ABSTRAK
TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK DI KELURAHAN KARANGREJO
KECAMATAN METRO UTARA KOTA METRO
Oleh:
Arum Purnawati1, Sumaryo Gitosaputro2, Begem Viantimala2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran organik di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro, dan 2) tingkat pendapatan petani sayuran organik di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara, Kota Metro. Responden dipilih menggunakan metode sensus dengan jumlah 48 responden. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, untuk mendapatkan sampel penelitian dengan rumus Arikunto. Analisis data menggunakan analisis
deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran organik di Kelurahan Karangrejo berada dalam kategori sedang dengan tingkat penerapan sebesar 75 %. Tingkat penerapan teknologi yang sudah diterapkan dengan baik yaitu pada kegiatan penanaman, pengairan, dan pasca panen. Tingkat penerapan yang perlu ditingkatkan adalah benih/bibit dan panen. 2) Pendapatan petani sayuran organik di Kelurahan Karangrejo dalam kategori sedang dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp. 1.482.865, 00 per bulan.
ABSTRACT
THE APPLICATION LEVEL OF ORGANIC VEGETABLES CULTIVATION TECHNOLOGY IN KARANGREJO VILLAGE OF
NORTH METRO SUB DISTRICT IN METRO CITY
By:
Arum Purnawati1, Sumaryo Gitosaputro2, Begem Viantimala2
This study is aimed at investigating: 1)the application level of organic vegetables
cultivation technology in Karangrejo Village North Metro sub district Metro City, and 2) the level income of vegetable farmers in Karangrejo Village North Metro sub district, Metro City. This research was conducted May until June 2014 in Karangrejo Village North Metro sub district, Metro City. Respondents were choosen by census method which was consist of 48 respondents. The research method used is a case study, and the Arikunto’s formula used to obtain samples. The data analysis was done descriptively. The results showed that 1)The application level of organic vegetables from cultivation technology in Karangrejo Village was at middle category with level applicability of 75 percents. The application level of technology have been applied well, there are activities on planting, watering, and post harvesting. The level of implementation needed to be improved are seedlings and harvesting. 2) The level of farmer’s income in Karangrejo Village were medium level category with average income as much as Rp 1,482,865. 00 each month.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 15 September 1989 sebagai anak ke
empat dari empat bersaudara, pasangan Bapak Sumono, B.A. dan Ibu Siti
Aminah, S.Pd.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Budi Asih
pada tahun 1995, pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 5 Metro Selatan
pada tahun 2001. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri
1 Metro diselesaikan pada tahun 2004. Pendidikan Sekolah Menengah Atas
(SMA) di SMA Negeri 2 Metro diselesaikan pada tahun 2007. Penulis terdaftar
sebagai mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung
pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) selama 40 hari di
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang berjudul “ Tingkat Penerapan Teknologi dalam Budidaya
Sayuran Organik di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro”. Banyak pihak yang telah memberikan dorongan, perhatian, bimbingan,
dan pengarahan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih
kepada:
1. Dr. Ir. Sumaryo Gs, M.Si., selaku Pembimbing pertama atas kesediaannya
memberikan bimbingan dan arahan dalam proses penulisan skripsi.
2. Ir. Begem Viantimala, M. Si., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya
dalam memberikan masukan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis.
3. Dr. Ir. Dewangga Nikmatullah, M. S., selaku Dosen Pembahas, atas
kesediaannya memberikan saran dan kritik yang berguna bagi penulis.
4. Dr. Ir. Zainal Abidin, M.E.S., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas
bimbingan, saran, dan motivasi.
5. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M. S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis.
6. Prof. Dr. Ir. H. Wan Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
9. Orangtuaku yang tercinta (Bapak Sumono dan Ibu Siti Aminah) yang selalu
mendoakan setiap langkah dan kasih sayang yang tidak ternilai bagi penulis.
10.Mbak Sri Indaryati, M. Si. terima kasih untuk saran dan bimbingannya.
11.Sahabat seperjuangan, Aras, Putri, Made, Dini, Tri, Danang, Randy.
12. Ayu dan Desi, terima kasih atas bantuan dan motivasinya.
13.Teman-teman Agribisnis 2007, 2008, dan 2009.
14.Semua pihak yang telah membantu demi selesainya skripsi ini, yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat. Penulis
menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu diperlukan
saran dan kritik yang membangun.
Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
iii iv I. II. III. IV. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah... B. Tujuan Penelitian... C. Kegunaan Penelitian...
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka...
1. Sayuran... 2. Teknologi Budidaya Organik... 3. Pertanian Organik... 4. Teori Produksi... 5. Pendapatan Usahatani... 6. Hasil Penelitian Terdahulu... B. Kerangka Pemikiran...
METODE PENELITIAN
A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi... 1. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Sayuran Organik... 2. Produksi dan PendapatanSayuran Organik... B. Lokasi, Sampel, dan Waktu Penelitian... C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data... D. Metode Analisis Data...
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo... B. Letak Geografis dan Luas Daerah Penelitian... C. Topografi, Iklim, dan Tanah... D. Keadaan Penduduk... 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur... 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan...
V.
VI.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Responden... 1. Umur... 2. Pendidikan Responden... 3. Luas Lahan Usahatani... B. Deskripsi Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Sayuran
Organik di Kelurahan Karangrejo... 1. Pengolahan Lahan... 2. Bibit/benih... 3. Penanaman... 4. Pemeliharaan... 5. Pengairan... 6. Panen... 7. Pasca Panen...
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... B. Saran...
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
55 55 56 57
59 59 63 65 67 71 72 74
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Luas wilayah Kota Metro menurut Kecamatan dan persentasenya...
Luas lahan menurut penggunaan di Kecamatan Metro Utara...
Luas panen dan produksi jenis sayuran di Kelurahan Karangrejo...
Pengukuran dan definisi operasional pengolahan lahan...
Pengukuran dan definisi operasional bibit/benih...
Pengukuran dan definisi operasional penanaman...
Pengukuran dan definisi operasional pemeliharaan...
Pengukuran dan definisi operasional pengairan...
Pengukuran dan definisi operasional panen...
Pengukuran dan definisi operasional pasca panen...
Pengukuran dan definisi operasional produksi dan pendapatan ...
Jumlah populasi penelitian di Kelurahan Karangrejo...
Penggunaan lahan di Kelurahan Karangrejo...
Jumlah penduduk berdasarkan umur...
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan...
Jumlah penduduk berdasarkan matapencaharian...
21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. Pendidikan responden...
Luas lahan usahatani responden petani sayur...
Sebaran skor tingkat penerapan teknologi pengolahan lahan...
Sebaran skor penerapan teknologi bibit/benih...
Sebaran skor tingkat penerapan teknologi penanaman...
Sebaran skor tingkat penerapan teknologi pemeliharaan...
Sebaran skor tingkat penerapan teknologi pengairan...
Sebaran skor tingkat penerapan teknologi panen...
Sebaran skor penerapan teknologi pasca panen...
Tingkat penerapan teknologi sapta usahatani budidaya sayuran organik...
Sebaran skor produksi sayuran...
Sebaran pendapatan………...
Identitas responden...
Sapta usahatani...
Biaya variabel...
Biaya tetap dan penyusutan alat...
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Paradigma Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Sayuran Organik... 29
2. Peta jaringan jalan Kelurahan Karangrejo... 90
3. Pengolahan lahan... 91
4. Benih/bibit caisin... 91
5. Penanaman caisin... 92
6. Pemeliharaan... 92
7. Air untuk menyiram sayuran... 93
8. Sayuran yang dipanen... 93
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber
matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar
penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
Pembangunan pertanian sangat penting, oleh karena itu dalam proses
pembangunan harus dikembangkan jalinan dan komunikasi yang akrab antara
pemerintah, penyuluh, dan masyarakat dalam kegiatan penelitian, pengujian,
bimbingan dalam penerapan teknologi, dan lain-lain.
Teknologi pertanian merupakan cara-cara bertani, termasuk bagaimana petani
menyebarkan benih, memelihara tanaman, dan lain-lain. Salah satu teknologi
yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen terhadap mutu dan keamanan
pangan adalah pertanian organik. Melihat betapa pentingnya pertanian
organik yang ramah lingkungan maka Departemen Pertanian RI juga
memiliki program untuk mempercepat terwujudnya pembangunan agribisnis
berwawasan lingkungan (eco agribusiness) yaitu gerakan “Go Organic
2010”, tujuannya untuk meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan
masyarakat dengan visi mewujudkan Indonesia sebagai salah
Gerakan pertanian organik mulai berkembang di Indonesia sejalan dengan
perkembangan pertanian organik dunia. Konsumen di negara maju menjadi
pencetus awal dan inspirasi pertanian organik di Indonesia. Pertanian organik
di Provinsi Lampung mulai digalakkan pada tahun 2009, bidang hortikultura
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Lampung mencanangkan program
Go Organic dengan memberikan pelatihan pada petani yang disalurkan ke
Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, kemudian Dinas Pertanian Kabupaten/Kota
tersebut menindaklanjuti pelatihan sekolah lapang (SL). Kepala Bidang
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Metro merealisasikan Go Organic
dengan program SL pada berbagai jenis tanaman, antara lain yaitu: pare, padi,
bayam, kangkung, dan cabai.
Wilayah Kota Metro berkembang di atas lahan pertanian, yang sebagian besar
berupa sawah irigasi teknis dan produktif. Perkembangan ini makin
dipercepat oleh pembangunan prasarana jalan, sehingga lahan permukiman
dan persawahan yang dibangun cenderung mengikuti jaringan jalan.
Kota Metro terdiri dari lima Kecamatan, sedangkan luas wilayah Kota Metro
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas wilayah Kota Metro menurut Kecamatan dan persentasenya
No Kecamatan Luas Wilayah
(Ha)
Persentase Terhadap Luas Metro
1 Metro Selatan 1.433 20,85%
2 Metro Barat 1.128 16,41%
3 Metro Timur 1.178 17,14%
4 Metro Pusat 1.171 17,04%
5 Metro Utara 1.964 28,57%
Jumlah 6.874 100,00%
Tabel 1 menunjukkan bahwa Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu
Kecamatan Metro Utara yaitu sebesar 1.964 Ha, sedangkan kecamatan
dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Metro Barat. Total luas wilayah Kota
Metro sebesar 6.874 Ha. Pertanian merupakan salah satu potensi wilayah
yang terdapat di Kota Metro. Pertanian tanaman pangan dan peternakan
menjadi penyumbang kegiatan ekonomi pertanian, selain perdagangan
besar dan eceran.
Kemajuan dan pembangunan dalam berbagai bidang tidak dapat dilepaskan
dari kemajuan teknologi. Teknologi yang senantiasa berubah merupakan
salah satu syarat mutlak pembangunan pertanian. Apabila tidak ada
perubahan dalam teknologi maka pembangunan pertanian akan terhenti yang
mengakibatkan menurunnya produksi pertanian. Pengembangan pertanian
memiliki tantangan dalam ketersediaan sumberdaya lahan. Meningkatnya
penggunaan alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke non pertanian
menyebabkan lahan pertanian di Indonesia semakin sempit. Untuk
mencukupi kebutuhan pangan manusia dengan kondisi lahan yang sempit
sangat sulit diwujudkan. Selain masalah lahan yang sempit ketersediaan air
juga menjadi kendala, air merupakan sumberdaya utama dalam produksi
tanaman pertanian.
Pola penggunaan lahan di Kota Metro secara garis besar dikelompokkan ke
dalam 2 (dua) jenis penggunaan, yaitu lahan terbangun (build up area) dan
umum, fasilitas sosial dan fasilitas perdagangan dan jasa, sedangkan lahan
tidak terbangun terdiri dari persawahan, perladangan, dan penggunaan lain-
lain. Kecamatan Metro Utara merupakan Kecamatan terluas di Kota Metro
yang penggunaan lahannya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas lahan menurut penggunaan di Kecamatan Metro Utara
Kelurahan Peka- rangan Tegal/ Kebun Htn Rak- yat Rawa rawa Sawah (Ha) Kolam Lain lain Per-airan
Umum Jml
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) Irigasi
Tadah
Hujan Jml (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
Banjarsari 247 7 3 2 238 10 248 1,075 65,925 1 575
Purwosari 111 12 20 1 99 0 99 1,525 11,475 0 256
Purwoasri 136,43 15 30 1 139 6 145 1,325 19,245 14 362
Karangrejo 329 58 20 2 290 14 304 1,395 56,605 0 771
Jumlah 823,43 92 73 6 766 30 796 5,32 153,25 15 1.964
Sumber: Dinas Pertanian Kota Metro, 2012
Tabel 2 menunjukkan bahwa luas lahan Kecamatan Metro Utara adalah 1.964
Ha. Kelurahan Karangrejo mempunyai sawah irigasi yang paling luas yaitu
290 (Ha), dan juga menjadi sentra sayuran di Kecamatan Metro Utara Kota
Metro. Disebut sebagai sentra karena jumlah produksi sayuran di Karangrejo
merupakan yang paling banyak di Kecamatan tersebut, selain itu juga menjadi
pusat studi.
Budidaya sayuran organik di Kelurahan Karangrejo, dilakukan secara
organik. Sayuran organik sebagai salah satu produk yang dihasilkan dari
pertanian bersifat ramah lingkungan dan lebih mendekatkan diri kepada
konsep alam (back to nature), sehingga mampu memberikan jaminan kualitas
yang relatif lebih baik dibandingkan dengan sayuran biasa. Mengkonsumsi
makanan organik juga memiliki dampak yang luar biasa baik bagi kesehatan
makanan non organik adalah dari kalangan generasi muda. Hasil studi
terakhir membuktikan bahwa anak-anak terkena empat kali lebih banyak efek
pestisida daripada orang dewasa. Pilihan makanan yang non-residu kimia dan
pestisida saat ini akan membawa pengaruh penting pada kesehatan generasi
muda sehingga akan meningkatkan kualitas Bangsa Indonesia. Tidak hanya
sehat bagi konsumen, praktek pertanian organik juga dapat menciptakan
lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi para petani, karena petani dapat
terhindar dari paparan bahan-bahan kimia sintetik dalam produksi pertanian
(Kania. Z, 2011).
Saat ini masyarakat mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian
bahan kimia sintetis dalam pertanian, dan semakin bijak dalam memilih
bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.
Perkembangan akhir-akhir ini diketahui bahwa penggunaan bahan kimia
pupuk dan pestisida yang berlebihan ternyata dapat menimbulkan banyak
masalah. Masalah tersebut yaitu dalam usaha meningkatkan produksi,
efisiensi harga produk, dan pendapatan petani serta daya dukung lingkungan
yang menurun tajam. Penggunaan pestisida sebagai salah satu cara untuk
mengendalikan hama, bisa merugikan panen mereka. Sering kali cara yang
dilakukan tersebut justru membahayakan, seperti penggunaan pupuk kimia
yang membuat kondisi tanah kurang subur, pestisida mengakibatkan
pencemaran lingkungan dan hilangnya predator alami yang justru berperan
dalam menciptakan keseimbangan ekosistem. Untuk mengatasi kerusakan
tanah yang berkelanjutan perlu adanya sistem yang menjamin terciptanya
Sayuran organik merupakan komoditas hortikultura yang banyak diminati
untuk dikembangkan pada pertanian organik saat ini. Keistimewaan dari
sayuran organik adalah mengandung antioksidan 10-50 persen di atas sayuran
non organik. Sayuran organik sebagai salah satu produk yang dihasilkan dari
pertanian bersifat ramah lingkungan dan lebih mendekatkan diri kepada
konsep alam, sehingga mampu memberikan jaminan kualitas yang relatif
lebih baik dibandingkan dengan sayuran biasa. Hal tersebut mendorong
petani sebagai produsen untuk melakukan budidaya sayuran organik.
Budidaya sayuran organik pada lahan sawah di Kelurahan Karangrejo
bertujuan untuk mendekatkan konsumsi sayuran organik serta budidaya yang
ramah lingkungan. Selain itu dari segi ekonomis, sayuran organik harga
jualnya lebih tinggi. Semakin banyaknya minat untuk mengkonsumsi
sayuran yang sehat, maka berbagai teknologi budidaya sayuran
dikembangkan untuk mencapai produktivitas yang diinginkan yaitu melalui
pertanian organik.
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian
yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik
baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Masyarakat sebagai
konsumen mulai memperhatikan kesehatan, salah satu caranya yaitu dengan
mengkonsumsi sayuran organik. Prospek ekonomis dari pertanian ini cukup
baik seiring dengan berubahnya pola konsumsi manusia, karena manusia
lebih memilih makanan yang sehat meskipun dengan harga yang lebih mahal.
kesejahteraan petani, karena harga dan kualitasnya yang bermutu tinggi.
Selain itu bertanam secara organik juga dipilih untuk menjaga kesuburan
tanah, akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam budidaya sayuran organik.
Kelebihannya yaitu melindungi generasi mendatang dari kerusakan
lingkungan dan residu pestisida, jaminan kesehatan dari sayuran yang
dikonsumsi. Kelemahannya yaitu biaya yang diperlukan dalam budidaya
sayuran organik mahal, jika perlakuannya kurang tepat dapat menurunkan
produksi.
Kelurahan Karangrejo dipilih sebagai lokasi untuk penelitian ini dikarenakan
daerah tersebut merupakan sentra produksi sayuran organik yang ada di Kota
Metro. Namun stoknya masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat
setempat, karena terbatasnya jumlah lahan maka hasil panen yang didapat
juga kurang maksimal. Jumlah produksi sayur-sayuran di Kecamatan Metro
Utara dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas panen dan produksi sayuran di Kota Metro
Kecamatan Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
Produktivitas (kw/ha)
Produksi (ton)
Metro Utara 2145,0 2145,0 752,5 2604,5
Metro Selatan 20,0 20,0 298,5 74,7
Metro Pusat 5,5 5,5 44,0 74,0
Metro Barat 3,7 3,7 188,0 8,8
Metro Timur 2,0 2,0 50,0 5,0
Tabel 3 menunjukkan jenis sayuran yang diproduksi di Kota Metro. Sebagai
sentra sayuran di Kota Metro, Kecamatan Metro Utara memiliki produksi
sayuran yang paling banyak, yaitu 2604,50 ton. Abu Bakar, M (29 Mei 2013)
menyatakan bahwa upaya untuk meningkatkan SDM Petugas Penyuluh
Lapangan (PPL), Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
(BP3K) memberikan pelatihan bulanan rutin setiap 2 minggu sekali mengenai
program penanaman sayuran organik, hal ini dikarenakan sekitar 85%
penduduk Metro Utara berprofesi sebagai petani (Radar Metro, 2013).
Penggunaan pupuk organik yang dipadukan dengan penggunaan pupuk
kimia dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan pengurangan
penggunaan pupuk kimia, baik pada lahan sawah maupun lahan kering,
karena terjadinya interaksi positif pada penggunaan pupuk organik dan
pupuk kimia secara terpadu. Penggunaan pupuk kimia secara bijaksana
diharapkan memberikan dampak yang lebih baik di masa depan. Tidak hanya
pada kondisi lahan dan hasil panen yang lebih baik, tetapi juga pada
kelestarian lingkungan (Musnamar, 2005).
Meningkatnya produksi pertanian merupakan akibat dari pemakaian teknik
atau metode baru di dalam berusahatani. Teknologi yang digunakan dalam
suatu usahatani, mampu menghasilkan produksi yang lebih tinggi.
Memperbaiki satu atau beberapa bagian teknologi sapta usahatani dapat
meningkatkan produksi. Apabila tingkat penerapan budidaya sayuran organik
bagus, maka hasil produksi akan maksimal dan akan meningkatkan
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran organik di
Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro.
2. Bagaimana tingkat pendapatan petani sayuran organik di
Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran organik di
Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro.
2. Mengetahui tingkat pendapatan petani sayuran organik di
Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro.
C. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Informasi bagi petani dalam penerapan dan penggunaan pupuk organik
2. Bahan masukan bagi penyuluh pertanian dalam melaksanakan penyuluhan
kepada petani mengenai pertanian organik.
3. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Sayuran
Salah satu komoditi hortikultura yang memiliki peluang untuk
dikembangkan dan menguntungkan adalah sayuran. Sayuran didefinisikan
sebagai tanaman atau bagian tanaman yang dapat dimakan atau dilalap
untuk makanan utama, pelengkap, dan memiliki banyak variasi. Sayuran
memiliki kandungan gizi dan fisiologi yang berlainan, akibat perbedaan
jenis, bagian yang dipanen, atau tingkat pertumbuhan saat dipanen.
Keragaman sayuran tersebut memerlukan suatu penerapan teknologi
penanganan panen dan pasca panen yang berlainan. Tujuannya supaya
konsumen mendapatkan sayuran dengan mutu terbaik.
Tanaman sayuran dapat dibagi atas tiga jenis yang dipilah menurut bagian
tanaman yang dipanen, yaitu: (1) sayuran daun yang dipanen bagian
daunnya, seperti bayam, kangkung, katu, selada dan sawi, (2) sayuran biji
dan polong, yang dipanen bagian polong dan bijinya seperti kapri, kacang
hijau, kedelai, dan petadan (3) sayuran umbi dan buah yang dipanen
bagian umbi dan buahnya misalnya wortel, kentang, ubi jalar, tomat dan
Caisin atau biasa dikenal sawi bakso, mempunyai ciri-ciri yaitu tangkai
daunnya panjang, langsing, dan berwarna putih kehijauan. Daunnya lebar
memanjang, tipis, dan berwarna hijau. Rasanya yang renyah dan segar
dengan sedikit sekali rasa pahit membuat sawi ini banyak diminati
(Haryanto, 2007).
2. Teknologi Budidaya Organik
Teknologi dalam bidang pertanian diartikan sebagai suatu cara atau
metode baru yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk pertanian
yang dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan hasil produksi.
Mosher mengartikan teknologi pertanian sebagai cara bertani, teknologi
baru yang digunakan untuk menaikkan produktivitas tanah, modal, atau
tenaga kerja.
Mubyarto (1989), mengartikan teknologi pertanian sebagai cara-cara
bertani. Penerapan teknologi pertanian mempunyai tujuan untuk
menaikkan produktivitas baik produktivitas tanah, modal, atau tenaga
kerja. Teknologi yang senantiasa berubah merupakan syarat mutlak di
dalam pembangunan pertanian.
Teknologi di pedesaan dapat membantu warga desa untuk meningkatkan
usahataninya, meningkatkan pengelolaan rumah tangganya, dan
meningkatkan kegiatannya untuk mendapatkan nafkah dalam
usahataninya. Tujuan utama dari penggunaan teknologi adalah untuk
teknologi menghasilkan paket teknologi, yang dikenal dengan teknologi
sapta usahatani yang meliputi:
1. Penggunaan benih unggul
2. Perbaikan cara bercocok tanam
3. Pengairan dan drainase
4. Pemupukan berimbang
5. Pengendalian organisme pengganggu tanaman
6. Panen dan pasca panen
7. Pemasaran
Pengolahan tanah menurut Hakim (1986), merupakan tindakan mekanik
terhadap tanah yang bertujuan untuk menyiapkan tempat persemaian,
memberantas gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi akar.
Pengolahan tanah juga ditujukan secara khusus seperti pengendalian hama,
menghilangkan sisa-sisa tanaman, pengendalian erosi.
Pengolahan tanah penting dilakukan untuk menanam sayuran. Tanah
dicangkul supaya struktur tanah menjadi remah, tanah menjadi gembur
sehingga lebih mudah untuk ditanami. Selain itu juga fungsi dari
pencangkulan yaitu supaya tanah bersih dari batu atau gulma.
Penggemburan tanah dilakukan dengan mencangkul hingga kedalaman
30-40 cm. Tanah lalu dibiarkan beberapa hari agar hama dan penyakit mati
Pertumbuhan tanaman sayuran sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik dan
struktur lahan tanamnya. Untuk itu perlu dilakukan pengolahan tanah.
Kegiatan pengolahan tanah yang umum dilakukan sebelum penanaman
adalah penggemburan tanah dan pembuatan bedengan. Penggemburan
tanah dapat menciptakan kondisi lahan yang dibutuhkan oleh tanaman agar
mampu tumbuh dengan baik. Tahap penggemburan meliputi
pencangkulan untuk memperbaiki struktur tanah serta sirkulasi udaranya
dan pemberian pupuk dasar ( Haryanto, 2007).
Kebanyakan jenis sayuran ditanam dari biji, biasanya pertama kali disebar
di bedeng persemaian, kotak atau wadah tanah persemaian, dan kemudian
dipindah tanam pada lahan. Untuk menanam langsung di bedengan, benih
harus disemai dengan jarak tanam yang dianjurkan dan pada kedalaman
yang sesuia. Jarak tanam benih yang tepat merupakan bagian dari
budidaya yang baik karena dapat membantu dalam penyiangan. Jumlah
benih yang disebar dalam satu lubang, akan tergantung dari daya hidup
benih dan pada spesies yang ditanam. Untuk banyak spesies, dua benih
per lubang sudah ideal (Williams, 1993).
Menurut Manuhutu (2005), biji yang akan disemai sebaiknya direndam
terlebih dahulu dengan air hangat selama 1-2 jam, kemudian dibungkus
dengan kain basah. Selain untuk mempercepat perkecambahan,
perendaman dengan air hangat juga bisa membantu menghilangkan
sisa-sisa bakteri dan cendawan. Ketika direndam, biji yang mengambang
dilakukan di kotak kayu atau ember yang sudah berisi media tanam siap
pakai. Pada beberapa jenis sayuran, penyemaian bisa dilakukan secara
langsung di lahan penanaman, yaitu di lahan bedengan.
Tanaman perlu dirawat agar tumbuh subur. Perawatan yang dapat
dilakukan antara lain, apabila tanah kering segera disiram, bila tidak
memakai mulsa bersihkan daun tanaman dari tanah setelah hujan lebat,
lakukan penyiangan bila ada tanaman yang mati, penyiangan gulma yang
ada di sekitar tanaman (Pracaya, 2010).
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain:
a. Sisa tanaman yang sakit dikumpulkan dan dibakar.
b. Tanah sesudah dicangkul dibiarkan beberapa hari, supaya tanah cukup
lama terkena sinar matahari.
c. Drainase yang baik supaya air tidak menggenangi.
d. Rotasi tanaman.
Menurut (Rahardi, 1993), kerusakan tanaman sayuran banyak
penyebabnya, biasanya dari serangan hama dan penyakit. Yang disebut
dengan hama antara lain: serangga, ulat, kutu, dan bekicot (siput).
Biasanya hama tersebut menggigit atau memakan tanaman sayuran.
Penyakit pada sayuran umumnya adalah:
a. Penyakit fisiologis: penyebabnya yaitu keadaan lingkungan antara lain
suhu, kekurangan atau kelebihan unsur hara, drainase yang kurang
b. Penyakit yang disebabkan oleh virus: penularan penyakit ini biasanya
oleh serangga atau pengairan.
c. Penyakit yang disebabkan cendawan atau bakteri
Berbagai cara dapat dilakukan untuk memberantas hama dan penyakit,
tetapi secara umum cara pemberantasan dapat dilakukan seperti berikut
ini:
a. Cara fisik/mekanik : pemberantasan dengan cara mengatur faktor fisik
seperti kelembapan udara, peredaran udara dalam tanah, dan
pemberantasan secara langsung yaitu mencari satu per satu penyebab
kerusakannya dan kemudian dibunuh.
b. Cara biologi: menggunakan parasit atau predator.
c. Cara budidaya: pengaturan waktu tanam, yaitu dengan memilih musim
tanam yang tepat.
d. Menggunakan bahan kimia: pemberantasan dengan menggunakan
pestisida.
Pada sayuran daun, penyiraman sangat penting dilakukan, terutama pada
awal penanaman. Penyiraman sayuran daun biasanya dilakukan 3 hari
sekali pada musim kemarau atau tergantung kondisi lahan penanaman.
Pada musim hujan, penyiraman hanya dilakukan bila lahan kering.
Penanaman pada musim hujan justru memerlukan saluran pembuangan air
Pemanenan berarti mengambil sebagian atau seluruh bagian dari tanaman.
Artinya, terjadi proses pemisahan bagian tanaman atau tanaman dengan
media tanamnya. Waktu pemanenan dapat dilakukan pada pagi, siang,
atau sore hari, tergantung tujuan panen. Setelah dipanen, sayuran
dikumpulkan di tempat yang sejuk, kemudian dicuci. Sambil dicuci,
bersihkan daun yang rusak atau luka.
Hasil pertanian baik buah maupun sayuran yang telah dipanen masih
mengalami proses kehidupan, respirasi, atau pernafasan. Berlangsungnya
proses kehidupan pada hasil panen sangat bervariasi, tergantung jenis
tanamannya. Ada berbagai bentuk kehilangan dalam pasca panen sayuran,
yaitu penurunan nilai gizi, membusuk, penurunan secara fisik dan daya
tarik. Selama penanganan, hal tersebut bisa terjadi. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penanganan pasca panen (Setyowati, 2007).
3. Pertanian Organik
Pertanian organik merupakan teknik budidaya yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan-bahan-bahan kimia sintesis. Tujuan
utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian,
terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan
konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian
telah melembaga secara Internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa
produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety
ramah lingkungan (eco-llabelling attributes). Sistem pertanian organik
adalah sistem produksi holistic dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan
dan produktivitas agro ekosistem secara alami, serta mampu menghasilkan
pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.
Awal mula pertanian organik berawal dari krisis pangan yang melanda
Eropa pada tahun 1845-1860, telah mendorong para pemimpin negara
Eropa dan Amerika berkumpul untuk mengatasi kelaparan di dunia. Pada
tahun 1943, sebanyak 44 negara berkumpul di Virginia, Amerika Serikat
untuk membicarakan upaya untuk meningkatkan produksi pangan. Dari
pertemuan tersebut disepakati untuk mendirikan Food and Agriculture
Organization (FAO) di Quebec, Kanada pada tanggal 16 Oktober 1945.
Jumlah penduduk yang semakin meningkat dan jumlah produksi pangan
yang sedikit diduga menjadi penyebab kelaparan. Peningkatan produksi
pangan dilakukan dengan meningkatkan produtivitas tanaman pangan serta
perluasan areal, memberikan dukungan penelitian untuk menciptakan
benih unggul. Benih-benih unggul tersebut diciptakan dengan harapan
mampu menghasilkan produksi yang tinggi dan tahan terhadap segala
macam faktor penghambat produksi seperti penyakit, baik yang
diakibatkan mikroorganisme maupun perubahan kondisi alam.
Benih unggul menghasilkan panen yang berlimpah, akan tetapi tidak
banyak pengaruhnya dalam membebaskan penduduk dunia dari kelaparan,
karena tidak semua orang bisa mengakses produksi pangan tersebut,
memiliki lahan yang memadai, daya beli yang rendah, kemampuan
merespon teknologi yang diperkenalkan rendah, dan terhambatnya jalur
distribusi pangan ke wilayah yang sering terjadi kelaparan.
Pertanian tradisional yang tidak dapat lagi diandalkan untuk memenuhi
kebutuhan pangan penduduk dunia yang semakin bertambah. Oleh karena
itu, perlu adanya solusi dalam sektor pertanian, yaitu revolusi hijau.
revolusi hijau bergantung pada tiga perubahan yaitu:
a. Lahan yang belum pernah ditanami diubah menjadi lahan yang siap
diolah.
b. Memilih tanaman yang dapat dipanen dua kali dalam setahun sehingga
petani tetap dapat berusahatani pada musim kemarau.
c. Memakai bibit dari berbagai varietas yang menghasilkan panen yang
berlipat (Baines, 2009).
Menurut (Saragih, 2008) revolusi hijau yang muncul pada tahun 1970
menyebabkan petani hanya bisa mengandalkan bahan kimia (pupuk dan
obat), akibatnya tanah semakin tandus dan tidak mampu lagi mensuplai
kebutuhan tanaman. Tujuan utama revolusi hijau yaitu meningkatkan
produktivitas tanaman, harapannya dengan meningkatnya produktivitas
tanaman maka ketersediaan pangan meningkat, ketahanan pangan dan
Revolusi hijau menyebabkan beberapa dampak, antara lain: petani
terperangkap dalam teknologi yang tidak dapat diciptakannya sendiri,
petani menjadi korban pasar, rusaknya hubungan antara konsumen dan
petani, menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, serta memberikan
efek buruk bagi kelestarian lingkungan, setelah itu maka muncul gerakan
pertanian organik.
Sejarah lahirnya gerakan pertanian organik, menurut (John Paul dalam
Saragih, 2008) pertama kali dipakai oleh seorang ahli bidang pertanian
Barat, yang menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan
hukum pengembalian (reduce), yang berarti suatu sistem yang berusaha
untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik
dalam bentuk residu limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya
bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi
pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi
makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk
tanaman (feeding the soil that feeds the plants), bukan memberi makanan
langsung pada tanaman.
Istilah pertanian organik dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan
langsung dari istilah organic agriculture dan organic farming. Istilah
pertanian organik mulai populer di Indonesia sekitar tahun 1980, kemudian
lahir istilah pertanian alami, pertanian selaras alam, dan sebagainya.
Mayoritas metode yang digunakan dalam bertani berasal dari pengetahuan
Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa usahatani organik (organic
farming) adalah bentuk usahatani yang menghindari atau menyingkirkan
penggunaan pupuk dan pestisida sintetik, zat pengatur tumbuh tanaman.
Pertanian organik adalah kegiatan pertanian yang mengupayakan
penggunaan asupan luar yang minimal dan menghindari penggunaan
pestisida dan pupuk sintetik. Namun demikian praktik pertanian organik
bukanlah merupakan praktik dapat menjamin bahwa produk bebas sama
sekali dari residu, karena residu dapat diakibatkan oleh polusi lingkungan
yang lebih luas (Saragih, 2008).
Pertanian organik di Indonesia menjadi tren karena tumbuhnya kesadaran
konsumen mengenai manfaat mengkonsumsi produk yang aman dan sehat.
Pertanian organik yang semakin berkembang belakangan ini menunjukkan
adanya kesadaran petani dan berbagai pihak dalam sektor pertanian akan
pentingnya kesehatan dan keberlanjutan lingkungan, dalam
pelaksanaannya sistem pertanian organik sangat memperhatikan kondisi
lingkungan dengan mengembangkan metode budidaya dan pengolahan
berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sistem pertanian organik
diterapkan berdasarkan atas interaksi tanah, tanaman, hewan, manusia,
mikroorganisme, ekositem, dan lingkungan dengan memperhatikan
keseimbangan dan keanekaragaman hayati. Sistem ini secara langsung
diarahkan pada usaha meningkatkan proses daur ulang alami daripada
Prinsip-prinsip pertanian organik menurut IFOAM (International
Federation of Organic Agricultue Movement):
1. Prinsip Kesehatan
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan
tanah, tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai satu kesatuan dan
tak terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap
individu dan komunitas tak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem,
tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman sehat yang dapat
mendukung kesehatan hewan dan manusia.
2. Prinsip Ekologi
Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi
kehidupan. Bekerja, meniru, dan berusaha memelihara sistem dan
siklus ekologi kehidupan.
3. Prinsip Keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin
keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama.
4. Prinsip Perlindungan
Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggungjawab
untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan
mendatang, serta lingkungan hidup (Saragih, 2008).
Menurut Salikin (2003), sistem pertanian organik memiliki tujuh
keunggulan dan keutamaan, yaitu:
1. Orisinil. Sistem pertanian organik mengandalkan keaslian dalam sistem
yang tidak selaras dengan alam. Namun bukan berarti pertanian
organik anti teknologi baru, selama masih memenuhi azas selaras,
serasi, dan seimbang dengan alam.
2. Rasional. Sistem pertanian organik berbasis pada rasionalitas bahwa
manusia sebagai bagian dari sistem jagad raya mempunyai tanggung
jawab untuk menjaga dan melestarikan alam.
3. Global. Saat ini sistem pertanian organik menjadi isu global dan
mendapat respon serius dari kalangan masyarakat pertanian, pertanian
ramah lingkungan merupakan faktor penentu kesehatan manusia dan
kesinambungan lingkungan.
4. Aman. Sistem pertanian organik menempatkan keamanan produk
pertanian, baik bagi kesehatan manusia maupun untuk lingkungan.
5. Netral. Sistem pertanian organik tidak menciptakan ketergantungan atau
bersifat netral sehingga tidak memihak pada salah satu bagian ataupun
pelaku dalam agroekosistem.
6. Internal. Sistem pertanian organik berupaya menggunakan sumberdaya
internal secara intensif, dan menghindari perkenalan dari luar
ekosistem.
7. Kontinuitas. Sistem pertanian organik tidak berorientasi jangka pendek,
tetapi lebih pada pertimbangan jangka panjang untuk menjamin
kelangsungan hidup untuk generasi sekarang dan generasi yang akan
Prinsip pertanian organik yaitu, berteman akrab dengan lingkungan serta
tidak mencemari dan merusak lingkungan hidup. Cara yang ditempuh
agar tujuan tersebut tercapai antara lain sebagai berikut:
1. Memupuk dengan kompos, pupuk kandang, atau guano.
2. Memupuk dengan pupuk hijau, seperti orok-orok maupun batang, akar,
dan daun kacang-kacangan, turi, serta gamal.
3. Memupuk dengan limbah yang berasal dari kandang ternak,
pemotongan hewan, septic tank.
4. Mempertahankan dan melestarikan habitat tanaman dengan penanaman
ganda, tumpang gilir, rotasi tanaman, pohon naungan.
Penggunaan bahan kimia digunakan untuk menyuburkan tanah dan
memberantas hama dan penyakit. Dengan pertanian organik, kedua hal
tersebut dapat diatasi. Pupuk kandang atau tanaman famili Leguminose
mempunyai bintil akar yang dapat menyuburkan tanaman. Adapun
pestisida yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit dapat
diganti dengan pestisida organik. Beberapa tanaman yang dapat
digunakan sebagai pestisida organik yaitu: nimba, tembakau, gadung,
mengkudu, pepaya, johar, sirsak, srikaya, dan lain-lain. Pestisida organik
ini mudah membuatnya, tidak mencemari udara, tidak berbahaya, tidak
4. Teori Produksi
Produksi diperlukan bantuan kerjasama beberapa faktor produksi sekaligus
yaitu: tanah, modal, tenaga kerja serta manajemen. Modal dalam
pengertian ekonomi adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor
produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang baru yaitu dalam hal
ini hasil pertanian. Modal petani yang berupa barang di luar tanah adalah
ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak dan alat-alat pertanian lain,
pupuk, pestisida, dan lain-lain (Mubyarto, 1987).
Lebih lanjut Mubyarto (1987), menjelaskan bahwa proses produksi yang
dijalankan sebagai usaha yang komersial akan bertujuan untuk
memperoleh pendapatan yang maksimum. Faktor produksi luas lahan
garapan usahatani merupakan sumberdaya petani dalam mengambil
keputusan mengenai proses produksi pertanian.
5. Pendapatan Usahatani
Berhasil atau tidaknya petani dalam mengelola usahataninya tergantung
pada pendapatan yang diperolehnya, karena petani selain sebagai
pengelola juga sebagai investor (penanam modal), maka pendapatan yang
diperolehnya merupakan balas jasa yang diterima untuk faktor-faktor
produksi yang telah dicurahkan dalam usahataninya (Hernanto, 1989).
Biaya usahatani berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap
(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya
yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak
tergantung kepada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tidak
tetap adalah biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang
diperoleh. Selain itu biaya juga diklasifikasikan menjadi biaya tunai dan
biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai usahatani
yang dikeluarkan oleh petani. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya
yang dibebankan kepada usahatani untuk penggunaan tenaga kerja dalam
keluarga, penyusutan alat-alat pertanian, dan biaya imbangan sewa lahan
serta digunakan untuk menghitung berapa besarnya keuntungan kerja
petani jika sewa lahan dan nilai tenaga kerja dalam keluarga
diperhitungkan.
Soekartawi (1993) membagi biaya produksi menjadi dua bagian yaitu
biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Biaya tetap adalah biaya yang
dikeluarkan dalam usahatani dan besarnya tidak dipengaruhi oleh besar
kecilnya produksi yang dicapai. Biaya tidak tetap adalah besarnya biaya
yang sangat dipengaruhi oleh produksi yang dicapai, misalnya biaya
tenaga kerja, dan biaya sarana produksi.
Menurut Hernanto (1989), pendapatan adalah selisih antara penerimaan
dengan biaya yang dikeluarkan, yang secara sistematis dapat dituliskan
Keterangan:
Pd : Pendapatan
PT : Penerimaan Total (Produksi x satuan harga) BTp : Biaya Tetap
BV : Biaya Variabel
Hurip (1980) mengatakan bahwa tujuan petani dalam berusahatani adalah
untuk memperoleh pendapatan setinggi-tingginya. Pendapatan petani
berasal dari penerimaan dikurangi dengan pengeluaran, sedangkan
penerimaan berasal dari hasil produksi yang dijual ditambah dengan yang
dikonsumsi petani sendiri dan kenaikan investasi usaha. Besarnya
pendapatan tidak selalu menyatakan efisiensi yang tinggi, sebab ada
kalanya pendapatan besar diperoleh dengan investasi tinggi pula. Untuk
mengetahui kelayakan pendapatan suatu usahatani perlu dilakukan analisis
pendapatan.
6. Hasil Penelitian Terdahulu
Menurut hasil penelitian Syafitri (2010), terdapat hubungan yang nyata
antara pola kemitraan dengan tingkat penerapan teknologi usahatani
jagung di Desa Bandar Agung Kecamatan Bandar Sribawono. Semakin
baik kemitraannya maka semakin baik pula penerapan teknologi usahatani
oleh petani. Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat penerapan
Cahyaningsih (2010), faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat
penerapan teknologi budidaya padi hibrida di Desa Tulung Agung
Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus yaitu tingkat pendidikan
dan aktivitas mengikuti kegiatan penyuluhan, tingkat produksi padi hibrida
berhubungan nyata dengan tingkat pendapatan padi hibrida.
Menurut Verlianita (2010), tingkat penerapan Sapta usahatani jagung di
Desa Giri Mulyo Kecamatan Marga Sekampung kabupaten Lampung
Timur sudah cukup baik dalam hal penggunaan benih unggul, pemupukan,
pengairan, teknik bercocok tanam, pengendalian hama penyakit, panen dan
pasca panen, serta pemasaran.
B. Kerangka Pemikiran
Pertanian organik merupakan teknik budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan
utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian,
terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan
konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian
telah melembaga secara Internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa
produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes),
kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-
Budidaya sayuran organik dengan menambahkan bahan organik disamping
sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai sumber energi dan hara bagi
mikroba. Pertanian organik dapat memberi perlindungan terhadap
lingkungan dan konservasi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui,
memperbaiki kualitas hasil pertanian, menjaga pasokan produk pertanian
sehingga harganya relatif stabil, serta memiliki orientasi dari memenuhi
kebutuhan hidup kearah permintaan pasar.
Tingkat penerapan budidaya sayuran organik mengacu pada teori Pracaya
(2007 dan 2010), Williams (1993), Haryanto (1995), dan Rukmana (1994).
Dengan demikian indikator tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran
organik dalam penelitian ini adalah pengolahan lahan, benih/bibit,
penanaman, pemeliharaan, pengairan, panen, dan pasca panen. Berikut ini
uraian tentang indikator penerapan budidaya sayuran organik:
1. Pengolahan lahan, tanah dicangkul terlebih dahulu supaya struktur menjadi
remah. Antar bedengan diberi jarak, disesuaikan dengan keadaan lahan.
Bedengan yang sudah siap kemudian dicampur dengan pupuk kandang.
Apabila memungkinkan bedengan yang telah siap disiram dengan air
limbah ternak atau air septic tank untuk menambah unsur N, S, dan P.
2. Benih/bibit, benih yang baik penting bagi keberhasilan sistem produksi
sayuran. Kualitas serta keragaman hasilnya sangat penting dalam
3. Penanaman, sebelum penanaman siapkan lubang yang dalamnya sesuai
dengan akar atau besarnya tanaman. Ambil bibit di persemaian dengan
hati-hati agar akarnya tidak terputus, lalu ditanam dalam lubang.
Kemudian diberi tanah halus, disekitar semai bisa ditambahkan mulsa
untuk mengurangi penguapan dan percikan saat hujan.
4. Pemeliharaan, tanaman perlu dirawat agar tumbuh subur. Pemeliharaan
dapat berupa apabila tanah kering segera disiram; lalukan penyulaman
bila terdapat tanaman yang mati; penyiangan gulma.
5. Pengairan, pada musim hujan air yang turun biasanya mampu untuk
mencukupi kebutuhan air yang diperlukan sayuran, saat hujan deras air
berlimpah sehingga harus disalurkan dari areal pertanaman melalui parit
atau jarak antar bedengan. Penyiraman dapat dilakukan dengan
menggunakan gembor pada pagi dan sore hari umumnya sudah memadai,
saat cuaca tak terlalu panas dapat dilakukan sekali sehari pada sore hari.
6. Panen, masa panen setiap sayuran berbeda-beda. Panen sebaiknya
dilakukan pada saat tidak turun hujan dan berkabut. Bila dipanen ketika
daun masih basah, dapat menyebabkan daun rapuh, mudah rusak, dan
mudah terinfeksi.
7. Pasca panen, sayuran daun yang mudah busuk dan cepat rusak. Untuk
mempertahankan kesegaran dan kualitas produksi, perlu penanganan
dibawa ditempat yang teduh; daun-daun yang tua dibuang; sayuran dicuci;
dan dikemas atau diikat dengan tali bambu atau tali rafia.
Sayuran memiliki arti penting sebagai sumber vitamin, mineral, dan zat lain
yang dapat menunjang kebutuhan gizi masyarakat. Namun sayuran
mempunyai sifat yang tidak menguntungkan yaitu mudah rusak dibandingkan
dengan jenis serealia atau kacang-kacangan. Kegiatan pasca panen sangat
penting, terutama untuk tanaman sayuran. Kegiatan tersebut perlu dilakukan
secara benar dan hati-hati. Sebab sayuran yang telah rusak atau jelek akan
mempunyai nilai ekonomis yang rendah. Hal tersebut tentu saja akan
merugikan petani (Setyowati, 2007).
Penerapan teknologi budidaya dalam pengolahan lahan, tanah dicangkul
terlebih dahulu supaya struktur tanah menjadi remah, tanaman tumbuh
dengan baik sehingga dapat meningkatkan produksi sayuran. Pengolahan
lahan merupakan tindakan mekanik terhadap tanah sebagai tempat
persemaian, memberantas gulma, mempebaiki kondisi tanah untuk penetrasi
akar.
Hal yang dilakukan untuk melindungi bibit sayuran dari serangan hama
penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain yaitu dengan
pemberian mulsa dan pemberian bahan organik. Mulsa dapat mencegah
penguapan, namun pemakaian pada musim hujan tidak disarankan karena
akan menambah kelembapan lahan yang mengakibatkan jamur. Apabila
perlakuan benih/bibit dalam produksi sayuran baik, maka produksi sayuran
Penanaman merupakan proses yang utama dalam budidaya, mulai dari
penyebaran biji langsung ke bedengan, maupun dari penyemaian kemudian
dipindahkan ke lahan. Apabila proses penanaman dilakukan dengan benar,
maka hasil produksi akan maksimal.
Penerapan teknologi budidaya sayuran organik apabila baik, maka produksi
akan meningkat, sehingga pendapatan petani sebagai produsen juga akan
meningkat. Tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran organik dapat
dilihat pada Gambar 1. berikut ini:
[image:44.595.136.488.355.557.2]
Gambar 1. Paradigma tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran organik, produksi, dan pendapatan.
Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Organik
1. Pengolahan lahan 2. Benih/bibit 3. Penanaman 4. Pemeliharaan 5. Pengairan 6. Panen 7. Pasca panen
Produksi Sayuran Organik
III. METODE PENELITIAN
A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi
Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang
akan dianalisis dan diuji sesuai dengan tujuan penelitian.
Petani pembudidaya sayuran organik adalah petani yang membudidayakan
sayuran yang merupakan tanaman pokok maupun tanaman selingan.
Tanaman sayuran organik adalah tanaman sayuran yang dihasilkan melalui
budidaya secara organik, yaitu cara budidaya tanaman tanpa menggunakan
pupuk kimia dan pestida kimia. Oleh karena tanpa pupuk dan pestisida
kimia, tanaman sayuran yang dihasilkan melalui budidaya tanaman sayuran
secara organik bebas pestisida.
Teknologi budidaya organik adalah teknik budidaya yang aman, lestari dan
mensejahterakan petani dan konsumen.
Budidaya sayuran organik yang diaplikasikan oleh petani adalah dalam
budidaya sayuran tersebut menggunakan pupuk organik yang berasal dari
Sapta Usahatani adalah kegiatan dalam bidang pertanian untuk meningkatkan
hasil pertanian dan semua itu ditunjang dengan pemakaian alat-alat pertanian
yang modern serta penerapan inovasi baru dibidang pertanian.
Pendapatan usahatani sayuran caisin mayoritas dibudidayakan di Kelurahan
Karangrejo, merupakan jumlah hasil perkalian antara total produksi usahatani
sayuran dengan harga jual dikurangi dengan biaya-biaya produksi yang
dikeluarkan dalam satu kali musim tanam, diukur dengan satuan rupiah (Rp).
Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Sayuran Organik
Indikator yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Pengolahan Lahan,
Pemilihan Benih/bibit, Penanaman, Pemeliharaan, Pengairan, Panen, serta
Pasca Panen. Agar tidak terjadi kesalahan data dalam pengukuran, maka
indikator-indikator tersebut perlu didefinisikan secara operasional. Teknologi
budidaya sayuran organik yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan adalah proses penggemburan tanah, yang bertujuan
untuk menciptakan keadaan tanah yang siap untuk ditanam. Indikator
pengolahan lahan dilihat berdasarkan tindakan yang dilakukan dalam
pengolahan lahan meliputi: penerapan pencangkulan dan pembuatan
bedengan; penggemburan tanah dan membersihkan dari sisa akar atau
rumput; waktu yang diperlukan untuk pengolahan lahan; pemberian jarak
antar bedengan; kedalaman pencangkulan. Pengukuran dan definisi
Tabel 4. Pengukuran dan definisi operasional pengolahan lahan
1 2 3
No. Indikator Definisi Operasional
Indikator
pengukuran Skor
1. Pengolahan lahan Kegiatan penggemburan tanah, yang bertujuan untuk menciptakan keadaan tanah yang siap untuk ditanam
a. Penerapan pencangkulan dan pembuatan bedengan b. Penggemburan tanah, membersihkan dari sisa akar, dan rumput c. Waktu yang
diperlukan untuk pengolahan lahan
d. Pemberian jarak antar bedengan e. Kedalaman
pencangkulan
Sesuai anjuran= 3
Cukup sesuai = 2
Kurang sesuai = 1
Pengolahan lahan sebelum penanaman dapat diketahui menggunakan
pertanyaan yang berjumlah 5 dan setiap pertanyaan menggunakan kisaran
skor 1-3, dengan demikian akan diperoleh skor tertinggi 15 dan skor
terendah 5. Pertanyaan tersebut berdasarkan pada:
1) Pengolahan Lahan sebelum penanaman
a) Pencangkulan dan pembuatan bedengan, skor = 3
b) Pencangkulan saja, skor = 2
2) Fungsi dari pencangkulan
a) Melakukan semua indikator kegiatan, meliputi: agar struktur tanah
menjadi remah; agar tanah menjadi gembur; agar tanah bersih dari
batui, sisa akar, dan rumput yang mengganggu, skor = 3
b) Melakukan 2-3 indikator kegiatan, skor = 2
c) Melakukan 1 indikator kegiatan, skor = 1
3) Waktu yang diperlukan untuk pengolahan lahan
a) 6- 7 hari, skor = 3
b) 3-5 hari, skor = 2
c) 1-2 hari, skor = 1
4) Persiapan lahan sebelum penanaman
a) Melakukan semua indikator kegiatan yaitu: dicangkul; pembuatan
bedengan dan diberi jarak; tanah disiram terlebih dahulu;
pemberian pupuk kandang pada lahan, skor = 3
b) Melakukan 2-3 indikator kegiatan, skor = 2
c) Melakukan 1 indikator kegiatan, skor = 1
5) Pengetahuan mengenai ukuran petakan secara umum budidaya sayuran
a) Melakukan semua indikator kegiatan, yaitu: tanah diolah dengan
cangkul sedalam 30 cm; ukuran bedengan 100-120 cm; dan tinggi
bedengan 30-40 cm, skor = 3
b) Melakukan 2 indikator kegiatan, skor = 2
2. Benih/bibit
Benih adalah perlakuan benih/bibit tanaman yang dianggap bagus dengan
perlakuan perlindungan benih untuk ditanam, sehingga bisa menghasilan
produksi yang baik pada saat panen. Secara rinci pengukuran dan definisi
[image:49.595.154.522.262.628.2]operasional benih dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengukuran dan definisi operasional benih
1 2 3
No. Indikator Definisi Operasional
Indikator
pengukuran Skor
1.
Benih/bibit Tahap dalam Perlakuan benih/ bibit tanaman yang dianggap bagus dengan kriteria tertentu untuk ditanam, sehingga bisa menghasilan produksi yang baik pada saat panen. a.Perlakuan perlindungan bibit sayuran dari serangan hama, meliputi: Menggunakan mulsa, agen hayati dan musuh alami. b. Penggunaan media dalam penyemaian, meliputi: Bedengan tanah dan pupuk organik, bedengan tanah saja, dan hamparan.
Sesuai anjuran= 3
Cukup sesuai = 2
Benih/bibit dapat diketahui menggunakan pertanyaan yang berjumlah 2
dan setiap pertanyaan menggunakan kisaran skor 1-3, dengan demikian
akan diperoleh skor tertinggi 6 dan skor terendah 2. Pertanyaan tersebut
berdasarkan pada:
1) Perlindungan bibit sayuran dari serangan hama
a) Melakukan semua indikator kegiatan, yaitu dengan menggunakan
mulsa; agen hayati; dan menggunakan musuh alami, skor = 3
b) Melakukan 2 indikator kegiatan, skor = 2
c) Melakukan 1 indikator kegiatan, skor = 1
2) Media yang digunakan dalam penyemaian
a) Melakukan semua indikator kegiatan, yaitu bedengan tanah dan
pupuk organik; bedengan tanah saja; dan hamparan, skor = 3
b) Melakukan 2 indikator kegiatan, skor = 2
c) Melakukan 1 indikator kegiatan, skor = 1
3. Penanaman adalah usaha penempatan biji atau benih di dalam tanah, pada
kedalaman tertentu atau menyebarkan biji di atas permukaan tanah.
Secara rinci pengukuran dan definisi operasional penanaman dapat dilihat
Tabel 6. Pengukuran dan definisi operasional penanaman
1 2 3
No. Indikator Definisi Operasional
Indikator
pengukuran Kategori
1.
Penanaman Usaha penempatan biji atau benih di dalam tanah, pada kedalaman tertentu atau menyebarkan biji di atas permukaan
Pemindahan bibit dari persemaian ke lahan,
meliputi: a.Bibit dari
persemaian dicabut dengan hati-hati b.Pemberian tanah halus atau pupuk kandang setelah ditanam c.Pemberian mulsa Sesuai anjuran=3
Cukup sesuai = 2
Kurang sesuai = 1
Proses penanaman diketahui menggunakan pertanyaan yang berjumlah 1
dan setiap pertanyaan menggunakan kisaran skor 1-3, dengan demikian
akan diperoleh skor tertinggi 3 dan skor terendah 1. Pertanyaan tersebut
berdasarkan pada:
Teknik penanaman sayuran dari persemaian
a) Bibit dari persemaian dicabut dengan hati-hati, skor = 3
b) Pemberian tanah halus atau pupuk kandang setelah ditanam, skor = 2
c) Pemberian mulsa, skor = 1
4. Pemeliharaan adalah usaha yang dilakukan untuk membantu pertumbuhan
tanaman supaya berkembang dengan baik. Indikator pengukurannya yaitu
Tabel 7. Pengukuran dan definisi operasional pemeliharaan
1 2 3
No. Indikator Definisi Operasional
Indikator
pengukuran Kategori
1. Pemeliharaan Usaha yang dilakukan untuk membantu pertumbuhan tanaman supaya berkembang dengan baik
a. Jenis pupuk b. Cara pemupukan c. Frekuensi pemupukan d. Jenis pestisida e. Upaya pengendalian penyakit.
Sesuai anjuran= 3
Cukup sesuai = 2
Kurang sesuai = 1
Kegiatan pemeliharaan, dapat diketahui menggunakan pertanyaan yang
berjumlah 5 dan setiap pertanyaan menggunakan kisaran skor 1-3, dengan
demikian akan diperoleh skor tertinggi 15 dan skor terendah 5. Pertanyaan
tersebut berdasarkan pada:
1) Jenis pupuk yang diberikan
a) Pupuk organik, skor = 3
b) Tidak diberi pupuk, skor = 2
c) Pupuk non organik, skor = 1
2) Cara memupuk
a) Di dekat pangkal akar, skor = 3
b) Di sekitar melingkar/dibenamkan, skor = 2
3) Total pemupukan
a) 1 - 2 kali, skor = 3
b) 3 - 4 kali, skor = 2
c) 5 - 6 kali, skor = 1
4) Jenis Pestisida
a) Pestisida organik, skor = 3
b) Tanpa pestisida, skor = 2
c) Pestisida non organik, skor = 1
5) Pengendalian hama penyakit
a) Melakukan 5 indikator kegiatan, yaitu: sisa tanaman yang sakit
dikumpulkan dan dibakar; tanah sesudah dicangkul kemudian
dibiarkan beberapa hari supaya terkena sinar matahari;
membersihkan gulma; drainase; dan rotasi tanaman, skor = 3
b) Melakukan 2-4 indikator kegiatan, skor = 2
c) Melakukan 1 indikator kegiatan, skor = 1
5. Pengairan adalah suatu usaha untuk mengatur dan memanfaatkan air yang
tersedia dari sumber air dengan menggunakan sistem tata saluran untuk
kepentingan pertanian. Secara rinci pengukuran dan definisi operasional
Tabel 8. Pengukuran dan definisi operasional pengairan.
1 2 3
No. Indikator
Definisi Operasional Indikator pengukuran Kategori
1. Pengairan
Suatu usaha untuk mengatur dan
memanfaatkan air yang tersedia dari sumber air dengan menggunakan sistem tata saluran untuk kepentingan pertanian. Frekuensi penyiraman, yaitu: a. 2 kali
penyiraman = skor 3 b. 1 kali
penyiraman = skor 2 c. Tidak
menyiram/ diluar a, b =skor 1
Sesuai = 3
Cukup sesuai = 2
Kurang sesuai = 1
Frekuensi penyiraman, dapat diketahui menggunakan pertanyaan yang
berjumlah 1 dan setiap pertanyaan menggunakan kisaran skor 1-3, dengan
demikian akan diperoleh skor tertinggi 3 dan skor terendah 1. Pertanyaan
tersebut yaitu:
Frekuensi penyiraman dalam sehari
a) 2 kali sehari, skor = 3
b) 1 kali sehari, skor = 2
6. Panen adalah kegiatan mengumpulkan hasil usahatani dari lahan budidaya.
[image:55.595.152.513.209.541.2]Rincian pengukuran dan definisi operasional panen dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Pengukuran dan definisi operasional panen
1 2 3
No. Indikator Definisi Operasional
Indikator
pengukuran Kategori
1. Panen
Panen adalah kegiatan mengumpulkan hasil usahatani dari lahan budidaya. Waktu dan cara panen, yaitu: Caisin:
a. berumur ± 15 hari setelah tanam, b. belum berbunga, c. cara memanen nya yaitu dengan mencabut seluruh tanaman beserta akarnya.
Sesuai anjuran= 3
Cukup sesuai = 2
Kurang sesuai = 1
Berdasarkan indikator pengukuran panen, dapat diketahui menggunakan
pertanyaan yang berjumlah 1 dan setiap pertanyaan menggunakan kisaran
skor 1-3, dengan demikian akan diperoleh skor tertinggi 3 dan skor
Pertanyaan untuk pengukuran indikator panen tersebut berdasarkan pada:
Waktu dan cara panen sayuran
a) Melakukan semua indikator kegiatan, yaitu: tanaman yang telah
berumur ± 15 hari setelah tanam; belum berbunga; cara memanennya
yaitu dengan cara mencabut beserta akarnya, skor = 3
b) Melakukan 2 kegiatan indikator, skor = 2
c) Melakukan 1 kegiatan indikator, skor = 1
7. Pasca Panen adalah penanganan hasil tanaman pertanian segera setelah
[image:56.595.149.517.385.640.2]pemanenan, pengukuran dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Pengukuran dan definisi operasional pasca panen
1 2 3
No. Indikator Definisi Operasional
Indikator pengukuran
Kategori
1. Pasca panen Pasca Panen adalah penanganan hasil tanaman pertanian segera setelah pemanenan Perlakuan sayuran setelah dipanen meliputi: -Mengumpulkan sayuran di tempat yang sejuk
-Pemilihan, daun yang rusak dibuang -Mencuci
sayuran
Sesuai anjuran= 3
Cukup sesuai = 2
Kurang sesuai = 1
Kegiatan pasca panen untuk sayuran organik diketahui menggunakan
pertanyaan yang berjumlah 1 dan setiap pertanyaan menggunakan kisaran
skor 1-3, dengan demikian akan diperoleh skor tertinggi 3 dan skor
Perlakuan sayuran setelah dipanen
a) Melakukan semua indikator kegiatan yaitu: mengumpulkan sayuran di
tempat yang sejuk; pemilihan daun yang rusak dibuang skor; mencuci
sayuran = 3
b) Melakukan 2 indikator kegiatan, skor = 2
c) Melakukan 1 indikator kegiatan, skor = 1
Produksi dan Pendapatan Sayuran Organik
Produksi merupakan hasil usahatani dalam satu satuan luas pada periode
tertentu. Dalam penelitian ini, pengukuran produksi sayuran dapat dilihat
berdasarkan jumlah ikat sayuran. Pengukuran dan definisi operasional
[image:57.595.148.513.456.750.2]produksi dan pendapatan sayuran organik dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Pengukuran dan definisi operasional produksi dan pendapatan sayuran
1 2 3
No. Indikator Definisi Operasional Indikator pengukuran Skor 1. 2. Produksi sayuran Pendapatan sayuran Hasil usahatani dalam satu satuan luas pada periode tertentu yang diukur berdasarkan satuan (kg). Hasil penerimaan dikurangi biaya pengeluaran Satuan berat (kg), komoditas yang ditanam yaitu caisin. Satuan rupiah (Rp).
Tinggi = 3
Sedang = 2
Rendah = 1
Tinggi = 3
Sedang = 2
B. Lokasi, Sampel, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara
Kota Metro. Pemilihan lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja dengan
pertimbangan bahwa Kecamatan Metro Utara merupakan sentra produksi
sayuran di Kota Metro (Tabel 3). Waktu penelitian dilaksanakan Bulan Mei
sampai Juni 2014.
Metode pangambilan sampel dilakukan dengan cara sensus, yaitu semua
populasi dijadikan sampel dalam penelitian. Menurut Arikunto (2010),
apabila subyek penelitian kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Populasi adalah seluruh
unit/individu pada suatu area penelitian yang akan dijadikan objek penelitian,
yaitu petani sayur di Kelurahan Karangrejo. Jumlah populasi petani yang
[image:58.595.137.511.499.683.2]mengusahakan tanaman sayuran berjumlah 48 orang.
Tabel 12. Jumlah populasi penelitian di Kelurahan Karangrejo
No Nama Kelompok Populasi
(orang)
1. Pelita I 5
2. Pelita II 4
3. Gembira I 5
4. Gembira II 6
5. Subur I 7
6. Subur II 5
7. Makmur I 4
8. Makmur II 5
9. Sejahtera I 4
10. Sejahtera II 3
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah study kasus (case study),
data yang dikumpulkan berupa:
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan
responden dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk
kuesioner. Kuesioner tersebut berisi tentang pertanyaan-pertanyaan
mengenai tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran organik,
produksi, dan pendapatan.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur, dinas instansi atau
lembaga yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
D. Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif,
yaitu menganalisis dan menyajikan data sehingga dapat lebih mudah untuk
dipahami dan disimpulkan. Penyajian data dengan tabulasi. Penelitian
deskriptif hanya menggambarkan dan meringkas berbagai kondisi, situasi
atau berbagai variabel (Wirartha, 2006). Analisis deskriptif dilakukan
dengan menggali dan memaparkan hasil penelitian atau tanggapan petani
mengenai tingkat penerapan sapta usahatani sayuran organik di Kelurahan
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo
Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota
Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan
Kolonial Belanda pada tahun 1938. Penduduk be