OPTIMASI KUAT TEKAN DAN DAYA SERAP AIR
DARI PEMBUATAN BATA BETON DENGAN
PEMANFAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH)
Oleh
AYU AGUNG PUSPITASARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
OPTIMASI KUAT TEKAN DAN DAYA SERAP AIR DARI PEMBUATAN BATA BETON DENGAN PEMANFAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH)
OLEH
AYU AGUNG PUSPITASARI
Pemakaian batubara sebagai sumber energi pada pembangkit listrik ataupun
industri lainnya mengakibatkan timbulnya limbah padat, yaitu berupa fly ash (abu
terbang) dan bottom ash (abu dasar). Salah satu cara pemanfaatan limbah batubara
adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan bangunan. Pada penelitian ini,
limbah batubara (bottom ash) dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sebagian
pasir pada bahan bangunan berupa bata beton berlubang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pemanfaatan bottom ash
dalam bata beton berlubang terhadap kuat tekan dan daya serap air bata beton
berlubang, serta mengetahui persentase optimum bottom ash dalam pencampuran
bata beton berlubang. Perbandingan komposisi campuran antara semen dan pasir yang digunakan adalah 1 : 5, sedangkan variasi penggunaan bottom ash yang digunakan dalam campuran adalah sebesar 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% dari berat pasir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bata beton berlubang dengan komposisi
bottom ash dalam campuran sebesar 25% dari berat pasir, menghasilkan kuat
tekan optimum, yakni 45,46 kg/cm² untuk umur 28 hari dan 48,58 kg/cm² untuk
umur 56 hari. Kedua bata beton berlubang tersebut masuk dalam kelas mutu II SNI 03-0349-1989. Untuk hasil uji penyerapan air, menunjukkan bahwa penyerapan air bata beton berlubang masuk ke dalam mutu II SNI 03-0349-1989, besar kecilnya penyerapan air dipengaruhi oleh nilai kuat tekan bata beton berlubang.
ABSTRACT
OPTIMIZATION OF COMPRESSIVE AND WATER ABSORTION STRENGTH OF THE CONCRETE BRICK WITH THE UTILIZATION
OF BOTTOM ASH
BY
AYU AGUNG PUSPITASARI
The use of coal as an energy source in power plants or other industries might result emerge of solid waste, in the form of fly ash and bottom ash. One way to utilize the use of coal waste is by using it as building material. In this study, coal waste (bottom ash) is used as a partial replacement of sand in construction materials such as hollow bricks.
This study aimed to determine the effect of the utilization of bottom ash in hollow brick toward the compressive and water absorption strength of hollow brick, as well as to determine the optimum percentage of bottom ash in the mixing of hollow brick. The comparison of the mixture composition of cement and sand used is 1: 5, whereas variations in the usage of bottom ash used in the mixture is at 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25% and 30% of the weight of the sand. Hollow brick can be classified into the class II of SNI 03-0349-1989, the amount of the water absorption strength is affected by the compressive strength of hollow brick.
Key words: hollow brick, bottom ash, compressive strength,
DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR NOTASI ... vii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Batasan Masalah ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bata Beton ... 6
A.1 Pengertian Bata Beton ... 6
A.2 Persyaratan Mutu Bata Beton ... 7
A.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Bata Beton ... 9
A.4 Keuntungan dan Kerugian dari Bata Beton Berlubang ... 11
B. Abu Batu Bara ... 12
B.1 Bottom Ash ... 13
B.2 Fly Ash ... 16
C. Semen ... 17
D. Agregat ... 19
E. Air ... 21
ii A. Pengujian Bahan Susun Bata Beton Berlubang ... 37
B. Perancangan Campuran ... 39
C. Pengujian Bata Beton Berlubang ... 40
C.1 Pemeriksaan Dimensi Bata Beton Berlubang ... 40
C.2 Kuat Tekan Bata Beton Berlubang ... 41
LAMPIRAN A (Hasil Uji Pendahuluan)
LAMPIRAN B (Perhitungan Pencampuran Benda Uji) LAMPIRAN C (Hasil Penelitian)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemakaian batubara sebagai sumber energi pada pembangkit listrik ataupun
industri lainnya cukup besar. Pemakaian batubara tersebut menghasilkan dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya ialah dapat menghasilkan
energi yang diinginkan dalam jumlah besar. Sedangkan dampak negatif dalam
penggunaan batubara ialah menghasilkan limbah dari hasil pembakaran batubara
tersebut yaitu berupa fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu dasar). Salah satu
penghasil limbah dari proses pembakaran batubara terbesar dihasilkan oleh
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Salah satu PLTU di Indonesia yang
menggunakan bahan bakar batubara yaitu PLTU Tarahan, Lampung. Berdasarkan
data yang didapat, PLTU Tarahan menghasilkan bottom ash sebesar 32.114
ton/tahun sedangkan fly ash sebesar 17.292 ton/tahun.
Besarnya jumlah limbah tersebut akan menimbulkan masalah, terutama dalam
proses pembuangannya karena dapat mencemari lingkungan sekitar, jika limbah
tersebut langsung dibuang ke lingkungan lambat laun akan membentuk gas
metana yang sewaktu-waktu dapat terbakar atau meledak dengan sendirinya,
2
membutuhkan fasilitas pembuangan yang relatif mahal, untuk itu limbah hasil
pembakaran batubara tersebut mulai diolah sebagai bahan bangunan.
Bottom ash yang merupakan bahan buangan dari proses pembakaran batubara
pada pembangkit tenaga mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat.
Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat
pozzolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat
proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur
normal dengan adanya air. Bottom ash ini dapat dijadikan sebagai bahan pengikat
untuk menggantikan semen atau sebagai pengganti sebagian agregat.
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia dan pembangunan di setiap
bidang berkorelasi dengan meningkatnya kebutuhan akan perumahan penduduk.
Dengan meningkatnya kebutuhan akan perumahan maka kebutuhan akan bahan
bangunan semakin meningkat pula. Oleh sebab itu diperlukan pemanfaatan dan
penemuan bahan bangunan baru yang mampu memberikan alternatif kemudahan
pengerjaan serta penghematan biaya (Prakoso, 2006).
Struktur suatu bangunan terdiri dari pondasi, dinding, lantai, atap, dan lain-lain.
Dinding berbahan bata beton merupakan salah satu alternatif kemudahan dan
efisien waktu dalam pemasangan dinding. Pengertian bata beton sendiri adalah
suatu bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen, agregat, dan air dengan
atau tanpa bahan tambahan lainnya. Penggunaan bata beton sebagai bahan dari
pemasangan dinding dinilai lebih praktis dan ekonomis. Dinilai praktis karena
bahannya mudah didapat, pemasangannya mudah dan tenaga kerja yang
Atas dasar berbagai pertimbangan di atas, maka dilakukan penelitian mengenai
pembuatan bata beton yang menggunakan bahan tambahan berupa limbah abu
dasar batubara (bottom ash). Dengan pemanfaatan bottom ash dalam pembuatan
bata beton diharapkan akan diperoleh campuran yang menghasilkan kuat tekan
optimum, sehingga didapat bata beton yang lebih efisien serta dapat
mengembangkan pemanfaatan limbah batubara dan tidak mengganggu lingkungan
hidup setelah diaplikasikan sebagai bahan bangunan.
B. Rumusan Masalah
Sisa pembakaran batubara dalam hal ini bottom ash berpotensi besar dapat
dimanfaatkan untuk campuran bahan bangunan. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih
lanjut bagaimana optimasi kuat tekan dan daya serap air dari bata beton yang
menggunakan abu dasar (bottom ash).
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk :
1. Mengetahui kuat tekan yang dihasilkan bata beton dengan bahan tambahan
bottom ash.
2. Mengetahui penyerapan air yang dihasilkan dari bata beton dengan bahan
tambahan bottom ash.
3. Mengetahui besarnya perbedaan kuat tekan dan daya serap air bata beton
dengan bahan tambahan bottom ash dan bata beton tanpa bahan tambahan
4
4. Mengetahui persentase bottom ash optimum yang cocok untuk pencampuran
bata beton yang memenuhi spesifikasi.
D. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini ialah:
1. Variasi penggunaan bottom ash pada campuran adalah 0%, 5 %, 10%, 15%,
20 %, 25% dan 30 % dari jumlah kebutuhan berat agregat halus yang
direncanakan.
2. Jenis bata beton berupa bata beton berlubang.
3. Pengujian dilakukan setelah umur bata beton mencapai waktu 28 hari dan 56
hari.
4. Benda uji dibuat sebanyak 4 kali untuk setiap variasi pencampuran.
5. Bottom ash yang dipakai adalah bottom ash dari PLTU Tarahan, lolos
saringan 4,75 mm (No.4).
6. Pengujian yang dilakukan berupa pengujian kuat tekan dan daya serap air.
7. Perencanaan campuran bata beton dengan perbandingan berat semen dan
agregat halus sebesar 1 : 5 dengan faktor air semen sebesar 0,46.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Memberikan sumbangsih pemikiran dalam memanfaatkan limbah batubara
2. Mengetahui persentase limbah batubara yang dapat digunakan secara optimal
untuk mendapatkan bata beton yang memenuhi persyaratan, sehingga dapat
diinformasikan kepada industri pembuatan bata beton.
3. Memberikan informasi kepada industri pemakai batubara tentang cara
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bata Beton
A.1 Pengertian Bata Beton
Bata beton merupakan salah satu bahan bangunan berupa batu-batuan yang
pengerasannya tidak dibakar, dengan bahan pembentuk berupa campuran dari
semen, agregat halus, air dan bahan tambahan lainnya. Bata beton ini cukup kuat
dan dapat disusun lima kali lebih cepat untuk semua penggunaan yang biasanya
menggunakan batu bata. Keunggulan yang lain dari dinding bata beton yaitu dapat
meredam panas dan suara. Bata beton dapat dibagi atas dua jenis (SK SNI
03-0349-1989), yaitu:
1. Bata beton berlubang yaitu bata yang terbuat dari campuran bahan perekat
hidrolis atau sejenisnya ditambah dengan agregat dan air dengan atau tanpa
bahan pembantu lainnya dan mempunyai luas penampang lubang lebih dari
25% luas penampang batanya dan volume lubang lebih besar dari 25% volume
batanya.
2. Bata beton pejal adalah bata beton yang mempunyai luas penampang pejal
75% atau lebih luas penampang seluruhnya, dan mempunyai volume pejal
A.2 Persyaratan Mutu Bata Beton Berlubang
Komposisi penyusunan bata beton sangat mempengaruhi kekuatan dari bata beton
itu sendiri, antara lain seperti jenis semen dan pasir yang dipakai, dan
perbandingan jumlah semen terhadap agregat dan air. Bata beton berlubang
seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 dikatakan baik jika masing-masing
permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi
(Haryanto, 2011).
Gambar 2.1 Bata beton berlubang
Menurut SNI 03-0349-1989 mutu bata beton berlubang dibedakan menjadi empat
tingkatan mutu, yaitu mulai dari tingkat mutu I hingga mutu IV. Berikut ini
merupakan penjelasan dari mutu I sampai mutu IV pada bata beton berlubang :
1. Bata beton berlubang mutu I adalah bata beton berlubang yang digunakan
untuk konstruksi yang memikul beban dan bisa digunakan pula untuk
konstruksi yang tidak terlindung (di luar atap).
2. Bata beton berlubang mutu II adalah bata beton berlubang yang digunakan
untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk
8
3. Bata beton berlubang mutu III adalah bata beton berlubang yang digunakan
untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi
lainnya yang selalu terlindung dari hujan dan terik matahari, tetapi permukaan
dinding dari bata tersebut boleh tidak diplester (di bawah atap).
4. Bata beton berlubang mutu IV adalah bata beton berlubang yang digunakan
untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi
lainnya yang selalu terlindung dari hujan dan terik matahari (harus diplester
dan di bawah atap).
Persyaratan fisis bata beton berlubang menurut SNI 03-0349-1989 dapat dilihat
pada Tabel 2.1 sedangkan persyaratan ukuran standar dan toleransi bata beton
berlubang, dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Persyaratan fisis bata beton berlubang
Syarat Fisis Satuan Tingkat mutu bata beton berlubang
I II III IV
*) Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda coba pecah
dibagi dengan luas ukuran nyata dari bata termasuk luas lubang serta cekungan
Tabel 2.2 Persyaratan ukuran standar dan toleransi bata beton berlubang
Jenis Ukuran + Toleransi (mm)
Tebal dinding sekatan
A.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Bata Beton Berlubang
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu bata beton
berlubang, antara lain:
1. Faktor air semen
Faktor air semen merupakan perbandingan berat air dan semen dalam suatu
mix design. Faktor air semen ini sangat mempengaruhi mix design bata beton
berlubang dalam hal kekuatan dan kemudahan pengerjaan (workability).
Pada dasarnya nilai faktor air semen ini berkisar antara 0,3 sampai 0,6 atau
disesuaikan dengan kondisi adukan agar mudah dikerjakan. Kekuatan bata
beton berlubang dapat berkurang jika kondisi di atas tidak dikerjakan. Oleh
karena itu, nilai faktor air semen yang dibutuhkan untuk memudahkan
pembuatan bata beton berlubang ini dibuat pada batas kondisi adukan legas
tanah, sehingga adukan ini dapat dipadatkan dengan optimal. Mengetahui hal
tersebut, maka dalam pembuatan bata beton berlubang tidak memiliki patokan
angka untuk faktor air semen, karena sangat bergantung dengan campuran
10
2. Sifat agregat
a. Kekerasan agregat
Bata beton berlubang memiliki kekerasan dan kekuatan yang tinggi, untuk
itu diperlukan pula penggunaan agregat yang memiliki kekerasan yang
tinggi pula. Kekerasan agregat bergantung pada kandungan silikanya, maka
semakin tinggi kandungan silika yang ada pada agregat, semakin keras pula
agregat tersebut.
b. Susunan besar butir agregat
Dalam pembuatan bata beton berlubang agregat yang digunakan haruslah
tersusun dari berbagai macam ukuran (ukuran butir agregat tidak sama). Hal
ini dapat mengurangi pengunaan air dan semen dalam pembuatannya,
karena celah antar butiran yang agak besar dapat terisi oleh butiran yang
lebih kecil. Ukuran butiran yang diperlukan adalah yang lebih besar dari
saringan nomor 200 (0,074 mm).
c. Kebersihan agregat
Kebersihan agregat sangat penting untuk diperhatikan, agregat tidak boleh
mengandung zat organik, garam sulfat, lemak, lumpur dan sebagainya.
Bahan organik dan lemak yang berlebihan dapat menghambat pengikatan
semen dan agregat selain itu dapat menurunkan kekuatan bata beton
berlubang. Sedangkan garam sulfat yang berlebih dapat menyebabkan
keretakan pada bata beton berlubang.
3. Umur bata beton berlubang
Seiring dengan bertambahnya umur bata beton berlubang, maka kuat tekannya
kekuatan pada umur 28 hari. Apabila diinginkan untuk mengetahui kekuatan
bata beton berlubang pada umur 28 hari, maka dapat dillakukan pengujian kuat
tekan pada umur 3 atau 7 hari dan hasilnya dapat dikalikan dengan faktor
tertentu untuk mendapatkan perkiraan kuat tekan bata beton berlubang pada
umur 28 hari.
4. Kepadatan bata beton berlubang
Kepadatan bata beton berlubang mempengaruhi kekuatannya, maka
campurannya harus dibuat sepadat mungkin. Adanya kepadatan yang lebih ini
dapat memungkinkan bahan menjadi semakin keras, serta untuk membantu
merekatnya bahan campuran pembuatan bata beton berlubang dengan semen
yang dibantu dengan air (Haryanto, 2011).
A.4 Keuntungan dan Kerugian dari Bata Beton Berlubang
Bata beton berlubang merupakan bahan bangunan yang digunakan sebagai
pasangan dinding. Dalam pemakaiannya bata beton berlubang mempunyai
beberapa keuntungan, diantaranya adalah :
1. Pemasangan bata beton berlubang umumnya memberikan penghematan waktu
dan biaya upah pemasangan dibandingkan dengan bata merah.
2. Apabila pekerjaan pemasangan dinding bata beton berlubang dilakukan dengan
baik dan rapi, maka pasangan dinding pun tidak perlu diplester dan dapat
diperoleh penyelesaian arsitektonis yang menarik (Prakoso, 2006).
3. Lubang-lubang pada bata beton berlubang dapat dimanfaatkan untuk
12
4. Bata beton berlubang dikenal sifatnya sebagai bahan bangunan tahan api yang
efektif dan ekonomis.
5. Dinding bata beton berlubang dapat menyekat perambatan suara dengan baik.
Sedangkan kerugian pemakaian bata beton berlubang adalah sebagai berikut
(Wijanarko, 2008) :
1. Karena proses pengerasannya butuh waktu yang cukup lama, maka butuh
waktu yang lama untuk menyimpan sebelum memakainya.
2. Apabila diinginkan lebih cepat mengeras/membatu perlu ditambah dengan
semen, sehingga menambah biaya pembuatan.
3. Mengingat ukurannya cukup besar serta proses pengerasan yang cukup lama,
mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi bata beton berlubang
pecah.
B. Abu Batubara
Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler
pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus dan bersifat pozzolan.
Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina dimana
bahan pozzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen, akan tetapi
dengan bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa-senyawa
tersebut akan bereaksi secara kimiawi dengan kalsium hidroksida (senyawa hasil
reaksi antara semen dan air) pada suhu kamar membentuk senyawa kalsium
Abu batubara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah atau sebagai
bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat beton.
Fungsi abu batubara sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebagai pengisi (filler)
yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah transisi
yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton menjadi lebih kuat.
Pada umur sampai dengan 7 hari, perubahan fisik abu batubara akan memberikan
konstribusi terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada beton, sedangkan pada
umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan beton merupakan akibat
dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi pozzolan.
Dari proses pembakaran batubara akan terbentuk dua jenis abu yaitu abu terbang
(fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Komposisi abu batubara yang dihasilkan
terdiri dari 20 % - 30 % abu dasar, sedangkan sisanya sekitar 70 % - 80 % berupa
abu terbang.
B.1 Bottom Ash
Bottom ash merupakan bagian yang tidak terbakar dengan dari batubara atau
material lain, pada umumnya bottom ash menempel pada bagian bawah atau
dinding dari tungku pembakaran yang ditemukan setelah proses pembakaran
(wikipedia, 2012).
Menurut Sutrisno (2005), bottom ash adalah limbah sisa dari pembakaran batu
bara. Pada waktu pembakaran batu bara pada suatu pembangkit tenaga batubara,
akan menghasilkan sisa pembakaran yang terdiri dari 80% berupa fly ash dan
14
mempunyai karakteristik fisik bewarna abu-abu gelap, berbentuk butiran,
berporos, mempunyai ukuran butiran antara pasir hingga kerikil.
Bottom ash mempunyai butiran partikel yang cukup berat untuk dapat melayang
di udara seperti fly ash, sehingga bottom ash jatuh pada tungku pembakaran.
Terdapat dua jenis tungku perapian yang digunakan untuk pembakaran batubara,
yaitu tungku perapian jenis kering dan basah. Setiap jenis tungku perapian
menghasilkan bottom ash yang berbeda (Sunarko & Manuel, 2011).
Gambar 2.2 Bottom Ash
Adapun karakteristik fisik dan kimia dari bottom ash adalah sebagai berikut :
1. Karakteristik fisik
Bottom ash memiliki butiran partikel sangat berpori pada permukaannya.
Butiran partikel bottom ash mempunyai batasan dari kerikil sampai pasir.
Variasi ukuran partikel bottom ash biasanya 50% - 90% lolos pada saringan
4,75 mm (No.4), 10% - 60% lolos saringan 0,6 mm (No. 40), 0% - 10% lolos
saringan 0,075 mm (No. 200), dan ukuran paling besar berkisar antara 19 mm
(3/4 in) sampai 38,1 mm (1-1/2 in) (Sutrisno, 2005). Sifat fisik bottom ash
berdasarkan bentuk, warna, tampilan, ukuran, specific gravity, dry unit weight
Tabel 2.3 Sifat fisik khas dari bottom ash
Sifat fisik bottom ash Wet Dry
Bentuk Angular / bersiku Berbutir kecil / granular
Warna Hitam Abu-abu gelap
Tampilan Keras, mengkilap Seperti pasir halus, sangat berpori
Ukuran
Sumber: Coal bottom ash/boiler slag-material description, 2000 (Santoso, 2003).
2. Karakteristik kimia
Komposisi kimia dari bottom ash sebagian besar terdiri dari silika, alumina dan
besi dengan sedikit magnesium, kalsium, sulfat dan unsur kimia lain yang
dapat dilihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Hasil analisis bottom ash
Senyawa kimia Persentase kadar (%)
SiO3 26,98
16
Keuntungan dari pemakaian beton dengan bottom ash adalah dapat mengurangi
berat jenisnya sehingga lebih ringan dan lebih cocok apabila dipakai untuk
konstruksi yang non struktural (Hartanto & Pratomo, 2011).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, didapatkan hasil bahwa kuat tekan
beton dengan campuran bottom ash pada usia 7 hari rendah. Akan tetapi, pada
usia 28 hari kuat tekan beton yang menggunakan bottom ash hampir sama dengan
kuat tekan beton tanpa bottom ash. Hal tersebut disebabkan bottom ash yang
dipakai bersifat pozzolan. Bottom ash yang digunakan ini memiliki specific
gravity sebesar 1,68 (Aggarwal, 2007).
B.2 Fly Ash
Fly ash atau abu terbang seperti yang terlihat pada Gambar 2.3 adalah bagian dari
abu bakar yang berupa bubuk halus, berwarna keabu-abuan dan ringan yang
diambil dari campuran gas tungku pembakaran yang menggunakan bahan batu
bara.
Gambar 2.3 Fly Ash
Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F yakni
bituminous, dan kelas C yakni abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batu
bara jenis lignit atau sub bituminous.Adapun sifat fisik fly ash dapat dilihat pada
Tabel 2.5 (ASTM C618-91), sedangkan sifat kimianya dapat dilihat pada Tabel
2.6 (Rahmi, 2005).
Tabel 2.5 Sifat fisik abu terbang
Sifat Fisik Fly Ash Kelas F (%) Kelas C (%)
Kehalusan sisa diatas ayakan 45 um, maks 34 34
Indeks keaktifan pozzolon dengan PC I,
pada umur 28 hari, min
75 75
Air, maks 105 105
Pengembangan dengan Autoclave, maks 0,8 0,8
Sumber : ASTM C 618 – 91
Tabel 2.6 Komposisi kimia abu terbang
Senyawa Kimia Persentase kadar (%)
SiO2 62,49
Sumber : PLTU Paiton (Rahmi, 2005)
C. Semen
Semen terbagi menjadi 2 macam, yaitu semen hidrolis dan semen non hidrolis.
Semen non hidrolis ialah semen yang dapat mengikat dan mengeras di udara, akan
18
Semen hidrolis adalah semen yang dapat mengikat dan mengeras di dalam air,
sehingga tahan dan stabil di dalam air, contoh dari semen hiraulik ini yaitu semen
portland.
Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
klinker, yang terutama terdiri dari silika-silika kalsium yang bersifat hidrolis
dengan tambahan gips sebagai bahan tambahan (SK SNI-04-1989-F). Semen
portland mempunyai empat senyawa penyusun utama dan sedikit senyawa
lainnya sebagai tambahan. Kelima bahan penyususn utama tersebut, yaitu
(Prakoso, 2006) :
1. Trikalsium Silikat (C3S)
2. Dikalsium Silikat (C2S)
3. Trikalsium Aluminat (C3A)
4. Tetrakalsium Aluminoferrit (C4AF)
Komposisi trikalsium silikat dan dikalsium silikat sebesar 70 – 80 % dari berat
semen dan merupakan bagian yang paling dominan memberikan sifat semen.
Trikalsim silikat berperan untuk pembentukan kekuatan awal dan dikalsium
silikat untuk pembentukan kekuatan pada tahap berikutnya.
Semen portland dibagi menjadi lima jenis kategori sesuai dengan tujuan
pemakaiannya (PUBI, 1982) yaitu :
1. Tipe I, untuk konstruksi pada umumnya, dimana tidak memerlukan persyaratan
khusus.
2. Tipe II, untuk konstruksi pada umumnya, dimana diinginkan perlawanan
3. Tipe III, untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan kekuatan awal
yang tinggi dan dipergunakan pada daerah yang bersuhu rendah.
4. Tipe IV, untuk konstruksi-konstruksi yang persyaratan panas hidrasi rendah
dan digunakan untuk pekerjaan besar dan masif.
5. Tipe V, untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan sangat tahan
terhadap sulfat.
D. Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran beton. Hampir sebanyak 70 - 75% volume beton ditempati oleh agregat,
sehingga agregat menjadi suatu bagian penting dalam pembuatan beton. Dengan
agregat yang baik, beton dapat dikerjakan, kuat tahan lama dan ekonomis.
Agregat terbagi menjadi dua macam yaitu agregat kasar seperti kerikil, batu pecah
dan agregat halus seperti pasir. Agregat memiliki nilai yang lebih ekonomis
apabila dibandingkan dengan semen, sehingga pemakaian agregat sebaiknya
digunakan lebih banyak daripada semen. Macam-macam agregat menurut proses
pengolahannya yaitu (Hartanto & Pratomo, 2011) :
1. Agregat alam
Agregat yang berasal dari alam terbentuk dari proses erosi dan degradsi.
Bentuk partikelnya ditentukan oleh proses pengolahannya.
2. Agregat buatan
Agregat buatan adalah suatu agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan
20
Dalam pembuatan bata beton berlubang, pasir yang digunakan harus bermutu baik
sesuai dengan persyaratan menurut SK SNI 04-1989- F, diantaranya yaitu:
1. Agregat halus terdiri dari butiran yang tajam dan keras dengan indeks
kekerasan < 2,2.
2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dan apabila mengandung
lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci.
3. Sifat kekal apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat.
4. Pasir tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.
5. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agragat halus untuk semua mutu beton
kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemerintahan bahan bangunan yang
diakui.
Dilihat dari syarat batas gradasinya, agregat halus (pasir) dibagi menjadi empat
zona seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.7 di bawah ini (Prakoso, 2006)
Tabel 2.7 Syarat gradasi pasir
Lubang
E. Air
Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan bata beton
berlubang. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi
bahan pelumas antar butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan
dipadatkan. Tetapi perlu dicatat bahwa tambahan air untuk pelumas ini tidak
boleh terlalu banyak karena kekuatan bata beton berlubang akan rendah.
Air yang digunakan untuk pencampuran beton haruslah bersih dan yang paling
baik adalah yang memenuhi syarat air minum. Air yang digunakan dalam proses
pembuatan beton jika terlalu sedikit maka akan menyebabkan beton sulit untuk
dikerjakan, tetapi jika terlalu banyak tentu akan mengurangi nilai kekuatan dari
beton itu sendiri. Menurut SK SNI S 04-1989-F, air yang digunakan untuk
campuran beton harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Air harus bersih
2. Tidak mengandung lumpur minyak dan benda terapan lain yang bisa dilihat
secara visual.
3. Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton (asam organik) lebih dari
15 gram/liter.
4. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter.
5. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
22
F. Kuat Tekan
Pengertian kuat tekan bata beton dianologikan dengan kuat tekan beton. Yang
dimaksud dengan kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu
dihasilkan oleh mesin tekan. Dalam teori teknologi beton dijelaskan bahwa
faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton adalah faktor-faktor air semen,
kepadatan, umur beton, jenis semen, jumlah semen, dan sifat agregat. Untuk
memperoleh kuat tekan yang tinggi maka diperlukan agregat sudah diuji melalui
uji agregat sehingga kuat tekannya tidak lebih rendah daripada pastanya.
Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah kekasaran
permukaan dan ukuran maksimumnya. Jumlah semen dapat menentukan kuat
tekan dari bata beton, tetapi banyak sedikitnya jumlah semen yang dimaksud
untuk meningkatkan kuat tekan bata beton harus diperhatikan nilai faktor air
semen yang dihasilkan oleh adukan semen tersebut. Dari beberapa pengertian
diatas dapat ditarik kesimpulan akhir adalah bahwa kuat tekan bata beton adalah
kekutan yang dihasilkan dari pengujian tekan oleh mesin uji tekan yang
merupakan beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan
ukuran luas nominal batako atau besarnya beban persatuan luas. Untuk
pengukuran kuat tekan bata beton mengacu pada standar ASTM C -133-97.
G. Daya Serap Air
Persentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut serapan air,
kecilnya penyerapan air sangat dipengaruhi pori atau rongga yang terdapat pada
beton. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin
besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori)
yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi
material penyusunannya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan
rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan
meninggalkan rongga. Untuk pengukuran penyerapan air bata beton
menggunakan mengacu pada standar ASTM C 20-93.
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai bata beton yang dicampur dengan limbah abu batubara baik
fly ash maupun bottom ash telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dion
Stefanus Haryanto (2011) meneliti pemanfaatan bottom ash sebagai material
konstruksi dalam pembuatan bata beton berlubang untuk dinding. Dari
penelitiannya ini diperoleh kesimpulan bahwa penggantian bottom ash yang
paling optimum sebesar 10 % dari berat pasir, dimana bata beton berlubang yang
dihasilkan dapat dikategorikan ke dalam mutu IV, dan untuk hasil uji penyerapan
air, bata beton berlubang yang dibuat masuk ke dalam mutu I.
Julius Sunarko dan Edo Manuel (2011) meneliti pengaruh metoda pemadatan
batako berlubang yang memanfaatkan fly ash dan bottom ash. Dari hasil
penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa jumlah berat fly ash dan bottom ash
optimum yang dapat digunakan adalah sebesar 30,72 % untuk fly ash dan 24,32 %
24
metode vibrate mengasilkan nilai kuat tekan tertinggi dan masuk ke dalam kelas
mutu III, sedangkan tingkat penyerapan air batako termasuk dalam kelas mutu I.
Andy Hartanto dan Andrew Pratomo (2011) meneliti pengaruh metoda perawatan
batako berlubang yang memanfaatkan fly ash dan bottom ash. Dari hasil
penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa didapati komposisi optimum kadar
pemakaian fly ash 30,72 % berat semen, bottom ash 24,32 % berat pasir, serta
perbandingan berat semen : pasir yaitu 1 : 8,75. Perawatan siram 1 kali/hari
sampai umur 28 hari, diperoleh kuat tekan 53,83 kg/cm2 lebih besar dari metoda
perawatan lainnya.
Efran Yorky Yulianto (2007) meneliti tentang pemanfaatan limbah batubara
(bottom ash) sebagai bata beton ditinjau dari aspek teknik dan lingkungan. Dari
hasil penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa proporsi limbah batubara (bottom
ash) optimum sebesar 10 % dari berat agregat halus dengan nilai kuat tekan
III. METODE PENELITIAN
A.Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit
merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan dalam kondisi baik,
dalam zak dengan satuan 50 kg/zak.
2. Pasir yang digunakan berasal dari Way Seputih, daerah Gunung Sugih,
Lampung Tengah.
3. Air yang digunakan adalah air dari instalasi air bersih Laboratorium Bahan dan
Konstruksi Universitas Lampung.
4. Bottom ash (abu dasar) batu bara berasal dari PLTU Tarahan Lampung.
B.Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Satu set saringan
Alat ini digunakan untuk mengukur gradasi agregat sehingga dapat ditentukan
nilai modulus kehalusan butir agregat. Saringan yang dipakai dengan diameter
berturut-turut 4,75 mm, 2,63 mm, 1,18 mm, 0,60 mm, 0,30 mm, 0,15 mm yang
26
2. Timbangan
Timbangan berkapasitas maksimum 50 kg dengan ketelitian pembacaan 10 gr
digunakan untuk mengukur berat beton. Timbangan berkapasitas 12 kg dengan
ketelitian pembacaan 1 gr digunakan untuk mengukur berat bahan campuran
bata beton berlubang.
3. Oven
Alat ini digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan pada saat pengujian
material yang membutuhkan kondisi kering. Oven juga sebagai pendukung
yang dipakai untuk pengujian daya serap air bata beton berlubang.
4. Piknometer
Alat ini digunakan untuk mengukur berat jenis pasir dan berat jenis bottom ash.
5. Kerucut Abrams
Kerucut Abrams beserta tilam pelat baja dan tongkat besi digunakan untuk
mengukur konsistensi atau secara sederhana workability adukan dengan
percobaan Slump Test.
6. Cetakan bata beton
Cetakan bata beton berlubang seperti pada gambar 3.1 dengan ukuran 10 x 20 x
40 cm, digunakan untuk mencetak benda uji.
7. Mesin uji tekan
Alat ini digunakan untuk menguji kuat tekan bata beton berlubang. Dalam
penelitian ini akan dipakai Compression Testing Machine (CTM).
8. Alat bantu
Selama proses pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu
diantaranya adalah sendok semen, mistar, jangka sorong, dan container.
C.Variabel Penelitian
Pada penelitian ini jenis bata beton yang diteliti ialah jenis bata beton berlubang,
selain itu dilakukan pengujian kuat tekan dan penyerapan air bata beton berlubang
sebanyak dua kali, yakni pada umur 28 hari dan 56 hari. Perencanaan
perbandingan berat semen dan agregat halus campuran bata beton berlubang
adalah 1 : 5 dan faktor air semen rencana sebesar 0,46. Adapun variabel penelitian
pada tiap pengujian seperti tercantum pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Variabel penelitian
Kode
Sampel Fas
Komposisi Campuran Macam Pengujian, Umur Bata
Beton, dan Jumlah Benda Uji
Pc Pasir Bottom ash
(%)
Uji Kuat Tekan & Uji Serapan Air
28
D.Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi,
Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian ini
dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu : pengadaan bahan material,
pemeriksaan bahan susun bata beton berlubang, pembuatan bata beton berlubang,
perawatan (curing time) serta pemeliharaan bata beton berlubang, pelaksanaan
pengujian benda uji, dan analisis hasil penelitian.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian adalah :
D.1 Pengadaan Bahan dan Peralatan
Sebelum penelitian mulai dilakukan, maka bahan dan peralatan yang akan
digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. Bahan-bahan susun bata beton berlubang
adalah semen, pasir, abu dasar (bottom ash) dari PLTU Tarahan Lampung, dan air
dari instalasi air bersih laboratorium. Setelah bahan-bahan tersebut tersedia, maka
dilakukan pengujian material.
D.2 Pemeriksaan Bahan
Pemeriksaan serta pengujian terhadap bahan susun bata beton berlubang terdiri
dari :
1. Pasir
Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan berat jenis agragat
b. Pemeriksaan berat volume agregat
d. Pemeriksaan kadar lumpur
e. Pemeriksaan kadar air
2. Semen
Pemeriksaan terhadap semen dilakukan dengan cara visual yaitu semen dalam
keadaan tertutup rapat dan setelah dibuka tidak ada gumpalan serta
butirannya halus.
3. Air
Pemeriksaan terhadap air juga dilakukan secara visual yaitu air harus bersih,
tidak mengandung lumpur, minyak dan garam sesuai dengan persyaratan
untuk minum.
4. Abu dasar (Bottom ash)
Pemeriksaan terhadap bottom ash dilakukan dengan cara visual yaitu bottom
ash yang berwarna abu-abu gelap, pemeriksaan gradasi bottom ash,
pemeriksaan berat jenis, dan pemeriksaan berat volume.
D.3 Pembuatan Bata Beton Berlubang
Adapun langkah-langkah pembuatan bata beton berlubang, yaitu :
1. Persiapan bahan susun bata beton berlubang
Adapun persiapan yang dilakukan antara lain :
a. Menimbang bahan-bahan susun bata beton berlubang yaitu semen, pasir,
bottom ash dan air dengan berat yang telah ditentukan dalam perencanaan
campuran bata beton berlubang. Pasir dan bottom ash yang digunakan,
30
b. Mempersiapkan cetakan bata beton berlubang dan peralatan lain yang
dibutuhkan.
2. Pengadukan campuran bata beton berlubang
Mencampurkan bahan pengisi (agregat), bahan ikat (semen portland) dan abu
dasar (bottom ash) dalam komposisi yang direncanakan dalam keadaan kering.
Langkah ini dilakukan agar pencampuran antara bahan-bahan tersebut dapat
lebih homogen, sehingga diharapkan hasil yang diperoleh maksimal.
Dilanjutkan dengan memasukan air yang dibutuhkan kedalam campuran
bahan-bahan. Pengadukan dilakukan sebanyak satu kali untuk setiap macam
campuran dan setiap pengadukan dilakukan pemeriksaan.
3. Pencetakan bata beton berlubang
Setelah bahan-bahan campuran bata beton berlubang tercampur merata,
campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan bata beton berlubang yang
telah dipersiapkan, seperti yang terlihat pada gambar 3.2. Proses memasukkan
bahan susun ke dalam cetakan dibagi ke dalam beberapa lapisan.
Gambar 3.2 Pencetakan benda uji
Proses pemadatan bata beton berlubang dilakukan dengan cara ditumbuk
dipadatkan, maka cetakan langsung dapat dibuka seketika itu juga, seperti yang
terlihat pada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Pelepasan cetakan dari benda uji
Kemudian bata beton berlubang dibiarkan selama ± 24 jam dengan tujuan agar
bata beton berlubang memiliki kekuatan untuk dapat diangkat tanpa dengan
bantuan alas. Setelah 24 jam, bata beton berlubang dapat diangkat dan
diletakkan di area penyimpanan serta perawatan selama 28 hari dan selama 56
hari.
4. Perawatan serta Pemeliharaan
Perawatan bata beton berlubang dilakukan selama 28 hari dan 56 hari dengan
disimpan di dalam ruangan dengan kondisi yang lembab dan disiram dengan
air satu kali sehari selama masa perawatan. Hal ini dimaksudkan untuk
memperlambat proses penguapan air yang ada di dalam bata beton berlubang
sehingga semen dapat berhidrasi dengan sempurna. Selama proses
pemeliharaan, perawatan tetap dilakukan dengan cara penyiraman satu kali
32
D.4 Pengujian Kuat Tekan Bata Beton Berlubang
Sebelum pengujian kuat tekan dimulai, maka dilakukan terlebih dahulu
pengukuran dimensi bata beton berlubang (standar spesifikasi bahan bangunan)
dengan cara mengukur dimensi panjang, lebar dan tinggi tiap-tiap benda uji bata
beton berlubang dalam satu komposisi pencampuran seperti yang terlihat pada
gambar 3.4. Dari hasil pengukuran keempat benda uji diambil rata-ratanya.
Setelah itu boleh dilanjutkan dengan pengujian kuat tekan bata beton berlubang
(SNI 03-0349-1989).
Gambar 3.4 Pengukuran dimensi benda uji
Pertama-tama mengambil benda uji bata beton berlubang dalam satu komposisi
pencampuran yang sama sebanyak empat buah. Lalu dilanjutkan dengan
meletakkan benda uji pada mesin tekan secara simetris, bagian atas dari benda uji
diletakan pula pelat kayu atau pelat besi seperti yang terlihat pada gambar 3.5.
Kemudian alur penekanan alat uji tekan dikencangkan hingga mengenai dan
menekan bata beton berlubang, lalu kunci RAM dan kalibrasikan jarum penunjuk
kuat tekan pada mesin uji. Setelah itu menjalankan mesin uji kuat tekan dengan
pembebanan yang konstan berkisar antara 2 sampai 4 kg/cm2 per detik. Lakukan
Gambar 3.5 Pengujian kuat tekan benda uji
Hasil kuat tekan benda uji dicatat saat jarum penunjuk kuat tekan mencapai nilai
tertinggi. Ulangi langkah-langkah tersebut untuk berbagai komposisi
pencampuran yang ada dalam penelitian ini hingga selesai. Berikut ini adalah cara
untuk mencari besarnya kuat tekan, yaitu dengan rumus:
Kuat Tekan (kg/cm2) = �
�
... (1)
Dimana: P = beban maksimum (kg)
A = luas bruto permukaan bata beton berlubang (cm2)
Gambar 3.6 Permukaan bata beton berlubang
D.5 Pengujian Serapan Air Bata Beton Berlubang
Setelah benda uji selesai diuji kuat tekannya (dalam kondisi pecah dan retak), bata
beton berlubang tersebut diletakkan ke tempat yang lapang untuk kemudian
34
beberapa bongkahan tersebut. Kemudian bongkahan dari benda uji tersebut
direndam selama ± 24 jam. Setelah direndam benda uji diangkat, ditiriskan selama
1 menit dan diseka permukaannya dengan lap kering hingga mencapai kondisi
kering permukaan. Setelah itu ditimbang dan dicatat beratnya. Kemudian
bongkahan benda uji tersebut (dalam kondisi kering permukaan) dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu 110ºC selama ± 24 jam. Setelah benda uji kering di
oven, lalu ditimbang dan dicatat beratnya. Berikut merupakan cara untuk mencari
besarnya penyerapan air, yaitu dengan rumus :
Penyerapan Air (%) = ( �1−�2 )
�2 � 100%
... (2)
Dimana : W1 = berat benda uji bata beton dalam kondisi basah (kg)
W2 = berat benda uji bata beton dalam kondisi kering oven (kg).
E.Analisa Hasil Penelitian
Analisa hasil dari penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Menghitung kuat tekan bata beton berlubang dengan menggunakan persamaan
(1) dan disajikan dalam bentuk tabel.
2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel yang digunakan terhadap
hubungan kuat tekan dengan komposisi material bottom ash yang bervariasi
dan disajikan dalam bentuk grafik.
3. Menghitung besarnya penyerapan air bata beton berlubang dengan persamaan
(2) dan disajikan dalam bentuk tabel.
4. Mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel yang digunakan terhadap
hubungan serapan air dengan komposisi persentase bottom ash yang bervariasi
5. Mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel yang digunakan terhadap
hubungan antara perkembangan kekuatan bata beton berlubang selama 28 hari
dan selama 56 hari dengan penambahan bottom ash didalamnya.
F. Bagan Alir Penelitian
Secara keseluruhan bagan alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.7
mulai
Studi Pustaka
Persiapan Material
Pembuatan Bata Beton
Berlubang Kontrol
Pengujian Bata Beton
A
Pembuatan Bata Beton dengan
36
A
Proses Curing time
atau Perawatan
Uji Kuat Tekan
Uji Penyerapan Air
Analisis Hasil
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari hasil pengujian/pemeriksaan pasir dan bottom ash, didapat nilai berat
jenis kondisi SSD sebesar 2,62 untuk pasir dan 2,58 untuk bottom ash, nilai
berat jenis yang didapat digunakan dalam perancangan campuran. Selain itu
didapat pula nilai modulus kehalusan agregat sebesar 2,83 untuk pasir dan
1,68 untuk bottom ash, campuran antar gradasi dalam komposisi
mempengaruhi kekuatan bata beton.
2. Hasil uji kuat tekan rata-rata bata beton berlubang tanpa bottom ash pada
umur 28 hari sebesar 20,81 kg/cm² dan 56 hari sebesar 26,95 kg/cm²
mencapai kualifikasi mutu IV SNI 03-0349-1989.
3. Bata beton berlubang dengan komposisi bottom ash sebesar 25% dari berat
pasir, menghasilkan kuat tekan optimum, yakni 45,46 kg/cm² untuk umur 28
hari dan 48,58 kg/cm² untuk umur 56 hari. Kedua bata beton berlubang
tersebut mencapai mutu II. Penggunaan bottom ash sebagai pengganti
sebagian pasir sebanyak 25% dari berat pasir merupakan penggunaan bahan
63
4. Nilai kuat tekan bata beton berlubang yang dihasilkan mengalami
peningkatan dari umur 28 hari ke umur 56 hari.
5. Bata beton berlubang dengan penggunaan bottom ash sebagai pengganti
sebagian pasir mampu menghasilkan kuat tekan yang melebihi bata beton
berlubang tanpa penggunaan bottom ash pada komposisi campurannya.
6. Hasil uji serapan air yang dilakukan pada bata beton berlubang yang
menggunakan bottom ash sebagai pengganti pasir sebesar 25%, memenuhi
syarat ketentuan SNI 03-0349-1989, yaitu mutu II (maks 35 %).
7. Nilai serapan air dalam bata beton berlubang dipengaruhi oleh nilai kuat
tekannya. Bata beton dengan nilai kuat tekan yang tinggi memiliki kepadatan
yang baik, sehingga akan menghasilkan volume rongga yang sedikit, semakin
sedikit rongga di dalam bata beton, menyebabkan nilai kuat tekan bata beton
menjadi tinggi.
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat memberikan beberapa saran,
antara lain :
1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai pemanfaatan
bottom ash dalam bata beton berlubang untuk bahan konstruksi lainnya.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bata beton berlubang yang
memanfaatkan bottom ash sebagai bahan campuran pada komposisinya
menggunakan metode pemadatan dengan mesin, karena pada penelitian ini
metode pemadatan yang digunakan ialah metode manual, sehingga kurang
3. Perlu tempat yang permukaannya rata pada saat melepas benda uji dari
cetakannya, agar benda uji tidak pecah.
4. Jumlah benda uji sebaiknya lebih banyak, sehingga diharapkan kemudian
didapat hasil penelitian yang jauh lebih akurat dari penelitian yang telah
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, P., Y. Aggarwal, et al. 2007. Effect of Botoom Ash as Replacement
Fine Aggregat in Concrete. Asian Journal of Civil Engineering (Building and Housing) 8. No.1 : 49 – 62.
Badan Standar Nasional Indonesia. SK SNI 03-0349-1989 Bata Beton untuk
Pasangan dinding.
Hartanto, Andy dan Andrew, Pratomo. 2011. Evaluasi Efektifitas Beberapa
Metoda Perawatan Batako Berlubang yang Memanfaatkan Fly Ash dan Bottom Ash. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Haryanto, Dion Stefanus. 2011. Penelitian Pendahuluan Studi Pemanfaatan
Bottom Ash sebagai Material Konstruksi dalam Pembuatan Bata Beton Berlubang untuk Dinding. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Haryono, Sri dan Luky, Primantari. 2005. Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu
sebagai Bahan Substitusi Semen untuk Meningkatkan Kuat Tekan dan Durabilitas Beton pada Lingkunag Agresif. Majalah Ilmiah Kopertis Wilayah VI. Vol. XV No. 23 tahun 2005.
ILO. 2006. Modul Pelatihan Pembuatan Ubin atau Paving Blok dan Batako.
Kantor Perburuhan Internasional. Jakarta.
Murdock, L. J. and Brook K, M. 1991. Bahan dan Praktek Beton (alih bahasa
Stephanus Hendarko). Erlangga. Jakarta.
Mulyono, Tri. 2003. Teknologi Beton. Andi Offset. Yogyakarta.
Prakoso, Joko. 2006. Pengaruh Penambahan Abu Terbang terhadap Kuat Tekan
Samekto,W. Dan C. Rahmadiyanto. 2003. Teknologi Beton. Kanisius. Yogyakarta.
Santoso, I., Roy, S. K., et al. 2003. Pengaruh Penggunaan Bottom Ash terhadap
Karakteristik Campuran Aspal Beton. Dimensi Teknik Sipil 5. No.2 75 -81.
Sari, D.T. 2010. Pembuatan dan Karakterisasi Batako Menggunakan Abu Tandan
Kosong Kelapa Sawit. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sunarko, Julius dan Edo, Manuel. 2011. Evaluasi Beberaoa Metoda Pemadatan
Batako Berlubang yang Memanfaatkan Fly Ash dan Bottom Ash. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Wijanarko, W. 2008. Metode Penelitian Jerami Padi sebagai Pengisi Batako.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Wikipedia the Free Encyelopedia. Bottom Ash. August 10, 2012. http:// en
wikipedia. Org/wiki/bottom ash.