• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIKTAT KULIAH HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DIKTAT KULIAH HUKUM PERDATA INTERNASIONAL"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

   

DIKTAT KULIAH

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

OLEH:

SAWITRI YULI HARTATI S.,SH.MH.

NIDN. 0303076901

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN AKADEMIK 2019/2020

(2)

i    

Daftar  Isi    

BAB  I    PENGANTAR  HUKUM  PERDATA  INTERNASIONAL  ...  1  

A.   Pengertian  ...  1  

B.   Pembagian Hatah  ...  2  

BAB  II     TITIK PERTALIAN (AANKNOPINGS PUNTEN)  ...  12  

A.   Pengertian  ...  12  

B.   Titik Pertalian Dalam Hukum Perdata Internasional (HPI)  ...  15  

BAB  III   KAIDAH-KAIDAH HUKUM DAN ASAS-ASAS PRAKTEK HUKUM  DALAM HATAH INTERN (DALAM SEJARAH)  ...  17  

A.   Kaidah-Kaidah Hukum  ...  17  

B.   Asas-Asas Dalam Praktek Hukum  ...  18  

BAB  IV     PRINSIP KEWARGANEGARAAN DAN PRINSIP DOMISILI  ...  20  

A.   Status Personil  ...  21  

B.   Prinsip Kewarganegaraan  ...  21  

C.   Prinsip Domisili  ...  23  

D.   Prinsip Yang Sebaiknya Dianut Oleh Indonesia  ...  25  

BAB  V     PILIHAN HUKUM  ...  26  

BAB  VI     TEORI-TEORI UMUM YANG BERLAKU  DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI)  ...  30  

BAB  VII     KETERTIBAN  UMUM  &  PENYELUNDUPAN  HUKUM  ...  45  

A.   Ketertiban Umum  ...  45  

B.   Penyelundupan Hukum  ...  52  

BAB  VIII    PENYESUAIAN,  TIMBAL  BALIK,  PEMBALASAN,  PEMAKAIAN  HUKUM  ASING  ...  58  

A.   Penyesuaian  ...  58  

B.   Timbal Balik dan Pembalasan  ...  58  

C.   Pemakaian Hukum Asing  ...  64  

BAB  IX  HUKUM YANG BERLAKU DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL  ...  65  

BAB  X        A  R  B  I  T  R  A  S  E  ...  69    

 

 

(3)

BAB  I    PENGANTAR  HUKUM  PERDATA  INTERNASIONAL  

A. Pengertian

Beberapa istilah yang digunakan dalam lapangan Hukum Antar Tata Hukum (Hatah) pada umumnya berasal dari bahasa Belanda, Inggris dan Perancis. Berikut ini adalah beberapa istilah dimaksud, yaitu : Belanda (Conflictenrecht, Collisierecht, Intergentiel Recht, Interrechtsordenrecht), Inggeris (conflict of Laws, Private International Law, International Private Law, Marginal Law, Interlegal Law), Perancis (Conflitts des Lois, Confliits des status), Jerman (Grenzrecht), Indonesia (hukum perselisihan, hukum Collisie, Hukum Perdata Internasional, Hukum Antar Tata Hukum). Penguraian definisi adalah sebagai berikut :

1. Terdapat 2 atau lebih stelsel hukum yang bertemu.

2. Pertemuan stesel-stelsel hukum tersebut ditandai oleh adanya titik-titik pertalian.

3. HATAH menentukan stelsel hukum yang berlaku.

4. HATAH Intern tidak memiliki unsur asing, HATAH Ekstern memiliki unsur asing.

5. Stelsel-stelsel hukum yang bertemu memiliki kedudukan yang sama satu terhadap lainnya.

6. Keberlakuan stelsel hukum A, bukan karena stelsel(stelsel) hukum lainnya bersifat inferior, tetapi karena stelsel hukum A-lah stelsel hukum yang tepat untuk diberlakukan.

7. HATAH Ekstern adalah hukum perdata nasional.

Pada zaman penjajahan Belanda hukum atau peraturan yang berlaku disebut IS, dalam IS Pasal 131, 163 Indonesia terbagi menjadi 3 golongan yaitu :

1. Golongan Eropa terdiri dari Bangsa Belanda, Bukan bangsa Belanda tapi berasal dari Eropa, Bangsa Jepang, Orang-orang yang berasal dari negara lain yang hukum keluarganya sama dengan hukum keluarga Belanda (Amerika, Australia, Rusia dan Afrika Selatan), Keturunan mereka yang tersebut diatas.

2. Golongan Timur Asing yang terdiri dari Golongan Cina (TiongHoa), Golongan Timur Asing bukan Cina (Arab, India, Pakistan, Mesir dll)

3. Golongan Bumiputera (Indonesia) yang diri dari Orang-orang Indonesia asli serta keturunannya yang tidak memasuki golongan rakyat lain, Golongan rakyat yang dulu termasuk golongan lain-lain, lalu masuk dan menyesuaikan hidupnya dengan golongan Indonesia asli.

(4)

Pada Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, terdapat beberapa aturan tentang Kewarganegaraan, yaitu :

1. UU RI No. 3 tahun 1946 tentang Kewarganegaraan Indonesia 2. KMB 27 Desember 1949

3. UU No. 62 tahun 1958 tentang penyelesaian dwi kewarganegaraan antara Indonesia dan RRC

4. UU No. 4 tahun 1969 tentang pencabutan UU No. 2 tahun 1958 dinyatakan tidak berlaku lagi

5. UU No. 3 tahun 1976 tentang perubahan Pasal 18 UU No. 62 tahun 1958

Pada Masa Sekarang Undang-undang yang mengatur tentang kewarganegaraan Indnesia yang baru adalah UU RI no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia.

Hukum positive suatu Negara tidak sama, untuk mempelajarinya (hukum positif) dapat dilihat pada UUD suatu Negara, karena hukum itu merupakan pancaran/kepentingan Negara tersebut.

Mempelajari Hatah yang menjadi objeknya adalah hukum perselisihan yang terjemahan dari conflicten recht sedangkan coalisie recht adalah suatu variasi dari conflicten recht dimana istilah ini di pakai ahli-ahli hukum yang berasal dari hukum perselisihan. Jika terjadi hukum yang berselisih maka dicarilah hukum penunjuk untuk menyelesaikannya. Mengenai istilah ini tidak ada ahli yang sepakat seolah-olah terjadi perselisihan para ahli sehingga diberikan pengertian (definisi) mengenai HATAH ini yaitu: Keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan hukum apa yang berlaku atau apa yang merupakan hukum jika terdapat nya peristiwa-peristiwa antar stetsel hukum (sistim hukum) yang berbeda.

B. Pembagian Hatah

Ruang lingkup Hukum Antar Tata Hukum mencakup Hatah Intern yang terdiri dari Hukum Antar Waktu (HAW), Hukum Antar Tempat (HAT) dan Hukum Antar Golongan (HAG) yang mencakup pula Hukum Antar Agama (HAA) dan Hatah Ekstern yang lebih dikenal dengan istilah Hukum Perdata Internasional.

1. Hatah Intern

Hatah Intern adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stetsel hukum mana yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa antar warga negara adalah satu

(5)

negara, dan memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel serta kaidah- kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan kuasa waktu, tempat, pribadi dan soal-soal.

Jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga Negara dalam suatu Negara memperlihatkan titik pertaliannya dengan stetsel-stelsel dan kaidah- kaidah hukum dalam lingkungan waktu. Hatah Intern meliputi :

a. Hukum Antar Waktu (HAW)

Hukum Antar Waktu adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum menunjukkan stetsel hukum mana yang berlaku/apakah yang merupakan hukum jika hubungan/peristiwa antar Negara memperlihatkan tali pertaliannya dengan stetsel-stelsel hukum dan kaedah hukum yang berbeda dalam lingkungan kekuasaan waktu yang berbeda.

Skema Hatah Intern HAW

W W TT

P P S S

Hukum Antar Waktu (HAW) bukan merupakan masalah spesifik di Indonesia. Hukum Antar Waktu (HAW) terdapat di tiap-tiap sistem hukum di negara-negara di dunia ini. Tiap perundang-undangan baru, baik di bidang perdata maupun pidana mengenal apa yang dinamakan pasal peralihan (Transitory Regulations, Overgangs Bepalingen).

Misalnya seperti dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menentukan bahwa jika terdapat perubahan perundang-undangan, maka akan selalu dipergunakan ketentuan yang paling menguntungkan bagi pihak terdakwa, demikian pula dengan Undang-Undang Perkawinan baru yang mulai berlaku pada 1 Mei 1976, ada peraturan peralihan yang menentukan bahwa untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang yang baru berlaku, yang dijalankan menurut peraturan-peraturan yang lama, merupakan perkawinan yang sah.

b. Hukum Antar Tempat (HAT)

Hukum Antar Tempat adalah keseluruhan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan hukum yang menunjukkan stetsel hukum mana yang berlaku

(6)

atau apakah yang merupakan hukum. Jika hubungan-hubungan peristiwa antar warga Negara dalam satu Negara memperlihatkan pertalian dan stetsel- stetselnya dengan kaedah hukum dalam kuasa setempat dan soal.

Skema : Hatah Intern H A T

WW T T P P

S S

Masalah Hukum Antar Tempat (HAT) tidak terdapat disemua negara.

Indonesia mempunyai masalah-masalah HAT karena adanya daerah-daerah Hukum Adat yang berbeda hingga apabila seseorang yang hidup sehari-hari di bawah Hukum Adat dari lingkungan hukum adat, misalnya Palembang, mengadakan hubungan dengan orang dari lingkungan adat lain, misalnya Sunda, maka terdapatlah persoalan Hukum Antar Tempat (HAT), karena harus menjawab pertanyaan; “hukum manakah yang berlaku untuk hubungan ini?

c. Hukum Antar Golongan/ Agama (HAG/ HAA)

Hukum Antar Golongan/ Agama adalah keseluruhan peraturan-peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum mana yang berlaku/apakah merupakan hukum jika hubungan-hubungan dan peristiwa- peristiwa antara warga negara dalam satu negara satu tempat dan satu waktu tertentu, memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah- kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan kuasa pribadi dan soal-soal.

Skema : Hatah Intern HAG/HAA W W T T P P S S

Hukum yang berlaku untuk golongan tertentu diperlukan apabila orang- orang bertindak keluar dari hukum golongannya. Orang-orang yang berhubungan dengan orang-orang dari lain golongan dinamakan “marginal men”, orang yang hidup dalam aturan dari kebudayaan-kebudayaan masing-masing dan dalam pergaulan hukum antara marginal men, diberlakukan Marginal Law.

(7)

Masalah Hukum Antar Golongan adalah khas untuk Indonesia, namun sebenarnya masalah Hukum Antar Golongan ini terdapat pada negara-negara jajahan dan bekas jajahan serta negara-negara berkembang, dengan adanya Pasal 163 dan 131 IS yang mengatur pembagian golongan dalam masyarakat, maka timbullah persoalan-persoalan tentang hukum yang harus dipakai jika orang dari golongan rakyat yang satu mengadakan hubungan dengan orang dari golongan- golongan rakyat yang lain. Misalnya orang golongan Eropa mengadakan jual-beli dengan orang dari golongan Bumiputera yang kehidupan sehari-harinya berada di bawah hukum adat, maka timbullah persoalan apakah hukum orang Eropa, yaitu BW dan WvK yang harus berlaku ataukah hukum adat bagi orang dari golongan Bumiputera.

Persoalan-persoalan Hukum Antar Agama (HAA) dianggap sebagai bagian dari Hukum Antar Golongan (HAG) karena dikaitkan dengan pribadi seseorang, sama seperti golongan rakyat. Persoalan Agama harus diartikan dalam segi-segi sosialnya dan tidak melulu dari segi keagamaan belaka. Dengan demikian peralihan agama yang mengakibatkan berubahnya hukum, baru dianggap telah terlaksana jika telah terjadi suatu peralihan sosial orang bersangkutan dari golongan agama yang satu kepada golongan agama yang lain. Agama hanya merupakan faktor yang menentukan hukum untuk golongan Bumiputera dan golongan Timur Asing, bukan untuk Tiong Hoa dan Arab.

d. Lingkungan kekuasaan soal-soal/permasalahan.

Karena setiap norma hukum berlaku menurut waktu tertentu, menurut tempat tertentu, menurut orang-orang tertentu juga mengenai soal-soal tertentu.

2. Hatah Ekstern (Hukum Perdata Internasional/ HPI)

Hatah Ekstern adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stetsel-stelsel hukum mana yang berlaku atau apa yang merupakan hukum jika hubungan dan peristiwa antar Negara pada waktu tertentu memperlihatkan titik pertaliannya dengan stetsel dan kaidah hukum dari 2 negara/lebih yang berbeda dari lingkungan kuasa tempat dengan kepribadian dan soal-soal.

Pada HPI ini lebih ditentukan pada perbedaan sistim hukum suatu Negara dengan Negara lain (unsur-unsur asing di dalamnya).

Skema : Hatah Ekstern

(8)

HPI WW

T T P P S S Negara X Negara Y

Hukum Perdata Internasional timbul karena pada dasarnya bagi setiap bangsa dan negara mempunyai kondisi-kondisi khusus serta kebutuhan-kebutuhan yang menimbulkan pluralisme dalam hukum perdata di dunia dan hal inilah yang menimbulkan adanya hukum Perdata Internasional.

Apabila terjadi hubungan-hubungan hukum dimana terdapat unsur asing yang memperlihatkan adanya titik-titik pertalian antara stelsel-stelsel hukum yang berbeda, karena perbedaan Negara/kewarganegaraan, maka timbullah titik pertalian yang dikatakan juga menjadi masalah hukum Perdata Internasional (HPI). Sebagaimana tampak di atas, Hukum Perdata Internasional adalah juga hukum nasional, jadi bukan hukum internasional. Walaupun namanya mengandung kata internasional, sesungguhnya nama Hukum Perdata Internasional itu kurang tepat.

Menurut Sunaryati Hartono, ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam Hukum Perdata Internasional, antara lain :

a. Hukum Perdata Internasional itu tidak hanya mengenai persoalan-persoalan hukum di bidang hukum perdata saja, akan tetapi juga mengenai soal-soal bukan perdata.

b. Ciri khas dari Hukum Perdata Internasional adalah bahwa (dan apabila) di dalam suatu hubungan hukum terdapat unsur-unsur asing, karena unsur asing tersebut terjadi karena pergaulan internasional.

c. Dalam hukum nasional yang akan terbentuk nanti kiranya sangat sukar untuk masih mempertahankan pembedaan dan perbedaan bidang-bidang hukum perdata dan publik.

Dalam menghadapi HPI ini, penentuan hukum mana yang harus diberlakukan jika terjadi 2 stetsel hukum yang berbeda dan hukum mana yang dipilih diantara hukum masing-masing, inilah kerjanya HPI (Hatah Extern). Hubungan antara Hukum Perdata Internasional (HPI) dengan Hukum Internasional:

a. HPI akan berkembang sesuai dan sejalan dengan ramainya pergaulan internasional terutama dibidang pergaulan internasioanl. Karena itu kaedah-

(9)

kaedah HPI tidak boleh bertentangan dengan kaedah hukum internasional yang berlaku.

b. Oleh karena itu HPI menyangkut pergaulan internasional maka bentuk dan isi kaedah-kaedahnya akan terpengaruh oleh corak dan kebutuhan masyarakat internasional dari masa-kemasa.

c. Akibat lain dari keharusan HPI untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan suasana masyarakat internasional adalah adanya keharusan kerjasama internasional melalui organisasi internasional.

d. Adanya kebutuhan kerjasama yang lebih erat antara bangsa sedunia, mengaibatkan banyaknya perjanian internasional sehingga kaedah HPI juga semakin banyak.

e. Peran pemerintahdalam kehidupan pribadi, sehingga yang merupakan privat berlaku dalam hukum publik. Misal: berlakunya asas hukum perdata rebus sic stantibus dalam hukum publik internasional.

f. Hukum internsional membutuhkan HPI agar kaedah-kaedahnya benar-benar berlaku dan ditegaskan dalam lingkungan kekuasaan negara-negara nasional.

Masalah-masalah Hukum Perdata International (HPI) hampir sama dengan Hatah Antar Tempat. Contoh; Seorang laki-laki (lampung) menikah dengan perempuan sunda, ini merupakan masalah HPI dan yang merupakan masalah hukum antar tempat jika terjadi, dan Antara Negara satu dengan Negara lain ini sudah menjadi persoalan HPI. Misalnya Laki-laki Indonesia kawin dengan perempuan Warga negara lain. Kesimpulannya adalah Bahwa HPI ini muncul bila ada konflik antar 2 hukum/lebih yang berlainan dari masing-masing negara/berbeda tetapi berlawanan dengan hukum pidana tidak termasuk HPI.

Berdasarkan asas yang dianut oleh Pidana (Otoriter) siapa yang melakukan perbuatan pidana diwilayah Indonesia akan diberlakukan hukum Indonesia baik untuk orang asing maupun orang Indonesia kecuali pada daerah2 kedutaan yang ada di Indonesia. Contoh; Orang Amerika mencuri di daerah Indonesia, diberlakukan hukum Indonesia tetapi bisa dilakukan kesepakatan untuk diadili/dipakai hukum Amerika di Negara asalnya.

Hukum Perdata Internasional menurut Van Bigkel adalah, Hukum Perdata Internasional adalah hukum nasional yang diperuntukkan untuk international.

Jelaslah bahwa HPI ini bukanlah hukum international tetapi adalah hukum nasional dari setiap Negara yang bersifat international/menyelesaikan perkara nasional yang

(10)

bersifat international. Contoh; Budi menjual kendaraan kepada Ahmad, jika terjadi sengketa, maka dalam hal ini hukum Indonesia yang dipakai, Ahmad menjual mobil kepada Albert (WN Jerman) terjadi sengketa. Menurut hukum Jerman Albert belum cukup umur untuk melakukan perjanjian, maka perjanjian batal, dewasa menurut hukum Jerman 23 tahun di Indonesia 21 tahun, dalam hal ini hukum apa yang dipakai untuk menyelesaikan perkara tersebut?, Ahmad berobat ke Jerman, sesampainya di Jerman dia membuat surat wasiat, tak lama dia meninggal. Apakah surat wasiat itu sah (menurut hukum Jerman) dan sah kah menurut hukum Indonesia?

Apabila ditemukan persoalan-persoalan seperti di atas, diperlukan peranan dari Hukum Perdata Internasional (HPI). Beberapa hal yang berkaitan dengan Ruang Lingkup konsepsi Hukum Perdata Internasional (HPI) antara lain :

a. Konsepsi Sempit

Choice of Law (pilihan hukum), yaitu tugas HPI hanya menentukan hukum manakah yang berlaku, negara yang menganut konsep ini adalah Jerman dan Belanda.

b. Konsepsi Luas

HPI meliputi Choice of Law dan Choice of Jurisdiction yaitu disamping pilihan hukum juga meliputi kompetensi memeriksa dan mengadili dan negara yang menganut konsep ini adalah negara-negara Anglo Saxon terutama Inggris.

c. Konsepsi Lebih Luas

Bahwa disamping Choice of Law dan Choice of Jurisdiction, terdapat pula Conditio des Esrangers (status orang asing). Konsep ini di anut oleh negara- negara latin seperti Italia, Spanyol, dan Amerika Selatan.

d. Konsepsi Paling Luas

Selain Choice of Law, Choice of Jurisdiction, Conditio des Esrangers, termasuk juga nasionalitas, yaitu cara-cara memperoleh kewarganegaraan dan kehilangan kewarganegaraan. Konsep ini dianut oleh Perancis.

Ada 7 langkah dalam menyelesaikan suatu persoalan hukum yang mengandung unsur asing:

1. Menentukan apakah suatu perkara HPI/ bukan, dengan menggunakan Titik Pertalian Primer (TPP)

2. Menentukan kewenangan yuridiksional forum 3. Menentukan titik pertalian sekunder

4. Kualifikasi fakta/kualifikasi hukum

(11)

5. Menentukan kaidah mandiri/kaidah penunjuk untuk menentukan lex causae 6. Memeriksa kembali fakta-fakta dalam perkara dan mencari titik taut sekunder

yang digunakan ke arah lex causae

7. Menyelesaikan perkara dengan menggunakan lex causae

Kualifikasi yaitu melakukan translasi atau penyalinan dari fakta-fakta sehari- hari kedalam istilah-istilah hukum. Kualifikasi terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Kualifikasi hukum

Yaitu penetapan tentang penggolongan atau pembagian seluruh kardah hukum dalam sebuah sistem hukum kedalam pembidangan, pengelompokan dan kategori hukum tertentu.

2. Kualifikasi fakta

Yaitu penggolongan sekumpulan fakta-fakta menjadi satu atau beberapa peristiwa hukum, berdasarkan kaedah hukum yang bersangkutan.

Dalam kualifikasi dikenal beberapa bentuk teori, yaitu sebagai berikut:

1. Teori lex fori

Kualfikasi harus dilakukan berdasarkan hukum dari pengadilan yang mengadili perkara (lex fori) karena sistem kualifikasi adalah bagian dari hukum intern lex fori tersebut.

2. Teori lex cause

Bahwa proses kualifikasi dalam perkara HPI dijalankan sesuai dengan sistem serta ukuran-ukuran dari keseluruhan sistem hukum yang berkaitan dengan perkara.

Terdapat 2 sumber Hukum Perdata Internasional, yaitu:

1. Tertulis (Peraturan perundang-undangan, Traktat)

2. Tidak tertulis (Kebiasaan, Yurisprudensi, Doktrin, Prinsip hukum umum) 3. Sistematika HATAH

1. Hukum Antar Waktu

Hukum antar waktu tidak mempunyai lingkungan kuasa soal-soal tersendiri. Lingkungan kuasa soal-soalnya adalah lingkungan kuasa soal-soal dari stelsel-stelsel hukum yang bersangkutan sendiri, dari stelsel-stelsel hukum homogen atau stelsel hukum heterogen yang bertalian. Dalam hubungan dengan hukum antar tempat dan hukum antar golongan, maka lingkungan kuasa soal-soal dari hukum antar tempat, hukum antar golongan tersebut.

2. Hukum Antar Tempat

(12)

Dalam kaartsysteem daripada Indisch Tijdschrift van het Recht kita temukan pembagian sebagai berikut : Umum (algemeen), Percampuran dengan rakyat otochtoon, Persatuan dengan masyarakat hukum setempat, Hukum kekeluargaan, Hukum warisan, Hukum tanah, Schulden en delichtenrecht, Masalah-masalah hukum.

Pada hukum kekeluargaan dalam sistematika hukum antar tempat dari jurisprudensi Indonesia ini kita temukan antara lain persoalan-persoalan mengenai perkawinan. Hukum tanah merupakan suatu bagian ilmu hukum yang menggambarkan keadaan dan suasana graris dari masyarakat-masyarakat Indonesia. Hukum Adat penuh dengan masalah-masalah hukum tanah.

3. Hukum Antar Golongan/ Agama

Dalam register kartu jurisprudensi Indonesia Tijdschrift van het Recht kita temukan : Umum (algemeen), Kompetensi (hakim Eropa atau hakim Indonesia), Golongan rakyat, Agama, Perubahan status personil, yaitu akibat-akibat hukum daripada gelijkstelling, penundukkan sukarela untuk seluruhnya atau sebagian, perkawinan campuran dan perubahan agama, Pilihan hukum, Hukum kekeluargaan, Hukum warisan, Hukum tanah, Opstal dan tumbuh-tumbuhan, Schulden en delctenrecht, Kontrak kerja, Badan hukum dan yayasan-yayasan, Hukum acara, pembuktian dan pelaksanaan putusan, Masalah-masalah khusus.

(13)

 

 

(14)

BAB  II     TITIK PERTALIAN (AANKNOPINGS PUNTEN)  

A. Pengertian

Pertautan (titik) adalah Hal-hal/keadaan-keadaan yang menyebabkan berlakunya stetsel-stelsel hukum yang berbeda (kongkrit) dan merupakan hal yang sangat berguna bagi hakim. Aanknopings punten adalah suatu titik yang menentukan mana yang harus berlaku dalam hukum konflik. Titik Pertalian merupakan tanda akan adanya persoalan hukum (titik taut pembeda) atau faktor-faktor yang menentukan hukum mana yang berlaku (titik taut penentu). Pada titik pertalian ini apabila Titik Pertalian Primer (TPP) tidak berlaku maka secara otomatis Titik Pertalian Sekunder (TPS) tidak juga bisa diberlakukan. Titik pertalian dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Titik pertalian Primer (pembeda) TPP

Titik pertalian Primer merupakan alat pertama bagi hakim guna melaksanakan hukum, untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan soal hukum antar tata hukum. Titik Pertalian Primer melahirkan atau menciptakan hubungan hukum antar tata hukum, atau biasa disebut dengan istilah titik taut pembeda, titik pertalian inilah yang perlu diketahui terlebih dahulu untuk mengklasifikasikan apakah suatu hubungan hukum termasuk persoalan Hatah atau tidak. Ada beberapa hal yang menjadi Titik Pertalian Primer (faktor yang menyebabkan terjadinya) hubungan Hatah Intern, yaitu:

a. Status Hukum para Pihak/ Subjek Hukum

Pada masa berlakunya Indische Staatblad (IS), penduduk Indonesia terbagi dalam beberapa golongan, yaitu Eropa, Timur Asing dan Bumi Putera dimana mereka tunduk pada hukum yang berbeda untuk masing-masing golongan.

Pembedaan golongan tersebut berakibat pada apabila diantara golongan rakyat mengadakan suatu hubungan hukum, akan lahir persoalan Hatah, yaitu Hukum Antar Golongan (HAG) dan hal inilah yang menjadi faktor titik pertalian primer atau menjadi penyebab timbulnya masalah Hatah adalah golongan rakyat.

Melalui bertemunya para pihak yang berbeda golongan itu mengakibatkan pertemuan beberapa sistem hukum yang berbeda dalam suatu hubungan hukum. Jadi perbedaan golongan rakyat yang menjadi penyebab utama

(15)

lahirnya hubungan Hatah, sedangkan perbedaan sistem adalah akibat dari perbedaan golongan rakyat tersebut.

Contoh; Terjadi jual beli antara golongan Eropa di Indonesia dengan Bumi Putera maka status hukum dari para pihak yang berbeda itu menunjukkan adanya peristiwa jual beli antara golongan dan timbullah masalah HATAH yang disebut Titik Pertalian Primer (TPP) golongan. Misalnya terjadi perkawinan antara WNI Asli dengan WNI Keturunan Asing, maka status hukum yang berbeda dari pihak (pengantin) yang bersangkutan menunjukkan terjadinya peristiwa perkawinan hukum antar golongan.

b. Tanah

Sebelum adanya Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA no. 5 tahun 1960) tanah merupakan titik taut yang sangat penting dengan adanya S 1875-179 antara pemberdaan tanah Eropa dengan tanah karena ttik pertalian primer diketemukan dan diketahui dengan suatu peristiwa hukum Antar Golongan maka tanah juga merupakan faktor penyebab timbulnya Hatah Inter (hukum Antar Golongan) karena tanah mempunyai status hukum tersendiri yang terlepas dari status hukum pemiliknya (asas Hukum Antar Golongan)

Menurut hukum Pertanahan dahulu, seorang pribumi dimungkinkan memiliki tanah dengan status tanah Eropa, disini dapat dilihat bahwa tanah dapat menjadi faktor penyebab timbulnya Hatah, Hubungan hukum antara orang Bumiputera dengan tanahnya merupakan persoalan Hatah karena antara subjek hukum (pemilik tanah) dengan bendanya tunduk kepada hukum yang berbeda.

Seandainya seorang pribumi menjual tanahnya tersebut kepada pribumi lainnya, maka akan lebih jelas lagi persoalan Hatah disini dimana perbuatan jual beli antara orang pribumi harus tunduk pada hukum setempat akan tetapi objek jual beli yaitu tanah tunduk pada hukum Eropa.

c. Pilihan Hukum dalam Hubungan Intern

Apabila terjadi jual beli antara dua orang Indonesia dimana pihak yang satu mewakili sebuah firma, maka adanya pilihan hukum kearah hukum barat. Oleh karena salah satu pihak dapat menyebabkan kita berhadapan dengan suatu peristiwa Hukum Antar Golongan (HAG).

Apabila terjadi suatu perjanjian antara dua orang WNI, maka karena adanya pilihan hukum terdapat dalam suatu perjanjian dan apabila dalam suatu perjanjian dibutuhkan suatu sistem hukum tertentu yang diberlakukan terhadap

(16)

hubungan hukum yang diperjanjikan tersebut, maka hal tersebut merupakan suatu pilihan hukum yang menentukan hukum yang berlaku.

d. Hakim sebagai titik taut mengenai Hukum Acara

Sebelum Perang Pasifik, hakim-hakim di Hindia Belanda mempunyai hukum acara sendiri, sehingga dikenal ada Hakim untuk golongan Eropa (hukum acara yang digunakan tertera dalam Reglement de Rechtvordering dan hakim untuk golongan rakyat Indonesia (hukum acara yang digunakan adalah Herziene Indonesiscg Reglement). Jadi hakim merupakan suatu titik pertautan untuk salah satu Hukum Acara Perdata.

2. Titik Pertalian Sekunder (penentu) TPS

Setelah mengetahui persoalan sebagai timbulnya masalah hukum atau hal-hal dan keadaan-keadaan yang menyebabkan berlakunya suatu stelsel hukum biasa disebut dengan titik taut pembeda, maka diperlukan titik pertalian sekunder yang disebut juga titik-titik pertalian yang menentukan hukum mana yang harus dipilih daripada stelsel-stelsel hukum yang dipertautkan.

Hubungan antara titik-titik pertalian primer dan titik-titik taut primer adalah bahwa tidak mungkin terdapat titik pertalian sekunder tanpa titik pertalian primer.

Misalnya jika tidak ada persoalan hukum antara golongan, maka tidak perlu mencari hukum untuk menentukannya, begitu sebaliknya, tidak mungkin terdapat titik pertalian primer tanpa adanya titik-titik pertalian sekunder. Ada beberapa hal yang menjadi titik pertalian sekunder dalam Hata Intern, antara lain:

a. Maksud daripada Para Pihak

Maksud daripada para pihak untuk menganggap hukum yang tertentu berlaku bagi hubungan hukum di antara mereka, maksud ini dapat dinyatakan dengan tegas dalam perjanjiannya tetapi biasanya para pihak tidak dengan tegas atau secara diam-diam memilih hukum yang harus berlaku bagi hubungan hukum mereka, sehingga maksud ini harus ditarik kesimpulannya oleh hakim. Hal ini meliputi :

1) Pilihan hukum antar golongan, yaitu keinginan para pihak sebagai faktor yang dapat menentukan hukum yang harus berlaku dalam hubungan hukum antar golongan.

2) Bentuk dan isi perjanjian.

3) Sifat daripada hubungan hukum atau kontrak.

b. Milieu

(17)

Hubungan dimana dilangsungkan sesuatu yang dapat merupakan faktor yang menentukan hukum manakah yang harus diberlakukan dalam hubungan antara golongan yang meliputi kebutuhan dari hubungan yang terjadi.

c. Kedudukan masyarakat yang lebih penting dari salah satu pihak.

Oleh karena kedudukan masyarakat yang sama kuat dan jauh melebih dari salah pihak dalam suatu hubungan kontrak, dapat terjadi bahwa pihak ini dengan secara leluasa dapat menetapkan syarat-syarat yang hendak dinyatakan berlaku untuk hubungan bersangkutan.

d. Masuknya salah satu pihak kedalam suasana hukum pihak yang lain Merupakan suatu faktor yang menentukan akan hukum yang berlaku dalam hubungan antar golongan. Hal ini harus disimpulkan dari kenyataan-kenyataan yang harus ditetapkan oleh hakim.

e. Tanah pada perjanjian obligator

Bahwa tanah dapat merupakan suatu titik pertalian sekunder, misalnya pada perjanjian sewa tanah dari sebidang tanah eigendeom antara seorang Indonesia dengan orang Eropa sebagai penyewa, maka hukum yang berlaku adalah hukum Eropa.

B. Titik Pertalian Dalam Hukum Perdata Internasional (HPI)

Titik-titik pertalian dalam Hukum Perdata Internasional adalah bagian terpenting karena terdapat faktor yang menentukan apakah persoalan yang dihadapi termasuk persoalan Hukum Perdata Internasional (HPI) atau bukan. Titik-titik pertalian tersebut adalah titik pertalian primer atau hal-hal dan keadaan-keadaan yang menyebabkan bertautnya stelsel hukum.

1. Titik Pertalian Primer (pembeda) dalam HPI a. Kewarganegaraan

Suatu peristiwa hukum terdapat dua orang yang berbeda kewarganegaraan, contohnya orang Indonesia melakukan perjanjian dengan orang Inggris dalam bidang jual beli komoditi hasil bumi. Orang Indonesia sehari-hari tunduk pada hukum Indoenesia dan orang Inggris tunduk pada hukum Inggris.

b. Bendera Kapal

Dengan bendera kapal, sudah menimbulkan masalah HPI, misalnya ada kapal berbendera Panama dengan pada awaknya adalah WNI dan kapal tersebut berada di wilayah perairan Indonesia.

(18)

c. Domisili

Domisili seseorang merupakan faktor yang dapat menimbulkan HPI, misalnya A dan B yang merupakan warga negara Inggris. A berdomisili di Indonesia sedangkan B berdomisili di Singapura. Ketika A dan B menikah, maka akan timbul masalah HPI atas dasar domisili yang berbeda.

d. Kediaman

Yaitu pengertian de facto dimana seseorang berdiam sebagai tempat kediamannya dan dimana sehari-hari yang bersangkutan bertempat tinggal dan bekerja.

e. Tempat Kedudukan Badan Hukum

Untuk badan hukum perseroan terbatas dan bukan PT. dan tempat kedudukan dapat pula menimbulkan masalah HPI.

2. Titik Pertalian Sekunder (penentu) dalam HPI

Adalah titik pertalian yang menentukan hukum manakah yang berlaku, atau faktor- faktor dan keadaan-keadaan yang menentukan berlakunya suatu sistem hukum tertentu atau biasa disebut dengan titik taut penentu.

Yang dimaksud dengan Titik Pertalian Sekunder dalam HPI adalah:

a. Pilihan Hukum dalam Hubungan Intern

Pilihan hukum dapat menentukan hukum manakah yang akan berlaku untuk menyelesaikan suatu kasus. Contoh: Pedagang WNI dan pedagang Jepang menentukan perjanjian dagang mereka, maka yang berlaku adalah hukum Indonesia

b. Tempat Letaknya Benda

Tempat letak suatu benda merupakan titik taut yang menentukan hukum yang harus diberlakukan (Lex Rae Sitae), berlakunya baik untuk benda bergerak maupun benda tidak bergerak.

c. Tempat Berlangsungnya Perbuatan Hukum

Tempat dilangsungkannya perbuatan hukum atau perjanjian dibuat merupakan faktor yang menentukan hukum mana yang harus diberlakukan.

d. Tempat Dilaksanakannya Perjanjian

Tempat berlangsungnya suatu perjanjian/kontrak merupakan faktor yang menentukan tentang hukum mana yang diberlakukan.

e. Tempat Terjadinya Perbuatan Melanggar Hukum

(19)

Dalam perbuatan melanggar hukum, digunakan teori lex roci delicti commisie yaitu hukum dari tempat dimana perbuatan melanggar hukum dilakukan.

Pemakaian asas tersebut ternyata telah menimbulkan berbagai reaksi karena dianggap terlalu kaku, oleh karena itu dipandang perlu untuk mengadakan pelembutan hukum dan diterima pengaruh dari suasana hukum (milieu) sehingga tidak selalu diterapkan lex locus delictie commisie tetapi mungkin pula dipergunakan hukum nasional dari para pihak yang bersangkutan.

f. Tempat diajukannya Proses Perkara

Tempat diajukannya proses perkara dapat pula merupakan faktor yang menentukan hukum mana yang diberlakukan.

Contoh : WNA yang berada di Indonesia diadukan ke pengadilan karena suatu perkara, maka perkara tersebut diproses berdasarkan hukum Indonesia.

BAB  III   KAIDAH-KAIDAH HUKUM DAN ASAS-ASAS PRAKTEK HUKUM   DALAM HATAH INTERN (DALAM SEJARAH)  

A. Kaidah-Kaidah Hukum 1. Kaidah Penunjuk

Kaidah Penunjuk adalah kaidah-kaidah yang menunjuk kepada sistem hukum tertentu yang harus berlaku dan mengatur atau menyelesaikan peristiwa hukum yang tertentu itu. Hukum Antar Golongan sebagian besar terdiri dari kaidah-kaidah penunjuk ini.

Contoh :

a. Pasal 284 BW mengatakan bahwa pengakuan anak yang tidak sah harus dilakukan menurut hukum Sang Ayah.

b. Kaidah-kaidah perubahan status, seperti kewarganegaraan, Pasal 2 GHR (seorang wanita yang mengadakan perkawinan campuran, mengikuti status hukum suaminya), peleburan dan lain-lainnya.

(20)

c. Pasal 6 ayat (1) GHR, bahwa perkawinan campuran dilaksanakan menurut hukum Sang Suami (kaidah hukum Penunjuk).

2. Kaidah Berdiri Sendiri

Kaidah Berdiri Sendiri merupakan kaidah yang mengatur hubungan Hukum Antar Golongan dengan cara yang berbeda dan dengan cara-cara sistem-sistem hukum yang karena suatu hal, yaitu berhubungan dengan adanya titik-titik taut tertentu yang menyangkut hubungan hukum Antar Golongan itu.

Contoh :

a. Pasal 6 ayat (2) GHR, apabila hukum dari Sang Suami tidak mengenal pejabat nikah, maka kepala adat atau kepala golongan penduduk yang bersangkutan atau kepala kampung melangsungkan perkawinan tersebut dan mendaftarkan kedalam daftar yang modelnya ditentukan oleh Gubernur Jenderal.

b. Pasal 7 ayat (2) GHR, tentang perbedaan agama, kebangsaan maupun pangkat tidak mungkin menjadi penghalang bagi dilangsungkannya perkawinan.

3. Kaidah Pencerminan

Kaidah pencerminan terdapat dalam hukum tertulis yang mencerminkan hukum antar golongan tidak tertulis. Jadi dari kaidah-kaidah pencerminan ini dapat disimpulkan bahwa ada suatu kaidah Hukum Antar Golongan yang tertulis.

Contoh; Pasal 43 ayat (1) S.1939-569 (Ordonansi Indonesische Maatchappi op Aandelen, disingkat IMA) yang memungkinkan penggantian status (omzetting) dari Perseroan Terbatas (PT) dan lain-lain badan hukum Eropa, dimana yang memegang sahamnya semua terdiri dari orang-orang Indonesia, menjadi IMA. Kaidah ini mencerminkan kaidah hukum antar golongan yang tidak tertulis bahwa orang-orang Indonesia dapat mendirikan Perseroan Terbatas (PT) dan lain-lan badan hukum Eropa, dengan catatan bahwa kaidah-kaidah perubahan status sesungguhnya merupakan kaidah-kaidah penunjuk yang tergantung dari pada terjadinya pilihan hukum yang mengakibatkan perubahan status. Perubahan status ini hanya terjadi pada kewarganegaraan, perkawinan campuran, peleburan, dan persatuan.

B. Asas-Asas Dalam Praktek Hukum 1. Teori Umum

(21)

a. Lex Fori yaitu hukum sang hakim yang dijadikan hukum untuk mengatur hubungan hukum antar golongan.

b. Hukum dari pihak tergugat.

c. Hukum dari yang berhutang.

2. Menjiplak dari Hukum Perdata Internasional (sudah tidak digunakan lagi) 3. Asas-asas Yurisprudensi

a. Pengakuan harus dilakukan menurut hukum dari orang yang diakui.

b. Warisan diatur oleh hukum dari orang yang meninggalkan harta.

c. Tanah mempunyai status tersendiri.

d. Hukum atas barang-barang yang dipindahkan mengikuti orang yang bersangkutan.

e. Hukum dari orang yang melakukan pelanggaran hukum (masuk dalam masalah hukum Pidana).

(22)

BAB  IV    PRINSIP KEWARGANEGARAAN DAN PRINSIP DOMISILI  

Menentukan kewarganegaraan setiap negara memberlakukan aturan yang berbeda, namun secara umum terdapat tiga unsur yang seringkali digunakan oleh negara-negara di dunia, antara lain :

1. Unsur Darah Keturunan (Ius Sanguinis)

Kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, prinsip ini berlaku diantaranya di Inggris, Amerika, Perancis, Jepang, dan Indonesia.

2. Unsur Daerah Tempat Kelahiran (Ius Soli)

Daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan, prinsip ini berlaku di Amerika, Inggris, Perancis, dan Indonesia, terkecuali di Jepang.

3. Unsur Pewarganegaraan ( Naturalisasi)

Syarat-syarat atau prosedur pewarganegaraan disesuaikan menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi dan situasi negara masing-masing.

Oleh karena itu pewarganegaraan ini ada yang aktif ada pula yang pasif, pada pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu negara. Sedangkan dalam pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau dijadikan warga negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repuidasi yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.

Pada pembahasan yang lalu telah dibicarakan tentang titik pertalian yang merupakan faktor penyebab timbulnya Hatah (Titik Pertalian Primer/Titik Taut Pembeda) dan faktor yang menentukan hukum yang berlaku terhadap persoalan Hatah (Titik Pertalian Sekunder/Titik Taut Penentu). Diantara Titik Pertalian Primer telah dibicarakan pula tentang Kewarganegaraan dan Domisili yang merupakan suatu faktor yang dapat menjadi penyebab timbulnya persoalan Hatah dalam hal ini Hukum Perdata Internasional.

Masalah-masalah tentang Kewarganegaraan dan Domisili ini merupakan suatu masalah yang penting di dalam Hatah, karena berlakunya suatu ketentuan hukum terhadap seseorang khususnya yang menyangkut status personil ditentukan oleh prinsip yang dianut negara asal orang tersebut. Prinsip tersebut yaitu Kewarganegaraan atau Domisili. Jadi suatu ketentuan hukum berlaku sebagai suatu norma di dalam Hatah tergantung kepada apa warganegara yang

(23)

dianut oleh orang bersangkutan atau dimana domisili orang tersebut, dan ini bergantung pula pada prinsip-prinsip yang dianut oleh negara asal seseorang.

A. Status Personil

Status Personil adalah kondisi/ keadaan suatu pribadi dalam hukum yang diberikan/ diakui oleh negara untuk mengamankan dan melindungi masyarakat dan lembaga-lembaganya. Status Personil meliputi Hak dan Kewajiban, Kemampuan dan Ketidakmampuan bersikap/bertindak dalam hukum.

Contoh; Apabila seorang laki-laki telah terikat dalam suatu perkawinan, maka ia tidak dapat melakukan kedua kalinya tanpa seijin isteri pertamanya (asas monogami dalam perkawinan), ini merupakan status personil dari seorang laki-laki yang terikat dalam suatu perkawinan (keadaan yang diciptakan oleh hukum dan diakui oleh negara).

Demikian pula halnya dengan seorang anak yang belum dewasa dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Hal-hal tersebut merupakan status personil seseorang dimana ketentuan hukum terhadap hal tersebut selalu mengikuti orang yang bersangkutan.

Kemudian bagaimana suatu negara mengatur tentang status personil seseorang/warganegaranya, ini berdasarkan pada dua asas berikut, yaitu :

1. Prinsip Kewarganegaraan/Asas Personalitas/Asas Nasionalitas 2. Prinsip Domisili/Asas Territorial

B. Prinsip Kewarganegaraan

Hukum perdata internasional terdapat yang namanya status personal, yaitu penyelesaian suatu kasus HPI dengan menganut prinsip kewarganegaraan. Status personal adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi dalam hukum yang diberikan/diakui oleh Negara untuk mengamankan dan melindungi lembaga-lembaganya. Status personal ini meliputi hak dan kewajiban, kemampuan dan ketidakmampuan bertindak di bidang hukum, yang unsur-unsurnya tidak dapat berubah atas kemauan pemiliknya. Walaupun terdapat perbedaan tentang status personal ini, pada dasarnya status personal adalah kedudukan hukum seseorang yang umumnya ditentukan oleh hukum dari Negara dimana ia dianggap sah secara permanen .

Menurut Pasal 16 AB, hak-hak, status dan kewenangan seorang warganegara Indonesia, dimanapun berada, dia diatur oleh hukum nasionalnya. Hal ini berarti bahwa bilamana seorang warganegara Indonesia berada di luar negeri, dan disana hendak melakukan suatu tindakan hukum yang terletak di bidang status personil, misalnya dia

(24)

hendak menikah, mengangkat anak, merubah nama dan sebagainya, maka baginya berlaku hukum nasional Indonesia.

Beberapa alasan yang Pro kewarganegaraan adalah bahwa:

1. Prinsip ini cocok untuk perasaan hukum nasional dari warganegara tertentu, lebih cocok lagi bagi warga negara yang bersangkutan

2. Lebih permanen dari hukum domisili, karena prinsip kewarganegaraan lebih tetap dari pada prinsip domisili dimana kewarganegaraan tidak demikian mudah diubah- ubah seperti domisili, sedangkan status personil memerlukan stabilitas sebanyak mungkin

3. Prinsip kewarganegaraan membawa kepastian lebih banyak:

a. pengertian kewarganegaraan lebih mudah diketahui daripada domisili seseorang, karena adanya peraturan tentang kewarganegaraan yang lebih pasti dari negara yang bersangkutan.

b. Ditetapkan cara-cara memperoleh kewarganegaraan suatu Negara

Prinsip Kewarganegaraan, dimana hukum personil seseorang adalah hukum nasionalnya, yakni hukum ditentukan oleh kewarganegaraannya dan setiap warganegara tetap tunduk pada hukum nasional negaranya dimanapun dia berada dan kemanapun dia pergi.

Negara-negara yang menganut Prinsip Kewarganegaraan ini antara lain adalah : 1. Perancis dan negara-negara bekas jajahannya, Italia dan negara-negara bekas

jajahannya, Belanda dan negara-negara bekas jajahannya termasuk Indonesia.

Indonesia sampai saat ini masih menganut prinsip Kewarganegaraan.

2. Belgia, Luxember, Spanyol, Swedia, Turki, Iran, Monaco, Rumania, Bulgaria, Finlandia, Jerman, Yunani, Hungaria, Portugal, RRC dan Jepang

3. Costa Rica, Cuba, Republik Dominika, Equador, Haiti, Mexico, Venezuela (negara- negara Amerika Latin)

Prinsip umum tentang kewarganegaraan adalah :

1. Asas kelahiran (ius soli), yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahiran.

Contoh: Ada orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak berkewarganegaraan X.

2. Asas keturunan (ius sanguins), kewarganegaraan berdasarkan keturunan daripada orang yang bersangkutan.

Contoh: Ada orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak berkewarganegaran Y.

(25)

Dwi kewarganegaraan (bipartide) adalah orang dapat memiliki dua kewarganegaraan (bipatride) atau lebih dari dua kewarganegaraan. Bipartide timbul karena dianutnya berbagai asas yang berbeda dalam peraturan kewarganegaraan. Apabila suatu negara menganut asas kelahiran dan negara lain menganut asas keturunan.

Contoh: orang tua A Cina (ius sanguins) (tinggal di indonesia lebih dari 20 tahun) maka menurut undang-undang kewarganegaraan dianggap sebagai warganegara melahirkan di Indonesia, maka anaknya punya dua kewarganegaraan. Cara mencegah bipartide dapat dilakukan dengan melakukan perjanjian bilateral, misalnya antara Indonesia dengan Cina. Undang-Undang No.2 tahun 1958 dimana dalam waktu 20 hari sejak (20-1-1960 s/d 10-1-1962) orang yang berstatus dwi kewarganegaraan harus memilih salah satu dan melepaskan yang lain.

Apartide adalah orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Contoh:

terjadinya pencabutan kewarganegaraan, kelahiran anak dengan orang tua ius solli di negara ius sanguins. Apartide dapat terjadi karena orang tua menganut ius solli, melahirkan anak di negara yang menganut ius sanguins, maka anak yang dilahirkan apartide. Cara mencegah dapat dilakukan dengan menggunakan titik taut pengganti untuk menentukan kewarganegaraan yang digunakan sebagai faktor yang menentukan hukum yang harus diperlukan. Pemakaian hukum domisili atau kediaman, dan pemakaian kewarganegaraan terakhir.

C. Prinsip Domisili

Pada dasarnya yang disebut dengan prinsip domisili adalah Negara atau tempat menetap yang menurut hukum dianggap sebagai pusat kehidupan seseorang (centre of his life). Pengertian hukum domisili ini sesungguhnya berasal dari hukum Inggris.

Hukum domisili ini didasarkan pada kediaman permanen seseorang .

Prinsip Domisili lebih memperhatikan wilayah/territorial berlakunya suatu hukum, yakni hukum negara yang menyangkut status personil hanya berlaku bagi warganya dan di wilayah negara yang bersangkutan, di luar negara tersebut, yang berlaku adalah hukum dimana seseorang itu berdomisili.

Semua hubungan bagi orang-orang yang berkenaan dengan soal-soal tentang perseorangan, kekeluargaan, warisan secara singkat disebut “Status Personil” yang ditentukan oleh Domisilinya.

Negara-negara yang menganut Prinsip Domisili antara lain terdiri dari : 1. Semua negara-negara Anglo Saxon yang menganut sistem Common Law.

(26)

2. Scotlandia, Afrika Selatan, Denmark, Norwegia, Swiss dan negara-negara Amerika Latih seperti Argentina, Brazil, Guatemala, Nicaragua, Paraguay.

Alasan negara-negara tersebut memilih untuk menganut Prinsip Domisili adalah sebagai berikut :

1. Dalam prinsip Domisili, hukum yang berlaku adalah hukum tempat yang bersangkutan sehari-harinya itu berada, dimana sesungguhnya orang itu hidup, maksudnya wajar apabila hukum dan tempat itulah yang dipakai untuk menentukan status personilnya.

2. Prinsip Kewarganegaraan tidak selalui membawa kepastian hukum dan oleh karena itu sering harus dibantu oleh Prinsip Domisili.

3. Prinsip Domisili adalah prinsip yang sangat cocok untuk diterapkan di negara yang memiliki sistem hukum Plural.

4. Prinsip Domisili mempercepat proses adaptasi dan asimilasi bagi para imigran, dengan demikian dapat dicegah kelompok-kelompak orang asing yang secara ekslusif mempertahankan hubungan kelompok dengan negara.

5. Prinsip Domisili sering sama dengan hukum Sang Hakim, diajukannya suatu perkara di hadapan hakim dari tempat tinggal para pihak tergugat merupakan pegangan utama untuk menentukan kompetensi yurisdiksi Hakim.

Macam-macam domisili menurut hukum Inggris, dikenal dengan tiga macam domisili, yaitu :

1. Domicile of origin. Pada konsep domisili ini, setiap orang memperoleh domicile of origin nya pada waktu kelahirannya. Yaitu Negara dimana ayahnya berdomisili pada saat ia dilahirkan.

2. Domicile of Choice. Untuk memperoleh domisili ini, menurut system hukum Inggris diharuskan untuk memenuhi persyaratan, yaitu:

a. Kemampuan (capacity) b. Tempat kediaman (residence) c. Hasrat (intention)

3. Domicile by Operation of The Law. Domisili ini adalah domisili yang dimiliki orang-orang yang tergantung pada domisili orang lain (dependent).

Sisi lain yang pantas mendapat perhatian adalah apa yang dinamakan doctrine of revival. Menurut doktrin ini, apabila seseorang telah melepaskan domisili semula, tetapi tidak memperoleh domisili yang lainnya, maka domicile of origin-nya lah yang hidup kembali.

(27)

D. Prinsip Yang Sebaiknya Dianut Oleh Indonesia

Menurut Sudargo Gautama, Indonesia sebaiknya mempergunakan Prinsip Domisili dengan beberapa alasan sebagai berikut :

1. Praktis, dengan pemakaian Prinsip Domisili dapat mempersempit keberlakuan hukum asing, sedangkan pemakaian Prinsip Kewarganegaraan memiliki konseksuensi memperluas/memperbesar pemberlakuan hukum asing.

2. Dalam acara berperkara di pengadilan Indonesia, lazimnya dipergunakan BW/KUHPerdata saja untuk semua orang baik golongan Eropa maupun Timur Asing tanpa memperhatikan lebih jauh apakah yang bersangkutan berstatus warganegara Indonesia atau bukan.

3. Bahwa di Indonesia belum mempunyai bahan-bahan bacaan yang cukup untuk mengetahui hukum asing dengan baik.

4. Di Indonesia saat ini terdapat banyak pluralisme hukum.

5. Indonesia terletak dalam lingkungan negara-negara tetangga yang menganut prinsip Domisili.

Jika diadakan penimbangan terhadap argumentasi pro dan kontra, kiranya dapat dikemukakan bahwa prinsip domisili akan memperlihatkan lebih banyak manfaat praktis bagi sistem Hukum Perdata Internasional Indonesia daripada prinsip nasionalitas. Jika prinsip nasionalitas akan dipertahankan terus, maka sebaiknya diadakan perlunakan melalui kombinasi tertentu dengan prinsip domisili. Misalnya dapat ditentukan bahwa prinsip kewarganegaraan berlaku terus bagi orang-orang asing yang berada di Indonesia, selama mereka tidak lebih dari dua tahun berdiam di Indonesia. Selama kurun waktu tersebut mereka masih mempergunakan status personil, namun apabila mereka menetap di Indonesia sudah melewati masa dua tahun tersebut, maka baginya diberlakukan hukum domisili.

(28)

BAB  V     PILIHAN HUKUM  

Pilihan Hukum berarti, Para pihak dalam suatu kontrak bebas untuk melakukan pilihan, mereka dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka. Para pihak dapat memilih hukum tertentu. Mereka hanya bebas untuk memilih ,tetapi mereka tidak bebas untuk menentukan sendiri perundang-undangan nya. Pilihan hukum sudah diterima secara luas, yang menjadi persoalan adalah batas-batas daripada wewenang untuk memilih hukum ini, Pilihan hukum hanya boleh dilakukan sepanjang tidak melanggar apa yang dikenal sebagai “ketertiban umum. Pembatasan pilihan hukum ialah bahwa pilihan hukum hanya boleh dilangsungkan mengenai bidang hukum kontrak dan juga di sini tidak semua bidang kontrak dapat dilakukan, tetapi ada pengecualiannya seperti misalnya kontrak kerja.

Pilihan hukum ini dibatasi hanya dalam lapangan hukum kehartabendaan saja dan tidak dalam hukum keluarga. Demikian pula dalam pilihan hukum tidak boleh melanggar ketertiban umum ataupun kebijakan publik (public policy) suatu negara.

Asas-asas yang berkaitan dengan kontrak : Pacta Sunt Servanda; Kebebasan berkontrak; Itikad baik para pihak; Konsensus. Di dalam pilihan hukum hanya dilakukan terhadap suatu kontrak, berarti hukum yang sudah dipilih oleh para pihak merupakan hukum yang harus diberlakukan (The Proper Law of Contract/ PLOC). Kontrak yang tidak dapat dilakukan pilihan hukum antara lain: Kontrak kerja internasional; Jual beli senjata.Kegen mengatakan bahwa kepentingan umum berkaitan dengan hal-hal yang tidak dapat disentuh dari ketentuan-ketentuan Lex Fori sehingga menyebabkan ketentuan asing yang seharusnya diberlakukan tetapi tidak dapat diberlakukan karena bertentangan dengan asas-asas HPI Lex Fori. Menurut Sunaryo Hartono mengatakan bahwa, sukar untuk memberikan rumusan apa yang dimaksudkan dengan ketertiban umum, karena hal tersebut berhubungan dengan waktu, tempat dan falsafah negara yang bersangkutan. Sedangkan Gautama mengatakan bahwa, lembaga kepentingan umum haruslah berfungsi sebagai rem darurat dalam suatu kereta api yang tidak boleh dipergunakan setiap saat. Karena kalau digunakan setiap saat akan mengganggu pergaulan internasional.

Dengan demikian, apakah suatu sistem hukum asing yang seharusnya diberlakukan dalam menyelesaikan masalah HPI harus selalu dipergunakan ? Jawaban-nya tidak, hukum asing tidak selalu dipakai, apabila bertentangan dengan kepentingan umum dari hukum si forum. Berdasarkan asas tradisional, fungsi dari kepentingan umum, ada dua macam yaitu :

(29)

1. Fungsi positip yakni untuk menjaga agar hukum tertentu dari forum tetap diberlakukan, tidak dikesampingkan sebagai akibat penentuan dari hukum asing yang diberlakukan yaitu untuk menghindarkan pemberlakuan dari aturan-aturan hukum asing tersebut akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran dari asas-asas HPI forum.

2. Fungsi negatif.

Pertanyaan : Apakah hubungan antara Fraus Legis dan Hak-hak yang diperoleh? Apakah perbedaan antara Fraus Legis dan Ketertiban Umum?

Baik pada penyelundupan hukum dan kepentingan umum tetap memakai Hukum Lex Fori dengan mengesampingkan hukum asing.

Fraus Legis bertentangan dengan hak-hak yang diperoleh dengan mengesamping-kan Lex Fori. Perbedaan Fraus Legis dan Kepentingan Umum : pada Fraus Legis seharusnya hukum asing diberlakukan tetapi karena penyelundupan hukum maka tidak dipakai, dan hukum asing tersebut tetap dapat dipakai terhadap perbuatan-perbuatan lain yang bukan penyelundupan hukum. Sedangkan pada Kepentingan Umum, hukum asing yang harus diberlakukan tidak boleh diberlakukan karena bertentangan dengan Lex Fori. Fraus Legis adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghindarkan pemberlakuan sistem hukum tertentu yang seharusnya berlaku, sehingga dengan dilakukannya perbuatan tersebut baginya diberlakukan hukum lain dari yang seharusnya berlaku. Di Perancis, berlaku suatu Asas Fraus Legis Omnia Corrumpit, artinya suatu perbuatan yang merupakan penyelundupan hukum mengakibatkan perbuatan hukum tersebut secara keseluruhan tidak berlaku atau tidak sah.

Beberapa persoalan yang masih dihadapi dalam pilihan hukum a. Seberapa jauh hal-hal yang di perkenankan dalam Pilihan Hukum ?

Pada pokoknya para pihak memang bebas untuk melakukan pilihan hukum yang mereka kehendaki, akan tetapi kebebasan ini bukan berarti boleh sewenang-wenang dan pilihan hukum hanya boleh dilakukan sepanjang tidak melanggar apa yang dikenal dengan ketertiban umum serta tidak menjelma menjadi penyelundupan hukum.

b. Apakah segala macam hukum boleh dipilih atau pilihan ini hanya dibatasi pada sistem- sistem hukum tertentu yakni yang memiliki hubungan riil dengan kontrak bersangkutan.

c. Apakah sifat hukum sebenarnya dalam Pilihan Hukum ?

Penunjukan hukum yang dipilih adalah menunjuk hukum kepada hukum intern dari sistem hukum yang bersangkutan

d. Apakah para pihak boleh memilih lebih dari satu pilihan hukum ?

Memang dalam prakteknya sering ditemukan adanya lebih dari satu pilihan hukum.

(30)

e. Apakah para pihak dapat melakukan pilihan hukum setelah terjadi suatu perkara ?

Persoalan ini dikenal sebagai persoalan pilihan hukum kemudian. Kemudian juga merupakan persoalan apakah pilihan hukum yang dilakukan dapat dirubah kemudia dan apakah yang akan merupakan hukum jika hukum yang telah dipilih kemudian berubah.

Macam-macam pilihan hukum dalam Hatah Ekstern

Pilihan hukum hanya dapat dilakukan terhadap kelompok Sachnormen dari suatu sistem hukum tertentu, bukan ke arah Kollisionorm. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya Renvoi. Suatu pilihan hukum hanya dapat dilakukan untuk mengatur hak dan kewajiban yang timbul di dalam suatu kontrak, bukan untuk mengatur validitas pembentukan dari suatu perjanjian. Suatu pilihan hukum hanya dilakukan terhadap arah suatu sistem hukum yang berkaitan secara substansial dari kontrak tersebut, misalnya: kewarganegaraan, pusat administrasi, dan sebagainya. Macam-macam pilihan hukum :

a. Pilihan hukum secara tegas, hukum yang dipilih untuk mengatur hak dan kewajiban yang dilakukan dinyatakan secara tegas dalam kontrak. Dalam hal ini terdapat kepastian hukum para pihak perihal hukum mana yang diberlakukan jika terjadi sengketa.

b. Pilihan hukum secara diam-diam : hukum yang dipilih oleh mereka, dapat hakim simpulkan dari sikap mereka di dalam bentuk dan isi kontrak yang mereka buat.

Contoh : Bahwa isi kontrak berdasarkan Pasal 1338 BW. Hakim melihat adanya kata

“BW” menunjukkan sistem hukum yang menggunakan BW., Dalam klausule kontrak para pihak bersepakat bahwa mereka memilih domisili kantor kepaniteraan Pengadilan Negeri X, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dikehendaki para pihak secara diam-diam supaya hukum dari negara X yang diberlakukan.

c. Pilihan hukum secara dianggap berlaku : suatu bentuk pilihan hukum yang dilakukan terhadap suatu perbuatan tertentu dari suatu sistem hukum tertentu sehingga mereka para pihak dianggap memilih suatu pilihan hukum tertentu. Para pelaksana hukum dengan melihat kontrak menganggap bahwa para pihak memilih hukum tertentu, hukum berdasarkan dugaan Hakim, yang dikenal dengan istilah Preasmtio iuris suatu Recht tsvoermoeden. Contoh : perjanjian bagi hasil yang pembayarannya dengan cek. Perjanjian bagi hasil pada umumnya tunduk pada hukum adat, namun pembayarannya dengan “cek”

dianggap mereka memilih sistem hukum yang pembayarannya dengan cek.

d. Pilihan hukum secara hypothetisch: pada pilihan hukum ini, para pihak justru tidak melakukan pilihan hukum terhadap suatu sistem hukum tertentu melainkan hakimlah yang melakukan pilihan hukum dalam rangka menyelesaikan sengketa yang terjadi di dalam suatu kontrak.

(31)
(32)

BAB  VI     TEORI-TEORI UMUM YANG BERLAKU  DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI)  

A. Renvoi

Apabila sistem hukum perdata internasional suatu negara menunjuk berlakunya suatu sistem hukum asing, maka akan mengakibatkan timbulnya Renoi. Renvoi ini dapat terjadi terhadap peristiwa yang menyangkut status personil, dimana hal-hal yang menyangkut status personil tergantung pada prinsip kewarganegaraan atau domisili.

Renvoi merupakan penunjukan kembali sistem hukum yang harus berlaku bagi suatu peristiwa hukum, misalnya berdasarkan kaidah hukum perdata internasional negara X harus berlaku hukum negara Y (seluruh sistem negara Y termasuk kaidah-kaidah hukum perdata internasionalnya), apabila kaidah hukum perdata internasional negara Y ini menunjuk kembali hukum negara X maka terjadilah Renvoi dalam hal ini dinamakan partial or single renvoi

Kata penunjukkan dari penunjukkan kembali mempunyai pengertian:

1. Penunjukkan yang dimaksud ke arah kaidah-kaidah hukum intern (sachnormen) saja dari suatu sistem hukum tertentu disebut: sachnormverweisung. (Hukum intern saja- hukum asing).

2. Penunjukkan yang diarahkan ke sistem hukum asing, termasuk kaedah-kaedah HPIdari sistem hukum asing tersebut: gesamtverweisung. (Kaidah intern + HPI).

Macam-Macam Renvoi:

1. Penunjukkan kembali (simple renvoi/ remission renvoi). Yaitu penunjukkan oleh kaedah HPI asing kembali ke arah lex fori.

2. Penunjukkan lebih lanjut (minimal 3 hukum asing). Yaitu kaedah HPI asing yang telah ditunjuk oleh lex fori bisa menunjuk kembali ke arah lex fori tapi menunjuk lebih lanjut ke arah sistem hukum asing lain.

Dapat pula dikatakan bahwa suatu negara menerima renvoi apabila hukum perdata internasionalnya dalam menunjuk hukum asing mencakup pula kaidah-kaidah hukum perdata internasional negara asing tersebut. Sedangkan apabila kaidah hukum perdata internasional suatu negara dalam menunjuk hukum asing hanya terbatas menunjuk pada hukum intern nya, maka negara tersebut dikatakan menolak Renvoi.

Contoh Renvoi atau penunjukan kembali.

(33)

Apabila seorang warga Inggris yang berdomisili di Indonesia harus ditentukan apakah ia sudah dewasa atau belum, atau dia hendak menikah, maka menurut HPI Indonesia berdasarkan Pasal 16 AB harus dipakai hukum Inggris, dengan kata lain perkataan kaidah HPI Indonesia menunjuk kepada hukum Inggris dan hukum Inggris menunjuk kembali kepada hukum Indonesia, karena menurut HPI Inggris yang harus dipakai untuk status personil yaitu domisili dari seseorang. Oleh karena itu domisili orang Inggris bersangkutan adalah di Indonesia, maka hukum Indonesia lah yang harus diberlakukan Contoh Renvoi penunjukan lebih jauh

Seorang paman dan saudara sepupu perempuan yang keduanya berkewarganegaraan Swiss, tinggal di Moskow (Rusia) dan mereka menikah disana. Sebelum melangsungkan perkawinan tersebut mereka telah minta penjelasan baik dari instansi Rusia maupun dari instansi Swiss apakah perkawinan mereka diperbolehkan. Kedua instansi ini baik dari Rusia maupun dari Swiss, tidak melihat adanya suatu keberatan. Karena menurut HPI Rusia, perkawinan harus dilangsungkan menurut hukum Rusia (Rusia menganut prinsip territorial. Jadi berlaku lex loci celebrations). Sedangkan menurut ketentuan HPI (ekstern) Swiss, perkawinan ini dilangsungkan menurut hukum Rusia (bahwa suatu perkawinan yang dilakukan di luar negeri menurut hukum yang berlaku disana dianggap sah menurut hukum Swiss. Menurut hukum intern Swiss perkawinan antara seorang paman dan saudara sepupu perempuan dilarang, apabila dilangsungkan di negara Swiss, tetapi karena perkawinannya dilangsungkan di Rusia, maka perkawinan tidak dilarang.

Dengan demikian akan berlaku hukum Rusia yang tidak mengenal larangan perkawinan antara paman dengan saudara sepupunya Ini , maka perkawinan yang bersangkutan baik menurut hukum Rusia maupun menurut HPI Rusia dan HPI Swiss sah adanya. Kemudian para mempelai pindah ke Hamburg (Jerman), disini timbul percekcokan hingga perempuan mengajukan gugatan untuk perceraian. Sedangkan pihak paman mengajukan pembatalan perkawinan.

Forum yang berwenang

Pengadilan mana yang berwenang mengadili kasus ini? yaitu pengadilan Jerman karena sesuai dengan prinsip actor sequitor forum rei yaitu gugatan diajukan ke pengadilan, tempat dimana tergugat bertempat tinggal, karena tergugat bertenpat tinggal di Hamburg, maka forum yang berwenang harus di tempat tinggal tergugat

Titik taut primer yang menciptakan hubungan HPI dalam kasus ini yang merupakan titik taut primer harus dilihat/ditinjau dari pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa ini. Menurut pandangan PN Hamburg perkara ini adalah perkara

(34)

HPI karena ada unsur asingnya yaitu pihak penggugat dan tergugat berkewarganegaraan Swiss. Titik taut sekunder dan Renvoi, sesuai dengan prinsip Jerman yang kewarganegaraan maka hukum Jerman merenvoi ke hukum Swiis, ternyata Swiss yang menganut prinsip domisili merenvoi lagi ke penunjukan lebih jauh ke Rusia tempat dimana perkawinan itu dilangsungkan, dan menurut hukum Rusia perkawinan tersebut sah adanya (menjawab persoalan pendahuluan juga), kemudian Kualifikasi adalah penyalinan fakta sehari-hari kedalam istilah-istilah hukum, ini adalah permasalahan hukum tentang orang yaitu tentang gugat cerai, Vested right yakni seseorang yang sudah mendapatkan hak–hak nya yang diperoleh maka negara-negara harus menghormatinya/mengakui nya. Seperti status sebagai istri.

Asas-asas HPI

1. Lex Rei Sitae ( Lex Situs ) yakni hukum yang berlaku atas suatu benda adalah hukum dari tempat dimana benda itu terletak atau berada → bias benda bergerak, berwujud, atau tak berwujud.

2. Lex Loci Contractus yaitu terhadap perjanjian yang bersifat HPI berlaku kaidah hukum dari tempat pembuatan perjanjian/ tempat dimana perjanjian ditandatangani.

3. Lex Loci Solutionis yaitu hukum yang berlaku adalah tempat dimana isi perjanjian dilaksanakan.

4. Lex Loci Celebrationis yaitu hukum yang berlaku bagi sebuah perkawinan adalah sesuai dengan hukum tempat perkawinan itu dilangsungkan

5. Lex Domicile yakni hukum yang berlaku adalah tempat seseorang berkediaman tetap/permanent home.

6. Lex Patriae yaitu hukum yang berlaku adalah dari tempat seseorang berkewarganegaraan.

7. Lex Loci Forum yaitu hukum yang berlaku adalah tempat perbuatan resmi dilakukan. Perbuatan resmi adalah pendaftaran tanah, kapal dan gugatan perkara itu diajukan dan perbuatan hukum yang diajukan.

8. Asas choice of law ( pilihan hukum ): hukum yang berlaku adalah hukum yang dipilih berdasarkan para pihak.

Masalah renvoi timbul karena adanya aneka warna sistem HPI yang berbeda pada masing-masing negara, terutama sekali berhubungan pada status personil seseorang berdasarkan prinsip domisili dan nasionalitas. Masalah renvoi juga memiliki hubungan yang erat dengan persoalan kwalifikasi. Adapun pertanyaan yang timbul kemudian adalah “Apakah HPI itu merupakan hukum yang sifatnya supra nasional atau yang

(35)

nasional?”. Jika dianggap sebagai hukum yang sifatnya supra nasional, maka renvoi tidak dapat digunakan karena kaidah HPI semacam itu memiliki kekuatan hukum yang tidak menghiraukan pembuat undang-undang untuk mengoper atau menolak renvoi. Jika kaidah-kaidah HPI semacam ini berasal dari tata tertib hukum yang lebih tinggi daripada tata tertib pembuat undang-undang nasional, maka HPI yang bersifat supra nasionalah yang berlaku.

Berkenaan dengan renvoi, tidak semua penulis setuju dengan adanya renvoi dengan beberapa alasan, yaitu:

1. Renvoi dianggap tidak logis, hal ini didasarkan pada suatu penunjukan kembali secara terus menerus, maka yang ada adalah suatu permasalahan yang menggantung karena tidak ada pihak yang mau menanganinya dan terus saling melakukan suatu penunjukkan kembali. Pendapat kalangan penulis yang menolak renvoi ini lantas dibantah oleh pihak yang pro renvoi dengan alasan bahwa baik yang menerima atau yang menolak dua-duanya secara selogis mungkin. Pada kenyataannya tidak akan ditemui adanya suatu penujukkan tiada akhir melainkan hanya ada satu kali renvoi/

penujukkan kembali.

2. Renvoi merupakan penyerahan kedaulatan legislatif. Menurut pandangan yang kontra dengan renvoi, menurut Cheshire dan Meyers, dengan adanya suatu renvoi, maka seolah-olah kaidah-kaidah hakim itu sendiri yang dikorbankan terhadap suatu hukum asing yang kemudian dianggap berlaku. Sementara itu, pendapat ini dibantah dengan alasan kaidah yang digunakan oleh hakim itu bukan dari sembarang kaidah negara asing, dengan arti hanya sebatas kaidah HPI saja dimana yang menunjuk penggunaannya adalah sang hakim itu sendiri sehingga secara tidak langsung, yang berlaku adalah HPI negaranya sendiri dan bukan HPI dari negara asing.

3. Renvoi membawa ketidak pastian hukum. Jika renvoi diterima, maka yang ada kemudian adalah penyelesaian HPI itu yang samar-samar, tidak kokoh dan tidak stabil sebagai hukum. Akan tetapi menurut kubu yang pro renvoi mangatakan bahwa justru jika tidak ada renvoi, maka yang ada adalah ketidakpastian itu sendiri.

Sementara itu, alasan-alasan yang digunakan oleh para penulis yang pro dengan adanya renvoi adalah sebagai berikut:

1. Renvoi memberikan keuntungan praktis. Jika sebuah renvoi itu diterima, maka hukum intern sendiri dari sang hakim yang akan digunakan dan tentunya hal ini akan memberikan keuntungan praktis bagi hakim.

Referensi

Dokumen terkait

performance features yang digunakan pada final debat NUDC Regional Jawa 2016, untuk menyelidiki seberapa sering performance features terjadi, dan untuk menemukan makna

³%DKZD SHUOX GLDGDNDQ Undang-Undangtentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan sehingga khalayak ramai dilindungi terhadap tiruan barang-barang yang memakai suatu

Disini masyarakat dan panitia menyiapkan tenda dan mencari air untuk mengaliri sawah yang akan dipakai untuk pacuan jawi, kerjasama antar pemilik Jawi dan pemilik jawi

Kesulitan yang dialami siswa ini, tentu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain; (1) faktor pendekatan pembelajaran, pendekatan pembelajaran yang digunakan

Munir sebenarnya akan melanjutkan study S2 di Univeritas Utrecht, Belanda dan dalam kronologi kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut disebutkan bahwa menjelang memasuki pintu

Dari hasil pengamatan rata-rata suhu terendah dan angka kejadian hipotermi kami dapatkan bahwa suhu tubuh pasien akan. semakin turun seiring dengan per.ialanan

Kedua, merupakan jenis lain dalam cara reproduksi untuk ragam hias ini dapat kita perhatian yang tiap bagian merupakan suatu kelompok dan merupakan himpunan untuk pola

Para penghuni panti selain lebih lanjut usia, mereka lebih rendah pendidikannya, dan lebih banyak yang tidak bekerja; hal ini dapat berarti bahwa mereka yang relatif lebih muda dan