EFFECTS OF VARIOUS TYPES OF LITTER MATERIALS ON THE LITTER QUALITY FOR BROILER DURING THE FINISHER PHASE IN
CLOSED HOUSE by
Tiwi Metasari
Broiler will breed maximally in an environment with the temperature range between 15 - 28oC. Climate change and extreme temperature lead to the difficulty in setting the appropriate temperature and humidity for broiler breeding. To address such issues, the use of closed house plays an important role. Closed house is a postal system cage that requires litter for its maintenance. The use of various types of litter materials can affect the litter quality including litter moisture content, ammonia levels, pH, and temperature that will ultimately stimulate the productivity of the broiler
This study aims to: 1) determine the effect of the use of rice husk, wood shavings, rice straw as litter material on litter quality for broiler during the finisher phase in closed house, 2) determine the best type of litter material on litter quality for broiler during the finisher phase in closed house.
The duration of the study was 26 days. The study was started from 15 April to 10 May 2014 in the closed house owned by PT. Rama Jaya Lampung Krawang Sari Village, the District of Natar,Southern Lampung regency.
The experimental design for the study was completely randomized design (CRD) with three levels of treatment and six replications. The treatment levels were the types of litter material (i.e. rice husk, wood shavings, chopped straw and rice). The samples were 270 broilers which were divided into 18 plots. Therefore, there were 15 broilers in each plot (per square meter). The data were statistically analyzed using ANOVA with 5% significance level. Duncan test with 5%
significance level was conducted for further testing should the ANOVA obtained any significant results.
ABSTRAK
PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN LITTER TERHADAP KUALITAS LITTERBROILER FASE FINISHER DI CLOSED HOUSE
Oleh Tiwi Metasari
Broiler akan berproduksi secara maksimal apabila dipelihara pada lingkungan dengan suhu yang berkisar antara 15--28oC. Seiring dengan perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim menyebabkan suhu dan kelembapan sulit untuk disesuaikan dalam pemeliharaan broiler, untuk mensiasati hal tersebut maka diperlukan penggunaan closed house. Closed house merupakan kandang sistem postal yang memerlukan litter dalam pemeliharaan. Penggunaan berbagai jenis bahan litter dapat memengaruhi kualitas litter yang digunakan meliputi kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter yang akhirnya akan berpengaruh terhadap produktivitas broiler tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui pengaruh penggunaan sekam padi, serutan kayu, jerami padi sebagai bahan litter terhadap kualitas litter broiler fase finisher di closed house, 2) mengetahui jenis bahan litter yang terbaik terhadap kualitas litter broiler fase finisher di closed house.
Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari yaitu pada 15 April--10 Mei 2014, di closed house milik PT. Rama Jaya Lampung Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan terdiri atas jenis bahan litter (sekam padi, serutan kayu, dan cacahan jerami padi). Jumlah broiler yang digunakan sebanyak 270 ekor, dengan jumlah petak sebanyak 18 petak, sehingga setiap petak berisi 15 ekor (per meter persegi). Data yang diperoleh dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5%. Apabila pada analisis ragam diperoleh hasil nyata maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf 5%.
PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN LITTER TERHADAP KUALITAS LITTERBROILER FASE FINISHER
DI CLOSED HOUSE
Oleh
TIWI METASARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Peternakan
Pada
Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bandar Lampung pada 09 Mei 1992 dari ayah yang
bernama Dwi Warto, S.E. (Alm) dan ibu yang bernama Dra. Titi Suprihantini.
Penulis merupakan puteri kedua dari empat bersaudara .
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Waydadi pada
2004. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 12 Bandar
Lampung dan lulus pada 2007. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri
10 Bandar Lampung dan lulus pada 2010.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan pada Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK)
pada 2010. Pada Juni--Juli 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum di PT.
Ciomas Adisatwa, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan.
Pada Januari--Maret 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa
Persembahan
Ya Allah…
Atas izinMu kuberhasil melewati satu rintangan untuk sebuah keberhasilan Namun kutahu keberhasilan bukanlah akhir dari perjuanganku
Tapi awal dari sebuah harapan dan cita-cita
Jalan didepanku masih panjang, masih jauh perjalananku Untuk menggapai masa depan yang cerah
Tuk bisa membahagiakan orang-orang yang kucintai
Karya ini kupersembahkan untuk: Ayahanda tercinta Dwi Warto (alm) Dan ibunda tercinta Titi Suprihantini
Aku takkan pernah lupa atassemua pengorbanan dan jerih payah yg telah kalian
berikan untukku agar dapat menggapai cita-cita dengan semangat serta do’a yang
kau lantunkan untukku, sehingga kudapat raih kesuksesan ini. Asaku kelak dapat membahagiakan dirimu sampai akhir hayatmu.
Doakan aku ayah, doakan aku ibu.
Kepada Mbak (Fitri trapsilawati) dan Adik-Adikku (Rahmad triyulian),(Novan Ramadani)
terimakasih tiada tara atas segala support yang telah diberikan selama ini dan semoga Mbak dan Adik-adikku tercinta dapat menggapaikan keberhasilan juga di
kemudian hari.
Kepada teman-teman seperjuangan khususnya saudara Peternakan“10” yang tak
bisa kusebutkan namanya satu persatu terimakasih yang tiada tara ku ucapakan. Kepada Sahabat-sahabat setiaku (Anung, Dian, Nurma, Sekar, Irma, Etha, Dewi, Fara, Ajrul, Aini, Nani, Sherly, Indah) terimakasih atas supportnya baik
itu moril or materil
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Kegunaan Penelitian... 4
D. Kerangka Pemikiran ... 4
E. Hipotesis ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Broiler ... 9
B. Closed House ... 12
C. Litter dan Jenis Bahan Litter ... 18
1. Sekam padi ... 21
2. Jerami padi ... 22
3. Serutan kayu ... 23
D. Kadar Air ... 25
E. Kadar Amonia ... 26
G. Suhu Litter ... 30
III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
B. Bahan Penelitian... 32
1. Ayam ... 32
2. Ransum ... 32
3. Air minum ... 33
4. Litter ... 33
5. Antibiotik, vaksin, dan vitamin ... 33
C. Alat Penelitian ... 34
D. Rancangan Penelitian ... 34
E. Pelaksanaan Penelitian ... 35
1. Persiapan kandang ... 35
2. Kegiatan penelitian... 36
F. Peubah yang Diukur ... 38
1. Kadar air litter ... 38
2. Kadar amonia (NH3) litter ... 39
3. Derajat keasaman (pH) litter ... 39
4. Suhu litter ... 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Jenis Bahan Litter terhadap Kadar Air Litter ... 41
B. Pengaruh Jenis Bahan Litter terhadap Kadar Amonia Litter ... 43
C. Pengaruh Jenis Bahan Litter terhadap pH Litter ... 46
xiii
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... 52
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pengaruh kadar amonia (NH3) terhadap ayam ... 28
2. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed)® dan HI-PRO 611® berdasarkan analisis proksimat ... 33
3. Rata-rata kadar air (%) terhadap jenis bahan litter ... 41
4. Rata-rata kadar amonia (ppm) terhadap jenis bahan litter ... 44
5. Rata-rata pH litter terhadap jenis bahan litter ... 46
6. Rata-rata suhu (0C) litter pada bahan litter ... 49
7. Data rata-rata kadar air (%) litter yang sudah ditransformasi ... 58
8. Analisis ragam kadar air litterbroiler fase finisher di closed house ... 59
9. Hasil Uji Lanjut Duncan ... 59
10. Nilai Uji Lanjut Duncan ... 60
11. Hasil perhitungan Uji Lanjut Duncan... 60
12. Selisih dua nilai tengah yang sudah diurutkan dari nilai terbesar ke terkecil ... 60
13. Kesimpulan ... 60
14. Data kadar amonia yang sudah ditransformasi ( �+ 0,5) ... 60
15. Analisis ragam kadar amonia litter broiler fase finisher di closed house ... 61
xv
17. Analisis ragam pH litterbroiler fase finisher di closed house ... 63
18. Analisis ragam suhu litter broiler fase finisher di closed house ... 64
19. Rata-rata konsumsi ransum broiler fase finisher di closed house ... 65
20. Rata-rata pertambahan berat tubuh broiler fase finisher
di closed house ... 65
21. Suhu dan kelembapan selama pemeliharaan broiler umur 15--26 hari
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tataletak petak penelitian ... . 67
2. Proses vaksin semprot saat chick in ... . 68
3. Salah satu petak perlakuan ... . 68
4. Petak perlakuan saat penelitian ... 69
5. Bagian belakang kandang ... 69
6. Cooling pad pada kandang ... 70
7. Pengambilan sampel kadar air ... 70
8. Pengambilan data suhu litter ... 71
9. Pengambilan data suhu litter ... 71
10. Pengambilan data pH litter ... 72
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah.
Perkembangan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu
pengetahuan mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat yang ditandai
dengan peningkatan kebutuhan protein hewani. Meningkatnya kesejahteraan dan
tingkat kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani
juga turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Salah satu protein
hewani yang banyak digemari oleh masyarakat adalah daging. Daging banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat karena mempunyai rasa yang enak dan kandungan
zat gizi yang tinggi. Salah satu sumber daging yang paling banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat Indonesia adalah daging ayam. Selama ini, daging ayam yang
sering dikonsumsi oleh masyarakat berasal dari daging broiler.
Broiler merupakan salah satu penyumbang protein hewani terbesar bagi
masyarakat Indonesia dengan kandungan protein sebesar 18,20% per 100 gram
daging ayam dan merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari
bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam
memproduksi daging. Broiler yang dimaksud adalah ayam jantan dan betina
muda yang berumur di bawah 8 minggu ketika dijual dengan berat tubuh tertentu.
yang relatif cepat diikuti dengan pertambahan berat badan yang tinggi dan kualitas
daging yang baik. Kelemahannya adalah sulit beradaptasi dan mudah terserang
suatu infeksi penyakit sehingga memerlukan sistem pemeliharaan yang intensif
(Murtidjo, 1987).
Broiler akan berproduksi secara maksimal apabila dipelihara pada lingkungan
dengan suhu berkisar antara 15--280C (Suprijatna dkk., 2005). Seiring dengan
perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim menyebabkan suhu dan kelembapan sulit
disesuaikan untuk pemeliharaan broiler di Indonesia khususnya di daerah Bandar
Lampung. Permasalahan yang mendasari yaitu tingginya suhu dikombinasi
dengan tingginya kelembapan akan berdampak terhadap menurunnya produksi
broiler. Oleh sebab itu, untuk mensiasati hal tersebut maka diperlukan
penggunaan closed house.
Closed house merupakan kandang dinding tertutup dengan sistem lantai postal
yang dilapisi litter dan biasanya terbuat dari bahan-bahan permanen dengan
sentuhan teknologi tinggi dilengkapi oleh alat modern yang menjamin keamanan
secara biologi (kontak dengan organisme lain) dengan pengaturan ventilasi yang
baik sehingga lebih sedikit stres yang terjadi pada ternak. Berdasarkan sistem
lantai yang digunakan closed house merupakan kandang sistem postal yang
memerlukaan litter dalam pemeliharaan.
Broiler yang dipelihara di closed house akan kontak langsung dengan litter. Litter
adalah bahan untuk mengisi alas kandang yang mempunyai kemampuan cukup
baik dalam menyerap air. Penggunaan litter dimaksudkan untuk memberikan alas
3
menghemat tenaga dan biaya, tatalaksana lebih mudah, dan suhu kandang dapat
lebih merata. Litter berfungsi untuk memberikan rasa nyaman kepada ternak dan
menyerap air yang berasal dari air minum maupun ekskreta. Selama ini bahan
litter yang sering digunakan adalah sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu.
Bahan-bahan tersebut hendaknya mampu memenuhi beberapa persyaratan yaitu
mudah menyerap air, kondisi dan kualitas baik, kering dan tidak berdebu, murah
dan mudah didapat, tidak lengket, tidak berjamur, tidak mengandung pestisida
atau kontaminan lain, dan tidak mengandung kotoran hewan.
Bahan litter seperti sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Penggunaan berbagai jenis bahan litter dapat
menyebabkan keadaan kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu pada masing-masing
jenis bahan litter bervariasi yang akhirnya berpengaruh pada produktivitas broiler
tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan
jenis bahan litter terhadap kualitas litter yang digunakan pada closed house
sehingga ayam merasa nyaman, serta pertumbuhan dan produktivitas ayam pun
meningkat.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
(1) mengetahui pengaruh jenis litter di closed house terhadap kualitas litter (kadar
air, kadar amonia, pH, dan suhu litter);
(2) mengetahui jenis litter yang terbaik dalam pemeliharaan broiler di closed
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak
tentang jenis bahan litter kandang yang terbaik terhadap kualitas litter (kadar air,
kadar amonia, pH, dan suhu litter) pada pemeliharaan broiler di closed house
dalam upaya meningkatkan produktivitas broiler.
D. Kerangka Pemikiran
Usaha peternakan broiler, selalu dihadapkan dengan tiga faktor penunjang
keberhasilan yaitu faktor bibit, pakan, dan tatalaksana, yang ketiganya saling
berkaitan. Faktor tatalaksana mempunyai peran yang terbesar dalam menentukan
keberhasilan usaha yaitu sebesar 50%, dan tatalaksana itu sendiri sangat
ditentukan oleh pengelolaan dan perkandangan (Mugiyono dkk., 2004).
Kandang yang digunakan oleh peternak dalam pemeliharaan broiler di Indonesia
ada tiga macam, yaitu open house, semi closed house, dan closed house.
Keberadaan fungsi dan manfaat closed house pada prinsipnya tidak peduli kondisi
lingkungan sekitar. Pada keadaan lingkungan daerah apapun, secara fleksibel
kondisinya dapat diadaptasi oleh closedhouse. Pada closed house, peternak
broiler bisa mengantisipasi kondisi musim. Perbedaan musim panas dan musim
penghujan bisa teratasi dengan menggunakan closed house, sehingga kondisi
lingkungan dapat diantisipasi dengan baik. Apabila suhu tidak panas maka
kondisi ayam tidak bermasalah. Penggunaan closed house mampu memberikan
5
teknologi terhadap alat-alat yang digunakan seperti cooling pad, cooling net,
exhaust fan, dan blower.
Closed house merupakan kandang dengan lantai postal. Medion (2009)
menyatakan bahwa litter mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
kelangsungan hidup ayam yang dipelihara pada kandang dengan lantai postal.
Pengaruhnya terletak dalam menyerap berbagai bahan tercemar seperti ekskreta
dan air. Ekskreta mengandung gas beracun yaitu amonia (NH3), hidrogen sulfida
(H2S), karbondioksida (CO2), dan methan. Di antara gas beracun tersebut yang
paling banyak menimbulkan masalah bagi kesehatan dan produktivitas ternak
serta pemukiman adalah amonia.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kadar dan akumulasi gas amonia
dalam kandang, yaitu temperatur udara, kelembapan, kepadatan ternak,
kelancaran ventilasi, bentuk kandang, dan bahan litter. Pada closed house bahan
litter yang baik sangat diperlukan agar broiler merasa nyaman, sehingga
pertumbuhannya dapat maksimal. Kualitas litter dipengaruhi oleh bahan litter
yang digunakan, dimana setiap bahan litter mempunyai sifat dan karakteristik
yang berbeda. Bahan litter yang baik mempunyai kemampuan untuk menjaga
kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter tetap pada keadaan normal.
Menurut Hardjosworo dan Rukminasih (2000), bahan litter merupakan salah satu
perlengkapan yang harus disediakan selama pemeliharaan broiler. Bahan yang
dapat dimanfaatkan untuk litter adalah limbah pertanian atau limbah pengolahan
lain yang harus diperhatikan saat memilih bahan litter adalah harganya yang
murah dan banyak tersedia.
Limbah pertanian dan pengolahan kayu yang banyak digunakan sebagai litter,
diantaranya adalah sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu. Sekam padi
memiliki kelebihan yang baik dalam menyerap air, bebas debu, kering,
mempunyai kepadatan yang baik, tidak mudah lapuk, dan selalu tersedia. Akan
tetapi, kelemahannya yaitu cepat menggumpal atau memadat, mempunyai daya
serap air lebih tinggi dari jerami padi karena mempunyai kandungan air yang
rendah sekitar 16,30% dibandingkan dengan jerami padi yaitu 16,91% (Mugiyono
dkk., 2004).
Jerami padi memiliki kelebihan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya lepuh
dada, mempunyai daya absorpsi yang baik, efektif sebagai absorban, dan mudah
dibersihkan sedangkan kelemahannya yaitu sulit didapat karena jerami padi
bersifat musiman.
Serutan kayu memiliki kelebihan dapat menyerap air dengan baik sehingga akan
meminimalisir timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang
basah dan lembab. Kelemahannya yaitu dapat menimbulkan sedikit luka pada
bagian dada karena serutan kayu berpartikel besar dan sedikit kasar, kepadatannya
rendah dan kurang sehat sebagai alas untuk pemeliharaan karena tidak baik bagi
pernapasan broiler.
Kondisi litter basah akan menghasilkan dampak negatif terhadap performa ayam
7
dengan ekskreta, air minum yang tumpah atau terkena tetesan air hujan. Kondisi
tersebut akan memicu timbulnya penyakit, sehingga produktivitas ayam tidak
optimal. Oleh sebab itu, yang dibutuhkan dalam hal ini ialah bagaimana mengatur
litter agar kadar airnya tetap normal (20--25%), kadar amonia berkisar antara
15--20 ppm, derajat keasaman (pH) 5, dan suhu litter berkisar 31--320C . Litter yang basah akan menimbulkan bau (jika tidak diganti) akan menimbulkan beberapa
masalah, diantaranya menghasilkan gas amonia. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa kadar amonia sebesar 25 ppm atau lebih, bisa menyebabkan kerugian
berupa pembengkakan nilai FCR dan penurunan berat badan saat panen (Medion,
2009).
Selama pemeliharaan broiler di closed house, ekskreta yang dikeluarkan oleh
unggas akan terkumpul di litter. Ekskreta ialah kotoran unggas yang bercampur
dengan urin, sehingga dengan adanya ekskreta tersebut maka akan meningkatkan
kadar air yang terdapat di dalam litter. Selain kadar air, ekskreta unggas yang
telah mengalami dekomposisi oleh bakteri juga akan menghasilkan amonia yang
akhirnya akan meningkatkan kadar amonia di dalam litter. Ekskreta yang
menumpuk pada litter akan berpengaruh terhadap pH litter, dimana ekskreta
mempunyai pH yang basa antara 8,38--8,39 (Weaver, 2001). Oleh sebab itu,
dengan semakin banyak ekskreta yang dihasilkan oleh broiler dan menumpuk di
litter, maka pH litter akan semakin meningkat (basa).
Menurut Zuprizal (2009), pH litter akan memengaruhi produksi amonia,
meningkatnya kadar amonia di dalam litter juga dapat meningkatkan pH dan suhu
semakin banyak kadar amonia yang terkandung di dalam litter, maka semakin
tinggi nilai pH litter yang dihasilkan (basa). Hal yang sama juga berlaku pada
suhu litter. Semakin tinggi kandungan amonia di dalam litter, maka semakin
tinggi pula suhu litter tersebut. Hal ini disebabkan oleh amonia akan
terdekomposisi oleh bakteri dan menghasilkan panas.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
(1) adanya pengaruh jenis bahan litter terhadap kualitas litter di closed house
(kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter);
(2) terdapat jenis bahan litter yang terbaik terhadap kualitas litter di closed house
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Broiler
Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam hasil budidaya teknologi
yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang
cepat, konversi pakan yang baik dan dapat dipotong pada usia yang relatif muda
sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat dan efisien serta menghasilkan
daging yang berkualitas baik (Murtidjo, 1995). Broiler adalah ayam jantan atau
betina yang umumnya dipanen pada umur 5--6 minggu dengan tujuan sebagai
penghasil daging. Waktu panen yang relatif singkat membuat broiler
mempersyaratkan pertumbuhan yang cepat, warna bulu putih, dada lebar yang
disertai timbunan daging yang baik (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan, kelebihannya adalah daging empuk,
ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan
cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan
berat badan sangat cepat. Kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara
intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit, dan sulit
Menurut Rasyaf (2004), broiler memiliki pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan dengan ayam kampung dan ayam petelur oleh karena itu broiler
menjadi unggas yang efisien untuk dibudidayakan. Istilah broiler merupakan
istilah asing yang menunjukkan cara memasak ayam di negara-negara barat dan
hingga kini belum ada istilah yang tepat untuk menggantikannya.
Ciri-ciri broiler mempunyai tekstur kulit dan daging yang lembut serta tulang
dada merupakan tulang rawan yang fleksibel. Kondisi broiler yang baik
dipengaruhi olehpembibitan, pakan, dan pemeliharaan (Ensminger, 1998).
Broiler termasuk jenis unggas yang memiliki sifat homeoterm, yaitu menjaga
agar suhu tubuhnya selalu konstan meskipun berada pada temperatur lingkungan
yang lebih tinggi daripada temperatur tubuhnya dengan cara radiasi, konduksi,
konveksi, dan evaporasi (North dan Bell, 1990).
Pertumbuhan ayam dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur, kualitas
ransum, dan lingkungan. Untuk mendapatkan berat badan yang sesuai dengan
yang dikehendaki pada waktu yang tepat, maka perlu diperhatikan pakan yang
tepat. Kandungan energi pakan yang tepat dengan kebutuhan ayam dapat
memengaruhi konsumsi pakannya dan ayam jantan memerlukan energi yang lebih
banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengonsumsi pakan lebih banyak
(Anggorodi, 1995).
Kualitas ransum menentukan keberhasilan dalam pemeliharaan broiler.
Penyusunan ransum broiler didasarkan pada kandungan energi metabolis dan
11
mengandung protein 23% dan energi metabolis 3200 kkal/kg. Kandungan protein
ini cukup tinggi, agar bisa mendukung pertumbuhan ayam. Masa pertumbuhan
broiler yang paling cepat yaitu sejak menetas sampai umur 3--4 minggu.
Kandungan lain yang harus diperhatikan yaitu serat kasar sebanyak 7%, lemak
8%, kalsium 1%, dan phospor yang tersedia sekitar 0.45%. Bahan pakan yang
biasa digunakan pada ransum broiler yaitu jagung kuning, dedak halus, bungkil
kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak kelapa (Kartasudjana dan Suprijatna,
2006).
Pada fase finisher (4--6 minggu), kondisi pertumbuhan broiler mulai menurun.
Pada fase ini, protein dalam ransum diturunkan menjadi 20% sedangkan energi
ransum yang digunakan 3000-3200 kkal/kg. Namun beberapa hasil penelitian
menyatakan bahwa pemeliharaan broiler dapat menggunakan satu jenis ransum
dengan protein 22% dan energi metabolis 3000 kkal/kg sampai waktu panen.
Bahan penyusun ransum pada fase starter tidak berbeda dengan bahan penyusun
ransum pada fase finisher. Bentuk fisik ransum yang biasa diberikan pada broiler
dapat berbentuk pellet, mash, atau crumble (Kartasudjana dan Surijatna, 2006).
Daging broiler memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, serta memiliki
peranan penting dalam memenuhi kebutuhan gizi terutama protein hewani.
Kandungan protein dalam daging broiler sebesar 18,20% per 100 gram daging
ayam. Daging dan bahan makanan yang berasal dari daging broiler mengandung
asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk kesehatan fisik,
perkembangan mental, dan kecerdasan, serta memiliki kalori sebesar 404 Kkal per
daging ayam menyebabkan masyarakat lebih menyukai daging ayam untuk
dikonsumsi. Selain itu harga daging ayam relatif lebih terjangkau bila
dibandingkan dengan harga daging yang berasal dari ternak lainnya (Anggorodi,
1995).
B. Closed House
Kandang merupakan unsur penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha
peternakan ayam karena merupakan tempat hidup ayam sejak usia awal sampai
berproduksi. Dengan demikian, kandang harus memenuhi segala persyaratan
yang dapat menjamin kesehatan serta pertumbuhan yang baik bagi ayam yang
dipelihara. Faktor konstruksi yang dituntut untuk kandang ayam yang baik
meliputi ventilasi, dinding kandang, lantai, atap kandang, dan bahan bangunan
kandang (Priyatno, 2000).
Menurut Sembiring (2001), pengadaan kandang ayam pedaging dimaksudkan
untuk menciptakan kenyamanan dan perlindungan bagi ternak, kemudahan dalam
pemeliharaan dan kelancaraan proses produksi. Kandang memiliki dua fungsi
yaitu sebagai tempat tinggal ternak dan sebagai tempat kerja bagi peternak dalam
melayani kebutuhan hidup ternak. Syarat lokasi untuk kandang ayam pedaging
adalah lahan yang dipakai hanya dialokasikan untuk peternakan. Kandang dan
peralatan yang ada di dalamnya merupakan sarana pokok untuk terselenggaranya
pemeliharaan ayam secara intensif, berdaya guna dan berhasil guna. Ayam akan
terus menerus berada di dalam kandang. Oleh sebab itu, kandang harus dirancang
13
ternak yang berada di dalamnya. Adapun beberapa jenis kandang yaitu opened
house, semi closed house, dan closed house.
Closed house merupakan suatu rancangan kandang ayam yang tidak terpengaruh
lingkungan dari luar kandang atau meminimalisasi gangguan dari luar. Sistem
kandang tertutup memiliki keunggulan yaitu memudahkan pengawasan, dapat
diatur suhu dan kelembapannya, memiliki pengaturan cahaya, dan mempunyai
ventilasi yang baik sehingga penyebaran penyakit mudah diatasi (Lacy, 2001).
Kandang tipe tertutup atau closed house dibuat dengan tujuan agar keadaan
lingkungan luar seperti udara panas, hujan, angin, dan intensitas sinar matahari
tidak berpengaruh banyak terhadap keadaan dalam kandang (Cobb, 2010).
Closed house adalah kandang yang semua dinding kandangnya tertutup. Sistem
ventilasi atau pergerakan udaranya tergantung dari sepenuhnya oleh kipas yang
dipasang, sedangkan pada kandang terbuka semua dinding kandangnya terbuka.
Kondisi dalam kandang sangat dipengaruhi oleh kondisi luar kandang (Santoso
dan Sudaryani, 2010). Sebagian besar kandang dibuat tertutup dengan tembok,
seng, atau layar, kecuali bagian ujung kandang untuk udara masuk (inlet) dan
bagian ujung kandang satunya untuk tempat kipas (outlet) (Fadillah, 2006).
Closed house memiliki sistem lantai postal atau litter. Kandang dengan tipe litter
adalah suatu tipe pemeliharaan unggas dengan lantai kandangnya ditutup oleh
bahan penutup lantai seperti sekam, jerami padi, dan serutan kayu. Litter yang
baik harus dapat memenuhi beberapa kriteria yakni memiliki daya serap yang
kehangatan, menyerap panas, menyeragamkan temperatur dalam kandang
(Soeparno, 2005).
Kandang litter juga memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan hasil yang
memuaskan, baik kuantitas (berat badan) maupun kualitas daging, dapat
menghindarkan ternak menderita lepuh dada atau pembengkakan tulang dada,
memudahkan di dalam pengelolaan seperti pembersihan dan pembuangan kotoran,
serta dapat menghemat tenaga kerja (Suprijatna dkk., 2005).
Adapun perlengkapan pada closed house meliputi bangunan kandang, ventilasi,
kipas angin, pendingin kandang, dinding kandang, filter cahaya, inlet udara,
sistem pencahayaan, sistem kendali, dan sumber tenaga listrik. Sistem ventilasi
adalah sistem yang mengatur udara bersih dalam kandang dengan cara membuang
kelebihan panas, uap air, dan gas berbahaya yang mungkin dihasilkan. Sistem
ventilasi yang digunakan pada closed house adalah evavorating cooling dan
exhaust fan (Weaver, 2001).
Evavorating cooling mengalirkan udara segar yang dibutuhkan ke dalam kandang
dan exhaust fan mengeluarkan udara kotor ke luar kandang (Weaver 2001).
Fungsi ventilasi memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan ayam dengan
cara sebagai berikut: pertama, menghilangkan panas yang berlebihan; kedua,
menghilangkan kelebihan kelembapan; ketiga, mengurangi debu; keempat,
mengurangi gas beracun seperti amonia, karbon dioksida, dan karbon monoksida;
kelima, menyediakan oksigen untuk pernapasan. Sistem ventilasi pada closed
15
Menurut Santoso dan Sudaryani (2010), closed house dengan ventilasi dinding
kandang terbuka untuk mengalirkan udara segar dari luar dan exhaust fan untuk
mengeluarkan gas CO2 dan bau amonia ke luar kandang. Banyaknya exhaust fan
yang digunakan tergantung dari volume bangunan kandang dan berat badan ayam
dalam kandang tersebut. Sistem pendinginan atau cooling system yang diterapkan
di closed house diterapkan berbeda-beda tergantung dari wilayah dan situasi iklim
setempat. Sistem pendingin yang dapat kita jumpai di Indonesia dengan
menggunakan pad pendingin, media evaporative atau fogging system. Sistem ini
memanfaatkan evaporasi air dari media pad atau media evaporative lainnya,
sehingga udara yang melintas pada media ini akan turun suhunya.
Sistem ventilasi bertekanan dalam kandang closed house dapat dikelompokkan
dalam dua jenis yaitu tunnel ventilation system dan cooling pad system (Fadillah,
2006). Lebih lanjut Santoso dan Sudaryani (2010) menjelaskan bahwa kandang
dengan ventilasi yang terkontrol seperti pada sistem closed house memiliki
keuntungan yang tidak dipengaruhi lingkungan luar kandang, temperatur dan
kelembapan kandang dikontrol sesuai dengan kebutuhan, kepadatan kandang
meningkat serta produktivitas dan pertumbuhan ayam meningkat.
Menurut North and Bell (1990), exhaust fan berfungsi sebagai pengeluar udara
busuk dari dalam kandang. Kebutuhan exhaust fan yang digunakan tergantung
dari kapasitas ayam, sekat pada bangunan kandang, suhu, umur, dan berat badan
In let merupakan faktor yang memengaruhi tekanan negatif dalam kandang.
In let yang tidak tepat akan berpengaruh pada titik dimana tidak ada distribusi
pergantian udara. Layar in let terbuat dari bahan kedap udara. Udara segar dari
luar masuk melalui in let, lalu udara panas, debu, dan gas (CO2, CH4, NH3 dan
H2S) dalam kandang ditarik keluar menggunakan exhaust fan (Ansori, 2010).
Menurut Weaver (2001), ukuran exhaust fan pada kandang sistem closed house
yang berdiameter 120 cm (48") dan berkapasitas 30.000 m3/ kipas dengan
kemampuan memenuhi kebutuhan udara (O2) per kilogram berat badan broiler 8
m3/jam. Exhaust fan dipasang pada bagian sisi lebar kandang. Prinsip kerja
exhaust fan yaitu menyedot udara dari dalam kandang agar keluar. Kemampuan
exhaust fan dalam menarik udara dari dalam kandang sangat penting untuk
menjaga kandang dari gas-gas berbahaya serta untuk menyediakan oksigen yang
cukup.
Menurut Priyatno (2000), ventilasi merupakan jalan keluar masuknya udara
sehingga udara segar dari luar dapat masuk untuk menggantikan udara yang kotor
di dalam kandang. Adapun tujuan penggunaan closed house yaitu
1. untuk menyediakan udara yang sehat bagi ternak (sistem ventilasi yang baik),
yaitu udara yang mengandung oksigen dan minim mengandung gas-gas
berbahaya seperti karbondioksida dan amonia;
2. menyediakan iklim yang nyaman bagi ternak. Untuk menyediakan iklim yang
kondusif bagi ternak dapat dilakukan dengan cara: mengeluarkan panas dari
kandang yang dihasilkan dari tubuh ayam dan lingkungan luar, menurunkan
suhu udara yang masuk serta mengatur kelembapan yang sesuai. Untuk
17
effect (angin berembus), alat yang digunakan seperti kipas angin (blower). Bila
chilling effect tidak mampu mencapai iklim yang diinginkan terutama pada
daerah yang terlampau panas, maka dapat digunakan cooling sistem yaitu
sistem pendingin dengan mengalirkan air pada alat-alat yang berupa cooling
pad dan cooling net;
3. meminimumkan tingkat stres pada ternak, dengan cara mengurangi stimulasi
yaitu mengurangi kontak dengan manusia (misalnya dengan feeder dan drinker
otomatis, vaksinasi dengan spray), meminimumkan cahaya dan lain-lain.
Menurut Weaver (2001), kelebihan closed house adalah untuk mengantisipasi
kondisi lingkungan yang tidak menentu. Walaupun semua juga tergantung dari
manajemen kandang dan anak kandang, karena sebaik-baiknya closed house jika
manajemen kandang kurang optimal tetap saja hasil ternak broiler akan kurang
maksimal. Berikut ini adalah keuntungan closed house sistem
a. meningkatkan kapasitas pemeliharaan;
b. lebih sehat, nyaman, segar, dan tenang;
c. sirkulasi udara lebih baik;
d. mendukung produktivitas maksimal;
e. efisiensi tenaga kerja;
f. temperatur dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan pemeliharaan;
g. faktor lingkungan tidak berperan banyak saat pemeliharaan atau dapat
dikatakan tidak ada kontak dengan faktor lingkungan selama pemeliharaan.
Di dalam sistem kandang tertutup ventilasi memiliki peranan yang sangat penting
untuk menjaga temperatur dan kelembapan udara di dalam kandang juga kualitas
Kualitas udara di closed house dapat dilihat dari kandungan oksigen,
karbondioksida, karbonmonoksida, dan amonia dengan batasan tertentu. Adapun
batasan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : oksigen > 19.6%.
karbondioksida < 0.3%, karbonmonoksida < 10 ppm, amonia < 10 ppm (Weaver,
2001).
C. Litter dan Jenis Bahan Litter
Litter adalah bahan yang mempunyai kemampuan cukup baik dalam menyerap air
yang digunakan untuk mengisi alas kandang. Penggunaan litter dimaksudkan
untuk memberikan alas yang nyaman untuk tempat hidup ayam. Adapun
kebaikan dari sistem litter yaitu menghemat tenaga dan biaya, tatalaksana
pemeliharaan lebih mudah, suhu kandang dapat lebih merata. Beberapa jenis
bahan litter yang berasal dari limbah pertanian dan industri yang bisa
dipergunakan misalnya: sekam padi, serbuk gergaji, serutan kayu. Bahan-bahan
tersebut hendaknya mampu memenuhi beberapa persyaratan yaitu mudah
menyerap air, kondisi dan kualitas baik, kering tidak berdebu, murah dan mudah
didapat, tidak lengket, tidak berjamur, tidak mengandung pestisida atau
kontaminan lain dan tidak mengandung kotoran hewan (Medion, 2009).
Manajemen litter pada usaha peternakan ayam komersial, khususnya broiler
merupakan salah satu faktor penting yang harus selalu diperhatikan. Kondisi litter
basah akan menghasilkan dampak negatif terhadap performa ayam dan berujung
pada kerugian ekonomi. Litter basah bisa terjadi akibat litter bercampur dengan
ekskreta, air minum yang tumpah atau terkena tetesan air hujan. Kondisi tersebut
19
Oleh sebab itu, yang dibutuhkan dalam hal ini ialah bagaimana mengatur litter
agar kadar airnya tetap normal (20--25%) (Medion, 2009).
Achmanu dan Muharlien (2011) menyatakan bahwa kandang yang lantainya
diberi alas (litter) yang berfungsi untuk menyerap air, agar lantai kandang tidak
basah oleh kotoran ayam, karena itu bahan yang digunakan untuk litter harus
mempunyai sifat mudah menyerap air, tidak berdebu, dan tidak basah. Alas
kandang harus cepat meresapkan air karena litter mempunyai fungsi strategis
sebagai pengontrol kelembapan kandang, tidak berdebu, dan bersifat empuk
sehingga kaki ayam tidak luka/memar.
Menurut Suprijatna dkk., (2005), kandang sistem litter adalah kandang yang
lantainya ditutup dengan bahan organik yang partikelnya berukuran kecil.
Terdapat beberapa tujuan dan manfaat penggunaan litter pada pemeliharaan
broiler yaitu
1. untuk menyerap air, bisa dari tempat minum yang tumpah dan dari kotoran
yang basah;
2. mengurangi kontak broiler dengan kotoran;
3. saat fase starter litter berfungsi sebagai pembatas kontak langsung dengan
lantai yang suhunya terlalu dingin. Pada masa ini, suhu litter menjadi salah
satu parameter penting untuk menciptakan suasana yang nyaman.
Menurut Suprijatna dkk., (2005), penggunaan litter ini setidaknya akan
memberikan manfaat
1. membatasi kontak langsung kaki anak ayam dengan tanah yang suhunya relatif
2. membantu penyerapan air dari ekskreta maupun tumpahan air minum sehingga
lantai kandang tidak lembab;
3. pada saat brooding, dapat membantu menjaga panas dari brooder.
Penggunaan alas kandang akan berpengaruh besar terhadap produktivitas unggas
seperti pertambahan berat badan dan produksi, karena masing-masing alas
kandang mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dalam pemeliharaan
unggas diperlukan ketelitian dalam memilih dan menggunakan alas kandang, agar
unggas dapat berproduksi setinggi mungkin. Hasil penelitian menunjukkan alas
sekam padi mempunyai kadar air 14,45%, jerami padi 6,22%, dan serutan kayu
17,21%, sedangkan pH sekam padi 6,62, pH jerami 6,36, dan pH serutan kayu
5,78 (Murtidjo, 1987).
Menurut Cahyono (2004), litter penting dalam mendukung kehidupan ayam
dalam usaha peternakan, kriteria-kriteria teknis yang harus diperhatikan dalam
memilih bahan litter adalah
1. bahan harus kering dengan kadar air 20--25% agar mampu menyerap kadar air
dengan baik;
2. bahan tidak mudah menimbulkan debu, sebab bahan yang menimbulkan debu
dapat mengganggu pernapasan ayam dan peternak;
3. bahan tidak berat;
4. mudah didapat serta murah harganya;
21
1. Sekam padi
Di Indonesia litter biasa diartikan sebagai sekam, karena sebagian peternak
menggunakan sekam padi sebagai bahan litter. Namun yang perlu diketahui
bahwa material litter bisa saja berasal dari bahan lain, asalkan memenuhi syarat
sebagai litter yang baik diantaranya mampu menyerap air, ringan (low density),
murah, mudah didapat, aman (tidak beracun), dan kontinyu keberadaannya. Oleh
sebab itu, kita harus teliti dalam memilih material yang akan dijadikan sebagai
bahan litter. Material selain sekam padi yang dapat dijadikan bahan litter antara
lain jerami padi, serbuk gergaji, pasir, kulit kacang serta potongan kertas bekas
(Wikipedia, 2009).
Sekam padi merupakan limbah hasil pertanian yaitu hasil dari penggilingan padi
yang diambil bagian terluar dari butir padi. Sekam padi paling banyak digunakan
untuk alas kandang karena mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : menyerap air
dengan baik, bebas debu, kering, mempunyai kepadatan (density) yang baik, dan
memberi kesehatan kandang. Selain itu sekam padi bersifat tidak mudah lapuk,
sumber kalium, cepat menggumpal dan memadat (Reed dan McCartney, 1970).
Sekam padi ini mempunyai daya menyerap air lebih sedikit karena mempunyai
kandungan air yang tinggi sekitar 16,30% dibandingkan dengan jerami padi yaitu
sekitar 16,91% (Mugiyono dkk., 2004). Menurut Rasyaf (2004), sekam
merupakan bahan litter yang dapat menyerap air sehingga dapat mengatasi
masalah kelembapan. Namun, sekam juga mempunyai kekurangan yaitu sebagai
bahan yang ringan dan mudah menggumpal. Kondisi yang lembab atau basah
bagi mikroorganisme penyebab penyakit dan parasit). Sekam padi yang
membusuk (lembab) akan diikuti dengan suhu yang meningkat (panas) karena
terjadi proses mikrobiologis dari bakteri, terbentuk CO2 dan amonia.
Penggunaan alas kandang yang tepat bukan saja dapat mengurangi angka
kematian, tetapi sekaligus meningkatkan berat akhir ayam pedaging dan
menurunkan konversi pakan (Tobing, 2005). Setelah proses penggilingan padi
biasanya diperoleh sekam padi sekitar 20--30% dari berat gabah. Produksi sekam
padi di Indonesia dapat mencapai 13,2 juta ton per tahun. Standar kebutuhan litter
sekam padi untuk pemeliharaan broiler adalah 2,5--5,0 kg/m2 dan ketebalan litter
untuk daerah tropis dianjurkan 5--8 cm (Deptan, 2011).
2. Jerami padi
Jerami padi merupakan salah satu limbah hasil pertanian yang berasal dari
tanaman padi berupa batang padi yang sudah dikeringkan. Ketersediaan jerami
padi ini bersifat musiman, sehingga akan melimpah pada saat musim panen.
Jerami padi dapat digunakan sebagai alas kandang ( litter ) karena memiliki
beberapa sifat dalam menunjang pemeliharaan broiler yaitu dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya lepuh dada sehingga broiler dapat tumbuh dengan
maksimal serta pengelolaannya lebih mudah dilakukan (Rasyaf, 2004).
Jerami padi yang akan digunakan sebagai bahan litter sebaiknya dipotong-potong
terlebih dahulu dengan panjang 10 cm, karena dengan ukuran tersebut dapat
23
padi adalah sulit didapat karena jerami padi bersifat musiman (Mugiyono dkk.,
2004).
Bahan litter yang berasal dari jerami padi memiliki daya absorpsi yang lebih baik
dibandingkan dengan bahan litter lain. Bahan litter yang mempunyai daya
absorpsi yang tinggi akan menyebabkan kondisi litter menjadi lebih baik. Bahan
litter yang baik adalah efektif sebagai absorban, bebas kotoran dan debu, tidak
mudah habis, bebas racun, murah, mudah dibersihkan. Bahan litter yang baik
akan menyerap cairan ekskreta dan akan terjadi proses biologi yang merupakan
proses biokimia yang dipengaruhi oleh bahan litter dan kotoran unggas (Brake
dkk., 1992). Produksi jerami padi dalam satu hektar sawah setiap kali panen
mampu menghasilkan sekitar 10--12 ton jerami (berat segar saat panen), meskipun
bervariasi tergantung dari lokasi, jenis varietas tanaman padi, cara potong (tinggi
pemotongan), dan waktu pemotongan, seperti pada varietas Sintanur dengan
tinggi pemotongan 8 cm dari tanah dapat menghasilkan 8--10 ton jerami segar per
hektar. Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah
kering panen (Hanafi, 2008).
3. Serutan kayu
Bahan litter yang berasal dari serutan kayu mempunyai kandungan air yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bahan litter yang berasal dari sekam padi. Hal ini
menunjukkan bahwa serutan kayu mempunyai daya serap air yang lebih baik
dibandingkan dengan bahan litter yang lain. Daya serap air yaitu selisih
Selama ini limbah pengolahan kayu masih banyak menimbulkan masalah dalam
penanganannya yaitu dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang
kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga
penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu
dengan memanfaatkannya sebagai bahan litter. Kelebihan bahan litter
menggunakan serutan kayu yaitu mudah dalam menyerap air sehingga akan
meminimalisir timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang
basah dan lembab (Rasyaf, 2004).
Serutan kayu yang akan digunakan sebagai litter sebaiknya dipotong-potong
sepanjang 2--3 cm dengan ketebalan 5 cm sesuai dengan suhu dan kelembapan
kandang, tujuannya agar serutan kayu mudah dalam penanganan serta jika
potongan serutan kayu terlalu kecil akan melukai broiler, sesuai dengan suhu
tempat melakukan penelitian relatif panas (Cahyono, 2004).
Serutan kayu memiliki kekurangan sebagai bahan litter yaitu dapat menimbulkan
sedikit luka pada bagian dada karena serutan kayu berpartikel besar dan sedikit
kasar (Hardjosworo dan Rukminasih, 2000).
Menurut Reed dan McCartney (1997), selain sekam padi dan jerami padi bahan
lain yang dapat digunakan sebagai alas kandang (litter) adalah serutan kayu.
Serutan kayu dapat dijadikan sebagai alas, namun serutan kayu mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut : menyerap air kurang baik, berdebu, kering, kepadatannya
rendah dan kurang sehat sebagai alas untuk pemeliharaan broiler karena tidak
25
D. Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada suatu bahan, karena air dapat memengaruhi keadaan dan kondisi
pada bahan. Kadar air dalam bahan litter ikut menentukan kualitas dari litter
(kadar amonia litter, pH litter, dan suhu litter), kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembangbiak,
sehingga akan terjadi menimbulkan bau. Kadar air adalah persentase kandungan
air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau
berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas
maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering
dapat lebih dari 100% (Winarno, 1997).
Penetapan kandungan air dapat dilakukan beberapa cara, hal ini tergantung dari
sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105--1100C selama 3 jam atau didapat
berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah
banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti
bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain, pemanasan
dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang
pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam desikator
dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan
E. Kadar Amonia
Amonia adalah bahan produksi sampingan dari fermentasi asam urat dalam
ekskreta ayam. Proses pembentukan amonia meningkatkan pada suhu yang tinggi
dengan meningkatan pH litter dan dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya
kelembapan dalam kandang. Kadar amonia yang tinggi dalam kandang akan
mengganggu kesehatan ayam yang mengarah ke masalah pernapasan dan lainnya
(Ritz, 2002).
Dalam litter, asam urat yang tercampur dengan material ekskreta ayam akan
mengalami proses dekomposisi (perubahan bentuk) menjadi senyawa urea dengan
bantuan bakteri-bakteri lingkungan. Adanya kelembapan litter dan suhu yang
relatif optimal akan membuat urea terurai menjadi gas amonia (NH3) dan gas
karbondioksida (CO2). Terdapat skema pemecahan asam urat pada ekskreta
menjadi amonia yaitu Ekskreta + Litter Asam Urat [CO(NH2)2] CO2 +
2NH3 + H2O (Haryadi, 1995).
Amonia adalah gas alkalin yang tidak berwarna dan mempunyai daya iritasi tinggi
yang dihasilkan selama dekomposisi bahan organik oleh deaminasi. Amonia
sering terakumulasi pada konsentrasi yang tinggi ketika unggas dipelihara dalam
ruangan dengan panas buatan dan ventilasi yang kurang tepat. Amonia larut
dalam air sehingga dapat diserap oleh partikel debu dan litter. Amonia beracun
bagi sel hewan dan tanda-tanda dari keracunan amonia antara lain bersin dan
27
Amonia merupakan hasil dari sisa proses pencernaan protein yang tidak
sempurna. Sisa protein yang banyak tersebut akan menyebabkan banyak unsur
nitrogen (N) di dalam kotoran. Selanjutnya, sisa N tersebut oleh bakteri pengurai
akan diubah menjadi amonia (NH3) atau amonium (NH4+).
Konsentrasi amonia pada tingkatan tertentu bisa menyebabkan berbagai
gangguan. Threshold limit value (ambang batas konsentrasi) amonia pada unggas
sebesar 25 ppm. Tetapi beberapa ilmuan eropa merekomendasikan ambang batas
konsentrasi yang jauh lebih kecil yakni 10 ppm (Zuprizal, 2009). Sebenarnya
amonia ini lebih ringan dari udara, maka amonia mudah tersebar oleh sirkulasi
udara. Akan tetapi, karena diproduksi di kandang, maka amonia tersebut sulit
tersebar dan sangat berpengaruh terhadap ayam dalam kandang tersebut (Haryadi,
1995).
Gas amonia mempunyai daya iritasi yang tinggi, terutama pada mukosa membran
pada mata dan saluran pernapasan ayam. Terlebih lagi jarak antar saluran
pernapasan ayam dengan ekskreta, sebagai sumber amonia begitu dekat (<20 cm).
Tingkat kerusakan akibat amonia sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gas ini.
Konsentrasi amonia yang aman dan belum menimbulkan gangguan pada ayam
ialah dibawah 20 ppm (part per million atau 1:1 juta). Di luar ambang batas aman
ini akan menimbulkan kerugian pada ayam, baik berupa kerusakan membran mata
dan pernapasan sampai hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi. Selain
itu, masih ada efek simultan lainnya yaitu menjadi lebih mudah terinfeksi bibit
penyakit, terutama yang menginfeksi melalui saluran pernapasan, seperti ND, AI,
Menurut Rasyaf (1995), kotoran ayam yang menumpuk, apalagi basah dan
lembab merupakan sumber utama amonia. Selain itu, kadar protein tinggi pada
pakan dapat meningkatkan kadar air ekskreta karena kelebihan nitrogen tubuh,
maka kelebihan ini harus dibuang. Pada ayam kelebihan ini dibuang dalam
bentuk asam urat melalui urin.
Menurut Pauzenga (1991), kandungan gas amonia yang tinggi dalam kotoran juga
menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein
berlebih dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen diabsorbsi oleh
tubuh, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran. Beberapa cara dapat
digunakan untuk mendeteksi kadar amonia di kandang diantaranya dengan
memakai indikator kadar amonia, seperti kertas lakmus (kertas pengukur pH).
Pengaruh kadar amonia terhadap ayam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh kadar amonia (NH3) terhadap ayam
Kadar amonia
(ppm) Reaksi ayam
15--20 aman dan merasa nyaman
25--30 iritasi mata dan saluran pernapasan
>30 sakit dan gangguan produksi telur
40 nafsu makan turun
50 pertumbuhan turun sampai 7 %
50--100 pertumbuhan turun sampai 15 %
Sumber : Zuprizal (2009 ).
F. Derajat Keasaman (pH Litter)
Derajat keasaman merupakan salah satu contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion
hidrogen dapat diukur dalam larutan non-akuatik, namun perhitungannya akan
menggunakan fungsi keasaman yang berbeda. Derajat keasaman superasam
29
sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila
keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain menggunakan
kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja
berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu larutan. Air murni bersifat
netral, dengan pH-nya pada suhu 250C ditetapkan sebagai 7,0. Larutan dengan pH kurang dari 7,0 disebut asam, dan larutan dengan pH lebih dari 7,0 dikatakan
bersifat basa atau alkali (Wikipedia, 2009).
Ekskreta mempunyai kisaran pH antara 8,38--8,39 dan litter pH-nya berkisar
antara 5 sampai dengan 6,5. Derajat keasaman litter dipengaruhi oleh komposisi
bahan dalam litter (Weaver, 2001).
Sembiring (2001) menyatakan bahwa aktivitas mikroorganisme dapat
menyebabkan perubahan pH karena substrat yang dihasilkan oleh mikrobia.
Proses fermentasi bakteri akan menghasilkan asam sehingga pH dapat turun,
sebaliknya sewaktu metabolisme protein dan asam amino akan dilepaskan ion
amonium sehingga pH menjadi basa .
Sama seperti dengan pH suhu litter juga akan sangat terpengaruh oleh aktivitas
mikroorganisme. Proses fermentasi bakteri selain menghasilkan asam juga
menghasilkan panas sehingga suhu akan meningkat. Proses pertumbuhan bakteri
bergantung pada reaksi kimiawi yang kecepatan reaksinya sangat tergantung dari
tinggi rendahnya suhu (Weaver, 2001).
Menurut Zuprizal ( 2009 ), pH dan kadar amonia saling berhubungan, konsentrasi
kotoran, pH, dan sistem ventilasi. Konsentrasi nitrogen dalam kotoran
diakibatkan oleh banyaknya kandungan protein dalam ransum yang tidak tercerna
dengan sempurna, sehingga dengan adanya konsentrasi nitrogen maka konsentrasi
amonia pun meningkat karena adanya aktivitas bakteri yang mengurai nitrogen
dalam kotoran ungggas menjadi gas amonia. Apabila kadar amonia tinggi maka
pH pun akan meningkat, hal ini dipengaruhi oleh semakin banyaknya ekskreta
yang dihasilkan oleh ayam dan aktivitas bakteri dalam mengurai nitrogen menjadi
asam urat.
G. Suhu Litter
Suhu menunjukkan derajat panas suatu benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu
suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu
menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap dalam suatu benda
masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di
tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda,
makin tinggi suhu benda tersebut. Suhu juga disebut temperatur (Wikipedia,
2009).
Menurut Rasyaf (2001), bahan litter berpengaruh terhadap kenyamanan ternak di
dalam kandang. Hal ini karena suatu bahan litter dapat memengaruhi suhu litter
dan kelembapan udara dalam kandang yang akhirnya akan memengaruhi
pertumbuhan ternak. Suhu kandang yang tidak nyaman, baik terlalu panas atau
dingin akan menyebabkan gangguan kesehatan dan pertumbuhan pada anak ayam.
31
suhu litter, karena setiap bahan litter memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda
dalam menyerap suhu.
Sama halnya dengan suhu, kelembapan juga akan berpengaruh terhadap aktivitas
ayam, bahkan dapat memengaruhi kesehatan ayam. Kelembapan yang tinggi
dapat diartikan kandungan air dalam bahan litter tinggi, sehingga dapat memicu
bakteri pengurai asam urat yang terdapat dalam ekskreta menghasilkan gas
amonia lebih banyak (Medion, 2009).
Menurut Kususiyah (1992), terdapat hubungan antara kelembapan litter dengan
temperatur litter. Kelembapan litter yang tinggi akan memacu proses fermentasi
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Farm,
Dusun Sidorejo, Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung
Selatan. Penelitian ini dilakukan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014.
B. Bahan Penelitian
1. Ayam
Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah Day Old Chick (DOC) broiler
sampai dengan umur 26 hari sebanyak 270 ekor setelah lepas masa brooding
dengan berat badan awal 44,10±3,58 g/ekor (koefisien keragaman 8,11%) dan
berat rata-rata umur 14 hari 404,03±39,01 g/ekor (koefisien keragaman 9,65%).
Penelitian ini meggunakan broiler umur (14--26 hari). Strain ayam yang
digunakan adalah Strain CP 707produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk.
2. Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis ransum yaitu
ransum broiler BBR-1 (Bestfeed) produksi PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk
33
Pokphand Indonesia, Tbk yang diberikan saat ayam umur 11--26 hari. Kedua
jenis ransum tersebut berbentuk crumble. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 dan
HI-PRO 611 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed)® dan HI-PRO 611® berdasarkan analisis proksimat
Kandungan nutrisi BBR-1 (Bestfeed) ® HI-PRO 611®
---(%)---
Energi Metabolis (kkal/kg) 2.775,76* 2.830,00 **
Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2014). * Hasil analisis balai riset dan standarisasi industri Bandar Lampung (2012).
** Hasil analisi Laboratorium Peternakan Politeknik Negeri Lampung (2012).
3. Air minum
Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur bor yang diberikan
secara ad libitum.
4. Litter
Litter yang digunakan pada penelitian ini berupa sekam padi, serutan kayu, dan
jerami padi.
5. Antibiotik, vaksin, dan vitamin
Clone Vaksimun Clone®. Vitamin yang diberikan Vitacart®, B-Comp®, Amino
Plus®, dan Catalist®.
C. Alat Penelitian
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain closed house;
bambu untuk membuat sekat-sekat pada kandang; litter (sekam padi, serutan
kayu, cacahan jerami padi); thermometer digital, 5 buah; termohigrometer, 3
buah; pH meter digital, 1 buah; hydrion amonia test, 1 kotak; baby chick feeder
yang digunakan untuk ayam umur 1--14 hari, 18 buah; tempat ransum gantung
(hanging feeder) yang digunakan untuk ayam umur 15--28 hari, 18 buah; tempat
air minum 2 liter berbentuk tabung, 18 buah; timbangan 10 kg dengan ketelitian
50 g untuk menimbang pakan dan bobot ayam, 1 buah; timbangan 20 kg dengan
ketelitian 100 g untuk menimbang pakan, 1 buah; timbangan elektrik, 1 buah;
cooling pad sebagai alat pemberi udara segar ke dalam kandang ; exhaust fan
sebagai alat pengeluaran udara busuk dari dalam kandang; timbangan analitik, 1
buah; oven, 1 buah; cawan petri, 36 buah; desikator, 1 buah; tang penjepit, 1 buah.
D. Rancangan Penelitian
Rancangan perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari 3 perlakuan yaitu
P1 = Litter Sekam Padi
P2 = Litter Serutan Kayu
P3 = Litter Jerami Padi
Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan metode Rancangan
35
sebanyak 18 petak. Setiap petak berisi 15 ekor broiler (per meter persegi),
sehingga jumlah broiler yang digunakan sebanyak 270 ekor. Data yang diperoleh
dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5%. Apabila hasil analisis sidik
ragam ada perlakuan yang nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan
uji Duncan (Steel and Torrie, 1991), kemudian diuji lanjut dengan menggunakan
uji Duncan. Tataletak kandang perlakuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
E. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan kandang
Penelitian ini menggunakan closed house yang di dalamnya terdapat 18 petak
kandang percobaan. Setiap petak kandang berukuran 1 x 1 x 0,4 m(disetarakan 1
m2) beralaskan litter (sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu) setebal 10 cm
dan dilengkapi lampu yang berfungsi sebagai pemanas dan penerang sehingga
ayam dapat makan pada malam hari. Setiap petak kandang dilengkapi dengan 1
buah tempat ransum dan tempat minum. Di dalam kandang terdapat exhaust fan
dan cooling pad. Dinding kandang dilengkapi dengan terpal yang berfungsi
sebagai penghalang sinar matahari dan angin. Kandang dibersihkan 1 minggu
sebelum DOC datang (chick in), kemudian didesinfeksi menggunakan
desinfektan. Tahapannya meliputi :
a) membuat kandang dari bambu dengan ukuran 1 x 0,7 x 0,4 m sebanyak 18
petak;
b) mencuci lantai kandang dengan menggunakan deterjen;
d) memasang tirai kandang;
e) kandang disemprot dengan desinfektan;
f) dinding, lantai dan tiang kandang dikapur;
g) setelah kandang kering, terpal dipasang diatas lantai kemudian ditaburi
dengan litter (sekam padi, jerami padi, serutan kayu) dengan ketebalam yang
sama pada masing-masing petak yaitu setebal 10 cm;
h) memasang alas koran di atas litter yang telah ditaburkan;
i) memasang lampu penerang pada setiap petak kandang; dan membuat area
brooding dan memberi sekat untuk membagi area brooding.
2. Kegiatan penelitian
Kandang dan semua peralatan yang digunakan disucihamakan terlebih dahulu
dengan desinfektan dan dilakukan pengapuran pada kandang sebelum chick in.
Lantai kandang diberikan litter sekam padi setebal 10 cm dan dilapisi kertas koran
di bagian atasnya. Setelah semua peralatan siap DOC dipelihara di area brooding
sampai umur 14 hari. Saat ayam berumur 14 hari ditimbang secara acak 270
broiler untuk mengetahui berat awal sebelum perlakuan. Kemudian, ayam
dimasukkan ke dalam petak berukuran 1 x 1 x 0,4 m yeng telah diberi alas litter
sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi sesuai dengan perlakuan.
Masing-masing petak perlakuan berisi 15 broiler.
Pemberian ransum dan air minum dilakukan secara ad libitum. Pemberian ransum
dan sisa ransum ditimbang untuk mengetahui konsumsi ransum per hari.
Pemberian ransum dilakukan setiap pukul 07.00 dan 17.00 WIB. Pemberian air
37
hari. Air minum diberikan setiap pukul 07.00 sebanyak 2 liter dan pukul 17.00
sebanyak 3 liter.
Berat ayam ditimbang setiap 6 hari sekali pada pukul 07.00 WIB. Pencatatan
suhu dan kelembapan kandang dilakukan setiap pukul 06.00, 12.00, 18.00 dan,
24.00 WIB. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembapan kandang
adalah termohigrometer yang dipasang pada petak kandang.
Program vaksinasi yang dilakukan selama penelitian adalah (1) umur 1 hari vaksin
ND-V4HR® secara spray; (2) umur 7 hari dilakukan vaksinasi AI dengan Vaksimun AI® dengan cara injeksi subkutan dosis 0,2 cc/ekor; (3) melakukan
vaksinasi gumboro pada umur 12 hari dengan vaksin gumboro CEVA IBD-L® secara cekok dengan dosis 0,2 cc/ekor; (4) umur 18 hari dilakukan vaksinasi ND
Clone dengan vaksin Vaksimun Clone® melalui air minum yang dicampur susu
skim ;(5) re-vaksinasi gumburo CEVA IBD-L® melalui air minum yang dicampur susu skim saat ayam berumur 24 hari.
Pengamatan terhadap kualitas litterbroiler pada closed house dengan alas litter
yang berbeda meliputi kadar air, kadar amonia, pH litter, suhu litter. Untuk
kadar air, kadar amonia, pH dan suhu litter, waktu pengambilan data dilakukan
setiap 6 hari sekali pada hari ke 14, 20, dan 26. Pengambilan data dilakukan
dengan menggunakan alat-alat, seperti termometer untuk mengetahui suhu litter,
F. Peubah yang Diukur
1. Kadar air litter
Pengumpulan data kadar air litter dilakukan setiap 6 hari sekali sebagai data
penunjang penelitian, dengan mengambil sampel litter yang kadar air diuji di
Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, dengan cara
a. panaskan cawan petri yang bersih ke dalam oven 1050C selama 1 jam;
b. dinginkan di dalam desikator selama 15 menit;
c. timbang cawan petri dan catat bobotnya (A);
d. masukkan sampel analisa ke dalam cawan petri sekitar 1 gr lalu catat bobotnya
(B);
e. panaskan cawan petri berisi sampel di dalam oven 1050C selama 6 jam;
f. dinginkan di dalam desikator selama 15 menit;
g. timbang cawan petri berisi sampel analisa (C);
h. hitung kadar air dengan rumus seperti di bawah ini
KA = − − ( − )
( − ) X 100 %
Keterangan :
KA = kadar air (%)
A = bobot cawan petri (g)
B = bobot cawan petri berisi sampel sebelum dipanaskan (g)
C = bobot cawan petri berisi sampel sesudah dipanaskan (g)
i. lakukan analisis secara duplo, beri tanda 1 atau 2 pada masing-masing cawan
petri, kemudian hitung rata-ratanya
39
Keterangan :
KA1 = kadar air pada ulangan 1 (%)
KA2 = kadar air pada ulangan 2 (%)
2. Kadar amonia (NH3 )
Pengumpulan data kadar amonia diukur setiap 6 hari sekali secara duplo dan
pengukuran dilakukan pada beberapa titik di dalam petak dengan menggunakan
Hydrion Amonia Test yang diletakkan pada ketinggian 10 cm dari litter,
Kemudian lihat angka yang tertera pada alat tersebut. Angka yang tertera akan
menunjukkan jumlah kadar amonia di dalam kandang. Selama pengukuran tidak
dilakukan pembalikkan alas kandang (litter).
3. Derajat Keasaman (pH) litter
Pengumpulan data pH litter dilakukan dengan menggunakan pH meter digital.
Cara kerja pengukuran pH meter digital :
a. mengambil sampel analisa litter pada beberapa titik yaitu bagian kanan atas,
kiri atas, tengah, kanan bawah, dan kiri bawah. Selama pengukuran, tidak
dilakukan pembalikkan alas kandang (litter);
b. memasukkan sampel ke dalam gelas beker sebanyak 10 g;
c. menambahkan aquades sebanyak 200 ml ke dalam sampel, lalu diaduk hingga
merata;
d. mencuci sensor dan elektroda dengan menggunakan aquades;