• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan awal yang digunakan untuk menentukan adanya suatu penyakit. Pemeriksaan fisik kardiovaskuler adalah sebuah proses dari seorang ahli medis yang memeriksa seluruh bagian tubuh pasien yang berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah1.

Jantung merupakan organ yang mempunyai rongga di dalamnya dan berbentuk kerucut (conus) dengan ukuran 250 – 350 gram (kira-kira sebesar kepalan tangan). Jantung bersandar pada diafragma diantara bagian bawah kedua paru-paru. Dibungkus oleh membran khusus disebut pericardium yang merupakan dinding terluar, kemudian dinding tengahnya disebut myocardium, dan dinding yang terdalam disebut endocardium. Jantung terletak didalam mediastinum media disebelah ventral ditutupi olehsternum dan cartilago costa III-IV. Apex dari kerucut terletak dibawah, depan, dan kekiri. Hampir 2/3 bagian jantung terletak disebelah kiri media. Dan jantung mempunyai 4 ruang yaitu: Atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan , dan ventrikel kiri.2

(2)

Melihat betapa pentingnya pernan jantung tersebut, kita perlu mempelajari tata cara pemerikasaan jantung secara sederhana untuk mengetahui kelainan-kelainan yang mungkin terjadi dari pemeriksaan ini. Dalam percobaan ini akan dilakukan pemeriksaan fisis jantung dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

I.2 Tujuan

1. Mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung dengan benar.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Jantung merupakan organ yang mempunyai rongga di dalamnya dan berbentuk kerucut (conus) dengan ukuran 250 – 350 gram (kira-kira sebesar kepalan tangan). Jantung bersandar pada diafragma diantara bagian bawah kedua paru-paru. Dibungkus oleh membran khusus disebut pericardium yang merupakan dinding terluar, kemudian dinding tengahnya disebut myocardium, dan dinding yang terdalam disebut endocardium. Jantung terletak didalam mediastinum media disebelah ventral ditutupi oleh sternum dan cartilago costa III-IV. Apex dari kerucut terletak dibawah, depan, dan ke kiri. Hampir 2/3 bagian jantung terletak disebelah kiri media. Dan jantung mempunyai 4 ruang yaitu: atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri.2

Jantung berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap darah untuk menimbulkan gradien tekanan yang diperlukan agar darah dapat mengalir ke jaringan. Darah, seperti cairan lain, mengalir dari darah yang bertekanan lebih tinggi ke daerah bertekanan lebih rendah sesuai penurunan gradien tekanan kerja jantung merupakan pompa muskular.3

Serangkaian perubahan yang terjadi didalam jantung pada saat pengisian darah disebut sebagai siklus jantung. Jantung normal berdenyut sekitar 60-100 kali permenit pada orang dewasa yang sedang istirahat dan sekitar 130 sampai 150 kali permenit pada bayi baru lahir.3

(4)

kontraksi ventrikel, sehingga akan memompakan darah ke dalam ventrikel sebelum terjadi kontraksi atrium yang kuat. Jadi, atrium itu bekerja sebagai pompa pendahulu bagi ventrikel, dan ventrikel selanjutnya akan menyediakan sumber kekuatan utama untuk memompakan darah ke sistem pembuluh darah tubuh.3

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan awal yang digunakan untuk menentukan adanya suatu penyakit. Pemeriksaan fisik kardiovaskuler adalah sebuah proses dari seorang ahli medis yang memeriksa seluruh bagian tubuh pasien yang berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah.1

Adapun dalam pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk pemeriksaan jantung adalah dengan memposisikan pasien berbaring terlentang, dengan pemeriksa berdiri disebelah kanan tempat tidur. Bagian kepala tempat tidur sedikit ditinggikan jika pasien merasa lebih nyaman dengan posisi ini. Pemeriksaan fisik jantung meliputi:

1. INSPEKSI

Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati, misal tampak kelelahan akibat cardiac output, frekuensi nafas yag meningkat, sesak yang menunjukan adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya shunt kanan ke kiri.1

a. Inspeksi kulit

(5)

Sianosis b. Inspeksi kuku

Sering kali, splinter hemorhagec dapat terlihat sebagai garis kecil coklat kemerahan didasar kuku. Perdarahan ini berjalan dari tepi bebas proksimal dan secara klasik dikaitkan dengan endokarditis bakterial sub akut. Tetapi penemuan ini tidak spesifik karena ditemukan pula pada banyak keadaan, bahkan termasuk trauma setempat pada kuku.4

Splinter Hemorhagec Nail c. Inspeksi wajah

(6)

pasien di atas usia 50 tahun dengan penyakit arteri koronaria yang bermakna.4

Moon Face Strabismus

d. Inspeksi Mata

Adanya plak kekuningan pada kelopak mata, yang disebut xantelasma, harus membangkitkan kecurigaan akan hiperlipoproteinemia, meskipun lesi ini kurang spesifik ketimbang xantoma. Pemeriksaan mata dapat memperlihatkan arkus senilis. Arkus yang dijumpai pada pasien di bawah 40 tahun harus membangkitkan kecurigaan terhadap hiperkolesterolemia. Kekeruhan kornea mungkin dijumpai pada sarkoidosis, yang mungkin menjadi penyebab cor pulmonale atau gangguan miokard.1

(7)

Palatum yang melengkung tinggi mungkin berkaitan dengan gangguan jantung kongenital seperti prolaps katup mitral.1

f. Inspeksi Leher

Pemeriksaan leher dapat memperlihatkan webbing. Webbing dijumpai pada orang dengan sindrom turner, yang mungkin mengalami koarktasio aorta, atau pada sindrom Noonan. Stenosis pulmonal merupakan kelainan jantung yang menyertai keadaan ini.4

g. Inspeksi Konfigurasi Dada

(8)

Pectus Excavatum h. Inspeksi Ekstremitas

Sebagian kelainan kongenital jantung berkaitan dengan kelainan ekstremitas. Pasien dengan defek septum atrium mungkin mempunyai falang ekstra, jari tangan ekstra atau jari kaki ekstra. Jari tangan yang panjang dan kurus mengarah kepada sindrom Marfan dan kemungkinan regurgitasi aorta.1

2. PALPASI

(9)

dengan jarum jam, ketika dilihat dari bawah, memukul dinding dada anterior selama kontraksi isovolumetrik.5

a. Palpasi Titik Impuls Maksimum.

Pemeriksa harus berdiri disebelah kanan pasien, dengan tinggi tempat tidur disesuaikan dengan kenyamanan pemeriksa. Palpasi titik impuls maksimum paling mudah dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk. Hanya ujung-ujung jari yang diletakkan didada pada sela iga ke V, garis midklavikular, karena ujung jari paling sensitif untuk menilai gerakan setempat. Titik impuls maksimum harus dicatat. Jika impuls apikal tidak teraba, pemeriksa harus menggerakan ujung jari tangannya didaerah apeks jantung. Titik impuls maksimum biasanya dalam jarak 10 cm dari garis mid sternalis dan diameternya tidak lebih dari 2-3 cm. Titik impuls maksimum yang pindah ke lateral atau teraba dalam dua sela iga selama fase respirasi yang sama mengarah kepada kardiomegali. Titik impuls maksimum teraba pada kira-kira 70% orang normal dalam posisi duduk. Jika titik impuls maksimum tidak dapat diraba dalam posisi duduk, pasien harus diperiksa kembali dalam posisi berbaring terlentang dan posisi dekubitus lateral kiri. Posisi titik impuls maksimum dalam posisi dekubitus lateral kiri harus dinilai dengan pemahaman bahwa impuls jantung normal sekarang sedikit berpindah ke kiri. Jika pada posisi dekubitus lateral kiri titik impuls maksimum tidak berpindah ke lateral, dapat diperkirakan bahwa pasien tidak menderita kardiomegali. Jika impuls apikal pindah ke lateral, penilaian pasti tidak dapat dibuat.1,5

(10)

kanan lebih tersebar daripada yang dihasilkan oleh ventrikel kiri, yang cenderung lebih terbatas pada tempatnya.5

Pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis, pengembangan paru-paru yang berlebihan memindahkan titik impuls maksimum kebawah dan ke kanan. Titik impuls maksimum pada pasien seperti itu teraba didaerah epigastrium, pada ujung bawah sternum. Pada pasien dengan penyakit paru obsttruktif menahun, titik impuls maksimum yang berada pada lokasi normal mengarah ke kardiomegali.5

b. Palpasi Gerakan Setempat

Pasien disuruh berbaring sehingga palpasi keempat daerah jantung utama dapat dilakukan. Pemeriksa memakai ujung-ujung jari untuk memeriksa adanya gerakan setempat seperti gambar dibawah. Adanya impuls sistolik disela iga kedua disebelah kiri sternum mengarah kepada hipertensi pulmonal. Impuls ini disebabkan oleh penutupan katup pulmonal dengan tekanan yang meningkat. Adanya impuls ini mengarah kepada dilatasi arteri pulmonal, tetapi hal ini dapat teraba pula pada orang tanpa hipertensi pulmonal.4,5

c. Palpasi Gerakan Umum

(11)

pemeriksa. Ini bekerja sebagai titik tumpu, dan gerakannya diperbesar oleh gerakan lidi kapas.5

d. Palpasi Thrill

Thrill adalah sensasi getaran superfisial yang teraba pada kulit atas daerah turbulensi. Adanya thrill menunjukan bising (murmur) yang kuat. Thrill paling baik diraba dengan memakai kepala tulang metakarpal, bukannya dengan ujung jari, dan ditekankankan sangat ringan pada kulit. Jika memakai tekanan yang terlalu besar, thrill tidak akan dapat diraba. Palpasi thrill biasanya kurang penting karena auskultasi akan memperlihatkan adanya bising kuat yang menimbulakn thrill tersebut. Oleh karena itu penemuan thrill hanya menambah informasi sedikit untuk diagnosis, tetapi ini merupakan suatu tanda fisik yang harus membuat pemeriksa menjadi waspada akan apa yang di dengar.6

e. Penentuan Kecepatan Denyut Jantung.

Penentuan kecepatan denyut jantung ditentukan secara rutin berdasarkan palpasi denyut radial. Pemeriksaan harus berdiri didepan pasien dan memegang kedua arteri radialis jari kedua, ketiga dan keempat harus diletakan diatas arteri radialis. Pemeriksa harus menghitung denyut selama 30 detik dan mengalihkan jumlah denyut dengan angka 2 untuk memperoleh jumlah denyut permenit. Metode ini tepat untuk kebanyakan irama teratur. Jika pasien mempunyai irama yang tidak teratur, seperti fibrilasi atrium mungkin ada pulsus defisit yaitu perbedaan antara denyut apikal dan denyut radial.6

f. Penentuan Irama Jantung.

(12)

sejumlah petunjuk. Denyut prematur mungkin dapat dikenali dengan adanya denyut ekstra tersendiri selama suatu irama yang teratur. Bigeminus adalah denyut yang timbul secara berpasangan. Denyut pertama adalah denyut sinus, yang diikuti dengan denyut prematur, biasanya ventrikuler. Jika denyut prematurnya timbul sangat dini selama periodik diastolik, denyut arteri karena kontraksi jantung ini mungkin tidak ditemukan jika pemeriksa memeriksa irama jantung berdasarkan palpasi saja. Irama yang timbul sangat tidak teratur tanpa pola disebut “tidak teratur secara tidak teratur” dan merupakan denyut yang dijumpai pada pasien dengan fibrilasi atrium.5

g. Palpasi Arteri Karotis.

Periksalah denyut arteri karotis dengan berdiri disisi kanan pasien, dengan pasien dalam posisi telentang. Letakkanlah jari telunjuk dan jari tengah anda pada kartilago tiroid dan geserkanlah ke arah lateral diantara trakea dan muskulus sternokleidomastoideus. Anda harus dapat meraba denyut karotis tepat disebelah medial muskulus sternokleidomastoideus. Palpasi harus dilakukan pada bagian bawah leher untuk menghindari penekanan pada sinus karotis, yang akan menyebabkan refleks penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Tiap arteri karotis diperiksa secara tersendiri.6

h. Memeriksa karakteristik Denyut Arteri Karotis.

(13)

berkurang adalah denyut yang kecil dan lemah. Denyut yang meningkat adalah denyut yang besar, kuat dan hiperkinetik.6

i. Denyut Vena Jugularis

Vena jugularis interna memberikan informasi mengenai bentuk gelombang dan tekanan atrium kanan. Pulsasi vena jugularis interna ditemukan dibawah muskulus sternokleidomastoideus dan dapat dilihat ketika dihantarkan ke jaringan sekitarnya. Vena itu sendiri tidak terlihat, karena vena jugularis interna kanan lebih lurus daripada yang kiri, hanya vena jugularis interna kanan yang diperiksa. Sistem vena jugularis eksterna, yang lebih mudah dilihat, kurang akurat dan jarang dipakai.5,6

Untuk menilai tekanan dalam jantung kanan, kita perlu menentukan rujukan. Mula-mula pemeriksa harus menentukan tingginya distensi vena dengan memperhatikan puncak bentuk gelombang didalam pulsasi vena jugularis interna. Garis horizontal imaginer kemudian ditarik dari ketinggian ini ke angulus sternal. Pemeriksa kemudian mengukur jarak dari angulus sternal kegaris imaginer ini. Sudut elevasi kepala tempat tidur juga dihitung. Kalimat pernyataan dapat sebagai berikut: pada elevasi 45º denyut jugular 7 cm diatas angulus sternal.7

(14)

posisi terlentang, tekanan vena biasanya normal. Tekanan atrium kanan meninggi bila ada distensi vena leher sampai tepi rahang ketika pasien 90º. Pada saat ini, tekana atrium kanan biasanya melebihi 15mmHg.7

j. Pemeriksaan Refluks Hepatojugular.

Pemeriksaan yang berguna untuk menentukan tekanan vena jugularis yang tinggi adalah refluks hepatojugular. Pemeriksaan ini dikenal pula sebagai kompresi abdominal. Dengan menekan diatas hati, fungsi ventrikel kanan secara kasar dapat dinilai. Pasien dengan gagal ventrikel kanan mempunyai hati dengan sinusoid yang berdilatasi. Penekanan pada hati mendorong darah keluar dari sinusoid ini masuk kedalam vena kava inferior dan jantung kanan, menyebabkan bertambahnya distensi vena leher. Prosedur ini dilakukan dengan pasien dalam posisi berbaring ditempat tidur, mulut terbuka, bernafas biasa, ini untuk mencegah tindakan valsava. Pemeriksaan meletakan tangan kanannya diatas hati di kuadran kanan atas dan melakukan tekanan yang progresif menguat. Penekanannya dilakukan selama 20-30 detik. Respon normalnya adalah bertambahnya distensi sementara dari vena jugularis interna dan eksterna selama beberapa siklus jantung, yang diikuti dengan penurunan ketingkat dasar selama bagian akhir dari penekanan. Pada gagal ventrikel kanan distensi vena leher tetap ada selama seluruh periode penekanan, yang turun tiba-tiba kalau tangan yag menekan dilepaskan. Jika pemeriksaan ini dilakukan secara tidak tepat yaitu dengan mulut pasien tertutup, akan terjadi tindakan valsava yang akan memberikan hasil pemeriksaan refluks hepatojugular yang tidak tepat.6,7

3. PERKUSI

a. Perkusi Batas-Batas Jantung

(15)

dan keempat jari lainnya agak diangkat. Tujuannya adalah supaya tidak meredam suara ketukan. Sebagai jari pengetuk adalah jari tengah tangan kanan. Pada waktu pengetukan hanya menggerakkan sendi pergelangan tangan dan tidak menggerakan sendi siku. Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung, pinggang jantung dan contour jantung. Kebanyakan klikus merasa bahwa perkusi untuk memperkirakan ukuran jantung hanya sedikit membantu, karena sensitivitas teknik ini rendah. Pada beberapa keadaan klinis, perkusi mungkin berguna. Ini mencakup dekstrokardia dan tension pneumothoraks dada kiri. Pada keadaan-keadaan ini dapat ditemukan redup pada sisi kanan sternum.1,4

b. Batas Jantung Kanan.

Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midklavikula kanan. Jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga, kemudian diakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari arah kranial kearah kaudal. Suara diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan, bunyi redup ini adalah berasal dari batas antara paru dan puncak hati. Puncak hati ini ditutupi leh diafragma dan masih ada jaringan paru diatas puncak hati itu, sehingga terdapat gabungan antara massa padat dan sedikit udara dari paru. Setelah didapat titik batas sonor ke redup, di ukur dua jari kearah kranial. Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dengan arah jari tegak urus terhadap iga. Kemudian dilakukan perkusi kearah medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal kanan.dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pekak, yang merupakan batas absolut jantung kanan biasanya pada garis midsternal.1,5

c. Batas Jantung Kiri

(16)

medial. Kemudian jari tengah kiri diletakkan pada titik teratas garis aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga. Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke thympani yang merupakan batas paru lambung, biasanya pada sela iga VIII kiri. Dari titik ini di ukur dua jari kearah kranial. Dari titik yang baru ini, dilakukan perkusi lagi kearah medial dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul peerubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif jantung kiri dan biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavikular kiri. Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang merupakan batas absolut jantung. Pada keadaan emfisema paru batas-batas jantung absolut akan mengecil.5,6

Seandainya pasien sudah makan yang banyak, bunyi timpani yang merupakan batas lambung tidak muncul, maka dilakukan teknik pemeriksaan lain untuk menentukan batas jantung kiri. Mula-mula dilakukan penentuan batas paru hati lebih dahulu diatas, kemudian diukurkan 2 jari kearah kranial. Dari titik ini ditarik garis lurus sejajar iga, memotong garis aksila anterior kiri. Dari titik ini dilakukan perkusi tegak lurus iga, kearah medial untuk menentukan titik perubahan bunyi sonor ke redup, yang merupakan batas jantung kiri.5,6 d. Contour jantung.

(17)

4. AUSKULTASI

Pemeriksa harus berada disisi kanan pasien sementara pasien berbaring terlentang, jika tidak pada ketinggian yang tepat, tempat tidur harus disesuaikan sehingga pmeriksa berada dalam posisi nyaman. Pemeriksa harus mendengarkan daerah aorta, pulmonal, trikuspid dan mitral. Tetapi pemeriksaan tidak boleh membatasi auskultasinya pada daerah-daerah ini saja. Pemeriksa seharusnya mulai pada salah satu daerah yang menggerakan stetoskopnya sedikit demi sedikit dari satu daerah ke daerah lain demi prekordium. Daerah-daerah ini telah ditentukan untuk memberikan standarisasi.1,6

Ketika mendengarkan pada apeks dan batas sternal bawah kiri dengan bel stetoskop, pemeriksa harus menentukan apakah S3 atau S4. Bising jantung dapat tersebar luas. Observasi yang penting adalah untuk menentukan tempat dimana bunyi tersebut paling kuat atau paling jelas terdengar. Tidak ada dinding akustik di dada. Bising khas yang terdengar di apeks dengan penyebaran ke aksila dapat terdengr dileher, jika cukup kuat.5

a. Posisi Auskultasi Standar.

(18)

o Terlentang

o dekubitus lateral kiri o duduk tegak lurus

o duduk, membungkuk ke depan. b. Pengaruh Pernapasan.

Pemeriksa harus memberikan perhatian khusus kepada intensitas bunyi jantung. Kebanyakan bising atau bunyi jantung yang berasal dari jantung kanan akan menguat dengan inspirasi. Ini berkaitan dengan meningkatnya aliran kembali darah yang terjadi dengan inspirasi yang mengakibatkan meningkatnya keluaran ventrikel kanan. Disamping itu, S3 atau S4 yang berasal dari jantung kanan juga akan menguat selama inspirasi.7

c. Penentuan Waktu Peristiwa-Peristiwa Jantung.

Untuk menafsirkan bunyi-bunyi jantung dengan tepat pemeriksa harus dapat menentukan waktu peristiwa-peristiwa dalam siklus jantung. Cara yang paling dapat diandalkan untuk mengenali S1 dan S2 adalah menentukan waktu terjadinya bunyi itu dengan mempalpasi arteri karotis. Semetara tangan kanan pemeriksa mengubah-ubah posisi stetoskop, tangan kiri diletakkan pada arteri karotis pasien. Bunyi jantung mendahului denyut karotis adalah S1. S2 terdengar setelah denyut tersebut. Yang paling penting adalah memakai denyut karotis bukan denyut radial. Keterlambatan waktu S1 sampai denyut radial adalah bermakna, sehingga akan terjadi kesalahan dalam penentuan waktu ini.7

d. Uraian Mengenai Bising Jantung.

Jika terdapat bising jatung, perhatian harus diarahkan kepada ciri-ciri sebagai berikut:

1. Lokasi bising

(19)

punctum maximum dan penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising itu:

 punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral  punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup

pulmonal

 punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta  punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD

atau VSD.7 2. Penjalaran bising

Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi dimana bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya:

 Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis

 Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.

 Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh precordium.

 Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas di sekitarnya.6,7

3. Intensitas bising

Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan: Tingkat I : bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan konsentrasi.

Tingkat II : bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu auskultasi.

Tingkat III : sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV. Tingkat IV : bising sangat keras, sehingga terdengar meskipun stetoskop belum menempel di dinding dada.5

(20)

Jenis bising tergantung pada dase bising timbul: Bising Sistole, terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2). Dikenal 2 macam bising sistole:

 Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistole. Didapatkan pada stenosis aorta, punctum maximum di daerah aorta.

 Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase systole. Misalnya pada insufisiensi mitral.6

Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung 1), dikenal antara lain:

 Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada stenosis mitral.

 Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada insufisiensi aorta.

 Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole, terdengar secara kontinyu baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya pda PDA.5,7

5. Apakah Bising Fisiologis atau Patologis

Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis.

Beberapa sifat bising fungsionil : Jenis bising selalu sistole:

 Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek,

(21)

 Dipengaruhi oleh perubahan posisi. Dengan demikian bising diastole, selalu merupakan bising patalogis, sedang bising sistole, dapat merupakan merupakan bising patalogis atau hanya fungsionil.7

Bising fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan:

o Demam

o Anemia o Kehamilan o Kecemasan o Hipertiroid o atherosclerosis.3 6. Kualitas dari Bising

Apakah bising yang terdengar itu bertambah keras (crescendo) atau bertambah lemah (descrescendo). Apakah bersifat meniup (blowing) atau menggenderang (rumbling).

7. Hubungannya dengan pernafasan 8. Hubungannya dengan posisi tubuh.3 e. Uraian Mengenai Gesekan Perikardial.

(22)

f. Tujuan Auskultasi.

Tujuan pada akhir auskultasi adalah agar dapat melukiskan hal-hal seperti ini:

 intensitas S1 disemua daerah  intensitas S2 disemua daerah  ciri-ciri setiap bunyi sistolik  ciri-ciri setiap bunyi diastolik.

Dengan pengalaman, pemeriksa akan dapat mendengaran semua bagian siklus jantung pada satu daerah dan membandingkan bunyi dan peristiwa yang terjadi pada daerah lain. Biasanya, S1 paling kuat di apeks dan S2 paling kuat di basis. Splitting S2 menjadi A2 dan P2 selama inspirasi paling jelas terdengar di daerah pulmonal dengan pasien berbaring terlentang, seperti telah di uraikan diatas, hal ini meningkatkan aliran balik vena dan memperlebar pemisahan A2-P2.7 BUNYI JANTUNG

TEMUAN KEMUNGKINAN PENYEBAB

Peningkatan bunyi S1 Takikardia, keadaan curah jantung yang tinggi, stenosis mitral

Penurunan bunyi S2 Blok jantung derajat satu, penurunan kontraktilitas ventrikel kiri.

Katup mitral imobil, seperti pada regustrasi mitral

Klik sistolik Prolaps katup mitral Penigkatan bunyi S2 pada antar

iga ke 2 kanan

Hipertensi sistemik, dilatasi radiks aortik

Bunyi S2 menurun atau tidak terdengar pada antar iga ke 2 kanan

Katup mitral imobil, seperti pada stenosis aortik kalsifik

Peningkata P2 Hipertensi pulmonal, arteri

pulmonal dilatasi, defek atrium P2 menurun atau tidak terdengar Proses penuaan, stenosis pulmonal

Opening snap Stenosis mitral

(23)

patologis, beban volume ventrikel, seperti pada regrutasi mitral.

Bunyi S4 Pengondisian fisik yang sangat

baik. Tahanan terhadap pengisian ventrikel karena menurunnya komplian paru, seperti pada penyakit jantung hipertensif atau hipertofi ventrikel kiri.

a. Bunyi Jantung Tambahan.

 BJ I: Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole. BJ II: Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis pada dinding thoraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole. BJ II normal selalu lebih lemah dari pada BJ I. BJ III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (fase rapid filling). Fibrasi yang ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang mendadak pada pengisian ventrikel karena relaksasi aktif ventrikel kiri dan kanan dan segera disusul oleh perlambatan aliran pengisian. Bunyi jantung IV: dapat terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan kekuatan yang lebih besar, misalnya pada keadaan tekanan akhir diastol ventrikel yang meninggi sehingga memerlukan dorongan pengisian yang lebih keras dengan bantuan kontraksi atrium yang lebih kuat. Selain itu juga terdapat bunyi jantung tambahan. Bunyi jantung tambahan/ekstra kardial merupakan gerakan perikard (pericardial friction rub) yang terdengar pada fase sistolik dan diastolik akibat gesekan perikardium viseral dan parietal. Bunyi ini dapat ditemukan pada perikarditis.2

(24)

III ini berintensitas rendah, merupakan bunyi yang dihasilkan karena aliran darah yang mendadak dengan jumlah banyak dari atrium ke ventrikel kiri pada permulaan fase diastolik. Biasanya terdapat insufiesi mitral.3

 Bunyi jantung IV yaitu bunyi yang terdengar sesaat sebelum BJ I, yang dapat didengar di daerah apeks. Merupakan bunyi akibat kontraksi atrium yang kuat dalam memompakan darah ke ventrikel. Hal ini terjadi karena terdapat bendungan di ventrikel sehingga atrium harus memompa lebih kuat untuk mengosongkan atrium. Biasanya didapat pada kasus gagal jantung. Split BJ II yaitu BJ II terpecah dengan intensitas yang sama dan jarak keduanya dekat. Hal ini terjadi karena penutupan katup-katup pulmonal dan aorta tidak jatuh bersamaan sehingga tidak sinkron. Perbedaan ini terjadi karena ventrikel kanan lebih besar sehingga katup pulmonal menutup lebih lambat. Misal pada kasus ASD.4  Opening snap yaitu terbukanya katup mitral yang kaku dengan

mendadak, sehingga terdengar bunyi dengan intensitas tinggi sesudah BJ II. Didapat pada kasus stenosis mitral. Makin dekat jarak opening snap dengan BJ II, makin berat derajat MS, berkisar antara 0,04-0,12 s.4

 Aortic click adalah bunyi yang dihasilkan karena katup aorta yang membuka secara cepat dan didapat pada keainan stenosis aorta.  Perikardial rub didapat pada kasus perikarditis konstruktif, terjadi

gesekan perikard lapis viseral dan lapis parietal. Bunyi ini tidak dipengaruhi oleh pernapasan. Bunyinya kasar dan dapat didengar di area trikuspidal dan apikal dan bisa terdengar pada fase sistolik dan diastolik atau keduanya.4

b. Irama jantung.

Normal adalah reguler dengan denyut jantug berkisar antara 60-100 permenit.

(25)

 Terdengar ekstrasistole yaitu irama dasarnya reguler tetapi diselingi oleh denyut jantung ekstra.

 Irama dasarnya memang sudah tidak teratur, yaitu pada kelainan aritmia fibrilasi atrial.

 Irama gallop (derap kuda), irama jantung cepat dan bunyi-bunyi jantungnya terdiri atas tiga komponen. Yaitu BJ I – BJ II, dan BJ III. Atau terdiri atas BJ IV – BJ I – BJ II, atau keduanya yaitu BJ IV – BJ I – BJ II – BJ III. Biasanya dapat didengar di apeks dan terdapat pada kasus gagal jantung.3

c. Mengkaji Menggambarkan Murmur.

 Bising tipe kresendo (crescendo murmur), mulai terdengar dari pelan kemudian mengeras.

 Bising tipe dekresendo (decrescendo murmur), bunyi dari keras kemudian menjadi pelan.

 Bising tipe kresendo-dekresendo (crescendo-decrescendo=diamond shape) murmur yaitu bunyi pelan lalu keras kemudian disusul pelan kembali disebut ejection type.

 Bising tipe plateau (sustained plateau mumur) disebut juga bising pansistolik atau holosistolik. Keras suara bising kurang lebih menetap sepanjang fase sistolik, biasanya merupakan bunyi desiran yang disebabkan karena arus balik (regurgitasi) atau aliran abnormal melalui defek septum interventrikular.2,3

Dengarkan pada apeks dengan pasien mirig ke kiri untuk adanya bunyi nada rendah

Derajat I Sangat redup, terdengar bila hanya

pendengar mendengarkan dengan cermat, mungkin tidak terdengar pada semua posisi.

Derajat II Tidak terdengar, tetapi segera terdengar

(26)

didada.

Derajat III Keras sedang

Derajat IV Keras, dengan thrill teraba

Derajat V Sangat keras, disertai Thrill. Mungkin

terdengar ketika stetoskop menempel didada.

Derajat VI Sangat keras, disertai thrill. Mungkin

terdengar dengan stetoskop tidak menempel di dada.

Dengarkan dari batas sternum turun ke apeks dengan pasien dalam posisi duduk membungkuk, dengan menahan nafas setelah ekshalasi.2,3

BAB III KESIMPULAN

(27)

2. Pemeriksaan fisis jantung dapat dilakukan dengan empat cara yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

3. Letak apeks jantung dapat ditentukan dengan cara inspeksi dan palpasi, apeks jantung terletak di bagian kiri ICS V. Selain itu, papasi dilakukan untuk merasakan seberapa besar gaya dorong jantung.

4. Batas-batas jantung dapat ditentukan dengan cara perkusi. Batas jantung bagian atas di ICS II, bagian bawah di ICS V, bagian kiri di linea mediaklavikularis sinsitra, dan bagian kanan pada linea parasternalis dextra.

5. Bunyi yang dapat didengar saat auskultasi adalah bunyi jantung I dan II, sedangkan bunyi jantung III tidak dapat terdengar, dan tidak terdengar bunyi jantung IV. Bunyi jantung IV hanya tertedengar dalam keadaan patologis.

DAFTAR PUSTAKA

(28)

2. Kementrian kesehatan RI. 2014. Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI

3. Guyton, Arthur C. 2007. Edisi 11. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

4. Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC. 5. Roebiono PS. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan.

Jakarta: Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI

6. Buku Acuan Peserta CSL 2. Pemeriksaan Fisis Jantung. Makassar: FK UNHAS

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Taufiq serta Hidayah- Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “RANCANG BANGUN

MTs Negeri Malang 1 memiliki visi dan misi yang dikembangkan, yaitu terwujudnya sumber daya insani yang berkualitas, unggul pada bidang Imtaq dan Iptek dengan berwawasan

Keburaman ditingkatkan dengan ukuran optimal dari partikel titanium dioksida.Beberapa taraf pigmen berbasis titanium seperti yang digunakan dalam cat gemerlap,

Untuk melakukan pengukuran kinerja dengan melihat variabel kunci kemudian dikembangkan Pada unit kerja yang bersangkutan untuk dapat diketahui tingkat pencapaian

Hasil dari penelitian ini adalah sistem Kanban yang berbasis elektronik yang mampu mengendalikan aliran produksi sehingga part dan komponen yang diperlukan untuk

Pada beberapa literatur disebutkan bahwa penggunaan asam oleat sebagai enhancer, baik secara tunggal maupun kombinasi , dapat meningkatkan jumlah zat aktif obat

Karang Taruna merupakan wadah pengembangan generasi muda nonpartisan, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh

Tujuan yang ingin dicapai dari pertanyaan ini adalah untuk mengetahui alasan santri kelas III Aliyah di Pondok Pesantren Al-Falah Putera bagi yang tidak berminat terjun