ABSTRAK
UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBUNG NYAWA (Gynura Procumbens) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
GINJAL TIKUS PUTIH GALUR Sprague dawley
Oleh
ALVIONITA NUR FITRIANA
Daun sambung nyawa (Gynura procumbens) banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman herbal. Tanaman ini digunakan untuk pencegahan kanker maupun obat herbal pendamping kemoterapi sehingga dapat mempercepat penyembuhan dan meminimalisir efek samping dari kemoterapi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah peningkatan dosis ekstrak etanol daun sambung nyawa (Gynura procumbens) dapat menyebabkan perubahan pada gambaran histopatologi ginjal.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dan sampel diambil secara acak terkontrol. 25 tikus yang dugunakan kemudian dibagi menjadi 5 kelompok dan diberi perlakuan selama 14 hari. Kelompok 1 (KI) merupakan kelompok kontrol negatif dengan pemberian akuades, dan kelompok 2, 3, 4, dan 5 merupakan kelompok perlakuan dengan dosis ekstrak masing–masing 500 mg/kgBB, 1000 mg/kgBB, 1500 mg/kgBB, dan 2000 mg/kgBB.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata skor kerusakan ginjal pada K1 3,50±0,577; K2 3,80±0,837; K3 3,40±0,548; K4 5,60±0,548; K5 5,50±1,000. Hasil uji Kruskal Wallis didapatkan p=0,005. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian perlakuan terhadap gambaran kerusakan ginjal tikus pada minimal 2 kelompok. Selanjutnya dilakukan uji Post Hoc Mann-Whitney
didapatkan hasil perbedaan signifikan (p<0,05) antara kelompok 1 (K1) dengan kelompok 4 dan 5. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sambung nyawa dapat menimbulkan kerusakan gambaran histopatologis ginjal tikus putih galur Sprague dawley pada peningkatan dosis diatas 1500 mg/kgBB hingga 2000 mg/kgBB.
ABSTRACT
TOXICITY OF SAMBUNG NYAWA (Gynura Procumbens) LEAF ETHANOL EXTRACT ON RENAL HISTOPATOLOGICAL ANALYSIS
OF Sprague dawley RATS By
ALVIONITA NUR FITRIANA
Sambung nyawa leaf used by Indonesian as a herbal drug. This leaf used as prevention or as co-chemotherapy so the side effect of chemical drugs that used during chemotherapy can be minimalizied and made the healing process faster. This study suggested whether sambung nyawa leaf has side effect which could damage renal histopatological structure in rats.
This study used experimental method which samples used randomized controlled design. 25 rats were broadly divided into 5 groups and treated for 14 days. First goup (KI) was a negative control group which aquadest given as treatment, and the rest of it (2 nd, 3 rd, 4 th, and 5 th group) were treated with ethanol extract of sambung nyawa’s leaf with each dose 500 mg/kg body weight, 1000 mg/kg body weight, 1500 mg/kg body weight, 2000 mg/kg body weight.
The result of this study showed the mean score of renal’s damage were K1 3,50±0,577; K2 3,80±0,837; K3 3,40±0,548; K4 5,60±0,548; K5 5,50±1,000. Result of Kruskal Wallis test obtained p value=0,005. It means that there was an effect of ethanol extract of sambung nyawa leaf on histopathological analysis on 2 groups minimal. Next test was Post Hoc Mann-Whitney test and showed that there were significant differencies between first group as negative control group and 4 th and 5 th group. This result showed that increasing the dose until 1500 mg/kg body weight and 2000 mg/kg body weight of ethanol extract sambung nyawa leaf could damage renal’s histopathological stucture of Sprague dawley rats
UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBUNG NYAWA (Gynura Procumbens) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
GINJAL TIKUS PUTIH GALUR Sprague dawley
Oleh
ALVIONITA NUR FITIANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tulungagung, Jawa Timur pada tanggal 25 Maret 1993. Lahir
sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan suami istri, Bapak Ir. Noer
Soedjarwanto, MT dan Ibu Siti Masruroh, S.Pd.
Pendidikan Taman Kanak–Kanak diselesaikan di RA Quratul A’in Cimahi
Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada tahun 1998. Pendidikan sekolah dasar
dijalani di SDN 1 Cimahi selama 1 tahun dari tahun 1988-1999, kemudian penulis
pindah ke SDN 1 Bolorejo, kabupaten Tulungagung, Jawa Timur hingga selesai
pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP N 1
Tulungagung pada tahun 2008. Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di
SMA N 1 Kedungwaru pada tahun 2011.
Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran program
studi Pendidikan Dokter melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif sebagai staf dan sekertaris Dinas Pendidikan dan Profesi
BEM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan anggota Paduan Suara
Kupersembahkan karya ilmiah ini untuk Papa, Mama, Adik, dan
kedua kucing kecilku sebagai tanda terima kasih yang tiada terhingga.
Terimakasih banyak atas segala dukungan dan kasih sayang dari kalian
selama ini meskipun karya ilmiah ini tidak dapat menggantikan seluruh
keringat, waktu, dan materi yang telah kalian relakan untuk
membantuku selama menjalani perkuliahan ini akan tetapi aku berharap
semoga karya ilmiah ini dapat menjadi bukti kesungguhanku dalam
menjalankan amanah dari kalian.
Kupersembahkan pula karya ilmiah ini kepada kedua dosen pembimbing
ku dan dosen penguji sebagai rasa terima kasih atas waktu dan
pengetahuan yang telah diberikan selama penyusunan karya ilmiah ini.
“
My friends and family are my support system. They tell me what I
need to hear, not what I want to hear and they are there for me in the
good and bad times. Without them I have no idea where I would be and
I know that their love for me is what's keeping my head above the water.
”
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul “Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Sambung Nyawa
(Gynura Procumbens) Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus Putih Galur
Sprague dawley” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Harianto, M.S selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Dr. Sutyarso, M.Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran.
3. dr. Novita Carolia, M.Sc selaku Pembimbing Utama atas segala kesediaan
dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. dr. Liana Sidharti, M.K.M selaku Pembimbing Kedua atas waktu, pikiran,
saran, bimbingan, serta kesabarannya dalam membimbing saya hingga
5. dr. Ety Apriliani, M. Biomed selaku Penguji Utama pada ujian skripsi dan
sebagai Pembimbing Akademik. Terima kasih atas motivasi, dukungan,
saran dan kritik membangun dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Kedua orangtuaku yang senantiasa mendukung dan selalu ada untukku.
Terima kasih atas segala doa yang tak pernah terlupa di setiap shalatmu,
segala bentuk dukungan dalam bentuk apapun termasuk materi, motivasi,
nasehat, pengalaman hidup, dan kesabaran dalam menghadapi anakmu ini.
Maaf bila ananda sering mengecewakan dan belum bisa membanggakan,
sesungguhnya aku takkan menjadi seperti sekarang ini bila tanpa
genggaman tanganmu, bapak ibu.
7. Adikku Nabila Balqish yang selalu memberikan dukungan, perhatian,
menjadi teman dikala jenuh, dan semoga dapat menjadi anak yang
berprestasi serta membanggakan kedua orang tua.
8. Staf-staf dosen yang telah menjadi guru saya, sangat banyak ilmu yang telah
diberikan, dan hanya Tuhan yang bisa membalas semua hal yang telah
beliau– beliau berikan kepada saya. Staf Akademik dan Tata Usaha Fakultas
Kedokteran yang telah membantu saya dalam segala administrasi di
kampus.
9. Drh. Syarifah Alawiyah dan Pak Joko selaku pengurus Laboratorium
Patologi Anatomi Balai Veteriner. Terimakasih telah membantu saya dalam
proses pembuatan preparat dan pembacaan preparat. Bapak Sugiyo selaku
pengurus kandang pada hewan coba Balai Verteriner Bandar Lampung.
10.Jun, selaku asisten dosen kimia organik. Terimakasih telah membantu saya
dalam proses pembuatan ekstrak sambung nyawa.
11.Teman-teman alumni kelas 12 IPA 2 dan kelas 10 C SMAN 1 Kedungwaru
yang sudah banyak membantu dalam pencarian jurnal dan tak henti
memberikan support serta menjadi teman dikala jenuh.
12.Sahabatku dan teman seperjuanganku, Andini Saraswati, Devi Putri A.S,
dan Intan Mayangsari. Terimakasih atas segala suka dan duka yang telah
kita lewati bersama dan juga segala waktu bahagia, tenaga tanpa pamrih,
Semoga semua angan dan harapan yang kita inginkan akan tercapai kelak
dan persahabatan ini tetap terjaga selamanya.
13.Teman sejawat satu angkatan 2011, terimakasih telah memberikan saya
kesempatan untuk mengenal kalian. Semoga kita dapat membanggakan
almamater tercinta dan menjadi dokter yang berguna untuk nusa dan bangsa.
14.Teman-teman Asisten Dosen Farmakologi, Nycho, Dessy, Yogie, Rifka,
dan Karimah, yang telah bekerja sama dalam membimbing adik-adik
tingkat dalam perkuliahan Farmakologi.
15.Teman-teman satu tim penelitian Dea Litha, Yogie dan Nycho yang telah
membantu dalam proses penelitian mulai dari perawatan hingga perlakuan
selama penelitian.
16.Teman-teman tutorial 1, Azatu, Giok, Rifka, Zuryati, Sakinah, Fauziah,
Topaz, dan Mahendra yang telah berbagi ilmu pada akhir semester di
Fakultas Kedokteran.
17.Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (angkatan 2002-2014) yang sudah
18.Dan semua yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih telah
membantu dalam kelancaran skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Januari 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3 . Tujuan Penelitian ... 5
1.4 . Manfaat Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Ginjal ... 7
2.1.1 Anatomi Ginjal ... 7
2.1.2 Histologi Ginjal... 10
2.1.3 Fisiologi Ginjal ... 12
2.2 Gynura procumbens ... 15
2.2.1 Klasifikasi ... 15
ii
2.2.3 Kandungan Kimia pada Gynura procumbens ... 18
2.2.4 Manfaat Gynura procumbens ...20
2.3 Uji Toksisitas ... 23
2.3.1 Uji Toksisitas Akut ... 25
2.3.2 Uji Toksisitas Sub Kronik ... 27
2.4. Kerangka Penelitian ... 28
2.4.1. Kerangka teori ... 28
2.4.2 Kerangka konsep ... 30
2.5 Hipotesis ... 31
III. METODE PENELITIAN ... 32
3.1 Rancangan Penelitian ... 32
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
3.3 Populasi dan Sampel ... 32
3.3.1 Besar Sampel ... 33
3.3.2 Kriteria Sampel ... 33
3.4 Identifikasi Variabel ... 34
3.4.1 Variabel Bebas ... 34
3.4.2 Variabel Tergantung ... 34
3.5 Definisi Operasional ... 34
3.6 Bahan daan Alat Penelitian ... 36
3.6.1 Bahan Penelitian ... 36
3.6.2 Alat Penelitian ... 36
3.7 Jalannya Penelitian ... 37
3.7.1 Metode pembuatan ekstrak etanol daun sambung nyawa...37
3.7.2 Prosedur pemberian dosis ekstrak daun sambung nyawa... 38
3.7.3 Prosedur penelitian...39
3.8 Analisis Data... 40
3.9 Etika Penelitian ... 42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
4.1 Hasil Penelitian ... 45
4.1.1Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus ... 45
iii
4.2 Pembahasan ... 53
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 59
5.1 Kesimpulan ... 59
5.2 Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Definisi operasional ... 35
Tabel 2. Rerata skor kerusakan ginjal tikus ... 49
Tabel 3. Hasil rerata gambaran histopatologi kerusakan ginjal ... 50
Tabel 4. Analisis Saphiro–Wilk gambaran kerusakan ginjal ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Anatomi ginjal manusia ... 8
Gambar 2. Sirkulasi Ginjal ... 9
Gambar 3. Histologi ginjal manusia ... 10
Gambar 4. Gynura Procumbens ... 15
Gambar 5. Diagram Kerangka Teori Penelitian ... 29
Gambar 6. Diagram Kerangka Konsep Penelitian ... 30
Gambar 7. Rancangan Penelitian ... 43
Gambar 8. Pemeriksaan Mikroskopis ... 48
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Setiap tahun, 12 juta orang di seluruh
dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia karena
kanker. Jika tidak diambil tindakan pengendalian yang memadai, pada tahun
2030 diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta di antaranya
akan meninggal dunia karena kanker. Kejadian ini akan terjadi lebih cepat di
negara miskin dan berkembang (UICC, 2009).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi kanker di
Indonesia sebesar 1,4 per 1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab
kematian nomor tujuh di Indonesia dengan presentasi 5,7% dari seluruh
penyebab kematian. Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada
tahun 2010, Kanker payudara dan kanker leher rahim merupakan jenis kanker
tertinggi pada pasien rawat inap maupun rawat jalan di seluruh RS di Indonesia,
dengan jumlah pasien sebanyak 12.014 orang (28,7%) untuk kanker payudara,
dan kanker leher rahim 5.349 orang (12,8%), leukemia 4.342 orang (10,4%),
2
Kanker payudara tersebut ditemukan 80% dalam stadium lanjut sehingga sukar
disembuhkan. Banyak faktor resiko yang dapat memicu muncul nya kanker
tersebut, antara lain: genetik (faktor keturunan), faktor lingkungan (radikal
bebas), gaya hidup, faktor makanan, infeksi, virus, gangguan keseimbangan
hormonal, bahkan faktor kejiwaan dan emosional (Maharani, 2010).
Terapi kanker payudara yang banyak digunakan saat ini adalah pembedahan
dan kemoterapi. Setelah pembedahan selesai dilakukan, dilanjutkan
penggunaan obat-obat kemoterapi dan obat pengganti hormon selama beberapa
bulan atau beberapa tahun. Pengobatan dengan cara ini dapat menunda
kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita.
Penggunan beberapa jenis kemoterapi terbukti lebih efektif bila dibandingkan
dengan kemoterapi tunggal. Obat-obatan tersebut tidak dapat menyembuhkan
kanker payudara secara penuh tanpa pembedahan ataupun penyinaran. Lemas
adalah efek samping yang mungkin dapat muncul ketika sedang dilakukan
pengobatan atau beberapa waktu setelah pengobatan. Mual dan muntah juga
merupakan efek samping yang umum ditemukan (Ranggiasanka, 2010).
Kemoterapi juga dapat mengakibatkan penurunan jumlah sel darah putih
(leukosit). Penurunan jumlah sel darah putih tersebut mengakibatkan kekebalan
seorang individu akan menurun (Brunner & Suddarth, 2002).
Pemerintah Indonesia saat ini sedang menggalakan pemakaian bahan
3
tanaman berkhasiat obat dan harga yang terjangkau oleh masyarakat.
Pengobatan itu harus aman, bermanfaat, bermutu, dan dikaji institusi
berwenang sesuai dengan ketentuan berlaku. Pemerintah khususnya
Departemen Kesehatan dalam PP RI no 8/1999 menyatakan anjuran untuk
menggunakan dan mengembangkan penelitian tanaman obat yang berkhasiat
dalam mengurangi dan menyembuhkan rasa sakit dengan alasan, harganya yang
relatif dapat dijangkau masyarakat, mudah diperoleh dan penggunaannya cukup
praktis (Farmakope, 1995).
Salah satu tanaman obat yang dapat digunakan sebagai tanaman obat untuk
membantu penyembuhan kanker adalah Gynura Procumbens. Ekstrak etanolik
Gynura Procumbens memiliki kandungan flavonoid dan terbukti mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara (Sugiyanto et al., 2003; Jenie & Meiyanto, 2007). Secara in vitro, senyawa flovanoid telah terbukti mempunyai
efek biologis yang sangat kuat. Flavonoid, sebagai antioksidan, dapat
menghambat penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang produksi
nitrit oksida yang dapat melebarkan (relaksasi) pembuluh darah, dan juga
menghambat pertumbuhan sel kanker (Heri, 2007; Mangan, 2005).
Daun sambung nyawa (Gynura Procumbens) mengandung flavonoid (7, 3, 4 trihidroksi-flavon), glikosida kuersetin, asam fenoleat (terdiri dari asam kafeat, asam p-kumarat, asam p-hidroksi benzoat, asam vanilat), triterpenoid, sapoin,
steroid, dan minyak atsiri. Puslitbang (Pusat Penelitian dan Pengembangan)
4
Departemen Kesehatan, melaporkan bahwa kandungan kimia tanaman
sambung nyawa (Gynura Procumbens) terdiri dari minyak atsiri, flavonoid, sapoin, alkaloid, dan tanin (Winarto & Tim Karyasari, 2004).
Uji efek penghambatan karsinogenitas benzo(a)pirena oleh preparat tradisional
sambung nyawa (Gynura Procumbens) dilakukan pertama kali oleh Sugiyanto, B. Sudarto, dan Edy Meiyanto pada tahun 1993 dari Fakultas Farmasi UGM
dan kemudian terus dikembangkan pada tahun 2007. Sediaan yang digunakan
berupa infus 10%, infus 20 %, ekstrak etanol, dan ekstrak eter serbuk daun
kering. Hasilnya didapatkan bahwa efek penghambatan karsinogenik mulai
tampak pada pemberian ekstrak etanol daun sambung nyawa dan dapat
menurunkan presentasi mencit yang terkena tumor sebesar 23 % (Winarto &
Tim Karyasari, 2004).
Rosida, et al. pada tahun 2009 mulai melakukan penelitian mengenai toksisitas ekstrak etanol sambung nyawa (Gynura procumbens). Penelitian dilakukan selama 13 minggu dengan menggunakan tikus galur Sprague dawley yang berumur delapan minggu. Dari hasil penelitian didapati bahwa ekstrak etanol
daun sambung nyawa (Gynura Procumbens) tidak menyebabkan perubahan pada ukuran, berat, serta penampakan secara makroskopis pada organ-organ
vital tikus (Rosidah et al., 2009).
Pengamatan toksisitas secara mikroskopik (histopatologi jaringan) belum
5
daun Gynura Procumbens terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus putih galur Sprague dawley.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:
1. Apakah pemberian dosis tinggi ekstrak etanol daun Gynura Procumbens
(sambung nyawa) dapat bersifat toksik terhadap gambaran histopatologis
ginjal tikus putih galur Sprague dawley?
1.3Tujuan penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh toksik pemberian dosis tinggi ekstrak etanol daun
Gynura Procumbens terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus putih galur Sprague dawley.
1.4Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah
dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.
2. Bagi masyarakat/institusi, dapat memberikan informasi berapa dosis
maksimal yang dapat dikonsumsi serta efek samping apa saja yang dapat
timbul pada organ ginjal dari penggunaan ekstrak daun Sambung Nyawa
(Gynura Procumbens).
3. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila) meningkatkan
6
pencapaian visi FK Unila 2025 sebagai fakultas kedokteran sepuluh terbaik
di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan agromedicine.
4. Bagi peneliti lain, dapat membuka penelitian lanjutan untuk dapat
meningkatkan status sambung nyawa yang selama ini lebih dikenal sebagai
tanaman jamu, sehingga sambung nyawa diharapkan dapat berkembang
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Ginjal
2.1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ berwarna coklat kemerahan seperti kacang
merah yang terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, berjumlah
sebanyak dua buah dimana masing-masing terletak dikanan dan kiri
columna vertebralis (Snell, 2006). Kedua ginjal terletak di retroperitoneal pada dinding abdomen, masing-masing disisi kanan dan
kiri columna vertebralis setinggi vertebra torakal 12 sampai vertebra lumbal tiga. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dari pada ginjal
kiri karena besarnya lobus hati kanan (Moore & Anne, 2012).
Pada struktur luar ginjal didapati kapsul fibrosa yang keras dan
berfungsi untuk melindungi struktur bagian dalam yang rapuh (Guyton
& Hall, 2008). Pada tepi medial masing-masing ginjal yang cekung
terdapat celah vertikal yang dikenal sebagai hilum renale yaitu tempat arteri renalis masuk dan vena renalis serta pelvis renalis keluar (Moore
8
Gambar 1. Anatomi ginjal manusia Sumber: Sloane, 2004
Ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang dapat
digambarkan yaitu korteks dibagian luar dan medulla dibagian dalam
(Guyton & Hall, 2008). Masing-masing ginjal terdiri dari 1–4 juta
nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, nefron terdiri atas
korpuskulum renal, tubulus kontortus proksimal, ansa henle dan tubulus
kontortus distal (Junqueira & Carneriro, 2007).
Setiap korpuskulum renal terdiri atas seberkas kapiler berupa
glomelurus yang dikelilingi oleh kapsula epitel berdinding ganda yang
disebut kapsula bowman. Lapisan viseralis atau lapisan dalam kapsula
ini meliputi glomerulus, sedangkan lapisan luar yang membentuk batas
korpuskulum renal disebut lapisan parietal. Di antara kedua lapisan
kapsula bowman terdapat ruang urinarius yang menampung cairan yang
disaring melalui dinding kapiler dan lapisan viseral (Junqueira &
9
Tubulus renal yang berawal pada korpuskulum renal adalah tubulus
kontortus proksimal, tubulus ini terletak pada korteks yang kemudian
turun ke dalam medula dan menjadi ansa henle. Ansa henle terdiri atas
beberapa segmen, antara lain segmen desenden tebal tubulus kontortus
proksimal, segmen asenden dan desenden tipis, dan segmen tebal
tubulus kontortus distal (Eroschenko, 2010).
Gambar 2. Sirkulasi ginjal Sumber: Sloane, 2004
Ginjal diperdarahi oleh arteri renalis yang letaknya setinggi diskus
intervertebralis vertebra lumbal satu dan vertebra lumbal dua (Moore &
Anne, 2012). Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan
10
arteri interlobularis dan arteriol aferen yang menuju ke kapiler
glomelurus (Guyton & Hall, 2008). Sistem vena pada ginjal berjalan
paralel dengan sistem arteriol dan membentuk vena interlobularis, vena
arkuata, vena interlobaris dan vena renalis (Guyton & Hall, 2008).
Persarafan ginjal berasal dari pleksus renalis dari serabut simpatis dan
parasimpatis (Moore & Anne, 2012).
2.1.2 Histologi Ginjal
Satuan fungsi ginjal terdiri atas nefron dan duktus koligentes yang
menampung curahan nefron, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa di bagian korteks setiap ginjal terdapat jutaan nefron. Nefron ini
terdiri atas dua komponen, yaitu korpuskulum renal dan tubuli distal
(tubulus kontortus proksimal, ansa henle, tubulus kontortus distal dan
tubulus koligentes) (Eroschenko, 2010).
Gambar 3. Histologi ginjal manusia Sumber: Slomianka, 2009
Tubulus kontortus distal
11
Berikut karakteristik masing-masing bagian ginjal:
a. Korpuskulum renal
Korpuskulum renal bergaris tengah kira-kira 200 μm, terdiri atas
seberkas kapiler yaitu glomerulus, dan dikelilingi oleh kapsula epitel
berdinding ganda yang disebut kapsula bowman (Junqueira &
Carneriro, 2007).
b. Tubulus kontortus proksimal
Tubulus kontortus proksimal dilapisi oleh sel-sel selapis kuboid atau
silindris. Sel-sel ini memiliki sitoplasma asidofilik yang disebabkan
oleh adanya mitokondria panjang dalam jumlah besar, apeks sel
memiliki banyak mikrovili dengan panjang kira-kira satu μm yang
membentuk suatu brush border (Junqueira & Carneriro, 2007). c. Lengkung henle
Lengkung henle merupakan struktur yang berbentuk lengkungan
yang terdiri atas ruas tebal desenden, ruas tipis desenden, ruas tipis
asenden dan ruas tebal asenden. Lumen ruas nefron ini lebar karena
dindingnya terdiri atas sel epitel gepeng yang intinya hanya sedikit
menonjol ke dalam lumen (Junqueira & Carneriro, 2007).
d. Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal merupakan bagian terakhir dari nefron yang
dilapisi oleh sel epitel selapis kuboid. Sel-sel tubulus distal lebih
gepeng dan lebih kecil dibandingkan dengan tubulus proksimal,
maka tampak lebih banyak sel dan inti pada tubulus distal (Junqueira
12
e. Tubulus koligentes
Tubulus koligentes dilapisi epitel sel kuboid dan bergaris tengah
lebih kurang 40 μm, sewaktu tubulus masuk lebih dalam ke dalam
medula, sel-selnya meninggi sampai menjadi sel silindris (Junqueira
& Carneriro, 2007).
2.1.3 Fisiologi Ginjal
Ginjal memiliki berbagai fungsi antara lain, ekskresi produk sisa
metabolisme dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan
elektrolit, pengaturan osmolaritas cairan tubuh, pengaturan
keseimbangan asam dan basa, sekresi dan ekskresi hormon dan
glukoneogenesis (Guyton & Hall, 2008). Price & Wilson pada tahun
2006 menjelaskan fungsi utama ginjal sebagai fungsi ekskresi dan non
ekskresi. Fungsi ekskresinya antara lain untuk mempertahankan
osmolaritas plasma sekitar 285 mili Osmol dengan mengubah ekskresi
air, mempertahankan volume ECF (Extra Cellular Fluid) dan tekanan darah dengan mengubah ekskresi natrium, untuk mempertahankan
konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam rentang
normal. Serta untuk mempertahankan derajat keasaman/pH plasma
sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk
kembali karbonat. Fungsi ekskresi ginjal juga meliputi ekskresi produk
akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam urat dan
13
Fungsi non-ekskresinya meliputi sintesis dan aktifasi hormon,
mensekresi renin yang memilliki peran penting dalam pengaturan
tekanan darah, menghasilkan eritropoetin untuk merangsang produksi
sel darah merah oleh sumsum tulang, serta mensekresi prostaglandin,
yang berperan sebagai vasodilator dan bekerja secara lokal serta
melindungi dari kerusakan iskemik ginjal. Sebagai fungsinya sebagai
organ non-ekskresi, ginjal juga mendegradasi hormon polipeptida,
insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH
(antidiuretik hormon) dan hormon gastrointestinal. Sistem ekskresi
terdiri atas dua buah ginjal dan saluran keluar urin (Price & Wilson,
2006).
Ginjal adalah organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme
yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea
(dari sisa metabolisme asam amino), kreatin asam urat (dari asam
nukleat), dan produk akhir dari pemecahan hemoglobin (bilirubin).
Ginjal tersusun dari beberapa juta unit fungsional (nefron) yang akan
melakukan ultrafiltrasi terkait dengan ekskresi (pembentukan urin) dan
reabsorpsi (Guyton & Hall, 2008).
Ultrafiltrat hasil dari ultrafiltrasi akan dialirkan ke tubulus proksimal
untuk direabsorpsi melalui brush border dengan mengambil kembali bahan-bahan yang dibutuhkan tubuh seperti gula, asam-asam amino,
14
disalurkan ke saluran penampung (collecting tubulus) dan diekskresikan sebagai urin. Fungsi ini dilakukan melalui filtrasi darah
plasma melalui glomerulus diikuti dengan reabsorpsi di sepanjang
tubulus ginjal (Soeksmanto, 2006).
Beberapa obat diekskresi melalui ginjal. Fungsi ekskresi disini
merupakan resultan dari 3 proses, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi
aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan
distal. Sebelum memasuki ginjal, di dalam tubuh obat mengalami
berbagai macam proses hingga akhirnya obat dikeluarkan lagi dari
tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi,
metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi, atau biasa dikenal
dengan ADME. Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari
tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses.
Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi keseluruh tubuh melalui
sirkulasi darah, karena selain tergantung dari aliran darah, distribusi
obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya (Putradewa, 2010).
Darah dari arteri masuk ke jaringan kapiler melalui arteri afferent.
Apabila tekanan intra-kapiler lebih tinggi daripada tekanan dalam
tubulus lumen, cairan yang mengandung senyawa teriarut pada plasma
disaring menembus dinding kapiler dan melalui pori-pori epitelium
kapsul Bowman menuju lumen tubulus. Filtrasi glomelurus dibatasi
oleh suatu ukuran molekul senyawa yaitu kurang dari 20.000 dan dalam
15
proksimal, lengkung Henle dan tubulus distal memasuki duktus
kolektifus. Selama proses ini senyawa obat dapat mengalami reabsorpsi
ke sirkulasi sistemik kembali (Neal, 2005).
2.2 Sambung Nyawa (Gynura Procumbens) 2.2.1 Klasifikasi
Klasifikasi tanaman Sambung nyawa (Gynura Procumbens) adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Asterales
Suku : Compositae
Marga : Gynura
Jenis : Gynura Procumbens (Lour) Merr (Winarto et al, 2004).
Gambar 4. Gynura Procumbens
16
2.2.2 Deskripsi
Sambung nyawa (Gynura Procumbens L. M.) sebenarnya sudah banyak dikenal baik oleh para penjual obat herbal maupun sebagian masyarakat
peminat tanaman obat. Penggunaan nama ilmiah tanaman ini masih
sering rancu karena sering dikelirukan dengan tanaman lain yang masih
satu famili, yaitu daun dewa (Gynura pseudochina DC.) (Winarto, 2004).
Dalam penamaan Indonesia, sambung nyawa sering disebut daun dewa
atau sebaliknya daun dewa sering disebut daun sambung nyawa.
Sambung nyawa sering disebut juga sebagai ngokilo dan daun dewa
sebagai umbi dewa. Adanya komunikasi antara pemilik perkebunan
tanaman obat dan para penjual obat herbal dengan lembaga-lembaga
penelitian membuat makin diterimanya atau dimengerti bahwa yang
disebut sambung nyawa adalah daun dewa tidak berumbi, sedangkan
daun dewa adalah sambung nyawa berumbi. Umbi diterima sebagai
penciri utama antara sambung nyawa dan daun dewa (Winarto, 2004).
Berdasarkan literatur dan Hasil Kajian Determinasi Tumbuhan (cara
pengidentifikasian tumbuh-tumbuhan dengan cara membandingkan
morfologi dan antomi) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Pusat Penelitian Biologi Bogor, disebutkan bahwa daun dewa
adalah Gynura pseudochina (Lour.) DC dan sambung nyawa adalah
17
sambung nyawa sebagai Gynura procumbens L. M. pun dipakai secara luas di mancanegara termasuk di Botanical Garden Singapura (Winarto,
2004).
Sambung nyawa berasal dari dataran Cina, tetapi penyebarannya di
Indonesia sudah hampir di seluruh nusantara, di Birma, Srilanka, dan
Cina. Habitat sambung nyawa berada di hutan belantara termasuk
semak belukar. Sekarang tanaman ini sudah banyak ditanam di sekitar
pekarangan rumah di daerah Jakarta. Sambung nyawa akan tumbuh
baik pada ketinggian 1–300 m dpl dan dapat hidup hingga ketinggian
1200 meter di atas permukaan laut (dpl) (Winarto, 2004).
Sambung nyawa merupakan tumbuhan semak semusim dengan tinggi
sekitar 20–60 cm. Berbatang lunak, dengan penampang bulat dan
berwarna ungu kehijauan. Berdaun tunggal, berbentuk bulat telur,
berwarna hijau, tepi daun rata atau agak bergelombang, serta
panjangnya bisa mencapai 15 cm dan lebar tujuh cm. Daun bertangkai,
letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing, serta
pertulangan menyirip. Sambung nyawa berakar serabut dan tidak
berbunga (Suharmiati & Herti, 2006).
Bau harum akan timbul apabila daunnya dimemarkan. Batangnya lunak
dan cenderung roboh. Bagian batang yang menempel ke tanah, biasanya
18
berkayu. Pada bagian ujung tidak berbulu atau berbulu jarang,
bercabang, dan berwarna hijau muda. Panjangnya sampai tiga meter
atau lebih. Beberapa hobiis memangkas tanaman tersebut saat tumbuh
tegak sebelum roboh dan membiarkan tunas-tunas tumbuh di batangnya
sehingga lama-kelamaan membesar dan berkayu, serupa dengan
tanaman pohon rendah yang batangnya berkayu (Winarto, 2004).
2.2.3 Kandungan Kimia Sambung Nyawa (Gynura Procumbens)
Tanaman sambung nyawa (Gynura Procumbens) mempunyai kandungan kimia yang bermanfaat bagi manusia. Berbagai kandungan
yang diketahui diantaranya saponin dan flavonoida (berupa asam
klorogenat, asam kafeat, asam p-kumarat, asam p-hidroksibenzoat, dan
asam vanilat) (Suharmiati & Maryani, 2006). Puslitbang Farmasi, Balai
Penelitian dan Pengengembang Kesehatan (Balitbangkes), Departemen
Kesehatan, melaporkan bahwa kandungan kimia tanaman sambung
nyawa terdiri dari minyak atsiri, flavonoid, saponin, alkaloid, dan tanin
(Winarto, 2004).
Daun tanaman Sambung nyawa (Gynura procumbens) mengandung
senyawa flavonoid, sterol tak jenuh, triterpen, polifenol dan minyak
atsiri (Pramono & Sudarto, 1985). Hasil penelitian lain melaporkan
bahwa tumbuhan ini mengandung senyawa flavonoid, tanin, saponin,
steroid, triterpenoid, asam klorogenat, asam kafeat, asam vanilat, asam
19
asparaginase (Mulyadi, 1989). Hasil analisis kualitatif dengan metode
kromatografi lapis tipis yang dilakukan Sudarsono et al. pada tahun 2002 mendeteksi adanya sterol, triterpen, senyawa fenolik, polifenol,
dan minyak atsiri. Sugiyanto et al. pada tahun 2003 juga menyatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa dalam fraksi polar etanol
daun tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens) terdapat tiga
flavonoid golongan flavon dan flavonol. Juga disebutkan bahwa
sambung nyawa (Gynuraprocumbens) mengandung sterols, glikosida sterol, quercetin, O-neohesperidosida, kaempferol-3-glukosida, quercetin-3-O-rhamnosyl(1-6)galaktosida, quercetin – 3-O-rhamnosyl (1-6) glukosida.
Daun sambung nyawa (Gynura Procumbens) mengandung empat senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid (triterpenoid). Metabolit
yang terdapat dalam ekstrak yang larut dalam etanol 96% antara lain
asam klorogenat, asam kafeat, asam vanilat, asam kumarat, asam
hidroksi benzoat. Hasil analisis kualitatif dengan metode kromatografi
lapisan tipis dapat mendeteksi keberadaan sterol, triterpen, senyawa
fenolik (antara lain flavonoid), polifenol, dan minyak atsiri. Komponen
minyak atsiri paling sedikit terdiri dari enam senyawa monoterpen,
empat senyawa seskuiterpen, dua macam senyawa dengan ikatan
rangkap, empat senyawa dengan gugus aldehida dan keton. Hasil
penelitian dalam upaya isolasi flavonoid dilaporkan keberadaan dua
20
senyawa flavonol dan auron, sedangkan pada bercak dua diduga
kaemferol (suatu flavonol). Senyawa yang terkandung dalam etanol
daun antara lain flavon / flavonol (3-hidroksi flavon) dengan gugus
hidroksil pada posisi 4', 7' dan 6', atau 8', dengan substitusi gugus 5
hidroksi. Bila senyawa tersebut suatu flavonol, maka gugus hidroksil
pada posisi 3' dalam keadaan tersubstitusi. Di samping itu diduga
keberadaan isoflavon dengan gugus hidroksil pada posisi 6' atau 7', 8'
(cincin A) tanpa gugus hidroksil pada cincin B (Muminarsi, 2012).
2.2.4 Manfaat sambung nyawa (Gynura Procumbens)
Tanaman ini sering digunakan sebagai obat maupun makanan untuk
kesehatan, dapat berupa lalapan maupun berupa kapsul atau teh. Di
Jawa Barat, masyarakat Sunda sering mengkonsumsi sambung nyawa
sebagai lalapan (Suharmiati & Herti, 2006).
Efek farmakologi yang tercatat untuk sambung nyawa antara lain
sebagai berikut:
1) Puslitbang Farmasi Balitbang Depkes melaporkan bahwa secara
empiris sambung nyawa dapat digunakan untuk menurunkan
panas, mengobati sakit limpa, menghilangkan sakit karena
pukulan, mengobati sakit ginjal, mengobati sakit kulit,
menurunkan gula darah, menurunkan tekanan darah, antimikroba,
21
2) Indonesian Journal of Pharmacy volume 12 dan volume 13 melaporkan bahwa sambung nyawa bersifat sitotoksik terhadap sel
kanker.
3) The Journal of Indonesian Medical Plants volume 6 no 1
melaporkan hasil penelitian tentang sambung nyawa yang
memiliki efek antikarsinogenik dan dapat menghambat
pembentukan batu kandung kemih
4) Singapore Medical Journal Volume 41 melaporkan bahwa berdasarkan hasil penelitian diketahui sambung nyawa berkhasiat
untuk mengobati hipertensi, stroke, dan penyakit jantung.
5) Menurut Prof. H.M. Hembing Wijayakusuma, sambung nyawa
dapat digunakan untuk mengobati radang pita suara, diabetes,
tekanan darah tinggi, menghilangkan slem atau riak, radang
tenggorokan, batuk, sinusitis, polip, dan amandel (Winarto, 2004).
Pembuktian secara ilmiah mengenai khasiat tanaman ini melalui
penelitian telah banyak dilakukan salah satunya Sugiyanto et al. pada tahun 1993, melaporkan adanya efek penghambatan karsinogenitas benzo(a)piren (BAP) oleh preparat tradisional tanaman sambung nyawa
(Gynura procumbens). Penelitian Meiyanto pada tahun 1996 juga
menyatakan bahwa ekstrak etanol daun Gynura procumbens (Lour.)
Merr. mampu memberikan efek antimutagenik terhadap tumor paru
22
Selain menghambat karsinogenitas pada kanker paru, sambung nyawa
(Gynura procumbens) juga diketahui mampu menghambat
karsinogenitas kanker payudara. Pemberian post inisiasi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens) dosis 250
mg/kgBB dan 750 mg/kgBB dapat mengurangi insidensi kanker
payudara tikus yang diinduksi dengan dimetil benz(a)antrazena
(DMBA), menurunkan rata-rata jumlah nodul tiap tikus serta secara
kualitatif menurunkan ekspresi COX-2 sebagai enzim yang berperan
dalam angiogenesis (Meiyanto et al., 2007). Dosis ini nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk melakukan uji toksisitas.
Penelitian Meiyanto dan Septisetyani pada tahun 2005 menyatakan
bahwa fraksi XIX-XX ESN memiliki efek sitotoksik terhadap sel
kanker serviks, HeLa, dengan IC50 119 μg/ml. Fraksi tersebut juga
menghambat proliferasi sel HeLa dan dapat menginduksi terjadinya
apopotosis.
Penelitian lebih jauh oleh Maryati pada tahun 2006 menunjukkan
flavonoid yang diisolasi dari fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun
sambung nyawa (Gynura procumbens) memiliki aktivitas sitotoksik
dengan IC50 sebesar 98 μg/ml terhadap sel T47D dan secara kualitatif
meningkatkan ekspresi p53 dan Bax (regulator apoptosis). Hasil
tersebut menguatkan hasil penelitian sebelumnya baik terhadap ekstrak
23
kemopreventif Gynura procumbens, baik sebagai blocking maupun
suppressing. Ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens) juga dilaporkan memiliki efek antiangiogenik, sehingga
tanaman ini berpotensi sebagai antimetastasis, anti-invasi (Jenie &
Meiyanto, 2006).
Menurut Akiyama et al. pada tahun 2001 dalam studinya yang diterbitkan oleh Journal of Antimicrobial Chemotherapy diketahui bahwa senyawa astringen dari tanin yang terkandung dalam sambung
nyawa dapat merangsang pembentukan kompleks senyawa ikatan
tubuh terhadap enzim atau substrat mikroba sehingga proses penularan
dari bakteri tidak dapat terjadi. Studi preklinis lain yang dilakukan oleh
Lia Angelin Adriana pada tahun 2006 menunjukkan bahwa ekstrak
umbi Gynura procumbens (Lour.) Merr dapat meningkatkan peningkatan sel imunitas tubuh (makrofag) yang terinfeksi oleh
Salmonella typhimurium.
2.3Uji Toksisitas
Uji toksisitas merupakan uji untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu
senyawa. Prinsip uji toksisitas adalah bahwa komponen bioaktif selalu bersifat
toksik jika diberikan dengan dosis tinggi dan menjadi obat pada dosis rendah.
Zat atau senyawa asing yang ada di lingkungan akan terserap ke dalam tubuh
secara difusi dan langsung memengaruhi kehidupannya. Uji toksisitas
digunakan untuk mengetahui pengaruh racun yang dihasilkan oleh dosis
24
senyawa bioaktif antikanker (Hamburger & Hostettmann, 1991; Mc. Laughlin
& Rogers, 1998).
Uji toksisitas mempunyai korelasi dengan aktivitas obat antikanker.
Berdasarkan pada nilai-nilai IC50, sitotoksisitas yang tingkat ekstrak dapat
dibagi menjadi kuat (<100 μg/ml), sedang (101-200 μg/ml), dan lemah (>200
μg/ml). Semakin rendah nilai IC50semakin tinggi toksisitas terhadap kematian
hewan percobaan, maka senyawa tersebut aktif terhadap sel tumor atau sel
kanker (Subarnas et al., 2008).
Salah satu metode yang digunakan untuk menguji senyawa yang memiliki
bioaktivitas sebagai antikanker dari senyawa yang diisolasi adalah Brine shrimp lethality test (BSLT), dimana tujuan dari penggunaan metode ini adalah sebagai uji pendahuluan yang dapat mendukung penemuan senyawa-senyawa
antikanker. Sebelum percobaan toksikologi dilakukan sebaIiknya telah ada
data mengenai identifikasi, sifat obat dan rencana penggunaanya. Data ini
dapat dipakai untuk mengarahkan percobaan toksisitas yang akan dilakukan
(Ganiswara, 1995 & Radji, 2004).
Uji toksisitas terdiri atas dua jenis yaitu toksisitas umum (akut,
subakut/subkronis, kronis) dan toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik,dan
karsinogenik). Dalam uji toksisitas perlu dibedakan obat tradisional yang
dipakai secara singkat dan yang dipakai dalam jangka waktu lama (Depkes,
25
Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Uji toksisitas akut
Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak
satu kali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.
2. Uji toksisitas jangka pendek (sub kronik)
Uji ini dilakukan dengan memberikan bahan tersebut berulang-ulang,
biasanya setiap hari, atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang
lebih 10% dari masa hidup hewan, yaitu tiga bulan untuk tikus dan satu atau
dua tahun untuk anjing.
3. Uji toksisitas jangka panjang (kronik).
Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama 3–6
bulan atau seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk
tikus, dan 7–10 tahun untuk anjing dan monyet (Radji, 2004).
2.3.1 Uji Toksisitas Akut
Percobaan toksisitas ini meliputi Single Dose Experiments yang dievaluasi 3–14 hari sesudahnya, tergantung dari gejala yang
ditimbulkan. Tes toksisitas akut ini dirancang untuk menentukan efek
yang terjadi dalam periode waktu yang singkat setelah pemberian dosis.
Tes-tes ini dapat menentukan hubungan suatu dosis respons dan nilai
LD50 jika diperlukan (Timbrell, 2002). Tujuan uji toksisitas akut suatu
obat tradisional adalah untuk menetapkan potensi toksisitas akut
(LD50), menilai berbagai gejala klinis, spektrum efek toksik, dan
26
menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik
spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya
digunakan dalam pengujian yang lebih lama (Radji, 2004).
Untuk uji toksisitas akut obat tradisional perlu dilakukan pada
sekurang-kurangnya satu spesies hewan coba biasanya spesies pengerat
yaitu mencit atau tikus (Lu, 1995). Sampel hewan coba untuk
masing-masing kelompok perlakuan perlu mencukupi jumlahnya untuk
memungkinkan estimasi insiden dan frekuensi efek toksik. Biasanya
digunakan 4–6 kelompok hewan coba (Depkes, 2000). Secara umum
obat harus diberikan melalui jalur yang biasa digunakan pada manusia
yaitu jalur oral. Jalur oral paling sering digunakan, bila diberikan per
oral, zat tersebut harus diberikan dengan sonde (Radji, 2004).
Pengamatan hewan coba sudah dimulai sejak masa persiapan sebelum
diberikan perlakuan (fase penyesuaian hewan coba terhadap situasi dan
kondisi pelaksanaan eksperimen). Setelah mendapatkan perlakuan
berupa pemberian obat tradisional uji dosis tunggal maka, dilakukan
pengamatan secara intensif, cermat, dan dengan frekuensi dan selama
jangka waktu tertentu. Jangka waktu untuk pengamatan yang lazim
adalah 7–14 hari, bahkan dapat lebih lama antara lain dalam kaitan
27
2.3.2 Uji toksisitas Subkronik
Uji toksisitas subkronis adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang
diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang
dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek
toksik senyawa uji serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek
toksik itu berkaitan dengan takaran dosis (Donatus, 2001).
Pengamatan dan pemeriksaan yang dilakukan dari uji ketoksikan
subkronis meliputi:
1. Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak tujuh hari
sekali.
2. Masukan makanan untuk masing-masing hewan atau kelompok
hewan yang diukur paling tidak tujuh hari sekali.
3. Gejala kronis umum yang diamati setiap hari.
4. Pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali pada awal
dan akhir uji coba.
5. Pemeriksaan kimia darah paling tidak dua kali pada awal dan akhir
uji coba.
6. Analisis urin paling tidak sekali.
7. Pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba (Loomis,
1978).
Hasil uji toksisitas subkronis akan memberikan informasi yang
bermanfaat tentang efek utama senyawa uji dan organ sasaran yang
28
perkembangan efek toksik yang lambat berkaitan dengan takaran yang
tidak teramati pada uji toksisitas akut. Hubungan antar kadar senyawa
pada darah dan jaringan terhadap perkembangan luka toksik dan
keterbalikan efek toksik juga dapat dilihat pada uji ini (Donatus, 2001).
Tujuan utama dari uji ini adalah untuk mengungkapkan dosis tertinggi
yang diberikan tanpa memberikan efek merugikan serta untuk
mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap badan dalam pemberian
berulang (Eatau & Klaassen, 2001).
2.4Kerangka penelitian 2.4.1 Kerangka teori
Penyakit yang terjadi pada organ ginjal beraneka ragam tergantung dari
penyebabnya baik lokal ataupun sistemik. Kerusakan yang terjadi bisa
mengakibatkan hanya berupa peradangan, obstruksi karena
terbentuknya batu di ginjal ataupun tumor ginjal yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kegagalan organ ginjal dalam menjalankan
fungsinya atau yang sering disebut gangguan ginjal akut bahkan sampai
gagal ginjal kronik (Sudoyo et al., 2009). Kerusakan yang biasa terjadi umumnya ditandai dengan adanya gangguan ginjal atau nefrotoksisitas
yang bisa menyebabkan nekrosis sel tubulus terutama pada tubulus
29
Gambar 5. Diagram Kerangka Teori Penelitian
30
2.4.2 Kerangka konsep penelitian
Gambar 6. Diagram Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
selama 14 hari Kerusakan
sel pada organ ginjal
31
2.5 Hipotesis
1. Pemberian dosis tinggi ekstrak etanol daun Gynura Procumbens
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Melibatkan dua kelompok subyek, dimana salah satu kelompok diberi perlakuan eksperimental (kelompok eksperimen) dan yang
lain diberi aquadest (kelompok kontrol). Efek suatu perlakuan terhadap variabel dependen akan di uji dengan cara membandingkan keadaan variabel
dependen pada kelompok eksperimen yang dikenai perlakuan dengan
kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan.
3.2Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada November–Desember 2014, bertempat di
Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas
Padjadjaran dan Universitas Lampung untuk proses pembuatan ekstraksi.
Perawatan dan perlakuan sampel bertempat di Balai Veteriner Lampung.
Pemeriksaan histopatologi pada ginjal tikus putih jantan galur Sprague dawley
33
3.3Populasi dan Sampel
Sesuai dengan rancangan penelitian, maka sampel (tikus) yang digunakan
dalam penelitian ini jumlahnya 30 dan dibagi dalam lima kelompok yang tidak
berpasangan, yaitu satu kelompok kontrol dan empat kelompok perlakuan.
Kelompok kontrol hanya akan mendapat pemberian aquades. Kelompok satu
perlakuan akan mendapat pemberian ekstrak daun sambung nyawa 500
mg/kgBB, kelompok dua perlakuan mendapat pemberian ekstrak daun
sambung nyawa 1000 mg/kgBB, kelompok tiga perlakuan mendapat
pemberian ekstrak daun sambung nyawa 1500 mg/kgBB dan kelompok empat
perlakuan mendapat pemberian ekstrak daun sambung nyawa 2000 mg/kgBB
(Rosidah, 2009).
3.3.1 Besar sampel
Untuk menghitung besar sampel digunakan rumus Federer sebagai
berikut :
Dari rumus di atas dapat dilakukan perhitungan besaran sampel sebagai
berikut: t = 5, maka didapatkan :
(n-1)(t-1) ≥ 15
(n-1)(5-1) ≥ 15
(n-1)4 ≥ 15
(4n-4) ≥ 15
4n ≥ 19
34
n ≥ 4.75
n ≥ 5
Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah lima per
kelompok. Maka jumlah sampel yang diperlukan untuk percobaan ini
adalah sebanyak 25 ekor tikus.
3.3.2 Kriteria sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan
(Sprague dawley) yang memenuhi kriteria sebagai berikut : Kriteria Inklusi :
a. Tikus putih jantan dewasa (Sprague dawley)
b. Umur 8 minggu
c. Berat badan tikus 180 – 200 gram
d. Kesehatan umum baik
Kriteria Ekslusi : Sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak
dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak
normal dari mata, mulut, anus, genital).
3.4Identifikasi variabel
3.4.1 Variabel bebas : Ekstrak etanol daun sambung nyawa 500 mg/kgBB,
1000 mg/kgBB, 1500 mg/kgBB, 2000 mg/kgBB.
35
3.5Definisi Operasional Tabel 1. Definisi operasional
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur
37
3.6Bahan dan alat penelitian
3.6.1 Bahan-bahan yang diperlukan untuk penelitian ini adalah: 1. Tikus putih jantan galur Sprague dawley
2. Ekstrak daun sambung nyawa (500 mg/kgBB, 1000 mg/kgBB, 1500
mg/kgBB, 2000 mg/kgBB)
3. Pakan standar tikus
4. Aquadest
5. Bahan untuk pembuatan preparat histopatologi
3.6.2 Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah: 1. Kandang tikus dan perlengkapannya
2. Sonde lambung
3. Seperangkat alat bedah minor untuk pengambilan organ tikus
4. Alat untuk pembuatan preparat histopatologi
5. Mikroskop
3.7Jalannya Penelitian
3.7.1 Metode pembuatan ekstrak etanol daun sambung nyawa
Daun sambung nyawa dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan.
Kemudian dijemur di bawah panas matahari tidak langsung dengan
ditutupi kain berwarna gelap. Setelah kering, daun kemudian dibuat
serbuk dan diayak hingga diperoleh serbuk daun sambung nyawa.
Sebanyak 500 gram serbuk diekstrak dengan cara maserasi
menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 1,5 L. Pengadukan
38
dilakukan penyaringan. Ampas dimaserasi kembali dengan pelarut
etanol 96% sebanyak 1,5 L. Proses maserasi dilakukan sebanyak tiga
kali. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan kemudian diendapkan, lalu
disaring untuk selanjutnya diuapkan dengan pengurangan tekanan
menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental (Gofur et al., 2009).
3.7.2 Prosedur pemberian dosis ekstrak daun sambung nyawa.
Dosis yang akan digunakan pada penelitian diambil dari pertengahan
dosis efektif berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Meiyanto
pada tahun 2007 yaitu sebanyak 500mg/kgBB. Dosis untuk kelompok
perlakuan kedua yang akan digunakan yaitu 500mg/kgBB kemudian
dosis kelompok perlakuan ketiga hasil pengalian dua kali dari dosis
kedua, yaitu 1000 mg/kgBB, sedangkan dosis kelompok perlakuan
keempat adalah hasil pengalian 1,5 kali dari dosis kedua yaitu 1500
mg/kgBB, dan dosis kelompok perlakuan kelima merupakan hasil
pengalian empat kali dosis kedua yaitu 2000 mg/kgBB.
a. Dosis untuk tiap tikus pada kelompok II
500 mg/kgBB x 0,2 kg (berat badan tikus)= 100 mg
b. Dosis untuk tiap tikus pada kelompok III
1000 mg/kgBB x 0,2 kg (berat badan tikus)= 200 mg
c. Dosis untuk tiap tikus pada kelompok IV
1500 mg/kgBB x 0,2 kg (berat badan tikus)= 300 mg
d. Dosis untuk tiap tikus pada kelompok V
39
Volume ekstrak etanol daun sambung nyawa diberikan secara peroral
sebanyak 1 ml yang merupakan volume yang boleh diberikan
berdasarkan pada volume normal lambung tikus yaitu 3–5 ml. Hal ini
dikarenakan, jika pemberian lebih dari 1 ml, dikhawatirkan tidak akan
ada cukup ruang untuk makanan yang dikonsumsi tikus, dan jika
volume ekstrak melebihi volume lambung, dapat berakibat dilatasi
lambung secara akut yang dapat menyebabkan robeknya saluran cerna
(Ngatidjan, 2006). Ekstrak etanol disuspensikan dalam aquades dengan
suspending agent CMC Na 0,5 % di dalam mortir (Goffur, 2009).
Larutan aquadest yang perlu ditambahkan untuk membuat larutan stok
adalah sebanyak 200 ml. Untuk memperoleh kadar 100 mg, 200 mg,
300 mg, dan 400 mg tiap 1 ml larutan, maka diperlukan ekstrak
sebanyak:
a. Untuk dosis 100 mg tiap 1 ml pada kelompok II
= x
g
x = 20.000 mg
x = 20 gr
Jadi, ekstrak yang perlu ditambahkan dalam 200 ml aquades adalah
80 gr
b. Untuk dosis 200 mg tiap 1 ml pada kelompok III
=
xg
40
X = 40 gr
Jadi, ekstrak yang akan ditambahkan dalam 200 ml aquades adalah
sebanyak 40 gr.
c. Untuk dosis 300 mg tiap 1 ml (kelompok IV)
=
xg
X= 60.000 mg
X = 60 gr
Jadi, ekstrak yang akan ditambahkan dalam 200 ml aquades adalah
60 gr.
d. Untuk dosis 400 mg tiap 1 ml (kelompok V)
=
xg
X= 80.000 mg
X = 80 gr
Jadi, ekstrak yang akan ditambahkan dalam 200 ml aquades adalah
60 gr.
3.7.3 Prosedur penelitian
Percobaan menggunakan 25 ekor tikus yang dibagi menjadi lima
kelompok. Kelompok perlakuan pertama terdiri dari lima ekor tikus
yang hanya diberi aquades 1 ml. Kelompok perlakuan kedua, terdiri
dari lima ekor tikus dengan pemberian ekstrak 500 mg/kgBB,
41
pemberian ekstrak 1000 mg/kgBB, kelompok perlakuan keempat terdiri
dari lima ekor tikus dengan pemberian ekstrak 1500 mg/kgBB, dan
kelompok perlakuan kelima terdiri dari lima ekor tikus dengan diberi
ekstrak 2000 mg/kgBB. Pemberian ekstrak pada kelompok perlakuan
satu sampai dengan empat adalah tiga kali dalam seminggu. Perlakuan
dilakukan selama dua minggu. Pada hari ke–14, semua hewan
percobaan dekapitasi dengan anastesi menggunakan chloroform. Selanjutnya diproses dengan metode baku histologi, kemudian
dilakukan pemeriksaan mikroskopis setelah dilakukan pembuatan
preparat sesuai prosedur. Setiap mencit dibuat preparat ginjal dan tiap
preparat dibaca dalam lima lapangan pandang yaitu keempat sudut dan
bagian tengah preparat dengan perbesaran 100× dan 400× dengan batasan jumlah sel 20 sel tiap lapang pandang. Sasaran yang dibaca
adalah perubahan struktur histologis tubulus kontortus proksimal ginjal
mencit karena sel epitel tubulus proksimal peka terhadap anoksia dan
mudah hancur karena keracunan akibat kontak dengan bahan-bahan
yang diekskresikan melalui ginjal.
3.8Analisis data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Analisis Deskriptif.
42
data belum terdistribusi secara normal, maka perlu ditranformasikan
terlebih dahulu.
3. Uji Efek Perlakuan
Apabila data memenuhi syarat (terdistribusi normal dan varian data sama)
maka, digunakan uji statistik parametrik yaitu One Way Anova. Jika variabel hasil transformasi tidak terdistribusi normal atau varians tetap tidak sama,
maka alternatifnya dipilih uji Kruskal-Wallis.
43
Gambar 7. Rancangan Penelitian Populasi pemberian ekstrak etanol daun sambung nyawa
Pembuatan preparat histopatologi ginjal tikus
44
3.9Etika Penelitian
Penelitian ini telah disetujui Komisi Etik Peneletian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dengan surat nomor
0101/UN26/8/DT/2015 dan dengan menerapkan perinsip 3R dalam protokol,
yaitu:
1. Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengamatan terdahulu
maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat
digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.
2. Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optima.
3. Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta
meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin
59
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1Simpulan
1. Penggunaan dosis tinggi hingga mencapai 1500 mg/kgBB dan 2000
mg/kgBB ekstrak etanol daun sambung nyawa (Gynura procumbens) dapat bersifat toksik terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus putih jantan
galur Sprague dawley.
5.2Saran
1. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut toksisitas sub akut dan
kronik dari ekstrak etanol daun sambung nyawa.
2. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang potensi zat-zat
aktif alami yang dapat menimbulkan kerusakan pada organ tubuh terutama
60
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, A.L., 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Umbi Gynura Procumbens
(Lour.) Merr terhadap Sekresi No Makrofag Mencit BALB/C Yang Diinfeksi Salmonella Thypimurium. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Surakarta.
Akiyama, H., Fujii, K., Yamasaki, O., Oono, T., Iwatsuki, K., 2001. Antibacterial Action of Several Tannins Against Staphylococcus aureus. J of Antimicrobial Chemotherapy. 48; 487-491.
Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. 8th ed. EGC. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. 3rd ed. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. 4th ed. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional. Direktorat Jendral POM Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Jakarta.
Donatus, I.A., 2001. Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.
61
Eroschenko, V.P., 2010. Atlas histologi difiore. 11th ed. EGC. Jakarta.
Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapi. 4th ed. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Guyton, A.C. and Hall JE., 2008. Buku ajar Fisiologi kedokteran. 6th ed. EGC. Jakarta.
Gofur, A., Hamid, I. S., dan Meiyanto, E., 2009. Ekspresi CYP1A1 dan GST serta mutasi gen p53 dan H-ras setelah induksi 7,12-dimethyl benz(a)antrasen (DMBA) dan pemberian anti karsinogenesis Gynura Procumbens pada tikus galur Sprague dawley. Prosiding Seminar Nasional Biologi XX. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang.
Hamburger M., K. Hostettmann., 1991. Bioactivity in plants: the link between Phythochemistry and Medicine. Phytochemistry. 30; 364-3874.
Heri, 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Jenie, R.I., Meiyanto, E., Murwanti, R., 2006, Efek antiangiogenik ekstrak etanolik daun sambung nyawa ( Gynura procumbens (Lour.)Merr.) pada membran korio alantois (CAM) embrio ayam. Majalah Farmasi Indonesia. 17(1); 50-55.
Jenie, R. I., Meiyanto, E., 2007. Aplikasi Ko-Kemoterapi Doxorubicin-Fraksi Etil Asetat daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D. Doctoral dissertation. Universitas Gadjah Mada.
Junqueira L. C. and Carneriro J., 2007. Histologi dasar teks dan atlas. 10th ed. EGC. Jakarta.
Khakim JL. 2007. Pengaruh jus buah papaya (Carica papaya) terhadap kerusakan histologis lambung mencit yang diinduksi aspirin. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
62
Loomis, T.A., 1978. Toksikologi Dasar. diterjemahkan oleh Imono Argo Donatos. 3th ed. IKIP Semarang Press. Semarang.
Lu, C. T., 1995. Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. 3th ed. UI Press. Jakarta. 14-20.
Maharani, S., 2010. Herbal Sebagai Obat Bagi Penderita Penyakit Mematikan. A Plus Book. Yogyakarta
Mangan, Y., 2003. Cara Bijak Menaklukkan Kanker. PT Agromedia Pustaka. Depok.
Maryati, 2006. Mekanisme Antiproliferatif Isolat Flavonoid Daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) terhadap sel T47D. Tesis. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.
Mclaughlin and Rogers. 1998. The Use Of Biologocal Assays To Evaluate Botanical. Drug Information Journa. 32; 513–524.
Meiyanto, E., 1996, Efek antimutagenik beberapa fraksi ekstrak alkohol daun G. Procumbens (Lour.) Merr. Laporan penelitian. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.
Meiyanto, E., Sri T., Sugiyanto, Handayani, 2012. Ekstrak Etanolik Daun Gynura procumbens (Luor) Merr. Menghambat Proliferasi Sel Kanker Payudara Tikus Pada Karsiogenesis Yang Diinduksi Dengan dimetilbenz(a)antrazena (DMBA). J Farmasi Indonesia PHARMACHON.13; 12 – 5.
Meiyanto, E., Septisetyani, E.P., 2005. Efek antiproliferatif danapoptosis fraksi fenolik ekstrak etanolik daun G. Procumbens (Lour)Merr. Terhadap Sel HeLa. Artocarpus. 2(5); 74-80.
Moore, K.L. and Anne M.R., 2012. Anatomi klinis dasar. Hipokrates. Jakarta. 278 – 9.