• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Komunikasi Pt Xyz Dan Representasi Sosial Nelayan Dalam Pemberlakuan Zona Terlarang Di Sekitar Anjungan Migas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Komunikasi Pt Xyz Dan Representasi Sosial Nelayan Dalam Pemberlakuan Zona Terlarang Di Sekitar Anjungan Migas"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI PT XYZ DAN REPRESENTASI

SOSIAL NELAYAN DALAM PEMBERLAKUKAN ZONA

TERLARANG DI SEKITAR ANJUNGAN MIGAS

(Kasus: Sebuah Desa Nelayan di Pesisir Jawa Barat)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektifitas Komunikasi PT XYZ dan Representasi Sosial Nelayan dalam Pemberlakuan Zona Terlarang di Sekitar Anjungan Migas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

SORTA ELLY FRISKA SIRAIT. Efektifitas Komunikasi PT XYZ dan Representasi Sosial Nelayan dalam Pemberlakuan Zona Terlarang di Sekitar Anjungan Migas dibimbing oleh NURMALA K PANDJAITAN dan KRISHNARINI MATINDAS.

Pada kegiatan produksi minyak dan gas bumi di perairan, diberlakukan area zona terlarang radius 500 m dari anjungan migas, yang bertujuan untuk keamanan dan keselamatan semua kegiatan yang dilakukan di laut. Sosialisasi tentang pemberlakuan zona terlarang telah dilakukan, namun nelayan masih melakukan penangkapan ikan di area zona terlarang di sekitar anjungan migas.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis model komunikasi PT XYZ pada sosialisasi pemberlakuan zona terlarang di sekitar anjungan migas dan komponen-komponen komunikasi yang mempengaruhi efektifitas komunikasi, menganalisis efektifitas komunikasi, menganalisis representasi sosial tentang larangan mendekati anjungan operasi migas, menganalisis hubungan karakteristik nelayan, intensitas komunikasi dan representasi sosial nelayan, serta menganalisis hubungan representasi sosial nelayan dan efektifitas komunikasi. Penelitian dilakukan pada salah satu desa pesisir di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pengumpulan data dengan metode survai menggunakan kuesioner sebanyak 100 responden. Penentuan responden menggunakan teknik purposive sampling. Korelasi antara karakteristik nelayan, intensitas komunikasi dan representasi sosial dan korelasi antara karakteristik nelayan, representasi sosial nelayan dan efektifitas komunikasi dianalisis menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan Chi square. Pengolahan data menggunakan SPSS 22 for Windows. Sementara model komunikasi, aktor yang berkomunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan saluran komunikasi dianalisis secara kualitatif deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model komunikasi adalah model komunikasi linier dan interaksional. Terdapat perbedaan tingkat pendidikan, kelas sosial, dan bahasa pada fasilitator sosialisasi tatap muka dengan komunitas nelayan yang menjadi penghalang dalam proses komunikasi. Penggunaan bahasa setempat belum sepenuhnya digunakan dalam materi sosialisasi. Kelengkapan materi pesan belum lengkap, serta belum ada pendekatan emosional dan rasa takut pada isi pesan. Penggunaan media radio sudah tidak efektif karena sebagian besar nelayan sudah tidak memiliki radio. Komunikasi belum efektif (belum dapat merubah tindakan nelayan agar patuh terhadap larangan menangkap ikan di area zona terlarang). Terdapat 4 tipologi representasi sosial tentang larangan mendekati anjungan operasi migas. Tipe dominan representasi sosial adalah Tipe II yang beranggapan bahwa larangan mendekati anjungan operasi migas adalah untuk melindungi nelayan. Pengalaman sebagai nelayan berhubungan nyata dengan representasi sosial Tipe 4 (norma yang harus dipatuhi). Representasi sosial Tipe I (ancaman bagi jiwa) dan Tipe IV (norma yang harus dipatuhi) berhubungan nyata dengan kepatuhan nelayan pada larangan mendekati anjungan operasi migas.

(5)

SUMMARY

SORTA ELLY FRISKA SIRAIT. Effectivity of PT XYZ’s Communication and Social Representation of Fishermen in the Implementation of Restricted Area around Oil and Natural Gas Platform supervised by NURMALA K PANDJAITAN and KRISHNARINI MATINDAS.

In case of oil and natural gas production, a restricted zone within 500-meter-wide around offshore platform was established. The restricted zone was established to protect all activities in the sea. Socialization on implementation of restricted area around oil and natural gas platform has been held. Yet, it hasn’t stopped the fishers’ effort to do fishing in the restricted zone.

The study was aimed to analyze communication model of PT XYZ and the components of communication that affected effectivity of communication, the effectivity of communication, social representation of fishermen about the prohibition, the relationship of individual characteristics and communication intensity with the social representation of the prohibition, the relationship of social representation with effectivity of communication. The study was conducted in one of the coastal villages in Karawang Regency, West Java. Data were collected through questionnaires which were distributed to 100 respondents. Respondents were selected by purposive sampling. Correlation between variables was tested using Spearman’s Rank Correlation and Chi-square. The analyzes were performed using SPSS 22 for Windows. Meanwhile, qualitative analyzes were conducted on data of communication model, actor, message, and channel.

Results showed that communication model on socialization was linear and interactional model. There were differences between facilitator of socialization and fishing communities in terms of education level, social class, and language that becomes an obstacle for fishers to communicate. Local languages had not been fully used in the socialization. The message materials had not been completed yet, and there were no emotional and fear approaches in the message content of socialization. The use of radio as a communication channel were ineffective because most fishers did not have radio.

Communication in the socialization had not been able to change fishermen behavior to be obedient to the prohibition of fishing activities in restricted area. There were 4 kinds of type of social representations about the prohibition of approaching oil and natural gas platform. The dominant type of social representations was type II (the prohibition of approaching oil and natural gas platform aimed to protect fishers’). Experience of being a fishermen was significantly correlated to the social representation of type 4 (a norm to be obeyed). Social representation of type 1 (threat to life) and type 4 (a norm to be obeyed) were significantly correlated to the fishermen’s obedience to the prohibition.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI PT XYZ DAN REPRESENTASI

SOSIAL NELAYAN DALAM PEMBERLAKUAN ZONA

TERLARANG DI SEKITAR ANJUNGAN MIGAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Efektifitas Komunikasi PT XYZ dan Representasi Sosial Nelayan dalam Pemberlakuan Zona Terlarang di Sekitar Anjungan Migas (Kasus: sebuah Desa Nelayan di Pesisir Jawa Barat)

Nama : Sorta Elly Friska Sirait

NIM : I352120191

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Nurmala K Pandjaitan, MS, DEA Ketua

Dr Krishnarini Matindas, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr Ir Djuara P Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini adalah efektifitas komunikasi dan representasi sosial, dengan judul Efektifitas Komunikasi PT XYZ dan Representasi Sosial Nelayan dalam Pemberlakuan Zona Terlarang di Sekitar Anjungan Migas. Penelitian ini menggunakan metode survai untuk pengumpulan data dengan kuesioner sebanyak 100 responden dan metode Rank Spearman dan Chi square untuk pengolahan datanya. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr Nurmala K Pandjaitan, MS, DEA dan Dr Krishnarini Matindas, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan saran hingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Di samping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada:

1. PT EOS Consultants atas dukungan yang diberikan.

2. Bapak Imam Soeseno, Ibu Nunik A Heranita, Bapak Sirajuddin Kamal, Bapak A Muhklisin Rony, dan rekan-rekan kerja lainnya yang telah memberi kesempatan untuk melanjutkan kuliah.

3. Bapak Dr. Djuara P Lubis selaku ketua program studi yang selalu memberi dorongan dan semangat dalam penyelesaian tesis.

4. Bapak dan Mamak yang selalu mendoakan dan mendukung.

5. Suami Oscar Frits Pardomuan Manurung yang selalu memberi dukungan dan semangat selama menjalani studi.

6. Adik-adik: Julius Ricardo Sirait, Rina Wati Sirait, Robby Alexander Sirait, dan Melani Libra Sirait yang selalu memberikan dukungan dan semangat. 7. Moh. Irfan, Alifatri, Rudi Sudrajat, Bapak Rusdiman, Bapak Icik, dan Bapak

Ohan yang telah banyak memberikan bantuan selama melakukan penelitian di lapangan.

8. Nelayan yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.

9. Rekan-rekan mahasiswa S2 dan S3 Program Studi KMP 2012, yang telah meluangkan waktu dan perhatian untuk berbagi ilmu pengetahuan.

10. Semua pihak yang terlibat dalam penulisan karya ilmiah ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas segala kebaikan yang telah Bapak/Ibu/rekan-rekan berikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2016

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Rumusan Masalah 2 

Tujuan Penelitian 2 

Manfaat Penelitian 3 

Ruang Lingkup Penelitian 3 

TINJAUAN PUSTAKA 3 

PT XYZ 3 

Kegiatan Operasi Minyak dan Gas Bumi di Laut 4 

Kawasan Perairan sebagai Area Penangkapan Ikan 5 

Komunikasi 7 

Representasi Sosial 14 

Hubungan Patron-Klien 17 

Penelitian Terdahulu 18 

Kerangka Pemikiran 20 

Hipotesis Penelitian 21 

Defenisi Operasional 21 

METODE 23 

Lokasi dan Waktu Penelitian 23 

Metode Pengumpulan Data 23 

Metode Analisis Data 24 

Validitas dan Reliabilitas Instrumen 25 

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 26 

Gambaran Umum Responden 26 

Bentuk Komunikasi 31 

Sosialisasi Pemberlakuan Zona Terlarang di Sekitar Anjungan Migas 31 

Model Komunikasi 32 

Aktor yang Berkomunikasi 33 

Pesan yang Dikomunikasikan 33 

Saluran Komunikasi yang Digunakan 37 

Intensitas Komunikasi 37 

(13)

Representasi Sosial Nelayan tentang Larangan Mendekati Anjungan Operasi

Migas 41 

Hubungan antara Karakteristik Nelayan, Intensitas Komunikasi dan

Representasi Sosial 48 

Hubungan Representasi Sosial dan Efektifitas Komunikasi (Tingkat Kepatuhan

Nelayan) 51 

SIMPULAN DAN SARAN 53 

DAFTAR PUSTAKA 54 

LAMPIRAN 58

(14)

DAFTAR TABEL

1. Riview beberapa hasil penelitian terdahulu 18

2. Defenisi operasional 21

3. Jumlah responden menurut umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman

nelayan di Desa Muara Tahun 2014 27

4. Indikator pesan dan isi materi sosialisasi 35

5. Keterdedahan pada poster pengumuman di TPI dan spot iklan di radio 38 6. Frekwensi penangkapan ikan di area zona terlarang sekitar anjungan 41 7. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tipe representasi

sosial 41

8. Hasil asosiasi kata representasi sosial Tipe I 43 9. Hasil asosiasi kata representasi sosial Tipe II 44 10. Hasil asosiasi kata representasi sosial Tipe III 46 11. Hasil asosiasi kata representasi sosial Tipe IV 47 12. Hubungan karakteristik nelayan (umur, tingkat pendidikan,

pengalaman) dengan representasi sosial 48

13. Hubungan karakteristik nelayan (penggunaan alat bantu penangkapan ikan, jenis alat tangkap, dan status kerja nelayan)

dengan representasi sosial 49

14. Hubungan karakteristik nelayan (ukuran perahu, kekuatan mesin, tingkat pendapatan) dengan representasi sosial 49

15. Hubungan intensitas komunikasi dan representasi sosial 50 16. Hubungan representasi sosial dengan kepatuhan nelayan 52

DAFTAR GAMBAR

1. Ilustrasi anjungan di laut 4

2. Model Berlo 7

3. Model Komunikasi interaksional 8

4. Model komunikasi transaksional 9

5. Model komunikasi Littlejohn dan Foss 9

6. Komponen dasar dari model komunikasi konvergen 10

7. Kerangka pemikiran 20

8. Langkah-langkah mendapatkan tipe representasi sosial 25

9. Dokumentasi nelayan di Desa Muara 28

10. Piagam dan kaos sebagai bukti meghadiri sosialisasi 31

11. Poster di TPI 34

DAFTAR LAMPIRAN

1. Karakteristik responden dan intensitas komunikasi menurut tipe

representasi sosial (Repsos) 58

(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia masih terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan maraknya kegiatan-kegiatan industri yang membutuhkan migas sebagai sumber energi maupun bahan baku industri. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan konsumsi bbm akan terus mengalami kenaikan. Demikian juga dengan permintaan gas bumi di Indonesia semakin meningkat, guna memenuhi kebutuhan industri dan pembangkit listrik.

Salah satu kegiatan operasi migas yang telah dikembangkan hingga saat ini, berlokasi di perairan Laut Jawa Bagian Utara. Kegiatan operasi migas tersebut terbentang di sebelah utara pantai Pulau Jawa bagian barat antara Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta) sampai lepas pantai Utara Kabupaten Cirebon (Provinsi Jawa Barat) dengan jarak sekitar 59 mil dari garis pantai. Pada kegiatan operasi migas, diberlakukan area zona terlarang pada radius 500 m dari anjungan, dimana nelayan tidak diperbolehkan melakukan penangkapan ikan di area tersebut. Pemberlakuan zona terlarang di sekitar anjungan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen dan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai. Hal tersebut bertujuan untuk keamanan kegiatan operasi migas dan keselamatan nelayan.

Pada Tahun 2007, pernah terjadi perahu terbakar di sekitar anjungan fasilitas operasi migas di perairan Ciparage, Desa Ciparage Jaya, Kecamatan Tempuran, Karawang yang menyebabkan 1 orang nelayan tewas, 5 orang nelayan hilang, 3 orang nelayan luka berat, dan sisanya selamat. Perahu nelayan yang berpenumpang 14 orang tersebut terbakar bola api yang berasal dari cerobong anjungan (Republika, 2007).

Sosialisasi tentang pemberlakuan zona terlarang telah dilakukan, namun masih saja banyak nelayan yang menangkap ikan di area zona terlarang. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa komunikasi yang telah dilakukan selama ini belum efektif, sehingga tujuan komunikasi tidak tercapai. Sebuah komunikasi dapat dikatakan efektif apabila terjadi pemahaman bersama (mutual understanding) di antara pengirim dan penerima pesan. Rogers dan Kincaid (1981) membangun model komunikasi konvergen yaitu salah satu model komunikasi transaksional, yang menyatakan bahwa komunikasi merupakan sebuah proses dimana para partisipan membuat dan membagi informasi dengan partisipan lainnya dalam rangka untuk mencapai mutual understanding atau pemahaman bersama antara individu yang berkomunikasi. Model komunikasi ini tidak mengabaikan konteks dimana individu-individu berada dan melihat adanya pengaruh interaksi sosial di antara sesama individu yang akan menghasilkan tindakan kolektif.

(17)

2

penerima pesan. Devito (2001) menyatakan bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah untuk mengubah perilaku orang lain. Adapun tujuan sosialisasi adalah untuk merubah perilaku nelayan, agar tidak menangkap ikan di area zona terlarang.

Menurut Abric (1989) dalam Pandjaitan (2010), salah satu faktor yang mempengaruhi tingkah laku adalah representasi sosial yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan. Berdasarkan sejumlah eksperimen yang dilakukannya, dapat disimpulkan bahwa tingkah laku pada subjek atau kelompok tidaklah didasari oleh karakteristik objektif dari suatu situasi, melainkan oleh representasi mereka terhadap situasi tersebut. Dengan demikian, penelitian ini juga perlu mengkaji representasi sosial nelayan terhadap larangan mendekati anjungan operasi migas, dimana representasi sosial tersebut juga dapat mempengaruhi kepatuhan nelayan pada larangan memasuki zona terlarang di sekitar anjungan.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana model komunikasi PT XYZ pada sosialisasi pemberlakuan zona terlarang di sekitar anjungan migas dan komponen-komponen komunikasi yang mempengaruhi efektifitas komunikasi?

2. Bagaimana efektifitas komunikasi PT XYZ pada pemberlakuan zona terlarang di sekitar anjungan migas?

3. Bagaimana representasi sosial nelayan tentang larangan mendekati anjungan migas?

4. Bagaimana hubungan antara karakteristik nelayan, intensitas komunikasi dan representasi sosial nelayan tentang larangan mendekati anjungan migas? 5. Bagaimana hubungan antara representasi sosial dan tingkat efektifitas

komunikasi pada pemberlakuan zona terlarang sekitar anjungan migas?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis model komunikasi PT XYZ pada sosialisasi pemberlakuan zona terlarang di sekitar anjungan migas dan komponen-komponen komunikasi yang mempengaruhi efektifitas komunikasi.

2. Menganalisis efektifitas komunikasi PT XYZ pada pemberlakuan zona terlarang di sekitar anjungan migas.

3. Menganalisis representasi sosial nelayan tentang larangan mendekati anjungan migas.

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik nelayan, intensitas komunikasi dan representasi sosial nelayan tentang larangan mendekati anjungan migas. 5. Menganalisis hubungan antara representasi sosial dan tingkat efektifitas

(18)

3

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah menjadi bahan pertimbangan bagi stakeholder terkait dalam melakukan komunikasi kepada komunitas nelayan, terkait upaya peningkatan keselamatan dan keamanan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut.

Ruang Lingkup Penelitian

Fokus kajian penelitian ini adalah nelayan lokal yang bermukim di Desa Muara, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat yaitu nelayan Desa Muara yang melakukan penangkapan ikan di perairan Laut Jawa Bagian Utara.

TINJAUAN PUSTAKA

Bab tinjauan pustaka merupakan tinjauan literatur yang berkaitan dengan topik yang diteliti. Tinjauan pustaka ini menjadi bahan dalam mengkonstruksi kerangka pemikiran penelitian. Adapun topik yang diuraikan dalam tinjauan pustaka ini adalah mengenai PT XYZ; kegiatan operasi minyak dan gas bumi di laut; kawasan perairan sebagai area penangkapan ikan; teori-teori komunikasi yang terdiri dari pengertian komunikasi, model komunikasi, efektifitas komunikasi, aktor yang berkomunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan saluran komunikasi; teori-teori representasi sosial yang terdiri dari pengertian representasi sosial, fungsi representasi sosial, struktur representasi sosial, proses pembentukan representasi sosial, metode pengukuran representasi sosial, dan faktor-faktor yang mempengaruhi representasi sosial; hubungan patron-klien; dan penelitian terdahulu.

PT XYZ

(19)

4

Kegiatan Operasi Minyak dan Gas Bumi di Laut

Pengoperasian kegiatan produksi migas di laut melibatkan sejumlah fasilitas utama maupun pendukung yang dipasang di dasar laut atau yang dimobilisasikan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Salah satu fasilitas tersebut adalah anjungan produksi. Beberapa jenis anjungan produksi migas yang dibedakan berdasarkan sifat mobilitasnya, yaitu fixed platform dan mobile platform. Fixed platform yang umum digunakan yaitu steel leg platform, concentrate gravity production platform, tension leg production platform, dan light weight production platform. Mobile platform yang umum digunakan yaitu jack up, semi-submersible production platform, semi-submersible production unit, dan floating production unit (Caledonian Offshore Ltd, 1995 dalam Pusparini, 2012). Berikut ini disampaikan jenis ilustrasi anjungan di laut.

Gambar 1. Ilustrasi Anjungan di Laut

Pemberlakuan zona terlarang dan terbatas di sekitar fasilitas anjungan dimaksudkan untuk melindungi semua kegiatan di fasilitas dari kegiatan lainnya di laut yang dapat berakibat fatal pada sistem peralatan di anjungan dan bagi kegiatan lainnya yang memasuki area sekitar anjungan. Pemberlakuan zona terlarang dan terbatas tersebut diatur dalam Undang-Undang RI No.1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen dan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai yang diuraikan sebagai berikut:

Undang-Undang No. 1 Tahun 1973 Tentang Landas Kontingen Undang-undang No. 1 Tahun 1973 pasal 6 menyatakan bahwa:

1. Untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi, dapat dibangun, dipelihara dan dipergunakan instalasi-instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya di Landas Kontinen dan/atau di atasnya.

(20)

instalasi-5

instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya yang terdapat di Landas Kontinen dan/atau di atasnya.

3. Disamping daerah terlarang tersebut pada ayat (2) pasal ini Pemerintah dapat juga menetapkan suatu daerah terbatas selebar tidak melebihi 1.250 meter terhitung dari titik-titik terluar dari daerah terlarang itu, dimana kapal-kapal pihak ketiga dilarang membuang atau membongkar sauh.

Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai

Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 1974 pasal 12 menyatakan bahwa menteri dengan persetujuan menteri lain yang bersangkutan menetapkan batas-batas:

a. Daerah terlarang, dimana orang, kapal, pesawat terbang dan lain-lain sejenisnya yang tidak berkepentingan dilarang memasukinya.

b. Daerah terbatas, dimana kapal-kapal pihak ketiga yang tidak berkepentingan dilarang membuang atau membongkar sauh.

Kawasan Perairan sebagai Area Penangkapan Ikan

Kawasan perairan Laut Jawa Bagian Utara yaitu wilayah perairan laut Jawa Barat merupakan area penangkapan ikan bagi nelayan lokal yang bermukim di pesisir Kabupaten Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon maupun bagi nelayan pendatang. Potensi perikanan laut dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai sumber pendapatan utama bagi para rumah tangga nelayan. Kawasan perairan masih merupakan primadona bagi penduduk pesisir dalam memenuhi permintaan perikanan di wilayah Jawa Barat dan daerah Jakarta. Berbagai jenis alat tangkap digunakan oleh nelayan dalam melakukan penangkapan ikan. Penduduk pesisir sangat bergantung pada kelimpahan sumberdaya ikan di perairan sebagai penghasilan utama, mengingat minimnya alternatif jenis pekerjaan lainnya kecuali sebagai nelayan dan petani.

Usaha Perikanan Tangkap

Penangkapan ikan merupakan kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan atau mengawetkan (Undang-Undang RI No. 31 pasal 1 Tahun 2004 tentang perikanan). Taryoto el al. (1993) dalam Mardiana (2005) mengatakan bahwa usaha penangkapan ikan di Indonesia memiliki ciri-ciri armada penangkapan yang sederhana. Hal ini dapat dilihat dari ukuran perahu atau kapal, ukuran motor maupun alat tangkap yang digunakan. Usaha penangkapan ikan umumnya sangat bergantung pada kondisi cuaca, dimana kondisi cuaca juga akan berpengaruh pada hasil produksi penangkapan ikan.

Nelayan

(21)

6

Perikanan (2000) yang diacu Satria (2002) mendefenisikan nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air. Nelayan tersebut diklasifikasikan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan atau pemeliharaan, yaitu:

1. Nelayan/petani ikan penuh adalah seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air.

2. Nelayan/petani ikan sambilan utama adalah orang yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

3. Nelayan/petani ikan sambilan tambahan adalah orang yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

Hermanto (1986) dalam Mardiana (2005) menyatakan bahwa secara umum berdasarkan bagian yang diterima dalam usaha penangkapan ikan dibagi menjadi lima kelompok yaitu:

1. Juragan darat adalah orang yang mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan darat hanya menerima bagi hasil tangkapan yang diusahakan oleh orang lain. Pada umumnya juragan darat menanggung seluruh biaya operasi penangkapan.

2. Juragan laut adalah orang yang tidak mempunyai perahu dan alat tangkap tetapi bertanggungjawab dalam operasi penangkapan ikan di laut.

3. Juragan darat-laut adalah orang yang memiliki perahu dan alat tangkap sekaligus ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan darat-laut menerima bagi hasil sebagai nelayan dan bagi hasil sebagai pemilik unit penangkapan.

4. Buruh atau pandega adalah orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai anak buah kapal, umumnya menerima bagi hasil tangkapan dan jarang diberi upah harian.

5. Anggota kelompok adalah orang yang berusaha pada suatu unit penangkapan secara berkelompok. Perahu yang dioperasikannya adalah perahu yang dibeli dari modal yang dikumpulkan oleh semua anggota kelompok.

Lokasi Penangkapan Ikan

(22)

7

sampai dengan 50 meter, dan area perairan dengan jarak lebih dari 30 mil dan kedalaman kurang dari 300 meter. Area pesisir sampai dengan area kedalaman 50 meter merupakan area penangkapan ikan terpadat yang dijangkau oleh nelayan lokal di pesisir Jawa Barat. Area perairan yang lebih jauh dan dalam jangkauan oleh nelayan dengan alat tangkap jenis tertentu dan modal operasional per trip yang lebih tinggi. Dengan demikian, area pesisir sampai dengan perairan kedalaman kurang dari 50 meter merupakan area penangkapan ikan (fishing ground) utama nelayan lokal.

Komunikasi Pengertian Komunikasi

Theodorson dan theodorson dalam Littlejohn dan Foss (2009) mendefenisikan komunikasi sebagai penyampaian informasi, ide, sikap, atau emosi dari satu orang atau kelompok ke orang atau kelompok lainnya. Effendy (2011) menyatakan bahwa proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.

Model Komunikasi

Model komunikasi merupakan suatu gambaran yang menyederhanakan suatu realita proses komunikasi manusia yang kompleks, berkelanjutan dan senantiasa berubah ke dalam bentuk yang statis. Model komunikasi dapat dibedakan ke dalam tiga (3) tipologi oleh Tubbs dan Moss (1983) dan Devito (1996) dalam Lubis at al., 2009 yaitu sebagai berikut:

1) ModelLinier

Model komunikasi linier merupakan komunikasi satu arah, dimana arus pesan berasal dari sumber kepada penerima atau arah pesan cenderung searah. Model komunikasi linier dengan proses satu arah mengabaikan faktor tanggapan balik. Salah satu model komunikasi linier adalah Model Berlo yang dikenal dengan Model SMCR. Berlo mengemukakan bahwa elemen-elemen dasar komunikasi yang relevan untuk komunikasi antar pribadi meliputi 6 komponen yaitu sumber (source), penyandi (encoder), pesan (message), saluran komunikasi (channel), penerima (receiver), dan penerjemah (decoder).

Gambar 2. Model Berlo

Source-Encoder

(Sumber-Penyandi) Message (pesan)

Channel (saluran)

(23)

8

2) ModelInteraksional

Model interaksional diperkenalkan oleh Wilbur Schram pada Tahun 1954. Schram melihat komunikasi sebagai suatu upaya yang berguna untuk memantapkan suatu kebersamaan antara sumber dan penerima. Selain menekankan kembali pada elemen-elemen sumber, pesan, dan destinasi, Schramm juga menegaskan akan pentingnya interpretasi dan peranan bidang pengalaman (Lubis et al., 2009). Model interaksional (Wilbur Schramm, 1954 dalam West dan Turner, 2008) menekankan pada proses komunikasi dua arah, yaitu dari pengirim kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses interaksi terjadi secara melingkar, disampaikan pada Gambar 3. Seseorang dapat menjadi pengirim maupun penerima dalam sebuah interaksi, tetapi tidak dapat menjadi keduanya sekaligus.

Gambar 3. Model komunikasi interaksional.

Pada komunikasi interaksional di atas terdapat elemen penting yaitu umpan balik (feed back) atau tanggapan terhadap suatu pesan. Umpan balik dapat berupa verbal dan non verbal yang membantu para komunikator mengetahui apakah pesan telah diterima dengan baik atau tidak. Dalam model interaksional, umpan balik terjadi setelah pesan diterima, tidak pada saat pesan sedang dikirim. Elemen terakhir dalam model interaksional adalah bidang pengalaman (field of experience). Budaya, pengalaman, dan keturunan seseorang akan mempengaruhi kemampuannya untuk berkomunikasi dengan satu sama lainnya.

3) ModelTransaksional

Model komunikasi transaksional pertama kali diperkenalkan oleh Barnlund pada Tahun 1970. Komunikasi sebagai transaksi menunjukkan bahwa komunikasi merupakan sebuah proses pertukaran yang dinamis antara komunikator, tidak memiliki waktu tertentu. Setiap komunikator selalu aktif mengirim dan menerima pesan. Model ini menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus menerus dalam sebuah episode komunikasi. Menurut Barnlund (1970) dalam Devito (1997), dengan transaksi dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses, bahwa komponen-komponennya saling terkait dan bahwa para komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu

(24)

9

kesatuan dan keseluruhan. Model transaksional berarti komunikasi kooperatif, pengirim dan penerima sama-sama bertanggungjawab terhadap dampak dan efektifitas komunikasi yang terjadi. Dalam model transaksional, orang membangun kesamaan makna (West&Turner, 2008).

Gambar 4. Model komunikasi transaksional

Model komunikasi sebagai transaksi juga dijelaskan oleh Littlejohn dan Foss sebagai konteks komunikasi. Setiap tingkatan komunikasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh konteks-konteks yang lebih besar (Littlejohn dan Foss, 2009). Teori komunikasi disusun dalam delapan konteks, seperti pada Gambar 5 di bawah.

Gambar 5. Model komunikasi Littlejohn dan Foss

(25)

10

Efektifitas Komunikasi

Sebuah komunikasi dapat dikatakan efektif apabila terjadi pemahaman bersama (mutual understanding) di antara pengirim dan penerima pesan. Rogers dan Kincaid (1981) membangun model komunikasi konvergen yang termasuk ke dalam model komunikasi transaksional. Model komunikasi konvergen menyatakan bahwa komunikasi merupakan sebuah proses dimana para partisipan membuat dan membagi informasi dengan partisipan lainnya dalam rangka untuk mencapai mutual understanding antara individu yang berkomunikasi. Komunikasi selalu berimplikasi pada suatu hubungan. Informasi dan mutual understanding merupakan komponen dominan dalam model komunikasi konvergen (penafsiran), pemahaman, keyakinan atau kepercayaan dan tindakan, yang menciptakan secara potensial, setidaknya informasi baru untuk pengolahan lebih lanjut. Manakala informasi dibagi (dimiliki) bersama oleh dua atau lebih partisipan, pengolahan informasi akan membawa pada pemahaman timbal balik, kesepakatan bersama dan tindakan kolektif. Tindakan kolektif membutuhkan tindakan-tindakan dari dua atau lebih individu, yang dibangun atas landasan kesepakatan dan pemahaman timbal balik. Jika dua atau lebih individu percaya bahwa pernyataan yang sama itu valid (sah), maka pernyataan itu menjadi benar oleh atau melalui consensus atau kesepakatan dan pemahaman bersama. Komponen dasar dalam model komunikasi konvergensi disampaikan pada Gambar 6 di bawah.

Gambar 6. Komponen dasar dari model komunikasi konvergen

(26)

11

Aktor Yang Berkomunikasi

Aktor yang berkomunikasi atau pelaku komunikasi terdiri dari sumber pesan dan penerima pesan. Menurut Littlejohn dan Foss (2009), pelaku komunikasi adalah individu yang mandiri, individu yang unik dengan karakteristik-karakteristik khusus yang ditentukan secara parsial oleh genetik. Menurut Berlo, terdapat 5 faktor yang akan mempengaruhi keefektifan komunikasi yang terdapat pada pelaku komunikasi, baik pada sumber pesan maupun penerima pesan, yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial-budaya. Kelima faktor tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Keterampilan berkomunikasi

Keterampilan berkomunikasi penting bagi sumber dan penerima. Pada sumber penting karena memungkinkan sumber dapat mengembangkan dan menyandi pesan, sementara keterampilan komunikasi pada penerima penting agar dia mampu menerjemahkan dan membuat keputusan-keputusan tentang suatu pesan. Menurut Berlo, terdapat 5 jenis keterampilan berkomunikasi, khususnya pada komunikasi verbal, yaitu menulis, berbicara, membaca, mendengarkan, dan berpikir. Kelima hal tersebut diperlukan oleh pengirim dan penerima pesan untuk menterjemahkan pesan-pesan yang dikirim maupun yang diterima.

2. Sikap

Sikap adalah kecenderungan pada individu untuk suka atau tidak suka terhadap sesuatu, baik itu manusia maupun objek atau benda lainnya. Pada sumber pesan, sikap-sikapnya yang mempengaruhi ketepatan komunikasi meliputi: sikap terhadap diri sendiri, sikap terhadap materi atau isi pesan, dan sikap terhadap penerima. Berlo menyatakan bahwa ketepatan komunikasi yang tinggi dapat dicapai, jika sumber memiliki kepercayaan diri dan faktor-faktor kepribadian individu yang tinggi seperti motivasi dan aspirasi. Sikap sumber terhadap materi yang akan disampaikan dan terhadap penerima pesan juga harus positif. Adapun pada penerima pesan, kemampuannya menerjemahkan pesan dari sumber akan ditentukan oleh sikap pada diri sendiri, sikap pada isi pesan, dan sikap pada sumber pesan.

3. Pengetahuan

Sumber pesan harus memiliki pengetahuan tentang pesan (menguasai materi), pengetahuan tentang karakteristik penerima, menguasai cara-cara menghasilkan dan memperlakukan pesan-pesan, serta mampu membuat pilihan-pilihan dalam menentukan saluran komunikasi yang tepat untuk mengirimkan pesannya sesuai dengan karakteristik penerimanya. Demikian juga dengan penerima pesan harus mengetahui kode yang digunakan sumber pesan, isi sebuah pesan, dan kemampuan dalam memaknai atau membuat inferensi atas maksud atau tujuan sumber mengirim pesan kepadanya.

4. Sistem sosial-budaya

(27)

12

komunikasi yang lebih kosmopolit dibanding mereka yang serba rendah dalam hal status sosial ekonominya. Mereka lebih banyak bergaul dengan peneliti, penyuluh dan tokoh-tokoh pemimpin di luar desanya serta lebih terdedah (terpapar) pada komunikasi media massa. Orang-orang dengan karakteristik demikian, mampu berkomunikasi, baik berperan sebagai sumber maupun penerima, yang berkomunikasi dengan ketepatan yang tinggi. Di dalam sebuah komunikasi, perlu juga mempertimbangkan faktor homofili. Hal tersebut mengacu kepada pengiriman informasi di antara orang yang sama dalam kelas sosial, usia, pendidikan, bahasa dan karakteristik demografik lainnya akan mengurangi halangan dalam berkomunikasi. Menurut Rogers (2003), homofili adalah derajat dimana sepasang individu atau lebih yang berkomunikasi dengan cara yang sama. Kesamaan tersebut bisa saja pada atribut tertentu, seperti kepercayaan, pendidikan, status sosial ekonomi, dan kesukaannya.

Pesan Yang Dikomunikasikan

Menurut Berlo, setiap pesan memiliki elemen-elemen dan struktur. Kedua aspek tersebut menjadi bagian yang integral dari tiga faktor yang ada pada komponen pesan komunikasi, yaitu kode pesan, isi pesan, dan perlakuan pesan.

1. Kode pesan merupakan kelompok simbol-simbol yang dapat distrukturkan dengan cara tertentu sehingga bermakna bagi sejumlah orang. Bahasa adalah kode pesan yang utama dalam komunikasi. Setiap kode bahasa memiliki sekelompok elemen serta kosakata dan prosedur untuk mengkombinasikan elemen-elemen tersebut sehingga bermakna. 2. Isi pesan merupakan materi dalam pesan yang telah diseleksi oleh

sumber untuk mengekspresikan tujuan komunikasi. Isi pesan terkait dengan materi pendukungnya, visualisasi pesan, isi negatif pesan, pendekatan emosional, pendekatan rasa takut, kreativitas humor serta pendekatan kelompok rujukan.

3. Perlakuan pesan adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh sumber untuk memilih metode untuk menyusun dan mengirim kode dan isi pesan. Penting diperhatikan untuk memperlakukan pesan sesuai dengan karakteristik penerima pesan.

(28)

13

mengabaikan pesan kampanye jika materinya adalah bahaya merokok. Lebih baik melakukan pendekatan afeksi terhadap keluarga, seperti keluarga akan terabaikan jika seseorang terus-menerus merokok. Para peneliti di Ontario, Canada menemukan fakta bahwa himbauan rasa takut pada kampanye pemakaian sabuk pengaman di negara tersebut, lebih efektif saat menampilkan cedera akibat kecelakaan daripada rasa takut terbunuh dalam kecelakaan lalu lintas. Temuan tersebut meyakinkan para penyelenggara dan ahli kampanye bahwa himbauan rasa takut yang berlebihan akan menyebabkan pesan tidak efektif, karena khalayak akan menolak pesan tersebut dengan komentar, “Mati itu urusan Tuhan, …..mati tidak bisa terhindarkan jika harus terjadi.”Dengan demikian, harus berhati-hati dalam menggunakan himbauan rasa takut pada pesan. Himbauan rasa takut harus disesuaikan dengan karakteristik khalayak dan objek kampanye yang disampaikan.

Saluran Komunikasi Yang Digunakan

Penyampaian dan penerimaan pesan dalam sebuah proses komunikasi memerlukan saluran komunikasi sebagai media komunikasi. Devito (2011) menyatakan bahwa saluran komunikasi adalah media yang dilalui oleh pesan. Menurut Lubis et all, 2013, sumber pesan harus mengetahui dan memahami saluran komunikasi setidaknya dalam tiga aspek, yaitu: sebagai mekanisme yang berpasangan (as coupling mechanism), sebagai kendaraan (vehicles), atau sebagai kendaraan pembawa (vehicle carriers). Selain itu, sumber pesan harus mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan panca indra manusia, kemampuan indera dari penerima pesan, agar pesan yang dikirimkannya membuahkan respon sebagaimana dikehendakinya.

Berlo dalam Lubis et all, 2013 membedakan saluran komunikasi untuk komunikasi antar pribadi dan komunikasi bermedia. Dalam komunikasi antarpribadi, khususnya dalam percakapan, sumber mengirim pesan-pesannya yang berbentuk lisan. Untuk itu, sumber membutuhkan: kendaraan pembawa pesan (message-vehicle) berupa gelombang suara yang akan menghantarkan pesan sumber dan udara sebagai pembawa kendaraan (vehicle-carrier). Gelombang suara tidak akan terdengar tanpa ada udara. Konteks mekanisme berpasangan sangat relevan dalam komunikasi bermedia. Sumber tidak mungkin mengirim pesan dengan berbicara melalui telepon kepada penerima yang tidak memiliki pesawat telepon. Berbagai tipologi saluran komunikasi menurut Rogers (2003), adalah:

1. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang langsung diketahui balikannya. Menurut Devito (1997), komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.

(29)

14

3. Saluran media massa mempunyai potensi menyebarkan informasi dengan cepat. Untuk menyebarkan informasi, media massa sangat efektif yang dapat mengubah sikap, pendapat, dan perilaku komunikan.

Cangara, 2000 mengatakan bahwa media adalah alat bantu atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Media komunikasi yang dimaksud adalah media massa, yakni media elektronik (radio dan televisi) dan media cetak (surat kabar, majalah, buku, brosur, leaflet, dan lain-lain). Keterdedahan adalah mendengarkan, membaca, melihat atau secara lebih umum mengalami dengan sedikitnya sejumlah perhatian minimal pada pesan media. Gonzales yang diacu Jahi (1988) menyampaikan bahwa khalayak sesungguhnya aktif, terutama dalam memilih keterdedahannya, memilih hal-hal yang patut diperhatikan untuk diingat dan dipelajari. Rogers (1966) mengatakan bahwa keterdedahan pada media massa mempunyai korelasi yang tinggi, sehingga dapat dibuat suatu indeks keterdedahan pada media massa paling tidak dikotomi ke dalam hal berikut:

1. Setidaknya pernah terdedah (misalnya: kebiasaan membaca surat kabar sekali seminggu).

2. Tidak terdedah.

Suatu komunikasi dapat dikatakan efektif atau berhasil jika tujuan komunikasi tersebut tercapai. Devito (2001) menyatakan bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah untuk mengubah perilaku orang lain. Slamet (1978: 442) menyatakan bahwa perilaku adalah tindak tanduk, ucapan maupun perbuatan seseorang yang dapat diamati secara langsung ataupun tidak langsung melalui panca indra. Menurut Padmowihardjo (1978), perilaku merupakan pencerminan-pencerminan yang ditampakkan oleh seseorang sebagai hasil interaksi dari sifat-sifat genetis dan lingkungan. Sementara menurut Amanah dan Utami (2006), perilaku dapat diamati oleh orang lain, dapat didengar, dilihat atau dirasakan oleh orang lain. Perilaku adalah keseluruhan tindakan seseorang yang dapat diamati oleh orang lain. Nelayan merupakan orang yang secara aktif melakukan pekerjaan menangkap ikan/binatang air lainnya/tanaman air (Undang-Undang No. 31 Tahun 2004). Dengan demikian, perilaku nelayan adalah segala tindakan nelayan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung melalui panca indra dalam melakukan pekerjaan menangkap ikan.

Representasi Sosial Pengertian Representasi Sosial

(30)

15

Putra et al. (2003) mendefenisikan representasi sosial sebagai cara berpikir rasional yang praktis melalui hubungan sosial dengan menggunakan gaya logikanya sendiri, yang kemudian didistribusikan kepada anggota suatu kelompok yang sama melalui komunikasi sehari-hari. Representasi sosial (RS) yang disebut juga sebagai pengetahuan mengenai arti umum (Ia connaissance de sens commun) atau pemahaman alamiah (Ia pensee naturelle), diperkenalkan pertama kali oleh S. Moscovici (seorang psikolog sosial Perancis). Representasi sosial merupakan sejumlah images yang mencakup suatu kesatuan arti: suatu sistem referensi yang memungkinkan kita menginterpretasikan obyek yang kita hadapi, dengan perkataan lain memberi arti pada sesuatu yang belum kita pahami. Representasi sosial juga adalah berbagai kategori yang kita gunakan untuk mengelompokkan berbagai situasi, berbagai gejala, berbagai individu yang berhubungan dengan kita, yang memungkinkan kita mengambil posisi terhadap berbagai obyek tersebut (Jodelet dalam Moscovici, 1989). Representasi sosial terbentuk dan ditransmisikan melalui tradisi, pendidikan dan komunikasi sosial. Dengan kata lain representasi sosial diterima individu dan ditransmisikan melalui interaksi sosialnya dengan individu lain dan dengan lingkungan sosialnya. Ia berfungsi sebagai sistem interpretasi dalam hubungan individu dengan lingkungan sosialnya, mengorientasikan dan mengorganisasikan tingkah laku dan komunikasi sosial dari individu-individu (Pandjaitan, 2010). Jodelet (2005) dalam Putera dkk (2009) menjelaskan istilah representasi sosial pada dasarnya megacu kepada hasil dan proses yang menjelaskan mengenai pikiran umum (common sense). Pikiran umum adalah cara berpikir ‘rasional’ yang praktis melalui hubungan sosial dengan menggunakan gaya dan logika sendiri, yang kemudian didistribusikan kepada anggota suatu kelompok yang sama melalui komunikasi sehari-hari.

Menurut Pandjaitan (2010), konsep representasi sosial dikembangkan oleh Blin (1997) menjadi Representasi Profesional yang terbentuk dalam aksi dan interaksi profesional, yang memberinya suatu konteks. Berhubung representasi sosial tidak terbentuk pada sembarang obyek, melainkan hanya terhadap obyek yang mempunyai arti dan berguna bagi kelompok individu yang bersangkutan, maka dalam representasi sosial yang dimiliki oleh suatu kelompok profesi akan menyangkut hanya obyek-obyek yang berarti bagi praktek profesinya. Dengan adanya representasi sosial maka pelaku-pelaku profesi dapat saling berkomunikasi, beradaptasi, dan bereaksi dalam situasi-situasi profesional (Pandjaitan, 2010).

Fungsi Representasi Sosial

Moscovici (1973) dalam Birgitta Hoijer (2011) mengatakan bahwa representasi sosial memiliki dua fungsi ganda, antara lain:

1. Untuk membangun sebuah urutan yang memungkinkan individu untuk menyesuaikan atau mengorientasikan dirinya pada dunia materi dan sosial mereka dan untuk menguasai lingkungannya.

(31)

16

Struktur Representasi Sosial

Abric (1976) seperti dikutip oleh Deaux dan Philogene (2001) menyatakan bahwa representasi sosial terdiri dari elemen informasi, keyakinan, pendapat, dan sikap tentang suatu obyek. Bagian-bagian ini terorganisasi dan terstruktur sehingga kemudian menjadi sistem sosial-koqnitif seseorang. Struktur representasi sosial terdiri dari central core dan peripheral core. Central core ditentukan oleh obyek yang dimunculkan sendiri, oleh jenis hubungan antara obyek tersebut dengan suatu kelompok, dan juga oleh nilai serta norma sosial yang meliputi ideologi dari konteks yang ada di lingkungan pada saat itu dalam kelompok tersebut. Fungsi utama dari central core adalah mengorganisasi fungsi menyeluruh dari seluruh elemen yang menghasilkan representasi atau mengubahnya. Fungsi kedua adalah menentukan hubungan dan menyatukan elemen-elemen dari representasi sosial satu sama lain. Elemen peripheral core dapat ditemui di sekitar central core, bersifat konkret dan merupakan elemen yang paling bisa diakses secara langsung. Elemen ini berfungsi untuk menjadikan konkret sesuatu, adaptasi, dan untuk bertahan. Peripheral core merupakan hasil anchoring representasi ke dalam kenyataan. Elemen inilah yang menyambung antara central core dan situasi konkret dalam suatu konteks representasi. Adanya keterkaitan pheriperal core sebagai penghubung central core dan situasi konkret membuktikan bahwa elemen ini lebih fleksibel bila dibandingkan dengan central core.

Central core dapat menjadi elemen dari representasi yang sangat tahan terhadap perubahan karena dia juga yang berfungsi menyatukan dan menstabilkan elemen-elemen di dalamnya. Ketika terdapat suatu perubahan pada central core maka perubahan itu akan berdampak pada perubahan representasi seseorang secara keseluruhan.

Proses Pembentukan Representasi Sosial

Moscovici (1973) dalam Putra et al. (2003) mengatakan bahwa representasi sosial terjadi dalam dua proses, yaitu:

1) Anchoring, yaitu proses yang mengacu pada pengenalan atau pengaitan suatu objek tertentu dalam pikiran individu. Pada proses ini, informasi yang baru didapat diintegrasikan ke dalam sistem pemikiran dan sistem makna yang telah dimiliki oleh individu sebelumnya.

2) Objectifications, yaitu proses yang mengacu pada penerjemahan ide yang abstrak dari suatu objek ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit. Proses ini dipengaruhi oleh kerangka sosial individu, misalnya norma, nilai, dan kode-kode yang merupakan bagian dari proses koqnitif atau afek dari komunikasi serta pemilihan dan penataan representasi mental atas objek tersebut.

Metode Pengukuran Representasi Sosial

(32)

17

dalam waktu yang bersamaan juga menggunakan metodologi antropologi dan etnografi (Deaux dan Philogene, 2001). Terdapat juga metode yang lebih familiar dan sering digunakan dalam beberapa penelitian representasi sosial yaitu metode asosiasi kata/asosiasi bebas. Menurut Putra, I. E. dkk (2009), metode asosiasi kata/bebas merupakan metode pengumpulan kata-kata atau kalimat pendek, langsung dari subjek penelitian mengenai pemaknaan mereka terhadap suatu hal. Metode ini dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan terbuka mengenai pemaknaan responden terhadap suatu hal serta apa yang mereka bayangkan dan mereka simpulkan ketika mendengar tentang suatu hal tersebut. Hasil asosiasi kata/bebas tersebut, dapat disajikan kembali dengan menggunakan angket atau kuesioner dengan pertanyaan terbuka maupun tertutup atau dengan penggunaan gambar, untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Representasi Sosial

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan representasi sosial. Moscovici (1973) menyatakan bahwa pada proses objektifikasi, pembentukan representasi sosial dapat dipengaruhi oleh kerangka sosial individu seperti norma, nilai, dan kode yang merupakan bagian dari proses kognitif dan afek dari komunikasi dalam pemilihan dan penataan representasi mental atas objek tersebut. Pandjaitan (1998) menyatakan bahwa keterlibatan individu dalam kelompok atau lingkungan profesionalnya sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi representasi profesional. Menurut Putra, I.E. dkk. (2009), representasi sosial dipengaruhi oleh faktor–faktor seperti kompleksitas kehidupan, kondisi atau latar belakang konteks sosial, serta ketersediaan informasi terkait objek yang direpresentasikan. Gunawan (2003) menyatakan bahwa representasi sosial yang terbentuk pada suatu kelompok masyarakat dipengaruhi oleh faktor kesejarahan, kondisi geografis, serta pola dan situasi interaksi yang ada.

Hubungan Patron-Klien

Hubungan patron-klien merupakan hubungan yang sudah biasa ditemui di wilayah pesisir yang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Hubungan patron-klien ini merupakan hubungan yang mengikat secara sosial maupun secara ekonomi. Hubungan patron-klien muncul karena adanya kebutuhan nelayan akan jaminan permodalan dalam kegiatan perikanan yang menjadi sumber nafkah mereka. Adanya kebutuhan akan permodalan tersebut membuat nelayan menjalin hubungan dengan para tengkulak/juragan, dimana sebaliknya tengkulak/juragan juga berupaya memberi tawaran-tawaran permodalan bagi para nelayan. Hubungan patron-klien merupakan hubungan yang saling menguntungkan di antara kedua belah pihak, baik bagi nelayan maupun bagi tengkulak/juragan. Menurut Legg (1983) dalam Satria (2002), hubungan patron-klien umumnya berkenaan dengan:

a. Hubungan antar pelaku yang menguasai sumberdaya yang tidak sama. b. Hubungan yang bersifat khusus yang merupakan hubungan pribadi dan

mengandung keakraban.

(33)

18

Hubungan patron-klien merupakan suatu kasus hubungan antara dua orang yang sebagian besar melibatkan persahabatan instrumental, dimana seseorang dengan status sosial lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumberdaya untuk memberikan perlindungan dan/atau keuntungan kepada seseorang dengan status lebih rendah (klien), yang pada gilirannya membalas pemberian tersebut dengan dukungan dan bantuan, termasuk jasa pribadi kepada patron (Scot, 1972 dalam Layn, 2008).

Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu dipelajari untuk melihat posisi penelitian dalam kajian ilmiah. Berdasarkan riview beberapa hasil penelitian, belum ditemukan penelitian yang mengkaji representasi sosial nelayan dalam pemberlakuan zona terlarang di sekitar anjungan migas dan melihat hubungannya dengan efektifitas komunikasi. Dengan demikian, penelitian ini memiliki kebaruan (novelty) dalam hal objek dan fokus penelitian. Riview beberapa hasil penelitian terdahulu disampaikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Riview beberapa hasil penelitian terdahulu

Peneliti Judul Peneliti Hasil Penelitian

(34)

19

Peneliti Judul Peneliti Hasil Penelitian

Keterkaitan sosial yaitu sikap dan keyakinan mereka. sosial tentang TPI.

(35)

20

Kerangka Pemikiran

Perusahaan migas melakukan sosialisasi dalam rangka pemberlakuan zona terlarang di sekitar anjungan migas, untuk menghindari ancaman keselamatan bagi nelayan. Bentuk komunikasi yang digunakan (model komunikasi, aktor yang berkomunikasi, pesan komunikasi, saluran komunikasi, dan intensitas komunikasi) akan mempengaruhi representasi sosial nelayan tentang larangan mendekati anjungan migas. Isi dari representasi sosial dapat dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan makna terpenting yang diperoleh dari asosiasi kata. Tipologi representasi sosial didasarkan pada karakteristik nelayan (umur, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman, satus kerja nelayan, skala usaha, dan tingkat pendapatan). Karakteristik nelayan mempengaruhi hubungan bentuk komunikasi dan representasi sosial dan representasi sosial mempengaruhi efektifitas komunikasi. Pada Gambar 7 disampaikan kerangka pemikiran yang menjadi dasar dalam melakukan penelitian.

Gambar 7. Kerangka pemikiran Karakteristik nelayan

1. Umur

2. Tingkat pendidikan 3. Tingkat pengalaman 4. Status kerja nelayan 5. Jenis alat tangkap 6. Alat bantu

penangkapan ikan 7. Ukuran perahu 8. Kekuatan mesin 9. Tingkat pendapatan

Efektifitas komunikasi (tingkat kepatuhan)

Tipologi representasi sosial Bentuk komunikasi PT XYZ

5. Intensitas komunikasi - Tingkat kehadiran pada

sosialisasi tatap muka - Tingkat keterdedahan pada

spot iklan di radio - Keterdedahan pada poster

di TPI

- Frekwensi komunikasi sesama nelayan 1. Model komunikasi 2. Aktor yang berkomunikasi 3. Pesan komunikasi 4. Saluran komunikasi

(36)

21

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dibangun hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Diduga ada hubungan antara karakteristik nelayan, intensitas komunikasi dan representasi sosial nelayan tentang larangan mendekati anjungan operasi migas.

2. Diduga ada hubungan antara representasi sosial dan efektifitas komunikasi (tingkat kepatuhan nelayan) pada pemberlakuan zona terlarang sekitar anjungan migas.

Defenisi Operasional Tabel 2 Definisi operasional

No. Variabel Definisi Operasional Kategori A. Karakteristik nelayan

1. Umur Lama hidup responden dari sejak lahir sampai ketika wawancara dilakukan.

Muda (18-29 tahun)

Sedang (30-49 tahun)

Tua (> 50 tahun) 2. Tingkat

pendidikan

Pendidikan terakhir yang dicapai oleh nelayan.

Rendah (Tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD)

Lama bekerja menjadi nelayan Baru (< 5 tahun)

Sedang (5-20 tahun)

Lama (> 20 tahun) 4. Jenis alat

tangkap

Jenis alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan

Status pekerjaan nelayan Pekerjaan sambilan

Pekerjaan utama 6. Alat bantu

penangkapan ikan

Alat bantu penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan untuk mengetahui keberadaan posisi ikan di perairan.

Ada menggunakan alat bantu penangkapan ikan (GPS dan Fish finder)

Tidak ada menggunakan alat bantu penangkapan perahu nelayan dalam satuan Gross Tonnage (GT)

Nelayan kecil (0-5 GT)

Nelayan sedang (5-10 GT)

Nelayan besar (>10 GT) 8. Kekuatan

mesin

Besaran kekuatan mesin perahu nelayan dalam Paar de Kracht (PK)

Kecil (0-28 PK)

(37)

22

No. Variabel Definisi Operasional Kategori 9. Tingkat

pendapatan

Rata-rata tingkat pendapatan nelayan yang diperoleh setiap bulan. terlarang di sekitar anjungan migas. yang terdiri dari sumber pesan dan penerima pesan.

Sumber pesan disampaikan oleh aktor yang berkomunikasi.

Kode pesan (bahasa yang digunakan)

Isi pesan (analisis 5W+1H)

 Saluran media massa (radio dan poster) massa (iklan di radio dan poster di TPI) yang menyampaikan larangan mendekati anjungan operasi migas. Keterdedahan dengan media massa diukur dari frekwensi responden di dalam mengakses spot iklan di radio dan poster di TPI.

Radio dan poster di TPI:

Sangat sering (setiap hari)

Sering (beberapa kali dalam seminggu)

Jarang (beberapa kali dalam sebulan)

Sangat jarang (beberapa kali dalam setahun)

Tidak terdedah (tidak pernah) sosialisasi tatap muka

 Hadir antara sesama nelayan tenang larangan mendekati anjungan operasi migas.

 Sering

 Jarang

(38)

23

No. Variabel Definisi Operasional Kategori C. Representasi sosial

1. Representasi anjungan operasi migas pada komunitas nelayan, yang diukur menggunakan teknik asosiasi kata.

Beberapa tipe representasi sosial.

Tipe dengan jumlah responden terbanyak merupakan tipe dominan yang dianut oleh

komunitas nelayan. D. Efektifitas komunikasi

1. Tingkat kepatuhan

Tingkat kepatuhan nelayan diukur menggunakan indikator frekwensi penangkapan ikan di area zona terlarang.

Sangat sering (> 10

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja yaitu salah satu desa pesisir di Kecamatan Cilamaya Wetan Kabupaten Karawang yaitu Desa Muara, dimana mayoritas penduduknya melakukan penangkapan ikan di kawasan perairan Laut Jawa Bagian Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Juni Tahun 2014.

Metode Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpukan terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari Kantor Desa Muara, TPI Samudra Mina, dan kantor Radio Gita Pantura FM Subang. Sementara pengumpulan data primer dengan metode survai menggunakan kuesioner sebanyak 100 responden yang didukung dengan data kualitatif dengan wawancara. Teknik wawancara dilakukan kepada informan dalam memperjelas informasi yang diperoleh melalui kuesioner dan melakukan wawancara kepada petugas TPI dan nelayan untuk mendapatkan data mengenai hubungan sosial pada komunitas nelayan di Desa Muara.

Teknik Pemilihan Responden

(39)

24

penduduknya adalah nelayan. Teknik pemilihan responden menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan responden dilakukan secara sengaja. Pemilihan responden dilakukan dengan terlebih dahulu meminta informasi mengenai responden kepada tokoh nelayan dan petugas TPI. Setelah itu, tokoh nelayan maupun petugas TPI akan memberitahukan siapa saja nelayan yang bakal menjadi responden yang sesuai dengan kriteria responden penelitian.

Metode Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif deskriptif. Analisis kuantitatif dilakukan pada data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan pada saat melakukan uji korelasi. Data-data yang dikumpulkan menggunakan kuesioner adalah data karakteristik nelayan, intensitas komunikasi, representasi sosial nelayan, dan efektifitas komunikasi (tingkat kepatuhan nelayan pada pemberlakuan zona terlarang sekitar anjungan). Sementara analisis kualitatif deskriptif dilakukan pada model komunikasi, aktor yang berkomunikasi, pesan komunikasi, dan saluran komunikasi. Distribusi frekwensi responden dilakukan pada karakteristik nelayan, intensitas komunikasi (keterdedahan pada media massa, kehadiran pada sosialisasi tatap muka, frekwensi komunikasi sesama nelayan), representasi sosial, efektifitas komunikasi (tingkat kepatuhan nelayan), yang digambarkan menggunakan tabel frekwensi dan dijelaskan dengan tendensi sentral yaitu untuk mengetahui modus (frekwensi terbesar). Hubungan/korelasi antara variabel diuji menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan Chi square. Pengolahan data menggunakan SPSS 22 for Windows. Data-data representasi sosial yang diperoleh melalui asosiasi kata diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Kata-kata yang diperoleh melalui asosiasi kata dikategorikan ke dalam beberapa kategori besar dengan cara mengelompokkan kata yang memiliki keserupaan atau persamaan (kata dan makna).

b. Masing-masing kategori (tipe) diberi kode untuk membedakannya.

c. Seluruh kata yang diperoleh langsung dari responden dikelompokkan ke dalam kategori kata yang sudah dibangun sebelumnya.

d. Kemudian dilakukan penghitungan jumlah responden per tipe representasi sosial.

e. Frekwensi jumlah responden tertinggi pada sebuah tipe merupakan acuan untuk menjadikan tipe tersebut sebagai tipe dominan atau tipe yang paling banyak dianut oleh komunitas nelayan.

(40)

25

Gambar 8. Langkah-langkah mendapatkan tipe representasi sosial

Untuk mendapatkan data representasi sosial dilakukan pengumpulan data kepada komunitas nelayan menggunakan asosiasi kata/bebas. Metode ini dilakukan dengan memberikan sebuah pertanyaan terbuka mengenai makna atau arti “larangan mendekati anjungan operasi migas di laut” bagi nelayan, apa yang nelayan bayangkan ketika mendengar kalimat tersebut dan apa yang disimpulkan oleh nelayan dari kalimat tersebut. Setelah seluruh penjelasan dari seluruh responden diperoleh, kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa kategori kalimat.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terlebih dahulu di Desa Muara, Kecamatan Cilamaya Wetan. Uji tersebut dimaksudkan untuk memastikan instrumen penelitian yang dipakai yaitu kuesioner, layak digunakan dalam penelitian. Uji validitas dilakukan dengan terlebih dahulu meminta pendapat dari ahli (judgment experts) dan uji coba instrumen di lapangan. Instrumen tentang aspek-aspek yang akan diukur, berlandaskan pada teori dikonsultasikan kepada ahli (dosen pembimbing). Para ahli diminta pendapat mengenai instrumen yang telah disusun. Jumlah sample untuk uji coba responden adalah 30 orang.

Setelah data ditabulasi, maka pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan metode Corrected Item-Total Correlation dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total item dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang overestimasi. Uji reliabilitas dilakukan dengan metode Cronbach’s Alpha. Analisis terhadap seluruh instrumen menggunakan SPSS 20 for Windows. Nilai validitas uji terhadap instrument adalah sebesar 0,754. Nilai tersebut dibandingkan dengan r tabel (Pearson’s Correlation) pada signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (N=30), maka diperoleh r tabel sebesar 0,361. Dengan demikian, maka item pada instrument dinyatakan valid, karna nilai koefisien positif dan lebih besar dari r tabel, yaitu (0,754>0,361). Menurut Uma Sekaran (Sekaran, 2003), reliabilitas buruk jika Cronbach’s alpha <0,6; reliabilitas diterima jika Cronbach’s alpha 0,6-0,79; dan reliabilitas baik jika Cronbach’s alpha 0,8. Berdasarkan uji reliabilitas terhadap instrument diperoleh nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,754 sehingga dapat disimpulkan bahwa alat ukur dalam penelitian ini reliabel.

Seluruh kata dan 

penjelasan dari 

seluruh responden 

Kata dari setiap responden

Kategori kata

Kategori kata dominan

Tipe representasi sosial

1

2

3

(41)

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Muara merupakan desa pesisir yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Batas wilayah Desa Muara adalah Laut Jawa di sebelah utara, Desa Cilamaya di sebelah selatan, Desa Muara Baru di sebelah timur, dan Sungai Cilamaya di sebelah barat. Desa Muara yang dilalui oleh Sungai Cilamaya merupakan batas alam Kecamatan Cilamaya Wetan Kabupaten Karawang dengan Kabupaten Subang. Desa Muara terdiri dari 4 dusun, 8 RW, dan 16 RT. Nama keempat dusun tersebut adalah Dusun Krajan I, Krajan II, Tanah Timbul, dan Tanjung Jaya.

Menurut data Kecamatan Dalam Angka Tahun 2013, jumlah penduduk Desa Muara adalah sebanyak 5.020 jiwa yang terdiri dari 2.430 jiwa laki-laki dan 2.590 jiwa perempuan. Jumlah rumah tangga di Desa Muara adalah sebanyak 1.454 rumah tangga. Mayoritas penduduk di Desa Muara bekerja sebagai petani dan nelayan, dimana penduduk yang berprofesi sebagai nelayan tersebar di tiga (3) dusun yaitu di Dusun Krajan I, Krajan II, dan Tanah Timbul. Komoditas pertanian yang diusahakan umumnya adalah tanaman padi sawah.

Gambaran Umum Responden

Sebagian besar responden (69%) termasuk ke dalam kategori usia dewasa yaitu 30-49 tahun. Hampir semua responden (90%) berpendidikan rendah yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, dan hanya tamat SD. Sebagian kecil sudah tamat SMP dan SMA, namun belum ada yang sekolah hingga Perguruan Tinggi. Sebanyak 52 persen nelayan sudah memiliki pengalaman sebagai nelayan lebih dari 20 tahun.

(42)

27

Tabel 3 Jumlah responden menurut umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman nelayan di Desa Muara Tahun 2014

No. Kategori Keterangan Jumlah

n % A. Umur (tahun)

1. Muda 18-29 tahun 11 11

2. Sedang 30-49 tahun 69 69

3. Tua > 50 tahun 20 20

B. Tingkat pendidikan

1. Rendah Tidak sekolah, tidak tamat

SD, dan tamat SD 90 90

2. Sedang Tamat SMP dan Tamat SMA 10 10

3. Tinggi Perguruan Tinggi 0 0

C. Pengalaman (tahun)

1. Baru <5 tahun 2 2

2. Sedang 5-20 tahun 46 46

3. Lama >20 tahun 52 52

Berdasarkan data dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Samudra Mina, Desa Muara Kecamatan Cilamaya Wetan Karawang, diketahui bahwa jumlah perahu nelayan sekitar 124 perahu dimana setiap perahu dimiliki oleh warga Desa Muara. Adapun jumlah anak buah kapal (ABK/pandega) untuk setiap perahu bervariasi, yaitu mulai dari 1 hingga 12 ABK/pandega.

(43)

28

Gambar 9. Dokumentasi nelayan di Desa Muara

Sebagian besar nelayan Desa Muara merupakan nelayan yang secara ekonomi bergantung kepada juragan-juragan atau dipanggil dengan sebutan boss oleh para nelayan. Hubungan antara nelayan dan juragan (boss) saling menguntungkan secara ekonomi, dimana boss berperan sebagai patron dan nelayan berperan sebagai klien. Hubungan patron-klien ini masih sangat kental ditemui di Desa Muara, sama halnya dengan daerah-daerah pesisir lainnya di sekitarnya. Juragan (boss) merupakan pemilik modal yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh para nelayan, agar kegiatan penangkapan ikan dapat berjalan seperti yang diharapkan. Modal yang diberikan oleh boss kepada nelayan sesuai dengan kebutuhan nelayan, seperti modal untuk pembuatan perahu, perbekalan melaut, alat tangkap, dan modal untuk pembelian mesin. Dengan adanya bantuan modal tersebut, maka terdapat ikatan hutang piutang di antara patron dan klien, dimana nelayan sebagai klien berkewajiban membayar hutangnya kepada nelayan. Adapun cara nelayan membayar hutangnya kepada juragan (boss) adalah dengan cara mencicil hutang dari hasil penjualan ikan yang dijual kepada boss (juragan). Nelayan tidak berhak menentukan harga jual ikan yang dijual kepada boss. Harga ikan sepenuhnya ditentukan oleh boss atau dengan kata lain, penentuan harga jual ikan hanya sepihak. Nelayan yang berhutang kepada boss tertentu tidak diperbolehkan menjual ikan hasil tangkapan kepada juragan lain atau ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI), selama hutang nelayan kepada boss tersebut belum dilunasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas TPI, terdapat 4 juragan (boss) di Desa Muara yaitu juragan Edi, Oji, Hartono, dan Soraya. Sebagian besar nelayan Desa Muara sangat bergantung kepada para boss tersebut, khususnya nelayan-nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing dan jaring ikan. Sementara sebagian kecil nelayan lainnya yaitu nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring udang tidak bergantung kepada juragan, tetapi menjual hasil tangkapan ke TPI. Selain di Desa Muara, terdapat juga juragan (boss) di Desa Cilamaya Girang Subang yaitu desa yang berada bersebelahan dengan Desa Muara. Nelayan dari Desa Muara tidak hanya bergantung kepada boss di Desa Muara, tetapi beberapa nelayan Desa Muara juga bergantung secara ekonomi kepada boss dari Desa Cilamaya Girang.

Gambar

Gambar 1. Ilustrasi Anjungan di Laut
Gambar 4. Model komunikasi transaksional
Tabel 1. Riview beberapa hasil penelitian terdahulu
Gambar 7. Kerangka pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

3 terdahulu, maka peneliti mengindikasikan karakteristik corporate governance berupa ukuran dewan komisaris, komisaris independen, proporsi wanita dalam dewan

Berdasarkan persentase dari masing ± masing tingkat pendidikan, tingkat kepercayaan yang tinggi paling banyak dimiliki oleh pasien dengan pendidikan terakhir perguruan

yang memegang peranan strategis baik pada saluran pencernaan maupun metabolisme adalah aditif pakan sebagai donor gugus metil. Hal ini dikarenakan gugus metil

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Zulkardi (2001) yang menyatakan bahwa pembelajaran realistik matematika menekankan keterampilan ‘process of doing mathematics’

Pemilihan ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa, Pak Daliri termasuk dalam jajaran rumah tangga kelas atas yang memiliki hasil kopi dan gula aren yang paling

Dari hasil penelitian dan bahasan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat kecemasan dan nilai capaian studi pada siswa SMU Negeri 1 Kawangkoan..

Se- lanjutnya hasil X-RD untuk masing-masing sample telah dianalisis oleh ICDD ( Interna- tional Centre for Diffraction Data ). Pada sisi lain, permukaan dan ketebalan film tipis

Namun di balik semua kemudahan yang disediakan oleh kemajuan zaman, tersimpan banyak dampak negatif yang dapat sangat merugikan banyak pihak terutama pada kalangan remaja