PERAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP KINERJA ORGAN
TESTIS ANAK TIKUS USIA PRAPUBERTAS
RESYA SOFFIANA BINTI YASSIN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Peran Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ TestisAnak Tikus Usia Prapubertas” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Resya Soffiana Yassin
ABSTRAK
RESYA SOFFIANA YASSIN. Peran Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ TestisAnak Tikus Usia Prapubertas. Dibimbing oleh NASTITI KUSUMORINI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.
Tempe merupakan produk olahan kedelai hasil fermentasi Rhizopus sp., dan mengandung fitoestrogen yang berasal dari kelompok isoflavon. Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi pemberian ekstrak tempe terhadap perkembangan reproduksi tikus jantan (Rattus norvegicus) usia prapubertas. Tikus dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan dan kelompok perlakuan yang diberi esktrak tempe sebanyak 0.25g/kgBB/haridari umur 21 hari sampai 48 hari. Pada saat berumur 28, 42, dan 56 hari diambil sampel dari testis, dan darah tikus jantan. Parameter yang diamati meliputi bobot basah, bobot kering organ reproduksi jantan, total kadar DNA dan RNA, serta konsentrasi testosteron. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan t-test
dengan selang kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan hormon testosteron pada umur 42 dan 56 hari, total kadar RNA pada umur 28 dan 42 hari, tetapi terjadi penurunan total kadar DNA pada tikus yang diberikan fitoestrogen.
Kata kunci: fitoestrogen, tempe, testis, testosteron, total DNA dan RNA
ABSTRACT
RESYA SOFFIANA YASSIN. The Role of Tempe Extract Treatment inPrepuberty RatsTestesPerformance.Supervised by NASTITI KUSUMORINI
and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.
Tempe is a fermented soy product from Rhizopus sp., and it contain phytoestrogens derived from the isoflavones group. This research was conducted to study the potential of tempe extract to the reproduction performance of prepuberty male rats (Rattus norvegicus). Rats were divided into two groups, which were control group without given any therapy and treatment group that has been given 0.25 g/kgBW/day of tempe extract from the age of 21-days old until 48 days-old. At the age of 28, 42, and 56 days, samples of testes, and blood were collected from male rats. The parameters observed were the wet and dry weight, the total of DNA and RNA, and testosterone concentration. Data were analysed using an Independent Samples T-Test method with 95% confidence interval. Results showed that increasing of the rates of testosterone hormone at the age of 42 and 56 days, increasing in total of RNA at the age 28 and 42 days, but decreasing in total of DNA rats given phytoestrogen therapy.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
PERAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP KINERJA ORGAN
TESTISANAK TIKUS USIA PRAPUBERTAS
RESYA SOFFIANA BINTI YASSIN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Peran Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ TestisAnak Tikus Usia Prapubertas
Nama : Resya Soffiana Yassin NIM : B04088014
Disetujui oleh
Dr Dra Nastiti Kusumorini Pembimbing I
Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas. M.Sc Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Januari – Juni 2013 dengan judul “Peran Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ Testis Anak Tikus Usia Prapubertas”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Dra Nastiti Kusumorini selaku dosen pembimbing skripsi dan akademik serta Ibu Dr Drh Aryani Sismin S, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi saran positif kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Ida, Ibu Sri, dan Pak Edi yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada ayahanda Yassin, ibunda Wan Masamah, kakanda Lisa Sabrina, adinda Alfi dan Nadeem, seluruh keluarga tercinta, teman-teman Geochelone, dan teman-teman PKPMI atas segala doa dan kasih sayangnya. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman satu penelitian Novia Puspitasari, Noorsyakilah, dan ST. Nurul Muslinah, yang telah banyak membantu selama pengumpulan data, serta sahabat terbaik penulis Farhan, Syamimi, Sufi, Ashley, Dela, Farah, Hani, Mimi, Zati, dan Adib .
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Biologi Umum Tikus 2
Isoflavon pada Tempe 3
Estrogen dalam Reproduksi Jantan 3
METODE 4
Waktu dan Lokasi Penelitian 4
Bahan dan Alat 4
Materi Penelitian 4
Prosedur Analisis Data 4
Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran 5
Analisis Statistik 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ Testis Anak
Tikus Usia 28 Hari 6
Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ Testis Anak Tikus Usia 42 Hari 7 Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ Testis Anak
Tikus Usia 56 Hari 9
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 16
DAFTAR TABEL
1 Bobot basah, bobot kering, total DNA dan RNA organ testis serta konsentrasi testosteron anak tikus usia 28 hari 6 2 Bobot basah, bobot kering, total DNA dan RNA organ testis serta
konsentrasi testosteron anak tikus usia 42 hari 8 3 Bobot basah, bobot kering, total DNA dan RNA organ testis serta
konsentrasi testosteron anak tikus usia 56 hari 10
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan Prosedur Penelitian 5
DAFTAR LAMPIRAN
2 Metode penentuan kadar DNA 16
3 Metode penentuan kadar RNA 16
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Reproduction merupakan gabungan kata dari re yaitu kembali, dan
production berarti membuat atau menghasilkan, sehingga reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia maupun hewan dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup (Efendi dan Makhfudli 2009). Proses ini dimulai dengan bersatunya sel telur dari betina dan sel spermatozoa dari jantan yang membentuk zigot. Anak kemudian akan lahir dari pertumbuhan zigot selama masa kebuntingan. Saat melakukan fungsinya, sistem reproduksi memerlukan kehadiran hormon yaituhormon steroid yang dihasilkan oleh testis dan ovariumseperti testosteron dan estrogen.
Pada hewan jantan, sel interstitial (sel Leydig) pada testis akan menghasilkan hormon testosteron yang penting dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi serta ciri seks sekunder (Cochran 2004). Umur pubertas dan perkembangan testis sangat dipengaruhi oleh produksi testosteron.Fungsi testosteron yaitu menimbulkan kelakuan kelamin (libido), selain itu juga berpengaruh terhadap kemampuan hewan jantan untuk ereksi dan ejakulasi (Hastono 2007). Testosteron diproduksi sebagai respon terhadap LH (Luteinizing Hormone) dari kelenjar pituitari anterior, namun khusus pada hewan jantan hormon ini disebut sebagai ICSH (interstitial cell stimulating hormone). Sedangkan FSH (Follicle Stimulating Hormone) pada hewan jantan yang juga berasal dari kelenjar pituitary anterior berperan dalam spermatogenesis, atau pembentukan spermatozoa dalam tubulus seminiferi (Neal 2006).
Dewasa ini, penggunaan bahan alami asal tumbuhan yang mengandung hormon atau fitohormon telah banyak dikembangkan.Fitoestrogen ialah substansi asal tumbuhan yang menyerupai hormon estrogen yang memiliki struktur mirip dengan 17-β-estradiol dan dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen (RE). Kedelai merupakan salah satu tanaman yang mengandung fitoestrogen yang disebut isoflavon (Muchtadi 2010).Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2 – 4 mg/g kedelai (Winarsi 2005).
Tempe adalah makanan tradisional yang sangat digemari masyarakat Indonesia dan merupakan produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus
sp. (Purwoko dkk 2001). Pada tempe, terdapat fitoestrogen yang berasal dari kelompok isoflavon. Isoflavon ini terdiri atas tiga komponen yaitu daidzein, genistein, dan glisitein (Rishi 2002).Namun, hanya genistein dan daidzein yang merupakan komponen utama isoflavon.Di dalam kedelai atau produk olahannya, kandungan daidzein berkisar antara 10.5-8.5 mg/100gBKsedangkan genistein antara 26.8-120.5 mg/100gBK (Widodo 2005).Genistein dapat menjadi inhibitor kuat untuk protein tirosin kinase (Akiyama et al. 1987) yang berkaitan dengan reseptor sel untuk faktor-faktor pertumbuhan seperti mempengaruhi pengaturan proliferasi sel (Kim et al. 1998).
2
serta menyebabkan hiperplasia sel Leydig (Lee et al.2004b).Opalka et al. (2004) juga menjelaskan bahwa pemberian genistein pada ayam dapat menurunkan sekresi hormon testosteron.Sedangkan menurut Bajpai et al. (2003) pemberian genistein mampu menghambat aktivitas protein tirosin kinase pada saat kapasitasi dan motilitas spermatozoa.Sejalan dengan penelitian terdahulu, Astuti (2009) menjelaskan bahwa pemberian tepung kedelai kaya isoflavon pada dosis 3 mg/ekor/hari tidak memberikan pengaruh terhadap konsentrasi spermatozoa dan perkembangan bobot testis, tetapi bila dosis ditingkatkan menjadi 6mg/ekor/hari dapat mengganggu fungsi dan kualitas spermatozoa.Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukansuatu penelitian untuk mempelajari peran ekstrak tempe yang mengandung isoflavon pada anak tikus jantan usia prapubertas terhadap kinerja organ testis dengan melihat kadar testosteronnya yang dihubungkan dengan kadar DNA dan RNA testis.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tempe pada anak tikus jantan usia prapubertas terhadap kinerja organ testis berupa kadar DNA dan RNA testis, serta kadar hormon testosteron.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas senyawa isoflavon pada tempe yang diberikan pada anak tikus jantan prapubertas terhadap pertumbuhan reproduksi jantan. Data yang diperoleh diharapkan dapat mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang biologi reproduksi.
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Umum Tikus
Hewan percobaan adalah hewan model yang dipilih berdasarkan syarat atau standar dasar yang diperlukan dalam suatu penelitian biologis dan biomedis.Tikus putih sering digunakan sebagai hewan percobaan (Ridwan 2013).Pada penelitian ini, digunakan tikusputih (Rattus norvegicus)strain Sprague-Dawley jantan yang mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif dibandingkan strain lainnya.
3 cuacayang optimal (khususnya suhu), pakan yang melimpah, sarang yang baik, umur, dan kondisi induk yang optimal.
Isoflavon pada Tempe
Di Indonesia, kedelai merupakan salah satu pangan utama setelah padi dan jagung. Menurut Muchtadi (2010), tempe dan tahu merupakan produk olahan kedelai yang paling banyak dikonsumsi oleh penduduk golongan menengah dan bawah. Kedelai juga mengandung isoflavon, yang merupakan salah satu golongan flavonoid.Isoflavon berasal dari tumbuhan alami dan merupakan subgrup dari fitoestrogen yang memiliki struktur mirip dengan 17-β-estradiol dan dapat berikatan dengan reseptor estrogen (Pilsakova et al. 2010). Namun afinitas reseptor estrogen (RE) ligan tersebut lebih rendah dibanding estrogen endogen sel epitel dari jaringan reproduksi seperti kelenjar susu, ovari, dan testis yang merupakan subyek dari aksi isoflavon (Astuti 2009).
Aktivitas estrogenik ini terjadi karena adanya gugus OH pada fitoestrogen, estradiol, dan dietilstilbesrol. Isoflavon sebagai estrogen like, mengawali kerjanya dengan meniru cara kerja estrogen (Winarsi 2005). Isoflavon berasal dari tanaman bersifat inaktif, dan berada dalam bentuk glikosida yang kemudian mengalami fermentasi oleh mikroflora usus yang mengubah biochanin A dan formonetin oleh glucosidase menjadi unsur genistein, dan daidzein yang aktif. Seterusnya, unsur daidzein akan menjadi equol dan O-desmethylangiolensin (O-DMA), sedangkan genestein menjadi heterocyclicphenolic yang strukturnya mempunyai persamaan dengan hormon estrogen melalui sistem enzim yang kompleks dalam usus (Biben 2012).Menurut Mitchell et al. (2001), pada pria berumur 18-46 tahun yang mengonsumsi produk olahan kedelai yang mengandung isoflavon pada dosis rendah yaitu 40-70 mg/g tidak akan mempengaruhi kualitas spermatozoa.
Estrogen dalam Sistem Reproduksi Jantan
Dewasa ini, testosteron dan estrogen sangat penting baik pada hewan jantan, maupun hewan betina.Pada tahun 1970, telah ditemukan reseptor estrogen pada testis dan epididimis, namun estrogen bukan merupakan hormon steroid yang utama pada saluran reproduksi jantan (Danzo et al. 1975).Hipotesa ini berubah pada tahun 90-an yang menyatakan bahwa estrogen tidak hanya penting pada saluran reproduksi jantan, tetapi estrogen juga penting untuk fertilitas normal. Cytochrome P450 aromatase pada hewan jantan, memiliki kemampuan untuk mengubah androgen menjadi estrogen dalam testis sehingga dapat ditemukan estradiol pada rete testis dalam konsentrasi yang tinggi (Setchell et al.
4
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL) dan Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraktempe yang berasal dari tempe hasil ekstraksi menggunakan penambahan larutan ekstraksi etanol 70% buatan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro), aquades, formalin, dan eter. Dalam pengujian kadar RNA digunakan TCA 5%, KOH 1 N, H2O, HCl 1 N, FeCl3 0.1%, orcinol dan standar RNA. Sedangkan
dalam pengujian kadar DNA digunakan Genomic DNA Mini Kit (Tissue) yang mengandung GT buffer, GBT buffer, wash buffer, elution buffer dan Proteinase K. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang tikus plastik ditutup kawat kasa, timbangan analitik, sonde lambung, spoid 1 ml dan 3 ml, alas bedah tikus, scalpel, pinset, gunting bedah, pot organ, tabung ependorf ,alat sentrifugasi,mortar dan stamper, tabung reaksi, kit DRG Testosteroneenzyme linked immunabsorbant assay (ELISA) EIA-1559 produksi DRG Instruments GmbH, Germany, dan spektrofotometer Hitachi tipe U-2001.
Materi Penelitian
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 18 ekortikus putih (Rattus norvegicus) jantan umur 21 hari yaitu umur lepas sapih. Penelitian menggunakan kandang plastik berukuran 30x20x12 cm dilengkapi kawat kasa penutup di bagian atasnya serta diberi alas sekam yang diganti secara berkala.Selama penelitian,pakan dan minum diberikanad libitum.
Ekstrak tempe yang diberikan mengandung 87.55 mg isoflavon per 100 gram ekstrak tempe yang terdiri atas 83.30 mg daidzein dan 4.25 mg genestin.
Prosedur Analisis Data
5
Gambar 1 Bagan prosedur penelitian
Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran
Bobot organ
Bobot basah organ testis ditimbang menggunakan timbangan analitik yang dinyatakan dalam gram.Testis kemudian dimasukkan ke dalam botol berisi larutan NBF (Neutral Buffered Formalin).Selanjutnya, organ testis dikeringkan menggunakan oven dalam suhu 60oC selama 3 hari.Organ yang telah kering ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk mendapatkan data bobot kering.Kemudian digerus untuk keperluan analisis DNA dan RNA.
Kadar DNA dan RNA Testis
Metode pengujian konsentrasi DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Tissue)dengan mengikuti instruksi prosedur perusahaan Geneaid (PT Genetika Science Indonesia) seperti yang tertera dalam Lampiran 1. Sedangkan pada penentuan kadar RNA dilakukan berdasarkan metode yang digunakan oleh Manalu dan Sumaryadi (1998) seperti dalam Lampiran 2. Perhitungan total kadar DNA dan RNA dapat diperoleh dengan rumus:
- Total kadar DNA (mg) = Konsentrasi DNA (mg/g) X Bobot kering (g) - Total kadar RNA (mg) = Konsentrasi RNA (mg/g) X Bobot kering (g) Konsentrasi hormon testosteron
Konsentrasi hormon testosteron didapat dari serum darah. Pengukuran menggunakan teknik ELISA dengan memakai kit komersial. Pelaksanaan dilakukan di Laboratorium Hormon, Unit Reproduksi dan Rehabilitasi,
Kontrol (K):
Anak tikus jantan prapubertas disapih umur 21 hari
Usia28
Diukur bobot basah testis, bobot kering testis, kadar DNA dan RNA testis dan kadar
6
Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH-IPB.Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam satuan ng/mL.
Analisis Statistik
Parameter hasil pengukuran hormon reproduksi dan kadar DNA dan RNA testis akan dinyatakan dengan rataan ± simpangan baku. Perbedaan antar kelompok akan diuji secara statistika dengan uji independent sample t-test.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe Terhadap Kinerja Organ Testis Anak Tikus Usia 28 Hari
Pengaruh pemberian ekstrak tempe terhadap kinerja organ testis anak tikus jantan usia 28 hari dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Hasil yang diberikan merupakan rataan ± SD.
Tabel 1Bobot basah, bobot kering, total kadar DNA dan RNA organ testis serta konsentrasi testosteron anak tikus usia 28 hari
Parameter
Kelompok
Kontrol Perlakuan
Bobot Basah (g) 0.129±0.023 0.133±0.023
Bobot Kering (g) 0.020±0.003 0.022±0.004
Total Kadar DNA (mg) 16.822±5.665 13.963±1.375
Total Kadar RNA (mg) 72.469±11.929a
104.630±14.763b Kadar Hormon Testosteron (ng/ml) 0.461 ± 0.085 0.391 ± 0.049 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang
samamenunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Dari hasil analisis statistik, bobot basah dan bobot kering testis anak tikus berumur 28 hari menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe belum mempengaruhi bobot testis. Tidak berpengaruhnya ekstrak tempe terhadap bobot testis diduga karena dosis isoflavon yang diberikan selama 7 hari masih sedikit.Pada usia 28 hari, jumlah ekstrak tempe yang masuk kedalam tubuh hewan baru mencapai 1.75 g/kgBB/ekor yang setara dengan 1.53 mg/ekor isoflavon. Berdasarkan penelitian Astuti (2009), peningkatan bobot testis, motilitas spermatozoa dan konsentrasi spermatozoa baru dapat terjadi dengan pemberian dosis isoflavon 1.5 mg/ekor/hari selama 2 bulan.
7 berumur 14-28 hari, terjadi pembelahan progenitor sel Leydig dan berubah menjadi sel Leydig muda pada usia 35 hari. Progenitor dan sel Leydig yang belum matang mempunyai kapasitasi untuk mengaktivasi mitotik, sedangkan sel Leydig yang sudah matang memiliki kapasitasi penuh pada steroidogenik (Payne dan Hales 2004).
Berbeda dengan DNA, kadar RNA testis tikus jantan usia 28 hari terlihat memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Analisis kadar RNA dilakukan untuk mengetahui terjadinya proses aktivitas sintesis sel.Menurut Dewantoro (2001), fungsi dari sintesis protein yang terjadi di dalam sel terkait erat dengan perubahan konsentrasi RNA. Molekul androgen akan berikatan dengan reseptor androgen khusus yang ada di sitoplasma sel sertoli, kompleks reseptor androgen tersebut kemudian ditranslokasi ke dalam inti dan berikatan dengan daerah tertentu dalam kromatin. Melalui proses yang terjadi dalam inti, akhirnya dihasilkan mRNA untuk sintesis protein, yang selanjutnya menghasilkan
Androgen Binding Protein (ABP) (Zaneveld dan Chatterton 1982).Pada penelitian Hess (2003) menunjukkan bahwa fitoestrogen berupa isoflavon dengan kadar yang cukup dapat membantu testosteron berikatan dengan ABP ( androgen-binding protein) sehingga hormon tersebut dapat masuk ke dalam cairan tubulus seminiferus untuk pematangan sperma.Hal ini merupakan penyebab aktivitas RNA polymerase meningkat diikuti dengan peningkatan sintesis protein (Squires 2003).
Berbeda dengan kadar RNA, pemberian ekstrak tempe tidak menyebabkan tejadinya perubahan kadar hormon testosteron.Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Weber et al. (2001) dan Opalka et al. (2004)yang menyatakan bahwa isoflavon dapat merusak steroidogenesis sel Leydig, sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma testosteron.Selain itu, Akinola et al.
(2007) juga menunjukkankadar testosteron tikus jantan menurun secara berarti dengan pemberian isoflavon 1.5 mg/kg/ekor/hari selama 8 minggu.Menurut Wahyuni (2012), berkurangnya testosteron dalam sel Leydig dapat mengakibatkan terganggunya meiosis, sehingga pembentukan spermatid dan proses seterusnya jugaakan terganggu.
Sistem reproduksi jantan maupun betina baru mulai berkembang saat dilahirkan, namun belum mengalami pematangan dan sel Leydig masih dalam keadaan inaktif sehingga kadar testosteron yang dihasilkan masih sedikit.Hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang dihasilkan olehGonadotropinReleasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus akan mengaktifkan sel Leydig sehingga testosteron dapat dihasilkan. Setelah mencapai umur tertentu hewan secara fisik dan fisiologi siap untuk melakukan perkawinan dan berkembang biak yang disebut sebagai pubertas. Menurut Malole & Pramono (1989) usia pubertas tikus adalah pada 50-60 hari setelah kelahiran, dan akan dewasa kelamin dan siap untuk dikawinkan pada usia 65-110.
Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe Terhadap Kinerja Organ Testis Anak Tikus Usia 42 Hari
8
Tabel 2Bobot basah, bobot kering, total kadar DNA dan RNA organ testis serta konsentrasi testosteron anak tikus usia 42 Hari
Parameter
Kelompok
Kontrol Perlakuan
Bobot Basah (g) 0.462±0.095 0.806±0.199
Bobot Kering (g) 0.067±0.016 0.106±0.024
Total Kadar DNA (mg) 13.845±3.525 12.216±2.128
Total Kadar RNA (mg) 237.050±51.808a 370.830±61.747b Kadar Hormon Testosteron (ng/ml) 0.329 ± 0.046 0.426 ± 0.117 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pada anak tikus jantan usia 42 hari, didapatkan bahwa bobot basah dan bobot kering testis cenderung meningkat pada kelompok perlakuan sebanyak dua kali walaupun hasil tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini diduga karena testis mulai mengalami proses perkembangan saat tikus jantan berumur 42 hari. Peningkatan ini juga diduga karena aksi isoflavon yang terjadi pada jaringan reproduksi yaitu testis.Isoflavon yang diberikan dapat berikatan dengan reseptor estrogen, dengan sifatnya yang agonis ataupun antagonis (Hess 2003). Reseptor estrogen dapat dibagi menjadi dua dalam jaringan tubuh dengan tempat distribusi yang berbeda-beda, yaitu reseptor estrogen α (REα) yang lebih banyak terdistibusi
pada jaringan penyusun organ reproduksi dan reseptor estrogen β (REβ) yang lebih terdistribusi di luar jaringan reproduksi (Matthews dan Gustafsson 2003). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (1999), yang menyatakan adanyaperubahan bobot testis setelah perlakuan genistein diberikan secara injeksi dengan dosis 4 mg/kgBB/hari selama 40 hari. Namun demikian, hasil penelitian tidak sejalan dengan Wahyuni (2012) yang melaporkan bahwa terjadinya penurunan bobot testis tikus putih jantan (Rattus norvegicus) pada pemberian isoflavon dosis 3.78 mg/200gBB selama 48 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total kadar DNA anak tikus jantan usia 42 hari masih belum memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05).Bylund et al.
(2000) pernah melaporkan bahwa isoflavon pada kedelai dapat menyebabkan anti proliferasi.Selain itu, fitoestrogen dilaporkan dapat mengurangi meiosis sintesis DNA pada spermatosit primer (Svechnikov et al. 2005).Fitoestrogen mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan enzim dan reseptor, dan dapat menembus membran sel karena memiliki struktur yang stabil dan berat molekular rendah (Adlercreutz 1998).Interaksi ini menyebabkan ikatan pada estrogen reseptor, sehingga dapat mengganggu metabolisme atau aksi hormon steroid, dan mengubah struktur endoplasmik retikulum dan mempengaruhi transkripsi (Santti
et al. 1998).
9 biasanya tidak terjadi secara seragam dan dengan mekanisme yang kompleks, yaitu melalui proses proliferasi sel (hiperplasia) dan pembesaran (hipertrofi) sel (Linder 1992). Selama berlangsungnya proses hipertrofi, sel-sel bertambah besar ukurannya dan harus diimbangi dengan kadar dan mutu protein yang meningkat (Winarno 1996). Menurut Shanet al. (1997), reseptor androgen mRNA dan kadar protein paling tinggi terdapat pada hewan prapubertas sehingga penemuan ini menyatakan bahwa perubahan sel Leydig menjadi matang dapat menjadi
androgen-sensitive dalam diferensiasi sel Leydig.
Sejalan dengan hasil analisis DNA, konsentrasi hormon testosteron pada anak tikus jantan usia 42 hari juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata karena proliferasi dan diferensiasi sel belum maksimal sehingga belum dapat meningkatkan konsentrasi testosteron. Hal ini karena tikus-tikus yang digunakan masih dalam tahap pertumbuhan dan fungsi sel Leydig dalam menghasilkan androgen tetap berjalan normal dengan pemberian tempe.Fritz et al. (2003) menyatakan bahwa pemberian genistein pada dosis 5 mg/kg/hari mengakibatkan terjadi penurunan aktivitas aromatase testis tikus yang mengubah testosteron menjadi estradiol. Pada penelitian ini, pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.25 g/kgBB/hari dapat meningkatkan kadar RNA yang diduga menyebabkan terjadinya peningkatan ABP dan sedikit peningkatan testosteron.Menurut Watanabeet al. (2006), pemberian isoflavon tidak akan mempengaruhi hormon reproduksi pria, dan ukuran testis. Pernyataan yang sama juga dinyatakan oleh
Committee on Toxicity of Chemicals in Food, Consumer Products and the Environment yang telah menyelidiki bahwa pemberian suplemen isoflavon (40 mg/hari) selama 2 bulan terhadap pria non-vegetarian berusia 18-35 tahun tidak mempengaruhi kadar estradiol, testosteron, LH, FSH, volume semen, jumlah semen, motilitas, dan morfologi sperma, ataupun besar testis (Hughes dan Woods 2003).
Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe Terhadap Kinerja Organ Testis Anak Tikus Usia 56 Hari
Pengaruh pemberian ekstrak tempe terhadap kinerja organ testis anak tikus jantan usia 56 hari dapat dilihat pada Tabel 3. Secara umum, hasil analisis bobot basah testis, bobot kering testis, kadar DNA dan RNA tikus jantan usia 56 hari yang diberikan ekstrak tempe menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini kemungkinan karena pengaruh fitoestrogen semakin berkurang setelah pemberian ekstrak tempe dihentikan pada usia 48 hari sehingga perkembangan tubuh berjalan secara normal. Jumlah isoflavon yang sudah memasuki tubuh tikus adalah sebanyak 7 g/kgBB/ekor ekstrak tempe yang setara dengan 6.13 mg/g isoflavon.Menurut Safrida (2008), isoflavon yang terdapat dalam tempe memiliki struktur yang serupa dengan estrogen sehingga mampu berikatan dengan reseptor estrogen dan menggantikan fungsi dari estrogen.Namun, ikatan antara isoflavon dan reseptor estrogen lebih lemah dibandingkan dengan estrogen endogenous sehingga dibutuhkan jumlah isoflavon yang relatif banyak untuk memperoleh efek yang memadai seperti estrogen endogenous (Tanu 2005). Tabel 3Bobot basah, bobot kering, total kadar DNA dan RNA organ testis serta
10
Parameter
Kelompok
Kontrol Perlakuan
Bobot basah (g) 1.130±0.576 1.389±0.419
Bobot kering (g) 0.146±0.071 0.176±0.045
Total Kadar DNA (mg) 12.591±2.650 11.853±0.418
Total kadar RNA (mg) 443.240±196.508 599.790±135.205 Kadar Hormon Testosteron (ng/ml) 0.610 ± 1.468 1.453 ± 0.630 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Squires (2003) dan Bearden et al. (2004), menjelaskan bahwa testosteron disintesis di dalam testis oleh sel-sel Leydig yang distimulasi oleh LH dari kelenjar hipofisis. Setelah masuk ke sel-sel target pada hipotalamus, kelenjar hipofisis, dan testis, testosteron langsung diikat oleh reseptor androgen (AR). Selanjutnya kompleks testosteron dan AR mengikat gen pada rantai urutan DNA tertentu dan mengatur kejadian transkripsi gen. Hal ini dapat memicu dan mengatur proses spermatogenesis, dan merangsang libido. Secara umum, spermatogenesis merupakan proses yang dikendalikan oleh sistem saraf melalui poros hipotalamus-hipofisis-testis (HHT). Spermatogenesis dapat terganggu apabila ada hormon atau anti hormon yang mengganggu poros HHT (Tadjudin 1986). Fitoestrogen akan bekerja seperti estrogen endogen yaitu akan memacu proses sintesis DNA. DNA membangun protein secara tidak langsung sehingga memerlukan RNA sebagai jembatan perantara dan sintesis protein.
Total kadar DNA testis tikus menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata diduga karena tikus usia 56 hari akan mencapai pubertas sehingga isoflavon yang diberikan dapat bersifat antagonis terhadap reseptor estrogen. Abney & Myers (1991) menyatakan kemampuan estrogenik yang didapatkan dalam genistein sehingga dapat berikatan dengan reseptor estrogen dalam sel Leydig
menyebabkan hambatan terhadap enzim P450 17α-hidroksilase sehingga terhambatnya proses steroidogenesis sehingga testosteron tidak terbentuk.Hardy et al. (1990), telah melaporkan bahwa adanya diferensiasi progenitor sel Leydig menjadi dewasa yang tidak matang secara in vitro tergantung pada keberadaan LH dan dihydrotestosteron.
Total kadar RNA tikus berumur 56 hari, menunjukkan bahwa proses sintesis protein dalam sel berjalan secara normal karena tikus akan memulai pelepasan spermatozoa. Setelah spermatogenesis selesai, maka produksi ABP tidak diperlukan lagi, dan sel sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hipofisa agar menekan sekresi FSH dan LH (Lestari 2007). Kohn dan Clifford (2002) menyatakan bahwa perkembangan reproduksi tikus mencapai dewasa sekitar 6 minggu, atau pada saat umur 40-60 hari. Berdasarkan penelitian Sengupta (2011), pubertas pada tikus jantan tercapai saat tikus berumur 42 hari, sedangkan spermatogenesis bermula saat tikus berumur 5 hari dan berlangsung selama 53 hari, dan terdapat kehadiran sperma pada epididimis pada saat tikus berumur 55 hari.
11 melaporkan bahwa pada konsentrasi isoflavon 22.2 mg/100gBB selama 2 bulan dapat memberikan peningkatan kadar testosteron pada tikus jantan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Karahalil (2006), salah satu dampak negatif yang ditimbulkan akibat pemberian fitoestrogen yang tinggi adalah terjadinya penurunan kadar testosteron yang menyebabkan penurunan kualitas spermatozoa. Glover dan Assinder (2006) juga menyimpulkan bahwa dengan pemberian diet kaya fitoestrogen pada tikus jantan dewasa Sprague-Dawley, kadar testosteron dan androestenidiondalam jangka pendek menurun secara signifikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.25 g/kgBB/hariyangdiberi sejak usia tikus 21 haricenderungmeningkatkan hormon testosteron pada umur 42 dan 56 hari (P>0.05). Esktrak tempe dengan dosis 0.25 g/kgBB/hari meningkatkansintesis protein pada testis dengan adanya peningkatantotal kadar RNA pada tikus usia 28 dan 42 hari.
Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada saat tikus jantan memasuki usia dewasa kelamin dengan dosis yang bertingkat sehingga dapat diketahui secara pasti pengaruh pemberian fitoestrogen terhadap perkembangan reproduksi jantan.
DAFTAR PUSTAKA
Abney TO, Myers RB. 1991. 17β estradiol inhibition of leydig cell regeneration in
the ethane dimethyl sulfonate treated mature rat. J Androl. 12:295-304.
Adlercreutz H. 1998. Evolution, nutrition, intestinal microflora,and prevention of cancer: a hypothesis. Proc Soc Exp Biol Med.217: 241–246.
Akinola OB, Akinlolu AA, Adekeye NA, Oladosu OS, Dosumu OO, Olatunji LA.2007. Effect of Methanol Extract of Soy on Testicular Morphometry and Plasma Testosterone Levels. Pak J Pathol 18(1):120-124.
Akiyama T, Ishida J, Nakagawa S, Ogawara H, Watanabe S, Itoh N, Shibuya M, Fukami Y. 1987. Genistein, a specific inhibitor of tyrosine-specific protein kinases.J Biol Chem 262(12):5592-5595.
Astuti S. 1999. Pengaruh tepung kedelai dan tempe dalam ransum terhadap fertilitas tikus percobaan.[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
12
terhadap kadar hormon testosteron serum dan jumlah sel spermatogenik pada tubuli seminiferi testis tikus jantan. JIlmu Ternak dan Vet13(4):288-293.
Astuti S. 2009. Kualitas spermatozoa tikus jantan yang diberi tepung kedelai kaya isoflavon. Majalah Kedokteran Bandung. 41(4):180-186.
Bajpai, M., Asin, S., Doncel, G. 2003.Effect of Tyrosine Kinase Inhibitors on Tyrosine Phosphorylation and Motility Parameters in Human Sperm.Arch Androl 49:229-246
Bearden HJ, John WF, Scott TW. 2004. Applied Animal Reproduction. 6thed. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.
Biben, H. A. 2012. Fitoestrogen: Khasiat Terhadap Sistem Reproduksi, non Reproduksi dan Keamanan Penggunaannya.Proceeding Seminar. Penelitian Kesehatan. Bandung (ID). Pp 1-7
Bylund A, Zhang JX, Bergh A, Damber JE, Widmark A, Johansson A, Adiercreutz H, Aman P, Shepherd MJ, Hallmans G. 2000. Rye bran and soy protein delay growth and increase apoptosis of human LNCaP prostate adenocarcinoma in nude mice. Prostate 42(4): 304-14
Cochran PE. 2004. Laboratory Manual for Comparative Veterinary Anatomy and Physiology. New York (US): Delmar of Thomson Learning Inc.
Danzo BJ, Eller BC, Judy LA, Trautman JR & Orgebin-Crist MC. 1975.Estradiol binding in cytosol from epididymides of immature rabbits.Mol Cell Endocrinol2: 91-105.
Dewantoro E. 2001. Rasb RNA/DNA, karaker morfometrik dan komposisi daging ikan mas (Cyprinus carpio L.) strain sinyonya, karper kaca dan hibridanya.
[Tesis]. Bogor (ID): lnstitut Pertanian Bogor.
Efendi F, Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta (ID): Penerbit Salemba Medika.
Fritz, W.A., M.S. Cotroneo, J. Wang, I.E. Eltoum dan C.A. Lamartiniere. 2003. Dietary diethylstilbestrol but not genistein adversely affects rat testicular development. J Nutr 133: 2287-2293
Ge RS, Dong Q, Sottas CM, Papadopoulos V, Zirkin BR, Hardy MP. 2006. In search of rat stem Leydig cells: identification, isolation, and lineage-specific development. Proc Natl Acad Sci (USA) 103:2719-2724
Glover A, Assinder SJ. 2006. Acute exposure of adult male rats to dietary phytoestrogens reduces fecundity and alters epididymal steroid hormone receptor expression. J Endocrinol. 189:565-573.
Hardy MP, Kelce WR, Klinefelter GR, Ewing LL. 1990.Differentiation of Leydig cell precursors in-vitro: a role for androgen. Endocrinol 127:488-490.
Hastono.2007. Kandungan Hormon Testosteron pada Berbagai Aktivitas Seksual Domba Garut Jantan.Seminar Nasional.Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak. Hess R. A. 2003. Estrogen in The Adult Male Reproductive Tract : A Review.
Reprod Biol Endocrinol1: 52
Hughes I,Woods HF, 2003. Phytoestrogen and Health: Committe on Toxicity of Chemicals in Food,Consumer Product and The Environment.London (USA):Crown Copyright
13 Kim H, Peterson TG, Barnes S. 1998. Mechanism of action of the soyisoflavone genestein: emerging role of its effects through transforming growth factor beta signaling. Am J Clin Nutr68:1418S-1425S.
Kohn DF, Clifford CB. 2002. Biology and diseases of rats. 2nd ed. Fox JG, Anderson LC, Loew FM, Quimby FW, editor. New York (US): Academic Press.
Lee BJ, Kang JK, Jung EY, Yun YW, Baek IJ, Yon JM, Lee YB, Sohn HS, Lee JY, Kim KS, Nam YS. 2004a. Exposure to genistein does not adversely affect the reproductive system in adult male mice adapted to a soy baed commercial diet. J Vet Sci 5(3):227-234.
Lee BJ, Kang JK, Jung EY, Yun YW, Baek IJ, Yon JM, Lee YB, Sohn HS, Lee JY, Kim KS, Nam YS. 2004b. Effect exposure to genistein during pubertal developmant on the reproducive system of male mice. J Reprod Develop
50(4):399-409.
Lestari TD. 2007. Peran Inhibin pada Proses Reproduksi Ternak. Bandung (ID) : Universitas Padjajaran
Linder MC 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta (ID): Penerbit UI Press
Malole MBM, Pramono CS. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Laboratorium. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Manalu W, Sumaryadi MY. 1998. Maternal serum progesterone concentration during gestation and mammary gland growth and development at parturition in javanese thin-tail ewes with carrying a single or multiple fetuses.Small Rum Res 27:131-136.
Matthews J, Gustafsson JA. 2003. Estrogen Signaling: a subtle balance between ER alpha and ER beta. Mol Interv 3:281-292.
Mc Donald, G.W. 1980. Veterinary Endocrynology and Reproduction.
Philadelphia (USA): Lea and Febiger.
Mitchell JH, Elizabeth C, Kinnibeurgh D, Provan A, Collins AR, Irvin DS. 2001. Effect of phytoestrogen food supplement on reproducting health in normal males. Clin Sci 100(6):8-618.
Muchtadi D. 2010.Kedelai Komponen Bioaktif untuk Kesehatan. Bandung (ID): Penerbit Alpabeta.
Neal MJ. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. 5th ed. Jakarta (ID): Erlangga. Opalka M, Kaminska B, Ciereszko R, Dusza L. 2004. Genistein affects
testosterone secretion by Leydic cells in roosters (Gallus gallus domesticus).
Biol Reprod 4(2):185-193.
Payne AH, Perkins LM, Georgiou M and Quinn PG. 1987.Intratesticular site of aromatase activity and possible function of testicular estradiol.Steroids 50: 435-448.
Payne AH, Hales DB. 2004. Overview of steroidogenic enzymes in the pathway from cholesterol to active steroid hormones. Endocr Rev 25:947-970
Pilsakova, L., Riecansky, I and Jagla, F. 2010.The Physiological Actions of Isoflavone Phytoestrogens.Physiol Res 59: 651 – 664
Purwoko T, Suyanto P, Indrawati G. 2001. Biotransformasi isoflavon oleh
14
Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). J Indon Med Assoc. 63(3):112-116.
Rishi KR. 2002. Phytoestrogens in health and illness.IndJ Phar. 34:311-320. Roselli CE, Abdelgadir SE, & Resko JA. 1997. Regulation of aromatase gene
expression in the adult rat brain. Brain Res Bull44: 351-357.
Safrida. 2008. Perubahan kadar hormon estrogen pada tikus yang diberi tepung kedelai dan tepung tempe.[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Santti R, Mäkelä S, Strauss L, Korkman J, Kostian M-L. 1998. Phytoestrogens: potential endocrine disruptors in males. Toxicol Ind Health14: 223–237.
Sengupta P. 2011. A scientific review of age determination for a laboratory rat: how old is it in comparison with human age? Biomed Int(2):81-89.
Setchell BP, Laurie MS, Flint AP & Heap RB. 1983. Transport of free and conjugated steroids from the boar testis in lymph, venous blood and rete testis fluid. J Endocrinol 96: 127-136.
Shan LX, Bardin CW &Hardy MP. 1997. Immunohistochemical analysis of androgen effects on androgen receptor expression in developing Leydig and Sertoli cells.Endocrinol 138(3); 1259-1266.
Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Squires EJ. 2003. Applied Animal Endocrinology. Wallingford (UK): Cabi
Publishing.
Svechnikov K, Supornsilchai V, Strand ML, Wahlgren A, Seidlova-Wittke D, Wuttke W, Soder O. 2005. Influence of long-term dietary administration of procymidone, a fungicide with anti-androgenic effects, or the phytoestrogen genistein to rats on the pituitary-gonadal axis and Leydig cell steroidogenesis. J Endocrinol 187: 117-24.
Tadjudin, MK. 1986. Cara Keluarga Berencana Hormonal pada Pria.Prosiding kongres Nasional 1. Jakarta (ID): Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Tanu I. 2005.Farmakologi dan Terapi. 4th ed. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Van der Molen HJ, Brinkmann AO, de Jong FH & Rommerts FF.
1981.Testicularoestrogens.J Endocrinol 89: 33P-46P.
Wahyuni RS. 2012. Pengaruh isoflavon kedelai terhadap kadar hormon testosteron berat testis diameter tubulus seminiferus dan spermatogenesis tikus putih jantan (Rattus norvegicus).[Tesis]. Padang (ID): Universitas Andalas Padang.
Watanabe S, Gang ZV, Melby MK, Ishiwata N, Kimira M. 2006. Systematic review of intervention using isoflavon supplement and proposal for further studies.Soy in health and disease prevention. Sugono M, editor. Florida (US) : CRC Press Taylor & Francis Group LLC.
Weber KS, Setchell KD, Stocco DM, Lephart ED.2001. Dietary soy-phytoestrogens decrease testosterone levels and prostate weight without altering LH, prostate 5alpha-reductase or testicular steroidogenic acute regulatory peptide levels in adult male Sprague-Dawley rats. J Endocrinol
170:591-599
15 WinarnoFG.1996. Gizi Bayi dan Balita, Kaitannya pada Kecerdasan.Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Winarsi. 2005. Isoflavon, Berbagai Sumber, Sifat dan Manfaatnya pada Penyakit Degeneratif. Yogyakarta (ID): UGM University Press.
16
Lampiran 1 Metode penentuan kadar DNA (PT Genetika Science Indonesia 2008)
Lampiran 2 Metode penentuan kadar RNA (Manalu dan Sumaryadi 1998) Ekstraksi sampel dalam oven
•Dihomogenkan (10 detik) dan dipindahkan ke GD column dan column disentrifus kemudian
Lampiran 3 Hasil analisis kinerja organ testis anak tikus usia 28 hari
Group Statistics
KELOMPOK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Bobot Basah
Kontrol 3 .12933 .022979 .013267
Perlakuan 3 .13320 .022814 .013172
Bobot Kering Kontrol 3 .01967 .003009 .001737
Perlakuan 3 .02183 .004102 .002368
TotalKadar DNA
Kontrol 3 1.68220E1 5.664808 3.270578
Perlakuan 3 1.39637E1 1.374939 .793821
Total Kadar RNA
Kontrol 3 7.24690E1 11.928803 6.887098
Perlakuan 3 1.04634E2 14.762602 8.523193
Kadar Hormon Testosteron
Kontrol 3 .46100 .084870 .049000
Perlakuan 3 .39100 .048497 .028000
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Bobot Basah
Equal variances assumed .011 .921 -.207 4 .846 -.003867 .018695 -.055772 .048039
Equal variances not assumed -.207 4.000 .846 -.003867 .018695 -.055773 .048040
Bobot Kering
Equal variances assumed .598 .483 -.738 4 .502 -.002167 .002937 -.010321 .005988
Equal variances not assumed -.738 3.669 .505 -.002167 .002937 -.010619 .006286
Total Kadar DNA
Equal variances assumed 3.848 .121 .849 4 .444 2.858333 3.365536 -6.485894 12.202560
Equal variances not assumed .849 2.235 .477 2.858333 3.365536 -10.257699 15.974365
Total Kadar RNA
Equal variances assumed .325 .599 -2.935 4 .043 -32.165333 10.957962 -62.589512 -1.741154
Equal variances not assumed -2.935 3.831 .045 -32.165333 10.957962 -63.125881 -1.204785
Kadar Hormon Testosteron
Equal variances assumed 1.263 .324 1.240 4 .283 .070000 .056436 -.086691 .226691
Equal variances not assumed 1.240 3.180 .298 .070000 .056436 -.103979 .243979
Lampiran 4 Hasil analisis kinerja organ testis anak tikus usia 42 hari
Group Statistics
KELOMPOK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Bobot Basah Kontrol 3 .46177 .095245 .054990
Perlakuan 3 .80563 .199057 .114926
Bobot Kering Kontrol 3 .06717 .015897 .009178
Perlakuan 3 .10553 .024004 .013859
Total Kada rDNA Kontrol 3 1.38457E1 3.524539 2.034894
Perlakuan 3 1.22167E1 2.127820 1.228497
Total Kadar RNA Kontrol 3 2.37056E2 51.808120 29.911432
Perlakuan 3 3.70832E2 61.746971 35.649630
Kadar Hormon Testosteron Kontrol 3 .32933 .046069 .026598
Perlakuan 3 .42633 .116895 .067489
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Bobot Basah Equal variances assumed 3.006 .158 -2.699 4 .054 -.343867 .127404 -.697597 .009864
Equal variances not assumed -2.699 2.870 .077 -.343867 .127404 -.759900 .072166
Bobot Kering Equal variances assumed .828 .414 -2.308 4 .082 -.038367 .016623 -.084518 .007785
Equal variances not assumed -2.308 3.471 .092 -.038367 .016623 -.087427 .010693
Total Kadar DNA Equal variances assumed .867 .405 .685 4 .531 1.629000 2.376972 -4.970534 8.228534
Equal variances not assumed .685 3.287 .538 1.629000 2.376972 -5.575392 8.833392
Total Kadar RNA Equal variances assumed .115 .752 -2.875 4 .045 -133.775667 46.535899 -262.980036 -4.571297
Equal variances not assumed -2.875 3.883 .047 -133.775667 46.535899 -264.532399 -3.018934
Kadar Hormon Testosteron
Equal variances assumed 1.938 .236 -1.337 4 .252 -.097000 .072541 -.298407 .104407
Equal variances not assumed -1.337 2.607 .286 -.097000 .072541 -.348875 .154875
Lampiran 5 Hasil analisis kinerja organ testis anak tikus usia 56 hari
Group Statistics
KELOMPOK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Bobot Basah Kontrol 3 1.13003 .576087 .332604
Perlakuan 3 1.38860 .419445 .242167
Bobot Kering Kontrol 3 .14580 .070908 .040939
Perlakuan 3 .17617 .045446 .026238
Total Kadar DNA Kontrol 3 1.25912E1 2.650009 1.529983
Perlakuan 3 1.18530E1 .418415 .241572
Total Kadar RNA Kontrol 3 4.43240E2 196.507715 113.453782
Perlakuan 3 5.99798E2 135.204737 78.060491
Kadar Hormon Testosteron Kontrol 3 .61000 .146809 .084760
Perlakuan 3 1.45267 .629299 .363326
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Bobot Basah Equal variances assumed .158 .711 -.628 4 .564 -.258567 .411425 -1.400865 .883731
Equal variances not
assumed -.628 3.655 .567 -.258567 .411425 -1.444628 .927495
Bobot Kering Equal variances assumed .330 .596 -.625 4 .566 -.030367 .048625 -.165372 .104638
Equal variances not
assumed -.625 3.406 .572 -.030367 .048625 -.175187 .114453
Total Kadar DNA Equal variances assumed 11.069 .029 .477 4 .659 .738200 1.548937 -3.562339 5.038739
Equal variances not
assumed .477 2.100 .679 .738200 1.548937 -5.632200 7.108600
Total Kadar RNA Equal variances assumed .148 .720 -1.137 4 .319 -156.558433 137.714200 -538.914351 225.797484
Equal variances not
assumed -1.137 3.547 .327 -156.558433 137.714200 -558.969024 245.852158
Kadar Hormon Testosteron
Equal variances assumed 7.876 .048 -2.259 4 .087 -.842667 .373082 -1.878508 .193175
Equal variances not
assumed -2.259 2.217 .140 -.842667 .373082 -2.306325 .620991
RIWAYAT HIDUP
Resya Soffiana Binti Yassin dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1990 di Hospital Queen Elizabeth, Sabah, Malaysia.Merupakan putri dari pasangan Yassin Muhammad dan Wan Masamah Wan Abedin.Anak kedua dari empat bersaudara.Penulis menjalani Pendidikan Menengah Rendah dan Atas di Sekolah Menengah Kebangsaan Tebobon Sabah pada tahun 2003-2007.Pada tahun 2008 penulis diterima masuk ke Program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor.Pada tahun 2009, penulis masuk sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan di Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan pendidikan sarjana.