• Tidak ada hasil yang ditemukan

Citra Ikonos untuk Identifikasi Batas Petakan dan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Citra Ikonos untuk Identifikasi Batas Petakan dan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

CITRA IKONOS UNTUK IDENTIFIKASI BATAS PETAKAN

DAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DI DESA

CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN

BOGOR

ATHU PUSPA CHRISDIANTI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Citra Ikonos untuk Identifikasi Batas Petakan dan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ATHU PUSPA CHRISDIANTI. Citra Ikonos untuk Identifikasi Batas Petakan dan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh BABA BARUS dan KHURSATUL MUNIBAH.

Sejauh ini citra Ikonos belum dimaksimalkan pemanfaatannya karena baru digunakan untuk mendapatkan gambaran sawah dalam konteks hamparan atau penggunaan lahan. Potensi lain yang masih bisa dikembangkan adalah pembuatan batas petak kepemilikan dan penguasaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi petakan dan penggunaan lahan pertanian, verifikasi petakan lahan pertanian menjadi persil lahan, dan mengetahui status penguasaan dan pola pengelolaan lahan pertanian. Nilai akurasi interpretasi petakan pada citra Ikonos yaitu 69%. Nilai ini dipengaruhi oleh sulitnya identifikasi ketika batas pematang terlihat samar pada citra, kemampuan dan pengalaman interpreter, serta waktu perekaman citra yang terlalu jauh dengan verifikasi lapang. Sedangkan nilai akurasi interpretasi penggunaan lahan didapatkan sebesar 90%. Citra Ikonos berpotensi untuk pemetaan batas petakan lahan pertanian yang digunakan sebagai bahan untuk pemetaan persil dan status penguasaannya ketika verifikasi lapang. Verifikasi lapang menjadi hal penting yang harus dilakukan karena batas persil tidak dapat dilihat langsung melalui citra. Status penguasaan di Desa Ciburuy terdiri dari petani pemilik dan petani penggarap dengan jumlah tertinggi yaitu petani penggarap. Rotasi tanam yang banyak digunakan adalah padi-padi dan blok padi mendominasi pemanfaatan lahan pertanian di Desa Ciburuy. Luas lahan, rotasi tanam dan status penguasaan mempengaruhi keuntungan yang didapatkan petani.

(5)

ABSTRACT

ATHU PUSPA CHRISDIANTI. Ikonos Image for Identification Boundary of Agricultural Plots and Agricultural Land Use in Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Supervised by BABA BARUS and KHURSATUL MUNIBAH.

Ikonos imagery has not been maximized because we just use it to get an overview of the rice field in the context of blocks or land use. Another potential that could be develope is to create the boundary of plot ownership and authority. The objective of this research is to identify the plot and agricultural land use, verification the plot of agricultural land into parcels of land, and knowing the status of authority and patterns of agricultural land management. Accuracy value for plots identification is 69%. This value affected by the difficulty in identification when the appearance of the dykes faintly visible on the image, ability and experience of the interpreter, and the image recording time that too far to the field survey and mapping process. Meanwhile, accuracy value for land use identification is 90%. Ikonos imagery has potential for mapping the boundary of agricultural land plots which used as a material for parcel mapping and the authority status during field verification. Field verification becomes an important task to do because the parcel boundaries can not be seen directly through the image. The authority status in the Desa Ciburuy is the owners and landless farmers and the highest number is the status of landless farmers. Cropping pattern that is widely used is rice-rice and rice block dominate the agricultural land in the Desa Ciburuy. Land area, cropping patterns and authority status does affect the profit.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

CITRA IKONOS UNTUK IDENTIFIKASI BATAS PETAKAN

DAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DI DESA

CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN

BOGOR

ATHU PUSPA CHRISDIANTI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Citra Ikonos untuk Identifikasi Batas Petakan dan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor

Nama : Athu Puspa Chrisdianti NIM : A14090059

Disetujui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc Pembimbing I

Dr Khursatul Munibah, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul Citra Ikonos untuk Identifikasi Batas Petakan dan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor.

Terimakasih penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Dr Ir Baba Baru, MSc selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi utama atas bimbingan, arahan, masukan serta kesabaran dalam membimbing penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini

2. Ibu Dr Khursatul Munibah, MSc selaku pembimbing skripsi kedua yang telah banyak memberi masukan, arahan serta kesabaran dalam membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Dr Boedi Tjahjono, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi karya ilmiah ini.

4. Ayah, Ibu serta seluruh keluarga atas segala doa, semangat dan kasih sayang serta perhatian yang tiada hentinya.

5. Teman-teman Ilmu Tanah 46 terutama teman-teman PPJ 46 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

6. Kepada sahabat-sahabat kontrakan dan Wisma Kristal atas canda, tawa, dan dukungannya selama ini. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Bahan dan Alat Penelitian 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Interpretasi Citra Ikonos 5

Verifikasi Petakan Menjadi Persil Lahan Pertanian 12

Status Penguasaan dan Pola Pengelolaan 13

Karakteristik Kepemilikan 20

Sintesis 21

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kunci interpretasi dalam identifikasi petakan lahan pertanian 6

2 Kondisi petakan sebelum dan sesudah verifikasi 7

3 Kunci interpretasi yang berperan dalam identifikasi penggunaan lahan 9 4 Kondisi petakan dan luas penggunaan lahan sebelum dan sesudah

verifikasi 10

5 Persentase penguasaan persil dan luas minimum, maksimum dan

rata-rata persil 13

6 Keragaan penguasaan di Desa Ciburuy 2013 13

7 Potret pola penguasaan lahan di Desa Ciburuy berdasarkan data

responden 15

8 Persentase rotasi tanam lahan Desa Ciburuy 16

9 Persentase blok tanam Desa Ciburuy 17

10 Data luas lahan, pendapatan dan rotasi tanam Desa Ciburuy 19 11 Hubungan Status Penguasaan dengan Pendapatan/ha/tahun 20 12 Kategori tingkat usia, jumlah angggota keluarga dan tingkat pendidikan 21

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Lokasi Penelitian 2

2 Diagram Alir Penelitian 5

3 (a) Hasil penarikan batas petakan saat interpretasi (b) Batas petakan

hasil verifikasi 7

4 Petakan Lahan Pertanian Sebelum dan Sesudah Verifikasi 8 5 Kondisi di Lapangan (a) Kebun Campuran (b) Perumahan (c) Tegalan 10 6 Penggunaan Lahan Pertanian Desa Ciburuy Sebelum Verifikasi 11 7 Penggunaan Lahan Pertanian Desa Ciburuy Setelah Verifikasi 11

8 Persil Lahan Pertanian Hasil Verifikasi 12

9 Peta Pola Penguasan Lahan Pertanian Desa Ciburuy 14

10 Peta Penyebaran Blok Tanam Desa Ciburuy 18

11 Persentase Struktur Biaya Usahatani 18

12 Hubungan Luas Lahan dengan Pendapatan Bersih 20

DAFTAR LAMPIRAN

1

Pola Penguasaan Lahan Pertanian Desa Ciburuy 25

2 Data Total Pendapatan, Ongkos Produksi dan Pendapatan Bersih Petani

Desa Ciburuy 27

3 Pendapatan Petani dengan Status Pemilik 28

4 Pendapatan Petani dengan Status Penggarap 28

5 Data Karakteristik Umur, Pendidikan, dan Jumlah Anggota Keluarga

Petani Desa Ciburuy 29

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan lahan dari waktu ke waktu relatif tetap, sedangkan kebutuhan manusia terhadap lahan semakin meningkat. Tingginya angka kepadatan penduduk dan ketersediaan lahan yang terbatas menyebabkan persaingan antara penggunaan lahan untuk pertanian dan non pertanian, sehingga berakibat pada meningkatnya alih fungsi atau konversi lahan. Upaya menahan laju alih fungsi lahan tersebut merupakan salah satu program terpenting dalam rangka perlindungan terhadap lahan pertanian.

Dalam rangka menetapkan lahan-lahan pertanian pangan yang harus dilindung, data utama yang diperlukan adalah data lahan baku sawah. Salah satu cara yang dapat diterapkan dalam pemetaan lahan sawah adalah dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dengan citra satelit resolusi tinggi. Teknologi penginderaan jauh yang didukung dengan sistem informasi geografis dan pekerjaan lapang, dapat memudahkan pekerjaan dalam mendapatkan informasi secara lengkap, cepat dan akurat. Penginderaan jauh juga menyediakan data sumberdaya lahan dalam bentuk dijital dengan karakteristik yang berbeda. Ketersediaan jenis data dengan perbedaan karakteristik tersebut membuat kegiatan pemetaan penggunaan dan tutupan lahan menjadi lebih mudah untuk dilakukan (Singh dan Dubey 2012).

Perkembangan penggunaan data satelit penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalam berbagai riset di Indonesia saat ini telah berkembang pesat. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Barus et al. (2012) tentang pengembangan model spasial dalam menentukan lahan pangan yang harus dilindungi. Data spasial yang digunakan adalah unsur aktual sawah, kesesuaian lahan, infrastruktur dan produktivitas, serta parameter sosial ekonomi seperti usaha tani dan persepsi petani. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ditemukan beberapa parameter baru yang perlu dipertimbangkan, salah satunya adalah data spasial pola penguasaan dan pemilikan.

Sejauh ini citra Ikonos belum dimaksimalkan pemanfaatannya karena baru digunakan untuk mendapatkan gambaran sawah dalam konteks blok (hamparan) atau penggunaan lahan. Potensi lain yang masih bisa dikembangkan adalah pembuatan batas petak kepemilikan dan penguasaan (Barus et al. 2012). Citra Ikonos yang merupakan citra satelit dengan resolusi spasial tinggi, memiliki kemampuan untuk merekam objek lebih detil dibandingkan dengan citra lainnya yang memiliki resolusi lebih rendah. Karakteristik citra Ikonos yang memiliki ketelitian piksel satu meter untuk pankromatik dan empat meter untuk multispektral diharapkan mampu digunakan untuk kajian pemetaan batas petak kepemilikan dan penguasaan lahan pertanian serta penggunaan lahannya yang seringkali berubah.

(14)

2

citra Ikonos dalam pemetaan persil lahan pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang pembuatan batas petakan lahan pertanian, pola penguasaan dan pengelolaan lahan pertanian, serta permasalahannya di Desa Ciburuy dengan bantuan teknik penginderaan jauh menggunakan citra Ikonos yang didukung oleh data lapang.

Tujuan Penelitian

a. Identifikasi petakan dan penggunaan lahan pertanian melalui citra Ikonos. b. Verifikasi petakan lahan pertanian menjadi persil lahan pertanian.

c. Mengetahui status penguasaan, pola pengelolaan pada persil lahan pertanian, dan karakteristik petani di Desa Ciburuy

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan efektivitas penggunaan citra Ikonos dalam interprertasi batas kepemilikan, penguasaan dan penggunaan lahan pertanian serta informasi yang diperoleh dapat bermanfaat dalam menentukan kebijakan dan program pengelolaan lahan pertanian.

(15)

3

Penelitian dimulai pada bulan Juni hingga Desember 2013. Sebelum melakukan penelitian di lapangan, analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan meliputi data primer yang berupa data wawancara dengan para petani. Data sekunder yang digunakan adalah Citra Ikonos Kabupaten Bogor 2010, peta lahan baku sawah, peta administrasi, peta sungai dan peta jalan.

Alat yang digunakan pada saat cek lapang adalah GPS, kamera dijital, dan alat tulis. Untuk proses pengolahan data spasial digunakan seperangkat komputer dan piranti lunak seperti Microsoft Word 2007, Microsoft Excel 2007, ArcGIS v.9.3.

Prosedur Analisis Data

Analisis data terdiri dari enam tahapan yaitu:

Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi studi pustaka dan pengumpulan data sekunder yang dilakukan melalui penelusuran data dari berbagai sumber yang relevan sesuai dengan kebutuhan yang menunjang penelitian.

Tahap Interpretasi Citra

Persil lahan merupakan unit suatu lahan, yang biasanya dibatasi oleh hak kepemilikan atau penggunaannya (Barus 2005). Penutupan lahan lebih kepada perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia (Lillesand dan Kiefer 1990). Sedangkan penggunaan lahan merupakan cerminan bentuk fisik atau cerminan aktifitas manusia yang terkait dengan fungsi suatu lahan (Rustiadi et al. 2009).

Tahap awal dalam mendapatkan informasi lahan pertanian adalah dengan cara interpretasi terhadap citra. Pada penelitian ini dilakukan interpretasi terhadap citra Ikonos untuk identifikasi batas petakan lahan dan pentutupan/penggunaan lahan pertanian. Interpretasi batas petakan lahan pertanian bertujuan untuk menghasilkan peta persil lahan pertanian. Hasil interpretasi batas petakan lahan tersebut akan membantu dalam membatasi persil lahan pertanian saat dilakukan verifikasi lapang. Jika batas persil hasil verifikasi lapang telah didapatkan maka informasi batas kepemilikan, penguasaan dan pengelolaannya dapat kita peroleh.

Interpretasi batas petakan maupun penggunaan lahan pertanian dilakukan secara visual dengan pendekatan unsur-unsur interpretasi yaitu rona, tekstur, ukuran, bentuk, pola, bayangan, site dan asosiasi, kemudian dilakukan penarikan batas (digitasi) pada layar komputer (on screen). Berikut merupakan susunan unsur interpretasi dalam mengenali objek pada citra (Sutanto 1999 dalam Somantri 2008 ).

a. Rona/warna

(16)

4

b. Tekstur

Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur sering dinyatakan dalam wujud kasar, halus atau bercak-bercak.

c. Ukuran

Ukuran merupakan atribut objek yang berupa jarak, luas, tinggi, kemiringan lereng dan volume. Ukuran tergantung skala dan resolusi citra.

d. Bentuk

Bentuk adalah variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu objek. Bentuk atribut yang jelas sehingga banyak objek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja, seperti memanjang, lingkaranm segi empat.

e. Pola

Pola merupakan hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah.

f. Bayangan

Bayangan merupakan aspek yang menyembunyikan detail objek yang berada di daerah gelap.

g. Site

Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. h. Asosiasi

Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dan objek lainnya.

Tahap Verifikasi

Verifikasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian hasil dari interpretasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Verifikasi dilakukan dengan melihat batas-batas setiap petakan lahan dan jenis penutupan/penggunaan lahan di lapang, serta mencari informasi tentang batas-batas persil, status penguasaan dan pemanfaatan lahan pertanian untuk setiap petakan lahan. Selanjutnya dilakukan wawancara menggunakan kuisioner tersturuktur dengan jumlah sampel sebanyak 30 petani responden yang dipilih secara acak.

Penentuan jumlah sampel tersebut didasarkan pada pernyataan Gay dan Diehl (1996) dalam Kuncoro (2009) dimana secara umum jumlah sampel minimal yang dapat diterima untuk suatu studi tergantung dari jenis studi yang dilakukan. Untuk studi deskriptif, sampel 10% dari populasi dianggap merupakan jumlah minimal. Untuk populasi yang lebih kecil, setidaknya 20% dari populasi mungkin diperlukan. Jumlah petani dalam data monografi Pemerintah Kabupaten Bogor (2013) adalah sebesar 150 petani, maka jumlah sampel yang diteliti minimal berjumlah 15 orang petani.

Tahap Perbaikan Data

(17)

5

Tahap Analisis Hasil

Analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Analisis akurasi hasil interpretasi petakan dan penutupan/penggunaan lahan yang dilakukan dengan cara menghitung persentasi kebenaran jumlah petakan hasil interpretasi dengan jumlah petakan hasil verifikasi. b. Analisis deskriptif status penguasaan, rotasi tanam, dan karakeristik

petani pada persil lahan pertanian.

Tahap Penyajian Hasil

Penyajian hasil dilakukan dengan penulisan skripsi yang dilengkapi dengan peta-peta, foto-foto lapangan, dan data tabular lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpretasi Citra Ikonos

Identifikasi Petakan Lahan Pertanian

Pemetaan batas petakan dan penggunaan lahan pertanian di lokasi penelitian dilakukan dengan citra Ikonos yang direkam pada tahun 2010. Tujuan penggunaan citra Ikonos adalah agar pemetaan petakan lahan pertanian dapat optimal, karena jika digunakan citra satelit yang memiliki resolusi rendah petakan lahan tidak akan tampak jelas. Menurut Purwadhi (2007) prinsip pengenalan identitas dan jenis objek yang tergambar pada citra didasarkan pada karakteristik objek pada citra. Karakteristik objek yang tergambar pada citra dapat dikenali dengan menggunakan delapan unsur interpretasi, yaitu rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, site, dan asosiasi.

Citra Ikonos

(18)

6

Kegiatan paling penting dalam menginterpretasi petakan lahan pertanian adalah membedakan batas pematang antar lahan. Selain itu, terdapat juga isu lain yang dapat membantu dalam mengidentifikasi batas petakan, yaitu dengan melihat isi dari petakan. Ketika batas pematang pada citra sulit untuk diidentifikasi, batas petakan dapat ditentukan dari perbedaan rona/warna isi petakan. Unsur interpretasi yang paling berperan dalam mengidentifikasi batas dan isi petakan diuraikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kunci interpretasi dalam identifikasi petakan lahan pertanian

Kenampakan batas pematang terlihat berwarna hitam dan beberapa putih terang. Warna pematang yang lebih gelap biasanya terdapat pada lahan-lahan berteras dan lahan yang tanamannya sudah mulai tinggi atau mulai menutupi pematang. Sedangkan untuk pematang yang berwarna terang biasanya terdapat pada lahan yang baru panen atau sedang tidak ditanami karena tidak terdapatnya bayangan yang menutupi pematang. Rona/warna isi petakan terlihat berwarna hijau terang hingga gelap dan beberapa berwarna kecoklatan. Jika terdapat petakan yang bersebelahan namun pematangnya tidak terlihat jelas, batas petakan dapat ditentukan dari perbedaan warna isi petakan.

Proses dijitasi poligon untuk petakan lebih mudah dilakukan pada lahan-lahan yang relatif datar dibandingkan dengan lahan-lahan yang berteras rapat. Proses dijitasi pada lahan yang memiliki teras rapat dan pola yang tidak teratur lebih sulit

Batas Isi

Kenampakan Pada Citra Kenampakan Pada

(19)

7

dilakukan karena pematang yang terlihat berhimpitan dan jarak antar pematang yang sangat dekat. Untuk lahan yang relatif datar maupun lahan yang berterasering sedang, dijitasi lebih mudah dilakukan karena pematang tidak saling berhimpitan dan jarak antar pematang lebih lebar. Pada penelitian ini dijitasi on screen dilakukan pada skala 1:1100 sampai 1:1500.

(a) (b)

Gambar 3 (a) Hasil penarikan batas petakan saat interpretasi (b) Batas petakan hasil verifikasi

Verifikasi terhadap hasil interpretasi penting untuk dilakukan agar kita dapat mengetahui keadaan sebenarnya di lapang dan menilai keakuratan hasil interpretasi dari citra. Jika terdapat ketidaksesuaian antara batas petakan hasil interpretasi dengan kondisi di lapang, data tersebut diperbaiki melalui survei lapang. Sebagai contoh, Gambar 3 menunjukkan terdapat kesalahan penarikan batas pada saat interpretasi. Setelah dilakukan cek lapang, satu petakan yang berukuran paling luas ternyata terbagi menjadi beberapa petakan. Kesalahan seperti ini dapat terjadi karena rona pematang dan isi petakan yang tampak pada citra terlihat sama sehingga batas antar petakan sulit ditentukan.

Hasil verifikasi menunjukkan, jumlah petakan lahan hasil interpretasi yaitu 611 petakan dan setelah dilakukan cek lapang jumlah petakan sebenarnya yaitu 884 petakan (Tabel 2). Luas petakan terkecil adalah 41.5 m2 dan luas petakan terbesar 5341 m2. Luas rata-rata petakan adalah 573.6 m2 dengan standar deviasi 0.045. Dari keseluruhan informasi diketahui bahwa variasi luas petakan tidak terdistribusi normal, artinya luas setiap petakan sangat beragam. Gambar 4 merupakan peta petakan lahan pertanian sebelum dan sesudah verifikasi.

Tabel 2 Kondisi petakan sebelum dan sesudah verifikasi

Menurut (Lillesand and Kiefer 1990) tinggi dan rendahnya angka keakuratan hasil interpretasi dipengaruhi oleh kemampuan dan pengalaman dari interpreter. Keberhasilan dalam interpretasi foto sangat bervariasi tergantung dari latihan dan pengalaman penafsir, sifat objek yang diinterpretasi dan kualitas foto udara yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis nilai, akurasi yang didapatkan hanya mencapai 69% (Tabel 2). Menurut Campbell dalam Fitriyanto et all. (2013) nilai ambang minimum untuk diterimanya suatu pemetaan berbasis penginderaan jauh adalah 85%. Dengan tingkat akurasi hanya mencapai 69% pemetaan ini dapat dikatakan belum cukup baik. Rendahnya angka keakuratan disebabkan oleh

Kondisi Petakan Jumlah Petakan Akurasi (%)

Sebelum Verifikasi 611

(20)

8

kemampuan dan pengalaman interpreter yang masih kurang dalam mendijitasi petakan lahan, waktu survei yang terlalu jauh dengan waktu perekaman citra, dan kualitas citra yang digunakan, dimana beberapa batas antar petakan pada citra terlihat samar bahkan tidak terlihat sama sekali, sehingga pembuatan batas petakan lebih sulit untuk dilakukan.

Gambar 4 Petakan Lahan Pertanian Sebelum dan Sesudah Verifikasi

Identifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan Pertanian

(21)

9

Tabel 3 Kunci interpretasi yang berperan dalam identifikasi penggunaan lahan

Suatu areal dikatakan sebagai lahan sawah jika penggunaan utamanya adalah untuk padi sawah, walaupun dalam prakteknya tidak terus menerus ditanami padi sawah (Rustiadi dan Wafda 2005). Pada penelitian ini suatu lahan dikatakan sebagai areal sawah jika pada saat survei, lahan tersebut dalam keadaan sedang ditanami padi atau lahan tersebut pernah ditanami padi minimal satu kali dalam satu tahun rotasi tanam.

Kenampakan sawah berwarna hijau terang hingga gelap dan kecoklatan. Sawah memiliki tekstur halus dan bentuk lahan sawah pada umumnya yaitu berbentuk petakan persegi tetapi, ada juga yang memiliki bentuk yang tidak teratur terutama untuk lahan sawah berterasering rapat. Lokasi sawah memiliki pola yang teratur, mengumpul, dan biasanya dekat dengan tubuh air.

Tegalan merupakan lahan pertanian yang biasanya ditanami dengan tanaman semusim seperti umbi-umbian, kacang-kacangan dan sebagainya. Kenampakan tegalan pada citra hampir mirip dengan sawah, yaitu memiliki warna kehijauan dan kecoklatan serta berbentuk persegi. Perbedaan paling mencolok

k Interpretasi Kenampakan Pada

Citra Kondisi di Lapangan

h

Bayangan : Bayangan dari tanaman pada perbedaan ketinggian lahan akan menutupi pematang dan memudahkan penarikan batas poligon

Bayangan : Bayangan dari tanaman pada perbedaan ketinggian lahan akan menutupi pematang dan memudahkan penarikan batas poligon Site : Mengumpul

(22)

10

antara sawah dan tegalan adalah tekstur tegalan terlihat lebih kasar dibandingkan dengan sawah. Tegalan memiliki pola yang teratur, dan mengumpul. Untuk lahan tegalan yang sifatnya permanen atau tidak ada pergantian tanam dengan tanaman padi dalam setahun, biasanya berada pada lokasi yang tidak terjangkau oleh aliran irigasi atau tubuh air. Pada lokasi penelitian tegalan didominasi oleh tanaman umbi-umbian seperti ubi, bengkuang, jagung dan singkong, serta terdapat juga tanaman hortikultur seperti buncis, tomat, timun, kacang panjang dan cabai.

Dalam uji keakuratan interpretasi penggunaan lahan pertanian diambil sebanyak 30 titik sampel verifikasi di lapang dan terdapat 3 titik kesalahan, sehingga didapatkan keakuratan dari interpretasi penggunaan lahan yaitu sebesar 90%. Dengan hasil keakuratan tersebut, interpretasi telah memenuhi toleransi yaitu ≥85%, sehingga citra tersebut masih dapat diterima untuk pemetaan penutupan atau penggunaan lahan berbasis citra penginderaan jauh (Campbell dalam Fitriyanto et al. 2013).

Tabel 4 Kondisi petakan dan luas penggunaan lahan sebelum dan sesudah verifikasi

Hasil verifikasi menunjukkan, selain lahan sawah dan tegalan terdapat juga penggunaan lahan kebun campuran yang ditanami pepaya yang hanya mencapai 3 petakan. Berdasarkan Tabel 4 penggunaan lahan pertanian yang banyak dijumpai yaitu lahan sawah dengan luas totalnya 38.10 ha (75%), dan untuk lahan tegalan yaitu 12.33 ha (24%), sedangkan lahan kebun campuran yaitu 0.27 ha (1%). Tabel 4 juga menunjukkan bahwa lahan sawah ternyata mengalami penurunan luas, sedangkan untuk lahan tegalan dan kebun campuran mengalami peningkatan.

Perubahan luas lahan tersebut terjadi karena, pada saat verifikasi ditemukan alih fungsi lahan sawah menjadi pemukiman, tegalan dan kebun campuran (Gambar 5). Perubahan lahan sawah menjadi tegalan dan kebun campuran terjadi karena permasalahan sumber air maupun keinginan dari petani itu sendiri untuk mengubah penggunaan lahan mereka. Dalam pembuatan peta penggunaan lahan pertanian ini, perubahan pengunaan lahan dan waktu perekaman citra yang terlalu jauh dengan waktu survei lapang dapat mempengaruhi hasil verifikasi.

(a) (b) (c)

Gambar 5 Kondisi di Lapangan (a) Kebun Campuran (b) Perumahan (c) Tegalan

(23)

11

Pada Gambar 7 penyebaran lahan sawah di Desa Ciburuy dominan berada di bagian barat wilayah. Lahan tegalan bersifat menyebar, dan biasanya berada di wilayah yang tidak terdapat saluran irigasi atau jauh dari sumber air. Lahan tegalan yang berada di tengah-tengah kelompok lahan sawah biasanya terjadi karena rotasi tanam yang diterapkan oleh tiap petani berbeda. Para petani Desa Ciburuy tidak hanya fokus menanam padi tetapi juga memanfaatkan lahannya dengan menanam umbi-umbian, kacang-kacangan dan tanaman palawija lainnya.

Gambar 6 Penggunaan Lahan Pertanian Desa Ciburuy Sebelum Verifikasi

(24)

12

Verifikasi Petakan Menjadi Persil Lahan Pertanian

Hasil interpretasi batas petakan lahan pertanian digunakan sebagai bahan untuk pembuatan batas persil lahan pertanian pada saat verifikasi lapang. Pembuatan batas persil tidak dapat dilakukan langsung pada citra karena batas yang menandai persil tidak akan terlihat pada citra. Oleh karena itu, verifikasi lapang menjadi hal penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang persil lahan pertanian. Jika batas persil hasil verifikasi lapang telah didapatkan maka informasi untuk setiap persil tentang status penguasaan, luasan persil dan rotasi tanam dapat diperoleh.

Gambar 8 merupakan peta persil lahan pertanian yang dihasilkan setelah dilakukan verifikasi lapang. Verifikasi lapang menunjukkan terdapat 150 persil lahan pertanian dengan luas rata-rata persil yang dikuasai adalah 0.34 ha dan luas rata-rata petakan per persilnya adalah 638.3 m2. Jumlah petakan dalam satu persil sangat bervariasi. Jumlah petakan terkecil dalam satu persil yaitu 1 petakan, sedangkan yang tertinggi yaitu 54 petakan dan rata-rata jumlah petakan per persil yaitu 6 petakan.

Gambar 8 Persil Lahan Pertanian Hasil Verifikasi

(25)

13

Tabel 5 Persentase penguasaan persil dan luas minimum, maksimum dan rata-rata persil

Status Penguasaan dan Pola Pengelolaan

a. Status Penguasaan

Pola penguasaan lahan pertanian menggambarkan keadaan kepemilikan dan pengusahaan faktor produksi utama di sektor pertanian. Keadaan pemilik lahan sering dijadikan indikator bagi tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan walaupun belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Kata kepemilikan menunjuk penguasaan formal, sedangkan kata penguasaan menunjuk kepada penguasaan efektif . Misalnya, jika sebidang tanah disewakan kepada orang lain maka orang lain itulah yang secara efektif menguasainya (Octiasari 2011).

Status penguasaan lahan bagi petani merujuk kepada status pemilik dan penggarap. Para petani pemilik merupakan petani yang memiliki lahan sendiri, berkuasa atas lahannya dan memiliki hak untuk menggunakan, mengolah dan memanfaatkan lahannya. Sedangkan petani penggarap adalah petani yang mengusahakan lahan milik orang lain. Para petani penggarap terikat dengan para pemilik lahan dengan sistem sewa, gadai, sakap maupun pinjam. Selain itu masih terdapat juga buruh tani, dimana mereka hanya sebagai pekerja yang dibayar harian. Umumnya buruh tani sama sekali tidak memiliki lahan maupun menggarap lahan milik orang lain, tetapi untuk beberapa petani pemilik maupun penggarap, menjadi buruh tani merupakan pekerjaan sampingan selain mengelola lahannya sendiri.

Berdasarkan hasil verifikasi lapang diketahui terdapat 115 penguasaan dengan dua status penguasaan yaitu petani pemilik dan petani penggarap. Tabel 6 menunjukkan bahwa pola penguasaan yang paling mendominasi di Desa Ciburuy adalah status penguasaan penggarap dengan jumlah petani sebanyak 69 orang (59%), sedangkan untuk status penguasaan pemilik terdapat 46 orang petani (41%). Rata-rata luas lahan yang dimiliki petani adalah 0.41 ha, lebih kecil dari rata-rata luas lahan yang dikelola petani penggarap yaitu sebesar 0.46 ha.

Tabel 6 Keragaan penguasaan di Desa Ciburuy 2013 Jumlah Persil yang

Total luas lahan yang dimiliki 19.22

Rata-rata luas lahan yang dimiliki 0.41

B. Lahan yang digarap 69 59

Total luas lahan yang digarap 31.49 Rata-rata luas lahan yang digarap 0.46

(26)

14

Berdasarkan hasil wawancara, tingginya angka penggarap dikarenakan para petani yang dulunya pemilik lahan berubah statusnya menjadi petani penggarap, karena lahannya telah dijual pada pihak pengembang jalan tol dan perumahan. Meskipun pembangunan jalan tol dan perumahan tersebut belum dimulai hingga saat ini, pihak pengembang memberikan ijin kepada petani untuk tetap menggarap lahan tersebut. Faktor lain yang menyebabkan para pemilik lebih memilih menyerahkan lahannya untuk digarap orang lain adalah, pemilik lahan tidak memiliki kemampuan untuk bertani, pemilik tidak lagi mampu menggarap lahannya sendiri dikarenakan faktor usia, pemilik mempunyai pekerjaan lain seperti pegawai atau pedagang, dan pemilik tidak berdomisili di Desa Ciburuy.

Gambar 9 menunjukkan bahwa lahan milik dan lahan yang digarap bersifat menyebar dan tidak membentuk blok-blok penguasaan tertentu. Jika ditinjau kembali, jumlah status penguasaan (115 penguasaan) tidak sama dengan jumlah petani yang diketahui di lapang pada saat verifikasi (108 orang). Hal ini dapat terjadi karena terdapat beberapa petani yang memiliki dua status penguasaan. Pada umumnya setiap persil biasanya digarap oleh satu petani. Namun, satu orang petani dapat menguasai atau menggarap lebih dari satu persil. Hal ini tergantung kepada kemampuan setiap petani dalam mengelola suatu lahan. Jika petani pemilik mampu mengelola/menggarap lahan lebih dari yang mereka miliki, petani pemilik dapat mengelola lahannya sendiri sekaligus menggarap lahan milik orang lain. Begitupun sebaliknya, para petani pemilik yang tidak mampu mengelola semua lahannya, akan memberikan sebagian lahannya untuk digarap oleh orang lain. Oleh karena itu, satu orang petani dapat memiliki dua status penguasaan.

Gambar 9 Peta Pola Penguasan Lahan Pertanian Desa Ciburuy

(27)

15

memiliki sawah. Sebagian besar lahan sawah (80%) merupakan sawah beririgasi dengan 57% sawah berada pada lokasi yang menyebar. Rataan jarak lahan ke irigasi yaitu 137 meter, sedangkan rataan jarak ke sungai mencapai 1094 meter (Tabel 7).

Tabel 7 juga memperlihatkan bahwa para petani di Desa Ciburuy selain menggarap lahan milik sendiri ternyata sebagian besar menggarap lahan milik orang lain (83%). Para petani penggarap lebih banyak menggunakan Pola Garap-1 (60%) dimana biaya produksi ditanggung oleh pemilik dan hasil panen dibagi setelah dikurangi biaya produksi. Pola garap dengan persentase terbesar kedua adalah Pola Garap-3 (30%) dimana biaya produksi ditanggung oleh penggarap dan hasil panen dibagi setelah dikurangi biaya produksi. Pola Garap-4 (ditanggung koperasi/tengkulak) hanya digunakan oleh 7% petani, dan sisanya yaitu Pola Garap-2 sebanyak 3% dimana biaya produksi ditanggung bersama. Pembagian hasil panen yang banyak diterapkan yaitu 40:60 (Pemilik:Penggarap) untuk lahan sawah dan 25:75 (Pemilik:Penggarap) untuk tanaman palawija. Kedua sistem pembagian hasil panen tersebut diterapkan setelah dikurangi biaya produksi. Untuk sistem penjualan hasil panen, sebagian besar petani menjual seluruh hasil panennya (70%) dan beberapa petani menjual sebagian hasil panennya dengan persentase 93% dari total hasil panen dijual dan 7% sisanya digunakan untuk konsumsi petani. Petani Desa Ciburuy lebih banyak menjual hasil panennya ke KUD (77%), dan sisanya menjual ke tengkulak (17%), pasar (3%), ataupun tidak dijual (3%).

Tabel 7 Potret pola penguasaan lahan di Desa Ciburuy berdasarkan data responden

Pola Garap-1: Biaya produksi ditanggung pemilik Pola Garap-2: Biaya produksi ditanggung bersama

Pola Garap-3: Biaya produksi ditanggung penggarap

Pola Garap-4: Biaya produksi ditanggung koperasi dan tengkulak

Kepemilikan sawah Punya 37%

Tidak Punya 63%

Lokasi Mengumpul 43%

Menyebar 57%

Sawah Beririgasi Ya 80%

Tidak 20%

Rataan Jarak Ke Irigasi (m) 137

Rataan Jarak Ke Sungai (m) 1094

Menggarap Lahan Ya 83%

Sistem Penjualan Dijual seluruhnya 70%

(28)

16

b. Pola Pengelolaan

Sebagian besar petani di Desa Ciburuy menerapkan sistem usaha tani campuran. Mereka mengusahakan lahannya dengan tanaman pangan, hortikultur, dan tanaman tahunan yang biasanya ditanami sebanyak 2-3 kali dalam setahun. Khusus untuk lahan sawah, siklus menanam padi di Desa Ciburuy adalah selama lima kali dalam dua tahun. Desa Ciburuy memiliki 21 pola pemanfaatan lahan dimana rotasi tanam padi-padi (76.9%) paling mendominasi. Sedangkan rotas tanam yang paling rendah yaitu jagung-jagung-jagung, kacang panjang-kacang panjang-kacang panjang dan padi-padi-padi yang masing-masing hanya memiliki persentase sebesar 0.1% (Tabel 8).

Tabel 8 Persentase rotasi tanam lahan Desa Ciburuy

Untuk mempermudah melihat rotasi tanam, 21 jenis rotasi tanam dikelompokkan kembali menjadi lima blok tanam. Blok-blok ini dibedakan berdasarkan jenis komoditas yang diprioritaskan di lahan dan lama masa tanamnya. Berikut penggolongan blok tanam yang ada di Desa Ciburuy:

a. Blok 1 (Padi)

Blok 1 terdiri dari semua lahan yang ditanami padi dalam satu tahun baik hanya satu kali maupun lebih. Tanaman padi menjadi prioritas dalam blok ini meskipun dalam satu tahun lahan tersebut tidak hanya ditanami padi, misalnya rotasi tanam Padi-Jagung dan Padi-Ubi akan termasuk ke dalam blok satu.

b. Blok 2 (Umbi-umbian dan Palawija)

Pengelolaan lahan yang termasuk dalam Blok 2 merupakan lahan yang dalam satu tahun pernah ditanami komoditas umbi-umbian dan palawija, atau yang

No Rotasi Tanam (%)

1 Jagung-Jagung-Jagung 0.1 2 Kacang Panjang-Kacang Panjang-Kacang Panjang 0.1

3 Padi-Padi-Padi 0.1

4 Timun-Timun 0.2

5 Kacang Panjang-Buncis-Kacang Panjang 0.3

6 Pepaya 0.3

7 Jagung-Tomat-Cabai Rawit 0.5

8 Singkong 0.5

9 Jagung-Bengkuang 0.7

10 Ubi-Timun 0.7

11 Padi-Jagung 1.1

12 Ubi-Kacang Panjang 1.1 13 Bengkuang-Bengkuang 1.2

14 Jagung-Ubi 1.2

15 Timun-Jagung 1.7

16 Kacang Panjang-Bengkuang-Ubi 1.5

17 Ubi-Bengkuang 1.7

18 Ubi-Jagung-Ubi 1.8

19 Padi-Ubi 2.0

20 Ubi-Ubi-Ubi 6.4

(29)

17

menjadi tanaman prioritas di lahan tersebut adalah umbi-umbian atau palawija. Contoh tanaman prioritas yang ditanam di blok ini adalah ubi, bengkuang, dan jagung yang juga memiliki lama masa tanam sama (3-4 bulan)

c. Blok 3 (Hortikultura)

Lahan yang termasuk dalam blok tiga adalah semua lahan yang dalam satu tahun pernah ditanami oleh tanaman hortikultura. Jika dalam satu tahun rotasi tanam, terdapat lahan yang ditanami ubi atau palawija hanya satu kali dan dua kali tanaman hortikultur, pola pengelolaan lahan tersebut tetap masuk kedalam Blok Hortikultura, karena tanaman hortikultur menjadi prioritas di lahan tersebut. Contoh rotasi tanamnya yaitu Jagung-Tomat-Cabai Rawit.

d. Blok 4 (Singkong)

Blok 4 terdiri dari lahan yang hanya ditanami singkong dalam setahun. Meskipun tanaman singkong termasuk ke dalam jenis umbi-umbian, lahan yang ditanami singkong tidak dapat masuk ke dalam Blok Umbi dan Palawija karena lama masa tanamnya yang mencapai 9 bulan hingga 1 tahun.

e. Blok 5 (Pepaya)

Pengelolaan lahan yang termasuk ke dalam blok ini adalah lahan-lahan yang ditanami pepaya.

Tabel 9 Persentase blok tanam Desa Ciburuy

Tabel 9 menunjukkan persentase blok tanam paling banyak yaitu Blok Padi (80.2%) dan yang paling rendah yaitu Blok Pepaya (0.3%). Peta blok tanam Desa Ciburuy disajikan pada Gambar 10. Blok Padi pada Gambar 10 mendominasi pengelolaan lahan di Desa Ciburuy. Lokasi Blok Padi terpusat di bagian barat wilayah dan perbatasan wilayah, karena saluran irigasi berasal dari arah barat daya yaitu, saluran Cikupa. Lahan sawah yang tersebar di sekitar batas desa sebelah timur, mendapatkan sumber air dari sungai Cisadane dan di bagian utara, sumber air berasal dari saluran Cileungsir.

Blok Umbi dan Palawija, Blok Hortikultur, Blok Singkong, dan Blok Pepaya lokasinya menyebar di semua wilayah. Berdasarkan hasil wawancara diketahui, blok tanam yang termasuk ke dalam lahan tegalan dan kebun campuran ini dulunya merupakan lahan sawah. Perubahan dapat terjadi selain karena permasalahan sumber air yang tidak lagi mencapai lahan juga karena keinginan petani yang mengusahakan lahannya menjadi tegalan dan kebun campuran. Beberapa petani yang memiliki pekerjaan lain selain bertani, lebih memilih untuk menanam umbi-umbian karena pemeliharaannya yang lebih mudah dibandingkan dengan menanam padi.

Blok Tanam Jumlah Persil Persentase (%)

Blok 1 (Padi) 709 80.2

Blok 2 (Umbi-umbian dan palawija) 158 17.9 Blok 3 (Hortikultura) 10 1.1

Blok 4 (Singkong) 4 0.5

Blok 5 (Pepaya) 3 0.3

(30)

18

Gambar 10 Peta Penyebaran Blok Tanam Desa Ciburuy

Gambar 11 menunjukkan bahwa dari struktur ongkos usahatani Desa Ciburuy, biaya tenaga kerja untuk panen merupakan biaya paling tinggi mencakup 36.1% dari total ongkos. Biaya tenaga kerja pengelolaan dan pemeliharaan menempati urutan kedua yaitu 30.7% dari total ongkos, diikuti dengan ongkos pupuk yang mencapai 17.4%. Besarnya ongkos tenaga kerja untuk pemanenan dapat disebabkan karena sistem pembayaran yang diterapkan di Desa Ciburuy yaitu setiap 1 kg gabah kering, ongkos yang didapatkan pekerja yaitu Rp 350. Jadi semakin banyak hasil panen maka biaya tenaga kerja untuk pemanenan juga akan semakin besar.

Gambar 11 Persentase Struktur Biaya Usahatani 6,4

17,4

0,4

8,8

30,7

36,1

(31)

19

Berdasarkan analisis diketahui, pendapatan tertinggi terdapat pada rotasi tanam padi-padi yaitu sebesar Rp 80.780.000/tahun, dengan luas lahan 2 ha. Sedangkan pendapatan terendah juga terdapat pada rotasi tanam padi-padi sebesar Rp. 1.125.000/tahun dengan luas lahan 0.025 ha. Jika pendapatan dihitung dalam luasan yang sama yaitu 1 ha, rotasi tanam yang paling menguntungkan adalah Jagung-Ubi, sedangkan keuntungan terkecil berada pada rotasi tanam Padi-Padi. Hal ini menunjukkan rotasi tanam dapat mempengaruhi pendapatan (Tabel 10).

Tabel 10 Data luas lahan, pendapatan dan rotasi tanam Desa Ciburuy No Kode

Bengkuang-Ubi 16907500 33815000 26 PV 093 0.5 Jagung-Bengkuang 22210000 44420000 27 PV 112 0.36 Ubi-Jagung-Ubi 27060000 75166667 28 PV 114 0.06 Padi-Padi-Padi 2551250 42520833 29 PV 149 0.3 Padi-Padi 9368000 31226667

30 PV 150 0.25 Jagung-Tomat-Cabai

(32)

20

Pada umumnya semakin luas lahan yang dimiliki petani, pendapatannya juga akan semakin tinggi. Jika dilihat dari Gambar 12 luas lahan dengan perbedaan yang kecil, tidak terlihat nyata perbedaan pendapatannya. Tetapi untuk perbedaan luas lahan yang cukup besar, perbedaan jumlah keuntungan terlihat nyata. Hal ini menunjukkan luas lahan dengan perbedaan yang cukup besar dapat mempengaruhi pendapatan.

Gambar 12 Hubungan Luas Lahan dengan Pendapatan Bersih

Tabel 11 menjelaskan para petani dengan status pemillik dan menggarap lahannya sendiri ternyata memiliki rata-rata pendapatan/ha/tahun lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan para petani penggarap. Hal ini dapat disebabkan karena para petani penggarap terikat dengan sistem bagi hasil dengan para pemilik lahan.

Tabel 11 Hubungan Status Penguasaan dengan Pendapatan/ha/tahun

Karakteristik Kepemilikan

Sebagian besar petani di Desa Ciburuy berada pada kelompok usia 32-49 tahun (50%) dimana rentang usia ini termasuk ke dalam usia produktif. Dari data tersebut dapat diduga bahwa kemungkinan seorang petani menguasai lebih dari satu persil atau memiliki dua status penguasaan sangat besar, karena petani dengan usia muda masih mampu menggarap lahan lebih luas. Persentase tingkat pendidikan tertinggi petani yaitu hanya mencapai tingkat sekolah dasar (60%). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan para petani di Desa Ciburuy terbilang cukup rendah. Kelompok jumlah anggota keluarga yang dominan ditingkat rumah tangga tani di Desa Ciburuy adalah 3-5 orang (83%). Berdasarkan data tersebut

(33)

21

berkaitan dalam hal akses warga terhadap lahan, karena dengan padatnya anggota keluarga maka lahan yang dikuasai akan semakin kecil karena proses pewarisan kepada anak (Tabel 12).

Sebagian besar petani (53%) ternyata tidak memiliki mata pencaharian lain selain bertani. Sedangkan 47 % lainnya menjawab bahwa mereka memiliki mata pencaharian lain seperti menjadi buruh tani, pedagang, peternak, pengajar, pekerja serabutan, dan pengumpul.

Tabel 12 Kategori tingkat usia, jumlah angggota keluarga dan tingkat pendidikan

Sintesis

Isu batas pematang dan isi dari petakan merupakan dua hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengidentifikasi petakan lahan pertanian. Verifikasi terhadap hasil interpretasi penting untuk dilakukan agar dapat diketahui keadaan sebenarnya di lapang dan menilai keakuratan hasil interpretasi dari citra. Hingga sejauh ini Citra Ikonos dapat digunakan untuk pemetaan batas petakan lahan pertanian dengan nilai akurasi hanya mencapai 69%, sedangkan untuk pemetaan penggunaan lahan nilai akurasi yang didapatkan yaitu sebesar 90%. Rendahnya angka akurasi petakan dipengaruhi oleh kualitas citra yang digunakan, dimana beberapa batas antar petakan pada citra terlihat samar bahkan tidak terlihat sama sekali, sehingga pembuatan batas petakan lebih sulit untuk dilakukan. Kemudian dipengaruhi juga oleh kemampuan dan pengalaman interpreter, serta waktu perekaman citra yang terlalu jauh dengan verifikasi lapang.

(34)

22

Hasil verifikasi lapang menunjukkan jumlah petakan lahan hasil interpretasi yaitu 884 petakan dengan total persil yang diketahui di lapang yaitu 150 persil. Jumlah petakan dalam satu persil sangat bervariasi. Jumlah petakan terkecil yaitu 1 petakan, sedangkan yang tertinggi yaitu 54 petakan dan rata-rata jumlah petakan per persil yaitu 6 petakan. Sebagian besar petani di Desa Ciburuy lebih banyak menguasai 1-3 persil saja, dan pada umumnya lokasi lahan mereka menyebar di seluruh wilayah dengan luas rata-rata persil yang dikuasai adalah 0.34 ha.

Status penguasaan di Desa Ciburuy terbagi dua yaitu status penguasaan pemilik dan penggarap. Pola penguasaan yang paling mendominasi yaitu status penguasaan penggarap dengan jumlah petani sebanyak 69 orang, sedangkan untuk petani pemilik yaitu 46 orang. Desa Ciburuy memiliki 21 jenis rotasi tanam yang dikelompokkan kembali menjadi lima blok tanam dengan tujuan untuk mempermudah melihat penyebaran rotasi tanam. Blok-blok ini dibedakan berdasarkan jenis komoditas yang diprioritaskan dan lama masa tanamnya. Blok tersebut adalah Blok Padi, Blok Umbi-umbian dan Palawija, Blok Hortikultura, Blok singkong dan Blok Pepaya. Rotasi tanam yang paling banyak diterapkan oleh petani adalah padi-padi dan untuk persentase blok tanam tertinggi terdapat pada Blok Padi.

Luas lahan, rotasi tanam dan status penguasaan dapat mempengaruhi pendapatan petani. Berdasarkan analisis, pendapatan tertinggi terdapat pada rotasi tanam padi-padi dengan luas 2 ha. Namun, jika pendapatan dihitung dalam luasan yang sama yaitu 1 ha, rotasi tanam yang paling menguntungkan adalah jagung-ubi. Luas lahan dengan perbedaan yang cukup besar memperlihatkan perbedaan keuntungan yang cukup tinggi. Artinya, semakin luas lahan yang digarap, maka pendapatannya juga akan semakin tinggi, walaupun pada perbedaan luasan yang kecil keuntungan yang didapatkan bervariasi. Para petani dengan status petani pemilik ternyata memiliki rata-rata pendapatan/ha/tahun yang lebih tinggi dibandingkan petani penggarap. Hal ini dapat disebabkan karena petani pengarap terkait dengan sistem bagi hasil dengan para pemilik lahan.

(35)

23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pemanfaatan citra Ikonos untuk interpretasi penggunaan lahan pertanian memiliki akurasi yang lebih tinggi (90%) dibandingkan dengan interpretasi batas petakan lahan pertanian (69%).

2. Dalam pemetaan persil, verifikasi lapang menjadi hal penting yang harus dilakukan karena batas persil tidak dapat dilihat langsung melalui citra dan persil terdiri dari beberapa petakan dengan jumlah petakan yang bervariasi. 3. Status penguasaan di Desa Ciburuy terdiri dari petani pemilik dan petani

penggarap dengan jumlah tertinggi yaitu petani penggarap. Rotasi tanam yang paling banyak digunakan adalah padi-padi dan blok tanam padi mendominasi pemanfaatan lahan pertanian di Desa Ciburuy.

4. Luas lahan, rotasi tanam dan status penguasaan dapat mempengaruhi keuntungan yang didapatkan petani.

5. Petani di Desa Ciburuy lebih banyak di kelompok usia produktif (32-49 tahun), dengan jumlah anggota keluarga terbanyak yaitu 3-5 orang. Sebagian besar responden memiliki jenjang pendidikan hanya mencapai tingkat SD.

Saran

Jarak antara waktu survei lapang dengan waktu perekaman citra sebaiknya tidak terlalu jauh. Proses dijitasi poligon petakan harus dilakukan lebih teliti terutama untuk wilayah berbukit atau lahan yang berteras rapat, agar dapat meminimalisir kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID)

Barus B. 2005. Kamus SIG (Sistem Informasi Geografis). Bogor: SOTIS

_______, Panuju DR, Munibah K, Iman LS, Trisasongko BH, Widiana N, dan Kusumo R. 2012. Model Pemetaan Sawah dan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Seminar: Pengembangan Metodologi Penelitian Bidang Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. 2012 Des 11; Bogor, Indonesia. Dramaga (ID): IPB. Fitriyanto AM, Tjahjono H, Suhandini P. 2013. Evaluasi Penggunaan Lahan

Terhadap Rencanata Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031 (Untuk kecamatan Genuk, Pedurungan, dan Gayamsari). Geo Image. 2(2):43-49.

(36)

24

Lilliesand MT, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Octiasari. 2011. Hubungan Penguasaan Lahan Sawah dengan Pendapatan Usahatani Padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Pemerintah Kabupaten Bogor. 2013. Laporan Data Monografi Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong 2013. [Penerbit].Bogor

Purwadhi SH. 2007. Penginderaan Jauh dan Aplikasinya. Bahan Bimtek Penginderaan Jauh. Jakarta: Pusat Data Penginderaan Jauh

Rustiadi E. dan Wafda R. 2005. Masalah Ketersediaan Lahan dan Konversi Lahan Pertanian. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian – RI dan PSP3, LPPM, IPB

Rustiadi E, Saefulhakim S, dan Panuju DR.2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.

Singh V, Dubey A. 2012. Land Use Mapping Using Remote Sensing & GIS Techniques in Naina – Gorma Basin, Part of Rewa District, M.P., India. IJETAE; 2(11)151-156.

(37)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pola Penguasaan Lahan Pertanian Desa Ciburuy

(38)

23

*Pola Garap-1: Biaya produksi ditanggung pemilik, Pola Garap-2: Biaya produksi ditanggung bersama, Pola Garap-3: Biaya produksi ditanggung penggarap, Pola Garap-4: Biaya produksi ditanggung koperasi atau tengkulak.

(39)

27 PV 001 63000000 9310000 53690000 53690000 PV 002 98000000 17220000 80780000 40390000 PV 003 4900000 752000 4148000 63815385 PV 004 98000000 17220000 80780000 40390000 PV 005 4900000 1273000 3627000 60450000 PV 007 2100000 975000 1125000 45000000 PV 010 6300000 1920000 4380000 58400000 PV 011 4550000 1805000 2745000 24954545 PV 019 4100000 1180000 2920000 9733333 PV 020 12000000 940000 11060000 100545455 PV 021 10070000 3225500 6844500 27378000 PV 022 20300000 5192000 15108000 37770000 PV 024 8174000 2321500 5852500 48770833 PV 026 31500000 6955000 24545000 40908333 PV 028 6825000 2322500 4502500 27287879 PV 029 35000000 12975000 22025000 29366667 PV 030 8050000 3430000 4620000 30800000 PV 031 21000000 8702000 12298000 25620833 PV 034 13650000 3878000 9772000 48860000 PV 049 5095000 2026000 3069000 12276000 PV 053 12250000 3947000 8303000 27676667 PV 056 8925000 2691000 6234000 24936000 PV 058 75000000 8429000 66571000 110951667 PV 084 4550000 1755000 2795000 9316667 PV 092 19020000 2112500 16907500 33815000 PV 093 23320000 1110000 22210000 44420000 PV 112 31000000 3940000 27060000 75166667 PV 114 4550000 1998750 2551250 42520833 PV 149 13430000 4062000 9368000 31226667 PV 150 21000000 1989500 19010500 76042000

(40)

28

Lampiran 3 Pendapatan Petani dengan Status Pemilik

Lampiran 4 Pendapatan Petani dengan Status Penggarap

Kode Luas (Ha) Pendapatan petani

pemilik/ha (Rp)

Rotasi Tanam

PV 001 1 53690000 Padi-Padi

PV 002 2 40390000 Padi-Padi

PV 003 0,065 63815385 Padi-Padi

PV 004 2 40390000 Padi-Padi

PV 005 0,06 60450000 Padi-Padi

PV 007 0,025 45000000 Padi-Padi

PV 010 0,075 58400000 Padi-Padi

PV 028 0,165 27287879 Padi-Padi

PV 030 0,15 30800000 Padi-Padi

PV 053 0,3 27676667 Padi-Padi

PV 084 0,3 9316667 Padi-Padi

Kode Luas (Ha) Pendapatan petani

penggarap/ha (Rp) Rotasi Tanam

PV 011 0,11 12477273 Padi-Padi PV 019 0,3 9733333 Padi-Ubi

PV 020 0,11 60327273 Kacang Panjang-Buncis-Kacang Panjang PV 021 0,25 16426800 Padi-Padi

PV 022 0,4 22662000 Padi-Padi PV 024 0,12 29262500 Padi-Padi PV 026 0,6 24545000 Padi-Padi PV 029 0,75 17620000 Padi-Padi PV 031 0,48 15372500 Padi-Padi PV 034 0,2 24430000 Padi-Padi PV 049 0,25 7365600 Padi-Padi PV 056 0,25 14961600 Padi-Padi PV 058 0,6 66571000 Jagung-Ubi

PV 092 0,5 20289000 Kacang Panjang-Bengkuang-Ubi PV 093 0,5 44420000 Jagung-Bengkuang

PV 112 0,36 37583333 Ubi-Jagung-Ubi PV 114 0,06 42520833 Padi-Padi-Padi PV 149 0,3 31226667 Padi-Padi

(41)

29

(42)

30

Lampiran 6 Kuisioner Lapangan

Kode Kueisioner : ………. .

4. Jika tidak, jumlah sawah : ……….. blok/parcel

5. Jenis Sawah : □ Sawah Irigasi □ Sawah Tadah Hujan

(43)

31

Jenis pupuk yang diaplikasikan: Urea/ZA/TSP/KCL/NPK/Lainnya : ……….. Urea/ZA : ……… kg (@Rp ………..), aplikasi : …… kali

TSP : ... kg (@Rp ...), aplikasi: ... kali KCl : ... kg (@Rp ...), aplikasi: ... kali NPK : ... kg (@Rp ...), aplikasi: ... kali Lainnya : ... c. Pembasmi hama ... ml/liter (Rp...) d. Iuran air Rp ... /bulan/musim/tahun

25. Penggunaan alat mekanik : □ Ya , Biaya Sewa: Rp ………..

g. Sewa kendaraan angkut panen : Rp ………..

h. Pembayaran panen non tunai : ………..

Musim Tanam 2

32. Varietas yang digunakan : ………

33. Biaya produksi usaha tani :

a. Bibit :…………..kg (@Rp……….) b. Pupuk : Total Rp ………..

Jenis pupuk yang diaplikasikan: Urea/ZA/TSP/KCL/NPK/Lainnya : ………. Urea/ZA : ……… kg (@Rp ………..), aplikasi : ……. kali

(44)

32

NPK : ... kg (@Rp ...), aplikasi: ... kali Lainnya : ... c. Pembasmi hama ... ml/liter (Rp...) d. Iuran air Rp ... /bulan/musim/tahun

34. Penggunaan alat mekanik : □ Ya , Biaya Sewa: Rp ………..

g. Sewa kendaraan angkut panen : Rp ………..

h. Pembayaran panen non tunai : ………..

Jenis pupuk yang diaplikasikan: Urea/ZA/TSP/KCL/NPK/Lainnya : ………... Urea/ZA : ………… kg (@Rp ………..), aplikasi : …… kali

TSP: ... kg (@Rp ...) , aplikasi: ... kali KCl: ... kg (@Rp ...) , aplikasi: ... kali NPK: ... kg (@Rp ...) , aplikasi: ... kali Lainnya: ... c. Pembasmi hama ... ml/liter (Rp...) d. Iuran air Rp ... /bulan/musim/tahun

(45)

33

e. Panen : .…………. HOK (@Rp ………..) L/P

f. Angkut : .…………. HOK (@Rp ………..) L/P

g. Sewa kendaraan angkut panen : Rp ………

h. Pembayaran panen non tunai : ………..

45. Bagaimana sistem penjualan : □ Tidak dijual □ Dijual seluruhnya

hasil panen? □ Dijual sebagian dengan jumlah ...%

46. Bagaimana cara penjualan : □ Cara tebas □ Dijual ke pasar □ Dijual ke KUD

hasil panen? □ Dijual ke BULOG □ Lainnya...

47. Apakah masih ada pendapatan dari luar pertanian? □ Ya □ Tidak

48. Apa jenis pekerjaan tersebut?

...

(46)

34

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 13 Desember 1991. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Edi Sudjitomo dan Heni Rohaeni. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciasem pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian
Tabel 1   Kunci interpretasi dalam identifikasi petakan lahan pertanian
Gambar 3 (a) Hasil penarikan batas petakan saat interpretasi (b) Batas petakan
Gambar 4  Petakan Lahan Pertanian Sebelum dan Sesudah Verifikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi lahan gambut untuk pertanian yang dapat diketahui melalui karakteristik gambut pada bentang lahan hutan produksi