• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi di Lembang Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi di Lembang Jawa Barat"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA

LETUSAN GUNUNG TANGKUBAN PERAHU BERBASIS

MITIGASI DI LEMBANG JAWA BARAT

BAGUSTIO ARDHITYA

DEP ARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi di Lembang Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)

ABSTRAK

BAGUSTIO ARDHITYA. Perencanaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi di Lembang Jawa Barat. Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW.

Indonesia memiliki banyak gunung berapi di setiap pulau di Indonesia sehingga dikenal sebagai daerah cincin api. Gunung Tangkuban Perahu merupakan gunung api yang masih aktif yang terletak di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Menurut sejarah erupsi Gunung Tangkuban Perahu, bahaya dari potensi letusan mencapai 5 km melebar keseluruh kawasan Kecamatan Lembang. Hal itu membuat Kota Lembang menjadi kawasan rawan bencana sehingga dibutuhkan perencanaan tata ruang kota berbasis bencana. Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi, klasifikasi, dan tata ruang Kecamatan Lembang berbasis mitigasi. Perencanaan tata ruang dengan metode analisis data spasial dengan meng overlay data spasial gunung api Tangkuban Perahu dengan data spasial kondisi umum Kecamatan Lembang. Metode tersebut menghasilkan data spasial berupa tingkat kerentanan suatu daerah. Lalu menentukan blockplan dengan menggunakan metode permodelan spasial. Dengan konsep dasar mitigasi, perencanaan tata ruang Kecamatan Lemb ang memiliki prioritas utama untuk memperkecil tingkat resiko bencana. Hasil dari penelitian ini adalah tiga model ruang evakuasi yaitu zona evakuasi mikro, meso, dan makro. Kata kunci : Mitigasi bencana, letusan gunung api, Tangkuban Perahu, tata ruang kota, Kota Lembang

ABSTRACT

BAGUSTIO ARDHITYA. An Arrangement Planning Of Urban Space In Vulnerability Area of Tangkuban Perahu Vulcano’s Eruption Base of Mitigation At Lembang, West Java . Supervised by AFRA DN MAKALEW.

Indonesia has many volcanoes in every island and known as the ring of fire area. Tangkuban Perahu is still an active volcano located in the Lembang City, Bandung Barat District. According to the eruption history of Tangkuban Perahu, the eruption could reach 5 km widely to whole of Lembang City. It makes Lembang city into a disaster-prone areas and that is why It needs an arrangement of urban space-based disaster. The objective of this research is to identify, classify and arrange Lembang districtbase of mitigation. The arrangement was done by analysis of spatial data with spatial that will result a vulnerability level for each areas. Then define a blockplan by modeling spatial.With mitigation as a base concept, an arrangement planning of urban space has highly priority to to minimize disaster risk. The result of this research is evacuation space model which are micro evacuation space, meso evacuation space, and macro evacuation space .

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau peninjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA

LETUSAN GUNUNG TANGKUBAN PERAHU BERBASIS

MITIGASI DI LEMBANG JAWA BARAT

BAGUSTIO ARDHITYA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi :Perencanaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi di

Lembang Jawa Barat Nama :Bagustio Ardhitya NIM :A44090032

Disetujui oleh

Dr Ir Afra DN Makalew, M.Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara M.Agr Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat ilmu, rahmat, dan hidayah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini. Judul skripsi yang dipilih adalah Perencanaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi d i Lembang Jawa Barat.

Terimakasih penulis haturkan kepada Dr Ir Afra DN Makalew, M.Sc selaku pembimbing skripsi yang selalu senantiasa membimbing dalam penilitian ini. Terimakasih pula kepada kedua orang tua yang selalu mendoakan yang terbaik kepada penulis sebagai anaknya. Terimakasih juga kepada teman teman seperjuangan untuk segala motivasi yang sangat membangun dalam pengerjaan skripsi ini.

Demikian skripsi penelitian ini dibuat, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak Pemerintah Kota Bogor dan pihak lain yang memerlukan.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 4

Bencana 4

Letusan Gunung Berapi 4

Bahaya Utama (Primer) 4

Bahaya Ikutan (Sekunder) 5

Sejarah Gunung Tangkuban Perahu 5

Kegiatan Gunung Tangkuban Perahu 5

Mitigasi Bencana 5

Perencanaan 6

METODOLOGI 8

Lokasi dan Waktu Penelitian 8

Alat dan Bahan Penelitian 8

Batasan Penelitian 8

Metode dan Tahap Penelitian 9

Metode Pengumpulan Data 9

Metode Pengolahan Data 11

KONDISI UMUM 18

Aspek Biofisik 19

Topografi 19

Hidrogeologi 21

Iklim 22

Kawasan Hutan 24

Tata Guna Lahan 25

Sarana dan Prasarana 26

(14)

Kepemerintahan 30

Kependudukan 31

HASIL DAN PEMBAHASAN 34

Identifikasi Tipologi Daerah Rawan Bencana Erupsi Gunung Berapi 34

Bahaya Primer 34

Bahaya Sekunder 34

Analisis Tingkat Kerentanan (vulnerability)Bencana 36 Analisis Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya Longsor

36 Analisis Pengaruh Kemiringan Tapak Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya

Longsor 38

Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya Banjir

Lahar Dingin 41

Analisis Pengaruh Ketinggian Tapak Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya

Banjir Lahar Dingin 41

Overlay 44

Sintesis 47

Konsep Perencanaan Tata Ruang 54

Konsep Dasar 54

Pengembangan Konsep 54

Perencanan Lanskap Berbasis Mitigasi 58

Rencana Ruang 58

Rencana Aktivitas 61

Rencana Sarana dan Prasarana 61

Rencana Sirkulasi 63

Rencana Vegetasi 64

Rencana Daya Dukung 64

SIMPULAN DAN SARAN 68

Simpulan 68

Saran 68

DAFTAR PUSTAKA 69

(15)

DAFTAR TABEL

1. Sejarah kegiatan Gunung Berapi Tangkuban Perahu 6

2. Alat dan bahan penelitian 9

3. Tahap Penelitian 9

4. Metode pengumpulan data 10

5. Penentuan tipologi kawasan rawan bencana letusan gunung berapi 12 6. Tingkat kepekaan jenis tanah terhadap bahaya longsor 13

7. Kemiringan tapak 13

8. Data bentuk geografis berdasarkan desa di Kecamatan Lembang 19 9. Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang 20 10.Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang 26

11.Jarak antar desa di Kecamatan Lembang 27

12.Jenis sarana dan prasarana komunikasi yang digunakan menurut desa

di Kecamatan Lembang 28

13.Jumlah sarana kesehatan yang berada di desa/kelurahan di Kecamatan

Lembang 29

14.Jumlah tempat/lapangan kegiatan olahraga menurut desa/kelurahan di 30 15.Jumlah RT dan RW menurut Desa di Kecamatan Lembang 31

16.Jumlah penduduk Kecamatan Lembang 32

17.Jumlah Sekolah di Kecamatan Lembang 33

18.Penentuan skor pada setiap kriteria analisis 44

19.Skor tingkat kerentanan bencana pada zona zona peta komposit 46 20.Rencana aktivitas dan rencana sarana dan prasarana. 62

(16)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pikir 3

2. Peta orientasi Kecamatan Lembang 8

3. Alur pengolahan data 11

4. Ilustrasi tehnik weighted overlay dan scoring 14

5. Proses permodelan spasial 16

6. Peta administrasi Kecamatan Lembang 18

7. Peta kemiringan Kecamatan Lembang 20

8. Peta geologi Kecamatan Lembang 21

9. Peta jenis tanah Kecamatan Lembang 22

10.Peta sumber air Kecamatan Lembang 23

11.Kelembaban rata–rata dari Tahun 2002–2011 23

12.Suhu rata–rata dari Tahun 2002–2011 24

13.Curah hujan rata–rata dari Tahun 2002–2011 24

14.Peta Kawasan Hutan Kecamatan Lembang 25

15.Peta sirkulasi Kecamatan Lembang 27

16.Peta Tipologi daerah rawan bencana erupsi gunung 35 17.Peta analisis pengaruh jenis tanah terhadap tingkat kepekaan bahaya

longsor 39

18.Peta analisis pengaruh kemiringan tapak terhadap tingkat kepekaan

bahaya longsor 40

19.Peta analisis pengaruh curah hujan terhadap tingkat kere ntanan

bahaya banjir lahar dingin 42

20.Peta analisis pengaruh ketinggian tapak terhadap tingkat kerentanan

bahaya banjir lahar dingin 43

21.Peta Komposit 1

22.Zonasi mitigasi Kecamatan Lembang 48

23.Peta rencana struktur bangunan 49

24.Rencana blok (block plan) Desa Lembang 50

25.Peta existing zona aman mikro 51

26.Peta existing zona aman meso 52

27.Peta existing zona aman makro 53

28.Alur konsep 54

29.Diagram konsep ruang 55

30.Konsep sirkulasi 56

31.Diagram konsep vegetasi 57

32.Rencana ruang zona aman mikro 58

33.Rencana ruang zona aman meso 59

34.Rencana ruang zona aman makro 60

35.Contoh rambu evakuasi 62

36.Rencana sirkulasi Desa Lembang 63

37.Rencana tapak zona aman mikro 65

38.Rencana tapak zona aman meso 66

(17)

18

KONDISI UMUM

Menurut Statistika Daerah Kecamatan Lembang (2013), Kecamatan Lembang berada pada Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kecamatan Lembang terletak diantara 107o 1.10’ BT — 107o 4.40’ BT dan 6o 3.73’ LS — 7o 1.031’ LS dengan luas wilayah 95.58 Km2. Wilayah Kecamatan Lembang merupakan salah satu kawasan yang berdekatan dengan potensi hazard Gunung Tangkuban Perahu yang memiliki batas wilayah sebagai berikut:

a) Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Subang.

b) Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Kabupaten Bandung.

c) Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Parompong d) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kota Bandung

Kondisi umum Kecamatan Lembang dibagi menjadi dua yaitu aspek biofisik dan aspek sosial. Aspek bio fisik memaparkan tentang kondisi fisik yang berkaitan dengan ruang lingkup pengembangan kawasan Kecamatan Lembang serta menjelaskan tentang kondisi alami secara spasial yang berkaitan dengan fungsi hutan dalam upaya mitigasi. Aspek sosial memaparkan tentang kondisi sosial yang mempengaruhi tentang perkembangan masyarakat pada Kecamatan Lembang. Secara khusus kondisi umum di Kecamatan Lembang menjelaskan keadaan kawasan yang berpengaruh kepada segi kebencanaan. Peta administrasi Kecamatan Lembang disajikan pada Gambar 6.

Sumber: Albu m Peta RTRW BAPPEDA Bandung Barat. (2009).

(18)

19

Aspek Biofisik

Topografi

Kecamatan Lembang adalah wilayah administrasi yang berada dalam kawasan kaki Gunung Tangkuban Perahu. Keberadaan Gunung Tangkuban Perahu sangat mempengaruhi bentuk topografi kecamatan lembang. Bentukan geografis Kecamatan Lembang terdiri dari dua bentukan yaitu lereng atau punggung bukit dan dataran. Bentukan geografis tersebut disajikan pada Tabel 8.

Bentukan geografis tersebut secara detil dijelaskan dalam topografi Kecamatan Lembang. Topografi merupakan komponen dasar analisis tapak dengan tujuan untuk mendefinisikan kesesuaian lahan terhadap aktifitas manusia. Komponen topografi yang mendasar adalah kemiringan dan ketinggian lahan yang mengandung potensi bahaya. Potensi bahaya tersebut ditentukan dengan nilai nilai pada setiap tingkatan kemiringan dan ketinggian. Secara spasial wilayah Kecamatan Lembang memiliki kemiringan lahan yang berbeda sebagai berikut, persentase kemiringan lebih dari 40%, persentase kemiringan 15–25 dan persentase kemiringan 0–8%. Persentase kemiringan lebih dari 40% memiliki kawasan yang paling luas sehingga menempatkan wilayah lembang sebagai daerah rawan bencana. Keadaan kemiringan Kecamatan Lembang disajikan dalam Gambar 7. Dengan berbagai macam topografi yang ada pada bentukan kawasan di Kecamatan Lembang maka bermacam—macam pula penggunaan lahannya. Penggunaan lahan berdasarkan desa di Kecamatan Lembang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 8 Data bentuk geografis berdasarkan desa di Kecamatan Lembang

No Desa Pesisir/Tepi

(19)

20

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 7 Peta kemiringan Kecamatan Lembang

Tabel 9 Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang

No Desa

Lahan pertanian sawah (ha) Lahan pertanian

(20)

21

Hidrogeologi

Keadaan geologi di Kecamatan Lembang merupakan material batuan yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu dan gunung–gunung kecil di sekitarnya. Profil geologi tersebut meliputi tuf campuran yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Dano, tuf yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu, endapan gunung berapi, dan batuan yang berasal dari aliran lava. Tuf atau tufa adalah batuan yang dihasilkan oleh endapan gas pyroclastic atau awan panas yang terfragmentasi selama erupsi gunung berlangsung dan memiliki struktur berupa abu. Endapan gunung berapi yang tak dapat diuraikan adalah batuan batuan hasil dari aktivitas pendinginan magma gunung berapi dan waktu pendinginan magma yang bervariasi juga mempengaruhi variasi jenis batuan tersebut. Batuan yang berasal dari lava terbentuk oleh aktivitas pendinginan magma yang mengalir di sepanjang jalurnya. Keadaan geologi Kecamatan Lembang disajikan pada Gambar 8.

Tanah di Kecamatan Lembang sangat dipengaruhi pada keadaan kawasan yang merupakan kawasan vulkanis. Jenis tanah pada Kecamatan Lembang sebagian besar adalah andosol coklat, regosol coklat, latosol coklat, regosol kelabu, dan litosol. Persebaran jenis tanah pada Kecamatan Lembang dapat disajikan pada Gambar 9.

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

(21)

22

Secara kasat mata spasial keadaan hidrologi Kecamatan Lembang tidak memiliki badan air yang besar dan terpusat melainkan banyak sungai kecil beserta alirannya. Pemenuhan kebutuhan air bersih rumahtangga merupakan komponen kesejahteraan rumahtangga. Menurut Statistika Daerah Kecamatan Lembang (2013), rumahtangga yang menggunakan sumber air minum yang berasal dari air kemasan dan ledeng merupakan jumlah terbesar yaitu mencapai 15 308 rumahtangga, diikuti oleh sumur terlindung dan air tidak bersih masing—masing sebesar 12 016 rumah tangga dan 7 228 rumahtangga, mata air terlindung sebersar 6.424 rumahtangga dan Pompa air sebesar 5 271 rumahtangga. Sedangkan menurut Data Statistika Kecamatan Lembang Tahun (2012), sumber air minum rumah tangga terbesar ada pada mata air terlindung sebesar 24 674.

Sumber air penduduk di Kecamatan Lembang bertopang pada aliran air tanah yang di pengaruhi oleh kualitas kemampuan penyerapan air hujan oleh Gunung Tangkuban Perahu. Zona sumber air yang memancar yang disajikan dalam Gambar 10.

Iklim

Kecamatan Lembang mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu rata–rata 20.04°C, persentase kelembaban rata–rata 84.63% dan curah hujan 160.58 mm selama sepuluh tahun terakhir. Keseluruhan data iklim disajikan dalam Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13.

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

(22)

23

Sumber: Bappeda Kabupaten Bandung Barat. (2010).

Gambar 11 Kelembaban rata–rata dari Tahun 2002–2011 80.00

81.00 82.00 83.00 84.00 85.00 86.00 87.00 88.00

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

K

e

le

m

b

a

b

a

n

R

a

ta

R

a

ta

(

%

)

Tahun Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

(23)

24

Kawasan Hutan

Kecamatan Lembang memiliki beberapa kawasan hutan yaitu hutan lindung, hutan rakyat, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Masing–masing fungsi jenis kawasan hutan adalah untuk meningkatkan keanekaragaman hayati, sebagai habitat fauna, sebagai tempat ko leksi flora dan pepohonan, sebagai tempat rekreasi masyarakat, dan lain–lain. Dalam pendekatan mitigasi, hutan bisa menjadi buffer bencana dan juga sumber bencana sekunder, tergantung dari letak lokasi hutan pada saat erupsi gunung berapi terjadi. Kawasan hutan Kecamatan Lembang dapat di jelaskan pada Gambar 14.

Sumber: Bappeda Kabupaten Bandung Barat. (2010).

Gambar 13 Curah hujan rata–rata dari Tahun 2002–2011 0.00

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

C Sumber: Bappeda Kabupaten Bandung Barat. (2010).

Gambar 12 Suhu rata–rata dari Tahun 2002–2011

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(24)

25

Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan di Kecamatan Lembang didominasi dengan penggunaan lahan sebagai lahan pertanian. Sektor pertanian merupakan sector potensi untuk perekonomian Kecamatan Lembang. Namun bukan sub sector tanaman pangan yang menjadi unggulan, melainkan budidaya tanaman hortikultura khususnya tanaman sayuran yang menjadi unggulan di Kecamatan Lembang. Lembang memberikan kontribusi terhadap produksi sayur mayur yang merupakan andalan dibidang hortikultura di Kabupaten Bandung Barat.

Kecamatan Lembang juga terkenanl dengan obyek wisata agro tanaman hias. Penggunaan lahan di Kecamatan Lembang yang paling banyak adalah lahan pertanian bukan sawah lalu diikuti dengan penggunaan lahan non pertanian dan lahan pertanian non sawah. Lahanpertanian sawah walaupun ada namun penggunaannya sudah beralih fungsi menjad i kefungsi lain karena kurangnya sumber air. Tabel penggunaan lahan di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel10.

Alih fungsi lahan adalah masalah yang dikhawatirkan. Pengalihan fungsi lahan tanpa mengindahkan peraturan yang ada maka pengalihan fungsi laha n tersebut ilegal. Dalam hal ini, Kecamatan Lembang merupakan kawasan rawan bencana yang telah diatur dalam peraturan peraturan sehingga pengalihan fungsi lahan tanpa mengikuti aturan akan menambah tingkat resiko bencana di Kecamatan Lembang.

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

(25)

26

Sarana dan Prasarana

Kecamatan Lembang memiliki jalur sirkulasi berupa jalan lokal dan jalan kolektor serta tiga terminal jenis C. Jalur sirkulasi memiliki peran sebagai jalur evakuasi warga untuk menjauh dari bahaya. Jalur evakuasi tersebut diperoleh dari analisis daerah bahaya. Jalur sirkulasi Kecamatan Lembang disajikan dalam Gambar 15. Jalur sirkulasi Kecamatan lembang memiliki fungsi untuk mobilitas distribusi antar desa dengan berbagai kepentingan.. Jarak antar desa di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 11.

Masyarakat Kecamatan Lembang menggunakan sarana jenis transportasi darat. Menurut Kecamatan Lembang dalam angka (2013), Masyarakat Kecamatan Lembang lebih banyak menggunakan kendaraan motor roda dua yaitu sebanyak 18 252 kepala keluarga. Sedangkan, masyarakat Kecamatan Lembang yang menggunakan kendaraan bermotor roda empat hanya mencapai 2 711 kepala keluarga. Sarana infrastruktur jalan terluas pada Kecamatan Lembang sudah menggunakan lapisan aspal dan beton.

Sarana komunikasi sangat penting dalam hal mitigasi. Hal penting tersebut menyangkut dengan distribusi pesan informasi yang berhubungan dengan peringatan dini bahaya bencana dan distribusi barang berupa bantuan ligistik dan semacamnya untuk menunjang kegiatan evakuasi. Kegiatan koordinasi antar masyarakat tersebut sangatlah penting dalam upaya mitigasi.

Tabel 10 Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang

No Desa

(26)

27

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 15 Peta sirkulasi Kecamatan Lembang

Tabel 11 Jarak antar desa di Kecamatan Lembang Jarak Antar

(27)

28

Masyarakat Kecamatan Lembang menggunakan telepon kabel sebagai sarana komunikasi karena tidak adanya telepon umum. Namun, penggunaan telepon kabel pun tidak merata. Menurut Kecamatan Lembang dalam Angka (2013),. Dengan melesatnya tingkat kacanggihan teknologi, kegiatanan distribusi penyampaian pesan dan dilakukan dengan menggunakan alat komunikasi berupa telepon genggam ataupun telepon kabel. Namun, dalam hal distribusi berupa barang ataupun dokumen penting masih menggunakan jasa pengiriman PT. Pos Indonesia (perseroan).Menurut Kecamatan Lembang dalam angka (2013), Jumlah kantor pos,pos keliling, dan jarak ke kantor pos yang digunakan menurut desa/kelurahan di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 12.

Sarana dan prasana kesehatan memiliki nilai sangat penting baik dalam kebutuhan biasa maupun dalam kebutuhan yang sangat mendadak. Dalam hal yang berhubungan dengan mitigasi bencana, sarana dan prasarana kesehatan dibutuhkan dalam keadaan mendadak untuk menampung para korban bencana letusan gunung api. Sarana dan prasarana kesehatan menyediakan bahan dan alat medis yang mendukung minimal memiliki alat paket pertolongan pertama (First Aid Kit). Sarana dan prasarana kesehatan dalam tingkat regional kecamatan dapat berupa rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, puskesmas pembantu,

(28)

29 tempat praktek dokter, tempat praktek bidan, posyandu, poliklinik desa (Polindes), apotek, dan toko obat. Jumlah sarana kesehatan yang berada di desa/kelurahan di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 13.

Dalam ruang lingkup permukiman tedapat sarana dan prasarana umum yang dapat digunakan sebagai tempat evakuasi karena memiliki kemampuan untuk menampung massa korban bencana yang banyak. Dengan luasan tertentu, sarana dan prasara umum dapat menjadi ruang evakuasi. Sarana dan prasarana tersebut berupa tempat olah raga yang memiliki luasan wilayah yang memadai dan merupakan ruang terbuka yang terbebas dari gedung gedung tinggi yang berbahaya pada saat terjadinya bencana. Sarana dan prasarana tersebut nantinya akan menjadi tempat didirikannya tenda tenda pengungsian yang dapat menjadi tempat sementara bagi pengungsi atau menjadi tempat berlindung sementara dari guncangan gempa saat erupsi. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa lapangan sepak bola, lapangan basket, lapangan tenis, lapangan bola voli dan lapangan bulu tangkis. Jumlah tempat/lapangan kegiatan olahraga menurut desa/kelurahan di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 13 Jumlah sarana kesehatan yang berada di desa/kelurahan di Kecamatan Lembang.

(29)

30

Menurut Baseline Kegunung Apian Indonesia BNPB (2012), Gunung Tangkuban Perahu memiliki daya resiko terhadap Kawasan Rawan Bencana (KRB). KRB Gunung Tangkuban Perahu memiliki radius tertentu maka dari itu KRB meliputi beberapa wilayah administrasi dalam radius KRB Gunung Tangkuban Perahu. Penduduk yang terpapar akibat awan panas, lava, dan hujan abu 3 525 jiwa dan bangunan yang berpotensi terpapar pada KRB Gunung Tangkuban Perahu sebanyak 2 253 unit bangunan. Dalam hal sarana dan prasarana Kecamatan Lembang, rumah masyarakat yang berpotensi terpapar bencana letusan Gunung Tangkuban perahu sebanyak 400 unit, sarana dan prasaran pendidikan yang berpotensi terpapar sebanyak 3 unit begitu juga dengan sarana kesehatan di Kecamatan Lembang.

Aspek Sosial

Kepemerintahan

Menurut pandangan sosiologi, struktur sosial atau kepemerintahan sangat berpengaruh terhadap kepekaan penduduk terhadap bencana. Str uktur sosial yang

Tabel 14 Jumlah tempat/lapangan kegiatan olahraga menurut desa/kelurahan di Kecamatan Lembang

(30)

31 kokoh akan membentuk suatu solidaritas sosial yang kokoh pula. Hal ini akan membangun koordinasi per individu sehingga kepekaan akan terjadinya bencana sangat tinggi (pre disaster). Selain itu pula, terbentuknya struktur sosial yang solid akan membangun mempercepat tingkat penanggulangan bencana ( post disaster ) (maarif,2010).

Menurut Stastitik Daerah Kecamatan Lembang (2013), bentuk kepemerintahan yang dimiliki oleh Kecamatan Lembang yaitu 887 Rumah Tangga, 220 Rukun Warga, 56 Dusun, dan 16 Desa. Data statistik jumlah satuan lingkungan Rukun Tetangga dan Rukun Warga tersebut mengalami peningkatan jumlah dari tahun 2012 ke 2013 yaitu sebesar 1.85 persen dan 1.30 persen hal ini di karenakan terjadi pemekaran wilayah satuan lingkungan setempat. Dalam hal ini Desa Jayagiri menempati Desa teratas dengan jumlah satuan lingkungan terbanyak yaitu 19 Rukun Warga dan 96 Rukun Tetangga. Sedangkan, Desa Kayuambon memiliki satuan lingkungan Rukun Tetangga paling sedikit yaitu 35 RT serta Desa Mekarwangi dan Wangunharja merupaka n desa yang memiliki jumlah satuan lingkungan Rukun Warga paling sed ikit dengan jumlah 9 RW. Dalam hal mitigasi, dinamika kepemerintahan ini sangat penting dalam hal koordinasi dan komunikasi kesiapan menghadapi bencana yang tepat dan terarah.

Jumlah RT dan RW menurut Desa di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 15.

Kependudukan

Menurut Maarif (2010), Kerentanan penduduk merupakan satu konstruksi yang kompleks yang meliputi faktor faktor seperti tempat tinggal di daerah rawan bencana, sumber daya materi, usia, gender, pengetahuan tentang langkah penyelamatan, modal sosial, kemampuan untuk mengakses dengan

lembaga-Tabel 15 Jumlah RT dan RW menurut Desa di Kecamatan Lembang

Desa Dusun Rukun Warga Rukun Tetangga

Gudang Kahuripan 5 14 58

(31)

32

lembaga masyarakat utama. Kerentanan penduduk merupakan salah satu faktor terjadinya bencana.

Jumlah penduduk di Kecamatan Lembang mencapai 180 526 jiwa.Penduduk laki laki sebanyka 92 300 jiwa sedangkan pend uduk perempuan sebanyak 88 226 jiwa. Perkembangan jumlah penduduk laki laki dan penduduk relatif seimbang sehingga pencapaian suatu pembangunan daerah dalam peranan gender sangatlah tidak membedakan gender. Dengan luas wilayah sekitar 95.56 km2 maka kepadatan penduduk Kecamatan Lembang mencapai 1 889 jiwa/km2 lebih tinggi di bandingkan kepadatan penduduk di Kabupaten Bandung Barat itu sendiri yaitu 1 193 jiwa/km2.

Menurut Satistika Daerah Kecamatan Lembang (2013), berdasarkan jumlah penduduk, Desa Jayagiri merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Lembang yaitu mencapai sebanyak 11 persen dari jumlah penduduk Kecamatan Lembang atau sebanyak 19 356 jiwa dan diikuti secara berurutan dengan Desa Lembang sebanyak 10 persen, Desa Gudang Kahuripan sebanyak 8 persen. Sedangkan, Desa yang memiliki jumlah penduduk terkecil yaitu Desa Mekarwangi sebanyak 3 persen dari jumlah penduduk Kecamatan Lembang.

Dalam upaya pengurangan resiko bencana, penduduk di tempatkan pada posisi korban bencana yang harus jamin keselamatan dan keamanannya agar mengurangi adanya resiko korban jiwa.Persebaran jumlah penduduk Kecamatan Lembang berdasarkan desa disajikan dalam Tabel 16.

Pemahaman konsep mitigasi pada setiap individu juga sa ngat penting dalam upaya penanggulangan bencana. Keadaan pendidikan sangat mencerminkan dalam pemahaman konsep mitigasi. Jumlah Sekolah di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 16 Jumlah penduduk Kecamatan Lembang

Nama Desa Jumlah Penduduk

Gudang Kahuripan 13 829 jiwa

Wangunsari 10 110 jiwa

(32)

33 Dalam upaya penanggulangan bencana sebagai upaya proaktif di butuhkan tahap penyebar luasan informasi tentang upaya upaya pencegahan bencana. Cara terbaik dalam mengantisipasi bencana melalui pendidikan oleh lembaga lembaga pendidikan. Kecamatan Lembang memiliki jumlah sekolah terdiri 71 TK, 63 SDN, 3 SD Swasta, 5 SLTPN, 15 SLTP Swasta, 1 SMUN, 7 SMU Swasta, 1 SMKN dan 4SMK swasta.

Tabel 17 Jumlah Sekolah di Kecamatan Lembang

Jenis Sekolah Status Jumlah

TK Negeri -

Swasta 71

SD Negeri 63

Swasta 3

SLTP Negeri 5

Swasta 15

SMU Negeri 1

Swasta 7

SMK Negeri 4

Swasta -

AKADEMI Negeri -

Swasta -

Perguruan Tinggi Negeri -

Swasta -

Ponpes / Diniyah Negeri -

Swasta 49

(33)

34

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Tipologi Daerah Rawan Bencana Erupsi Gunung Berapi

Identifikasi tipologi daerah rawan bencana erupsi gunung berapi merupakan penentuan zona rawan bencana erupsi gunung berapi berdasarkan dengan pencapaian suatu spasial bahaya bencana tersebut terhadap sua tu daerah. Menurut Hadisantono et al (2005), bahaya gunung berapi itu dapat terjadi apabila suatu daerah pemukiman atau tata guna lahan lainnya terancam produk erupsi gunung berapi, seperti awan panas, lava, lontaran batu pijar, hujan abu, gas beracun, lahar dan lain lain.

Bahaya gunung berapi dibagi menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer adalah bahaya sebagai akibat langsung dari pusat erupsi gunung berapi meliputi, material freatik, lontaran batu pijar, hujan abu, hujan lumpur, gas beracun, awan panas, dan aliran lava. Bahaya sekunder adalah bahaya ikutan atau yang terjadi setelah terjadinya erupsi bahaya tersebut berupa banjir lahar dingin. Menurut Hadisantono (2005) dalam Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung berapi Tangkuban Perahu, Kecamatan Lembang berpotensi bahaya primer gunung berapi berupa lontaran batu pijar dan hujan abu lebat. Sedangkan bahaya sekundernya adalah banjir lahar dingin.

Bahaya Primer

Menurut Hadisantono et al (2005) Bahaya primer berupa lontaran batu pijar dan hujan abu lebat yang akan terjadi yaitu seluas radius ± 5 km dari pusat erupsi. Data ini diperoleh dari pengamatan geologi yang juga mengungkapkan umur aktivitas magmatis Gunung Tangkuban Perahu yang berkisar antara 17 700 hingga 8 700 tahun yang lalu. Pernyataan itu juga menyimpulkan bahwa Gunung Tangkuban Perahu adalah Gunung yang aktivitas magmatisnya termuda. Dalam hal ini wilayah lembang yang terkena dampak bahaya primer gunung berapi adalah daerah cikole pada lereng tenggara gunung tangkuban perahu.

Bahaya Sekunder

Kawasan yang berpotensi dilanda banjir lahar dingin adalah sepanjang sungai dengan tebing rendah terutama pada tikungan sungai. Aliran lahar ini membawa material hasil erupsi dari puncak gunung setelah terjadinya hujan lebat. Daerah yang terkena banjir lahar dingin ini di wilayah lembang yaitu sepanjang sungai Cikole, Cibogo, Cicalung, Cikapundung, dan Cihideung serta daerah yang terkena bahaya sekunder secara keseluruhan adalah daerah Cikahuripan, Gudang Kahuripan, Jayagiri, Cikole, Cibogo, Langensari,Mekarwangi, dan Lembang.

(34)

35

(35)

36

Berdasarkan penyajian Gambar 16 sebelumnya, Kecamatan Lembang tidak memiliki daerah yang paling rawan bencana erupsi gunung berapi yaitu tipologi C. Namun, daerah tipologi B berada di Desa Cikahuripan, Desa Jayagiri, Desa Cikole dan Desa Cibogo karena merupakan daerah jangkauan hujan abu yang paling lebat dan kemungkinan terkena batu pijar. Selain itu, desa desa tersebut berpotensi terkena banjir lahar dingin karena sungai Cikole, Cibogo, Cicalung, Cikapundung, dan Cihideung yang mengalirkan lava. Desa yang termasuk tipologi A adalah Desa Sukajaya dan Desa Cikidang karena hanya memiliki kemungkinan terjadi hujan abu dan batu pijar sedangkan Desa Lembang, Desa Gudang Kahuripan, Desa Mekarwangi, dan Desa Langensari hanya memiliki kerawanan terhadap aliran banjir lahar dingin dikarenakan lokasi administrasi desa berdekatan dengan sungai Cicalung, Cikapundung, dan Cihideung. Sedangkan Desa Wangunharja, Desa Cibodass, Desa Suntenjaya, Desa Kayu Ambon, Desa Wangunsari, dan Desa Pagerwangi tidak termasuk kedalam tipologi daerah rawan bencana erupsi gunung berapa namun tidak menutup kemungkinan bahwa keadaan lingkungan pada setiap desa tersebut memiliki resiko bencana.

Analisis Tingkat Kerentanan (vulnerability)Bencana

Bencana alam adalah suatu interaksi dari bahaya lingkungan/alam dengan kerentanan bencana (Awotona,1997). Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu keadaan yang ditentukan oleh faktor faktor atau proses proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat dalam menghadapi bahaya (hazard). Namun dalam penelitian ini, hanya aspek spasial yang menjadi bahan analisis. Hal itu dikarenakan untuk mendukung konsep mitigasi yang tujuannya lebih di arahkan pada identifikas i daerah daerah rawan bencana, mengenali pola pola yang dapat menimbulkan kerawanan dan melakukan mitigasi secara struktural dan non struktural. Tingkat kerentanan yang akan ditinjau adalah kerentanan alam.

Dasar dari analisis ini ditinjau dari bahaya gunung berapi yaitu bahaya primer (utama) dan bahaya sekunder (ikutan). Potensi kerentanan yang dianalisis adalah bahaya sekunder (ikutan) seperti banjir lahar yang tingkat resikonya dipengaruhi dengan banyaknya material abu vulkanik dan bekas aliran lava yang tersapu oleh hujan lebat, longsor tanah yang disebabkan oleh gempa vulkanik terhadap kepekaan jenis tanah di suatu kemiringan tana h tertentu atau longsor yang disebabkan oleh menumpuknya abu vulkanik yang bersifat lengang dan gempang tergerus air dalam curah hujan tertentu dan pada kemiringan tertentu pula. Berdasarkan pernyataan diatas, terdapat variabel yang menentukan tingkat kerawanan bencana meliputi tingkat curah hujan, persentase kemiringan lahan, tingkat ketinggian daratan dan jenis tanah. Sela njutnya variabel tersebut akan dianalisis secara deskriptif spasial.

Analisis Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya Longsor

(36)

37 Andosol berwarna coklat, 3) daerah yang memiliki jenis tanah Regosol kelabu dan Litosol, dan 4) daerah yang memiliki jenis tanah Latosol coklat.

Menurut Sarwono (2007), tanah Andosol merupakan tanah yang pada umumnya berwarna hitam (epipedon mollik atau umbrik) dan mempunyai horizon kambik, bulk density (kerapatan limbak) kurang dari 0.85 g/cm3, banyak mengandung bahan amorf atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkanik dan bahan pyroclastic. Jenis tanah andosol yang ada di Kecamatan Lembang berwarna coklat sehingga jenis tanah ini berada pada epipedon mollik atau umbrik yang berada pada lapisan atas yaitu horizon A yang mengandung bahan organik lebih dari 1% (0.6% C–Organik), tebal 18 cm atau lebih, memiliki struktur tanah gra nul atau remah, kejenuhan basa lebih dari 50% dan memiliki warna lembab dengan value kurang dari 3. Menurut Munsell Soil Color Chart dalam Arsyad (1979), warna yang memiliki value kurang dari 3 adalah warna yang gelap dan dalam klasifikasi karakteristik lahan, lapisan permukaan tanah yang berwarna coklat memiliki drainase tanah yang sangat buruk.

Menurut Sarwono (2007), tanah Latosol adalah tanah yang memiliki struktur liat dengan tekstur gembur, gumpal, dan remah. Memiliki kejenuhan kurang dari 50% sehingga ketersediaan unsur hara sedang. Dengan tektur tanah yang liat dan warna actual tanah di Kecamatan Lembang adalah coklat, maka pengaruh tanah latosol terhadap kepekaan longsor adalah pada drainase yang kurang baik.

Menurut Sarwono (2007), tanah Regosol adalah tanah yang memiliki tekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60%, horison pencirinya adalah epipedon ochrik, epipedon histik dan sulfurik. Epipedon ochirk adalah horison berwarna terang value lebih dari 3, bahan organik kurang dari 1% atau keras. Epipedon histik adalah horison permukaan dengan tebal 20–40 cm yang mengandung bahan organik tinggi, sedangkan horison bawah penciri sulfurik adalah horison yang banyak mengandung sulfat masam (cat clay) dengan ph kurang dari 3.5 dan terdapat banyak karatan jarosit. Jenis tanah regosol yang terdapat pada Kecamatan Lembang yaitu regosol yang berwarna coklat dan kelabu. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa regosol yang berwarna kelabu dapat di klasifikasikan kedalam horison epipedon ochirk sedangkan regosol yang berwarna coklat dapat d klasifikasikan kedalam horison epipedo n histik dan bersifat horizon sulfurik karena daerah jenis tanah ini berdekatan pada pusat erupsi yang menghasilkan zat sulfur. Tanah Litosol adalah jenis tanah yang berada pada lapisan bawah yang merupakan endapan tua didominasi dengan bahan mineral yang rendah akan unsur hara dan hanya memilki kedalaman kurang dari 20 cm. Di bawah lapisan ini merupakan batuan padu .

(37)

38

Berdasarkan penyajian Tabel 6 sebelumnya mengenai tingkat kepekaan jenis tanah terhadap bahaya longsor, setiap jenis tanah yang terdapat pada Kecamatan Lembang memiliki tingkat kepekaan yang berbeda–beda. Pada kategori daerah jenis tanah Andosol coklat dan Regosol coklat memiliki tingkat kepekaan terhadap bahaya longsor yang sangat peka. Pada kategori daerah jenis tanah Andosol coklat memiliki tingkat kepekaan terhadap bahaya longsor yang peka. Pada kategori daerah jenis tanah Latosol coklat memiliki tingkat kepekaan terhadap bahaya longsor yang agak peka. Kemudian pada kategori daerah jenis tanah Regosol kelabu dan Litosol memiliki tingkat kepekaan terhadap bahaya longsor yang sangat peka. Tingkat kepekaan jenis tanah terhadap bahaya longsor tersebut mempersempit setiap kategori daerah jenis tanah menjadi tiga kategori daerah tingkat kepekaan jenis tanah terhadap bahaya longsor. Hal it u juga dapat disimpulkan bahwa pada kategori daerah jenis tanah Andosol coklat dan Regosol coklat dan pada kategori daerah jenis tanah Regosol kelabu dan Litosol memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana yang tinggi. Pada kategori daerah jenis tanah andosol coklat memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana yang sedang, dan pada kategori daerah jenis tanah Latosol coklat memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana yang rendah. Peta analisis pengaruh jenis tanah terhadap tingkat kepekaan bahaya longsor disajikan dalam Gambar 17.

Analisis Pengaruh Ke miringan Tapak Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya Longsor

Menurut Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2009) pada penyajian Gambar 5 sebelumnya bahwa Kecamatan Lembang memiliki tiga kategori kemiringan tapak yaitu >40%, antara 15–25%, dan 0–8%. Daerah yang memiliki kemiringan tapak >40% berada dari sebelah Barat Laut menyusuri tengah Kecamatan Lembang hingga di sebelah tenggara Kecamatan Lembang meliputi sebagian Desa Jayagiri, Desa Cikahuripan, Desa Cikole, Desa Cikidang, Desa Cibogo, Desa Langensari, Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Wangunharja dan Desa Suntenjaya. Daerah yang memiliki kemiringan tapak antara 15–25% berada di hampir seluruh Kecamatan Lembang baik meliputi sebagian luas desa maupun seluruh luas desa. Daerah yang memiliki kemiringan tapak antara 0–8% sebagian berada Desa Cibodas, Desa Wangunharja, Desa Lembang, Desa Gudang Kahuripan, Desa Sukajaya, dan Cikahuripan.

(38)
(39)

40

(40)

41

Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya Banjir Lahar Dingin

Menurut Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2009), Kecamatan Lembang menjadi tiga kategori curah hujan berdasarkan jumlahnya yaitu 1500–2000 mm/tahun, 2000–2500 mm/tahun, dan 2500–3000 mm/tahun. Curah hujan sebanyak 1500–2000 mm/jam tersebar di sebelah Barat, Barat Daya, dan Selatan Kecamatan Lembang meliputi Desa Gudang Kahuripan, Desa Wangunsari, Desa Pagerwangi, dan Desa Mekarwangi. Curah hujan sebanyak 2000–2500 mm/jam tersebar di sebelah Barat, Tengah, dan Tenggara Kecamatan Lembang meliputi Desa Sukajaya, Desa Cikahirupan, Desa Lembang, Desa Jayagiri, Desa Cibogo, Desa Kayuambon, Desa Langensari, dan Desa Mekarwangi. Curah hujan sebanyak 2500–3000mm/jam tersebar di Utara, Timur Laut, dan Timur Kecamatan Lembang meliputi Desa Jayagiri, Desa Cibogo, Desa Cikole, Desa Cikidang, Desa Wangunharja, Desa Suntenjaya, Desa Cibodass, sebagian Desa Cikahuripan dan Desa Sukajaya.

Menurut grafik curah hujan yang disajikan dalam Gambar 13 sebelumnya, menjelaskan bahwa terjadinya peningkatan curah hujan pada tahun ke tahun, mengingat bahwa isu global pemanasan suhu bumi yang menyebabkan perubahan cuaca ekstrim sehingga tidak menutup kemungkinan curah hujan akan ada pada tingkat ekstrim. Maka dari itu secara spasial daerah curah hujan yang memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana tinggi adalah daerah yang memiliki curah hujan antara 2500–3000mm/tahun, tingkat kerentanan terhadap sedang adalah daerah yang memiliki curah hujan antara 2000–2500mm/tahun dan daerah yang tingkat kerentanan terhadap bencana rendah adalah daerah yang memiliki curah hujan 1500–2000mm/tahun. Peta analisis pengaruh curah hujan terhadap tingkat kerentanan bahaya banjir lahar dingin disajikan dalam Gambar 19.

Analisis Pengaruh Ketinggian Tapak Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya Banjir Lahar Dingin

Menurut Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2009), Kecamatan Lembang dikelompokan menjadi tiga kategori ketinggian yaitu antara 1500–2000 m dpl, antara 1000–1500 m dpl, dan antara 500–1000 m dpl. Daerah yang memiliki ketinggian antara 1500–2000 m dpl berada di sebelah Barat Laut Kecamatan Lembang meliputi Desa Jayagiri, Desa Cikahuripan, dan Desa Sukajaya serta dekat dengan pusat erupsi Gunung Tangkuban Perahu. Daerah yang memiliki ketinggian antara 1000–1500 m dpl berada di hampir seluruh Kecamatan Lembang. Daerah yang memiliki ketinggian antara 500–1000 m dpl berada di sebelah selatan Kecamatan Lembang yaitu Desa Mekarwangi.

(41)

42

(42)

43

(43)

44

Penyajian Peta analisis pengaruh curah hujan terhadap tingkat kerentanan bahaya banjir lahar dingin dalam Gambar 20 sebelumnya menunjukan Tingkat kerentanan terhadap bencana pada aspek ketinggian ini juga sangat dipengaruhi dengan kondisi curah hujan pada suatu daerah. Keterkaitan aspek ketinggian dan aspek curah hujan ini sangat menentukan nilai resiko bencana pada daerah tersebut. Menurut Lavigne dkk (2000), resiko bencana tertinggi pada aliran lahar yaitu pada ketinggian antara 600–450 m dpl. Oleh karena itu tingkat kerentanan terhadap bencana tertinggi ada pada daerah dengan ketinggian antara 500–1000 m dpl, tingkat kerentanan terhadap bencana sedang terdapat pada daerah dengan ketinggian antara 1000–1500 mdpl, dan daerah yang memiliki tingkat kerentanan terhadap rendah adalah daerah dengan ketinggian antara 1500–2000 m dpl.

Overlay

Hasil analisis tingkat kerentanan terhadap bencana menghasilkan beberapa informasi melalui dari metode deskriptif spasial. Masing–masing informasi tersebut merupakan parameter dari kriteria analisis yang dibedakan berdasarkan tingkat resiko bencana yang nantinya akan dikonversikan ke dalam angka (skor). Penentuan skor pada setiap kriteria analisis disajikan pada Tabel 18. Hal itu akan mempermudah proses overlay. Pada proses overlay semua informasi dalam bentuk skor akan saling dikomposisikan menjadi suatu kompos isi informasi spasial yang baru yaitu peta komposit.

Peta komposit adalah suatu data spasial yang memiliki beragam informasi yang berkaitan dengan parameter analisis yang telah memalui proses overlay atau tumpang tindih. Peta komposit terdiri dari zonasi zonasi baru yang selanjutnya akan dikategorikan ke bentuk yang sederhana berdasarkan total skor yang disajikan pada Tabel 19. Penyederhanaan tersebut akan menghasilkan data spasial yang baru yang berupa blok plan pada proses sintesis. Peta komposit disajikan dalam Gambar 21.

(44)

45

Lanjutan Tabel 18 Penentuan skor pada setiap kriteria analisis No Kriteria Parameter Skor Keterangan 2 Pengaruh

3 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―tinggi‖ karena kemampuan

2 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―sedang‖ karena kemampuan

1 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―rendah‖ karena kemampuan

meningkatkan laju aliran permukaan (run off) rendah dan kemungkinan terjadinya longsor tidak ada

3 Memiliki tingkat kerentanan bahaya yang ―tinggi ― karena menghasilkan debit air tinggi sehingga memiliki

2 Memiliki tingkat kerentanan bahaya ―sedang ― karena menghasilkan debit air sedang sehingga namun memiliki kemampuan untuk membawa

1 Memiliki tingkat kerentanan bahaya yang ―rendah‖ karena menghasilkan

3 Memiliki tingkat kerentanan bencana yang ―tinggi― karena merupakan tempat terendah yang menjadi arah aliran lahar atau luapan banjir akibat sedimentasi lahar pada sungai dan

2 Memiliki tingkat kerentanan bencana ―sedang‖ karena pada ketinggian ini menjadi aliran banjir tingkat

1 Memiliki kerentanan bencana yang ‖rendah‖ karena pada ketinggian ini menjadi awal mengalirnya lava dan belum menjadi bahaya lahar dan banjir yang meluas.

(45)

46

Tabel 19 Skor tingkat kerentanan bencana pada zona zona peta komposit

(46)
(47)

47

Sintesis

Berdasarkan hasil overlay, pada Tabel 19 menunjukan bahwa setiap akumulasi parameter analisis menghasilkan total skor kerentanan terhadap bencana. Tahap salanjutnya adalah melakukan uji kecendrungan untuk menginterpretasikan data. Tahap ini memperoleh rata rata skor yang dibandingkan dengan skor ideal untuk selanjutnya interval skor yang didapatkan kemudian dikategorikan dalam interpretasi tingkat kerentanan terhadap bencana. Interpretasi tingkat kerentanan terhadap bencana merupakan klasifikasi skor dari total skor tersebut. Rumus klasifikasi skor menggunakan rumus metode uji statistika

� � − � �� � � = (� � +� � )

2 , � � ��� � � =

(� � −� � )

6

dengan X maks merupakan total skor maksimum ideal yaitu 12 (dua belas) dan X min merupakan total skor minimum ideal yaitu 1 (satu). Interpretasi untuk klasifikasi skor yaitu, apabila �+ 1.5 � >� sehingga nilai µ memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana, apabila � −0.5 � <� >�+ 0.5 ( �)

sehingga nilai µ memiliki tingkat kerentanan sedang terhadap bencana dan apabila

� <� −1.5( �) sehingga nilai µ memiliki tingkat kerentanan rendah terhadap bencana dengan µ merupakan total skor aktual yan dihasilkan dari data komposit.

Penerapan rumus klasifikasi skor, � � − � �� � � =(12+1) nilai µ memiliki tingkat kerentanan rendah terhadap bencana.

Berdasarkan hasil penerapan rumus klasifikasi skor tersebut, Kecamatan lembang memiliki skor tingkat resiko bencana sedang hingga tinggi tanpa skor rendah karena range total skor dalam data komposit hanya memiliki total skor 6 hingga 11. Skor tersebut dapat ditafsirkan kedalam zona mitigasi dan zona non mitigasi. Zona mitigasi merupakan zona dengan tingkat kerentanan bencana ―sedang‖ sehingga memiliki cukup ruang untuk berlindung dan evakuasi sedangkan Zona non mitigasi merupakan zona dengan tingkat kerentanan bencana yang tinggi sehingga tidak terdapat fungsi untuk berlindung serta hanya dapat dimanfaatkan sebagai tempat budidaya. Hasil penilaian overlay dibagi menjadi dua kelompok yaitu zona mitigasi dan non mitigasi berdasarkan desa yang ada di Kecamatan Lembang yang disajikan pada Gambar 22.

Penentuan zona mitigasi dan zona non mitigasi akan mememudah tahap permodelan spasial. Tahap permodelah spasial mengacu pada rencana wilayah pengembangan Lembang yang disajikan pada Gambar 23 dimana Kecamatan Lembang menjadi pusat pengembangan wilayah. Setelah itu penyederhanaan model spasial tersebut berlanjut kepada wilayah nodal atau pusat di Kecamatan Lembang yaitu Desa Lembang selain itu juga terbukti bahwa Gambar 24 Desa Lembang termasuk kedalam zona mitigasi. Tahap selanjutnya adalah penentuan blockplan atau rencana blok sebagai acuan untuk melakukan perencanaan dalam penelitian ini.

(48)

48

Gambar 22 Zonasi mitigasi Kecamatan Lembang

(49)

49 Gambar 23 Peta rencana struktur bangunan

(50)

50

Rencana blok pada Gambar 24 menjelaskan tentang area area yang dapat direncanakan dan tidak dapat direncanakan. Area yang dapat direncanakan ditandai dengan warna blok hijau yang merupakan ruang terbuka atau yang memiliki potensi sebagai tempat evakuasi sementara seperti lahan perkebunan dan unit-unit spasial yang memiliki fungsi penting dalam mitigasi bencana seperti, unit pemadam kebakaran, kantor komunikasi, kantor kepemerintahan dan lain lain. Sedangkan area yang tidak dapat direncanakan ditandai dengan warna blok merah yang merupakan daerah terbangun permanen baik sebagi bangunan pemukinan maupun bangunan perdagangan dan juga memiliki kerentanan resiko tinggi.

(51)

51 Berdasarkan rencana blok (block plan) dipilih tiga lokasi yang mewakili perencanaan tata ruang berbasis mitigasi, yang terdiri atas :

1) Zona mikro

Zona aman mikro yang telah dipilih diketahui berupa sebuah area parkir sebelah belakang Hotel Pesona Bambu. Area ini memiliki akses menuju tempat peribadatan umat kristiani yaitu Gereja Karamel sehingga jalan sepanjang tapak ini bernama jalan Karamel. Jalan Karamel merupakan jalan lokal yang kurang lebih memiliki lebar jalan dua meter. Jalan Karamel terhubung langsung dengan Jalan Raya Lembang. Peta existing zona aman mikro disajikan pada Gambar 25.

Gambar 25 Peta existing zona aman mikro

(52)

52

2) Zona meso

Zona aman meso merupakan alun alun masjid besar Lembang. Tapak terletak di pusat Kecamatan Lembang yang dikelilingi dengan pusat perkantoran, perdagangan dan sarana prasarana umum lainnya. Alun alun tersebut sering di gunakan sebagai taman bermain dan berolahraga yang ditandai dengan terdapat area permainan lapangan badminton dan jogging track. Tapak tersebut dekat dengan Jalan Raya Lembang dengan arus kendaran satu arah yang menuju jalan raya gunung Tangkuban Perahu. Tapak tersebut pun merupakan perbatasan antara Desa Lembang dan Desa Jayagiri. Peta existing zona aman meso disajikan pada Gambar 26.

(53)

53 3) Zona makro

Zona aman makro merupakan sebuah lapangan sepakbola yang bernama Lapangan Bentang yang terletak di Jalan Baruadjak yang terhubung dengan jalan Grand Hotel. Tapak merupakan ruang terbuka yang terluas di Desa Lembang sehingga dapat menampung pengungsi lebih dari kapasitas pengungsi area yang berpotensi sebagai zona aman mikro dan meso. Lapangan sepakbola ini dikelilingi dengan lahan usaha perkebunan yang sangat berpotensi seba gi area perluasan zona aman apabila volume pengungsi mengalami penambahan secara mendadak saat terjadinya bencana. Zona aman makro disajikan pada Gambar 27.

Gambar 27 Peta existing zona aman makro

(54)

54

Konsep Pe rencanaan Tata Ruang

Konsep Dasar

Konsep dasar adalah merencanakan tata ruang dengan mempertimbangkan resiko bahaya bencana sebagai upaya mitigasi. Konsep dasar mengacu pada hasil proses analisis dan sintesis dalam model zona mitigasi. Pengembangan konsep mengacu pada zona mitigasi, sehingga perencanaan lebih menitik beratkan disaat terjadinya bencana. Pengembangan konsep dalam rencana tata ruang ini meliputi konsep ruang, konsep aktivitas, konsep saran dan prasarana, konsep sirkulasi, dan konsep vegetasi. Berikut adalah alur konsep yang disajikan pada Gambar 28.

Pengembangan Konsep

Konsep ruang

Berdasarkan konsep dasar, pengembangan konsep ruang harus mengacu kepada masa terjadinya bencana. Oleh karena itu, konsep ruang yang akan dikembangkan adalah konsep ruang mitigasi. Konsep ruang mitigasi memiliki 3 ruang penting yaitu, ruang aman (safe zone), ruang penyelamatan (escape zone), dan ruang panik (panic zone). Ruang aman (safe zone) adalah ruang evakuasi para pengungsi untuk berlindung dari bencana. Ruang penyelamatan (escape zone) adalah ruang pengungsi untuk menyelamatkan diri menuju ruang aman (safe zone) berupa jalur jalur evakuasi. Ruang panik (panic zone) adalah ruang dimana pengungsi masih merasakan bahaya dan mempersiapkan diri segala sesuatu untuk menyelamatkan diri berupa zona zona aktivitas normal biasa terjadi seperti pemukiman perdagangan dan lain lain. Konsep ruang disajikan kedalam diagram konsep. Diagram konsep akan menjelaskan tentang keterkaitan pada setiap konseptual ruang . Diagram ruang disajikan pada Gambar 29.

(55)

55

Ruang evakuasi berupa luasan ruang terbuka pada zona permukiman yang termasuk kedalam zona lindung. Ruang evakuasi dibagi menjadi 3 yaitu ruang evakuasi mikro yang menampung sementara warga pada setiap rukun tetangga (RT), ruang evakuasi meso yang menampung sementara warga pada setiap rukun warga (RW) dan ruang evakuasi makro yang merupakan ruang evakuasi akhir berada pada pusat desa. Pembagian ruang evakuasi tersebut ditujuka n untuk mempermudah mekanisme dan koordinasi evakuasi serta mempermudah distribusi bantuan evakuasi.

Konsep Aktivitas

Aktivitas atau kegiatan yang terjadi pada masa terjadinya bencana merupakan turunan dari konsep ruang yaitu aktivitas saat berada di ruang panik (panic zone), aktivitas saat berada di ruang penyelamatan (escape zone), dan aktivitas saat berada di ruang aman (safe zone). Aktivitas alami akan terjadi pada saat di setiap ruang mitigasi tersebut. Namun secara konsepsional, penelitian ini merekomendasikan terhadap aktivitas atau kegiatan yang dianjurkan pada setiap ruang mitigasi. Adapun aktivitas yang akan terjadi saat terjadinya bencana adalah berlari, berjalan dan berkendaraan pada ruang penyelamatan dan duduk, tidur, P3K, mandi, memasak dll terdapat pada ruang aman.

Gambar 29 Diagram konsep ruang

(56)

56

Konsep Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang upaya mitigasi adalah ruang evakuasi dan fasilitas penunjang mitigasi. Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6/PRT/M/2009 tentang Pedoman Perencaan Umum Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Rawan Tsunami dijelaskan mengenai fasilitas pelayanan penting yang harus siap di saat kritis bencana alam. Peraturan tersebut dapat diterapkan dalam pembangunan fasilitas penunjang evakuasi. Hal– hal tersebut yaitu kantor polisi, kantor pemadam kebakaran, sarana kesehatan, shelter kendaraan angkutan masal, jaringan komunikasi, pembangkit tenaga cadangan dan tangki penyimpanan air. Beberapa fasilitas penunjang tersebut ada yang sudah berada pada ruang evakuasi seperti tangki penyimpanan air, shelter kendaraan angkutan massal dan pembangkit tenaga cadangan. Selain itu juga ada fasilitas penunjang yang bersifat mobil dan operasional yaitu seperti kantor pemadam kebakaran, kantor polisi dan rumah sakit. Kantor polisi dan kantor pemadam kebakaran tersebar di beberapa titik Kecamatan Lembang yang bersifat koordinatif yang di lengkapi dengan jaringan komunikasi. Sementara itu sarana kesehatan harus tersebar dengan merata pada setiap daerah kawasan pemukiman mengingat tingginya kepentingan rumah sakit dalam keadaaan yang kritis.

Konsep Sirkulasi

(57)

57 Konsep sirkulasi disajikan pada Gambar 30 diatas .Konsep sirkulasi mengembangkan fungsi sirkulasi sebagai jalur evakuasi dan jalur distribusi. Sebagai jalur evakuasi, sirkulasi harus menjadi jalur masyarakat dalam menyelamatkan diri bergerak menuju ke tempat evakuasi. Area evakuasi berada pada daerah pemukiman, maka pola arah yang tepat bagi jalur evakuasi adalah pola grid yang memiliki bentuk geometrik yang saling berhubungan. Pola tersebut dibantu dengan sarana dan prasarana evakuasi sebagai penuntun arah bagi para korban menuju tempat evakuasi. Sebagai jalur distribusi, sirkulasi memiliki peran penting dalam kegiatan pemulihan atau pasca bencana. Hal itu menyangkut pendistribusian bantuan korban bencana menuju tempat pengungsian atau evakuasi. Hal yang harus diperhatikan dalam penempatan sikulasi adalah penempatan jalan sebagai infrastruktur sirkulasi harus menjauh dari bencana sehingga tidak memiliki kemungkinan rusak akibat bencana dan tidak membahayakan keselamatan masyarakat yang sedang evakuasi. Rute yang mengharuskan sirkulasi melewati sungai harus memiliki beberapa alternatif dan infrastruktur jembatan penyebrangan harus menjauh sejauh mungkin dari pusat erupsi. Tujuan dari pengembangan konsep sirkulasi ini adalah meningkatkan kemampuan secara structural dengan mengatur jalur evakuasi dengan pembagian jalur yang merata sehingga meminimalisir terjadinya kemacetan pada saat pengungsi melakukan penyelamatan diri menuju tempat evakuasi.

Konsep Vegetasi

Berdasarkan konsep dasar, vegetasi memiliki dua fungsi yaitu fungsi pengarah dan fungsi pelindung. Dalam mitigasi vegetasi memiliki fungsi pengarah untuk mengarahkan masyarakat ke area evakusi dan mempertegas jalur evakuasi. Jenis vegetasi pengarah memiliki bentuk arsitektur menjulang tinggi dan tidak memiliki arsitektur tajuk yang terlalu lebar. Vegetasi pelindung diterapkan di daerah evakuasi yang berfungsi untuk melindungi para pengungsi dari terik matahari dan partikel yang jatuh ke area vegetasi. Penerapan konsep vegetasi berada pada ruang terbuka dan sirkulasi evakuasi pada area mitigasi yang telah ditentukan sesuai konsep ruang. Diagram konsep vegetasi disajikan dalam Gambar 31.

Gambar 31 Diagram konsep vegetasi

(58)

58

Perencanan Lanskap Berbasis Mitigasi

Rencana Ruang

Rencana ruang aman mikro (micro safe zone), Penataan ruang vegetasi di tempatkan secara fungsional agar dapat menyediakan tempat pengungsian yang teduh untuk berlindung dari terik matahari dan partikel partikel abu vulkanik dan ruang vegetasi tersebut ditempatkan agar di saat pengungsi lari menyelamatkan diri dari bahaya dapat mengenali bahwa itu adalah zona aman dengan ciri vegetasi pengarah dan tinggi. Hal penting lainnya adalah peletakan blok atau ruang ruang parker tersebut guna memperluas area terbuka (open space) agar dapat menjadi tempat mendirikan fasilitas evakuasi sementara bahaya masih berlangsung. Rencana ruang aman mikro (micro safe zone) disajikan pada Gambar 32.

(59)

59

Adapun Gambar 33 diatas merupakan rencana ruang aman meso (meso safe zone), ruang aman meso yang dipilih merupakan ruang terbuka publik yang berupa alun alun kota di Kecamatan Lembang. Selain itu Alun alun kota tersebut merupakan pelataran Masjid Besar Lembang yang memiliki area parker yang luas. Perencanaan ruang yang dilakukan pada tapak ini adalah penaan ruang vegetasi secara fungsional yang meningkatkan nilai fungsi pelindung dan pengarah maupun identitas sebagai zona aman karena zona aman meso ini terdapat di pinggir jalan kolektor yaitu Jalan Raya Lembang. Dengan menata ruang atau blok vegetasi tersebut, maka dapat memperluas ruang terbuka yang direncanaakan akan menjadi tempat pengungsi berlindung dan bertahan sementara dari bahaya yang sedang berlangsung.

Rencana ruang aman makro (macro safe zone),tapak yang dipilih merupakan lapangan olahraga sepak bola yaitu Stadion Bentang Lembang.

Gambar 33 Rencana ruang zona aman meso

(60)

60

Perencanaan ruang dalam tapak ini adalah penataan ruang atau blok vegetasi yang berada di sisi tepi lapangan dengan nilai fungsional vegetasi pelindung dan pengarah serta penataan luasan ruang terbuka (open space) yang telah terbentuk oleh lapangan olahraga sepakbola itu sendiri yang dapat menampung berbagai macam kegiatan evakuasi. Berdasarkan Perda Kabupaten Bandung (2004), zona aman makro harus memiliki luas ± 4.7ha namun pada tapak yang terpilih karena paling luas ini hanya memiliki luas ±1,1ha. Oleh karena itu, perencanaan ruang aman makro ini akan memanfaatkan ruang ruang yang berpotensi di sekitar yaitu lahan lahan perkebunan yang ada di sekitar untuk meningkatkan kapasitas penampungan pengungsi disaat darurat bahaya berlangsung. Rencana ruang aman makro disajikan pada Gambar 34.

(61)

61

Rencana Aktivitas

Rencana aktivitas terbentuk untuk mengisi ruang ruang yang telah di bentuk dalam perencanaan ruang. Rencana aktivitas yang terjadi di ruang aman (safe zone) meliputi, duduk, tidur (mendirikan tenda), memasak (mendirikan dapur darurat), mandi cuci kakus (MCK), dan melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). adapun aktivitas pada ruang penyelamatan (escape zone) adalah aktivitas menyelamatkan diri dari bahaya yang sedang berlangsung dan aktivitas in terjadi di jalur sirkulasi yaitu aktivitas berjalan, berlari, dan berkendaran motor roda dua dan tiga. Adapun aktivitas yang terjadi pada ruang panik (panic zone) adalah mengumpulkan anggota keluarga, menyelamatkan barang dan document penting serta bersegera untuk menyelamatkan diri ke zona evakuasi.

Rencana Sarana dan Prasarana

Rencana sarana dan prasarana terbentuk untuk menyediakan tempat sarana yang berkapasitas untuk menampung aktivitas yang telah di jelaskan pada rencana aktivitas. Dalam rencana sarana dan prasarana memiliki dua scope perencanaan yaitu, scope sampel ruang aman (safe zone) dan scope model zona mitigasi. Scope sampel ruang aman (safe zone) merupakan sarana dan prasarana yang yang jangkauannya hanya di butuhkan berdasarkan ruang lingkup zona aman saja sedangkan scope model zona mitigasi merupakan sarana dan prasarana yang di butuhkan dengan jangkauan ruang lingkup setaraf daerah administrasi desa yaitu pada model zona mitigasi tersebut namun tetap memiliki titik tengah pada zona aman.

Adapun rencana sarana dan prasara na dengan scope sampel ruang aman (safe zone) terbagi menjadi tiga tapak yang telah terpilih yaitu ruang aman mikro meso dan makro. Rencana sarana dan prasarana pada ruang aman mikro meliputi tersedianya kamar mandi, ruang P3K, tenda pengungsi dan dapur da rurat. Rencana sarana dan prasarana pada ruang aman meso meliputi tersedianya kamar mandi, ruang P3K (posyandu & Apotek), tenda pengungsi dan dapur darurat, menara pandang, genset, dan mobil operasional evakuasi. Rencana sarana dan prasarana pada ruang aman makro meliputi tersedianya kamar mandi, ruang P3K, tenda pengungsi, dapur darurat dan menara pemancar komunikasi.

Adapun rencana sarana dan prasarana dengan scope model zona mitigasi meliputi ketiga zona aman. Pada ruang aman mikro tersedia sarana dan prasarana Kantor Polisi Sektor Lembang dengan radius ±140m, Ger eja Karamel dengan radius ±168m. Pada ruang aman meso tersedia sarana dan prasarana Posyandu Melati 2 dengan radius ±40m, Apotek Lembang Farma dengan redius ±90m, Kantor Pemadam Kebakaran, Kantor Pos Indonesia, Kantor Telkomsel dengan radius ±250m. Pada ruang aman makro tersedia sarana dan prasarana RSIA Buah Hati yang memiliki fasilitas mobil operasional dengan radius ±100m dan Komplek Pemerintahan Desa Lembang dengan radius ±150m.

Rencana sarana dan prasarana pada ruang penyelamatan (escape zone) meliputi arah evakuasi dengan tersedianya marka jalan yang memiliki kontras yang sesuai sehingga dapat jelas dilihat penggunanya dengan ukuran tulisan yang sesuai dengan jarak pandang serta kecepataan pengguna. Standar tinggi karakter huruf pada rambuArah evakuasi yang dituju oleh pengungsi adalah daerah yang paling aman dan juga sebagai tempat berlindung sehingga marka evakuasi

(62)

62

mengarah ke ruang evakuasi dan menjauh dari pusat bencana. Contoh rambu penunjuk jalan disajikan pada Gambar 35.

Rencana sarana dan prasarana pada ruang panik (panic zone) petunjuk penyelamatan yang dapat berupa pamphlet selebaran dari pemerintah setempat atau poster pengumuman pada madding warga masyarakat setempat.

Rencana aktivitas dan rencana sarana prasarana disajikan pada Tabel 20. Gambar 35 Contoh rambu evakuasi

Tabel 20 Rencana aktivitas dan rencana sarana dan prasarana. Perencanaan

Renc ana Sar ana & Prasar ana

(63)

63

Rencana Sirkulasi

Rencana sirkulasi berada pada ruang penyelamatan (escape zone) dan dalam perencanaannya terbagi atas dua bagian yaitu, jalur evakuasi dan jalur distribusi bantuan logistic. Rencana sirkulasi jalur evakuasi dibagi menjadi dua yaitu, jalur evakuasi local yang merupakan jalan kecil denga n ukuran ±3meter dan jalur evakuasi kolektor yang merupakan Jalan Raya Lembang yang memiliki luas jalan ±9 m. Sedangkan Jalur distribusi bantuan logistik merupakan jalur yang menghubungkan ke setiap tempat evakuasi yaitu Jalan Raya Lembang yang memiliki luas ± 9 m. Rencana sirkulasi akan disajikan pada Gambar 36.

Gambar 36 Rencana sirkulasi Desa Lembang

Gambar

Tabel 8  Data bentuk geografis berdasarkan desa di Kecamatan Lembang
Gambar 11  Kelembaban rata –rata dari Tahun 2002–2011
Tabel 12  Jenis  sarana  dan  prasarana  komunikasi  yang  digunakan   menurut  desa/kelurahan di Kecamatan Lembang
Tabel 14  Jumlah tempat/lapangan kegiatan olahraga menurut desa/kelurahan di   Kecamatan Lembang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cooling Tower mini dengan menggunakan bahan dari plastik berupa ember dengan memberikan 1 buah fan di bagian bawah dan 2 buah fan di bagian atas yang berfungsi

Dari hasil skala prioritas dengan menggunakan metode Multi Decision Maker (MCDM) ( Analytical Hierarchy Process (AHP)), sumber air baku yang layak untuk

This indicate that by together independent variable such as Workers Participation, Carrier Development, Conflict, Communication, Health Work, Safety Work, Safety Environment,

Secara ringkas dissertasi ini akan mengkaji perbandingan struktur organisasi pengurusan penyelenggaraan, reka bentuk dan pemilihan bahan serta faktor penyebab kepada

Dalam skripsi ini mendeskripsikan atau menjelaskan bagaimana peranan sebuah LSM/NGO yakni PESADA dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran politik perempuan terutama di

Selain itu, sebuah perusahaan juga harus menerapkan strategi daya saing, dimana hal ini akan membantu perusahaan untuk tetap mampu bersaing dalam dunia

Struktur mikro pada suatu baja paduan tergantung pada beberapa variabel seperti unsur paduan, konsentrasi unsur paduan, dan proses perlakuan panas (temperatur pemanasan,

Hasil Uji Statistik Deskriptif, dapat diketahui besarnya nilai profitabilitas, risiko kredit, risiko likuiditas, efisiensi manajemen, permodalan, inflasi, dan produk domestik