ABSTRAK
PENGARUH PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS LITTER TERHADAP BOBOT HIDUP, KARKAS, GIBLET, DAN LEMAK ABDOMINAL
BROILER FASE FINISHER DI CLOSED HOUSE Oleh
Tri Haryanto Saputra
Closed house merupakan suatu rancangan kandang broiler yang tidak terpengaruh lingkungan luar atau meminimalisasi gangguan dari luar. Pemilihan jenis litter yang tepat dalam pemeliharaan broiler di closed house dapat memberikan kondisi yang nyaman bagi produktivitas broiler yang akan berdampak pada produksi karkas, giblet, dan lemak abdominal yang dihasilkan.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh jenis litter di closed house terhadap bobot hidup, karkas, giblet, dan lemak abdominal broiler,
(2) mengetahui jenis litter yang terbaik terhadap bobot hidup, karkas, giblet, dan lemak abdominal broiler di closed house.
Penelitian dilaksanakan mulai 15 April--10 Mei 2014, di closed house milik PT. Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo, Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Broiler yang digunakan dalam penelitian adalah strain CP 707 sebanyak 270 ekor. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas 3 perlakuan, yaitu P1 : litter sekam padi, P2 : litter serutan kayu, dan P3 : litter jerami padi, setiap perlakuan 6 kali diulang. Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf 5% dan jika terdapat peubah yang nyata maka akan dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan. Peubah yang diamati adalah bobot hidup, bobot karkas, bobot giblet, dan bobot lemak abdominal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) litter sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot hidup, bobot karkas, bobot giblet dan bobot lemak abdominal broiler fase finisher di closed house; dan (2) jenis litter yang digunakan memberikan hasil yang sama baik terhadap bobot hidup, bobot karkas, bobot giblet, dan bobot lemak abdominal broiler fase finisher di closed house.
ABSTRACT
THE EFFECT OF KINDS OF LITTER TO
LIVE WEIGHT, CARCASS, GIBLET, AND ABDOMINAL FAT OF BROILER FINISHER PHASE AT CLOSED HOUSE
By
Tri Haryanto Saputra
Closed house is a broiler chicken coop design that there is no environmental effect or that minimized of outer interference. The right choose of litter on broiler cultivation at closed house could give the comfortable condition for broiler productivity. Those condition will be give impact to carcass giblet and abdominal fat productivity.
The purpose of the research are: (1) to know the effect of the kind of litter to live weight, carcass, giblet, and abdominal fat of broiler at closed house, (2) to know the best of litter that give effect to live wight, carcass, giblet, and abdominal fat of broiler at closed house.
The research was done on April 15th 2014 until May 10th 2014 at PT. Rama Jaya Lampung closed house Sidorejo hamlet, Krawang Sari village, district Natar, South Lampung regency. The broiler that used in this research is broiler strain CP707. The research method use complete randomize block design with 3 treatments : P1: ricehusk litter, P2: wood shavings litter, P3: ricestraw litter, with 6 times replication. The research data’s were analyzed by using 5% of Analysis of variance test. If there is significant effect on the variable, the test will be continue by Duncan test. The observed variable were live weight, carcass weight, giblet weight, and abdominal fat weight.
The result shown that: (1) rice husk litter, wood shavings litter and rice-straw litter have no significant effect (P>0,05) toward live weight, carcass weight, giblet weight, and abdominal fat weight of broiler finisher phase at closed house , and (2) the used of three kind of litter were give same result toward live weight, carcass weight, giblet weight, and abdominal fat weight of broiler finisher phase at closed house.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandar Lampung pada 8 Juni 1992 yang merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Kustawi Hamirzon dan Ibu Sukaesih. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 3 Surabaya pada 2004; Sekolah Menengah Pertama Surya Dharma 2 pada 2007; Sekolah Menengah Atas Negeri 12 Bandar Lampung pada 2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada 2010.
Pada Juli 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Acuan Farm Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Pada Januari--Maret 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Dusun Gunungrejo 2, Desa Gunungrejo, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran.
Selama masa studi, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMAPET) Fakultas Pertanian sebagai ketua bidang penelitian dan
“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah menaati Allah…”
(QS. An-Nuur: 56)
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzaab: 21)
“
Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan
kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang
yang mengajar kamu.”
(HR. AL-Thabrani)
Jadikanlah Kejujuran sebagai modal besar dalam hidupmu,
Jujur itu hebat,
Jujur itu emas,
Jujur itu luar biasa.
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Penulis telah banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa hormat penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :
1. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas ide , bimbingan, arahan, serta ilmu-ilmunya yang telah diberikan kepada penulis selama masa studi dan penyusunan skripsi ini;
2. Ibu Dian Septinova, S.Pt., M.T.A.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan, kesabaran, arahan, dan nasehat yang diberikan selama penyusunan skripsi;
3. Ibu Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si.--selaku Pembahas--atas bimbingan, saran, dan perbaikannya;
4. Bapak Siswanto, S.Pt., M.Si.--selaku Pembimbing Akademik--atas bimbingan, arahan, motivasi, dan dukungannya yang telah diberikan; 5. Ibu Ir. Sri Suharyati, M.P.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas izin
dan pengoreksian skripsi ini;
8. Bapak/ ibu dosen Jurusan Peternakan--atas ilmu, motivasi, dan pengalaman yang telah diberikan;
9. Bapak, ibu, kakak, dan adikku--atas segala perhatian, kasih sayang, doa, bantuan, dan semangat yang telah dicurahkan;
10. Titian Widayati--atas segala motivasi, perhatian, dan kasih sayang yang telah dicurahkan kepada penulis;
11. PT. Rama Jaya Lampung, Bapak drh. Purnama Edi Santosa, M.Si. dan Bapak Kuslan, yang telah memberikan izin penelitian, serta Mas Wawang dan Mas Pujo atas bantuan dan arahan selama penelitian;
12. Mas Duki, Eki, Defri, Andre, dan seluruh operator kandang Farm Krawangsari atas bantuan dan perhatiannya;
13. Rohmatul Anwar, Anung Cahya Dewanti, Tiwi Metasari, Miranti Olivia rekan seperjuangan saat penelitian--atas kerjasama, bantuan, semangat, perhatian dan motivasi yang diberikan;
14. Nano, Febi, Rahmdhanil, Heru, Rangga, Yuli, Dewa, Fara, Ajrul, Nani, Riski, dan seluruh sahabat jurusan Peternakan angkatan 10’, serta 08’, 09’, 11’, 12’ yang tidak dapat disebutkan semua--atas doa, semangat, dan bantuannya.
Semoga Allah Subhanahu wata’ala membalas kebaikan ini semua. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Kegunaan Penelitian ... 3
D. Kerangka Pemikiran... 4
E. Hipotesis ... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Broiler ... 7
B. Bahan Litter ... 8
1. Sekam padi ... 10
2. Serutan kayu ... 11
3. Jerami padi... 12
C. Bobot Hidup dan Bobot Potong ... 13
D. Bobot Karkas ... 13
2. Jantung ... 18
3. Hati ... 19
G. Lemak Abdominal ... 20
H. Closed House ... 21
BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 24
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
B. Alat dan Bahan Penelitian ... 24
1. Ternak ... 24
2. Kandang dan peralatan ... 24
3. Ransum ... 25
4. Air minum ... 26
5. Antibiotik, vaksin, dan vitamin ... 26
C. Metode Penelitian ... 26
D. Prosedur Penelitian ... 27
E. Peubah yang Diamati ... 29
1. Bobot hidup ... 29
2. Bobot karkas ... 29
3. Bobot giblet ... 29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup Broiler Umur 26 Hari .... 30
B. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Karkas Broiler Umur 26 Hari ... 34
C. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Giblet Broiler Umur 26 Hari .... 36
D. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Lemak Abdominal Broiler Umur 26 Hari... 38
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed)® dan HI-PRO 611®
berdasarkan analisis proksimat ... 26
2. Bobot hidup broiler umur 26 hari ... 30
3. Bobot karkas broiler umur 26 hari ... 34
4. Bobot giblet broiler umur 26 hari ... 37
5. Bobot lemak abdominal broiler umur 26 hari ... 39
6. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot hidup broiler umur 26 hari ... 53
7. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot karkas broiler umur 26 hari ... 53
8. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot giblet broiler umur 26 hari ... 54
9. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot lemak abdominal broiler umur 26 hari ... 54
10. Rata-rata konsumsi ransum broiler umur 14--26 hari... 55
11. Analisis ragam data konsumsi ransum broiler umur 14--26 hari ... 55
12. Rata-rata konsumsi protein ransum broiler umur 14--26 hari ... 56
13. Analisis ragam data konsumsi protein ransum broiler umur 14--26 hari ... 56
14. Rata-rata konsumsi serat kasar ransum broiler umur 14--26 hari... 57
16. Rata-rata konsumsi energi ransum broiler umur 14--26 hari ... 58
17. Analisis ragam data konsumsi energi ransum broiler umur 14--26 hari ... 58
18. Rata-rata frekuensi nafas broiler 14--26 hari (/30 detik) ... 59
19. Analisis ragam frekuensi nafas broiler 14--26 hari (/30 detik) ... 59
20. Suhu dan kelembapan kandang selama pemeliharaan broiler umur 26 hari di closed house ... 60
21. Suhu litter selama perlakuan ... 60
22. Analisis ragam suhu litter selama perlakuan ... 61
23. Kadar ammonia litter selama perlakuan ... 61
24. Analisis ragam kadar ammonia litter selama perlakuan ... 61
25. Rata-rata pertambahan berat tubuh broiler umur 14--26 hari di closed house ... 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gizzard ... 17
2. Jantung ... 18
3. Hati ... 19
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat, dan berisi serta pertumbuhannya yang relatif cepat. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit dan sulit beradaptasi (Murtidjo, 1992). Pertumbuhan yang paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4--6 minggu, kemudian mengalami penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2005).
Dalam usaha peternakan broiler, selalu dihadapkan dengan tiga faktor penunjang keberhasilan yaitu faktor bibit, pakan, dan tata laksana yang ketiganya saling berkaitan. Faktor tata laksana itu sendiri sangat ditentukan oleh pengelolaan perkandangan (Mugiyono, 2001).
Permasalahan perkandangan yang memerlukan penanganan serius pada
pemeliharaan broiler adalah litter. Berbagai bahan litter yang berasal dari limbah pertanian dan industri banyak tersedia dan harganya murah, diantaranya serutan kayu, sekam padi, dan jerami padi. Pemeliharaan broiler pada umumnya menggunakan kandang alas litter, termasuk pada kandang tipe closed house.
Closed house merupakan suatu rancangan kandang ayam yang tidak terpengaruh lingkungan dari luar kandang atau meminimalisasi gangguan dari luar. Sistem kandang tertutup memiliki keunggulan yaitu memudahkan pengawasan, dapat diatur suhu dan kelembabannya, memiliki pengaturan cahaya, dan mempunyai ventilasi yang baik sehingga penyebaran penyakit mudah diatasi (Lacy, 2001).
3
Sehubungan dengan adanya beberapa bahan litter yang dapat digunakan di kandang sistem closed house, namun belum banyak diketahui mana yang
memberikan pengaruh baik terhadap bobot hidup, bobot karkas, giblet, dan lemak abdominal broiler, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan berbagai jenis litter terhadap bobot hidup, karkas, giblet, dan lemak abdominal broiler fase finisher di closed house.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
(1) mengetahui pengaruh jenis litter di closed house terhadap bobot hidup, karkas, giblet, dan lemak abdominal broiler.
(2) mengetahui jenis litter yang terbaik dalam pemeliharaan broiler di closed house terhadap bobot hidup, karkas, giblet, dan lemak abdominal.
C. Kegunaan Penelitian
D. Kerangka Pemikiran
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada keberhasilan pemeliharaan broiler adalah faktor lingkungan. Lingkungan pemeliharaan yang nyaman akan
mengurangi level stres pada broiler. Daya tahan tubuh broiler akan lebih baik dalam lingkungan yang tidak berdebu, cukup oksigen, suhu yang seimbang, dan tidak terlalu padat. Faktor lain yang dapat menentukan keberhasilan pemeliharaan broiler yaitu bibit yang unggul, pakan berkualitas, dan manajemen yang baik. Strain broiler unggul menentukan keberhasilan produktivitas broiler sebesar 30%, sedangkan 70% ditentukan oleh faktor lingkungan (Aksi Agraris Kanisius, 2003).
Pemeliharaan broiler umumnya menggunakan bahan litter yang ideal untuk menunjang performans yang optimal. Litter yang sering digunakan diantaranya sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi. Bahan litter yang berbeda jenisnya akan berbeda pula ukuran pertikel, berat partikel, daya konduksi termal dan daya serapnya terhadap air. Lebih lanjut perbedaan-perbedaan tersebut menjadikan keadaan oksigen, debu, suhu, dan kelembapan di dalam kandang akan bervariasi pula bila menggunakan bahan litter yang berbeda, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap kondisi internal litter tersebut.
5
Rose (1997) menyatakan bahwa material litter akan berpengaruh terhadap gas-gas polutan dalam kandang seperti, amoniak, karbon dioksida, methan, dan hidrogen sulfat. Apabila gas-gas tersebut berbeda dalam jumlah di atas ambang batas, maka akan berpengaruh terhadap fisiologis dan kesehatan ayam, sehingga produksi akan terganggu. Selain pH litter, indeks kebersihan litter, temperatur, dan kadar nitrogen amoniak berbeda-beda untuk setiap bahan litter.
Berdasarkan jenis ventilasinya, jenis kandang pemeliharaan broiler terdiri atas kandang terbuka, semi tertutup, dan tertutup. Dari ketiga jenis kandang tersebut, kandang sistem tertutup merupakan kandang yang terbaik dalam pemeliharaan broiler. Sistem kandang tertutup memiliki keunggulan yaitu memudahkan pengawasan, dapat diatur suhu dan kelembapannya, memiliki pengaturan cahaya, kepadatan (density) lebih padat,dan mempunyai sirkulasi udara yang baik
sehingga penyebaran penyakit mudah diatasi.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
(1) ada pengaruh jenis litter di closed house terhadap bobot hidup, karkas, giblet, dan lemak abdominal broiler;
(2) terdapat jenis litter di closed house yang terbaik terhadap bobot hidup, karkas, giblet, dan lemak abdominal broiler.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Broiler
Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam hasil budidaya teknologi
yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang
cepat, konversi pakan yang baik dan dapat dipotong pada usia yang relatif muda
sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat dan efisien serta menghasilkan
daging yang berkualitas baik (Murtidjo, 1992). Susilorini dan Sawitri (2009)
menyatakan bahwa broiler adalah ayam yang sangat efektif untuk menghasilkan
daging. Menurut Suprijatna, et al. (2005), karakteristik broiler bersifat tenang,
bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, serta bulu merapat ke tubuh.
Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5--6
minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna,
2005). Menurut Amrullah (2003), broiler mampu menghasilkan bobot badan
1,5--1,9 kg/ ekor pada usia 5--6 minggu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa broiler
pada minggu ke-4 bobot badan 1,4 kg/ ekor dengan konversi pakannya adalah
1,431 (Nuryanto, 2007).
Ciri-ciri broiler mempunyai tekstur kulit dan daging yang lembut serta tulang
dada merupakan tulang rawan yang fleksibel. Kondisi broiler yang baik
Menurut kecepatan pertumbuhannya, maka periode pemeliharaan broiler dapat
dibagi menjadi 2 yaitu periode starter dan finisher. Periode starter dimulai umur
1--21 hari dan periode finisher dimulai umur 22--35 hari atau sesuai umur dan
bobot potong yang diinginkan (Murwani, 2010).
B. Bahan Litter
Litter adalah sejumlah bahan dasar yang ditempatkan di atas lantai kandang
dengan ketebalan tertentu yang akan bercampur dengan feses, dimana akan terjadi
proses biologis. Bahan litter yang paling banyak digunakan pada peternakan
broiler di Indonesia yang menggunakan sistem litter adalah sekam padi, jerami
padi, dan serutan kayu (Setyawati, 2004).
Berbagai bahan litter yang berasal dari limbah pertanian dan industri banyak
tersedia dan harganya murah, diantaranya serutan kayu, serbuk gergaji, sekam
padi, dan jerami padi (Mugiyono, 2001). Bahan litter yang berbeda jenisnya akan
berbeda pula ukuran partikel litter, berat partikel litter, daya konduksi termal, dan
daya serapnya terhadap air (Setyawati, 2004). Lebih lanjut oleh Setyawati (2004),
perbedaan-perbedaan tersebut menjadikan keadaan oksigen, debu, suhu, dan
kelembaban di dalam kandang akan bervariasi pula bila menggunakan bahan litter
yang berbeda, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap kondisi internal litter
tersebut. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa bahan litter yang baik
bilamana ringan, ukuran partikel sedang, daya serap kelembapan udara rendah,
9
North dan Bell (1990) menyatakan bahwa kondisi internal litter akan mempunyai
efek terhadap kelembapan dan temperatur di luar maupun di dalam kandang,
bobot ayam, jumlah udara dalam kandang, konsumsi air, stres ayam, penyakit, dan
perkembangan jamur di dalam kandang. Litter yang basah merupakan pemicu
utama pembentukan gas amonia, karena level amonia yang melebihi batas dapat
menyebabkan gangguan pernapasan broiler (Ritz, et al. 2004).
Rose (1997) menambahkan bahwa material litter akan berpengaruh terhadap
gas-gas polutan dalam kandang seperti, amoniak, karbon dioksida, methan, dan
hidrogen sulfat, apabila gas-gas tersebut berbeda dalam jumlah di atas ambang
batas, maka akan berpengaruh terhadap fisiologis dan kesehatan ayam, sehingga
produksi akan terganggu. Lebih lanjut menurut Setyawati (2004), amoniak yang
tinggi akan menyebabkan inflamasi mata, penurunan konsumsi pakan, dan
pertumbuhan, sedangkan hidrogen sulfat dan debu akan menyebabkan iritasi,
sesak napas dan gangguan respirasi lainnya. Selain itu, pH litter, indeks
kebersihan litter, temperatur, dan kadar nitrogen amoniak berbeda-beda untuk
setiap bahan litter.
Menurut Rasyaf (2001), bahan litter berpengaruh terhadap kenyamanan ternak di
dalam kandang. Hal ini dikarenakan suatu bahan litter memengaruhi suhu dan
kelembaban udara dalam kandang yang akhirnya akan memengaruhi pertumbuhan
ternak. Suhu kandang yang tidak nyaman, baik terlalu panas atau dingin akan
menyebabkan gangguan kesehatan dan pertumbuhan pada anak ayam. Selain
suhu lingkungan kandang, jenis litter yang digunakan juga memengaruhi suhu
1. Sekam padi
Sekam padi adalah kulit buah padi berupa lapisan keras yang meliputi kariopsis,
terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan.
Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi
bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang
dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan
ternak, dan energi atau bahan bakar. Setelah proses penggilingan padi biasanya
diperoleh sekam sekitar 20--30% dari bobot gabah. Produksi sekam di Indonesia
dapat mencapai 13,2 juta ton per tahun (Deptan, 2011).
Sekam padi merupakan limbah hasil pertanian yaitu hasil dari penggilingan padi
yang diambil bagian terluar dari butir padi. Sekam paling banyak digunakan
untuk alas kandang karena mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : dapat
menyerap air baik, bebas debu, kering, mempunyai kepadatan (density) yang baik,
dan memberi kesehatan kandang (Reed dan Mc Cartney, 1970). Sifat lain dari
sekam selain dapat menyerap air dijelaskan oleh Luh (1991) bahwa sekam padi
bersifat tidak mudah lapuk, sumber kalium, cepat menggumpal, dan memadat.
Sesuai pendapat Rasyaf (2004) bahwa sekam merupakan bahan litter yang dapat
menyerap air sehingga dapat mengatasi masalah kelembapan. Namun, sekam
juga mempunyai kekurangan yaitu sebagai bahan yang ringan dan mudah
menggumpal (Reed dan Mc Cartney,1970). Sekam padi ini mempunyai daya
menyerap air lebih sedikit karena mempunyai kandungan air yang tinggi sekitar
16,30% dibandingkan dengan jerami padi yaitu sekitar 16,91% (Mugiono, et al.
11
Standar kebutuhan litter sekam untuk pemeliharaan broiler adalah 2,5--5,0 kg/m2
(Anonim, 2007). Ketebalan litter untuk daerah tropis dianjurkan 5--8 cm (Moore
dan Sinh, 1982). Ketebalan litter yang dianjurkan oleh Charoen Phokphand
Indonesia (2008), bahwa litter dengan ketebalan 5--8 cm yang umum digunakan
antara lain serutan kayu (3--5 kg/m²), dan sekam padi (2,5--4,0kg/m²) karena
mudah didapat di Indonesia.
2. Serutan kayu
Selama ini limbah pengolahan kayu masih banyak menimbulkan masalah dalam
penanganannya yaitu dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang
semuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya
perlu dipikirkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan
memanfaatkannya sebagai bahan litter. Kelebihan bahan litter menggunakan
serutan kayu yaitu mudah dalam menyerap air sehingga akan meminimalisir
timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang basah dan lembab
(Rasyaf, 2004).
Serutan kayu yang akan digunakan sebagai litter sebaiknya dipotong-potong
sepanjang 2--3 cm dengan tujuan agar serutan kayu mudah dalam penanganan
serta jika potongan serutan kayu terlalu kecil akan melukai broiler, dengan
ketebalan 5 cm sesuai dengan suhu tempat melakukan penelitian relatif panas
(Cahyono, 2004). Serutan kayu memiliki kekurangan sebagai bahan litter yaitu
dapat menimbulkan sedikit luka pada bagian dada karena serutan kayu berpartikel
3. Jerami padi
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya
dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi dalam satu hektar
sawah setiap kali panen mampu menghasilkan sekitar 10--12 ton jerami (berat
segar saat panen), meskipun bervariasi tergantung pada lokasi, jenis varietas
tanaman padi, cara potong (tinggi pemotongan), dan waktu pemotongan, seperti
pada varietas Sintanur dengan tinggi pemotongan 8 cm dari tanah dapat
menghasilkan 8--10 ton jerami segar per hektar (Biro Pusat Statistik, 2009).
Jerami padi adalah tanaman padi yang telah diambil buahnya (gabahnya),
sehingga tinggal batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian serta
belum sepenuhnya dimanfaatkan karena adanya faktor teknis dan ekonomis.
Jerami padi selama ini hanya dikenal sebagai hasil ikutan dalam proses produksi
padi di sawah. Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi
gabah kering panen (Hanafi, 2008).
Bagian-bagian jerami padi dapat dibedakan menjadi helai daun, pelepah daun, dan
batang yang dapat dipilah atas ruas dan buku yang proporsinya sangat kecil.
Proporsi helai daun, pelepah daun, dan ruas adalah 15--27%, 23--30% dan
15--37% (Sitorus, 2002).
Jerami padi yang akan digunakan sebagai bahan litter sebaiknya dipotong-potong
terlebih dahulu dengan panjang 10 cm, karena dengan ukuran tersebut dapat
13
padi adalah sulit didapat karena jerami padi bersifat musiman (Mugiono, et al.
2003).
C. Bobot Hidup
North dan Bell (1990) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi bobot
hidup broiler adalah pakan (nutrisi), genetik, jenis kelamin, suhu, dan tata
laksana. Menurut Soeparno (2005), faktor-faktor yang memengaruhi bobot hidup
broiler yaitu konsumsi ransum, kualitas ransum, jenis kelamin, lama
pemeliharaan, dan aktivitas. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kebutuhan nutrisi
broiler pada umur yang berbeda. Lebih lanjut oleh Soeparno (2005), faktor
genetik dan lingkungan juga memengaruhi laju pertumbuhan komposisi tubuh
yang meliputi distribusi bobot, komposisi kimia, dan komponen karkas.
Bobot hidup adalah bobot yang didapat dengan cara menimbang bobot ayam
setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot hidup perlu diperhatikan kualitas dan
kuantitas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapatkan pertumbuhan yang
baik (Blakely dan Bade, 1998). Pada hasil penelitian Bastari (2012) dilaporkan
bahwa bobot hidup broiler umur 24 hari yang dipelihara dengan kepadatan 15
ekor/m2 pada semiclosed house dengan litter sekam padi adalah 1.088--1.144 g.
D. Bobot Karkas
Karkas merupakan hasil utama pemotongan ternak yang memiliki nilai ekonomis
tinggi (Soeparno, 1992). Karkas broiler adalah daging bersama tulang hasil
pemotongan, tanpa darah, setelah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal
adalah bagian tubuh ayam tanpa bulu, darah, leher, kaki bagian bawah (cakar),
dan viscera (Ensminger, 1980). Dewan Standardisasi Nasional (1995)
menjelaskan karkas ayam pedaging adalah bagian tubuh broiler hidup setelah
dikurangi bulu, dikeluarkan darah, jeroan, dan lemak abdominalnya, dipotong
kepala dan leher serta kedua kakinya (ceker).
Menurut Yao, et al.(2006), karkas broiler adalah bagian tubuh ayam yang
disembelih lalu dibuang darah, kaki bagian bawah mulai tarsus metatarsus ke
bawah, kepala, leher, serta dicabut bulu, dan organ dalam kecuali paru-paru,
jantung, dan ginjal. Karkas dihitung setelah dikeluarkan isi perut, kaki, leher,
kepala, bulu, darah, dan kualitas karkas juga ditentukan pada saat pemotongan
(Zuidhof, 2004).
Pertumbuhan komponen karkas diawali dengan pertumbuhan tulang, lalu
pertumbuhan otot yang akan menurun setelah mencapai pubertas selanjutnya
diikuti pertumbuhan lemak yang meningkat (Soeparno, 2005). Pembentukan
tubuh yang terjadi akibat tingkat pertumbuhan jaringan, kemudian akan
membentuk karkas yang terdiri dari 3 jaringan utama yang tumbuh secara teratur
dan serasi: jaringan tulang yang akan membentuk kerangka, selanjutnya
pertumbuhan otot atau urat yang akan membentuk daging yang menyelubungi
seluruh kerangka, kemudian sesuai dengan pertumbuhan jaringan tersebut, lemak
(fat) tumbuh dan cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya bobot badan
(Anggorodi, 1990).
Broiler yang mengonsumsi protein dan energi metabolis yang sama akan
15
Haroen (2003) menjelaskan pencapaian bobot karkas sangat berkaitan dengan
bobot hidup dan pertambahan bobot badan.
Wilson (1977) menyatakan bahwa karkas yang baik memiliki banyak jaringan
otot dan sedikit mungkin jaringan lemak. Soeparno (1992) menjelaskan faktor
yang memengaruhi bobot karkas broiler adalah genetik, jenis kelamin, fisiologi,
umur, berat tubuh, dan nutrisi ransum. Pada hasil penelitian Bastari (2012)
dilaporkan bahwa bobot karkas broiler pada umur 24 hari yang dipelihara pada
semi closed house dengan litter sekam padi adalah 714--756 g.
E. Persentase Karkas Broiler
Ensminger (1980) menjelaskan bahwa persentase karkas yaitu jumlah
perbandingan bobot karkas dan bobot hidup dikalikan 100%. Pendapat yang
serupa disampaikan oleh Jull (1992) yang menyatakan bahwa persentase bobot
karkas dapat diperoleh dengan jalan membagi bobot karkas dengan bobot hidup
sebelum dipotong. Hasil penelitian Siswanto (2004), pada umur 6 minggu
persentase karkas broiler yang dipelihara pada kandang postal adalah sebesar
71,78--74,11% dengan bobot hidup 1.950--2.105 g.
Persentase karkas ditentukan oleh besarnya bagian tubuh yang terbuang seperti
kepala, leher, kaki, jeroan, bulu, dan darah (Jull, 1992). Dijelaskan lebih lanjut
oleh Jull (1992) bahwa persentase bagian tubuh ayam pedaging adalah 65--75%
karkas; 6,41% bulu; 9--10% viscera; 9--10% darah; 7,8% kepala, dan leher serta
Aviagen (2006) menyatakan bobot karkas broiler berkisar antara 1.750--1.800 g
atau 71--73% dari bobot badan. Moreng dan Avens (1985), persentase karkas
ayam pedaging berkisar antara 60--70%. Widharti (1987) melaporkan persentase
karkas broiler umur 6 minggu adalah 58,82--63,89%. Persentase karkas broiler
berkisar antara 65--75% berat hidup (Murtidjo, 1992). Persentase broiler siap
potong menurut Bakrie, et al. (2003) adalah 58,9%.
F. Giblet
Menurut Kurtini, et al. (2014), giblet adalah hasil ikutan pada unggas, terdiri dari
hati, jantung, dan gizzard (rempela). Menurut Soeparno (2005), bobot hidup
memengaruhi bobot giblet.
Bobot giblet meningkat dengan meningkatnya bobot karkas, walaupun persentase
terhadap bobot hidup ayam akan menurun (Rasyaf, 2004). Pada hasil penelitian
Bastari (2012) dilaporkan bahwa pada umur 24 hari bobot giblet broiler yang
dipelihara di semi closed house dengan litter sekam padi yaitu sebesar
45,84--47,87 g. Faktor-faktor yang memengaruhi bobot giblet diantaranya adalah
bangsa, umur, bobot tubuh, obat-obatan, dan ransum (Ressang, 1984).
1. Gizzard
Menurut North dan Bell (1990), gizzard terdiri atas otot merah, tebal, dan kuat
serta berfungsi untuk menghancurkan butir-butir makanan sebelum masuk ke
dalam usus halus. Gizzard berfungsi untuk menggiling dan menghancurkan
17
Unggas akan meningkatkan kemampuan metabolismenya untuk mencerna serat
kasar sehingga meningkatkan ukuran gizzard, hati, dan jantung (Hetland, et al.
2005). Ukuran gizzard mudah berubah tergantung pada jenis makanan yang biasa
dimakan oleh unggas tersebut (Amrullah, 2003). Prilyana (1984) menyatakan
bahwa berat gizzard dipengaruhi oleh kadar serat kasar ransum, semakin tinggi
kadar serat kasar ransum, maka aktifitas gizzard juga semakin tinggi, sehingga
beratnya juga semakin besar. Menurut Akoso (1998), ukuran gizzard dipengaruhi
oleh aktivitasnya.
Persentase gizzard akan menurun dengan bertambahnya bobot hidup (Crawley, et
al. 1980). Bobot gizzard pada broiler umur 6 minggu sebesar 44,76 g atau 3,12%
(Prilyana, 1984). Berdasarkan hasil penelitian Widianingsih (2008), bobot
gizzardbroiler yang dipelihara pada kandang terbuka dengan litter sekam padi
dan diberi ransum komersial adalah 23,21±3,07 g, sedangkan persentase bobot
gizzard sebesar 1,52±0,12% dari bobot tubuh. Gizzard broiler dapat dilihat pada
Gambar 1.
2. Jantung
Ressang (1984) menyatakan bahwa jantung berfungsi sebagai pemompa darah dalam sistem transportasi atau sirkulasi tubuh. Lebih lanjut Ressang (1984) menyatakan ukuran jantung dipengaruhi oleh jenis, umur, besar dan aktivitas hewan.
Brake, et al. (1993) menyatakan bahwa rata-rata bobot jantung broiler betina
adalah 8,5 g atau 0,5% dari bobot hidup dan broiler jantan sebesar 10,6 g atau
0,6% dari bobot hidup pada umur 42 hari. Persentase bobot jantung yang normal
berkisar antara 0,50--1,24% dari bobot hidup dan pada pemotongan umur 10
minggu untuk ayam jantan adalah tetap dan betina menurun menjadi 0,4%
(Murtidjo, 1992). Menurut Putnam (1991), persentase bobot jantung broiler
sekitar 0,42--0,70% dari bobot hidup. Jantung broiler dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Jantung
19
3. Hati
Tanudimadja (1974) menyatakan bahwa hati merupakan organ yang terdiri atas
gelambir (lobi) yang besar, berwarna coklat, terletak pada kelengkungan
duodenum dan lambung otot. Hati merupakan organ yang berperan dalam sekresi
empedu, metabolisme lemak, karbohidrat, zat besi, fungsi detoksifikasi serta
berperan dalam metabolisme dan penyerapan vitamin (Ressang, 1984).
Hati terletak di antara gizzard dan empedu, berwarna kemerahan dan terdiri atas
dua lobus besar yaitu lobus dexter dan lobus sinister yang terletak pada
lengkungan duodenum dan gizzard. Salah satu fungsi bilik hati adalah untuk
mensekresikan cairan empedu ke dalam sebuah kantung yang disebut kantung
empedu yang terletak di lobus sebelah kanan (North dan Bell, 1990). Putnam
(1991) menyatakan bahwa bobot hati 1,70--2,80% dari bobot hidup dan hanya
dipengaruhi oleh umur. Hati broiler dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hati
Crawley, et al. (1980) menyatakan bahwa rata-rata bobot hati broiler adalah
26,79 g atau 1,86% dari bobot hidup pada umur 6 minggu sedangkan Brake, et al.
(1993) menyatakan bahwa rata-rata bobot hati broiler betina adalah 36,2 g atau
1,9% dari bobot hidup dan broiler jantan sebesar 36,9 g atau 1,9% dari bobot
hidup pada umur 42 hari. Berdasarkan hasil penelitian Widianingsih (2008),
bobot hati broiler yang dipelihara pada kandang terbuka dengan litter sekam padi
dan diberi ransum komersial adalah 38,39±3,41 g, sedangkan persentase bobot
hatinya sebesar 2,52±0,19%.
G. Lemak Abdominal
Lemak pada tubuh ternak terbagi atas subkutan (bawah kulit), bawah perut, dalam otot (intramuskuler) (Resnawati, 2004). Lemak abdomen merupakan salah satu komponen lemak tubuh, yang terdapat dalam rongga perut (Yusmaini, 2008). Lemak abdominal merupakan kombinasi berat lemak abdomen dan lemak yang
melekat pada gizzard. Lemak abdominal mempunyai korelasi yang tinggi dengan
total lemak tubuh dan lemak pada berbagai depot (Soeparno, 1992).
Menurut Haris (1997), perlemakan tubuh diakibatkan dari konsumsi energi
berlebih yang akan disimpan dalam jaringan tubuh yaitu pada bagian
intramuscular, subcutan, dan abdominal. Menurut Fontana, et al.(1993)
lemak abdomen akan meningkat pada ayam yang diberi ransum dengan protein
rendah dan energi ransum yang tinggi. Ditambahkan lagi oleh Tillman, et al.
(1991) yang menyatakan bahwa kelebihan energi pada ayam akan menghasilkan
karkas yang mengandung lemak lebih tinggi dan rendahnya konsumsi
21
Sembiring (2001) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kualitas karkas broiler
ditentukan dari jumlah lemak abdominal yang terdapat dari broiler tersebut.
Broiler muda sampai umur enam minggu mengandung lemak kira–kira 4% lemak
badan (Wahyu, 1992). Lemak abdominal broiler umur tujuh minggu memiliki
persentase sebesar 3,8--4,3% dari bobot tubuh (Wilson, et al. 1993). Pada hasil
penelitian Bastari (2012) dilaporkan bahwa bobot lemak abdominal broiler umur
24 hari yang dipelihara di kandang semi closed dengan kepadatan kandang 15--18
ekor/ m2 menggunakan litter sekam padi sebesar 8,41--8,89 g. Komot (1989)
menyatakan bahwa diantara faktor-faktor yang memengaruhi lemak tubuh, maka
faktor ransum adalah yang paling berpengaruh
Soeparno (1992) menyatakan bahwa lemak karkas yang tinggi sebagai akibat dari
perlakuan ransum berenergi tinggi sehingga terjadi kenaikan persentase lemak
intra muskular dan menurunkan kadar air. Sementara itu, Ketaren, et al. (1999)
menyatakan bahwa pemberian produk terfermentasi pada broiler meskipun tidak
menyebabkan perubahan yang berarti terhadap persentase karkas, tetapi dapat
menurunkan kadar lemak abdominalnya.
H. Closed House
Closed house merupakan suatu rancangan kandang ayam yang tidak terpengaruh
lingkungan dari luar kandang atau meminimalisasi gangguan dari luar. Sistem
kandang tertutup memiliki keunggulan yaitu memudahkan pengawasan, dapat
diatur suhu dan kelembabannya, memiliki pengaturan cahaya, dan mempunyai
Kandang tertutup merupakan kandang yang semua dinding kandangnya tertutup.
Sistem ventilasi atau pergerakan udaranya tergantung sepenuhnya oleh kipas yang
dipasang, sedangkan pada kandang terbuka semua dinding kandangnya terbuka.
Kondisi dalam kandang sangat dipengaruhi oleh kondisi luar kandang (Santoso
dan Sudaryani, 2010). Sebagian besar kandang dibuat tertutup dengan tembok,
seng, atau layar, kecuali bagian ujung kandang untuk udara masuk (inlet) dan
bagian ujung kandang satunya untuk tempat kipas (outlet) (Fadillah, 2006).
Priyatno (2002) menyatakan bahwa ventilasi merupakan jalan keluar masuknya
udara sehingga udara segar dari luar dapat masuk untuk menggantikan udara yang
kotor di dalam kandang.
Sistem pendinginan atau cooling system yang diterapkan di closed house
diterapkan berbeda-beda tergantung wilayah dan situasi iklim setempat. Sistem
pendingin yang dapat kita jumpai di Indonesia dengan menggunakan pad
pendingin, media evaporative atau fogging system. Sistem ini memanfaatkan
evaporasi air dari media pad atau media evaporative lainnya sehingga udara yang
melintas pada media ini akan turun suhunya (Anonim, 2007). Menurut Santoso
dan Sudaryani (2010), closed house dengan ventilasi dinding kandang terbuka
untuk mengalirkan udara segar dari luar dan exhaust fan untuk mengeluarkan gas
CO2 dan bau ammonia ke luar kandang. Banyaknya exhaust fan yang digunakan
tergantung dari volume bangunan kandang dan bobot badan ayam dalam kandang
tersebut.
Sistem ventilasi bertekanan dalam kandang closed house dapat dikelompokkan
23
2006). Lebih lanjut Santoso dan Sudaryani (2010) menjelaskan bahwa kandang
dengan ventilasi yang terkontrol seperti pada sistem closed house memiliki
keuntungan yang tidak dipengaruhi lingkungan luar kandang, temperatur dan
kelembaban kandang dikontrol sesuai dengan kebutuhan, kepadatan kandang
meningkat serta produktivitas dan pertumbuhan ayam meningkat.
Menurut North and Bell (1990), exhaust fan berfungsi sebagai pengeluar udara
busuk dari dalam kandang. Kebutuhan exhaust fan yang digunakan tergantung
dari kapasitas broiler, sekat pada bangunan kandang, suhu, umur, dan bobot
badan broiler.
In let merupakan faktor yang memengaruhi tekanan negatif dalam kandang.
In let yang tidak tepat akan berpengaruh pada titik dimana tidak ada distribusi
pergantian udara. Layar in let terbuat dari bahan kedap udara. Udara segar dari
luar masuk melalui in let, lalu udara panas, debu, dan gas (CO2, CH4, NH3 dan
H2S) dalam kandang ditarik keluar menggunakan exhaust fan (Ansori, 2010).
Menurut Haris (2010), ukuran exhaust fan pada kandang sistem closed house yang
berdiameter 120 cm (48") dan berkapasitas 30.000 m3/ kipas dengan kemampuan
memenuhi kebutuhan udara (O2) per kilogram bobot badan broiler 8 m3/jam.
Exhaust fan dipasang pada bagian sisi lebar kandang. Prinsip kerja exhaust fan
yaitu menyedot udara dari dalam kandang agar keluar. Kemampuan exhaust fan
dalam menarik udara di dalam kandang sangat penting untuk menjaga kandang
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014, di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo, Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.
B. Alat dan Bahan Penelitian
1. Ternak
Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah day old chicken (DOC) broiler strain CP 707 produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk sebanyak 270 ekor dengan bobot badan awal 44,10±3,58 g/ekor (koefisien keragaman 8,11%) dan bobot rata-rata umur 14 hari 404,03±39,01 g/ekor (koefisien keragaman 9,65%).
2. Kandang dan peralatan
25
Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah : petak kandang yang terbuat dari bambu berukuran 1 x 1 x 0,4 m, sebanyak 18 buah; brooder sebagai pemanas ayam selama masa brooding 1--14 hari; baby chick feeder tempat makan anak ayam umur 1--12 hari; timbangan 10 kg dengan ketelitian 50 g sebanyak 1 buah untuk menimbang pakan dan bobot ayam; timbangan 20 kg dengan ketelitian 100 g sebanyak 1 buah untuk menimbang pakan; timbangan elektrik Boeco dengan ketelitian 0,01 sebanyak 1 buah untuk menimbang giblet dan lemak abdominal broiler; tempat pakan gantung 5 kg sebanyak 18 buah sebagai wadah pakan ayam umur 14 sampai panen; tempat minum kapasitas 2 l sebanyak 18 buah sebagai wadah air minum; ember sebanyak 3 buah kertas label; thermohigrometer sebanyak 3 buah; kantung plastik; hand sprayer 1 buah; palu, paku, dan gergaji untuk pembuatan petak kandang; alat kebersihan; alat tulis untuk pencatatan data; kompor, panci, nampan, dan, pisau untuk pemrosesan karkas; cooling pad sebagai alat pemberi udara segar ke dalam kandang; exhaust fan sebagai alat pengeluaran udara busuk dari dalam kandang.
3. Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum broiler BBR-1 (Bestfeed) ® produksi PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk untuk ayam umur 1--10 hari dan HI-PRO 611® produksi PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk untuk ayam umur 11--26 hari. Kedua jenis ransum tersebut berbentuk crumble.
Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed)® dan HI-PRO 611® Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2014). * Hasil analisis Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung (2012).
** Hasil analisis Laboratorium Peternakan, Politeknik Negeri Lampung (2012).
4. Air minum
Air minum yang diberikan selama penelitian ini berasal dari air sumur yang diberikan secara ad libitum.
5. Antibiotik, vaksin dan vitamin
Antibiotik yang diberikan selama penelitian berlangsung adalah Enteritic-C+® dan Bio-Genta®. Vaksin yang diberikan ND-V4HR®, Vaksimun AI®, Ceva IBD-L®, dan vaksin ND Clone Vaksimun Clone®. Vitamin yang diberikan Vitacart®, B-Comp®, Amino Plus®, dan Catalist®.
C. Metode Penelitian
27
P1 : Litter sekam padi P2 : Litter serutan kayu P3 : Litter jerami padi
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 15 ekor ayam. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisys of variance (ANOVA). Apabila hasil analisis ragam ada perlakuan yang nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1991). Tata letak perlakuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
D. Pelaksanaan Penelitian
Kandang dan semua peralatan yang akan digunakan disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan dan dilakukan pengapuran pada kandang sebelum chick in. Lantai kandang diberikan litter sekam padi setebal 10 cm dan dilapisi kertas koran di bagian atasnya. Setelah semua peralatan siap DOC dipelihara di area brooding sampai umur 14 hari. Saat ayam berumur 14 hari ditimbang secara acak 270 broiler untuk mengetahui bobot awal sebelum perlakuan. Kemudian, ayam dimasukkan ke dalam petak berukuran 1 x 1 x 0,4 m yang telah diberi alas litter sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi sesuai dengan perlakuan. Masing-masing petak perlakuan berisi 15 ekor broiler.
minum juga diukur untuk mengetahui konsumsi air minum per hari. Air minum diberikan setiap pukul 07.00 sebanyak 2 liter dan pukul 17.00 sebanyak 3 liter.
Ayam ditimbang bobotnya setiap 6 hari sekali pada pukul 07.00 WIB. Pencatatan suhu dan kelembaban kandang dilakukan setiap pukul 06.00, 12.00, 18.00 dan, 24.00 WIB. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban kandang adalah termohigrometer yang dipasang pada petak kandang.
Program vaksinasi yang dilakukan selama penelitian adalah (1) umur 1 hari vaksin ND-V4HR® secara spray ; (2) umur 7 hari dilakukan vaksinasi AI dengan
Vaksimun AI® dengan cara injeksi subcutan dosis 0,2 cc/ekor ; (3) melakukan vaksinasi gumboro pada umur 12 hari dengan vaksin gumboro CEVA IBD-L® secara cekok dengan dosis 0,2 cc/ekor ; (4) umur 18 hari dilakukan vaksinasi ND Clone dengan vaksin Vaksimun Clone® melalui air minum yang dicampur susu skim ; (5) re-vaksinasi gumburo CEVA IBD-L® melalui air minum yang dicampur susu skim saat ayam berumur 24 hari.
29
melekat pada rongga perut dari bagian proventrikulus sampai kloaka untuk selanjutnya ditimbang.
E. Peubah yang Diamati
1. Bobot hidup
Bobot hidup (g/ekor) adalah hasil penimbangan ayam setelah dipuasakan selama lebih kurang 6 jam (Soeparno, 2005).
2. Bobot karkas
Bobot karkas (g/ekor) ditimbang berdasarkan bobot ayam tanpa darah, bulu, kepala sampai batas leher, kaki sampai batas lutut, dan organ dalam.
3. Bobot giblet
Bobot giblet (g/ekor) ditimbang berdasarkan bobot gizzard, jantung serta hati.
4. Bobot lemak abdominal
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
(1) perlakuan litter sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi di closed house tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot hidup, bobot karkas, bobot giblet, dan lemak abdominal broiler fase finisher;
(2) jenis litter yang digunakan memberikan hasil yang sama baik terhadap bobot hidup, bobot karkas, bobot giblet, dan bobot lemak abdominal broiler fase finisher di closed house.
B. SARAN
(1) Peternak yang menggunakan kandang sistem closed house dalam pemeliharaan broiler disarankan menggunakan litter serutan kayu mengingat pengaruhnya terhadap bobot hidup broiler yang dihasilkan lebih tinggi 80--90 g/ekor dibandingkan dengan perlakuan jenis litter sekam padi dan jerami padi.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 1998. Kesehatan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Aksi Agraris Kanisius. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-18. Kanisius. Jakarta.
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor. Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta. . 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Cetakan ke-4. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anonim. 2007. Panduan Membuat Closed House. Redaksi Majalah Poultry Indonesia. September 2007. Jakarta.
Ansori. 2010. Kandang Close House. Majalah Trobos. Edisi 121 Desember 2010. Tahun ke-11. Jakarta.
Anwar, R. 2014. Pengaruh Penggunaan Litter Sekam Padi, Serutan Kayu, dan Jerami Padi terhadap Performa Broiler di Closed House. Skirpsi. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Aviagen. Arbor Acres Plus (Efficient Meat Production Plus Excellent Breeder Performance).2006. http://www.aviagen.com//ayam/%20/broiler//files/ brosur/efficient//meat//production_/plus/exellent//breeder//performance_// html. Tanggal Akses : 24 Juli 2013.
Baker and C.M Parson. 1990. Recent Advances in Amino Acid Nutrition. dalam Persyaratan Asam Amino Pembatas Utama pada Pakan Ayam
Pedaging,ed. Widyani, R. 1999. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Bakrie, B., D. Andayani, M. Yanis dan D. Zainuddin. 2003. Pengaruh
Bastari, N. A. 2012. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Bobot Hidup, Bobot Karkas, Giblet, Lemak Abdominal Broiler di Semi Closed House. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Biro Pusat Statistik. 2009. Produksi Tanaman Pangan. http://www.bps.go.id. Diakses pada (10 September 2010).
Brake, J., G. B. Havenstein, S. E. Scheideler, P. R. Ferket, and D. V. Rives. 1993. relationship of sex, age, and body weight to broiler carcass yield and offal production. Poultry Sci. 72:1137-1145.
Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging. Cetakan ke-1. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.
Charles. 1997. Inilah Teknologi Closed House. Majalah Infovet. Edisi 047 juni. Jakarta.
Charoen Phokphand Indonesia. 2008. Manajemen Broiler 707. Jakarta.
Crawley, S.W., P. R. Sloan, and K. K. Halei Jr. 1980. Yield and composition of edible and inedible by product of broiler processed at 6, 7, and 8 weeks of age. Poultry Sci. 59 : 2243.
Deaton, J. W., F. N, Reace, and T. H. Verdaman. 1990. The effect temperature and density on broiler performance. Poultry Science 47:293--300. Deptan RI Basis Data Statistik Pertanian 2011. [Tersedia Berkala]. http://
www.bps.go.id/ tnmn_pgn.php [11 Agustus 2011]. 1 hlm.
Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Karkas Ayam Pedaging. SNI 01 – 3924 – 1995.
Dewanti, A. C. 2014. Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Litter terhadap Respon Fisiologis Broiler Fase Finisher di Closed House. Skirpsi. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Ensminger, M. E. 1980. Feed Nutrition Complete. The Ensminger Publishing Company. Clovis. California.
. 1992. Poultry Science. 3th Edition. USA: Interstate. California. Fadillah, R. 2006. Panduan Lengkap Sukses Beternak Ayam Broiler. Agromedia
45
Fontana, E. A., D. Weaver Jr., D. M. Denbaow and B. A. Watkins. 1993. Early feed restricition of broiler : Effect on abdominal fat pad, liver, and gizzard weight, fat deposition and carcass composition. Poultry Science 72 : 243 – 250.
Han Y. and D. H, Baker. 1994. Digestible lysine requirement of male and female broiler chicks during the period three to six weeks posthatching. Poultry Sci. 73:1739-1745.
Haris, S. 2010. Pentingnya Ventilasi pada Kandang Closed House.http:// www. facebook. com/groups/13115467801/ doc / 10150635494586802/. Diakses pada 10 Mei 2010.
Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan. Haris, A. 1997. Pengaruh Imbungan Protein - Energi dalam Ransum dan Strain
yang Berbeda terhadap Berat Karkas dan Lemak Abdominal pada Ayam Pedaging. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Haroen, U. 2003. Respon ayam broiler yang diberi tepung daun sengon (albizzia falcataria) dalam ransum terhadap pertumbuhan dan hasil karkas. J. Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. 6 (1) : 34-41.
Hetland, H., B. Svihus and M. Choctt. 2005. Role of insoluble fiber on gizzard activity in layers. J. Apply. Poultry Res. 14: 38--46.
Jull, M. A. 1992. Poultry Husbandry. 3rd edition. McGraw Hill Publishing Company. New Delhi.
Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2005. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ketaren, P. P., A. P. Sinurat, D. Zainudin, T. Purwadaria dan I. P. Kompiang, 1999. Bungkil inti sawit dan produk fermentasinya sebagai pakan ayam pedaging. Jurnal Ilmu Ternak Veteriner 4(2);107 – 112.
Komot, H.1989. Tinjauan mengenai Perlemakan Beberapa Faktor yang dapat memengaruhi Penimbunan pada Ayam Pedaging. Tesis. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.
Kurtini, T., K. Nova dan D. Septinova. 2014. Buku Ajar Produksi Ternak Unggas. Anugrah Utama Raharja. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Luh, B. S. 1991. Rice Utilization. 2nd Edition. Van Nostrad Reinhold. New York. Metasari, T. 2014. Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Litter terhadap Kualitas Litter
Broiler Fase Finisher di Closed House. Skirpsi. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Moore, E. N. and Sinh. 1982. Livestock and Poultry Production. 2nd Edition. Prentice-hall of India. New Delhi.
Moreng, R. E. and J. Avens. 1985. Poultry Science and Production. Reston Publishing Company Inc., A Prentice Hall Co. Virginia.
Mugiono, L., Harsanti dan Hambali. 2003. Analisis Daya Adaptasi 10 Galur Mutan Padi Sawah di 20 Lokasi Uji Daya Hasil pada Dua Musim. Zuriat 144(1):1-7.
Mugiyono, S. 2001. Pengaruh Serasah terhadap Penampilan Produksi dan Kualitas Ayam Broiler. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. (tidak dipublikasikan). Murtidjo, B. A. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta. Murwani, R. 2010. Broiler Modern. Edisi ke-1. Penerbit Widya Karya. Semarang. Neisheim, M. C., R. E. Austic and L. E. Card. 1979. Poultry Production. 12th
Edition. Lea and Febingen. Philadelphia.
North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th edition. Van Nostrand Rainhold. New York.
Nuryanto. 2007. Sexing untuk Perfoma Optimal. Trobos edisi Maret 2007. Tahun ke-8. Jakarta.
Parakkasi, A. 1998. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Cetakan ke-1. Angkasa. Bandung.
Prilyana, J. D. 1984. Pengaruh Pembatasan Pemberian Jumlah Ransum terhadap Persentase Karkas, Lemak Abdominal, Lemak Daging Paha, dan Bagian-bagian Giblet Broiler. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Priyatno, M. A. 2002. Membuat Kandang Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta. Purba, D. K. 1990. Perbandingan Karkas dan Nonkarkas pada Ayam Jantan
Kampung, Petelur, dan Broiler Umur 6 Minggu. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
47
Rasyaf, M. 2001. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.
. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-25. Penebar Swadaya. Jakarta.
Reed, M. J and M. G.Mc Cartney. 1970. Alternative Litter Materials for Poultry. www.agtie.nsw.gov.au.
Resnawati. 2004. Bobot Potongan Karkas dan Lemak Abdomen Ayam Ras Pedaging yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Cacing Tanah. //http://peternakan.litbang.deptan.go.id/user/pros 04-75.pdf. [Tanggal Akses : 22 Maret 2009].
Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ritz, C. W., B. D. Fairchild & M. P. Lacy. 2004. Implications of ammonia
production and emissions from commercial poultry facilities: A Review. J. Appl. Poult. Res. 13: 684-692.
Rose. 1997. The influence of age of host in infection with eimeria tenella. The J. of Parasitology. 5 (3) 924-929.
Santoso, H. dan T. Sudaryani. 2010. Pembesaran Ayam Pedaging Hari Per Hari di Kandang Panggung Terbuka. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sembiring, P. 2001. Diktat Penuntun Praktikum Produksi Ternak Unggas. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.
Setyawati, S. J. A. 2004. Pengaruh Penggunaan Berbagai Macam Bahan Litter untuk Pemeliharaan Ayam Broiler terhadap Performans dan Kaitannya dengan Status Darah dan Kondisi Litter. Tesis. Pascasarjana Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Sitorus, T. F. 2002. Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Padi dengan Fermentasi Ragi Isi Rumen. Program Studi Magister Ilmu Ternak Program Pasca Sarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Siswanto, P. 2004. Pengaruh Persentase Pemberian Ransum pada Siang dan
Malam Hari terhadap Persentase Karkas, Giblet dan Lemak Abdominal Broiler pada Frekuensi Pemberian Ransum Empat Kali. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Soeparno. 1992. Pilihan Produksi Daging Sapi dan Teknologi Prosessing Daging Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. . 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi ke-4. Gadjah Mada University
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika.
Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sudaryani, T. dan H. Santosa. 2010. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susilorini,T. E. dan M. E. Sawitri. 2009. Budidaya 22 Ternak Potensial. Cetakan ke-15. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suprijatna, E,. U. Atmomarsono, dan P. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Cetakan ke-1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tanudimadja, K. 1974. Anatomi Veteriner VII. Diktat Kuliah. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tillman, A. D., S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-3. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Wank. 2005. Tingkatkan Produksi, Kendalikan Amonia. Infovet. Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Widharti, S. 1987. Pengaruh Level Energi dan Level Protein Pakan terhadap Performan, Karkas dan Lemak Abdominal pada Beberapa Tingkat Umur Ayam Broiler. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Widianingsih, M. N. 2008. Persentase Organ dalam Broiler yang Diberi Ransum Crumble Berperekat Onggok, Bentonit dan Tapioka. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wilson, B. J. 1977. Growth Curves: Their Analysis and Use. In: K. N. Boorman and B. J. Wilson (12). Growth and poultry meat production. 1st. British Poultry Sci. Ltd., Scotland.
Wilson, H. R., M. A. Boone A.S. Arafa, and D.M. Jankey. 1993. Abdominal fat pad reduction in broilers with thyroactive iondinated casein. Poultry Science 62: 811-818.
49
Yusmaini. 2008. Pengaruh Suhu Panas dan Umur Pemotongan Terhadap Bobot Relatif, Lemak Abdominal Kandungan Lemak Daging Paha dan
Kolesterol Total Plasma Darah Ayam Broiler. //IMG.pdf//. [ Tanggal Akses : 28 Maret 2011].
Gambar 4. Tata letak petak kandang penelitian
Keterangan : P1 : Litter sekam padi P2 : Litter serutan kayu P3 : Litter jerami padi U1-U6 : Ulangan ke 1--6
P1U4 P1U5 P3U6 P2U4 P1U3 P3U5
P2U6 P3U2 P1U2 P3U3 P2U1 P1U6
52
Tabel 6. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot hidup broiler umur
KK : koefisien keragaman SK : sumber keragaman
Berdasarkan data bobot karkas pada Tabel 3 diperoleh perhitungan analisis ragam sebagai berikut :
Tij2 17.950 322.202.500
FK = = = = 17.900.139 p.r 3 x 6 18
Tabel 7. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot karkas broiler umur 26 hari
54
Berdasarkan data bobot giblet pada Tabel 4 diperoleh perhitungan analisis ragam sebagai berikut :
Tij2 1.023,86 1.048.289,30
FK = = = = 58.238,29 p.r 3 x 6 18
Tabel 8. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot giblet broiler umur 26 hari
KK : koefisien keragaman SK : sumber keragaman
Berdasarkan data bobot lemak abdominal pada Tabel 5 diperoleh perhitungan analisis ragam sebagai berikut :
Tij2 179,34 32.162,83
FK = = = = 1.768,82 p.r 3 x 6 18
Tabel 9. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot lemak abdominal broiler umur 26 hari
SK Db JK KT F hitung F tabel 0,05
Perlakuan 2 6,94 3,47 0,73tn 3,68
Galat 15 70,89 4,72
Keterangan :
KK : koefisien keragaman SK : sumber keragaman
Tabel 10. Rata-rata konsumsi ransum broiler umur 14--26 hari
Ulangan Perlakuan P2 : litter serutan kayu P3 : litter jerami padi
Tabel 11. Analisis ragam data konsumsi ransum broiler umur 14--26 hari
SK Db JK KT F hitung F tabel 0,05
Perlakuan 2 213,00 106,50 3,17 tn 3,68
Galat 17 503,33 33,56
Total 19 716,33 KK= 5,46%
Keterangan :
56
Untuk menghitung rata-rata konsumsi protein dan serat kasar harian selama perlakuan (Tabel 12 dan 14) yakni dengan cara :
1. rata-rata konsumsi protein harian didapat dengan mengalikan rata-rata konsumsi ransum dengan kandungan protein dalam ransum.
2. rata-rata konsumsi serat kasar harian didapat dengan mengalikan rata-rata konsumsi ransum dengan kandungan serat kasar dalam ransum.
Tabel 12. Rata-rata konsumsi protein ransum broiler umur 14--26 hari
Ulangan Perlakuan P2 : litter serutan kayu P3 : litter jerami padi
Tabel 13. Analisis ragam data konsumsi protein ransum broiler umur 14--26 hari
SK Db JK KT F hitung F tabel 0,05
Perlakuan 2 9,46 4,73 3,17 tn 3,68
Galat 15 22,36 1,49
Total 17 31,83 KK= 5,46%
Keterangan :
Tabel 14. Rata-rata konsumsi serat kasar ransum broiler umur 14--26 hari P2 : litter serutan kayu P3 : litter jerami padi
Tabel 15. Analisis ragam data konsumsi serat kasar ransum broiler umur 14--26 hari
58
Tabel 16. Rata-rata konsumsi energi ransum broiler umur 14--26 hari
Ulangan Perlakuan
Rata-rata 2.868,18 3.088,11 3.057,97
Keterangan : P1 : litter sekam padi P2 : litter serutan kayu P3 : litter jerami padi
Tabel 17. Analisis ragam data konsumsi energi ransum broiler umur 14--26 hari
SK Db JK KT F hitung F tabel 0,05
Perlakuan 2 170.589,47 85.294,73 3,17 tn 3,68 Galat 15 403.112,15 26.874,14
Total 17 573.701,62 KK= 5,46%
Keterangan :
Tabel 18. Rata-rata frekuensi nafas broiler 14--26 hari (/30 detik) P2 : litter serutan kayu P3 : litter jerami padi
Tabel 19. Analisis ragam frekuensi nafas broiler 14--26 hari (/30 detik)
SK Db JK KT F hitung F tabel 0,05
Perlakuan 2 34,62 17,31 0,88 3,68
Galat 15 294,38 19,63
Total 17 329,00 KK= 3,84%
Keterangan :
60
Tabel 20. Suhu dan kelembapan kandang selama pemeliharaan broiler umur 26 hari di closed house
Tabel 21. Suhu litter selama perlakuan
Ulangan Perlakuan P2 : litter serutan kayu P3 : litter jerami padi
Umur Tanggal Suhu (°C) Kelembapan (%)
Tabel 22. Analisis ragam suhu litter selama perlakuan
KK : koefisien keragaman SK : sumber keragaman
Tabel 23. Kadar ammonia litter selama perlakuan
Ulangan Perlakuan P2 : litter serutan kayu P3 : litter jerami padi
Tabel 24. Analisis ragam kadar ammonia litter selama perlakuan
SK Db JK KT F hitung F tabel 0,05
Perlakuan 2 1,94 0,97 2,00tn 3,68
Galat 15 7,28 0,49
Total 17 9,22 KK= 13,98%
Keterangan :
62
Tabel 25. Rata-rata pertambahan berat tubuh broiler umur 14--26 hari di closed house
Keterangan : P1 : litter sekam padi P2 : litter serutan kayu P3 : litter jerami padi
Tabel 26. Analisis ragam pertambahan berat tubuh broiler umur 14--26 hari di closed house