• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Analisis Trajektori Massa Air Dari Keluaran Model Indeso: Studi Kasus Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat Airasia Qz8501

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ". Analisis Trajektori Massa Air Dari Keluaran Model Indeso: Studi Kasus Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat Airasia Qz8501"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TRAJEKTORI MASSA AIR DARI KELUARAN

MODEL INDESO: STUDI KASUS REKONSTRUKSI

PERSEBARAN DEBRIS PESAWAT AIRASIA QZ8501

SYARIFAH HIZRIAH ALMAHDALY

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Trajektori Massa Air Dari Keluaran Model INDESO: Studi Kasus Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat Airasia QZ8501 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

SYARIFAH HIZRIAH ALMAHDALY. Analisis Trajektori Massa Air Dari Keluaran Model INDESO: Studi Kasus Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat Airasia QZ8501. Dibimbing oleh AGUS SALEH ATMADIPOERA.

Karakteristik perairan Indonesia khususnya perairan dangkal di Laut Jawa sangat dipengaruhi oleh sistem angin muson, sehingga arus permukaan yang terbentuk mengikuti pola pergerakan angin. Salah satu contoh adalah kasus jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di perairan Selat Karimata pada tanggal 28 Desember 2014, dimana debris hanyut terbawa arus muson barat. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pola sirkulasi massa air Laut Jawa serta menganalisis trajektori massa air, terkait dengan sebaran debris jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata. Data deret waktu dari keluaran model INDESO Desember 2014 hingga Maret 2015 digunakan untuk analisis ini. Data anomali tinggi muka laut dari model divalidasi dengan data data satelit altimetry AVISO dan suhu permukaan laut (SST), yang menunjukkan korelasi yang tinggi. Analisis yang dilakukan mecakup analisis parameter fisik, Hovmüller, serta analisis trajektori dengan Ariane lagrangian off-line. Hasil analisis data dan trajektori partikel massa air menunjukkan bahwa pada periode kejadian jatuhnya pesawat, pola sirkulasi di wilayah studi dicirikan dengan pola arus yang mengalir kearah timur. Pola aus ini merupakan ciri dari Arus Monsun Barat, dimana arus dari Laut Cina Selatan masuk ke Selat Karimata, berlanjut ke Laut Jawa sampai ke Flores dan Banda. Di bagian selatan Selat Makassar, Arus Monsun Barat mengalami resirkulasi kearah utara dari dan berbelok kembali ke selatan di sekitar kanal Libani di kawasan Majene. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa sebagian debris dan korban kecelakaan pesawat yang ditemukan di kawasan pantai Majene dan Pinrang karena terbawa oleh Arus Monsun Barat ini.

(5)

ABSTRACT

SYARIFAH HIZRIAH ALMAHDALY. Trajectory Analysis of INDESO Model Output: A Case Study of Debris Distribution Reconstruction of AirAsia QZ8501. Supervised by AGUS SALEH ATMADIPOERA.

Characteristics of Indonesian waters, especially in the shallow waters of the Java Sea is strongly influenced by the monsoon system, so that the surface currents are formed following the pattern of wind movement. One example is the case of AirAsia QZ8501 crash in the waters of the Strait of Karimata on December 28th, 2014 which the debris washed away to carried over west monsoon currents. The purpose of this study was to describe patterns of circulation of the water masses of the Java Sea and analyzing the trajectory of the mass of water, related to the distribution of crash debris AirAsia QZ8501 in the Strait Karimata. Time series data of the output of the model INDESO December 2014 until March 2015 are used for this analysis. Sea surface height anomaly data from the model is validated by the data AVISO altimetry satellite data and sea surface temperature (SST), which showed a high correlation. Analysis were conducted covers physical parameter analysis, Hovmüller and analysis of the trajectory of the Ariane Lagrangian off-line. The results of data analysis and trajectory of the water mass particles show that in the period of the crash, the circulation patterns in the study area is characterized by a pattern of current flowing eastward. This currents pattern is characteristic of the western monsoon currents, which flow from the South China Sea entrance to the Strait of Karimata, continued into the Java Sea to the Flores and Banda. In the southern part of Makassar Strait, West Monsoon experienced recirculation flow towards the north and turn back to the south around the canal Libani in Majene area. Thus, it can be explained that some debris and plane crash victims found in coastal areas Majene and Pinrang carried over by the flow of this West Monsoon.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

ANALISIS TRAJEKTORI MASSA AIR DARI KELUARAN

MODEL INDESO: STUDI KASUS REKONSTRUKSI

PERSEBARAN DEBRIS PESAWAT AIRASIA QZ8501

SYARIFAH HIZRIAH ALMAHDALY

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

//'4%,"+-"4 )'"-"-4,$%.*,"4--4 ",4,"4'/,)4*&44

(4 4

./"4-/-4%*)-.,0%-#4,-,)4,"-4-1.4 ",-"4

4

4 2,"!4"3,"!4 '(!'24 4 4

"-./$/"4*'!4

-4'!4 .("4 *,4 4 ("(") 4

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah pemodelan numerik oseanografi, dengan judul Analisis Trajektori Massa Air Dari Keluaran Model INDESO: Studi Kasus Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat Airasia QZ8501.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Atmadipoera, DESS selaku pembimbing. Di samping itu, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Bapak Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Bapak Dr Henry M. Manik, S.Pi, MT selaku ketua program studi, Bapak M. Tri Hartanto, S.Pi, M.Si sebagai penguji, Bapak Dr Ir Vincentius P. Siregar, DEA, serta seluruh staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Tim proyek INDESO atas ketersediaannya dalam memberikan data model, Agitha Saverti Jasmine, Selfrida, Dyah Puspitaloka, Rahmi Fadhilah, Widya Ayu Lestari, Nursyafirah Ashari, Ita Wulandari yang telah membantu dalam melakukan penelitian ini serta teman-teman Laboratorium Oseanografi Fisika, ITK 48 dan teman-teman Dwi Regina atas kerjasama dan semangatnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Sumber Data 3

Prosedur Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Validasi Model dengan Data Satelit Altimetri 8

Pola Arus dan Parameter Fisik di Lokasi Domain Model 9

Analisis Hövmuller Pergerakan Massa Air 15

Analisis Trajektori Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat AirAsia

QZ8501 17

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 13

(14)

DAFTAR TABEL

1 Konfigurasi model trajektori dalam file Namelist pada Ariane

lagrangian offline toolbox 6

DAFTAR GAMBAR

1 Peta batimetri dan lokasi domain model penelitian 3

2 Diagram alir pengolahan data 7

3 Grafik hasil validasi model INDESO dengan data satelit parameter suhu permukaan laut (Sea Surface Temperature/SST ). 8 4 Grafik hasil validasi model INDESO dengan data satelit altimetry

parameter tinggi muka laut (Sea Surface Height/SSH ). 9 5 Pola arus dan sebaran tinggi muka laut (SSH) di lokasi domain model

pada 28 Desember 2014 (a) 6 Januari 2015 . 10

6 Pola arus dan sebaran tinggi muka laut (SSH) di lokasi domain model pada 28 Desember 2014 (b) 16 Januari 2015 (c) 26 Januari 2015. 11 7 Pola arus dan sebaran tinggi muka laut (SSH) di lokasi domain model

pada 28 Desember 2014 (f) 25 Februari 2015 (g) di kedalaman 5 meter. 12 8 Pola sebaran nilai rata-rata salinitas (kiri) dan suhu (kanan) di lokasi

domain model pada 1-15 Desember 201 (a) 16-31 Desember 2014. 13 9 Pola sebaran nilai rata-rata salinitas (kiri) dan suhu (kanan) di lokasi

domain model pada (b) 15 Januari 2015 (c) 16-31 Januari 2015 (d)

1-15 Februari 201-15 (e) 16-28 Februari 201-15. 14

10 Pola sebaran nilai rata-rata salinitas (kiri) dan suhu (kanan) di lokasi domain model pada (f) 1-6 Maret 2015 (g) di kedalaman 5 meter. 15 11 Diagram Hövmuller komponen arus meridional di kedalaman 5 meter.

Keterangan lokasi transek arus berada pada kanan gambar. 16 12 Diagram Hövmuller komponen arus zonal di kedalaman 5 meter.

Keterangan lokasi transek arus berada pada kanan gambar. 17 13 Pola trajektori partikel pada hari ke-4 (a), 24 (b), 44 (c), 64 (d), 84 (e),

104 (f) yang dimulai pada tanggal 1 Januari-30 April 2015. 18 14 Pola trajektori partikel dengan parameter suhu pada hari ke-4 (a), 24 (b),

44 (c), 64 (d), 84 (e), 104 (f) yang dimulai pada tanggal 1 Januari-30

April 2015. 19

15 Pola trajektori partikel dengan parameter salinitas pada hari ke-4 (a), 24 (b), 44 (c), 64 (d), 84 (e), 104 (f) yang dimulai pada tanggal 1

Januari-30 April 2015. 20

16 Pola trajektori partikel dengan parameter densitas pada hari ke-4 (a), 24 (b), 44 (c), 64 (d), 84 (e), 104 (f) yang dimulai pada tanggal 1

(15)

*

PENDAHULUAN

Laut Jawa merupakan perairan yang terletak diantara pulau-pulau besar di Indonesia, yang terbentang dari perairan Sumatera Timur hingga barat daya Pulau Sulawesi. Berdasarkan letaknya, Laut Jawa merupakan perairan yang sangat strategis. Di sebelah barat laut, Laut Jawa bertemu dengan Laut Cina Selatan yang dihubungkan oleh Selat Karimata, berhubungan dengan Laut Flores di bagian timur, bertemu dengan Laut Sulawesi yang dihubungkan oleh Selat Makassar, dan dihubungkan oleh Selat Sunda terhadap Samudera Hindia (Lubis et al 2005).

Perairan Laut Jawa termasuk kedalam perairan dangkal dengan rata-rata kedalaman 40 m dan maksimum kedalaman 90 m di bagian utara Pulau Madura (Wyrtki 1961). Karakteristik perairan Indonesia khususnya perairan dangkal (Laut Jawa) sangat dipengaruhi oleh sistem angin muson, dimana angin muson barat bertiup pada bulan Desember-Februari dan muson timur pada bulan Juni-Agustus (Safitri 2012). Hal tersebut mengakibatkan adanya perubahan secara umum parameter fisik Laut Jawa, seperti pergerakan massa air. Bulan Mei-September tepatnya pada musim timur, massa air di Laut Jawa bergerak menuju barat, sedangkan pada musim barat arus akan bergerak menuju ke timur dari bulan November-Maret. Kecepatan arus yang melintasi Selat Karimata dan Selat Gaspar dapat mencapai 100 cm/det ketika angin bertiup kuat (Romimohtarto dan Sumiyati 1998).

Perubahan karakteristik oseanografi Laut Jawa mempengaruhi pergerakan benda-benda yang masuk ke dalam perairan tersebut. Salah satu contoh adalah kasus jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di perairan Selat Karimata pada tanggal 28 Desember 2014. Pesawat yang lepas landas dari Surabaya menuju Singapore mengalami hilang kontak dengan petugas lalu lintas udara (ATC). Berdasarkan hasil pencarian, beberapa debris banyak yang ditemukan di perairan Majene, Sulawesi Barat dan perairan Pinrang, Sulawesi Selatan. Oleh sebab itu studi ini dilakukan untuk melihat serta membuktikan secara ilmiah penemuan debris yang cukup jauh dari lokasi jatuhnya pesawat.

Salah satu cara untuk melihat sejauh mana sebaran debris jatuhnya pesawat AirAsia adalah dengan pemodelan numerik. Kemajuan teknologi dibidang komputasi dan model numerik dewasa ini sudah banyak diterapkan untuk bidang oseanografi. Pemodelan numerik yang digunakan pada penelitian ini adalah ARIANE lagrangian off-line toolbox untuk membuat model analisis trajektori, sehingga dapat dilihat sebaran debris AirAsia serta sejauh mana pergerakannya.

(16)

2

Perumusan Masalah

Penelitian ini merumuskan beberapa masalah, antara lain: 1. Bagaimana pola sirkulasi di Laut Jawa?

2. Bagaimana pola trajektori debris pesawat AirAsia QZ8501 dan kaitannya dengan pola sirkulasi Laut Jawa?

3. Bagaimana perbandingan hasil model dengan keadaan sebenarnya? Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola sirkulasi massa air Laut Jawa serta menganalisis trajektori massa air, terkait dengan sebaran debris jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi karakteristik oseanografi fisik (suhu permukaan laut, arus permukaan, salinitas, serta massa air) di perairan Laut Jawa dan sekitarnya berdasarkan hasil keluaran model INDESO serta mengetahui penyebab jauhnya persebaran lokasi-lokasi yang penemuan debris dari AirAsia QZ 8501 berdasarkan model INDESO yang menggunakan ARIANE lagrangian off-line toolbox.

METODE

(17)

3

.

Sumber Data Model INDESO

Data yang digunakan untuk menganalisis variabilitas massa air dalam penelitian ini adalah model INDESO (Infrastructure Development for Space Oceanograph) dari 1 Desember 2014 hingga 31 Maret 2015. INDESO merupakan program ilmiah yang bekerja sama dengan Collecte Localisation Satellites (CLS), bertujuan untuk menyediakan data kepada Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia (KKP). Mercator Ocean System and Interface Reloctable Nesting Tools (SIREN) diperlukan dalam memodelkan INDESO, karena memungkinkan untuk membuat sebuah konfigurasi baru yang lebih besar dengan cara menggabungkan antara batimetri, kondisi awal serta kondisi batas (Theetten et al 2014). Input data dalam pengembangan model ini berupa data insitu serta data penginderaan jauh.

Data untuk memodelkan INDESO dikumpulkan selama ekspedisi INDOMIX berlangsung dan menghasilkan beberapa variable, seperti: tinggi muka laut (SSH), arus komponen zonal (u) dan meridional (v), salinitas serta suhu. Variabel-variabel tersebut akan diolah menggunakan Ariane untuk m

Sedangkan kedalaman yang akan digunakan dalam analisis trajektori hanya sebatas permukaan perairan dengan 15 level kedalaman (5 meter).

Data Satelit

Data satelit digunakan pada proses validasi untuk melihat tingkat keakuratan model keluaran INDESO yang digunakan. Ada dua parameter yang digunakan

(18)

4

untuk validasi, yaitu anomali tinggi muka laut (SSHA) dari AVISO dan suhu permukaan laut (SST) dari GHRSST yang waktunya disesuaikan dengan model INDESO. Data SSHA dari AVISO memiliki resolusi spasial ¼o (27.78 km) yang berasal dari gabungan beberapa satelit altimetri, seperti: Jason-1, TOPEX/POSEIDON, GEOSAT (Geodetic Satellite), ENVISAT (Environmental Satellite), GFO (Geosat Follow-On), dan ERS 1/2 (European Remote Sensing). Data ini dapat diperoleh dari website www.aviso.altimetry.fr/

Data satelit untuk suhu permukaan laut diperoleh dari GHRSST (Group for High Resolution Sea Surface Temperature) yang merupakan sebuah kolaborasi internasional untuk kegiatan peramalan laut. GHRSST bertujuan untuk mengembangkan sistem demonstrasi operational dan untuk mendorong semua aspek ilmiah yang berkaitan dengan SST. Data GHRSST ini berasal dari gabungan pengamatan insitu dengan satelit level-2 (L2) untuk meningkatkan cakupan spasial, resolusi temporal, stabilitas sensor kalibrasi silang dan akurasi produk SST. Data ini dapat diperoleh dari website www.ghrsst.org.

Prosedur Analisis Data

Beberapa prosedur analisis data dilakukan pada penelitian ini, diantaranya adalah analisis parameter fisik, analisis Hovmüller, analisis trajektori dan validasi data. Model INDESO digunakan untuk melihat parameter fisik, perubahan pergerakan massa air terhadap waktu (Hovmüller) di perairan Laut Jawa serta validasi. Analisis trajektori dihasilkan dari keluaran model ROMS dan diolah di Ariane lagrangian off-line toolbox.

Analisis Parameter Fisik

Langkah pertama yang dilakukan terhadap data keluaran model INDESO adalah pengolahan menggunakan perangkat lunak Ferret. Pengolahan ini diperlukan untuk melihat sebaran rata-rata arus (u dan v), SSH, suhu dan salinitas di lokasi domain model dari Desember 2014 - Maret 2015. Berbeda dengan variabel suhu dan salinitas, variabel SSH di overlay dengan arus (u dan v) dengan selang waktu 10 hari yang dihitung mundur dari tanggal 6 Maret 2015 hingga 28 Desember 2014 (waktu jatuhnya pesawat) serta dibuat animasi menggunakan perangkat lunak GIF Animator. Adapun untuk menentukan nilai sebaran rata-rata dari variabel di atas ditentukan dengan persamaan (Emery dan Thomson 1997):

̅ ∑

(19)

5

dan meridional (utara-selatan). Perata-rataan bujur digunakan unruk meneliti variasi kecepatan arus secara zonal dan perata-rataan lintang untuk meneliti kecepatan arus secara meridional. Analisis Hovmüller digunakan untuk melihat propagasi sinyal dari data deret waktu yang dapat menentukan kecepatan perambatan dari sinyal tersebut (Purmadi 2015), sehingga dapat mempermudah dalam melihat dan menganalisis perubahan kecepatan dan arah arus yang terjadi. Hovmüller dilakukan dengan cara menghitung kecepatan perambatan arus (u dan v) di lokasi domain model dengan level kedalaman 1-5 yang telah dirata-ratakan. Analisis Trajektori

Hal yang paling penting diperhatikan dalam membuat model trajektori adalah konfigurasi. Konfigurasi model ini dibangun menggunakan Ariane lagrangian off-line toolbox yang dioperasikan pada Fortran dan memiliki kelebihan dalam analisa skala global dan regional (Blanke et al. 1999). Ariane juga dapat terintegrasi dan digunakan untuk menganalisa simulasi dengan beberapa model sirkulasi seperti OPA OGCM dan ROMS (Regional Oceanic Modelling System). NetCDF versi 3.6.0 dengan modul Intel Fortran dibutuhkan dalam melakukan kompilasi dan instalasi Ariane pada sistem operasi Ubuntu Linux. Analisis menggunakan algoritma massa dengan menghitung trajektori sebenarnya dari beberapa gaya dengan penggunaan persamaan dikretisasi grid tipe C (Arakawa) dengan persamaan trajektori sebagai berikut (http://www.univ-brest.fr/lpo/ariane):

dimana dan menunjukkan arah arus (satuan sverdrups) dalam 3 arah sedangkan i, j dan k mengacu pada indeks grid. Arah arus berdasarkan pada sumbu vertikal, zonal maupun meridional. Integrasi transport secara vertikal (zonal) ditentukan dengan persamaan berikut: Titik awal mendefinisikan kondisi awal dari partikel yang menyerupai kontur pada proyeksi lintasan sebenarnya. Pemilihan proyeksi horizontal dan penambahan proyeksi lainnya akan membantu dalam menentukan gerak yang tepat pada massa air.

Ariane dapat dioperasikan dalam komputasi dengan jumlah besar serta melakukan berbagai diagnosa, antara lain secara qualitative (dengan beberapa partikel) dan quantitative (dengan banyak partikel) serta integrasi forward dan backward. Data yang diperoleh dari hasil keluaran ROMS di perairan Selat Karimata hingga Selat Makassar pada tanggal 1 Januari 2015 - 30 April 2015 (3a)

(20)

6

antara lain vektor arus (u dan v), salinitas, suhu, densitas dan gridroms. Konfigurasi yang merupakan tahap awal dan penting dalam penentuan parameter yang digunakan dapat dilakukan dalam file namelist (Tabel 1) yang berisikan nama file yang dijadikan input model (berupa NetCDF).

Tabel 1 Konfigurasi model trajektori dalam file Namelist pada Ariane lagrangian offline toolbox

Simulasi model Ariane pada penelitian ini menggunakan diagnosa qualitative dalam ROMS dimana output trajektori tidak memperhitungkan perpindahan volume dan untuk integrasi yang digunakan adalah tipe forward dengan dengan alur temporal bergerak maju. Pada model trajektori, luasan domain model menyesuaikan data hasil keluaran model INDESO dengan xhi_rho (bujur geografis) 313, eta_rho (lintang geografis) 146, s_w (level kedalaman) 32 dan time (jumlah input data) 20. Frekuensi yang digunakan dalam kalkulasi posisi trajektori dengan pengambilan data harian dalam detik (86400). Penentuan model yang diinginkan pada pergerakan trajektori dimulai dari Januari hingga April 2015 dengan selang waktu pada sampel yang digunakan adalah per 6 jam.

Tahap selanjutnya setelah pengaturan konfigurasi selesai adalah menjalankan perintah mkseg0 pada terminal. Perintah ini menghasilkan file baru berupa segrid dalam format ASCII yang mendefinisikan wilayah darat dan laut

Forback Forward Integrasi model terhadap waktu

Bin Nobin Untuk mendiagnosa posisi inisial dari model Nmax 300000 Jumlah maksimum dari partikel trajektori Tunit 86400 Kesesuaian unit dalam detik (biasana 1 hari)

Ntfic 30 Waktu pengambilan sampel

Nilai output maksimum dengan keluaran harian

Mask TRUE Menampilkan batas daratan

Xi_rho 313 Jumlah titik sumbu X dalam data model

Eta_rho 146 Jumlah titik sumbu Y dalam data model

S_w 32 Jumlah level kedalaman dalam data model

(21)

7

dalam model dan pembatasan terhadap wilayah model trajektori dapat dilakukan pada file ini. Perintah selanjutnya yang dijalankan pada terminal adalah mkseg yang menghasilkan dua file baru, yaitu segrid_region_limits yang merupakan batas maksimum dan minimum dari wilayah model yang telah ditentukan pada segrid dan section.txt yang merupakan batas keseluruhan dari model. Langkah selanjutnya adalah melakukan inisialisasi posisi pada file initial_position.txt yang digunakan untuk menentukan titik awal pada model trajektori. Setelah penentuan titik ditentukan, tahap terakhir dilanjutkan dengan menjalankan perintah Ariane dan menghasilkan file ariane_trajectories_qualitative.nc yang didalamnya terdapat titik koordinat, variabel masukan seperti suhu, salinitas, serta densitas yang disesuaikan dengan pola trajektori yang terbentuk. Hasil ini kemudian divisualisasikan menggunakan perangkat lunak Ferret dan Matlab. Prosedur analisis data seperti yang diterangkan di atas ditampilkan pada diagram alir pada Gambar 2 dibawah ini.

(22)

8

Validasi Model

Validasi model dilakukan untuk melihat tingkat keakuratan model keluaran INDESO. Variabel yang divalidasi dengan data satelit adalah suhu permukaan laut (SST) dari GHRSST dan anomali tinggi muka laut (SSHA) dari AVISO. Dari grafik yang dihasilkan akan diketahui seberapa besar tingkat keakuratan dan keterkaitan nilai model yang digunakan pada penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Validasi Model dengan Data Satelit Altimetri

- - Laut Jawa (lokasi dibatasi oleh garis orange). Nilai SSHA (Gambar 3) dan SST (Gambar 4) baik dari model maupun data satelit menunjukkan pola fluktuasi yang hampir sama, meskipun memiliki nilai yang berbeda-beda. Perbedaan nilai tersebut disebabkan adanya perbedaan dalam metode perolehan nilainya.

Nilai tinggi muka laut dari model INDESO diperoleh dari penggunaan persamaan primitive sirkulasi laut regional dan global dalam skala waktu dan ruang yang luas, sedangkan nilai dari data satelit diperoleh dari gabungan data beberapa satelit yang diukur menggunakan gelombang mikro lalu dipancarkan ke bumi dan diterima kembali oleh sensor. Perolehan nilai tinggi muka laut dari data satelit lebih rentan terpengaruh atmosfer seperti uap air, sehingga mempengaruhi nilai tinggi muka laut yang didapatkan. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh baik SST maupun SSHA adalah 0.7. Hal ini menunjukkan tingkat keakuratan dan keterkaitan antara model INDESO dengan data satelit cukup tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa model INDESO yang digunakan cukup mewakili data yang terekam oleh data satelit.

(23)

9

Pola Arus dan Parameter Fisik di Lokasi Domain Model

Pergantian angin muson secara beraturan setiap tahun menyebabkan terjadinya perubahan langsung pergerakan massa air dan parameter fisik lainnya di perairan Indonesia. Perbedaan tekanan udara antara benua Asia dan Australia menghasilkan dua jenis perubahan arah hembusan angin dalam setahun, yaitu angin yang bertiup dari timur ke barat yang disebut musim timur atau muson tenggara dan angin yang bertiup dari barat ke timur yang biasa disebut muson barat. Saat muson barat bumi di belahan utara terjadi musim dingin sedangkan bumi di belahan selatan memperoleh bahang dan sinar matahari lebih lama (musim panas), sehingga terjadi pusat tekanan tinggi di Benua Asia (belahan utara) dan pusat tekanan rendah di Benua Australia (belahan selatan). Perbedaan tersebut mengakibatkan angin berhembus dari Benua Asia menuju Australia yang melewati perairan Indonesia khususnya Laut Jawa dan dikenal sebagai angin muson barat laut (Northwest Monsoon) biasa disebut dengan musim barat. Hal sebaliknya terjadi pada tipe angin muson tenggara (Southeast Monsoon) atau musim timur.

Bulan Desember-Februari biasanya terjadi angin musim barat dengan puncak musim berada pada bulan Januari, sedangkan bulan Juni-Agustus mengalami musim timur. Selain kedua musim tersebut, terdapat dua musim peralihan yang terjadi saat pertukaran sistem angin musim barat dan timur. Musim peralihan I terjadi pada bulan Maret-Mei dan musim peralihan II pada bulan September-November. Saat musim peralihan I dan II, arah angin bertiup tidak menentu, tetapi setiap awal periode musim ini, pengaruh angin musim sebelumnya lebih dominan. Adanya pergantian arah musim dua kali dalam setahun menyebabkan pola sirkulasi massa air di lautan juga berubah arah yang menjadi ciri khas sirkulasi massa air di perairan Indonesia (Wyrtki 1961).

Perubahan pergerakan massa air laut diduga akan memberikan dampak langsung terhadap tinggi muka laut (SSH) yang merupakan salah satu parameter penting untuk melihat karakteristik suatu perairan. Selain arus, beberapa faktor yang juga dapat mempengaruhi SSH diantaranya adalah angin, pasang surut dan

(24)

10

curah hujan. Penelitian ini mengambil waktu dari bulan Desember hingga Maret, dimana berdasarkan tipe angin, kondisi yang terjadi adalah angin musim barat. Waktu yang diambil disesuaikan dengan waktu jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata pada tanggal 28 Desember 2014. Selain dari tinggi muka laut, perlu diketahui juga parameter-parameter lainnya, seperti pola arus komponen zonal dan meridional, suhu permukaan laut (SST), salinitas serta densitas perairan. Sehingga dengan melihat karakteristik perairan di lokasi kejadian, maka dapat diketahui sejauh mana pergerakan debris dari peristiwa tersebut.

Gambar 5 terlihat bahwa nilai tinggi muka laut (SSH) di perairan sekitar Selat Karimata dominan lebih tinggi dengan nilai rata-rata lebih dari 0.8 meter dan semakin rendah ke arah timur Indonesia dengan nilai rata-rata 0.6-0.7 meter. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari pergerakan angin muson yang menyebabkan variasi nilai tinggi muka laut di perairan tersebut. Periode angin musim barat menyebabkan angin yang bergerak dari Benua Asia menggerakkan massa air dari Laut Cina Selatan menuju perairan Laut Jawa dan diteruskan ke arah timur menuju Laut Flores dan Laut Banda mengikuti pergerakan arah angin (secara zonal). Gambar 5(c), nilai tinggi muka laut di perairan Laut Jawa hingga Selat Makassar mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata tinggi muka laut adalah 0.77-0.8 meter. Naiknya nilai tersebut disebabkan oleh banyaknya massa air yang dibawa dari Laut Cina Selatan, perairan Barat Sumatera serta Selat Malaka masuk ke Selat Karimata dan diteruskan ke arah timur perairan Indonesia. Sehingga banyaknya masukan air dari sungai-sungai di Sumatera ke laut mengakibatkan nilai tinggi muka laut di perairan tersebut meningkat.

(25)

11

(26)

12

Selain tinggi muka laut dan pola pergerakan arus, sistem angin monsun juga mempengaruhi nilai salinitas dan suhu sebagai parameter lainnya dalam oseanografi. Selat Karimata dan Laut Jawa termasuk kedalam perairan dangkal, sehingga pengadukan yang terjadi di perairan tersebut dapat mencapai dasar perairan dan termasuk kedalam lapisan homogen. Lapisan homogen merupakan lapisan yang masih mendapatkan pengaruh langsung dari perubahan-perubahan yang terjadi di permukaan.

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Gambar 8, 9 dan 10 (kiri) terlihat nilai rata-rata salinitas di sebelah timur Perairan Indonesia dominan lebih tinggi dibandingkan sebelah barat dan perairan Laut Jawa yang cenderung stabil. Salinitas di sekitar Selat Karimata hingga Laut Jawa memiliki kisaran nilai rata-rata 29.5-31 psu, sedangkan di sebelah timur perairan Indonesia memiliki kisaran nilai rata-rata lebih dari 31 psu. Hal ini diakibatkan oleh tingginya curah hujan pada musim barat yang mengakibatkan terjadinya pengenceran di Selat Karimata yang berasal dari masukan air sungai (run off) dari Sumatera dan Kalimantan serta karakteristik Laut Cina Selatan yang nilai salinitasnya cenderung rendah. Oleh sebab itu massa air dengan salinitas rendah bergerak dari barat ke timur, seperti yang dinyatakan oleh Hadikusumah et al. (1980) dalam Amri (2002). Menurut Hadi (2006), karakteristik massa air perairan Indonesia umumnya ditandai dengan salinitas yang lebih rendah ketika bertiup angin musim barat, sedangkan massa air bersalinitas tinggi yang dibawa dari Samudera Pasifik mengalir dari

(27)

13

Laut Sulawesi melewati Selat Makassar ke arah selatan dan dibelokkan ke arah timur, sehingga terjadi penumpukan salinitas di perairan timur Indonesia pada muson barat.

Salinitas rendah yang mengalir dari Laut Cina Selatan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang dinyatakan oleh Hadikusumah et al. 1980 dalam Amri 2002, bahwa adanya pengenceran akibat curah hujan dan aliran sungai sepanjang timur Sumatera dan pantai barat Kalimantan mengakibatkan nilai rata-rata salinitas pada muson barat rendah. Perairan Laut Jawa merupakan perairan yang dangkal, dimana pengadukan dapat terjadi di seluruh lapisan kedalaman yang biasa disebut lapisan homogen. Pada lapisan ini suhu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: penguapan, arus permukaan, curah hujan, kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Pengaruh curah hujan yang semakin tinggi dan intensitas radiasi yang rendah dibagian utara khatulistiwa menyebabkan rendahnya suhu permukaan di sekitar Laut Cina Selatan dan mengalir ke Laut Jawa melalui Selat Makassar.

Gambar 8, 9 dan 10 (kanan), kondisi suhu permukaan laut (SST) pada bulan Desember sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan Januari hingga awal Maret dengan kisaran nilai rata-rata adalah 30-31 oC. Sedangkan di bulan Januari hingga awal Maret nilai suhu di Selat Karimata mengalami penurunan dengan kisaran nilai rata-rata 28-29 oC, begitu juga di Selat Makassar. Tingginya curah hujan pada bulan Januari sebagai puncak musim barat sangat mempengaruhi nilai suhu perairan dangkal, terutama di Laut Jawa. Diduga bahwa massa air dengan suhu yang rendah dibawa dari Laut Cina Selatan mengalir ke Laut Jawa melewati Selat Karimata ke arah timur perairan Indonesia, sehingga massa air yang mengalami pencampuran mempengaruhi nilai SST.

(28)

14

(29)

15

Analisis Hövmuller Pergerakan Massa Air

Data hasil keluaran model INDESO pada variabel arus komponen zonal dan meridional divisualisasikan dalam bentuk diagram Hövmuller. Dari visualisasi tersebut dapat dilihat perubahan pergerakan massa air terhadap waktu pada lintang dan bujur terpilih serta kecepatan pergerakan massa air tersebut. Warna yang berbeda digunakan untuk membedakan arah dari pergerakan massa air serta menunjukkan nilai dari kecepatan pergerakannya. Warna merah menunjukkan pergerakan arus ke utara dan nilai negatif yang berwarna biru menunjukkan pergerakan arus ke selatan untuk komponen meridional (Gambar 11), sedangkan komponen zonal (Gambar 12) warna merah yang bernilai positif menunjukkan pergerakan arus ke timur dan nilai negatif yang berwarna biru menunjukkan pergerakan arus ke barat.

Gambar 11 terlihat bahwa diagram dominan berwarna biru yang artinya pergerakan massa air dominan ke selatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurjaya dan Surbakti (2009) serta Wyrtki (1961) dimana di lokasi lintang dan bujur terpilih yang terletak di barat Pulau Sulawesi massa airnya bergerak dari Laut Sulawesi terus ke bawah menuju selatan Selat Makassar. Kondisi tersebut berlaku baik pada musim barat maupun musim timur. Diagram Hovmüller meridional yang ditampilkan merupakan pergerakan massa air pada musim barat hingga peralihan I (Desember-Maret), sehingga massa air yang bergerak menuju selatan Selat Makassar akan dibelokkan ke arah timur mengikuti pergerakan angin pada musim barat. Warna merah dominan terlihat pada pertengahan hingga akhir bulan Januari 2015 di koordinat 0-4o LS dan 108-109o yang berarti pergerakan Gambar 10 Pola sebaran nilai rata-rata salinitas (kiri) dan suhu (kanan) di lokasi domain

(30)

16

massa air dominan ke arah utara dengan kecepatan mencapai 0.5 m/s. Puncak musim barat pada bulan Januari yang banyak membawa massa air dari Laut Cina Selatan menyebabkan massa air bergerak ke timur dan sebagian ada yang bergerak ke utara menuju Selat Makassar. Menurut (Gordon et al. 2003; Tozuka et al. 2009; Atmadipoera et al. 2009) adanya perbedaan gradien tekanan barotropik yang dibangkitkan oleh aliran massa air bersalinitas rendah dari Laut Cina Selatan yang terjadi di sepanjang Selat Makassar dari arah selatan menuju utara sehingga melemahkan aliran di dekat permukaan. Pergerakan massa air yang sangat kuat di pertengahan hingga akhir Januari terhalang oleh batas kanal yang mengakibatkan arah aliran arus dibelokkan kembali ke selatan dan diteruskan kembali ke arah timur menuju Laut Flores dan Laut Banda (musim barat).

Diagram Hovmüller zonal (Gambar 12) menunjukkan bahwa pergerakan massa air dominan ke arah timur dengan kisaran nilai kecepatan 0-0.5 m/s. Perubahan arah pergerakan massa air mulai terliht di bulan Maret pada koordinat 117o-119o BT dimana perubahan dari musim barat menuju musim peralihan I dimulai. Saat jatuhnya pesawat AirAsia QZ801 di Selat Karimata tepatnya tanggal 28 Desember 2014, nilai arus semakin tinggi di koordinat 116o-118o BT dengan arah pergerakan ke arah timur dan terjadi hingga tanggal awal bulan Januari 2015. Setelah itu kecepatan arus mulai melemah menjadi 0.2 m/s hingga akhir Januari 2015 dan kembali lagi meningkat kecepatannya pada bulan Februari 2015 di koordinat 110o- 112o BT.

(31)

17

Banyaknya massa air yang dibawa dari Laut Cina Selatan serta curah hujan yang tinggi pada musim barat yang melewati Selat Karimata menyebabkan nilai tinggi muka laut (SSH) di Selat Karimata tinggi. Kecepatan pergerakan massa air yang tinggi akan membawa partikel-partikel (debris) yang berada di dalamnya, seperti pada kasus kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501.

Analisis Trajektori Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat AirAsia QZ8501

Tanggal 28 Desember 2014 terjadi kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata. Pesawat yang jatuh meninggalkan korban, puing-puing, serta debris dari pesawat. Debris merupakan ceceran atau sampah yang bersifat non-logam dari jatuhnya pesawat dan densitasnya jauh lebih kecil dibandingkan densitas air laut. Debris dan beberapa korban telah ditemukan jauh dari lokasi jatuh pesawat, yaitu di sekitar perairan Teluk Mandar, Majene dan Pinrang, Sulawesi. Berdasarkan perhitungan kepala BASARNAS wilayah Makassar, penemuan debris di perairan sekitar Selat Makassar mencapai jarak 950 km dari lokasi jatuhnya pesawat. Jauhnya penemuan tersebut sangat dipengaruhi oleh pergerakan massa air dan karatakteristik perairan di lokasi kejadian.

Trajektori yang dihasilkan diperolah dari hasil olahan model keluaran ROMS menggunakan Ariane lagrangian off-line toolbox. Titik awal pergerakan massa air disesuaikan dengan lokasi jatuhnya pesawat yang diambil secara horizontal dari Pulau Belitung hingga Kalimantan Barat. Hasil model trajektori yang diperoleh dapat memberikan informasi terkait arah pergerakan partikel (debris) dari peristiwa tersebut serta dapat diketahui sejauh mana pergerakannya berdasarkan waktu penemuan debris dan korban.

(32)

18

Simulasi model trajektori massa air didapatkan melalui analisis trajektori Ariane pada wilayah pengamatan di sekitar lokasi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501, Selat Karimata. Lagrangian partikel dalam model ini tidak menggambarkan difusi horizontal atau pencampuran secara vertikal, namun merepresentasikan adveksi horizontal serta keterkaitan massa air terhadap persebaran debris pesawat. Berdasarkan model trajektori partikel, selang partikel (dalam penelitian ini berupa debris pesawat) rilis setiap 6 jam sekali (21600 detik) dimulai dari tanggal 1 Januari-30 April 2015 selama 120 hari pada kedalaman 5 meter dengan level kedalaman 20 (5 meter).

Pola trajektori dari kedua Gambar 13 dan 14 menunjukkan pola yang sama. Pergerakan partikel (debris pesawat) terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 13. Empat hari pertama pergerakan partikel masih berada di barat daya Kalimantan dan sudah mencapai tenggara Kalimantan pada hari ke-64. Arah pergerakan dari partikel terbagi menjadi 2, titik awal yang lebih dekat ke pulau Kalimantan bergerak ke arah utara Selat Makassar dan berhenti di barat daya pulau Sulawesi. Bagian lainnya dengan titik awal yang lebih dekat ke pulau Belitung bergerak menyusuri Laut Jawa dan diteruskan ke arah timur (Laut Flores). Perputaran sirkulasi massa air di Selat Makassar dekat Teluk Mandar dan perairan Pinrang menyebabkan partikel yang berada di sekitar perairan tersebut ikut bergerak mengikuti massa air seperti pola pada Gambar 13.

Suhu di perairan sekitar Selat Karimata lebih rendah, yaitu sekitar 29 oC dibandingkan di Selat Makassar yang mencapai 30 oC (Gambar 15). Tetapi di koordinat 180 oBT dan 3.3-3.7 oLS suhu perairan sangat berbeda dengan lokasi lainnya yang mencapai nilai maksimum, yaitu 31.5 oC.

.

(33)

19

Salinitas di perairan Selat Karimata memiliki nilai yang lebih rendah (Gambar 15), yaitu sekitar 32.5 psu dan semakin tinggi ke arah Selat Makassar mencapai 33-34 psu. Pola trajektori yang sama terlihat pada sebaran densitas di lokasi domain model. Sigma-t lebih rendah dimiliki oleh perairan Selat Karimata dengan kisaran nilai 24-24.2 kg/m3 (Gambar 16) dan sigma-t tinggi dimiliki oleh perairan Selat Makassar dengan nilai mencapai 24.8 kg/m3. Adanya perputaran sirkulasi massa air di Selat Makassar, tepatnya di sekitar Teluk Mandar, Majene dan perairan Pinrang mengindikasikan terjadinya penenggelaman massa air, dimana suhu permukaan laut yang rendah dan salinitas yang tinggi akan menyebabkan peningkatan densitas di perairan tersebut. Salinitas memilliki pengaruh yang dominan terhadap densitas pada lapisan permukaan (Nurjaya dan Surbakti 2009). Hal tersebut terlihat pada gambar dimana sebaran salinitas dan densitas di lokasi domain model memiliki pola yang sama

(34)

20

Gambar 16 Pola trajektori partikel dengan parameter densitas pada hari ke-4 (a), 24 (b), 44 (c), 64 (d), 84 (e), 104 (f) yang dimulai pada tanggal 1 Januari-30 April 2015.

(35)

21

Berdasarkan hasil pencarian Badan SAR Nasional (Basarnas) pada peristiwa jatuhnya AirAsia QZ8501, kotak hitam (black box) pesawat ditemukan di sekitar perairan Pangkalanbun, Kalimantan pada koordinat 3o37’ ” 9o ’ 2” BT (1.7 mil) dari lokasi ekor pesawat di hari ke-15, tepatnya tanggal 12 Januari 2015 (Ihsanuddin 2015). Sementara itu ada 3 korban yang ditemukan 97 mil dari Pangkalanbun pada tanggal 30 Desember 2014, 2 korban ditemukan di sebelah timur Pantai Luaor, Kecamatan Pamboang dan di perairan Dusun Batu Taku Desa Onang Kecamatan Tubo Sendana, Kabupaten Majene, sekitar 50 km dari bibir pantai pada tanggal 29 Januari 2015, dan 1 korban ditemukan di perairan Pinrang Sulawesi Selatan.

Pergerakan massa air yang banyak dan sangat cepat dari Laut Cina Selatan mengakibatkan partikel (debris pesawat) yang berada di Selat Karimata ikut bergerak mengikuti massa air melewati Laut Jawa menuju Laut Flores dan sebagian bergerak ke utara menuju Selat Makassar. Hal ini dipengaruhi oleh sistem angin muson yang pada saat peristiwa jatuhnya pesawat sedang mengalami musim barat (Desember-Februari). Selain itu percampuran massa air antara massa air dari Samudera Pasifik yang masuk ke perairan Indonesia melalui pintu utama Selat Makassar dan massa air dari Laut Jawa serta terjadi perputaran sirkulasi massa air di wilayah barat Selat Makassar mengindikasikan terjadinya penenggelaman partikel massa air, sehingga kemungkinan besar debris dan korban dari jatuhnya pesawat tersangkut di perairan sekitar Selat Makassar seperti Teluk Mandar, Majene, Sulawesi Barat dan perairan Pinrang, Sulawesi Selatan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Model trajektori serta parameter-parameter fisik yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama. Jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 pada tanggal 28 Desember 2014 tepat terjadi pada musim barat, dimana arus bergerak menuju ke arah timur (zonal) dan dominan ke arah selatan (meridional). Nilai tinggi muka laut (SSH) di Selat Karimata dominan lebih tinggi karena membawa massa air dalam jumlah besar ke arah timur melewati Laut Jawa, sebagian ada yang bergerak menuju Selat Makassar dan sebagian lagi bergerak ke arah timur (Laut Flores dan Banda). Pergerakan massa air yang lebih dominan dari Laut Sulawesi ke Selat Makassar yang berasal dari Samudera Pasifik serta terhalangnya aliran massa air dari Laut Jawa oleh Kanal Selat Makassar menyebabkan terjadinya perputaran sirkulasi dan penenggelaman partikel massa air di sekitar Selat Makassar. Hal tersebut berkesinambungan dengan ditemukannya debris di sekitar Teluk Mandar, Majene Sulawesi Barat dan perairan Pinrang, Sulawesi Selatan.

Saran

(36)

22

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Khairul. 2002. Hubungan Kondisi Oseanograi (Suhu Permukaan Laut Klorofil-a dan Arus) dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil Di Perairan Selat Sunda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Atmadipoera AS, Molcard R, Madec G, Wijffels S, Sprintall J, Koch- Larrouy A, Jaya I, Supangat A. 2009. Characteristics and variability of the Indonesian throughflow water at the outflow straits. Deep-Sea Res. I. 56: 1942-1954. doi: 10.1016/j.dsr.2009.06.004.

Atmadipoera AS, Priska W. 2014. A numerical modeling study on upwelling mechanism in Southern Makassar Strait. Jurnal ITKT. 6(2): 355-371. Blanke B and S Raynaud. 1997. Kinematics of The Pacific Equatorial

Undercurrent: a Eulerian and Lagrangian approach from GCM results. J. Phys. Oceanogr. 27: 1038-1053.

Hadi S. 2006. Diktat kuliah: Oseanografi fisis. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Ihsanuddin. 2015 Januari 13. Kronologi penemuan kotak hitam AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan Selat Karimata. National Geographic Indonesia. Rubrik Sains & Teknologi. [Internet]. [diunduh 2015 Oktober 28]. Tersedia pada: http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/01/empat-penyelam-berhasil-evakuasi-perekam-data-penerbangan-qz8501.

Jasmine AS. 2015. Pola Sirkulasi Permukaan dan Analisis Trajektori Tahun 2009-2010 di Laut Timor [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Kompas. 2015. Detik – Detik Jatuhnya AirAsia QZ 8501 Versi Kemenhub.

[massmedia] [terhubung berkala]

http://www.tekno.kompas.com/read/2015/01/26/1555216216/Kronologi. detik-detik.Jatuhnya.AirAsia.QZ8501.Versi.Kemenhub (25 Februari 2015)

Lubis E, Pane AB, Kurniawan Y, Chaussade J, Lamberts C, Potier P. 2005. Buku Atlas Perikanan Tangkap dan Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa Suatu Pendekatan Geografi Perikanan Tangkap Indonesia. Bogor : Program Kahian Kepelabuhan Perikanan dan Transportasi Maritim Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. 120 hlm.

(37)

23

Nurjaya IW dan Surbakti H. 2009. Studi pendahuluan kondisi oseanografi fisik pada musim barat di Timur Kalimantan antara Balikpapan dan Delta Mahakam. JurnalKelautan Nasional. 1: 140-150.

Potier M. 1998. Pecherie de Layang et Senneurs Semi-Industrialis Jaanais : Perspective Historique et Approche Systeme. Disertasi. Montepllier

I’ c U M II 3

Purmadi RM. 2015. Formasi dan Karakteristik Eddies yang Dibangkitkan oleh Arlindo Lombok dari Model INDESO [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Romimohtarto K dan Sumiyati S. 1998. Kondisi lingkungan pesisir dan laut di Indonesia. Jakarta : Lembaga Oseanologi Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 246 hlm.

Sala I, Caldeira RMA, N Shella, Froufe E, Couverland X.2013. Lagrangian transport pathways in the Northeast Atlantic and their environmental impact. Limnology and Oceanography: Fluids and Environment 3:40-60.doi 10.1215/21573689-2156211.

Safitri M., Cahyarini SY., Putri MR. 2012. Variasi arus ARLINDO dan parameter oseanografi di Laut Timor sebagai indikasi kejadian ENSO. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(2): 369-377.

Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of Shoutheast Asean Water. Naga Rep Vol.2. The University of California L Jolla. California. 195 p.

(38)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batam pada tanggal 20 Desember 1992 sebagai anak keempat dari pasangan Sayid Sulaiman Almahdaly (Alm) dan Ummi Kalsum Hasibuan. Penulis merupakan lulusan dari SMA Negeri 08 Batam pada tahun 2010, pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah penulis aktif sebagai anggota HIMITEKA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan), panitia di kegiatan KONSURV III 2013 dan PORIKAN 2013 serta Asisten di beberapa mata kuliah, seperti Penginderaan Jarak Jauh Kelautan tahun 2014 dan 2015, Pemetaaan Sumber Daya Hayati Laut tahun 2015 dan Oseanografi Terapan tahun 2015. Selain itu, penulis juga pernah meraih juara 3 IAC (IPB Art Contest) di bidang perkusi 2013 dan juara 1 FMAC (Fisheries and Marine Art Contest) 2014 pada bidang yang sama, juara 1 kompetisi essay Semarak Kehutanan 2013. Untuk menyelesaik “A Trajektori Massa Air Dari Keluaran Model INDESO: Studi Kasus Rekonstruksi

Gambar

Grafik hasil validasi model INDESO dengan data satelit parameter suhu
Gambar 1 Peta batimetri dan lokasi domain model penelitian
Gambar 2 Diagram alir pengolahan data
Gambar 3 Grafik hasil validasi model INDESO dengan data satelit parameter suhu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usia dini merupakan masa emas dalam tahap perkembangan manusia dan merupakan jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi tepung kecambah kacang hijau 50% dan 100% dengan penambahan CMC 0,25% dan 0,77% yang dapat

b. bahwa Revisi Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum [Buku II Mahkamah Agung R.I.) sebagai pedoman teknis administrasi

Pencernaan kimiawi adalah proses perubahan molekul-molekul organik yang ada dalam bahan makanan dari bentuk yang kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.. Teori yang digunakan adalah semiotik

Hal ini disebabkan karena plastik PET memiliki titik didih tertinggi dibandingkan bahan lain sehingga tidak terjadinya reaksi sekunder dari proses pirolisis yang dilakukan

Tujuan dari pembahasan manajemen perpustakaan MTs Negeri Laboratorium UIN Yogyakarta adalah untuk mengetahui bagaimana perencanaan perpustakaan, pembagian tugas kerja

Berdasarkan perhitungan Wilks’ Lambda test statistics seperti pada tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa semua variabel yaitu kepercayaan, tingkat pengembalian