• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam menghasilkan Foto Glamour Di Kota Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam menghasilkan Foto Glamour Di Kota Bandung"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh :

MAULANA GISAF NIM. 41807093

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)

iv

FOTO “GLAMOUR” DI KOTA BANDUNG

Penyusun: Maulana Gisaf NIM. 41807093

Skripsi ini di bawah bimbingan: Rismawaty, S.Sos., M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep diri fotografer dalam

menghasilkan foto glamour di kota Bandung. Konsep diri ini diteliti melalui

pengetahuan, harapan, dan penilaian fotografer dalam menghasilkan karya foto glamour.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan informan berjumlah

tiga orang, Data diperoleh dengan menggunakan wawancara mendalam, observasi partisipan, dokumentasi, studi literature, internet searching. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, pengumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan evaluasi.

Hasil penelitian mendeskripsikan bahwa, pengetahuan fotografer yang dimiliki

selain pengetahuan teknis fotografi dalam menghasilkan karya foto glamour, adalah

fashion, make-up artist, lighting serta spirit zaman. Harapan fotografer dalam

menghasilkan karya foto glamour yang paling utama adalah kepuasan diri dan

pencapaian selanjutnya mendapatkan apresiasi atau penghargaan. Fotografer memiliki penilaian dalam menjaga nilai-nilai hak cipta foto dan keaslian karyanya masing-masing.

Kesimpulan, konsep diri fotografer dalam menghasilkan foto glamour yaitu

fotografer jujur dalam berkarya, bermental kuat, berusaha kooperatif dalam bekerja, berekspektasi tinggi pada karyanya, motivasi belajar yang tinggi, komunikatif, menyukai pola sistematis dalam bekerja dan sedikit perfeksionis.

(3)

v Editors: Maulana Gisaf NIM. 41807093

This Research is under guidance of: Rismawaty, S.Sos., M.Si

This study aims to determine the concept ourselves in providing photos glamour photographer in the city of Bandung. Self-concept is examined through knowledge, expectations, and assessment of photographers to produce works of glamorous photo.

This study used a qualitative approach to the informants of three people, data obtained using in-depth interviews, participant observation, documentation, study literature, searching the internet. The data analysis techniques used are data reduction, data collection, data presentation, drawing conclusions, and evaluation.

The results describe that, in addition to knowledge of photographers who have technical knowledge of photography to produce works in a glamorous photo, is a fashion, make-up artist, lighting and the spirit of the times. Hope photographers to produce works in the most glamorous main photo is self satisfaction and achievement gain further appreciation. Photographers have a valuation in keeping the values of copyright and authenticity of his photographs of each.

Conclusion, the concept of self-glamour photographer to produce images in the work of photographer honest, strong minded, trying to cooperate in the work, expect high on his work, a high learning motivation, communicative, like the systematic pattern of work and a bit of a perfectionist.

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Keseragaman manusia yang menjadi salah satu mahluk Tuhan telah

menjadi bahan pembicaraan tiada habisnya. Memiliki akal dan budi pekerti

luhur serta kepribadian yang berbeda-beda menjadi keistimewaan manusia

daripada mahluk lainnya.

Melihat keseragaman ini banyak hal yang bisa kita semua pelajari. Kita

bisa mengetahui segala kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Pemikiran, persepsi, pola pikir, bahasa, ras, warna kulit, ajaran, pendidikan,

ekonomi, tingkat sosial, pengalaman, pengetahuan dan seterusnya. Salah

satu perbedaan yang biasa kita temui adalah perbedaan pengalaman.

Pengalaman membentuk individu menjadi lebih baik sesuai dengan harapan

individu tersebut.

Tumbuh dan berkembangnya manusia sebagai individu sudah menjadi

ciri khasnya, mereka belajar dari kehidupan serta lingkungan sekitarnya.

Sejarah mahluk hidup dari masa lalu dapat membuat dirinya memandang

diri lebih baik atau lebih buruk dari kenyataan sebenarnya (Centi, 1993).

Cara pandang individu terhadap dirinya akan membentuk suatu konsep

tentang diri sendiri. Konsep tentang diri merupakan hal yang penting bagi

kehidupan individu, karena konsep diri menentukan bagaimana individu

bertindak dalam berbagai situasi (Calhoun & Acocella, 1990). Konsep diri

(5)

kepribadian individu, di dalam memotivasi tingkah laku serta di dalam

pencapaian kesehatan mental (Burns, 1993)

Dalam bertindak individu memiliki pengharapan mengenai dirinya

sendiri. Apabila ia berpikir bisa meraih sesuatu dan akhirnya sukses, maka

dapatlah ia, maka sukseslah ia. Begitu pula sebaliknya, apabila individu

tersebut berpikir gagal dan tidak bisa mendapatkan sesuatu hal, maka ia

tidak mungkin mendapatkan apa yang ia mau dan iapun gagal, yang

sebenarnya dirinya telah menyiapkan diri untuk gagal. Bisa dikatakan

bahwa konsep diri merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap aspek

pengalaman baik itu pikiran, perasaan, persepsi, dan tingkah laku individu

(Calhoum & Acocella, 1990).

Berkembangnya manusia merupakan proses yang alami, hingga

terbentuknya konsep diri yang tidak secara instan, melainkan dengan proses

belajar sepanjang hidup manusia. Konsep diri berasal dan berkembang

sejalan pertumbuhannya, terutama akibat dari hubungan individu dengan

individu lainnya (Centi, 1993). Ketika individu lahir, individu jelas tidak

memiliki pengetahuan tentang dirinya sama sekali, tidak memiliki

harapan-harapan yang ingin dicapainya serta tidak memiliki penilaian terhadap diri

sendiri (Calhoun & Acocella, 1990). Namun seiring dengan berjalannya

waktu individu mulai bisa membedakan antara dirinya, orang lain dan

benda-benda di sekitarnya dan pada akhirnya individu mulai mengetahui

siapa dirinya, apa yang diinginkan serta dapat melakukan penilaian terhadap

(6)

Segala hal, atau apapaun yang dikerjakan individu tersebut akan

membentuk konsep dirinya. Karena konsep diri akan menentukan

bagaimana ia bertingkah laku sesuai dengan apa yang diharapkan individu

tersebut, tak terlepas dari apapun di manapun individu tersebut bekerja atau

berprofesi. Konsep diri akan sangat penting karena mengintegrasikan

kepribadian, memotivasi tingkah laku sehingga pada akhirnya akan

tercapainya kesehatan mental. Konsep diri akan terlihat ketika individu

melakukan suatu pekerjaan atau profesi tertentu. Dalam bekerja individu

akan memperlihatkan bagaimana pengalaman, kemauan keras hingga

ketahanan mental akan tekanan terhadap pekerjaan yang ia lakukan.

Profesi atau pekerjaan apapun memerlukan pendalaman secara utuh,

sehingga memancing dan merangsang pemikiran untuk men-set back, apakah

profesi yang kita tekuni baik itu mahasiswa seperti layaknya peneliti ini,

pegawai negeri, swasta, polisi, TNI, pedagang, supir, loper koran, guru,

dosen, pemulung dan lain-lain, sudahkah kita resapi layaknya pakaian yang

melekat dalam tubuh kita? Tentu saja jawabannya ada yang “ya, belum tentu,

atau bahkan tidak sama sekali”.

Kita sering mendengar istilah “take it…or leave it”, sehingga tidak

pantas lagi bagi kita memiliki rasa bimbang, setengah hati atau bahkan,

enggan dalam melakukan sesuatu yang sudah menjadi pekerjaan atau profesi

kita. Karena tentu saja kita semua merupakan individu atau manusia yang

bekerja sebagai mahluk sosial, sehingga segala hal yang kita kerjakan akan

(7)

lingkungan sekitar kita, baik ditinjau secara hukum, moral, budaya, dan

keilmuan.

Sebagai salah satu profesi yang peneliti ambil yaitu, fotografer. Dikenal

sebagai profesi yang bekerja di balik foto untuk mengabadiakan setiap

momen yang terjadi di lingkungan kita. Walaupun setiap orang bisa

menghasilkan foto menggunakan kameranya. Akan tetapi kebanyakan orang

akan lebih percaya memberikan tanggung jawab mengabadikan momen

hidupnya kepada seorang fotografer.

Baik tidaknya sebuah foto bisa kita lihat dari salah satu sudut pandang,

yaitu tersampainya pesan yang dimaksud oleh fotografer. Seorang fotografer

menghasilkan sebuah karyanya melalui sebuah foto, kemudian dinilai baik

dari segi pesan yang disampaikan. Sebagai contoh, ketika fotografer

mengabadikan momen sedih melalui kamera dan menghasilkan sebuah foto,

selanjutnya kita bisa merasakan kesedihan dari gambar tersebut maka foto itu

dinilai baik. Kita bisa menangkap maksud dan pesan dari fotografer tentang

suasana sedih objek foto melalui foto yang dihasilkannya.

Foto yang baikpun tidak lepas dari konsep, ide dan sikap baik dari

seorang fotografer. Terlepas dari persiapan fotografi penunjang dan peralaan

fotografi, sikap baik seorang fotografer sangatlah penting. Setiap foto yang

baik itu harus ada suatu proses sikap berfotografi yang baik dan tepat pada si

fotografernya. Mungkin terdengar sederhana sekali. Tapi makin direnungi,

fakta ini makin terasa kuat. Seseorang tidak mungkin menghasilkan foto yang

(8)

yang tepat. Paul I. Zacharia1 mengatakan bahwa, “Di balik setiap foto yang

baik itu harus ada suatu sikap berfotografi yang baik dan tepat pada si

fotografernya.”2

Menghasilkan sebuah mahakarya yang disebut foto, fotografer perlu

melakukan eksplorasi terhadap karya seperti apa yang akan dia buat, melalui

ide dan konsep sang fotografer, sikap bagaimana yang akan ia berikan

terhadap karyanya tadi, sehingga pesan yang dimaksudkan bisa tersampaikan

kepada orang lain yang melihat fotonya. Foto tadi dihasilkan melalui proses

aktifitas fotografi, dimulai lahirnya sebuah konsep atau ide, buah hasil dari

pemikiran, pengalaman, serta teknik yang dimiliki fotografer tersebut.

Menggunakan kamera serta peralatan lainnya yang menunjang, aktifitas

memotret dalam hal ini fotografi bisa dilakukan.

Dengan melihat berbagai hasil karya fotografer di sekitar kita, ada yang

menyampaikan pesan dengan gambar hasil karyanya secara langsung,

persuasif, sugertif, bahkan ada yang menyampaikan tanda tanya bagi

publiknya. Tentu saja ini dipengaruhi oleh konsep dasar, art director, strata

sosial publik bahkan fotografernya sendiri. Hingga akhirnya konsep diri yang

di dalamnya terdapat pengetahuan, pengharapan, serta nilai3 yang menjadi

aspeknya terbentuknya mental berfotografi bagi seorang fotografer.

1

Paul I. Zacharia, adalah fotografer terkenal berasal dari Malang, kontributor photo essay di LionMag, inflight magazine LionAir.

2

Rony Simanjuntak, Pentingnya Sikap Seorang Fotografer,.

http://www.mail-archive.com/lensa@yahoogroups.com/msg00339.html

3

(9)

Hans-Carl Koch4 (1911) berkata, “Today only creative and technically

perfect images will survive”. Kutipannya ini memaparkan bahwa,

fotografer-fotografer yang memiliki kreatifitas dan teknik yang baik yang akan bertahan.

Kreatifitas terbentuk dari pemikiran, ide-ide, cara pandang, keinginan,

permintaan, minat yang ditata dengan nilai-nilai, pemahaman, serta moralitas

sang fotografer yang terbentuk dari konsep diri sang fotografer itu sendiri.

Fotografer atau juru foto (Bahasa Inggris: photographer) adalah:

“Orang-orang yang membuat gambar dengan cara menangkap cahaya

dari subyek gambar dengan kamera maupun peralatan fotografi lainnya, dan umumnya memikirkan seni dan teknik untuk menghasilkan foto yang lebih bagus serta berusaha mengembangkan ilmunya. Banyak fotografer yang menggunakan kamera dan alatnya sebagai pekerjaan untuk mencari penghasilan.” (Wikipedia5

: fotografer)

Fotografi sering disebut sebagai aktivitas ekspresi diri seniman foto.

Telah hadir lebih dari 1,5 abad yang lalu, dan telah menjadi sebuah inovasi

tiada henti sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan

yang mendukungnya.

Fotografi berasal dari bahasa yunani, terdiri dari dua kata: photos

berarti cahaya, dan graphos artinya melukis, menggambar. Secara harfiah

Fotografi (photography) mengandung arti melukis atau menggambar dengan

cahaya. Seni atau proses penghasilan gambar dengan cahaya pada film atau

permukaan yang dipekakan.6

4

Fotografer potret ternama, Sinar AG. Bekerja di industry fotografi sejak tahun 1911. Dikutip dari buku, Association of Professional Photographers Indonesia Volume 1, GCA 1994, Jakarta, hal 10.

5

Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, Pengertian Fotografer,id.wikipedia.org/wiki/Fotografer

(10)

Fotografi merupakan aktivitas dimulai terbentuknya konsep atau ide

foto, kemudian aktifitas memotret itu sendiri hingga hasil karya fotonya,

menjadi fenomena yang dewasa ini hadir di mana-mana (omnipresence)

bahkan di setiap elemen kehidupan masyarakat yang memasuki era informasi.

Aktivitas fotografi maupun karya foto seorang fotografer banyak tampil di

berbagai tempat dan sudut kota. Kota Bandung yang menjadi tempat yang

bisa diekploitasi melalui karya foto menjadi tempat favorit tersendiri. Karena

selain mode, tren, fashion, Bandung terkenal dengan wisata kuliner maupun

alamnya. Tentu saja ini menjadi objek atau tempat pemotretan sangat menarik

untuk dimuat dalam foto-foto karya fotografer.

Gambar 1.1

Fotografer Memotret Model Dalam Acara Launching Mobil

(11)

Tema Glamour selalu semarak diangkat, apalagi di kota Bandung, yang

kaya dan maju industri kreatifnya7, Foto dengan objek manusia selalu tidak

lepas dari tema ke-glamour-an. Foto model perempuan, wajah dan tubuh

wanita sering diidentikan dengan ke glamour-an yang mewakili keindahan

dan kemewahan. Mengindah-kan kembali sesuatu yang sudah indah, oleh

karena itu fotografer yang sering memakai tema glamour sering disebut

fotografer glamour.

Glamour Photography adalah aliran fotografi yang berkaitan dengan unsur keindahan bentuk tubuh manusia (umumnya wanita). Beberapa

aliran menggunakan teknik soft look atau gambar yang dibuat lunak,

kurang kontras, atau remang-remang sehingga menimbulkan keindahan,

kelembutan, dan daya tarik.(istilah-fotografi.co.cc)8

Gambar 1.2 Foto Glamour

*Sumber: photoforum.ru dan google.com/foto glamour, Juni 2011

7

http://bandungcreativecityblog.files.wordpress.com/2008/03/perkembangan_ind_kreatif. pdf

8

(12)

Walaupun pada umumnya foto glamour sering menggunakan model

wanita, tapi bukan berarti laki-laki tidak bisa dijadikan objek foto glamour.

Foto-foto yang bertemakan glamour biasanya mengandung unsur-unsur tidak

biasa, menggunakan teknik lighting (pencahayaan) yang tidak biasa,

keindahan, kelembutan. Sehingga tema glamour sering di kombinasikan

dengan fesyen, make up, alam atau lingkungan, dan lainnya tergantung dari

ide serta konsep yang dibuat oleh fotografernya.

Dari wacana di atas peneliti menarik permasalahan tentang konsep diri

fotografer glamour di kota bandung Bandung. Di mana dalam menghasilkan

fotonya fotografer memiki konsep diri yang mempengaruhi sikap

fotografinya. Pembahasan tentang konsep diri fotografer Peneliti anggap

menarik untuk diteliti, karya foto merupakan bagian dari media komunikasi di

mana selama ini masyarakat selalu melihat aktifitas fotografi hanya

cenderung pada hasil fotonya. Akan tetapi, di balik hasil foto tersebut terdapat

diri fotografer yang dengan konsep dirinya masing-masing. Peneliti kemudian

mengambil rumusan masalah yaitu : Bagaimana Konsep Diri Seorang

Fotografer Dalam Menghasilkan Foto “Glamour”Di Kota Bandung?

1.2

Identifikasi Masalah

1.

Bagaimana Pengetahuan Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan

Foto “Glamour” Di Kota Bandung?

2.

Bagaimana Harapan Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto
(13)

3.

Bagaimana Penilaian Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto

“Glamour” Di Kota Bandung?

4.

Bagaimana Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan

Foto “Glamour” Di Kota Bandung?

1.3

Maksud Dan Tujuan Penelitian

1.

Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan

mendeskripsikan Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam

Menghasilkan Foto “Glamour” Di Kota Bandung.

2.

Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Pengetahuan Seorang Fotografer Dalam

Menghasilkan Foto “Glamour” Di Kota Bandung.

2. Untuk Mengetahui Harapan Seorang Fotografer Dalam

Menghasilkan Foto “Glamour” Di Kota Bandung.

3. Untuk Mengetahui Penilaian Seorang Fotografer Dalam

Menghasilkan Foto “Glamour” Di Kota Bandung.

4. Untuk Mengetahui Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam

Menghasilkan Foto “Glamour” Di Kota Bandung.

1.4

Kegunaan Penelitian

Secara teoritis peneliti mengharapkan penelitian ini dapat memberikan

hasil yang bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian di atas. Hasil dari

penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.

(14)

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk pengembangan ilmu

komunikasi secara umum dan konsep diri fotografer dalam

menghasilkan fotonya secara khusus.

2. Kegunaan Praktis

1. Untuk Peneliti

Kegunaan penelitian ini bagi Peneliti adalah memberikan

pengetahuan yang lebih mendalam tentang konsep diri fotografer.

Tentu saja penelitian ini memberikan wawasan dan pengetahuan baru

terhadap Peneliti mengenai konsep diri setiap fotografer dalam

menghasilkan fotonya. Memberikan kesempatan baik bagi Peneliti

untuk menerapkan secara langsung bidang keilmuannya, yaitu Ilmu

Komunikasi Konsentrasi Humas di kehidupan nyata dan mempelajari

hingga membandingkannya di lapangan penelitian.

2. Untuk Akademis

Penelitian yang dilakukan berguna bagi mahasiswa atau pelajar

Universitas Komputer Indonesia (Unikom) secara umum, mahasiswa

Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Humas secara khusus. Sebagai literatur

terutama untuk Peneliti yang melakukan penelitian pada kajian yang

sama. Yaitu Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan

Foto “Glamour” Di Kota Bandung.

(15)

Kegunaan bagi masyarakat secara umum penelitian ini

memberikan pengetahuan tentang dunia fotografi yang ada di sekitar

lingkungannya, khususnya konsep diri fotografer di kota Bandung.

1.5

Kerangka Pemikiran

1.

Kerangka Teoritis

Dalam kerangka pemikiran teoritis Peneliti mencoba

menghadirkan segala hal yang berhubungan dengan permasalahan di

atas, khususnya menyangkut pemahaman serta definisi beberapa

istilah atau kata-kata.

Calhoun dan Acocella (1990), mengartikan konsep diri sebagai

gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuan diri sendiri,

pengharapan bagi diri sendiri dan penilaian terhadap diri sendiri.

Pendapat ahli lain yang sependapat dengan Calhoun dan Acocella

adalah Centi (1993).

Centi (1993) mengatakan bahwa konsep diri adalah gagasan

tentang diri sendiri yang berisikan mengenai bagaimana individu

melihat dirinya sendiri sebagai pribadi, bagaimana individu merasa

tentang dirinya sendiri, dan bagaimana individu menginginkan diri

sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan. Penglihatan

individu atas diri sendiri disebut gambaran diri (self image), harapan

individu atas dirinya (self idea), dan Perasaan individu atas dirinya

sendiri merupakan penilaian individu atas dirinya sendiri (self

(16)

Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh

seorang individu. Gambaran mental yang dimiliki oleh individu

memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan yang dimiliki individu

mengenai dirinya sendiri, pengharapan yang dimiliki individu untuk

dirinya sendiri serta penilaian mengenai diri sendiri (Calhoun &

Acocella, 1990).

1. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan.

Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang individu

ketahui tentang dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah-istilah

kuantitas seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan, dan

lain-lain yang merupakan sesuatu yang merujuk pada istilah

kualitas, seperti individu yang egois, baik hati, tenang, dan

bertempramen tinggi. Pengetahuan bisa diperoleh dengan

membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya.

Pengetahuan yang dimiliki individu tidaklah menetap sepanjang

hidupnya, pengetahuan bisa berubah dengan cara merubah tingkah

laku individu tersebut atau dengan cara mengubah kelompok

pembanding.

2. Harapan

Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Selain

individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya,

(17)

kemungkinan menjadi apa di masa mendatang (Rogers, dalam

Calhoun & Acocella, 1990). Singkatnya setiap individu

mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri dan pengharapan

tersebut berbeda-beda pada setiap individu.

3. Penilaian

Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap

diri sendiri. Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap

dirinya sendiri setiap hari. Penilaian terhadap diri sendiri adalah

pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang

menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya.

2.

Kerangka Praktis

Pengetahuan fotografer memproyeksikan bagaimana

pemahaman dirinya sendiri sehingga ia mampu mengeksplorasi objek

fotonya. Bagaimana ia melakukan aktivitas fotografi dimulai sejak

konsep ide yang dilahirkan, bertemu dan melanyani kliennya,

melakukan persiapan memotret hingga proses memotretnya sendiri.

Dalam proses memotret pengetahuan membawa tidak hanya teknik

memotret, melainkan estetika fotografi juga.

Harapan fotografer terkadang sulit untuk kita atau masyarakat

yang di sekitarnya pahami. Bagaimana pengharapan dirinya sendiri

terhadap foto yang ia hasilkan. Setiap orang selalu memiliki

pemahaman dan pendapat masing-masing. Oleh karena itu, melalui

(18)

mengetahui maksud dari karya yang dihasilkan fotografer baik itu

pesan yang ingin disampaikan, ataupun maksud dari foto sendiri.

Pengukuran tentang diri fotografer sendiri dengan keadaan

sebenarnya yang dialami fotografer, memberikan Penilaian terhadap

dirinya sendiri. Fotografer memiliki nilai-nilai yang dianutnya,

penilaian diri sendiri ini membantunya dalam memnggambarkan

bagaimana konsep dirinya memalui artefak atau fotonya.

1.6

Pertanyaan Penelitian

1.

Bagaimana Pengetahuan Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto

Glamour” Di Kota Bandung?

1. Siapakah tokoh atau fotografer yang menjadi sumber inspirasi anda?

2. Apakah anda memahami diri anda sendiri sebagai seorang fotografer?

3. Menurut anda, apa yang anda ketahui tentang foto glamour?

4. Pengetahuan apa saja yang dibutuhkan untuk memotret glamour itu

sendiri?

5. Konsep atau teknik lighting apa yang paling anda sukai dalam foto

glamour?

6. Hal apa yang paling penting ketika menjadi seorang fotografer?

2. Bagaimana Harapan Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto

Glamour” Di Kota Bandung?

1. Apa yang anda harapkan ketika melakukan aktifitas fotografi atau

(19)

2. Apakah anda sering mengungkapkan secara jelas harapan anda

melalui foto?

3. Apa harapan anda sebagai seorang fotografer ketika membuat karya

foto glamour?

4. Apa yang menjadi harapan anda, tentang diri anda di masa yang akan

datang?

3. Bagaimana Penilaian Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto

Glamour” Di Kota Bandung?

1. Apakah anda sebagai seorang fotografer memiliki penilaian sendiri

terhadap apa yang anda lakukan?

2. Nilai apa saja yang menurut anda, yang relevan dengan apa yang anda

lakukan sebagai fotografer?

4. Bagaimana Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto

Glamour” Di Kota Bandung?

1. Apa yang anda lakukan terlebih dahulu ketika akan memulai aktifitas

memotret?

2. Bagaimana cara anda melahirkan ide atau konsep sebuah foto

glamour?

3. Setiap fotografer memiliki ciri khas masing-masing, apa yang menjadi

ciri khas anda yang tidak sama dengan fotografer lain?

4. Bisakah anda menceritakan secara singkat bagaimana cara anda

(20)

5. Pengalaman apa saja yang tidak bisa anda lupakan sebagai seorang

fotografer hingga saat ini?

6. Pengalaman apa yang mempengaruhi anda sebagai seorang fotografer

khususnya ketika menghasikan foto glamour?

1.7

Metode Penelitian

Dasar penelitian mengunakan pendekatan kualitatif, pendekatan

kualitatif sendiri merupakan penelitian yang mengedepankan subjektifitas

Peneliti. Dimana peneliti diberikan kebebasan dalam menentukan

permasalahan yang akan diangkat. Teknik pemecahan masalah dengan

terjun langsung atau telibat di dalamnnya, seolah peneliti merupakan bagian

dari permasalahan tersebut. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan

yang dilakukan untuk meneliti objek yang alami, dimana Peneliti adalah

instrument kunci.

Penelitian dengan pendekatan kualitatif memiliki karakteristik:

(Danim, 2002: 34)

a) ilmu-ilmu lunak,

b) fokus penelitian; komplek: kompleks dan luas,

c) holistik dan menyeluruh,

d) subjektif dan persfektif emik,

e) penalaran: dialiktik-induktif,

f) basis pengetahuan: makna dan temuan,

g) mengembangkan atau membangun teori,

h) sumbangsih tafsiran,

i) komunikasi dan observasi,

j) elemen dasar analisis: kata-kata, k) interpretasi individu,

l) keunikan.

Penelitian kualitatif berangkat dari ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu

(21)

dinamika, dan hakikat holistik dari kehadiran manusia dan interaksinya

dengan lingkungan. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran (truth)

adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap

orang-orang dalam interaksinya dan situasi sosial kesejarahan.9

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, Metode Deskriptif.

Metode mendeskripsikan secara lengkap data-data serta gejala yang timbul

di lapangan, kemudian memiliki ciri menitikberatkan kepada observasi dan

suasana ilmiah (natural setting).

Adapun ciri dari metode deskriptif, yaitu:

1. Mencari teori bukan menguji teori.

2. Titik berat pada observasi.

3. Peneliti bertindak sebagai pengamat dalam suasana, alamiah.

4. Mungkin lahir karna kebutuhan.

5. Timbul karna, peristiwa, yang menarik perhatian tetapi belum ada

kerangka teorinya. (Rakhmat 2004:25).

1.8

Subjek dan Informan Penelitian

1.9

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun

lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya (atributt -nya) akan diteliti.

Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya

melekat atau terkandung objek penelitian10.

9

Dr. ElvinaroArdianto, M. Si. Metodelogi Penelitian Untuk Public Relations. 2010. Hal : 59

10

(22)

Peneliti menentukan kriteria dari orang-orang yang dijadikan

koresponden, yaitu fotografer-fotografer yang ada di kota Bandung,

tentusaja Fotografer profesional.

1.10

Informan Penelitian

Kemudian informan dipilih Peneliti merupakan perwakilan dari

fotografer-fotografer yang ada di kota Bandung, fotografer glamour

profesional. Dengan kriteria sudah berpengalaman lebih dari 5 tahun,

berdomisili di Bandung khususnya, Aktif sebagai fotografer yang

memotret foto glamour, dan sudah melakukan pameran fotonya. Teknik

dalam penelitian kualitatif ini adalah purposive sample (teknik sampel

bertujuan) dimana sample diambil dengan melalui pertimbangan tertentu

sesuai dengan tujuan penelitian.

Untuk lebih jelasnya Informan bisa dilihat pad tabel beritkut :

Tabel 1.1 Daftar Informan

*Sumber : Peneliti, bulan April 2011

1.9

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif teknik atau metode pengumpulan data

diuraikan sebagai berikut:

1. Wawancara Mendalam. (Intensive/Depth Interview)

No Nama Keterangan Pengalaman

1 Aditya Zen Zen Art Production 7 tahun

2 Indra Sapta Wasabi Studio, Team Photo Creatoriom 12 tahun

(23)

Wawancara mendalam adalah suatu teknik (metode pen.) dalam

penelitian kualitiatif, di mana seorang responden atau kelompok

responden mengkomunikasikan bahan-bahan dan mendorong untuk

didiskusikan secara bebas. Wawancara mendalam dapat dilakukan

melalui telepon. Seringkali pewawancara dilatih secara psikologis agar

ia dapat menggali perasaan dan sikap yang tersembunyi dari responden.

(Dun, 1986: 219)

Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi

(berulang-ulang) secara intensif. Selanjutnya, dibedakan antara responden (orang

yang ingin peneliti ketahui atau pahami dan yang akan diwawncarai

beberapa kali). Karena itu, wawancara mendalam disebut juga

wawancara intensif (intensive-interview). Wawancara mendalam

menjadi alat utama pada penelitian kualitatif yang dikombinasikan

dengan observasi partisipan.

Mengumpulan data dari informan yang berhubungan dengan

objek penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian, Peneliti menggunakan

dua macam wawancara, yang pertama wawancara data primer.

Kemudian dilanjutkan dengan wawancara lebih mendalam, merupakan

langkah yang diambil Peneliti untuk mendapatkan data serta fakta yang

dibutuhkan secara lebih akurat dan mendalam.

2. Observasi Partisipan.

Pengumpulan data yang dilakuakan dengan cara melakukan

(24)

yang dilakukan oleh informan secara langusng. Dimana observasi

partisipan berarti peneliti terlibat langsung dalam kegiatan informan

dalam hal ini fotografer.

3. Studi Pustaka.

Peneliti biasa menyebutnya dengan studi literatur, Tujuan studi

literatur adalah untuk mendapatkan “peta” tentang domain penelitian

yang akan dilaksanakan. Peta domain ini sebenarnya berwujud

pengetahuan tentang riset-riset yang dilakukan oleh Peneliti lain dalam

area penelitian kita. Pengetahuan ini tidak hanya berupa pemahaman

terhadap riset-riset tersebut, tetapi juga saling-kait yang terbentuk antar

riset-riset tadi. Seperti diketahui, sebuah penelitian tidak muncul begitu

saja, tetapi ia selalu mencoba menyelesaikan atau menjawab persoalan

yang ditinggalkan penelitian sebelumnya. Keterkaitan inilah, yang jika

dirangkai secara menyeluruh, menyusun graf yang membentuk “peta”

domain penelitian kita.

Adapun studi pustaka atau literatur dilakukan peneliti dengan

tahapan sebagai berikut. Pertama, peneliti melakukan brain storing atau

semacam sharing dengan pembimbingnya, ataupun dengan orang-orng

yang lebih pengalaman dalam penelitian tersebut. Kedua, peneliti

mencari atau memperoleh data serta fakta-fakta dengan membaca, baik

itu dari tulisan, berita ataupun dari fenomena yang terjadi disekitarnya.

(25)

Peneliti dalam melengkapi penelitiannya juga melakukan aktivitas

pencarian data-data lewat internet. Baik itu menggunakan situs atau

blog yang berhubungan dengan penelitian, atau melalui engine search

seperti google, yahoo, msn dan lainnya.

5. Dokumentasi.

Dalam memperkuat penelitian yang diadakannya, peneliti juga

melampirkan dokumentasi terkait penelitian ini. Baik itu berbentuk

foto-foto, video, rekaman, tulisan dan lainnya.

1.10

Teknis Analisis Data

Analisis adalah proses menyususn data agar dapat ditafsirkan.

Menyusun berarti mengelompokkannya dalam pola, tema atau kategori.

Tanpa kategori atau klasifikasi data, akan terjadi chaos (kekacauan). Tafsiran

atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan

pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep. Interpretasi

menggambarkan persfektif atau pandangan peneliti, bukan kebenaran.

Sedangkan kebenaran hasil penelitian masih harus dinilai orang lain dan diuji

dalam berbagai situasi lain. (Nasution, 2003: 126)

Dalam penelitian ini, Peneliti memerlukan teknik dan tahapan-tahapan

penelitian agar tetap pada jalur yang diinginkan kemudian sesuai dengan

tatacara ada. Melakukan analisis dan pengelolaan data dengan menyusun

daftar pertanyaan hasil wawancara. Hal ini dilakukan agar memudahkan

penulis untuk menganalisa hasil wawancara dengan narasumber sebagai

(26)

Menurut Afifuddin dan Saebani (2009), prinsip pokok analisis kualitatif

ialah mengolah dan menganalisis data terkumpul menjadi data sistematis,

teratur, terstruktur, dan mempunyai makna. Prosedur analisis data kualitatif

dibagi dalam lima langkah, yaitu :

1. Mengorganisasi data.

2. Membuat kategori, menentukan tema, dan pola.

3. Menguji hipotesis yang muncul dengan mengunakan data yang

ada.

4. Mencari eksplanasi alternatif data.

5. Menulis laporan.

(Afifuddin dan Saebani, 2009: 159-160)

1.11

Lokasi dan Waktu Penelitian

1.11.1

Lokasi Penelitian

Penelitian ini diadakan dan bertempat di Kota Bandung,

dilakukan di berbagai tempat sesuai dengan tempat beraktivitas para

fotografer sebagai informan penelitian. Adapun penelitian bisa

dilakukan dibeberapa tempat seperti tempat wawancara dan tempat

pemotretan, sesuai kebutuhan peneliti dan fotografer-fotografer

sebagai informan penelitian.

Tempat seperti café, studio foto, rumah, taman, mall dan lainnya

di kota Bandung yang menjadi tempat mediasi Peneliti dengan

informan. Adapun jika terjadi perubahan tempat dikarenakan suatu hal

yang bersipat mendesak, peneliti akan trus melanjutkannya selama itu

mendukung dan memperkuat penelitian ini.

(27)

Nama Tempat Lokasi Keterangan

Studio/rumah menyesuaikan pribadi/umum

Ballroom/hotel menyesuaikan umum

Café/Restoran menyesuaikan umum

Taman/jalanan menyesuaikan umum

Mall menyesuaikan umum

Pegunungan hutan dago, dago pakar umum

*Sumber: Peneliti, bulan Maret 2011

1.11.2

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara bertahap sejak Bulan Maret 2011

sampai dengan tanggal 10 Juli 2011. Tahapan penelitian yang

dimaksud peneliti adalah meliputi: persiapan, bimbingan, seminar

usulan penelitian, pelaksanaan, studi lapangan, hingga sidang

penelitian.

Adapun jadwal penelitian dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1.3 Jadwal Penelitian

Kegiatan April,

Minggu

Mei,

Minggu

Juni,

Minggu

Juli,

Minggu

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyerahan

Judul

Bimbingan

Seminar Uji

Penelitian

Studi Pustaka

(28)

searching

Wawancara

Penelitian

Sidang

Penelitian

*

Sumber: Peneliti, dokumen bulan April 2011

1.12

Sistematika Penulisan

Gambaran tentang penulisan dari skripsi secara ringkas dan sistematis

dijelaskan tiap bab, sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang penelitian, identifikasi masalah,

maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian (kegunaan

teoritis dan kegunaan praktis), kerangka pemikiran, pertanyaan

penelitian, metode penelitian dan teknik pengumpulan data,

subjek dan informan, teknik analisis data, lokasi dan waktu

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini Peneliti meninjau kembali aspek-aspek toritis

tentang komunikasi, meliputi definisi komunikasi, unsur, fungsi

dan tujuan komunikasi, sifat komunikasi. Tinjauan tentang

konsep diri, serta tinjauan tentang fotografi.

(29)

Memaparkan sejarah fotografi dan fotografer. Dunia

fotografi, ilmu pengetahuan yang berkaitan, kemudian tinjauan

tentang fotografi glamour.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uraian peneliti secara deskriptif tentang penelitian yang

dilakukan. Identitas informan, hasil penelitian dan

pembahasannya.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Di Bab terakhir ini, Peneliti menuliskan kesimpulan dan

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Tentang Komunikasi

Dalam kehidupan manusia, komunikasi memiliki peran penting bagi

keberlangsungan, keberdayaan, dan eksistensi manusia. Melalui komunikasi

manusia dapat mengekspresikan dan mengapresiasikan dirinya dalam

lingkup interaksi sosial dengan sesamanya. Tanpa komunikasi, manusia

tidak dapat menginterpretasikan kehendak dirinya dan kebutuhan hidupnya

dengan orang lain. Jadi, komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia.

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication

berasal dari bahasa latin atau communicatio dan bersumber dari

kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah

satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka

komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan

makna mengenai apa yang di komunikasikan, yakni baik si

penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu

(Effendy, 2002: 9)

Menurut Willbur Schramm, ”Istilah komunikasi berasal dari

perkataan latin communis yang artinya common atau sama. Jadi

apabila manusia mengadakan komunikasi dengan orang lain, maka

(31)

kesamaan dengan pihak lain itu mengenai sesuatu objek tertentu”

(Palapah & Syamsudin, 1983:2). Atas dasar upaya untuk

pemerolehan kesamaan itulah yang mengindikasikan terjadinya

komunikasi antara satu pihak dengan pihak lainnya.

Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang

menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1)

membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran

informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain

(4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara,

1998:18).

Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi pedesaan

Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset

komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat

definisi bahwa: “Komunikasi adalah proses di mana suatu ide

dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan

maksud untuk mengubah tingkah laku mereka” (Cangara,

1998:18). Definisi ini kemudian dikembangkan oleh Rogers

bersama D. Lawrence Kincaid (1981) sehingga melahirkan suatu

definisi baru yang menyatakan bahwa “Komunikasi adalah suatu

proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan

pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada

gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”

(32)

hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), di

mana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku

serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari

orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

Dari beberapa definisi yang disampaikan para ahli dapat

disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses di mana seseorang

(komunikator) menyatakan pesan yang dapat berupa gagasan untuk

memperoleh “commones” dengan orang lain (komunikate)

mengenai objek tertentu di mana komunikate merubah tingkah

lakunya sesuai dengan yang diharapkan komunikator. Kalau di

antara dua orang yang berkomunikasi itu terdapat persamaan

pengertian, artinya tidak ada perbedaan terhadap pengertian tentang

sesuatu, maka terjadilah situasi yang disebut kesepemahaman.

2.1.2 Unsur Komunikasi

Dalam melakukan komunikasi setiap individu berharap

tujuan dari komunikasi itu sendiri dapat tercapai dan untuk

mencapainya ada unsur-unsur yang harus di pahami, menurut

Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul Dinamika

Komunikasi bahwa dari berbagai pengertian komunikasi yang telah

ada tampak adanya sejumlah kommponen atau unsur yang di

cakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi.

Komponen atau unsur-unsur tersebut menurut Onong Uchana

(33)

a) Komunikator, orang yang menyampaikan pesan

b) Pesan, pernyataan yang didukung oleh lambang.

c) Komunikan, orang yang menerima pesan.

d) Media, sarana atau saluran yang mendukung pesan bila

komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

e) Efek, dampak sebagai pengaruh dari pesan. (Effendy: 2002, 6)

2.1.3 Sifat Komunikasi

Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi

Teori dan Praktek menjelaskan bahwa komunikasi memiliki

sifat-sifat. Adapun beberaapa sifat komunikasi tersebut yakni:

1. Tatap Muka (face to face)

2. Bermedia (mediated)

3. Verbal (Verbal)

a. Lisan

b. Tulisan

4. Non Verbal (Non-Verbal)

a. Gerakan Isyarat/badaniah (gestural)

b. Bergambar (picture)

(Effendy, 2002: 7)

2.1.4 Tujuan Komunikasi

Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan

tujuan dari komunikasi itu sendiri, secara umum tujuan

berkomunikasi adalah mengharapkan adanya umpan yang

diberikan oleh lawan bicara kita serta semua pesan yang kita

sampaikan dapat diterima oleh lawan bicara kita dan adanya efek

yang terjadi setelah melakukan komunikasi tersebut. Onong

Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek

mengemukakan beberapa tujuan berkomunikasi, yaitu:

a) Supaya gagasan kita dapat diterima oleh orang lain dengan

(34)

b) Memahami orang lain, kita sebagai pejabat atau pimpinan harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya, jangan mereka inginkan arah kebarat tapi kita memberikan jakur ke timur.

c) Menggerakan orang lain untuk melakukan sesuatu,

menggerakan sesuatu itu dapat bermacam-macam mungkin berupa kegiatan yang dimaksudkan ini adalah kegiatan yang banyak mendorong, namun yang penting harus di ingat adalah bagaimana cara yang terbaik melakukannya.

d) Supaya yang kita sampaikan itu dapat dimengerti. Sebagai pejabat atau komunikator kita harus menjelaskan kepada komunikan (penerima) atau bawahan dengan sebaikbaiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang kita maksudkan.

(Effendy. 1993: 18)

2.2

Tinjauan Tentang Konsep Diri

2.2.1 Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran yang bersifat individu dan

sangat pribadi, dan evaluatif yang masing-masing orang

mengeembangkannya di dalam transaksi-transaksinya dengan

lingkungan kejiwaannya dan yang dia bawa-bawa didalam perjalanan

hidupnya. Konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang

kita pikirkan, pendapat orang mengenai diri kita dan seperti apa diri

kita inginkan. 1

Secara umum disepakati konsep diri belum ada sejak lahir,

konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman

berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya

dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang

1

(35)

lain terhadap dirinya. Konsep diri merupakan konsep dasar dan aspek

kritikal dari individu.

Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih

efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan

intelektual dan penguasaa lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat

dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptive2.

William D. Brooks di dalam buku Drs. Jalaludin Rakhmat yang

berjudul Psikologi Komunikasi mendefinisikan konsep diri sebagai

those physical, social, and psychologicalperceptions of ourselve that

we have derived from experiences and our interaction with other

(Rakhmat, 2009: 99). Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan

tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi,

sosial dam fisis.

Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh

seorang individu. Gambaran mental yang dimiliki oleh individu

memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan yang dimiliki individu

mengenai dirinya sendiri, pengharapan yang dimiliki individu untuk

dirinya sendiri serta penilaian mengenai diri sendiri (Calhoun &

Acocella, 1990).

1. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan.

Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang individu

2

(36)

ketahui tentang dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah-istilah

kuantitas seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan, dan

lain-lain yang merupakan sesuatu yang merujuk pada istilah

kualitas, seperti individu yang egois, baik hati, tenang, dan

bertempramen tinggi. Pengetahuan bisa diperoleh dengan

membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya.

Pengetahuan yang dimiliki individu tidaklah menetap sepanjang

hidupnya, pengetahuan bisa berubah dengan cara merubah tingkah

laku individu tersebut atau dengan cara mengubah kelompok

pembanding.

2. Harapan

Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Selain

individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya,

individu juga memiliki satu set pandangan lain, yaitu tentang

kemungkinan menjadi apa di masa mendatang (Rogers, dalam

Calhoun & Acocella, 1990). Singkatnya setiap individu

mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri dan pengharapan

tersebut berbeda-beda pada setiap individu.

3. Penilaian

Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap

diri sendiri. Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya

(37)

pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang

menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya.

2.2.2 Komponen Konsep Isi

Konsep diri memiliki, Lima elemen yaitu : Gambaran diri, Ideal

Diri, Harga diri, Peran dan Identitas Diri.3

2.2.2.1 Gambaran Diri

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya

secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan

perasaaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan

potensi tubuh saat ini dan masa lalu. Gambaran diri

berhubungan erat dengan kepribadian. Cara individu

memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek

psikologisnya. Pandangan diri yang realistik terhadap diri,

menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman

sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri.

Individu yang yang stabil, realistik dan konsisten terhadap

gambaran dirinyaakan memperlihatkan kemampuan mantap

terhadap realisasi yang akan memacu sukses didalam

kehidupannya.

2.2.2.2

Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia

harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi (Stuart &

3

(38)

Sundeen, 1991: 375). Standar dapat berhubungan dengan tipe

orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai

yang ingin dicapai.

Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi tapi

masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi

pendorong dan masih dapat dicapai. Masing masing individu

perlu ditetapkan, apa yang ingin di capai/cita-citakan baik

ditinjau dari pribadi maupun masyarakat.

2.2.2.3 Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang

dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku mengetahui

ideal diri (Stuard & Sundeen, 1991: 376). Frekuaensi

pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri jika individu

selalu sukses maka cenderung harga diri akan tinggi, jika

individu sering gagal maka cenderung harga diri akan rendah.

Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek

utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang

lain. Sebagai mahluk sosial sikap negatif harus dikontrol

sehingga setiap orang yang bertemu dengan diri kita dengan

sikap yang positif merasa dirinya berharga. Harga diri akan

rendah apabila kehilangan rasa kasih sayang dan penghargaan

dari orang lain.

(39)

Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang

diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat4.

Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang

memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideeal diri. Posisi atau

status di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran.

Stres peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas,

peran yang tidak sesuai dan peran yang terlalu banyak. Banyak

faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan

peran yang dilakukan yaitu kejelasan perilaku dan pengetahuan

yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti

terhadap peran yang dilakukan, kesesuaian dan keseimbangan

antar peran yang diemban, keselarasan budaya dan harapan

individu terhadap perilaku peran dan pemisahan situasi yang

akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran.

2.2.2.5 Identitas Diri

Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang

bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa

dari semua aspek konsep dirisebagai suatu kesatuan utuh (Stuard

& Sundeen, 378 : 1991)5.

Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang

kuat maka akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain,

unik dan tidak ada duanya. Individu yang memiliki identitas diri

4http://www.scribd.com/mobile/documents/26777441

5

(40)

yang kuat akan memandang dirinya sebagai suatu kesatuan yang

utuh dan terpisah dari orang lain dan individu tersebut akan

mempertahankan identitasnya walau dalam kondisi sesulit

apapun.

2.2.3 Konsep Diri Berdasarkan Kebutuhan

Menurut Abraham Masllow masing-masing individu memiliki

lima kebutuhan dasar manusia, yang disususn sesuai dengan

hirarkinya dari yang potensial samapai yang paling tidak potensial:

1. Kebutuhan-kebutuhan psiologis seperti lapar dan haus,

2. Kebutuhan-kebutuhan terhadap rasa aman

3. Kebutuhan-kebutuhan akan kasih sayang

4. Kebutuhan penghargaan terhadap diri

5. Kebutuhan aktualisasi diri6

Kebutuhan aktualisasi diri mengakibatkan suatu usaha untuk

mengembangkan kapasitas-kapasitas seseorang, pemahaman diri dan

penerimaan diri yang terus diilakukan dan ditanamka pada sifat dalam

diri seseorang.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

a) Orang Lain

Gabriel Marcell, filsuf eksistensialis dari dalam buku Drs. Jalaludin

Rakhmat yang Berjudul psikologi komunikasi menulis tentang

peranan orang lain dalam memahami diri kita, The fact is that the we

6

(41)

can understand ourselve by starting from the other, or from others,

and only by starting from them. Kita mengenal diri kita dengan

mengenal diri orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda menilai

saya akan membentuk konsep diri saya. (Rakhmat, 2009: 101)

b) Kelompok Rujukan

Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. kelompok yang

secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap

pembentukan konsep diri seseorang, ini disebut dengan kelompok

rujukan. Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan

perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri

kelompoknya.

Orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal

yaitu:

a. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah

b. Ia merasa setara dengan orang lain.

c. Ia menerima pujian tanpa rasa malu.

d. Ia menyadari, bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.

e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup

mengungkapkan aspek aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha sebaliknya.

(Rakhmat, 2009: 105)

Dan ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif yaitu:

a. Ia peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak terima dengan

kritikan yang diterimanya.

b. Responsitif sekali terhadap pujian. Berpura-pura menghindari

pujian, ia tidak dapat menyembunyikan atusiasmenya pada waktu menerima pujian.

(42)

d. Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.

(Rakhmat, 2009: 105)

Konsep diri merupakan dasar dari perilaku seseorang, oleh karena itu

konsep diri memegang peranan penting dalam menentukan

keberhasilan dari individu. Dengan adanya konsep diri yang positif

maka individu akan dapat melihat kelebihan dan kelemahan dirinya,

mempunyai harga diri yang sesuai serta memiliki identitas diri yang

jelas sehingga individu akan peka terhadap dirinya dan lingkungan

sekitarnya. Tingkah laku tidak dipengaruhi oleh

pengalaman-pengalaman masa lalu dan saat ini, tetapi makna-makna pribadi pada

masingmasing individu ikut mempengaruhi.

2.3

Tinjauan Tentang Fotografi

2.3.1 Pengertian Fotografi

Fotografi dianggap sebagai aktifitas paling semarak, bagaimana

tidak siapapun saat ini siapapun dapat memiliki gear (perlengkapan)

layaknya seorang fotografer. Kamera DSLR atau SLR siapaun kini

bisa memilikinya, karena perkembangan teknologi yang diserap

semua orang dan saat ini sudah menjadi tren tersendiri.

Dalam buku Ferry Darmawan, Dunia Dalam Bingkai, “istilah

fotografi pertama kali dikemukakan oleh ilmuan Inggris, Sir John

Herschell pada tahun 1839. Fotografi berasal dari kata photos

(43)

fotografi berarti mencatat atau melukis dengan sinar atau dengan

cahaya.” (Darmawan, 2009: 19)

Dalam kamus komunikasi, foto (photograph) berarti gambar

orang atau benda sebagai hasil pemotretan dengan kamera foto

(Effendy, 1989:272). Ilmunya sendiri disebut fotografi (photography),

yaitu proses atau seni menciptakan dari suatu obyek dengan

merekayasa sinar-sinar (Effendy, 1989: 272).

Dalam kaitannya dengan ilmu komunikasi, foto adalah sebagai

pesan (message) yang disampaikan dalam bentuk gambar yang dicetak

di atas kertas foto. Dalam komunikasi massa pesan terdiri dari dua

aspek yakni pesan (the content of message) dan lambang (symbol)

untuk mengekspresikannya. Lambang yang disampaikan pun beraneka

ragam macamnya. Lambang utama pada radio adalah bahasa lisan,

pada surat kabar adalah tulisan, gambar (karikatur, foto), media

advertising adalah gambar, video. Sedangkan pada film dan TV

adalah gambar hidup.

Fotografi secara keseluruhan bukan hanya mengandalkan

kehadiran cahaya saja, melainkan gabungan beberapa ilmu alam, ilmu

kimia, mekanika, elektrinika dan seni. Sangat erat hubungannya

dengan informasi dan dokumentasi. Karena itu tidak berlebihan bila

fotografi menjadi salah satu studi komunikasi. (Sunarjo, 1995: 236)

(44)

Orang yang melakukan kegiatan fotografi dikenal dengan

sebutan juru potret, atau dalam bahasa Inggris biasa disebut

photographer, yakni orang yang mempunyai keahlian dalam merekam

gambar suatu obyek dengan kamera foto. (Effendy, 1989:272)

2.3.3 Pengertian Glamour Photography

Glamour Photography adalah aliran fotografi yang berkaitan

dengan unsur keindahan bentuk tubuh manusia (umumnya wanita).

Beberapa aliran menggunakan teknik soft look atau gambar yang

dibuat lunak, kurang kontras, atau remang-remang sehingga

menimbulkan keindahan, kelembutan, dan daya tarik.

(Glamour Photography, www.istilah-fotografi.co.cc)

“Glamour photography is the photographing of a model with

the emphasis on the model and the model's sexuality and allure; with

any clothing, fashion, products or environment contained in the image

being of minor consideration. Photographers use a combination of

cosmetics, lighting and airbrushing techniques to produce the most

physically appealing image of the model possible.” Fotografi Glamour

adalah memotret model dengan penekanan pada model dan seksualitas

seorang model yang menjadi daya tariknya; dengan pakaian apapun,

fashion, produk atau Fotografer menggunakan kombinasi kosmetik,

pencahayaan dan airbrushing teknik untuk menghasilkan gambar

yang paling menarik dari model fisik yang mungkin. (Wikipedia.

(45)

BAB III

OBYEK PENELITIAN

3.1

Tinjauan Tentang Fotografi

3.1.1 Sejarah Fotografi di Indonesia

Sejarah fotografi di Indonesia dimulai sejak abad 18, tepatnya

pada tahun 1857, pada saat 2 orang juru foto Woodbury dan Page

membuka sebuah studio foto di Harmonie, Batavia. Masuknya

fotografi ke Indonesia tepat 18 tahun setelah Daguerre mengumumkan

hasil penelitiannya yang kemudian disebut-sebut sebagai awal

perkembangan fotografi komersil. Studio fotopun semakin ramai di

Batavia. Dan kemudian banyak fotografer professional maupun amatir

mendokumentasikan hiruk pikuk dan keragaman etnis di Batavia.

Masuknya fotografi di Indonesia adalah tahun awal dari lahirnya

teknologi fotografi, maka kamera yang adapun masih berat dan

menggunakan teknologi yang sederhana. Teknologi kamera pada masa

itu hanya mampun merekam gambar yang statis. Karena itu

kebanyakan foto kota hasil karya Woodbury dan Page terlihat sepi

karena belum memungkinkan untuk merekam gambar yang bergerak.

Terkadang fotografer harus menggiring pedagang dan

pembelinya ke dalam studio untuk dapat merekam suasana hirup

pikuk pusat perbelanjaan. Oleh sebab itu telihat bahwa pedagang dan

(46)

teknologi kamera masih sederhana dan masih riskan jika terlalu sering

dibawa kemana-mana.

Pada tahun 1900an, muncul penemuan kamera yang lebih

sederhana dan mudah untuk dibawa kemana-mana sehingga

memungkinkan para fotografer untuk melakukan pemotretan outdoor.

Bisa dibilang ini adalah awal munculnya kamera modern. Karena

bentuknya yang lebih sederhana, kamera kemudian tidak dimiliki oleh

fotografer saja tetapi juga dimiliki oleh masyarakat awam.

Banyak karya-karya fotografer maupun masyarakat awam yang

dibuat pada masa awal perkembangan fotografi di Indonesia tersimpan

di Museum Sejarah Jakarta. Seperti namanya, museum ini hanya

menghadirkan foto-foto kota Jakarta pada jaman penjajahan Belanda

saja. Karena memang perkembangan teknologi fotografi belum masuk

ke daerah. Salah satu foto yang dipamerkan adalah suasana Pasar

Pagi, Glodok, Jakarta pada tahun 1930an. Pada awal dibangun, pasar

ini hanya diisi oleh beberapa lapak pedagang saja. Ini berbeda dengan

kondisi sekarang dimana Glodok merupakan pusat perbelanjaan

terbesar di Jakarta.

1. Kassian Cephas (1844-1912): Yang Pertama, yang

Terlupakan

Cephas lahir pada 15 Januari 1845 dari pasangan

Kartodrono dan Minah. Ada juga yang mengatakan bahwa ia

(47)

Bernard Fr. Schalk. Cephas banyak menghabiskan masa

kanak-kanaknya di rumah Christina Petronella Steven (siapa). Cephas

mulai belajar menjadi fotografer profesional pada tahun

1860-an. Ia sempat magang pada Isidore van Kinsbergen, fotografer

yang bekerja di Jawa Tengah sekitar 1863-1875. Tapi berita

kematian Cephas di tahun 1912 menyebutkan bahwa ia belajar

fotografi kepada seseorang yang bernama Simon Willem

[image:47.595.280.433.342.555.2]

Camerik.

Gambar 3.1

Kassian Cephas

Sumber : daniarwikan.blogspot.com/2009/03/sejarah-fotografi

indonesia

Kassian Cephas memang bukan tokoh nasional yang

dulunya menenteng senjata atau berdiplomasi menentang

penjajahan bersama politikus pada zaman sebelum dan sesudah

kemerdekaan. Ia hanyalah seorang fotografer asal Yogyakarta

(48)

sangat asing dan tak tersentuh oleh penduduk pribumi kala itu.

Nama Kassian Cephas mungkin baru disebut bila foto-foto

tentang Sultan Hamengku Buwono VII diangkat sebagai bahan

perbincangan. Dulu, Cephas pernah menjadi fotografer khusus

Keraton pada masa kekuasaan Sultan Hamengku Buwono VII.

Karena kedekatannya dengan pihak Keraton, maka ia bisa

memotret momen-momen khusus yang hanya diadakan di

Keraton pada waktu itu. Hasil karya foto-fotonya itu ada yang

dimuat di dalam buku karya Isaac Groneman (seorang dokter

yang banyak membuat buku-buku tentang kebudayaan Jawa)

dan buku karangan Gerrit Knaap (sejarawan Belanda yang

berjudul "Cephas, Yogyakarta: Photography in the Service of

[image:48.595.276.431.513.748.2]

the Sultan".

Gambar 3.2

(49)

Sumber : daniarwikan.blogspot.com/2009/03/sejarah-fotografi

indonesia

Dari foto-fotonya tersebut, bisa dibilang bahwa Cephas

telah memotret banyak hal tentang kehidupan di dalam Keraton,

mulai dari foto Sultan Hamengku Buwono VII dan keluarganya,

bangunan-bangunan sekitar Keraton, upacara Garebeg di

alun-alun, iring-iringan benda untuk keperluan upacara, tari-tarian,

hingga pemandangan Kota Yogyakarta dan sekitarnya.

Tidak itu saja, bahkan Cephas juga diketahui banyak

memotret candi dan bangunan bersejarah lainnya, terutama yang

ada di sekitar Yogyakarta. Berkaitan dengan kegiatan Cephas

memotret kalangan bangsawan Keraton, ada cerita yang cukup

menarik. Zaman dulu, dari sekian banyak penduduk Jawa waktu

itu, hanya segelintir saja rakyat yang bisa atau pernah melihat

wajah rajanya. Tapi, dengan foto-foto yang dibuat Cephas, maka

wajah-wajah raja dan bangsawan bisa dikenali rakyatnya.

2. Masa-Masa Keemasan Cephas

Cephas pernah terlibat dalam proyek pemotretan untuk

penelitian monumen kuno peninggalan zaman Hindu-Jawa,

yaitu kompleks Candi Loro Jonggrang di Prambanan, yang

dilakukan oleh Archeological Union di Yogyakarta pada tahun

1889-1890. Saat bekerja, Cephas banyak dibantu oleh Sem, anak

(50)

membantu memotret untuk lembaga yang sama ketika dasar

tersembunyi Candi Borobudur mulai ditemukan. Ada sekitar

300 foto yang dibuat Cephas dalam proyek penggalian itu.

Pemerintah Belanda mengalokasikan dana 9.000 gulden untuk

penelitian tersebut. Cephas dibayar 10 gulden per lembar

fotonya. Ia mengantongi 3.000 gulden (sepertiga dari seluruh

uang penelitian), jumlah yang sangat besar untuk ukuran waktu

itu.

Beberapa foto seputar candi tersebut dijual Cephas.

Alhasil, foto-foto buah karyanya itu menyebar dan terkenal. Ada

yang digunakan sebagai suvenir atau oleh-oleh bagi para elit

Belanda yang akan pergi ke luar kota atau ke Eropa.

Album-album yang berisi foto-foto Sultan dan keluarganya juga kerap

diberikan sebagai hadiah untuk pejabat pemerintahan seperti

presiden. Hal itu tentunya membuat Cephas dikenal luas oleh

masyarakat kelas tinggi, dan memberinya keleluasaan bergaul di

lingkungan mereka. Karena kedekatan dengan lingkungan elit

itulah sejak tahun 1888 Cephas memulai prosedur untuk

mendapatkan status "equivalent to Europeans" (sama dengan

orang Eropa) untuk dirinya sendiri dan anak laki-lakinya: Sem

dan Fares.

Cephas adalah salah satu dari segelintir pribumi yang

(51)

penghargaan dari masyarakat elit Eropa di Yogyakarta.

Mungkin itu sebabnya karya-karya foto Cephas sarat dengan

suasana menyenangkan dan indah. Model-model cantik,

tari-tarian, upacara-upacara, arsitektur rumah tempo dulu, dan semua

hal yang enak dilihat selalu menjadi sasaran bidik kameranya.

Bahkan, rumah dan toko milik orang-orang Belanda, lengkap

dengan tuan-tuan dan noni-noni Belanda yang duduk-duduk di

teras rumah, juga sering menjadi obyek fotonya.

Sekitar tahun 1863-1875, Cephas sempat magang di

sebuah kantor milik Isidore van Kinsbergen, fotografer yang

bekerja di Jawa Tengah. Status sebagai fotografer resmi baru ia

sandang saat bekerja di Kesultanan Yogyakarta. Sejak menjadi

fotografer khusus Kesultanan itulah namanya mulai dikenal

hingga ke Eropa.

3. Terlindas Semangat Revolusi

Meski demikian, dalam khazanah fotografi Indonesia,

nama Kassian Cephas tidak seharum nama Mendur bersaudara,

yakni Frans Mendur dan Alex Mendur. Mereka berdua adalah

fotografer yang dianggap sangat berjasa bagi perjalanan bangsa

ini. Merekalah yang mengabadikan momen-momen penting saat

Soekarno membacakan proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Gambar

Gambar 1.1 Fotografer Memotret Model Dalam Acara Launching Mobil
Gambar 1.2 Foto Glamour
Tabel 1.1 Daftar Informan
Tabel 1.3 Jadwal Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bondowoso sangat kecewa dengan perlakuan Roro Jonggrang, lalu mengubah Roro Jonggrang menjadi batu yang kini dikenal sebagai Candi Prambanan, sedangkan candi di

4.7 ANALIZA IZBORNEGA MODELA UVAJANJA KOMPETENC V SELEKCIJSKE INTERVJUJE PODJETJA V podjetju je trenutna sistematizacija delovnih mest napisana in opredeljena brez ključnih

Setiap peningkatan satu satuan kecerdasan spiritual maka akan terjadi peningkatan prestasi belajar sebanyak 0.107 dengan asumsi nilai variabel bebas lainnya

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis, merancang dan menghasilkan suatu basisdata yang mendukung sistem CRM ( Customer Relationship Management ) yang berbasiskan website

Beberapa penelitian untuk melakukan pengukuran suhu air telah dilakukan dengan menggunakan sensor ini, Huang Hui dan Yin Xinghui pada tahun 2009 melakukan

Total trading in corporate bonds reached Rp2.39 trillion last week and was dominated by bonds with tenors of less than 1 year amounting to 43.6% of the total trading.. Yield indeks

Dalam penelitian ini jenis datanya adalah jenis data kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah pesan tentang nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat pada

Sementra itu, ATP penumpang pada koridor 2 adalah lebih dari 60% sanggup untuk membayar ongkos angkutan umum maksimum Rp.8000 atau Rp.1500 lebih tinggi dibandingkan tarif