• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Umpan Balik Dan Dimensi Kepribadian Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemberian Umpan Balik Dan Dimensi Kepribadian Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN UMPAN BALIK DAN DIMENSI KEPRIBADIAN

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA

MAKALAH

Disusun oleh :

Rr. LITA HADIATI WULANDARI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

▸ Baca selengkapnya: umpan balik hasil supervisi

(2)

KATA PENGANTAR

Penulis menyampaikan rasa syukur yang setinggi-tingginya kepada

Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan berkatNya penulis dalam

keadaan sehat dan dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Pemberian

Umpan Balik dan Dimensi Kepribadian untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Mahasiswa”. Makalah ini merupakan hasil kajian teoritis tentang proses

pemberian umpan balik dalam pembelajaran yang dikaitkan dengan dimensi

kepribadian.

Diharapkan materi yang disajikan dalam makalah ini dapat menjadi

referensi praktis bagi mahasiswa, tenaga kependidikan dan non kependidikan

dalam upaya mengkaji peningkatan hasil belajar mahasiswa sehingga

pendidikan di Indonesia dapat terus berkembang dan meningkat mutunya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki

banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran konstruktis dan masukan yang

membangun dari pribadi pembaca sangat diharapkan guna menyempurnakan

makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Terima kasih.

Medan, April 2011

Penulis

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia dalam menjamin kelangsungan pembangunan bangsa

(Sudiyono, 2004). Kondisi demikian dipertegas di dalam Undang-Undang

nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mencantumkan

bahwa pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang

diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat

yang memiliki kemampuan akademik dan/atau professional yang dapat

menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan,

teknologi dan/atau kesenian.

Pendidikan juga merupakan salah satu usaha untuk mencerdaskan

kehidupan masyarakat dan menjadi pilar utama dalam membangun cita-cita

bangsa. Hal tersebut lahir dari adanya kehesifitas antara pendidikan dengan

pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menangkap

perkembangan zaman dan perubahan yang terjadi dalam sebuah tatanan

masyarakat, bangsa dan Negara.

Perubahan itu sendiri menurut Joesuf (2004) adalah keseluruhan proses

transisi struktur masyarakat yang statis ke arah sistem siosial yang dinamis

sereta modernisaasi masyarakat. Secara signifikan dapat dikarakan sumbanfan

pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses tersebut. Sebagaimana

diungkapkan Shindunata (2000) bahwa pendidikan mempengaruhi, merombak,

mengubah dan membentuk lembaga-lembaga sosial kultural di masyarakat.

Pendidikan juga mendorong sikap individual ke arah efektivitas, integritas dan

sikap komunal ke arah rasional dan fungsional. Dengan demikian, pendidikan

mempunyai pengaruh inovatif terhadap kondisi-kondisi kemasyarakatan dalam

rangka meningkatkan kualitas SDM menunju sistem soial yang dinamis seta

modernisasi masyarakat, ditengah-tengah perkembangan dunia saat ini.

Perguruan Tinggi sebagai institusi yang menghasilkan ilmuwan baru

(4)

masyarakat yang kian berkembang. Penyelenggaraan pendidikan di Perguruan

Tinggi harus memenuhi syarat yang baik bagi penyelenggaraan pendidikan

profesi. Perguruan Tinggi yang didirikan di tengah masyarakat menyediakan

program studi dari berbagai disiplin ilmu dan berbagai ilmu eksakta, sosial,

teknolong, seni, agama, maupun ilmu pendidikan (Indrajit, 2006).

Mengacu pada bahasan di atas, maka Perguruan Tinggi sebagai

penyelenggara pendidikan tinggi berkewajiban untuk mengembangkan

kompetensi akademik dan/atau profesional. Keputusan Menteri Pendidikan

Nasional nomor 045/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan tinggi

memberikan dukungan terhadap pengertian kompetensi yang harus

dikembangkan oleh suatu program studi. Kompetensi adalah seperangkat

tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat

untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di

bidang pekerjaan tertentu.

Dalam rangkap untuk meningkatkan kompetensi maka perlu

dikembangkan suatu proses pembelajaran yang kondusif terhadap pencapain

hasil belajar mahasiswa yang optimal. Sistem pembelajaran yang selama ini

dilakukan adalah sistem pembelajaran yang konvensional dan dirasakan kurang

sesuai dengan dinamika yang dialami mahasiswa sebagai peserta didik. Belum

tercapainya hasil belajar mahasiswa secara optimal memberikan indikasi

bahwa proses pembelajaran belum dilaksanakan secara optimal. Belum

optimalnya proses pembelajaran tersebut ditunjukkan oleh hasil studi ekplorasi

penulis pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU, diperoleh informasi bahwa

sebagian besar mahasiswa : (1) kurang mampu membagi waktu dengan baik

dalam pembuatan tugas terkait mata kuliah tersebut, (2) kurang motivasi untuk

mengerjakan tugas secara optimal. Di sisi lain, terdapat juga keluhan

mahasiswa bahwa waktu yang diberikan dosen untuk menjelaskan materi

dirasakan kurang serta minim mendapat umpan balik dalam pembuatan tugas

oleh karena jumlah mahasiswa yang tergolong besar dalam satu kelas.

Kondisi yang terjadi dalam proses pembelajaran di Perguruan Tinggi

saat ini masih menitikberatkan pada sistem pembelajaran konvensional.

(5)

yang tinggi membuat proses dalam pembelajaran kurang terjadi interaksi yang

tinggi antara pengajar dan mahasiswa, termasuk dalam hal memberikan umpan

balik terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh dosen.

Pengajar atau dosen merupakan sosok yang sangat berperan dalam

penyelenggaraan proses pembelajaran di kelas (Winataputra, 2005). Kelas

terdiri atas sejumlah mahasiswa yang dibimbing oleh pengajar untuk

mengeksplorasi dunia dan mempelajari bagaimana mengarahkah hasil

eksplorasi itu agar bermanfaat. Diharapkan dengan adanya proses

pembelajaran yang optimal, mahasiswa mampu mengembangkan rasa percaya

diri dan mampu meningkatkan kualitas diri.

Untuk mencapai penguasaan materi yang lebih baik bagi mahasiswa,

maka pengajar dalam hal ini dosen hendaknya memberikan kegiatan berupa

umpan balik (Nasution, 2008). Menurut Merril seperti dikutip oleh Gultom

(1994) umpan balik diartikan dengan memberitahukan kembali kepada peserta

didik hasil pemahamannya yang salah atau kurang tepat serta memberitahukan

konsep sebenarnya dan seharusnya dikuasai oleh peserta didik. Umpan balik

diberikan dapat diberikan melalui evaluasi. Evaluasi selalu dihubungkan

dengan dua fungsi. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven seperti dikutip oleh

Sanjaya (2008) yakni evaluasi sebagai fungsi formatif dan evaluasi sebagai

fungsi sumatif. Evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai keberhasilan peserta

didik setelah berakhir suatu program pembelajaran, maka evaluasi sumatif

dilakukan di akhir semester. Dalam penelitian ini yang akan diberikan adalah

umpan balik dalam konteks evaluasi formatif.

Evaluasi formatif (Sanjaya, 2009) dilakukan selama proses

pembelajaran berlangsung dan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik.

Oleh karena itu evaluasi formatif dilakukan selama program pembelajaran

berlangsung, maka evaluasi formatif dapat berfungsi memperbaiki proses

pembelajaran, artinya, hasil dari evaluasi formatif dapat dijadikan sebagai

umpan balik bagi pengajar dalam upaya memperbaiki kinerja.

Kata umpan balik memiliki arti informasi tentang hasil upaya

seseorang (Slavin, 2009). Melalui umpan balik dapat diverifikasi dan

(6)

kesalahan secara umum, serta melibatkan peserta didik untuk memperbaikinya.

Dengan demikian umpan balik evaluasi formatif adalah informasi tentang hasil

upaya seseorang yang dilakukan selama program pembelajaran berlangsung.

Umpan balik dapat dilakukan dengan cara membagikan hasil koreksi

tugas yang disertai dengan petunjuk. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam

pemberian umpan balik ada dua hal yakni pendekatan secara individual dan

kelompok (Schmuck dan Schmuck, 1983). Pendekatan umpan balik dalam

bentuk individual dan kelompok juga sejalan dengan pemikiran Race (1999),

dimana ia melihat masing-masing pendekatan memiliki sisi kelemahan dan

kekuatan.

Salah satu faktor penting dalam mengkaji keberhasilan peserta didik

dalam belajar adalah perlunya diketahui faktor apa saja yang dapat memberi

kontribusi terhadap hasil belajar. Salah satu kondisi belajar yang paling

bermakna untuk kerberhasilan siswa adalah karakteristik peserta didik.

(Panjaitan, 2006). Selanjutnya Uno (2006) menjelaskan bahwa karakteristik

siswa merupakan salah satu hal yang perlu diidentifikasi oleh guru untuk

digunakan sebagai petunjuk dalam mengembangkan proses pemberlajaran.

Karakteristik yang diidentifikasi tersebut dapat berupa bakat, motivasi, gaya

belajar, kemampuan berpikir, minat, sikap, kecerdasan dan kepribadian.

Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Dick dan Carey (1985) yang

menyatakan bahwa informasi mengenai karakteristik umum kelompok peserta

didik akan sangat membantu dalam merencanakan pembelajaran yang sesuai

dengan kebutuhan. Adapun yang termasuk karakteristik peserta didik adalah

seluruh latar belakang yang dibawa oleh siswa ke dalam situasi belajar.

Terkait dengan pemberian umpan balik dalam proses pembelajaran

untuk meningkatkan keberhasilan peserta didik, maka dalam kegiatannya juga

perlu memperhatikan karakteristik peserta didik, dalam penelitian ini yang

dipilih adalah karakteristik kepribadian. Kepribadian merupakan faktor

internal individu yang khas, yang mengarahkan perilaku dan respon individu

sesuai dengan situasi yang dihadapi. Kepribadian menurut Eysenck (Hall,

1985) adalah jumlah total aktual atau pola potensi perilaku organisme yang

(7)

interaksi fungsional empat sektor utama ke dalam pola perilaku. Keempat

sektor tersebut: sektor kognitif (inteligensi), sektor konatif (karakter), sektor

afektif (temperamen), dan sektor somatik (konstitusi).

Teori kepribadian Eysenck dikenal juga dengan Teori Tiga Faktor (The

Three Factor Theory) yang membagi kepribadian atas tiga dimensi (Pervin,

2005), yaitu : (a) Dimensi Introvert-Ekstrovert, (b) Dimensi Neurotisme, dan

(c) Dimensi Psikotisme. Setiap individu terdiri dari tiga dimensi ini, namun

dalam penelitian ini akan dilihat dari dimensi Introvert-Ekstrovert.

Kedua kutub yang berbeda dari setiap dimensi kepribadian tersebut

masing-masing memiliki sisi kekuatan dan kelemahan. Individu dengan

dimensi kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan kegembiraan, senang

menghadapi tantangan, berperilaku tanpa berpikir terlebih dahulu, lebih suka

menurutkan kata hatinya, senang bergurau, selalu siap menjawab dan biasanya

senang akan adanya perubahan, optimistis, suka tertawa, lebih suka

beraktivitas, cenderung menjadi agresif dan cepat hilang kemarahannya, semua

perasaannya tidak disimpan di bawah kontrol dan tidak selalu dapat dipercaya

(Hall, 1985).

Dimensi kepribadian introvert menurut Eysenck (dalam Pervin, 2005)

memiliki karakteristik watak yang tenang, pendiam suka menyendiri, suka

termenung, dan menghindari resiko. Dimensi kepribadan ini memiliki sifat

yang sabar, serius, sensitif, lebih suka beraktivitas sendiri, mudah tersinggung,

mudah terluka, rendah diri, suka melamun dan gugup. Individu yang introvert

juga cenderung menjauhkan diri dari orang lain, tidak mudah bergabung

dengan individu lain dan susah mengungkapkan ide-idenya.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Watson dan Clark di tahun 1997

(dalam Pervin, 2005) diperoleh hasil yang menarik yaitu mahasiswa dengan

dimensi kepribadian introvert menunjukkan prestasi akademis yang lebih baik

dibandingkan mahasiswa dengan dimensi ekstrovert terutama untuk mata

kuliah yang lebih sulit. Mahasiswa yang putus kuliah dengan alasan masalah

akademis lebih banyak dialami oleh mahasiswa ekstrovert, namun mahasiswa

(8)

penyesuaian diri lebih banyak dialami oleh mahasiswa dengan dimensi

kepribadian introvert dibandingkan dengan mahasiswa berdimensi ekstrovert.

Mahasiswa tidak terlepas dari konteks kepribadian yang dikemukakan

Eysenck, yakni memiliki dimensi introvert dan ekstrovert. Individu dengan

dimensi kepribadian ekstrovert dari uraian di atas memiliki perbedaan dengan

individu yang introvert, sehingga untuk mengoptimalkan kemampuan peserta

didik menguasai materi pembelajaran, dalam proses pembelajaran khususnya

dalam memilih pendekatan dalam pemberian umpan balik, pihak pengajar

perlu menyesuaikan dengan dimensi kepribadian peserta didik.

Menyadari keadaan tersebut di atas, dalam rangka meningkatkan

keberhasilan belajar mahasiswa yang merupakan bagian dari usaha

meningkatkan mutu pengajaran dan pendidikan perlu segera ada upaya nyata

untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Salah satu pilihan upaya yang

dapat diusulkan guna meningkatkan kualitas rancangan pembelajaran

khususnya dalam pemberian umpan balik dengan memperhatikan karakteristik

mahasiswa yakni dimensi kepribadian. Dengan demikian maka dalam bahasan

tulisan ini sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa,

dirasakan penting untuk mengaitkan antara pemberian umpan balik dengan

dimensi kepribadian.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dijelaskan,

beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, antara lain yaitu: (1) Apakah

proses pembelajaran yang digunakan di bangku kuliah telah efektif dalam

meningkatkan hasil belajar mahasiswa? (2) Apakah pemberian umpan balik

dapat mengatasi permasalahan rendahnya hasil belajar mahasiswa (3) Apakah

pengajar telah memberikan umpan balik terhadap tugas yang dikerjakan

mahasiswa (4) Apakah pemberian umpan balik secara individual dan kelompok

dapat menarik minat belajar mahasiswa (5) Apakah dimensi kepribadian

mempunyai pengaruh terhadap penguasaan materi pembelajaran (6) Bagaimana

kesesuaian umpan balik yang digunakan dalam proses pembelajaran (7)

(9)

individual? (8) Bagaimana hasil belajar bagi mahasiswa yang diberikan umpan

balik secara kelompok (10) Apakah hasil belajar mahasiswa yang memiliki

dimensi kepribadian ekstrovert lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa

yang memiliki dimensi kepribadian introvert?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas, maka

permasalahan dalam tulisan ini difokuskan pada pemberian umpan balik yang

dibatasi dari sisi pendekatannya dibedakan antara pemberian secara individual

dan kelompok, yang dilakukan pada mahasiswa. Untuk dimensi kepribadian

dibatasi pada dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert berdasarkan teori

Eysenck.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam

penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah mahasiswa yang diberi umpan balik secara individual hasil

belajarnya berbeda dibandingkan dengan mahasiswa yang diberi umpan

balik secara kelompok?

2. Apakah mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian introvert

memperoleh hasil belajar yang berbeda bila dibandingkan dengan

mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert?

3. Apakah ada interaksi antara pemberian umpan balik dan dimensi

(10)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Teoretis.

1. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar.

Pembahasan belajar merupakan topik yang penting di dalam dunia

pendidikan saat ini. Konsep belajar banyak dikemukakan oleh para ahli di

bidang psikologi pendidikan. American Heritage Dictionary (Hergenhahn dan

Olson, 2008) memberikan definisi belajar untuk mendapatkan pengetahuan,

pemahaman atau penguasaan melalui pengalaman atau studi.

Secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan dalam

memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam

seluruh aspek tingkah laku. Menurut pandangan Behavioristik (dalam Dimyati

dan Mudjiono, 1994) belajar merupakan perubahan tingkah laku. Yang

dimaksud tingkah laku dalam belaja adalah tingkah laku yang dapat diamati.

Menurut pandangan Kognitif, belajar adalah proses internal yang tidak didapat

secara langsung.

Watson sebagaimana dikutip oleh Hamid (2007) mengatakan bahwa

belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon bersyarat

melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, stimulus dan respon haruslah

berbentuk tingkah laku yang dapat diamati.

Menurut pandangan kognitivisme, belajar bukan hanya pembentukan

tingkah laku yang diperoleh karena pengulangan hubungan Stimulus-Response

(S-R) dan adanya reward dan reinforcement tetapi merupakan fungsi

pengalaman perseptual dan proses kognitif yang mencakup ingatan, retensi,

lupa, pengolahan informasi. Proses belajar adalah mengatur stimulus yang

diterima dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah ada atau

diperoleh berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya sehingga terjadi

perubahan dalam tingkah laku. Belajar menurut Bruner sebagai tokoh beraliran

(11)

mentransformasikan informasi secara aktif. Bruner juga beranggapan bahwa

belajar merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu

system pengkodean(Hamid, 2007).

Tokoh pendidikan yang lain yakni Skinner sangat tertarik untuk

mengaplikasikan teori belajarnya ke proses pendidikan. Menurut Skinner,

belajar akan berlangsung sangat efektif apabila (1) informasi yang akan

dipelajari disajikan secara bertahap; (2) pembelajar segera diberi umpan balik

(feedback) mengenai akurasi pembelajaran mereka, (3) pembelajar mampu

belajar dengan caranya sendiri (Hergenhahn dan Olson, 2008).

Hasil belajar didapatkan setelah seseorang mengikuti proses belajar

dalam waktu tertentu. Kupasan Gagne atas belajar yang terjadi pada manusia

menemukan bahwa perubahan perilaku sebagai hasil belajar disebut juga

dengan kemampuan yang meliputi: (1) informasi verbal, yaitu kemampuan

untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa lisan maupun

tertulis, penguasaan informasi verbal yang baik memungkinkan individu

berperan dalam kehidupan, (2) keterampilan intelektual, yaitu kemampuan

yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan serta mempresentasikan

konsep serta lambang, yang terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkrit,

serta prinsip, (3) keterampilan motorik, yakni kemampuan melakukan

serangkaian gerak jasmani dalam melakukan sesuatu hal secara terkoordinasi,

(4) sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut, dan (5) strategi kognitif, yakni kemampuan

mengarahkan aktifitas berpikir untuk memecahkan masalah. Keseluruhan

kemampuan ini merupakan hasil interaksi kondisi internal peserta didik berupa

potensi belajar dengan kondisi eksternal berupa rangsangan dari lingkungan

melalui proses kognitif peserta didik. Hasil belajar seseorang adalah

kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadinya dan memungkinkan

individu melakukan sesuatu atau memberikan dan memperlihatkan hasil

tertentu (Gagne, 1989)

Pendapat dari tokoh lain yakni Bloom (dalam Anderson, 2001)

mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif,

(12)

yaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, dan kreatifitas. Ranah

afektif juga terbagi ke dalam 5 tingkatan yaitu penerimaan, penanggapan,

penghargaan, pengorganisasian dan penjatidirian. Ranah psikomotorik terbagi

menjadi 4 tingkatan yaitu peniruan, manipulasi, artikulasi, dan pengalamiahan.

Penetapan hasil belajar dibedakan atas dua dasar acuan penilaian, yaitu

Penetapan Acuan Patokan (PAP) dan Penilaian Acuan Norma (PAN). PAP

adalah pemberian nilai yang didasarkan pada kemutlakan penguasaan siswa

atas tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sedangkan PAN adalah

pemberian nilai yang didasarkan atas penguasaan relatif siswa keseluruhan

pada tujuan yang telah dirumuskan tersebut. PAP dan PAN adalah sistem

penilaian yang mempunyai masing-masing keunggulan dan kelemahan,

sehingga dalam memilih sistem penilaian yang akan digunakan harus penuh

pertimbangan.Dalam suatu penelitian lebih tepat menggunakan PAP, karena

hakekat pencapaian tujuan penelitian itu sendiri adalah bersifat objektif

(Arikunto, 2006).

2. Hakikat Umpan Balik

Menurut Merril seperti dikutip oleh Gultom (1994) umpan balik

diartikan dengan memberitahukan kembali kembali kepada siswa hasil

pemahamannya yang salah atau kurang tepat serta memberitahukannya konsep

sebenarnya dan seharusnya dikuasai oleh siswa. Umpan balik tidak hanya

diberikan untuk menunjukkan sisi kelemahan saja, namun juga untuk

menunjukkan sisi kelebihan dari kinerja siswa (Arends, 2004).

Pengertian di atas sejalan dengan pemikiran dari Slavin (2009) yang

menyatakan bahwa umpan balik memiliki arti informasi tentang hasil upaya

seseorang, dalam hal ini mencakup kekurangan maupun kelebihan yang

dimiliki siswa. Pemberian umpan balik sangat penting untuk meningkatkan

motivasi siswa dan juga menghasilkan hasil belajar yang lebih baik lagi.

Dengan umpan balik siswa akan mengetahui seberapa jauh perkembangan

yang telah dihasilkan (Brophy & Good, 1987).

Cole and Chan (1994) mengatakan bahwa umpan balik adalah

(13)

skor dari suatu hasil ujian, komentar dalam tugas, dan jawaban atas

pertanyaan. Hal senada juga dikemukakan oleh Sales (1993) yang

mengemukakan bahwa umpan balik dapat memberikan gambaran informasi

yang akurat tentang respon siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam

pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Gagne (1979) bahwa

umpan balik terhadap siswa diperlukan sebagai suatu koreksi internal dalam

konteks pembelajaran.

Pentingnya peranan umpan balik juga dikemukakan oleh Wiggins

(dalam Khalsa, 2008) yang mengingatkan pengajar jangan melewatkan

memberikan umpan balik kepada peserta didik. Pemberian umpan balik baik

berupa pujian ataupun koreksi sangat penting oleh karena membantu peserta

didik melanjutkan mengerjakan hal yang ingin dikerjakan atau dengan kata

lain mampu memotivasi peserta didik. Adanya umpan balik menawarkan

kepada peserta didik berupa informasi untuk pengubahan positif serta

mendukung pemahaman peserta didik sehingga siswa dapat berpikir mendalam

mengenai pembelajaran dan belajar dengan rasa percaya diri positif.

Di sisi lain, bagi pengajar umpan balik dapat berfungsi untuk

mengoreksi bahan dan proses pengajaran, serta dapat memonitor kemajuan

dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan (Tessmer, 1995). Oleh

karena itu, umpan balik terhadap peserta didik adalah suatu komponen yang

sangat penting dalam pembelajaran, seperti yang diungkapkan juga oleh Dick

and Carey (1985) bahwa umpan balik adalah hal yang tidak bisa ditinggalkan

begitu saja.

Dengan demikian, umpan balik yang diberikan kepada peserta didik

mampu berfungsi memperbaiki serta meningkatkan hasil belajar, sedangkan

bagi pengajar umpan balik berfungsi memperbaiki proses pembelajarannya.

Dalam hal ini manfaat positif dapat dirasakan oleh keduanya secara seimbang.

Pemberian umpan balik yang baik juga perlu memperhatikan beberapa

hal yakni: (a) diberikan segera setelah dievaluasi, (b) umpan balik dilakukan

secara spesifik, jelas, tidak bias, (c) fokus pada perilaku yang terlihat atau

ditampilkan pada pekerjaan, (d) umpan balik diberikan secara tepat untuk

(14)

ditampilkan, (f) ketika memberikan umpan balik terhadap sisi kelemahan

siswa, harus dilakukan secara hati-hati, (g) membantu siswa untuk fokus pada

proses bukan semata pada hasil atau nilainya saja (Brophy & Good, 1987).

Wiggins (dalam Khalsa, 2008) juga mengemukakan bahwa ketika

pengajar memberikan umpan balik kepada siswa harus diberikan dengan cara

yang positif, tidak bersifat menyerang atau tidak secara emosional. Kondisi

demikian akan mampu mengubah perilaku dan mempertahankan momentum

atas apa yang diinginkan terjadi.

Umpan balik dapat diberikan melalui evaluasi. Evaluasi selalu

dihubungkan dengan dua fungsi. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven

seperti dikutip oleh Sanjaya, (2008) yakni evaluasi sebagai fungsi formatif dan

evaluasi sebagai fungsi sumatif. Evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai

keberhasilan peserta didik setelah berakhir suatu program pembelajaran, maka

evaluasi sumatif dilakukan di akhir semester. Evaluasi formatif dilakukan

selama proses pembelajaran berlangsung dan untuk melihat kemajuan belajar

siswa. Hasil dari evaluasi formatif dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi

pengajar dalam upaya memperbaiki kinerja. Melalui umpan balik dapat

diverifikasi dan dielaborasi materi pembelajaran secara spesifik berdasarkan

identifikasi kesalahan secara umum, serta melibatkan siswa untuk

memperbaiki. Dengan demikian umpan balik evaluasi formatif adalah

informasi tentang hasil upaya seseorang yang dilakukan selama program

pembelajaran tersebut berlangsung.

Dalam hal penyajian umpan balik dapat dilakukan dalam beberapa

tingkat (Race, 2000) yaitu (1) umpan balik berupa keterangan mengenai hasil

yang dicapai oleh peserta didik (2) umpan balik berupa keterangan mengapa

suatu jawaban benar atau salah, (3) umpan balik berupa keterangan bagaimana

menghasilkan jawaban benar dan (4) umpan balik berupa keterangan seperti

apa jawaban benar. Keempat tingkatan umpan balik tersebut dapat diberikan

secara individual dan kelompok.

Umpan balik dapat dilakukan dengan cara membagikan hasil koreksi

tugas yang disertai dengan petunjuk. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam

(15)

secara individual dan kelompok (Schmuck & Schmuck, 1983). Pemilahan

pendekatan demikian juga dilakukan oleh Race, 1999) yang membagi

pemberian umpan balik secara individual dan kelompok. Pemikiran tersebut

juga sejalan dengan pendapat Brophy & Good (1987) yang menyatakan bahwa

pemberian umpan balik dapat dibedakan yaitu secara individual dan kelompok.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai pendekatan individual dan kelompok.

a. Umpan balik Individual

Umpan balik secara individual adalah salah satu cara penyajian umpan

balik yang dalam proses pemberiannya terjadi dalam proses interaksi spesifik

secara individual antara pemberi umpan balik dalam hal ini pengajar dengan

peserta didik sebagai penerima umpan balik . Umban balik ini dilakukan

untuk: (1) menginformasikan kinerja siswa, (2) menginformasikan benar atau

salahnya jawaban peserta didik terhadap latihan , (3) memberikan koreksi serta

penjelasan terhadap latihan dengan dilakukan secara tanya jawab dan diskusi

tatap muka secara individual.

Posisi peserta didik dalam umpan balik secara individual adalah

menerima dan memberikan informasi dua arah tentang nilai yang diperoleh,

koreksi atau pembetulan terhadap latihan yang jawabannya kurang lengkap

serta ditambahi penjelasan melalui lembar kerja peserta didik tentang alternatif

pemecahan masalah. Pemberian umpan balik individual merupakan strategi

menstimuli kembali pengetahuan yang dimiliki peserta didik agar dengan

pengetahuan yang dimiliki dapat memperbaiki kesalahan yang dilakukan. Oleh

karena itu, umpan balik individual menghendaki peserta didik belajar secara

mandiri untuk mengkaji dan menelaah secara individual terhadap koreksi

pengajar.

Pendekatan umpan balik individual ini memiliki beberapa kelebihan

seperti yang dikemukakan oleh Broophy & Good (1987) bahwa(1) peserta

didik merasa lebih diperhatikan, (2) mengurangi rasa malu, (3) meningkatkan

hubungan antara pengajar dan peserta didik. Di sisi lain beberapa

(16)

hal ini dapat menimbulkan rasa kurang nyaman karena melibatkan interaksi

secara individual.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umpan balik individual

adalah cara penyajian informasi kinerja yang dalam proses pemberiannya

terjadi dalam proses interaksi spesifik secara individual antara pemberi umpan

balik dalam hal ini pengajar dengan peserta didik sebagai penerima umpan

balik dan melibatkan informasi secara dua arah antara penerima dan pemberi

umpan balik.

b. Umpan balik Kelompok

Untuk mengantisipasi kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan peserta

didik dalam menjawab maupun mengerjakan tugas, serta mempercepat proses

perbaikan dan pemahaman terhadap materi belajar, maka salah satu pendekatan

umpan balik yang diberikan adalah melalui pendekatan kelompok. Umpan

balik secara kelompok adalah cara penyajian umpan balik yang dalam proses

pemberiannya terjadi dalam proses interaksi di dalam kelompok yang terdiri

dari beberapa individu antara pemberi umpan balik dalam hal ini pengajar

dengan peserta didik sebagai penerima umpan balik yang terbentuk di dalam

kelompok yang ditentukan oleh pengajar. Menurut Race (2000) melalui

kelompok dapat merangsang peserta didik untuk saling berinteraksi satu sama

lainnya, tumbuh rasa sosial dan bersama-sama memberikan kontribusi untuk

mencapai tujuan bersama. Hal ini sejalan dengan pendapat Broophy yang

menyatakan bahwa umpan balik kelompok merupakan pendekatan yang

efiesien dalam proses pembelajaran.

Dalam penyajian umpan balik secara kelompok, para peserta didik dibagi

dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk membahas dan

menelaah hasil jawaban yang telah dikoreksi pengajar, sehingga mendapatkan

jawaban yang benar.

Tujuan pemberian umpan balik melalui pendekatan kelompok menurut

Broophy & Good (1987) adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif

antara anggota kelompok melalui diskusi, sehingga terjadi komunikasi multi

(17)

kondisi sebagai berikut: (1) melatih siswa dalam mengembangkan

keterampilan bertanya, berkomunikasi, mengemukakan pendapat, menafsirkan

dan menyimpulkan bahasan, (2) melatih siswa untuk berpikir kritis dan

terbuka, (3) melatih berpikir verbal dengan cara mengkonstruksi dan

merekonstruksi pengetahuan siswa.

Pemberian umpan balik dengan pendekatan kelompok diketahui memiliki

beberapa keunggulan yang bisa disebutkan, antara lain (1) meningkatkan rasa

sosial, (2) berpeluang untuk berinteraksi dalam kelompok sebaya, (3)

berpeluang mengembangkan skill, (4) dapat mengembangkan kreativitas (6)

saling memberi dan menerima gagasan, (7) mendorong peserta didik untuk

berpartisipasi aktif dalam kelompok.

Selain memiliki keunggulan, umpan balik kelompok ternyata juga

memiliki beberapa kelemahan antara lain : (1) beberapa peserta didik pada

awalnya merasa sulit untuk diterima sebagai anggota kelompok, (2) seringkali

pembahasan keluar dari isu yang dibicarakan, (3) penilaian formal secara

individual yang dilakukan oleh peserta didik ternyata sering mengalami

kesulitan.

Untuk memanfaatkan kelebihan dan meminimalisasi keterbatasan pada

setiap pendekatan pemberian umpan balik tersebut di atas, maka pengajar

dalam menerapkan umpan balik secara kelompok dalam proses pembelajaran

tentunya perlu sekali untuk : (1) menetapkan secara jelas fokus materi yang

akan dibahas, (2) menetapkan secara jelas prosedur pembahasan, (3)

memotivasi semua peserta didik harus berpartisipasi di dalam kelas, (4)

menetapkan batasan waktu secara tepat, (5) memberi kesimpulan yang logis

terhadap hasil kerja masing-masing kelompok.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian umpan balik kelompok adalah cara penyajian informasi kinerja yang dalam proses

pemberiannya terjadi dalam proses interaksi di dalam kelompok yang terdiri

dari beberapa individu antara pemberi umpan balik dalam hal ini pengajar

(18)

2. Hakikat Dimensi Kepribadian

Menurut Eysenck (1998) kepribadian adalah jumlah total aktual atau

pola potensi perilaku organisme yang ditentukan oleh hereditas dan lingkungan

yang berasal dan dihasilkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor

utama kedalam pola perilaku. Keempat sektor tersebut adalah sektor kognitif

(inteligensi), sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan sektor

somatik (konstitusi).

Dengan mengikutsertakan peran dari hereditas dan lingkungan dalam

defenisi ini, Eysenck memperhatikan proposisi bahwa individu adalah

terbentuknya dipengaruhi oleh herediter dan pengalaman. Eysenck menggaris

bawahi ketertarikannya dalam hubungan aspek perilaku kepribadian ke dasar

struktur dan fungsi psikologis. Usaha terbesar Eysenck adalah menginvestigasi

hubungan yang mungkin antara perilaku yang dapat di observasi dan fungsi

dari bermacam-macam bagian otak (dalam Hall, 1985).

Eysenck berpendapat dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari

keturunan, dalam bentuk tipe dan trait. Eysenck juga berpendapat bahwa

tingkah laku dipelajari dari lingkungan, selain berasal dari faktor herediter

atauketurunan. Eysenck menggunakan metode faktor analitis dan sukses dalam

mengidentifikasi tiga dimensi dasar kepribadian yakni sebagai dimensi

introvert-ekstrovert, dimensi neurotisme, dan dimensi psikotisme (Schultz,

1994). Dalam penelitian ini pembatasan dilakukan hanya ada dimensi

introvert-ekstrovert, dengan pertimbangan bahwa dimensi ini lebih tepat untuk dilihat

pada subjek penelitian di kalangan mahasiswa. Berhubung penelitian ini

dilakukan di kalangan mahasiswa, maka pemilihan dimensi lebih difokuskan

pada dimensi introvert-ekstrovert.

a.Dimensi Ekstrovert

Eysenck (1998) mengemukakan bahwa dimensi kepribadian ekstrovert

adalah salah satu ujung dari dimensi kepribadian introvert-ekstrovert yang

memiliki kecenderungan individu mengarah pada keterbukaan terhadap dunia

luar. Karakteristik individu berdimensi ekstrovert, adalah bersifat aktif (active),

(19)

tertarik untuk mengikuti hal-hal baru dan spontan (sensation seeking), empati,

peka terhadap perasaan orang lain (lively), berjiwa petuaang, suka menempuh

resiok terhadap aktiviatas yang dilakukan (venturesome), tidak terlalu

menghiraukan perkataan maupun perbuatan orang lain, mudah memaafkan,

menyukai pekerjaan yang tidak menyita waktu dan tenaga (carefree), suka

mempengaruhi orang lain dan mempertahankan pendapat (dominant),

menganggap segala sesuatu yang dihadapi sebagai tantangan dalam hidup

(surgent), mampu mengutarakan isi pikiran dan hari, cepat dalam berbicara

(assertive). Dimensi ektstrovert ini menurut Eysenck (dalam Schultz, 1994)

memiliki ciri khasnya adalah mudah bergaul, suka berpesta, mempunyai

banyak teman, membutuhkan teman untuk bicara, dan tidak suka membaca

atau belajar sendiri.

Individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan

kegembiraan, mengambil tantangan, sering menentang bahaya, berperilaku

tanpa berpikir terlebih dahulu, dan biasanya suka menurutkan kata hati, senang

bergurau, memiliki kesiapan yang baik untuk menjawab dan pada umumnya

suka dengan perubahan, ceria, optimistis, serta senang tertawa. Individu dengan

dimensi ekstrovert lebih suka untuk tetap bergerak dalam melakukan aktivitas,

cenderung menjadi agresif dan cepat hilang kemarahannya, semua perasaannya

tidak disimpan di bawah kontrol dan tidak selalu dapat dipercaya. Selain itu ia

juga memiliki ambang rangsang yang tinggi dan menunjukkan daya juang fisik

yang tinggi, dapat melaksanakan dengan baik ketika menghadapi tugas yang

memiliki taraf kesukaran tinggi, ramah, impulsive, tidak suka diatur dan

dilarang, terlibat dalam aktivitas kelompok, pandai membawa diri dalam

lingkungannya, mudah gembira, memiliki keterikatan sosial, dapat

memanfaatkan kesempatan yang ada, bertindak cepat, agresif dan sulit

menahan perasaannya (Westen, 1999).

Dengan demikian dimensi kepribadian ekstrovert dapat disimpulkan

sebagai bentuk abstraksi karakteristik individu yang berkaitan dengan

kecenderungan senang menjalin interaksi dengan orang lain, memiliki sikap

keterbukaan, sifat keceriaan, memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan sulit

(20)

b.Dimensi Kepribadian Introvert

Eysenck (1998) mengemukakan bahwa introvert adalah salah satu ujung dari

dimensi kepribadian introvert-ekstrovert yang cenderung mengarah pada

ketertutupan individu terhadap dunia luar. Dimensi introvert ditandai dengan

karakteristik watak yang tenang, pendiam, suka menyendiri, suka termenung,

dan menghindari resiko. Dimensi kepribadian ini juga memiliki sifat yang

sabar, serius, sensitive, lebih suka beraktivitas sendiri, mudah tersinggung,

saraf otonom labil, mudah terluka, rendah diri, suka melamun dan gugup.

Lebih lanjut lagi Aiken (dalam Hall & Lindzey, 2005) mengatakan bahwa

individu yang introvert juga cenderung menjauhkan diri, tidak mudah

bergabung dengan orang lain dan susah mengekspresikan ide-idenya pada

orang lain.

Teori Eysenck dijabarkan lebih lanjut oleh Westen (1999) dengan

menjelaskan bahwa dimensi introvert ditandai dengan ciri khasnya yakni

cenderung senang menyendiri, tidak memiliki banyak teman, berhati-hati dan

serius dalam menghadapi segala hal. Individu dengan dimensi ini kurang berani

mengambil tantangan, berperilaku dengan berpikir terlebih dahulu, dan banyak

pertimbangan, cenderung pesimis, dan tidak begitu suka bergerak dalam

melakukan aktivitas.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli seperti Watson dan

Clark di tahun 1997 di berbagai Perguruan Tinggi (dalam Pervin, Daniel,

Olever, 2005) diperoleh beberapa hasil yang menarik yaitu : (1) Mahasiswa

dengan dimensi kepribadian introvert menunjukkan prestasi akademis lebih

baik dibandingkan mahasiswa dengan dimensi ekstrovert khususnya untuk

mata kuliah pada umumnya diketahui sulit. Mahasiswa yang putus kuliah

dengan alasan masalah akademis lebih banyak dialami oleh mahasiswa

ekstrovert, namun mahasiswa yang putus kuliah dengan alasan problem

kepribadian dialami oleh mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert, (2)

Mahasiswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert lebih mudah diyakinkan

pendapatnya atau diberi sugesti dibandingkan dengan mahasiswa yang

(21)

bergabung dengan pekerjaan yang banyak berintraksi dengan banyak orang,

melakukan pesta, sedangkan mahasiswa introvert cenderung lebih senang

dengan pekerjaan bersifat menyendiri dan tidak menyukai kegiatan pesta di

kalangan mahasiswa.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh Campbell dan Hawley di

tahun 1982 (dalam Pervin, dkk, 2005) pada kalangan mahasiswa diperoleh

hasil bahwa mahasiswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert lebih banyak

mengalami putus kuliah dibanding mahasiswa introvert. Hasil tersebut

menandakan bahwa prestasi belajar mahasiswa introvert lebih baik daripada

mahasiswa yang ekstrovert.

Dengan demikian dimensi kepribadian introvert dapat disimpulkan

sebagai bentuk abstraksi karakteristik individu yang berkaitan dengan

kecenderungan ketertutupan terhadap dunia luar, terlihat dari indikasinya

kurang senang menjalin interaksi dengan orang lain, memiliki sikap yang

tertutup, kurang memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan cenderung mampu

menahan perasannya.

B.Hasil Penelitian yang relevan

Pemberian umpan balik dalam proses belajar mengajar adalah pemberian

informasi balikan kepada siswa tentang benar atau salahnya hasil pekerjaan,

tugas dan hasil ujiannya. Dengan umpan balik juga dapat diberitahukan

cara-cara menyelesaikan masalah, serta langkah-langkah yang tepat sehingga dapat

menolong bagi peserta didik. Pemberian umpan balik dapat berbeda-beda

dilihat dari bentuknya, ada yang secara lisan dan tertulis, menurut waktunya

ada yang tertunda dan segera dan dilihat dari pendekatan pemberiannya dapat

dibedakan secara individual dan kelompok.

Penelitian terdahulu yang tergolong relevan dengan penelitian ini antara

lain sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Herman Paneo (2007) bahwa ada

pengaruh pemberian umpan balik evaluasi formatif dan kepribadian

siswa terhadap hasil belajar matematika pada siswa SMU di Gorontalo,

(22)

siswa yang diberi umpan balik individual dengan yang diberi umpan

balik kelompok, tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika

antara siswa introvert dengan siswa ekstrovert, terdapat interaksi antara

pemberian umpan balik dan kepribadian siswa.

2. Penelitian Sibarani (2007) membandingkan antara pemberian umpan

balik secara tertulis dengan lisan pada mata pelajaran Fisika siswa

menyimpulkan bahwa pemberian umpan balik secara lisan memberikan

hasil belajar siswa yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan

pemberian umpan balik secara tertulis pada siswa kelas II SMP.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Jerry (2010) di Medan terhadap subjek

penelitian mahasiswa Fakultas Psikologi menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh kebisingan terhadap ingatan jangka pendek ditinjau dari

dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert. Ingatan jangka pendek

kelompok introvert lebih baik dibandingkan dengan kelompok

ekstrovert ketika dalam suasana tanpa kebisingan. Sebaliknya, daya

ingat kelompok ekstrovert lebih baik ketika dalam suasana kebisingan

dibandingkan daya ingat kelompok introvert.

C. Keterkaitan Hasil Belajar KAU dengan Pemberian Umpan Balik Individual dan Kelompok

Tujuan pembelajaran adalah agar mahasiswa mampu mengembangkan

pemahaman serta keterampilan pada bidang kajian tertentu. Untuk memahami

sasaran tersebut, dituntut pengajar dan peserta didik untuk mengkaji dan

membahas setiap pokok bahasan, serta memberikan latihan kepada peserta

didik. Sebagai tindak lanjut dari latihan tersebut, diharapkan pengajar

memberikan umpan balik terhadap jawaban yang diberikan peserta didik.

Melalui umpan balik terhadap tugas tersebut, dapat diketahui kemajuan dan

penguasan peserta didik terhadap mata kuliah tersebut, baik menyangkut

penguasaan terhadap konsep berupa istilah, simbol, definisi, maupun rumus

(23)

benar. Dengan pemberian umpan balik juga dapat mengetahui keberhasilan

pembelajaran yang diberikan oleh pengajar.

Pemberian umpan baik juga dapat mengkonfirmasikan jawaban benar

dan salah dan menyampaikan seberapa jauh peserta didik mengerti materi

pelajaran yang disajikan, serta mengidentifikasikan kesalahan dan meminta

siswa untuk memperbaikinya. Dengan pemikiran tersebut, maka umpan balik

akan memberikan dampak positif terhadap hasil belajar peserta didik.

Penyajian umpan balik dapat dilakukan dalam beberapa tingkat yaitu (1)

umpan balik berupa keterangan mengenai hasil yang dicapai oleh peserta didik

(knowledge of result); (2) umpan balik berupa keterangan menghadapi suatu

jawaban benar atau salah, (3) umpan balik berupa keterangan bagaimana

menghasilkan jawaban benar dan (4) umpan balik berupa keterangan seperti

apa jawaban benar itu. Keempat tingkatan umpan balik tersebut dapat

diberikan secara individual dan kelompok.

Umpan balik yang diberikan secara individual maupun kelompok

memberikan perbaikan yang signifikan demi memperbaiki pemahaman konsep.

Umpan balik yang diberikan secara individual harus memiliki sistematika dan

prosedur yang baik sehingga dapat dikaji ulang oleh peserta didik, karena jika

peserta didik kurang mengerti tentang apa yang disampaikan guru, peserta

didik dapat menanyakan langsung. Selanjutnya umpan balik secara individual

memberikan peluang kepada pengajar untuk memiliki waktu yang cukup untuk

membicarakan umpan balik.

Umpan balik secara individual merupakan cara penyajian umpan balik

yang menginformasikan tentang hasil evaluasi latihan kepada peserta didik

berupa skor yang diperoleh dan pengerjaan latihan yang dikerjakannya dengan

benar atau adalah serta penjelasan mengenai pengerjaan latihan melalui

lembarjawab siswa yang diberikan secara individual dan disertai dengan

diskusi dan tanya jawab. Dengan informasi tersebut, memacu peserta didik

untuk mempelajari dan menelaah kembali materi yang berkaitan dengan

koreksi kesalahan.

Sebaliknya umpan balik yang diberikan secara kelompok memungkinkan

(24)

dan teman-teman. Dengan demikian dapat terhindari ketidakjelasan materi

yang diumpanbalikkan. Selain itu peserta didik juga memiliki wacana yang

lebih luas dengan mendengar umpan balik yang diberikan oleh pengajar kepada

teman-temannya maupun umpan balik dari sesama teman. Pemberian umpan

balik secara kelompok juga memudahkan bagi pengajar karena tidak

memerlukan banyak waktu. Dari sisi peserta didik juga merasa lebih nyaman

karena menghadapi pengajar bersama-sama teman sehingga bisa mengeliminir

perasaan canggung dan malu bertanya secara langsung. Namun di sisi lain hal

ini terkadang membuat partisipasi peserta didik menjadi kurang optimal karena

didominasi oleh sekelompok teman yang lain. Selain itu itu topik pembahasan

juga bisa meluas terbawa oleh situasi diskusi dengan teman sehingga dapat

mengaburkan informasi yang diterima.

Tabel 2.1. Perbandingan Umpan Balik secara Individual dan Kelompok Umpan balik secara individual Umpan balik secara kelompok

Keunggulan Kelemahan Keunggulan Kelemahan

Melihat keunggulan dan kelemahan masing-masing umpan balik tersebut

maka terlihat bahwa ada perbedaan yang mendasar antara pemberian umpan

balik secara individual dan kelompok. Berdasarkan karakteristik pemberian

umpan balik secara individual menunjukkan bahwa peserta didik dapat

memperjelas dan berdiskusi dengan pengajar secara mendalam serta fokus pada

saat pemberian umpan balik. Kondisi ini tentunya sangat meringankan bagi

peserta didik jika diberikan dengan umpan balik secara kelompok. Selain itu

pemberian umpan balik secara individual peserta didik akan lebih banyak

(25)

dipelajari karena dengan pemberian umpan balik secara individual, pengajar

lebih leluasa untuk memberikan penjelasan. Sedangkan dengan teknik

pendekatan pemberian umpan balik secara kelompok, pengajar menjadi

terbatas dalam memberikan umpan balik, oleh karena setiap anggota kelompok

memiliki permasalahan dan pemahaman yang berbeda-beda. Dengan demikian

terlihat bahwa pemberian umpan balik secara individual akan berbeda bila

dibanding dengan umpan balik secara kelompok. Pemikiran demikian dapat

diterima karena peserta didik lebih mudah memahami materi, langsung secara

tatap muka dari pengajar dibandingkan bersama-sama dengan teman. Dalam

kondisi demikian, maka umpan balik yang diberikan secara individual dapat

memaksa peserta didik untuk memperbaiki kesalahannya. Dalam pemberian

umpan balik secara kelompok, terkadang fokus pembicaraan bisa menjadi

menyebar dan tidak fokus pada inti masalah.

Berdasarkan keunggulan-keunggulan umpan balik yang dilakukan secara

individual dan kelompok, yang dipaparkan di atas dan ditunjukkan pada tabel

di atas, maka hasil belajar konstruksi alat ukur akan berbeda antara peserta

didik yang diberikan umpan balik secara individual dengan yang diberikan

umpan balik secara kelompok.

D. Hasil Belajar antara Mahasiswa yang Berdimensi Kepribadian Introvert dan Ekstrovert.

Hasil belajar merupakan ukuran keberhasilan seseorang dalam

memahami materi pelajaran yang diberikan. Ukuran keberhasilan itu dapat

diketahui dari hasil evaluasi yang berbentuk skor unjuk kerja seseorang dalam

memahami konsep dan bagaimana menggunakan konsep itu dalam bidang

ilmu itu sendiri mauapun terhadap bidang ilmu lainnya.

Salah satu faktor yang penting dalam mengkaji keberhasilan peserta

didik dalam belajar adalah perlunya mengetahui karakteristik peserta didik.

Karakteristik peserta didik yang dapat diidentifikasi adalah bakat, motivasi,

gaya belajar, motivasi, kecerdasan dan kepribadian. Dimensi kepribadian dapat

dibedakan menjadi dimensi kepribadian introvert dan dimensi kepribadian

(26)

yang serius, tenang, sabar, pemikir, serta cukup hati-hati dalam melakukan

sesuatu. Kemampuan akademis mahasiswa dengan dimensi introvert secara

umum juga menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan mahasiswa

dengan dimensi kepribadian ekstrovert terutama untuk mata kuliah yang sulit.

Dengan karakter demikian, sangat memungkinkan bagi mahasiswa yang

berdimensi kepribadian introvert untuk mempelajari dan memahami konsep

teoretis, serta berpeluang besar untuk menyelesaikan tugas-tugas terkait dengan

baik, sehingga hasil pekerjaannya memberikan hasil yang optimal dalam mata

kuliah.

Karakteristik mahasiswa ekstrovert yang cepat tanggap, aktif,

optimistis, senang akan tantangan dan terbuka dengan orang lain, mau bekerja

secara kelompok, sangat memungkinkan untuk mengatasi kelemahan atau

kesulitan dalam mendalami pembelajaran di dalam suatu mata kuliah. Walau

demikian, di satu sisi individu dengan karakteristik demikian sering

berubah-ubah, impulsive, kurang perhitungan matang dalam mengambil keputusan,

suka cepat bekerja tapi kurang hati-hati, sehingga hasil pekerjaan kurang

memberikan hasil yang baik.

Berikut ini perbedaan individu yang memiliki dimensi kepribadian

introvert dengan yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert seperti pada

(27)

Tabel 2.2. Perbedaan Karakteristik Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

No Introvert Ekstrovert

1. Aktif dalam berbagai aktivitas Pasif 2. Mudah bergaul, memiliki

banyak teman (sociable)

Tidak mudah berteman, suka menyendiri

3. Tertarik mengikuti hal baru dan spontan (sensation seeking)

Senang akan hal bersifat rutin atau monoton

4. Empati, peka perasaannya, bersemangat (lively)

Kurang bersemangat, empati kurang tajam

5. Suka mengambil resiko, kurang pertimbangan (venturesome)

Penuh pertimbangan, hati-hati, tidak mau ambil resiko tinggi

6. Tidak terlalu menghiraukan perbuatan orang lain, mudah

8. Optimistis, melihat hal buruk dari sisi positif, menganggap segala sesuatu yang dihadapi sebagai tantangan (surgent)

Pesimistis, cenderung berpandang-an negative, kurberpandang-ang senberpandang-ang terhadap tantangan

9. Mampu mengutarakan isi pikiran dan hati (assertive)

Sulit mengutarakan isi pikiran dan hati

Dengan memperhatikan karakteristik mata kuliah dan karakteristik

dimensi kepribadian mahasiswa di atas, maka dapat diduga bahwa hasil belajar

mahasiswa yang berkepribadian introvert akan berbeda dengan hasil belajar

mahasiswa yang berkepribadian ekstrovert.

E. Interaksi Pemberian Umpan Balik dan Dimensi Kepribadian dalam Mempengaruhi Hasil Belajar Kontruksi Alat Ukur.

Seperti hal telah diuraikan sebelumnya, bahwa untuk memahami materi

kuliah secara mendalam perlu diadakan pengkajian, pembahasan serta latihan

pengerjaan secara kontinu. Hasil tes maupun latihan yang dikerjakan oleh

mahasiswa perlu ditindaklanjuti dengan pemberian umpan balik. Pemberian

umpan balik dalam proses belajar mengajar adalah pemberian informasi kepada

siswa tentang benar atau salahnya hasil pekerjaan, tugas dan hasil ujiannya. Di

(28)

masalah serta langkah yang tepat sehingga sangat membantu siswa untuk

memahami materi secara lebih mendalam. Pemberian umpan balik dapat

dilakukan dengan dua pendekatan yakni secara individual dan kelompok.

Pemberian umpan balik melalui pendekatan individual dan kelompok dalam

mata kuliah akan mengarahkan mahasiswa akan konsep pemahaman yang

mampu dipahami secara komprehensif.

Hasil pemberian umpan balik salah satu halnya tergantung kepada

dimensi kepribadian mahasiswa. Bagi mahasiswa yang memiliki dimensi

kepribadian ekstrovert cenderung lebih sesuai bila menerima umpan baik

dalam kelompok, sebab di dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 sampai 7

orang, berpeluang bagi mahasiswa untuk berdiskusi dan tanya jawab, saling

memberi koreksi, saling tukar pikiran, bekerjsama dalam kelompok. Dalam

kondisi demikian sangat memungkinkan bagi mahasiswa yang berdimensi

kepribadian eksterovert yang memiliki sifat terbuka, aktif, suka berinteraksi,

mudah bergaul, dapat menerima dan menyesuaikan dalam kelompok daripada

menerima umpan balik individual yang hanya terjadi proses tatap muka dengan

pengajar. Dengan umpan balik kelompok yang diwarnai oleh diskusi dan tanya

jawab inilah sangat memungkinkan bagi mahasiswa yang memiliki dimensi

kepribadian ekstrovert menerima dan memahami kesalahan yang mereka

lakukan serta memperbaiki secepatnya kesalahan tersebut, dan pada akhirnya

akan berdampak positif pada hasil belajar. Mahasiswa yang memiliki dimensi

kepribadian introvert lebih cenderung tertutup, menyendiri, kurang suka

bertanya dan berdebat, kurang bergaul dan berteman, kurang suka bekerja

kelompok, kurang memungkinkan untuk menerima umpan balik secara

kelompok, namun mereka memiliki pemikiran yang matang, hati-hati, mandiri,

teratur serta percaya pada kemampuan sendiri ini. Kondisi demikian

memungkinkan bagi mahasiswa yang berkepribadian introvert menerima

umpan balik individual dalam bentuk tatap muka dengan pengajar, karena lebih

senang mengkaji sendiri, memiliki kemampuan kognitif yang baik, dan lebih

senang informasi umpan balik yang ia terima tidak diketahui oleh

teman-temannya. Dengan cara ini mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert

(29)

Memperhatikan dimensi kepribadian di atas maka mahasiswa dengan

dimensi kepribadian ekstrovert hasil belajarnya diduga akan lebih baik jika

menerima umpan balik yang diberikan melalui pendekatan umpan balik secara

kelompok daripada umpan balik yang diberikan secara individual. Demikian

pula sebaliknya, bahwa bagi mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian

introvert hasil belajarnya lebih tinggi, bila menerima umpan balik yang

diberikan secara individual daripada umpan balik yang diberikan secara

kelompok. Dengan demikian dapat diduga bahwa terdapat interaksi antara

pemberian umpan balik dan dimensi kepribadian pada hasil belajar mahasiswa.

(30)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan kajian teoritis sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwasanya

proses pemberian umpan balik merupakan suatu variabel yang perlu diperhatikan

dalam proses pembelajaran, baik dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan

tinggi. Proses pemberian umpan balik menunjukkan hasil yang positif dalam

meningkatkan hasil belajar. Dalam menerapkan proses umpan balik, maka pihak

pengajar hendaknya memperhatikan karakteristik kepribadian peserta didik.

Karaketeristik kepribadian tertentu akan lebih berhasil dengan pendekatan yang

berbeda. Hal ini hendapkanya disadari oleh pihak pengajar dalam rangka

meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik.

Saran

Berdasarkan paparan penulisan sebelumnya maka dikemukakan

saran-saran sebagai berikut:

1. Dosen perlu memperhatikan karakteristik kepribadian mahasiswa, karena

dimensi kepribadian merupakan aspek psikologis yang memberikan

pengaruh terhadap hasil belajar mahasiswa

2. Oleh karena pemberian umpan balik individual sesuai dan sangat

membantu mahasiswa dalam meningkatkan hasil belajar, maka

disarankan pada dosen untuk menerapkan dalam pembelajaran.

3. Karakteristik mahasiswa yang dijadikan bahasan dalam penulisan ini

adalah dimensi kepribadian, maka disarankan untuk bahasan lebih lanjut

dapat melibatkan karakteristik mahasiswa yang lain guna melengkapi

kajian penelitian ini, seperti gaya belajar, motivasi berprestasi, kreativitas

dan lain sebagainya.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam menggunakan pemberian

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, O. W, and Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for learning,

Teaching, and Assessing. New York : Addison Wesley Longman, Inc

Arends, R. I. (2004). Learning to Teach (6 th ed). London : Mc Graww Hill

Arikunto, S. (2006). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Azwar, Saifuddin (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Anastasi, Anne (1997). Tes Psikologi Jilid 1. Jakarta : Prenhallindo.

Brophy, J.E., and Good, Thomas. (1987).Educational Psychology. New York : Longman

Campbell, D.T., and Stanley. (1996). Experimental and Quasy Experimental

Design for Research. USA: Rand Mc. Nally and Company.

Cole, Peter. G., and Chan, Lorna. (1994). Teaching Principles and Practice. New York: Prentice Hall.

Dick, Walter, and Carey, Lou. (1985). A Systematic Design of Instruction. New York: Harper Collins Publisher

Eysenck, H. J., (1998). Dimensions Personality. New York: Prentice Hall

Gagne, R. M. and Driscoll, M. P. (1989). Essentials of Learning for Instruction. New Jersey : Prentice Hall

Gultom, Ibrahim. (1994) Pengaruh Pemberian Umpan Balik dan Jenis Kelamin terhadap Hasil Belajar Murid dalam Bahasa Indonesia. Jurnal

Pendidikan. Vol(1), 21 Maret 1994. Unimed.

Hadi, S. (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi.

Hamid, A. K. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan : Pascasarjana Unimed

(32)

Hergenhahn, B, R, and Olson (2008). Teori Belajar. Jakarta : Kencana.

Indrajit, E. R., Djokopranoto, R. (2006). Manajemen Perguruan Tinggi

Modern. Yogyakarta: Andi Offset.

Jerry. 2010.”Pengaruh Kebisingan dan Warna terhadap Ingatan Jangka Pendek ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert”. Medan : Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Khalsa, SiriNam, S. 2008. Pengajaran Disiplin dan Harga Diri. Jakarta: Indeks.

Killen, Roy. (1998) Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and

Practice. New York: Social Sciences Press.

Myers, A., and Hansen, C. (2006). Experimental Psychology (6th ed). California: Thomson Woodsworth.

Nasution, S. (2008). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan

Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Paneo, Herman. (2007). Pengaruh Umpan Balik Evaluasi Formatif dan Kepribadian Siswa terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan. No. 067 tahun ke-13. Universitas Negeri

Gorontalo.

Panjaitan, B. (200). Karakteristik Pembelajaran dan Kontribusinya terhadap Hasil Belajar. Medan : Poda.

Pervin, L.A., Cervone, D. & John, O.P. (2005) Personality Theory and Research (9 th ed) USA: John Wiley & Sons. Inc

Race, P. (1999). 2000 Tips for Lecturer. London : Kogan Page

Reigeluth, C. M. (1983). Instructional Design Theory of Models : An Overview of Their Current Status. London : Prentice Hall

Romiszwoski, A.J. (1986). Developing Auto Instructional Materials. New York : Nichols Publishing

Sales. (1993). Interactive Instruction and Feedback. New Jersey: Englewood Cliffs.

(33)

Schmuck, A. R., and Schmuck, P. (1983). Group Processes in Classroom. Dubeque, Iowa: Brown Company Publisher.

Schultz, D. and Schultz, S, E. (1994). Theories of Personality, Fifth Edition. California : Brook Publishing Company.

Sibarani, Sahala. (2007). “Pengaruh Pemberian Umpan Balik dan Kemampuan Berpikir Abstrak terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas II SMP. Tesis.

Slavin, R., E. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Indeks.

Sudiyono. (2004). Manajemen Pendidikan Tinggi. Jakarta : Rineka Cipta

Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeto.

Tessmer, Martin. (1995). Planning and Conducting Formative Evaluation. London: Kogan Page Limited

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Uno, Hamzah. (2008). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

USU. (2009). Buku Panduan Fakultas Psikologi USU. Medan: USU Press.

Wasita, B.(2008). Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Westen, D. (1999). Psychology. Mind, Brain, and Culture. New York: John Wiley & Sons, Inc

Vernon F. J., and Louise S. Jones. Comprehensive Classroom Management. Boston. Allyn & Bacon, Inc. 2001.

Winataputra, U., S. (2005). Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Gambar

Tabel 2.1. Perbandingan Umpan Balik secara Individual dan Kelompok
Tabel 2.2. Perbedaan Karakteristik Dimensi Kepribadian

Referensi

Dokumen terkait

Pada uji pengaruh sederhana siswa yang diajarkan dengan pemberian tugas individu sebaiknya diberikan umpan balik tingkat 4 sedangkan siswa yang diajarkan dengan

(3) terdapat perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar trigonometri yang diberikan umpan balik segera dan tertunda pada kelompok peserta didik bergaya kognitif

perlakuan berbeda, yaitu pemberian peta konsep sekaligus umpan balik, dengan. metode pemberian peta konsep tanpa umpan balik, serta

Berdasarkan hasil penelitian tentang efektivitas pemberian umpan balik ( feedback ) tes hasil belajar siswa kelas XI IPS pada mata pelajaran ekonomi yang dilakukan di SMA

perbedaan hasil belajar ketiga bentuk umpan balik tersebut akan tetapi ketiga bentuk umpan balik ini memberikan nilai effect size yang berbeda dan nilai effect size

Ada tiga komponen pendapat mahasiswa mengenai kualitas pelayanan dan penyelengaraan pedidikan dan pengajaran yang diukur dalam umpan balik mahasiswa yaitu, sarana

(3) umpan balik ekspalantori lebih menekankan pada kegiatan reflektif, memberikan secara mandiri untuk memberikan jawaban dengan merefleksikan pengetahuannya dalam

(3) terdapat perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar trigonometri yang diberikan umpan balik segera dan tertunda pada kelompok peserta didik bergaya kognitif