ABSTRAK
PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN LITTER TERHADAP RESPON FISIOLOGIS BROILER FASE FINISHER DI CLOSED HOUSE
Oleh
Anung Cahya Dewanti
Sistem pemeliharaan broiler khususnya di closed house tidak terlepas dari penggunaan litter sebagai alas karena dari berbagai jenis bahan litter yang digunakan mempunyai sifat penyerapan yang berbeda sehingga dapat menimbulkan efek terhadap kelembaban dan suhu di luar maupun di dalam kandang serta dapat memengaruhi fisiologis broiler.
Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui pengaruh penggunaan sekam padi, jerami padi dan serutan kayu sebagai bahan litter terhadap respon fisiologis
broiler fase finisher (14 hari--panen) di closed house, 2) mengetahui jenis bahan
litter yang terbaik terhadap respon fisiologis broiler fase finisher (14 hari--panen) di closed house.
Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari yaitu pada 15 April--10 Mei 2014, di
closed house milik PT. Rama Jaya Lampung Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan terdiri atas jenis bahan litter (sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi). Setiap satuan percobaan terdiri atas 15 ekor dengan 18 petak kandang sehingga broiler strain CP 707 yang digunakan sebanyak 270 ekor. Pengambilan sampel respon fisiologis dilakukan sebanyak 20% dari jumlah satuan percobaan. Data yang diperoleh dianalisis ragam menggunakan taraf nyata 5%.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : (1) penggunaan berbagai jenis bahan litter terhadap respon fisiologis broiler tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernapasan, frekuensi denyut jantung, suhu rektal, dan suhu shank, (2) perlakuan jenis bahan litter sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi pada closed house tidak ada yang berpengaruh terbaik terhadap frekuensi pernapasan, denyut jantung, suhu rektal, dan suhu shank pada broiler fase
finisher.
ABSTRACT
The Effect of Various Types Litter Materials on Broiler Physiological Response of Finisher Phase in Closed House
By
Anung Cahya Dewanti
Maintenance systems especially broiler in closed house can not be separated from the use of litter as a base because of the different types of litter materials used have different absorption properties that can lead to moisture and temperature effects on the outside as well as inside the cage and can affect physiological broiler.
This study aimed to: 1) determine the effect of the use of rice husk, rice straw and wood shavings as litter material on the physiological response of broiler finisher phase (14th days--harvest) in closed house, 2) determine the best type of litter material on the physiological response of broiler finisher phase (14th days--harvest) in the closed house. This study was conducted over 26th days on 15th April--10th May 2014 in closed house owned by PT. Rama Jaya Lampung Krawang Sari Village, Natar District, South Lampung regency. The design used was completely randomized design (CRD) with three treatments and six
replications. The treatment consists of the type of litter material (rice husk, wood shavings, straw and rice). Each experimental unit consisted of 15 birds and 18 plots enclosure so broiler strain CP 707 is used as much as 270 tails. Sampling was conducted physiological responses by 20% of the number of experimental units. The Data obtained was analyzed using a range of 5% significance level. Based on these results it can be concluded that: (1) the use of various types of litter materials on the physiological response of broiler did not significantly affect respiratory rate, heart rate, rectal temperature and temperature shank, (2)
treatment of rice husk litter type material, shavings wood, and rice straw on the closed house best no effect on respiratory rate, heart rate, rectal temperature, and temperature on broiler finisher phase shank.
PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN LITTER TERHADAP RESPON FISIOLOGIS BROILER FASE FINISHER DI CLOSED HOUSE
Oleh
ANUNG CAHYA DEWANTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN
Pada Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sribhawono 25 Juli 1993, sebagai putri pertama dari empat bersaudara pasangan Drs. Indradi dan Dra. Nur’aini.
Penulis menyelesaikan pendidikan SD N I pada 2004; Sekolah Menengah Pertama Negeri I Bandar Sribhawono pada 2007; Sekolah Menengah Atas Negeri I
Bandar Sribhawono pada 2010.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung pada 2010, melalui jalur PKAB. Pada Januari sampai Februari 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Labuhan Ratu, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur.
Selanjutnya, pada Juni sampai Juli 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Ciomas Adisatwa Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan.
Selama masa studi, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan
Untuk segala Cinta, Kasih dan Penantian dengan Setulus hati
kupersembahkan karya kecil ini untuk orang-orang yang berarti dalam
kehidupanku, Allah SWT yang telah mencurahkan ridho dan
karunia-Nya, junjungan Nabi Muhammad SAW atas
tuntunannya.
Ayahanda Drs. Indradi dan ibunda tercinta Dra. Nur’aini,
serta Adik-adikku Ajeng, Abdi, dan Anom yang senantiasa berdoa
untuk keberhasilanku
Teriring do’a untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta. Semoga
Allah SWT kelak menempatkan keduanya dalam jannah-Nya.
Untuk keluarga besarku dan sahabat-sahabat kupersembahkan
penghormatan dan baktiku.
“Hari ini anda adalah orang yang sama dengan anda di lima tahun
mendatang kecuali dua hal : orang-orang disekeliling anda
dan buku-buku yang anda baca”
(Mario Teguh)
“Aku tak punya banyak waktu untuk membenci orang yang
membenciku karena aku terlalu sibuk mencintai
orang yang mencintaiku”
(Anung Cahya Dewanti)
“Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”
(Qs. Al Mujadilah : 11)
“Bukanlah hidup kalau tidak ada masalah, bukanlah sukses kalau
tidak malalui rintangan, bukanlah menang kalau tidak dengan
pertarungan, bukanlah lulus kalau tidak ada ujian,
dan bukanlah berhasil kalau tidak berusaha”
SANWACANA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak drh. Purnama Edy Santosa M,Si.--selaku Pembimbing Utama--atas bimbingan, kesabaran, perhatian, motivasi terbaik, arahan, dan ilmu yang diberikan selama masa studi dan penyusunan skripsi;
2. Ibu Ir. Khaira Nova M.P.--selaku Pembimbing Anggota--atas ide, bimbingan, saran, nasehat, dan ilmu yang diberikan selama masa studi dan penyusunan skripsi;
3. Ibu Sri Suharyati S,Pt. M.P.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan dan Pembahas--atas bimbingan, saran, dan bantuannya;
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin dan bimbingannya;
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;
7. Ibu Tri dan Mas Agus atas bantuan, fasilitas selama kuliah, selama penelitian dan penyusunan skripsi;
8. Ayah, Ibu tercinta, Adek, Nenek ku, beserta keluarga besarku atas semua kasih sayang, nasehat, kesabaran, motivasi, dukungan, dan keceriaan di keluarga serta do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis; 9. Seseorang yang berarti untuk hidupku, Mas Arief Budi Sutrisno, S.Pt. Atas
do’a, perhatian dan kasih sayang yang selalu diberikan;
10.Direktur PT. Ramajaya Farm dan Bapak drh. Purnama Edy Santosa, M. Si. atas ketersediaannya mengizinkan kami melaksanakan penelitian;
11.Bapak Kuslan, Mas Wawang, Mas Pujo, Mas Kendi, Mas Eki, Mas Duki dan Mas Depri Atas bantuan dan arahan selama penelitian di Farm;
12.Rohmatul Anwar, Tiwi Metasari, Tri Haryanto Saputra, Miranti Olivia, sahabat seperjuangan saat penelitian atas kerjasama, dorongan semangat, dan rasa persaudaraan yang diberikan;
13.Dian, Nani, Aini, Sherly, Indah, Sekar, Nurma, Ilmia, Repi dan seluruh teman, saudara penulis PTK ’10, 11, 12 yang tidak dapat dituliskan namanya satu persatu atas do’a, kenangan, perhatian, semangat, kebersamaan, dan bantuannya selama ini.
Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT, dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amin.
Bandar lampung, Agustus 2014 Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 4
C. Kegunaan Penelitian ... 5
D. Kerangka Pemikiran ... 5
E. Hipotesis ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Broiler ... 9
B. Jenis Bahan Litter ... 11
1. Sekam padi ... 13
2. Jerami padi ... 13
3. Serutan kayu ... 14
C. Respon Fisiologis Broiler ... 15
1. Frekuensi pernapasan. ... 16
2. Frekuensi denyut jantung... 17
ii
4. Suhu shank ... 19
D. Closed House ... 19
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 22
B. Alat Penelitian ... 22
C. Bahan Penelitian ... 23
D. Rancangan Penelitian ... 25
E. Pelaksanaan Penelitian ... 25
F. Peubah yang diamati ... 28
1. Frekuensi pernapasan ... 28
2. Frekuensi denyut jantung ... 28
3. Suhu rektal ... 28
4. Suhu shank ... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Frekuensi Pernapasan ... 30
B. Frekuensi Denyut Jantung... 34
C. Suhu Rektal ... 37
D. Suhu Shank ... 40
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 43
B. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rata-rata suhu lingkungan optimum broiler ... 16
2. Kandungan nutrisi ransum ... 23
3. Rata-rata frekuensi pernapasan broiler fase finisher ... 30
4. Rata-rata frekuensi denyut jantung broiler fase finisher ... 35
5. Rata-rata suhu rektal broiler fase finisher ... 38
6. Rata-rata suhu shankbroiler fase finisher ... 40
7. Analisis ragam frekuensi pernapasan broiler fase finisher ... 55
8. Analisis ragam frekuensi denyut jantung broiler fase finisher ... 55
9. Analisis ragam suhu rektal broiler fase finisher ... 57
10. Analisis ragam suhu shankbroiler fase finisher ... 57
11. Pola suhu harian kandang penelitian ... 58
12. Rata-rata suhu pada jenis bahan litter ... 59
13. Rata-rata kadar air pada jenis bahan litter ... 59
14. Rata-rata kadar amonia pada jenis bahan litter ... 59
15. Suhu dan kelembapan selama pemeliharaan broiler ... 60
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tata letak petak broiler penelitian ... 50
2. Closed house.. ... 50
3. Exhaust fan ... 51
4. Cooling pad . ... 51
5. Pengukuran frekuensi pernapasan ... 52
6. Pengukuran frekuensi denyut jantung ... 52
7. Pengukuran suhu rektal ... 53
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani
dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi pula. Dengan adanya peningkatan kebutuhan tersebut, diperlukan adanya usaha-usaha pemenuhan kebutuhan dengan cara meningkatkan produksi ternak sebagai sumber protein hewani. Salah satu penghasil protein hewani adalah daging broiler.
Menurut North and Bell (1990), broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging berserat lunak, timbunan daging baik, dada lebih besar, dan kulit licin. Broiler
umumnya dipanen pada umur sekitar 4--5 minggu dengan bobot badan antara 1,2--1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai sumber pedaging (Kartasudjana, 2005).
2 menjadi berubah secara drastis. Salah satunya suhu di Lampung yang cukup tinggi berkisar antara 29--320C yang dapat memengaruhi fisiologis broiler yang nantinya akan memengaruhi pertumbuhannya. Sedangkan menurut Rasyaf (1995), broiler pertumbuhannya akan optimal pada suhu 19--210C.
Broiler termasuk hewan berdarah panas yang bersifat homeotermik dan mempertahankan suhu tubuh pada rentangan yang sempit, kemampuan
mendisipasi panas menurun saat suhu lingkungan meningkat (Yahav et al., 2005). Oleh karena itu, broiler selalu mempertahankan suhu tubuh menjadi konstan dengan fungsi fisiologis normal. Pengaturan suhu broiler yang tidak normal dapat menyebabkan penurunan produksi daging.
Perbaikan fisiologis broiler dapat dilakukan dengan cara memanipulasi lingkungan, salah satunya dengan cara menggunakan kandang dengan sistem
closed house. Menurut Fadillah (2006), closed house merupakan sistem perkandangan untuk unggas terbaru di Indonesia. Closed house yaitu sebutan untuk kandang broiler yang memiliki sistem ventilasi tertutup dimana seluruh kebutuhan udara dapat diatur tanpa sepenuhnya tergantung keadaan lingkungan di luar kandang. Sistem ventilasi ini memungkinkan broiler yang tinggal dalam kandang tersebut hidup dengan nyaman dan sehat. Prinsip kandang ini adalah dengan pengaturan secara manipulatif dari kondisi lingkungan sekitar yang sebenarnya.
Dalam sistem pemeliharaan di closed house tidak terlepas dari penggunaan litter
3
litter yang digunakan pada saat pemeliharaan, karena berbagai jenis bahan litter
mempunyai sifat penyerapan yang berbeda.
Menurut Rasyaf (2003), keuntungan menggunakan bahan litter adalah menurunkan peluang broiler lepuh dada. Kondisi litter yang basah akan menghasilkan dampak negatif terhadap respon fisiologis broiler dan berujung pada kerugian ekonomi. Kondisi tersebut akan memicu timbulnya penyakit sehingga produktivitas broiler tidak optimal. Bahan litter yang baik digunakan sebaiknya mempunyai sifat daya serap air yang baik, ringan (low density), harganya murah, mudah didapat, tidak berdebu, aman (tidak beracun), dan kontinyu keberadaannya. Menurut North dan Bell (1990), kondisi internal litter
akan mempunyai efek terhadap kelembapan suhu di luar maupun di dalam
kandang, bobot broiler, jumlah udara dalam kandang, konsumsi air, stressbroiler,
dan penyakit.
Lampung merupakan salah satu daerah yang banyak terdapat areal persawahan, sehingga ketersediaan sekam dan jerami padi juga cukup melimpah. Oleh karena itu, peternak banyak memanfaatkan limbah industri tersebut sebagai bahan litter
dalam pemeliharaan broiler. Selain hasil limbah pertanian tersebut, limbah pengolahan kayu juga dapat digunakan sebagai bahan litter seperti serutan kayu. Ketersediaan serutan kayu sampai saat ini masih sangat mencukupi karena
banyaknya panglong kayu yang ada di Lampung. Menurut Rasyaf (2001), serutan kayu memiliki kelebihan mudah dalam menghisap air sehingga dapat
4 belum pernah dilakukan penelitian untuk membandingkan ketiga jenis bahan litter
tersebut khususnya di closed house.
Menurut Ritz(2002), pemeliharaan broiler fase finisher (14 hari--panen) menyebabkan semakin tingginya kadar amonia pada litter yang basah. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya feses dan tingginya kepadatan kandang sehingga dapat menimbulkan gangguan pernapasan pada broiler pedaging. Oleh karena itu, penelitian sebaiknya dilakukan pada broiler fase finisher.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan pengaruh jenis bahan litter yang dapat digunakan pada
pemeliharaan broiler seperti sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu terhadap respon fisiologis broiler umur 14 hari--panen (finisher) di closed house.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
(1) mengetahui pengaruh penggunaan sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu sebagai bahan litter terhadap respon fisiologis broiler fase finisher (14 hari--panen) di closed house
(2) mengetahui jenis bahan litter yang terbaik terhadap respon fisiologis broiler
5 C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum khususnya peternak tentang jenis bahan litter yang terbaik terhadap respon fisiologis broiler sehingga dapat meningkatkan produksi broiler di closed house
pada fase finisher.
D. Kerangka Pemikiran
Menurut Ensminger (1991), broiler merupakan ayam yang telah mengalami seleksi genetik (breeding) sebagai penghasil daging dengan pertumbuhan yang cepat sehingga waktu pemeliharaannya lebih singkat, pakan lebih efisien, dan produksi daging tinggi. Broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili
Phasianidae, genus Gallus dan spesies Gallus domesticus. Dalam kurun waktu 6--7 minggu, broiler akan tumbuh 40--50 kali dari bobot awalnya (Amrullah, 2004). Broiler mulai populer di Indonesia sejak 1980-an. Keunggulan dari
broiler tersebut dipengaruhi oleh sifat genetik dan keadaan lingkungan, meliputi pakan, suhu lingkungan, dan cara pemeliharaan atau manajemen. Broiler akan tumbuh optimal pada suhu lingkungan 19--210C (Soeharsono,1976).
Salah satu kandang yang baik digunakan untuk pemeliharan broiler yaitu kandang
6
Closed house system adalah sebutan untuk kandang broiler yang memiliki sistem ventilasi tertutup dan seluruh kebutuhan udara dapat diatur tanpa sepenuhnya tergantung keadaan lingkungan di luar kandang. Sistem ventilasi ini
memungkinkan broiler yang tinggal dalam kandang tersebut hidup dengan nyaman dan sehat. Hal ini disebabkan oleh sistem ventilasi yang ada di dalam kandang tertutup ini menggunakan komponen-komponen penunjang yang memungkinkan kondisi nyaman bagi ternak tercipta. Dengan kata lain, kandang tertutup (closed house) adalah kandang yang keadaan di dalamnya melingkupi suhu, kecepatan perpindahan angin, dan pergantian udara dalam kandang tidak sepenuhnya dipengaruhi keadaan lingkungan di luar kandang.
Jenis litter merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kenyamanan hidup
broiler. Penggunaan jenis bahan litter dapat memengaruhi suhu dan kelembapan di dalam kandang litter yang basah dan suasana lembap di dalam kandang yang mengakibatkan tingginya kadar amonia udara dalam kandang, dan juga
merupakan media tumbuhnya bibit penyakit (Rasyaf, 2007).
Material feses broiler yang mengandung asam urat akan mengalami proses dekomposisi (perubahan bentuk) menjadi senyawa urea dengan bantuan bakteri-bakteri lingkungan. Adanya kelembapan litter dan suhu yang relatif optimal akan membuat urea terurai menjadi gas amonia (NH3) dan gas karbondioksida (CO2).
Gas amonia bersifat toksik (beracun), sehingga jika bau amonia sudah tercium dalam suatu kandang broiler maka dapat menyebabkan terganggunya pernapasan
7 Sekam padi merupakan salah satu produk samping dari proses penggilingan padi, selama ini hanya menjadi limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Bagi peternak sekam padi digunakan sebagai litter karena kelebihannya yang tidak menimbulkan bau karena sekam padi mempunyai partikel besar dan sedikit berat, sehingga amonia yang terbentuk di dalam kandang yang diakibatkan dari feses
broiler dapat diminimalisir sehingga frekuensi pernapasan broiler tidak terlalu tinggi (Rasyaf, 2004). Namun daya serap air dari sekam padi lebih sedikit karena mempunyai kandungan air yang tinggi yaitu sekitar 16,30% (Mugiono, et al.,
2003).
Serutan kayu merupakan hasil dari industri pengolahan kayu. Sifat yang dimiliki serutan kayu dapat menyerap atau melepas air dari lingkungan (Skar, 1989). Jenis bahan litter ini mempunyai kelebihan yaitu mudah menyerap air sehingga dapat meminimalisir timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang basah
dan lembap (Rasyaf, 2004). Namun, penggunaan bahan litter serutan kayu dapat menimbulkan sedikit luka pada bagian dada karena serutan kayu berpartikel besar dan
sedikit kasar (Wank, 2005)
Jerami padi adalah salah satu limbah pertanian terbesar di Indonesia. Jerami padi dapat digunakan sebagai bahan litter dengan kelebihan relatif tahan pada suhu panas dan mudah dalam pengelolaannya mengurangi kemungkinan lepuh dada (Rasyaf,
2004). Namun, jerami padi ini bersifat musiman sehingga pada saat musim panen
selesai maka jerami masih sulit untuk diperoleh (Mugiono, et al., 2003)
8 respon fisiologis broiler dimana efek perubahan fisiologis biasanya akan
mendahului perubahan performa. Apabila telah diketahui jenis bahan litter yang terbaik maka di harapkan hasil penelitian ini dapat memberikan solusi terhadap sistem manajemen litter di closed house.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
(1) penggunaan sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap respon fisiologis broiler umur 14 hari--panen (fase finisher);
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Broiler
Broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara bangsa ayam
Cornish dari Inggris dengan ayam White Play Mounth Rock dari Amerika (Siregar dan Sabrani, 1980). Broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili
Phasianidae, genus Gallus dan spesies Gallus domesticus. MenurutCahyono (2004), broiler atau ayam ras pedaging yang dikembangkan di Indonesia merupakan jenis ras unggul hasil dari persilangan bangsa-bangsa ayam yang dikenal memiliki daya produktivitas tinggi yang pembiakannya dilakukan di negara-negara maju.
Menurut Mountney (1983), ayam yang baik adalah ayam yang cepat tumbuh dengan warna bulu putih, tidak terdapat warna-warni gelap pada karkasnya, memiliki konformasi dan ukuran tubuh yang seragam. Broiler akan tumbuh pada suhu lingkungan 19--210C. Keunggulan broiler didukung oleh sifat genetik dan keadaan lingkungan yang meliputi makanan, suhu lingkungan, dan pemeliharaan.
Secara genetis broiler sengaja diciptakan dengan sedemikian rupa, sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya. Bibit
10 yang pertumbuhannya cepat, warna bulu putih mempunyai ukuran dan konformasi yang seragam, dengan ciri kaki pendek dan badan gemuk. Aktifitas sehari-hari hanya makan dan minum, serta istirahat sehingga tubuh broiler cepat besar sesuai dengan pertumbuhannya (Rasyaf, 2003).
Rasyaf (1994) menyatakan bahwa pemeliharaan broiler terbagi dalam dua periode pemeliharaan. Periode pemeliharaan awal dimulai dari umur satu sampai tiga minggu dan periode pemeliharaan akhir adalah setelah umur lebih dari 3 minggu. Periode pertumbuhan broiler dibagi menjadi dua yaitu periode starter dan periode
finisher. Periode starter pada broiler dimulai sejak umur 1--21 hari dan periode
finisher dimulai sejak umur 21 hari sampai panen (Rasyaf, 1996). Namun, broiler
tidak lagi dipotong atau dipanen pada umur 35 hari tetapi menjadi lebih cepat yaitu 29 hari (Keirs, et al., 2002). Broiler pada fase finisher membutuhkan energi tinggi dan protein yang rendah. Hal ini disebabkan oleh broiler mengalami pertumbuhan yang berlangsung cepat pada periode starter yang kemudian pertumbuhan akan berlangsung melambat pada periode finisher (Wahyu, 1997).
Pada periode finisher, kandang sistem litter dengan populasi terlalu padat biasanya sangat bau dan kondisi litter basah. Bau ini timbul karena adanya gas amonia (NH3) yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam proses pembusukan
11 meningkat jika pH litter mencapai 8, sedangkan jika pH < 7 maka amonia yang terbentuk akan lebih sedikit (Parista, 2013).
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada keberhasilan pemeliharaan broiler
adalah faktor lingkungan. Lingkungan pemeliharaan yang nyaman akan
mengurangi level stress pada broiler. Daya tahan tubuh broiler akan lebih baik dalam lingkungan yang tidak berdebu, cukup oksigen, suhu yang seimbang, dan tidak terlalu padat. Faktor lain yang dapat menentukan keberhasilan pemeliharaan
broiler yaitu bibit yang unggul, pakan berkualitas, dan manajemen yang baik.
Strain broiler unggul menentukan keberhasilan produktivitas broiler sebesar 30%, sedangkan 70% ditentukan oleh faktor lingkungan (AAK, 2003).
Broiler betina jika dibandingkan dengan broiler jantan, ternyata broiler jantan lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa broiler jantan sampai dengan bobot badan 1,6 kg
menghabiskan ransum sebanyak 2,9 kg dengan konversi ransum 1,82 sedangkan
broiler betina dengan bobot badan yang sama akan menghabiskan ransum sebanyak 3,2 kg sehingga konversi ransumnya menjadi 2,03 (North dan Bell, 1990).
B. Jenis Bahan Litter
12 alas kandang yang tepat bukan saja dapat mengurangi angka kematian, tetapi sekaligus meningkatkan bobot akhir ayam pedaging dan menurunkan konversi ransum.
Beberapa prinsip utama dalam pemilihan bahan litter yaitu mempunyai sifat mudah menyerap air, tidak berdebu dan tidak basah, mudah diperoleh, dan murah harganya (Achmanu dan Muharlien, 2011). Dengan menggunakan litter yang bagus, kering, tidak menggumpal, dan tidak berdebu maka cacat pada kulit, dada, kaki, dan gangguan saluran pernapasan ayam dapat dihindari (Charoen
Phokphand, 2008). Hal ini didukung oleh Tobing (2005) yang menyatakan bahwa alas kandang harus cepat meresapkan air karena litter mempunyai fungsi strategis sebagai pengontrol kelembapan kandang, tidak berdebu, dan bersifat empuk sehingga kaki broiler tidak terluka atau memar.
Menurut Cahyono (2004), keadaan litter yang tidak memenuhi persyaratan teknis (kurang baik) dapat menyebabkan bermacam-macam gangguan pada pertumbuhan
broiler, seperti pertumbuhan badan yang tidak normal (tumbuh lambat),
pertumbuhan bulu tidak sempurna, daya tahan ternak terhadap penyakit menjadi lemah akibat meningkatnya kadar amonia dalam kandang yang dapat
13 1. Sekam padi
Sekam padi merupakan limbah hasil pertanian yaitu hasil dari penggilingan padi yang diambil bagian terluar dari butir padi. Sekam paling banyak digunakan untuk alas kandang karena mempunyai sifat-sifat dapat menyerap air dengan baik, bebas debu, kering, mempunyai kepadatan (density) yang baik, dan memberi kesehatan kandang (Reed dan McCartney, 1970). Sifat lain dari sekam selain dapat menyerap air dijelaskan oleh Luh (1991) bahwa sekam padi bersifat tidak mudah lapuk, sumber kalium, cepat menggumpal, dan memadat.
Sesuai pendapat Rasyaf (2004) bahwa sekam padi merupakan bahan litter yang dapat menyerap air sehingga dapat mengatasi masalah kelembapan. Namun, sekam juga mempunyai kekurangan yaitu sebagai bahan yang ringan dan mudah menggumpal (Reed and Mc Cartney,1970). Sekam padi ini mempunyai daya menyerap air lebih sedikit karena mempunyai kandungan air sekitar 16,30% dibandingkan dengan jerami padi yaitu sekitar 16,91% (Mugiono, et al., 2003).
2. Jerami padi
14 Jerami padi yang akan digunakan sebagai bahan litter sebaiknya dipotong-potong terlebih dahulu dengan panjang 10 cm, karena dengan ukuran tersebut dapat mempermudah penanganan. Namun kekurangan menggunakan jenis litter jerami padi adalah sulit didapat karena jerami padi bersifat musiman (Mugiono, et al.,
2003).
3. Serutan kayu
Selama ini limbah pengolahan kayu masih banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya yaitu dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang
kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga
penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan litter. Kelebihan bahan litter
menggunakan serutan kayu yaitu mudah dalam menyerap air sehingga akan meminimalisir timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang basah dan lembap (Rasyaf, 2004).
15 C. Respon Fisiologis Broiler
Suhu lingkungan yang tinggi dapat memberikan dampak negatif terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas broiler (Yousef, 1985). Hal ini dipertegas dengan pendapat Farrel (1979) bahwa suhu lingkungan yang tinggi dapat memberikan pengaruh nyata terhadap fisiologis broiler, terutama setelah broiler tersebut berumur lebih dari 3 minggu, karena bulu penutup tubuh broiler telah lengkap.
Yahav, et al., (2005) menyatakan bahwa meningkatnya kelembapan dalam kandang broiler pada suhu udara yang tetap dapat meningkatkan kondisi lingkungan kandang broiler kepada kondisi thermonetral zone sehingga broiler
semakin merasa nyaman. Menurut Poultry Indonesia (2007), kisaran suhu nyaman broiler antara18--220C. Sedangkan menurut Sinurat (1986), suhu lingkungan optimum atau thermoneutral zone untuk broiler di Indonesia adalah 18--230C.
Suhu tubuh broiler harus tetap terjaga sekitar 39,9--41,00C. Namun, apabila suhu tubuh broiler meningkat sebanyak 40C atau lebih, broiler akan mati (DEFRA, 2005). Suhu tubuh broiler akan menurun pada saat malam hari dan meningkat pada siang hari (Supriyatna, et al., 2005). Broiler akan merasa tertekan jika suhu kandang pemeliharaan lebih tinggi dari suhu nyaman broiler yaitu 25--280C yang dinamakan dengan heat stress (Komara, 2006). Leeson dan Summer (1991) menjelaskan bahwa suhu tinggi dan saat ayam dalam keadaan stress,
16 Tabel 1. Rata-rata suhu lingkungan yang direkomendasikan untuk
produksi optimum pertumbuhan pada berbagai tingkat umur broiler
Umur (hari) Suhu (0C) Kelembapan (%) Sumber : Charoen Pokphand, 2005
1. Frekuensi pernapasan
Frekuensi pernapasan merupakan salah satu indikator respon fisiologis broiler
terhadap cekaman akibat perubahan cuaca. Pernapasan pada unggas bergantung pada pergerakan udara ke dan dari paru-paru (Frandson, 1992). Faktor-faktor yang memengaruhi frekuensi pernapasan pada broiler yaitu umur, jenis, aktivitas
broiler, suhu lingkungan, sirkulasi udara, dan keadaan kandang. Respirasi pada unggas digunakan juga sebagai media untuk pembuangan panas (Yuwanta, 2000).
Panting merupakan salah satu respon broiler yang nyata akibat cekaman panas dan merupakan mekanisme evaporasi saluran pernapasan. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa broiler mulai panting pada kondisi lingkungan 290C atau ketika suhu tubuh broiler mencapai 420C. Panting pada suhu 250C dan 350C dengan kelembapan relatif 61% masing-masing sebesar 91 dan 129 kali. Panting
membutuhkan energi untuk aktivitas otot organ pernapasan, panting yang cepat dan berat akibat suhu ekstrim dapat meningkatkan frekuensi pernapasan hingga 10 kali lipat. Konsekuensi dari panting yaitu dapat menurunkan laju
17 Frekuensi nafas broiler normalnya sebanyak 20--30 kali per menit, tetapi saat suhu 30,20C dan kelembapan 89%, frekuensi nafas meningkat menjadi 39 kali per menit (Abioja, et al., 2012). Menurut Smith (1998), kisaran normal frekuensi pernapasan pada broiler 20--35 kali/menit. Supriyatna, et al., (2005) mengatakan bahwa frekuensi pernapasan broiler saat istirahat yaitu 15--25 kali per menit. Berdasarkan penelitian Arintoko (2008) menunjukkan rata-rata frekuensi pernapasan broilerStrainCobb sebesar 48,82 kali/30 detik dan strain lohmann
sebesar 49,70 kali/30 detik sedangkan berdasarkan penelitian Fajar (2012), rata-rata frekuensi pernapasan broiler Strain Cobb di semi closed house yaitu 50,73 kali/30 detik.
2. Frekuensi denyut jantung
Pada suhu lingkungan tinggi denyut jantung meningkat. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga dibutuhkan darah lebih banyak untuk mensuplai O2 dan nutrien melalui aliran darah dengan jalan peningkatan denyut
jantung (Ridho, 2013).
Laju jantung ketika berdenyut terhitung cepat, sekitar 30 kali/menit. Semakin kecil ayam, semakin cepat pula denyutnya. Denyut jantung ayam leghorn putih dewasa leghorn putih dewasa sekitar 35 kali/menit, sedangkan ayam rhode island red yang bobotnya lebih berat denyut jantungnya lebih lambat, sekitar 25
18 Hasil penelitian Bomy (2013) menunjukkan bahwa jantung broiler berdenyut sebanyak 250,33--274,67 kali/menit.
3. Suhu rektal
Suhu rektal adalah sebuah indeks suhu tubuh yang paling mudah diperoleh pada hewan dengan memasukkan thermometer pada rektal. Suhu rektal digunakan sebagai ukuran suhu tubuh karena pada suhu rektal merupakan suhu yang optimal. Hewan homoitherm sudah mempunyai pengatur panas tubuh yang telah
berkembang biak. Suhu rektal pada ternak dipengaruhi beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, aktifitas, pakan, minuman, dan pencernaan produksi panas oleh tubuh secara tidak langsung tergantung pada makanan yang diperolehnya dan banyaknya persediaan makanan dalam saluran pencernaan (Duke’s, 1995).
Suhu tubuh pada unggas berkisar antara 390C hingga 410C. Menurut Yousef (1985), produksi panas yang berlebihan akan meningkatkan suhu tubuh dan menyebabkan kematian bila suhu tubuh terlalu tinggi, sedangkan produksi panas yang terlalu rendah akan mengakibatkan ternak tidak mampu bertahan terhadap dinginnya udara luar. Pada suhu kurang dari 800F, pembuangan panas tubuh dilakukan dengan radiasi, konveksi, konduksi, dan seluruh permukaan tubuh
broiler. Suhu udara lingkungan lebih dari 800F, pembuangan panas dilakukan dengan penguapan air lewat saluran pernapasan yang dilakukan secara cepat (Yuwanta, 2000). Menurut Smith (1998), kisaran normal suhu rektal broiler
19 4. Suhu shank
Suhu shank merupakan indikator respon fisiologis ternak akibat produksi panas yang dihasilkan. Laju pernapasan broiler akan meningkat secara nyata pada suhu lingkungan 360C dibandingkan dengan 280C dan 320C. Untuk suhu shank sebagai respon fisiologis pada broiler didapatkan suhu 410C pada kandang dengan suhu 320C dan 430C pada kandang dengan suhu 360C. Rata-rata suhu shank sebesar 410C (Zhou dan Yamamoto, 1997).
Hasil penelitian Arintoko (2008) menunjukkan suhu shank broiler strain Cobb
sebesar 38,670C dan strainLohmann 39,010C, sedangkan penelitian Ihvan (2008) menunjukkan bahwa suhu shankbroiler pada kandang panggung sebesar 38,670C dan pada kandang litter sebesar 38,140C.
D. Closed House
20
Closed house merupakan suatu rancangan kandang broiler yang tidak terpengaruh lingkungan dari luar kandang atau meminimalisasi gangguan dari luar. Sistem kandang tertutup memiliki keunggulan yaitu memudahkan pengawasan, dapat diatur suhu dan kelembapannya, memiliki pengaturan cahaya, dan mempunyai ventilasi yang baik sehingga penyebaran penyakit mudah diatasi (Lacy, 2001). Kandang tipe tertutup atau closed house dibuat dengan tujuan agar keadaan lingkungan luar seperti udara panas, hujan, angin, dan intensitas sinar matahari tidak berpengaruh banyak terhadap keadaan dalam kandang (Cobb, 2010).
Adapun struktur umum yang terdapat pada broiler closed house antara lain bangunan kandang, ventilasi, kipas angin, pendingin kandang, dinding kandang, filter cahaya, inlet, sistem pencahayaan, sistem kendali, dan sumber tenaga listrik (Weaver, 2001). Sistem ventilasi adalah sistem yang mengatur udara bersih dalam kandang dengan cara membuang kelebihan panas, uap air, dan gas berbahaya yang mungkin dihasilkan. Sistem ventilasi yang digunakan industri peternakan adalah evaporating cooling dan exhaust fan. Evaporating cooling
mengalirkan udara segar yang dibutuhkan ke dalam kandang dan exhaust fan
mengeluarkan udara kotor ke luar kandang (Weaver, 2001).
21 Weaver (2001) membahas menggunakan kendali on-off pada kandang broiler
dengan suhu 210C dan kelembapan 60% pada musim panas dan dingin. Ibrahim (2003) membahas penggunaaan kendali on-off yang terjadi pada dua musim yaitu musim panas dan musim dingin, musim panas suhu dalam broiler closed house
260C dan kelembapan 70%, musim dingin suhu dalam broiler closed house 340C, kelembapan 70%, dan amonia < 25ppm.
Menurut Amon (1997), pengendalian on-off pada kandang tertutup dengan suhu 20--300 C, amonia 20 ppm, kelembapan 40--70%, bau 430--2.480 ppm, kecepatan udara 0.14 m/detik, pH 6--7 ppm, CO2 0.25%. Mutai, et al., (2011),
22
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari yaitu pada 15 April--10 Mei 2014, di closed house milik PT. Rama Jaya Lampung Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.
B. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : closed house;cooling pad dan exhaut fan; bambu untuk membuat sekat-sekat pada kandang; litter
(sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi); thermometer digital untuk mengukur suhu shank dan suhu rektal;stetoscope untuk mengukur frekuensi denyut jantung; counter number untuk mengukur frekuensi pernapasan; gasolek dan tabung gas; tempat ransum gantung (hanging feeder) yang digunakan untuk broiler umur 14 hari--panen, 18 buah; tempat air minum berbentuk tabung 18 buah; bak air, 3 buah; hand sprayer, 2 buah; thermohygrometer untuk mengukur suhu dan
23 C. Bahan Penelitian
1. Broiler penelitian
Broiler yang digunakan dalam penelitian ini ialah Day Old Chick (DOC) broiler
strainCP 707 berjenis kelamin jantan (produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk) sebanyak 270 ekor.
2. Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum broiler BBR-1 (Bestfeed) ® (produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia) yang diberikan pada umur 1--14 hari dan HP 611 (produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia) yang diberikan pada umur 14 hari hingga panen. Ransum diberikan secara ad libitum.
Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed) ® dan HI-PRO 611® yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed)® dan HI-PRO 611® Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2014). * Hasil analisis Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung (2012).
24 3. Kandang
Penelitian ini menggunakan closed house yang di dalamnya terdapat 18 petak kandang percobaan. Setiap petak kandang berukuran 1 x 1 x 0,4 m(disetarakan 1 m2 ) beralaskan litter (sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu) setebal 10 cm dan dilengkapi lampu yang berfungsi sebagai penerang sehingga broiler dapat makan pada malam hari. Setiap petak kandang diletakkan 1 buah tempat ransum dan tempat minum. Closed house juga dilengkapi dengan exhaust fan dan cooling pad. Pada dinding kandang terpasang terpal yang berfungsi sebagai penghalang sinar matahari dan angin.
4. Air minum
Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air minum yang berasal dari sumur bor dan diberikan secara ad libitum.
5. Antibiotik, vaksin dan vitamin
25 D. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan terdiri atas jenis bahan litter
(sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi). Jumlah broiler yang digunakan sebanyak 270 ekor, dengan jumlah petak sebanyak 18 petak, sehingga setiap petak berisi 15 ekor (per meter persegi). Tata letak petak kandang dapat dilihat pada Gambar 1 (Lampiran). Jumlah pengambilan sampel sebanyak 20% secara acak pada respon fisiologis yaitu 2 ekor per petak. Data yang diperoleh dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5%. Apabila pada analisis ragam diperoleh hasil nyata maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf 5%.
E. Pelaksanaan Penelitian
1. Pola suhu dan kelembapan kandang
Waktu pengambilan data ditentukan dengan cara mencari suhu dan kelembapan ekstrim selama sehari dengan menggunakan thermohygrometer yang diletakkan pada tengah kandang setinggi + 20 cm.
2. Persiapan kandang
Kandang dibersihkan 1 minggu sebelum DOC datang (chick in), kemudian didesinfeksi menggunakan desinfektan. Tahapannya meliputi :
a. membuat kandang dari bambu dengan ukuran 1 x 1 x 0,4 m3 sebanyak 18 petak;
26 c. mencuci peralatan kandang seperti feed tray dan tempat minum;
d. memasang tirai kandang;
e. kandang disemprot dengan desinfektan; f. dinding, lantai, dan tiang kandang dikapur;
g. setelah kandang kering, terpal dipasang di atas lantai kemudian ditaburi dengan litter (sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi) dengan ketebalan yang sama pada masing-masing petak yaitu setebal 10 cm;
h. memasang alas koran di atas litter yang telah ditaburkan; i. membuat area brooding
j. membuat petak-petak kandang yang dibagi menjadi 18 sekat. k. setelah umur 14 hari, broiler dipindahkan pada sekat.
3. Kegiatan penelitian
Day Old Chick yang telah tiba dalam kandang dilakukan vaksin spray
menggunakan ND-V4HR® kemudian diberi vitamin dan ATP untuk menggantikan energi yang hilang dan mengurangi stres akibat perjalanan. Lampu penerangan mulai dihidupkan pada pukul 17.00 sampai pukul 06.00 WIB.
27 Pengukuran suhu dan kelembapan kandang dilakukan setiap hari, yaitu pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 WIB. Pengukuran suhu dan kelembapan lingkungan diukur dengan menggunakan thermohygrometer yang diletakkan pada bagian tengah kandang yang digantung sejajar dengan tinggi petak-petak kandang.
Program vaksinasi dilakukan untuk menghindari kerugian akibat timbulnya penyakit. Vaksin yang diberikan terdiri dari vaksin ND, AI, dan Gumboro. Program vaksinasi yang dilakukan selama penelitian adalah (1) umur 1 hari vaksin ND-V4HR® secara spray ; (2) umur 7 hari dilakukan vaksinasi AI dengan
Vaksimun AI® dengan cara injeksi subcutan dosis 0,2 cc/ekor ; (3) melakukan vaksinasi gumboro pada umur 12 hari dengan vaksin gumboro CEVA IBD-L®
secara cekok ; (4) umur 18 hari dilakukan vaksinasi ND Clone dengan vaksin
Vaksimun Clone® melalui air minum yang dicampur susu skim ; (5) re-vaksinasi gumboro CEVA IBD-L® melalui air minum yang dicampur susu skim saat broiler
berumur 24 hari.
28 F. Peubah yang diamati
a. Frekuensi pernapasan
Perhitungan frekuensi pernapasan broiler setiap 6 hari sekali yaitu pada umur 14, 20, dan 26 hari. Perhitungan dilihat dari gerakan thoraxbroiler selama 1 menit kemudian dicatat hasil rata-rata. Alat yang digunakan adalah counter number dan
stopwatch (Yamamoto, 1997). Pengukuran frekuensi pernapasan broiler dapat dilihat pada Gambar 5 (Lampiran).
b. Frekuensi denyut jantung
Perhitungan frekuensi denyut jantung broiler setiap 6 hari sekali yaitu pada umur 14, 20, dan 26 hari dengan cara menempelkan stetoscope pada bagian dada kiri
broiler, sehingga terdengar denyut jantungnya. Perhitungan didengarkan dari denyut jantung broiler selama 1 menit kemudian dicatat hasil rata-rata. Alat yang digunakan adalah stetoscope,counter number, dan stopwatch. Pengukuran
frekuensi denyut jantung broiler dapat dilihat pada Gambar 6 (Lampiran).
c. Suhu rektal
Pengukuran suhu rektal broiler dilakukan setiap 6 hari sekali yaitu pada umur 14, 20, dan 26 hari dengan cara memasukkan bagian ujung thermometer digital pada bagian kloaka dimulai pada skala 00 C sampai terdengar bunyi dan hasil yang diperoleh dicatat. Pengukuran suhu rektal broiler dapat dilihat pada Gambar 7 (Lampiran).
d. Suhu shank
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
(1) penggunaan jenis bahan litter sekam padi, serutan kayu dan jerami padi pada
closed house tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernapasan, denyut jantung, suhu rektal, dan suhu shank
(2) perlakuan jenis bahan litter (sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi) pada
closed house tidak ada yang memberikan pengaruh terbaik terhadap frekuensi pernapasan, denyut jantung, suhu rektal, dan suhu shank pada broiler fase
finisher.
B. SARAN
44
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M. 2009. Fisiologis Pertumbuhan Ternak. Universitas Andalas. Padang. Abioja, M.O., K.B. Ogundimu, T. E. Akibo, K. E. Odukoya, O. O. Ajiboya, J.
A. Abiona, T. J. Williams, E. O. Oke, and O.O. Osinowo. 2012. Growth, Mineral Deposition, Responses of Broiler Chickens Offered Honey in Drinking Water During Hot-Dry Season. Isfahan University of Medical Sciences. Isfahan. IR.Iran.
Achmanu dan Muharlien. 2011. Ilmu Ternak Unggas. UB. Press. Malang. Aksi Agraris Kanisius. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Kanisius. Jakarta. Amon M. 1997. A Farm Scale Study on The Use of Clinoptilolite Eolite and
Deodorase for Reducing Oudour and Ammonia Smissions from Broiler Houses, bioresource Technology. United Kingdom (UK). Canada.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor. Arintoko. 2008. Perbedaan Respons Produksi dan Respons Fisiologis Broiler
Strain Cobb dan Strain Lohmann pada Kandang Panggung dan Kandang Litter. Skipsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Bligh.1985. “Thermalphsiology”. In: Yousef, M.K. Stress Physioloy in
Livestock. Vol. III. CRC. Yogyakarta.
Bomy. 2013. Pengaruh Pemberian Kunyit dan Temulawak Melalui Air Minum Terhadap Respon Fisiologis Broiler. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Borrel, E.H. 2001. The biology of stress and its application to livestock housing transportation assesment. Animal Science. 5: 16--21.
Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler). Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
45 Charoen Pokphand. 2008. Charoen Pokphand Broiler Breeder Guide Principles.
Charoen Pokhpand Indonesia. Jakarta.
Cobb. 2010. Manajemen Broiler Guide, Cobb-vantress Inc. Siloam Springs Arkansas 72761, US. Oyster House,SeverallsLane, Colchester Essex CO4 9PD, Rodovia Assis Chateaubriand, Km 10 Guapiaçu SP Brasil. Pearl Drive Ortigas Center. Pasig City Philippines.
DEFRA (Department for Environment, Food, and Rural Affairs). 2005. Heat Stress in Poultry (Solving The Problem). Defra Publications. London. Deptan. 1988. Spesimen Veteriner. Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta
Duke’s. 1995. Physiology of Domestic Animal comstock publishing. New York
University Collage. Camel.
Esmay, Merle. L. 1978. Principles of Animal Enviroment. Avi Publishing Company. Wesport.
Ensminger, M. E. 1991. Animal Science (Animal agriculural Series). Interstate Publishers. Inc. Danville, Illinois.
Fadillah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta.
. 2006. Sukses Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta. Fajar, Z. F. 2012. Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Respon Fisiologis
Broiler Pada Semi Close House. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Farrel, D. 1979. The Effects of hight temperature on the biological performance of poultry. Proc. Sec. Poult. Sci. and Industry Seminar. 88--102.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ibrahim AM. 2003. Environmental control for coultry building in riyadh area of Saudi Arabia, J. King Sand University, Agri Sci,(1), Riyadh, ppt. 87--102. Ihvan. 2008. Perbedaan Respons Produksi dan Respon Fisiologis Broiler Strain
Cobb pada Kandang Panggung dan Kandang Litter. Skipsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
46 Kartasudjana, R. 2005. Manajemen Ternak Unggas. Fakultas Peternakan.
Universitas Padjajaran Press. Bandung.
Keirs. R. W, E. D. Peebles, S. A. Hubbard, and S. K. Whitmarsh. 2002. Effect of supportive gluconeogenic substance on the early performance of broiler under adequate brooding conditions. College of Veterinary Medicine and Poultry Sci. 7 (12) : 38--40.
Komara, T. 2006. Perlunya Broiler Dipuasakan. Buletin CP. April 2006 No. 76/Tahun VII. Jakarta.
Lacy, PM. 2001. Broiler Management, Di dalam Bell D. Donald dan JR Weaver D. William, (Editor). Commercial Chicken Meat and Egg Production; Printed in the United States of America. page 832--833.
Lesson, S. and J. D. Summers. 1991. Commercial Poultry Nutrition. University Books. Guelph. Canada.
Luh, B. S. 1991. Rice Utilization, Second Edition. Van Nostrad Reinhold. New York.
Mashaly, M. M. 2004. Effect of heat stress on production parameters and immune responses of commercial laying hens. Poult Sci. 83: 889--894. McDowell, R. E. 1972. Improvement of Livestock Production in warm Climates.
W. H. Freeman and Co. San Fransisco. Medion. 2012. Feed Suplemen Ayam.
http://info.medion.co.id/index.php/konsultasi-teknis/layer/tata-laksana/feed-suplemen-ayam. Diakses pada 13 Juni 2014.
Metasari, T. 2014. Pengaruh Penggunaan Jenis Bahan Litter Terhadap Kualitas Litter Broiler Fase Finisher di Closed House. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Mountney, G. J. 1983. Poultry Product Technology. The Avi Publishing Co. Inc. Wesport, Connecticut.
Mugiono, L., Harsanti dan Hambali. 2003. Analisis daya adaptasi 10 galur mutan padi sawah di 20 lokasi uji daya hasil pada dua musim. Zuriat 144(1):1--7. Mutai, E. B. K. Otieno P.O., Gitau A.N, Mbuge D.O. and Mutuli D.A. 2011.
Simulation of the microclimate in poultry structures in kenya, research journal of applied sciences, Engineering and Technology 3(7): 579--588, , ISSN: 2040-7467.
47 North, M.O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th
Edition. Van Nostrand Rainhold. New York.
Parista, E. 2013. Manajemen Broiler Fase Starter dan Finisher.
http://etikafarista.blogspot.com/2013/01/manajemen-ayam-broiler-fase-starter-dan_30.html. diakses pada 13 Februari 2014.
Payne, R. and Cooper, C. L. 1988. Causes, Coping, and Consequences of Stress at Work. Wiley. New York.
Poultry Indonesia Online. 2007. Peran Temperatur bagi Pertumbuhan Unggas. PT. Kharisma Satwa Media. Jakarta.
Rasyaf. 1995. Pedoman Ringkas Beternak Ayam Broiler. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
. 2001. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta. . 2007. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Reed, M. J and M. G. Mc Caartney. 1970. Alternative Litter Materials For
Poultry. www.agtie.nsw.gov.au. Diakses pada 29 November 2013
Ridho, F, T. 2013. Fisiologi Ternak. www.c31120987.blogspot.com/2013/06/ fisiologi-ternak.html?m=1. Diakses pada 7 Desember 2013.
Ritz, C.W. 2002. Litter Quality And Broiler Performance. The University of Georgia College of Agricultur and Environment Sciences.
Schmidt, W. and Nelson, B. 1990. Animal Physiology. Harper Collins Publisher, New York.
Siegel, H.S. 1995. Stress, Strains and Resistence. Brit Poult. Sci 36: 003--022. Skar, C. 1989. Water In Wood. Syracuse University Press. Syracuse New York Sinurat, A.P. 1986. The Effect of High Ambient Temperature on Broiler Growth
and Some Plasma Growth-Related Hormone Profiles. Thesis. University of Sydney, Camden, NSW, Australia
Siregar, A. P. dan M. Sabrani. 1980. Tehnik Modern Beternak Ayam. PT. Yasaguna. Jakarta.
48 Soeharsono. 1976. Respon Broiler terhadap Berbagai Kondisi Lingkungan.
Disertasi. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Suprijatna, E. Umiyati, dan A. Ruhyat, K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tobing. V. 2005. Beternak Ayam Broiler Bebas Antibiotika Murah Dan Bebas Residu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wahyu. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada Universitas Pres. Yogyakarta. Wank. 2005. Tingkatkan Produksi, Kendalikan Amonia. Infovet. Majalah
Peternakan dan kesejahteraan Hewan.
Weaver, JRWD. 2001. Fundamentals of Ventilation, in Commercial Chicken Meat and Egg Production. United State of America.
Yahav, S., D. Shinder, J. Tanny, and S. Cohen. 2005. Sensible heat loss: the broilers paradox.
Yousef, M. K. 1985. Thermoneutral Zone. In: Stress Physiology of Live stock. M. K. Yousef (Ed). CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. Yuwanta, T. 2000. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.