• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Perdata Internasional 001

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hukum Perdata Internasional 001"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Hukum Perdata Internasional (HPI) PENGERTIAN HP I

1. VAN BTAKEL

Hukum perdata internasional adalah hukum nasional yang ditulis atau diadakan untuk hubungan2 hukum internasional.

2. SUDARTA GAUTAMA ( GOUW GIOK SIONG )

Hukum perdata internasional adalah keseluruhan peraturan & keputusan hukum yang menunjukan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang

merupakan hukum jika hubungan2 & peristiwa2 antara warga ( warga ( negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel2 kaidah2 hukum dari 2 atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan2 ( kuasa, tempat yang pribadi ) soal2

3. MASMUIM

HPI adalah keseluruhan ketentuan2 hukum yang menentukan hukum perdata dari negara mana harus diterapkan suatu perkara yang berakar didalam lebih dari satu negara

CONTOH2 UNSUR ASING DALAM HPI 1. ORANGNYA YANG ASING

ex : Badu wni melakukan jual beli mobil kepada wna dibukittinggi kemudian timbul sengketa badu mengugat wna itu di PN bkt wna menjawab bahwa jual beli yang telah dilakukanya itu tidak sah dengan alasan sewaktu jual beli itu tidak sah menurut hukumnya dia baru dianggap dewasa setelah berumur 20 tahun

sedangkan membuat jual beli umur 21 tahun jadi ia tidak berwenang melakukan jual beli

2. TEMPAT DILAKUKANYA TINDAKAN

ex Badu pergi berobat ke jerman barat disana ia membuat surat apakah ia harus memperhatikan hukum2 jerman dalam membuat surat warisan itu ia hanya

memerlukan ketentuan2 BW saja dalam hal ini hukum mana yang akan dipakai 3. TEMPAT LETAKNYA BARANG

(2)

adanya kata sepakat masuk resiko setelah barang diserahkan atau diterima oleh pembeli

4. TEMPAT DILANGSUNGKANYA PERBUATAN

EX Mungkin saja terjadi suatu hubungan hukum antara seseorang wni di Luar negeri ( jepang ) ingin melangsungkan perkawinan disana dalam hal ini hukum mana yang akan diperlukan & dipakai.

Unsur asing yang menyebabkan diterapkanya titik pertalian ( Point Of Contact ) HPI disebut titik pertalian karena mempertalikan fakta2 & keadaan2 atau peristiwa dengan sesuatu sistim tertentu.

Kalau terjadi peristiwa seperti contoh diatas telah ada ketentuan2 yang mengatur cara pemecahan soal2 tsb

Jadi didalam setiap negara terdapat 2 kelompok hukum

1. Kelompok hukum yang berisi ketentuan2 untuk menyelesaikan persoalan2 interen dalam arti semua unusur2nya terdiri dari unsur2 interen

2. Kelompok hukum yang berisikan ketentuan2 yang mengatur & menyelesaikan masalah2 yang mengandung unsure asing yang menetapkan hukum mana yang berlaku terhadap hubungan2 hukum yang tidak termasuk kelompok pertama ( inilah yang disebut HPI )

Terjadi Suatu Peristiwa Hukum Didaerah Yang Tidak Bertuan ( Tidak Satu Negarapun Yang Mengusainya, ex Negara antar tika )

Ex : Orang Indonesia dengan orang jepang mengadakan ekspedisi

dipulau antartika kemudian terjadi percekcokan, orang Indonesia merusak barang2 orang jepang setelah tiba dijepang orang jepang tadi menuntut orang Indonesia tersebut dipengadilan, orang jepang minta ganti kerugian

(3)

HPI merupakan bagian dari hukum nasional dengan demikian HPI belum di kodifikasi tapi dia tersebar diberbagai peraturan per uu an & ditempat lain

Ex : BW, Bpk, uu kepailitan, kebiasaan, yurisprudensi, traktat

DI INDONESIA WADAH UTAMA HPI DICANTUMKAN DALAM AB ( ALGEMENE BEL PALINGEN VAN WET GEVING PASAL 16, 17 & 18 )

Ketiga pasal itu merupakan ketentuan2 dasar tentang HPI sebab itulah ia dimasukan kedalam AB Bukan BW sebab AB merupakan UU yang sifatnya

sementara, karena didalamnya terdapat pedoman2 kepada para hakim didalam menjalankan tugasnya yang tidak saja meliputi bidang hukum perdata tapi meliputi bidang2 hukum lainya

Isi Dari Ke 3 Pasal AB Tersebut Diatas :

1. Pasal 16 AB Status Personil Seseorang & Wewenang

Status & wewenang seseorang harus dinilai menurut hukum nasionalnya ( Lex patriae )

Jadi seseorang dimanapun ia berada tetap terikat kepada hukumnya yang menyangkut status & wewenang demikian pula orang asing maksudnya status & wewenang orang asing itu harus dinilai hukum nasional orang asing tersebut 2. Pasal 17 AB Status Kenyataan / Riil Status

Mengenai benda2 tetap harus dinilai menurut hukum dari negara atau tempat dimana benda itu terletak ( lex resital )

3. Pasal 18 AB Status Campuran

Status campuran bentuk tindakan hukum dinilai menurut hukum dimana tindakan itu dilakukan ( Locus Regit Actum )

(4)

Dengan hal tersebut diatas yaitu dimana hukum sang hakim menunjuk hukum orang asing dengan demikian perkara diadili berdasarkan hukum asing itu begitu caranya HPI dengan menunjuk ( Reference Rule ) ada kalanya dirasa kurng sesuai dengan cita2 hukum kita kalau sesuatu materi tertentu dikusai oleh hukum asing atau hukum asing itu dirasakan kurang menjamin kepastian hukum dalam hal ini pembuat uu membuat peraturan sendiri yang langsung menyelesaikan persoalan tersebut tanpa menunjuk kepada suatu sistim hukum tertentu, ketentuan yang seperti ini dinamakan ketentuan mandiri ( Own Rule )

Jadi dalam HPI terdapat 2 ketentuan 1. Ketentuan penunjuk

2. Ketentuan mandiri Ex Ketentuan mandiri

Seorang WNI yang berada di LN ingin membuat surat wasiat dalam hal ini hukum mana yang akan dipakai menurut ketentuan HPI kita ( pasal 16 AB ) perbuatan surat wasian itu terkait antara status kita ( pasal 16 AB ) perbuatan surat wasiat itu terkait antara status & wewenang maka yang harus diterapkan adalah hukum nasional orang tersebut dalam hal ini hukum Indonesia. Dianggap saja orang

tersebut telah memenuhi syarat status & wewenang persoalan yang muncul adalah bahwa pembuatan surat wasiat merupakan suatu tindakan hukum & tindakan ini harus dituangkan kedalam bentuk tertentu terhadap bentuk tindakan hukum dikuasai oleh pasal 18 AB yang menentukan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum ditempat dilakukanya tindakan dalam hal ini hukum asing hukum asing yang akan diterapkan itu missal menetapkan menentukan syarat2 yang lebih ringan. Cara2 pembuatan surat wasiat umpamanya hukum asing itu menetapkan sudah memenuhi syarat jika surat wasiat itu ditulis di selembar kertas begitu saja

Sedangkan menurut hukum kita hal tersebut kurang menjamin kepastian hukum, pada hal menurut BW kita untuk pembuatan surat wasiat didalam negeri ada 3 kemungkinan ( pasal 931 BW ) Olografis Akte Umum atau Akte Rahasia

Jadi kalau syarat di LN lebih ringan maka hal ini akan membahayakan kepentingan ahli waris & kepastian hukum menurut hukum kita karena itu lalu diadakan

pencegahan dengan jalan membuat ketentuan yang dicantumkan dalam pasal 945 sub 1 BW yang isinya

(5)

HPI – BURAHIM ESDE

Jadi apapun isinya ketentuan asing itu surat wasiat itu mutlak harus dibuat dalam bentuk otentik hanya saja formalitas2 yang harus dipenuhi ialah ketentuan2 yng berlaku dinegara yang bersangkutan umpamanya dinegara kita harus dimuka NOTARIS & DI LN umpamanya dimuka hakim. Ketentuan pasal 945 SUB 1 BW ini merupakan Penerobosan dari pasal 18 AB dimana menurut pasal 18 AB surat wasiat itu harus dibuat menurut hukum yang berlaku ditempat pembuatan surat wasiat ternyata tidak diindahkan atau tidak dikerjakan atau tidak dilakukan karena tentang bentuk ini sudah ditentukan sendiri oleh pasal 945 SUB 1 BW tersebut diatas

sebaliknya tidak pula bersamaan dengan ketentuan interen seperti yang ditentukan didalam pasal 931 BW ketentuan demikian inilah yang dinamakan ketentuan

mandiri

Berdasarkan uraian diatas dapatlah disumpulkan bahwa ketentuan mandiri itu mempunyai sifat2 sbb

1. Menentukan sendiri hukum yang harus diperlukan

2. Tidak mengindahkan ketentuan asing yang mungkin ada mengenai materi yang diatur

3. Tidak serupa atau mirip atau identik dengan ketentuan interen HPI Terdiri Dari :

1. Ketentuan menunjuk 2. Ketentuan mandiri

Pasal 945 SUB 1 BW tersebut mengandung kedua ketentuan dimaksud yaitu harus dengan akta otentik ( ketentuan mandiri ) & formalitas menurut hukum

ditempat pembuatanya ( ketentuan penunjuk ). Contoh : Keduanya pasal 945 SUB 1 BW

Sumber HPI Secara Umum

Sumber HPI sama dengan sumber hukum nasional karena dia merupakan bagian & sumber hukum nasional yaitu :

(6)

Sumber yang terutama HPI dari yurisprudensi

Sumber HPI sama dengan sumber hukum nasional karena HPI merupakan bagian dri hukum nasional Sumber utama HPI adalah pada kebiasaan & yurisprudensi sedangkan UU ( Hukum tertulis ) sedikit sekali oleh karena sumber tertulis HPI sedikit sekali maka hakim sering menghadapi kekosongan hukum sesuai dengan pasal 22 AB yang menyatakan bahwa hakim yang menolak mengadili suatu perkara dengan alasan tidak ada UU / aturan2 maka dapat dituntut untuk itu hakim akan mencarinya pada kebiasaan atau yurisprudensi kalau dalam kedua kas tersebut diatas ( kebiasaan, yurisprudensi ) masih belum ditemukan maka ia akan

menciptakan hukum sendiri dengan kata lain hakimnya disebut menemukan hukum artinya hakim itu aktif & kreatifitas

v Hukum Dalam Memberi Keputusan Kalau Salah Tidak Akan Dituntut Tapi Kariernya Hancur

Kebiasaan yurisprudensi juga tercantum dalam pasal 1 BW Swiss yang menyatakan bila terdapat kekosongan dalam per uu an hakim mencari dalam kebiasaan

yurisprudensi kalu tidak ada ia mencari dari p[endapat2 ahli / doktrin kalu disinipun ( doktrin ) tidak ada ditemukan maka ia menghayalkan diri sebagai pembuat uu Pada Statuta Mahkamah Internasional ( Internasional Court Of Justice ) Pasal 38 Menyatakan The Court Shau Apply

a. International Convension ( Convensi2 Internasional ) Ketentuan2 dalam konvensi internasional

b. International custom c. General principles of law

Prinsip2 umum tentang hukum

d. Yudicial and the leaching of the most highly qualitied publicisty yuris prudensi & doktrin

Sumber HPI Indonesia

Dapat digolongkan atas 2 masa yaitu

(7)

yaitu:

– Pasal 16 AB, 17 AB, 18 AB – Pasal 131 IS dan 163 IS

2. Masa setelah tahun 1945 ( Setelah Indonesia merdeka ) a. Pasal 16 AB, 17 AB, 18 AB

b. UU kewarganegaraan RI yaitu UU no 62 / 1958 c. UU no 5 tahun 1960, UU pokok agraria

dalam uu ini ada 2 pasal yang menyangkut dengan HPI 1. Pasal 9 ayat 1

Yang menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air,ruang angkasa dalam batas2 ketentuan pasal 1 & 2 dengan ketentuan tersebut orang asing atau badan hukum asing tidak boleh memiliki tanah di Indonesia kepada mereka hanya diberi hak guna bangunan & hak guna usaha & hak pakai & hak lainya kecuali hak milik

Kalau orang asing bisa mempunyai hak milik berarti ada negara dalam negara 2. Pasal 1 ayat 1 menyatakan seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa indonesia

d. UU penanman modal asing uu no 1 / 67 = berkaitan dengan HPI e. UU penanaman modal dalam negara uu no 6 / 68

Teori2 Tentang Kualifikasi

Dalam setiap proses pengambilan keputusan hukum tindakan kualifikasi merupakan tindakan yang praktis & selalu dilakukan alasanya dengan kualifikasi orang

mencoba menata sekumpulan fakta yang dihadapi mendeteksi serta

(8)

berdasarkan sistim hukum mana atau berdasarkan sistim hukum pap diantara berbagai sistim hukum yang relevan

Dalam HPI dikenal dengan 2 jenis kualifikasi yaitu : 1. Kualifikasi Hukum ( Classification Of Law )

Penggolongan seluruh kaidah hukum kedalam kelompok hukum tertentu yang telah ditetapkan hukum sebelumnya

2. Kualifikasi Fakta ( Classification Of Facts )

Kualifikasi yang dilakukan terhadap sekumpulan fakta dalam suatu peristiwa hukum untuk ditetapkan menjadi satu atau lebih peristiwa hukum berdasarkan kategori hukum & kaidah2 hukum dari sistim hukum yang dianggap seharusnya berlaku Kualifikasi fakta ini dilakukan dengan mengikuti langkah sbb :

Sekumpulan fakta yang sudah dikodifikasikan yang ada dalam suatu perkara dimasukan kedalam kelompok hukum yang ada kualifikasi sekumpulan fakta

tersebut kedalam ketentuan hukum yang seharusnya diberlakukan kualifikasi dalam HPI lebih rumit dibandingkann dengan kualifikasi dalam persoalan 2 hukum intern v Hal2 Yang Menyebabkan Rumitnya Kualifikasi Dalam HPI adalah

1. Berbagai sistim hukum yang ada didunia ini mengunakan istilah ( terminology ) yang sama tetapi untuk menyatakan hal yang berbeda

Contoh :

Istilah domisilii berdasarkan hukum Indonesia artinya tempat kediaman tetap, tetapi domisili dalam pengertian hukum inggris berarti tempat kelahiran atau tanah air 2. Berbagai sistim hukum mengenal lembaga hukum tertentu tetapi tidak dikenal pada system hukum lain

secara ringkas contoh adopsi

(9)

Contoh : lembaga pengangkatan anak yang dikenal atau yang terdapat dalam hukum tiongha tetapi dalam BW tidak ada

3. Berbagai sistim hukum menyelesaikanperkara2 hukum yang secara factual pada dasarnya sama tetapi dengan mengunakan kelompok hukum yang berbeda beda Contoh :

Seorang janda yang menuntut hasil sebidang tanah warisan suaminya, dari sistim hukum perancis hal ini dikategorikan kedalam masalah warisan tetapi menurut sistim hukum inggris hal ini termasuk kedalam persoalan hak janda menuntut bagianya dari harta perkawinan

Berbagai sistim hukum mensyaratkan sekumpulan fakta yang berbeda untuk menetapkan adanya suatu peristiwa hukum yang pada dasarnya sama

Contoh :

Masalah peralihan hak milik menurut hukum perancis misalnya hak milik telah dianggap beralih setelah adanya kata sepakat sedangkan menurut hukum belanda hak milik baru beralih setelah benda diterima oleh pembeli

5. Berbagai sistim hukum menempuh prosedur yang berbeda untuk menentukan hasil atau status hukum yang pada dasarnya sama

Contoh :

Suatu perjanjian baru mengikat bila perjanjian itu dibuat secara bilateral

sedangkan menurut hukum belanda / Indonesia perjanjian itu adalah juga sah kalau [erjanjian tersebut adalah perjanjian sepihak atau tidak bilateral

Sc jadi Indonesia mengenal perjanjian sepihak & perjanjian bilateral – Perjanjian sepihak adalah penghibahan

– Perjanjian bilateral didalamnya terdapat hak & kewajiban

Dari kelima hal tersebut diatas kalau disimpulkan dapat dijadikan 2 masalah uatam yaitu :

(10)

2. Apa yang harus dilakukan bila dalam suatu perkara tersangkut lebih dari satu sistim hukum & masing2 menetapkan cara kualifikasi yang berbeda ( konflik kualifikasi )

Masal utama yang dihadapi oleh HPI adalah berdasarkan sistim hukum apa kualifikasi dalam suatau perkara HPI harus dilakukan

Contoh

Sistim kasus perkawinan dimalta ( the maltese matriabe case ) th 1889 Yang dikenal dengan kasus Anton VS Bartolo

Kasus posisi / pokok perkara sbb :

a. Sepasang suami istri yang menikah sebelum tahun 1870 yang berdomosili di malta (Jajahan Inggris)

b. Setelah pernikahan mereka pindah ke ajasair ( jajahan perancis ) & memperoleh perancis

c. Suami membeli sebidang tanah di perancis

d. Setelah suami meninggal si istri menuntut ¼ bagian dari hasil tanah ( usufruct right )

e. Perkara diajukan dipengadilan perancis ( aljasair )

Dari fakta tersebut diatas terlihat titik taut ( connecting factors ) antara lain

1. Inggris ( malta ) adalah Locus Celebrationis ( tempat diresmikannya perkawinan dengan demikian hukum yang berlaku adalah hukum dimana perkawinan itu

diresmikan ) sehingga hukum inggris relevan ( sesuai ) = ( tptdupas ) sebagai lex loci celebrationis (

menjadi hukum dari tempat diresmikanya suatu perkawinan ) 2. Perancis ( aljasair ) adalah hukumnya relevan sebagai – Domisilli ( lex domicilli )

(11)

Hukum dari tempat seseorang menjadi warga negara – Situs benda ( lex situs ) pasal 17 AB

Hukum dari tempta dimana suatu benda berada – Locus Forum ( Lex Fori )

Hukum dari tempat kejadian yang menyelesaikan perkara Cara Penyelesaian Perkara

Kasus anton vs bartolo melibatkan 2 sistim hukum yaitu : Ketentuan HPI perancis & ketentuan HPI inggris

Sedangkan kedua ketentuan ini terdapat kesamaan sikap yakni sbb

1. Masalah pewarisan tanah harus diatur oleh hukum dari tempat dimana tanah berada atau terletak ( pasal 17 AB ) asas lex rei sitag )

Pasal 16, 17 AB berlaku didunia

2. Hak2 seorang janda yang timbul / lahir karena perkawinan ( matrimonial right = hukum janda ) harus diatur berdasarkan hukum dari tempat para pihak berdomisili pada saat perkawinan diresmikan ( asa lex loci celebrationis )

Antara Kaidah HP Inggris & Perancis Terdapat Kesamaan Sifat sbb :

Masalah pewarisan tanah harus diatur oleh hukum dari tempat dimana tanah itu terletak atau berada

Hak2 seworang janda yang timbul / lahir karena perkawinan harus diatur

berdasarkan hukum dari tempat para pihak bertempat tinggal ( domisili ) pada saat perkawinan diresmikan ( asa lex loci selebritionis )

Yang menjadi permasalahan bagi hakim perancis adalah sekumpulan fakta tersebut diatas bagi hukum perancis ( code sipil ) digolongkan sebagai masalah pewarisan tanah sedangkan berdasarkan hukum inggris perkara akan dikualifikasikan sebagai masalah hak janda / harta perkawinan

Dari uraian diatas melahirkan pertanyaan fakt2 tersebut diatas harus

(12)

berdasarkan hukum perancis maka tuntutan janda akan ditolak sebab berdasarkan hukum perancis seorang janda tidak berhak mewarisi harta peningalan suaminya. Sedangkan kalau perkara tersebut di kualifikasikan berdasarkan hukum inggris ( lex loci celebritionis ) maka tuntutan janda tersebut dapat dikabulkan karena

berdasarkan hukum inggris seorang janda berhak atas hasil tanah itu sebagai bagian dari harta perkawinan

Hakim prancis akhirnya memutuskan bahwa perkara tersebut harus dikualifikasikan sebagai masalah harta perkawinan dengan demikian ternyata hakim perancis menggolongkan perkara tersebut berdasarkan hukum inggris & hukum inggris dalam perkara dimaksud dianggap sebagai hukum yang seharusnya berlaku lex causae

Sebagaimana telah diketahui kalau terjadi perkara HPI maka terjadi pula

pembenturan atau lebih sistim hukum untuk menentukan sistim mana yang akan dipakai oleh hakim lex fori maka lahirlah berbagai teori tentang kualifikasi

Teori Tentang kualifikasi

1. Teori kualifikasi berdasarkan lex fori

Dipelopori oleh frans kahn ( jerman ) bartin ( perancis )

Kedua took ini mendasarkan toerinya kepada anggapan bahwa

“ Kualifikasi harus dilakukan berdasarkan hukum dari pengadilan yng mengadili perkara ( lex fori ) sebab kualifikasi adalah bagian dari hukum intern sang hakim Lasan Fran Kahn melakukan kualifikasi berdasarkan lex fori adalah

a. Simplicity

Apabila perkara dikualifikasi berdasarkan lex fori sudah barang tentu hakim yang menyidangkan mengerti betul tentang hukum & hukum mana yang akan

diberlakukan terhadap perkara yang dihadapi ( simplicity ) b. Certainty

(13)

Bartin menambahkan alasan lagi kenap kualifikasi dilakukan berdasarkan lex fori yaitu

Bahwa seoarng hakim telah disumpah untuk menerapkan & memelihara & menegakan hukumnya sendiri & bahkan hukum asaing manapun

Menurut Bartin

Kalau seorang hakim menerapkan hukum asing dalam perkara yang dihadapi itu dilakukanya dengan alasan

1. Untuk membatasi kedaulatan lex fori

2. Pembatasan kedaulatan lex fori itu dilakukan bahwa ketentuan hukum asing itu pengertianya / derajatnya ataupun dari segi keadilannya dibandingkan dengan hukum lex fori seimbang

3. Apabila hakim tersebut tidak menemukan dalam hukumnya sendiri konsep hukum asing tsb tetapi ia harus mencari konsep hukumnya sendiri yang setara dengan konsep hukumaasing itu dengan cara ijtihat ( Mengailkan dirinya sebagai pembuat hukum / uu )

Dalam ketentuan yang ada tidak selaku harus diterapkan hukum lex fori ( hukum sang hakim ) dalam beberapa hal ada pengecualinya yaitu sebagaimana tersebut dalam :

Pasal 17 AB

Terhadap benda tetap / benda bergerak maka hukum yang berlaku adalah hukum dari tempat dimana benda tsb berad

Pasal 18 AB

Hukum yang berlaku atas suatu kontrak adalah hukum dimana kontrak itu disebut lex loci contractus

Kebaikan dari teori kulifikasi berdasarkan lex fori 1. Perkara dapat cepat diselesaikan

2. Putusan yang diberikan oleh hakim akan mendekati keadilan

3. Hakim mengerti benar / betul tentang hukum yang menyangkut perkara yang dihadapinya karena perkara itu dikulifikasikanya kedalam lex fori

Kelemahanya

(14)

Contoh Kasus / Posisi Kasus

1. A berusia 19 tahun berdomisi di prancis

2. A menikah dengan B / wanita WN inggris ) pernikahan dilakukan di inggris 3. A menikah dengan B tanpa izin orang tua sedangkan izin diperlukan ( hal ini diwajibkan oleh pasal 148 code civil perancis )

4. Di perancis A kemudian mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ( marriage annul ment ) dengan dasar perkawinanya dengan B dilakukan tanpa izin orang tua permohonan ini dikabulkan oleh pengadilan perancis

5. Beberapa waktu kemudian B melangsungkan perkawinan dengan C ( WN inggris )

6. Berdasarkan hukum inggris yang sebenarnya B masih terikat perkawinan dengan A oleh karena itu perkawinan A & B belum bubar dengan alasan tersebut C mengajukan permohonan pembatalan perkawinanya dengan B alasan C adalah B telah melakukan poliandri

7. Permohonan C diajukan di pengadilan inggris Untuk Menyelesaikan Perkara Tersebut Diatas

1. Harus didudukan apakah perkawinan A & B dianggap sah / tidak

Dalam hal ini titik taut yang ada menunjukan kearah hukum inggris karena perkawinan A & B diresmikan di inggris serta meninjuk kearah hukum perancis karena A WN perancis & berdomisi di prancis

2. Setelah menyadari bahwa kenyataan B masih terikat perkawinandengan A sebab berdasarkan hukum inggris perkawinan A & B belum dibubarkan maka C mengajukan permohonan pengabulan pembatalan perkawinanya dengan B ( B telah poliandri ) permohonan si C diajukan di PN inggris

Pertama kali hakim akan memeriksa D akan memutuskan perkara tentang apakah perkawinan A & B dianggap sah /

Perkawinan A & B diresmikan di inggris serta menunjuk ke arah hukum perancis karena A sudah warga negara perancis & berdomisi di prancis

(15)

Bahwa pria tersebut telah mampu menurut hukum untuk melakukan pernikahan Dalam kasus diatas untuk menetukanya itu melihat pada dimana yang

bersangkutan berdomisili

b. Persyaratan formal suatu perkawinan adalah

diatur oleh hukum dimana perkawinan itu dilangsungkan ( lex luci celebritionis ) dalam kasus diatas adalah di inggris

Pasal 148 CC menyaratkan bahwa seorang anak laki2 yang belum berusia 25 th tidak dapat menikah bila tidak ada izin dari ortu & ini merupakan syarat utama / esensial

Jadi bagi hukum perancis dimana si A berdomisi dengan tidak adanya izin ortu seharusnya menyebabkan batalnya perkawinan antara A & B

Karena perkaranya diajukan di inggris maka hakim di inggris memutuskan bahwa :

– Perkawinan antara A & B dinyatakan tetap sah sebab Syarat formal

Karena / sebab izin dari ortu dalam hukum inggris tidak dianggap sebagai syarat utama

Syarat utama

Ex loci celebritionis perkawinan itu dilaksanakan di inggris

– Karena itulah perkawinan antara B & C tidak sah karena dianggap B mengadakan poliandri maka dari itu perkawinan B & C harus dinyatakan batal & dengan

demikian permohonan C dikabulkan

Kesimpulan dari kasus tersebut diatas hakim inggris mengualifikasikan hukum itu berdasarkan hukumnya sendiri ( lex fori ) dengan demikian pasal 148 cc

dikualifikasikan berdasarkan lex vori

2. Teori kulaifikasi berdasarkan lex Causae

(16)

Teori ini beranggapan bahwa setiap kulifikasi sebaiknya dilakukan sesuai dengan sistim serta ukuran dari keseluruhan hukum yang bersangkutan dengan perkara Tujuan kualifikasi untuk menentukan ketentuan HPI mana dari lex fori yang erat kaitanya dengan ketentuan hukum asing yang seharusnya berlaku penentuan ini dilakukan dengan berdasarkan kepada hasil kualifikasi yang telah dilakukan berdasarkan sistim hukum asing yang bersangkutan setelah itu baru ditetapkan ketentuan hukum apa yang mana diantara ketentuan HPI lex fori yang harus dipakai untuk menyelesaikan perkara

3. Teori kualifikasi berdasarkan secara bertahap

Tokohnya Adolph schnitzere, dr sunaryati hartono, ehrenzweig

Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori lex causae menurut teori ini untuk mentukan lex causae yang mana perkara yang ada terlebih dahulu dikualifikasi setelah itu baru ditetapkan kualifikasi lex causae

4. Teori kualifikasi berdasarkan analitik / otonom Tokohnya Ernst rabel & beckeff

Teori ini mengunakan metode perbandingan hukum untuk membangun suatu sistim kualifikasi HPI yang berlaku secara universal

Menurut teori ini tindakan kualifikasi terhadap sekumpulan fakta harus dilakukan secara terlepas dari kaitanya terhadap suatu sistim hukum local / nasional tertentu ( otonom ) artinya dalam HPI seharusnya ada pengertian2 hukum yang khas & berlaku umum serta mempunyai makna yang sama dimanapun didunia

Untuk mewujudkan hal tersebut menurut rabel haruslah digunakan metode perbandingan hukum dalam rangka mencari pengertian2 HPI yang dapat

diberlakukan dimana2 Tujuanya :

Menciptakan sistim HPI yang utuh & sempurna serta yang berisi konsep2 dasar yang bersifat mutlak

(17)

a. Menemukan & menetapkan pengertian2 hukum yang dapat dianggap sebagai pengertian yang berlaku umum adalah merupakan pekerjaan yang sangat sulit dilaksanakn

b. Hakim yang hendak menerapkan teori ini harus mengenal semua sistim hukum didunia agar ia dapat menemukan konsep2 yang memang diakui diseluruh dunia Prof Sudargo Gautama

Menyatakan teori tsb diatas walaupun sulit dijalankan tetapi cara pendekatan yang dilakukan oleh teori tersebut perlu diperhatikan kalau dapat dipahami

Lebih lanjut gautama menyatakan

Konsep2 HPI jangan diartikan hanya lex fori belaka tetapi harus juga disandarkan pada prinsip2 yang dikenal secara universal dengan memperhatikan konsep2 didalam sistim hukum asing yang dianggap hampir sama

5. Teori kualifikasi berdasarkan HPI Tokohnya G.Kegel

Teori ini berpandangan bahwa setiap kaidah HPI harus dianggap memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai oleh suatu kaidah HPI haruslah diletakan didalam konteks kepentingan HPI yaitu :

– Keadilan dalam pergaulan internasional

– Kepastian hukum dalam pergaulan internasional – Ketertiban dalam pergaulan internasional

– Kelancaran lalu lintas pergaulan internasional

Karena itu pada dasarnya masalah bagaimana proses kulifikasi harus dijalankan tidaklah dapat ditetapkan setelah penentuan kepentingan HPI apa / mana yang hendak dilundungi oleh suatu kaidah HPI tertentu

Kepentingan2 itu dapat meliputi kepentingan para pihak dalam suatu hubungan HPI & yang tsb diatas

(18)

Setelah pokok masalah dalam perkara dapat ditautkan dalam kualifikasi maka langkah berikutnya menentukan hukum apa / mana yang di berlakukan dalam penyelesaian perkara tersebut. Untuk itu hakim harus mencari & menentukan titik2 taut yang mengaitkan pokok perkara itu dengan sistim hukum tertentu

Setiap situasi & fakta berisi unsur2 yang bila dikaitkan oleh sistim HPI tertentu dapat membantu untuk menentukan sistim hukum apa yang harus di atau dapat digunakan untuk mengatur situasi factual yang dimaksud

Ex :

Seorang warga negara jerman berdomisili di inggris, meninggal diperancis & meninggalkan sejumlah warisan di Italia & menetapkan pembagian warisanya berdasarkan wasiat yang dibuat di rasia, perkara diajukan di pengadilan Indonesia Hal2 diatas menunjukan adanya kaitan antara fakta2 yang ada didalam perkara dengan suatu tempat & suatu sistim hukum yang harus atau mungkin digunakan Misalnya :

– Kewarganegaraan si pewaris

– Tempat kediaman tetap ( domisili ) si pewaris – Tempat letak benda

– Tempat penetapan surat wasiat – Tempat pengajuan perkara

Hal2 yang menunjukan pertautan itulah yang dalam HPI disebut Titik2 taut Faktor2 yang sama tersebut akan memberikan akibat / hasil yang berbeda2

berbagai sistim hukum.& karenanya faktor & titik taut yang mana akan menentukan hal itu tergantung sistim HPI suatu negara

Aturan2 HPI ( Choice Of Law Rules )

Adalah aturan2 yang akan menetapkan hukum apa / hukum mana yang seharusnya mengatur suatu perkara HPI

(19)

Menurut Prof Chan

Titik Taut yang dianggap penting adalah

1. Kewarganegaraan dari pihak2 yang berperkara (nasionality) 2. Hukum dari tempat perbuatan dilakukan ( Lex Loci Actus ) 3. Hukum ditempat benda tetap berada ( Lex Kei Sitae )

4. Tempat Pembuatan / pelaksanaan kontrak ( Locus Contractus / Locus Solution ) Dalam hal penyelesaian suatu perkara HPI menurut prof RH Graveson perlu

diperhatikan 3 hal yaitu :

1. Titik2 taut apa sajakah yang dipilih oleh sistim HPI tertentu yang dapat diterapkan pada sekumpulan fakta ybs

2. Berdasarkan sistim hukum manakah diantara pelbagas sistim hukum yang sama / yang ada hubunganya dengan perkara, titik2 taut itu akan ditentukan.hal ini perlu diperhatikan karena faktor2 / istilah2 yang sama mungkin secara teoritis diberi penafsiran yang berbeda didalam berbagai sistim hukum

ex : Domisili

Di Indonesia : Tempat tinggal

Di inggris : Tempat kelahiran

3. Setelah kedua masalah tadi ditetapkan barulah ditetapkan bagaimana itu dibatasi oleh sistim hukum yang akan diberlakukan ( lex causae )

HPI Mengenal 2 Macam Titik Taut

a. Titik taut primer ( primary of contact ) Biasa disebut titik taut pembeda

Unsur2 dalam sekumpulan fakta yang menunjukan bahwa suatu peristiwa hukum merupakan peristiwa HPI & bukan peristiwa hukum intern / nasional biasa

(20)

unsur2 dalam sekumpulan fakta yang menentukan hukum manakah yang harus berlaku untuk mengatur peristiwa HPI yang bersangkutan

Jenis2 Titik Taut Yang Dikenal Dalam HPI Adalah 1. Kewarganegraan pihak2 yang bersangkutan

2. Domisili tempat tinggal / tempat asal orang / badan hukum ( zeter ) 3. Tempat ( situs ) suatu benda

4. Bendera kapal

ex : Bendera Indonesia berarti hukum yang berlaku dalam kapal tsb adalah hukum ind walau bisa jadi kapten serta pemilik kapal orang asing

5. Tempat pembuatan hukum dilakukan ( locus actus )

6. Tempat timbulnya akibat perbuatan hukum / tempat pelaksanaan perjanjian ( locus solutionis )

7. Tempat pelaksanaan perbuatan2 hukum resmi & tempat perkara / gugatan diajukan ( locus forum )

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian di Spanyol menunjukkan terapi anti TB yang tidak adekuat sebelum pemberian TNF-α anta-gonis pada penderita TB laten atau pasien-pasien yang terpapar TB,

Upaya meningkatkan performa pada sistem pengapian sepeda motor sudah banyak dilakukan, salah satunya bisa dilakukan dengan pemasangan Groundstrap pada kabel

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapas varietas Kanesia 8 dan 13 yang ditanam di lahan sawah sesudah padi mempunyai pertumbuhan vegetatif dan generatif optimal, kemudian

Berdasarkan penelitian yang telah dilaporkan Gao, et al (2015), mereka menggunakan Graphene Oxide (GO) sebagai katalis asam padat yang sangat aktif dan dapat

Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat serta pemeliharaan kesehatan lingkungan.

[r]

Berangkat dari pertimbangan bahwa, sebagai suatu tetapan, harga k f dan k b selalu mempunyai harga yang konstan (pada T tetap) selama reaksi berlangsung dan

Kajian Hubungan Minat Baca Sastra dan Kemampuan Membaca Pemahaman terhadap Kemampuan Memproduksi Teks Narasi pada Siswa Kelas VII SMP PGRI Cibeureum Tahun