• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN LITTER TERHADAP KUALITAS LITTER BROILER FASE FINISHER DI CLOSED HOUSE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN LITTER TERHADAP KUALITAS LITTER BROILER FASE FINISHER DI CLOSED HOUSE"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

EFFECTS OF VARIOUS TYPES OF LITTER MATERIALS ON THE LITTER QUALITY FOR BROILER DURING THE FINISHER PHASE IN

CLOSED HOUSE by

Tiwi Metasari

Broiler will breed maximally in an environment with the temperature range between 15 - 28oC. Climate change and extreme temperature lead to the difficulty in setting the appropriate temperature and humidity for broiler breeding. To address such issues, the use of closed house plays an important role. Closed house is a postal system cage that requires litter for its maintenance. The use of various types of litter materials can affect the litter quality including litter moisture content, ammonia levels, pH, and temperature that will ultimately stimulate the productivity of the broiler

This study aims to: 1) determine the effect of the use of rice husk, wood shavings, rice straw as litter material on litter quality for broiler during the finisher phase in closed house, 2) determine the best type of litter material on litter quality for broiler during the finisher phase in closed house.

The duration of the study was 26 days. The study was started from 15 April to 10 May 2014 in the closed house owned by PT. Rama Jaya Lampung Krawang Sari Village, the District of Natar,Southern Lampung regency.

The experimental design for the study was completely randomized design (CRD) with three levels of treatment and six replications. The treatment levels were the types of litter material (i.e. rice husk, wood shavings, chopped straw and rice). The samples were 270 broilers which were divided into 18 plots. Therefore, there were 15 broilers in each plot (per square meter). The data were statistically analyzed using ANOVA with 5% significance level. Duncan test with 5%

significance level was conducted for further testing should the ANOVA obtained any significant results.

(2)

ABSTRAK

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN LITTER TERHADAP KUALITAS LITTERBROILER FASE FINISHER DI CLOSED HOUSE

Oleh Tiwi Metasari

Broiler akan berproduksi secara maksimal apabila dipelihara pada lingkungan dengan suhu yang berkisar antara 15--28oC. Seiring dengan perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim menyebabkan suhu dan kelembapan sulit untuk disesuaikan dalam pemeliharaan broiler, untuk mensiasati hal tersebut maka diperlukan penggunaan closed house. Closed house merupakan kandang sistem postal yang memerlukan litter dalam pemeliharaan. Penggunaan berbagai jenis bahan litter dapat memengaruhi kualitas litter yang digunakan meliputi kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter yang akhirnya akan berpengaruh terhadap produktivitas broiler tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui pengaruh penggunaan sekam padi, serutan kayu, jerami padi sebagai bahan litter terhadap kualitas litter broiler fase finisher di closed house, 2) mengetahui jenis bahan litter yang terbaik terhadap kualitas litter broiler fase finisher di closed house.

Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari yaitu pada 15 April--10 Mei 2014, di closed house milik PT. Rama Jaya Lampung Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan terdiri atas jenis bahan litter (sekam padi, serutan kayu, dan cacahan jerami padi). Jumlah broiler yang digunakan sebanyak 270 ekor, dengan jumlah petak sebanyak 18 petak, sehingga setiap petak berisi 15 ekor (per meter persegi). Data yang diperoleh dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5%. Apabila pada analisis ragam diperoleh hasil nyata maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf 5%.

(3)

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN LITTER TERHADAP KUALITAS LITTERBROILER FASE FINISHER

DI CLOSED HOUSE

Oleh

TIWI METASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Peternakan

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bandar Lampung pada 09 Mei 1992 dari ayah yang

bernama Dwi Warto, S.E. (Alm) dan ibu yang bernama Dra. Titi Suprihantini.

Penulis merupakan puteri kedua dari empat bersaudara .

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Waydadi pada

2004. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 12 Bandar

Lampung dan lulus pada 2007. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri

10 Bandar Lampung dan lulus pada 2010.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan pada Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK)

pada 2010. Pada Juni--Juli 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum di PT.

Ciomas Adisatwa, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan.

Pada Januari--Maret 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa

(7)

Persembahan

Ya Allah…

Atas izinMu kuberhasil melewati satu rintangan untuk sebuah keberhasilan Namun kutahu keberhasilan bukanlah akhir dari perjuanganku

Tapi awal dari sebuah harapan dan cita-cita

Jalan didepanku masih panjang, masih jauh perjalananku Untuk menggapai masa depan yang cerah

Tuk bisa membahagiakan orang-orang yang kucintai

Karya ini kupersembahkan untuk: Ayahanda tercinta Dwi Warto (alm) Dan ibunda tercinta Titi Suprihantini

Aku takkan pernah lupa atassemua pengorbanan dan jerih payah yg telah kalian

berikan untukku agar dapat menggapai cita-cita dengan semangat serta do’a yang

kau lantunkan untukku, sehingga kudapat raih kesuksesan ini. Asaku kelak dapat membahagiakan dirimu sampai akhir hayatmu.

Doakan aku ayah, doakan aku ibu.

Kepada Mbak (Fitri trapsilawati) dan Adik-Adikku (Rahmad triyulian),(Novan Ramadani)

terimakasih tiada tara atas segala support yang telah diberikan selama ini dan semoga Mbak dan Adik-adikku tercinta dapat menggapaikan keberhasilan juga di

kemudian hari.

Kepada teman-teman seperjuangan khususnya saudara Peternakan“10” yang tak

bisa kusebutkan namanya satu persatu terimakasih yang tiada tara ku ucapakan. Kepada Sahabat-sahabat setiaku (Anung, Dian, Nurma, Sekar, Irma, Etha, Dewi, Fara, Ajrul, Aini, Nani, Sherly, Indah) terimakasih atas supportnya baik

itu moril or materil

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Broiler ... 9

B. Closed House ... 12

C. Litter dan Jenis Bahan Litter ... 18

1. Sekam padi ... 21

2. Jerami padi ... 22

3. Serutan kayu ... 23

D. Kadar Air ... 25

E. Kadar Amonia ... 26

(9)

G. Suhu Litter ... 30

III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

B. Bahan Penelitian... 32

1. Ayam ... 32

2. Ransum ... 32

3. Air minum ... 33

4. Litter ... 33

5. Antibiotik, vaksin, dan vitamin ... 33

C. Alat Penelitian ... 34

D. Rancangan Penelitian ... 34

E. Pelaksanaan Penelitian ... 35

1. Persiapan kandang ... 35

2. Kegiatan penelitian... 36

F. Peubah yang Diukur ... 38

1. Kadar air litter ... 38

2. Kadar amonia (NH3) litter ... 39

3. Derajat keasaman (pH) litter ... 39

4. Suhu litter ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Jenis Bahan Litter terhadap Kadar Air Litter ... 41

B. Pengaruh Jenis Bahan Litter terhadap Kadar Amonia Litter ... 43

C. Pengaruh Jenis Bahan Litter terhadap pH Litter ... 46

(10)

xiii

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh kadar amonia (NH3) terhadap ayam ... 28

2. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed)® dan HI-PRO 611® berdasarkan analisis proksimat ... 33

3. Rata-rata kadar air (%) terhadap jenis bahan litter ... 41

4. Rata-rata kadar amonia (ppm) terhadap jenis bahan litter ... 44

5. Rata-rata pH litter terhadap jenis bahan litter ... 46

6. Rata-rata suhu (0C) litter pada bahan litter ... 49

7. Data rata-rata kadar air (%) litter yang sudah ditransformasi ... 58

8. Analisis ragam kadar air litterbroiler fase finisher di closed house ... 59

9. Hasil Uji Lanjut Duncan ... 59

10. Nilai Uji Lanjut Duncan ... 60

11. Hasil perhitungan Uji Lanjut Duncan... 60

12. Selisih dua nilai tengah yang sudah diurutkan dari nilai terbesar ke terkecil ... 60

13. Kesimpulan ... 60

14. Data kadar amonia yang sudah ditransformasi ( �+ 0,5) ... 60

15. Analisis ragam kadar amonia litter broiler fase finisher di closed house ... 61

(12)

xv

17. Analisis ragam pH litterbroiler fase finisher di closed house ... 63

18. Analisis ragam suhu litter broiler fase finisher di closed house ... 64

19. Rata-rata konsumsi ransum broiler fase finisher di closed house ... 65

20. Rata-rata pertambahan berat tubuh broiler fase finisher

di closed house ... 65

21. Suhu dan kelembapan selama pemeliharaan broiler umur 15--26 hari

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tataletak petak penelitian ... . 67

2. Proses vaksin semprot saat chick in ... . 68

3. Salah satu petak perlakuan ... . 68

4. Petak perlakuan saat penelitian ... 69

5. Bagian belakang kandang ... 69

6. Cooling pad pada kandang ... 70

7. Pengambilan sampel kadar air ... 70

8. Pengambilan data suhu litter ... 71

9. Pengambilan data suhu litter ... 71

10. Pengambilan data pH litter ... 72

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah.

Perkembangan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

pengetahuan mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat yang ditandai

dengan peningkatan kebutuhan protein hewani. Meningkatnya kesejahteraan dan

tingkat kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani

juga turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Salah satu protein

hewani yang banyak digemari oleh masyarakat adalah daging. Daging banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat karena mempunyai rasa yang enak dan kandungan

zat gizi yang tinggi. Salah satu sumber daging yang paling banyak dimanfaatkan

oleh masyarakat Indonesia adalah daging ayam. Selama ini, daging ayam yang

sering dikonsumsi oleh masyarakat berasal dari daging broiler.

Broiler merupakan salah satu penyumbang protein hewani terbesar bagi

masyarakat Indonesia dengan kandungan protein sebesar 18,20% per 100 gram

daging ayam dan merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari

bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam

memproduksi daging. Broiler yang dimaksud adalah ayam jantan dan betina

muda yang berumur di bawah 8 minggu ketika dijual dengan berat tubuh tertentu.

(15)

yang relatif cepat diikuti dengan pertambahan berat badan yang tinggi dan kualitas

daging yang baik. Kelemahannya adalah sulit beradaptasi dan mudah terserang

suatu infeksi penyakit sehingga memerlukan sistem pemeliharaan yang intensif

(Murtidjo, 1987).

Broiler akan berproduksi secara maksimal apabila dipelihara pada lingkungan

dengan suhu berkisar antara 15--280C (Suprijatna dkk., 2005). Seiring dengan

perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim menyebabkan suhu dan kelembapan sulit

disesuaikan untuk pemeliharaan broiler di Indonesia khususnya di daerah Bandar

Lampung. Permasalahan yang mendasari yaitu tingginya suhu dikombinasi

dengan tingginya kelembapan akan berdampak terhadap menurunnya produksi

broiler. Oleh sebab itu, untuk mensiasati hal tersebut maka diperlukan

penggunaan closed house.

Closed house merupakan kandang dinding tertutup dengan sistem lantai postal

yang dilapisi litter dan biasanya terbuat dari bahan-bahan permanen dengan

sentuhan teknologi tinggi dilengkapi oleh alat modern yang menjamin keamanan

secara biologi (kontak dengan organisme lain) dengan pengaturan ventilasi yang

baik sehingga lebih sedikit stres yang terjadi pada ternak. Berdasarkan sistem

lantai yang digunakan closed house merupakan kandang sistem postal yang

memerlukaan litter dalam pemeliharaan.

Broiler yang dipelihara di closed house akan kontak langsung dengan litter. Litter

adalah bahan untuk mengisi alas kandang yang mempunyai kemampuan cukup

baik dalam menyerap air. Penggunaan litter dimaksudkan untuk memberikan alas

(16)

3

menghemat tenaga dan biaya, tatalaksana lebih mudah, dan suhu kandang dapat

lebih merata. Litter berfungsi untuk memberikan rasa nyaman kepada ternak dan

menyerap air yang berasal dari air minum maupun ekskreta. Selama ini bahan

litter yang sering digunakan adalah sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu.

Bahan-bahan tersebut hendaknya mampu memenuhi beberapa persyaratan yaitu

mudah menyerap air, kondisi dan kualitas baik, kering dan tidak berdebu, murah

dan mudah didapat, tidak lengket, tidak berjamur, tidak mengandung pestisida

atau kontaminan lain, dan tidak mengandung kotoran hewan.

Bahan litter seperti sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu mempunyai

karakteristik yang berbeda-beda. Penggunaan berbagai jenis bahan litter dapat

menyebabkan keadaan kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu pada masing-masing

jenis bahan litter bervariasi yang akhirnya berpengaruh pada produktivitas broiler

tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan

jenis bahan litter terhadap kualitas litter yang digunakan pada closed house

sehingga ayam merasa nyaman, serta pertumbuhan dan produktivitas ayam pun

meningkat.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

(1) mengetahui pengaruh jenis litter di closed house terhadap kualitas litter (kadar

air, kadar amonia, pH, dan suhu litter);

(2) mengetahui jenis litter yang terbaik dalam pemeliharaan broiler di closed

(17)

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak

tentang jenis bahan litter kandang yang terbaik terhadap kualitas litter (kadar air,

kadar amonia, pH, dan suhu litter) pada pemeliharaan broiler di closed house

dalam upaya meningkatkan produktivitas broiler.

D. Kerangka Pemikiran

Usaha peternakan broiler, selalu dihadapkan dengan tiga faktor penunjang

keberhasilan yaitu faktor bibit, pakan, dan tatalaksana, yang ketiganya saling

berkaitan. Faktor tatalaksana mempunyai peran yang terbesar dalam menentukan

keberhasilan usaha yaitu sebesar 50%, dan tatalaksana itu sendiri sangat

ditentukan oleh pengelolaan dan perkandangan (Mugiyono dkk., 2004).

Kandang yang digunakan oleh peternak dalam pemeliharaan broiler di Indonesia

ada tiga macam, yaitu open house, semi closed house, dan closed house.

Keberadaan fungsi dan manfaat closed house pada prinsipnya tidak peduli kondisi

lingkungan sekitar. Pada keadaan lingkungan daerah apapun, secara fleksibel

kondisinya dapat diadaptasi oleh closedhouse. Pada closed house, peternak

broiler bisa mengantisipasi kondisi musim. Perbedaan musim panas dan musim

penghujan bisa teratasi dengan menggunakan closed house, sehingga kondisi

lingkungan dapat diantisipasi dengan baik. Apabila suhu tidak panas maka

kondisi ayam tidak bermasalah. Penggunaan closed house mampu memberikan

(18)

5

teknologi terhadap alat-alat yang digunakan seperti cooling pad, cooling net,

exhaust fan, dan blower.

Closed house merupakan kandang dengan lantai postal. Medion (2009)

menyatakan bahwa litter mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap

kelangsungan hidup ayam yang dipelihara pada kandang dengan lantai postal.

Pengaruhnya terletak dalam menyerap berbagai bahan tercemar seperti ekskreta

dan air. Ekskreta mengandung gas beracun yaitu amonia (NH3), hidrogen sulfida

(H2S), karbondioksida (CO2), dan methan. Di antara gas beracun tersebut yang

paling banyak menimbulkan masalah bagi kesehatan dan produktivitas ternak

serta pemukiman adalah amonia.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kadar dan akumulasi gas amonia

dalam kandang, yaitu temperatur udara, kelembapan, kepadatan ternak,

kelancaran ventilasi, bentuk kandang, dan bahan litter. Pada closed house bahan

litter yang baik sangat diperlukan agar broiler merasa nyaman, sehingga

pertumbuhannya dapat maksimal. Kualitas litter dipengaruhi oleh bahan litter

yang digunakan, dimana setiap bahan litter mempunyai sifat dan karakteristik

yang berbeda. Bahan litter yang baik mempunyai kemampuan untuk menjaga

kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter tetap pada keadaan normal.

Menurut Hardjosworo dan Rukminasih (2000), bahan litter merupakan salah satu

perlengkapan yang harus disediakan selama pemeliharaan broiler. Bahan yang

dapat dimanfaatkan untuk litter adalah limbah pertanian atau limbah pengolahan

(19)

lain yang harus diperhatikan saat memilih bahan litter adalah harganya yang

murah dan banyak tersedia.

Limbah pertanian dan pengolahan kayu yang banyak digunakan sebagai litter,

diantaranya adalah sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu. Sekam padi

memiliki kelebihan yang baik dalam menyerap air, bebas debu, kering,

mempunyai kepadatan yang baik, tidak mudah lapuk, dan selalu tersedia. Akan

tetapi, kelemahannya yaitu cepat menggumpal atau memadat, mempunyai daya

serap air lebih tinggi dari jerami padi karena mempunyai kandungan air yang

rendah sekitar 16,30% dibandingkan dengan jerami padi yaitu 16,91% (Mugiyono

dkk., 2004).

Jerami padi memiliki kelebihan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya lepuh

dada, mempunyai daya absorpsi yang baik, efektif sebagai absorban, dan mudah

dibersihkan sedangkan kelemahannya yaitu sulit didapat karena jerami padi

bersifat musiman.

Serutan kayu memiliki kelebihan dapat menyerap air dengan baik sehingga akan

meminimalisir timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang

basah dan lembab. Kelemahannya yaitu dapat menimbulkan sedikit luka pada

bagian dada karena serutan kayu berpartikel besar dan sedikit kasar, kepadatannya

rendah dan kurang sehat sebagai alas untuk pemeliharaan karena tidak baik bagi

pernapasan broiler.

Kondisi litter basah akan menghasilkan dampak negatif terhadap performa ayam

(20)

7

dengan ekskreta, air minum yang tumpah atau terkena tetesan air hujan. Kondisi

tersebut akan memicu timbulnya penyakit, sehingga produktivitas ayam tidak

optimal. Oleh sebab itu, yang dibutuhkan dalam hal ini ialah bagaimana mengatur

litter agar kadar airnya tetap normal (20--25%), kadar amonia berkisar antara

15--20 ppm, derajat keasaman (pH) 5, dan suhu litter berkisar 31--320C . Litter yang basah akan menimbulkan bau (jika tidak diganti) akan menimbulkan beberapa

masalah, diantaranya menghasilkan gas amonia. Beberapa literatur menyebutkan

bahwa kadar amonia sebesar 25 ppm atau lebih, bisa menyebabkan kerugian

berupa pembengkakan nilai FCR dan penurunan berat badan saat panen (Medion,

2009).

Selama pemeliharaan broiler di closed house, ekskreta yang dikeluarkan oleh

unggas akan terkumpul di litter. Ekskreta ialah kotoran unggas yang bercampur

dengan urin, sehingga dengan adanya ekskreta tersebut maka akan meningkatkan

kadar air yang terdapat di dalam litter. Selain kadar air, ekskreta unggas yang

telah mengalami dekomposisi oleh bakteri juga akan menghasilkan amonia yang

akhirnya akan meningkatkan kadar amonia di dalam litter. Ekskreta yang

menumpuk pada litter akan berpengaruh terhadap pH litter, dimana ekskreta

mempunyai pH yang basa antara 8,38--8,39 (Weaver, 2001). Oleh sebab itu,

dengan semakin banyak ekskreta yang dihasilkan oleh broiler dan menumpuk di

litter, maka pH litter akan semakin meningkat (basa).

Menurut Zuprizal (2009), pH litter akan memengaruhi produksi amonia,

meningkatnya kadar amonia di dalam litter juga dapat meningkatkan pH dan suhu

(21)

semakin banyak kadar amonia yang terkandung di dalam litter, maka semakin

tinggi nilai pH litter yang dihasilkan (basa). Hal yang sama juga berlaku pada

suhu litter. Semakin tinggi kandungan amonia di dalam litter, maka semakin

tinggi pula suhu litter tersebut. Hal ini disebabkan oleh amonia akan

terdekomposisi oleh bakteri dan menghasilkan panas.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

(1) adanya pengaruh jenis bahan litter terhadap kualitas litter di closed house

(kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter);

(2) terdapat jenis bahan litter yang terbaik terhadap kualitas litter di closed house

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Broiler

Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam hasil budidaya teknologi

yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang

cepat, konversi pakan yang baik dan dapat dipotong pada usia yang relatif muda

sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat dan efisien serta menghasilkan

daging yang berkualitas baik (Murtidjo, 1995). Broiler adalah ayam jantan atau

betina yang umumnya dipanen pada umur 5--6 minggu dengan tujuan sebagai

penghasil daging. Waktu panen yang relatif singkat membuat broiler

mempersyaratkan pertumbuhan yang cepat, warna bulu putih, dada lebar yang

disertai timbunan daging yang baik (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan, kelebihannya adalah daging empuk,

ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan

cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan

berat badan sangat cepat. Kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara

intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit, dan sulit

(23)

Menurut Rasyaf (2004), broiler memiliki pertumbuhan yang lebih cepat

dibandingkan dengan ayam kampung dan ayam petelur oleh karena itu broiler

menjadi unggas yang efisien untuk dibudidayakan. Istilah broiler merupakan

istilah asing yang menunjukkan cara memasak ayam di negara-negara barat dan

hingga kini belum ada istilah yang tepat untuk menggantikannya.

Ciri-ciri broiler mempunyai tekstur kulit dan daging yang lembut serta tulang

dada merupakan tulang rawan yang fleksibel. Kondisi broiler yang baik

dipengaruhi olehpembibitan, pakan, dan pemeliharaan (Ensminger, 1998).

Broiler termasuk jenis unggas yang memiliki sifat homeoterm, yaitu menjaga

agar suhu tubuhnya selalu konstan meskipun berada pada temperatur lingkungan

yang lebih tinggi daripada temperatur tubuhnya dengan cara radiasi, konduksi,

konveksi, dan evaporasi (North dan Bell, 1990).

Pertumbuhan ayam dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur, kualitas

ransum, dan lingkungan. Untuk mendapatkan berat badan yang sesuai dengan

yang dikehendaki pada waktu yang tepat, maka perlu diperhatikan pakan yang

tepat. Kandungan energi pakan yang tepat dengan kebutuhan ayam dapat

memengaruhi konsumsi pakannya dan ayam jantan memerlukan energi yang lebih

banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengonsumsi pakan lebih banyak

(Anggorodi, 1995).

Kualitas ransum menentukan keberhasilan dalam pemeliharaan broiler.

Penyusunan ransum broiler didasarkan pada kandungan energi metabolis dan

(24)

11

mengandung protein 23% dan energi metabolis 3200 kkal/kg. Kandungan protein

ini cukup tinggi, agar bisa mendukung pertumbuhan ayam. Masa pertumbuhan

broiler yang paling cepat yaitu sejak menetas sampai umur 3--4 minggu.

Kandungan lain yang harus diperhatikan yaitu serat kasar sebanyak 7%, lemak

8%, kalsium 1%, dan phospor yang tersedia sekitar 0.45%. Bahan pakan yang

biasa digunakan pada ransum broiler yaitu jagung kuning, dedak halus, bungkil

kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak kelapa (Kartasudjana dan Suprijatna,

2006).

Pada fase finisher (4--6 minggu), kondisi pertumbuhan broiler mulai menurun.

Pada fase ini, protein dalam ransum diturunkan menjadi 20% sedangkan energi

ransum yang digunakan 3000-3200 kkal/kg. Namun beberapa hasil penelitian

menyatakan bahwa pemeliharaan broiler dapat menggunakan satu jenis ransum

dengan protein 22% dan energi metabolis 3000 kkal/kg sampai waktu panen.

Bahan penyusun ransum pada fase starter tidak berbeda dengan bahan penyusun

ransum pada fase finisher. Bentuk fisik ransum yang biasa diberikan pada broiler

dapat berbentuk pellet, mash, atau crumble (Kartasudjana dan Surijatna, 2006).

Daging broiler memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, serta memiliki

peranan penting dalam memenuhi kebutuhan gizi terutama protein hewani.

Kandungan protein dalam daging broiler sebesar 18,20% per 100 gram daging

ayam. Daging dan bahan makanan yang berasal dari daging broiler mengandung

asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk kesehatan fisik,

perkembangan mental, dan kecerdasan, serta memiliki kalori sebesar 404 Kkal per

(25)

daging ayam menyebabkan masyarakat lebih menyukai daging ayam untuk

dikonsumsi. Selain itu harga daging ayam relatif lebih terjangkau bila

dibandingkan dengan harga daging yang berasal dari ternak lainnya (Anggorodi,

1995).

B. Closed House

Kandang merupakan unsur penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha

peternakan ayam karena merupakan tempat hidup ayam sejak usia awal sampai

berproduksi. Dengan demikian, kandang harus memenuhi segala persyaratan

yang dapat menjamin kesehatan serta pertumbuhan yang baik bagi ayam yang

dipelihara. Faktor konstruksi yang dituntut untuk kandang ayam yang baik

meliputi ventilasi, dinding kandang, lantai, atap kandang, dan bahan bangunan

kandang (Priyatno, 2000).

Menurut Sembiring (2001), pengadaan kandang ayam pedaging dimaksudkan

untuk menciptakan kenyamanan dan perlindungan bagi ternak, kemudahan dalam

pemeliharaan dan kelancaraan proses produksi. Kandang memiliki dua fungsi

yaitu sebagai tempat tinggal ternak dan sebagai tempat kerja bagi peternak dalam

melayani kebutuhan hidup ternak. Syarat lokasi untuk kandang ayam pedaging

adalah lahan yang dipakai hanya dialokasikan untuk peternakan. Kandang dan

peralatan yang ada di dalamnya merupakan sarana pokok untuk terselenggaranya

pemeliharaan ayam secara intensif, berdaya guna dan berhasil guna. Ayam akan

terus menerus berada di dalam kandang. Oleh sebab itu, kandang harus dirancang

(26)

13

ternak yang berada di dalamnya. Adapun beberapa jenis kandang yaitu opened

house, semi closed house, dan closed house.

Closed house merupakan suatu rancangan kandang ayam yang tidak terpengaruh

lingkungan dari luar kandang atau meminimalisasi gangguan dari luar. Sistem

kandang tertutup memiliki keunggulan yaitu memudahkan pengawasan, dapat

diatur suhu dan kelembapannya, memiliki pengaturan cahaya, dan mempunyai

ventilasi yang baik sehingga penyebaran penyakit mudah diatasi (Lacy, 2001).

Kandang tipe tertutup atau closed house dibuat dengan tujuan agar keadaan

lingkungan luar seperti udara panas, hujan, angin, dan intensitas sinar matahari

tidak berpengaruh banyak terhadap keadaan dalam kandang (Cobb, 2010).

Closed house adalah kandang yang semua dinding kandangnya tertutup. Sistem

ventilasi atau pergerakan udaranya tergantung dari sepenuhnya oleh kipas yang

dipasang, sedangkan pada kandang terbuka semua dinding kandangnya terbuka.

Kondisi dalam kandang sangat dipengaruhi oleh kondisi luar kandang (Santoso

dan Sudaryani, 2010). Sebagian besar kandang dibuat tertutup dengan tembok,

seng, atau layar, kecuali bagian ujung kandang untuk udara masuk (inlet) dan

bagian ujung kandang satunya untuk tempat kipas (outlet) (Fadillah, 2006).

Closed house memiliki sistem lantai postal atau litter. Kandang dengan tipe litter

adalah suatu tipe pemeliharaan unggas dengan lantai kandangnya ditutup oleh

bahan penutup lantai seperti sekam, jerami padi, dan serutan kayu. Litter yang

baik harus dapat memenuhi beberapa kriteria yakni memiliki daya serap yang

(27)

kehangatan, menyerap panas, menyeragamkan temperatur dalam kandang

(Soeparno, 2005).

Kandang litter juga memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan hasil yang

memuaskan, baik kuantitas (berat badan) maupun kualitas daging, dapat

menghindarkan ternak menderita lepuh dada atau pembengkakan tulang dada,

memudahkan di dalam pengelolaan seperti pembersihan dan pembuangan kotoran,

serta dapat menghemat tenaga kerja (Suprijatna dkk., 2005).

Adapun perlengkapan pada closed house meliputi bangunan kandang, ventilasi,

kipas angin, pendingin kandang, dinding kandang, filter cahaya, inlet udara,

sistem pencahayaan, sistem kendali, dan sumber tenaga listrik. Sistem ventilasi

adalah sistem yang mengatur udara bersih dalam kandang dengan cara membuang

kelebihan panas, uap air, dan gas berbahaya yang mungkin dihasilkan. Sistem

ventilasi yang digunakan pada closed house adalah evavorating cooling dan

exhaust fan (Weaver, 2001).

Evavorating cooling mengalirkan udara segar yang dibutuhkan ke dalam kandang

dan exhaust fan mengeluarkan udara kotor ke luar kandang (Weaver 2001).

Fungsi ventilasi memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan ayam dengan

cara sebagai berikut: pertama, menghilangkan panas yang berlebihan; kedua,

menghilangkan kelebihan kelembapan; ketiga, mengurangi debu; keempat,

mengurangi gas beracun seperti amonia, karbon dioksida, dan karbon monoksida;

kelima, menyediakan oksigen untuk pernapasan. Sistem ventilasi pada closed

(28)

15

Menurut Santoso dan Sudaryani (2010), closed house dengan ventilasi dinding

kandang terbuka untuk mengalirkan udara segar dari luar dan exhaust fan untuk

mengeluarkan gas CO2 dan bau amonia ke luar kandang. Banyaknya exhaust fan

yang digunakan tergantung dari volume bangunan kandang dan berat badan ayam

dalam kandang tersebut. Sistem pendinginan atau cooling system yang diterapkan

di closed house diterapkan berbeda-beda tergantung dari wilayah dan situasi iklim

setempat. Sistem pendingin yang dapat kita jumpai di Indonesia dengan

menggunakan pad pendingin, media evaporative atau fogging system. Sistem ini

memanfaatkan evaporasi air dari media pad atau media evaporative lainnya,

sehingga udara yang melintas pada media ini akan turun suhunya.

Sistem ventilasi bertekanan dalam kandang closed house dapat dikelompokkan

dalam dua jenis yaitu tunnel ventilation system dan cooling pad system (Fadillah,

2006). Lebih lanjut Santoso dan Sudaryani (2010) menjelaskan bahwa kandang

dengan ventilasi yang terkontrol seperti pada sistem closed house memiliki

keuntungan yang tidak dipengaruhi lingkungan luar kandang, temperatur dan

kelembapan kandang dikontrol sesuai dengan kebutuhan, kepadatan kandang

meningkat serta produktivitas dan pertumbuhan ayam meningkat.

Menurut North and Bell (1990), exhaust fan berfungsi sebagai pengeluar udara

busuk dari dalam kandang. Kebutuhan exhaust fan yang digunakan tergantung

dari kapasitas ayam, sekat pada bangunan kandang, suhu, umur, dan berat badan

(29)

In let merupakan faktor yang memengaruhi tekanan negatif dalam kandang.

In let yang tidak tepat akan berpengaruh pada titik dimana tidak ada distribusi

pergantian udara. Layar in let terbuat dari bahan kedap udara. Udara segar dari

luar masuk melalui in let, lalu udara panas, debu, dan gas (CO2, CH4, NH3 dan

H2S) dalam kandang ditarik keluar menggunakan exhaust fan (Ansori, 2010).

Menurut Weaver (2001), ukuran exhaust fan pada kandang sistem closed house

yang berdiameter 120 cm (48") dan berkapasitas 30.000 m3/ kipas dengan

kemampuan memenuhi kebutuhan udara (O2) per kilogram berat badan broiler 8

m3/jam. Exhaust fan dipasang pada bagian sisi lebar kandang. Prinsip kerja

exhaust fan yaitu menyedot udara dari dalam kandang agar keluar. Kemampuan

exhaust fan dalam menarik udara dari dalam kandang sangat penting untuk

menjaga kandang dari gas-gas berbahaya serta untuk menyediakan oksigen yang

cukup.

Menurut Priyatno (2000), ventilasi merupakan jalan keluar masuknya udara

sehingga udara segar dari luar dapat masuk untuk menggantikan udara yang kotor

di dalam kandang. Adapun tujuan penggunaan closed house yaitu

1. untuk menyediakan udara yang sehat bagi ternak (sistem ventilasi yang baik),

yaitu udara yang mengandung oksigen dan minim mengandung gas-gas

berbahaya seperti karbondioksida dan amonia;

2. menyediakan iklim yang nyaman bagi ternak. Untuk menyediakan iklim yang

kondusif bagi ternak dapat dilakukan dengan cara: mengeluarkan panas dari

kandang yang dihasilkan dari tubuh ayam dan lingkungan luar, menurunkan

suhu udara yang masuk serta mengatur kelembapan yang sesuai. Untuk

(30)

17

effect (angin berembus), alat yang digunakan seperti kipas angin (blower). Bila

chilling effect tidak mampu mencapai iklim yang diinginkan terutama pada

daerah yang terlampau panas, maka dapat digunakan cooling sistem yaitu

sistem pendingin dengan mengalirkan air pada alat-alat yang berupa cooling

pad dan cooling net;

3. meminimumkan tingkat stres pada ternak, dengan cara mengurangi stimulasi

yaitu mengurangi kontak dengan manusia (misalnya dengan feeder dan drinker

otomatis, vaksinasi dengan spray), meminimumkan cahaya dan lain-lain.

Menurut Weaver (2001), kelebihan closed house adalah untuk mengantisipasi

kondisi lingkungan yang tidak menentu. Walaupun semua juga tergantung dari

manajemen kandang dan anak kandang, karena sebaik-baiknya closed house jika

manajemen kandang kurang optimal tetap saja hasil ternak broiler akan kurang

maksimal. Berikut ini adalah keuntungan closed house sistem

a. meningkatkan kapasitas pemeliharaan;

b. lebih sehat, nyaman, segar, dan tenang;

c. sirkulasi udara lebih baik;

d. mendukung produktivitas maksimal;

e. efisiensi tenaga kerja;

f. temperatur dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan pemeliharaan;

g. faktor lingkungan tidak berperan banyak saat pemeliharaan atau dapat

dikatakan tidak ada kontak dengan faktor lingkungan selama pemeliharaan.

Di dalam sistem kandang tertutup ventilasi memiliki peranan yang sangat penting

untuk menjaga temperatur dan kelembapan udara di dalam kandang juga kualitas

(31)

Kualitas udara di closed house dapat dilihat dari kandungan oksigen,

karbondioksida, karbonmonoksida, dan amonia dengan batasan tertentu. Adapun

batasan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : oksigen > 19.6%.

karbondioksida < 0.3%, karbonmonoksida < 10 ppm, amonia < 10 ppm (Weaver,

2001).

C. Litter dan Jenis Bahan Litter

Litter adalah bahan yang mempunyai kemampuan cukup baik dalam menyerap air

yang digunakan untuk mengisi alas kandang. Penggunaan litter dimaksudkan

untuk memberikan alas yang nyaman untuk tempat hidup ayam. Adapun

kebaikan dari sistem litter yaitu menghemat tenaga dan biaya, tatalaksana

pemeliharaan lebih mudah, suhu kandang dapat lebih merata. Beberapa jenis

bahan litter yang berasal dari limbah pertanian dan industri yang bisa

dipergunakan misalnya: sekam padi, serbuk gergaji, serutan kayu. Bahan-bahan

tersebut hendaknya mampu memenuhi beberapa persyaratan yaitu mudah

menyerap air, kondisi dan kualitas baik, kering tidak berdebu, murah dan mudah

didapat, tidak lengket, tidak berjamur, tidak mengandung pestisida atau

kontaminan lain dan tidak mengandung kotoran hewan (Medion, 2009).

Manajemen litter pada usaha peternakan ayam komersial, khususnya broiler

merupakan salah satu faktor penting yang harus selalu diperhatikan. Kondisi litter

basah akan menghasilkan dampak negatif terhadap performa ayam dan berujung

pada kerugian ekonomi. Litter basah bisa terjadi akibat litter bercampur dengan

ekskreta, air minum yang tumpah atau terkena tetesan air hujan. Kondisi tersebut

(32)

19

Oleh sebab itu, yang dibutuhkan dalam hal ini ialah bagaimana mengatur litter

agar kadar airnya tetap normal (20--25%) (Medion, 2009).

Achmanu dan Muharlien (2011) menyatakan bahwa kandang yang lantainya

diberi alas (litter) yang berfungsi untuk menyerap air, agar lantai kandang tidak

basah oleh kotoran ayam, karena itu bahan yang digunakan untuk litter harus

mempunyai sifat mudah menyerap air, tidak berdebu, dan tidak basah. Alas

kandang harus cepat meresapkan air karena litter mempunyai fungsi strategis

sebagai pengontrol kelembapan kandang, tidak berdebu, dan bersifat empuk

sehingga kaki ayam tidak luka/memar.

Menurut Suprijatna dkk., (2005), kandang sistem litter adalah kandang yang

lantainya ditutup dengan bahan organik yang partikelnya berukuran kecil.

Terdapat beberapa tujuan dan manfaat penggunaan litter pada pemeliharaan

broiler yaitu

1. untuk menyerap air, bisa dari tempat minum yang tumpah dan dari kotoran

yang basah;

2. mengurangi kontak broiler dengan kotoran;

3. saat fase starter litter berfungsi sebagai pembatas kontak langsung dengan

lantai yang suhunya terlalu dingin. Pada masa ini, suhu litter menjadi salah

satu parameter penting untuk menciptakan suasana yang nyaman.

Menurut Suprijatna dkk., (2005), penggunaan litter ini setidaknya akan

memberikan manfaat

1. membatasi kontak langsung kaki anak ayam dengan tanah yang suhunya relatif

(33)

2. membantu penyerapan air dari ekskreta maupun tumpahan air minum sehingga

lantai kandang tidak lembab;

3. pada saat brooding, dapat membantu menjaga panas dari brooder.

Penggunaan alas kandang akan berpengaruh besar terhadap produktivitas unggas

seperti pertambahan berat badan dan produksi, karena masing-masing alas

kandang mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dalam pemeliharaan

unggas diperlukan ketelitian dalam memilih dan menggunakan alas kandang, agar

unggas dapat berproduksi setinggi mungkin. Hasil penelitian menunjukkan alas

sekam padi mempunyai kadar air 14,45%, jerami padi 6,22%, dan serutan kayu

17,21%, sedangkan pH sekam padi 6,62, pH jerami 6,36, dan pH serutan kayu

5,78 (Murtidjo, 1987).

Menurut Cahyono (2004), litter penting dalam mendukung kehidupan ayam

dalam usaha peternakan, kriteria-kriteria teknis yang harus diperhatikan dalam

memilih bahan litter adalah

1. bahan harus kering dengan kadar air 20--25% agar mampu menyerap kadar air

dengan baik;

2. bahan tidak mudah menimbulkan debu, sebab bahan yang menimbulkan debu

dapat mengganggu pernapasan ayam dan peternak;

3. bahan tidak berat;

4. mudah didapat serta murah harganya;

(34)

21

1. Sekam padi

Di Indonesia litter biasa diartikan sebagai sekam, karena sebagian peternak

menggunakan sekam padi sebagai bahan litter. Namun yang perlu diketahui

bahwa material litter bisa saja berasal dari bahan lain, asalkan memenuhi syarat

sebagai litter yang baik diantaranya mampu menyerap air, ringan (low density),

murah, mudah didapat, aman (tidak beracun), dan kontinyu keberadaannya. Oleh

sebab itu, kita harus teliti dalam memilih material yang akan dijadikan sebagai

bahan litter. Material selain sekam padi yang dapat dijadikan bahan litter antara

lain jerami padi, serbuk gergaji, pasir, kulit kacang serta potongan kertas bekas

(Wikipedia, 2009).

Sekam padi merupakan limbah hasil pertanian yaitu hasil dari penggilingan padi

yang diambil bagian terluar dari butir padi. Sekam padi paling banyak digunakan

untuk alas kandang karena mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : menyerap air

dengan baik, bebas debu, kering, mempunyai kepadatan (density) yang baik, dan

memberi kesehatan kandang. Selain itu sekam padi bersifat tidak mudah lapuk,

sumber kalium, cepat menggumpal dan memadat (Reed dan McCartney, 1970).

Sekam padi ini mempunyai daya menyerap air lebih sedikit karena mempunyai

kandungan air yang tinggi sekitar 16,30% dibandingkan dengan jerami padi yaitu

sekitar 16,91% (Mugiyono dkk., 2004). Menurut Rasyaf (2004), sekam

merupakan bahan litter yang dapat menyerap air sehingga dapat mengatasi

masalah kelembapan. Namun, sekam juga mempunyai kekurangan yaitu sebagai

bahan yang ringan dan mudah menggumpal. Kondisi yang lembab atau basah

(35)

bagi mikroorganisme penyebab penyakit dan parasit). Sekam padi yang

membusuk (lembab) akan diikuti dengan suhu yang meningkat (panas) karena

terjadi proses mikrobiologis dari bakteri, terbentuk CO2 dan amonia.

Penggunaan alas kandang yang tepat bukan saja dapat mengurangi angka

kematian, tetapi sekaligus meningkatkan berat akhir ayam pedaging dan

menurunkan konversi pakan (Tobing, 2005). Setelah proses penggilingan padi

biasanya diperoleh sekam padi sekitar 20--30% dari berat gabah. Produksi sekam

padi di Indonesia dapat mencapai 13,2 juta ton per tahun. Standar kebutuhan litter

sekam padi untuk pemeliharaan broiler adalah 2,5--5,0 kg/m2 dan ketebalan litter

untuk daerah tropis dianjurkan 5--8 cm (Deptan, 2011).

2. Jerami padi

Jerami padi merupakan salah satu limbah hasil pertanian yang berasal dari

tanaman padi berupa batang padi yang sudah dikeringkan. Ketersediaan jerami

padi ini bersifat musiman, sehingga akan melimpah pada saat musim panen.

Jerami padi dapat digunakan sebagai alas kandang ( litter ) karena memiliki

beberapa sifat dalam menunjang pemeliharaan broiler yaitu dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya lepuh dada sehingga broiler dapat tumbuh dengan

maksimal serta pengelolaannya lebih mudah dilakukan (Rasyaf, 2004).

Jerami padi yang akan digunakan sebagai bahan litter sebaiknya dipotong-potong

terlebih dahulu dengan panjang 10 cm, karena dengan ukuran tersebut dapat

(36)

23

padi adalah sulit didapat karena jerami padi bersifat musiman (Mugiyono dkk.,

2004).

Bahan litter yang berasal dari jerami padi memiliki daya absorpsi yang lebih baik

dibandingkan dengan bahan litter lain. Bahan litter yang mempunyai daya

absorpsi yang tinggi akan menyebabkan kondisi litter menjadi lebih baik. Bahan

litter yang baik adalah efektif sebagai absorban, bebas kotoran dan debu, tidak

mudah habis, bebas racun, murah, mudah dibersihkan. Bahan litter yang baik

akan menyerap cairan ekskreta dan akan terjadi proses biologi yang merupakan

proses biokimia yang dipengaruhi oleh bahan litter dan kotoran unggas (Brake

dkk., 1992). Produksi jerami padi dalam satu hektar sawah setiap kali panen

mampu menghasilkan sekitar 10--12 ton jerami (berat segar saat panen), meskipun

bervariasi tergantung dari lokasi, jenis varietas tanaman padi, cara potong (tinggi

pemotongan), dan waktu pemotongan, seperti pada varietas Sintanur dengan

tinggi pemotongan 8 cm dari tanah dapat menghasilkan 8--10 ton jerami segar per

hektar. Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah

kering panen (Hanafi, 2008).

3. Serutan kayu

Bahan litter yang berasal dari serutan kayu mempunyai kandungan air yang lebih

tinggi dibandingkan dengan bahan litter yang berasal dari sekam padi. Hal ini

menunjukkan bahwa serutan kayu mempunyai daya serap air yang lebih baik

dibandingkan dengan bahan litter yang lain. Daya serap air yaitu selisih

(37)

Selama ini limbah pengolahan kayu masih banyak menimbulkan masalah dalam

penanganannya yaitu dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang

kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga

penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu

dengan memanfaatkannya sebagai bahan litter. Kelebihan bahan litter

menggunakan serutan kayu yaitu mudah dalam menyerap air sehingga akan

meminimalisir timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang

basah dan lembab (Rasyaf, 2004).

Serutan kayu yang akan digunakan sebagai litter sebaiknya dipotong-potong

sepanjang 2--3 cm dengan ketebalan 5 cm sesuai dengan suhu dan kelembapan

kandang, tujuannya agar serutan kayu mudah dalam penanganan serta jika

potongan serutan kayu terlalu kecil akan melukai broiler, sesuai dengan suhu

tempat melakukan penelitian relatif panas (Cahyono, 2004).

Serutan kayu memiliki kekurangan sebagai bahan litter yaitu dapat menimbulkan

sedikit luka pada bagian dada karena serutan kayu berpartikel besar dan sedikit

kasar (Hardjosworo dan Rukminasih, 2000).

Menurut Reed dan McCartney (1997), selain sekam padi dan jerami padi bahan

lain yang dapat digunakan sebagai alas kandang (litter) adalah serutan kayu.

Serutan kayu dapat dijadikan sebagai alas, namun serutan kayu mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut : menyerap air kurang baik, berdebu, kering, kepadatannya

rendah dan kurang sehat sebagai alas untuk pemeliharaan broiler karena tidak

(38)

25

D. Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang

dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat

penting pada suatu bahan, karena air dapat memengaruhi keadaan dan kondisi

pada bahan. Kadar air dalam bahan litter ikut menentukan kualitas dari litter

(kadar amonia litter, pH litter, dan suhu litter), kadar air yang tinggi

mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembangbiak,

sehingga akan terjadi menimbulkan bau. Kadar air adalah persentase kandungan

air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau

berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas

maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering

dapat lebih dari 100% (Winarno, 1997).

Penetapan kandungan air dapat dilakukan beberapa cara, hal ini tergantung dari

sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan

mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105--1100C selama 3 jam atau didapat

berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah

banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti

bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain, pemanasan

dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang

pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam desikator

dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan

(39)

E. Kadar Amonia

Amonia adalah bahan produksi sampingan dari fermentasi asam urat dalam

ekskreta ayam. Proses pembentukan amonia meningkatkan pada suhu yang tinggi

dengan meningkatan pH litter dan dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya

kelembapan dalam kandang. Kadar amonia yang tinggi dalam kandang akan

mengganggu kesehatan ayam yang mengarah ke masalah pernapasan dan lainnya

(Ritz, 2002).

Dalam litter, asam urat yang tercampur dengan material ekskreta ayam akan

mengalami proses dekomposisi (perubahan bentuk) menjadi senyawa urea dengan

bantuan bakteri-bakteri lingkungan. Adanya kelembapan litter dan suhu yang

relatif optimal akan membuat urea terurai menjadi gas amonia (NH3) dan gas

karbondioksida (CO2). Terdapat skema pemecahan asam urat pada ekskreta

menjadi amonia yaitu Ekskreta + Litter Asam Urat [CO(NH2)2] CO2 +

2NH3 + H2O (Haryadi, 1995).

Amonia adalah gas alkalin yang tidak berwarna dan mempunyai daya iritasi tinggi

yang dihasilkan selama dekomposisi bahan organik oleh deaminasi. Amonia

sering terakumulasi pada konsentrasi yang tinggi ketika unggas dipelihara dalam

ruangan dengan panas buatan dan ventilasi yang kurang tepat. Amonia larut

dalam air sehingga dapat diserap oleh partikel debu dan litter. Amonia beracun

bagi sel hewan dan tanda-tanda dari keracunan amonia antara lain bersin dan

(40)

27

Amonia merupakan hasil dari sisa proses pencernaan protein yang tidak

sempurna. Sisa protein yang banyak tersebut akan menyebabkan banyak unsur

nitrogen (N) di dalam kotoran. Selanjutnya, sisa N tersebut oleh bakteri pengurai

akan diubah menjadi amonia (NH3) atau amonium (NH4+).

Konsentrasi amonia pada tingkatan tertentu bisa menyebabkan berbagai

gangguan. Threshold limit value (ambang batas konsentrasi) amonia pada unggas

sebesar 25 ppm. Tetapi beberapa ilmuan eropa merekomendasikan ambang batas

konsentrasi yang jauh lebih kecil yakni 10 ppm (Zuprizal, 2009). Sebenarnya

amonia ini lebih ringan dari udara, maka amonia mudah tersebar oleh sirkulasi

udara. Akan tetapi, karena diproduksi di kandang, maka amonia tersebut sulit

tersebar dan sangat berpengaruh terhadap ayam dalam kandang tersebut (Haryadi,

1995).

Gas amonia mempunyai daya iritasi yang tinggi, terutama pada mukosa membran

pada mata dan saluran pernapasan ayam. Terlebih lagi jarak antar saluran

pernapasan ayam dengan ekskreta, sebagai sumber amonia begitu dekat (<20 cm).

Tingkat kerusakan akibat amonia sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gas ini.

Konsentrasi amonia yang aman dan belum menimbulkan gangguan pada ayam

ialah dibawah 20 ppm (part per million atau 1:1 juta). Di luar ambang batas aman

ini akan menimbulkan kerugian pada ayam, baik berupa kerusakan membran mata

dan pernapasan sampai hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi. Selain

itu, masih ada efek simultan lainnya yaitu menjadi lebih mudah terinfeksi bibit

penyakit, terutama yang menginfeksi melalui saluran pernapasan, seperti ND, AI,

(41)

Menurut Rasyaf (1995), kotoran ayam yang menumpuk, apalagi basah dan

lembab merupakan sumber utama amonia. Selain itu, kadar protein tinggi pada

pakan dapat meningkatkan kadar air ekskreta karena kelebihan nitrogen tubuh,

maka kelebihan ini harus dibuang. Pada ayam kelebihan ini dibuang dalam

bentuk asam urat melalui urin.

Menurut Pauzenga (1991), kandungan gas amonia yang tinggi dalam kotoran juga

menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein

berlebih dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen diabsorbsi oleh

tubuh, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran. Beberapa cara dapat

digunakan untuk mendeteksi kadar amonia di kandang diantaranya dengan

memakai indikator kadar amonia, seperti kertas lakmus (kertas pengukur pH).

Pengaruh kadar amonia terhadap ayam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh kadar amonia (NH3) terhadap ayam

Kadar amonia

(ppm) Reaksi ayam

15--20 aman dan merasa nyaman

25--30 iritasi mata dan saluran pernapasan

>30 sakit dan gangguan produksi telur

40 nafsu makan turun

50 pertumbuhan turun sampai 7 %

50--100 pertumbuhan turun sampai 15 %

Sumber : Zuprizal (2009 ).

F. Derajat Keasaman (pH Litter)

Derajat keasaman merupakan salah satu contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion

hidrogen dapat diukur dalam larutan non-akuatik, namun perhitungannya akan

menggunakan fungsi keasaman yang berbeda. Derajat keasaman superasam

(42)

29

sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila

keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain menggunakan

kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja

berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu larutan. Air murni bersifat

netral, dengan pH-nya pada suhu 250C ditetapkan sebagai 7,0. Larutan dengan pH kurang dari 7,0 disebut asam, dan larutan dengan pH lebih dari 7,0 dikatakan

bersifat basa atau alkali (Wikipedia, 2009).

Ekskreta mempunyai kisaran pH antara 8,38--8,39 dan litter pH-nya berkisar

antara 5 sampai dengan 6,5. Derajat keasaman litter dipengaruhi oleh komposisi

bahan dalam litter (Weaver, 2001).

Sembiring (2001) menyatakan bahwa aktivitas mikroorganisme dapat

menyebabkan perubahan pH karena substrat yang dihasilkan oleh mikrobia.

Proses fermentasi bakteri akan menghasilkan asam sehingga pH dapat turun,

sebaliknya sewaktu metabolisme protein dan asam amino akan dilepaskan ion

amonium sehingga pH menjadi basa .

Sama seperti dengan pH suhu litter juga akan sangat terpengaruh oleh aktivitas

mikroorganisme. Proses fermentasi bakteri selain menghasilkan asam juga

menghasilkan panas sehingga suhu akan meningkat. Proses pertumbuhan bakteri

bergantung pada reaksi kimiawi yang kecepatan reaksinya sangat tergantung dari

tinggi rendahnya suhu (Weaver, 2001).

Menurut Zuprizal ( 2009 ), pH dan kadar amonia saling berhubungan, konsentrasi

(43)

kotoran, pH, dan sistem ventilasi. Konsentrasi nitrogen dalam kotoran

diakibatkan oleh banyaknya kandungan protein dalam ransum yang tidak tercerna

dengan sempurna, sehingga dengan adanya konsentrasi nitrogen maka konsentrasi

amonia pun meningkat karena adanya aktivitas bakteri yang mengurai nitrogen

dalam kotoran ungggas menjadi gas amonia. Apabila kadar amonia tinggi maka

pH pun akan meningkat, hal ini dipengaruhi oleh semakin banyaknya ekskreta

yang dihasilkan oleh ayam dan aktivitas bakteri dalam mengurai nitrogen menjadi

asam urat.

G. Suhu Litter

Suhu menunjukkan derajat panas suatu benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu

suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu

menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap dalam suatu benda

masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di

tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda,

makin tinggi suhu benda tersebut. Suhu juga disebut temperatur (Wikipedia,

2009).

Menurut Rasyaf (2001), bahan litter berpengaruh terhadap kenyamanan ternak di

dalam kandang. Hal ini karena suatu bahan litter dapat memengaruhi suhu litter

dan kelembapan udara dalam kandang yang akhirnya akan memengaruhi

pertumbuhan ternak. Suhu kandang yang tidak nyaman, baik terlalu panas atau

dingin akan menyebabkan gangguan kesehatan dan pertumbuhan pada anak ayam.

(44)

31

suhu litter, karena setiap bahan litter memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda

dalam menyerap suhu.

Sama halnya dengan suhu, kelembapan juga akan berpengaruh terhadap aktivitas

ayam, bahkan dapat memengaruhi kesehatan ayam. Kelembapan yang tinggi

dapat diartikan kandungan air dalam bahan litter tinggi, sehingga dapat memicu

bakteri pengurai asam urat yang terdapat dalam ekskreta menghasilkan gas

amonia lebih banyak (Medion, 2009).

Menurut Kususiyah (1992), terdapat hubungan antara kelembapan litter dengan

temperatur litter. Kelembapan litter yang tinggi akan memacu proses fermentasi

(45)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Farm,

Dusun Sidorejo, Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Selatan. Penelitian ini dilakukan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014.

B. Bahan Penelitian

1. Ayam

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah Day Old Chick (DOC) broiler

sampai dengan umur 26 hari sebanyak 270 ekor setelah lepas masa brooding

dengan berat badan awal 44,10±3,58 g/ekor (koefisien keragaman 8,11%) dan

berat rata-rata umur 14 hari 404,03±39,01 g/ekor (koefisien keragaman 9,65%).

Penelitian ini meggunakan broiler umur (14--26 hari). Strain ayam yang

digunakan adalah Strain CP 707produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk.

2. Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis ransum yaitu

ransum broiler BBR-1 (Bestfeed) produksi PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk

(46)

33

Pokphand Indonesia, Tbk yang diberikan saat ayam umur 11--26 hari. Kedua

jenis ransum tersebut berbentuk crumble. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 dan

HI-PRO 611 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed)® dan HI-PRO 611® berdasarkan analisis proksimat

Kandungan nutrisi BBR-1 (Bestfeed) ® HI-PRO 611®

---(%)---

Energi Metabolis (kkal/kg) 2.775,76* 2.830,00 **

Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2014). * Hasil analisis balai riset dan standarisasi industri Bandar Lampung (2012).

** Hasil analisi Laboratorium Peternakan Politeknik Negeri Lampung (2012).

3. Air minum

Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur bor yang diberikan

secara ad libitum.

4. Litter

Litter yang digunakan pada penelitian ini berupa sekam padi, serutan kayu, dan

jerami padi.

5. Antibiotik, vaksin, dan vitamin

(47)

Clone Vaksimun Clone®. Vitamin yang diberikan Vitacart®, B-Comp®, Amino

Plus®, dan Catalist®.

C. Alat Penelitian

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain closed house;

bambu untuk membuat sekat-sekat pada kandang; litter (sekam padi, serutan

kayu, cacahan jerami padi); thermometer digital, 5 buah; termohigrometer, 3

buah; pH meter digital, 1 buah; hydrion amonia test, 1 kotak; baby chick feeder

yang digunakan untuk ayam umur 1--14 hari, 18 buah; tempat ransum gantung

(hanging feeder) yang digunakan untuk ayam umur 15--28 hari, 18 buah; tempat

air minum 2 liter berbentuk tabung, 18 buah; timbangan 10 kg dengan ketelitian

50 g untuk menimbang pakan dan bobot ayam, 1 buah; timbangan 20 kg dengan

ketelitian 100 g untuk menimbang pakan, 1 buah; timbangan elektrik, 1 buah;

cooling pad sebagai alat pemberi udara segar ke dalam kandang ; exhaust fan

sebagai alat pengeluaran udara busuk dari dalam kandang; timbangan analitik, 1

buah; oven, 1 buah; cawan petri, 36 buah; desikator, 1 buah; tang penjepit, 1 buah.

D. Rancangan Penelitian

Rancangan perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari 3 perlakuan yaitu

P1 = Litter Sekam Padi

P2 = Litter Serutan Kayu

P3 = Litter Jerami Padi

Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan metode Rancangan

(48)

35

sebanyak 18 petak. Setiap petak berisi 15 ekor broiler (per meter persegi),

sehingga jumlah broiler yang digunakan sebanyak 270 ekor. Data yang diperoleh

dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5%. Apabila hasil analisis sidik

ragam ada perlakuan yang nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan

uji Duncan (Steel and Torrie, 1991), kemudian diuji lanjut dengan menggunakan

uji Duncan. Tataletak kandang perlakuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 1.

E. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan kandang

Penelitian ini menggunakan closed house yang di dalamnya terdapat 18 petak

kandang percobaan. Setiap petak kandang berukuran 1 x 1 x 0,4 m(disetarakan 1

m2) beralaskan litter (sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu) setebal 10 cm

dan dilengkapi lampu yang berfungsi sebagai pemanas dan penerang sehingga

ayam dapat makan pada malam hari. Setiap petak kandang dilengkapi dengan 1

buah tempat ransum dan tempat minum. Di dalam kandang terdapat exhaust fan

dan cooling pad. Dinding kandang dilengkapi dengan terpal yang berfungsi

sebagai penghalang sinar matahari dan angin. Kandang dibersihkan 1 minggu

sebelum DOC datang (chick in), kemudian didesinfeksi menggunakan

desinfektan. Tahapannya meliputi :

a) membuat kandang dari bambu dengan ukuran 1 x 0,7 x 0,4 m sebanyak 18

petak;

b) mencuci lantai kandang dengan menggunakan deterjen;

(49)

d) memasang tirai kandang;

e) kandang disemprot dengan desinfektan;

f) dinding, lantai dan tiang kandang dikapur;

g) setelah kandang kering, terpal dipasang diatas lantai kemudian ditaburi

dengan litter (sekam padi, jerami padi, serutan kayu) dengan ketebalam yang

sama pada masing-masing petak yaitu setebal 10 cm;

h) memasang alas koran di atas litter yang telah ditaburkan;

i) memasang lampu penerang pada setiap petak kandang; dan membuat area

brooding dan memberi sekat untuk membagi area brooding.

2. Kegiatan penelitian

Kandang dan semua peralatan yang digunakan disucihamakan terlebih dahulu

dengan desinfektan dan dilakukan pengapuran pada kandang sebelum chick in.

Lantai kandang diberikan litter sekam padi setebal 10 cm dan dilapisi kertas koran

di bagian atasnya. Setelah semua peralatan siap DOC dipelihara di area brooding

sampai umur 14 hari. Saat ayam berumur 14 hari ditimbang secara acak 270

broiler untuk mengetahui berat awal sebelum perlakuan. Kemudian, ayam

dimasukkan ke dalam petak berukuran 1 x 1 x 0,4 m yeng telah diberi alas litter

sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi sesuai dengan perlakuan.

Masing-masing petak perlakuan berisi 15 broiler.

Pemberian ransum dan air minum dilakukan secara ad libitum. Pemberian ransum

dan sisa ransum ditimbang untuk mengetahui konsumsi ransum per hari.

Pemberian ransum dilakukan setiap pukul 07.00 dan 17.00 WIB. Pemberian air

(50)

37

hari. Air minum diberikan setiap pukul 07.00 sebanyak 2 liter dan pukul 17.00

sebanyak 3 liter.

Berat ayam ditimbang setiap 6 hari sekali pada pukul 07.00 WIB. Pencatatan

suhu dan kelembapan kandang dilakukan setiap pukul 06.00, 12.00, 18.00 dan,

24.00 WIB. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembapan kandang

adalah termohigrometer yang dipasang pada petak kandang.

Program vaksinasi yang dilakukan selama penelitian adalah (1) umur 1 hari vaksin

ND-V4HR® secara spray; (2) umur 7 hari dilakukan vaksinasi AI dengan Vaksimun AI® dengan cara injeksi subkutan dosis 0,2 cc/ekor; (3) melakukan

vaksinasi gumboro pada umur 12 hari dengan vaksin gumboro CEVA IBD-L® secara cekok dengan dosis 0,2 cc/ekor; (4) umur 18 hari dilakukan vaksinasi ND

Clone dengan vaksin Vaksimun Clone® melalui air minum yang dicampur susu

skim ;(5) re-vaksinasi gumburo CEVA IBD-L® melalui air minum yang dicampur susu skim saat ayam berumur 24 hari.

Pengamatan terhadap kualitas litterbroiler pada closed house dengan alas litter

yang berbeda meliputi kadar air, kadar amonia, pH litter, suhu litter. Untuk

kadar air, kadar amonia, pH dan suhu litter, waktu pengambilan data dilakukan

setiap 6 hari sekali pada hari ke 14, 20, dan 26. Pengambilan data dilakukan

dengan menggunakan alat-alat, seperti termometer untuk mengetahui suhu litter,

(51)

F. Peubah yang Diukur

1. Kadar air litter

Pengumpulan data kadar air litter dilakukan setiap 6 hari sekali sebagai data

penunjang penelitian, dengan mengambil sampel litter yang kadar air diuji di

Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, dengan cara

a. panaskan cawan petri yang bersih ke dalam oven 1050C selama 1 jam;

b. dinginkan di dalam desikator selama 15 menit;

c. timbang cawan petri dan catat bobotnya (A);

d. masukkan sampel analisa ke dalam cawan petri sekitar 1 gr lalu catat bobotnya

(B);

e. panaskan cawan petri berisi sampel di dalam oven 1050C selama 6 jam;

f. dinginkan di dalam desikator selama 15 menit;

g. timbang cawan petri berisi sampel analisa (C);

h. hitung kadar air dengan rumus seperti di bawah ini

KA = − − ( − )

( − ) X 100 %

Keterangan :

KA = kadar air (%)

A = bobot cawan petri (g)

B = bobot cawan petri berisi sampel sebelum dipanaskan (g)

C = bobot cawan petri berisi sampel sesudah dipanaskan (g)

i. lakukan analisis secara duplo, beri tanda 1 atau 2 pada masing-masing cawan

petri, kemudian hitung rata-ratanya

(52)

39

Keterangan :

KA1 = kadar air pada ulangan 1 (%)

KA2 = kadar air pada ulangan 2 (%)

2. Kadar amonia (NH3 )

Pengumpulan data kadar amonia diukur setiap 6 hari sekali secara duplo dan

pengukuran dilakukan pada beberapa titik di dalam petak dengan menggunakan

Hydrion Amonia Test yang diletakkan pada ketinggian 10 cm dari litter,

Kemudian lihat angka yang tertera pada alat tersebut. Angka yang tertera akan

menunjukkan jumlah kadar amonia di dalam kandang. Selama pengukuran tidak

dilakukan pembalikkan alas kandang (litter).

3. Derajat Keasaman (pH) litter

Pengumpulan data pH litter dilakukan dengan menggunakan pH meter digital.

Cara kerja pengukuran pH meter digital :

a. mengambil sampel analisa litter pada beberapa titik yaitu bagian kanan atas,

kiri atas, tengah, kanan bawah, dan kiri bawah. Selama pengukuran, tidak

dilakukan pembalikkan alas kandang (litter);

b. memasukkan sampel ke dalam gelas beker sebanyak 10 g;

c. menambahkan aquades sebanyak 200 ml ke dalam sampel, lalu diaduk hingga

merata;

d. mencuci sensor dan elektroda dengan menggunakan aquades;

Gambar

Gambar
Tabel 1.  Pengaruh kadar amonia (NH3) terhadap ayam
Tabel 2.  Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed)® dan HI-PRO 611®                 berdasarkan analisis proksimat

Referensi

Dokumen terkait

Taman Kanak-kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan pra sekolah yang menyediakan program pendidikan dini dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan, sikap/perilaku,

Guru memiliki kemampuan untuk mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan meliputi perencanaan, respon anak, hasil belajar anak, metode dan.. Untuk dapat mengevaluasi,

Publikasi Statistik Potensi Desa Kecamatan Tanah Jambo Aye Tahun 2012 ini memberikan gambaran umum mengenai Kecamatan Tanah Jambo Aye dan merupakan hasil pengumpulan

y Dibuat dari bakteri atau virus liar penyebab penyakit yang dilemahkan di laboratorium y A gar menimbulkan respon imun, vaksin live attenuated harus bereplikasi dalam sel host y

90 178 241.. Obyektivitas kedua RC-CAHR adalah: Kapasitas masyarakat sipil dan instansi terkait dalam layanan HR serta kesehatan kepada pengguna narkoba suntik, pasangan,

---, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2008 tanggal 19 Juni 2008 tentang Tata Cara Penyampaian, Pengadministrasian, serta Penghapusan Sanksi Administrasi

Sejumlah fraksi partikel template anisotropik diorientasikan pada partikel matriks yang ukuran butirnya lebih kecil dengan proses tape casting dan terjadi pertumbuhan butir

Pertama, menentukan perubahan kecepatan benda untuk benda yang mengalami percepatan tidak konstan tetapi linear.Kedua, mendeskripsikan grafik posisi benda sebagai