• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi kemitraan petani padi dengan lembaga pertanian sehat dompet dhuafa republika desa Ciburuy, kecamatan Cigombong kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi kemitraan petani padi dengan lembaga pertanian sehat dompet dhuafa republika desa Ciburuy, kecamatan Cigombong kabupaten Bogor"

Copied!
216
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian selama ini memberikan sumbangan yang cukup besar untuk pembangunan nasional, seperti dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto), penyerapan tenaga kerja, perolehan devisa dan penurunan kemiskinan. Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1 pada tahun 2009 sektor pertanian (mencakup pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan) berada di peringkat ketiga atas kontribusinya terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran .

Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)

No Lapangan Usaha I II III 2009** IV Jumlah

1. Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 73.859 76.285 81.876

64.349 296.369 2. Pertambangan dan

Penggalian 43.516 44.219 46.332

45.908 179.975

3. Industri Pengolahan 138.750 140.788 144.813

6. Perdagangan, Hotel &

Restoran 87.706 90.098 94.343

95.811 367.959 7. Pengangkutan dan

Komunikasi 45.272 47.118 49.357

49.928 191.674 8. Keuangan, Real Estate &

Jasa Perusahaan 51.499 51.791 52.534

(2)

ketersediaan pangan dan gizi yang baik bagi masyarakat; (3) peningkatan kesejahteraan petani. Berhasil tidaknya pembangunan pertanian akan berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan hidup petani dan masyarakat pedesaan yang berarti pula meningkatkan taraf hidup sebagian golongan masyarakat Indonesia.

Salah satu program pembangunan di sektor pertanian yang cukup berhasil adalah program ketahanan pangan, dengan adanya program tersebut hampir seluruh komoditi pertanian khususnya tanaman pangan mengalami kenaikan. Tanaman pangan yang paling banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia adalah padi. Berdasarkan Tabel 2, produksi padi meningkat dari 54,45 juta ton pada tahun 2006 menjadi 66,41 juta ton pada tahun 2010 dengan peningkatan sekitar 4,39 persen pertahun. Namun ironisnya masih banyak petani yang taraf hidupnya di bawah garis kemiskinan. Hal ini sangat berlawanan dengan produksi hasil pertanian kita yang akhir-akhir ini mengalami peningkatan produktivitas. Berdasarkan data dari Laporan Perekonomian Indonesia oleh Bank Indonesia jumlah anggota rumah tangga petani yang masih hidup dalam kemiskinan pada tahun 2007 dari 37,17 juta jumlah penduduk miskin, 63,30 persen hidup di perdesaan dan sebagian besar mengandalkan sumber kehidupannya dari sektor pertanian1. Hingga Maret 2010, sekitar 64,23 persen penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pedesaan, yang rata-rata dari mereka bekerja di sektor

pertanian2.

Tabel 2. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Tanaman Padi Tahun 2006–2010

No Komoditi 2006 2007 2008 2009 2010*

1. Padi

- Luas Panen ( juta ha) - Produksi ( juta ton ) - Produktivitas ( ton/ha )

11,77

Dalam program pembangunan pertanian tidak hanya dengan peningkatan produktivitas untuk mencapai ketahanan pangan saja, melainkan perlu upaya

       1

www.bi.go.id “Data Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Tahun 2007” [2 Desember 2010]

2

(3)

untuk meningkatkan kesejahteraan petani pedesaan khususnya. Berbagai permasalahan penyebab masih rendahnya kesejahteraan masyarakat pedesaan khususnya petani menjadi permasalahan utama dalam pembangunan pertanian.

Berbagai permasalahan yang dihadapi petani pedesaan, yaitu: (1) kepemilikan dan pengusahaan lahan pertanian yang relatif sempit dan

tempatnya terpencar; (2) kurangnya modal untuk membeli sarana produksi. Permodalan menjadi permasalahan bagi petani Indonesia.; (3) kedudukan petani dalam pemasaran sangat lemah; (4) sumberdaya manusia petani Indonesia masih tergolong rendah. Keempat permasalahan tersebut menyebabkan tingkat ekonomi pedesaan selalu berada di titik yang terendah (Hakim 1988, dalam Pranaka et al. 1996).

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan–permasalahan tersebut diperlukan sebuah integrasi petani ke dalam sektor yang dianggap lebih modern. Pengintegrasian ini bertujuan untuk mengubah mindset petani dari petani yang konvensional menjadi petani modern dengan mengembangkan pertanian berbasiskan agribisnis.  Dalam rangka pembangunan pertanian berbasiskan agribisnis, pemerintah mengeluarkan UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang kemudian dijabarkan pada PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan. Aturan tersebut antara lain ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah keterbatasan

modal dan teknologi bagi petani kecil, peningkatan mutu SDM dan produk serta masalah pemasaran (Departemen Pertanian 2003 dalam Purnaningsih et al. 2006).

Konsep tentang kajian kemitraan bukan sesuatu yang baru dalam pengembangan agribisnis. Di Kabupaten Bogor misalnya, beberapa perusahaan yang bergerak di sektor agribisnis menerapkan konsep kemitraan dengan petani, mengingat Kabupaten Bogor merupakan kawasan yang potensial untuk mengembangkan sektor pertanian. Hingga kini jumlah kemitraan dengan petani khususnya di Kabupaten Bogor meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perusahaan agribisnis di Kabupaten Bogor (Purnaningsih 2007). Dengan adanya kemitraan ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani dan memberikan manfaat, baik bagi petani maupun perusahaan.

(4)

dengan adanya konsep kemitraan ini. Namun kenyataanya sering dijumpai kemitraan tersebut belum dapat memenuhi harapan. Sering terjadi kegagalan dan berbagai hambatan dan permasalahan dalam kegiatan kemitraan. Kendala yang sering terjadi diantaranya masih rendahnya kualitas sumber daya manusia dan kurangnya komitmen dalam pelaksanaan mekanisme kemitraan usaha, baik oleh petani maupun oleh perusahaan mitra (Hafsah 2000).

Kendala juga ditemukan pada sejumlah kemitraan yang berlangsung diantaranya kemitraan antara nelayan di Pulau Saparua dengan PT. Sarana Maluku Ventura contohnya, kemitraan yang berlangsung menemui berbagai kendala salah satunya adalah kegiatan kemitraan yang cenderung top down sehingga keterlibatan nelayan dalam kemitraan kurang (Lopulalan 2003). Kendala kemitraan juga ditemukan pada kemitraan antara peternak ayam di Cibinong dengan CV. Tunas Mekar Farm, dalam hal ini kendala berasal dari pihak peternak melakukan berbagai kecurangan yang berpengaruh pada mutu ternak (Fibridinia 2010). Kendala lain dalam kemitraan juga ditemukan pada kemitraan petani cabai di Boyolali dengan PT. ABC, dalam kemitraan mengalami kendala seperti belum terpenuhinya kewajiban petani dalam hal kualitas cabai, penetapan harga kontrak dan kualitas benih yang disediakan oleh perusahaan mitra, selain itu kegagalan dari pihak petani juga berpengaruh terhadap kemitraan ini (Saptana et al. 2009).

(5)

dimana pelaku ini mendapatkan pelayanan yang berkaitan dengan kontribusinya dalam kemitraan agribisnis.

1.2 Perumusan Masalah

Salah satu bentuk kemitraan yang sudah sejak lama berlangsung di Kabupaten Bogor adalah kemitraan antara petani padi sehat Desa Ciburuy dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika (LPS-DDR) yang berlangsung sejak tahun 2002. LPS-DDR adalah suatu lembaga yang berfokus pada pertanian keberlanjutan dan ramah lingkungan yang bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mensejahterakan petani. Lembaga ini merupakan salah satu lembaga yang mengembangkan bisnis usaha beras organik dari hulu sampai hilir.

Petani padi sehat Desa Ciburuy merupakan sekumpulan petani padi yang mengusahakan padi sehat di Desa Ciburuy dan bergabung membentuk suatu gabungan kelompok tani yang bernama Gapoktan Silih Asih. Gapoktan Silih Asih adalah gabungan kelompok tani yang ada di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Gabungan kelompok tani ini berdiri sejak tahun 2002, yang terdiri dari 11 kelompok tani dengan 6 kelompok tani bergerak di bidang tanaman pangan yaitu kelompok tani Silih Asih I, Silih Asih II, Manunggal Jaya, Saung Kuring, Tunas Inti dan Lisung Kiwari. Komoditi unggulan gabungan kelompok tani ini adalah beras. Hampir 51,56 persen lahan

(6)

Tabel 3. Deskripsi Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa Ciburuy

Nama Jumlah Anggota

( orang )

Luas Lahan ( ha )

Rata – rata produksi ( ton/tahun GKP )

Silih Asih I 18 11,7 204,3

Silih Asih II 38 15,9 262,3

Lisung Kiwari 39 14,0 168,0

Manunggal Jaya 34 13,5 230,8

Saung Kuring 32 7,1 106,5

Tunas Inti 27 16,8 282,2

Total 188 79,0 1254,1

Sumber : Gapoktan Silih Asih 2009

Sebelum menjalin kemitraan dengan LPS-DDR, petani yang berada di Desa Ciburuy melakukan usahatani padi secara tradisional atau sederhana. Petani

sering kali dihadapkan pada permasalahan–permasalahan di bidang pertanian seperti penerapan teknologi, permodalan, pasca panen, manajemen pemasaran dan administrasi. Selain itu, sebelum bekerjasama dengan lembaga ini, petani anggota Gapoktan Silih Asih menanam padi konvensional atau masih menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia sintetis. Pada tahun 2002 seiring dengan terbentuknya Gapoktan Silih Asih, petani yang tergabung di dalamnya bekerjasama dengan LPS-DDR mulai megusahakan padi sehat, yaitu usahatani padi yang mengarah ke pertanian organik.

(7)

Sebagai distributor, LPS-DDR berperan dalam pendistribusian beras SAE, sehingga beras SAE dapat disalurkan ke pelanggan.

Petani padi sehat melalui Gapoktan Silih Asih pada awalnya, merupakan wadah bagi petani untuk mendapatkan pembinaan pelatihan, pemasaran hasil, pemenuhan kebutuhan sarana produksi serta mewadahi petani untuk melakukan kemitraan salah satunya dengan LPS-DDR. Namun setelah terbentuknya Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari, dimana KKT ini sebagai bentuk transformasi gapoktan yang merupakan lembaga sosial menjadi lembaga sosial ekonomi dalam bentuk koperasi, beberapa fungsi gapoktan seperti pemenuhan sarana produksi dan pemasaran hasil dikelola oleh KKT Lisung Kiwari. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kemitraan dengan petani padi sehat Desa Ciburuy, LPS-DDR berhubungan dengan kedua lembaga pertanian pedesaan tersebut. gapoktan akan mengelola kegiatan pelatihan dan pembinaan, sedangkan koperasi akan mengelola pemasaran hasil, serta kebutuhan input petani seperti modal, lahan dan sarana produksi.

Dengan adanya kegiatan kemitraan dengan LPS-DDR, petani padi sehat Desa Ciburuy tidak hanya dapat memproduksi beras dengan label beras SAE tetapi dengan adanya kemitraan ini ada beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh petani mitra diantaranya adalah adanya jaminan input, pemasaran output dan

(8)

Namun pada kenyataannya, kegiatan kemitraan yang terjalin belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Pada kesepakatan tertulis berupa MOU, LPS-DDR memesan beras SAE per bulan sebanyak 8–10 ton untuk memenuhi kebutuhan konsumennya. Adapun pihak petani padi sehat melalui KKT Lisung Kiwari harus menyediakan beras SAE sejumlah yang disepakati di MOU. Dalam hal ini LPS-DDR menjamin pasar untuk beras SAE dengan melakukan penyaluran beras SAE ke agen-agen yang menjadi mitra LPS-DDR yang berada di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur, sedangkan petani padi sehat Desa Ciburuy melalui KKT Lisung Kiwari menjamin ketersediaan beras SAE. Pada praktiknya KKT Lisung Kiwari hanya dapat memenuhi target pesanan sebanyak 4–6 ton. Seharusnya, target pesanan sebesar 8–10 ton per bulan dapat dicapai mengingat rata-rata hasil padi sehat di Gapoktan Silih Asih ini mencapai 4 sampai dengan 7 ton per hektar per tahun, dengan luas lahan 79 hektar (Lampiran 5). Tidak tercapainya target pesanan ini dikarenakan faktor alam yang berupa cuaca, bencana alam dan faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi beras SAE. Menurut ketua Gapoktan Silih Asih Bapak H. Ahmad Zakaria, pihak LPS-DDR juga sering terlambat dalam melakukan pembayaran, menurut beliau pihak KKT Lisung Kiwari harus menunggu beras yang didistribusikan oleh pihak LPS-DDR terjual kepada konsumen, karena cepat atau lambatnya pembayaran tergantung

dari penerimaan pembayaran di tingkat konsumen. Pada awalnya kesepakatan yang tercantum di MoU adalah pihak LPS-DDR melakukan pembayaran maksimal dalam waktu satu minggu setelah proses pengambilan beras, tetapi yang terjadi adalah pihak LPS-DDR baru melakukan pembayaran di luar batas kesepakatan pembayaran.

Selain dua hal tersebut masalah kualitas juga menjadi permasalahan dalam kegiatan kemitraan yang telah berlangsung. Pihak petani padi sehat Desa Ciburuy terkadang kurang menjamin kualitas beras yang dijual, sehingga beras yang sudah

di packing terkadang banyak kutu. Spesifikasi dan standar mutu beras SAE dapat

(9)

KKT Lisung Kiwari. Kondisi ini menyebabkan kerugian bagi kedua belah pihak baik dari biaya, waktu dan melemahkan komitmen serta kepercayaan antara pihak LPS-DDR, petani padi sehat Desa Ciburuy maupun konsumen. Adanya permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan timbulnya kendala menjalankan kegiatan kemitraan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kajian tentang evaluasi kemitraan.

Evaluasi kemitraan dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja dalam kemitraan. Kinerja kemitraan tidak hanya melibatkan pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing pelaku kemitraann saja, melainkan juga mutu pelayanan yang diberikan perusahaan kepada petani mitra. Dengan memahami kepuasan petani terhadap pelayanan kemitraan, diharapkan kinerja dalam kemitraan khususnya perusahaan sebagai pihak yang memberikan pelayanan kemitraan dapat meningkat. Dalam hal ini, perusahaan akan memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan petani, sehingga menumbuhkan kepercayaan petani mitra kepada perusahaan yang pada akhirnya akan menciptakan loyalitas petani terhadap kegiatan kemitraan.

Kemitraan dinilai berhasil jika dalam pelaksanaannya masing-masing pihak sudah menjalankan peranannya masing masing dan adanya kepuasan petani mitra terhadap mutu pelayanan yang diberikan perusahaan. Berdasarkan

pengetahuan sejauh mana gambaran pelaksanaan kemitraan dan kepuasan petani terhadap pelayanan kemitraan, maka perusahaan dapat mengambil tindakan korektif agar kegiatan kemitraan dapat terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan antara petani padi Desa Ciburuy melalui lembaga-lembaga pertanian pedesaan dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Duafa Replubika?

2. Sejauh mana tingkat kepuasan petani terhadap kegiatan kemitraan tersebut? 3. Bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan untuk

(10)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menggambarkan pelaksanaan kegiatan kemitraan antara petani padi sehat

Desa Ciburuy dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Duafa Replubika. 2. Menganalisis tingkat kepuasan petani dengan adanya kegiatan kemitraan. 3. Merumuskan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kemitraan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi pihak yang berkepntingan, yaitu :

1. Gapoktan Silih Asih dan Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari, sebagai bahan evaluasi untuk mengukur pelaksanaan kemitraan yang terjalin selama ini baik dengan pihak LPS-DDR maupun petani anggota sehingga nantinya dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, baik kepada pihak LPS-DDR maupun kepada petani anggota.

2. Lembaga Pertanian Sehat Dompet Duafa Replubika, sebagai bahan evaluasi untuk mengukur pelaksanaan kemitraan yang terjalin selama ini baik dengan lembaga pertanian pedesaan maupun langsung kepada petani mitra sehingga nantinya dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kinerja pelayanan dari kegiatan kemitraan.

3. Penulis, berguna untuk melatih kemampuan dalam menganalisis masalah, yang terkait dengan kemitraan.

(11)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Kemitraan di Indonesia

Jauh sebelum masyarakat Indonesia mengenal sistem kemitraan pertanian seperti sekarang, pada awalnya sistem kemitraan ini lebih dikenal dengan sistem

contract farming. Penerapan sistem pertanian kontrak secara formal untuk

pertama kali adalah pada masa pelaksanaan sistem cultuur stelsel atau sistem tanam paksa pada abad ke-19, dimana pada masa itu para petani dipaksa untuk mengalokasikan sebagian lahannya untuk menanam tanaman komersial (cash

crops) yang ditentukan oleh pemerintah kolonial Belanda, antara lain teh, kopi

dan tebudan kemudian menjual hasil panen mereka kepada pihak pemerintah kolonial pada harga yang telah ditentukan (Widjaja 2010).

Walaupun cultuur stelsel telah lama berakhir, tetapi praktik pertanian kontrak ala cultuur stelsel ini masih berlanjut hingga saat ini. Perbedaannya, hanyalah berupa perubahan status petani yang tidak lagi sebagai pekerja yang digaji tetapi petani yang diberikan lahan untuk diolah berdasarkan kontrak yang mengikat (Rustiani et al. 1997). Sistem seperti ini terjadi dalam kemitraan pola PIR-Trans (Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi), yang terjadi pada bentuk hubungan kemitraan dalam perkebunan kelapa sawit (Widyastuti 2006).

Dalam perkembangannya kemitraan tidak hanya dilakukan pada sektor perkebunan saja. Berbagai bentuk konsep pemberdayaan masyarakat pertanian yang berbasiskan kemitraan banyak ditawarkan oleh investor baik pemerintah maupun swasta (Sumardjo et al. 2004). Pada sektor yang lain seperti pertanian tanaman pangan, perikanan, hingga sektor peternakan praktik kemitraan juga dilakukan. Proses kemitraan yang dilakukan biasanya antara petani kecil dengan perusahaan pertanian.

(12)

melibatkan tiga pelaku utama yaitu gapoktan, CV. Quasindo serta Lembaga Sertifikasi Beras.

Di sektor peternakan konsep kemitraan pun sudah sering diterapkan. Menurut Febridinia (2010), kemitraan yang dilakukan CV. Tunas Mekar Farm dengan peternak ayam broiler di Cibinong sudah berjalan selama 6 tahun dengan kerjasama yang lebih menekankan pada penjualan dan bimbingan teknis. Pola kemitraan yang digunakan adalah pola kemitraan inti plasma, dimana dalam kegiatan kemitraan ini pihak perusahaan berperan dalam memberikan bantuan berupa pengadaan bibit (DOC), pakan, vaksin, vitamin, obat-obatan dan pelayanan pembinaan. Peternak mitra berkewajiban untuk menjual hasil panennya kepada pihak perusahaan sesuai ketentuan yang berlaku pada kontrak perjanjian.

Bentuk kerjasama usaha atau kemitraan antara agribisnis besar dan agribisnis kecil di sektor perikanan yaitu antara PT. XYZ dengan nelayan di Muara Angke. Tampubolon (2004) menyebutkan bahwa kemitraan yang terjalin karena masing-masing pihak, baik perusahaan maupun nelayan menginginkan adanya efisiensi dan keuntungan, serta dukungan pemerintah dalam memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi. Pada kemitraan ini, nelayan berperan sebagai penangkap ikan dan PT. XYZ berperan sebagai pembimbing dan pemasaran hasil. Perusahaan akan memberikan bimbingan teknik dan manajerial

serta bantuan finansial bagi nelayan mitra.

(13)

2.2 Kendala dalam Kemitraan Agribisnis di Indonesia

Meskipun kemitraan usaha agribisnis dipercaya sebagai salah satu alternatif untuk memberdayakan pelaku agribisnis kecil, tetapi pada kenyataannya sulit untuk direalisasikan dengan baik. Banyak kendala- kendala yang terjadi pada pelaksanaan kemitraan agribisnis.

Permasalahan ataupun kendala yang muncul dalam kegiatan kemitraan dapat bersumber dari adanya ketidakadilan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban. Berbeda yang terjadi di Muara Angke, berdasarkan hasil penelitian Lopulalan (2003), kemitraan di bidang perikanan juga terdapat di Pulau Saparua. Kemitraan yang terbentuk merupakan kerjasama antara nelayan kecil di Pulau Saparua dengan PT. Sarana Maluku Ventura. Dalam hal ini perusahaan membangun pola kemitraan dengan sistem bagi hasil, dimana perusahaan memberikan bantuan modal usaha dalam bentuk mesin Yanmar TF 115 dan kakso long boat. Pola kemitraan yang terbentuk adalah kemitraan modal ventura. Namun ternyata kemitraan yang terjadi belum memuaskan karena pelaksanaan kemitraan yang cenderung top down. Keterlibatan nelayan dalam kemitraan masih didominasi oleh ketua kelompok, aspek pembinaan masih kurang bahkan koordinasi yang dikembangkan perusahaan bersifat integrasi vertikal, sehingga setiap keputusan harus melalui proses yang bertahap-tahap serta kurang sesuai dengan kondisi di

lapang. Selain itu, pemasaran hasil tangkapan belum sesuai dengan kontrak perjanjian, nelayan mitra masih memasarkan ikan–ikan mereka kepada tengkulak ataupun langsung ke konsumen akhir.

(14)

Selain dalam hal ketidakadilan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban, kendala dalam kemitraan juga terjadi karena tidak adanya pembagian risiko. Hal ini dikemukakan pula oleh Echánove dan Steffen (2005) yang menemukan bahwa perusahaan tidak terikat apapun dalam perjanjian pembagian risiko budidaya akibat cuaca buruk ataupun serangan hama pengganggu. Oleh karena itu, petani harus membayar sendiri biaya asuransi tanamannya. Permasalahan serupa juga ditemukan Febridinia (2010), dimana peternak tidak bisa membayar pinjamannya kepada pihak perusahaan dikarenakan gagal panen akibat penyakit maupun kelalaian peternak sendiri. Peternak dianggap berhutang sehingga peternak yang terlibat dalam permasalahan ini tidak mendapatkan pinjaman lagi pada periode selanjutnya.

Dalam pelaksanaan kemitraan antara LPS-DDR dan petani padi sehat Desa Ciburuy juga menghadapi berbegai macam kendala seperti dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban yang sepenuhnya belum sesuai dengan kesepakan yang sudah ditentukan di awal kegiatan kemitraan berlangsung.

2.3 Evaluasi Kemitraan

Indikator evaluasi pelaksanaan kemitraan sebenarnya dapat dilihat dari pelaksanaan hak dan kewajiban pihak–pihak yang bermitra. Hal ini dikarenakan perjanjian yang di dalamnya mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak

(15)

yang dilakukan oleh Rahman (2008). Rahman (2008) menilai kemitraan yang terjalin antara petani sayuran dengan PTI berlangsung baik, hak dan kewajiban yang ada di dalam perjanjian hampir semuanya terealisasi dengan baik.

Dalam mengevaluasi pelaksanaan kemitraan yang terjalin antara LPS-DDR dengan petani padi sehat desa Ciburuy dilakukan dengan melihat tanggapan masing-masing pelaku terhadap pelaksanaan kemitraan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kemitraan, selain itu dilakukan evaluasi melalui pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing pelaku kemitraan.

2.4 Kepuasan Pelayanan Kemitraan

Kusumah (2008), Rahman (2008), Rochmatika (2006) menggunakan

Important Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI)

untuk menganalisis kepuasan petani mitra. Dengan metode tersebut Kusumah (2008) menilai beberapa atribut yang diduga berpengaruh terhadap kepuasan peternak, diantaranya yang sudah sesuai dengan keinginan peternak adalah penetapan harga kontrak DOC, kualitas pakan, kualitas obat dan vaksin , serta bimbingan teknis yang diberikan perusahaan. Sedangkan atribut yang menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan kinerjanya adalah kualitas DOC. Kualitas DOC yang diinginkan oleh peternak adalah DOC yang memiliki kualitas baik serta

lebih tahan terhadap penyakit dan stress. Kemudian keluhan dari peternak tidak mendapat tindak lanjut dari perusahaan. Peternak juga merasa kurang puas dengan mengeluhkan kurangnya kompensasi jika terjadi kematian ayam dalam jumlah besar. Nilai Indeks Kepuasan peternak diperoleh nilai 60 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa peternak mitra cukup puas dengan pelayanan Tunas Mekar Farm.

Rahman (2008), dalam penelitianya berdasarkan analisis Importance

Performance Analysis, atribut yang masuk pada prioritas utama untuk

(16)

sarana produksi, pembagian penguasaan lahan dan sistem bagi hasil. Atribut yang dirasakan berlebihan terdapat atribut kualitas benih yang diberikan dan pola pemasaran jual sendiri. Secara keseluruhan, berdasarkan analisis indeks kepuasan konsumen, pelaksanaan kemitraan PTI telah memuaskan petani dengan nilai indeks kepuasan sebesar 72,4 persen.

Rochmatika (2006), meneliti tentang tingkat kepuasan petani tebu terhadap pelaksanaan kemitraan pabrik gula XYZ. Petani mitra dibagi tiga berdasarkan lahan skala usaha. Petani mitra skala kecil menilai atribut yang paling mempengaruhi kepuasan adalah bantuan biaya angkut, sedangkan atribut yang memiliki tingkat kepuasan paling rendah adalah bantuan biaya garap. Petani mitra skala menengah menilai atribut bantuan biaya angkut merupakan yang paling mempengaruhi kepuasan, sedangkan atribut penentuan kualitas memiliki tingkat kesesuaian paling rendah. Petani mitra skala besar menilai atribut yang memberikan tingkat kepuasan paling tinggi adalah kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan. Atribut yang memiliki tingkat kepuasan paling rendah adalah waktu pembayaran hasil panen. Indeks Kepuasan Pelanggan petani mitra skala kecil, skala menengah dan skala besar masing–masing adalah sebesar 63,21 persen; 61,46 persen dan 60,25 persen. Nilai indeks menunjukkan bahwa petani mitra cukup puas terhadap kemitraan yang dijalankan.

(17)

menemukan bahwa atribut yang berada pada prioritas utama adalah kemudahan mendapat sarana produksi peternakan baik di wilayah sekitar hutan maupun di sekitar pabrik, serta kemudahan pemasaran di sekitar wilayah hutan.

Sama halnya dengan penelitian terdahulu, kemitraan dalam pengadaan beras SAE antara petani padi Desa Ciburuy dengan LPS-DDR dalam menganalisis tingkat kepuasan juga menggunakan metode IPA dan CSI, dimana dengan menggunakan metode tersebut dapat mengetahui tingkat kepuasan petani mitra terhadap pelayanan dalam kemitraan serta mengetahui tingkat kepentingan dan kepuasan masing-masing atribut, sehingga nantinya diperoleh atribut yang menjadi prioritas untuk memperbaiki kinerja kemitraan. Adapun atribut yang akan dinilai tingkat kepuasannya yaitu kemudahan dalam mendapatkan sarana produksi, harga sarana produksi, bantuan biaya garap, ketepatan waktu pemberian biaya garap, penyediaan sewa lahan, frekuensi pembinaan, pelayanan dan materi pembinaan, kemampuan pendamping untuk cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan petani, pendamping mudah ditemukan dan dihubungi untuk berkonsultasi, pengetahuan dan kecakapan pendamping dalam memberikan pelayanan terhadap petani, respon terhadap segala keluhan, harga beli gabah, ketepatan pembayaran hasil penjualan gabah ke petani. Atribut-atribut tersebut disusun berdasarkan pelaksanaan kemitraan, perjanjian kontrak kemitraan serta

(18)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Kemitraan

Kemitraan antara perusahaan pertanian dan petani kecil dinilai sebagai

salah satu pendekatan yang paling prospektif dalam mengangkat ekonomi petani. Kemitraan diharapkan agar petani mendapatkan nilai tambah dari kegiatan usahataninya.

Menurut Hafsah (2000), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena kemitraan adalah suatu strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.

Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Menurut Saptana et al. (2009), kata “disusun” dalam pasal ini berarti perlu peran aktif pemerintah mewujudkan amanat tersebut. Salah satunya adalah dengan mewujudkan asas kekeluargaan dan kebersamaan dalam membangun perekonomian nasional, yang salah satunya dapat diwujudkan dengan hubungan kemitraan usaha.

Berdasarkan Undang–Undang (UU) No.9 Tahun 1995 kemitraan usaha adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997, kemitraan merupakan sebuah kerjasama antara usaha kecil dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling

menguntungkan.

(19)

pertanian. Sedangkan artiu kemitraan usaha agribisnis adalah hubungan bisnis usaha pertanian yang melibatkan satu atau sekelompok orang atau badan hukum dengan satu atau kelompok orang atau badan hukum dimana masing–masing pihak memperoleh penghasilan dari usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan dan keterpaduan yang dilandasi saling menguntungkan, memerlukan dan saling melaksanakan etika bisnis (Suwandi 1995, dalam Saptana et al. 2009).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan strategi bisnis yang dilakukan dengan cara membangun jalinan kerjasama yang saling menguntungkan dan saling memperkuat serta dibangun dengan dasar saling memerlukan diantara kedua belah pihak. 

3.1.2 Pola Kemitraan

Menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1995 pasal 27, pola kemitraan dapat dilaksanakan dalam enam pola, yaitu :

1. Inti-plasma

Pola inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma. Pihak inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan

teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi. 2 Subkontrak

Pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai bagian dari produksinya.

3. Dagang Umum

(20)

4. Waralaba

Pola waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen.

5. Keagenan

Pola keagenan adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha menengah atau usaha besar mitranya.

6. Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kerjasama operasional agribisnis adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya/modal atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.

3.1.3 Kepuasan

Kepuasan merupakan fungsi dari kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan berarti pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan berarti pelanggan amat puas atau senang (Kotler 1997, dalam Rangkuti 2008). Konsep kepuasan konsumen dapat dilihat pada Gambar. 1.

Gambar 1. Diagram Konsep Kepuasan Konsumen

Sumber : Rangkuti(2008) Tujuan Perusahaan

Produk

Nilai Produk Bagi Konsumen

Tingkat Kepuasan Konsumen

Harapan Konsumen terhadap Produk

(21)

3.1.4 Konsep Kualitas Layanan Jasa

Service atau layanan merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa

unsur ketidakberwujudan (intangibility) yang berhubungan dengannya, yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan properti dalam kepemilikannya dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan (Griselda et al. 2007).

Menurut Tjiptono dan Chandra (2007), pengertian kualitas layanan merupakan evaluasi konsumen tentang kesempurnaan kinerja layanan. Kualitas layanan dapat diartikan kepedulian perusahaan terhadap pelanggan. Kualitas layanan bersifat dinamis, yaitu berubah menurut tuntutan pelanggan. Kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.

3.1.5 Dimensi Kualitas Pelayanan

Parasuraman et al. (1985) dalam Tjiptono dan Chandra (2007) mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok kualitas jasa yaitu bukti fisik/langsung

(tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), kompetensi

(competence), akses (approachability), kesopanan (courtesy), komunikasi

(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), dan kemampuan

memahami pelanggan (understanding the customer).

Dalam riset selanjutnya, Parasuraman et al. (1988) dalam Tjiptono dan Chandra (2007) menemukan adanya overlapping diantara beberapa dimensi di atas. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok. Kompetensi, kesopanan, kredibilitas dan keamanan disatukan menjadi jaminan (assurance), sedangkan akses, komunikasi dan kemampuan memahami pelanggan diintegrasikan menjadi empati (empathy).

Menurut Parasuman et al. (1998) dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2006) kelima dimensi kualitas layanan jasa tersebut dijabarkan dalam penjelasan di bawah ini:

1. Wujud Fisik (tangible)

(22)

perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata yang dapat diberikan oleh pemberi jasa.

2. Kehandalan (reliability)

Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

3. Daya Tanggap (responsiveness)

Suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) serta tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu merupakan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

4. Jaminan dan Kepastian (assurance)

Pengetahuan terhadap produk secara tepat, kesopan santunan karyawan dalam memberi pelayanan, keterampilan dalam memberi informasi serta kemampuan dalam memberi keamanan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan, keyakinan pelanggan terhadap perusahaan.

5. Empati (empathy)

Memberikan sikap yang tulus dan bersifat individual atau pribadi kepada pelanggan. Dimensi empati ini adalah dimensi kelima dari kualitas pelayanan, dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan

pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

3.1.6 Penilaian Tingkat Kepuasan

Menurut Supranto (2006) ada beberapa teknik mengukur kepuasan konsumen yaitu indeks kepuasan, analisis kesenjangan, Importance Performance

Analysis, benchmarking, analisis diskriminan, analisis klaster, structural equation

modeling dan lain-lain. Pengukuran kepuasan sangat penting dilakukan oleh

perusahaan.

a. Indeks Kepuasan

(23)

yang sama. Keunggulan dari indeks kepuasan adalah perusahaan dapat mengetahui tingkat kepuasan secara keseluruhan dari atribut-atribut suatu produk. Interpretasi nilai indeks kepuasan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI)

No Nilai CSI Kriteria CSI

1. 0,81 – 1,00 Sangat puas

2. 0,66 – 0,80 Puas

3. 0,51 – 0,65 Cukup Puas

4. 0,35 – 0,50 Kurang Puas

5. 0,00 – 0,34 Tidak Puas

Sumber : Ihsani dalam Oktaviani dan Suryana (2006)

Kelemahan indeks kepuasan adalah nilai indeks kepuasan hanya dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan secara keseluruhan dari kinerja suatu produk. Perusahaan tidak dapat membuat perumusan strategi yang tepat hanya dari nilai indeks kepuasan.

b. Analisis Gap (Kesenjangan)

Analisis kesenjangan dilakukan dengan membandingkan nilai kepentingan dan kinerja tiap atribut sehingga diperoleh nilai selisih (kesenjangan). Jika

nilai kinerja lebih kecil daripada nilai kepentingan berarti perusahaan tidak dapat memuaskan konsumennya dan sebaliknya. Semakin besar nilai kesenjangan menandakan konsumen semakin tidak puas.

Keunggulan dari analisis kesenjangan adalah analisis ini relatif mudah diaplikasikan dan hasil analisisnya dapat digunakan untuk melengkapi hasil analisis IPA. Kelemahan analisis kesenjangan adalah tidak dapat mengetahui atribut apa saja yang perlu dipertahankan dan atribut apa yang kinerjanya dianggap berlebihan oleh konsumen.

c. Importance Performance Analysis

Analisis Importance-Performance adalah analisis yang membandingkan antara tingkat kepentingan dan kinerja dari atribut suatu produk menggunakan gambar yang terdiri dari empat kuadran. Keunggulan dari

(24)

membuat perumusan strategi yang tepat untuk memperbaiki kinerja produknya.

d. Alat Analisis Lain yang Dapat Digunakan

Alat analisis lain yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen antara lain analisis diskriminan, benchmarking, analisis klaster,

structural equation modeling dan lain-lain.

Kegunaan pengukuran kepuasan antara lain untuk mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan pesaing dan pengguna akhir. Kemampuan memahami kepuasan pelanggan dan memenuhi harapan pelanggan dapat meningkatkan penjualan sehingga dapat meningkatkan loyalitas pelanggan (Rangkuti 2008).

3.2 Kerangka Pemikiran Oprasional Penelitian

Salah satu kegiatan kemitraan yang dilakukan di Kabupaten Bogor adalah kegiatan kemitraan yang dilakukan petani padi sehat Desa Ciburuy dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika. Kegiatan ini sudah dilakukan sejak tahun 2002. Kegiatan kemitraan yang berlangsung merupakan kegiatan dalam pengadaan produk berbasiskan pertanian sehat, yaitu beras SAE (Sehat, Aman dan Enak).

Namun dalam pelaksanaannya, masih dijumpai kendala-kendala yang

diakibatkan karena masing-masing pihak belum memenuhi hak dan kewajibannya. Pada kesepakatan tertulis berupa MOU, LPS-DDR memesan beras SAE per bulan sebanyak 8–10 ton untuk memenuhi kebutuhan konsumennya, tetapi pihak petani padi sehat Desa Ciburuy melalui kelembagaan Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari kadang tidak dapat menyediakan beras SAE sejumlah yang disepakati di MOU, pihak LPS-DDR juga sering terlambat dalam melakukan pembayaran, selain itu pihak KKT Lisung Kiwari terkadang belum memenuhi kesepakatan dalam standarisasi kualitas beras.

(25)

jauh masing-masing pihak yang bermitra melakukan perannya sesuai hak dan kewajibanya, mengetahui apa saja yang menjadi kendala dalam kegiatan kemitraan, serta menganalisis sejauh mana kemitraan yang dilakukan memberikan kepuasan terhadap petani mitra. Melalui evaluasi dan analisis kepuasan tersebut masing-masing pihak diharapkan dapat menilai dan mengkoreksi kegiatan kemitraan yang telah terjalin yang nantinya digunakan untuk meningkatkan kinerja dari kemitraan dan lembaga-lembaga yang terkait dengan kemitraan tersebut.

Untuk melakukan evaluasi pelaksanaan kemitraan dimulai dengan mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan antara petani, kelembagaan sebagai wadah petani dan perusahaan mitra. Melalui analisis terhadap aspek pelaksanaan kemitraan maka akan diketahui bagaimana pelaksanaan kemitraan yang dilakukan pihak petani dengan LPS-DDR, petani dengan Gapoktan Silih Asih, petani dengan KKT Lisung Kiwari, serta pelaksanaan kemitraan antara kedua lembaga gapoktan dan koperasi dengan LPS-DDR, pelaksanaan hak dan kewajiban oleh masing– masing pelaku kemitraan serta kendala–kendala dalam pelaksanaan kegiatan kemitraan.

Selanjutnya, dilakukan penilaian kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan kepada petani mitra. Kualitas pelayanan ini diukur melalui

(26)

pendamping dalam memberikan pelayanan terhadap petani, respon terhadap segala keluhan, harga beli gabah, ketepatan dalam memberikan bantuan biaya garap, dan ketepatan membayar hasil penjualan gabah kepada petani.

Kajian mengenai evaluasi kemitraan ini akan menggambarkan mengenai kegiatan kemitraan yang berlangsung, pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing pelaku, kendala-kendala yang dialami dalam pelaksanaan kemitraan, serta kepuasan petani yang dapat diukur menggunakan Importance Performance

Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Metode IPA digunakan

untuk menunjukkan tingkat kepentingan dan kepuasan masing-masing atribut yang berhubungan langsung dengan pelayanan kegiatan kemitraan. Dengan metode ini, dapat ditentukan prioritas masing-masing atribut, yang nantinya digunakan untuk meningkatkan kinerja masing-masing atribut dari pelayanan kemitraan. Metode CSI dapat mengukur secara keseluruhan kepuasan petani terhadap pelayanan kegiatan kemitraan yang berlangsung.

Tingkat kepuasan petani merupakan salah satu indikator keberhasilan dari kegiatan kemitraan. Kajian tentang kemitraan ini diharapkan dapat menjadi masukan terhadap kemitraan yang telah dilaksanakan selama ini, serta dapat membantu pihak–pihak yang terlibat dalam melakukan evaluasi dan tindakan korektif yang harus diambil. Kerangka pemikiran oprasional penelitian dapat

(27)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Upaya Peningkatan Kualitas Kemitraan Wadah Petani

1.Gapoktan Silih Asih

• Mengelola pembinaan

2.Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari

• Mengelola penyediaan input

• Pemasaran hasil

Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa

Replubika 1. Menyediakan input 2. Menampung hasil 3. Pembinaan 4. Pendampingan

Analisis Deskriptif IPAdanCSI

Petani Padi Desa

Pelaksanaan kemitraan : 1. Realisasi Hak dan Kewajiban 2. Kendala-Kendala

 

Evaluasi atribut kepuasan petani :

1. Kemudahan dalam mendapatkan sarana produksi 2. Harga sarana produksi

3. Bantuan biaya garap

4. Ketepatan waktu pemberian bantuan biaya garap 5. Penyediaan lahan sewa

6. Frekuensi pembinaan

7. Pelayanan dan materi pembinaan

8. Kemampuan pendamping untuk cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan petani

9. Pendamping mudah ditemui dan dihubungi

10. Pengetahuan dan kemamuan komunikasi pendamping 11. Respon terhadap keluhan

12. Harga beli gabah

13. Ketepatan pembayaran hasil penjualan gabah kepada petani. Permasalahan:

1. Pemasaran tidak sesuai MoU 2. Keterlambatan pembayaran

(28)

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor dengan responden petani padi sehat di Desa Ciburuy yang menjalin kerjasama dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Duafa Replubika. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa petani padi sehat di Desa Ciburuy telah berhasil dalam mengembangkan pertanian sehat di Kabupaten Bogor, sedangkan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Duafa Replubika merupakan salah satu mitra dari yang melakukan kegiatan kemitraan dengan memberdayakan petani di Desa Ciburuy dan menjadikan kemitraan dengan petani padi sebagai pilot project-nya. Penelitian lapang dilakukan selama dua bulan (Maret - April 2011) untuk

pengumpulan dan analisis data.

4.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi penelitian ini adalah para petani padi anggota Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang tergabung dalam kemitraan dengan LPS-DDR. Data populasi diperoleh dari administrasi Gapoktan Silih Asih .

Tidak seluruh petani padi sehat di Desa Ciburuy yang merupakan anggota kemitraan dengan LPS-DDR, ada 50 petani saja yang tergabung dalam kemitraan ini. Pemilihan petani responden dilakukan dengan metode sensus, yaitu menganalisis seluruh populasi (petani mitra) yang dimiliki untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

4.3 Desain Penelitian

(29)

dapat diketahui pula bagaimana cara mengatasi fenomena yang ada (Soekartawi 2002).

4.4 Data dan Instrumentasi

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari buku-buku yang relevan dengan topik yang diteliti. Pengambilan data sekunder diperoleh juga dari literatur-literatur, baik yang didapat di perpustakaan maupun dari tempat lain berupa hasil penelitian terdahulu mengenai kajian kemitraan dan kepuasan pelanggan, baik dari media cetak (tabloid dan majalah), maupun media elektronik (internet). Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan LPS-DDR dan petani di lokasi masing-masing dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disediakan.

4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner yang dibuat diharapkan mempunyai reliabilitas/keandalan dan validitas sehingga bebas dari varian kesalahan acak karena kesalahan acak menurunkan keandalan pengukuran. Sebelum dilakukan penelitian maka diadakan uji reliabilitas dan validitas terhadap atribut-atribut tersebut. Validitas berkaitan dengan kemampuan alat ukur untuk mengukur secara tepat apa yang harus diukur, validitas dalam penelitian kuantitatif ditunjukkan oleh koefisien validitas. Uji

validitas digunakan untuk mengetahui seberapa kuat suatu alat tes melakukan fungsinya sebagai alat ukur.

Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor yang diperoleh dari jawaban masing–masing pertanyaan dengan skor total (Item Total Correlation). Skor total adalah skor yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua skor pertanyaan.

Angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi r.

1. Jika r hitung > r tabel, maka dapat dikatakan bahwa alat pengukur tersebut valid.

(30)

Apabila dalam pengujian ini terdapat butir-butir yang tidak valid maka butir-butir yang tidak valid dikeluarkan, kemudian proses analisis diulang untuk butir pertanyaan yang valid saja.

Uji reliabilitas mempunyai pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu (Nugroho 2005). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai cronbach Alpha > 0,60 (Nugroho 2005).

Adapun atribut pre sampling kuesioner pertama yang digunakan sebanyak 13 atribut, hasil pengujian menunjukkan data reliabel tetapi ada 1 atribut yang tidak valid dan hanya 12 atribut yang valid, kemudian dilakukan pengujian terhadap 12 atribut dengan menghilangkan atribut yang mempunyai nilai

Corrected Item-Total Correlation negatif. Hasil pengujian 12 atribut

menunjukkan data telah valid dan reliable. Atribut pre sampling kuesioner pertama yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan hasil uji pre

sampling hingga menemukan data yang valid dapat dilihat pada Lampiran 2.

Dari hasil uji validitas (Lampiran 2) menunjukkan bahwa atribut-atribut untuk menguji kinerja pelayanan kemitraan adalah valid dengan nilai Corrected

Item-Total Correlation antara 0,5026 sampai dengan 0,8625, lebih besar dari

angka kritik tabel ( r tabel 0,496) dengan N=10 dan tingkat kepercayaan 95% (df=

(31)

Tabel 5. Atribut Pelayanan Kemitraan

No. Atribut Atribut

Tangible

1 Kemudahan dalam mendapatkan sarana produksi 5 Penyediaan lahan sewa

Reliability

2 Harga sarana produksi 3 Bantuan biaya garap

6 Frekuensi pembinaan 7 Pelayanan dan materi pembinaan 11 Harga beli gabah

Responsiveness

4 Ketepatan waktu pemberian biaya garap

8* Kemampuan pendamping untuk cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan petani.

11 Respon terhadap keluhan

13 Ketepatan pembayaran hasil penjualan gabah ke petani

Assurance

10 Pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi pendamping

Empathy

9 Pendamping mudah ditemui dan dihubungi *Atribut yang dihilangkan.

4.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi wawancara mendalam serta observasi lapang. Penelitian ini menggunakan bantuan kuesioner dan daftar pertanyaan wawancara untuk memperoleh data secara utuh yang dapat menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan.

Wawancara dilakukan dengan pihak perusahaan yaitu divisi yang berhubungan dengan kegiatan kemitraan dan dengan pihak kelembagaan pertanian di Desa Ciburuy yaitu dengan ketua Gapoktan Silih Asih, ketua kelompok-kelompok tani di Desa Ciburuy, ketua KKT Lisung Kiwari Desa Ciburuy.

(32)

peneliti melakukan pendampingan untuk mengantisipasi adanya kesulitan atau kesalahpahaman dalam mengartikan pertanyaan kuesioner. Pendampingan yang dilakukan dalam setiap pengisian kuesioner juga dimaksudkan untuk mencari informasi lain yang lebih mendalam yang belum tercakup dalam kuesioner.

4.6 Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan observasi selama penelitian. Sedangkan data kuantitatif diperoleh berupa data produktivitas tanaman pangan Departemen Pertanian, data anggota dan produksi padi Gapoktan Asih dan data penilaian kepuasan petani mitra.

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan pelaksanaan kemitraan, pelaksanaan hak dan kewajiban oleh masing-masing pelaku kemitraan, serta kendala yang dihadapi selama berlangsungnya kegiatan kemitraan, sedangkan analisis kuantitatif dalam penelitian ini meliputi analisis kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan. Data yang diperoleh dari kuesioner akan diolah menggunakan

software komputer Microsoft Excel dan SPSS.

4.6.1 Analisis Deskriptif

Dalam menggambarkan pelaksanaan kemitraan digumakan analisis

deskriptif yang didukung oleh data-data kuantitatif dengan demikian dapat dijelaskan bagaimana pelaksanaan kerjasama kemitraan yang telah dilakukan petani padi sehat Desa Ciburuy dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika.

4.6.2 Penilaian Tingkat Kepuasan

4.6.2.1 Metode Importance Performance Analysis ( IPA )

(33)

ini akan menggolongkan atribut–atribut tersebut pada skala prioritas tertentu. Oleh karena itu, memungkinkan menyusun rekomendasi untuk meningkatkan kinerja atribut-atribut untuk meningkatkan kepuasan dari kegiatan kemitraan. Dalam penelitian ini, penentuan atribut berdasarkan pelaksanaan kemitraan di lapangan, hak dan kewajiban yang tercantum pada kontrak kemitraan, wawancara pendahuluan dengan eksekutif perusahaan dan studi literatur.

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu nilai kepuasan petani mitra atas kinerja kemitraan (dinotasikan X) dan tingkat kepentingan (harapan) petani (dinotasikan Y). Kedua variabel tersebut diukur menggunakan skala likert dengan empat kategori. Skala likert seperti yang di tunjukan pada Tabel 6 digunakan untuk mengurangi subjektivitas responden.

Tabel 6. Skala Likert Pengukuran Tingkat Kepentingan dan Kinerja Petani Mitra

Kategori Skor

Tingkat Kepentingan Tingkat kinerja

Sangat Penting Sangat Puas 4

Penting Puas 3

Tidak Penting Tidak Puas 2

Sangat Tidak Penting Sangat Tidak Puas 1

Penggunaan skala likert ini digunakan untuk menghindari kecenderungan responden memilih nilai tengah dalam menilai atribut kepuasan petani terhadap pelayanan kemitraan (Aritonang 2005 dalam Oktaviani & Suryana 2006).

Dalam penelitian ini variabel yang diukur adalah penilaian petani terhadap kinerja atribut pelayanan kemitraan. Indikator atribut yang diukur dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3.

Setelah mengetahui skor penilaian dari masing-masing variabel, tahapan selanjutnya adalah mengolah data dengan metode Importance Performance

Analysis (IPA). Adapun rumus yang digunakan adalah :

Yi  Xi 

(34)

Keterangan:

Tki = Tingkat kesesuaian responden

Xi = Skor penilaian tingkat pelaksanaan/kepuasan petani Yi = Skor penilaian kepentingan petani

Selanjutnya sumbu mendatar (X) akan diisi tingkat pelaksanaan, sedangkan sumbu vertikal (Y) akan diisi tingkat kepentingan. Dari masing-masing skor tingkat pelaksanaan dan skor tingkat kepentingan tersebut dihitung skor rata-rata dengan rumus sebagai berikut (Supranto 2006) :

n X

X = Σ i

Keterangan:

Xi = Skor penilaian tingkat pelaksanaan/kepuasan petani

X = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan/kepuasan Yi = Skor penilaian kepentingan petani

Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan n = Jumlah responden

Diagram IPA merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik (

,

X Y), X merupakan rata-rata dari tingkat pelaksanaan seluruh faktor (atribut)

dan Y adalah rata-rata dari tingkat kepentingan seluruh faktor yang

memperngaruhi tingkat kepuasan petani. Rumus yang digunakan (Supranto 2006).

k

k = banyaknya atribut atau yang dapat mempengaruhi harapan konsumen.

(35)

Keterangan:

A = Menunjukkan atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan petani, tetapi manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan petani sehingga mengecewakan/tidak puas

B = Menunjukkan kinerja dari atribut pelayanan yang telah dilaksanakan oleh perusahaan, untuk itu wajib dipertahankan, dianggap sangat penting dan sangat memuaskan

C = Menunjukkan atribut yang kurang penting pengaruhnya bagi petani dan pelaksanaan oleh perusahaan biasa-biasa saja, dianggap kurang penting dan kurang memuaskan

D = Menunjukkan atribut yang kurang penting mempengaruhi petani akan tetapi pelaksanaannya berlebihan, dianggap kurang penting tetapi memuaskan

Gambar 3. Diagram Kartesius IPA

Sumber : Supranto (2006)

4.6.2.2 Indeks Kepuasan Petani ( Customer Satisfaction Index )

Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan untuk menentukan tingkat

kepuasan pelanggan secara menyeluruh. Perhitungan CSI didapatkan dari rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja yang digunakan dalam analisis kuadran IPA. Menurut Aritonang (2005) dalam Oktaviani dan Suryana (2006), metode pengukuran CSI ini meliputi tahapan sebagai berikut :

Pertama, menghitung Means Importance Score (MIS), nilai ini berasal dari rata-rata nilai kepentingan konsumen.

(36)

Dimana : n = Jumlah petani responden Yi= Nilai kepentingan atribut ke i Xi= Nilai kinerja atribut ke i

Kedua, membuat weight factors (WF) bobot ini merupakan presentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut.

Ketiga, membuat Weight Score yaitu perkalian antara Weight Factor dengan rata-rata tingkat kepuasan (MSS).

WSi = WFi x MSSi

Keempat, menentukan Customer Satisfaction Index (CSI)

Dimana : p = Jumlah atribut kepentingan HS= Skala maksimum yang digunakan

4.7 Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kemudahan dalam mendapatkan sarana produksi adalah cara untuk memperoleh sarana produksi yang difasilitasi LPS-DDR ke petani.

2. Bantuan biaya garap adalah pelayanan pinjaman dana berupa uang bantuan

biaya garap yang diberikan oleh LPS-DDR kepada petani mitra, dikelola melalui koperasi.

ΣYi n

MIS = MSS = n ΣXi

MISi

WF = x 100 %

p

Σ

MISi

i=1

p

Σ

WSi

i=1

(37)

3. Harga Sarana produksi adalah tingkat harga sarana produksi yang ditetapkan oleh LPS-DDR kepada petani mitra dan dikelola oleh koperasi.

4. Penyediaan sewa lahan adalah pelayanan penyediaan lahan oleh LPS-DDR untuk disewakan kepada petani mitra.

5. Frekuensi pembinaan adalah frekuensi pemberian pembinaan teknis dan non teknis oleh pihak LPS-DDR kepada petani mitra sesuai dengan jadwal pelaksanaan program.

6. Pelayanan dan materi pembinaan adalah hal-hal yang disampaikan LPS-DDR dalam pembinaan terhadap petani plasma sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan petani.

7. Kemampuan pendamping untuk cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan petani adalah kemampuan pendamping untuk cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan yang timbul dari segi teknis maupun dalam hal kelembagaan.

8. Pengetahuan dan kecakapan pendamping dalam memberikan pelayanan terhadap petani adalah pendamping harus mempunyai pengetahuan dan kemampuan komunikasi yang baik kepada petani.

9. Pendamping mudah ditemui dan dihubungi untuk berkonsultasi adalah pendamping dapat ditemukan dan dihubungi kapan saja. Kemudahan ini

akan membuat petani merasa nyaman dan merasa pendamping benar-benar memperhatikan dan benar-benar ada untuk petani.

10.Respon terhadap segala keluhan adalah ketanggapan pihak LPS-DDR terhadap segala keluhan petani atau permasalahan petani.

11.Harga beli gabah adalah kesesuaian tingkat harga yang diterima petani atas hasil panennya terhadap harga yang ditetapkan pihak LPS-DDR melalui gapoktan.

(38)

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Letak Geografis dan Kependudukan

Desa Ciburuy secara administratif merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan data monografi Desa Ciburuy tahun 2009, diketahui bahwa Desa Ciburuy memiliki luas wilayah 160 Ha. Luasan tersebut dipergunakan untuk sawah seluas 80 Ha, pekarangan/bangunan/emplacement seluas 50 Ha, balong/empang/kolam 0,5 Ha, lapangan olah raga 0,2 Ha dan kuburan seluas 2 Ha. Dengan ketinggian 600 m di atas permukaan laut, suhu maksimum 32°C, suhu minimum 26°C dan curah hujan sebesar 23,3 mm/tahun, Desa Ciburuy ini kondusif menjadi areal

penanaman padi sawah. Selain itu, juga terdapat empat sungai yang menjadi sarana pengairan di Desa Ciburuy.

Mayoritas penduduk Desa Ciburuy bermatapencaharian sebagai petani sebanyak 761 orang (48 persen) dengan 520 orang penduduk (32,8 persen) adalah buruh tani. Hal ini menunjukkan bahwa buruh tani merupakan profesi mayoritas pendududuk Desa Ciburuy. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa status ekonomi masyarakat Desa Ciburuy tergolong dalam tingkat ekonomi lemah. Adapun sebaran penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Penduduk Desa Ciburuy Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani 761 48,0

Pengusaha 10 0,6

Industri kecil 254 16,1

Buruh industri dan perkebunan 190 12,0

Pertukangan 40 2,5

Pedagang 240 15,1

Pegawai Negeri Sipil, TNI/POLRI 60 3,8

Lain – lain 30 1,9

Total 1585 100,0

(39)

Pada sektor pertanian, penduduk di Desa Ciburuy memproduksi beberapa jenis tanaman, ikan dan ternak. Padi merupakan komoditi tanaman pangan yang paling banyak dibudidayakan di Desa Ciburuy, 79 Ha (49 persen) lahan di Desa Ciburuy merupakan sawah yang ditanami padi bebas pestisida dengan hasil sebanyak 1.254,1 ton/tahun. Pada komoditi perikanan, jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan mas dengan hasil sebanyak 300 kg/tahun dan ikan mujair sebanyak 500 kg/tahun. Jenis ternak yang ada adalah domba dengan hasil sebanyak 28.800 kg/tahun dari luasan 0,005 Ha, ayam pedaging sebanyak 200.000 kg/tahun dari luasan 1,2 Ha dan bebek sebanyak 300 kg/tahun dari luasan 0,0001 Ha. Dari beberapa sektor pertanian yang dibudidayakan, padi bebas pestisida, merupakan komoditi unggulan dari Desa Ciburuy. Oleh karena itu, LPS-DDR mengembangkan pertanian sehat di desa ini.

5.2 Gambaran Umum Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika 5.2.1 Sejarah Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Pada awalnya Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika (LPS-DDR) berbentuk Laboratorium Pengendalian Biologi DD-Replubika yang beroperasi mulai bulan Juni 1999 di Desa Cibanteng, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Laboratorium ini bertugas untuk mengembangkan dan memproduksi biopestisida NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus) yang ramah lingkungan. Produk biopestisida yang berbahan aktif virus pathogen serangga hama tersebut, merupakan yang pertama kali diproduksi di Indonesia dengan nama: VIR-L, VIR-X dan VIR-H. Selain itu dari perluasan program di tahun 2000, laboratorium ini mengembangkan pupuk organik OFER dan pestisida nabati PASTI berbahan aktif akar tuba.

(40)

yang berada di Jejaring Aset Reform, kemudian awal tahun 2004 laboratorium pertanian sehat dan usaha pertanian sehat disatukan keembali menjadi Lembaga Pertanian Sehat di bawah koordinasi Jejaring Aset Reform (JAR) Dompet Dhuafa Replubika.

5.2.2 Struktur Organisasi

Struktur organisasi yang ada dalam suatu perusahaan belum tentu sama satu sama lain. Hal ini dikarenakan dalam menentukan struktur organisasi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya besarnya perusahaan, jumlah tenaga kerja, jenis produk, daerah pemasaran dan lain-lain. Adapun struktur organisasi di LPS-DDR dapat dilihat pada Lampiran 6.

Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) sebagai salah satu komponen LPS-DDR yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan penelitian dan pengembangan sarana produksi dan produk pertanian sehat atau ramah lingkungan yang terarah dan sistematis. Litbang LPS-DDR diharapkan dapat berperan dalam mendukung produk pertanian ramah lingkungan yang mudah diaplikasikan oleh petani. Untuk itu, Litbang LPS-DDR dituntut untuk menghasilkan teknologi saprotan yang dibutuhkan untuk mengatasi kendala yang dihadapi petani serta dapat meningkatkan kualitas produk pertanian agar tetap kompetitif. Divisi Litbang LPS-DDR menerapkan tiga komponen manajemen Penelitian dan Pengembangan yaitu manajemen kualitas produk, manajemen

laboratorium dan manajemen pelatihan.

(41)

Divisi Produksi LPS-DDR bertanggungjawab untuk membuat atau memproduksi seluruh temuan teknologi pertanian di lembaga yang sudah melalui uji produk dan prototype. Produk–produk yang dirakit dan dikembangkan adalah sarana produksi pertanian yang berbasis bahan baku lokal, murah dan ramah lingkungan. Tujuan dari kegiatan ini diantaranya untuk memutus ketergantungan petani terhadap bahan-bahan kimia yang selain harganya semakin mahal sekaligus memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia, ekosistem pertanian dan lingkungan.

Bisnis/usaha yang dilakukan oleh LPS-DDR merupakan upaya penguatan lembaga dalam rangka kemandirian. Untuk itu LPS-DDR membentuk Divisi Pemasaran dan Distribusi yang diberi tugas mengelola produk-produk yang telah dihasilkan oleh lembaga, baik yang bersifat barang maupun jasa hingga bisa dipergunakan konsumen (user). Pelaksanaan misi lembaga bagi kegiatan pemasaran dan distribusi adalah:

1. Menjalin kemitraan usaha dengan para petani ataupun pelaku agribisnis lain yang saling menguntungkan.

2. Mengembangkan jaringan pemasaran produk-produk pertanian sehat dalam skala nasional.

3. Mendapatkan keuntungan yang layak, halal dan berkah.

5.3 Gambaran Umum Kelembagaan Koperasi dan Kelompok Tani Desa Ciburuy

5.3.1 Kelembagaan Koperasi

Koperasi merupakan lembaga sosial ekonomi yang berbadan hukum. Koperasi merupakan soko guru perekonomian masyarakat Indonesia. Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari (KKT Lisung Kiwari) merupakan salah satu bentuk lembaga sosial ekonomi yang hadir di tengah-tengah komunitas petani padi sawah di Desa Ciburuy. Lembaga ini berdiri dengan akta pendirian koperasi Nomor 518/03/BH/KPTS/Kankop/2005.

(42)

KKT Lisung Kiwari ini. Awal pembentukan KKT Lisung Kiwari adalah pada tahun 2004, dengan jabatan ketua dipegang oleh Bapak Hari Koswara yang merupakan putra dari Bapak H. Jaka. Dalam posisinya sebagai anak dari tokoh masyarakat, Bapak Hari Koswara mampu menunjukkan kualitas dirinya dalam mengelola KKT Lisung Kiwari baik dalam hal pengelolaan keuangan maupun pengembangan jejaring kerjasama kemitraan. Bahkan dalam mengelola koperasi Bapak Hari Koswara menerapkan sistem komputerisasi dalam mekanisme penjualan dan pembelian barang di KKT Lisung Kiwari.

KKT Lisung Kiwari sangat berperan dalam sistem pertanian padi sehat Desa Ciburuy baik dalam sistem produksi maupun sistem pemasaran/distribusi. KKT Lisung Kiwari menyediakan segala macam input pertanian mulai dari sarana produksi, penyediaan sewa lahan hingga alat-alat yang digunakan untuk kepentingan produksi. Selain sebagai penyedia input pertanian, KKT juga sebagai lembaga penyedia pinjaman modal yang menyediakan fasilitas peminjaman uang tunai untuk modal biaya garap. Pada sistem pemasaran/distribusi KKT Lisung Kiwari berperan sebagai perantara antara komunitas petani dengan LPS DDR dan beberapa mitra yang lain dalam hal pemasaran padi sehat yang diproduksi oleh para petani sekitar.

Dalam hal sarana produksi, komunitas petani setempat dapat memenuhi kebutuhan input seperti pupuk secara mandiri, mengingat padi yang diusahakan

adalah padi sehat sehingga petani dapat memenuhi kebutuhan sarana produksinya sendiri. Walaupun demikian penggunaan pupuk kimia masih digunakan dengan dosis yang minimal. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk kimia KKT Lisung Kiwari menyediakannya. Petani dapat membeli secara langsung atau meminjam dahulu ke KKT Lisung Kiwari dan dibayarkan pada saat panen. Penggunaan pestisida kimia sudah tidak dianjurkan lagi sehingga KKT Lisung Kiwari menyediakan pestisida nabati dengan merk PASTI yang merupakan pestisida nabati keluaran LPS DDR. Sistem pembeliannya sama dengan pembelian pupuk.

(43)

membeli di Koperasi petani tidak membutuhkan biaya transportasi, dapat meminjam dahulu dan keuntungan dari koperasi akan dibagikan kepada petani anggota dalam bentuk sisa hasil usaha (SHU).

Dalam hal penyediaan sewa lahan, KKT Lisung Kiwari juga menyediakan sewa lahan. Dalam penyediaan sewa lahan, KKT Lisung Kiwari bekerjasama dengan pemilik lahan di Desa Ciburuy. Input lain yang juga penting adalah alat-alat untuk produksi pertanian, salah satunya adalah alat-alat untuk pembajakan. Untuk kebutuhan ini KKT Lisung Kiwari menyediakan jasa peminjaman traktor ataupun kerbau. Jasa peminjaman traktor adalah Rp 50.000,00 dan biaya jasa peminjaman kerbau adalah Rp 60.000,00.

Dalam hal peminjaman modal, petani padi sehat di Desa Ciburuy dapat dengan mudah mendapatkan pinjaman biaya garap dari KKT Lisung Kiwari. Proses pemberian pinjaman dilakukan dengan mudah dan cepat. Hanya diperlukan rekomendasi dari ketua kelompok tani untuk mendapatkan pinjaman, sehingga jika terjadi keterlambatan pembayaran ketua kelompoklah yang akan menjamin anggotanya. Kedisiplinan petani dalam melakukan pembayaran menjadi indikator petani untuk mendapatkan pinjaman selanjutnya. Sistem pembayarannya dilakukan setelah panen.

Sistem pemasaran atau distribusi beras SAE merupakan salah satu kegiatan KKT Lisung Kiwari. Dalam distribusi beras SAE KKT Lisung Kiwari

bekerjasama dengan beberapa lembaga seperti LPS-DDR, Koperasi PMI Bogor, Koperasi Oryza Sativa, Pensiunan Unilever, Agro Pest Indoraya, Koperasi STPP Cinagara Bogor. Kerjasama yang dijalin didukung dengan adanya kontrak atau kesepakatan pemesanan beras SAE secara rutin. Salah satu contohnya adalah dengan pihak LPS-DDR yang memasarkan paling besar beras SAE dikarenakan adanya keterikatan modal dan peran LPS-DDR yang mendukung pertanian padi sehat di Desa Ciburuy. Kerjasama distribusi dengan LPS-DDR tertuang dalam bentuk MoU.

5.3.2 Kelembagaan Kelompok Tani

(44)

suatu gapoktan, yaitu Gapoktan Silih Asih yang diketuai oleh Bapak H. Ahmad Zakaria atau yang biasa dipanggil Bapak H. Jaka. Pada tahun 2002 seiring dengan terbentuknya Gapoktan Silih Asih, petani yang tergabung di dalamnya bekerjasama dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Duafa Republika mulai megusahakan padi sehat, yaitu usahatani padi yang mengarah ke pertanian organik, yang dalam teknologi budidayanya mengurangi penggunaan pupuk kimia dalam produksi tetapi penggunaan pestisida kimia digantikan dengan pestisida nabati.

Adanya kerjasama antara kedua pihak ini untuk mendefinisikan pentingnya membudidayakan padi sehat dan pentingnya jaminan pasar serta jaminan ketersediaan produk dalam menunjang pertanian padi sehat. Dalam hal ini dirumuskanlah SOP produksi hingga pasca panen, mekanisme distribusi hingga sistem pembayaran.

Selain hubungan dengan pihak luar, hubungan antara petani pun dalam konteks internal terjalin dengan baik. Para petani anggota gapoktan pun mengaku banyak informasi dan pengalaman yang dapat dibagi antar petani dalam penerapan sistem produksi. Selain itu, dengan adanya kelompok tani dapat mempermudah petani untuk mendapatkan segala kebutuhan mereka dalam kegiatan budidaya hingga distribusi padi sehat. Hal ini menjadi sebuah motivasi tersendiri bagi petani untuk bergabung dalam sebuah kelompok.

Gapoktan Silih Asih merupakan gabungan kelompok tani yang tidak hanya terdiri dari kelompok tani pangan saja. Namun kelompok ini juga terdiri dari kelompok-kelompok yang mengusahakan pertanian secara luas. Terdapat 11 kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Silih Asih, enam kelompok merupakan kelompok yang bergerak di bidang tanaman pangan (Silih Asih I, Silih Asih II, Lisung Kiwari, Manunggal Jaya, Saung Kuring, Tubas Inti), kelompok perikanan (Silih Asih Fish Farm), kelompok wanita tani (Montekar), kelompok pemuda tani (Taruna Tani Silih Asih), kelompok kebun dan kelompok ternak (Saluyu, Bibilintik).

(45)

pengendali mutu. Setiap minggunya ada pertemuan rutin untuk evaluasi mengenai perkembangan terkait kondisi anggota dan penerapan budidaya padi sehat.

Kegiatan seperti ini difasilitasi oleh ketua gapoktan. Sumber pendanaan untuk kegiatan ini disisihkan dari kas gapoktan. Untuk setiap pertemuan ada dana untuk “uang pengganti transportasi” kepada para ketua kelompok sebesar Rp 50.000,00 setiap bulannya serta memfasilitasi perlengkapan kegiatan seperti buku, alat tulis, buku panduan, buku kendali budidaya padi sehat, SOP. Setiap minggunya ketua akan melaporkan hal-hal sebagai berikut: (1) luas garapan total pada masing-masing blok tanam; (2) luas lahan yang ditanami padi sehat; (3) jenis varietas padi yang sedang ditanam; (4) tanggal sebar benih; (5) tanggal tanam bibit padi; (6) kebutuhan sarana produksi; (7) catatan hasil panen dan pemasaran. Selain ada kegiatan pertemuan rutin, ada beberapa kegiatan yang dilakukan seperti adanya pelatihan-pelatihan pupuk atau kunjungan ke instansi-instansi yang berhubungan dengan pertanian padi sehat.

5.4 Karakteristik Responden 5.4.1 Umur

Umur petani berpengaruh pada pola pikir dan kemampuan fisik dalam bekerja. Umumnya petani yang berusia muda memiliki kemampuan fisik yang lebih tinggi dan pola pikir yang lebih dinamis dibandingkan petani yang lebih tua.

Berdasarkan Tabel 8, kelompok umur petani mitra yang tertinggi yaitu antara umur 40–49 tahun sebesar 38 persen, disusul oleh kelompok umur 30–39 tahun sebesar 24 persen, dengan demikian, petani mitra didominasi oleh petani yang relatif berumur produktif.

Tabel 8. Distribusi Kelompok Umur Petani Responden

Kelompok Umur (tahun) Jumlah (orang) Presentase (%)

≤ 29 1 2

30-39 12 24 40-49 19 38 50-59 10 20

≥ 60 8 16

Gambar

Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 5. Atribut Pelayanan Kemitraan
Gambar 3. Diagram Kartesius IPA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sengketa pajak sebagai sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau

Untuk mengatasi operasional manual di atas, diperlukan sebuah sistem informasi perpustakaan yang dapat memberikan kemudahan dalam mengolah data pengunjung, data buku, data

Pada pengujian struktur mikro, bahan yang mengalami perlakuan panas aging suhu 175°C dan suhu 200°C memiliki butiran yang lebih besar, merata dan teratur dibandingkan terhadap

Skripsi ini berjudul “ Evaluasi Pelaksanaan Program Pensiun Iuran Pasti Dana Pensiun Lembaga Keuangan Bank Negara Indonesia (PPIP DPLK BNI) bagi Karyawan PT.. Perkebunan Nusantara

halnya mikroorganisme lain, diduga eksudat yang dikeluarkan oleh akar tanaman akan mempengaruhi pula populasi dan keragaman mikroorganisme pelarut fosfat di tanah

Berdirinya Angkasa Pura II bertujuan untuk menjalankan pengelolaan dan pengusahaan dalam bidang jasa kebandarudaraan dan jasa terkait bandar udara, dengan mengoptimalkan

Pada tahap sintesa karbon Graphene dan CNT dengan struktur mikroporous dilakukan dengan mengalirkan gas oksidan (udara) terkompresi yang bertujuan untuk

Selain itu ada beberapa tujuan yang bisa diharapkan dari permainan ini, yaitu: (1) tujuan utama yaitu membentuk anak didik secara menyeluruh baik jasmani, rohani maupun sosial,