PEMBERIAN UMPAN BALIK DAN DIMENSI KEPRIBADIAN
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA
MAKALAH
Disusun oleh :
Rr. LITA HADIATI WULANDARI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
▸ Baca selengkapnya: umpan balik hasil supervisi
(2)KATA PENGANTAR
Penulis menyampaikan rasa syukur yang setinggi-tingginya kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan berkatNya penulis dalam
keadaan sehat dan dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Pemberian
Umpan Balik dan Dimensi Kepribadian untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Mahasiswa”. Makalah ini merupakan hasil kajian teoritis tentang proses
pemberian umpan balik dalam pembelajaran yang dikaitkan dengan dimensi
kepribadian.
Diharapkan materi yang disajikan dalam makalah ini dapat menjadi
referensi praktis bagi mahasiswa, tenaga kependidikan dan non kependidikan
dalam upaya mengkaji peningkatan hasil belajar mahasiswa sehingga
pendidikan di Indonesia dapat terus berkembang dan meningkat mutunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran konstruktis dan masukan yang
membangun dari pribadi pembaca sangat diharapkan guna menyempurnakan
makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Terima kasih.
Medan, April 2011
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dalam menjamin kelangsungan pembangunan bangsa
(Sudiyono, 2004). Kondisi demikian dipertegas di dalam Undang-Undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mencantumkan
bahwa pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang
diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan akademik dan/atau professional yang dapat
menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian.
Pendidikan juga merupakan salah satu usaha untuk mencerdaskan
kehidupan masyarakat dan menjadi pilar utama dalam membangun cita-cita
bangsa. Hal tersebut lahir dari adanya kehesifitas antara pendidikan dengan
pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menangkap
perkembangan zaman dan perubahan yang terjadi dalam sebuah tatanan
masyarakat, bangsa dan Negara.
Perubahan itu sendiri menurut Joesuf (2004) adalah keseluruhan proses
transisi struktur masyarakat yang statis ke arah sistem siosial yang dinamis
sereta modernisaasi masyarakat. Secara signifikan dapat dikarakan sumbanfan
pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses tersebut. Sebagaimana
diungkapkan Shindunata (2000) bahwa pendidikan mempengaruhi, merombak,
mengubah dan membentuk lembaga-lembaga sosial kultural di masyarakat.
Pendidikan juga mendorong sikap individual ke arah efektivitas, integritas dan
sikap komunal ke arah rasional dan fungsional. Dengan demikian, pendidikan
mempunyai pengaruh inovatif terhadap kondisi-kondisi kemasyarakatan dalam
rangka meningkatkan kualitas SDM menunju sistem soial yang dinamis seta
modernisasi masyarakat, ditengah-tengah perkembangan dunia saat ini.
Perguruan Tinggi sebagai institusi yang menghasilkan ilmuwan baru
masyarakat yang kian berkembang. Penyelenggaraan pendidikan di Perguruan
Tinggi harus memenuhi syarat yang baik bagi penyelenggaraan pendidikan
profesi. Perguruan Tinggi yang didirikan di tengah masyarakat menyediakan
program studi dari berbagai disiplin ilmu dan berbagai ilmu eksakta, sosial,
teknolong, seni, agama, maupun ilmu pendidikan (Indrajit, 2006).
Mengacu pada bahasan di atas, maka Perguruan Tinggi sebagai
penyelenggara pendidikan tinggi berkewajiban untuk mengembangkan
kompetensi akademik dan/atau profesional. Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 045/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan tinggi
memberikan dukungan terhadap pengertian kompetensi yang harus
dikembangkan oleh suatu program studi. Kompetensi adalah seperangkat
tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di
bidang pekerjaan tertentu.
Dalam rangkap untuk meningkatkan kompetensi maka perlu
dikembangkan suatu proses pembelajaran yang kondusif terhadap pencapain
hasil belajar mahasiswa yang optimal. Sistem pembelajaran yang selama ini
dilakukan adalah sistem pembelajaran yang konvensional dan dirasakan kurang
sesuai dengan dinamika yang dialami mahasiswa sebagai peserta didik. Belum
tercapainya hasil belajar mahasiswa secara optimal memberikan indikasi
bahwa proses pembelajaran belum dilaksanakan secara optimal. Belum
optimalnya proses pembelajaran tersebut ditunjukkan oleh hasil studi ekplorasi
penulis pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU, diperoleh informasi bahwa
sebagian besar mahasiswa : (1) kurang mampu membagi waktu dengan baik
dalam pembuatan tugas terkait mata kuliah tersebut, (2) kurang motivasi untuk
mengerjakan tugas secara optimal. Di sisi lain, terdapat juga keluhan
mahasiswa bahwa waktu yang diberikan dosen untuk menjelaskan materi
dirasakan kurang serta minim mendapat umpan balik dalam pembuatan tugas
oleh karena jumlah mahasiswa yang tergolong besar dalam satu kelas.
Kondisi yang terjadi dalam proses pembelajaran di Perguruan Tinggi
saat ini masih menitikberatkan pada sistem pembelajaran konvensional.
yang tinggi membuat proses dalam pembelajaran kurang terjadi interaksi yang
tinggi antara pengajar dan mahasiswa, termasuk dalam hal memberikan umpan
balik terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh dosen.
Pengajar atau dosen merupakan sosok yang sangat berperan dalam
penyelenggaraan proses pembelajaran di kelas (Winataputra, 2005). Kelas
terdiri atas sejumlah mahasiswa yang dibimbing oleh pengajar untuk
mengeksplorasi dunia dan mempelajari bagaimana mengarahkah hasil
eksplorasi itu agar bermanfaat. Diharapkan dengan adanya proses
pembelajaran yang optimal, mahasiswa mampu mengembangkan rasa percaya
diri dan mampu meningkatkan kualitas diri.
Untuk mencapai penguasaan materi yang lebih baik bagi mahasiswa,
maka pengajar dalam hal ini dosen hendaknya memberikan kegiatan berupa
umpan balik (Nasution, 2008). Menurut Merril seperti dikutip oleh Gultom
(1994) umpan balik diartikan dengan memberitahukan kembali kepada peserta
didik hasil pemahamannya yang salah atau kurang tepat serta memberitahukan
konsep sebenarnya dan seharusnya dikuasai oleh peserta didik. Umpan balik
diberikan dapat diberikan melalui evaluasi. Evaluasi selalu dihubungkan
dengan dua fungsi. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven seperti dikutip oleh
Sanjaya (2008) yakni evaluasi sebagai fungsi formatif dan evaluasi sebagai
fungsi sumatif. Evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai keberhasilan peserta
didik setelah berakhir suatu program pembelajaran, maka evaluasi sumatif
dilakukan di akhir semester. Dalam penelitian ini yang akan diberikan adalah
umpan balik dalam konteks evaluasi formatif.
Evaluasi formatif (Sanjaya, 2009) dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung dan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik.
Oleh karena itu evaluasi formatif dilakukan selama program pembelajaran
berlangsung, maka evaluasi formatif dapat berfungsi memperbaiki proses
pembelajaran, artinya, hasil dari evaluasi formatif dapat dijadikan sebagai
umpan balik bagi pengajar dalam upaya memperbaiki kinerja.
Kata umpan balik memiliki arti informasi tentang hasil upaya
seseorang (Slavin, 2009). Melalui umpan balik dapat diverifikasi dan
kesalahan secara umum, serta melibatkan peserta didik untuk memperbaikinya.
Dengan demikian umpan balik evaluasi formatif adalah informasi tentang hasil
upaya seseorang yang dilakukan selama program pembelajaran berlangsung.
Umpan balik dapat dilakukan dengan cara membagikan hasil koreksi
tugas yang disertai dengan petunjuk. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam
pemberian umpan balik ada dua hal yakni pendekatan secara individual dan
kelompok (Schmuck dan Schmuck, 1983). Pendekatan umpan balik dalam
bentuk individual dan kelompok juga sejalan dengan pemikiran Race (1999),
dimana ia melihat masing-masing pendekatan memiliki sisi kelemahan dan
kekuatan.
Salah satu faktor penting dalam mengkaji keberhasilan peserta didik
dalam belajar adalah perlunya diketahui faktor apa saja yang dapat memberi
kontribusi terhadap hasil belajar. Salah satu kondisi belajar yang paling
bermakna untuk kerberhasilan siswa adalah karakteristik peserta didik.
(Panjaitan, 2006). Selanjutnya Uno (2006) menjelaskan bahwa karakteristik
siswa merupakan salah satu hal yang perlu diidentifikasi oleh guru untuk
digunakan sebagai petunjuk dalam mengembangkan proses pemberlajaran.
Karakteristik yang diidentifikasi tersebut dapat berupa bakat, motivasi, gaya
belajar, kemampuan berpikir, minat, sikap, kecerdasan dan kepribadian.
Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Dick dan Carey (1985) yang
menyatakan bahwa informasi mengenai karakteristik umum kelompok peserta
didik akan sangat membantu dalam merencanakan pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan. Adapun yang termasuk karakteristik peserta didik adalah
seluruh latar belakang yang dibawa oleh siswa ke dalam situasi belajar.
Terkait dengan pemberian umpan balik dalam proses pembelajaran
untuk meningkatkan keberhasilan peserta didik, maka dalam kegiatannya juga
perlu memperhatikan karakteristik peserta didik, dalam penelitian ini yang
dipilih adalah karakteristik kepribadian. Kepribadian merupakan faktor
internal individu yang khas, yang mengarahkan perilaku dan respon individu
sesuai dengan situasi yang dihadapi. Kepribadian menurut Eysenck (Hall,
1985) adalah jumlah total aktual atau pola potensi perilaku organisme yang
interaksi fungsional empat sektor utama ke dalam pola perilaku. Keempat
sektor tersebut: sektor kognitif (inteligensi), sektor konatif (karakter), sektor
afektif (temperamen), dan sektor somatik (konstitusi).
Teori kepribadian Eysenck dikenal juga dengan Teori Tiga Faktor (The
Three Factor Theory) yang membagi kepribadian atas tiga dimensi (Pervin,
2005), yaitu : (a) Dimensi Introvert-Ekstrovert, (b) Dimensi Neurotisme, dan
(c) Dimensi Psikotisme. Setiap individu terdiri dari tiga dimensi ini, namun
dalam penelitian ini akan dilihat dari dimensi Introvert-Ekstrovert.
Kedua kutub yang berbeda dari setiap dimensi kepribadian tersebut
masing-masing memiliki sisi kekuatan dan kelemahan. Individu dengan
dimensi kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan kegembiraan, senang
menghadapi tantangan, berperilaku tanpa berpikir terlebih dahulu, lebih suka
menurutkan kata hatinya, senang bergurau, selalu siap menjawab dan biasanya
senang akan adanya perubahan, optimistis, suka tertawa, lebih suka
beraktivitas, cenderung menjadi agresif dan cepat hilang kemarahannya, semua
perasaannya tidak disimpan di bawah kontrol dan tidak selalu dapat dipercaya
(Hall, 1985).
Dimensi kepribadian introvert menurut Eysenck (dalam Pervin, 2005)
memiliki karakteristik watak yang tenang, pendiam suka menyendiri, suka
termenung, dan menghindari resiko. Dimensi kepribadan ini memiliki sifat
yang sabar, serius, sensitif, lebih suka beraktivitas sendiri, mudah tersinggung,
mudah terluka, rendah diri, suka melamun dan gugup. Individu yang introvert
juga cenderung menjauhkan diri dari orang lain, tidak mudah bergabung
dengan individu lain dan susah mengungkapkan ide-idenya.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Watson dan Clark di tahun 1997
(dalam Pervin, 2005) diperoleh hasil yang menarik yaitu mahasiswa dengan
dimensi kepribadian introvert menunjukkan prestasi akademis yang lebih baik
dibandingkan mahasiswa dengan dimensi ekstrovert terutama untuk mata
kuliah yang lebih sulit. Mahasiswa yang putus kuliah dengan alasan masalah
akademis lebih banyak dialami oleh mahasiswa ekstrovert, namun mahasiswa
penyesuaian diri lebih banyak dialami oleh mahasiswa dengan dimensi
kepribadian introvert dibandingkan dengan mahasiswa berdimensi ekstrovert.
Mahasiswa tidak terlepas dari konteks kepribadian yang dikemukakan
Eysenck, yakni memiliki dimensi introvert dan ekstrovert. Individu dengan
dimensi kepribadian ekstrovert dari uraian di atas memiliki perbedaan dengan
individu yang introvert, sehingga untuk mengoptimalkan kemampuan peserta
didik menguasai materi pembelajaran, dalam proses pembelajaran khususnya
dalam memilih pendekatan dalam pemberian umpan balik, pihak pengajar
perlu menyesuaikan dengan dimensi kepribadian peserta didik.
Menyadari keadaan tersebut di atas, dalam rangka meningkatkan
keberhasilan belajar mahasiswa yang merupakan bagian dari usaha
meningkatkan mutu pengajaran dan pendidikan perlu segera ada upaya nyata
untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Salah satu pilihan upaya yang
dapat diusulkan guna meningkatkan kualitas rancangan pembelajaran
khususnya dalam pemberian umpan balik dengan memperhatikan karakteristik
mahasiswa yakni dimensi kepribadian. Dengan demikian maka dalam bahasan
tulisan ini sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa,
dirasakan penting untuk mengaitkan antara pemberian umpan balik dengan
dimensi kepribadian.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dijelaskan,
beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, antara lain yaitu: (1) Apakah
proses pembelajaran yang digunakan di bangku kuliah telah efektif dalam
meningkatkan hasil belajar mahasiswa? (2) Apakah pemberian umpan balik
dapat mengatasi permasalahan rendahnya hasil belajar mahasiswa (3) Apakah
pengajar telah memberikan umpan balik terhadap tugas yang dikerjakan
mahasiswa (4) Apakah pemberian umpan balik secara individual dan kelompok
dapat menarik minat belajar mahasiswa (5) Apakah dimensi kepribadian
mempunyai pengaruh terhadap penguasaan materi pembelajaran (6) Bagaimana
kesesuaian umpan balik yang digunakan dalam proses pembelajaran (7)
individual? (8) Bagaimana hasil belajar bagi mahasiswa yang diberikan umpan
balik secara kelompok (10) Apakah hasil belajar mahasiswa yang memiliki
dimensi kepribadian ekstrovert lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa
yang memiliki dimensi kepribadian introvert?
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas, maka
permasalahan dalam tulisan ini difokuskan pada pemberian umpan balik yang
dibatasi dari sisi pendekatannya dibedakan antara pemberian secara individual
dan kelompok, yang dilakukan pada mahasiswa. Untuk dimensi kepribadian
dibatasi pada dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert berdasarkan teori
Eysenck.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam
penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah mahasiswa yang diberi umpan balik secara individual hasil
belajarnya berbeda dibandingkan dengan mahasiswa yang diberi umpan
balik secara kelompok?
2. Apakah mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian introvert
memperoleh hasil belajar yang berbeda bila dibandingkan dengan
mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert?
3. Apakah ada interaksi antara pemberian umpan balik dan dimensi
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Teoretis.
1. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar.
Pembahasan belajar merupakan topik yang penting di dalam dunia
pendidikan saat ini. Konsep belajar banyak dikemukakan oleh para ahli di
bidang psikologi pendidikan. American Heritage Dictionary (Hergenhahn dan
Olson, 2008) memberikan definisi belajar untuk mendapatkan pengetahuan,
pemahaman atau penguasaan melalui pengalaman atau studi.
Secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku. Menurut pandangan Behavioristik (dalam Dimyati
dan Mudjiono, 1994) belajar merupakan perubahan tingkah laku. Yang
dimaksud tingkah laku dalam belaja adalah tingkah laku yang dapat diamati.
Menurut pandangan Kognitif, belajar adalah proses internal yang tidak didapat
secara langsung.
Watson sebagaimana dikutip oleh Hamid (2007) mengatakan bahwa
belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon bersyarat
melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, stimulus dan respon haruslah
berbentuk tingkah laku yang dapat diamati.
Menurut pandangan kognitivisme, belajar bukan hanya pembentukan
tingkah laku yang diperoleh karena pengulangan hubungan Stimulus-Response
(S-R) dan adanya reward dan reinforcement tetapi merupakan fungsi
pengalaman perseptual dan proses kognitif yang mencakup ingatan, retensi,
lupa, pengolahan informasi. Proses belajar adalah mengatur stimulus yang
diterima dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah ada atau
diperoleh berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya sehingga terjadi
perubahan dalam tingkah laku. Belajar menurut Bruner sebagai tokoh beraliran
mentransformasikan informasi secara aktif. Bruner juga beranggapan bahwa
belajar merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu
system pengkodean(Hamid, 2007).
Tokoh pendidikan yang lain yakni Skinner sangat tertarik untuk
mengaplikasikan teori belajarnya ke proses pendidikan. Menurut Skinner,
belajar akan berlangsung sangat efektif apabila (1) informasi yang akan
dipelajari disajikan secara bertahap; (2) pembelajar segera diberi umpan balik
(feedback) mengenai akurasi pembelajaran mereka, (3) pembelajar mampu
belajar dengan caranya sendiri (Hergenhahn dan Olson, 2008).
Hasil belajar didapatkan setelah seseorang mengikuti proses belajar
dalam waktu tertentu. Kupasan Gagne atas belajar yang terjadi pada manusia
menemukan bahwa perubahan perilaku sebagai hasil belajar disebut juga
dengan kemampuan yang meliputi: (1) informasi verbal, yaitu kemampuan
untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa lisan maupun
tertulis, penguasaan informasi verbal yang baik memungkinkan individu
berperan dalam kehidupan, (2) keterampilan intelektual, yaitu kemampuan
yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan serta mempresentasikan
konsep serta lambang, yang terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkrit,
serta prinsip, (3) keterampilan motorik, yakni kemampuan melakukan
serangkaian gerak jasmani dalam melakukan sesuatu hal secara terkoordinasi,
(4) sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut, dan (5) strategi kognitif, yakni kemampuan
mengarahkan aktifitas berpikir untuk memecahkan masalah. Keseluruhan
kemampuan ini merupakan hasil interaksi kondisi internal peserta didik berupa
potensi belajar dengan kondisi eksternal berupa rangsangan dari lingkungan
melalui proses kognitif peserta didik. Hasil belajar seseorang adalah
kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadinya dan memungkinkan
individu melakukan sesuatu atau memberikan dan memperlihatkan hasil
tertentu (Gagne, 1989)
Pendapat dari tokoh lain yakni Bloom (dalam Anderson, 2001)
mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif,
yaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, dan kreatifitas. Ranah
afektif juga terbagi ke dalam 5 tingkatan yaitu penerimaan, penanggapan,
penghargaan, pengorganisasian dan penjatidirian. Ranah psikomotorik terbagi
menjadi 4 tingkatan yaitu peniruan, manipulasi, artikulasi, dan pengalamiahan.
Penetapan hasil belajar dibedakan atas dua dasar acuan penilaian, yaitu
Penetapan Acuan Patokan (PAP) dan Penilaian Acuan Norma (PAN). PAP
adalah pemberian nilai yang didasarkan pada kemutlakan penguasaan siswa
atas tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sedangkan PAN adalah
pemberian nilai yang didasarkan atas penguasaan relatif siswa keseluruhan
pada tujuan yang telah dirumuskan tersebut. PAP dan PAN adalah sistem
penilaian yang mempunyai masing-masing keunggulan dan kelemahan,
sehingga dalam memilih sistem penilaian yang akan digunakan harus penuh
pertimbangan.Dalam suatu penelitian lebih tepat menggunakan PAP, karena
hakekat pencapaian tujuan penelitian itu sendiri adalah bersifat objektif
(Arikunto, 2006).
2. Hakikat Umpan Balik
Menurut Merril seperti dikutip oleh Gultom (1994) umpan balik
diartikan dengan memberitahukan kembali kembali kepada siswa hasil
pemahamannya yang salah atau kurang tepat serta memberitahukannya konsep
sebenarnya dan seharusnya dikuasai oleh siswa. Umpan balik tidak hanya
diberikan untuk menunjukkan sisi kelemahan saja, namun juga untuk
menunjukkan sisi kelebihan dari kinerja siswa (Arends, 2004).
Pengertian di atas sejalan dengan pemikiran dari Slavin (2009) yang
menyatakan bahwa umpan balik memiliki arti informasi tentang hasil upaya
seseorang, dalam hal ini mencakup kekurangan maupun kelebihan yang
dimiliki siswa. Pemberian umpan balik sangat penting untuk meningkatkan
motivasi siswa dan juga menghasilkan hasil belajar yang lebih baik lagi.
Dengan umpan balik siswa akan mengetahui seberapa jauh perkembangan
yang telah dihasilkan (Brophy & Good, 1987).
Cole and Chan (1994) mengatakan bahwa umpan balik adalah
skor dari suatu hasil ujian, komentar dalam tugas, dan jawaban atas
pertanyaan. Hal senada juga dikemukakan oleh Sales (1993) yang
mengemukakan bahwa umpan balik dapat memberikan gambaran informasi
yang akurat tentang respon siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam
pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Gagne (1979) bahwa
umpan balik terhadap siswa diperlukan sebagai suatu koreksi internal dalam
konteks pembelajaran.
Pentingnya peranan umpan balik juga dikemukakan oleh Wiggins
(dalam Khalsa, 2008) yang mengingatkan pengajar jangan melewatkan
memberikan umpan balik kepada peserta didik. Pemberian umpan balik baik
berupa pujian ataupun koreksi sangat penting oleh karena membantu peserta
didik melanjutkan mengerjakan hal yang ingin dikerjakan atau dengan kata
lain mampu memotivasi peserta didik. Adanya umpan balik menawarkan
kepada peserta didik berupa informasi untuk pengubahan positif serta
mendukung pemahaman peserta didik sehingga siswa dapat berpikir mendalam
mengenai pembelajaran dan belajar dengan rasa percaya diri positif.
Di sisi lain, bagi pengajar umpan balik dapat berfungsi untuk
mengoreksi bahan dan proses pengajaran, serta dapat memonitor kemajuan
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan (Tessmer, 1995). Oleh
karena itu, umpan balik terhadap peserta didik adalah suatu komponen yang
sangat penting dalam pembelajaran, seperti yang diungkapkan juga oleh Dick
and Carey (1985) bahwa umpan balik adalah hal yang tidak bisa ditinggalkan
begitu saja.
Dengan demikian, umpan balik yang diberikan kepada peserta didik
mampu berfungsi memperbaiki serta meningkatkan hasil belajar, sedangkan
bagi pengajar umpan balik berfungsi memperbaiki proses pembelajarannya.
Dalam hal ini manfaat positif dapat dirasakan oleh keduanya secara seimbang.
Pemberian umpan balik yang baik juga perlu memperhatikan beberapa
hal yakni: (a) diberikan segera setelah dievaluasi, (b) umpan balik dilakukan
secara spesifik, jelas, tidak bias, (c) fokus pada perilaku yang terlihat atau
ditampilkan pada pekerjaan, (d) umpan balik diberikan secara tepat untuk
ditampilkan, (f) ketika memberikan umpan balik terhadap sisi kelemahan
siswa, harus dilakukan secara hati-hati, (g) membantu siswa untuk fokus pada
proses bukan semata pada hasil atau nilainya saja (Brophy & Good, 1987).
Wiggins (dalam Khalsa, 2008) juga mengemukakan bahwa ketika
pengajar memberikan umpan balik kepada siswa harus diberikan dengan cara
yang positif, tidak bersifat menyerang atau tidak secara emosional. Kondisi
demikian akan mampu mengubah perilaku dan mempertahankan momentum
atas apa yang diinginkan terjadi.
Umpan balik dapat diberikan melalui evaluasi. Evaluasi selalu
dihubungkan dengan dua fungsi. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven
seperti dikutip oleh Sanjaya, (2008) yakni evaluasi sebagai fungsi formatif dan
evaluasi sebagai fungsi sumatif. Evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai
keberhasilan peserta didik setelah berakhir suatu program pembelajaran, maka
evaluasi sumatif dilakukan di akhir semester. Evaluasi formatif dilakukan
selama proses pembelajaran berlangsung dan untuk melihat kemajuan belajar
siswa. Hasil dari evaluasi formatif dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi
pengajar dalam upaya memperbaiki kinerja. Melalui umpan balik dapat
diverifikasi dan dielaborasi materi pembelajaran secara spesifik berdasarkan
identifikasi kesalahan secara umum, serta melibatkan siswa untuk
memperbaiki. Dengan demikian umpan balik evaluasi formatif adalah
informasi tentang hasil upaya seseorang yang dilakukan selama program
pembelajaran tersebut berlangsung.
Dalam hal penyajian umpan balik dapat dilakukan dalam beberapa
tingkat (Race, 2000) yaitu (1) umpan balik berupa keterangan mengenai hasil
yang dicapai oleh peserta didik (2) umpan balik berupa keterangan mengapa
suatu jawaban benar atau salah, (3) umpan balik berupa keterangan bagaimana
menghasilkan jawaban benar dan (4) umpan balik berupa keterangan seperti
apa jawaban benar. Keempat tingkatan umpan balik tersebut dapat diberikan
secara individual dan kelompok.
Umpan balik dapat dilakukan dengan cara membagikan hasil koreksi
tugas yang disertai dengan petunjuk. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam
secara individual dan kelompok (Schmuck & Schmuck, 1983). Pemilahan
pendekatan demikian juga dilakukan oleh Race, 1999) yang membagi
pemberian umpan balik secara individual dan kelompok. Pemikiran tersebut
juga sejalan dengan pendapat Brophy & Good (1987) yang menyatakan bahwa
pemberian umpan balik dapat dibedakan yaitu secara individual dan kelompok.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai pendekatan individual dan kelompok.
a. Umpan balik Individual
Umpan balik secara individual adalah salah satu cara penyajian umpan
balik yang dalam proses pemberiannya terjadi dalam proses interaksi spesifik
secara individual antara pemberi umpan balik dalam hal ini pengajar dengan
peserta didik sebagai penerima umpan balik . Umban balik ini dilakukan
untuk: (1) menginformasikan kinerja siswa, (2) menginformasikan benar atau
salahnya jawaban peserta didik terhadap latihan , (3) memberikan koreksi serta
penjelasan terhadap latihan dengan dilakukan secara tanya jawab dan diskusi
tatap muka secara individual.
Posisi peserta didik dalam umpan balik secara individual adalah
menerima dan memberikan informasi dua arah tentang nilai yang diperoleh,
koreksi atau pembetulan terhadap latihan yang jawabannya kurang lengkap
serta ditambahi penjelasan melalui lembar kerja peserta didik tentang alternatif
pemecahan masalah. Pemberian umpan balik individual merupakan strategi
menstimuli kembali pengetahuan yang dimiliki peserta didik agar dengan
pengetahuan yang dimiliki dapat memperbaiki kesalahan yang dilakukan. Oleh
karena itu, umpan balik individual menghendaki peserta didik belajar secara
mandiri untuk mengkaji dan menelaah secara individual terhadap koreksi
pengajar.
Pendekatan umpan balik individual ini memiliki beberapa kelebihan
seperti yang dikemukakan oleh Broophy & Good (1987) bahwa(1) peserta
didik merasa lebih diperhatikan, (2) mengurangi rasa malu, (3) meningkatkan
hubungan antara pengajar dan peserta didik. Di sisi lain beberapa
hal ini dapat menimbulkan rasa kurang nyaman karena melibatkan interaksi
secara individual.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umpan balik individual
adalah cara penyajian informasi kinerja yang dalam proses pemberiannya
terjadi dalam proses interaksi spesifik secara individual antara pemberi umpan
balik dalam hal ini pengajar dengan peserta didik sebagai penerima umpan
balik dan melibatkan informasi secara dua arah antara penerima dan pemberi
umpan balik.
b. Umpan balik Kelompok
Untuk mengantisipasi kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan peserta
didik dalam menjawab maupun mengerjakan tugas, serta mempercepat proses
perbaikan dan pemahaman terhadap materi belajar, maka salah satu pendekatan
umpan balik yang diberikan adalah melalui pendekatan kelompok. Umpan
balik secara kelompok adalah cara penyajian umpan balik yang dalam proses
pemberiannya terjadi dalam proses interaksi di dalam kelompok yang terdiri
dari beberapa individu antara pemberi umpan balik dalam hal ini pengajar
dengan peserta didik sebagai penerima umpan balik yang terbentuk di dalam
kelompok yang ditentukan oleh pengajar. Menurut Race (2000) melalui
kelompok dapat merangsang peserta didik untuk saling berinteraksi satu sama
lainnya, tumbuh rasa sosial dan bersama-sama memberikan kontribusi untuk
mencapai tujuan bersama. Hal ini sejalan dengan pendapat Broophy yang
menyatakan bahwa umpan balik kelompok merupakan pendekatan yang
efiesien dalam proses pembelajaran.
Dalam penyajian umpan balik secara kelompok, para peserta didik dibagi
dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk membahas dan
menelaah hasil jawaban yang telah dikoreksi pengajar, sehingga mendapatkan
jawaban yang benar.
Tujuan pemberian umpan balik melalui pendekatan kelompok menurut
Broophy & Good (1987) adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif
antara anggota kelompok melalui diskusi, sehingga terjadi komunikasi multi
kondisi sebagai berikut: (1) melatih siswa dalam mengembangkan
keterampilan bertanya, berkomunikasi, mengemukakan pendapat, menafsirkan
dan menyimpulkan bahasan, (2) melatih siswa untuk berpikir kritis dan
terbuka, (3) melatih berpikir verbal dengan cara mengkonstruksi dan
merekonstruksi pengetahuan siswa.
Pemberian umpan balik dengan pendekatan kelompok diketahui memiliki
beberapa keunggulan yang bisa disebutkan, antara lain (1) meningkatkan rasa
sosial, (2) berpeluang untuk berinteraksi dalam kelompok sebaya, (3)
berpeluang mengembangkan skill, (4) dapat mengembangkan kreativitas (6)
saling memberi dan menerima gagasan, (7) mendorong peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam kelompok.
Selain memiliki keunggulan, umpan balik kelompok ternyata juga
memiliki beberapa kelemahan antara lain : (1) beberapa peserta didik pada
awalnya merasa sulit untuk diterima sebagai anggota kelompok, (2) seringkali
pembahasan keluar dari isu yang dibicarakan, (3) penilaian formal secara
individual yang dilakukan oleh peserta didik ternyata sering mengalami
kesulitan.
Untuk memanfaatkan kelebihan dan meminimalisasi keterbatasan pada
setiap pendekatan pemberian umpan balik tersebut di atas, maka pengajar
dalam menerapkan umpan balik secara kelompok dalam proses pembelajaran
tentunya perlu sekali untuk : (1) menetapkan secara jelas fokus materi yang
akan dibahas, (2) menetapkan secara jelas prosedur pembahasan, (3)
memotivasi semua peserta didik harus berpartisipasi di dalam kelas, (4)
menetapkan batasan waktu secara tepat, (5) memberi kesimpulan yang logis
terhadap hasil kerja masing-masing kelompok.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian umpan balik kelompok adalah cara penyajian informasi kinerja yang dalam proses
pemberiannya terjadi dalam proses interaksi di dalam kelompok yang terdiri
dari beberapa individu antara pemberi umpan balik dalam hal ini pengajar
2. Hakikat Dimensi Kepribadian
Menurut Eysenck (1998) kepribadian adalah jumlah total aktual atau
pola potensi perilaku organisme yang ditentukan oleh hereditas dan lingkungan
yang berasal dan dihasilkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor
utama kedalam pola perilaku. Keempat sektor tersebut adalah sektor kognitif
(inteligensi), sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan sektor
somatik (konstitusi).
Dengan mengikutsertakan peran dari hereditas dan lingkungan dalam
defenisi ini, Eysenck memperhatikan proposisi bahwa individu adalah
terbentuknya dipengaruhi oleh herediter dan pengalaman. Eysenck menggaris
bawahi ketertarikannya dalam hubungan aspek perilaku kepribadian ke dasar
struktur dan fungsi psikologis. Usaha terbesar Eysenck adalah menginvestigasi
hubungan yang mungkin antara perilaku yang dapat di observasi dan fungsi
dari bermacam-macam bagian otak (dalam Hall, 1985).
Eysenck berpendapat dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari
keturunan, dalam bentuk tipe dan trait. Eysenck juga berpendapat bahwa
tingkah laku dipelajari dari lingkungan, selain berasal dari faktor herediter
atauketurunan. Eysenck menggunakan metode faktor analitis dan sukses dalam
mengidentifikasi tiga dimensi dasar kepribadian yakni sebagai dimensi
introvert-ekstrovert, dimensi neurotisme, dan dimensi psikotisme (Schultz,
1994). Dalam penelitian ini pembatasan dilakukan hanya ada dimensi
introvert-ekstrovert, dengan pertimbangan bahwa dimensi ini lebih tepat untuk dilihat
pada subjek penelitian di kalangan mahasiswa. Berhubung penelitian ini
dilakukan di kalangan mahasiswa, maka pemilihan dimensi lebih difokuskan
pada dimensi introvert-ekstrovert.
a.Dimensi Ekstrovert
Eysenck (1998) mengemukakan bahwa dimensi kepribadian ekstrovert
adalah salah satu ujung dari dimensi kepribadian introvert-ekstrovert yang
memiliki kecenderungan individu mengarah pada keterbukaan terhadap dunia
luar. Karakteristik individu berdimensi ekstrovert, adalah bersifat aktif (active),
tertarik untuk mengikuti hal-hal baru dan spontan (sensation seeking), empati,
peka terhadap perasaan orang lain (lively), berjiwa petuaang, suka menempuh
resiok terhadap aktiviatas yang dilakukan (venturesome), tidak terlalu
menghiraukan perkataan maupun perbuatan orang lain, mudah memaafkan,
menyukai pekerjaan yang tidak menyita waktu dan tenaga (carefree), suka
mempengaruhi orang lain dan mempertahankan pendapat (dominant),
menganggap segala sesuatu yang dihadapi sebagai tantangan dalam hidup
(surgent), mampu mengutarakan isi pikiran dan hari, cepat dalam berbicara
(assertive). Dimensi ektstrovert ini menurut Eysenck (dalam Schultz, 1994)
memiliki ciri khasnya adalah mudah bergaul, suka berpesta, mempunyai
banyak teman, membutuhkan teman untuk bicara, dan tidak suka membaca
atau belajar sendiri.
Individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan
kegembiraan, mengambil tantangan, sering menentang bahaya, berperilaku
tanpa berpikir terlebih dahulu, dan biasanya suka menurutkan kata hati, senang
bergurau, memiliki kesiapan yang baik untuk menjawab dan pada umumnya
suka dengan perubahan, ceria, optimistis, serta senang tertawa. Individu dengan
dimensi ekstrovert lebih suka untuk tetap bergerak dalam melakukan aktivitas,
cenderung menjadi agresif dan cepat hilang kemarahannya, semua perasaannya
tidak disimpan di bawah kontrol dan tidak selalu dapat dipercaya. Selain itu ia
juga memiliki ambang rangsang yang tinggi dan menunjukkan daya juang fisik
yang tinggi, dapat melaksanakan dengan baik ketika menghadapi tugas yang
memiliki taraf kesukaran tinggi, ramah, impulsive, tidak suka diatur dan
dilarang, terlibat dalam aktivitas kelompok, pandai membawa diri dalam
lingkungannya, mudah gembira, memiliki keterikatan sosial, dapat
memanfaatkan kesempatan yang ada, bertindak cepat, agresif dan sulit
menahan perasaannya (Westen, 1999).
Dengan demikian dimensi kepribadian ekstrovert dapat disimpulkan
sebagai bentuk abstraksi karakteristik individu yang berkaitan dengan
kecenderungan senang menjalin interaksi dengan orang lain, memiliki sikap
keterbukaan, sifat keceriaan, memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan sulit
b.Dimensi Kepribadian Introvert
Eysenck (1998) mengemukakan bahwa introvert adalah salah satu ujung dari
dimensi kepribadian introvert-ekstrovert yang cenderung mengarah pada
ketertutupan individu terhadap dunia luar. Dimensi introvert ditandai dengan
karakteristik watak yang tenang, pendiam, suka menyendiri, suka termenung,
dan menghindari resiko. Dimensi kepribadian ini juga memiliki sifat yang
sabar, serius, sensitive, lebih suka beraktivitas sendiri, mudah tersinggung,
saraf otonom labil, mudah terluka, rendah diri, suka melamun dan gugup.
Lebih lanjut lagi Aiken (dalam Hall & Lindzey, 2005) mengatakan bahwa
individu yang introvert juga cenderung menjauhkan diri, tidak mudah
bergabung dengan orang lain dan susah mengekspresikan ide-idenya pada
orang lain.
Teori Eysenck dijabarkan lebih lanjut oleh Westen (1999) dengan
menjelaskan bahwa dimensi introvert ditandai dengan ciri khasnya yakni
cenderung senang menyendiri, tidak memiliki banyak teman, berhati-hati dan
serius dalam menghadapi segala hal. Individu dengan dimensi ini kurang berani
mengambil tantangan, berperilaku dengan berpikir terlebih dahulu, dan banyak
pertimbangan, cenderung pesimis, dan tidak begitu suka bergerak dalam
melakukan aktivitas.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli seperti Watson dan
Clark di tahun 1997 di berbagai Perguruan Tinggi (dalam Pervin, Daniel,
Olever, 2005) diperoleh beberapa hasil yang menarik yaitu : (1) Mahasiswa
dengan dimensi kepribadian introvert menunjukkan prestasi akademis lebih
baik dibandingkan mahasiswa dengan dimensi ekstrovert khususnya untuk
mata kuliah pada umumnya diketahui sulit. Mahasiswa yang putus kuliah
dengan alasan masalah akademis lebih banyak dialami oleh mahasiswa
ekstrovert, namun mahasiswa yang putus kuliah dengan alasan problem
kepribadian dialami oleh mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert, (2)
Mahasiswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert lebih mudah diyakinkan
pendapatnya atau diberi sugesti dibandingkan dengan mahasiswa yang
bergabung dengan pekerjaan yang banyak berintraksi dengan banyak orang,
melakukan pesta, sedangkan mahasiswa introvert cenderung lebih senang
dengan pekerjaan bersifat menyendiri dan tidak menyukai kegiatan pesta di
kalangan mahasiswa.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh Campbell dan Hawley di
tahun 1982 (dalam Pervin, dkk, 2005) pada kalangan mahasiswa diperoleh
hasil bahwa mahasiswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert lebih banyak
mengalami putus kuliah dibanding mahasiswa introvert. Hasil tersebut
menandakan bahwa prestasi belajar mahasiswa introvert lebih baik daripada
mahasiswa yang ekstrovert.
Dengan demikian dimensi kepribadian introvert dapat disimpulkan
sebagai bentuk abstraksi karakteristik individu yang berkaitan dengan
kecenderungan ketertutupan terhadap dunia luar, terlihat dari indikasinya
kurang senang menjalin interaksi dengan orang lain, memiliki sikap yang
tertutup, kurang memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan cenderung mampu
menahan perasannya.
B.Hasil Penelitian yang relevan
Pemberian umpan balik dalam proses belajar mengajar adalah pemberian
informasi balikan kepada siswa tentang benar atau salahnya hasil pekerjaan,
tugas dan hasil ujiannya. Dengan umpan balik juga dapat diberitahukan
cara-cara menyelesaikan masalah, serta langkah-langkah yang tepat sehingga dapat
menolong bagi peserta didik. Pemberian umpan balik dapat berbeda-beda
dilihat dari bentuknya, ada yang secara lisan dan tertulis, menurut waktunya
ada yang tertunda dan segera dan dilihat dari pendekatan pemberiannya dapat
dibedakan secara individual dan kelompok.
Penelitian terdahulu yang tergolong relevan dengan penelitian ini antara
lain sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Herman Paneo (2007) bahwa ada
pengaruh pemberian umpan balik evaluasi formatif dan kepribadian
siswa terhadap hasil belajar matematika pada siswa SMU di Gorontalo,
siswa yang diberi umpan balik individual dengan yang diberi umpan
balik kelompok, tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika
antara siswa introvert dengan siswa ekstrovert, terdapat interaksi antara
pemberian umpan balik dan kepribadian siswa.
2. Penelitian Sibarani (2007) membandingkan antara pemberian umpan
balik secara tertulis dengan lisan pada mata pelajaran Fisika siswa
menyimpulkan bahwa pemberian umpan balik secara lisan memberikan
hasil belajar siswa yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
pemberian umpan balik secara tertulis pada siswa kelas II SMP.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Jerry (2010) di Medan terhadap subjek
penelitian mahasiswa Fakultas Psikologi menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh kebisingan terhadap ingatan jangka pendek ditinjau dari
dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert. Ingatan jangka pendek
kelompok introvert lebih baik dibandingkan dengan kelompok
ekstrovert ketika dalam suasana tanpa kebisingan. Sebaliknya, daya
ingat kelompok ekstrovert lebih baik ketika dalam suasana kebisingan
dibandingkan daya ingat kelompok introvert.
C. Keterkaitan Hasil Belajar KAU dengan Pemberian Umpan Balik Individual dan Kelompok
Tujuan pembelajaran adalah agar mahasiswa mampu mengembangkan
pemahaman serta keterampilan pada bidang kajian tertentu. Untuk memahami
sasaran tersebut, dituntut pengajar dan peserta didik untuk mengkaji dan
membahas setiap pokok bahasan, serta memberikan latihan kepada peserta
didik. Sebagai tindak lanjut dari latihan tersebut, diharapkan pengajar
memberikan umpan balik terhadap jawaban yang diberikan peserta didik.
Melalui umpan balik terhadap tugas tersebut, dapat diketahui kemajuan dan
penguasan peserta didik terhadap mata kuliah tersebut, baik menyangkut
penguasaan terhadap konsep berupa istilah, simbol, definisi, maupun rumus
benar. Dengan pemberian umpan balik juga dapat mengetahui keberhasilan
pembelajaran yang diberikan oleh pengajar.
Pemberian umpan baik juga dapat mengkonfirmasikan jawaban benar
dan salah dan menyampaikan seberapa jauh peserta didik mengerti materi
pelajaran yang disajikan, serta mengidentifikasikan kesalahan dan meminta
siswa untuk memperbaikinya. Dengan pemikiran tersebut, maka umpan balik
akan memberikan dampak positif terhadap hasil belajar peserta didik.
Penyajian umpan balik dapat dilakukan dalam beberapa tingkat yaitu (1)
umpan balik berupa keterangan mengenai hasil yang dicapai oleh peserta didik
(knowledge of result); (2) umpan balik berupa keterangan menghadapi suatu
jawaban benar atau salah, (3) umpan balik berupa keterangan bagaimana
menghasilkan jawaban benar dan (4) umpan balik berupa keterangan seperti
apa jawaban benar itu. Keempat tingkatan umpan balik tersebut dapat
diberikan secara individual dan kelompok.
Umpan balik yang diberikan secara individual maupun kelompok
memberikan perbaikan yang signifikan demi memperbaiki pemahaman konsep.
Umpan balik yang diberikan secara individual harus memiliki sistematika dan
prosedur yang baik sehingga dapat dikaji ulang oleh peserta didik, karena jika
peserta didik kurang mengerti tentang apa yang disampaikan guru, peserta
didik dapat menanyakan langsung. Selanjutnya umpan balik secara individual
memberikan peluang kepada pengajar untuk memiliki waktu yang cukup untuk
membicarakan umpan balik.
Umpan balik secara individual merupakan cara penyajian umpan balik
yang menginformasikan tentang hasil evaluasi latihan kepada peserta didik
berupa skor yang diperoleh dan pengerjaan latihan yang dikerjakannya dengan
benar atau adalah serta penjelasan mengenai pengerjaan latihan melalui
lembarjawab siswa yang diberikan secara individual dan disertai dengan
diskusi dan tanya jawab. Dengan informasi tersebut, memacu peserta didik
untuk mempelajari dan menelaah kembali materi yang berkaitan dengan
koreksi kesalahan.
Sebaliknya umpan balik yang diberikan secara kelompok memungkinkan
dan teman-teman. Dengan demikian dapat terhindari ketidakjelasan materi
yang diumpanbalikkan. Selain itu peserta didik juga memiliki wacana yang
lebih luas dengan mendengar umpan balik yang diberikan oleh pengajar kepada
teman-temannya maupun umpan balik dari sesama teman. Pemberian umpan
balik secara kelompok juga memudahkan bagi pengajar karena tidak
memerlukan banyak waktu. Dari sisi peserta didik juga merasa lebih nyaman
karena menghadapi pengajar bersama-sama teman sehingga bisa mengeliminir
perasaan canggung dan malu bertanya secara langsung. Namun di sisi lain hal
ini terkadang membuat partisipasi peserta didik menjadi kurang optimal karena
didominasi oleh sekelompok teman yang lain. Selain itu itu topik pembahasan
juga bisa meluas terbawa oleh situasi diskusi dengan teman sehingga dapat
mengaburkan informasi yang diterima.
Tabel 2.1. Perbandingan Umpan Balik secara Individual dan Kelompok Umpan balik secara individual Umpan balik secara kelompok
Keunggulan Kelemahan Keunggulan Kelemahan
Melihat keunggulan dan kelemahan masing-masing umpan balik tersebut
maka terlihat bahwa ada perbedaan yang mendasar antara pemberian umpan
balik secara individual dan kelompok. Berdasarkan karakteristik pemberian
umpan balik secara individual menunjukkan bahwa peserta didik dapat
memperjelas dan berdiskusi dengan pengajar secara mendalam serta fokus pada
saat pemberian umpan balik. Kondisi ini tentunya sangat meringankan bagi
peserta didik jika diberikan dengan umpan balik secara kelompok. Selain itu
pemberian umpan balik secara individual peserta didik akan lebih banyak
dipelajari karena dengan pemberian umpan balik secara individual, pengajar
lebih leluasa untuk memberikan penjelasan. Sedangkan dengan teknik
pendekatan pemberian umpan balik secara kelompok, pengajar menjadi
terbatas dalam memberikan umpan balik, oleh karena setiap anggota kelompok
memiliki permasalahan dan pemahaman yang berbeda-beda. Dengan demikian
terlihat bahwa pemberian umpan balik secara individual akan berbeda bila
dibanding dengan umpan balik secara kelompok. Pemikiran demikian dapat
diterima karena peserta didik lebih mudah memahami materi, langsung secara
tatap muka dari pengajar dibandingkan bersama-sama dengan teman. Dalam
kondisi demikian, maka umpan balik yang diberikan secara individual dapat
memaksa peserta didik untuk memperbaiki kesalahannya. Dalam pemberian
umpan balik secara kelompok, terkadang fokus pembicaraan bisa menjadi
menyebar dan tidak fokus pada inti masalah.
Berdasarkan keunggulan-keunggulan umpan balik yang dilakukan secara
individual dan kelompok, yang dipaparkan di atas dan ditunjukkan pada tabel
di atas, maka hasil belajar konstruksi alat ukur akan berbeda antara peserta
didik yang diberikan umpan balik secara individual dengan yang diberikan
umpan balik secara kelompok.
D. Hasil Belajar antara Mahasiswa yang Berdimensi Kepribadian Introvert dan Ekstrovert.
Hasil belajar merupakan ukuran keberhasilan seseorang dalam
memahami materi pelajaran yang diberikan. Ukuran keberhasilan itu dapat
diketahui dari hasil evaluasi yang berbentuk skor unjuk kerja seseorang dalam
memahami konsep dan bagaimana menggunakan konsep itu dalam bidang
ilmu itu sendiri mauapun terhadap bidang ilmu lainnya.
Salah satu faktor yang penting dalam mengkaji keberhasilan peserta
didik dalam belajar adalah perlunya mengetahui karakteristik peserta didik.
Karakteristik peserta didik yang dapat diidentifikasi adalah bakat, motivasi,
gaya belajar, motivasi, kecerdasan dan kepribadian. Dimensi kepribadian dapat
dibedakan menjadi dimensi kepribadian introvert dan dimensi kepribadian
yang serius, tenang, sabar, pemikir, serta cukup hati-hati dalam melakukan
sesuatu. Kemampuan akademis mahasiswa dengan dimensi introvert secara
umum juga menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan mahasiswa
dengan dimensi kepribadian ekstrovert terutama untuk mata kuliah yang sulit.
Dengan karakter demikian, sangat memungkinkan bagi mahasiswa yang
berdimensi kepribadian introvert untuk mempelajari dan memahami konsep
teoretis, serta berpeluang besar untuk menyelesaikan tugas-tugas terkait dengan
baik, sehingga hasil pekerjaannya memberikan hasil yang optimal dalam mata
kuliah.
Karakteristik mahasiswa ekstrovert yang cepat tanggap, aktif,
optimistis, senang akan tantangan dan terbuka dengan orang lain, mau bekerja
secara kelompok, sangat memungkinkan untuk mengatasi kelemahan atau
kesulitan dalam mendalami pembelajaran di dalam suatu mata kuliah. Walau
demikian, di satu sisi individu dengan karakteristik demikian sering
berubah-ubah, impulsive, kurang perhitungan matang dalam mengambil keputusan,
suka cepat bekerja tapi kurang hati-hati, sehingga hasil pekerjaan kurang
memberikan hasil yang baik.
Berikut ini perbedaan individu yang memiliki dimensi kepribadian
introvert dengan yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert seperti pada
Tabel 2.2. Perbedaan Karakteristik Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert
No Introvert Ekstrovert
1. Aktif dalam berbagai aktivitas Pasif 2. Mudah bergaul, memiliki
banyak teman (sociable)
Tidak mudah berteman, suka menyendiri
3. Tertarik mengikuti hal baru dan spontan (sensation seeking)
Senang akan hal bersifat rutin atau monoton
4. Empati, peka perasaannya, bersemangat (lively)
Kurang bersemangat, empati kurang tajam
5. Suka mengambil resiko, kurang pertimbangan (venturesome)
Penuh pertimbangan, hati-hati, tidak mau ambil resiko tinggi
6. Tidak terlalu menghiraukan perbuatan orang lain, mudah
8. Optimistis, melihat hal buruk dari sisi positif, menganggap segala sesuatu yang dihadapi sebagai tantangan (surgent)
Pesimistis, cenderung berpandang-an negative, kurberpandang-ang senberpandang-ang terhadap tantangan
9. Mampu mengutarakan isi pikiran dan hati (assertive)
Sulit mengutarakan isi pikiran dan hati
Dengan memperhatikan karakteristik mata kuliah dan karakteristik
dimensi kepribadian mahasiswa di atas, maka dapat diduga bahwa hasil belajar
mahasiswa yang berkepribadian introvert akan berbeda dengan hasil belajar
mahasiswa yang berkepribadian ekstrovert.
E. Interaksi Pemberian Umpan Balik dan Dimensi Kepribadian dalam Mempengaruhi Hasil Belajar Kontruksi Alat Ukur.
Seperti hal telah diuraikan sebelumnya, bahwa untuk memahami materi
kuliah secara mendalam perlu diadakan pengkajian, pembahasan serta latihan
pengerjaan secara kontinu. Hasil tes maupun latihan yang dikerjakan oleh
mahasiswa perlu ditindaklanjuti dengan pemberian umpan balik. Pemberian
umpan balik dalam proses belajar mengajar adalah pemberian informasi kepada
siswa tentang benar atau salahnya hasil pekerjaan, tugas dan hasil ujiannya. Di
masalah serta langkah yang tepat sehingga sangat membantu siswa untuk
memahami materi secara lebih mendalam. Pemberian umpan balik dapat
dilakukan dengan dua pendekatan yakni secara individual dan kelompok.
Pemberian umpan balik melalui pendekatan individual dan kelompok dalam
mata kuliah akan mengarahkan mahasiswa akan konsep pemahaman yang
mampu dipahami secara komprehensif.
Hasil pemberian umpan balik salah satu halnya tergantung kepada
dimensi kepribadian mahasiswa. Bagi mahasiswa yang memiliki dimensi
kepribadian ekstrovert cenderung lebih sesuai bila menerima umpan baik
dalam kelompok, sebab di dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 sampai 7
orang, berpeluang bagi mahasiswa untuk berdiskusi dan tanya jawab, saling
memberi koreksi, saling tukar pikiran, bekerjsama dalam kelompok. Dalam
kondisi demikian sangat memungkinkan bagi mahasiswa yang berdimensi
kepribadian eksterovert yang memiliki sifat terbuka, aktif, suka berinteraksi,
mudah bergaul, dapat menerima dan menyesuaikan dalam kelompok daripada
menerima umpan balik individual yang hanya terjadi proses tatap muka dengan
pengajar. Dengan umpan balik kelompok yang diwarnai oleh diskusi dan tanya
jawab inilah sangat memungkinkan bagi mahasiswa yang memiliki dimensi
kepribadian ekstrovert menerima dan memahami kesalahan yang mereka
lakukan serta memperbaiki secepatnya kesalahan tersebut, dan pada akhirnya
akan berdampak positif pada hasil belajar. Mahasiswa yang memiliki dimensi
kepribadian introvert lebih cenderung tertutup, menyendiri, kurang suka
bertanya dan berdebat, kurang bergaul dan berteman, kurang suka bekerja
kelompok, kurang memungkinkan untuk menerima umpan balik secara
kelompok, namun mereka memiliki pemikiran yang matang, hati-hati, mandiri,
teratur serta percaya pada kemampuan sendiri ini. Kondisi demikian
memungkinkan bagi mahasiswa yang berkepribadian introvert menerima
umpan balik individual dalam bentuk tatap muka dengan pengajar, karena lebih
senang mengkaji sendiri, memiliki kemampuan kognitif yang baik, dan lebih
senang informasi umpan balik yang ia terima tidak diketahui oleh
teman-temannya. Dengan cara ini mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert
Memperhatikan dimensi kepribadian di atas maka mahasiswa dengan
dimensi kepribadian ekstrovert hasil belajarnya diduga akan lebih baik jika
menerima umpan balik yang diberikan melalui pendekatan umpan balik secara
kelompok daripada umpan balik yang diberikan secara individual. Demikian
pula sebaliknya, bahwa bagi mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian
introvert hasil belajarnya lebih tinggi, bila menerima umpan balik yang
diberikan secara individual daripada umpan balik yang diberikan secara
kelompok. Dengan demikian dapat diduga bahwa terdapat interaksi antara
pemberian umpan balik dan dimensi kepribadian pada hasil belajar mahasiswa.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan kajian teoritis sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwasanya
proses pemberian umpan balik merupakan suatu variabel yang perlu diperhatikan
dalam proses pembelajaran, baik dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan
tinggi. Proses pemberian umpan balik menunjukkan hasil yang positif dalam
meningkatkan hasil belajar. Dalam menerapkan proses umpan balik, maka pihak
pengajar hendaknya memperhatikan karakteristik kepribadian peserta didik.
Karaketeristik kepribadian tertentu akan lebih berhasil dengan pendekatan yang
berbeda. Hal ini hendapkanya disadari oleh pihak pengajar dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik.
Saran
Berdasarkan paparan penulisan sebelumnya maka dikemukakan
saran-saran sebagai berikut:
1. Dosen perlu memperhatikan karakteristik kepribadian mahasiswa, karena
dimensi kepribadian merupakan aspek psikologis yang memberikan
pengaruh terhadap hasil belajar mahasiswa
2. Oleh karena pemberian umpan balik individual sesuai dan sangat
membantu mahasiswa dalam meningkatkan hasil belajar, maka
disarankan pada dosen untuk menerapkan dalam pembelajaran.
3. Karakteristik mahasiswa yang dijadikan bahasan dalam penulisan ini
adalah dimensi kepribadian, maka disarankan untuk bahasan lebih lanjut
dapat melibatkan karakteristik mahasiswa yang lain guna melengkapi
kajian penelitian ini, seperti gaya belajar, motivasi berprestasi, kreativitas
dan lain sebagainya.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam menggunakan pemberian
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, O. W, and Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for learning,
Teaching, and Assessing. New York : Addison Wesley Longman, Inc
Arends, R. I. (2004). Learning to Teach (6 th ed). London : Mc Graww Hill
Arikunto, S. (2006). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Azwar, Saifuddin (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Anastasi, Anne (1997). Tes Psikologi Jilid 1. Jakarta : Prenhallindo.
Brophy, J.E., and Good, Thomas. (1987).Educational Psychology. New York : Longman
Campbell, D.T., and Stanley. (1996). Experimental and Quasy Experimental
Design for Research. USA: Rand Mc. Nally and Company.
Cole, Peter. G., and Chan, Lorna. (1994). Teaching Principles and Practice. New York: Prentice Hall.
Dick, Walter, and Carey, Lou. (1985). A Systematic Design of Instruction. New York: Harper Collins Publisher
Eysenck, H. J., (1998). Dimensions Personality. New York: Prentice Hall
Gagne, R. M. and Driscoll, M. P. (1989). Essentials of Learning for Instruction. New Jersey : Prentice Hall
Gultom, Ibrahim. (1994) Pengaruh Pemberian Umpan Balik dan Jenis Kelamin terhadap Hasil Belajar Murid dalam Bahasa Indonesia. Jurnal
Pendidikan. Vol(1), 21 Maret 1994. Unimed.
Hadi, S. (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi.
Hamid, A. K. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan : Pascasarjana Unimed
Hergenhahn, B, R, and Olson (2008). Teori Belajar. Jakarta : Kencana.
Indrajit, E. R., Djokopranoto, R. (2006). Manajemen Perguruan Tinggi
Modern. Yogyakarta: Andi Offset.
Jerry. 2010.”Pengaruh Kebisingan dan Warna terhadap Ingatan Jangka Pendek ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert”. Medan : Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Khalsa, SiriNam, S. 2008. Pengajaran Disiplin dan Harga Diri. Jakarta: Indeks.
Killen, Roy. (1998) Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and
Practice. New York: Social Sciences Press.
Myers, A., and Hansen, C. (2006). Experimental Psychology (6th ed). California: Thomson Woodsworth.
Nasution, S. (2008). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan
Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Paneo, Herman. (2007). Pengaruh Umpan Balik Evaluasi Formatif dan Kepribadian Siswa terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan. No. 067 tahun ke-13. Universitas Negeri
Gorontalo.
Panjaitan, B. (200). Karakteristik Pembelajaran dan Kontribusinya terhadap Hasil Belajar. Medan : Poda.
Pervin, L.A., Cervone, D. & John, O.P. (2005) Personality Theory and Research (9 th ed) USA: John Wiley & Sons. Inc
Race, P. (1999). 2000 Tips for Lecturer. London : Kogan Page
Reigeluth, C. M. (1983). Instructional Design Theory of Models : An Overview of Their Current Status. London : Prentice Hall
Romiszwoski, A.J. (1986). Developing Auto Instructional Materials. New York : Nichols Publishing
Sales. (1993). Interactive Instruction and Feedback. New Jersey: Englewood Cliffs.
Schmuck, A. R., and Schmuck, P. (1983). Group Processes in Classroom. Dubeque, Iowa: Brown Company Publisher.
Schultz, D. and Schultz, S, E. (1994). Theories of Personality, Fifth Edition. California : Brook Publishing Company.
Sibarani, Sahala. (2007). “Pengaruh Pemberian Umpan Balik dan Kemampuan Berpikir Abstrak terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas II SMP. Tesis.
Slavin, R., E. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Indeks.
Sudiyono. (2004). Manajemen Pendidikan Tinggi. Jakarta : Rineka Cipta
Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung : Tarsito.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeto.
Tessmer, Martin. (1995). Planning and Conducting Formative Evaluation. London: Kogan Page Limited
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Uno, Hamzah. (2008). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
USU. (2009). Buku Panduan Fakultas Psikologi USU. Medan: USU Press.
Wasita, B.(2008). Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Westen, D. (1999). Psychology. Mind, Brain, and Culture. New York: John Wiley & Sons, Inc
Vernon F. J., and Louise S. Jones. Comprehensive Classroom Management. Boston. Allyn & Bacon, Inc. 2001.
Winataputra, U., S. (2005). Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.