i
ANALISIS RELASI GENDER DALAM KEBERHASILAN
USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) KERAJINAN TAS
RETNO TRI WAHYUNINGSIH
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Relasi Gender dan Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tas (Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan Kecamatan Ciampea-Kabupaten Bogor Jawa Barat) benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
iii
ABSTRAK
RETNO TRI WAHYUNINGSIH. Analisis Relasi Gender dalam Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tas (Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh PUDJI MULJONO.
Kesetaraan dan Keadilan Gender merupakan isu yang sangat penting dan menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia untuk mewujudkan relasi yang harmonis dan berkeadilan antara laki-laki dan perempuan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis relasi gender dalam UKM yang dilihat dari akses, kontrol dan penempatan posisi antara perempuan dan laki-laki dalam pengelolaan UKM Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru; mengidentifikasi karakteristik anggota UKM (umur, tingkat pendidikan, lama mengikuti UKM serta jenis kelamin) dan hubungannya dengan relasi gender; serta keberhasilan UKM dan hubungannya dengan relasi gender dalam UKM. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Individu responden anggota UKM menyatakan tidak adanya pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pembagian kerja, namun secara sosial pembagian kerja dan bias gender masih besar terlihat. Keberhasilan UKM sejalan dengan relasi gender. Semakin setara relasi gendernya, maka UKM pun semakin berhasil. Keberhasilan UKM juga dikarenakan adanya kesadaran dari anggota UKM (laki-laki dan perempuan) dalam pengelolaan UKM terhadap tugas dan tanggung jawab masing-masing.
ABSTRACT
RETNO TRI WAHYUNINGSIH. Gender Analysis Of A Mutual Relation and The Success Of Small and Medium Enterprises Craft Bag (The Case Study Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru, Pulekan Village, District Ciampea, Bogor
Regency, West Java Province. Supervised by PUDJI MULJONO.
Gender equality and justice is a very important issue and a commitment to the nations of the world to achieve a harmonious and equitable relations between men and women. The purpose of this study was to analyze gender relations in Usaha Kecil dan Menengah is seen from the access, control and positioning between women and men in the management of UKM (Small and Medium Enterprises) Kampoeng Tegalwaru; identify characteristics of UKM members (age, education level, length of follow UKM and gender) and relation to gender relations, as well as the success of UKM and their relation to gender relations in UKM. This study used a quantitative approach with a qualitative approach supported. The individual members of UKM respondents expressed no distinction between men and women in the division of labor, but social division of labor and gender bias still looks great. The success of UKM in line with gender relations. The more equal gender relations, the UKM are increasingly successful. The success of UKM is also due to the awareness of UKM members (male and female) in the management of UKM to the duties and responsibilities of each..
v
ANALISIS RELASI GENDER DALAM KEBERHASILAN
USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) KERAJINAN TAS
(Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT)
Kampung Pulekan Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat)
RETNO TRI WAHYUNINGSIH
Skripsi
Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Relasi Gender Dalam Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tas (Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Nama : Retno Tri Wahyuningsih
NIM : I34080096
Disetujui oleh
Dr Ir Pudji Muljono, MSi NIP. 19621010 198903 1 005
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
vii
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah diberikannya-Nya kepada penulis sehingga skripsi berjudul “Analisis Relasi Gender dan Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tas (Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ini dapat diselesaikan. Tanpa pertolongan-Nya skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik.
Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini disusun untuk mengkaji sejauhmana kaitan antara relasi gender dengan keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dijadikan lokasi penelitian. Akhir kata semoga skripsi ini dapat menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Maret 2013
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian skripsi ini dapat selesai tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut sangat membantu penulis dalam menyumbangkan pikiran, masukan, dan dukungan baik secara moril maupun material. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Seluruh masyarakat, Ibu Tatiek dan perangkat Desa Tegalwaru yang telah banyak membantu memberikan informasi terkait penelitian ini.
2. Almh. Ibunda tercinta Suwatni, sosok ibu, guru yang luar biasa hebat dan Ayahanda Pujiyono serta Ibu Yenida, Orang tua tercinta, serta Dewi Latif Kesuma Wardhani, Kohar Adhi Kesuma, Yulis Fajar Zulfikar, Asri Fajar Purnama, serta Dimas Fajar Shodiqin, Kakak dan Adikku tersayang yang senantiasa berdoa, memberikan semangat, dukungan, serta melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis. Semoga Alloh tetap mempersatukan kita hingga di Surga-Nya.
3. Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, informasi, curahan waktu dan pikiran dalam pembuatan skripsi ini dan sabar menghadapi permasalahan yang dialami penulis. Maaf sudah menjadi bimbingan bapak yang suka “menghilang”. Semoga Alloh senantiasa memberikan kesehatan dan kebaikan kepada beliau.
4. Ibu Dra. Winanti Wigna, MS selaku dosen penguji utama dan Ibu Heru Purwandari, SP, MSi selaku dosen penguji akademik atas segala kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.
5. Bapak Martua Sihaloho, MSi selaku dosen uji petik atas segala kritikan dan masukannya guna memperbaiki penulisan skripsi ini.
6. Bapak Fakhrurrozi, Ibu Tengku Fitriwati, Bapak Endi Mirzal dan semua Guru SMA N 1 Dayun yang tidak pernah lelah mendoakan penulis.
7. Pemerintah Kabupaten Siak-Provinsi Riau yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
8. Keluarga besar penulis Yuyun, Diah, Bayu, yang tak pernah berhenti mendoakan dan memberikan semangat agar cepat menyelesaikan pendidikan ini.
9. Putri Asih Sulistiyo, Alfi Rahmawati selaku sahabat dekat penulis yang juga teman satu perjuangan selama menempuh pendidikan di Departemen SKPM yang telah rela berbagi kebersamaan, memberikan waktu, air mata, kasih sayang serta perhatiannya kepada penulis dan ada di saat-saat senang maupun sulit.
10.Mas Enduuuuut atas semua doa, semangat dan harapannya. Semoga Alloh selalu paring semuanya lancar dan barokah. Amiiiiiin.
ix koreksiannya mas, Yulan, Ori, Tina, Lina, Nisa, Niken, Tika, Galih, Tri Irwan, Jabbar, Risna, Yusuf, Ayu, Viga, Mas Siwi yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu penulis atas jawaban-jawaban pertanyaan yang kurang dimengerti penulis dan lainnya yang telah memberikan semangat, doa, dukungan serta kebahagiaan selama menempuh pendidikan di SKPM.
12.Tutuk dan semua teman-teman penerima Beasiswa Kab. Siak 2008: Diah, Santi, Titi, Rika, Rio, Roma, Astria, Mahyuni, Taufik, Novita dan Febbi yang saling memberikan semangat dan kebersamaan selama ini.
13.Sahabat tercinta terutama keluarga besar PONDOK ASAD: yang telah mengajarkan kebersamaan, saling tolong menolong, tanggung jawab, tenggang rasa dan cinta untuk menjadi pribadi dan kehidupan yang lebih baik. 14.Teman-teman di Asrama Putri Indramayu, yang sudah bersedia menerima
penulis selama masa “pengungsian”.
15.Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2013
DAFTAR ISI
Konsep dan Definisi UKM 10
Peran UKM 12
Karakteristik UKM 13
Peran Perempuan dalam UKM 14
Hasil Penelitian Relasi Gender dalam Bidang UKM 15
Kerangka Pemikiran 16
Hipotesis 18
Definisi Operasional 18
METODE PENELITIAN 20
Pendekatan Lapang 20
Lokasi dan Waktu Penelitian 20
Data dan Metode Pengumpulan Data 20
Teknik Pengambilan Sampel 23
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 24
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25
Kondisi Geografis dan Kondisi Fisik 25
Kependudukan 26
Kondisi Ekonomi dan Pendidikan Masyarakat 27
Sumber Nafkah Masyarakat Desa Tegalwaru 28
Kehidupan Sosial Kemasyarakatan 29
Sarana dan Prasarana 30
Profil Industri Kerajinan Tas Desa Tegalwaru 30
Proses Pembuatan Tas 32
KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PEMBAGIAN KERJA PENGRAJIN TAS
33
Karakteristik Individu Pengrajin Tas 33
Umur 33
Pendidikan Formal 34
Pendidikan Nonformal 35
Pengalaman Bekerja (Lama mengikuti UKM) 36
Karakteristik Rumahtangga 37
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RELASI GENDER PENGRAJIN TAS
39 Karakteristik Individu dan Hubungannya dengan Akses, Kontrol dan
Penempatan Posisi dalam UKM KWBT
39 Hubungan Umur dengan Akses, Kontrol dan Penempatan
Posisi dalam UKM KWBT terhadap Sumberdaya
40 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Akses, Kontrol dan
Penempatan Posisi dalam UKM KWBT terhadap Sumberdaya 43 Hubungan Pengalaman Bekerja (Lama Bekerja) dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya
47 Hubungan Jenis Kelamin dengan Akses Kontrol dan
Penempatan Posisi dalam UKM KWBT
50
IDEOLOGI DAN RELASI GENDER PENGRAJIN TAS 53
Ideologi Gender dan Akses, Kontrol Terhadap Struktur Kelembagaan UKM
54 Ideologi Gender dan Akses terhadap struktur kelembagaan
UKM
54 Ideologi Gender dan Kontrol Terhadap Struktur Kelembagaan UKM
55 Hubungan antara Ideologi Gender dengan Penempatan Posisi dalam
Struktur Kelembagaan UKM
56
Pembagian Kerja 58
Analisis Keberhasilan Kerajinan Tas UKM KWBT 60
KESIMPULAN DAN SARAN 62
Kesimpulan 62
Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 64
LAMPIRAN 66
DAFTAR TABEL
4 Rincian Metode Pengumpulan Data 21
5 Jumlah pengrajin Desa Tegalwaru 22
6 Pemanfaatan lahan/penggunaan tanah di Desa Tegalwaru Tahun 2011
25 7 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di
Desa Tegalwaru Tahun 2000
26
8 Jumlah Penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2001 26
9 Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2011 29 10 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan umur di Desa
Tegalwaru tahun 2012
33 11 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan tingkat pendidikan
di Desa Tegalwaru tahun 2012
34 12 Sebaran Responden dalam keikutsertaannya mengikuti pelatihan
dan musyawarah anggota
35 13 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan lama mengikuti
UKM di Desa Tegalwaru tahun 2012
37 14 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan lama mengikuti
UKM di Desa Tegalwaru tahun 2012
37 15 Hasil analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara
Karakteristik Responden terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam UKM KWBT tahun 2012
39
16 Hubungan Umur dengan Akses terhadap Sumberdaya dalam UKM KWBT
41 17 Hubungan Umur dengan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam
UKM KWBT
41 18 Hubungan Umur dan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT 42 19 Hubungan antara akses terhadap sumberdaya dengan tingkat
pendidikan
44 20 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kontrol terhadap
Sumberdaya
45 21 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Penempatan Posisi dalam
UKM KWBT
45 22 Penempatan Posisi Perempuan dan Laki-laki dalam Struktur
Kepengurusan UKM KWBT
46 23 Hubungan Lama Bekerja dengan Akses terhadap UKM KWBT 48 24 Hubungan Lama Bekerja dengan Kontrol terhadap Sumberdaya 48 25 Hubungan Lama Mengikuti UKM dengan penempatan Posisi 49 26 Hubungan Jenis Kelamin dengan Akses terhadap Sumberdaya
dalam UKM KWBT
dalam UKM KWBT
28 Hubungan Jenis Kelamin dengan Penempatan Posisi terhadap Sumberdaya dalam UKM KWBT
51 29 Ideologi Gender dan Akses Terhadap Struktur Kelembagaan UKM 54 30 Hubungan antara ideologi dan kontrol dalam struktur kelembagaan
UKM
55 31 Hubungan antara ideologi gender dengan penempatan posisi dalam
struktur kelembagaan UKM
56 32 Pembagian Kerja pada 40 Rumahtangga Pengrajin Tas di Desa
Tegalwaru 2012
58 33 Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Usaha Kecil dan
Menengah
60 34 Hubungan antara Relasi Gender dan Keberhasilan UKM KWBT 61
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran Analisis Relasi Gender dalam UKM 17
2 Bagan Alur Proses Pembuatan Tas 32
3 Diagram ideologi gender kuat dan lemah anggota UKM KWBT 49
DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi Kegiatan 65
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pancasila sebagai pendangan hidup dan budaya bangsa, serta Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional, menempatkan wanita pada keluhuran harkat dan martabatnya baik sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maupun sebagai warga negara dan sumber daya insani pembangunan. Wacana pemberdayaan perempuan merupakan salah satu pusat perhatian dalam pembangunan sumber daya manusia di Indonesia. Ini disebabkan karena masih banyak ditemukannya bias gender dalam pembangunan dan masyarakat. Perempuan secara kualitas masih tertinggal dibanding dengan laki-laki. Peningkatan kemampuan dan akses perempuan dalam peran dan pengambilan keputusan sangat berkaitan dengan upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat sekitar lingkungan tempat tinggal mereka.
Laki-laki dan perempuan dalam hubungan rumahtangga memegang peranan penting dalam pembinaan kesejahteraan bersama, secara fisik, materi maupun spiritual serta dalam meningkatkan kedudukan rumahtangga di dalam masyarakat. Umumnya pada bidang ekonomi, laki-laki memegang kendali penting dalam usaha untuk meningkatkan pendapatan ekonomi rumahtangga (pencari nafkah utama), sedangkan perempuan dianggap hanya sebagai penambah penghasilan rumahtangga. Hal tersebut tidak selalu terjadi pada masyarakat dengan penghasilan ekonomi rendah, pada golongan ini peran perempuan sangat berpengaruh terhadap perolehan penghasilan keluarga.
Keterlibatan perempuan dalam mancari nafkah keluarga dipahami sebagai upaya untuk membantu dan meningkatkan kemampuan finansial sehingga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga. Seiring meningkatnya kemampuan dan peran perempuan yang ditunjukkan dalam angka
gender-related development index (GDI) dan gender empowerment measurment
(GEM) menunjukkan angka partisipasi dan akses perempuan dalam pembangunan. Berdasarkan tinjauan Bappenas yang menjelaskan mengenai
human development report (HDR) 2007-2008, angka GDI Indonesia adalah
sebesar 0,721 dibandingkan dengan angka GDI dalam HDR 2006 sebesar 0,704. Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan di berbagai bidang pembangunan. Tujuan dari pengarusutamaan gender ini adalah terselenggaranya kebijakan dan program pembangunan yang berprespektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan. Namun, di beberapa tempat masih banyak ditemukan bias gender dalam program pembangunan dan sering kali yang menjadi korban adalah perempuan.
keterwakilan perempuan dalam lembaga-lembaga negara dan dalam jabatan publik, yang mencerminkan peran perempuan yang belum memadai dalam lembaga kegiatan yang terkait dengan pengambilan keputusan.1 Pada bidang pendidikan pada tahun 2007, kesenjangan gender terlihat dari angka buta huruf bagi perempuan mencapai 9,4% jauh di atas laki-laki yang mencapai 5,2%.2
Kegiatan perekonomian Indonesia di pedesaan masih didominasi oleh usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pelaku utama para petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian serta industri rumah tangga. Namun demikian, para pelaku usaha ini pada umumnya masih dihadapkan pada permasalahan klasik yaitu terbatasnya ketersediaan modal. Sebagai unsur esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan, keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas sektor industri dan pedesaan. Dalam jangka panjang, kelangkaan modal bisa menjadi entry point yang merupakan penyebab terjadinya siklus rantai kemiskinan pada masyarakat petani/pedesaan yang sulit untuk diputus (Hamid 1986 dalam Ashari 2008).
Piper dalam Tambunan (2009) menyebutkan di Amerika Serikat (AS) sebanyak 12 juta orang atau sekitar 63,2% dari jumlah tenaga kerja di AS bekerja di sekitar 350.000 perusahaan yang memperkerjakan kurang dari 500 orang, yang di negara tersebut masuk dalam kategori Usaha Mikro Kecil Menengah (UKM). Negara adidaya tersebut memiliki jumlah UKM mencapai sedikit di atas 99% dari jumlah UKM dari jumlah unit usaha dari semua kategori. Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan inti dari basis insutri di AS.
Selama ini perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)3 di Indonesia mendapat perhatian serius baik dari pemerintah maupun kalangan masyarakat luas, terutama karena kelompok unit usaha tersebut menyumbang sangat banyak kesempatan kerja dan oleh karena itu menjadi salah satu sumber penting bagi penciptaan pendapatan. Berkaitan dengan gender, UKM menurut Tambunan (2002) di negara-negara berkembang/miskin, termasuk Indonesia banyak perempuan melakukan kegiatan ekonomi di luar rumah seperti menjadi pedagang kecil, pemilik warung dan membantu laki-laki mengelola usaha rumah tangga semata-mata untuk menambah pendapatan keluarga.
Perempuan pengusaha mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) seperti dikutip Hubeis (2010) menerangkan di Indonesia usaha yang dikelola perempuan mewakili 60% dari sekitar 30 juta UKM di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2009) menjelaskan terdapat 3,9 juta perempuan angkatan kerja yang termasuk pengangguran dan tidak mandiri secara ekonomi. Perempuan pekerja dalam sektor ekonomi sebesar 72%, 28% bekerja pada sektor non-pertanian dan 19,63% bekerja di sektor informal. Data IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia)
dalam Hubeis (2010) menunjukkan sebanyak 86% dari 16.000 anggotanya adalah
pemilik usaha mikro dan kecil, usaha menengah (2%), dan usaha besar (13%). Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) terletak di Kampung Pulekan Desa Tegalwaru Kabupaten Bogor. Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru
1
Harsono, dkk. 2007 2 Http:www.republika.co.id 3
(KWBT) merupakan UKM yang dikelola berbasis rumahtangga. Tas merupakan komoditas utama UKM ini. Laki-laki dan isteri dalam praktek produksinya memiliki perannya masing-masing. Analisis terhadap relasi gender antara laki-laki perempuan dalam produksi UKM penting untuk dikaji keterkaitannya dengan keberhasilan UKM Desa Tegalwaru.
Masalah Penelitian
Peran serta perempuan di bidang ekonomi memiliki kontribusi yang positif terhadap penghasilan rumahtangga. Stereotipe dan bias gender yang masih kuat di masyarakat menjadi salah satu faktor penting rendahnya tingkat partisipasi perempuan dalam kontribusi ekonomi. Masalah penelitian pertama adalah, apakah ideologi gender mempengaruhi relasi gender di Usaha Kecil dan Menengah Desa Tegalwaru dan apakah karakteristik individu memiliki pengaruh terhadap relasi gender di Usaha Kecil dan Menengah Desa Tegalwaru?.
Untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian tujuan dari UKM tersebut dalam mensejahterakan anggotanya maka akan dilihat apakah relasi gender mempengaruhi keberhasilan UKM Desa Tegalwaru?.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Menganalisis karakteristik individu anggota UKM Tegalwaru sebagai faktor yang berpengaruh terhadap relasi gender.
2. Menganalisis ideologi gender sebagai faktor yang berpengaruh terhadap relasi gender.
3. Menganalisis relasi gender dalam UKM Tegalwaru sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan UKM dalam mensejahterakan anggotanya.
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Gender
Gender adalah suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial budaya, politik dan ekonomi. Gender mengacu pada perbedaan peran sosial serta tanggungjawab perempuan dan laki-laki pada perilaku dan karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki dan pada pandangan tentang bagaimana beragam kegiatan yang mereka lakukan seharusnya dinilai dan dihargai. Gender juga mengacu pada hubungan antara perempuan dan laki-laki pada sanksi sosial peranan yang berlaku untuk tiap seks/jenis kelamin (Hubeis 2010).
Pendapat Wood (2001) sebagaimana di kutip oleh Mugniesyah (2006) gender merupakan suatu bentukan atau suatu konstruksi sosial mengenai perbedaan peran, fungsi, serta tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan serta bagaimana laki-laki berperilaku maskulin dan perempuan berperilaku feminin menurut budaya yang berbeda-beda. Secara lebih luas analisis yang mempengaruhi diantaranya: akses dan kontrol, partisipasi, dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Gender mengacu pada perbedaan peran sosial serta tanggungjawab perempuan dan laki-laki pada perilaku dan karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki dan pandangan tentang bagaimana beragam kegiatan yang mereka lakukan seharusnya dinilai dan dihargai.
Hubeis (2010), menjelaskan lebih dalam mengenai gender differences yaitu himpunan perbedaan dari atribut-atribut sosial, karekteristik, perilaku, penampilan, cara berpakaian, harapan, peranan dan lain-lain yang dirumuskan untuk perseorangan menurut ketentuan kelahiran (jenis kelamin). Kekeliruan penafsiran yang acapkali terjadi terutama dalam lingkup kajian ilmu pengetahuan, atribut perbedaan gender lebih banyak dilihat sebagai kategori yang alami dan karenanya penjelasan yang bersifat biologis lebih cocok dan perlu untuk dilakukan. Analisis peran gender adalah pengkajian sistematik tentang peran, relasi sosial dan prosesnya yang difokus pada ketidaksetaraan dalam kekuasaan, kekayaan dan beban kerja antara perempuan dan laki-laki dalam keseluruhan masyarakat.
umumnya dilakukan laki-laki, namun saat ini menggunakan celana panjang menjadi suatu ciri dari perempuan modern sebagai perempuan yang aktif. Peran gender dapat berubah sesuai dengan ubahan tatanan sosial, ekonomi di tingkat lingkungan masyarakat dan kesepakatan bersama untuk perseorangan atau keluarga (Hubeis 2010).
Sajogyo (1983) menjabarkan pembagian pekerjaan antara suami-perempuan, laki-laki dan perempuan merupakan pola hubungan dimana kekuasaan menyertai hubungan antara laki-laki dan perempuan. Pada pola hubungan ini, perempuan diketahui dan diakui memiliki peranan dalam pekerjaan rumah tangga (domestik). Pekerjaan domestik diserahkan kepada wanita karena golongan ini dianggap cocok dan dapat diandalkan demi kepentingan seluruh anggota rumahtangganya. Laki-laki lebih dititikberatkan pada pekerjaan di sektor publik yaitu di bidang produksi. Perempuan dalam hal ini memiliki peran sebagai “manajer” dan bukan sebagai kepala dalam organisasi perekonomian rumahtangga. Secara sederhana kegiatan domestik, pekerjaan kerumahtanggaan, seperti: merawat dan mendidik anak, menyiapkan makan untuk keluarga, memberikan cinta kasih pada keluarga, sedangkan kegiatan publik pekerjaan di luar kerumahtanggaan seperti: mencari nafkah.
Kemajuan dan keberhasilan peningkatan kedudukan dan peranan wanita di berbagai bidang kehidupan dan dalam segenap kegiatan pembangunan, mencerminkan persamaan kedudukan, hak, kewajiban, peranan dan kesempatan antara perempuan dan laki-laki. Hal ini sesuai dengan falsafah dan budaya bangsa yang senantiasa mengarah pada terwujudnya kesetaraan/kesejajaran yang selaras, serasi dan seimbang antara laki-laki dan perempuan. Kemitrasejajaran yang harmonis antara laki-laki dan perempuan merupakan kondisi dinamis, dimana kesamaan hak, kewajiban, kedudukan, peranan, dan kesempatan yang dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai, saling membantu dan saling mengisi dalam pembangunan di segala bidang (KMNUPW 1995).
Keadilan gender (gender equity) merupakan proses untuk berlaku adil pada perempuan. Untuk memastikannya adanya keadilan, penilaian harus selalu tersedia untuk mengkompensasi kultur dan sejarah yang tidak menguntungkan dan menghambat laki-laki dan perempuan untuk berperan selain dari peran yang menghasilkan suatu keadilan gender. Pada proses selanjutnya, proses keadilan melalui keadilan diharapkan dapat menuntun kearah kondisi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender (gender equality) mengarah pada perempuan dan laki-laki menikmati status yang sama, dan memiliki kondisi dan potensi yang sama untuk merealisasikan hak-haknya sebagai manusia dan berkontribusi pada pembangunan nasional (Hubeis 2010).
International Labour Organization (2001) dalam Mugniesyah (2007)
pembatasan oleh seperangkat stereotipe, prasangka, dan peranan gender yang kaku.
Ideologi Gender
Ideologi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diartikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan dasar pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi dalam KBBI juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Soekanto (1990) menyatakan bahwa secara umum ideologi sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut bidang politik, sosial, kebudayaan, dan agama.
Menurut Kroska dan Elman (2008) dalam Siwi (2004) ideologi gender merupakan sikap mengenai peran, hak, dan tanggung jawab yang tepat antara wanita dan pria dalam masyarakat. Gender sendiri pertama kali dirumuskan oleh Rubin (1975) yang dikutip Kementrian Negara Urusan Peranan Wanita (1995), didefinisikan sebagai rekayasa sosial, tidak bersifat universal dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi baik oleh faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, adat istiadat, agama, etnik, golongan, maupun faktor sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknlogi. Gender adalah suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang ditentukan oleh pembedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial-budaya, politik dan ekonomis (Hubeis 2010).
Analisis Gender
Strategi pembangunan yang lebih berkeadilan gender menjelma dalam berbagai model usaha peningkatan peran perempuan. Terdapat tiga model pendekatan utama sebagai penjabaran strategi peningkatan peran perempuan dalam pembangunan; pertama pengentasan kemiskinan; kedua pendekatan efisiensi dan ketiga sebagai pendekatan pemberdayaan. Gender seperti dikemukakan oleh Gayle Rubin (1975) dalam Kementrian Negara Urusan Peranan Wanita (1995) adalah “Social construction and codification of differences between the sexes and refers to social relationships between women and men”. Gender yang merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat universal, dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budayam adat istiadat, agama, etnik, golongan, maupun faktor sejarah, waktu, tempat serta kemajuan ilmu pengetahuandan teknologi. Upaya peningkatan peranan wanita dalam pembangunan akan sangat terbatas hasilnya, apabila perhatian hanya ditujukan kepada wanita saja tanpa adanya perhatian kepada hubungan antara laki-laki dan perempuan.
maka digunakan teknik analisis gender. Di Indonesia, teknik analisis gender digunakan untuk mengetahui kesenjangan serta ketimpangan kedudukan dan peranan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan (KMNUPW 1995).
Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (1999) dalam Efriani (2009) menjelaskan mengenai analisis gender sebagai suatu teknik analisis yang memiliki peran penting dalam upaya penyusunan kebijakan dan strategi sektoral yang mengintegrasikan aspirasi, kepentingan dan peranan wanita di sektor yang bersangkutan. Beberapa unsur yang menjadi dasar analisis gender adalah pembagian kerja (alokasi waktu) laki-laki dan perempuan, akses (peluang) dan kontrol (penguasaan) terhadap sumberdaya, pastisipasi dalam kegiatan sosial budaya. Analisis gender dalam pembangunan secara nyata turut berfungsi untuk mengurangi terjadinya pemborosan pembangunan.
Analisis gender merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menetapkan atau merumuskan persoalan gender yang terjadi di setiap wilayah (Supiandi 2008). Oleh karena itu diperlukan pengidentifikasian secara rinci dari masing-masing wiayah agar setiap progam dapat berjalan dengan baik. Puspitawai (2010) mengemukakan beberapa teknik analisis gender seperti dikutip dari Kantor Pemberdayaan Perempuan (2004) sebagai berikut.
1. Teknik Analisis Harvard
Teknik ini sering disebut sebagai gender framework analysis (GFA), yaitu suatu analisis yang digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan. Teknik analisis ini dirancang sebagai landasan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial. Kerangka ini tersusun dari tiga elemen pokok, yaitu:
a) Profil aktivitas (kegiatan) berdasarkan pada pembagian kerja gender (siapa mengerjakan apa, di- dalam rumahtangga dan masyarakat), yang memuat daftar tugas perempuan dan laki-laki sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengelompokan menurut umur, etnis, kelas sosial tertentu, dimana dan kapan tugas-tugas tersebut dilakukan.
upah. (b) Pengelolaan masyarakat politik, yakni peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar (langsung ataupun tidak langsung) dan meningkatkan kekuasaan atau status.
Selanjutnya Moser (1993) dalam Mugniesyah (2006) menjelaskan Pembagian kerja dalam Rumahtangga maupun komunitas (masyarakat) pada umumnya dapat dilihat dari profil kegiatannya. Profil kegiatan ini mencakup informasi: siapa (laki-laki, perempuan atau bersama) yang melakukan kegiatan (produktif, reproduktif, sosial), kapan dan dimana kegiatan dilaksanakan serta berapa frekuensi dan waktu dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut, berapa pendapatan yang dihasilkan melalui kegiatan tersebut.
b) Profil akses dan kontrol, merinci sumber-sumber apa yang sikuasai oleh laki-laki dan perempuan untuk melaksanakan kegiatannya dan manfaat apa yang diperoleh oleh setiap orang dari hasil kegiatan tersebut. Profil ini memperlihatkan siapa yang memiliki akses terhadap sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya, selanjutnya diidentifikasi, disusun dalam daftar apakah perempuan dan laki-laki mempunyai akses atau tidak kepada sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya.
c) Analisis siklus proyek; terdiri dari penelaahan proyek berdasarkan data yang diperoleh dari analisis terdahulu, dengan menanyangkan kegiatan-kegiatan yang akan dipengaruhi oleh proyek dan bagaimana permasalahan akses, kontrol terkait dengan kegiatan-kegiatan tersebut.
d) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan, akses dan kontrol; berpusat pada faktor-faktor dasar, yang menentukan pembagian kerja berdasarkan gender. Pengertian tentang kecenderungan-kecenderungan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial budaya turut diperhitungkan dalam analisis ini.
2. Teknik Analisis Moser
Teknik Analisis Moser disebut juga sebagai Kerangka Moser didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat teknis dan politis. Kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam proses perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu “debat”. Tujuan dari kerangka pemikiran Moser ini adalah:
1. Mengarahkan perhatian ke cara dimana pembagian pekerjaan berdasarkan gender mempengaruhi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam intervensi-intervensi yang telah direncanakan.
2. Membantu perencanaan untuk memahami bahwa kebutuhan-kebutuhan perempuan adalah seringkali berbeda dengan kebutuhan laki-laki.
3. Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan melalui pemberian perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan gender strategis.
4. Memeriksa dinamika akses kepada kontrol dan kontrol pada penggunaan sumberdaya antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai konteks ekonomi dan budaya yang berbeda-beda.
gender bertujuan untuk menilai kebutuhan-kebutuhan itu yang berhubungan dengan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan; serta data bukan keseluruhan pada tingkat rumahtangga digunakan untuk memastikan identifikasi kontrol pada sumberdaya dan wewenang untuk membuat keputusan dalam rumahtangga. Alat implementasi perencanaan gender dari Moser yaitu perencanaan yang berhubungan secara intersektoral, matrik kebijakan WID/GAD, serta perencanaan partisipasi gender.
3. Teknik Analisis Longwe
Pemberdayaan yang mensyaratkan suatu transformasi struktur-struktur yang mensubordinasi dan telah menindas wanita. Perubahan hukum/aturan, institusi sosial dan legal yang melindungi kontrol dan previlege laki-laki merupakan hal yang sangat penting jika wanita ingin memperoleh keadilan dalam masyarakat. Selain itu pemberdayaan diberi batasan luar sebagai penguasaan atas aset material, sumber-sumber intelekual dan ideologi. Pendekatan pemberdayaan mengandung makna bahwa model perubahan harus dihasilkan oleh wanita sendiri, ketidakberhasilan mempertimbangkan penemuan sebagai individu dengan kebutuhan, hak dan kemampuan khusus hanya akan mengakibatkan peningkatan beban kerja dan tingkat ketegangan wanita dan bukannya perbaikan status dan pilihan mereka (Handayani dan Sugiarti 2002).
Teknik analisis Pemberdayaan Longwe seperti dikutip oleh Handayani dan Sugiarti (2002) merupakan teknik yang digunakan dalam setiap siklus proyek untuk memahami isu wanita dalam implementasi program, mulai kebutuhan sampai dengan evaluasi program. Dalam teknik Analisis Pemberdayaan Longwe terdapat lima dimensi analisis, yaitu ”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol”. Kelima dimensi tersebut saling berkaitan dan melengkapi di dalam pelaksanaan setiap kegiatan. Adapun lima dimensi teknik analisis pemberdayaan Longwe adalah sebagai berikut :
1. Dimensi Kesejahteraan
Dimensi ini merupakan tingkat kesejahteraan material yang diukur dari tercukupinya kebutuhan dasar, seperti makanan, penghasilan, perumahan dankesehatan. Dalam menganalisis suatu kegiatan pembangunan, dimensi kesejahteraan diukur dengan cara melihat tingkat kesejahteraan antara wanita dan laki-laki, artinya apakah program pembangunan telah memberikan kesejahteraan baik wanita maupun laki-laki.
2. Dimensi Akses
3. Dimensi Kesadaran Kritis
Kesenjangan terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi wanita lebih rendah daripada laki-laki dan pembagian kerja gender adalah bagian tatanan abadi. Dimensi ini untuk melihat sejauh mana peran-peran wanita yang terlibat dalam kegiatan pembangunan, sehingga terjadi kesetaraan antara wanita dan laki-laki dalam mengikuti kegiatan pembangunan.
4. Dimensi Partisipasi
Aspek partisipasi adalah keterlibatan atau keikutsertaan aktif wanita mulai dari penetapan kebutuhan, formulasi proyek, implementasi, monitoring dan evaluasi. Dimensi ini untuk melihat bagaimana keterlibatan wanita dalam suatu kegiatan pembangunan karena di dalam suatu proyek pembangunan, wanita hanya dilibatkan dalam keanggotaan atau pemanfaat/objek pembangunan, sedangkan dalam penentuan kebutuhan sampai dengan evaluasi kurang dilibatkan.
5. Dimensi Kontrol
Kesenjangan gender terjadi dari adanya hubungan kuasa yang timpang antara wanita dan laki-laki baik di tingkat rumah tangga maupun komunitas. Dimensi ini untuk melihat sejauh mana wanita mempunyai kekuasaan dalam pengambilan keputusan, artinya wanita mempunyai kekuasaan yang sama dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan.
Setiap dimensi bergerak meningkat dari setiap tahap ke tahap berikutnya. Hal tersebut menunjukkan pencapaian aspek pemberdayaan wanita dalam mengikuti suatu program pembangunan. Analisis pemberdayaan Longwe digunakan pula pada setiap siklus proyek dan evaluasi program pembangunan serta melihat derajat sensitivitas terhadap isu-isu wanita, yaitu dengan menilai negatif, netral atau positif (Handayani & Sugiarti 2002).
Konsep Usaha Kecil dan Menengah
Konsep dan Definisi UKM
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan bagian terbesar dari pelaku bisnis di Indonesia yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan struktur perekomian nasional. Usaha Mikro Kecil dan Menengah tergolong dalam usaha yang marginal, yang antara lain diindikasi dengan penggunaan teknologi yang relatif sederhana, keterbatasan modal dan terkadang akses terhadap kredit yang rendah serta cenderung berorientasi dengan pasar lokal (Hubeis 2010).
Tabel 1 Definisi UKM di Indonesia dan beberapa negara sedang berkembang di
Catatan : a) tidak termasuk aset-aset tetap; b) tidak terbatas pada kerajinan Sumber : Tambunan 2009
Peran UKM
Dari perspektif dunia diakui bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB), tetapi juga di negara-negara maju (NM). Di negera berkembang, UKM sangat penting tidak hanya karena kelompok usaha tersebut mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan usaha besar (UB) seperti halnya di negara sedang berkembang, tetapi di beberapa negara memiliki kontribusi yang besar terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan dengan usaha besar (Tambunan 2009).
Di negara sedang berkembang seperti Asia, Afrika dan Amerika Latin, UKM juga berperan sangat penting, khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, dan pembangunan ekonomi pedesaan. Namun, jika dilihat dari sumbangannya terhadap pembentukan PDB dan ekspor nonmigas, khususnya produk-produk manufaktur dan inovasi serta pengembangan teknologi, peran UKM masih tergolong sangat rendah (Tambunan 2009).
Perkembangan UKM diakui secara luas di negera-negara sedang berkembang, memiliki peran-peran penting karena karakteristiknya yang berbeda dengan usaha besar. Peluang UKM dapat dilihat dari adanya kuantitas perusahaan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan usaha besar. Usaha kecil menyebar di seluruh wilayah Indonesia termasuk wilayah yang terisolasi. Oleh karena itu, kelompok ini memiliki signifikansi “lokal” yang khusus untuk ekonomi pedesaan. Dalam kata lain, kemajuan pembangunan ekonomi pedesaan sangat ditentukan oleh kemajuan pembangunan UKM-nya.
Tambunan (2009) menjabarkan UKM memiliki karakteristik sebagai usaha yang padat karya. Hal ini dapat diartikan UKM memiliki suatu potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang besar, pertumbuhan UKM dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan nasional untuk meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan khususnya bagi masyarakat miskin. Hal ini juga dapat menjelaskan pertumbuhan UKM menjadi sektor yang semakin penting di perdesaan terutama negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Wilayah pedesaan yang mengalami stagnasi di sektor pertanian atau sudah tidak mampu lagi menyerap pertumbuhan tahunan dari penawaran tenaga kerja di pedesaan. Peran lain dari UKM selain memiliki kelebihan sebagai usaha yang padat karya, juga merupakan usaha yang memiliki “teknologi tepat guna” atau memiliki teknologi-teknologi yang lebih “cocok” jika dibandingkan dengan teknologi modern yang umumnya dipakai oleh perusahaan-perusahaan atau usaha besar lainnya. Proporsi-proporsi dari faktor-faktor produksi dan kondisi lokal yang ada di negara sedang berkembang, juga sangat mendukung antara lain ketersediaan sumberdaya alam dan tenaga kerja berpendidikan rendah yang masih sangat melimpah.
pengusaha-pengusaha UKM membiayai sebagian dari operasi-operasi bisnis mereka dengan tabungan pribadi, ditambah dengan bantuan dari kerabat atau dari pemberi kredit-kredit informal. Barang-barang konsumsi yang menjadi pasar bagi utama UKM adalah barang-barang konsumsi sederhana dengan harga relatif murah. Berry (2001) dalam Tambunan (2009) menyebutkan kelompok usaha UKM ini sangat penting dalam industri-industri yang tidak stabil atau ekonomi-ekonomi yang menghadapi perubahan-perubahan kondisi pasar yang cepat seperti krisis moneter di Indonesia dan Asia Tenggara.
Karakteristik UKM
Aspek-aspek pembeda antara UKM dan UB antara lain orientasi pasar, profil dari pemilik usaha, sifat dari kesempatan kerja di dalam perusahaan, sistem organisasi dan manajemen yang diterapkan di dalam usaha, derajat mekanisme di dalam proses produksi, sumber-sumber bahan bakudan modal serta lokasi tempat usaha, hubungan dan derajat keterlibatan wanita sebagai pengusaha (Tambunan 2009).
Motivasi menjadi suatu faktor penting dalam menjalankan usaha UKM. Laporan BPS (2006) menyebutkan ada perbedaan antara UMI, UK, dan UM dalam latar belakang atau motivasi pengusaha melakukan usaha. Pengusaha mikro di Indonesia mempunyai latar belakang ekonomi yakni untuk mendapatkan penghasilan. Selain itu, faktor keturunan menjadi salah satu faktor yang menjadi alasan utama pengusaha melakukan usaha.
Tabel 2 Jumlah UKM menurut subsektor usaha dan status badan hukum Tahun 2006
Status Badan Hukum UMI UK UM UKM
Berbadan Hukum 4,37 5,33 14,83 4,90
Tidak Berbadan Hukum 95,63 94,67 85,17 95,10
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS dalam Tambunan (2009)
Tabel 3 Jumlah UKM menurut subsektor usaha dan kelompok umur pengusaha Tahun 2006 (%)
Kelompok Umur
(tahun) UMI UK UM UKM
< 25 6,21 3,07 1,01 5,22
26-30 11,65 8,33 3,49 10,54
31-35 15,55 13,38 10,09 14,82
36-40 18,12 18,84 14,43 18,22
41-45 16,10 18,30 17,56 16,74
> 45 32,36 38,09 52,98 34,46
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Rata-rata umur 41,23 43,14 46,69 41,90
Selain status badan hukum, karakteristik yang lainnya adalah adanya kelompok usia dalam struktur umur pengusaha UKM. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga (34,5%) pengusaha UKM berusia diatas 45 tahun, dan hanya sekitar 5,2% pengusaha UKM yang berumur di bawah 25 tahun. Secara rata-rata pengusaha UKM berusia 41,9 tahun. Sebagian besar dari jumlah pengusaha dari kategori UMI berumur di atas 45 tahun, dengan rata-rata umur 41,2 tahun.
Peran Perempuan dalam Kemajuan Usaha Kecil dan Menengah
Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional adalah suatu hal yang penting dan menjadi isu menarik sepanjang masa. Istilah peran mengacu pada sekumpulan norma berperilaku yang berlaku untuk suatu posisi dalam struktur sosial. Norma-norma ini terdiri dari ekspektasi dari orang lain yang mencakup tidak hanya bagaimana seseorang seharusnya menampilkan sesuatu peran, tetapi bagaimana seseorang harus menyikapi peran orang lain ketika menampilkan peran termaksud, dan bagaimana seseorang menerima peran tersebut. Bentuk ideal dari peran tampilan adalah suatu kombinasi dari peran yang dirumuskan dengan peran yang diharapkan ditambah peran yang diterima, dimana setiap peran tersebut bersifat saling mempengaruhi (Hubeis 2010).
Jumlah dan curahan waktu perempuan dalam kegiatan baik rumahtangga (domestik) maupun kegiatan publik umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan curahan tenaga laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan merupakan penanggungjawab pekerjaan utama (domestik) rumah tangga sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak (Sajogyo 1987). Oleh karena itu, dikenal istilah peran ganda wanita yakni peranan wanita di suatu pihak dalam kehidupan berkeluarga sebagai pribadi yang mandiri, sebagai ibu rumah tangga, sebagai ibu bangsa, sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya dan sebagai perempuan. Selain itu, berperan sebagai suatu anggota dari masyarakat, sebagai warga negara dan warga dunia yang dilaksanakan selaras, serasi, dan seimbang (KNUPR 1995).
Hubeis (2006) dalam Hubeis (2010) menyebutkan UKM tidak terlepas dari peran bisnis aktif kaum perempuan. Usaha ini banyak diminati oleh kaum perempuan bukan hanya untuk dapat menopang kehidupan keluarga namun juga dapat memenuhi kebutuhan pengembangan diri. Seiring bertambahnya pendapatan perempuan atau akses mereka pada sumber-sumberdaya ekonomi lewat usaha mikro (Umi) maka kemampuan dan kesempatan-kesempatan perempuan bernegosiasi dalam rumahtangga juga meningkat. Posisi tawar berubah dan pendapat mereka mulai diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan di rumahtangga.
1. Akses untuk memperoleh pendanaan
UKM yang dimiliki laki-laki dan perempuan memerlukan akses ke pendanaan agar dapat mengelola usaha secara lebih efisien dan lebih produktif. Penyoalan utama yang dihadapi oleh perempuan UKM terkait dengan akses ke pendanaan adalah kepemilikan properti. Penelitian yang dilakukan oleh CIDA dan KUKM RI tahun 2003 menunjukkan kecenderungan dimana perempuan mengalami kesulitan permodalan atau pinjaman. Perempuan memiliki kesulitan lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki. Keadaan ini disebabkan tidak adanya kesediaan penjaminan.
2. Akses untuk memperoleh pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi semua masyarakat. Pendidikan menjadi syarat utama pembangunan kapabilitas manusia. Melalui pendidikan, khususnya pendidikan formal, kesetaraan gender dapat dicapai karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, semakin berpotensi akses untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Bagi perempuan sendiri, pendidikan yang tinggi selain sebagai pembebasan diri dari belenggu budaya yang cenderung menguntungkan laki-laki juga dapat dijadikan sebagai modal dalam pembentukan sumberdaya manusia yang unggul dan berkualitas.
Pada konteks pengelolaan usaha, pendidikan memberikan keahlian dasar yang menyediakan peluang bagi perempuan pengusaha untuk mencapai keberhasilan usaha. Perempuan yang memiliki pendidikan yang baik, umumnya memiliki kecakapan, keterampilan dan keahlian khusus dalam kegiatan usaha, pemasaran dan menjalin hubungan kerja (Hubeis 2010). Namun, menurut data BPS (2002) dalam Hubeis (2010) mengenai tingkat pendidikan formal pengusaha berdasar gender masih mengindikasikan kondisi laki-laki pengusaha memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan pengusaha. Hal ini tidak terlepas dari budaya dan persepsi masyarakat luas tentang makna pendidikan bagi perempuan.
Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan suatu bentuk usaha yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dimana terdapat relasi gender di dalamnya. Usaha ini dikerjakan oleh rumahtangga. Laki-laki dan perempuan membagi peran sesuai dengan keputusan rumahtangga. Terdapat relasi gender dalam rumahtangga yang berkaitan dengan usaha ini. Relasi gender berhubungan dengan kesetaraan dan keadilan gender. Relasi gender antara laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah setara dalam segala tatanan sosial, termasuk sistem dan budaya organisasi yang sedang diupayakan terbangun seharusnya menjamin tidak terjadi diskriminasi dan penindasan berdasarkan asumsi-asumsi tentang ketimpangan peran laki-laki dan perempuan.4
Hasil Penelitian Relasi Gender dalam Bidang UKM
Hasil penelitian di Daerah Kabupaten Bantul, Yogyakarta oleh Anomsari (2008) menunjukkan adanya perhatian pemerintah dalam memberdayakan
laki dan perempuan dakam bidang pembangunan. Laki-laki dan perempuan pada dasarnya memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan usaha khususnya bidang pengolahan pangan dan kerajinan. UKM di Daerah Bantul dikelola berdasarkan kerjasama laki-laki dan perempuan dalam mengembangkan usaha.
Bidang pengolahan pangan memiliki prospek yang cukup bagus di kabupaten ini. Peluang dan akses mengembangkan usaha ini cukup besar dan tenaga kerja yang diserap juga besar. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa unit usaha ini banyak dijalankan oleh kaum perempuan. Akses laki-laki terhadap bidang pengolahan pangan ini tidak ada, namun laki-laki memiliki peran dalam bidang pemasaran yang masuk dalam ranah wilayah publik termasuk berhubungan dengan pemasok dan perbankan. Konstruksi sosial dan budaya di masyarakat, laki-laki berada pada sektor publik dan perempuan pada sektor domestik menjadi salah satu pendorong perempuan untuk bergerak pada bidang usaha pengolahan pangan. Memilih usaha bidang pengolahan pangan bagi seorang perempuan juga tidak terlepas dari tanggungjawab yang terkonstruksi secara kultural di mana perempuan mempunyai tanggungjawab mengurusi rumahtangga. Hal ini menunjukkan optimisme laki-laki dan perempuan yang memiliki kedududan setara dalam pembangunan masih menghadapi kendala.
Perempuan yang terlibat dalam bidang ini tidak semata-mata menyalurkan hobi seperti pada pengolahan makanan tetapi lebih melihat peluang untuk mengembangkan usaha kerajinan. Perempuan yang ikut andil dalam usaha ini, biasanya merupakan tradisi dan warisan dari keluarganya atau karena pengaruh lingkungan sekitar. Secara keseluruhan berdasarkan penelitian lapang, sebagian besar dari pelaku usaha di daerah ini tidak menggunakan kredit perbankan sebagai modal usaha baik oleh pelaku usaha laki-laki maupun perempuan. Kendala akses untuk peminjaman menggunakan perbankan masih banyak ditemui oleh para pengusaha terutama perempuan.
Pada tahun 2005 dijelaskan, kepemilikan modal perempuan biasanya berasal dari modal pribadi yaitu sekitar 85,69% perempuan sedangkan laki-laki 81,99%. Sumber modal yang sebagian dari pihak lain untuk laki-laki 12,9% dan perempuan 12,4%. Modal yang berasal dari pihak lain, pengusaha laki-laki 3,65% dan perempuan 0,81%. Data ini menunjukkan perempuan masih memiliki kesulitan dalam memperoleh kredit perbankan (Kantor PP RI 2005) dalam Anomsari (2008).
Kerangka Pemikiran
keterangan:
: Mempengaruhi
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Analisis Relasi Gender dalam UKM
Pembagian kerja laki-laki dan perempuan merupakan faktor penting untuk dapat melihat relasi gender yang terdapat dalam permasalahan ini. Hal ini bisa dilihat dalam kegiatan pembuatan tas di Desa Tegalwaru dimana laki-laki lebih berperan dalam beberapa kegiatan usaha seperti: pembuatan model, penjahitan tas, penentuan bahan, sedangkan perempuan lebih banyak pada proses pengeleman, perapihan dan pengepakan. Relasi gender uang ada dapat terlihat dari pembagian kerja laki-laki dan perempuan yang dijelaskan dengan menggunakan profil pembagian kerja, profil akses, kontrol, pengambilan keputusan dalam suatu rumahtangga pengrajin tas. Selain itu, peran perempuan dapat terlihat dengan hasil analisis yang ada.
Profil pembagian kerja meliputi kegiatan produktif, reproduktif dan sosial yang dilakukan oleh suami, perempuan dan anggota rumahtangga yang lain dalam usaha pembuatan tas dan juga curahan waktu terhadap ketiga kegiatan tersebut yang nantinya dihitung dan dirata-ratakan ke dalam hitungan jam per hari. Akses dan kontrol (peluang dan penguasaan) dapat dilihat melalui akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat faktor produksi dan profil kontrol dalam kegiatan pemeliharaan kegiatan produktif, reproduktif dan sosial. Relasi gender yang terlihat melalui Teknik Analisis Harvard dapat menggambarkan kontribusi perempuan terhadap kegiatan usaha kerajinan tas dapat mempengaruhi pendapatan rumahtangga pengrajin tas tersebut.
Usaha rumahtangga pengrajin tas dalam kegiatannya dapat dianalisis berdasarkan pra usaha, penjahitan, dan pasca usaha. Pra usaha yaitu: penentuan model tas, pemilihan bahan, pengeleman. Penjahitan tas menjadi suatu kegiatan yang dilakukan secara individu. Sedangkan kegiatan pasca usaha diantaranya: penyelesaian, pengepakan, dan penjualan tas. Kontribusi perempuan terhadap pendapatan rumahtangga pengrajin dapat dilihat dari sumber penghasilan yang didapat dari usaha pembuatan tas kemudian dikalikan curahan waktu yang diberikan perempuan dalam kegiatan reproduktif dan dianalisis secara deskriptif.
Relasi gender mempengaruhi tingkat keberhasilan UKM. Tingkat keberhasilan UKM diukur dari sumberdaya yang dilihat dari pra-produksi, proses serta hasil yang diperoleh. Sumberdaya yang dimaksud adalah pada penelitian ini adalah bahan baku, modal, dan upah.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diajukan hipotesis berikut:
1. Diduga ideologi gender masyarakat mempengaruhi relasi gender di Usaha Kecil dan Menengah Desa Tegalwaru
2. Diduga Karakteristik Individu mempengaruhi relasi gender di Usaha Kecil dan Menengah Desa Tegalwaru
3. Diduga adanya hubungan relasi gender dalam UKM dengan keberhasilan UKM di Desa Tegalwaru.
Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan unsur penelitian berupa petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur (Singarimbun 2008). Untuk membantu penelitian dalam menggunakan variabel dan mengetahui bagaimana cara pengukuran variabel dalam penelitian ini, maka dikembangkan beberapa definisi operasional sebagai berikut:
1. Ideologi gender merupakan suatu pemikiran yang dianut masyarakat bahwa perempuan mempunyai peran yang berbeda dengan laki-laki (khususnya dalam hal kerja). Ideologi gender dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori, yaitu ideologi gender kuat yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa peran kerja perempuan berbeda dengan peran kerja laki-laki dan ideologi gender lemah yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa relatif tidak ada perbedaan antara peran kerja laki-laki dan peran kerja perempuan. Kuat tidaknya ideologi gender diukur dengan cara mengajukan beberapa pernyataan dimana apabila responden menjawab “setuju” mendapatkan skor 1, sementara responden yang menjawab “tidak setuju” mendapat skor 2.
a. Ideologi gender lemah : skor 23-30 b. Ideologi gender kuat : skor 15-22
2. Karakteristik Individu anggota UKM diartikan sebagai identitas yang dimiliki secara pribadi oleh seseorang, yang terdiri dari empat kategori: umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan lama bekerja di UKM.
a. Umur adalah lama waktu hidup responden sejak dilahirkan sampai pada saat diwawancarai, dan diukur dalam tahun (skala rasio) berdasarkan temuan umur responden di lapangan.
a. 18-29 tahun : diberi kode 1 b. 30- ≥ 50 : diberi kode 2
b. Tidak tamat SMA, tamat SMA, diploma, sarjana : diberi skor 2 c. Jenis kelamin merupakan identitas sosial individu yang hakiki, diukur
dalam skala ordinal (laki-laki dan perempuan). a. Laki-laki : kode 1
b. Perempuan : kode 2
d. Lama bekerja yang dilakukan dengan menghitung jumlah waktu mulai mengikuti UKM hingga waktu penelitian dilakukan. Dihitung dengan menggunakan nilai tengah sejak UKM berdiri.
Tinggi : > 5 tahun
Rendah : 0-5 tahun
3. Relasi Gender dalam pengorganisasian UKM diukur dari tingkat kesetaraan gender. Tingkat kesetaraan gender dalam UKM dikatakan setara apabila penempatan posisi (penempatan pekerjaan), akses, dan kontrol antara perempuan dan laki-laki seimbang/setara dalam UKM. Relasi gender dalam kegiatan UKM diuji berdasarkan:
1. Akses adalah peluang yang dimiliki baik oleh laki-laki maupun perempuan untuk menikmati sesuatu yang dianalisis berdasarkan persepsi responden terhadap perilaku dalam mengakses sumberdaya dan manfaat dari hasil produksi UKM. Alat yang digunakan adalah siapa yang memiliki kesempatan (laki-laki dan perempuan) dalam menggunakan sumberdaya yang berkaitan dengan kegiatan produktif. Dikategorikan menjadi:
1. Laki-laki/perempuan sendiri : diberi skor 1 2. Perempuan dan laki-laki bersama-sama : diberi skor 2 Tingkat akses dalam UKM di Desa Tegalwaru di ukur berdasarkan interval dalam kuesioner. Terbagi menjadi:
a. Tinggi : skor 13-16 b. Rendah : skor 8-12
2. Kontrol merupakan sejauh mana kemampuan yang dimiliki laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan yang dianalisis berdasarkan persepsi responden terhadap perilaku dalam mengontrol sumberdaya dan manfaat. Diukur melalui frekuensi memutuskan untuk setiap jenis kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial. Tingkatan kontrol dikategorikan menjadi:
a. Laki-laki sendiri dan perempuan sendiri : diberi skor 1 b. Bersama-sama antara laki-laki dan perempuan : diberi skor 2
Tingkat kontrol dalam UKM Desa Tegalwaru diukur berdasarkan interval dalam kuesioner. Terbagi menjadi:
1. Tinggi : skor 12-18 2. Rendah : skor 19-24
3. Posisi yaitu penempatan kedudukan yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan dalam kegiatan UKM.
4. Tingkat keberhasilan UKM dikatakan tinggi apabila sudah melibatkan anggota perempuan dan laki-laki dalam penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (RAT), Rapat Anggota, Rencana Kegiatan (RK), kesejahteraan anggota meningkat yang dilihat dari peningkatan surplus, peningkatan simpanan anggota, kebutuhan ekonomi (terutama kebutuhan dasar) terpenuhi. Dibagi menjadi tiga kategori:
b. Sedang jika laki-laki mendominasi atau perempuan mendominasi : diberi skor 2
METODE PENELITIAN
Pendekatan Lapang
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survei. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang lengkap (Singarimbun dan Efendi 1989). Pendekatan kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan, data dan informasi yang diperoleh dari informasi kunci, pengamatan di lokasi dan studi dokumen. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menganalisis hubungan antara relasi gender dengan keberhasilan usaha kecil dan menengah dalam masyarakat responden penelitian berdarkan acuan tiga hipotesis penelitian yang akan di uji.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Pulekan Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Tegalwaru merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciampea yang mayoritas penduduknya bekerja pada sektor pertanian dan wirausaha. Dari seluruh wilayah di Desa Tegalwaru sebagian besar terdaftar sebagai pengusaha pembuatan tas. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa seluruh desa yang ada di Kecamatan Ciampea hanya Desa Tegalwaru yang mayoritas masyarakat memiliki usaha pembuatan tas. Kecamatan Ciampea merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bogor yang menggalakkan usaha berbasis sumberdaya lokal masyarakat.
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2012 dan sebelumnya telah dilakukan studi penjajagan pada bulan Februari 2012 kemudian dilanjutkan dengan penyusunan proposal penelitian. Tempat penelitian dapat ditempuh dari kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga sekitar 10 menit. Daerah Desa Tegalwaru berada pada kontur dan lokasi yang strategis sehingga mudah diakses dari jalan utama Ciampea. Desa Tegalwaru juga memiliki wilayah dengan pemandangan alam yang asri dan khas wilayah pedesaan.
Data dan Metode Pengumpulan Data
masalah risetnya (Istijanto 2006) dalam Efriani (2009). Data primer yang diperlukan meliputi:
1. Karakteristik pribadi yang terdiri dari nama responden, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan dan status perkawinan
2. Karakteristik rumah tangga yang terdiri dari jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan per bulan.
3. Alokasi waktu laki-laki dan perempuan pengrajin dalam kegiatan produktif, reproduktif dan kegiatan sosial.
4. Pendapatan laki-laki dan perempuan pengrajin tas dalam sebulan yang lalu 5. Akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap kegiatan produktifm
reproduktif dan sosial.
Tabel 4 Rincian metode pengumpulan data Data yang
dibutuhkan Keterangan Sumber Data
Metode
wawancara mendalam. Singarimbun dan Efendi (2008) memaparkan penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu, dimana peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.
Unit analisis yang digunakan adalah laki-laki dan perempuan yang mempunyai usaha pembuatan tas. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar ideologi gender melekat pada masing-masing individu pengrajin. Sebagian besar responden merupakan pengrajin yang hanya memiliki satu mata pencaharian sehingga waktu untuk menemui responden tidak mengalami banyak kendala. Wawancara dilakukan di setiap rumah-rumah warga. Selain adanya wawancara kepada setiap responden, dilakukan juga pengamatan lapang meliputi gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan kawasan, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan perempuan dalam rumahtangga pengrajin tas.
Teknik Pengambilan Sampel
Populasi sasaran pada penelitian ini adalah pengrajin laki-laki dan perempuan yang berprofesi sebagai pengrajin tas di UKM Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogo, Provinsi Jawa Barat. Populasi rumahtangga yang laki-laki dan isterinya menjadi anggota UKM pengrajin Tegalwaru sebanyak 450 rumahtangga. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu pengrajin. Mengingat karakteristik responden yang tidak jauh berbeda antara satu dengan lainnya, maka pemilihan responden dilakukan dengan metode secara acak sederhana (simple random sampling) dengan memilih 40 pengrajin (20 orang responden perempuan dan 20 orang responden laki-laki), tiap satu anggota rumah tangga, baik laki-laki maupun perempuan, mewakili rumahtangganya. Penentuan pemilihan responden ini didasarkan pada proporsi jumlah pengrajin tas di UKM KWBT. Pengambilan responden sebanyak 40 orang didasarkan pada pengambilan data minimun dalam penelitian komunitas.
Jumlah penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2012 sebanyak 12.000 jiwa dan 40% berada pada sektor industri. Industri kerajinan baik kerajinan tas, dompet dan lainnya menempati 17,7% dari total keseluruhan pengrajin pada sektor industri. Data mengenai proporsi pengrajin Desa Tegalwaru tersaji dalam Tabel 5. Tabel 5 Jumlah pengrajin Desa Tegalwaru Tahun 2011
No Pengrajin Laki-laki
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Kondisi Fisik
Desa Tegalwaru termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Desa Tegalwaru termasuk ke dalam kategori Impres Desa Tertinggal (IDT) dengan luas wilayah 338.843 ha, di atas permukaan laut 200 m, dan tinggi curah hujan 21-23 m3, yang terbagi dalam tiga dusun, enam rukun warga (RW) dan 38 rukun tetangga (RT) dan setiap rukun warga memiliki karakteristik usaha yang berbeda-beda. Batas wilayah Desa Tegalwaru adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bojong Jengkol 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bojong Jengkol 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cinangka
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cicadas/Bojong Rangkas
Jarak kantor desa ke ibukota kecamatan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat dan ibukota negara sebagai berikut:
1. Ibukota Kecamatan Ciampea : 2 km 2. Ibukota Kabupaten Bogor : 20 km 3. Ibukota Propinsi Jawa Barat : 132 km 4. Ibukota Negara : 73 km
Tabel 6 Pemanfaatan lahan/penggunaan tanah di Desa Tegalwaru Tahun 2011
Dari ibukota Kecamatan Ciampea, Desa Tegalwaru dihubungkkan oleh jalan yang sudah beraspal sepanjang 2 km. Fasilitas angkutan umum yang ada yaitu angkutan kota dan ojek. Rumah penduduk terdiri dari bangunan yang berdinding tembok (permanen), semi permanen, dan rumah kayu. Sebagian besar rumah penduduk adalah permanen. Sistem pengairan di desa ini adalah dengan menggunakan irigasi setengah teknis. Lahan pertanian di desa ini termasuk subur dan sebagian besar dimanfaatkan dengan sistem tanam dua kali tanam dalam setahun. Sebagian besar petani di Desa Tegalwaru memiliki lahan kurang dari 0,2 Ha. Hal ini memperlihatkan bahwa di Desa tersebut sudah terjadi perpencaran lahan pertanian.
Kependudukan
Sekitar tahun 2000, jumlah penduduk Tegalwaru hanya sekitar 9,865 jiwa dengan klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 7 Jumlah penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin di Desa Tegalwaru Tahun 2000
No Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah (orang)
Sumber : Profil Desa/Kelurahan Buku I Tahun 2000
Tabel 8 Jumlah dan persentase penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2001 Golongan