• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Jangkrik Kalung (Gryllus Bimaculatus) Yang Diberi Pakan Kombinasi Konsentrat Dengan Daun Singkong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Jangkrik Kalung (Gryllus Bimaculatus) Yang Diberi Pakan Kombinasi Konsentrat Dengan Daun Singkong"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA JANGKRIK KALUNG (

Gryllus bimaculatus

)

YANG

DIBERI PAKAN KOMBINASI KONSENTRAT

DENGAN DAUN SINGKONG

ANDIKA SUNYOTO SBU

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) yang Diberi Pakan Kombinasi Konsentrat dengan Daun Singkong adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Andika Sunyoto SBU

(4)
(5)

ABSTRAK

ANDIKA SUNYOTO SBU. Performa Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) yang Diberi Pakan Kombinasi Konsentrat Dengan Daun Singkong. Dibimbing oleh YUNI CAHYA ENDRAWATI dan DEWI APRI ASTUTI.

Jangkrik berpotensi sebagai alternatif sumber protein hewani karena mengandung asam amino seperti sistein, dan asam lemak. Jangkrik memiliki kandungan protein yang tinggi, sebesar 61.58%. Kandungan tersebut telah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri farmasi, makanan manusia, pakan beberapa jenis burung dan substitusi pakan ternak dalam bentuk tepung jangkrik. Jangkrik kalung memiliki keunggulan dalam laju pertumbuhan dan konversi pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) yang diberi pakan dengan kombinasi antara konsentrat dengan daun singkong muda, daun singkong tua, dan tangkai daun singkong. Jangkrik yang digunakan sebanyak 2 250 ekor dengan perlakuan R1 (konsentrat dengan daun singkong muda), R2 (konsentrat dengan daun singkong tua), dan R3 (konsentrat dengan daun tangkai daun singkong) dengan perbandingan konsentrat dangan hijauan sebesar 1:1.5. Data dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Peubah yang diamati diantaranya konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, produksi telur, konversi pakan, mortalitas, dan Income Over Feed Cost (IOFC). Hasil menunjukan bahwa tidak ada perbedaan dari perlakuan konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan mortalitas pada semua perlakuan. Perlakuan R1 nyata lebih tinggi untuk produksi telur dan konversi pakan. Kombinasi pakan konsentrat dengan daun singkong muda dapat meningkatkan produktivitas jangkrik kalung.

Katakunci: daun singkong,jangkrik kalung, produksi, protein

ABSTRACT

ANDIKA SUNYOTO SBU. Performance of Kalung Cricket (Gryllus bimaculatus) by Feed Combination with Concentrate and Cassava Leaves. Supervised by oleh YUNI CAHYA ENDRAWATI and DEWI APRI ASTUTI.

(6)

production, feed conversion, mortality, and Income Over Feed Cost (IOFC). The results showed that there were no significant effect of treatment on feed consumption, body weight, and mortality in all treatment. Mean while treatments of R1 showed a significan effect (P<0.05) higer on egg production, and feed conversion. Combination of concentrate with young cassava leaves in 1:1.5 ratio increased productivities of kalung cricket.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PERFORMA JANGKRIK KALUNG (

Gryllus bimaculatus

)

YANG

DIBERI PAKAN KOMBINASI KONSENTRAT

DENGAN DAUN SINGKONG

ANDIKA SUNYOTO SBU

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam semoga senantiasa terlimpah dan tercurah kepada Rasulullah SAW, serta para sahabat, keluarga dan pengikutnya. Skripsi yang berjudul Performa Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) yang Diberi Pakan Kombinasi Konsentrat dengan Daun Singkong merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yuni Cahya Endrawati, SPt MSi dan Ibu Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku dosen pembimbing, serta Ir Sri Rahayu, MSi selaku dosen penguji ujian sidang atas segala bimbingan dan motivasi yang telah diberikan. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih juga kepada Ibu Dr Ir Henny Nuraini, MSi selaku pembimbing akademik atas segala motivasi, semangat, dan bimbingan yang telah diberikan. Ungkapan terimaksih juga disampaikan kepada kepada ibu (Parwanti) dan bapak (Taryono), Bapak Ir Suwarno Sutarahardja, serta seluruh keluarga atas segala kasih sayang dan doa yang dipanjatkan untuk kesuksesan penulis. Terima kasih juga kepada Ibu Dr Ir Asnath M Fuah, MS, Ibu Ir Hotnida CH Siregar, Msi, Bapak Winarno, SP yang telah banyak membantu selama penelitian di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan. Terima kasih kepada Taofik SY, Tri Arfani, M Fajar Sidiq, Bintang, Adita Zuhriyah, Rizki Ilma Rosita, Endah, Yuninda, dan Rio Octarizza Segara sebagai teman seperjuangan terbaik selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, dan seluruh teman-teman IPTP 48, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas segala motivasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang telah dijalani selama penulis melaksanakan perkuliahan di IPB.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2015

(11)

DAFTAR

ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur 3

Rancangan 4

Peubah 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Tempat Pemeliharaan 6

Konsumsi Pakan 6

Konsumsi Bahan Segar 7

Konsumsi Bahan Kering 8

Konsumsi Protein 8

Konsumsi Energi 9

Bobot Jangkrik 9

Produksi Telur 10

Konversi Pakan Terhadap Produksi Telur 12

Mortalitas Jangkrik 12

Income Over Feed Cost (IOFC) 14

SIMPULAN DAN SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 18

(12)

DAFTAR

TABEL

1 Komposisi kimia dari pakan hijauan yang digunakan (% BK) 3

2 Komposisi kimia dari pakan yang digunakan 3

3 Konsumsi pakan jangkrik kalung 7

4 Bobot badan jangkrik kalung 10

5 Produksi dan konversi pakan jangkrik kalung 11

6 Mortalitas kangkrik kalung 13

7 Income Over Feed Cost (IOFC) 14

DAFTAR GAMBAR

1 Konsumsi bahan segar jangkrik kalung 7

2 Konsumsi bahan kering jangkrik kalung 8

3 Konsumsi protein jangkrik kalung 9

4 Konsumsi energi jangkrik kalung 9

5 Bobot badan jangkrik kalung 10

6 Produksi telur jangkrik kalung 11

7 Konversi pakan terhadap produksi telur jangkrik kalung 12

8 Mortalitas jangkrik kalung 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rataan suhu dan kelembaban di kandang penelitian 18 2 Analisis ragam konsumsi bahan segar fase clondo 19 3 Analisis ragam konsumsi bahan segar fase dewasa 19 4 Analisis ragam konsumsi bahan kering fase clondo 19 5 Analisis ragam konsumsi bahan kering fase dewasa 19

6 Analisis ragam konsumsi protein fase clondo 19

7 Analisis ragam konsumsi protein fase dewasa 19

8 Analisis ragam konsumsi energi fase clondo 19

9 Analisis ragam konsumsi energi fase dewasa 20

10 Analisis ragam bobot badan 20

11 Analisis ragam produksi telur 20

12 Analisis ragam konversi pakan terhadap produksi telur 20

13 Analisis ragam mortalitas fase clondo 20

14 Analisis ragam mortalitas fase dewasa 20

15 Hasil uji tukey konsumsi protein fase clondo 20

16 Hasil uji tukey produksi telur 21

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jangkrik merupakan jenis serangga dengan suara yang unik dan digunakan sebagai pakan satwa peliharaan seperti burung berkicau dan arwana. Jangkrik memiliki siklus hidup yang pendek, mudah dalam pemeliharaan, dan mudah beradaptasi dengan pakan yang diberikan, serta membutuhkan modal usaha yang cukup murah.

Jenis jangkrik yang biasa dibudidayakan peternak adalah jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus), jangkrik cliring (G. mitratus) dan jangkrik cendawang (G. testacius). Jangkrik kalung memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis jangkrik yang lain dalam laju pertumbuhan, konversi pakan, dan mempunyai kulit tubuh lebih lunak sehingga lebih disukai burung dan satwa pemakan serangga yang lain. Siklus hidup jangkrik kalung berkisar antara 75-84 hari dengan lama masa produksi 20-24 hari (Jamal 2000). Menurut Mansy (2002) telur menetas menjadi nimfa (serangga muda) dalam 13-25 hari. Nimfa tumbuh menjadi clondo

atau jangkrik muda dalam 30-40 hari, dan mencapai dewasa (tumbuh sayap) pada umur ± 50 hari.

Jangkrik berpotensi sebagai alternatif sumber protein hewani, karena mengandung asam amino dan asam lemak yang dibutuhkan tubuh, seperti sistein yang sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan Glutation Stimulation Hormone (GSH). GSH merupakan zat antioksidan alami pada tubuh manusia. Beberapa senyawa penting tersebut telah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri farmasi, makanan manusia, pakan beberapa jenis burung dan substitusi pakan ternak dalam bentuk tepung jangkrik. Hasil penelitian Novianti (2003) tepung jangkrik mengandung 56%-74% protein dan 15%-33% lemak sehingga berpotensi menjadi bahan pangan dan pakan. Kandungan protein yang tinggi membuat jangkrik diburu untuk kepentingan industri pakan ternak, jamu, maupun kosmetik. Bahkan beberapa laporan media massa menyebutkan bahwa jangkrik berpeluang menjadi komoditi ekspor, yakni dimanfaatkan sebagai bahan industri kosmetika dan farmasi. Berkembangnya inovasi kuliner berbahan baku jangkrik seperti rempeyek, balado jangkrik, jangkrik goreng, dan serundeng jangkrik semakinmeningkatkan permintaan jangkrik di pasaran. Dalam budidaya jangkrik, selain memproduksi jangkrik, dapat juga memproduksi telur karena permintaan telur jangkrik untuk peternak lain juga cukup besar. Namun permintaan yang semakin meningkat ini belum diimbangi dengan tingkat produksi yang makin meningkat. Peningkatan produktivitas terutama dalam hal reproduksi jangkrik perlu dilakukan agar perkembangbiakannya maksimal sehingga ketersediaannya dapat mencukupi permintaan yang semakin meningkat.

(14)

2

yang tinggi sehingga dapat menyebabkan tubuh jangkrik lembek, tidak lincah dan mudah mati.

Luas areal tanam singkong pada 2014 adalah sekitar 1.003 juta hektar (BPS 2014). Menurut Lebdosukoyo (1983), produksi daun singkong adalah 0.92 ton/ha bahan kering. Daun dan batang daun singkong diketahui memiliki kandungan kadar air yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pakan sayuran jangkrik lainnya, kandungan air yang tidak terlalu tinggi ini dapat mengurangi kemungkinan jangkrik terkena diare. Daun dan batang daun singkong memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu berkisar 20%-30% dari bahan kering. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikaji pengaruh pemberian pakan konsentrat yang dikombinasikan dengan daun singkong muda, daun singkong tua, dan tangkai daun singkong, sehingga produktivitas jangkrik kalung dapat meningkat.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) yang diberi pakan dengan kombinasi konsentrat dengan daun singkong muda, konsentrat dengan daun singkong tua, dan konsentrat dengan tangkai daun singkong.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui performa jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) yang diberi pakan dengan kombinasi konsentrat dengan daun singkong muda, konsentrat dengan daun singkong tua, dan konsentrat dengan tangkai daun singkong. Penelitian ini merupakan usaha untuk mendapatkan informasi mengenai kombinasi pakan yang tepat untuk meningkatkan performa jangkrik kalung. Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi peternak jangkrik untuk mengoptimalkan efisiensi usaha budidaya jangkrik dengan memanfaatkan daun singkong sebagai alternatif pakan.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari hingga Maret 2015, bertempat di Kandang C, Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Analisis proksimat dan kadar air dikerjakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja serta Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

(15)

3 tersebut. Pasir sebagai media bertelur, pakan konsentrat komersial ayam (Protein Kasar 20%-22%, Lemak Kasar 4%, Serat Kasar 6%, Kadar Air 12%, Energi 2 750 kal) dan hijauan (daun singkong muda, daun singkong tua, dan tangkai daun singkong). Rasio konsentrat dengan hijauan 1 : 1.5. Adapun jenis perlakuan : Perlakuan 1 (R1) adalah konsentrat dengan daun singkong muda, perlakuan 2 (R2) adalah konsentrat dengan daun singkong tua, dan perlakuan 3 (R3) adalah konsentrat dengan tangkai daun singkong.

Komposisi kimia dari pakan yang digunakan sebagai perlakuan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia dari pakan hijauan yang digunakan (% BK) Komposisi Satuan Daun singkong

muda

Sumber : Analisis Proksimat penelitian ini di Laboratotium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (2015)

Tabel 2 Komposisi kimia dari kombinasi pakan yang digunakan

Komposisi Satuan R1 R2 R3

Keterangan: R1 = Konsentrat + Daun singkong muda, R2 = Konsentrat + Daun singkong tua, R3 = Konsentrat + Tangkai daun singkong.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya tiga unit kandang indukan dan satu kandang penetasan dengan ukuran masing-masing kandang 150x50 cm, terbuat dari kayu reng sebagai rangkanya dan triplek kayu sebagai dinding kandang. Timbangan digital, tempat peletakan media, kain, penyemprot air, termohigrometer, gunting, egg tray, dan sikat.

Prosedur

Persiapan kandang dilakukan dengan membersihkan kandang jangkrik yang berbentuk persegi panjang baik pada bagian luar maupun dalam menggunakan air dan sabun, kemudian dikeringkan dengan dijemur dibawah sinar matahari.

(16)

4

seragam dengan variasi perbedaan umur satu sampai dua hari. Perlakuan pemberian pakan dimulai setelah jangkrik berumur 25 hari, ini bertujuan karena jangkrik muda (kurang dari 25 hari) akan mudah mengalami stres jika diberi perlakuan. Jangkrik yang berumur kurang dari 25 hari hanya diberi pakan konsentrat, dengan tambahan air sebagai minum. Jangkrik ditempatkan di kandang penetasan sampai berumur 25 hari. Jangkrik yang berumur 25 hari dipindahkan ke kandang pembesaran sesuai dengan perlakuan masing-masing. Setiap perlakuan terdiri dari tiga kali ulangan. Kandang pembesaran berukuran kurang lebih 50x50 cm per perlakuan ulangan. Setiap kandang berisi 250 ekor jangkrik, dengan perbandingan jantan dan betina 1:5 (Widiyaningrum 2001). Kotak berukuran 60x90x30 cm dapat menampung hingga 600 ekor (Paimin et al. 1999).

Perlakuan 1 (R1) adalah konsentrat dengan daun singkong muda, perlakuan 2 (R2) adalah konsentrat dengan daun singkong tua, dan perlakuan 3 (R3) adalah konsentrat dengan tangkai daun singkong. Daun muda memiliki warna lebih hijau muda, ukuran lebih kecil, lembar daun lebih tipis, tangkai kecil dan daun berada pada pucuk batang 30-50 cm ke bawah, sedang daun tua memiliki warna hijau tua, lembar daun tebal, tangkai lebih besar, dan daun berada sekitar 50 cm ke bawah dari pucuk daun. Pakan hijauan dilayukan selama 24 jam sebelum diberikan sebagai pakan jangkrik. Pakan konsentrat dan hijauan diberikan secara ad libitum

dengan perbandingan 1 : 1.5. Pada awal pemeliharaan diumur 25 hari, pakan konsentrat diberikan sebanyak 5 g dan pakan hijauan 7.5 g bahan segar per perlakuan dan akan terus meningkat sesuai pertambahan umur. Peningkatan jumlah pakan yang diberikan rata-rata 5% dari bobot badan jangkrik.

Pakan konsentrat dan hijauan diganti setiap pagi hari dengan selalu menimbang jumlah yang diberikan dan sisa pakan yang ditinggalkan untuk mengetahui konsumsi harian dan jumlah air yang hilang (kelayuan). Perhitungan jumlah dan bobot keseluruhan telur di masing-masing perlakuan dilakukan setiap pagi hari, pemanenan telur dimulai sejak induk mulai bertelur pertama sampai sebagian besar induk mati (65-70 hari). Evaluasi jumlah jangkrik yang hidup dan penimbangan bobot badan dilakukan tujuh hari sekali. Penimbangan bobot hidup dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 20% dari populasi awal setiap satuan percobaan. Pengukuran kadar air (KA) hijauan dilakukan setiap satu minggu sekali, pengukuran dilakukan dengan mengeringkan bahan sebanyak 10 g dengan menggunakan oven 105°C selama 24 jam.

Rancangan

(17)

5

Keterangan : = Nilai pengamatan perlakuan pakan ke-i dan ulangan ke-j = Rataan umum

= Pengaruh perlakuan pakan ke-i (R1, R2, R3)

= Pengaruh galat percobaan perlakuan pakan ke-i pada ulangan ke-j

Peubah

1. Konsumsi pakan dihitung berdasarkan bahan kering (BK)

Kadar air dihitung dengan menghilangkan air pada bahan dengan cara dioven pada suhu 105°C selama 24 jam.

Kadar Air (%) = x 100%

Keterangan : a = berat bahan sebelum di oven b = berat bahan setelah di oven

Konsumsi BK = (total pemberian pakan (g) – (total pakan sisa (g)) X kadar Jumlah hari

BK pakan (%)

Konsumsi Protein = konsumsi BK x protein pakan (%) Konsumsi Energi = konsumsi BK x energi pakan (kal kg-1)

2. Pertambahan bobot badan (g ekor-1 minggu-1) induk diperoleh dari selisih antara bobot badan saat penimbangan dengan bobot badan pada tujuh hari sebelumnya, kemudian dibagi tujuh hari. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Pertambahan bobot badan = BB7– BB0 7 hari

Keterangan : = Bobot badan pada hari ke- 7 (g) = Bobot badan pada hari ke- 0 (g)

3. Produksi telur harian (g ekor-1 hari-1) diperoleh dari jumlah telur hasil pemanenan setiap hari pada setiap kandang dibagi dengan jumlah induk betina yang hidup. Total produksi telur (g ekor-1) diperoleh dari perhitungan kumulatif produksi telur harian selama masa bertelur sampai jangkrik mati.

Produksi telur (g ekor-1 hari-1) = Ʃ bobot telur populasi induk betina

4. Konversi pakan berdasarkan produksi telur (g) dihitung berdasarkan rataan konsumsi pakan total dibagi dengan rataan jumlah telur yang diproduksi per hari. Adapun rumusnya sebagai berikut :

Konversi Pakan = konsumsi pakan harian (g ekor

-1

(18)

6

5. Mortalitas induk jangkrik (%) merupakan persentase jumlah induk yang mati dari total populasi induk selama penelitian. Perhitungan mortalitas dilakukan setiap 7 hari dengan rumus:

Mortalitas = (populasi 0) – (populasi 7) X 100 (populasi 0)

Keterangan : Populasi 7 = Populasi pada hari ke- 7 (ekor) Populasi 0 = Populasi pada hari ke- 0 (ekor)

6. Income Over Feed Cost (IOFC) merupakan pendapatan yang diperoleh dari selisih penjualan jangkrik dikurangi dengan biaya pakan dalam kurun waktu tertentu. Rumus IOFC (Rp kg-1) sebagai berikut :

IOFC = (kg berat jangkrik x harga jangkrik kg-1) – (kg konsumsi pakan x biaya pakan kg-1) dengan estimasi :

Harga (per April 2015): Telur jangkrik (Kg) : Rp 175 000,- Jangkrik (Kg) : Rp 27 000,- Daun singkong Muda (Kg) : Rp 1 500,- Daun Singkong Tua (Kg) : Rp 1 000,- Tangkai Daun Singkong (Kg) : Rp 1 000,- Konsentrat (Kg) : Rp 7 000,-

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Tempat Pemeliharaan

Kandang penelitian berada diketinggian 190 sampai 330 m dpl, dengan curah hujan 1000-1500 mm tahun-1. Hasil pengamatan suhu dalam kandang berada pada kisaran 25.7 ± 0.73 °C dengan kelembaban 84.1 ± 4.65 %. Suhu dan kelembaban ini masih dalam kisaran normal untuk pertumbuhan jangkrik. Menurut Sukarno (1999), jangkrik menyukai hidup di daerah bersuhu sekitar 20-32°C dengan kelembaban 65%-80%.

Jangkrik cenderung menyukai lingkungan yang bersuhu tinggi, ditandai dengan aktivitas dan laju pertumbuhan yang cepat (Purwanti 1991). Kandang jangkrik terbuat dari triplek dan ditutupi dengan kawat kasa agar predator tidak dapat masuk kedalam kandang. Keadaan dalam kandang gelap dan berisi daun pisang yang telah kering sebagai tempat jangkrik bersembunyi dan kawin.

Konsumsi Pakan

(19)

7 Tabel 3 Konsumsi pakan jangkrik kalung

Konsumsi Satuan Perlakuan

R1 R2 R3

Fase Clondo (Remaja) (25-45 hari)

Bahan Segar g ekor-1 hari-1 0.035 ± 0.014 0.033 ± 0.015 0.031 ± 0.010

menunjukan berbeda nyata (P<0.05), R1 = Konsentrat + Daun singkong muda, R2 = Konsentrat + Daun singkong tua, R3 = Konsentrat + Tangkai daun singkong.

Konsumsi Bahan Segar

Kombinasi pakan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap jumlah konsumsi bahan segar yang dikonsumsi per ekor jangkrik baik fase clondo atau dewasa. Konsumsi pakan segar (Tabel 3) tertinggi fase clondo berada pada R1 sebesar 0.035 g ekor-1 hari-1, sedangkan pada fase dewasa konsumsi pakan segar tertinggi pada perlakuan R2 dan R3 sebesar masing-masing 0.103 g ekor-1 hari-1. Hasil ini lebih tinggi dibanding penelitian Intania (2006) dengan penggunaan jenis pakan yang sama pada jangkrik dewasa (konsentrat dan daun singkong) yaitu sebesar 0.092 g ekor-1 hari-1, namun lebih rendah dibanding penelitian Fitriani (2005) yaitu sebesar 0.124 g ekor-1 hari-1. Dalam fase dewasa jangkrik mengkonsumsi hijauan lebih banyak dibanding jangkrik dalam fase clondo.

Kebutuhan nutrisi serangga berubah dengan pertambahan umur, fase pertumbuhan, dan keadaan reproduksi (Resh dan Carde 2006).

Gambar 1 Konsumsi bahan segar jangkrik kalung

(20)

-8

Konsumsi Bahan Kering

Kombinasi pakan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap jumlah konsumsi bahan kering (BK) yang dikonsumsi per ekor jangkrik. Konsumsi semua jenis pakan akan mengalami peningkatan saat umur jangkrik memasuki fase dewasa (> 45 hari).

Gambar 2 Konsumsi bahan kering jangkrik kalung

Keterangan - - konsentrat+daun singkong muda, - - konsentrat+daun singkong tua, -konsentrat+tangkai daun singkong.

Pola dari konsumsi BK jangkrik kalung menunjukan peningkatan sesuai dangan umur jangkrik (Gambar 3). Dari grafik didapat bahwa konsumsi semua jenis pakan akan mengalami peningkatan saat umur jangkrik memasuki fase dewasa (> 45 hari). Peningkatan konsumsi pakan ini sejalan dengan umur ketika jangkrik mulai memproduksi telur yaitu hari ke-53.

Konsumsi Protein

Kombinasi pakan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap jumlah protein yang dikonsumsi per ekor jangkrik pada fase clondo. Hasil rataan konsumsi protein dapat dilihat pada Tabel 2. Jangkrik fase clondo R1 mengkonsumsi 0.004 ± 0.002 g ekor-1, R2 mengkonsumsi 0.004 ± 0.002 g ekor-1, dan R3mengkonsumsi 0.003 ± 0.001 g ekor-1. Konsumsi protein Rl dan R2 lebih besar dibanding R3 pada fase

clondo, hal ini dapat disebabkan karena kandungan protein yang lebih tinggi pada R1 (Tabel 2). Hasil analisis konsumsi protein fase dewasa menunjukan kombinasi pakan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah protein yang dikonsumsi per ekor jangkrik. Jangkrik yang diberi pakan dengan kandungan protein lebih rendah cenderung meningkatkan jumlah konsumsi bahan kering, sehingga jumlah protein yang dibutuhkan jangkrik untuk berkembang akan terpenuhi.

Konsumsi protein jangkrik akan terus meningkat seiring perkembangan dan pertambahan umur jangkrik (Gambar 3). Jangkrik dewasa mengkonsumsi lebih banyak protein dibanding jangkrik clondo, protein yang dikonsumsi jangkrik dewasa digunakan untuk proses produksi telur. Jangkrik muda makan agar tumbuh dewasa, jangkrik dewasa makan agar mendapatkan energi untuk kawin dan berkembang biak (Hasegawa dan Kubo 1996). Whidayasa (2012) berpendapat bahwa jangkrik membutuhkan nutrisi dan protein untuk perkembangan dan pertumbuhan, terutama pada pertambahan berat tubuh dan produksi telur. Bharoto (2001) menambahkan, protein berguna untuk menggantikan sel-sel tubuh yang telah rusak, untuk pertumbuhan dan juga merupakan unsur pembentukan telur.

(21)

9

Gambar 3 Konsumsi protein jangkrik kalung

Keterangan - - konsentrat+daun singkong muda, - - konsentrat+daun singkong tua, -konsentrat+tangkai daun singkong.

Konsumsi Energi

Kombinasi pakan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap konsumsi energi yang dikonsumsi per ekor jangkrik. Konsumsi energi meningkat ketika jangkrik sudah memasuki fase dewasa. Energi merupakan salah satu zat makanan yang juga berpengaruh terhadap bobot karkas disamping protein. Energi diperlukan sebagai sumber kekuatan untuk hidup dan berproduksi (Jull 1979). Persentase kandungan energi yang hampir sama pada masing-masing pakan perlakuan diduga sebagai salah satu penyebab bobot badan jangkrik kalung tidak berbeda nyata.

Gambar 4 Konsumsi energi jangkrik kalung

Keterangan - - konsentrat+daun singkong muda, - - konsentrat+daun singkong tua, -konsentrat+tangkai daun singkong.

Bobot Jangkrik

Rataan bobot badan jangkrik kalung yang diberi pakan konsentrat dengan kombinasi daun singkong muda, tua, atau tangkainya dapat dilihat pada Tabel 4. Analisis ragam bobot jangkrik menunjukan bahwa kombinasi pakan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap bobot badan jangkrik kalung.

(22)

10

Tabel 4 Bobot badan jangkrik kalung umur

menunjukan berbeda nyata (P<0.05), P1 = Konsentrat + Daun singkong muda, P2 = Konsentrat + Daun singkong tua, P3 = Konsentrat + Tangkai daun singkong.

Pemberian pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap rataan bobot badan jangkrik pada setiap fase, hal ini karena jumlah konsumsi pakan segar yang tidak berbeda pula di setiap fase. Pertumbuhan salah satunya dipengaruhi oleh banyaknya konsumsi pakan, dimana bila terjadi penurunan konsumsi akan mengurangi pertumbuhan. Jangkrik siap dipanen ketika sudah memasuki umur 40-50 hari, dilihat dari Tabel 3 bahwa jangkrik pada umur 46 hari memiliki bobot badan terbesar 0.512 g ekor-1 pada perlakuan R1. Hasil ini lebih rendah dibanding penelitian Hutabarat (2008) bahwa jangkrik yang berumur 40-50 hari memiliki bobot badan sebesar 0.622 g ekor-1. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa bobot badan jangkrik akan terus meningkat hingga umur ke-53 hari, kemudian stabil hingga umur 67 hari (afkir). Diumur 53 hari jangkrik sudah mulai masuk dalam fase produksi telur, sehingga nutrisi yang dikonsumsi digunakan untuk produksi telur.

Gambar 5 Bobot badan jangkrik kalung

Keterangan - - konsentrat+daun singkong muda, - - konsentrat+daun singkong tua, -konsentrat+tangkai daun singkong.

Produksi Telur

Perbedaan kombinasi pakan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap produktivitas induk betina dalam memproduksi telur. Dari hasil penelitian jangkrik kalung mulai bertelur pertama ketika berumur 53 hari.

(23)

11 Tabel 5 Produksi dan konversi pakan jangkrik kalung

Parameter Satuan Perlakuan menunjukan berbeda nyata (P<0.05), R1 = Konsentrat + Daun singkong muda, R2 = Konsentrat + Daun singkong tua, R3 = Konsentrat + Tangkai daun singkong.

Perhitungan rataan produksi telur per hari pada satu ekor induk betina (Tabel 5) didapat bahwa produksi telur indukan betina yang diberi pakan R1 memiliki rataan lebih tinggi, yaitu seberat 0.022 ± 0.011 g ekor-1 hari-1, sedangkan indukan yang diberi pakan R2 dan R3 hanya menghasilkan rataan masing-masing seberat 0.015 ± 0.011 dan 0.014 ± 0.007 g ekor-1 hari-1. Hal ini diduga karena kadar protein daun singkong muda lebih tinggi dibandingkan daun singkong tua atau tangkai daun singkong (Tabel 1). Jangkrik yang sedang dalam masa produksi membutuhkan asupan protein yang lebih tinggi guna meningkatkan produksi telur. Asumsi tersebut didukung oleh pernyataan Lumowo (2001) yang menyatakan bahwa jangkrik yang diberi pakan buatan dengan kadar protein 20%-22% lebih baik produksinya daripada jangkrik yang diberi pakan dengan kadar protein 16%-18%.

Dalam sehari jangkrik yang diberi pakan R1 menghasilkan rataan produksi telur 0.022 g ekor-1 hari-1, hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Widianingrum (2001) dengan jenis jangkrik dan pakan kombinasi (konsentrat dengan daun singkong) yang sama yaitu sebanyak 0.016 g ekor-1 hari-1.

Gambar 6 Produksi telur jangkrik kalung

Keterangan - - konsentrat+daun singkong muda, - - konsentrat+daun singkong tua, -konsentrat+tangkai daun singkong.

Pada Gambar 6 terlihat bahwa produksi telur akan meningkat dihari ke 5 terhitung dari hari pertama bertelur. Pada Gambar 6 terlihat seluruh perlakuan memiliki pola produksi telur yang fluktuatif setiap harinya. Hal ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan suhu dan kelembaban pada media peneluran.

(24)

12

Konversi Pakan Terhadap Produksi Telur

Mutu pakan dapat dinilai dari efisiensi penggunaan pakan dengan menghitung konversi pakannya. Konversi pakan merupakan perbandingan antara unit pakan yang diberikan dengan unit produk yang dihasilkan (Hardjosubroto dan Astuti 1994). Konversi pakan terhadap produksi telur merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk menaikan sejumlah produksi telur jangkrik. Perhitungan jumlah konversi pakan dilakukan ketika jangkrik mulai memproduksi telur untuk pertama kali, yaitu saat umur ke-53 hari.

Hasil rataan konversi pakan terhadap produksi telur (Tabel 5) diperoleh bahwa pada perlakuan pakan R1 memiliki tingkat konversi yang lebih rendah (1.876 ± 0.948 g) dibanding perlakuan lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa untuk menghasilkan 1 g telur, jangkrik betina harus mengkonsumsi pakan sebesar 1.876 ± 0.948 g, lebih efisien dibanding jangkrik yang diberi pakan R2 atau R3 yang membutuhkan pakan sebesar masing-masing 5.363 ± 3.792 g dan 2.996 ± 2.816 g untuk menghasilkan 1 g telur. Hal ini juga dibuktikan dari hasil produksi telur pada jangkrik yang diberi pakan R1 menghasilkan total produksi telur yang jauh lebih besar. Konversi pakan pada jangkrik kalung dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan yang diberikan.

Gambar 7 Konversi pakan terhadap produksi telur jangkrik kalung

Keterangan - - konsentrat+daun singkong muda, - - konsentrat+daun singkong tua, -konsentrat+tangkai daun singkong.

Mortalitas Jangkrik

Hasil analisis ragam didapat hasil bahwa pemberian kombinasi pakan yang berbeda tidak berpengaruh (P>0.05) pada tingkat mortalitas jagkrik. Hasil perhitungan mortalitas tersaji dalam Tabel 6.

0,000 5,000 10,000 15,000 20,000

53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66

g eko

r

-1

(25)

13 Tabel 6 Mortalitas jangkrik kalung

Umur (hari)

Mortalitas jangkrik kalung (ekor hari-1)

R1 R2 R3

menunjukan berbeda nyata (P<0.05), R1 = Konsentrat + Daun singkong muda, R2 = Konsentrat + Daun singkong tua, R3 = Konsentrat + Tangkai daun singkong.

Gambar 8 Mortalitas jangkrik kalung

Keterangan - - konsentrat+daun singkong muda, - - konsentrat+daun singkong tua, -konsentrat+tangkai daun singkong.

(26)

14

populasi dan kondisi kandang yang terlalu padat (Clifford et al. 1977). Kanibalisme dapat ditekan dengan menyediakan tempat persembunyian yang memadai di dalam kandang (Paimin 1999).

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) merupakan selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan yang digunakan selama usaha pemeliharaan. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih antara pendapatan usaha dikurangi biaya pakan. Menurut Prawirokusumo (1990), pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual. Hasil perhitungan IOFC dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Income Over Feed Cost (IOFC) Perlakuan

Keterangan: R1 = Konsentrat + Daun singkong muda, R2 = Konsentrat + Daun singkong tua,

R3 = Konsentrat + Tangkai daun singkong.

Hasil perhitungan IOFC didapat bahwa IOFC jangkrik tidak memiliki perbedaan yang significan antara perlakuan R1, R2, maupun R3. Hasil yang berbeda ditunjukan pada hasil perhitungan IOFC telur jangkrik, perlakuan R1 memiliki nilai IOFC yang lebih tinggi dibandingkan R2, dan R3. Ini disebabkan karena konversi pakan konsentrat dengan daun singkong muda (R1) lebih efisien.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kombinasi pakan konsentrat dengan hijauan (daun singkong muda, tua, atau tangkainya) tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan segar, bahan kering, dan energi. Tetapi berpengaruh pada konsumsi protein, karena kandungan protein pada setiap hijauan dalam kombinasi pakan berbeda. Pemberian pakan konsentrat dengan daun singkong muda meningkatkan jumlah protein yang dikonsumsi jangkrik kalung, sehingga dapat menghasilkan produksi telur dan konversi pakan yang paling tinggi. Mortalitas yang tinggi berada pada perlakuan konsentrat dengan daun singkong muda, namun masih dalam batas wajar.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakaukan maka:

(27)

15 2. Untuk peternakan dengan produk utama telur jangkrik, jenis pakan yang tepat

untuk diberikan adalah daun singkong muda.

(28)

16

DAFTAR PUSTAKA

Aryani R. 2002. Pengaruh tipe kandang bersekat terhadap pertumbuhan jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) [skripsi]. Fakultas Peternakan. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Bharoto KD. 2001. Cara Beternak Itik. Semarang (ID): CV Aneka Ilmu.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Luas Panen (hektar) Ubi Kayu. Katalog BPS. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga.

Edisi XI. Penerjemah: Soetiyono, P. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Clifford CW, Richard MR, Woodring JP. 1977. Rearing methods for obtaining house crickets Acheta domesticus of known age, sex, and instar. Annals of The EntomologicalSociety of America. 70(1): 69–73.

Fitriyani J. 2005. Performa jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) pada kandang dengan atau tanpa pengolesan lumpur dan dengan atau tanpa penyekatan. [skripsi] Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Hardjosubroto W, Astuti JM. 1994. Buku Pintar Peternakan. Cetakan kedua. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hasegawa Y, Kubo H. 1996. Jangkrik. Jakarta (ID): PT. Elex Media Computindo, Gramedia.

Herdiana D. 2001. Pengaruh pakan terhadap performa tiga jenis jangkrik local [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Hutabarat ALR. 2008. Evaluasi pertumbuhan jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) yang diberi pakan dengan campuran dedak halus [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Intania A. 2006. Substitusi tepung kunyit (Curcuma domestica val.) dalam pakan jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) pada periode bertelur [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Jamal R. 2000. Optimalisasi manajemen pemeliharaan jangkrik lokal (Gryllus bimaculatus de geex) pada masa produksi [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Jull MA. 1979. Poultry Husbandry. Third edition. New York (US): McGraw-Hill Book Company Inc.

Lebdosukoy S. 1983. Pemanfaatan limbah pertanian untuk menunjang kebutuhan pakan ruminansia. Proc. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan pengembangan Peternakan.

Lumowo AT. 2001. Pertumbuhan tiga jenis jangkrik lokal (kalung, cliring, dan cendawang) dengan pakan yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Maharani SE. 2004. Performa reproduksi jangkrik cliring (Gryllus miratus) yang mendapat konsentrat dengan daun singkong (Manihot esculenta, Crantz) atau daun pepaya (Carica papaya) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(29)

17 Mattjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS

dan Minitab. Edisi ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.

Novianti J. 2003. Komposisi kimia tepung berbagai tingkat umur jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) pada suhu pengeringan yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Paimin FB, Pujiastuti LE, Erniwati. 1999. Sukses Beternak Jangkrik. Cetakan I. Bogor (ID): Penerbit Penebar Swadaya.

Prawirokusumo S. 1990. Ilmu Usaha Tani. Yogyakarta (ID): BPFE.

Purwanti G. 1991. Pengaruh suhu terhadap jumlah hemosit jangkrik (Gryllus mitratus). Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung Pr.

Resh VH, Carde RT. 2006. Encyclopedia of Insects. New York (US):Academic Pr. Sukarno H. 1999. Budidaya Jangkrik. Yogyakarta (ID): Kanisius.

(30)

18

LAMPIRAN

Lampiran 1 Rataan suhu dan kelembaban di Kandang penelitian

Max Min Rataan 07.00 13.00 18.00 Rataan

(31)

19 Lampiran 2 Analisis ragam konsumsi bahan segar fase clondo

Lampiran 3 Analisis ragam konsumsi bahan segar fase dewasa

Lampiran 4 Analisis ragam konsumsi bahan kering fase clondo

Lampiran 5 Analisis ragam konsumsi bahan kering fase dewasa

Lampiran 6 Analisis ragam konsumsi protein fase clondo

Lampiran 7 Analisis ragam konsumsi protein fase dewasa

Lampiran 8 Analisis ragam konsumsi energi fase clondo

Sumber Keragaman Db JK KT F P Perlakuan 2 0.0000300 0.0000150 1.27 0.348 Error 6 0.0000711 0.0000119

Total 8 0.0001012

Sumber Keragaman Db JK KT F P Perlakuan 2 0.000139 0.000069 0.24 0.795 Error 6 0.001746 0.000291

Total 8 0.001885

Sumber Keragaman Db JK KT F P Perlakuan 2 0.0000025 0.0000012 0.44 0.663 Error 6 0.0000170 0.0000028

Total 8 0.0000195

Sumber Keragaman Db JK KT F P Perlakuan 2 0.0001436 0.0000718 0.98 0.428 Error 6 0.0004392 0.0000732

Total 8 0.0005828

Sumber Keragaman Db JK KT F P Perlakuan 2 0.0000030 0.0000015 8.87 0.016 Error 6 0.0000010 0.0000002

Total 8 0.0000040

Sumber Keragaman Db JK KT F P Perlakuan 2 0.0000376 0.0000188 4.33 0.069 Error 6 0.0000261 0.0000043

Total 8 0.0000637

Sumber Keragaman Db JK KT F P Perlakuan 2 0.00705 0.00352 1.26 0.350 Error 6 0.01682 0.00280

(32)

20

Lampiran 9 Analisis ragam konsumsi energi fase dewasa

Lampiran 10 Analisis ragam bobot badan

Lampiran 11 Analisis ragam produksi telur

Lampiran 12 Analisis ragam konversi pakan terhadap produksi telur

Lampiran 13 Analisis ragam mortalitas fase clondo

Lampiran 14 Analisis ragam mortalitas fase dewasa

Lampiran 15 Hasil uji tukey konsumsi protein fase clondo

Sumber Keragaman Db JK KT F P Perlakuan 2 0.1665 0.0833 1.15 0.378

Error 6 0.4344 0.0724

Total 8 0.6009

Sumber Keragaman Db JK KT F P

Perlakuan 2 0.0006939 0.0003469 0.75 0.511

Error 6 0.0027648 0.0004608

Total 8 0.0034587

Sumber Keragaman Db JK KT F P

Perlakuan 2 0.0001742 0.0000871 5.39 0.046

Error 6 0.0000969 0.0000162

Total 8 0.0002711

Sumber Keragaman Db JK KT F P Perlakuan 2 19.02 9.51 6.59 0.031

Error 6 8.66 1.44

Total 8 27.68

Sumber Keragaman Db JK KT F P

Perlakuan 2 5.07 2.53 1.24 0.353

Error 6 12.22 2.04

Total 8 17.29

Sumber Keragaman Db JK KT F P

Perlakuan 2 4.26 2.13 1.35 0.328

Error 6 9.47 1.58

Total 8 13.74

Perlakuan Jumlah Rata-rata Pengelompokan

R1 3 0.0038846 a

R2 3 0.0036402 a

(33)

21 Lampiran 16 Hasil uji tukey produksi telur

Lampiran 17 Hasil uji tukey konversi pakan terhadap produksi telur

Perlakuan Jumlah Rata-rata Pengelompokan

R1 3 0.023608 a

R2 3 0.015264 ab

R3 3 0.013529 b

Perlakuan Jumlah Rata-rata Pengelompokan

R1 3 1.876 b

R2 3 5.363 a

(34)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 05 Januari 1993. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Taryono dan Ibu Parwanti. Penulis mengawali pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) pada tahun 1998 di TK Tunas Sanggro. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Negri Babakan Dramaga 04 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan sekolah tingkat pertama di SMP Negeri 1 Dramaga Bogor dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Kornita Bogor dan lulus pada tahun 2011.

Penulis melanjutkan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN ujian tulis dan di terima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai pengurus organisasi mahasiswa HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak) Club Ruminansia pada periode 2013-2014. Penulis juga aktif mengikuti lomba Pekan Karya Mahasiswa (PKM), dan berhasil didanai DIKTI pada tahun 2013-2014. Selain itu penulis aktif di beberapa kegiatan kepanitiaan, seperti DEKAN CUP 2013, MPF 2013, Malam Apresiasi 2014, dan MPF 2015.

Gambar

Tabel 1 Komposisi kimia dari pakan hijauan yang digunakan (% BK)
Tabel 3 Konsumsi pakan jangkrik kalung
Gambar 2   Konsumsi bahan kering jangkrik kalung
Gambar 3   Konsumsi protein jangkrik kalung
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PEJABAT PENGADAAN BARANG/JASA. DINAS KESEHATAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan motivasi terhadap kinerja karyawan PT Coca-Cola Distribution

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2016 

Namun dari hasil analisis data menunjukkan bahwa hipotesis ditolak yang berarti tidak terdapat peran dari psychological capital terhadap konflik peran ganda pada wanita

Unit analisis merupakan suatu aspek dari phenomena yang Unit analisis merupakan suatu aspek dari phenomena yang dapat dipisahkan dengan setiap anggota sampel yang diteliti

Terlepas dari Perjanjian yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan Ethiopia dalam upaya meningkatkan hubungan kerjasama perdagangan di sektor non-migas, kedua

[r]