KABUPATEN TANGGAMUS
(Skripsi)
Oleh
HUDA NUR AINI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
ANALISIS PENDAPATAN DAN RISIKO USAHATANI KUBIS
(
Brassica oleracea
) PADA LAHAN KERING DAN LAHAN
SAWAH TADAH HUJAN DI KECAMATAN GISTING
KABUPATEN TANGGAMUS
Oleh
HUDA NUR AINI
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji: (1) perbandingan produktivitas dan
pendapatan usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan, (2)
risiko usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan, (3) perilaku
petani terhadap risiko usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah
hujan, dan (4) pengaruh risiko dan pendapatan usahatani serta faktor lainnya
terhadap perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada lahan kering dan
lahan sawah tadah hujan.
Penelitian ini dilakukan pada dua desa, yaitu Desa Gisting Atas dan Desa
Campang Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Lokasi penelitian
ditentukan secara sengaja. Responden terdiri dari petani kubis yang dipilih secara
acak dengan responden sebanyak 44 petani lahan kering dan 31 petani lahan
sawah tadah hujan dengan total responden sebanyak 75 petani. Tujuan pertama
dianalisis menggunakan uji beda produktivitas dan pendapatan. Tujuan kedua
dianalisis menggunakan uji beda koefisien variasi. Tujuan ketiga menggunakan
Teknik Bernoulli dan Neuman Morgenstern, dan tujuan keempat dianalisis dengan
regresi
binary logit
.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) produktivitas dan pendapatan usahatani
kubis pada lahan sawah tadah hujan lebih besar dibandingkan pada lahan kering,
(2) risiko usahatani kubis pada lahan kering lebih besar dibandingkan pada lahan
sawah tadah hujan, (3) 93,18 persen petani pada lahan kering berperilaku netral
dan 6,82 persen berperilaku enggan, sedangkan pada lahan sawah tadah hujan
sebesar 41,94 persen petani berperilaku netral dan 58,06 persen petani berperilaku
enggan terhadap risiko. Selain itu, tidak ditemukan petani yang berani terhadap
risiko baik pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan, dan (4) faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada lahan
kering dan lahan sawah tadah hujan adalah pendapatan usahatani, luas lahan,
umur petani, pengalaman usahatani, jumlah tanggungan keluarga, dan jenis lahan.
ABSTRACT
THE INCOME AND RISK ANALYSIS OF CABBAGE FARMING
ON DRIED LAND AND RAINFED FIELD IN GISTING
SUBDISTRICT OF TANGGAMUS REGENCY
By
HUDA NUR AINI
The research aims to assess: (1) the comparative productivity and income of
cabbage on dried land and rainfed field, (2) the level of risk of cabbage farming
on dried land and rainfed field, (3) the behavior of farmers against the risk of
cabbage farming on dried land and rainfed field, and (4) the impact of incomes,
risks and the other factors on the behavior of farmers against the risk of cabbage
farming on dried land and rainfed field.
The research was conducted in two villages. There are Campang Village and
Gisting Atas Village, Gisting Subdistrict of Tanggamus Regency. This location is
chosen purposively. Respondents are cabbage farmers were taken by simple
random sampling with 44 dried land farmers and 31 rainfed field farmers with
total respondent were 75 farmers. The first goal was analyzed using different test
of productivity and income. The second goal was analyzed using different test of
coefficient variation. The third goal using Bernoulli and Neumann Morgenstern
Techniques, and the fourth goal was analyzed by binary logit regression.
The finding showed that: (1) productivity and income of cabbage farm in rainfed
field is greater than dried land, (2) risk of cabbage on dried land farming is greater
than rainfed field, ( 3) 93,18 percent of farmers in dried land are neutral in their
behavior and 6,82 percent of farmers are not brave enough to take risks, whereas
the farmers in the rainfed field of 41,94 percent are neutral and 58,06 percent of
farmers are reluctant to take risks. Moreover, there is no farmers behave dare to
risk on dried land and in the rainfed field, (4) the factors that influence farmers'
behavior towards risk of cabbage farming on dried land and rainfed field are farm
income, land area, age of the farmer, the experience of farm, the number of
dependents, and the type of land.
KABUPATEN TANGGAMUS
Oleh
HUDA NUR AINI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Gisting Atas, pada tanggal 15 Desember
1992 dari pasangan Sukarman Dianto (Alm) dan Mulyati
(Alm). Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SD
N 3 Gisting Atas Kecamatan Gisting pada tahun 2004,
tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP
Muhammadiyah 1 Gisting pada tahun 2007, tingkat
Sekolah Menengah Atas di SMA Muhammadiyah 1 Gisting pada tahun 2010, dan
memasuki kuliah di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Program Studi
Agribisnis pada tahun 2010 dengan jalur SNMPTN.
Dalam kegiatan kemahasiswaan, penulis pernah menjadi anggota Himpunan
Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Himaseperta) Universitas Lampung
periode 2012/2013. Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten
Dosen pada mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi (PIE), Manajemen Strategi, dan
Usahatani.
Pada Februari 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Way Tuba Kecamatan Way Tuba Kabupaten Way Kanan selama 40 hari. Pada
tahun yang sama penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Great Giant
SANWACANA
Bismillahirohmanirrahim,
Alhamdullilahirobbil‘alamin,
segala puji bagi Allah SWT, atas segala curahan
rahmat dan karunia NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat beriring salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW teladan bagi seluruh umat manusia, semoga kelak kita mendapatkan
syafaatnya.
Banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta
saran-saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini, yang berjudul “Analisis
Pendapatan dan Risiko Usahatani Kubis pada Lahan Kering dan Lahan
Sawah Tadah Hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus”. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S. sebagai Pembimbing Pertama
sekaligus Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (Agribisnis) Fakultas
Pertanian Universitas Lampung atas ketulusan hati, bimbingan, dukungan,
dan nasihat yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi.
2.
Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S., selaku Pembimbing Kedua yang
telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran serta dukungan kepada
4.
Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing Akademik, atas
dukungan dan sarannya selama ini.
5.
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
6.
Teruntuk Alm. Ayah dan Ibu tercinta, yang selalu mengiringi langkah dan
mendoakan ku dari surga. Terima kasih atas segala limpahan cinta dan kasih
sayang, tulus ikhlas membesarkan dan mendidikku dengan penuh kesabaran.
Adikku tersayang Ulvi Azizah, motivator terbesarku saat ini. Kesuksesanku
kelak kupersembahkan untuk kalian.
7.
Keluarga besar Tarmidzi dan keluarga besar Setro Kono, nenek, pak poh,
bude, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per-satu, terimakasih telah
menggantikan peran kedua orangtua ku dan senantiasa memberi dukungan.
8.
Bapak Camat wilayah Gisting beserta staf, Bapak Kepala Desa beserta
perangkat Desa Campang dan Gisting Atas, Bapak Supartiman, yang telah
membantu penulis selama proses penelitian di lapangan.
9.
Terimakasih M. Ogi Arief Affandi yang selalu memberikan dukungan,
semangat dan motivasi di setiap langkah penulis, serta sahabat-sahabat
terbaikku Jenny Permasih, Nita Oktami, Vanessa, Meita Sari dan Tyas
Sekartiara, terimakasih atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya selama
ini.
10.
Rekan-rekan seperjuangan Agribisnis 2010 Novita, Vina, Wida, Neno, Septa,
dan kebersamaannya selama ini. Semoga kelak kesuksesan menyertai kita
semua, Amiiiin.
11.
Atu dan kiyai Agribisnis 2007, 2008 dan 2009, adinda Agribisnis 2011, 2012
dan 2013 atas dukungan dan bantuan kepada penulis.
12.
Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Agribisnis (Mb Ai, Mb iin, Mas
Kardi, Mas Boim, Mas Bukhari) atas semua bantuan yang telah diberikan.
13.
Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Dengan segala
kekurangan yang ada, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Mohon maaf atas segala kesalahan selama proses penulisan skripsi
ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang
telah diberikan. Amin.
Bandar Lampung, 12 Agustus 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...
i
DAFTAR TABEL ...
vi
DAFTAR GAMBAR ...
ix
I.
PENDAHULUAN ...
1
A.
Latar Belakang ...
1
B.
Tujuan Penelitian ...
13
C.
Kegunaan Penelitian ...
14
II.
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS ...
15
A.
Tinjauan Pustaka ...
15
1.
Budidaya Tanaman Kubis ...
15
2.
Usahatani Kubis Lahan Kering dan Lahan Sawah Tadah
Hujan ...
18
3.
Konsep Usahatani ...
22
4.
Pendapatan Usahatani ...
24
5.
Risiko Usahatani ...
26
6.
Perilaku Petani terhadap Risiko ...
29
7.
Faktor-faktor yang Menpengaruhi Perilaku Petani terhadap
Risiko ...
33
8.
Kajian Penelitian terdahulu ...
35
B.
Kerangka Pemikiran ...
39
C.
Hipotesis ...
43
III.
METODE PENELITIAN ...
45
A.
Konsep Dasar dan Batasan Operasional ...
45
B.
Metode, Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian ...
50
C.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ...
52
1.
Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Kubis ...
53
2.
Risiko Usahatani Kubis ...
57
3.
Perilaku Petani terhadap Risiko ...
61
4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani terhadap
Risiko ...
65
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ...
70
A.
Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus ...
70
B.
Keadaan Umum Kecamatan Gisting ...
72
C.
Keadaan Umum Desa Gisting Atas dan Desa Campang ...
75
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...
80
A.
Keadaan Umum Responden ...
80
1.
Umur Responden ...
80
2.
Tingkat Pendidikan ...
81
3.
Pengalaman Berusahatani ...
82
4.
Jumlah Tanggungan Keluarga ...
83
5.
Pekerjaan Sampingan ...
84
6.
Luas Lahan Garapan dan Status Kepemilikan Lahan ...
86
7.
Pola Tanam ...
88
B.
Analisis Usahatani Kubis ...
89
1.
Penggunaan Sarana Produksi ...
89
a)
Penggunaan Benih ...
89
b)
Penggunaan Pupuk ...
91
c)
Penggunaan Pestisida ...
93
d)
Penggunaan Tenaga Kerja ...
94
e)
Penggunaan Peralatan ...
97
2.
Produksi dan Penerimaan ...
98
3.
Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Kubis ...
100
C.
Analisis Risiko Usahatani Kubis ...
107
1.
Risiko Produksi ...
113
2.
Risiko Harga ...
115
3.
Risiko Pendapatan ...
117
D.
Perilaku Petani terhadap Risiko Usahatani Kubis ...
121
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...
133
A.
Kesimpulan ...
133
B.
Saran ...
134
DAFTAR PUSTAKA ...
135
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Perkembangan produksi sayuran di Indonesia tahun 2008-2012 ...
3
2.
Kandungan nilai gizi dalam 100 gram kubis ...
4
3.
Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman
kubis di Provinsi Lampung tahun 2008-2012 ...
5
4.
Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis menurut
kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2012 ...
6
5.
Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis di
Kabupaten Tanggamus tahun 2011 ...
10
6.
Penelitian terdahulu ...
36
7.
Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis di
Kecamatan Gisting tahun 2011...
51
8.
Skala utilitas dan nilai rupiah dari CE ...
64
9.
Sebaran penduduk di Kecamatan Gisting menurut jenis kelamin
tahun 2012 ...
73
10.
Luas wilayah menurut jenis penggunaan lahan di Kecamatan Gisting
tahun 2012 ...
74
11.
Luas lahan, produksi, dan produktivitas komoditas yang diusahakan
di Kecamatan Gisting tahun 2012 ...
75
12.
Penggunaan lahan di Desa Desa Gisting Atas dan Desa Campang
tahun 2012 ...
77
13.
Sarana prasarana perekonomian di Desa Desa Gisting Atas dan Desa
15.
Sebaran petani berdasarkan tingkat pendidikan pada lahan kering
dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting tahun 2014 ...
82
16.
Sebaran petani berdasarkan pengalaman berusahatani pada lahan
kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting
tahun 2014 ...
83
17.
Sebaran petani berdasarkan jumlah tanggungan keluarga pada lahan
kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting
tahun 2014 ...
84
18.
Sebaran petani berdasarkan pekerjaan sampingan pada lahan kering
dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting tahun 2014 ...
85
19.
Sebaran petani berdasarkan luas lahan dan status kepemilikan lahan
pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan
Gisting tahun 2014 ...
87
20.
Penggunaan pupuk dalam kegiatan usahatani kubis pada lahan kering
dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting tahun 2014 ...
91
21.
Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani kubis pada lahan
kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Tahun
2014 ...
95
22.
Nilai penyusutan peralatan dalam kegiatan usahatani kubis pada
lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting
tahun 2014 ...
98
23.
Rata-rata produksi, harga, dan penerimaan kubis pada lahan kering
dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting tahun 2014 ...
99
24.
Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C usahatani kubis
pada lahan kering di Desa Gisting Atas Kecamatan Gisting
tahun 2014 ...
102
25.
Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C usahatani kubis
pada lahan sawah tadah hujan di Desa Gisting Atas Kecamatan
Gisting tahun 2014 ...
103
26.
Uji hipotesis perbandingan produktivitas dan pendapatan usahatani
28.
Perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada lahan kering
dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting tahun 2014 ...
122
29.
Hasil regresi
binary logit
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Fluktuasi produktivitas tanaman kubis di Provinsi Lampung
tahun 2008-2012 ...
7
2.
Fluktuasi harga kubis di Kabupaten Tanggamus tahun 2013 ...
8
3.
Bentuk fungsi utilitas ...
31
4.
Alur kerangka pikir analisis pendapatan dan risiko usahatani kubis
pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan
Gisting Kabupaten Tanggamus ...
44
5.
Skema penentuan
Certainly Equivalent
(CE) ...
63
6.
Pola tanam usahatani kubis pada lahan kering ...
88
7.
Pola tanam usahatani kubis pada lahan sawah tadah hujan ...
89
8.
Fluktuasi produksi tanaman kubis per hektar selama 5 musim
tanam terakhir pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan ...
110
9.
Fluktuasi harga yang diterima petani kubis selama 5 musim tanam
terakhir pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan ...
111
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan
penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya penduduk dan tenaga kerja di Indonesia yang
hidup dan bekerja di sektor pertanian. Badan Pusat Statistik (2013a)
mencatat sebanyak 35,04 persen penduduk bekerja di sektor pertanian, 21,76
persen di sektor perdagangan,12,96 persen di sektor industri dan sebesar
30,23 persen bekerja di sektor lain seperti sektor jasa, keuangan, transportasi,
dan lain sebagainya.
Secara geografis, Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dengan
curah hujan dan cahaya matahari yang sangat menunjang bagi pertumbuhan
tanaman. Hal ini membuat negara Indonesia mempunyai karakteristik
sebagai negara agraris, sehingga mempunyai potensi sumberdaya alam yang
sangat besar. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki dapat dilihat dari
kekayaan melimpah yang dimiliki Indonesia terutama dalam sektor pertanian.
Salah satu subsektor yang memiliki kontribusi cukup tinggi bagi pertanian di
sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2013a, jumlah rumah tangga yang
bekerja pada subsektor hortikultura mencapai 10,6 juta rumah tangga atau
sebesar 16,87 persen. Besarnya jumlah rumah tangga pada subsektor
hortikultura menunjukkan bahwa subsektor ini berperan strategis dalam
mensejahterakan masyarakat.
Komoditas hortikultura antara lain terdiri atas tanaman buah-buahan, sayuran,
tanaman hias dan tanaman obat-obatan. Buah-buahan memiliki rataan
pertumbuhan sebesar 0,14 persen setiap tahun, sebesar 5,54 persen adalah
rataan pertumbuhan tanaman sayuran, 5,78 persen adalah tanaman hias dan
tanaman obat-obatan memiliki rataan pertumbuhan sebesar 7,69 persen
(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012). Salah satu komoditas hortikultura
yang saat ini banyak dibudidayakan yaitu tanaman sayuran. Pertumbuhan
rataan tanaman sayuran menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi
tanaman sayuran di Indonesia setiap tahunnya.
Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman sayuran unggulan yang diproduksi
di berbagai wilayah. Produksi tanaman sayuran di Indonesia sangat
berfluktuasi, terdapat beberapa jenis sayuran mengalami peningkatan
produksi, tetapi ada pula sayuran yang mengalami penurunan produksi setiap
tahunnya. Perkembangan produksi sayuran di Indonesia selama kurun waktu
Tabel 1. Perkembangan produksi sayuran di Indonesia tahun 2008-2012
N o.
Komoditas
Tahun 2008
(ton)
2009 (ton)
2010 (ton)
2011 (ton)
2012 (ton)
∆
(%) 1 Bawang Merah 853.615 965.164 1.048.934 893.124 964.195 2,37 2 Bawang Putih 12.339 15.419 12.295 14.749 17.630 6,89 3 Bawang Daun 547.743 15.419 541.374 526.774 596.805 -86,57 4 Kentang 1.071.543 1.176.304 1.060.805 955.488 1.094.232 -0,08
5 Kubis 1.323.702 1.358.113 1.385.044 1.363.741 1.450.037 2,22
6 Kembang Kol 109.497 96.038 101.205 113.491 135.824 4,59 7 Petsai/Sawi 565.636 562.838 583.770 580.969 594.911 1,24 8 Wortel 367.111 358.014 403.827 526.917 465.527 4,74 9 Lobak 48.376 29.759 32.381 27.279 39.048 -10,76 10 Kacang Merah 115.817 110.051 116.397 92.508 93.409 -6,16 11 Kacang Panjang 455.524 483.793 489.449 458.307 455.562 -0,10 12 Cabe Besar 695.707 787.433 807.160 888.852 954.310 7,54 13 Cabe Rawit 457.353 591.294 521.704 594.227 702.214 9,22 14 Paprika 2.114 4.462 5.533 13.068 8.610 19,47 15 Jamur 43.047 38.465 61.376 45.854 40.886 -5,15 16 Tomat 725.973 853.061 891.616 954.046 893.463 4,75 17 Terung 427.166 451.564 482.305 519.481 518.787 4,70 18 Buncis 266.551 290.993 336.494 334.659 322.097 4,37 19 Mentimun 540.122 583.139 547.141 521.535 511.485 -1,52 20 Labu Siam 394.386 321.023 369.846 428.197 428.061 0,99 21 Kangkung 323.757 360.992 350.879 355.466 320.093 -0,58 22 Bayam 163.817 173.750 152.334 160.513 155.070 -1,69 23 Melinjo 213.536 221.097 214.355 217.524 224.333 1,19 24 Petai 230.654 183.679 139.927 218.625 216.194 -5,49 25 Jengkol 80.008 62.475 50.235 65.830 62.189 -8,65
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013b.
Salah satu jenis tanaman sayuran yang banyak dibudidayakan adalah tanaman
kubis. Tabel 1 menunjukkan bahwa tanaman kubis di Indonesia mempunyai
jumlah produksi yang paling tinggi di antara tanaman sayuran yang lain.
Produksi tanaman kubis hampir setiap tahun mengalami peningkatan, kecuali
pada tahun 2010 dimana produksi kubis mengalami sedikit penurunan yaitu
sebesar 0,005 persen. Pertumbuhan tanaman kubis dari tahun 2008 sampai
Tanaman kubis atau kol (
Brassica oleracea
) adalah sayuran yang termasuk
jenis
Brassica
atau
cruciferous family
. Sayuran ini dapat tumbuh di beberapa
jenis tanah, tetapi tumbuh baik terutama di tanah yang subur, semakin subur
tanah, semakin cepat tumbuhnya.
Kubis merupakan sayuran ekonomis dan serbaguna yang mudah ditemukan
dan memberikan nilai gizi yang sangat besar. Sayuran ini bisa dimakan
mentah atau dimasak, tetapi sering ditambahkan ke sup atau rebusan. Selain
digunakan dalam berbagai hidangan, kubis juga memberikan banyak manfaat
kesehatan. Kubis kaya akan fitonutrien dan berbagai vitamin seperti vitamin
A, B, dan C. Ini semua adalah antioksidan alami, yang membantu mencegah
kanker dan penyakit jantung, mencegah radikal bebas dan lain sebagainya
(Cahyono, 1995). Kandungan nilai gizi pada kubis dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nilai gizi dalam 100 gram kubis.
Zat Gizi
Jumlah
Energi (kkal)
24,00
Protein (g)
1,40
Lemak (g)
0,20
Karbohidrat (g)
5,30
Kalsium (mg)
46,00
Phospor (mg)
31,00
Zat Besi (mg)
0,50
Vitamin A
(μg)
10,00
Vitamin B (mg)
0,10
Vitamin C (mg)
50,00
Selenium
(μg)
1,43
Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang menghasilkan tanaman
kubis. Ditinjau dari segi wilayahnya, Provinsi Lampung merupakan wilayah
yang memungkinkan untuk mengembangkan tanaman kubis. Perkembangan
luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis di Provinsi Lampung
tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman
kubis di Provinsi Lampung tahun 2008-2012
Tahun
Luas panen
(ha)
∆
(%)
Produksi
(ton)
∆
(%)
Produktivitas
(ton/ha)
∆
(%)
2008
1.026
-
22.840
-
22,26
-
2009
1.096
6,39
17.023
- 34,17
15,53
- 43,34
2010
1.036
-5,79
16.265
-4,66
15,70
1,08
2011
726
- 42,70
14.656
- 10,98
20,19
22,24
2012
696
- 4,31
13.803
- 6,18
19,83
- 1,82
Rata
–
rata
- 11,60
- 14,00
- 5,46
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013c.
Dilihat dari Tabel 3 tampak bahwa luas panen tanaman kubis cenderung
mengalami penurunan dari tahun 2009-2012. Peningkatan luas panen hanya
terjadi pada tahun 2008 ke 2009. Menurunnya luas areal tanaman kubis
mengakibatkan produksi tanaman kubis juga menurun. Penurunan luas areal
dan produksi tanaman kubis menyebabkan produktivitas tanaman kubis
cenderung mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dimana dari tahun 2008
sampai 2012 perkembangan produktivitas adalah -5,46 persen.
Kapubaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung
yang masyarakatnya membudidayakan tanaman kubis. Produksi tanaman
kubis di Provinsi Lampung dihasilkan oleh dua kabupaten yang ada di
Tanggamus. Saat ini Kabupaten Lampung Barat masih mempunyai luas
panen, produksi, dan produktivitas lebih tinggi dibandingkan Kabupaten
Tanggamus. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman kubis di
Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis menurut
kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2012.
No
Kabupaten
Luas Panen
(ha)
Produksi
(ton)
Produktivitas
(ton/ha)
1
Lampung Barat
469
10.158
21,66
2
Tanggamus
227
3.635
16,01
Lampung
696
13.803
19,83
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013c.
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa Kabupaten Tanggamus mempunyai
produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Lampung
Barat. Produksi tanaman kubis berbanding lurus dengan luas panen pada
masing-masing kabupaten. Kabupaten Tanggamus mempunyai luas panen
lebih kecil dibandingkan dengan luas panen di Kabupaten Lampung Barat,
sehingga produksinya juga lebih sedikit.
Produktivitas tanaman kubis di Kabupaten Tanggamus sangat rendah jika
dibandingkan dengan produktivitas tanaman kubis di Kabupaten Lampung
Barat. Hal ini mengindikasikan adanya masalah dalam kegiatan budidaya
tanaman kubis di Kabupaten Tanggamus. Menurut Kurniati (2012), masalah
produksi berkenaan dengan sifat usahatani yang selalu tergantung pada alam
didukung faktor risiko yang menyebabkan tingginya peluang-peluang untuk
terjadinya kegagalan produksi , sehingga berakumulasi pada risiko rendahnya
Risiko yang dihadapi petani kubis dapat berupa risiko hasil atau risiko
produksi dan risiko harga jual produksi. Risiko hasil/produksi ditimbulkan
antara lain karena adanya serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca/alam,
pasokan air yang bermasalah, dan variasi input yang digunakan. Kondisi
alam sangat berpengaruh terhadap variasi hasil, misalnya dengan kondisi
curah hujan yang sangat besar ataupun curah hujan yang sangat kecil, bisa
menimbulkan gagal panen. Keadaan cuaca yang tidak dapat diprediksi ini
seringkali menjadi penyebab turunnya produksi dan produktivitas tanaman
kubis yang dihasilkan oleh petani. Di Provinsi Lampung, produktivitas
tanaman kubis mengalami fluktuasi dari tahun 2008 sampai 2012. Fluktuasi
produktivitas tanaman kubis dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Fluktuasi produktivitas tanaman kubis di Provinsi Lampung
tahun 2008-2012
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013c.
22,2615,53
15,7
20,19 19,83
0
5
10
15
20
25
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
P
ro
d
u
k
tiv
itas
Dilihat dari Gambar 1, produktivitas tanaman kubis di Provinsi Lampung
mengalami penurunan yang cukup besar pada tahun 2009, yakni sebesar
30,23 persen. Pada tahun berikutnya, produktivitas tanaman kubis mulai
mengalami peningkatan, tetapi kembali mengalami penurunan sebesar 1,78
persen pada tahun 2012.
Selain risiko hasil/produksi, risiko harga jual juga merupakan risiko yang
harus dihadapi oleh petani kubis. Fluktuasi produktivitas tanaman kubis akan
mengakibatkan terjadinya fluktuasi harga baik di tingkat produsen maupun
konsumen. Hal ini merupakan risiko yang harus dihadapi petani sebagai
produsen dari tanaman kubis. Fluktuasi harga kubis di Kabupaten
Tanggamus tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Fluktuasi harga kubis di Kabupaten Tanggamus tahun 2013
Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2014
30002250 2075
2300 2750
3500
2700
1750 2450
1800 3250
3000
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Har
g
a
d
i tin
g
k
at
p
etan
i
Gambar 2 merupakan rata-rata harga tanaman kubis selama tahun 2013 pada
tingkat produsen atau harga yang langsung diterima oleh petani. Dari
gambar, dapat diketahui bahwa harga kubis sangat berfluktuasi setiap
bulannya. Harga terendah pada Tahun 2013 adalah pada bulan Agustus
dimana harga sebesar Rp 1.750,00, namun pada bulan berikutnya harga
berangsur-angsur naik. Peningkatan harga yang cukup siginfikan adalah pada
bulan november, dimana terjadi peningkatan harga dari Rp 1.800,00 menjadi
Rp 3.250,00. Peningkatan harga ini diakibatkan oleh penurunan produksi
tanaman kubis.
Penurunan produksi tanaman kubis berkaitan dengan adanya risiko dalam
budidaya tanaman kubis yakni berupa risiko produksi. Masalah risiko
diakibatkan oleh ketidakmampuan petani untuk memprediksi tentang apa
yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Iklim dan kondisi alam yang
tidak dapat diprediksi, mudah berubah, dan tidak dapat dikendalikan
merupakan masalah yang harus dihadapi petani. Risiko tersebut akan
mempengaruhi produksi tanaman yang dihasilkan, sehingga akan
berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diterima oleh petani.
Kecamatan Gisting merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Tanggamus yang masyarakatnya membudidayakan tanaman kubis pada
kegiatan usahataninya. Produksi tanaman kubis di Kecamatan Gisting
merupakan produksi yang paling tinggi dibandingkan dengan kecamatan yang
tanaman kubis. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis di
Kabupaten Tanggamus dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis di Kabupaten
Tanggamus tahun 2011
No
Kecamatan
Luas Panen
(ha)
Produksi
(ton)
Produktivitas
(ton/ha)
1
Ulu Belu
9
113
12,56
2
Gisting
122
2.804
22,98
3
Gunung Alip
2
25
12,50
4
Sumberejo
94
1.409
14,98
Jumlah
227
4.351
19,17
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012
Tabel 5 menunjukkan luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kubis
di Kabupaten Tanggamus. Kecamatan Gisting merupakan kecamatan yang
mempunyai produksi tanaman kubis tertinggi di Kabupaten Tanggamus,
dimana hampir 50 persen produksi tanaman kubis di Kabupaten Tanggamus
berasal dari Kecamatan Gisting.
Produktivitas tanaman kubis di Kecamatan Gisting adalah sebesar 22,98 ton
per hektar. Menurut Cahyono (1995), jika pemeliharaan kubis dilakukan
secara intensif, maka produktivitas potensial tanaman kubis dapat mencapai
40-60 ton per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa produksi tanaman kubis
yang dihasilkan oleh petani kubis di Kecamatan Gisting masih tergolong
rendah.
Produktivitas hasil pertanian sangat ditentukan oleh jumlah kombinasi
faktor-faktor produksi yang digunakan, salah satunya yaitu lahan. Lahan atau tanah
merupakan faktor produksi yang penting karena lahan merupakan tempat
Di Kecamatan Gisting, kegiatan usahatani kubis dilakukan pada tipe lahan
sawah dan lahan kering. Penggunaan lahan yang berbeda akan mendapatkan
risiko yang juga berbeda. Hal ini dikarenakan kedua jenis lahan ini memiliki
kesuburan tanah yang berbeda, sehingga produktivitas yang dihasilkan dari
kegiatan usahatani kubis yang dilakukan juga berbeda. Hasil usahatani kubis
pada kedua jenis lahan ini juga dipengaruhi berbagai kombinasi input yang
digunakan selama proses produksi, seperti penggunaan benih, jumlah pupuk
dan pestisida yang diaplikasikan serta tenaga kerja selama proses produksi
berlangsung. Dengan kombinasi input yang serasi dan disesuaikan dengan
keadaan lahan dalam proses produksinya, diharapkan petani akan
memperoleh produksi yang maksimal, sehingga pendapatan yang diterima
petani juga maksimal.
Besarnya risiko yang diterima petani dengan penggunaan lahan yang berbeda
perlu diketahui, karena risiko akan mempengaruhi hasil yang akan diterima
oleh petani. Apabila biaya usahatani yang dikeluarkan, penerimaan dan
pendapatan petani dapat diketahui, maka besarnya peluang risiko yang akan
dihadapi petani untuk usahatani kubis pada kedua lahan juga akan dapat
diperkirakan. Selanjutnya, risiko dan ketidakpastian yang akan dihadapi
petani harus dapat diatasi agar kerugian dapat diminimalisasikan. Oleh
karena itu, petani harus mengetahui seberapa besar risiko usahatani yang
dihadapi dalam melakukan budidaya tanaman kubis baik pada lahan kering
Perbedaan lahan dalam budidaya tanaman kubis di Kecamatan Gisting akan
memperoleh produksi dan hasil yang berbeda, sehingga perlu diketahui
perbandingan pendapatan usahatani kubis pada kedua jenis lahan ini. Selain
perbedaan pendapatan, perbedaan risiko pada kedua jenis lahan ini juga perlu
diketahui, karena risiko yang dihadapi petani akan berbeda mengingat kedua
lahan ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga dalam kegiatan
budidaya kubis yang dilakukan juga akan berbeda. Dalam mengahadapi
risiko, petani kubis dapat berperilaku berani, netral dan enggan terhadap
risiko. Pada dasarnya tidak ada satu pun petani yang berani mengambil risiko
tanpa mengharapkaan hasil yang lebih besar. Hal tersebut bergantung pada
sikap dan perilaku individu yang juga dipengaruhi oleh keadaan
lingkungannya. Faktor-faktor sosial ekonomi seperti umur, pendidikan dan
pengalaman usahatani serta faktor sosial lainnya dapat mempengaruhi
perilaku petani dalam menghadapi risiko.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah
sebagai berikut:
1)
Bagaimana perbandingan produktivitas dan pendapatan usahatani kubis
pada tipe lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan
Gisting Kabupaten Tanggamus?
2)
Bagaimana tingkat risiko usahatani kubis pada tipe lahan kering dan
lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus?
3)
Bagaimana perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada tipe
lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting
4)
Bagaimana pengaruh risiko dan pendapatan usahatani serta faktor lainnya
terhadap perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada tipe lahan
kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten
Tanggamus?
B.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1)
Mengkaji perbandingan produktivitas dan pendapatan usahatani kubis
pada tipe lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan
Gisting Kabupaten Tanggamus.
2)
Mengkaji tingkat risiko usahatani kubis pada tipe lahan kering dan lahan
sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.
3)
Mengetahui perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada tipe
lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting
Kabupaten Tanggamus.
4)
Mengkaji pengaruh risiko dan pendapatan usahatani serta faktor lainnya
terhadap perilaku petani terhadap risiko usahatani kubis pada tipe lahan
kering dan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Gisting Kabupaten
C.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1)
Petani, sebagai bahan masukan dalam pengelolaan usahatani kubis dan
perencanaan usahatani pada musim tanam selanjutnya.
2)
Pemerintah dan instansi terkait sebagai bahan informasi dalam
merumuskan kebijakan sebagai usaha peningkatan produksi dan
pengembangan usahatani kubis.
3)
Peneliti lainnya sebagai bahan pertimbangan dan informasi untuk peneliti
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A.
Tinjauan Pustaka
1.
Budidaya Tanaman Kubis
Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang
pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein dan
karbohidrat. Salah satu komoditas hortikultura adalah kubis.
Kubis segar
mengandung banyak vitamin yaitu vitamin C, vitamin A, vitamin B1 serta
mineral, kalsium, kalium, klor, fosfor, sodium, dan sulfur. Jenis sayuran ini
tidak saja akrab menjadi hidangan sayuran orang Indonesia, tetapi juga oleh
warga Cina Singapura, bahkan rata-rata konsumsinya mencapai 40 gram per
hari atau tiga kali lebih tinggi daripada orang Amerika
(Wibisono, 2011).
Kubis yang dibudidayakan di Indonesia ada dua jenis, yaitu Jenis semusim
(
annual type
) dan jenis dwi musim (
biennial type
). Tanaman kubis
mampu tumbuh dan berkembang pada berbagai jenis tanah, namun
demikian kubis akan tumbuh optimum bila ditanam pada tanah yang kaya
bahan organik. Kubis menghendaki persyaratan tumbuh yang sesuai,
terutama kesesuaian tanah tempat tumbuh dan iklim yang menunjang
keasaman dan salinitas tanah. Kubis dapat tumbuh dengan baik di tanah
Kubis dapat ditanam dari benih atau stek. Benih atau stek dapat langsung
ditanam di lapangan atau disemai terlebih dahulu. Umumnya petani
melakukan penyemaian terlebih dahulu, untuk mempermudah perawatan.
Menurut Pracaya (2005), penyemaian benih tanaman kubis juga dapat
memperkecil risiko kematian bila dibandingkan dengan menanam benih
langsung ke lahan.
Dalam penanaman tanaman kubis di lapang, ada tiga hal penting yang
harus diperhatikan yaitu jarak tanam, cara tanam dan saat tanam. Sebelum
penanaman dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengolahan tanah yang
merupakan tindakan pembalikan, pemotongan, penghancuran, dan
perataan tanah. Menurut Siswanto, Sudarman, dan Kusumo (1995)
pengolahan tanah bertujuan mengubah struktur tanah yang semula padat
menjadi gembur sehingga sesuai untuk perkembangan akar tanaman,
menstabilkan peredaran air, peredaran udara, dan suhu di dalam tanah.
Penyulaman, penyiraman, penyiangan, pembumbunan, pemupukan dan
pengendalian hama penyakit merupakan kegiatan yang dilakukan dalam
pemeliharaan tanaman kubis. Pupuk yang digunakan dalam budidaya
tanaman kubis berupa pupuk organik dan pupuk buatan. Pupuk buatan
berupa urea 100 kg, ZA 250 kg, SP-36 250 kg dan KCl 200 kg per hektar.
Untuk tiap tanaman diperlukan urea sebanyak 4 gram, ZA 9 gram, SP-36 9
gram dan KCl 7 gram. Pengaplikasian pertama dilakukan sebelum
tanaman sebagai pupuk dasar yaitu pupuk organik 10 gram, setengah dosis
gram). Sisa pupuk N (Urea 2 gram dan ZA 4,5 gram) diberikan pada saat
tanaman berumur 4 minggu (Musriati, 2013). Pengendalian hama dan
penyakit juga dapat dilakukan dengan pengaplikasian pestisida. Untuk
pencegahan, penyemprotan dilakukan sebelum hama menyerang tanaman
atau secara rutin 1-2 minggu sekali dengan dosis ringan. Untuk
penanggulangan, penyemprotan dilakukan sedini mungkin dengan dosis
tepat, agar hama dapat segera ditanggulangi (Cahyono, 1995).
Risiko kegagalan panen tanaman kubis dapat terjadi akibat keadaan cuaca
yang tidak menentu dan serangan hama penyakit tanaman (HPT).
Kerugian yang ditimbulkan oleh gangguan hama dan penyakit sangat besar
nilainya sehingga dapat menyebabkan terjadinya kegagalan panen. Hama
yang sering menyerang tanaman kubis antara lain ; ulat tritip, ulat tanah,
ulat grayak, ulat jengkal, kutu (
aphids
), jangkrik, dan siput. Penyakit pada
tanaman kubis diantaranya : penyakit cendawan ( rebah batang, bercak
hitam, akar bengkak), penyakit bakteri (busuk hitam, busuk lunak),
penyakit virus (cincin hitam), penyakit nematoda dan penyakit non-parasit.
Untuk organisme pengganggu tanaman (OPT), pengendalian dapat secara
mekanis, kimia, biologis dan pergiliran tanaman ( Pracaya, 2005).
Kegiatan terakhir dari budidaya tanaman kubis adalah pemanenan.
Biasanya tanaman kubis dapat dipanen pada umur 3-4 bulan tetapi umur
masak petik atau panen tanaman kubis ini tergantung pada varietasnya.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimum, kubis harus sudah dipaen
luar sudah layu, dan besar krop kubis telah terlihat maksimal. Kubis
merupakan tanaman sekali panen, sehingga periode panen sama dengan
periode tanam (Cahyono, 1995).
Harga tanaman kubis sering mengalami fluktuasi yang tidak dapat
diduga-duga. Harga kubis bisa mencapai Rp 3.000,00 per kg. Jika harga kubis
sudah di bawah Rp 800,00 per kg maka bisa dipastikan petani kubis akan
mengalami kerugian. Kerugian ini timbul karena mahalnya biaya produksi
terutama menyangkut harga pupuk dan obat-obatan (Lenggogeni, 2013).
2.
Usahatani Kubis Lahan Kering dan Lahan Sawah Tadah Hujan
Lahan atau tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah
merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak, dan usahatani
keseluruhannya. Faktor tanah tidak terlepas dari pengaruh alam
sekitarnya, yaitu sinar matahari, curah hujan, angin dan sebagainya. Tanah
mempunyai sifat istimewa antara lain bukan merupakan barang produksi,
tidak dapat diperbanyak dan tidak dapat berpindah-pindah (Suratiyah,
2008).
Lahan pertanian menurut bentuk fisik dan ekosistemnya dapat dibedakan
menjadi dua kelompok besar, yaitu lahan kering dan lahan basah. Istilah
lahan kering yang digunakan masyarakat umum banyak mengarah kepada
lahan kering dengan kebutuhan air tanaman yang tergantung sepenuhnya
pada air hujan dan tidak pernah tergenang air secara tetap
Untuk usaha pertanian lahan kering dapat dibagi kedalam tiga jenis
penggunaan lahan, yaitu lahan kering berbasis palawija (tegalan), lahan
kering berbasis sayuran (dataran tinggi), dan pekarangan. Menurut
penggunaannya, lahan kering dikelompokkan ke dalam sembilan jenis
penggunaan, meliputi usaha tani lahan kering tegalan, kebun, padang
rumput, tanah tidak diusahakan, tanah hutan rakyat dan perkebunan, dan
usaha tani lainnya (pekarangan/bangunan, tanah rawa, tambak dan
kolam/empang). Dari sembilan jenis penggunaan, ternyata rawa (yang
tidak ditanami padi), tambak dan kolam juga digolongkan sebagai lahan
kering (Minardi, 2009).
Lahan sawah tadah hujan merupakan salah satu jenis lahan basah dimana
lahan ini memiliki sumber pengairan yang bergantung pada ada atau
tidaknya curah hujan. Sawah jenis ini biasanya terdapat di daerah-daerah
yang topografinya tinggi dan berada di lereng-lereng gunung atau bukit
yang tidak memungkinkan dibuat saluran irigasi.
Sawah tadah hujan merupakan sumber daya fisik yang potensial untuk
pengembangan pertanian. Tanah sawah tadah hujan memiliki kemampuan
potensial menahan air hujan dan aliran permukaan yang hampir sama
dengan tanah irigasi. Kendala utama pada lahan sawah tadah hujan adalah
ketersediaan air yang sangat tergantung kepada curah hujan, sehingga
Usahatani kubis dapat dilakukan pada kedua jenis lahan ini. Tetapi,
penggunaan faktor produksi terutama penggunaan pupuk serta hasil yang
diperoleh kedua lahan ini berbeda.
Pada lahan kering maupun lahan sawah tadah hujan budidaya tanaman
kubis dilakukan dengan terlebih dahulu membuat persemaian benih
tanaman kubis yakni dengan menggunakan bumbung atau koker. Saat ini,
hampir semua petani kubis melakukan pesemaian terlebih dahulu sebelum
benih kubis ditanam. Untuk kegiatan pengolahan lahan pada lahan kering
dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan cangkul, sedangkan
untuk lahan sawah tadah hujan pengolahan tanah dilakukan dengan bajak
atau dicangkul.
Tanaman kubis memerlukan berbagai jenis pupuk kimia dalam
budidayanya. Pupuk kimia yang digunakan untuk budidaya tanaman kubis
pada lahan kering yakni pupuk Urea, NPK, ZA dan SP-36. Pemberian
pupuk ini dilakukan secara berkala yakni pada saat tanam dan sesudah
tanam. Pada lahan kering, pupuk yang diaplikasikan dalam kegiatan
budidaya kubis lebih sedikit dibandingkan dengan pengaplikasian pupuk
pada lahan sawah tadah hujan.
Pada lahan sawah tadah hujan, masalah ketersediaan fosfor (P) menjadi
salah satu kendala dalam meningkatkan hasil. Tanaman kubis memerlukan
P lebih besar dibandingkan dengan komoditas lainnya. Minimnya
ketersediaan fosfor biasanya akan berdampak pada fase awal pertumbuhan
dan unsur hara lainnya yang kurang dikarenakan lahan sawah yang terus
menerus digunakan untuk kegiatan budidaya tanaman. Oleh karena itu,
budidaya tanaman kubis pada lahan sawah tadah hujan biasanya
menggunakan jenis pupuk NPK/Phonska, ZA dan pupuk kandang dalam
jumlah yang lebih besar.
Hasil panen tanaman kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan
juga berbeda. Tanaman kubis pada lahan sawah tadah hujan lebih
berbobot dibandingkan dengan tanaman kubis pada lahan kering. Pada
lahan kering, tanaman kubis mempunyai daun yang besar, tetapi
pembentukan krop kurang sempurna. Selain itu, besar tanaman yang satu
dengan tanaman yang lain biasanya tidak seragam, hal ini dikarenakan
kurangnya sinar matahari yang sampai ke tanaman kubis akibat terhalang
oleh pepohonan yang tumbuh disekitar lahan.
Pada lahan sawah tadah hujan, hasil panen tanaman kubis biasanya
memiliki pembentukan krop yang sempurna, sehingga tanaman kubis yang
dihasilkan lebih berbobot. Pertumbuhan tanaman kubis yang satu dengan
yang lain juga seragam, karena lahan sawah tadah hujan biasanya
merupakan hamparan sawah tanpa ada pepohonan yang menaungi,
3.
Konsep Usahatani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan
alam sekitarnya sebagai modal sehingga meberikan manfaat yang
sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan
seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan
semaksimal mungkin (Suratiyah, 2008).
Lebih lanjut Firdaus (2009) menyatakan bahwa usahatani adalah
organisasi dari alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan
kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi tersebut
ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang
atau sekumpulan orang sebagai pengelolaanya.
Usahatani dapat dikelompokkan berdasarkan corak dan sifat, organisasi,
pola serta tipe usahatani. Berdasarkan corak dan sifatnya, usahatani dapat
dilihat sebagai usahatani subsisten dan usahatani komersial. Usahatani
komersial merupakan usahatani yang menggunakan keseluruhan hasil
panennya secara komersial dan telah memperhatikan kualitas serta
kuantitas produk, sedangkan usahatani subsisten hanya memanfaatkan
hasil panen dari kegiatan usahataninya untuk memenuhi kebutuhan petani
Usahatani berdasarkan organisasinya, dibagi menjadi tiga yaitu usaha
individual, usaha kolektif dan usaha kooperatif.
a)
Usaha individual
Usaha individual merupakan kegiatan usahatani yang seluruh proses
usahataninya dikerjakan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai
dari perencanaan, mengolah tanah hingga pemasaran, sehingga faktor
produksi (lahan, jenis benih, pupuk, pestisida, dan sebagainya) yang
digunakan dalam kegiatan usahatani dapat ditentukan sendiri dan
dimiliki secara perorangan (individu).
b)
Usaha kolektif
Usaha kolektif merupakan kegiatan usahatani yang seluruh proses
produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok kemudian
hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan.
c)
Usaha koorperatif
Usahatani kooperatif ialah usahatani yang tiap proses produksinya
dikerjakan secara individual, hanya pada beberapa kegiatan yang
dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian
saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil dan pembuatan saluran.
Berdasarkan polanya, usahatani terdiri dari tiga macam pola, yaitu pola
khusus, tidak khusus, dan campuran. Pola usahatani khusus merupakan
usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani; pola usahatani
tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang
usahatani campuran ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang
secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas.
Tipe usahatani atau usaha pertanian merupakan pengelompokkan
usahatani berdasarkan jenis komoditas pertanian yang diusahakan,
misalnya usahatani tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, perikanan,
peternakan, dan kehutanan (Suratiyah, 2008).
4.
Pendapatan Usahatani
Tujuan seorang petani melakukan kegiatan usahatani adalah untuk
memperoleh pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berhasilnya kegiatan usahatani dapat diketahui dari besarnya pendapatan
yang diperoleh. Usaha untuk meningkatkan pendapatan petani adalah
dengan meningkatkan produksi. Memperoleh produksi yang maksimum
dari usahatani, diperlukan usaha dalam memadu faktor-fakor produksi
dengan keterampilan manajemen tertentu. Besar kecilnya pendapatan
yang diterima petani dipengaruhi oleh tingkat kecakapan petani mengelola
usahataninya dari sumber produksi yang tersedia (Ibramsyah, 2006).
Soekartawi, dkk (1986) menjelaskan bahwa pendapatan bersih usahatani
adalah selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran total usahatani.
Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang
tidak dijual. Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang
usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari
penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik
sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.
Menurut Hernanto (1994), pendapatan adalah penerimaan dari suatu hasil
usaha yang telah dikurangi dengan biaya-biaya selama proses produksi.
Pendapatan merupakan suatu bentuk imbalan untuk jasa pengelolaan
(petani) yang menggunakan input dalam kegiatan usahatani yang meliputi
lahan, tenaga kerja, dan modal yang dimiliki.
Menurut Suratiyah (2008), biaya dan pendapatan dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor internal eksternal dan faktor manajemen. Faktor
internal maupun eksternal akan bersama-sama mempengaruhi biaya dan
pendapatan. Faktor internal meliputi umur petani, tingkat pendidikan dan
pengetahuan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan dan modal. Faktor
eksternal terdiri dari
input
yang meliputi ketersediaan dan harga, serta
output
yang meliputi permintaan dan harga. Faktor manajemen berkaitan
dengan bagaimana seorang petani sebagai manajer dalam kegiatan
usahataninya, mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan
ekonomis sehingga diperoleh hasil yang memberikan pendapatan yang
maksimal.
Biaya adalah semua nilai dari korbanan ekonomis yang digunakan untuk
kegiatan usahatani. Nilainya dinyatakan dengan uang, semua yang telah
dikeluarkan dalam pengelolaan usahatani misalnya bibit, pestisida, dan
biaya yang dikeluarkan dalam usahatani dan besarnya tidak dipengaruhi
oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap
adalah biaya yang dikeluarkan yang besarnya sangat dipengaruhi oleh
produksi yang dihasilkan (Soekartawi, 1993). Secara matematis rumus
pendapatan yaitu :
π
= Y. Py
–
ΣXi.Pxi –
BTT
Keterangan :
π
= pendapatan (Rp)
Y
= hasil produksi (Kg)
Py
= harga hasil produksi (Rp)
Xi
= faktor produksi
Pxi
= harga faktor produksi (Rp)
BTT
= biaya tetap total (Rp)
Pendapatan juga dapat dihitung menggunakan rumus (Soekartawi, 1995) :
�
= TR-TC
Keterangan :
π
= keuntungan/pendapatan
TR
=
total revenue
(total penerimaan)
TC
=
total cost
(total biaya)
5.
Risiko Usahatani
Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani selalu dihadapkan dengan
situasi risiko dan ketidakpastian dimana besar kecilnya risiko yang dialami
seorang petani tergantung pada keberanian untuk mengambil suatu
keputusan. Dalam usahatani risiko sulit untuk diduga karena faktor-faktor
secara sempurna oleh manusia, misalnya faktor iklim dan perubahannya
(Rodjak, 2002).
Kegiatan pada sektor pertanian yang menyangkut proses produksi selalu
dihadapkan dengan situasi risiko (
risk
) dan ketidakpastian (
uncertainty
).
Pada risiko peluang terjadinya kemungkinan merugi dapat diketahui
terlebih dahulu, sedangkan ketidakpastian merupakan sesuatu yang tidak
bisa diramalkan sebelumnya karena peluang terjadinya merugi belum
diketahui. Sumber ketidakpastian yang penting di sektor pertanian adalah
fluktuasi hasil pertanian dan fluktuasi harga. Ketidakpastian hasil
pertanian disebabkan oleh faktor alam seperti iklim, hama dan penyakit
serta kekeringan. Jadi produksi menjadi gagal dan berpengaruh terhadap
keputusan petani untuk berusahatani berikutnya (Soekartawi, Rusmadi,
dan Damaijati, 1993).
Darmawi (2004) mendefinisikan risiko menjadi beberapa arti, yaitu risiko
sebagai kemungkinan merugi, risiko yang merupakan ketidakpastian,
risiko merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan dan
risiko sebagai probabilitas sesuatu hasil berbeda dari hasil yang
diharapkan. Ketidakpastian merupakan suatu kejadian dimana hasil dan
peluangnya tidak bisa ditentukan. Ketidakpastian merupakan diskripsi
karakter dan lingkungan ekonomi yang dihadapi oleh petani, dimana
lingkungan tersebut mengandung beragam ketidakpastian yang direspon
oleh petani berdasarkan kepercayaan subyektif petani (Ellis dalam Ningsih
Berdasarkan definisi di atas, risiko dapat diartikan sebagai penyimpangan
dari hasil yang diperoleh dengan hasil yang diharapkan. Pada risiko
probabilitas dan hasil akhir dapat diketahui, sedangkan ketidakpastian
probabilitas dan hasil akhirnya tidak bisa ditentukan.
Secara statistik, pengukuran risiko dilakukan dengan menggunakan
ukuran ragam (
variance
) atau simpangan baku (
standard deviation
).
Pengukuran dengan ragam dan simpangan baku menjelaskan risiko dalam
arti kemungkinan penyimpangan pengamatan sebenarnya di sekitar nilai
rata-rata yang diharapkan. Besarnya keuntungan yang diharapkan (E)
menggambarkan jumlah rata-rata keuntungan yang diperoleh petani,
sedangkan simpangan baku (V) merupakan besarnya fluktuasi keuntungan
yang mungkin diperoleh atau merupakan risiko yang ditanggung petani.
Selain itu penentuan batas bawah sangat penting dalam pengambilan
keputusan petani untuk mengetahui jumlah hasil terbawah di bawah
tingkat hasil yang diharapkan. Batas bawah keuntungan (L) menunjukkan
nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin diterima oleh petani
(Kadarsan, 1995).
Kegiatan budidaya tanaman sayuran biasanya dilakukan secara terus
menerus. Tanaman sayuran dapat ditanam sebanyak 3 kali dalam setahun,
artinya dalam setahun musim tanam tanaman sayuran adalah sebanyak 3
kali musim tanam. Tetapi ada pula beberapa jenis tanaman sayuran yang
dalam satu tahun mempunyai 2 kali musim tanam. Kegiatan usahatani
Indikasi adanya risiko ditunjukkan oleh fluktuasi produksi maupun harga
yang akhirnya menyebabkan fluktuasi pendapatan usahatani. Fariyanti
dkk (2007) menyatakan bahwa risiko produksi pada periode atau musim
tertentu dipengaruhi oleh risiko produksi musim sebelumnya. Semakin
tinggi risiko produksi musim sebelumnya maka semakin tinggi risiko
produksi pada musim berikutnya.
6.
Perilaku Petani terhadap Risiko
Menurut Debertin (1986) dalam Soekartawi dkk (1993), salah satu
permasalahan dalam mengahadapi risiko dan ketidakpastian adalah
beragamnya sikap dan perilaku individu untuk mengambil keputusan yang
berisiko tersebut. Pada umumnya tidak ada satu pun individu yang berani
mengambil risiko tanpa adanya harapan untuk memperoleh hasil yang
besar. Setiap individu memiliki keputusan yang berbeda dalam
mengahadapi risiko dan ketidakpastian.
Keputusan untuk mengalokasikan input dalam kegiatan usahatani sangat
dipengaruhi oleh perilaku petani terhadap risiko yang harus dihadapi. Hal
tersebut bergantung pada sikap dan perilaku individu serta keadaan
lingkungannya. Menurut Kadarsan (1995) sikap petani terhadap risiko
Menurut Neumann dan Morgenstern dalam Soekartawi dkk (1993),
utilitas merupakan deskripsi perilaku seseorang yang berhubungan dengan
pilihan kegiatan dari beberapa alternatif kesempatan. Perilaku ini dapat
digambarkan dengan fungsi utilitas berdasarkan skala yang bersifat
arbitraris dari beberapa observasi. Kurva fungsi utilitas akan
memperlihatkan nilai relatif yang diberikan oleh seseorang menurut
tingkat pendapatan. Karena itu tindakan pilihan ini dapat digambarkan
dalam fungsi utilitas. Bentuk fungsi utilitas ada tiga macam, secara grafis
digambarkan seperti Gambar 3 dimana:
a)
Fungsi utilitas untuk
risk averter
atau enggan terhadap risiko, dengan
pertambahan yang semakin menurun dengan semakin besarnya
pendapatan.
b)
Fungsi utilitas untuk
risk neural
atau netral terhadap risiko mempunyai
kemiringan yang konstan.
c)
Fungsi utilitas untuk
risk prefer
atau berani terhadap risiko, akan
bertambah dengan pertambahan yang semakin meningkat dengan makin
Gambar 3. Bentuk fungsi utilitas
Menurut Ellis (1988) dalam Ningsih (2010), beberapa persoalan utama
yang banyak menjadi topik perhatian penelitian dimana di dalamnya
mencakup aspek perilaku petani terhadap risiko dan menyangkut mata
pencaharian atau sumber pendapatan yang diperoleh petani kecil dan
keluarganya antara lain :
a)
Petani kecil pada umumnya bersifat
risk averse
. Sifat ini diindikasikan
mengakibatkan ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pada
tingkat petani.
Utility
Income
Utility
Income
Utility
Income
(a) Risk averter
(b) Risk neutral
b)
Petani kecil dengan sifat
risk averse
akan menyebabkan pola tanam atau
pola pengelolaan usahatani akan lebih ditujukan pada kecukupan
kebutuhan pangan keluarga, dibandingkan dengan usaha
memaksimalkan hasil ataupun memaksimalkan keuntungan.
c)
Petani kecil yang bersifat
risk averse
akan lebih terhambat dalam proses
adopsi terhadap inovasi yang mampu meningkatkan hasil dan juga
pendapatan petani. Hal ini sangat erat kaitannya dengan konsep risiko
terhadap ketidakmampuan atau keterbatasan informasi. Petani merasa
tidak percaya dan ragu-ragu terhadap suatu inovasi, karena adanya
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang terkait dengan inovasi
tersebut.
d)
Sifat
risk averse
petani akan menurun atau berkurang sejalan dengan
peningkatan atau kesejahteraan. Kesejahteraan yang lebih tinggi yang
dicapai petani akan berpengaruh pada kemampuan petani dalam
menutup kerugian yang mungkin disebabkan karena pengambilan
keputusan yang berisiko, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin
tinggi pedapatan petani, diharapkan akan lebih efisien dalam
pengelolaan usahataninya, sehingga lebih mempunyai keinginan untuk
7.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani terhadap Risiko
Perilaku petani terhadap risiko akan mempengaruhi usahatani yang akan
dilakukan petani tersebut untuk musim tanam selanjutnya. Faktor-faktor
sosial ekonomi seperti umur petani, pendidikan petani, pengalaman
berusahatani, dan faktor sosial lainnya dapat mempengaruhi perilaku
petani dalam menghadapi risiko.
Pada kasus agribisnis kedelai di Jombang, untuk menguji variabel apa saja
yang mempengaruhi keengganan petani terhadap risiko, dipilih beberapa
variabel sosial ekonomi yang diduga mempengaruhi perilaku petani
terhadap risiko. Variabel ini adalah luas lahan, umur petani, jumlah
tanggungan keluarga, pendidikan petani, pengalaman berusahatani, dan
status lahan garapan petani (milik sendiri dan sewa sebagai variabel
dummy) (Soekartawi dkk, 1993).
Ketujuh variabel tersebut juga digunakan dalam penelitian yang dilakukan
oleh Mardliyah (2013). Penelitian yang dilakukan mengenai analisis
efisiensi produksi dan perilaku petani terhadap risiko usahatani cabai
merah di Kabupaten Tanggamus. Mayoritas petani cabai berperilaku
netral terhadap risiko yaitu 65,85 persen untuk petani cabai yang
menggunakan plastik mulsa dan 72,98 persen untuk petani yang tidak
menggunakan plastik mulsa. Dari tujuh variabel yang diduga
mempengaruhi perilaku petani yang netral terhadap risiko diperoleh tiga
pendidikan formal, pengalaman usahatani, dan luas lahan menjadi faktor
utama yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko.
Penelitian yang dilakukan Heriani (2013) mengenai analisis keuntungan
dan risiko usahatani tomat di Kecamatan Sumberejo Kabupaten
Tanggamus mempunyai beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku
petani terhadap risiko yaitu luas lahan, umur petani, jumlah tanggungan
keluarga, pendidikan petani, pengalaman berusahatani, pendapatan
usahatani dan status lahan garapan petani (milik sendiri dan sewa sebagai
variabel dummy). Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa petani
cenderung berperilaku berani terhadap risiko dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko adalah jumlah tanggungan
keluarga dan tingkat pendidikan.
Dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan peneliti
sebelumnya, dalam penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang
diduga mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko antara lain risiko
usahatani itu sendiri, pendapatan usahatani, luas lahan, umur, tingkat
pendidikan, pengalaman usahatani, dan jenis lahan yang diusahakan
petani. Pada penelitian ini, terdapat dua jenis lahan yang digunakan u