak manusia itu masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah makanannya. Melalui makanan manusia mendapat zat gizi yang merupakan kebutuhan dasar untuk hidup dan berkembang. Ketidaktahuan tentang cara memberikan makan pada anak balita baik dari jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan (pantangan terhadap satu jenis makanan tertentu), secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak (Husaini, dkk., 1999).

(14)

Faktor utama penyebab munculnya kasus gizi buruk adalah konsumsi pangan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi. Kedua faktor ini erat kaitannya dengan kurangnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola pengasuhan yang buruk dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai (Unicef, dalam Soekirman, 2000). Selanjutnya faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah tingkat pengetahuan yang rendah tentang pentingnya pemeliharaan gizi sejak masa bayi bahkan sejak ibu hamil, dan rendahnya tingkat pendapatan keluarga, sangat terkait dengan belum optimalnya pemberdayaan keluarga atau masyarakat untuk ikut aktif terlibat dalam program pangan dan gizi.

Kekurangan zat gizi pada anak disebabkan karena anak mendapat makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan badan anak atau adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi kuantitatif maupun kualitatif (Sjahmien, 2003).

Sedangkan menurut Sihombing (2005), yang meneliti Pola Pengasuhan dan Status Gizi Balita di Kecamatan Medan Sunggal memperlihatkan hasil bahwa semakin tua umur ibu dan semakin tinggi pendidikan ibu, serta ibu tidak bekerja maka pola pengasuhannya baik.

Di negara Indonesia prevalensi gizi buruk pada anak balita menurut BB/U pada tahun 2002 adalah 0,8 % dengan jumlah balita 18.369.952 orang dan meningkat pada tahun 2003 yaitu 8,3 % dengan jumlah balita 18.608.762 orang (Hayatinur. E, 2006).

(15)

kabupaten/kota di Indonesia dengan prevalensi di atas 30 % (berat badan menurut umur) (Depkes RI, 2005). Menurut WHO, prevalensi gizi buruk di Sumatera Utara pada tahun 2007 mencapai 4,4 % sementara Dinas Kesehatan Sumatera Utara melaporkan prevalensi gizi kurang 18,8 % (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2007).

Hasil penelitan seksi gizi dinas kesehatan di 6 kabupaten di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2002, menunjukkan bahwa tidak kurang dari 17,39% balita kurang gizi (BB/U < -2 SD Media baku WHO-NCHS) dan 8,76% balita gizi buruk (BB/U < -3 SD Media baku WHO-NCHS). Prevalensi ini lebih tinggi dari angka nasional yang tercantum pada SKRT 2001 (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2003). Kondisi ini akan menjadi permasalahan kesehatan di Provinsi Sumatera Utara apabila tidak dilakukan upaya-upaya yang lebih tepat.

Berdasarkan data Kelurahan Pekan Dolok Masihul yang dikutip dari Statistik Kecamatan Dolok Masihul (2009) menunjukkan bahwa masyarakat Kelurahan Pekan Dolok Masihul memiliki mata pencaharian mayoritas bertani dan untuk dari 782 KK diperoleh sebanyak 527 (67,1 %) KK yang tingkat sosial ekonominya menengah ke bawah sehingga memungkinkan konsumsi pangan dan gizi anak rendah.

(16)

dengan ketersediaan pangan yang cukup baik di Kelurahan Pekan Dolok Masihul masih ditemukan kasus gizi buruk pada anak balitanya.

Hasil penimbangan posyandu pada tahun 2009 diketahui bahwa di Kelurahan Pekan Dolok Masihul merupakan kelurahan yang mempunyai jumlah balita gizi buruk tertinggi yaitu 2 (1,12%) balita dari 179 balita dan yang menderita gizi kurang sebanyak 12 (6,70%) balita di Kelurahan Pekan Dolok Masihul (Dinas Kesehatan Kab. Serdang Bedagai, 2009).

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran pola makan dan status gizi anak balita berdasarkan karakteristik keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola makan dan status gizi anak balita berdasarkan karakteristik keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011. 1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

(17)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakterisik keluarga yang meliputi umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu di Kelurahan Pekan Dolok Masihul tahun 2011.

2. Mengetahui pola makan anak balita yang meliputi jenis, dan frekuensi makanan pada balita berdasarkan karakteristik keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul tahun 2011.

3. Mengetahui status gizi anak balita berdasarkan karakteristik keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul tahun 2011.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumbangan pengetahuan dan saran tentang gizi bagi Puskesmas Kelurahan Pekan Dolok Masihul agar dapat disalurkan kepada masyarakat melalui program pembinaan dan pengawasan terhadap tumbuh kembang balita sehingga diharapkan (dalam mengkonsumsi makanan) selalu memperhatikan aspek gizi untuk makanan yang diberikan kepada anak dan balitanya.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anak Balita

Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan zat gizi karena masih dalam taraf perkembangan dan kualitas hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama 2008).

Beberapa kondisi dan anggapan orang tua dan masyarakat justru merugikan penyediaan makanan bagi kelompok balita salah satunya yaitu anak balita masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik, dan belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukannya untuk makanannya dan walaupun tidak mencukupi, sering tidak diberi kesempatan untuk minta lagi atau mengambil sendiri tambahannya.

(19)

2.2. Pola Makan

Pola makan (food pattern) adalah kebiasaan memilih dan mengkonsumsi bahan makanan oleh sekelompok individu. Pola makan dapat memberi gambaran mengenai kualitas makanan masyarakat (Suparlan, 1993).

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan juga dikatakan sebagai suatu cara seseorang atau kelompok orang atau keluarga memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan dan sosial (Suhardjo, 1989).

Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Baliwati, dkk., 2004). 2.2.1. Pola Makan Anak Balita

(20)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Masdiarti (2000) di Kecamatan Hamparan Perak, yang meneliti pola pengasuhan dan status gizi anak balita ditinjau dan karakteristik pekerjaan ibu, memperlihatkan hasil bahwa anak yang berstatus gizi baik banyak ditemukan pada ibu bukan pekerja (43,24%) dibandingkan dengan kelompok ibu pekerja (40,54%) dan ibu yang tidak bekerja mempunyai waktu yang lebih banyak dalam mengasuh anaknya.

Pada anak balita, perhatian terhadap pangan menurun secara makin nyata dan baru hilang setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun. Kesukaan serta ketidaksukaan terhadap pangan berubah dari hari ke hari dan dari minggu ke minggu. Selera makan biasanya tidak bisa diperkirakan. Anak bisa makan lahap pada waktu makan pertama tetapi menolak pada waktu makan berikutnya. Keluhan sebagian besar orang tua bahwa anak paling sulit makan malam. Ada kemungkinan bahwa seorang anak yang telah makan 2 kali dan mendapat beberapa jenis jajanan atau kudapan, telah terpenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizinya, sebelum waktu makan malam (Nasoetion & Wirakusumah, 1990).

2.2.1.1 Tingkat Asupan Makanan Anak Balita

(21)

Anak balita pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif dan usia 3-5 tahun bersifat konsumen aktif. Konsumen pasif artinya pada usia 1-3 tahun makanan yang dikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu, sedangkan konsumen aktif artinya anak dapat memilih makanan yang disukainya (Supriatin, 2004).

Tahap awal dari kekurangan zat gizi dapat diidentifikasi dengan penilaian konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang kurang akan berdampak terhadap kurangnya zat gizi dalam tubuh. Secara umum terdapat dua kriteria untuk menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu konsumsi energi dan protein. Kebutuhan energi biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok, sedangkan kebutuhan protein dipenuhi dari sejumlah substansi hewan, seperti ikan, daging, telur dan susu (Supariasa et al. 2002). Angka Kecukupan Gizi (AKG) dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan zat gizi individu. Basis dari AKG adalah kebutuhan (Estimated Average Requirement). Untuk mengetahui kecukupan gizi anak balita digunakan AKG tahun 2004, yang disajikan pada tabel 2.1. Kecukupan gizi tersebut dianjurkan untuk dipenuhi dari konsumsi pangan anak balita setiap harinya.

Tabel 2.1 Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-Rata Per Hari

Golongan

(22)

Tabel 2.2. Angka Kecukupan Energi (AKE) Dan Protein (AKP) Anak

No. Umur Energi (kkal) Protein (gr)

1. 0-6 bulan 550 10

2. 7-11 bulan 650 16

3. 1-3 tahun 1000 25

4. 4-6 tahun 1550 39

Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII, Jakarta, 2004

2.2.1.2 Frekuensi Pola Makan Anak Balita

Khomsan (2003) menyatakan bahwa frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan pada anak, ada yang terikat pada pola makan 3 kali per hari tetapi banyak pula yang mengkonsumsi pangan antara 5 sampai 7 kali per hari atau lebih. Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Suatu hasil pengamatan terhadap anak-anak di negara Barat memperlihatkan bahwa pada kelompok anak yang frekuensi konsumsi pangannya kurang dari 4 kali per hari mengkonsumsi energi, protein, vitamin C, dan zat besi (Fe) lebih rendah dari rata-rata konsumsi anak-anak yang seumur. Sedangkan konsumsi pada kelompok anak yang frekuensi konsumsi pangannya lebih dari 6 kali per hari ternyata lebih tinggi dari rata-rata konsumsi anak yang seumur.

2.3. Status Gizi Balita

(23)

Status gizi balita erat hubungannya dengan pertumbuhan anak, oleh karena itu perlu suatu ukuran/alat untuk mengetahui adanya kekurangan gizi dini, monitoring penyembuhan kurang gizi dan efektifitas suatu program pencegahan. Pertumbuhan anak adalah indikator dinamik yang mengukur pertambahan berat dan tinggi/panjang anak. Dari indikator ini dapat diikuti dari waktu ke waktu kapan terjadinya penyimpangan (penurunan) pertambahan berat atau tinggi badan (Soekirman, 2000). 2.3.1. Penilaian Status Gizi dengan Metode Antropometri

Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita mengunakan metode antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka dalam penelitian ini peneliti mengunakan penilaian status gizi dengan cara pemeriksaaan fisik yang disebut antropometri (Supariasa et al. 2002).

Adapun keunggulan antropometri adalah alatnya mudah didapat dan mudah digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan obyektif, pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu, biayanya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan, dan diakui kebenarannya. Sedangkan kelemahan antropometri adalah tidak sensitif untuk mendeteksi status gizi dalam waktu singkat, faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitifitas pengukuran antropometri. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran (Supariasa et al. 2002).

(24)

proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Metode antropometri terdiri dari berbagai indeks yang dapat digunakan untuk menilai status gizi, diantaranya berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Supariasa et al. 2002).

Indeks berat badan menurut umur (BB/U) mencerminkan status gizi saat ini, karena berat badan menggambarkan massa tubuh (otot dan lemak) yang sensitif terhadap perubahan yang mendadak, seperti infeksi otot dan tidak cukup makan. Berat badan merupakan indikator yang sangat labil. Indeks ini dapat digunakan untuk mendeteksi underweight dan overweight (Supariasa et al. 2002).

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) mencerminkan status gizi masa lalu, karena pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam waktu pendek. Defisit TB/U menunjukkan ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara kumulatif dalam jangka panjang. Stunting merefleksikan proses kegagalan untuk mencapai pertumbuhan linear sebagai akibat dari keadaan gizi dan atau kesehatan yang subnormal (Supariasa et al. 2002).

(25)

Penentuan status gizi dengan cara z-skor lebih akurat. Karena hasil hitung telah dibakukan menurut simpangan baku sehingga dapat dibandingkan untuk setiap kelompok umur dan indeks antropometri (Husaini, 1988 dalam Masithah, 2002). Supariasa et. al (2001) membuat indeks beratnya masalah gizi pada keadaan darurat didasarkan pada prevalensi underweight, wasting dan stunting yang ditemukan pada suatu wilayah survei.

Tabel 2.3. Klasifikasi masalah gizi berdasarkan prevalensi underweight, stunting dan wasting

No. Klasifikasi Berat Masalah Gizi

Prevalensi Underweight (%)

Prevalensi Stunting (%)

Prevalensi Wasting (%)

1. Rendah < 10 <20 <5

2. Sedang 10-19 20-29 5-9

3. Tinggi 20-29 30-39 10-14

4. Sangat Tinggi ≥30 ≥40 ≥15

Sumber : Supariasa et al. 2002

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan dan Status Gizi Anak Balita Faktor penyebab kurang gizi, pertama makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Kedua, ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak, dan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Ketidak terjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh, tidak mampu membayar), dapat berdampak juga pada status gizi anak (Adisasmito, 2007).

(26)

dengan meningkatkan pendidikan kemungkinan akan dapat meningkatkan pendapatan sehingga meningkatkan daya beli makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga ( Achadi, 2007).

2.4.1. Umur Ibu

Orang tua muda, terutama ibu, cenderung kurang pengetahuan dan pengalaman dalam merawat anak sehingga mereka umumnya merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya, sehingga kuantitas dan kualitas perawatan kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock dalam Gabriel, 2008).

2.4.2 Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam kesehatan dan gizi. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan formal yang tinggi dapat mempunyai pengetahuan gizi yang tinggi pula (Atmarita & Fallah, 2004)

Makin tinggi pendidikan, pengetahuan, keterampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pula pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada demikian juga sebaliknya (Depkes RI, 2004).

(27)

pendidikannya tinggi. Karena sekalipun pendidikannya rendah jika orang tersebut rajin mendengarkan penyuluhan gizi bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik. Hanya saja tetap harus dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh (Depkes RI, 2004).

Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah akan lebih baik mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan, sehingga sulit menerima informasi baru bidang gizi. Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka seseorang akan lebih mudah menerima informasi-informasi gizi. Dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan tercipta pola kebiasaan makan yang baik dan sehat, sehingga dapat mengetahui kandungan gizi, sanitasi dan pengetahuan yang terkait dengan pola makan lainnya (Suhardjo,1989).

2.4.3. Pekerjaan Ibu

Pekerjaan orang tua turut menentukan kecukupan gizi dalam sebuah keluarga. Pekerjaan berhubungan dengan jumlah gaji yang diterima. Semakin tinggi kedudukan secara otomatis akan semakin tinggi penghasilan yang diterima, dan semakin besar pula jumlah uang yang dibelanjakan untuk memenuhi kecukupan gizi dalam keluarga (Sediaoetama, 2008).

(28)

yang kurang, dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi, yang selanjutnya berpengaruh buruk terhadap tumbuh kembang anak dan perkembangan otak mereka (Mulyati, 1990).

Orang tua yang bekerja terutama ibu akan mempunyai waktu yang lebih sedikit untuk memperhatikan dan mengasuh anaknya. Pada umumnya di daerah pedesaaan anak yang orangtuanya bekerja akan diasuh oleh kakaknya atau sanak saudaranya sehingga pengawasan terhadap makanan dan kesehatan anak tidak sebaik jika orang tua tidak bekerja (Sediaoetama, 2008).

2.4.4. Jumlah Anggota Keluarga

Anggota keluarga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu keluarga, baik berada di rumah pada saat pencacahan maupun sementara tidak ada. Anggota keluarga yang telah bepergian 6 bulan atau lebih, dan anggota keluarga yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan pindah atau akan meninggalkan rumah 6 bulan atau lebih, tidak dianggap anggota keluarga. Orang yang telah tinggal di suatu keluarga 6 bulan atau lebih, atau yang telah tinggal di suatu keluarga kurang dari 6 bulan tetapi berniat menetap di keluarga tersebut, dianggap sebagai anggota keluarga (BPS, 2004).

(29)

untuk suatu keluarga besar, mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar.

Seperti juga yang dikemukakan Berg (1986) bahwa jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar, empat kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggota banyak, lima kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga beranggota sedikit. Dalam hubungannya dengan pengeluaran rumah tangga, Sanjur (1992) menyatakan bahwa besar keluarga yaitu banyaknya anggota suatu keluarga, akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Harper (1988), mencoba menghubungkan antara besar keluarga dan konsumsi pangan, diketahui bahwa keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan pangannya, jika dibandingkan keluarga dengan jumlah anak sedikit. Lebih lanjut dikatakan bahwa keluarga dengan konsumsi pangan yang kurang, anak balitanya lebih sering menderita gizi kurang.

Menurut Sukarni (1994) penelitian di suatu negara Colombia menunjukan bahwa dengan kenaikan jumlah anak, jumlah makanan per orang akan menurun sehingga terjadi pertambahan kasus kurang gizi pada anak-anak di bawah lima tahun. 2.4.5. Pendapatan Keluarga

(30)

Hasil penelitian Rosliana Kaban (1999), menunjukkan bahwa 44,4% anak balita yang berasal dari keluarga miskin di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan tergolong status gizi kurang dan buruk. Dilihat dari konsumsi zat gizi, ternyata sebagian besar (88,8%) anak balita mempunyai tingkat asupan energi sangat rendah (< 85% angka kecukupan yang dianjurkan).

Sanjur (1992) menyatakan bahwa pendapatan merupakan penentu utama yang berhubungan dengan kualitas makanan. Hal ini diperkuat oleh Suhardjo (1989) bahwa apabila penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk akan meningkat pula mutunya

Berbagai upaya perbaikan gizi biasanya berorientasi pada tingkat pendapatan. Seiring makin meningkatnya pendapatan, maka kecukupan akan makanan dapat terpenuhi. Dengan demikian pendapatan merupakan faktor utama dalam menentukan kualitas dan kuantitas bahan makanan. Besar kecilnya pendapatan keluarga tidak lepas dari jenis pekerjaan ayah dan ibu serta tingkat pendidikannya (Soekirman, 1991).

Pada keluarga dengan pendapatan rendah, 60-80% dari pendapatannya dibelanjakan untuk makanan. Elastisitas pendapatan untuk makanan yang digambarkan dari persentase perubahan kebutuhan akan makanan untuk tiap 1% perubahan pendapatan, lebih besar pada keluarga yang miskin dibandingkan pada keluarga kaya (Soekirman, 1991).

(31)

konsumsi pangan, tetapi pendapatan yang tinggi belum tentu menjamin keadaan gizi yang baik. Menurut Berg (1986), pertambahan pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi pangan, karena walaupun banyak pengeluaran uang untuk pangan, mungkin akan makan lebih banyak, tetapi belum tentu kualitas pangan yang dibeli lebih baik.

Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa antara pendapatan dan gizi, jelas ada hubungan yang menguntungkan. Berlaku hampir universal, peningkatan pendapatan akan berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga dan selanjutnya berhubungan dengan status gizi. Namun peningkatan pendapatan atau daya beli seringkali tidak dapat mengalahkan pengaruh kebiasaan makan terhadap perbaikan gizi yang efektif.

2.4.6. Pengetahuan Gizi Ibu

Menyusun dan menilai hidangan merupakan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan oleh semua orang, terutama mereka yang bertanggung jawab atas pengurusan dan penyediaan makanan, baik bagi keluarga maupun bagi berbagai institusi seperti asrama, wisma, dan sebagainya yang harus menyediakan makanan bagi sejumlah atau sekelompok orang.

(32)

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1986).

Makin tinggi pendidikan, pengetahuan, keterampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pula pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada demikian juga sebaliknya (Depkes, 2004). Menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI (2007), bahwa seseorang dengan pendidikan rendah pun akan mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi, kalau orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi tentang gizi.

(33)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori, maka kerangka konsep yang berkaitan antara variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 berikut.

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Bagan di atas menjelaskan bahwa karakteristik keluarga yang meliputi umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan pendidikan gizi ibu berkaitan terhadap pola makan anak balita yang meliputi jenis makanan, frekuensi makan dan jumlah konsumsi energi dan protein, dimana hal tersebut dapat menggambarkan keadaan status gizi anak balita berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Karakteristik Keluarga : − Umur ibu

− Pendidikan ibu − Pekerjaan ibu

− Jumlah anggota keluarga − Pendapatan keluarga − Pengetahuan Gizi Ibu

Pola makan anak balita

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional untuk mengetahui gambaran pola makan dan status gizi anak balita ditinjau dari karakteristik keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian adalah :

1. Berdasarkan data Kantor Kelurahan Pekan Dolok Masihul (2009), menunjukkan bahwa masyarakat Kelurahan Pekan dolok Masihul memiliki mata pencaharian mayoritas bertani dengan ketersediaan pangan yang cukup baik dan dari 782 KK diperoleh sebanyak 527 (67,1 %) KK yang tingkat sosial ekonominya menengah ke bawah sehingga memungkinkan konsumsi pangan dan gizi anak rendah. 2. Hasil penimbangan posyandu pada Tahun 2009 diketahui bahwa di Kelurahan

(35)

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Juni Tahun 2011.

3.3. Populasi dan Sampel. 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak balita berumur 12-59 bulan di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai yaitu berjumlah 325 keluarga.

3.3.2 Sampel

Untuk menentukan besar sampel, digunakan rumus yang dikutip dari Notoatmodjo, (2002) :

n =

2

) ( 1 N d

N +

Keterangan:

N = Jumlah populasi

d = Presisi absolut yang dinginkan = 0,1 n = Jumlah sampel yang akan diteliti maka :

n =

2

) 1 , 0 ( 325 1

325 +

n = 76,47 ≈77 orang

(36)

adalah ibu yang memiliki anak balita. Pengambilan sampel menggunakan teknik

simple random sampling.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang meliputi : karakterisik keluarga (umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan keluarga, dan pengetahuan gizi ibu), Pola makan anak balita (frekuensi makan, jenis makanan, dan jumlah konsumsi energi protein) menggunakan formulir food frequency dan formulir food recall 24 jam. Pengukuran berat badan anak balita dengan menggunakan timbangan injak, pengukuran panjang badan dengan alat ukur panjang badan, dan tinggi badan menggunakan mikrotois.

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder di peroleh dari Kantor Kelurahan, yaitu gambaran demografi dan letak geografis Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai.

3.5. Definisi Operasional

1. Anak balita adalah semua anak laki-laki dan perempuan yang berumur 12-59 bulan.

2. Umur ibu adalah lamanya hidup ibu yang dihitung dari sejak dilahirkan sampai ulang tahun terakhir.

(37)

4. Pekerjaan ibu adalah kegiatan yang dilakukan oleh ibu secara rutin yang dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. 5. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang

menjadi tanggungan keluarga.

6. Tingkat pendapatan adalah rata-rata pendapatan per bulan keluarga yang dihitung dari total pengeluaran makanan dan non makanan kemudian dibagi dengan jumlah anggota keluarga.

7. Pengetahuan adalah segala hal yang diketahui ibu tentang gizi, yang meliputi pengertian makanan bergizi, jenis zat gizi menurut fungsi, sumber zat gizi, akibat kekurangan gizi , cara pemberian makanan dan ASI.

8. Pola makan adalah kebiasaan memilih bahan makanan yang akan dikonsumsi berdasarkan jumlah, jenis dan frekuensi konsumsi makan.

9. Jenis makanan adalah berbagai macam makanan yang diberikan kepada anak balita, yaitu makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-buahan.

10.Frekuensi makan adalah berapa kali setiap jenis makanan dikonsumsi oleh anak balita pada waktu tertentu, yaitu ≥1x/hr, 4-6x/mggu, 3x/minggu, 1-3x/bln, tidak pernah.

(38)

3.6. Aspek Pengukuran 1. Umur

Umur dikategorikan : − ≤ 24 tahun

− 25 – 30 tahun − 31 – 36 tahun − ≥ 37 tahun 2. Pendidikan

Pendidikan diketegorikan : − Tidak Sekolah/Tidak tamat SD − SD

− SMP − SMA

− Perguruan Tinggi 2. Pekerjaan

Pekerjaan dikategorikan : − PNS/TNI/POLRI − Berdagang/wiraswasta − Petani

(39)

3. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga dikelompokkan menjadi (Hurlock, 1998 dalam Gabriel, 2008) :

− Keluarga kecil = ≤ 4 orang − Keluarga sedang = 5–6 orang − Keluarga besar = ≥ 7 orang

4. Tingkat Pendapatan Keluarga

Tingkat pendapatan adalah rata-rata pendapatan per bulan keluarga yang dihitung dari total pengeluaran makanan dan non makanan kemudian dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Dari data pendapatan per kapita dikelompokkan lagi berdasarkan batas garis kemiskinan untuk daerah pedesaan, yaitu (BPS, 2009) :

- Miskin : ≤ Rp 195.000,00 /kapita /bulan - Tidak miskin : > Rp 195.000,00 /kapita /bulan

5. Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan gizi ibu diukur melalui 13 pertanyaan. Bila responden menjawab benar diberi nilai 1, dan jawaban yang salah diberi nilai 0. Berdasarkan jumlah nilai tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 13. Berdasarkan jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu (Arikunto, 2009):

(40)

2. Tingkat pengetahuan cukup, apabila nilai yang diperoleh 45-75% (6-9) dari jumlah jawaban yang benar.

3. Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh < 45% (< 6) dari jumlah jawaban yang benar.

6. Pola Makan Anak Balita

Jenis makanan dan frekuensi makanan diperoleh melalui food frequency dan untuk jumlah energi protein yang dikonsumsi anak balita diperoleh berdasarkan food recall 24 jam yang dilakukan 2 kali dan harinya tidak berturut-turut, yaitu melalui wawancara dengan ibu anak balita. Dari hasil food recall 24 jam, dihitung rata-rata konsumsi energi dan protein, kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan gizi anak.

Untuk jenis makanan dapat digolongkan menjadi makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan buah-buahan.

Untuk frekuensi makanan yaitu berapa kali individu mengkonsumsi makanan yang sama dalam kurun waktu tertentu. Berikut ini adalah pengkategoriannya :

- ≥1x/hari, - 4-6x/minggu, - 1-3x/minggu - 1-3x/bulan, - tidak pernah.

Tabel 3.1. Angka Kecukupan Gizi Anak

No. Umur (tahun) Energi (kkal) Protein (gr)

1. 1-3 1000 25

2. 4-6 1550 39

(41)

Klasifikasi tingkat konsumsi energi dan protein dibagi menjadi empat, yaitu : − Baik : ≥ 100% AKG

− Sedang : >80 – 99% AKG − Kurang : 70 – 80% AKG − Defisit : < 70% AKG 7. Status Gizi Anak Balita

Status gizi diperoleh melalui pengukuran antropometri tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut umur (BB/U) dan berat badan menurut tinggi badan ( BB/TB).

Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-skor sebagai batas ambang kategori. Rumus perhitungan Z-skor adalah sebagai berikut :

Z-skor =

rujukan baku

simpangan Nilai

rujukan baku

median Nilai

subjek individu

Nilai

Di bawah ini adalah kategori status gizi dan batasan-batasannya yang menggunakan standar WHO 2005 :

a. Kategori berdasarkan BB/U:

1. BB normal : ≥ - 2 SD s/d < 1 SD 2. BB kurang : ≥ - 3 SD s/d < - 2 SD 3. BB sangat kurang : < - 3 SD

b. Kategori berdasarkan TB/U : 1. PB lebih dari normal : > 3 SD

(42)

c. Kategori berdasarkan BB/TB : 1. Sangat Gemuk : > 3 SD

2. Gemuk : > 2 SD s/d < 3 SD 3. Resiko Gemuk : > 1 SD s/d < 2 SD 4. Normal : > -2 SD s/d < 1 SD 5. Kurus : < -2 SD s/d > -3 SD 6. Sangat Kurus : < -3 SD

3.7 Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

Untuk melakukan pengecekan isi kuesioner apakah kuesioner sudah diisi dengan lengkap jelas jawaban dari responden, relevan dengan pertanyaan dan konsisten.

b. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk huruf menjadi data atau bilangan. Gunanya untuk mempermudah pada saat analisi data dan juga entry data.

c. Processing

(43)

d. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.

e. Tabulating adalah penyusunan data agar dengan mudah untuk dijumlahkan, disusun, ditata dan dianalisis.

3.7.2 Analisa Data

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Kondisi Geografi

Kelurahan Pekan Dolok Masihul merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai. Wilayah Pekan Dolok Masihul merupakan daerah dataran rendah dan beriklim tropis dengan luas wilayah ± 329Ha. Adapun batas wilayah Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Tengah Tegal Sari • Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sarang Ginting

• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Dame dan Perkebunan Socfindo • Sebelah Barat berbatasan dengan Perkebunan Havea

4.1.2. Demografi

Kelurahan Pekan Dolok Masihul memiliki jumlah KK sebanyak 782 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 4.329 jiwa yang terdiri dari 2.261 laki-laki dan 2.068 perempuan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kelurahan Pekan Dolok Masihul adalah bertani (67,1%) , sebahagian lagi buruh tani/buruh pabrik (20,3%), pedagang/wiraswasta (11,3%), dan pegawai negeri (1,3%).

(45)

4.2. Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga yang meliputi umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga serta pengetahuan gizi ibu. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Tahun 2011

No. Karakteristik Keluarga Jumlah Persentase

1. Umur Ibu:

2. Pendidikan Ibu:

− Tida k sekolah/Tidak tamat SD

− SD

− SMP

− SMA

− Perguruan Tinggi

1

− Ibu rumah tangga

6

4. Jumlah Anggota Keluarga :

− ≤ 4 orang

5. Pendapatan Keluarga :

− Miskin (≥Rp 195.000,-/kapita/bulan) − Tidak Miskin (< Rp 195.000,-/kapita/bulan)

59 18

76,6 23,4

Total 77 100,0

6. Pengetahuan Gizi Ibu

(46)

Karakteritik keluarga berdasarkan umur, sebagian besar ibu (61,0%) berumur

≤ 24 tahun. Berdasarkan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh, sebagian besar ibu (61,0%) berpendidikan SMP. Namun masih ada ditemukan ibu (1,3%) tidak sekolah/tidak tamat SD..

Secara umum pekerjaan utama ibu adalah sebagai ibu rumah tangga. Namun terdapat sebanyak 36,4% ibu memiliki pekerjaan sebagai petani.

Jumlah anggota keluarga sebagian besar (77,9%) berjumlah ≤ 4 orang dan yang paling sedikit (13,7%) berjumlah ≥7 orang. Sementara tingkat pendapatan keluarga yang paling banyak (76,6%) pada kategori miskin, yaitu tingkat pendapatan keluarga Rp. ≤195.000,- per kapita per bulan.

Dalam hal tingat pengetahuan gizi ibu, hanya sebanyak 6,5% responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik, bahkan ada sebanyak 19,5% tingkat pengetahuan kurang. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pendidikan responden adalah SD (10,4%) dan SMP (61,0%).

4.3. Anak Balita

Karakteristik anak balita yang dinyatakan dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pola makan dan status gizi.

4.3.1. Umur Anak Balita Menurut Jenis Kelamin

(47)

Tabel 4.2. Distribusi Umur Anak Balita Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Tahun 2011.

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-Laki Jumlah No. Umur Anak Balita

n % n % n % 1. 1 – 3 tahun 22 40,7 32 59,3 54 100,0 2. 4 - 5 tahun 9 39,1 14 60,9 23 100,0

Umur anak balita terbanyak adalah umur 1-3 tahun yaitu sebanyak 54 anak dan yang paling sedikit adalah umur 4-5 tahun yaitu sebanyak 23 anak. Pada umur 1-3 tahun terdapat jumlah perempuan paling banyak yaitu sebanyak 22 anak dan laki-laki sebanyak 32 anak.

4.4. Pola Makan Anak Balita

Pola makan anak yaitu tingkat konsumsi energi dan protein serta jenis makanan dan frekuensi pangan anak yang diukur dengan menggunakan metode food recall 24 jam dan formulir food frequency.

4.4.1. Tingkat Konsumsi Energi Anak Balita

Dari hasil penelitian diperoleh data tingkat konsumsi energi anak balita seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3. Distribusi Konsumsi Energi Anak Balita di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Tahun 2011.

No. Konsumsi Energi Jumlah Persentase (%)

1. Baik 17 22,0

2. Sedang 35 45,5

3. Kurang 25 32,5

(48)

Hanya 22,1% anak balita yang mempunyai tingkat konsumsi energi baik, dan 32,5% anak konsumsi energi kurang.

4.4.2. Tingkat Konsumsi Protein Anak Balita

Anak yang kekurangan protein dapat menimbulkan penyakit gangguan gizi seperti kwashiorkor dan marasmus.

Tabel 4.4. Distribusi Konsumsi Protein Anak Balita di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Tahun 2011.

No. Konsumsi Protein Jumlah Persentase (%)

1. Baik 17 22,1

2. Sedang 39 50,6

3. Kurang 21 27,3

4. Defisit 0 0,0

Jumlah 77 100,0

Hanya 27,3% anak balita yang mempunyai tingkat konsumsi protein kurang, dan 22,1% anak balita tingkat konsumsi baik.

4.4.3. Jenis Dan Frekuensi Pola Makan

Jenis dan frekuensi pola makan anak balita diperoleh dengan menggunakan formulir food frequency, hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.5. Distribusi Jenis dan Frekuensi Pola Makan Anak Balita di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Tahun 2011.

Frekuensi Makan

1 x/hr 4-6 x/mgg 1-3 x/mgg 1-3 x/bulan Tidak pernah Jenis

Makanan

n % n % N % N % N %

Jumlah

Makanan Pokok

Nasi 70 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 77 100,0

Mie 9 11,6 17 22,0 28 36,3 23 29,8 0 0,0 77 100,0

(49)

Lauk

Daging Ayam 0 0,0 0 0,0 15 19,5 39 50,6 23 29,9 77 100,0

Daging Sapi 0 0,0 0 0,0 0 0,0 10 12,9 67 87,1 77 100,0

Ikan 0 0,0 3 3,8 27 35,0 47 61,0 0 0,0 77 100,0

Telur 4 5,3 23 29,8 50 64,9 0 0,0 0 0,0 77 100,0

Tahu 9 11,6 28 36,3 40 52,1 0 0,0 0 0,0 77 100,0

Tempe 7 9,0 35 45,5 35 45,5 0 0,0 0 0,0 77 100,0

Ikan teri 9 11,6 23 29,8 40 52,1 4 5,3 0 0,0 77 100,0

Frekuensi Makan

1 x/hr 4-6 x/mgg 1-3 x/mgg 1-3 x/bulan Tidak pernah Jenis

Makanan

n % n % N % N % N %

Jumlah

Sayur

Bayam 0 0,0 3 3,8 27 35,0 47 61,0 0 0,0 77

Kentang 0 0,0 4 5,3 27 35,0 46 59,7 0 0,0 77 100,0

Buncis 0 0,0 4 5,3 29 37,6 44 57,4 0 0,0 77 100,0

Daun Ubi 0 0,0 9 11,6 35 45,5 33 42,9 0 0,0 77 100,0

Kangkung 0 0,0 7 9,0 40 52,1 30 38,9 0 0,0 77 100,0

Sayur paret 0 0,0 0 0,0 23 29,8 54 70,2 0 0,0 77 100,0

Sawi putih 0 0,0 3 3,8 40 52,1 34 44,1 0 0,0 77 100,0

Buah 100,0

Nenas 0 0,0 0 0,0 19 24,7 58 75,3 0 0,0 77

Pepaya 0 0,0 0 0,0 23 29,8 51 70,2 0 0,0 77 100,0

Jambu biji 0 0,0 0 0,0 17 22,0 60 78,0 0 0,0 77 100,0

Semangka 0 0,0 0 0,0 27 35,0 50 65,0 0 0,0 77 100,0

(50)

Untuk pemenuhan vitamin, ternyata konsumsi sayur sudah bervariasi dilihat dari jenis sayur yang dikonsumsi. Namun dari hasil wawancara diketahui bahwa jumlah konsumsi sayur pada anak sedikit, dikarenakan anak kurang suka sayur. Dalam konsumsi buah juga sudah bervariasi, dimana anak memperoleh buah yang dibeli oleh ibu dari pedagang yang menjajakan buah dengan menggunakan gerobak dorong atau sepeda.

4.5. Status Gizi Anak Balita

Dari hasil penelitian diperoleh status gizi anak balita berdasarkan indek berat badan menurut umur (BB/U), tinggi/panjang badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi/panjang badan (BB/TB).

4.5.1. Status Gizi Anak Balita (BB/U)

Data status gizi anak balita berdasarkan indek berat badan menurut umur (BB/U) dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.6. Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Umur di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Tahun 2011.

No. Status Gizi Anak Balita (BB/U) Jumlah Persentase (%)

1. Normal 38 49,4

2. Kurang 39 50,6

3. Sangat Kurang 0 0,0

Jumlah 77 100,0

(51)

4.5.2. Status Gizi Anak Balita (TB/U)

Tinggi badan menurut umur dapat dipakai sebagai gambaran riwayat status gizi masa lampau. Pengkategorian status gizi anak balita (TB/U) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.7. Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Tinggi/Panjang Badan Menurut Umur di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Tahun 2011.

No. Status Gizi Anak Balita (TB/U) Jumlah Persentase (%)

1. Normal 62 80,5

2. Pendek 15 19,5

3. Sangat pendek 0 0,0

Jumlah 77 100,0

Status gizi anak balita (TB/U) paling banyak berada pada kategori normal yaitu sebanyak 80,5%, tetapi masih ada ditemukan status gizi pendek sebanyak 19,5%.

4.5.3. Status Gizi Balita (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Status gizi anak balita (BB/TB) dapat ditampilkan seperti pada tabel 4.7 di bawah ini.

Tabel 4.8. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Tinggi Badan di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Tahun 2011.

No. Status Gizi Balita (BB/TB) Jumlah Persentase (%)

1. Sangat Gemuk 1 1,3

2. Gemuk 6 7,8

3. Resiko Gemuk 6 7,8

4. Normal 45 58,4

5. Kurus 19 24,7

(52)

Status gizi anak balita (BB/TB) paling banyak berada pada kategori normal yaitu sebanyak 58,4%, disamping itu masih ada ditemukan status gizi kurus (24,7) dan status gizi pada kategori gemuk yaitu sebanyak 1 balita (1,3%).

4.6. Pola Makan Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Tahun 2011.

Dari hasil penelitian ini dapat digambarkan pola makan anak balita (tingkat konsumsi energi dan protein anak balita) berdasarkan karakteristik keluarga (umur ibu, pekerjaan ibu, tingkat pengetahuan gizi ibu, jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan keluarga).

4.6.1. Tingkat Konsumsi Energi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga

Hasil tabulasi silang antara tingkat konsumsi energi berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat pada tabel 4.8 dibawah ini.

Tabel 4.9. Distribusi Tingkat Konsumsi Energi Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Tahun 2011.

Tingkat Konsumsi Energi

Baik Sedang Kurang

No. Karakteristik Keluarga

N % n % N %

N %

1. Jumlah Anggota Keluarga :

− Kecil (≤ 4 orang)

2. Pendapatan Keluarga :

(53)

Dalam hal konsumsi enegi berdasarkan jumlah anggota keluarga, diperoleh persentase terbesar konsumsi energi kurang berasal dari keluarga sedang dan keluarga besar yaitu 50,1% dan 33,3%. Sementara berdasarkan pendapatan keluarga, diperoleh sebanyak 40,7% anak balita konsumsi energi kurang pada keluarga miskin, sedangkan konsumsi energi baik terbesar (50.0%) terdapat pada keluarga tidak miskin.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada ditemukan anak balita dengan konsumsi energi kurang pada pengetahuan gizi ibu kategori baik, tetapi pada pengetahuan gizi ibu kategori cukup dan kurang diperoleh konsumsi energi kurang sebanyak 29,8% dan 53,5%. Dalam hal jenis pekerjaan ibu, diperoleh persentase konsumsi energi kurang paling banyak (60,8%) pada ibu yang memiliki jenis pekerjaan petani.

4.6.2. Tingkat Konsumsi Protein Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga

Hasil tabulasi silang antara tingkat konsumsi energi berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat pada tabel 4.9 dibawah ini.

Tabel 4.10. Distribusi Tingkat Konsumsi Protein Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Tahun 2011.

Tingkat Konsumsi Protein

Baik Sedang Kurang

No. Karakteristik Keluarga

N % n % N %

N %

1. Jumlah Anggota Keluarga :

− Kecil (≤ 4 orang)

2. Pendapatan Keluarga :

(54)

Tingkat Konsumsi Protein

Baik Sedang Kurang

No. Karakteristik Keluarga

N % n % N %

Dalam hal konsumsi protein berdasarkan jumlah anggota keluarga, diperoleh persentase terbesar konsumsi protein kurang berasal dari keluarga kecil dan keluarga sedang yaitu 25,1% dan 42,9%. Sementara berdasarkan pendapatan keluarga, diperoleh sebanyak 34,0% anak balita konsumsi protein kurang pada keluarga miskin, sedangkan pada keluarga tidak miskin terdapat konsumsi protein yaitu 5,6%.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada ditemukan anak balita dengan konsumsi protein kurang pada pengetahuan gizi ibu kategori baik, tetapi pada pengetahuan gizi ibu kategori cukup dan kurang diperoleh konsumsi protein kurang sebanyak 24,6% dan 46,7%. Dalam hal jenis pekerjaan ibu, diperoleh persentase konsumsi protein kurang paling banyak (50,0%) pada ibu yang memiliki jenis pekerjaan petani.

4.7. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga

(55)

4.6.1. Status Gizi Anak Balita (BB/U) Berdasarkan Karakteristik Keluarga Hasil tabulasi silang antara status gizi anak balita (BB/U) berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini.

Tabel 4.11. Distribusi Status Gizi Anak Balita (BB/U) Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Tahun 2011.

Status Gizi Anak Balita (BB/U)

Normal Kurang Sangat Kurang No. Karakteristik Keluarga

n % N % n %

N %

1. Jumlah Anggota Keluarga :

− Kecil (≤ 4 orang)

2. Pendapatan Keluarga :

− Miskin

Dalam hal status gizi (BB/U) berdasarkan jumlah anggota keluarga, diperoleh persentase terbesar status gizi kurang berasal dari keluarga besar yaitu 66,7%. Sementara status gizi berdasarkan tingkat pendapatan keluarga, diperoleh sebanyak 64,4% anak balita memiliki status gizi kurang pada keluarga miskin.

(56)

gizi ibu kategori cukup dan kurang diperoleh status gizi kurang sebanyak 47,7% dan 66,7%. Dalam hal jenis pekerjaan ibu, diperoleh persentase gizi kurang paling banyak (71,4%) pada ibu yang memiliki jenis pekerjaan petani.

4.6.2. Status Gizi Anak Balita (TB/U) Berdasarkan Karakteristik Keluarga Status gizi anak balita (TB/U) dapat dilihat dari karakteritik keluarga yang meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan keluarga dan tingkat pengetahuan gizi ibu. Hasil lengkapnya ada pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.12. Distribusi Status Gizi Anak Balita (TB/U) Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Tahun 2011.

Status Gizi Anak Balita (TB/U)

Normal Pendek Sangat Pendek No. Karakteristik Keluarga

n % N % n %

N %

1. Jumlah Anggota Keluarga :

− Kecil (≤ 4 orang)

2. Pendapatan Keluarga :

− Miskin

(57)

pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu, jumlah status gizi (TB/U) pendek meningkat seiring dengan penurunan pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu.

Status gizi pendek paling banyak terdapat pada ibu yang memiliki jenis pekerjaan petani (42,9%), dan pada jenis pekerjaan ibu pedagang (17,1%) juga ditemukan paling banyak jumlah anak balita yang memiliki status gizi pendek yaitu sebanyak 36,4%.

4.6.3. Status Gizi Anak Balita (BB/TB) Berdasarkan Karakteristik Keluarga Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan panjang badan dengan kecepatan tertentu. Dimana perubahan status gizi anak balita (BB/TB) dapat dilihat dari keadaan karakteritik keluarga.

Tabel 4.13. Distribusi Status Gizi Anak Balita (BB/TB) Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Tahun 2011.

Status Gizi Anak Balita (BB/TB) Sangat

Gemuk

Gemuk Resiko

Gemuk Normal Kurus N

(58)

Status Gizi Anak Balita (BB/TB) Sangat

Gemuk

Gemuk Resiko

Gemuk Normal Kurus N

Jumlah terbanyak (63,3%) anak balita yang berasal dari keluarga kecil memiliki status gizi (BB/TB) normal, namun tidak demikian pada keluarga sedang dan besar. Dimana dengan semakin meningkatnya jumlah anggota keluarga, maka jumlah anak balita yang kurus juga meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tabel di atas bahwa status gizi kurus pada keluarga sedang sebanyak 42,9% dan 33,3% pada keluarga besar. Demikian juga dalam hal pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu, ditemukan status gizi sangat kurus pada keluarga yang memiliki pendapatan kategori miskin (30,5%) dan pengetahuan gizi ibu kategori kurang (53,3%).

(59)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pola Makan Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagian besar (45,5%) tingkat konsumsi energi anak balita pada kategori sedang, (22,0%) pada kategori baik dan 32,5% tingkat konsumsi energi anak balita kurang. Sementara dalam hal konsumsi protein, paling banyak (50,6%) tingkat konsumsi protein anak sedang, (22,1%) pada kategori baik bahkan ditemukan 27,3% tingkat konsumsi protein anak kurang.

(60)

Dengan demikian anak-anak yang lebih muda mungkin tidak diberi cukup makanan yang memenuhi kebutuhan gizi.

Sementara berdasarkan pendapatan keluarga, diperoleh sebanyak 40,7% anak balita konsumsi energi kurang pada keluarga miskin, sedangkan konsumsi energi baik terbesar (50.0%) terdapat pada keluarga tidak miskin. Untuk pendapatan keluarga, diperoleh sebanyak 34,0% anak balita konsumsi protein kurang pada keluarga miskin, sedangkan pada keluarga tidak miskin terdapat konsumsi protein yaitu 5,6%.

Rendahnya konsumsi energi dan protein keluarga disebakan karena lebih dari separuh (76,6%) keluarga memiliki pendapatan kategori rendah, sehingga mempengaruhi keluarga dalam mengakses pangan yang cukup. Hal ini sesuai dengan pendapat Soehardjo, (2003) yang menyatakan bahwa pendapatan yang rendah menyebabkan daya beli yang rendah pula, sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan, keadaan ini sangat berbahaya untuk kesehatan keluarga dan akhirnya dapat berakibat buruk terhadap keadaan status gizi terutama bagi balita. Dalam kaitannya dengan status gizi, pendapatan mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi pangan, tetapi pendapatan yang tinggi belum tentu menjamin keadaan gizi yang baik

(61)

menambahkan pendidikan ibu berhubungan dengan tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan keluarga. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Depkes, (2004) yang menyatakan bahwa makin tinggi pendidikan, pengetahuan, keterampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pula pengasuhan anak.

Dalam hal jenis pekerjaan ibu, diperoleh persentase konsumsi energi kurang paling banyak (60,8%) pada ibu yang memiliki jenis pekerjaan petani. Untuk konsumsi protein dalam hal jenis pekerjaan ibu, diperoleh persentase konsumsi protein kurang paling banyak (50,0%) pada ibu yang memiliki jenis pekerjaan petani.

Pada umumnya ibu bekerja di luar rumah dapat memberikan penambahan pendapatan keluarga. Namun hal ini dapat mempengaruhi pola asuh anak, karena ibu yang bekerja akan memiliki alokasi waktu yang lebih sedikit untuk keperluan anak terutama perhatian dalam konsumsi pangan anak. Oleh karena itu, walaupun ibu bekerja di luar rumah tetap tidak dapat meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga, pengasuh dan perawat anaknya (Dagun, 1990).

Ibu yang tidak bekerja di luar rumah (ibu rumah tangga) akan memiliki alokasi waktu yang lebih banyak untuk keperluan keluarga. Kebiasaan makan anak dapat lebih diperhatikan oleh ibu, sehingga anak diharapkan akan mempunyai perilaku makan yang baik. Terlebih lagi jika ibu memiliki pengetahuan gizi yang baik, maka anak akan tumbuh optimal dan sehat (Susanti 1999).

(62)

konsumsi pangan hewani diduga erat kaitannya dengan kemampuan daya beli keluarga yang relatif masih rendah.

Jumlah telur yang dikonsumsi anak lebih banyak dibanding dengan daging sapi, ayam dan ikan sesuai dengan frekuensi konsumsi telur yang lebih sering dikonsumsi dibanding pangan hewani lain. Hal ini kemungkinan disebabkan harga telur yang relatif lebih murah dibanding pangan hewani lain, dan juga mudah didapat di warung-warung. Tempe sebagai sumber protein nabati yang baik, namun konsumsi tempe pada anak dalam penelitian ini masih rendah, hal ini diperoleh dari hasil wawancara dengan ibu tentang kebiasaan anak, umumnya anak tidak begitu suka tempe.

Buah-buahan yang sering dikonsumsi anak adalah nenas, pepaya, jambu biji dan semangka yang mereka beli dari penjual yang pakai gerobak atau sepeda.

Gambar

Tabel 2.2. Angka Kecukupan Energi (AKE) Dan Protein (AKP) Anak
Tabel 2.3.  Klasifikasi masalah gizi berdasarkan prevalensi underweight, stunting
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Angka Kecukupan Gizi  Anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang dilakukan terhadap kepemimpinan kepala sekolah ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan derajat kepemimpinan yang melayani

Telah dirancang sebuah prototype ruang penyimpanan benih padi berdasarkan pengontrolan temperatur dan kelembaban. Berdasarkan data referensi yang dikumpulkan, diperoleh

Tesco Santosa selalu berubah-ubah baik dalam rupiah maupun dalam unit, Perubahan ini disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan yang terjadi baik pada biaya

Distribusi frekuensi berdasarkan kepatuhan diet sesudah pemberian pendidikan kesehatan pada penderita hipertensi di Desa Tambar Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang

Fear appeal dengan high threat tidak signifikan mangubah persepsi fear appeal perokok mahasiswa UPI Bandung; penelitian ini memperoleh temuan bahwa, fear appeal dengan

Sebaliknya, pada semua kasus kematian maternal, kecuali murni disebabkan oleh PPS, cenderung tidak terjadi keterlambatan sampai di tempat rujukan terakhir.. Hal ini

Mobilisasi dini pada pasien-pasien dengan pasca operasi jantung penting dilakukan untuk mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi tingkat resiko tejadinya komplikasi lain

The research was aimed to study: 1) leaching test based on the absorbtion efficiencies of chromium on buffer solution, ground water, and salty water, 2) the influence of buffer