• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Development Potential Study of Fish Processing Industry In Palopo City South Sulawesi Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Development Potential Study of Fish Processing Industry In Palopo City South Sulawesi Province"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI

PENGOLAHAN IKAN DI KOTA PALOPO

PROVINSI SULAWESI

SELATAN

UMMI MAKSUM MARWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Potensi Pengembangan Industri Pengolahan Ikan di Kota Palopo Provinsi Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

(4)

UMMI MAKSUM MARWAN. Kajian Potensi Pengembangan Industri Pengolahan Ikan di Kota Palopo Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan ERNANI LUBIS.

Besarnya volume produksi hasil tangkapan ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan Pontap yang tidak terjual hanya diolah secara tradisional oleh nelayan atau pedagang pengumpul, yakni dengan cara dikeringkan. Pengolahan dengan cara ini tidak memberikan penambahan nilai yang berarti. Sumberdaya yang melimpah karena pengaruh musim, tidak mengindikasikan kesejahteraan nelayan. Diduga karena belum ada kajian tentang potensi industri pengolahan ikan di Kota Palopo maka investor ragu untuk berinvestasi sehingga industri pengolahan ikan tidak berkembang. Karena itu, perlu dilakukan kajian potensi pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo Sulawesi Selatan.

Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu: (1) menggambarkan kondisi produksi hasil perikanan tangkap di Kota Palopo; (2) mengidentifikasi potensi daerah Kota Palopo untuk pengembangan industri pengolahan ikan; dan (3) menentukan strategi pengembangan industri pengolahan ikan yang sesuai di Kota Palopo.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kasus yang mengkaji tentang potensi pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo. Analisis dilakukan secara deskriptif terhadap volume, jenis ikan dominan dan sumber produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan Pontap untuk menggambarkan kondisi produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo. Analisis deskriptif juga dilakukan terhadap arah kebijakan pemerintah daerah; lokasi, fasilitas dan aksesibilitas; daya serap pasar; dan sumberdaya manusia Kota Palopo berkaitan dengan potensi pengembangan industri pengolahan ikan. Selanjutnya menentukan strategi pengembangan industri pengolahan ikan yang sesuai dengan analisis SWOT.

Produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo berpusat pada satu pangkalan pendaratan ikan yakni di Pangkalan Pendaratan Ikan Pontap. Pada tahun 2009 hingga 2012 volume produksi ikan yang didaratkan meningkat dengan laju pertumbuhan 17.28 persen per tahun. Peningkatan volume produksi juga secara langsung meningkatkan nilai produksi ikan. Produksi tersebut juga berasal dari luar Kota Palopo, seperti Bulukumba, Makassar, Pare-pare, Bone, Sinjai, Palu, Ponrang, dan Kendari. Jenis ikan yang dominan adalah kembung, layang, teri, peperek, cakalang, tongkol dan tembang.

(5)

yang sesuai adalah di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan Pontap itu sendiri. Oleh karena itu, peningkatan status pelabuhan perikanan dari pangkalan pendaratan ikan menjadi pelabuhan perikanan pantai perlu dilakukan agar dapat mendukung upaya pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo. Fasilitas penanganan hasil tangkapan terpusat di Pangkalan Pendaratan Ikan Pontap, diantaranya: Tempat Pelelangan Ikan, chilling room, pabrik es, gudang dan gedung pengolahan ikan. Kota Palopo memiliki potensi inlet-outlet terhadap lokasi pasar Indonesia Bagian Timur karena secara geografis memiliki akses langsung terhadap Alur Laut Teluk Bone menuju Laut Banda, Selat Makassar dan Laut Flores dengan didukung oleh keberadaan Pelabuhan Tanjung Ringgit. Sistem jaringan transportasi darat meliputi sistem jaringan jalan dan perkeretaapian. Kota Palopo merencanakan pengembangan terminal penumpang, terminal barang, dan jalur angkutan umum, serta pengembangan jaringan jalur kereta api yang merupakan bagian dari jalur keretaapi trans Sulawesi. Akses udara didukung oleh keberadaan Bandar Udara Lagaligo di Kabupaten Luwu yang berbatasan dengan sebelah selatan Kota Palopo. Kota Palopo memiliki akses darat, laut dan udara yang berpeluang besar untuk dikembangkan. Tingkat konsumsi ikan yang tinggi dan perkembangan Kota Palopo yang semakin pesat mengindikasikan adanya daya serap pasar yang tinggi. Sumber daya manusia yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja industri skala rumah tangga, kecil dan sedang.

Strategi pengembangan industri pengolahan ikan yang ditawarkan adalah: (1) penguatan dan pengembangan kelompok pengolah ikan terpadu masyarakat pesisir; (2) memanfaatkan dan memelihara fasilitas penanganan hasil tangkapan yang tersedia seperti chilling room, pabrik es, dan gedung pengolahan ikan; (3) mengembangkan jangkauan pasar terutama produk olahan ikan; (4) mempermudah akses administrasi industri pengolahan ikan di daerah; dan (5) meningkatkan daya saing volume produksi hasil tangkapan ikan nelayan lokal Kota Palopo di Pangkalan Pendaratan Ikan Pontap.

Hasil penelitian menggambarkan potensi yang besar terhadap pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo. Penyuluhan dan pelatihan keterampilan penanganan dan pengolahan ikan perlu diberikan kepada masyarakat pesisir agar dapat mengantisipasi musim puncak ikan.

(6)

UMMI MAKSUM MARWAN. The Development Potential Study of Fish Processing Industry In Palopo City South Sulawesi Province. Supervised by BUDY WIRYAWAN and ERNANI LUBIS.

In Pontap Fish Landing Base, huge amount of unsold catches production has only been traditionally dry processed by the fishermen or traders. This processing remain not adding significant value to its product. Therefore abundant of fishery resource that influenced by the season did not indicate the fishermen welfare. It was assumed that no study has been found about the potention of fish processing industry in Palopo that affected investors hesitate to invest. This evidence proofed why fish processing industry cannot develop well. Therefore, a study about development potential of fish processing industry in Palopo South Sulawesi province needs to be conducted.

This study has three objectives, i.e. : (1) to describe the conditions of capture fisheries production in Palopo, (2) to identify the potential areas in Palopo for fish processing industry development, and (3) to determine the development strategy of the fish processing industry that is appropriate in Palopo City.

This study used a case study that examined the potential for the development of fish processing industry in Palopo. The analysis described descriptively based on the volume, dominant fish species and source of catches production that was landed on Pontap Fish Landing Base that describe the conditions of fish production in Palopo. Descriptive analysis was also conducted based on the government policy direction; location, facilities and accessibility; the market absorption; and Palopo human resource which related to the development potential of fish processing industry. Furthermore, the strategy of fish processing industry development will be described based on SWOT analysis.

Production of fish catches in Palopo was usually centered on the fish landing base in Pontap Fish Landing Base. In 2009 until 2012, the fish production volume landed increased with growth rate 17.28 percent per year. These volume production increasement also directly increased the fish production value. Fish also come from the outside of Palopo, such as Bulukumba, Makassar, Pare-pare, Bone, Sinjai, Palu, Ponrang, and Kendari. The dominant fish species which were landed in Pontap fish landing base are short mackerel, indian scad, Anchovy, pony fish, Skipjack, mackerel tuna and sardine.

(7)

Pontap fish landing base, including: Fish Auction, chilling room, ice factories, warehouses and fish processing building. Palopo has the potential of the inlet-outlet on Eastern Indonesia market location as geographically have direct access to the Bone Bay sea lanes to the Banda Sea, Flores Sea and the Makassar Strait, that has been supported by the presence of Tanjung Ringgit Port. Land transport network system includes road and rail network system. Palopo city plan for development of passenger terminal, cargo terminal, and public transit lines, and the railway network development were the parts of the Trans-Sulawesi railway track. Air access was supported by the existence of the Lagaligo Airport in Luwu bordering the southern city of Palopo. Palopo have proper access to land, sea and air that has great opportunity to be developed. High levels of fish consumption and the development of the rapid increasement in Palopo indicates a high market absorption. Great number of human resource will suffice the need of labor for the scale of home, small and mid industry.

The strategies of fish processing industry development that can be offered were (1) strengthening and developing an integrated fish processing group from local coastal community; (2) utilizing and maintaining the cold storage, ice factory, and fish processing building; (3) expanding the market especially processed fish products; (4) easy administration access for local fish industry; and (5) improving the competitiveness of the fish catch production volume of local fishermen in Pontap Fish Landing Base.

The results illustrated the enormous potential of the fish processing industry development in Palopo. Counseling and skills training of fish handling and processing needs to be given to the coastal communities in order to anticipate the peak fishing season.

Key words: development, fish processing, industry, potential, palopo

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PENGOLAHAN IKAN DI KOTA PALOPO

PROVINSI SULAWESI

SELATAN

UMMI MAKSUM MARWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Nama : Ummi Maksum Marwan NIM : C452110101

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Dr Ir Ernani Lubis, DEA

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Sistem dan Pemodelan

Perikanan Tangkap

Prof Dr Ir Mulyono S.Baskoro, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 sampai Maret 2013 ini ialah pengembangan industri pengolahan ikan, dengan judul Kajian Potensi Pengembangan Industri Pengolahan Ikan di Kota Palopo Provinsi Sulawesi Selatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Budy Wiryawan M Sc dan Dr Ir Ernani Lubis DEA selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(13)

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Batasan Penelitian 4

2 METODOLOGI 5

Waktu dan Tempat 5

Metode Penelitian 5

Metode Pengumpulan Data 5

Metode Analisis 7

3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 13

Kota Palopo 13

Perikanan Kota Palopo 14

Potensi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kota Palopo 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Gambaran Produksi Hasil Tangkapan Ikan di Kota Palopo 16 Perkembangan Produksi Hasil Tangkapan Ikan di Kota Palopo

dan Ketersediaan Bahan Baku (Ikan) 17

Supply Chain Produks Perikanan Tangkap di Kota Palopo 20 Alternatif Pengolahan Ikan Berdasarkan Spesies Ikan yang

Dominan dan Pola Pendaratan Ikan Nelayan Di PPI Pontap 24

Identifikasi Potensi Daerah Kota Palopo 29

Arah Kebijakan Pemerintah daerah dan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Palopo 29

Lokasi, Fasilitas, dan Aksesibilitas 35

Daya Serap Pasar 42

Sumberdaya Manusia 45

Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Ikan di Kota Palopo 48

5 SIMPULAN DAN SARAN 58

Simpulan 58

Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 60

LAMPIRAN 63

(14)

2 Nama kecamatan dan kelurahan pesisir Kota Palopo 14 3 Jumlah rumah tangga perikanan menurut kecamatan di Kota

Palopo tahun 2011 15

4 Jumlah alat tangkap yang beroperasi pada tahun 2010-2012 15 5 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kota Palopo tahun

2003-2012 17

6 Volume produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo asal PPI Pontap

dan luar PPI Pontap tahun 2009-2011 18

7 Fasilitas di PPI Pontap Kota Palopo 38

8 Intake/sumber air baku Kota Palopo dan kapasitasya tahun 2012 39 9 PDRB perkapita atas dasar harga konstan tahun 2005-2011 43 10 Penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin di Kota Palopo

tahun 2012 45

11 Kumulatif pendaftar pencari kerja di Kota Palopo tahun 2012 46 12 Jumlah pencari kerja yang ditempatkan menurut tingkat pendidikan

di Kota Palopo tahun 2012 46

13 Jumlah pencari kerja yang belum ditempatkan menurut tingkat

pendidikan di Kota Palopo tahun 2012 47

14 Jumlah pencari kerja yang belum ditempatkan menurut keahlian

utama di Kota Palopo tahun 2012 47

15 Evaluasi faktor internal (EFI) 51

16 Evaluasi faktor eksternal (EFE) 52

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir permasalahan 3

2 Lokasi Penelitian 5

3 Diagram alir tahapan penelitian 11

4 Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo

tahun 2003-2012 18

5 Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo

tahun 2003-2012 18

6 Sumber-sumber hasil tangkapan ikan Kota Palopo tahun 2012 19 7 Supply chain pada kegiatan perikanan tangkap di Kota Palopo 21

8 Pola integrasi supply chain 23

9 Costumer-facing arc of integration 24

10 Outward-facing arc of integration 24

11 Supplier-facing arc of integration 24

12 Pola pendaratan bulanan hasil tangkapan ikan nelayan menurut

Jenis-jenis ikan dominan di PPI Pontap tahun 2006-2011 27

13 Kawasan Industri Palopo 35

14 Pintu Gerbang Pangkalan Pendaratan Ikan Pontap 36

15 Gedung pengolahan ikan 36

(15)

19 Matriks SWOT kajian pengembangan industri pengolahan ikan

di Kota Palopo 53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta RTRW Kota Palopo 63

(16)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Arah pengelolaan perikanan saat ini cenderung ke arah peningkatan produksi tanpa memperhatikan aspek nilai tambahnya, sehingga terjadi eksploitasi sumber daya ikan secara berlebihan. Eksploitasi besar-besaran tersebut umumnya tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan yang signifikan pada masyarakat pesisir. Sebagai contoh, kasus pembuangan ikan yang terjadi di Ternate, Maluku Utara sebagai akibat dari tidak adanya kesiapan pasar untuk menerima hasil tangkapan (Ponco 2012). Demikian pula kasus berton-ton ikan yang busuk akibat kurangnya penanganan ikan di tempat pendaratan (kurang pasokan es dan tidak terdapat cold storage) yang terjadi di Aceh Selatan (Harian Analisa 2012).

Sifat ikan yang mudah rusak (highly perishable) mengakibatkan mau tidak mau nelayan harus segera menjual hasil tangkapannya sesaat setelah didaratkan. Diperlukan upaya penanganan dan pendistribusian yang cepat, guna menjaga mutu produk. Ikan yang tidak terjual secara segar perlu penanganan yang lebih lanjut (diolah) untuk menjaga stabilitas harga ikan ketika mencapai musim puncak. Pengolahan dalam hal ini memiliki peranan yang penting untuk mempertahankan mutu produk hasil perikanan. Mutu produk perlu untuk dijaga kualitasnya berkaitan dengan rasa, keamanan jika dikonsumsi dan harga produk tersebut. Jadi pengolahan yang dimaksudkan dalam hal ini selain untuk mempertahankan mutu juga bertujuan menambah nilai jual produk ikan tersebut.

Potensi perikanan Indonesia yang besar dapat dijadikan peluang dalam membangun industri pengolahan hasil perikanan. Penanganan pascatangkap yang tepat akan mempengaruhi mutu dan nilai jual produk. Pasar dari produk perikanan yang tidak mengalami penambahan nilai mutu tidak dapat meluas. Penelitian awal peneliti memperlihatkan bahwa produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Pontap Kota Palopo hanya dipasarkan di Kota Palopo dan sebagian daerah yang berbatasan dengannya, bahkan dengan pasar yang tidak terlalu luas para pedagang ikan merasa keuntungan yang didapatkannya tidak sebanding dengan biaya bahan bakar dan kebutuhan es. Minimnya kemampuan nelayan dalam menjaga mutu dan menambah nilai jual produknya serta tidak adanya industri pengolahan yang dapat dijadikan penyangga kestabilan harga ketika produksi meningkat, mengakibatkan nelayan tidak memiliki posisi tawar yang menguntungkan di pasar.

Di daerah lain, seperti di Pulau Jawa juga memperlihatkan trend produksi perikanan yang meningkat secara signifikan namun tidak diikuti oleh peningkatan pendapatan serta kesejahteraan yang signifikan. Hal ini sangat berbeda dengan sektor lain contohnya pertanian dan perkebunan, dimana arahan produksinya telah mengacu pada pengolahan produk mentah menjadi bahan setengah jadi maupun bahan jadi sehingga terjadi penambahan nilai. Diversifikasi produk sangat mungkin dilakukan jika melihat kondisi ikan hasil tangkapan yang didaratkan. Pada umumnya ikan hasil tangkapan yang didaratkan beranekaragam dan masih banyak ikan hasil tangkapan sampingannya. Ikan hasil tangkapan sampingan, dianggap mempunyai nilai ekonomis yang rendah oleh nelayan. Hal inilah yang

(17)

menguntungkan jika dibandingkan dengan ikan yang hanya dikeringkan saja. Agustini (2003), mengemukakan bahwa diversivikasi ada dua macam yaitu: pertama, diversivikasi horizontal yaitu pemanfaatan berbagai jenis ikan untuk diolah menjadi jenis produk olahan tertentu. Pemanfaatan berbagai jenis ikan terutama untuk jenis ikan yang kurang ekonomis seperti ikan beloso, ikan kuak (“croacker”), Alaska pollack menjadi “kamaboko”, dan kedua, diversivikasi vertikal yaitu pemanfaatan satu jenis ikan tertentu menjadi berbagai jenis produk olahan. Hal ini dapat dilakukan misalnya pada saat terjadi musim puncak ikan (misalnya ikan tongkol, ikan kembung, dan lain-lain) dan juga pemanfaatan jenis ikan yang berdaging tebal (tenggiri, kakap, tongkol, cucut, dan lain-lain) yang dapat diolah menjadi produk misalnya bakso ikan.

Perbedaan karakteristik sumber daya ikan, sumber daya manusia, sumber daya teknologi di setiap daerah mengakibatkan potensi industri perikanan juga berbeda-beda. Dengan demikian penting untuk diketahui dan diidentifikasi potensi suatu wilayah dalam upaya pengembangan industri perikanan tangkap. Pengkajian potensi suatu wilayah untuk pengembangan industri, diperlukan untuk keberlanjutannya.

Potensi perikanan tangkap Sulawesi Selatan sebesar 620 480 ton per tahun, dengan rincian; Selat Makassar dengan potensi 307 380 ton per tahun, Laut Flores dengan potensi 168 780 ton per tahun, dan Teluk Bone dengan potensi sebesar 144 320 ton per tahun (Hatta 2007). Menurut Mallawa et al. (2010), bahwa ikan cakalang merupakan salah satu produksi penting perikanan Teluk Bone. Pada bulan Mei, daerah potensi penangkapan ikan cakalang berada pada bagian utara Teluk Bone yaitu perairan Kabupaten Luwu, Palopo, Luwu Utara, dan Luwu Timur. Begitupun pada bulan Agustus, daerah potensi penangkapan ikan cakalang berada pada bagian utara Teluk Bone yaitu perairan Kabupaten Luwu, Palopo, Luwu Utara, tengah Teluk Bone dan selatan Teluk Bone yaitu perairan Kabupaten Bone dan sekitarnya. Salah satu tempat pendaratan ikan di Sulawesi Selatan yang paling sering disinggahi adalah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pontap di Kota Palopo. Hal ini dikarenakan fasilitas yang disediakan di PPI tersebut lebih lengkap dan lebih baik dari PPI lainnya (Suardi 2005). Melihat fakta di atas perlu kiranya diversifikasi usaha di bidang perikanan dari peningkatan produksi menjadi peningkatan nilai tambah produksi. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian potensi pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo Provinsi Sulawesi Selatan.

Perumusan Masalah

(18)

pascatangkap yang tepat diperlukan guna menjaga kestabilan harga selain bagi konsumen juga bagi produsen (nelayan).

Pemerintah Kota Palopo telah menyediakan kawasan industri yakni Kawasan Industri Palopo (KIPA) sebagai industri pendukung produksi pertanian, perikanan, hutan, perkebunan, dan peternakan. Pusat pengembangan industri di Kota Palopo ialah kegiatan agroindustri, selain itu terdapat satu unit gedung pengolahan di PPI Pontap. Namun demikian hingga saat ini belum ada investor yang menanamkan modalnya di bidang industri perikanan, khususnya pengolahan ikan. Diduga karena belum ada kajian tentang potensi industri pengolahan ikan di Kota Palopo sehingga investor ragu untuk berinvestasi. Karena itu, perlu dilakukan kajian potensi pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo Sulawesi Selatan.

Secara garis besar, diagram alir perumusan masalah perikanan di Kota Palopo adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Diagram alir permasalahan

- Belum adanya penanganan pascatangkap (jenis

olahan) yang lain untuk mengantisipasi musim puncak ikan.

- Belum diketahui sejauhmana potensi pengembangan

industri pengolahan ikan di Kota Palopo.

- Belum diketahui strategi yang tepat untuk

pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo.

- Analisis deskriptif perkembangan produksi hasil

tangkapan ikan, supply chain, pola musim dan alternatif pengolahan ikan berdasarkan spesies yang dominan;

- Analisis identifikasi berkaitan dengan arah kebijakan

pemerintah daerah Kota Palopo; lokasi, fasilitas dan aksesibilitas; daerah pemasaran; dan sumber daya manusia; dan

- Analisis perencanaan strategi dengan menggunakan

SWOT.

Permasalahan

Analisis

Potensi pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo

(19)

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini sesuai dengan judul yaitu untuk mengkaji potensi pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo. Tujuan ini akan tercapai melalui tujuan khusus sebagai berikut:

1) Mengetahui gambaran produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo;

2) Mengidentifikasi potensi daerah Kota Palopo untuk pengembangan industri pengolahan ikan; dan

3) Menentukan strategi pengembangan industri pengolahan ikan yang sesuai di Kota Palopo.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1) Akademisi, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang industri perikanan tangkap, khususnya di Kota Palopo;

2) Investor, sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan usaha pengolahan ikan di Kota Palopo; dan

3) Informasi untuk Pemerintah Kota Palopo, dalam pengembangan industri perikanan tangkap khususnya di bidang pengolahan.

Batasan Penelitian

(20)

2 METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Maret tahun 2013 bertempat di Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 2).

Gambar 2 Lokasi penelitian

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang mengkaji tentang potensi pengembangan industri pengolahan ikan di Kota Palopo.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui:

a. Pengamatan atau observasi langsung

Pengamatan atau observasi langsung di lokasi penelitian dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami secara langsung kegiatan yang berkaitan dengan kasus penelitian. Pengamatan yang dilakukan meliputi:

(21)

- Pengamatan terhadap infrastruktur adalah berupa keberadaan dan kondisi jalan dan sarana transportasi untuk memperlancar kegiatan pendistribusian produk antar lokasi di dalam Kota Palopo dan antar daerah lainnya.

- Pengamatan terhadap peluang pasar produk olahan perikanan, yakni berupa kebiasaan mengkonsumsi hasil laut, jenis ikan olahan yang disukai, dan jarak daerah pemasaran ke lokasi pendirian industri.

- Pengamatan terhadap prasarana penunjang berupa ketersediaan dan kondisi sumber air bersih dan listrik.

- Pengamatan terhadap keberadaan dan aktivitas kelembagaan yang terkait. b. Wawancara

Wawancara dengan responden kunci dilakukan melalui pengisian kuesioner. Data primer utama yang dikumpulkan dari masing-masing responden kunci adalah sebagai berikut:

(a) Pegawai Pemerintah daerah dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Palopo

Responden berjumlah 5 orang. Data yang dikumpulkan antara lain: rencana strategis atau arah kebijakan pemerintah daerah Kota Palopo untuk jangka pendek, menengah, dan panjang; prioritas pembangunan pemda; kendala yang dihadapi dalam penerapan kebijakan; dan potensi daerah Kota Palopo; rencana strategis atau program Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Palopo untuk jangka pendek, menengah, dan panjang; program prioritas; dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program.

(b) Nelayan

Responden berjumlah 40 orang. Data yang dikumpulkan dari nelayan diantaranya: fishing ground; ukuran kapal; jumlah dan jenis hasil tangkapan; tempat pendaratan; tempat pemasaran ikan; harga jual ikan; besarnya pendapatan; kemampuan memenuhi kebutuhan hidup; keterampilan dan tingkat pendidikan; pendapatnya tentang pendirian industri pengolahan ikan; serta pendapatnya tentang rencana atau arah kebijakan yang diinginkan.

(c) Pedagang

Responden berjumlah 10 orang. Data yang dikumpulkan dari pedagang diantaranya: asal, jenis dan tujuan ikan yang dijual; pendapatnya tentang jalur distribusi ikan; harga ikan; pangsa pasar produk hasil perikanan; peluang bisnis di bidang perikanan; dan pendapatnya tentang pendirian industri pengolahan ikan.

(d) Pengolah ikan

Kelompok pengolah ikan di Kota Palopo baru terbentuk tahun 2012 sebanyak 8 kelompok. Kelompok ini dibentuk oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Palopo, dimaksudkan sebagai kelompok percontohan. Responden yang dipilih adalah ketua kelompok.

c. Sumber-sumber data sekunder

(22)

relevan untuk mengetahui kondisi saat ini dari kegiatan perikanan di lokasi penelitian.

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi:

(1) Data statistik produksi perikanan di Kota Palopo selama 10 tahun terakhir;

(2) Data asal produksi perikanan di Kota Palopo; (3) Dokumen tata ruang wilayah (RTRWK/RTRWP);

(4) Rencana stategis pembangunan daerah (jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang);

(5) Rencana strategis pembangunan perikanan (jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang);

(6) Kebijakan perikanan, hukum/peraturan perikanan yang ada dan program-program pembangunan perikanan yang sedang berjalan dan yang akan dikerjakan khususnya terhadap pengembangan industri perikanan pasca tangkap.

Metode Analisis

Secara umum metode analisis yang digunakan adalah secara deskriptif. Pemilihan lokasi harus didasarkan atas pengkajian seksama karena sifatnya yang strategis. Rincian jenis data dan analisis yang digunakan disajikan melalui mapping research pada Tabel 1. Tahapan-tahapan analisis untuk menjawab tujuan penelitian adalah sebagai berikut (Gambar 3):

1. Gambaran produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo

Gambaran kondisi perikanan tangkap di Kota Palopo akan diperoleh dengan menganalisis beberapa hal berikut ini:

a. Analisis perkembangan produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo dan ketersediaan bahan baku

Volume dan sumber produksi ikan di PPI (bahan baku) akan dianalisis secara deskriptif setelah memperoleh data time series produksi hasil tangkapan di Kota Palopo dan daerah-daerah yang mendatangkan ikan ke Kota Palopo. Berdasarkan data time series volume produksi ikan akan diketahui trend produksinya dan selisih pertumbuhan produksi ikan setiap tahunnya di Kota Palopo. Ketersediaan bahan baku (ikan) untuk industri pengolahan ikan diperoleh dengan telebih dahulu dilakukan perkiraan jumlah kebutuhan atau estimasi terhadap besarnya daya serap pasar lokal untuk ikan segar di Kota Palopo. Hal ini penting untuk mengetahui ada atau tidaknya bahan baku untuk diolah. Daya serap pasar lokal untuk ikan segar diestimasi dengan cara mengalikan antara jumlah penduduk dengan tingkat konsumsi ikan perkapita. Oleh karena tingkat konsumsi ikan per kapita Kota Palopo tidak diketahui maka tingkat konsumsi ikan perkapita yang dipakai adalah tingkat konsumsi ikan perkapita Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2012, yakni sebesar 42.91 kilogram per kapita per tahun (Ditjen P2HP 2013).

(23)

b. Analisis supply chain produk perikanan tangkap

Data alur distribusi/pemasaran hasil tangkapan ikan mulai dari produsen sampai konsumen, yang melibatkan beberapa stakeholder lainnya seperti pedagang dan pengolah ikan akan dianalisis untuk memperoleh Supply Chain. Hal ini perlu diketahui untuk menjaga kesinambungan bahan baku (ikan) dan mengetahui pola integrasi supply chain yang sesuai untuk setiap stakeholders.

c. Analisis alternatif pengolahan dan pola pendaratan ikan

Alternatif penanganan atau pengolahan hasil tangkapan akan dianalisis secara deskriptif setelah mengetahui jenis pengolahan yang sesuai untuk setiap jenis ikan yang dominan didaratkan di PPI Pontap. Pola pendaratan hasil tangkapan akan dianalisis dengan metode dekomposisi multiplikatif (Gasperz 1992), yang merupakan analisis proyeksi yang dapat menggambarkan trend, siklus dan pola musim. Data yang akan diolah adalah data time series produksi hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPI Pontap. Langkah-langkah penyelesaian model multiplikatif untuk memperoleh indek musim untuk menggambarkan pola pendaratan bulanan ikan adalah sebagai berikut: dari data aktual (Yt), ditentukan rata-rata bergerak 12 bulan (Mt), dilanjutkan dengan menghitung rasio data aktual terhadap Mt dengan formula [(Yt/Mt) x 100 %], selanjutnya menentukan rata-rata medial dengan cara menghitung rata-rata rasio data aktual terhadap rata-rata bergerak 12 bulan dengan terlebih dahulu membuang nilai maksimum dan minimum, selanjutnya penentuan indeks musim dengan cara mengalikan nilai rata-rata medial dengan faktor koreksi.

2. Analisis identifikasi potensi daerah Kota Palopo

Pemilihan lokasi harus didasarkan atas pengkajian seksama karena sifatnya yang strategis. Bayak teori yang mengemukakan tentang kriteria pemilihan lokasi industri. Tarigan menyatakan bahwa faktor yang dipertimbangkan sebagai daerah yang menguntungkan sebagai lokasi industri antara lain: ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan aksesibilitas dari tempat produksi kewilayah pemasaran yang dituju (terutama aksesibilitas pemasaran keluar negeri). Belakangan ini faktor stabilitas politik merupakan faktor yang penting bagi pertimbangan para investor. Hal ini berkaitan dengan kelangsungan usaha jangka panjang daripada sekedar laba yang besar tetapi tidak terdapat kepastian berusaha dalam jangka panjang. Oleh sebab itu penting untuk mengetahui kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah. Secara garis besar kriteria atau indikator yang diteliti diantaranya ialah bahan baku, aksesibilitas, tenaga kerja, pasar, sarana dan prasarana (fasilitas), utilitas, kesesuain lokasi, serta kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah. Analisis ketersediaan dan sumber bahan baku telah dianalisis pada sub bab gambaran produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo. Faktor lain yang dianalisis untuk mengidentifikasi daerah untuk pendirian industri diantaranya sebagai berikut: a. Analisis arah kebijakan pemerintah daerah dan rencana tata ruang

wilayah Kota Palopo

(24)

penelitian ini akan dideskripsikan arah kebijakan pemerintah daerah untuk melihat sejauhmana dukungan terhadap pengembangan industri, khususnya industri pengolahan ikan. Rencana tata ruang wilayah dianalisis secara deskriptif untuk menunjukkan lokasi-lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi pemusatan industri untuk melihat kompatibilitas antara perencanaan daerah dengan pengembangan industri pengolahan ikan.

b. Analisis lokasi, fasilitas, dan aksesibilitas

Analisis deskriptif mengenai kondisi lokasi pendirian industri dilakukan setelah diperoleh data pembebasan dan luas lahan, sarana perhubungan (infrastruktur), listrik, air bersih, transportasi dan jarak dengan pusat kegiatan kota. Sarana perhubungan (infrastuktur) berupa kondisi jalan dan alat transportasi serta jarak antar lokasi akan mempengaruhi waktu tempuh yang sangat menggambarkan tingkat aksesibilitas lokasi (Tarigan 2009). Tingkat aksesibilitas akan mempengaruhi keuntungan, dimana semakin mudah suatu lokasi dicapai maka akan semakin kecil biaya yang dikeluarkan. Semakin kecil biaya produksi maka akan semakin besar keuntungan yang diperoleh, demikian pula sebaliknya.

c. Analisis daya serap pasar

Daerah pemasaran dianalisis secara deskriptif setelah mengetahui informasi tentang area pemasaran yang mengkaji daya serap (utamanya pasar lokal). Daya serap pasar dilihat dari pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi Kota Palopo. Data yang dikumpulkan adalah data jumlah penduduk dan Pendapatan Domestik Regional Bruto Kota Palopo.

d. Analisis sumberdaya manusia

Mengenai sumberdaya manusia (SDM) akan dianalisis secara deskriptif. Hal yang akan dikaji adalah ketersediaan SDM dalam jumlah dan kualitas yang diperlukan untuk tenaga kerja di sekitar daerah yang bersangkutan, ataukah ada keharusan untuk mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah.

3. Perumusan strategi dengan analisis SWOT

Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) (Rangkuti 2006). Analisis SWOT mempertimbangkan faktor lingkungan internal strength dan weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan threats yang dihadapi dunia bisnis. Dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat, maka perlu melalui tahapan-tahapan proses sebagai berikut (Marimin 2004 diacu dalam Nazdan et al. 2008):

(1) Tahap evaluasi faktor eksternal dan internal. Tahap ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dengan menganalisis data-data yang relevan dengan lingkup penelitian

(25)

memiliki nilai antara 0 (tidak penting) sampai 1 (sangat penting). Bobor KSF tersebut ditentukan dengan membandingkan derajat kepentingan setiap KSF yang satu dengan KSF yang lain dengan mengunakan pendekatan matrik banding berpasangan. Faktor-faktor kunci keberhasilan tersebut kemudian diberi rating (R) yang menandakan nilai dukungan masing-masing faktor dalam pencapaian tujuan. Penilaian menggunakan skala Likert yang dimulai dari rating 4 (sangat berpengaruh), 3 (berpengaruh), 2 ( kurang berpengaruh) dan 1 (tidak berpengaruh). Bobot faktor dan rating akan menentukan skor (BxR) atau nilai bobot dukungan terhadap pengembangan industri perikanan pasca tangkap di Kota Palopo. Dalam tahap ini peneliti membuat justifikasi sendiri terhadap nilai tingkat kepentingan dan rating dari setiap KSF berdasarkan data dan kondisi aktual di lapangan yang berpengaruh terhadap pencapaian pengelolaan minapolitan yang optimal dan berkelanjutan. Selanjutnya dari jumlah skor dalam setiap faktor SWOT diperoleh total skor faktor internal dan skor faktor eksternal yang digunakan untuk mengetahui posisi strategi pengembangan industri perikanan pasca tangkap di Kota Palopo pada posisi kuadran tertentu dalam kuadran strategi SWOT.

(26)

Mulai

Pengumpulan data

Analisis produksi HT*

- Trend produksi dan ketersediaan bahan baku (ikan)

- Supply chain

- Jenis ikan dominan dan pola musim

Analisis identifikasi daerah

- Arah kebijakan dan tata ruang wilayah Kota Palopo

- Lokasi berkaitan dengan fasilitas, utilitas dan aksesibilitas

- Daerah pemasaran - SDM (tenaga kerja)

Analisis SWOT

Strategi yang diambil

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian

Keterangan:

(27)

Tabel 1 Mapping research

No. Jenis Data/Input Analisis Output Informasi

(28)

3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kota Palopo

Kota Palopo terletak antara 2 o 53' 15" - 3 o 04' 08" Lintang Selatan dan 120 o 03' 10" - 120 o 14' 34" Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Luwu Sebelah Selatan : Kabupaten Luwu Sebelah Timur : Teluk Bone

Sebelah Barat : Kabupaten Tanah Toraja Utara

Secara umum, luas wilayah Kota Palopo kurang lebih 247.52 km2 dan secara administrasi pemerintahan terdiri dari 9 wilayah kecamatan dengan jumlah kelurahan sebanyak 48. Jumlah penduduk Kota Palopo tahun 2011 tercatat sebanyak 149 419 jiwa. Kesembilan kecamatan di Kota Palopo adalah sebagai berikut :

1) Kecamatan Wara terdiri dari 6 Kelurahan 2) Kecamatan Wara Utara terdiri dari 6 Kelurahan 3) Kecamatan Wara Selatan terdiri dari 4 Kelurahan 4) Kecamatan Wara Timur terdiri dari 7 Kelurahan 5) Kecamatan Wara Barat terdiri dari 5 kelurahan 6) Kecamatan Sendana terdiri dari 4 Kelurahan 7) Kecamatan Mungkajang terdiri dari 4 Kelurahan 8) Kecamatan Bara terdiri dari 5 Kelurahan

9) Kecamatan Telluwanua Terdiri dari 7 Kelurahan

Tata guna lahan di Kota Palopo dibedakan atas penggunaan lahan perkotaan (urban) dan lahan non perkotaan (rural). Luas wilayah Kota Palopo untuk kegiatan perkotaan sekitar 105 km2 atau 43 persen dari luas wilayah, panjang garis pantai kurang lebih 24 km, dan luas perairan budidaya 2975.50 ha. (DKP Kota Palopo 2013). Dari 9 Kecamatan dan kelurahan dalam wilayah Kota Palopo terdapat 5 kecamatan dan 20 kelurahan yang menjadi wilayah pesisir (Tabel 2).

Kondisi tofografi Kota Palopo sebagian besar yakni 62 persen merupakan dataran rendah dengan kemiringan 0-3 persen dan berbukit sampai bergunung dengan kemiringan 25 persen dan berada pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut, dengan kemiringan lereng berkisar 0-40 persen. Hal ini sesuai dengan posisinya yang berada di pesisir pantai. Selain itu, sekitar 24 persen terletak pada ketinggian 501 – 1000 m dan 14 persen terletak di atas ketinggian lebih dari 1000 m.

(29)

Tabel 2 Nama kecamatan dan kelurahan pesisir Kota Palopo Tahun 2012

Kecamatan Kelurahan

Wara Utara 1. Kel. Batu Pasi 2. Kel. Penggoli 3. Kel. Sabbangparu 4. Kel. Salubulo Wara Selatan 1. Kel. Sampoddo

2. Kel. Songka 3. Kel. Takkalala 4. Kel. Binturu Wara Timur 1. Kel. Benteng

2. Kel. Pontap 3. Kel. Malatunrung 4. Kel. Salekoe 5. Kel. Saletellue 6. Kel. Ponjalae

Bara 1. Kel. Rampong

2. Kel. Temalebba 3. Kel. Balandai 4. Kel. Buntu Datu Telluwanua 1. Kel. Salubattang

2. Kel. Batu Walenrang

Sumber: DKP Kota Palopo 2013

Perikanan Kota Palopo

Panjang garis pantai Kota Palopo kurang lebih 24 km, dan luas perairan budidaya 2975.50 ha. Jumlah rumah tangga budidaya perikanan Kota Palopo berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi (Sussenas) tahun 2011 berjumlah 1 655 jiwa, sedangkan jumlah rumah tangga perikanan perairan umum adalah 744 jiwa (Tabel 3).

Perairan laut dan pesisir Kota Palopo secara administratif terletak di ujung utara kawasan laut Teluk Bone dan sebelah Barat dari perairan laut Sulawesi Tenggara. Perairan laut Kota Palopo mencakup 5 Kecamatan yang berpantai yaitu Wara Selatan, Wara Timur, Wara Utara, Bara dan Telluwanua. Luas wilayah perairan laut Kota Palopo kurang lebih 177 km² dengan panjang garis pantai sekitar 21.05 km. Terdapat 1 unit Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dengan 1 unit Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Jumlah Kapal yang mendarat sebanyak 771 unit dengan jumlah nelayan sebanyak 2 378 orang dari jumlah rumah tangga perikanan (RTP) sebanyak 711 RTP. Terdapat 1 pulau kecil yang bernama Pulau Libukang di perairan Kota Palopo dan terdapat 4 Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS). Jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi di Perairan Kota Palopo Tahun 2012 :

 Kapal motor 116 unit terdiri dari :

- Kapal motor 5-10 GT : 49 unit

(30)

Penggunaan alat tangkap nelayan Kota Palopo diarahkan pada usaha diversifikasi sehingga dengan memiliki lebih dari satu alat tangkap dapat menangkap ikan pada seluruh musim penangkapan ikan. Jumlah alat tangkap yang digunakan nelayan Kota Palopo dalam Tahun 2012 sebanyak 734 unit

Sumber: DKP Kota Palopo tahun 2013

Tabel 4 Jumlah alat tangkap yang beroperasi pada tahun 2010-2012

Jenis Alat tangkap Jumlah (unit)

(31)

Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Pontap didominasi oleh ikan-ikan pelagis, namun terdapat juga ikan-ikan demersal yang umumnya bernilai ekonomis penting. Pada tahun 2012, total produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo adalah sebesar 11 310.10 ton dengan total nilai produksi sebesar Rp156 524 100 000,00. Jika dibandingkan dengan total produksi tahun 2011 yakni sebesar 9 473.75 ton dengan total nilai produksi sebesar Rp145 958 740 000,00 maka diketahui bahwa telah terjadi peningkatan sebesar 19 persen (DKP Kota Palopo 2013).

Potensi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kota Palopo

Pengolahan adalah rangkaian kegiatan dan/atau perlakuan dari bahan baku ikan sampai menjadi produk akhir untuk konsumsi manusia. Unit Pengolahan Ikan adalah tempat yang digunakan untuk mengolah ikan, baik yang dimiliki oleh perorangan, kelompok maupun badan usaha. Adapun potensi pemasaran dan pengolahan hasil perikanan Kota Palopo adalah :

1) Unit Pengolahan Ikan (UPI) : 69 unit 2) Pemasar Produksi perikanan : 421 orang 3) Pengolah Ikan : 130 orang

4) Pabrik ES : 5 unit

5) Pasar Ikan /Depo : 4 unit

Di Kota Palopo umumnya perlakuan terhadap ikan hasil tangkapan dan budidaya adalah dengan cara pendinginan dan pengeringan. Bidang usaha dan pemasaran hasil perikanan pada tahun 2012 telah membina kelompok pengolahan dan pemasaran (Poklahsar) sebanyak 56 kelompok yang tersebar di Kec.Wara Utara, Wara Timur, Mungkajang, Benteng, Ponjalae, Songka dan Bara. Poklahsar tersebut bergerak pada usaha pengolahan ikan/rumput laut, pengeringan, penggaraman serta sovenir untuk non-konsumsi. Jumlah produksi pengolahan rumput laut dan ikan pada tahun 2012 adalah 168 270 641 kilogram. Jenis produk olahan yang telah ada adalah teri gurih, dendeng ikan, amplang, bandeng presto, abon dan amplang (DKP Kota Palopo 2013).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Produksi Hasil Tangkapan Ikan di Kota Palopo

(32)

a. Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo dan ketersediaan bahan baku (ikan)

Produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo berpusat pada satu pangkalan pendaratan ikan (PPI) yakni di PPI Pontap. Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo meningkat setiap tahunnya. Sejak tahun 2003 hingga tahun 2008 volume produksi ikan yang didaratkan di PPI Pontap cenderung stabil di kisaran angka 1 000 - 2 000 ton ikan per tahun. Baru pada tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012 volume produksi ikan yang didaratkan meningkat hingga masing-masing mencapai 7 010.27 ton, 9 442.00 ton, 9 473.75 ton dan 11 310.10 ton (Gambar 4). Peningkatan volume produksi juga secara

Gambar 4 dan 5 juga memperlihatkan bahwa trend produksi hasil tangkapan ikan Kota Palopo tahun 2003 sampai 2012 adalah positif. Dengan demikian dapat diduga bahwa akan selalu terjadi perkembangan peningkatan produksi hasil tangkapan pada setiap tahunnya.

Tabel 5 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kota Palopo tahun 2003-2012

Tahun Volume Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp.000)

2003 1 835.80 9 379 610

Sumber: Dinas kelautan dan perikanan Kota Palopo tahun 2004-2013

(33)

Tabel 6 Volume produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo asal PPI Pontap dan luar PPI Pontap tahun 2009-2011

Tahun Volume Produksi se Kota Palopo

(ton)

Volume Produksi nelayan PPI Pontap

(ton)

Volume Produksi yang datang dari

luar PPI (ton)

Persentase HT yang datang dari luar PPI

2009 7 010.27 4 363.187 2 647.083 37,76

2010 9 442.00 3 627.040 5 814.960 61,59

2011 9 473.75 2 205.627 7 268.123 76,72

Sumber: DKP dan BPS tahun 2012 (data diolah kembali)

Gambar 4 Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo tahun 2003-2012

(34)

Gambar 6 Sumber-sumber hasil tangkapan ikan Kota Palopo tahun 2012

Selama ini kegiatan distribusi hasil tangkapan ini terus berlangsung demi mendapatkan harga yang layak. Gambaran kondisi ini mencerminkan bahwa penyuplai ikan akan selalu mencari pasar yang menguntungkannya. Oleh karena itu, jika Kota Palopo mendirikan industri pengolahan ikan maka dapat menjadikannya pusat tujuan distribusi ikan segar di Sulawesi Selatan. Hal ini tidak hanya menguntungkan Kota Palopo tetapi juga daerah-daerah pesisir lainnya di Sulawesi Selatan yang memiliki sumber daya ikan yang melimpah. Sebagaimana yang terjadi di Negara-negara Eropa, sebagai contoh Pelabuhan Perikanan Boulogne-sur-Mer telah menjadi pusat pengolahan ikan terbesar di Eropa. Ikan yang diolah tidak hanya berasal dari hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan tersebut tetapi juga mengimpor dari negara-negara tetangga (Lubis 2011).

(35)

Kota Palopo, serta jumlah ikan yang tersisa untuk diolah maka disimpulkan bahwa skala industri yang dapat berkembang di Kota Palopo adalah skala industri rumah tangga, kecil, dan sedang.

Pengembangan industri perikanan tangkap dalam bidang pengolahan ikan, perlu memperhatikan keberlanjutan bahan baku. Suatu perusahaan sangat berkepentingan menjaga agar suplai bahan baku dapat berkesinambungan, dengan harga yang layak dan biaya transportasi rendah. Oleh sebab itu, salah satu pertimbangan dalam memilih lokasi adalah dekat dengan sumber bahan baku (Soeharto 1995). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Tarigan (2009) bahwa salah satu faktor yang dipertimbangkan sebagai daerah yang menguntungkan sebagai lokasi industri adalah ketersediaan bahan baku. Volume produksi perikanan tangkap di Kota Palopo yang cenderung meningkat dan terdapatnya beberapa daerah penyuplai ikan menjadi salah satu indikator positif untuk pendirian industri pengolahan ikan di Kota Palopo. Namun demikian, persentase produksi hasil tangkapan nelayan lokal yang saat ini sangat kecil jika dibandingkan dengan persentase hasil tangkapan ikan yang datang dari luar Kota Palopo juga dapat menjadi suatu ancaman bagi keberlanjutan usaha pengolahan ikan di Kota Palopo. Oleh karena itu, kemandirian menghasilkan bahan baku (dalam hal ini hasil tangkapan) sebaiknya dibangun, dengan cara meningkatkan produksi hasil tangkapan nelayan lokal.

b. Supply chain produk perikanan tangkap di Kota Palopo

Supply chain sebagai sekumpulan aktivitas (dalam bentuk entitas/fasilitas) yang terlibat dalam proses transformasi dan distribusi barang mulai dari bahan baku paling awal dari alam sampai produk jadi pada konsumen akhir. Supply chain untuk produk perikanan dapat terkait dengan sejumlah besar stakeholder diantara nelayan/petani ikan dan konsumen akhir (De Silva dan Yamao 2006). Kegiatan perikanan pada dasarnya merupakan seluruh kegiatan yang mencakup praproduksi, produksi, dan pascaproduksi. Kegiatan praproduksi untuk perikanan tangkap sendiri terdiri dari persiapan yang di dalamnya mencakup penyediaan segala keperluan proses produksi seperti pengisian bahan bakar minyak, penyediaan es dan bekal (makanan dan minuman). Kegiatan produksi dalam perikanan tangkap ialah proses penangkapan yang membutuhkan kapal, alat tangkap, dan nelayan sebagai unit penangkapannya. Kegiatan pascaproduksi dimulai dari penanganan di atas kapal, pengolahan, dan pemasaran. Pada penelitian kali ini, pembahasan supply chain akan difokuskan pada kegiatan pascaproduksi/pascatangkap. Memperhatikan berbagai aktivitas dalam sektor perikanan tangkap pascatangkap yang terjadi di Kota Palopo mulai dari produsen hingga ke konsumen maka diketahui terdapat beberapa supply chain yang terbentuk. Pada Gambar 7 disajikan aliran supply chain untuk produk perikanan tangkap di Kota Palopo.

(36)

tangkap di Kota Palopo, TPI PPI Pontap sebagai tempat proses berlangsungnya bagian pascaproduksi/pascatangkap. Kota Palopo hingga saat ini baru memiliki jenis olahan ikan secara tradisional yang berskala industri rumah tangga. Pendistribusian hasil perikanan tangkap Kota Palopo berupa ikan segar dilakukan dengan menggunakan sepeda motor dan mobil.

Supply chain untuk produk perikanan tangkap di Kota Palopo terbagi atas beberapa rantai, diantaranya: 1) produsen (nelayan) bertemu langsung dengan konsumen. Setelah kegiatan penanganan, ikan akan langsung dijual di tempat pendaratan ikan di pelabuhan, sehingga pelabuhan adalah sebagai tempat awal dilakukan pemasaran ikan. Kasus pertama, keseluruhan produsen (nelayan pemilik) yang hasil tangkapannya sedikit menerapkan rantai suplai ini; 2) Nelayan akan menyerahkan ikan kepada pencatat atau pedagang pertama. Pencatat atau pedagang pertama ini yang akan memasarkan ikan kepada konsumen dan atau pedagang ke dua (pengecer) dan atau pengolah ikan. Pedagang kedua akan mendistribusikan ikannya ke konsumen. Pengolah ikan memasarkan hasil olahannya ke konsumen langsung atau ke retail-retail; 3) Produsen (nelayan) langsung menjual hasil tangkapannya kepada pengolah ikan. Sebagian besar nelayan bagan tancap melakukan alur pemasaran rantai ini. Pengolah ikan memasarkan produknya ke retail-retail atau langsung ke konsumen; 4) Produsen merupakan pedagang ikan yang berasal dari luar Kota Palopo yang memasarkan ikannya langsung ke konsumen dan atau kepada pedagang kedua. Keseluruhan rantai suplai ini sudah umum menggambarkan produk perikanan tangkap Indonesia.

Nelayan Kota Palopo Pedagang Ikan dari luar Kota Palopo

Konsumen

Pencatat /pedagang ikan ke-1

Pedagang ikan ke-2

Pengolah Ikan (tradisional)

Pasar/ retail

(37)

Supply chain berkaitan dengan kegiatan/proses untuk memproduksi produk hingga dikirim ke pasar. Selain itu terdapat hal yang lebih diperhatikan oleh pemerintah dan pengusaha yakni value chain. Kedudukan value chain tidak hanya memperhatikan faktor produksi dan teknologi saja melainkan juga efisiensi transpotasi, sistem informasi pasar dan manajemen. Value chain berkaitan dengan sifat atau kualitas/kuantitas dari setiap kegiatan. Oleh karena itu, supply chain sering juga disebut aliran produk, uang, dan informasi (De Silva dan Yamao 2006).

Sebagaimana diketahui bahwa jumlah produksi hasil tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh musim penangkapan. Selain itu, khusus untuk produk perikanan yang sifatnya hight perishable maka dibutuhkan penanganan yang cepat guna menjaga kualitas produk (ikan). Konsep pengelolaan yang dapat digunakan adalah konsep supply chain management (SCM). Konsep SCM menekankan pada kesadaran akan adanya produk yang murah, cepat, dan berkualitas. Tujuan dari SCM adalah untuk mengintegrasikan proses bisnis utama perusahaan mulai dari pemasok sebenarnya sampai ke pengguna akhir melalui penyediaan produk, jasa dan informasi yang memberikan nilai tambah bagi konsumen dan stakeholder lainnya (Setiawan dan Rahardian 2005).

(38)

Gambar 8 Pola integrasi supply chain

Melihat dari posisi nelayan Kota Palopo sebagai produsen, maka pola integrasi SCM yang sesuai adalah costumer-facing (Gambar 9) (Frohlich dan Westbrook 2001). Costumer-facing artinya nelayan sebagai produsen harus memperluas integrasinya kepada konsumen. Hal ini mengingat produk yang ditawarkan ialah ikan segar yang sifatnya mudah rusak sehingga harus dijual dengan cepat. Oleh karena itu, nelayan harus dapat mengetahui pasar yang potensial untuk mendapatkan konsumen yang potensial juga. Pola integrasi ini juga berlaku bagi pencatat ikan (pedagang pertama) yang memang bertugas untuk menjual hasil tangkapan ikan nelayan. Pencatat ikan bisa merupakan pemilik modal atau pedagang yang secara khusus ditugaskan oleh nelayan atau pemilik modal untuk menjual hasil tangkapan ikannya. Nelayan yang menugaskan pencatat ikan untuk menjual hasil tangkapannya umumnya merupakan nelayan yang produksi hasil tangkapannya dalam jumlah besar. Ada juga nelayan-nelayan kecil yang menyerahkan hasil tangkapannya kepada pencatat ikan. Pencatat ikan yang seperti ini mengumpulkan ikan dari beberapa nelayan kecil untuk kemudian dijualkan. Pencatat ikan umumnya mendapatkan komisi sebesar 10 persen dari hasil penjualan ikan.

Pola integrasi SCM untuk pengecer (pedagang ke-2) yang sesuai adalah outward-facing (Gambar 10). Outward-facing berarti pengecer harus memperluas integrasi kepada pemasok dalam hal ini nelayan atau pencatat ikan juga kepada konsumen. Jumlah pengecer ikan yang sangat banyak membuat persaingan juga besar. Oleh sebab itu, para pengecer perlu menerapkan pola integrasi outward-facing sebagai upaya efisiensi usaha.

Pola integrasi yang sesuai untuk pengolah ikan atau pelaku kegiatan industri pengolahan ikan di Kota Palopo adalah Supplier-facing (Gambar 11), yaitu pola integrasi yang luas kepada pemasok (nelayan atau pencatat ikan). Hal ini karena dalam kondisi karakteristik perusahaan pengolahan ikan membutuhkan kontinuitas bahan baku, dalam hal ini ikan segar. Penerapan pola integrasi yang sesuai akan meningkatkan performa usaha. Sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dan Rahardian (2005), kepada beberapa perusahaan jasa

(39)

makanan, diketahui bahwa semakin perusahaan melakukan integrasi kepada pemasok dan konsumen maka performa akan semakin meningkat.

Gambar 11 Supplier-facing arc of integration

c. Alternatif pengolahan ikan berdasarkan spesies ikan yang dominan dan pola pendaratan ikan

Data statistik produksi hasil tangkapan ikan dari nelayan lokal memperlihatkan terdapat 36 jenis ikan yang didaratkan di PPI Pontap. Jenis ikan dominan yang didaratkan diantaranya ikan kembung (Rastrelliger sp), layang (Decapterus spp), teri (Stolephorus commersoni), peperek (Leiognathus spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Euthynnus affinis) dan tembang (sardinella sp). Hal ini sesuai dengan sumber daya ikan yang tersedia di Teluk Bone yaitu jenis pelagis kecil. Berdasarkan jenis ikan tersebut akan dipaparkan jenis olahan yang sesuai. Jenis alat tangkap yang dominan beroperasi di PPI Pontap juga merupakan jenis alat tangkap yang sasaran tangkapnya adalah ikan pelagis kecil diantaranya purse seine (pukat cincin/gae), gill net (jaring insang), bagan perahu, dan bagan tancap.

Produksi hasil tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh musim, sedangkan industri pengolahan sangat bergantung pada kontinuitas bahan baku (ikan). Oleh

Gambar 9

Costumer-facing arc of integration

Gambar 10

(40)

sebab itu penting untuk mengetahui pola pendaratan bulanan ikan-ikan yang dominan didaratkan di PPI Pontap agar dapat mengantisipasi kemungkinan kekurangan bahan baku. Mengetahui pola pendaratan bulanan ikan (Gambar 12) akan membantu dalam pengelolaan hasil tangkapan yang jumlahnya sangat fluktuatif setiap bulannya menurut jenis ikan.

Ikan kembung tergolong ke dalam marga Rastrelliger, suku Scombridae. Meskipun bertubuh kecil, ikan ini masih sekerabat dengan tenggiri, tongkol, tuna, madidihang, dan makerel. Di Ambon, ikan ini dikenal dengan nama lema atau tatare, di Makassar disebut banyar atau banyara. Dari sini didapat sebutan kembung banjar dan di medan 'kembung kuring. Ikan kembung termasuk ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis menengah, sehingga terhitung sebagai komoditas yang cukup penting bagi nelayan lokal. Di Kota Palopo ikan kembung ditangkap dengan menggunakan alat tangkap payang, jaring insang hanyut (gillnet), jaring insang tetap, pukat dasar, sero, bagan apung dan bagan tancap. Ikan kembung biasanya dijual segar atau diproses menjadi ikan pindang dan ikan asin agar lebih tahan lama. Menurut Agustini (2003), jenis olahan lain yang menggunakan bahan baku ikan kembung adalah “Aji Furai” atau ikan bumbu kentucky, yang merupakan jenis yang paling di gemari di Jepang. Berdasarkan hasil analisis pola pendaratan bulanan untuk ikan kembung di PPI Pontap diketahui bahwa musim puncak pendaratan pada bulan Februari, September, dan Desember, musim pacekliknya pada bulan April, Mei, Juni, dan Juli.

Ikan layang (Decapterus spp) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Di Kota Palopo ikan layang ditangkap menggunakan alat tangkap payang, pukat cincin (gae), gillnet, dan bagan apung. Ikan layang dapat diolah menjadi ikan asin, pindang, dan dikalengkan. Hasil analisis pola pendaratan bulanan ikan layang memperlihatkan bahwa musim puncak pendaratan berada pada bulan Februari dan September, sedangkan musim pacekliknya pada bulan Mei, Juni dan Juli.

Ikan teri (Stolephorus commersoni) umumnya hidup di dekat pantai, tetapi pula yang masuk ke muara-muara sungai di air payau, kebanyakan ikan teri hidup dalam bergerombolan sangat besar. Sebetulnya banyak sekali nama ikan teri ini atau spesiesnya. Di Kota Palopo ikan teri ditangkap menggunakan alat tangkap pukat pantai, bagan apung, bagan tancap dan sero. Pengolahan yang umum untuk ikan teri adalah pengasinan, sedangkan di Kota Palopo sendiri selain diasinkan, ikan teri juga diolah menjadi terih gurih. Hasil analisis pola pendaratan bulanan ikan teri memperlihatkan bahwa musim puncak pendaratan berada pada bulan Maret, April dan Oktober, sedangkan musim pacekliknya pada bulan Juni, Juli dan Agustus. Namun demikian secara keseluruhan pola musim pendaratan ikan teri ini tidak terlalu berfluktuatif, diduga karena sifatnya yang menyebar merata sepanjang tahun di pesisir pantai.

(41)

Januari, September dan Oktober, sedangkan musim pacekliknya pada bulan Februari, Maret dan Juli.

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara biologis suka hidup bergerombol (schooling fish), pemangsa yang rakus dan merupakan ikan perenang cepat lebih dari 10 mil per jam. Jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan cakalang berbeda-beda tergantung daerah. Menurut Lumi et al. (2013), di Sulawesi Utara ikan cakalang ditangkap dengan alat huhate (pole and line) dan pukat cincin (purse seine). Berdasarkan penelitian Lubis dan Sumiati (2011), nelayan PPN Palabuhanratu menangkap ikan cakalang menggunakan jaring insang (gillnet), pancing tonda dan payang. Nelayan PPI Pontap sendiri menangkap ikan cakalang dengan menggunakan alat tangkap purse seine (gae), jaring insang tetap, bagan perahu, rawai tetap dan pancing ulur. Ikan cakalang juga merupakan jenis ikan ekonomis penting yang memberikan kontribusi besar di beberapa daerah, misalnya Provinsi Sulawesi sulawesi Utara khususnya di wilayah administrasi Kota Bitung (Lumi et al. 2013) dan wilayah PPN Palabuhanratu, Sukabumi yang berlokasi di Pantai Selatan Jawa (Lubis dan Sumiati 2011). Industri pengolahan yang menggunakan bahan baku ikan cakalang diantaranya pemindangan, pembekuan, fillet, loin dan pengalengan ikan (Lubis dan Sumiati 2011). Di Kota Palopo sendiri ikan cakalang diolah menjadi abon ikan. Analisis pola pendaratan bulanan untuk ikan cakalang yang didaratkan di PPI Pontap menunjukkan bahwa ikan cakalang berada pada musim puncak pendaratan pada bulan Februari dan Maret, sedangkan musim paceklik di bulan Juni, Juli, September dan Oktober.

Ikan tongkol merupakan jenis ikan yang hidup bergerombol (schooling fish). Jenis alat tangkap yang dapat digunakan untuk menangkap ikan tongkol yang umum di Indonesia diantaranya payang, gillnet, pukat cincin, bagan, dan pancing tonda. Di PPI Pontap alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan tongkol adalah pukat cincin (gae), rawai tetap, dan pancing ulur. Industri pengolahan yang menggunakan bahan baku ikan tongkol diantaranya pemindangan, pengalengan ikan, pembekuan, fillet dan sashimi (Lubis dan Sumiati 2011). Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa musim puncak pendaratan ikan tongkol adalah pada bulan Januari, September, Oktober, November dan Desember, sedangkan musim paceklik jatuh pada bulan Februari, Maret, April dan Mei.

(42)

Bulan I

n d e k s

m u s i m

kembung

layang

teri

peperek

cakalang

tongkol

tembang

(43)

Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Pontap didominasi oleh jenis ikan pelagis baik kecil. Jenis ikan pelagis kecil yang dominan tersebut diantaranya ikan kembung, layang, teri, dan tembang, selain itu juga terdapat ikan pelagis besar yakni ikan cakalang dan tongkol. Setiap jenis ikan dapat diolah sesuai dengan skala olahannya baik secara tradisional maupun modern seperti yang telah jelaskan sebelumnya. Jenis pengolahan tradisional/konvensional yang telah diterapkan di Kota Palopo yaitu pengasinan dan pengeringan, abon ikan, teri gurih, dan amplang, sedangkan pengolahan tradisional yang diharapkan dan berpotensi tumbuh adalah pemindangan dan pengasapan. Melihat jenis ikan yang dominan di Kota Palopo adal jenis ikan pelagis kecil maka jenis pengolahan modern yang diharapkan dan berpotensi untuh tumbuh adalah pengalengan ikan.

Pola pendaratan bulanan ikan di PPI Pontap berbeda-beda per jenis ikan. Namun demikian, secara keseluruhan membentuk tiga pola yaitu pola pertama, volume hasil tangkapan di atas rata-rata; dan pola kedua, volume hasil tangkapan berada di bawah rata-rata; dan pola ketiga, volume hasil tangkapan normal. Pola pertama dikatakan juga musim puncak pendaratan ikan berada pada bulan Januari sampai Maret dan pola kedua disebut musim paceklik berada pada bulan April sampai Agustus. Diduga hal ini dikarenakan pada bulan Januari sampai Maret merupakan musim Barat dimana perairan Kota Palopo sedang dalam keadaan tenang. Sedangkan pada bulan April hingga Agustus adalah musim Timur, yang menyebabkan kondisi perairan Kota Palopo lebih berangin dan bergelombang. Pola ketiga memasuki musim peralihan, oleh karena itu sebagian besar volume hasil tangkapan ikan normal (tidak kurang dan tidak lebih).

(44)

Identifikasi Potensi Daerah Kota Palopo

Identifikasi daerah dilakukan pada arah kebijakan pemerintah daerah, lokasi, daerah pemasaran, dan sumber daya manusia Kota Palopo. Suatu perusahaan sangat berkepentingan menjaga agar suplai bahan baku dapat berkesinambungan, dengan harga yang layak dan biaya transportasi rendah dari daerah asal. Oleh sebab itu, salah satu pertimbangan dalam memilih lokasi adalah dekat dengan sumber bahan baku. Hal ini telah dijelaskan pada sub bab gambaran produksi hasil tangkapan ikan di Kota Palopo. Kesesuaian lokasi juga dilihat dari ketersediaan fasilitas, utilitas dan sarana transportasi untuk melihat tingkat aksesisbilitasnya. Daerah pemasaran dianalisis mengingat berbagai macam perusahaan atau industri memilih menempatkan fasilitas produksinya di dekat area pemasaran. Tujuannya memperpendek jaringan distribusi produk sehingga cepat sampai ke tangan konsumen. Hal yang perlu diperhatikan tentang sumber daya manusia adalah berkaitan dengan tersedianya tenaga kerja dalam jumlah dan kualitas yang diperlukan di sekitar daerah atau wilayah yang bersangkutan (Soeharto 1997).

a. Arah kebijakan pemerintah daerah dan rencana tata ruang wilayah Kota Palopo

Pola industrialisasi pada suatu wilayah yang terlihat dari kebijakan yang diterapkan merupakan salah satu cara untuk melihat apakah suatu daerah dapat mengembangkan industrinya. Menurut Tambunan (2003), salah satu faktor yang membuat intensitas proses industrialisasi berbeda antar negara adalah kebijakan atau strategi pemerintah yang diterapkan. Oleh sebab itu, pada penelitian ini dilakukan analisis deskriptif tentang arah kebijakan pemerintah daerah Kota Palopo yang diperlihatkan dari rencana tata ruang wilayah Kota Palopo tahun 2012-2032.

Visi penataan ruang Kota Palopo tahun 2011-2031 yakni “Penataan Ruang yang Mengakomodasi Peluang Investasi dalam Rangka Menciptakan Kota Palopo Sebagai Pusat Perkembangan Ekonomi Sulawesi Selatan Bagian Utara”, demikian pula misiya yaitu (Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Palopo 2012) :

(1) Mewujudkan pusat-pusat pelayanan ekonomi dan pelayanan jasa skala regional;

(2) Mewujudkan pengembangan sarana prasarana wilayah dalam rangka mendorong peluang investasi dan pemerataan wilayah Kota Palopo;

(3) Mewujudkan keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung dalam upaya membentuk Kota Palopo yang berkelanjutan;

(4) Mewujudkan kepastian hukum dan peran serta masyarakat dalam mendorong kegiatan yang produktif.

Kebijakan penetapan struktur ruang wilayah Kota Palopo meliputi (Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Palopo 2012) :

Gambar

Gambar 1 Diagram alir permasalahan
Gambar 2  Lokasi penelitian
Gambar 3  Diagram alir tahapan penelitian
Tabel 1  Mapping research
+7

Referensi

Dokumen terkait

(4) Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang tidak mematuhi waktu yang telah ditentukan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat dikenakan sanksi berupa denda

[r]

Glass secara fungsional dapat diterapkan pada berbagai aplikasi teknologi yang di antaranya yaitu sifat elektrik dan sifat optik glass[1].. Secara struktural

Film 99 Cahaya di Langit Eropa sebagai film yang diangkat dari kisah nyata perjalanan sang penulis novel tentunya mengandung sebuah realitas yang bersifat subjektif berdasarkan

Untuk menguji persepsi masyarakat terhadap kualitas layanan program JKBM menggunakan metode uji statistik deskriptif, yaitu dilihat dari persepsi masyarakat

Dari uraian tersebut akan menjadi sebuah indikator bahwa partikel- partikel dalam ruh manusia merupakan susunan partikel-partikel yang begitu lembut selayaknya angin

Pada tugas akhir ini akan dibahas secara umum komponen-komponen utama yang digunakan dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga air skala piko beserta daya yang dibangkitkan

Pelindo I (Persero) tidak dapat dijalankan. Hambatan-hambatan yang menyebabkan pelaksanaan eksekusi tidak dapat dijalankan bahwa ketiga tanah tersebut telah