ANALISIS DETERMINAN INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA DI PROPINSI ACEH
TESIS
Oleh
Y U S R I
087018037/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
SE
K O L A H
P A
S C
A S A R JA
ANALISIS DETERMINAN INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA DI PROPINSI ACEH
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
YUSRI
087018037/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROPINSI ACEH
Nama Mahasiswa : Yusri Nomor Pokok : 087018037
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Murni Daulay, SE., M.Si) (Drs. Iskandar Syarief, MA) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur,
(Dr. Murni Daulay, SE.,M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Telah diuji pada
Tanggal : 4 Februari 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Murni Daulay, SE., M.Si Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA 2. Dr. Rahmanta Ginting, MS 3. Drs. Rujiman, MA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul:
“ANALISIS DETERMINAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROPINSI ACEH”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Februari 2010
Yang membuat pernyataan:
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) propinsi Aceh. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Aceh, Bappeda Aceh, Dinas Pendidikan Aceh dan Bank Indonesia dengan runtun waktu tahun 2003 – 2007. Dalam penelitian ini digunakan data panel.
Metode analisis yang dipergunakan adalah Metode Generalized Least Square (GLS) dengan Random Effect Model (REM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat variabel penelitian signifikan yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi Aceh. Variabel tersebut adalah pengeluaran rumah tangga makanan, pengeluaran rumah tangga bukan makanan, rasio penduduk miskin dan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan. Sementara itu terdapat satu variabel penelitian yang tidak signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Propinsi Aceh yaitu pengeluaran pemerintah bidang pendidikan.
ABSTRACT
The aim of this research is to analyze the influence of household expenditure for food, household expenditure for non-food, government expenditure for education, government expenditure for healthy and ratio of poor population on Human Index Davelopment (HDI) in Aceh Province.
Data obtained from Planning Development Board (Bappeda), Aceh Education institution and Bank of Indonesia during the year 2003-2007. The method used in this analysis is Generald Least Square (GLS) with Random Effect Model (REM).
The result shows that all variables significant influence on Human Development Index (HDI) Aceh Province, except government expenditure for education.
KATA PENGANTAR
Segalah puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan
hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul
“Analisis Determinan Indeks Pembangunan Manusia Di Propinsi Aceh” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucakan terimakasih
yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan
bantuan selama proses penyelesaian Tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, sebagai Pembimbing I, dan Drs. Iskandar Syarief,
MA sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan
dorongan pemikiran hingga Tesis ini dapat selesai.
2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana
dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada
Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya
pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses
perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 15 yang telah sama-sama
berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan
5. Kedua orang tuaku Ayahanda dan Ibunda tercinta, Istriku dan Anakku, serta
seluruh keluarga besarku yang ada di Bireuen yang selama ini turut memberikan
dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan Tesis ini
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat
menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT
memberikan limpahan rahmat dan hidayahnya kepada penulis dan semua pihak yang
telah memberikan bantuannya selama ini.
Medan, Februari 2010
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
1. Nama Lengkap : YUSRI
2. NIP : 19591231 199203 1 027
3. Pangkat dan Golongan Ruang : Pembina Tk. I (IV.b)
4. Tempat / Tanggal lahir : Lamkuta, 1959
5. Jenis Kelamin : Pria
6. Agama : Islam
7. Status Perkawinan : Kawin
8. Alamat Rumah : Jl. T. Affan Meunasah Timu, Kec. Peusangan Bireuen.
9. Keterangan Badan
a. Tinggi : 171 cm
b. Berat Badan : 69 kg
c. Rambut : Hitam lurus
d. Bentuk Muka : Oval e. Warna Kulit : Sawo Matang
10.Kegemaran : Membaca
11.Pendidikan :
a. SD : MIN Lamkuta Tahun Lulus 1973
b. SLTP : MTs. AIN Matang Glumpang II Tahun Lulus 1976
c. SLTA : SMA Jurusan IPS Bireuen Tahun Lulus 1981
d. S1 : FISIPOL UNIDA Banda Aceh Tahun Lulus1994
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 13
1.3. Tujuan Penelitian ... 14
1.4. Manfaat Penelitian ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16
2.1. Definisi Pembangunan Manusia ... 16
2.2. Indeks Pembangunan Manusia... 18
2.3. Teori Engel... 27
2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 29
2.5. Teori Pertumbuhan Klasik ... 32
2.6. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ... 34
2.7. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern ... 34
2.8. Pengeluaran Pemerintah... 39
2.9. Konsumsi Rumah Tangga ... 41
2.10. Rasio Kemiskinan ... 48
2.12. Kerangka Berfikir ... 62
2.13. Hipotesis Penelitian ... 62
BAB III METODE PENELITIAN ... 64
3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 64
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 65
3.3. Model Analisis ... 65
3.4. Metode Analisis ... 66
3.5. Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)... 71
3.6. Definisi Operasional... 71
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 73
4.1. Deskripsi Ekonomi Aceh ... 73
4.2. Gambaran Umum dan Sosial Aceh ... 79
4.3. Analisa Hasil Persamaan Regresi Panel... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108
5.1. Kesimpulan ... 108
5.1. Saran ... 109
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Perbandingan Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Propinsi, Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat Tahun 2007 ... 6
1.2 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Aceh Tahun 1999 s/d Tahun 2007... 7
1.3 Indikator Kesehatan Propinsi Aceh Tahun 2002 ... 8
1.4 Tingkat pendidikan berdasarkan distrik tertentu di Aceh dan jenis kelamin Tahun 2007... 9
1.5 Jumlah Penduduk Aceh tahun 2003-2007 Berdasarkan Propinsi .... 10
1.6 Angka PDB Perkapita Aceh tahun 2003-2007 ... 11
2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM... 19
2.2 Jenjang Pendidikan dan Faktor Konversi untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) ... 23
2.3 Paritas Daya Beli (PPP) Terhdap 27 Jenis Komoditi... 25
4.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (Persentase) ... 77
4.2 Kepadatan penduduk provinsi nanggroe aceh darussalam menurut kabupaten/kota, (jiwa/km) Tahun 2002 – 2007 ... 80
4.3 Penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Menurut Jenis Kelamin, Tahun 1979 - 2007 (000)... 81
4.4 Penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Menurut Kabupaten/Kota, Hasil SP Dan SPAN 2005 ... 82
4.5 Luas, Jumlah Kecamatan, Desa, Rumah Tangga Dan Penduduk Provinsi Naggroe Aceh Darussalam Menurut Kabupaten/ Kota, 2007 ... 83
4.6 Pooled Least Square Common Intercept... 85
4.7 Pooled least square dengan Fixed Effect Methode ... 89
4.8. Hasil Uji Chow... 93
4.9 Random Effect Model ... 97
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Hubungan pendapatan dan permintaan terhadap barang dengan asumsi
harga barang tetap, makanan (Q1) dan bukan makanan (Q2)... 28
2.2. Fungsi Konsumsi Keynes ... 43
2.3. Kurva Lorentz dan Garis Pemerataan Pendapatan... 52
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Variabel ……… ……… 114
2. Output Common Intercept ……… 117
3. Output Fixed Effect ………... 119
4. Output Random Effect ………... 122
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) propinsi Aceh. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Aceh, Bappeda Aceh, Dinas Pendidikan Aceh dan Bank Indonesia dengan runtun waktu tahun 2003 – 2007. Dalam penelitian ini digunakan data panel.
Metode analisis yang dipergunakan adalah Metode Generalized Least Square (GLS) dengan Random Effect Model (REM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat variabel penelitian signifikan yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi Aceh. Variabel tersebut adalah pengeluaran rumah tangga makanan, pengeluaran rumah tangga bukan makanan, rasio penduduk miskin dan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan. Sementara itu terdapat satu variabel penelitian yang tidak signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Propinsi Aceh yaitu pengeluaran pemerintah bidang pendidikan.
ABSTRACT
The aim of this research is to analyze the influence of household expenditure for food, household expenditure for non-food, government expenditure for education, government expenditure for healthy and ratio of poor population on Human Index Davelopment (HDI) in Aceh Province.
Data obtained from Planning Development Board (Bappeda), Aceh Education institution and Bank of Indonesia during the year 2003-2007. The method used in this analysis is Generald Least Square (GLS) with Random Effect Model (REM).
The result shows that all variables significant influence on Human Development Index (HDI) Aceh Province, except government expenditure for education.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan di segala bidang yang dilakukan pemerintah bersama
masyarakat melalui tahapan pelita demi pelita telah banyak membawa kemajuan bagi
bangsa Indonesia. Namun pembangunan itu sendiri juga menyisakan berbagai
persoalan dan tuntutan baru seperti kesenjangan sosial, kualitas hidup manusia,
kesempatan kerja, lhak asasi manusia, keterbukaan, penegakan hukum, lingkungan
hidup dan masih banyak lagi. Seperti diketahui, bahwa pelaksanaan pembangunan
selama ini lebih mengedepankan pada konsep pertumbuhan ekonomi, dengan asumsi
bahwa pertumbuhan ekonomi akan menguntungkan manusia. Namun dalam
kenyataannya tidaklah selalu demikian, dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi
yang tinggi memang penting, tetapi pertumbuhan ekonomi yang bagaimana dan
untuk siapa. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan seiring dengan
pelaksanaan otonomi daerah perlu adanya paradigma baru yakni pembangunan yang
lebih mengedepankan aspek pembangunan manusia. Hal ini selain sesuai dengan
Tujuan Nasional Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar
1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,
juga sesuai dengan Visi Propinsi Aceh yaitu “Terwujudnya Kesejahteraan
Masyarakat Aceh Melalui Peningkatan Perekonomian dan Kualitas Sumber Daya
Pemberdayaan Masyarakat “yang tercantum di dalam RPJMD (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kabupaten Bireun Tahun 2006–2010.
Menurut United Nations Development Programme (UNDP), pembangunan manusia
merupakan suatu model pembangunan yang ditujukan untuk memperluas pilihan bagi
penduduk yang dapat ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan penduduk. Hal ini
dapat dicapai melalui program pembangunan yang menitik-beratkan pada
peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat kesehatan,
berupa umur panjang dan hidup sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan
yang memadai agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan
ekonomi produktif serta mendapat penghasilan yang mencukupin dengan daya beli
yang layak. Berdasarkan konsep diatas, membangun manusia berarti meningkatkan
sumber daya manusia (SDM) dalam arti yang luas meliputi aspek jasmani dan rohani,
material dan spiritual dalam skala individu maupun sosial yang pada akhirnya harus
mampu menjadi sumber daya pembangunan secara komprehensif.
Seperti halnya pembangunan ekonomi, pembangunan manusia memerlukan
ketersediaan analisis data guna perencanaan dan pengambilan kebijakan agar tepat
sasaran, juga perlu dievaluasi sejauh mana pembangunan yang dilaksanakan mampu
meningkatkan kualitas hidup manusia (penduduk) sebagai obyek pembangunan.
Salah satu alat ukur yang lazim digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Walaupun tidak semua aspek pembangunan manusia dapat diukur melalui
penghitungan IPM mengingat sangat luasnya dimensi pembangunan manusia, tetapi
menurut tiga komponen indikator kemampuan manusia yang sangat mendasar yaitu;
derajat kesehatan, kualitas pendidikan serta akses terhadap sumber daya ekonomi
berupa pemerataan tingkat daya beli masyarakat. Alat ukur ini telah digunakan baik
pada tingkat nasional maupun internasional dalam melihat hasil-hasil pembangunan
masing-masing propinsi atau negara. Selanjutnya alat ukur ini diperluas kegunaannya
pada tingkat yang lebih rendah yaitu pada level kabupaten/kota.
Pada tahun 1990 United Nation Development Program (UNDP)
memperkenalkan ”Human Development Index” (HDI) atau Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Menurut Drapper (1990) dalam kata pengantarnya pada Human
Development Report 1990, munculnya HDI bukan berarti mengenyampingkan peran
GDP, tetapi bagaimana menerjemahkan GDP tersebut ke dalam pembangunan
manusia. Proses penerjemahan itu kadang-kadang berhasil, tetapi tidak jarang yang
gagal.
Pembangunan manusia, menurut definisi UNDP, adalah proses memperluas
pilihan-pilihan penduduk (people’s choice). Dari sekian banyak pilihan, ada tiga
pilihan yang dianggap paling penting, yaitu: panjang umur dan sehat, berpendidikan,
dan akses ke sumber daya yang dapat memenuhi standar hidup yang layak. Pilihan
lain yang dianggap mendukung tiga pilihan di atas adalah kebebasan politik, hak
asasi manusia, dan penghormatan hak pribadi. Dengan demikian, pembangunan
manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, lebih dari sekedar peningkatan
Alasan mengapa pembangunan manusia perlu mendapat perhatian adalah:
pertama, banyak negara berkembang – termasuk Indonesia – yang berhasil mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi gagal mengurangi kesenjangan social
ekonomi dan kemiskinan. Kedua, banyak negara maju yang mempunyai tingkat
pendapatan tinggi ternyata tidak berhasil mengurangi masalah-masalah sosial, seperti:
penyalahgunaan obat, AIDS, alkohol, gelandangan, dan kekerasan dalam rumah
tangga. Ketiga, beberapa negara berpendapatan rendah mampu mencapai tingkat
pembangunan manusia yang tinggi, jika negara-negara itu mampu menggunakan
secara bijaksana semua sumber daya untuk mengembangkan kemampuan dasar
manusia.
Untuk mengukur ketiga pilihan tersebut, UNDP menyusun suatu indeks
komposit atau Indkes Pembangunan Manusia (IPM) berdasarkan tiga indikator, yaitu:
angka harapan hidup pada waktu lahir (life expectancy at birth), angka melek huruf
penduduk dewasa (adult literacy rate) dan rata-rata lama sekolah (mean years of
schooling), dan kemampuan daya beli (purchasing power parity). Indikator angka
harapan hidup mengukur kesehatan,indikator angka melek huruf penduduk dewasa
dan rata-rata lama sekolah mengukur pendidikan dan terakhir indikator daya beli
mengukur standar hidup.
Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam
proses pertumbuhan ekonomi (teori Cobb-Douglas). Dengan modal manusia yang
berkualitas kinerja ekonomi diyakini akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini
memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia.
Dibutuhkan kebijakan pemerintah yang mendorong peningkatan kualitas SDM.
Propinsi Aceh merupakan salah propinsi paling barat yang ada di Indonesia.
Propinsi Aceh memiliki luas 57.365,57 Km2. Terdiri dari 23 Kabupaten/Kota dengan
228 kecamatan, 642 mukim dan 5.947 desa serta 112 kelurahan dengan jumlah
penduduk tahun 2007 sebanyak 4,223 juta jiwa dengan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) sebesar Rp 532 milyar. Propinsi Aceh sebagai wilayah pertanian, perikanan
dan perkebunan. Pembangunan sumber daya manusia di Kabupaten Bireuen
tergolong masih belum optimal, dimana angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
di Propinsi Aceh masih bisa ditingkatkan lagi jika melihat potensi pengembangan
IPM yang sangat tinggi. Untuk melihat perbandingan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Propinsi Aceh dapat dilihat pada tabel berikut :
Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa IPM untuk Aceh sebesar 70,35.
Kemudian lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten terdekat diluar propinsi yaitu
Kabupaten Langkat sebesar 71,83 namun lebih rendah dibandingkan dengan propinsi
terdekat yaitu Sumatera Utara sebesar 72,78. Masih belum tingginya angka IPM di
Propinsi Aceh tersebut disebabkan adanya indikasi dari masih rendahnya angka
harapan hidup masyarakat, kemudian angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan
pengeluaran perkapita masyarakat. Secara nasional IPM di Aceh tahun 2005 masih
lebih rendah jika dibandingkan dengan propinsi lainnya seperti Sumatera Utara 72,0,
Propinsi Riau 73,6, Propinsi DKI Jakarta 76,1. Kemudian secara nasional IPM
dari 33 propinsi secara nasional sedangkan Sumatera Utara sebagai propinsi terdekat
sudah memiliki ranking 8 secara nasional. Hasil tersebut menunjukkan bahwa IPM
Aceh masih sangat rendah jika dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia.
Tabel 1.1 Perbandingan Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi, Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat Tahun 2007
No Propinsi/Kota Aceh Barat Daya Gayo Lues Kota Banda Aceh Kota Sabang
Sumatera Utara (propinsi terdekat) Langkat (kabupaten luar terdekat)
68,40
Sumber : BPS Indonesia, 2008
Angka harapan hidup di Aceh yaitu 68,40, kemudian angaka melek huruf
96,20, rata-rata lama sekolah 5,50 dan pengeluaran perkapita riil sebesar Rp 600 ribu.
bayi dan usia muda akibat kondisi kesehatan yang belum memadai, dimana jumlah
fasilitas kesehatan yang belum banyak dijumpai di jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk Aceh.
Tabel 1.2 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Aceh Tahun 1999 s/d Tahun 2007
Tahun
Berdasarkan Tabel 1.2 diketahui perkembangan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Propinsi Aceh . IPM didasarkan atas pembentukan dari angka
harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil
perkapita. Dari tabel tersebut diketahui bahwa angka harapan hidup di Aceh
menunjukkan angka yang belum tinggi (68,0 tahun 2005) dibandingkan dengan
propinsi lainnya seperti DKI Jakarta 72,5 pada tahun 2005, DIY sebesar 72,9 dan
Sulawesi Utara 71,7. Angka harapan hidup tersebut masih rendah disebabkan adanya
berbagai fasilitas kesehatan di Aceh yang belum optimal dalam mendukung
Tabel 1.3 Indikator Kesehatan Propinsi Aceh Tahun 2002 No Jenis Tenaga Medis Jumlah (orang)
1
Sumber : Bireun Dalam Angka Tahun 2008
Berdasarkan Tabel 1.3 diketahui bahwa jumlah tenaga kesehatan yang masih
sangat minim sebagai salah satu penyebab masih rendahnya angka harapan hidup di
Aceh tenaga kesehatan hanya sekitar 0,13% dari jumlah penduduk. Masih rendahnya
jumlah tenaga kesehatan akan menyulitkan peningkatan IPM. IPM yang masih
rendah tersebut disebabkan berbagai masalah sosial ekonomi di Aceh. Dewan
Ekonomi dan Sosial PBB menyatakan bahwa dibandingkan dengan angka partisipasi
SD untuk anak-anak dan pemuda yang tidak memiliki cacat fisik sebesar 70%, kurang
dari 10% anak-anak dan pemuda penyandang cacat yang mendapat akses terhadap
segala bentuk pendidikan di kawasan Asia dan Pasifik.26 Selain itu, anak-anak dan
pemuda penyandang cacat sering tidak mendapat kesempatan untuk berkembang,
terutama terhambatnya akses mereka terhadap pelatihan keterampilan, lapangan
kerja, kesempatan memperoleh penghasilan dan pengembangan usaha. Hal ini
lagi, secara umum masih belum terpenuhinya jumlah staf yang terlatih dan kompeten
untuk menangani penyandang cacat, terutama berkaitan dengan pelatihan dan
pekerjaan.
Tabel 1.4 Tingkat Pendidikan Berdasarkan Distrik Tertentu Di Aceh Dan Jenis Kelamin Tahun 2007
Belum/Tidak pernah sekolah
Tdk Selesai
SD SD SMP SMA Universitas
Tahun
P (%) L(%) P(%) L(%) P(%) L(%) P(%) L(%) P(%) L(%) P(%) L(%)
Banda Aceh 2 2 12 11 12 10 15 46 46 49 13 13
Sabang 5 4 16 15 23 22 22 28 28 32 8 8
Aceh Besar 6 5 22 21 24 23 21 24 24 27 6 6
Aceh Jaya 10 8 27 24 38 36 17 7 7 10 2 2
Aceh Pidie 9 7 25 24 28 27 22 23 5 17 4 4
Total NAD 7 6 25 24 31 29 19 20 16 19 4 4
Sumber : Jurnal Pendidikan Aceh ,BPS 2008
Menurut Direktorat Statistik Kependudukan Indonesia (BPS), jurang
pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan yang berumur diatas umur lima
tahun tidaklah besar di propinsi Aceh. Secara umum, anak perempuan sedikit lebih
banyak jumlahnya diantara penduduk berpendidikan rendah, dan agak kurang banyak
diantara penduduk berpendidikan tinggi meskipun perbedaannya dibandingkan
dengan anak laki-laki dalam statistik terbaru tahun 2007 tidak lebih besar dari 4%.
Diantara para lulusan universitas, perempuan dan laki-laki terwakilkan secara
seimbang. Sementara itu, perbedaan terbesar ditemukan pada lulusan SMA, dimana
perbedaannya di beberapa daerah mencapai 4%. Perbedaan terbesar dalam tingkat
pendidikan penduduk bukan antara laki-laki dan perempuan tetapi antara pedesaan
yang tidak bersekolah, di Aceh Jaya (sebagai contoh daerah pedesaan di Aceh ) ada
8% laki-laki dan 10% perempuan.
Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Aceh tahun 2003-2007 Berdasarkan Propinsi Tahun (orang)
Kabupaten/Kota
Regency/City 2003 2004 2005 2006 2007
1. Simeulue 59.093 71.517 78.389 9.878 81.127 2. Aceh Singkil 124.758 144.684 148.277 53.761 94.961 3. Aceh Selatan 197.719 185.704 191.539 93.727 209.853 4. Aceh Tenggara 150.776 168.229 169.053 71.947 174.371 5. Aceh Timur 331.636 312.014 304.643 309.374 313.333 6. Aceh Tengah 272.453 285.619 160.549 164.570 170.766 7. Aceh Barat 195.000 160.545 150.450 151.594 152.557 8. Aceh Besar 295.957 301.575 296.541 302.428 307.362 9. Pi d i e 517.697 469.888 474.359 478.157 373.234 10. Bireuen 361.528 348.057 351.835 354.763 355.989 11. Aceh Utara 523.717 487.526 493.670 499.814 510.494 12. Aceh Barat Daya 115.358 111.100 115.676 116.998 121.302 13. Gayo Lues 66.448 68.312 72.045 73.279 74.312 14. Aceh Tamiang 225.011 229.520 235.314 237.564 239.451 15. Nagan Raya 143.985 110.486 123.743 123.951 124.141 16. Aceh Jaya 98.796 79.155 60.660 61.121 70.673 17. Bener Meriah* - - 106.148 108.806 111.040
18. Pidie Jaya - - - - 128.446
19. Banda Aceh 223.829 239.146 177.881 179.266 219.659 20. Sabang 24.498 28.692 28.597 28.894 29.144 21. Langsa 122.865 135.167 137.586 138.901 140.005 22. Lhokseumawe 167.362 138.663 154.634 156.558 158.169
23. Subulussalam - - - - 63.444
Jumlah/Total 4.166.040 4.218.486 4.075.599 4.031.589 4.223.833 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Tingginya jumlah penduduk dan pertumbuhannya menyebabkan pemerintah
daerah propinsi Aceh sulit untuk mengembangkan kapasitas IPM yang lebih tinggi
Aceh akan menurunkan nilai IPM melalui penurunan pendapatan perkapita riil dan
daya beli perkapita riil masyarakat Aceh.
Tabel 1.6 Angka PDB Perkapita Aceh Tahun 2003-2007 Perincian/
Items 2003 2004 2005 2006 2007
Dengan Migas
1 Produk Domestik Regional Bruto per Kapita)
10.537.097 9.873.669 9.000.897 9.123.781 8.532.088
2 Pendapatan Regional per Kapita
10.241.705 9.546.620 8.702.757 8.821.570 8.403.357
Tanpa Migas
1 Produk Domestik Regional Bruto per Kapita
5.159.392 5.443.932 5.588.812 5.958.579 6.173.829
2 Pendapatan Regional per Kapita
4.885.697 5.155.142 5.292.337 5.642.489 5.704.662
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Berdasarkan Tabel 1.6 menunjukkan bahwa adanya peningkatan PDRB
perkapita masyarakat sehingga daya beli masyarakat propinsi Aceh juga akan
meningkat, meningkatnya daya beli masyarakat juga diikuti oleh naiknya jumlah
penduduk propinsi Aceh. Naiknya pendapatan perkapita masyarakat akan
memungkinkan masyarakat berperan aktif dalam pembangunan. Masyarakat
memegang peranan penting dalam pembangunan manusia, di mana pengeluaran
rumah tangga memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia, seperti:
makanan, kesehatan dan pendidikan. Pengeluaran rumah tangga ditentukan oleh
pendapatan. Penduduk miskin akan lebih banyak atau bahkan seluruh pendapatannya
digunakan untuk kebutuhan makanan, dibandingkan penduduk kaya. Akibatnya
penduduk miskin tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan
perlunya campur tangan pemerintah untuk membantu penduduk yang kurang mampu
atau miskin.
Lanjouw, dkk. (2001) menyatakan pembangunan manusia di Indonesia adalah
identik dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan
kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak
miskin, karena bagi penduduk miskin aset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya
fasilitas pendidikan dan kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan
produktivitas, dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan.
Noorbakhsh (1999) melakukan penelitian terhadap 86 negara nasabah Bank
Dunia dan menemukan bahwa GDP/kap negara-negara berstatus debitur
nonrestrukturisasi berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia,
sedangkan debitur dengan fasilitas restrukturisasi intensif justru tidak. Brata (2004)
dalam penelitiannya menemukan bahwa distribusi pendapatan adalah determinan
paling berperan dalam pembangunan manusia pada seluruh kabupaten/kota di
Indonesia, di samping determinan pendapatan per kapita dan rata-rata lama sekolah
perempuan. Ranis dan Stewart (2002) menyatakan hal yang sama kecuali adanya
tambahan determinan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan. Ranis dan
Stewart melakukan penelitian atas 22 negara di Amerika Latin. Brata (2005)
menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah, investasi dan distribusi pendapatan
sebagai determinan-determinan pembangunan manusia atas penelitiannya terhadap
dipertegas oleh Ranis dan Stewart (2005) dalam studinya atas 85 negara di dunia, di
samping determinan pendapatan per kapita dan jumlah penduduk miskin.
Atas dasar pemikiran tersebut, penulis terdorong untuk mendalami
faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Propinsi Aceh. Besar harapan
penulis, kesimpulan akhir dari tulisan ini bisa lebih membuka pikiran dan nurani para
elit bangsa untuk lebih arif dan segera memperhatikan pembangunan manusia di
Propinsi Aceh serta kaum intelektual untuk lebih intensif lagi mencari cara dan jalan
keluar yang efektif agar pembangunan manusia di Propinsi Aceh dapat maju pesat.
Adapun berdasarkan fenomena pada latar belakang masalah tersebut penulis dapat
merumuskan perumusan masalah sebagai berikut :
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap indeks
pembangunan manusia di Propinsi Aceh ?
2. Bagaimana pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan terhadap
indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh ?
3. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap indeks
pembangunan manusia Propinsi Aceh ?
4. Bagaimana pengaruh rasio penduduk miskin terhadap indeks pembangunan
manusia Propinsi Aceh?
5. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap indeks
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap
indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh .
2. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan
terhadap indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh.
3. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap
indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh.
4. Untuk menganalisis pengaruh rasio penduduk miskin terhadap indeks
pembangunan manusia Propinsi Aceh.
5. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia Propinsi Aceh.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Aceh untuk menjadi data bantu
perencanaan (planning data) pembangunan yang lebih mengakomodasi
dimensi pembangunan manusia, misalnya ; jumlah angka melek huruf,
lamanya sekolah, harapan hidup masyarakat, dan konsumsi daya beli
masyarakat. Sehingga penyerapan dana pembangunan di pemerintahan aceh
lebih adil dan merata.
2. Untuk menjadi bahan analisis dan evaluasi tingkat pembangunan manusia
untuk masa yang akan datang,sehingga pelaksanaan pembangunan manusia di
Aceh akan lebih efektif.
3. Sebagai bahan kebijakan pemerintah Aceh, dan memberi peluang/kesempatan
bagi akademisi, LSM Lokal,LSM Nasional dan LSM International dalam
pelaksanaan pembangunan manusia di Aceh. Agar harapan pemerintah aceh
dan masyarakat aceh pelaksanaan pembangunan dapat terwujud dengan
tepatguna akibat gempa dan Tsunami tahun 2004.
4. Untuk menambah ilmu dan wawasan bagi peneliti, dan agar mampu
melahirkan konsep-konsep baru dalam penelitian ini serta menjadi kajian bagi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pembangunan Manusia
Menurut UNDP (1990), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk
memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (”a process of enlarging peoples’s
choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu
negara adalah manusia sebagai aset negara yang sangat berharga. Definisi
pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang
sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya
menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia,
pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sisi manusianya, bukan hanya
dari sisi pertumbuhan ekonominya.
Sebagaimana laporan UNDP (1995), dasar pemikiran konsep pembangunan
manusia meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;
b. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi
penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena
itu, konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara
c. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya
meningkatkan kemampuan/kapasitas manusia, tetapi juga pada upaya-upaya
memanfaatkan kemampuan/kapasitas manusia tersebut secara optimal;
d. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas,
pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan;
e. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan
dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.
Konsep pembangunan manusia yang diprakarsai dan ditunjang oleh UNDP ini
mengembangkan suatu indikator yang dapat menggambarkan perkembangan
pembangunan manusia secara terukur dan representatif, yang dinamakan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). IPM diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1990.
IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara
operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan
upaya pembangunan manusia. Ketiga komponen tersebut adalah peluang hidup
(longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup layak (living standards). Peluang
hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur
berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun
ke atas; dan hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada
2.2. Indeks Pembangunan Manusia
IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana
dihitung sebagai rata-rata dari 3 (tiga) indeks yang menggambarkan kemampuan
dasar manusia dalam memperluas pilihan-pilihan, yaitu:
1. Indeks Harapan Hidup
2. Indeks Pendidikan
3. Indeks Standart Hidup Layak
Rumus umum yang dipakai adalah sebagai berikut :
IPM =1/3 (X1 + X2 + X3)
Di mana :
X1 = Indeks Harapan Hidup
X2 = Indeks Pendidikan
X3 = Indeks Standart Hidup Layak
Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung indeksnya
sehingga bernilai antara 0 (terburuk) dan 1 (terbaik). Untuk memudahkan dalam
analisa biasanya indeks ini dikalikan 100. Teknik penyusunan indeks tersebut pada
dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut :
Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung indeksnya
sehingga bernilai antara 0 (terburuk) dan 1 (terbaik). Untuk memudahkan dalam
analisa biasanya indeks ini dikalikan 100. Teknik penyusunan indeks tersebut pada
Xi = Nilai indikator komponen IPM ke i
MaxXi = Nilai maksimum Xi
Min Xi = Nilai minimum Xi
Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Indikator Komponen IPM Nilai
Minimum
Nilai Maksimum
Angka Harapan Hidup (eo)
Angka Melek Huruf (Lit)
Rata-rata Lama Sekolah (MYS)
Purchasing Power Parity (PPP)
25,0
Angka ini menunjukkan jumlah tahun yang diharapkan dapat dinikmati
penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran
dan kematian per tahun variabel e0 diharapkan akan mencerminkan rata-rata “dalam
hidup” sekaligus hidup sehat masyarakat. Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan
informasi orang yang meninggal pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung
Trussel). Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini adalah rata-rata anak lahir
hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin. Secara singkat,
proses penghitungan. angka harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak.
Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan cara menstandartkan angka
harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya. Indeks Harapan Hidup
menunjukkan jumlah tahun hidup yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu
wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per
tahun variabel e0 diharapkan akan mencerminkan rata-rata lama hidup sekaligus hidup
sehat masyarakat.
Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal
pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan
metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel). Data dasar yang dibutuhkan
dalam metode ini adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup
dari wanita pernah kawin. Secara singkat, proses penghitungan angka harapan hidup
ini disediakan oleh program Mortpak. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup
dengan cara menstandartkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan
minimumnya.
2.2.2. Indeks Pendidikan
Sebagaimana disebutkan di awal bab ini, penghitungan Indeks Pendidikan
(IP) mencakup dua indikator yaitu angka angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama
karena pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah.
Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan kondisi sebenarnya
mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun masih dalam proses sekolah
atau akan sekolah sehingga belum pantas untuk rata-rata lama sekolahnya.
Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat
mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), dimana Lit merupakan
proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok
penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan
gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk..
Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka
melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS). Populasi yang digunakan adalah
penduduk berumur 15 tahun ke atas karena pada kenyataannya penduduk usia
tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih
mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15
tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah sehingga belum pantas untuk
rata-rata lama sekolahnya.
Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat
mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), dimana Lit merupakan
proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok
penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan
MYS dihitung secara tidak langsung, pertama-tama dengan memberikan
Faktor Konversi pada variabel “Pendidikan yang Ditamatkan” sebagaimana disajikan
pada Tabel 2.2. Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung rata-rata tertimbang
dari variabel tersebut sesuai dengan bobotnya.
fi si x fi MYS
Di mana :
MYS = Rata – rata lama sekolah
fi = Frekuensi penduduk berumur 10 tahun ke atas pada jenjang pendidikan i,
I = 1,2,…,11
si = Skor masing-masing jenjang pendidikan
Angka melek huruf pengertiannya tidak berbeda dengan definisi yang telah
secara luas dikenal masyarakat, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Pengertian
rata-rata lama sekolah, secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut:
misalkan di Provinsi Aceh ada 5 orang tamatan SD, 5 orang tamatan SMP, 5 orang
tamatan SMA, 5 orang tidak sekolah sama sekali, maka rata- rata lama sekolah di
Provinsi Aceh adalah {5 (6) + 5 (9) +5 (12) +5 (0) } : 20 = 6,25 tahun. Setelah
diperoleh nilai Lit dan MYS, dilakukan penyesuaian agar kedua nilai ini berada
diantara skala yang sama yaitu antara 0 dan 1. Selanjutnya kedua nilai yang telah
disesuaikan ini disatukan untuk mendapatkan indeks pendidikan dengan
perbandingan bobot 2 untuk Lit dan 1 untuk MYS, sesuai ketentuan UNDP. Dengan
IP = 2/3 Indeks Lit + 1/3 Indeks MYS
Tabel 2.2 Jenjang Pendidikan dan Faktor Konversi untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS)
No Jenjang Penddikan Faktor
Konversi
Tidak, belum pernah sekolah Belum tamat SD
Tamat SD sederejat Tamat SLTP Sumber : BPS, Bappenas, UNDP, 2007
2.2.3. Purchasing Power Parity / Paritas Daya Beli (PPP)
Untuk mengukur dimensi standar hidup layak (daya beli), UNDP mengunakan
indikator yang dikenal dengan real per kapita GDP adjusted. Untuk perhitungan IPM
sub nasional (provinsi atau kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita karena
PDRB per kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan
daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM. Untuk mengukur daya beli
penduduk antar provinsi di Indonesia, BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27
komoditi terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap
paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar
bisa dibandingkan antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan dengan indeks PPP
a. Menghitung rata-rata pengeluaran konsumsi perkapita per tahun untuk 27
komoditi dari SUSENAS Kor yang telah disesuaikan (=A).
b. Menghitung nilai pengeluaran riil (=B) yaitu dengan membagi rata-rata
pengeluaran (A) dengan IHK tahun yang bersangkutan.
c. Agar indikator yang diperoleh nantinya dapat menjamin keterbandingan antar
daerah, diperlukan indeks ”Kemahalan“ wilayah yang biasa disebut dengan daya
beli per unit (= PPP/ Unit).
Metode penghitungannya disesuaikan dengan metode yang dipakai
International Comparsion Project (ICP) dalam menstandarkan GNP per kapita suatu
negara. Data yang digunakan adalah data kuantum per kapita per tahun dari suatu
basket komoditi yang terdiri dari 27 komoditi yang diperoleh dari Susenas Modul
sesuai ketetapan UNDP. Penghitungan PPP/unit dilaksanakan dengan rumus :
E (i,j ) = Pengeluaran untuk komoditi j di Provinsi i
P ( i,j ) = Harga komoditi j di Provinsi i
Tabel 2.3 Paritas Daya Beli (PPP) Terhdap 27 Jenis Komoditi Tepung Terigu Ketela Pohon Ikan Tongkol Ikan Teri Daging Sapi
Daging Ayam Kampung Telur Ayam
Susu Kental Manis 397
Bayam
Kacang Panjang Kacang Tanah
Rokok Kretek Filter 10
Listrik
Untuk kuantitas sewa rumah ditentukan berdasarkan Indeks Kualitas Rumah
yang dihitung berdasarkan kualitas dan fasilitas rumah tinggal 7 (tujuh) yang
diperoleh dari daftar isian Susenas.
1. Lantai : keramik, marmer, atau granit =1, lainnya =0
3. Dinding : tembok = 1, lainnya = 0
4. Atap : kayu /sirap, beton = 1, lainnya = 0
5. Fasilitas penerangan : Listrik = 1, lainnya = 0
6. Fasilitas air minum : Ledeng = 1, lainnya = 0
7. Jamban : Milik sendiri = 1, lainnya = 0
8. Skor awal untuk setiap rumah = 1
Indeks Kualitas Rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh
suatu rumah tangga tinggal dan bernilai antara 1 s/d 8. Kualitas dari rumah yang di
konsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8.
Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang
mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kualitas rumah yang dikonsumsi oleh
rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit (=C). Untuk mendapatkan nilai
pengeluaran riil yang dapat dibandingkan antar waktu dan antar daerah maka nilai B
dibagi dengan PPP/unit (=C). Menyesuaikan nilai C dengan Formula Aktinson
sebagai upaya untuk mengestimasi nilai marginal utility dari C (=D). Rumus
Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil, dinyatakan
sebagai berikut (berdasarkan ketentuan UNDP):
D = C Jika C ≤ Z
= Z + 2(C– Z)(1/2) Jika Z < C ≤ 2Z
= Z + 2(Z)(1/2) + 3(C-2Z)(1/3) Jika 2Z < C ≤ 3Z
Di mana :
C = konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit
Z = threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai batas
kecukupan yang ditetapkan Rp 1.040.250,- per kapita setahun atau Rp2.850,- per hari
(BPPS, 2005).
2.3. Teori Engel
Engel (1857) melakukan studi tentang prilaku konsumsi rumah tangga
terhadap 153 rumah tangga di Belgia. Engel menetapkan lima jenis konsumsi yang
umumnya dilakukan rumah tangga, yaitu konsumsi makanan, sandang, perumahan
(termasuk penerangan dan bahan bakar minyak), jasa (meliputi pendidikan, kesehatan
dan perlindungan hukum) dan rekreasi. Terhadap konsumsi makanan, peningkatan
pendapatan tidak diikuti dengan peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan
hal tersebut dan dengan asumsi harga makanan yang dibayar rumah tangga adalah
sama, maka Engel menyimpulkan bahwa pangsa pengeluaran makanan terhadap
pengeluaran rumah tangga akan semakin berkurang dengan meningkatnya
pendapatan; disebut juga dengan Hukum Engel. Menurut Trenggonowati (2009)
menunjukkan jumlah komoditi yang ingin dibeli oleh konsumen per periode tertentu
dengan sejumlah pendapatan totalnya. Kurva Enggel mempunyai variabel pendapatan
Hukum Engel dapat dijelaskan dengan Kurva Engel seperti ditunjukkan
Gambar 2.1. Kurva Engel berdasarkan asumsi harga barang tetap, peningkatan
kesejahteraan penduduk yang ditunjukkan oleh garis anggaran dan kurva indeferen
yang bergeser ke kanan atas akan meningkatkan konsumsi barang dengan proporsi
yang semakin berkurang untuk makanan (Q1) dan proporsi yang semakin meningkat
untuk bukan makanan (Q2). Karena harga barang diasumsikan tetap maka pangsa
pengeluaran untuk belanja makanan yang merupakan barang normal akan semakin
berkurang.
Menurut Engel, pangsa pengeluaran makanan rumah tangga miskin lebih
besar dari rumah tangga kaya, sehingga pangsa pengeluaran makanan terhadap
pengeluaran total dapat dijadikan indikator tidak langsung terhadap kesejahteraan.
2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka
panjang (Boediono, 1999). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu : proses,
output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu
proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Mencerminkan aspek dinamis dari
suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau
berubah dari waktu ke waktu. Kemudian Menurut Murni (2009) pertumbuhan
ekonomi adalah suatu kondisi dimana terjadinya perkembangan GNP yang
mencerminkan adanya pertumbuhan output per kapita dan meningkatnya standar
hidup.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Dalam
hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah penduduk, karena output per
kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan
output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan output total
disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak lain. Dengan perkataan lain,
pertumbuhan ekonomi mencakup pertumbuhan GDP total dan pertumbuhan
Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu
jangka waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila dalam
waktu yang cukup lama (10, 20 atau 50 tahun, atau bahkan lebih lama lagi)
mengalami kenaikan output per kapita. Tentu saja dalam waktu tersebut bisa terjadi
kemerosotan output per kapita, karena gagal panen misalnya, tetapi apabila dalam
waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita menunjukkan kecenderungan
menaik maka dapat kita katakan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi.
Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan menaik bagi
output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari proses
intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus
bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri
menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam
periode-periode selanjutnya. Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai
penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita
dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut
berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999 :
10). Di dalam ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu teori pertumbuhan, tetapi
terdapat banyak teori pertumbuhan. Pada ekonom mempunyai pandangan atau
persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan suatu perekonomian.
Teori-teori pertumbuhan dapat dikelompokkan kedalam beberapa teori, yaitu:
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor
sumber alamnya, sumberdaya manusia, modal, usaha, teknologi dan sebagainya.
Semua itu merupakan faktor ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi tidak mungkin
terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral dalam suatu
bangsa tidak menunjang. Di dalam pertumbuhan ekonomi, lembaga sosial, sikap
budaya, nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan faktor non ekonomi.
Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang
mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau bangunnya
merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi
tersebut. Beberapa faktor ekonomi yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
adalah:
1. Sumber Alam.
2. Akumulasi modal
3. Organisasi
4. Kemampuan Teknologi.
5. Pembagian Kerja dan Skala Produksi.
Faktor-faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling
mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor non ekonomi juga memiliki arti
penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor non ekonomi yang
mempengaruhi pertumbuhan adalah:
1. Faktor Sosial. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan
2. Faktor Manusia. Sumber Daya Manusia merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan ekonomi.
3. Faktor Politik dan Administratif. Struktur politik dan administrasi yang
lemah merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara
terbelakang.
Menurut Nurkse (dalam Jhingan, 2000) : “Pembangunan ekonomi berkaitan
dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan latar belakang
histories”. Didalam Pertumbuhan ekonomi, faktor sosial, budaya, politik dan
psikologis adalah sama pentingnya dengan faktor ekonomi.
2.5 Teori Pertumbuhan Klasik
yang mencakup teori pertumbuhan dari Adam Smith, David Ricardo,
Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill. Adam Smith adalah ahli ekonomi
klasik yang pertama kali mengemukakan mengenai pentingnya kebijaksanaan
lisezfaire (diserahkan ke pasar) atas system mekanisme untuk memaksimalkan
tingkat perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Menurut teori klasik pertumbuhan
ekonomi dilambangkan oleh fungsi :
O = Y = f (K,L,R,T)
Dimana:
O = Output
Y = Pendapatan
L = Labor
R = Tanah
T = Teknologi
Adam Smith mengemukakan bahwa faktor manusia sebagai sumber
pertumbuhan ekonomi. Manusia dengan melakukan spesialisasi akan meningkatkan
produktivitas. Smith bersama dengan Ricardo percaya bahwa batas dari pertumbuhan
ekonomi adalah ketersediaan tanah. Tanah bagi kaum klasik merupakan faktor yang
tetap. Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung akibat
adanya pembentukan akumulasi modal. Akumulasi tercipta karena adanya surplus
dalam ekonomi. Namun David Ricardo pesimis bahwa tersedianya modal dalam
jangka panjang akan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi. Menurutnya pada
jangka panjang (long run) perekonomian akan menuju kepada keadaan yang stationer,
yaitu dimana pertumbuhan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Menurut Ricardo
peranan teknologi akan dapat menghambat berjalannya the law of diminishing return,
walaupun tehnologi bersifat rigid (kaku), dan hanya dapat berubah dalam jangka
panjang. Bagi kaum klasik, keadaan stationer merupakan keadaan ekonomi yang
sudah mapan dimana masyarakat sudah hidup sejahtera dan tidak ada lagi
2.6 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan ekonomi yang diwakili teori pertumbuhan Joseph
Schumpeter, Alferd Marshal, Robert Solow dan Trevor Swan. Pendapat neo-klasik
tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut : ( Suryana,
2000).
1. Adanya akumulasi kapital merupakan faktor penting dalam pembangunan
ekonomi;
2. Perkembangan merupakan proses yang gradual;
3. Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif;
4. Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan;
5. Aspek Internasional merupakan faktor bagi perkembangan.
Menurut neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya
tingkat tabungan. Pada tingkat teknik tertentu, tingkat bunga akan menentukan
tingkat investasi. Apabila permintaan terhadap investasi berkurang maka tingkat
bunga turun, hasrat menabung turun, Perkembangan teknologi merupakan salah satu
faktor pendorong kenaikan pendapatan nasional.
2.7 Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern
Meliputi teori pertumbuhan Rostow, Kuznet, dan Teori Harrod-Domar.
Menurut Rostow (dalam Suryana, 2000) pembangunan ekonomi adalah suatu
transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, melalui
1. Masyarakat tradisional ( The traditional society)
2. Prasyarat lepas landas(The precondition for take-off)
3. Lepas landas ( The take-off)
4. Tahap kematangan (The drive to maturity)
5. Masyarakat berkonsumsi tinggi (The age of high mass consumption)
Kuznet (dalam Suryana, 2000) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai
kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang
terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan
teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya.
Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000 : 62) mengembangkan analisa Keynes
yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan
pertumbuhan ekonomi. Setiap usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi tertentu
dari pendapatan nasional yaitu untuk menambah stok modal yang akan digunakan
dalam investasi baru. Menurut Harrod-Domar terdapat hubungan ekonomi yang
langsung antar besarnya stok modal ( C ) dan jumlah produksi nasional ( Y ).
S Growth=
COR
Growth = Pertumbuhan
S = Saving
COR = Capital Output Ratio
Setiap negara di dunia ini sudah lama menjadikan pertumbuhan ekonomi
penting dalam keberhasilan perekonomian suatu negara untuk jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan dianggap sebagai sumber peningkatan
standar hidup (standar of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Istilah
pertumbuhan ekonomi sering dicampurbaurkan dengan perkembangan ekonomi, dan
pemakaiannya selalu berganti-ganti, sehingga kelihatan pengertian antara keduanya
dianggap sama. Akan tetapi beberapa ahli ekonomi, seperti Schumpeter (1911) dan
Ursula Hicks (1957) telah menarik perbedaan yang lazim antara istilah perkembangan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 1993). Menurut kedua pakar tersebut
perkembangan ekonomi mengacu kepada masalah-masalah negara terbelakang,
sedangkan pertumbuhan ekonomi mengacu kepada masalah-masalah negara maju.
Demikian juga menurut Maddison (1970), ia mengatakan bahwa di negara-negara
maju kenaikan dalam tingkat pendapatan biasanya disebut pertumbuhan ekonomi,
sedang di negara miskin ia disebut perkembangan ekonomi. Namun ada juga pakar
ekonomi lainnya yang beranggapan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dengan
perkembangan ekonomi merupakan sinonim, misalnya pendapat dari Arthur Lewis
(1954), serta Meir and Baldwin (1973).
Berdasarkan ciri-ciri dari pertumbuhan ekonomi modern yang diungkapkan
oleh Simon Kuznets (1966) yang mengacu kepada perkembangan negara-negara maju
Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Jepang. Secara ringkas ciri-ciri
1. Laju pertumbuhan penduduk dan produk perkapita
Pertumbuhan ekonomi modern, sebagaimana terungkap dari pengalaman
negara maju sejak akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19, ditandai dengan laju
kenaikan produk perkapita yang tinggi (paling sedikit sebesar sepuluh kali) dan
dibarengi dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat (paling sedikit sebesar lima
kali).
2. Peningkatan produktifitas
Pertumbuhan ekonomi modern terlihat dari semakin meningkatnya laju
produk perkapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input yang
meningkatkan efisiensi atau produktifitas per unit input. Hal ini dapat dilihat dari
semakin meningkatnya efisiensi penggunaan tenaga kerja dan kapital.
3. Laju perubahan struktural yang tinggi
Perubahan struktural dalam pertumbuhan ekonomi modern mencakup
peralihan dari kegiatan pertanian ke nonpertanian, dari industri ke jasa, perubahan
dalam skala unitunit produktif dan peralihan perusahaan perseorangan menjadi
perusahaan berbadan hukum, atau perubahan status kerja buruh.
4. Urbanisasi
Pertumbuhan ekonomi modern ditandai pula dengan semakin banyaknya
penduduk di negara maju yang berpindah dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan,
atau yang disebut urbanisasi. Akibat urbanisasi, tingkat dan struktur konsumsi
masyarakat berubah melalui tiga cara. Pertama, urbanisasi menghasilkan pembagian
kebutuhan menjadi mahal. Ketiga, demonstration effect kehidupan kota mendorong
kelompok urbanisasi meniru pola konsumsi orang kota sehingga menyebabkan
meningkatnya pengeluaran konsumsi.
5. Ekspansi negara maju
Pertumbuhan negara maju kebanyakan tidak sama. Pada beberapa negara,
pertumbuhan ekonomi modern terjadi lebih awal dari pada negara lain. Hal ini
disebabkan karena perbedaan latar belakang sejarah dan masa lalu, ketika ilmu dan
teknologi modern mulai berkembang.
6. Arus barang, kapital, dan migrasi
Pertumbuhan ekonomi modern selalu ditandai dengan mobilitas barang,
kapital, dan penduduk antar negara yang sangat tinggi. Adanya perkembangan
teknologi transportasi yang modern menyebabkan perpindahan penduduk antar
negara, lalu lintas kapital dan barang, berjalan sangat cepat dan tinggi.
Keenam ciri pertumbuhan ekonomi modern di atas saling kait mengait.
Keenamnya terjalin dalam urutan sebab akibat. Dengan rasio yang stabil
antara tenaga kerja terhadap total penduduk, laju kenaikan produk perkapita menjadi
tinggi. Ini berarti produktifitas tenaga kerja menjadi meningkat. Hal ini sebaliknya,
menyebabkan kenaikan yang tinggi dalam produk perkapita dan konsumsi per kapita.
Akan tetapi hal terakhir itu bisa juga karena merupakan hasil dari kemajuan teknologi
dan perubahan skala produksi perusahaan. Perusahaan ini tidak hanya memproduksi
untuk pasar domestik tetapi juga untuk pasar internasional. Begitulah urutan-urutan
dikategorikan dalam kelompok yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi
modern.
2.8. Pengeluaran Pemerintah
Dalam rangka kegiatan ekonomi pembangunan, kebutuhan akan dana yang
menjadi beban pengeluaran pemerintah terus meningkat, kebutuhan dana yang terus
meningkat tersebut tidak boleh dipenuhi melalui pencetakan uang, namun harus
didanai dari sumber penerimaan negara dari pajak dan pendapatan negara lainnya
yang sah, termasuk dari bantuan atau pinjaman atau hutang dari dalam dan luar negeri
ataupun dengan mengadakan efisiensi pengeluaran pemerintah. (Frans Seda, 2004).
Penggalian sumber-sumber keuangan khususnya yang berasal dari pajak dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu meningkatkan pengeluaran Pemerintah
(Government Expenditures) untuk merangsang meningkatnya Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Dalam hal ini pemerintah dapat melakukannya melalui :
a. Belanja Pegawai.
Belanja Pegawai merupakan salah satu pos yang penting dari APBN karena jika
pos ini tidak ada, maka roda pemerintahan tidak dapat digerakkan. Belanja
Pegawai dalam hal ini kita sederhanakan sebagai bayar Gaji ( W ). Apakah yang
terjadi dari perubahan W ? Pembayaran atau peningkatan gaji pegawai negeri (
PNS ) akan berpengaruh pada pendapatan dan seterusnya permintaan permintaan
PNS untuk membeli barang barang atau jasa- jasa. Gaji PNS berubah atau naik,
Pertambahan Yd dapat menaikkan ∆ AD melalui pengeluaran konsumsi ( ∆C ).
Tambahan konsumsi, akibat dari tambahan pendapatan itu tergantung pada
kecenderungan konsumsi atau pada MPC. Jadi konsumsi meningkat dengan ∆C =
c Yd = c ∆W, c adalah MPC, selanjutnya efek pengganda atau proses pelipat (
proses multiplier ) akan meningkat AD sebesar :
1
∆ AD = --- ∆ C 1 – c
1 c
∆ AD = --- c ∆ Yd = --- ∆ W 1 - c 1 - c
MPC atau c dinegara kita dapat dikatakan masih tinggi, karena pendapatannya
masih rendah. Sebagian besar dari tambahan pendapatan digunakan untuk
tambahan konsumsi. Misal diasumsi MPC = c = 0,80 , maka dengan ∆ belanja
pegawai sebesar Rp. x ,- maka dapat menaikkan ∆AD sebesar 500%. Seterusnya
perubahan AD sebesar ini akan meningkatkan PDRB.
b. Belanja Barang / Jasa atau Pengeluaran Pembangunan.
Belanja Barang atau Pengeluaran Pembangunan pada putaran pertama akan
menaikkan AD sebesar :
1
Kalau kita asumsi MPC = c = 0,8 , maka pengeluaran pembangunan akan
meningkatkan AD sebesar 500%. Dengan tingginya multiplier effect yang
tercipta maka akan juga menigkatkan PDRB.
Menurut Rahmayanti (2006) peningkatan tarif pajak akan meningkatkan
ketidakefisienan dan kepatuhan wajib pajak sehingga dapat mengurang
penerimaan pajak. Selanjutnya Rahmayanti menyatakan bahwa batas untuk
meningkatkan tarif pajak adalah sesuatu yang harus ditetapkan dengan hati-hati,
dimana globalisasi membuat negara-negara lebih terbuka dan persaingan dalam
menarik investasi dapat dipengaruhi oleh pajak di suatu negara. Meskipun
masih banyak faktor-faktor lain yang menentukan keputusan untuk berinvestasi
namun pajak termasuk tarif pajak masih menjadi bahan pertimbangan yang
penting.
Memasukkan variabel jumlah penduduk dan perubahan harga dalam
menentukan besarnya pengeluaran pemerintah, jelas merupakan hal yang sangat
penting. Tetapi hal itu tidak cukup dan terdapat banyak alasan jika kita
menganggap bahwa sebagian dari kenaikan pendapatan dikeluarkan untuk
membeli barang dan jasa oleh sektor pemerintah
2.9. Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang
dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang
pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan
atau konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat
untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004).
Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat
dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi kasual.
Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi
marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap
tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi
marginal merupakan rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan
pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi
perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari
umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua, Keynes menyatakan bahwa
rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi
rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya
bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung
dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.
Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan
konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes
menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori.
Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap
Berdasarkan tiga dugaan ini, persamaan konsumsi Keynes sering ditulis sebagai
berikut (Mankiw, 2003) :
C = a + bY, a > 0, 0 < b < 1
Keterangan :
C = konsumsi
Y = pendapatan disposebel
a = konstanta
b = kecenderungan mengkonsumsi marginal
Secara grafis, fungsi konsumsi Keynes digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2. Fungsi Konsumsi Keynes
Menurut Reksoprayitno (2000) ada beberapa catatan mengenai fungsi
konsumsi Keynes :
1. Fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional
dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan
menggunakan tingkat harga konstan. C0
0
C Y = C
Konsumsi