• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Pola Kekumuhan Kawasan Dan Kesadaran Masyarakat (Studi Kasus Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Pola Kekumuhan Kawasan Dan Kesadaran Masyarakat (Studi Kasus Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok)"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Kelulusan Strata 1 Pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Disusun Oleh : DIRA LAZUARDI

1 06 06 009

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)
(3)

ii

Permukiman kumuh di Kecamatan Pancoran Mas terutama di Kelurahan Depok yang terdistribusi di Kampung Lio, Kampung Belimbing Sawah, dan Kampung Manggah merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari adanya pertumbuhan sebuah perkotaan sebagai Kota Penyangga Kota Metropolitan. Letak strategis Kelurahan Depok memicu pesatnya pembangunan perumahan dan permukiman. Belum adanya rencana tindak alternatif penanganan dan rendahnya partisipasi masyarakat di Kelurahan Depok menjadi hambatan peningkatan kualitas permukiman kumuh di 3(tiga) kampung tersebut.

Tujuan dari penelitian adalah mengidentifikasi pola kekumuhan kawasan dan kesadaran masyarakat permukiman kumuh di Kampung Lio, Kampung Belimbing Sawah, dan Kampung Manggah Kelurahan Depok. Sasaran dalam mencapai tujuan tersebut adalah mengidentifikasi karakteristik tingkat kekumuhan, mengidentifikasi karakteristik persepsi mayarakat terhadap lingkungan permukima beerdasarkan tingkat kekumuhan, mengidentifikasi karakterisitik tingkat kesadaran masyarakat, dan mengidentifikasi pola kekumuhan kawasan dan kesadaran masyarakat di lingkungan permukiman kumuh.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kuantitatif dan metode analisis deskriptif kualitatif. Dalam penerapan analisis metode analisis scoring (pembobotan) untuk menilai tingkat kekumuhan kawasan, menilai tingkat kesadaran masyarakat berdasarkan hasil kuisioner, metode analisis komparatif untuk membandingkan tingkat kekumuhan dengan tingkat kesadaran masyarakat. Menganalisis pola kekumuhan dan kesadaran masyarakat untuk menentukan alternatif penanganan kawasan permukiman kumuh.

(4)

iii

Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir tentang " Identifikasi Pola Kekumuhan Kawasan dan Kesadaran Masyarakat (studi kasus: Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok). Laporan Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Komputer Indonesia. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun segi penulisan, karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk kesuksesan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil, dari awal penyusunan hingga selesainya penulisan laporan Tugas Akhir ini. Untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Secara khusus Penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Orang Tua Tercinta yang telah memberikan dukungan, dorongan, semangat, kasih sayang, dan doa yang tiada henti-hentinya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan tanpa meminta adanya balas jasa.

2. Penulis ucapkan terimakasih kepada Adik-Adik Tersayang Penulis, yaitu Dara Nurzelma dan Diaz Fatyasafa atas dukungan, dorongan serta doa-doa yang dipanjatkan untuk Penulis.

3. Penulis ucapkan terimakasih kepada Dwi Ciska Atsetya yang telah menemani dalam suka dan duka, yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa. Terimakasih atas segalanya yang telah diberikan.

4. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

(5)

iv

pemikiran kepada Penulis dengan sangat sabar dalam penyelesaian tugas akhir.

7. Almarhumah Ibu Dr. Ir. Endang Saraswati, M. Sc., beliau merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam penyusunan tugas akhir ini. Berkat dorongan dan semangat serta sumbangan pemikiran yang telah beliau berikan kepada Penulis, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Bapak Tatang Suheri, ST. MT., selaku dosen penguji dalam pelaksanaan sidang pembahasan yang telah memberikan banyak masukan dan arahan dalam memperbaiki laporan Tugas Akhir ini.

9. Ibu Dr. Ir. Lia Warlina, M. Sc., selaku dosen penguji dalam pelaksanaan sidang ujian yang telah memberikan banyak masukan daxn arahan dalam memperbaiki laporan Tugas Akhir ini.

10.Seluruh Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang telah mengajar dari semester 1 sampai semester 8 dan pada dosen-dosen yang telah memberikan semangat kepada Penulis untuk menjalankan perkuliahan selama ini.

11.Sahabat Penulis angkatan 2006; Alqoriah (Qori), Imelda Fransica Ohoitimur (Imel), , Eva Nurasawitri (Eva), Suci Mutiara Sarie (Cici), Putri Nurina Edini (Ciput), Viesca E. Gomies (Viesca), Endi Kurnia (Endi), Rio Setio Harman (Rio), Dwi Ciska Atsetya (Cika), Kani Mahardika (Kani), Laoede Nunu Rahmatsyah (Nunu), Muhammad Yusran (Cebz), terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan yang indah dan menyenangkan selama ini, semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus.

12.Sahabat-Sahabat Tercinta di Bekasi yang tidak bias disebutkan satu per satu terimakasih kebersamaan dan persahabatan yang terjalin selama ini.

(6)

v teman sendiri.

15. Mas Mu’is yang selalu hadir dan membantu keperluan peralatan-peralatan perkuliahan di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota serta selalu membersihkan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Terimakasih atas bantuan dan dukungannya selama ini.

Bandung, Agustus 2011

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan timbulnya masalah permukiman. Masalah permukiman lebih terasa di daerah perkotaan daripada di daerah perdesaan. Masalah perumukiman perkotaan di Indonesia pada saat ini di antaranya adalah tempat tinggal serta lingkungan yang pada umumnya jauh dari syarat-syarat kehidupan keluarga yang layak. Permasalahan permukiman perkotaan yang terjadi terdapat pada kota-kota besar yang dapat menarik tingginya jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang semakin besar mengakibatkan tingginya beban permukiman terhadap kota penyangga.

Kota Depok merupakan salah satu kota penyangga bagi Kota Jakarta. Keadaan tersebut menjadikan Kota Depok sebagai tempat hunian bagi orang-orang yang bekerja di Kota Jakarta, sehingga laju pertumbuhan penduduk menjadi begitu pesat. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya kebutuhan lahan permukiman di Kota Depok. Para migran dan para pekerja yang berhuni di Kota Depok memiliki penghasilan yang berbeda-beda, sedangkan kebutuhan akan permukiman semakin meningkat sehingga mengakibatkan adanya permukiman dari yang elit atau mewah sampai dengan permukiman yang tidak layak huni atau permukiman kumuh.

Kondisi rumah maupun kualitas lingkungan pada kawasan permukiman kumuh tersebut sangat buruk, mengingat akses terhadap sarana dan prasarana dasar perkotaan terbatas. Di dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah tahun 2009 disebutkan bahwa Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas termasuk salah satu target Pemerintah Kota Depok dalam program penataan lingkungan permukiman kumuh (RKPD Kota Depok, tahun 2009).

(8)

Rencana tindak yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah kekumuhan tergantung dari karakteristik kekumuhan suatu kawasan permukiman. Seperti contoh yang dapat dilihat pada pedoman identifikasi kawasan permukiman kumuh penyangga Kota Metropolitan bahwa upaya penanganan dapat dilakukan dengan 3(tiga) pendekatan diantaranya adalah pendekatan property development dapat dilakukan jika kawasan permukiman kumuh memiliki nilai ekonomis agar dapat dikelola secara komersial sehingga ekonomi lokasi yang tinggi dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kepentingan kawasan dan daerah, pendekatan community based development dapat dilakukan jika kawasan kurang mempunyai nilai ekonomis sehingga masyarakat menjadi pemeran utama dalam penanganan, guided land development dapat dilakukan jika kawasan tidak memiliki nilai ekonomis sehingga penanganan lebih mengarah dan melindungi hak penduduk asal untuk tetap tingal pada lokasi semula.

Selain masalah adanya permukiman kumuh di Kelurahan Depok, permasalahan lain adalah rendahnya partisipasi masyarakat menjadi salah satu hambatan dalam mensukseskan program-program pemerintah (Profil Kelurahan Depok, tahun 2010). Di sisi lain setiap kegiatan pembangunan akan efektif bila ada partisipasi masyarakat terutama masyarakat. Untuk melihat penanganan kawasan permukiman kumuh dapat diukur tingkat partisipasinya seberapa besar namun belum adanya partisipasi masyarakat di Kelurahan Depok maka yang bisa dinilai adalah tingkat kesadaran masyarakat. Dapat diasumsikan bahwa partispasi terjadi karena adanya motivasi kesadaran (Sastroputro, Huraerah, 2008).

(9)

interaktif tentang peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh para pengamat dan Direktur Jendral Cipta Karya menyatakan bahwa dalam program penanganan permukiman kumuh dikembalikan kepada masing-masing individu dimana kesadaran seseorang merupakan hal penting dalam mengatasi persoalan permukiman kumuh sehingga perlu ditanamkan kesadaran akan lingkungan sejak dibangku sekolah (Website Ditjen Cipta Karya).

Untuk itu perlu dinilai tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan permukiman kumuh dengan asumsi kesadaran dapat memicu timbulnya partisipasi masyarakat sehingga dapat membantu mensukseskan program-program pemerintah di Kelurahan Depok.

Dengan begitu, penelitian yang Berjudul “Identifikasi Pola Kekumuhan Kawasan dan Kesadaran Masyarakat” perlu dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui sebaran permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas agar dapat meningkatkan kualitas lingkungan pada permukiman kumuh yang ada tersebut dan dapat menentukan alternatif tindak penanganan yang harus dilakukan, sehingga dapat membantu Pemerintah Kota Depok dalam pembebasan permukiman kumuh.

1.2Perumusan Masalah

Permukiman Kumuh di Kecamatan Pancoran Mas khususnya di Kelurahan Depok merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari adanya pertumbuhan sebuah perkotaan sebagai kota penyangga Kota Jakarta. Letak strategis Kelurahan Depok memicu pesatnya pembangunan perumahan dan permukiman. Terdapat tiga lokasi permukiman kumuh antara lain kawasan permukiman kumuh kampung lio yang terletak di belakang pasar Depok lama, dan sekitar bantaran setu rawabesar, kawasan permukiman kumuh kampung Belimbing Sawah yang terletak di sekitar bantaran sungai, di bawah jalur SUTT dan bantaran rel kereta api stasiun depok lama, serta kawasan permukiman kampong manggah yang terletak di belakang pertokoan dan perdagangan dan jasa di jalan raya margonda.

(10)

bila ada partisipasi. Berdasarkan teori konsep partisipasi bahwa kesadaran merupakan salah satu motivasi terjadinya partisipasi (Sastroputro, Huraerah, 2008). Maka disumsikan perlu adanya tingkat kesadaran masyarakat untuk menimbulkan partisipasi dalam mensukseskan program-program pemerintah di Kelurahan Depok.

Berdasarkan uraian latar belakang, dengan permasalahan yang ada, yaitu permasalahan permukiman kumuh di Kelurahan Depok menyebabkan penelitian ini perlu dilakukan. Dengan begitu, pertanyaan yang harus di jawab oleh penelitian ini, yaitu:

a. Bagaimana karakteristik tingkat kekumuhan di lokasi studi? b. Bagaimana karakteristik persepsi masyarakat di lokasi studi?

c. Bagaimana Karakteristik tingkat kesadaran masyarakat di lokasi studi d. Bagaimana pola kekumuhan dan kesadaran lokasi studi?

1.3Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pola kekumuhan kawasan dan kesadaran masyarakat permukiman kumuh di Kampung Lio, Kampung Belimbing Sawah, dan Kampung Manggah Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sasarannya adalah:

a. Mengidentifikasi karakteristik tingkat kekumuhan di kawasan permukiman kumuh berdasarkan pedoman identifikasi kawasan permukiman kumuh penyangga Kota Metropolitan Ditjen Cipta Karya.

b. Mengidentifikasi karakteristik persepsi masyarakat terhadap lingkungan permukiman berdasarkan pada kriteria tingkat kekumuhan.

c. Mengidentifikasi karakteristik tingkat kesadaran masyarakat .

(11)

1.4Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini, terbagi menjadi ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi.

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Kecmatan Pancoran Mas memiliki 6 (enam) kelurahan yang terdiri dari Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kelurahan Mampang, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahan Depok, dan Kelurahan Depok Jaya. Yang menjadi wilayah studi dalam penelitian adalah Kelurahan Depok yang terdiri dari Kawasan permukiman kumuh di kampung lio terletak di belakang pasar Depok lama, dan sekitar bantaran setu Rawabesar. Di kampung Belimbing Sawah, permukiman kumuh terletak di sekitar bantaran sungai, di bawah jalur SUTT dan bantaran rel kereta api stasiun depok lama. Sedangkan di Kampung Manggah permukiman kumuh terletak di belakang pertokoan serta perdagangan dan jasa di jalan Raya Margonda.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.1

Lingkup wilayah studi

Kampung RW RT

Lio 13 04

05 06

14 03

04

19 01

03

Belimbing Sawah 03 05

06

Manggah 12 02

05

Sumber: Dokumen Tataruang, Hasil Wawancara, dan Hasil Pengamatan

(12)

penelitian adalah Kelurahan Depok yang terdiri dari 3 (tiga) kampung, 3 RW dan 11 RT. Dapat dilihat pada Gambar 1.1

1.4.2 Ruang Lingkup Materi

Tujuan dari penelitian yang berjudul “Identifikasi Pola Kekumuhan Kawasan dan Tingkat Kesadaran Masyarakat” terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu

1. Menilai dan mengkategorikan kawasan permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok menjadi 3 kelompok yaitu permukiman kumuh kategori tinggi, permukiman kumuh dengan kategori sedang dan permukiman kumuh dengan kategori rendah dengan menggunakan kriteria dari Direktorat Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum yang dimodifikasi pada beberapa criteria sehingga yang digunakan dalam penilaian adalah aspek vitalitas non ekonomi (kesesuaian tataruang, kondisi fisik bangunan yang terdiri dari kepadatan bangunan, building coverage, bangunan temporer, jarak antar bangunan, dan kondisi kepadatan penduduk), vitalitas ekonomi (letak strategis kawasan, jarak ke tempat mata pencaharian, dan fungsi kawasan sekitar), status tanah (dominasi status tanah, dan status kepemilikan lahan), ketersediaan prasarana dan sarana (jalan lingkungan, drainase, air bersih, air limbah, dan persampahan). Menemukan pola kekumuhan kawasan di Kampung Lio, Kampung Belimbing Sawah dan Kampung Manggah.

2. Menilai persepsi masyarakat terhadap lingkungan permukiman kumuh berdasarkan pada kriteria tingkat kekumuhan dengan kriteria penilaian yaitu kriteria vitalitas non ekonomi (kepadatan bangunan dan jarak antar bangunan serta kepadatan penduduk) dan prasarana dan sarana (jalan lingkungan, drainase, air bersih, air limbah, dan persampahan). Dengan begitu kesadaran masyarakat dikategorikan ke dalam kesadaran dengan kategori tinggi, kesadaran dengan kategori sedang, dan kesadaran dengan kategori rendah dengan membatasi lingkup materi pada aspek fisik lingkungan. Kemudian menemukan pola persepsi masyarakat di Kampung Lio, Kampung Belimbing Sawah dan Kampung Manggah.

(13)

kategori tinggi. Jika tinggi dan sedang, sedang dan rendah, maka kesadaran masyrakat termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan jika tinggi dan rendah maka kesadaran masyarakat termasuk dalam kategori rendah. Setelah itu menemukan pola kesadaran masyarakat di Kampung Lio, Kampung Belimbing Sawah dan Kampung Manggah.

(14)
(15)

1.5Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian terdiri dari metode pengumpulan data dan metode analisis data. Lebih jelasnya dapat dilihat pada penjelasan berikut:

1.5.1 Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode primer dan metode sekunder. Metode pengumpulan data primer adalah metode pengumpulan data yang didapat secara langsung dari sumbernya, sedangkan Metode pengumpulan data sekunder adalah metode pengumpulan data yang pengumpulan datanya didapat secara tidak langsung dan pernah digunakan oleh orang lain dalam penelitian lain.

A. Pengumpulan Data Tingkat Kekumuhan

Pengumpulan data dengan menggunakan metode primer, yaitu dengan melakukan observasi langsung melihat dan mendokumentasikan kondisi eksisting permukiman yang ada di Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok sesuai dengan kebutuhan datanya, yaitu kondisi sarana dan prasarana permukiman berupa kondisi bangunan yang ada di permukiman kumuh, seperti jarak antar bangunan, building coverage, bangunan temporer yang ada, kepadatan bangunan, dan bangunan liar yang bertambah. Selain itu, untuk melihat dengan mendokumentasikan kondisi sarana dan prasarana permukiman kumuh yang ada berupa kondisi jalan lingkungan, kondisi drainase, kondisi air minum, kondisi air limbah, dan kondisi persampahannya.

(16)

kepemilikan tanah), kondisi prasarana dan sarana (kondisi jalan lingkungan, kondisi drainase, kondisi air minum, kondisi air limbah, dan kondisi persampahan).

Tabel 1.2

Metode Pengumpulan Data Kekumuhan

Kriteria Variabel Metode

Pengumpulan Data

Keterangan Primer Sekunder

Vitalitas Non Ekonomi

Kesesuaian Tata Ruang Dokumen rencana tata ruang umum dan detail, Kondisi fisik bangunan

Observasi lapangan

Kepadatan bangunan

Bangunan temporer √ Observasi lapangan Building coverage √ Observasi lapangan Jarak antar bangunan √ Observasi lapangan Kondisi kependudukan

√ Dokumen Tataruang dan data BPS Kota Depok Kepadatan penduduk

Vitalitas Ekonomi

Letak strategis kawasan √ Dokumen rencana tata ruang umum dan detil Jarak ke Tempat Mata

Pencaharian √

Wawancara Ketua RW dan RT

Fungsi Kawasan Sekitar √ Dokumen rencana tata ruang umum dan detil

Status Tanah

Dominasi Status Tanah √ Wawancara Ketua RW dan RT

Status Kepemilikan

Tanah √

Wawancara Ketua RW dan RT

Kondisi Prasarana dan Sarana

Kondisi jalan lingkungan Observasi lapangan

Kondisi drainase √ Observasi lapangan

Kondisi air minum √ Observasi lapangan Kondisi air limbah √ Observasi lapangan Kondisi persampahan √ Observasi lapangan

(17)

B. Pengumpulan Data Persepsi Masyarakat

Kuisioner juga dilakukan dengan list pertanyaan yang langsung diberikan kepada masyrakat di permukiman kumuh. Kuisioner dilakukan untuk mengetahui informasi tentang kesadaran masyarakat di permukiman kumuh tentang tingkat kekumuhan dengan beberapa kriteria yang diambil dari Direktorat Pengembangan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum yaitu Konsep Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Penyangga Kota Metropolitan. Beberapa kriteria yang diambil yaitu, kondisi fisik bangunan (kepadatan bangunan, dan jarak antar bangunan), kondisi kependudukan (kepadatan penduduk), kondisi prasarana dan sarana ( kondisi jalan lingkungan, kondisi drainase, kondisi air minum, kondisi air limbah, kondisi persampahan).

Tabel 1.3

Metode Pengumpulan Data untuk Menilai Persepsi Masyarakat

Kriteria Variabel

Vitalitas Non Ekonomi

Kepadatan bangunan

Jarak antar bangunan

Kepadatan penduduk

Kondisi Prasarana dan Sarana

Kondisi jalan lingkungan Kondisi drainase

Kondisi air minum Kondisi air limbah Kondisi persampahan

Sumber: Modifikasi Kriteria Direktorat Pengembangan Permukiman,Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2006

(18)

Rumus Slovin:

Dimana :

- n adalah jumlah sampel

- N adalah jumlah populasi (masyarakat permukiman kumuh)

- e adalah persentase toleransi ketidaktelitian (presesi) karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir

Dengan menggunakan rumus slovin jumlah sampel yang didapat di adalah 96 sampel dan digenapkan menjadi 100 sampel. Penyebaran sampel didistribusikan di 3 (tiga) kampung Kelurahan Depok yaitu Kampung Lio, Kampung Belimbing Sawah, dan Kampung Manggah. Jumlah sampel disetiap kampung didistribusikan secara acak sesuai dengan proporsi jumlah populasi di setiap RT atau RW.

Tabel 1.4

Jumlah Populasi dan Jumlah sampel

Kampung RW RT Jumlah KK Jumlah sampel

Lio 13 04 115 6

05 120 8

06 90 6

14 03 200 12

04 300 15

19 01 180 9

03 250 13

Belimbing Sawah 03 05 113 9

06 180 6

Manggah 12 02 155 8

05 146 8

Jumlah 5 11 1973 100

Sumber: Hasil Olahan, 2011

(19)

1.5.2 Metode Analisis Data A. Analisis Tingkat Kekumuhan

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Tujuan dari penelitian deskriptif kuantitatif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis dan akurat terhadap hasil pembobotan/penilaian mengenai permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Depok berdasarkan kriteria-kriteria yang dapat digunakan sebagai penentuan permukiman kumuh, yaitu kriteria validasi non ekomomi (kesesuaian tata ruang/RTRW/RDTR, kondisi fisik bangunan, dan kondisi kependudukan), status tanah (dominasi sertifikat tanah dan status kepemilikan tanah), dan kondisi prasarana dan sarana (kondisi jalan, kondisi drainase, kondisi air bersih, kondisi air limbah, dan kondisi persampahan). Metode pembobotan atau penilaian secara manual dengan menggunakan bantuan program komputer, yaitu program Microsoft Exel (Spread Sheet Exel).

Tabel 1.5

Parameter dan Variabel Kriteria Penilaian Kawasan Permukiman Kumuh

Kriteria Variabel Parameter Nilai Bobot

Vitalitas Non Ekonomi Kesesuaian Tata Ruang Sesuai 25% Sesuai 25-50% Sesuai >50% 50 30 20 Kondisi fisik bangunan Kepadatan bangunan >100 unit/ha 80-100 unit/ha <80 unit/ha 50 30 20 Bangunan temporer >50% 25%-50% < 25% 50 30 20 Building coverage >70% 50%-70% <50% 50 30 20 Jarak antar bangunan <1,5 m 1,5 m – 3 m >3 m 50 30 20 Kondisi kependudukan Kepadatan penduduk >500 jiwa/ha 400-500 jiwa/ha <400 jiwa/ha 50 30 20 Vitalitas Ekonomi Letak strategis kawasan Sangat strategis Kurang strategis Tidak strategis 50 30 20 Jarak ke Tempat

Mata Pencaharian

> 10 km 1 - 10 km < 1 km

(20)

Kriteria Variabel Parameter Nilai Bobot Sekitar Pusat pemerintahan

Permukiman dan lainnya

30 20 Status Tanah Dominasi Status Tanah

Girik (bukan SHM/SHGB) Sertifikat hak guna bangunan Sertifikat hak milik

50 30 20 Status Kepemilikan Tanah Tanah negara

Tanah masyarakat adatTanah sengketa 50 30 20 Kondisi Prasarana dan Sarana Kondisi jalan lingkungan

Sangat buruk >70% Buruk 50-70% Baik <50% 50 30 20 Kondisi drainase Genangan >50% Genangan 25%-50% Genangan <25% 50 30 20 Kondisi air minum Pelayanan <30% Pelayanan 30%-60% Pelayanan 60% 50 30 20 Kondisi air limbah Pelayanan <30% Pelayanan 30%-60% Pelayanan 60% 50 30 20 Kondisi persampahan Pelayanan <50% Pelayanan 50%-70% Pelayanan 70% 50 30 20

Sumber: Modifikasi Kriteria Direktorat Pengembangan Permukiman,Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2006

Proses penilaian untuk hasil setiap kriteria berdasarkan parameter yang telah dikemukakan menggunakan batas ambang yang dikategorikan kedalam penilaian tinggi, sedang, dan rendah. Parameter pada setiap variabel diinterpretasikan kedalam nilai krasifikasi, yaitu 50, 30, dan 20 dengan nilai maksimum 50 dan terendah 20. Dengan begitu batas ambang yang dihasilkan dapat diperoleh dari hasil Nilai Rentang (NR), yaitu total maksimum dan total minimum setiap variabel kriteria. Untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat pada rumus berikut:

Nilai Rentang (NR) = ______________________________

3

Untuk ∑ nilai tertinggi dan ∑ nilai terendah untuk setiap kriteria dapat dilihat pada tabel berikut:

(21)

Tabel 1.6

Nilai Rentang dalam Penentu Kawasan Permukiman Kumuh Kriteria Nilai

Bobot Variabel Nilai Tertinggi ∑ Nilai Tertinggi Nilai Terendah ∑ Nilai

Terendah NR Vitalitas

Non Ekonomi

1 8 50 400 20 160 80

Vitalitas Ekonomi

1 3 50 150 20 60 30

Kondisi Sarana Prasarana

1 5 50 250 20 100 50

Status Tanah 1 2 50 100 20 40 20

Komitmen Pemerintah

1 5 50 250 20 100 50

Sumber: Modifikasi Kriteria Direktorat Pengembangan Permukiman,Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2006

Berdasarkan tabel diatas, dalam penentuan lokasi permukiman kumuh dengan menggunakan kriteria, yaitu vitalitas non ekonomi, vitalitas ekonomi, kondisi prasarana dan sarana, status tanah, dan komitmen pemerintah masing-masing memiliki Nilai Rentang (NR), yaitu 80, 30, 50, 20 dan 50 dengan nilai bobot masing-masing 1. Sedangkan untuk pentuan prioritas permukiman kumuhnya dengan kriteria prioritas penanganan memiliki Nilai Rentang (NR) sebesar 90, 90, 60, 60 dengan nilai bobot 3, 3, 2, 2. Dengan begitu, batas ambang dapat diketahui, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.7

Batas Ambang dalam Penentu Kawasan Permukiman Kumuh

Kriteria Kategori

Tinggi Sedang Rendah

Vitalitas Non Ekonomi 320 - 400 240 - 319 160 – 239 Vitalitas Ekonomi 120 – 150 90 - 119 60 - 89 Kondisi Prasarana dan sarana 200 - 250 150 - 199 100 – 149

Status Tanah 80 - 100 60 - 79 40 - 59

Komitmen Pemerintah 200-250 150-199 100-149

Sumber: Modifikasi Kriteria Direktorat Pengembangan Permukiman,Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2006

(22)

B. Analisis Persepsi

Selain analisis penilaian permukiman kumuh, penilaian persepsi masyarakat terhadap lingkungan permukiman kumuh berdasarkan kriteria vitalitas non ekonomi dan parasarana dan sarana. Analisis tersebut dilakukan dengan analisis deskriptif dengan bantuan kuesioner. Dengan asumsi bahwa persepsi sebagai proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya (Yusuf, 2007). Kemudian diasumsikan juga bahwa dari hasil penilaian responden yang menjawab dominan lebih dari 50% dapat dikategorikan tingkat kesadaran tinggi, sedang, dan rendah.

Indikator dan atribut persepsi masyarakat yang digunakan dapat dilihat dari karakteristik masyarakat di permukiman kumuh. Indikator dan atribut karakteristik masyarakat permukiman kumuh sebagai berikut:

Tabel 1.8

Penilaian Tingkat Kesadaran Masyarakat

Indikator Atribut Penilaian

Sangat Buruk

Buruk Baik

Kondisi Fisik Bangunan Kepadatan Bangunan 3 2 1

Jarak Antar Bangunan 3 2 1

Kondisi Kependudukan Kepadatan Penduduk 3 2 1

Kondisi Ekonomi Jarak Ke Tempat Mata Pencaharian

3 2 1

Status Tanah Status Kepemilikan Tanah 3 2 1

Kondisi Prasarana dan Sarana

Kondisi Jalan Lingkungan 3 2 1

Kondisi Drainase 3 2 1

Kondisi Air Minum 3 2 1

Kondisi Air Limbah 3 2 1

Kondisi Persampahan 3 2 1

(23)

Berdasarkan tabel di atas maka dari 6 responden yang menilai sangat buruk lebih besar dari yang lain. Jadi dapat diasumsikan bahwa tingkat persepsi masayarakat cenderung tinggi.

C. Analisis Tingkat Kesadaran Masyarakat

Metode yang digunakan dalam membandingkan tingkat persepsi masyarakat dengan tingkat kekumuhan menggunakan metode deskriptif komparatif. Proses analisis perbandingan ini yaitu membandingkan secara deskriptif kategori tingkat persepsi masyarakat dengan kategori tingkat kekumuhan yang diperoleh dari hasil penilaian kuisioner dan pembobotan tingkat kekumuhan. Sehingga dapat dihasilkan tingkat kesadaran masyarakat berdasarakan perbandingan tersebut.

D. Analisis Tindak Penanganan Berdasarkan Pola Kekumuhan dan Kesadaran Masyarakat

Pola kekumuhan kawasan dan kesadaran masyarakat dianalisis berdasarakan kriteria-kriteria perbandingan tingkat kekumuhan dan tingkat kesadaran masyarakat. Setelah teridentifikasi pola kekumuhan kawasan dan kesadaran masyarakat, pola-pola tersebut disesuaikan dengan kriteria penanganan kawasan untuk memberikan alternatif penanganan berdasarkan pedoman identifikasi kawasan permukiman kumuh penyanga Kota Metropolitan Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.

1.5.3 Kerangka Pemikiran

Banyaknya permukiman kumuh di Kelurahan Depok sementara tingkat partisipasi masyarakat rendah dengan asumsi bahwa tingkat partisipasi terjadi karena adanya tingkat kesadaran. Sehingga kurangnya kesadaran masyarakat di Kelurahan Depok menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat di lingkungan permukiman kumuh. Permukiman kumuh di Kelurahan Depok berada di 3 (tiga) kampung yaitu Kampung Lio, Kampung Belimbing Sawah, dan Kampung Manggah.

(24)
(25)

Gambar 1.2 Bagan Alir Penelitian

Banyak permukiman kumuh di Kelurahan Depok dan Rendahnya tingkat partisipasi di Kelurahan Depok

Menilai tingkat kekumuhan

Menilai persepsi masyarakat

Kategori tingkat kekumuhan setiap RT

Kategori tingkat persepsi setiap RT

Tingkat Kesadaran Masyarakat Kriteria kumuh

 Vitalitas non ekonomi  Vitalitas ekonomi  Status tanah

 Prasarana dan sarana

Kriteria persepsi Masyarakat terhadap lingkungan

permukiman  Vitalitas non

ekonomi  Prasarana dan

sarana

Hasil kuisioner Scoring

Deskriptif Komparatif Permukiman kumuh di Kelurahan Depok berada di

Kampung Lio, Kampung Belimbing Sawah dan Kampung manggah

(26)

1.6Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan dari penelitian mengenai “Identifikasi Pola Kekumhan Kawasan dan Kesadaran Masyarakat”, yaitu:

Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian mengenai “Identifikasi Pola Kekumuhan Kawasan dan Kesadaran Masyarakat”, perumusan masalah yang akan diselesaikan oleh penelitian ini, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup wilayah penelitian dan ruang lingkup wilayah materi sebagai batasan dari penelitian, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, dan sistematika pembahasan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas mengenai teori-teori yang dapat digunakan sebagai panduan dalam melakukan penelitian.

Bab III Gambaran Umum

Bab ini secara umum menjelaskan gambaran Kelurahan Depok dan gambaran permukiman kumuh di 3 (tiga) kampung yang menjadi objek penelitian yaitu Kampung Lio, Kampung Belimbing Sawah dan Kampung Manggah.

Bab IV Analisis

Bab ini membahas analisis penilaian tingkat kekumuhan per kampung berdasakan kriteria dari Ditjen Cipta Karya yang mencakup penilaian kekumuhan terhadap kriteria vitalitas non ekonomi, vitalitas ekonomi, status tanah, prasarana dan sarana, penilaian tingkat kesadaran masyarakat terhadap kekumuhan berdasarkan kriteria tingkat kekumuhan yang mencakup penilaian terhadap kriteria vitalitas non ekonomi, serta prasarana dan sarana, Perbandingan tingkat kesadaran dengan tingkat kekumuhan, mengidentifikasi pola kekumuhan kawasan dan kesadaran masyarakat untuk alternatif tindak penanganan.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Permukiman, Kumuh, dan Permukiman Kumuh 2.1.1 Pengertian Permukiman

Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitiberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan landsettlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human).3 Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi.

2.1.2 Pengertian Kumuh

Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan.

Menurut kamus ilmu-ilmu sosial Slum’s diartikan sebagai suatu daerah yang kotor yang bangunan-bangunannya sangat tidak memenuhi syarat. Jadi daerah slum’s dapat diartikan sebagai daerah yang ditempati oleh penduduk dengan status ekonomi rendah dan bangunan-bangunan perumahannya tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai perumahan yang sehat.

(28)

rendah dengan gedung-gedung yang tidak memenuhi syarat kesehatan. (Sukamto Soerjono, 1985).

2.1.3 Permukiman Kumuh

Diana Puspitasari dari Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distarkim) Kota Depok mengatakan, definisi permukiman kumuh berdasarkan karakteristiknya adalah suatu lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas. Dengan kata lain memburuk baik secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya. Dan tidak memungkinkan dicapainya kehidupan yang layak bahkan cenderung membahayakan bagi penghuninya.

Menurut Diana, ciri permukiman kumuh merupakan permukiman dengan tingkat hunian dan kepadatan bangunan yang sangat tinggi, bangunan tidak teratur, kualitas rumah yang sangat rendah. Selain itu tidak memadainya prasarana dan sarana dasar seperti air minum, jalan, air limbah dan sampah.

Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.

Ciri-ciri pemukiman kumuh, seperti yang diungkapkan oleh Prof. DR. Parsudi Suparlan adalah :

1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

2. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.

4. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai :

(29)

b. Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW.

c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.

5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

6. Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.

Berdasarkan salah satu ciri diatas, disebutkan bahwa permukiman kumuh memiliki ciri “kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin”. Penggunaan ruang tersebut berada pada suatu ruang yang tidak sesuai dengan fungsi aslinya sehingga berubah menjadi fungsi permukiman, seperti muncul pada daerah sempadan untuk kebutuhan Ruang Terbuka Hijau. Keadaan demikian menunjukan bahwa penghuninya yang kurang mampu untuk membeli atau menyewa rumah di daerah perkotaan dengan harga lahan/bangunan yang tinggi, sedangkan lahan kosong di daerah perkotaan sudah tidak ada. Permukiman tersebut muncul dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai, kondisi rumah yang kurang baik dengan kepadatan yang tinggi serta mengancam kondisi kesehatan penghuni. Dengan begitu, permukiman yang berada pada kawasan SUTET, semapadan sungai, semapadan rel kereta api, dan sempadan situ/danau merupakan kawasan permukiman kumuh.

Menurut Ditjen Bangda Depdagri, ciri-ciri permukiman atau daerah perkampungan kumuh dan miskin dipandang dari segi sosial ekonomi adalah sebagai berikut

1. Sebagian besar penduduknya berpenghasilan dan berpendidikan rendah, serta memiliki sistem sosial yang rentan.

(30)

a. Kepadatan penduduk yang tinggi > 200 jiwa/km2 b. Kepadatan bangunan > 110 bangunan/Ha.

c. Kondisi prasarana buruk (jalan, air bersih, sanitasi, drainase, dan persampahan). d. Kondisi fasilitas lingkungan terbatas dan buruk, terbangun <20% dari luas

persampahan.

e. Kondisi bangunan rumah tidak permanen dan tidak memenuhi syarat minimal untuk tempat tinggal.

f Permukiman rawan terhadap banjir, kebakaran, penyakit dan keamanan.

g. Kawasan permukiman dapat atau berpotensi menimbulkan ancaman (fisik dan non fisik ) bagi manusia dan lingkungannya.

2.2Pengertian Kesadaran (awareness)

Rogers (1974) mengungkapkan bahwa kesadaran yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. Dalam Cambridge international dictionary of English (1995) pertama kesadaran diartikansebagai kondisi terjaga atau mampu mengerti apa yang sedang terjadi. Kedua, kesadaran diartikan sebagai semua ide, perasaan, pendapat, dan sebagainya yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Kesadaran mencakup 3(tiga) hal, yaitu persepsi, pikiran dan perasaan (Atkinson dkk, 1997).

Pengertian persepsi dari Kamus Psikologi adalah berasal dari Bahasa Inggris perception yang artinya: persepsi, penglihatan, tanggapan; yaitu proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya atau pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera (Kartono & Gulo, 1987: 343).

2.3Konsep Partisipasi

Menurut para ahli, pengertian partisipasi adalah pengikutsertaan. Beberapa definisi partisipasi yang dikemukakan oleh berbagai ahli adalah sebagai berikut:

(31)

Alastraire White mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan komuniti setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau pelaksananaannya terhadap proyek-proyek pembangunan.

Allport mengemukakan bahwa seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan dirinya juga berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya.

Menurut Davis, partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok atau berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan tersebut

Sastroputro (Huraerah, 2008) mengemukakan partisipasi adalah keterlibatan mental atau pikiran dan perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok untuk mencapai suatu tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang berrsangkutan. Dari pengertian tersebut dikemukakan bahwa partisipasi bukan keterlibatan yang sifatnya lahiriah saja, akan tetapi keterlibatan ini menyangkut pikiran atau perasaan.

Apabila ditinjau lebih lanjut terdapat bebrapa motivasi yang menimbulkan terjadinya partisipasi. Motivasi tersebut antara lain:

1. Takut atau terpaksa

Bila ditinjau dari motivasi partisipasi yang pertama adalah partisipasi yang dilakukan dengan terpaksa atau takut biasanya akibat adanya perintah yang kaku dari atasan atau pemerintah. Sehingga ada unsur keterpaksaan dalam pelaksanaan partisipasi.

2. Ikut-ikutan

Bila ditinjau dari motivasi partisipasi yang kedua adalah partisipasi dengan ikut-ikutan hanya didorong oleh rasa solidaritas yang tinggi antara teman atau anggota masyarakat. Sehingga keikutasertaan mereka dalam partisipasi bukan karena dorongan hati sendiri.

(32)

Motivasi partisipasi yang ketiga adalah kesadaran yaitu partisipasi yang timbul karena kehendak dari pribadi diri sendiri. Hal ini dilandasi oleh dorongan yang timbul dari hati nurani. Karena itu apa yang mereka lakukan bukan karena terpaksa atau ikut-ikutan orang lain, melainkan kesadaran dari diri mereka sendiri. Partisipasi inilah yang sesungguhnya sangat diharapkan dapat berkembang dalam diri setiap orang.

2.4Program PNPM-P2KP

Kementrian Pekerjaan Umum, Ditjen Cipta Karya bahwa PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.

Nilai-nilai dan Prinsip-prinsip yang Melandasi P2KP

Nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan yang bersifat universal, dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, yang melandasi pelaksanaan P2KP adalah sebagai berikut :

Nilai-Nilai Universal Kemanusiaan (Gerakan Moral)

Nilai-nilai universal kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP dalam melaksanakan P2KP adalah :

1) Jujur;

2) Dapat dipercaya; 3) Ikhlas/kerelawanan; 4) Adil;

(33)

6) Kesatuan dalam keragaman;

Prinsip-Prinsip Universal Kemasyarakatan (Good Governance)

Prinsip-prinsip universal kemasyarakatan (Good Governance) yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP adalah :

1) Demokrasi; 2) Partisipasi;

3) Transparansi dan Akuntabilitas; 4) Desentralisasi;

Prinsip-Prinsip Universal Pembangunan Berkelanjutan (Tridaya)

Prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan harus merupakan prinsip keseimbangan pembangunan, yang dalam konteks P2KP diterjemahkan sebagai sosial, ekonomi dan lingkungan yang tercakup dalam konsep Tridaya.

 Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection); dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, perlu didorong agar keputusan dan pelaksanaan kegiatan tersebut berorientasi pada upaya perlindungan/pemeliharaan lingkungan baik lingkungan alami maupun buatan termasuk perumahan dan permukiman, yang harus layak, terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif. Termasuk didalamnya adalah penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan meningkatkan kesejahteraan penduduknya.

 Pengembangan Masyarakat (Social Development); tiap langkah kegiatan P2KP harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat sehingga dapat tercipta masyarakat efektif secara sosial sebagai pondasi yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan masyarakat juga berarti upaya untuk meningkatkan potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan (vulnerable groups) dan marjinal yang selama ini tidak memiliki peluang/akses dalam program/kegiatan setempat;

(34)

keterampilan masyarakat miskin dan atau penganggur perlu mendapat porsi khusus termasuk upaya untuk mengembangkan peluang usaha dan akses ke sumberdaya kunci untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan fisik dan sosial.

Prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan tersebut pada hakekatnya merupakan pemberdayaan sejati yang terintegrasi, yaitu pemberdayaan manusia seutuhnya agar mampu membangkitkan ketiga daya yang telah dimiliki manusia secara integratif, yaitu daya pembangunan agar tercipta masyarakat yang peduli dengan pembangunan perumahan dan permukiman yang berorientasi pada kelestarian lingkungan, daya sosial agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, dan daya ekonomi agar tercipta masyarakat produktif secara ekonomi.

Strategi Pelaksanaan P2KP adalah:

Mendorong Proses Transformasi Sosial dari Masyarakat Tidak

Berdaya/Miskin Menuju Masyarakat Berdaya

1. Internalisasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal, sebagai pondasi yang kokoh untuk memberdayakan masyarakat menuju tatanan masyarakat yang mampu mewujudkan kemandirian dan pembangunan berkelanjutan.

2. Penguatan Lembaga Masyarakat melalui pendekatan pembangunan bertumpu pada kelompok (Community based Development), dimana masyarakat membangun dan mengorganisir diri atas dasar ikatan pemersatu (common bond), antara lain kesamaan kepentingan dan kebutuhan, kesamaan kegiatan, kesamaan domisili, dll, yang mengarah pada upaya mendorong tumbuh berkembangnya kapital sosial.

3. Pembelajaran Penerapan Konsep Tridaya dalam Penanggulangan Kemiskinan , menekankan pada proses pemberdayaan sejati (bertumpu pada manusia-manusianya) dalam rangka membangkitkan ketiga daya yang dimiliki manusia, agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, tercipta masyarakat ekonomi produktif dan masyarakat pembangunan yang mampu mewujudkan lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, produktif dan lestari.

(35)

kontrol sosial secara obyektif dan efektif sehingga menjamin pelaksanaan kegiatan yang berpihak kepada masyarakat miskin dan mendorong kemandirian serta keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah masing-masing .

Mendorong Proses Transformasi Sosial dari Masyarakat Berdaya Menuju

Masyarakat Mandiri

1. Pembelajaran Kemitraan antar Stakeholders Strategis, yang menekankan pada proses pembangunan kolaborasi dan sinergi upaya-upaya penanggulangan kemiskinan antara masyarakat, pemerintah kota/kabupaten, dan kelompok peduli setempat agar kemiskinan dapat ditangani secara efektif, mandiri dan berkelanjutan.

2. Penguatan Jaringan antar Pelaku Pembangunan, dengan membangun kepedulian dan jaringan sumberdaya dan mendorong keterlibatan aktif dari para pelaku pembangunan lain maka dapat dijalin kerjasama dan dukungan sumberdaya bagi penanggulangan kemiskinan, termasuk akses penyaluran ( channeling ) bagi keberlanjutan program-program di masyarakat dan penerapkan Tridaya di lapangan. Para pelaku pembangunan lain yang dimaksud antara lain : LSM, Perguruan Tinggi setempat, lembaga-lembaga keuangan (perbankan), Pengusaha, Asosiasi Profesi dan Usaha Sejenis, dll.

Mendorong Proses Transformasi Sosial dari Masyarakat Mandiri Menuju

Masyarakat Madani

Intervensi P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat mandiri menuju masyarakat madani lebih dititikberatkan pada proses penyiapan landasan yang kokoh melalui penciptaan situasi dan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhberkembangnya masyarakat madani, melalui intervensi komponen Pembangunan Lingkungan Permukiman Kelurahan Terpadu (Neighbourhood Development) , yakni proses pembelajaran masyarakat dalam mewujudkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai menuju terwujudnya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan lestari.

2.5Kriteria Permukiman Kumuh

(36)

a. Kriteria Permukiman Kumuh Menurut BPS

b. Kriteria Permukiman Kumuh dalam Konsep Panduan Identifikasi Lokasi Kawasan Perumahan dan Permukiman Kumuh.

c. Kriteria Kawasan Permukiman Kumuh Menurut Direktorat Pengembangan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum yaitu Konsep Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Penyangga Kota Metropolitan

Penentuan kriteria kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek atau dimensi seperti kesesuaian peruntukan lokasi dengan rencana tata ruang, status (kepemilikan) tanah, letak/kedudukan lokasi, tingkat kepadatan penduduk, tingkat kepadatan bangunan, kondisi fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal. Selain itu digunakan kriteria sebagai kawasan penyangga kota metropolitan seperti kawasan permukiman kumuh teridentifikasi yang berdekatan atau berbatasan langsung dengan kawasan yang menjadi bagian dari kota metropolitan. Berdasarkan uraian diatas maka untuk menetapkan lokasi kawasan permukiman kumuh digunakan kriteria-kriteria yang dikelompok kedalam kriteria:

Vitalitas Non Ekonomi

Kriteria Vitalitas Non Ekonomi dipertimbangkan sebagai penentuan penilaian kawasan kumuh dengan indikasi terhadap penanganan peremajaan kawasan kumuh yang dapat memberikan tingkat kelayakan kawasan permukiman tersebut apakah masih layak sebagai kawasan permukiman atau sudah tidak sesuai lagi.

Kriteria ini terdiri atas variabel sebagai berikut:

1. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

(37)
[image:37.595.119.525.122.587.2]

3. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

Gambar 2.1

Pembobotan Kriteria Vitalitas Non Ekonomi

(38)

 Dihitung koefisien ambang interval (rentang) dengan cara menggunakan nilai tertinggi (hasil penilaian tertinggi) dari hasil pembobotan dengan nilai terendah (hasil penilaian terendah) dari jumlah penilaian dibagi 3 (tiga).

 Koefisien ambang rentang sebagai pengurang dari nilai tertinggi akan menghasilkan batas nilai paling bawah dari tertinggi.

 Untuk kategori selanjutnya dilakukan pengurangan 1 angka terhadap batas terendah dari akan menghasilkan batas tertinggi untuk kategori sedang dan seterusnya.

Nilai Rentang = ∑ nilai tertinggi-∑nilai terendah 3

Nilai Rentang = 300 – 120 3 = 60

Maka, berdasarkan rumus tersebut diperoleh hasil tingkat kekumuhan sebagai berikut:  Kategori Kumuh Tinggi berada pada nilai : 240-300

 Kategori Kumuh Sedang berada pada nilai : 179-239  Kategori Kumuh Rendah berada pada nilai : 120-178

• Vitalitas Ekonomi

Kriteria Vitalitas Ekonomi dinilai mempunyai kepentingan atas dasar sasaran program penanganan kawasan permukiman kumuh terutama pada kawasan kumuh sesuai gerakan city without slum sebagaimana menjadi komitmen dalam Hari Habitat Internasional. Oleh karenanya kriteria ini akan mempunyai tingkat kepentingan penanganan kawasan permukiman kumuh dalam kaitannya dengan indikasi pengelolaan kawasan sehingga peubah penilai untuk kriteria ini meliputi:

1. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

(39)

aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

[image:39.595.117.527.188.430.2]

3. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

Gambar 2.2

Pembobotan Kriteria Vitalitas Ekonomi

Proses perhitungan tingkat kekumuhan terhadap kriteria vitalitas ekonomi dengan menggunakan rumus mencari jumlah tertinggi dari nilai bobot dan jumlah terendah dari nilai bobot pada kriteria sebagai alat ukur tingkat kekumuhan. Kemudian penilaian menggunakan batas ambang yang dikategorikan dalam penilaian dinilai kategori tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengklasifikasikan hasil kegiatan penilaian berdasarkan kategori tersebut maka dilakukan perhitungan terhadap akumulasi bobot yang telah dilakukan dengan formula sebagai berikut:

 Dihitung koefisien ambang interval (rentang) dengan cara menggunakan nilai tertinggi (hasil penilaian tertinggi) dari hasil pembobotan dengan nilai terendah (hasil penilaian terendah) dari jumlah penilaian dibagi 3 (tiga).

 Koefisien ambang rentang sebagai pengurang dari nilai tertinggi akan menghasilkan batas nilai paling bawah dari tertinggi.

(40)

Nilai Rentang = ∑ nilai tertinggi-∑nilai terendah 3

Nilai Rentang = 150 – 60 3 = 30

Maka, berdasarkan rumus tersebut diperoleh hasil tingkat kekumuhan sebagai berikut:  Kategori Kumuh Tinggi berada pada nilai : 120-150

 Kategori Kumuh Sedang berada pada nilai : 89-119  Kategori Kumuh Rendah berada pada nilai : 60-88

Status Kepemilikan Tanah

Kriteria status tanah sebagai mana tertuang dalam Inpres No. 5 tahun 1990 tentang Peremajan Permukiman Kumuh adalah merupakan hal penting untuk kelancaran dan kemudahan pengelolaanya. Kemudahan pengurusan masalah status tanah dapat menjadikan jaminan terhadap ketertarikan investasi dalam suatu kawasan perkotaan. Perubah penilai dari kriteria ini meliputi:

(41)
[image:41.595.113.511.103.302.2]

Gambar 2.3

Pembobotan Kriteria Status Tanah

Proses perhitungan tingkat kekumuhan terhadap kriteria status tanah dengan menggunakan rumus mencari jumlah tertinggi dari nilai bobot dan jumlah terendah dari nilai bobot pada kriteria sebagai alat ukur tingkat kekumuhan. Kemudian penilaian menggunakan batas ambang yang dikategorikan dalam penilaian dinilai kategori tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengklasifikasikan hasil kegiatan penilaian berdasarkan kategori tersebut maka dilakukan perhitungan terhadap akumulasi bobot yang telah dilakukan dengan formula sebagai berikut:

 Dihitung koefisien ambang interval (rentang) dengan cara menggunakan nilai tertinggi (hasil penilaian tertinggi) dari hasil pembobotan dengan nilai terendah (hasil penilaian terendah) dari jumlah penilaian dibagi 3 (tiga).

 Koefisien ambang rentang sebagai pengurang dari nilai tertinggi akan menghasilkan batas nilai paling bawah dari tertinggi.

 Untuk kategori selanjutnya dilakukan pengurangan 1 angka terhadap batas terendah dari akan menghasilkan batas tertinggi untuk kategori sedang dan seterusnya.

Nilai Rentang = ∑ nilai tertinggi-∑nilai terendah 3

(42)

Maka, berdasarkan rumus tersebut diperoleh hasil tingkat kekumuhan sebagai berikut:  Kategori Kumuh Tinggi berada pada nilai : 80-100

 Kategori Kumuh Sedang berada pada nilai : 59-79  Kategori Kumuh Rendah berada pada nilai : 40-58

Keadaan Prasarana dan Sarana

Kriteria Kondisi Prasarana dan sarana yang mempengaruhi suatu kawasan permukiman menjadi kumuh, paling tidak terdiri atas:

[image:42.595.138.521.369.679.2]

1. Kondisi Jalan 2. Kondisi Drainase 3. Kondisi Air bersih 4. Kondisi Air limbah 5. Kondisi Persampahan

Gambar 2.4

(43)

Proses perhitungan tingkat kekumuhan terhadap kriteria prasarana dan sarana dengan menggunakan rumus mencari jumlah tertinggi dari nilai bobot dan jumlah terendah dari nilai bobot pada kriteria sebagai alat ukur tingkat kekumuhan. Kemudian penilaian menggunakan batas ambang yang dikategorikan dalam penilaian dinilai kategori tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengklasifikasikan hasil kegiatan penilaian berdasarkan kategori tersebut maka dilakukan perhitungan terhadap akumulasi bobot yang telah dilakukan dengan formula sebagai berikut:

 Dihitung koefisien ambang interval (rentang) dengan cara menggunakan nilai tertinggi (hasil penilaian tertinggi) dari hasil pembobotan dengan nilai terendah (hasil penilaian terendah) dari jumlah penilaian dibagi 3 (tiga).

 Koefisien ambang rentang sebagai pengurang dari nilai tertinggi akan menghasilkan batas nilai paling bawah dari tertinggi.

 Untuk kategori selanjutnya dilakukan pengurangan 1 angka terhadap batas terendah dari akan menghasilkan batas tertinggi untuk kategori sedang dan seterusnya.

Nilai Rentang = ∑ nilai tertinggi-∑nilai terendah 3

Nilai Rentang = 250 – 100 3 = 50

Maka, berdasarkan rumus tersebut diperoleh hasil tingkat kekumuhan sebagai berikut:  Kategori Kumuh Tinggi berada pada nilai : 200-250

 Kategori Kumuh Sedang berada pada nilai : 149-199  Kategori Kumuh Rendah berada pada nilai : 100-148

Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

(44)

Perubah penilai dari kriteria ini akan meliputi:

1. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

[image:44.595.118.527.208.494.2]

2. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

Gambar 2.5

Pembobotan Kriteria Komitmen Pemerintah

Prioritas Penanganan

Untuk menentukan lokasi prioritas penanganan, selanjutnya digunakan kriteria lokasi kawasan permukiman kumuh yang diindikasikan memiliki pengaruh terhadap (bagian) kawasan perkotaan metropolitan sekaligus sebagai kawasan permukiman penyangga. Kriteria ini akan menghasilkan lokasi kawasan permukiman yang prioritas ditangani karena letaknya yang berdekatan dengan kawasan perkotaan. Penentuan kriteria ini menggunakan variabel sebagai berikut:

1. Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan pusat kota metropolitan. 2. Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan kawasan pusat pertumbuhan

(45)

3. Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan kawasan lain (perbatasan) bagian kota metropolitan.

[image:45.595.119.530.163.419.2]

4. Kedekatan lokasi kawasan kumuh dengan letak ibukota daerah yang bersangkutan.

Gambar 2.6

Pembobotan Kriteria Prioritas Penanganan

Kegiatan penilaian kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan sistem pembobotan pada masing-masing kriteria diatas. Umumnya dimaksudkan bahwa setiap kriteria memiliki bobot pengaruh yang berbeda-beda. Selanjutnya dalam penentuan bobot kriteria bersifat relatif dan bergantung pada preferensi individu atau kelompok masyarakat dalam melihat pengaruh masing-masing kriteria.

Dalam pembuatan laporan penelitian ini, yang digunakan adalah kriteria menurut Direktorat Pengembangan Permukiman yaitu Konsep Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Penyangga Kota Metropolitan. Beberapa kriteria yang digunakan dalam penilaian kawasan permukiman kumuh dalam studi ini antara lain:

(46)

 Kriteria vitalitas ekonomi yang terdiri dari letak strategis kawasan, jarak ke tempat mata pencaharian, dan fungsi kawasan sekitar.

 Kriteria status tanah yang terdiri dari dominasi sertifikat tanah, status kepemilikan lahan.

 Kriteria prasarana dan sarana yang terdiri dari kondisi jalan lingkungan, kondisi drainase, kondisi air bersih, kondisi air limbah dan kondisi persampahan.

Kriteria dari Direktorat Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum dimodifikasi atau ada beberapa kriteria yang tidak dicantumkan dalam penilaian oleh peneliti agar dapat memudahkan proses pengumpulan data. Kriteria-kriteria tersebut digunakan untuk membantu peneliti dalam melakukan penilaian terhadap wilayah objek penelitian.

2.6Pola Permukiman Penduduk

Pola permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya (Subroto, 1983:176). Permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat (ruang) atau suatu daerah dimana penduduk terkonsentrasi dan hidup bersama menggunakan lingkungan setempat, untuk mempertahankan, melangsungkan, dan mengembangkan hidupnya (Martono dan Dwi, 1996:abstrak). Pengertian pola dan sebaran permukiman memiliki hubungan yang sangat erat. Sebaran permukiman membincangkan hal dimana terdapat permukiman dan atau tidak terdapat permukiman dalam suatu wilayah, sedangkan pola permukiman merupakan sifat sebaran, lebih banyak berkaitan dengan akibat faktor-faktor ekonomi, sejarah dan faktor budaya.

2.7Tindak Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh

(47)

Berikut ini dirumuskan contoh tindakan penanganan kawasan permukiman kumuh yang bisa dilakukan di Kelurahan Depok yang terdisitribusi di Kampung Lio, Kampung Belimbing Sawah, dan Kampung Manggah dengan pendekatan penanganan pada property development, community based development (CBD), dan guided land development (GLD). Pendekatan penanganan ini dirumuskan dengan mempertimbangkan hasil-hasil penilaian kriteria pembentuk kawasan permukiman kumuh yang telah dilakukan.

a. Pendekatan Property Development

Pendekatan ini berangkat dari pemahaman bahwa kawasan permukiman kumuh akan dikelola secara komersial agar ekonomi lokasi yang tinggi dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kepentingan kawasan dan daerah. Dalam Hal ini masyarakat penghuni kawasan berkedudukan sebagai kelompok sasaran perumahan, pemerintah sebagai pemilik aset (tanah) dan swasta sebagai investor.

 Kriteria Vitalitas Nilai Ekonomis mempunyai Nilai Tinggi dengan perhitungan score Tinggi.

 Kriteria Status Kepemilikan Tanah sebagian besar Tanah Negara dengan perhitungan score Tinggi hingga Sedang.

 Kriteria Vitalitas non Ekonomis dengan score Tinggi hingga Sedang.

 Kriteria Keadaan Prasarana Sarana dengan perhitungan score Tinggi hingga Sedang.

b. Pendekatan Community Based Development

Kawasan kurang bahkan hampir tidak mempunyai nilai ekonomis komersial. Dalam hal ini kemampuan masyarakat penghuni sebagai dasar perhatian utama. Dengan demikian masyarakat didudukan sebagi pemeran utama penanganan.

 Kriteria Vitalitas Ekonomi memiliki nilai Rendah dengan score Sedang hingga Rendah.

 Kriteria Status Kepemilikan Tanah sebagian besar Tanah Milik atau Tanah Adat dengan perhitungan score Sedang hingga Rendah.

 Kriteria Vitalitas Non Ekonomis dengan perhitungan score Rendah.

(48)

c. Pendekatan Guided Land Development

Kawasan kurang bahkan hampir tidak mempunyai nilai ekonomis komersial ditangani melalui GLD. Dalam hal ini penekanan lebih mengarah dan melindungi hak penduduk asal untuk tetap tinggal pada lokasi semula.

 Kriteria Vitalitas Nilai Ekonomis mempunyai nilai Rendah dengan perhitungan score Rendah.

 Kriteria Status Kepemilikan Tanah sebagian besar Tanah Milik dengan perhitungan score Rendah.

[image:48.595.65.562.323.508.2]

 Kriteria Vitalitas Non Ekonomis dengan perhitungan score Sedang hingga Rendah.  Kriteria Keadaan Prasarana Sarana dengan perhitungan score Sedang.

Tabel 2.1

Tabel Rencana Tindak Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh No Kriteria Property Development Penanganan CBD Penanganan GLD

Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah 1 Vitalitas

non ekonomi 2 Vitalitas ekonomi 3 Status

tanah 4 Prasarana

dan sarana

(49)

BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

3.1Gambaran Umum Kelurahan Depok

Berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Depok Nomor : 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Lurah bertanggung jawab kepada Walikota Depok melalui Camat. Selanjutnya Peraturan Walikota Nomor 49 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Funsi dan Tata Kerja Kelurahan yang terdapat dalam ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf (1), yang menyatakan bahwa : “Lurah mempunyai fungsi pengkoordinasian penyusunan Laporan Tahunan Kelurahan.

Visi dan misi Kelurahan Depok adalah “Pelayanan Prima demi terciptanya kerukunan”. Adapun misi dari Kelurahan Depok adalah :

1. Meningkatkan tata kelola administrasi Pemerintahan Kelurahan

Untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan ditingkat Kelurahan, maka pembenahan administrasi Kelurahan merupakan awal dari pelaksanaan pemerintahan kelurahan yang baik.

2. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat

Pemerintah Kelurahan merupakan lini terdepan pemerintah dalam memberikan layanan kepada masyarakat, oleh karena itu kualitas layanan yang diberikan adalah salah satu indicator untuk meyakinkan warga bahwa Pemerintah Kota Depok peduli kepada mereka.

3. Meningkatkan kinerja aparatur Kelurahan

Ketersediaan semberdaya aparatur yang cakap dan handal serta cepat tanggap terhadap kebutuhan masyarakat merupakan salah satu faktor penentu terselenggaranya pemerintahan kelurahan yang baik.

3.1.1 Letak Geografis Kelurahan Depok

(50)

seluruhnya merupakan lahan terbangun. Batas wilayah kelurahan depok adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kemiri Muka - Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tirta Jaya - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Ratu Jaya

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pancoran Mas dan Tanah Baru

3.1.2 Sosial dan Ekonomi Kelurahan Depok

Jumlah penduduk di Kelurahan Depok sampai akhir bulan Desember 2010 mencapai 33.171 jiwa. Terdiri dari 16.742 jiwa penduduk laki-laki dan 16.429 jiwa penduduk perempuan. Kelurahan Depok memiliki 8.294 KK dan 869 KK diantaranya merupakan penduduk miskin. Jumlah penduduk Kelurahan Depok dari tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel.

Tabel 3.1

Jumlah penduduk, Luas wilayah, kepadatandan LPP KelurahanDepok

Tahun Luas

Wilayah (Ha)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Kepadatan (Jiwa/Ha)

LPP(%)

2006 430 31.566 73,4 0,59

2007 430 31.647 74 0,59

2008 430 31.847 74 0,59

2009 430 33.021 77 1,24

2010 430 33.171 77.1 1,24

Sumber: profil Kelurahan tahun 2010 dan Kecamatan dalam angka

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kelurahan Depok mengalami kenaikan yang cukup besar di tahun 2010 yaitu dengan jumlah penduduk mencapai 33.171 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di Kelurahan Depok termasuk cukup padat dari luas lahan 430 Ha di tahun 2010 mencapai 77 jiwa/Ha. Laju pertumbuhan penduduk di Kelurahan Depok termasuk rendah dengan tingkat pertumbuhan 0,59 % setiap tahunnya.

(51)
[image:51.595.125.532.100.259.2]

Tabel 3.2

Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Depok

Mata Pencaharian Jumlah Orang

Pegawai Negeri Sipil 858

TNI/POLRI 352

Pegawai Swasta 1.164

Dagang 1.430

Buruh 1.421

Wiraswasta 5.379

Jasa 447

Lainnya 164

Sumber: Profil Kelurahan Depok Tahun 2010

Berdasarkan tabel diatas, mata pencaharian penduduk di Kelurahan Depok didominasi oleh wiraswasta yaitu 5.379 orang. 1.430 orang di Kelurahan Depok bekerja sebagai pedagang, 1.421 orang bekerja sebagai buruh, 1.164 bekerja sebagai pegawai swasta, 858 orang bekerja sebagai pegawai negeri sipil, 447 orang bekeja di bidang jasa, dan 352 orang bekerja sebagai TNI/POLRI serta mata pencaharian lainnya 164 orang.

3.1.3 Guna Lahan Kelurahan Depok

Pemanfaatan dan pen

Gambar

Gambar 2.1 Pembobotan Kriteria Vitalitas Non Ekonomi
Gambar 2.2 Pembobotan Kriteria Vitalitas Ekonomi
Gambar 2.3 Pembobotan Kriteria Status Tanah
Gambar 2.4 Pembobotan Kriteria Prasarana dan Sarana
+7

Referensi

Dokumen terkait

9 Membuat siteplan drainase terpadu berwawasan lingkungan dengan skala 1:5000 sampai dengan 1:10000 9 Menyusun Usulan Prioritas 9 Membuat DED Usulan Prioritas di kawasan terpilih

Pekerjaan pada divisi LCDM I secara keseluruhan berkaitan dengan dokumen. Dokumen tentunya memiliki keterkaitan yang erat dengan kearsipan, serta bidang peralatan

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yaitu penelitian yang dilakukan pada populasi besar dan kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel

E., Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Perpustakaan Nasional RI, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Ecole Francaise D`Extreme Orient, ١٩٩٨.. Departemen Agama RI, Al-Qur’an

ةيبرعلا ةغللا ةدالم يقايسلا ميلعتلا : نيادحم دحما 194 ةغللا ميلعت ضرعت ةيهاتجلإا تلاكشلما كلت بناج لىا نيدلا رصن فاضاو داوم نأ ظحلالما نمف

dengan kaidah ilmiah, maka kegiatan Program Hibah Penelitian tersebut dinyatakan batal dan PIHAK KEDUA wajib mengembalikan dana Program Hibah Penelitian Tahun 2014

Penerimaan tidak sama dengan persetujuan. Penerimaan adalah keinginan untuk mendengarkan seseorang tanpa menunjukkan keraguan atua ketidaksetujuan. Perawat bekerja untuk

Untuk mencapai target-target kinerja utama tersebut sesuai dalam RENSTRA FIK UNESA 2016-2020 telah ditetapkan program dan kebijakan payung sebagai berikut ini3.