• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah nano fixx.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "makalah nano fixx.docx"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi nano tidak terlepas dari riset mengenai material nano. Dalam pengembangannya, material nano diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu: material nano berdimensi nol (nano particle), material nano berdimensi satu (nanowire), dan material nano berdimensi dua (thin films). Pengembangan metoda sintesis nanopartikel merupakan salah satu bidang yang menarik minat banyak peneliti. Nanopartikel dapat terjadi secara alamiah ataupun melalui proses sintesis oleh manusia. Sintesis nanopartikel bermakna pembuatan nanopartikel dengan ukuran yang kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau fungsinya. Penelitian dibidang nanopartikel menghasilkan sifat material yang unik, yaitu material dengan skala nano memiliki sifat yang berbeda dari material asalnya. Sifat yang banyak dikembangkan dalam aplikasi teknologi nano yaitu sifat listrik dan optis, diantaranya untuk konversi sel surya, katalis, sensor gas, hingga kosmetik. Salah satu material nanopartikel yaitu nanopartikel ZnO.

Nanoteknologi, diabad 21 ini telah menjadi salah satu topik yang ramai diperbincangakan didunia sains dan teknologi. Nanoteknologi diprediksi akan mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan dan juga mempunyai potensi untuk melahirkan terobosan-terobosan dalam dunia IPTEK. Trend nanoteknologi juga memberikan efek terhadap perkembangan sel surya di dunia. Melalui nanoteknologi, telah berhasil dikembangkan berbagai teknologi sel surya baru yang berpotensi untuk menjadi sel surya murah, sebagai alternatif selain sel surya silikon di masa depan.

Titanium dioksida atau titania (TiO2) adalah salah satu oksida inorganik yang telah lama menarik perhatian dunia penelitian dan industri. Serbuk titania yang dimurnikan secara sintetis telah digunakan secara meluas sebagai pewarna atau pigmen putih karena tingkat kecerahannya yang tinggi seperti dalam plastik, kertas, tinta dan pasta gigi. Selain itu, titania memainkan peranan penting untuk aplikasi sterilisasi (anti-bacterial) dan penghilangan bau. TiO2 mempunyai kemampuan menyerap cahaya Ultraviolet yang tinggi, sehingga TiO2 dapat digunakan sebagai sunscreen (tabir surya). Berdasarkan hal tersebutlah dan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pengembangan aplikasi nanoteknologi maka Masyarakat Nano Indonesia (MNI) menyelenggarakan Training Nanoteknologi.

1.2 Tujuan

1. Mempeajari bagaimana cara mensntesis nano ZnO dengan berbagai metode. 2. Mempelajari bagaimana cara mensintesis nano TiO2 dengan berbagai metode. 3. Mempelajari bagaimana cara mensintesis Zno nanosheet dengan berbagai metode.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nanomaterial Zno dan TiO2

Nanomaterial merupakan partikel berukuran nanometer. Penelitian dibidang nanopartikel menghasilkan sifat material yang unik, yaitu material dengan skala nano memiliki sifat yang berbeda dari material asalnya.

2.1.1 Zno (zinc oxide)

Seng oksida adalah senyawa anorganik dengan rumus ZnO. Ini adalah bubuk putih yang tidak larut dalam air. Serbuk ini banyak digunakan sebagai bahan aditif dan banyak produk termasuk plastik, keramik, kaca, semen, karet (misalnya, ban mobil), pelumas, cat, salep, perekat, sealant, pigmen, makanan (sumber Zn nutrisi ), baterai, pemadam kebakaran, dll. ZnO terdapat dalam kerak bumi sebagai mineral zinkit, namun, ZnO yang paling banyak digunakan secara komersial adalah ZnO sintetik.

Dalam ilmu bahan, ZnO merupakan semikonduktor dengan pita celah lebar dari semikonduktor golongan II-VI (karena seng dan oksigen milik golongan 2 dan 6 dari daftar berkala, masing-masing). Doping asli dari semikonduktor (karena kekosongan oksigen) adalah tipe-n. Semikonduktor ini memiliki beberapa sifat yang menguntungkan: transparansi yang baik, mobilitas elektron yang tinggi, celah pita lebar, luminesen suhu-ruang yang kuat, dll. Sifat-sifat ini telah digunakan dalam aplikasi untuk elektroda transparan dalam layar kristal cair dan hemat energi atau pendela pelindung-panas, dan aplikasi elektronik ZnO sebagai transistor lapis-tipis dan dioda pemancar cahaya masa depan tahun 2009. Nama lain Seng oksida ialah Seng putih, calamine.

Adapun sifat-sifatnya adalah:

 Rumus molekul: ZnO

 Berat molekul: 81,408 gr / mol

 Penampilan: Zat padat putih

 Bau: Tidak berbau

 Densitas: 5,606 gr / cm 3

 Titik lebur: 1975 °C (terurai)

 Titik didih: 2360 °C

 Kelarutan dalam air: 0,16 mg/100 ml (30 °C)

 Celah pita: 3,3 eV (langsung)

(3)

 Entalpi pembentukan standar Δ fHo298: -348,0 KJ / mol

Entropi molar standar S298o : 43,9 J ° K -1 mol -1

 Indeks Uni Eropa: 030-013-00-7

 Klasifikasi Uni Eropa: Berbahaya bagi lingkungan (N)

 Titik nyala: 1436 ° C

Sifat Kimia :

ZnO terjadi sebagai serbuk putih yang dikenal sebagai seng putih atau sebagai mineral zinkit. Mineral ini biasanya mengandung sejumlah unsur mangan dan lainnya yang memberikan warna kuning sampai merah. Kristal seng oksida adalah termokromik, berubah dari putih ke kuning ketika dipanaskan dan di udara berubah menjadi putih pada pendinginan. Perubahan warna ZnO ini disebabkan oleh kekurangan oksigen yang sangat kecil pada suhu tinggi untuk membentuk non-stoikiometrik Zn 1 + x O, di mana pada suhu 800 °C, x = 0,00007.Seng oksida adalah oksida amfoter. Oksida ini hampir tidak larut dalam air dan alkohol, tetapi tetapi larut dalam (terdegradasi oleh) asam sangat kuat , seperti asam klorida: ZnO + 2 HCl → ZnCl 2 + H2O ...(2.1) Dengan basa juga menghasilkan zat padat berupa zinkat larut :

ZnO + 2 NaOH + H2O → Na2 [Zn(OH)4] ...(2.2) ZnO bereaksi lambat dengan asam lemak dalam minyak untuk menghasilkan karboksilat yang sesuai, seperti oleat atau stearat. ZnO membentuk produk seperti-semen bila dicampur dengan larutan berair yang kuat dari seng klorida dan ini menggambarkan dengan baik sebagai seng hidroksi klorida. Semen ini digunakan dalam kedokteran gigi.ZnO juga membentuk produk seperti-semen ketika diperlakukan dengan asam fosfat, bahan terkait yang digunakan dalam kedokteran gigi. Satu komponen utama dari semen seng fosfat yang dihasilkan oleh reaksi ini adalah hopeite, Zn3(PO4) 2 · 4H2O.ZnO terurai menjadi uap seng dan oksigen hanya pada suhu sekitar 1975 °C, yang mencerminkan stabilitasnya yang cukup tinggi. Pemanasan dengan karbon mengubah seng oksida menjadi logam, yang lebih stabil daripada oksidanya. ZnO + C → Zn + CO ...(2.3)

Seng oksida dapat bereaksi hebat dengan serbuk aluminium dan magnesium, dengan karet terklorinasi dan minyak biji rami di atas api pemanas menyebabkan bahaya dan ledakan. Seng oksida bereaksi dengan hidrogen sulfida yang menghasilkan sulfida; reaksi ini digunakan secara komersial dalam menghilangkan H2S menggunakan serbuk ZnO (misalnya, sebagai deodoran).

(4)

Ketika salep yang mengandung ZnO dan air mencair dan terkena cahaya ultraviolet, menghasilkan hidrogen peroksida.

Sifat-sifat Fisika : 1. Struktur

Seng oksida mengkristal dalam dua bentuk utama , wurtzite heksagonal dan sengblende kubus. Struktur wurtzite sangat stabil pada kondisi biasa dan dengan demikian paling umum. Bentuk sengblende dapat distabilkan dengan menumbuhkan ZnO pada substrat dengan struktur kisi kubus. Dalam kedua kasus, seng oksida dan pusat tetrahedral, geometri yang paling karakteristik untuk Zn(II).

Selain polimorf wurtzite dan sengblende, ZnO dapat mengkristal dalam motif garam batuan pada tekanan relatif tinggi sekitar 10 GPa.

Polimorf heksagonal dan sengblende tidak memiliki inversi simetri (refleksi dari suatu kristal relatif terhadap setiap titik yang diberikan tidak mengubahnya menjadi dirinya sendiri). Hasil ini dan simetri kisi sebagai sifat-sifat piezoelektrik dari heksagonal dan sengblewnde ZnO, dan sebagai piroelektrisitas ZnO heksagonal.Struktur heksagonal memiliki gugus titik 6 mm (notasi Hermann-Mauguin) atau C 6V (notasi Schoenflies), dan gugus ruang P63 mc atau C 6V4. Konstanta kisi a = 3,25 Å dan c = 5,2 Å; rasio c/a ~ 1,60 dekat dengan nilai yang ideal untuk sel heksagonal c/a = 1,633. Seperti dalam kebanyakan bahan golongan II-VI, ikatan pada ZnO sebagian besar ion , yang menjelaskan piezoelektrik kuat.Karena ikatan Zn-O polar, bidang seng dan oksigen menghalangi muatan listrik (positif dan negatif, masing-masing). Oleh karena itu, untuk menjaga netralitas listrik, merekonstruksi bidang pada tingkat atom yang relatif besar, tetapi tidak dalam ZnO – permukaannya secara atom mendatar, stabil dan tidak menunjukkan rekonstruksi. Ini adalah anomali ZnO yang belum sepenuhnya dijelaskan.

2. Sifat mekanis

ZnO adalah material yang relatif lunak dengan kekerasan sekitar 4,5 pada skala Mohs. Konstanta elastisnya lebih kecil daripada semikonduktor yang relevan III-V, seperti GaN. Kapasitas panas dan konduktivitas panas tinggi, ekspansi termal rendah dan temperatur leleh ZnO tinggi bermanfaat untuk keramik. Fase ZnO paling stabil adalah wurtzite, ZnO menunjukkan fonon E2 (rendah) optik sangat lama setinggi 133 ps pada 10 K.

Di antara semikonduktorberikatan secara tetrahedral, telah dinyatakan bahwa ZnO memiliki tensor piezoelektrik tertinggi atau setidaknya sebanding dengan GaN dan AlN. Sifat ini membuat bahan teknologi penting bagi banyak aplikasi piezoelektrik, yang memerlukan elektromekanis kopling besar.

3. Sifat Listrik

ZnO memiliki selah pita langsung relatif besar ~3,3 eV dari pada suhu kamar. Keuntungan yang terkait dengan celah pita yang besar termasuk tegangan penguraian yang lebih tinggi, kemampuan untuk mempertahankan medan listrik yang besar, suara lektronik rendah, dan suhu dan daya operasi tinggi. Celah pita ZnO lebih lanjut dapat disetel untuk eV ~ 3-4 oleh paduan dengan magnesium oksida atau kadmium oksida.

Kebanyakan ZnO memiliki karakter tipe-n, bahkan didoping tanpa sengaja. Karakter tipe-n biasanya aslinya non-stoikiometri, tetapi hal ini masih silang-pendapat. Sebuah

(5)

keterangan alternatif telah dilaporkan, berdasarkan pada perhitungan teoritis, pengganti tak sengaja pengotor hidrogen bertanggung jawab. Doping tipe-n dapat dikontrol mudah dicapai dengan menggantikan Zn dengan unsur-unsur golongan-III seperti Al, Ga, In atau dengan mensubstitusikan oksigen dengan unsur-unsur golongan- klor atau iodium.Doping tipe-p yang handal dari ZnO masih sulit. Masalah ini berasal dari kelarutan yang rendah dopan tipe-p dan kompensasinya dengan pengotor tipe-n yang berlimpah. Masalah ini diamati dengan GaN dan ZnSe. Pengukuran secara “intrinsik” bahan tipe-p disempurnakan oleh kehidak-homogenan sampel.Keterbatasan saat ini untuk doping- p tidak membatasi aplikasi elektronik dan optoelektronik ZnO, yang biasanya membutuhkan sambungan jenis material tipe-n dan p. Dopan tipe-p yang dikenal meliputi unsur-unsur golongan-I, yaitu Li, Na, K, unsur-unsur golongan-V yaitu N, P dan As, serta tembaga dan perak. Namun, banyak dari bentuk aseptor dalam dan tidak menghasilkan konduksi tipe-p yang signifikan pada suhu kamar.Mobilitas elektron ZnO sangat bervariasi dengan suhu dan memiliki maksimum ~ 2000 cm2/(V ° S) pada 80 K. Data tentang mobilitas lubang yang langka dengan nilai-nilai dalam rentang 5-30 Februari cm / (V · s).

Produksi :

Untuk keperluan industri, ZnO diproduksi pada tingkat 105 ton per tahun dengan tiga proses utama:

1. Proses Tidak Langsung (Prancis)

Logam seng dilebur dalam wadah grafit dan menguap pada suhu di atas 907 °C (biasanya sekitar 1000 °C). Uap seng bereaksi dengan oksigen di udara yang memberikan ZnO, disertai dengan penurunan suhu dan luminesen cerah. Partikel seng oksida diangkut ke dalam saluran pendingin dan dikumpulkan dalam sebuah home bag. Metode tidak langsung ini dipopulerkan oleh LeClaire (Prancis) pada tahun 1844 dan karena itu umumnya dikenal sebagai proses Prancis. Produknya biasanya terdiri dari partikel-partikel seng oksida diaglomerasi dengan ukuran rata-rata 0,1 sampai beberapa mikrometer. Bedasarkan berat, sebagian besar seng oksida dunia diproduksi melalui proses Prancis.

2. Proses Langsung (Amerika)

Proses langsung dimulai dengan beragam komposit seng terkontaminasi, seperti bijih seng atau oleh produk peleburan. Prekursor seng berkurang (reduksi karboternal) dengan memanaskan dengan sumber karbon seperti antrasit untuk menghasilkan uap seng, yang kemudian teroksidasi seperti dalam proses tidak langsung. Karena kemurnian lebih rendah dari bahan sumber, produk akhir juga kualitasnya lebih rendah dalam proses langsung dibandingkan dengan yang tidak langsung.

3. Proses Kimia Basah

Sejumlah kecil produksi industri melibatkan proses kimia basah, yang dimulai dengan larutan berair dari garam seng yang dimurnikan, dari mana seng kabonat atau seng hidroksida diendapkan. Endapan ini kemudian disaring, dicuci, dikeringkan dan dikalsinasi pada suhu sekitar 800 °C.

(6)

4. Sintesis Laboratorium

Kebanyakan metoda khusus tersedia untuk memproduksi ZnO untuk studi ilmiah dan aplikasi ceruk. Metoda-metoda ini dapat diklasifikasikan melalui bentuk ZnO yang dihasilkan (curah, selaput tipis, kawat nano), suhu (“rendah” yang dekat dengan suhu kamar atau suhu “tinggi”, yaitu T ~ 1000 ° C), jenis proses (pengendapan uap atau pertumbuhan dari larutan) dan parameter lain.

Kristal tunggal besar (umumnya sentimeter kubik) ditumbuhkan oleh pengangkutan gas (pengendapan fase-uap), sintesis hidrotermal, atau pertumbuhan meleleh. Namun, disebabkan tekanan uap ZnO tinggi, pertumbuhan dari lelehan bermasalah. Pertumbuhan transpor gas sulit dikontrol, meninggalkan metoda hidrotermal sebagai preferensi. Selaput tipis dapat dihasilkan oleh pengendapan uap kimia, epiktasi fase uap metalorganik, elektrodeposisi, laser berpulsa, percikan, sintesis sol-gel, pengendapan lapisan atomik, pirolisis seprot, dst.

Seng oksida biasa serbuk putih yang dapat diproduksi di laboratorium dengan mengelektrolisis larutan natrium bikarbonat dengan anoda seng. Seng hidroksida dan gas hidrogen dihasilkan. Seng hidroksida pada saat pemanasan terurai menjadi seng oksida.

Zn + 2 H2O → Zn(OH)2 + H2 ... (2.5) Zn(OH 2 → ZnO + H2O...(2.6) ZnO Fasenano :

ZnO fasenano dapat disintesis menjadi berbagai morfologi termasuk kawat nano, nanorod, tetrapoda, nanobelt, nanoflower, nanopartikel struktur nano dan seterusnya dapat diperoleh dengan teknik umum di atas, pada kondisi tertentu, dan juga dengan metoda uap-cair-padat.Struktur nano ZnO seperti batangan dapat diproduksi dengan metoda berair. Produk ini menarik karena suhu sintesisnya relatif rendah (< 300 °C) dan tidak adanya pengaturan vakum kompleks. Sintesis biasanya dilakukan pada suhu sekitar 90 °C, dalam larutan berair dari molar seng niutrat yang sama dan heksamin, kemudian memberikan lingkungan basa. Aditif tertentu, seperti polietilen glikol atau polietilamin, dapat meningkatkan aspek rasio kawat nano ZnO.

Doping dari kawat nano ZnO telah dicapai dengan menambahkan logam lain dengan larutan nitrat bertumbuh. Morfologi struktur nano yang dihasilkan dapat disetel dengan mengubah parameter yang berkaitan dengan komposisi prekursor (seperti konsentrasi seng dan pH) atau perlakuan termal (seperti suhu dan tingkat pemanasan).Kawat nano ZnO balok pada pra-pembibitan silikon, substrat kaca dan galium nitrida telah tumbuh dalam larutan berair menggunakan garam seng berair seperti seng nitrat dan seng asetat dalam lingkungan basa. Substrat pra-pembibitan dengan ZnO membentuk situs untuk nukleasi homogen dari kristal ZnO selama sintesis.

Metoda pra-pembibitan umum meliputi dekomposisi termal in-situ kristalitas seng asetat, nanopartikel ZnO spincoating dan penggunaan berbagai metoda pengendapan fisika untuk mengendapkan selaput tipis ZnO. Pra-pembibitan dapat dilakukan dalam hubungannya dengan metoda pemolaan atas-bawah seperti litografi nyala elektron dan litografi nanosferik untuk

(7)

menandai titik nukleasi sebelum pertumbuhan. Kawat nano ZnO balok dapat digunakan dalam sel surya peka-zat warna dan perangkat medan emisi.

2.1.2 TiO2 (Titanium Dioxide)

Titanium dioksida juga dikenal sebagai titanium(IV) oksida atau titania, adalah oksida titanium yang terjadi secara lami, dengan rumus kimia TiO2. Bila digunakan sebagai pigmen, disebut titanium putih, Pigment White 6 (PW6), atau CI 77891. Umumnya oksida ini bersumber dari ilmenite, rutile dan anatase. Titanium dioksida memiliki aplikasi yang luas, dari cat sampai tabir surya hingga pewarna makanan. Bila digunakan sebagai pewarna makanan, ia memiliki E number, yaitu E171.Nama IUPAC-nya Titanium dioksida, Titanium(IV) oksida; nama lainnya Titania, Rutile, Anatase, dan Brookite.

Adapun sifat-sifatnya adalah :

 Rumus Molekul : Tio2

 Berat Molekul : 79,866 Gr/Mol

 Penampilan : Zat Padat Putih

 Bau : Tidak Berbau

 Densitas : 4,23 Gr/Cm3 (Rutile); 3,78 G/Cm3 (Anatase)

 Titik Lebur : 1843 °C

 Titik Didih : 2972 °C

 Kelarutan Dalam Air : Tidak Larut

Indeks Refraksi (Nd) : 2,488 (Anatase); 2,583 (Brookite); 2,609 (Rutile)

 Entalpi Pembentukan Standar Δfho298 : −945 Kj·Mol−1

Entropi Molar Standar So298 : 50 J·Mol−1·K−1

 Titik Nyala : Tidak Menyala

TiO2 (Titanium dioxide/titania) adalah material semikonduktor yang termasukkedalam keluarga oksida metal. Umumnya TiO2 digunakan sebagai pigmen putihpada cat (51% dari produksi total), plastik (19%), dan kertas (17%), yangmenggambarkan aplikasi TiO2 pada sektor habis pakai. Aplikasi inidikarenakan TiO2 mempunyai indeks bias yang tinggi (n = 2,4) dan juga tahanterhadap degradasi warna akibat sinar matahari. Selain aplikasi sebagai pigmen,karakteristik fotokatalis dan semikonduktor dari TiO2 juga membuat material inibanyak digunakan sebagai pendekomposisi bahan organik dengan proses oksidasi,sel surya, dan juga sensor gas.

Di alam umumnya TiO2 mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase, dan brookiteseperti ditunjukkan struktur kristalnya pada Gambar 2.1. Fasa rutile dari TiO2 adalah fasa yang umum dan merupakan fasa yang disintesis dari mineral ilmenitemelalui proses Becher. Pada proses Becher, oksida besi yang terkandung dalamilmenite dipisahkan dengan temperatur tinggi dan juga dengan bantuan gas sulfatatau klor sehingga menghasilkan TiO2 rutile dengan kemurnian 91-93%. Titaniapada fasa anatase umumnya stabil pada ukuran partikel kurang dari 11 nm, fasa brookite pad ukuran partikel 11 – 35 nm, dan fasa rutile diatas 35 nm.

(8)

a. Rutile b. Anatase c. Brookite Gambar 2.1. Struktur Kristal TiO2 Tabel 2.1. Karakteristik dari fasa-fasa TiO2

Dalam aplikasinya pada fotokatalis dan sel surya, umunya digunakan TiO2 pada fasa anatase karena mempunyai kemapuan fotokatalitik yang tinggi. Selain itu untuk meningkatkan kinerja sistem, struktur nanokristal dan juga luas permukaan yang tinggi dari TiO2 adalah faktor yang penting untuk meningkatkan densitas dan transfer elektron.Titanium dioksida terjadi di alam sebagai mineral rutile, anatase dan brookite yang dikenal dengan baik, dan tambahan seperti dua bentuk bertekanan tinggi, bentuk seperti baddeleyite monoklin dan bentuk seperti α-PbO2 ortorombik, keduanya dijumpai baru-baru ini di Ries crater di Bavaria. Ini terutama bersumber dari bijih ilmenite. Ini adalah bentuk bijih-bantalan titanium dioksida yang tersebar luas di dunia. Rutile merupakan yang paling berlimpah selanjutnya dan mengandung sekitar 98% titanium dioksida dalam bijih tersebut. Fase metastabil anatase dan brookite mengubah rutile pada pemanasan.

Titanium dioksida memiliki delapan modifikasi—selain rutile, anatase dan brookite, fase metastabil dapat diproduksi secara sintetik (monoklin, tetragonal dan ortorombik), dan lima bentuk tekanan-tinggi (seperti α-PbO2, baddeleyite, cotunnite, orthorhombic OI, dan fase kubus) juga ada :

Tabel 2.2. Bentuk-bentuk TiO2

Bentuk Sistem

kristal

(9)

Rutile Tetragonal

Anatase Tetragonal

Brookite Ortorombik

TiO2(B) Monoklin Hidrolisis K2Ti4O9 diikuti dengan pemanasan Bentuk seperti-TiO2(H),

hollandite Tetragonal Oksidasi terkait kalium titanat bronze,K0.25TiO2

TiO2(R), bentuk seperti

ramsdellite

Ortorombik Oksidasi terkait litium titanat bronze Li0.5TiO2 TiO2(II)-(bentuk seperti

α-PbO2)

Ortorombik Bentuk seperti baddeleyite, (Ti

berkoordinasi-7)

Monoklin

TiO2 –OI Ortorombik

Bentuk kubus Kubus P > 40 Gpa, T > 1200 oC TiO2 -OII, seperti cotunnite

(PbCl2)

Ortorombik P > 40 Gpa, T > 700 °C

Fase tipe cotunnite diklaim oleh L. Dubrovinsky dan ko-penulis sebagai oksida yang sulit dikenal dengan kekerasan Vickers 38 Gpa dan modulus curah 431 Gpa (yang dekat dengan nilai intan, 446 Gpa) pada tekanan atmosfer. Namun, penelitian kemudian hadir dengan kesimpulan yang berbeda dengan nilai jauh lebih rendah untuk kedua nilai kekerasan (7– 20 GPa, yang membuat nya lebih lunak dari oksida biasa seperti korundum Al2O3 dan rutile TiO2) dan modulus curah (~300 GPa).

Oksida ini merupakan bijih titanium penting secara komesial. Logam ini dapat juga ditambang dari mineral lain seperti ilmenite atau bijih leucoxene, atau salah satu bentuk paling murni, rutil pasir pantai. Safir bintang dan rubi memperoleh asterisme mereka dari adanya pengotor rutil di dalamnya.Titanium dioksida (B) dijumpai sebagai suatu mineral dalam batuan magmatik dan saluran hidrotermal, serta pelapukan rims pada perovskite. TiO2 juga membentuk lamella dalam mineral lain.Garis spektrum dari titanium oksida adalah yang terkenal dalam bintang kelas M, yang dingin cukup untuk memungkinkan molekul zat kimia ini membentuk.

Produksi :

Cara produksinya bergantung pada bahan bakunya. Cara paling umum untuk produksi titanium dioksida menggunakan ilmenite. Ilmenite dicampur dengan asam sulfat. Ini bereaksi untuk menyingkirkan kelompok besi oksida dalam ilmenite. Hasil-samping berupa besi(II) sulfat dikristalkan dan disaring untuk menghasilkan hanya garam titanium dalam larutan pencernaannya. Produk ini disebut rutil sintetik. Ini diproses lebih lanjut dengan cara yang sama untuk rutil yang menghasilkan produk titanium dioksida. Rutil sintetik dan ampas bijih titanium dibuat secara khusus untuk produksi titanium dioksida. Penggunaan bijih ilminite biasanya hanya menghasilkan titanium dioksida bertarap pigmen. Cara lain untuk produksi rutil sintetik dari ilmenite menggunakan Proses Becher.

Rutile merupakan pasir mineral paling melimpah kedua. Rutile dijumpai dalam batuan utama yang tidak dapat diekstrak karena depositnya mengandung pasir rutil yang dapat

(10)

ditambang berarti mengurangi ketersediaannya untuk bijih konsentrasi tinggi. Titanium dioksida kasar (dalam bentuk rutil atau rutil sintetik) dimurnikan melalui pengubahan menjadi titanium tetraklorida dalam proses klorida. Dalam proses ini, bijih mentah (mengandung sekurang-kurangnya 70% TiO2) direduksi dengan karbon, dioksidasi dengan klorida menghasilkan titanium tetraklorida; yaitu klorinasi karbotermal. Titanium tetraklorida ini disuling, dan dioksidasi-ulang dalam nyala oksigen murni atau plasma pada suhu 1500–2000 K yang menghasilkan titanium dioksida murni sambil juga meregenerasikan klor.

Aluminium klorida sering ditambahkan pada proses ini sebagai promotor rutil; produk ini kebanyakan anatase dalam ketiadaannya. Bahan mentah yang lebih disukai untuk proses klorida ialah rutil alami disebabkan tingginya kandungan titanium dioksida.Satu cara untuk produksi titanium dioksida dengan relevansi untuk nanoteknologi ialah Sintesis solvotermal titanium dioksida.

2.2 Sintesis Nano Zno (Zinc Oxide) 2.2.1 Metode Kopresipitasi

Metode kopresipitasi merupakan salah satu metode sintesis senyawa anorganik yang didasarkan pada pengendapan lebih dari satu substansi secara bersama–sama ketika melewati titik jenuhnya. Kopresipitasi merupakan metode yang menjanjikan karena prosesnya menggunakan suhu rendah dan mudah untuk mengontrol ukuran partikel sehingga waktu yang dibutuhkan relatif lebih singkat. Beberapa zat yang paling umum digunakan sebagai zat pengendap dalam kopresipitasi adalah hidroksida, karbonat, sulfat dan oksalat. Produk dari metode ini diharapkan memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan lebih homogen daripada metoda solid state dan ukuran partikel yang lebih besar dari pada metoda sol-gel.

Contoh dari jurnal : “Karakterisasi Kristal Nano ZnO” 1. Abstrak

Pengembangan material kristalin berukuran nano merupakan suatu bidang yang akhir-akhir ini menjadi perhatian penelitian. ZnO adalah kristal yang banyak dipakai dalam berbagai keperluan, sebagai katalis atau pendukung katalis, atau sebagai semikonduktor. Karakteristik kristal ZnO tergantung pada ukuran dan metode preparasinya.. Pada penelitian ini kristal nano ZnO telah berhasil disintesis dengan metode yang sederhana dan ekonomis yaitu melalui kopresipitasi dari prekursor seng asetat 0,1 M dan asam oksalat 0,15 M. Data XRD menunjukkan bahwa ZnC2O4 yang telah dikalsinasi suhu 400 oC telah terdekomposisi sempurna menjadi ZnO. Kristal nano ZnO yang dihasilkan memiliki ukuran 31 nm. Data SEM menunjukkan bahwa morfologi kristal nano ZnO tampak homogen sebagai partikel padat berbentuk bulat kecil.

2. Pendahuluan

Pengembangan material kristalin berukuran nano merupakan suatu bidang yang akhir-akhir ini menjadi perhatian penelitian. ZnO adalah kristal yang banyak dipakai dalam berbagai keperluan, sebagai katalis atau pendukung katalis, atau sebagai semikonduktor. Karakteristik kristal ZnO tergantung pada ukuran dan metode preparasinya. Preparasi kristal ZnO dengan ukuran nano telah dilakukan dengan metode yang berbeda-beda seperti aerosol, emulsi mikro, ultrasonik, metode sol gel, evaporasi larutan dan suspensi, evaporasi dekomposisi larutan (EDS), reaksi solid state, sintesis wet chemical, dan metode spray pirolisis (Kanade K.G., dkk 2006). Oleh karena itu perkembangan sintesis kristal nano ZnO dengan menggunakan metode yang sederhana dan ekonomis saat ini menjadi penting.

(11)

Pada penelitian sebelumnya, Kanade K.G., dkk (2006), telah berhasil membuat kristal nano ZnO dari prekursor seng asetat dengan asam oksalat dengan pelarut air, methanol, dan etilen glikol. Rentang konsentrasi larutan seng asetat yang digunakan sebesar 0,008 M - 0,1 M dan rentang konsentrasi larutan asam oksalat yang digunakan sebesar 0,12 - 0,18 M. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa reaksi antara 0,1 M seng asetat dengan 0,15 M asam oksalat dapat memberikan produk intermediet maksimum jika dibandingkan dengan rasio konsentrasi prekursor yang lain, dengan ukuran kristal ZnO yang dihasilkan berturut-turut adalah 22-25 nm untuk pelarut air dan 14-17 nm untuk pelarut organik.

Mengacu pada penelitian Kanade dkk., pada penelitian ini kristal ZnO disintesis dari campuran larutan seng asetat 0,1 M dan asam oksalat 0,15 M. Penggunaan konsentrasi yang sama ini dimaksudkan untuk mendapatkan kristal dengan ukuran yang kecil. Proses yang dilaporkan pada penelitian ini sangat ekonomis, sederhana, dan berpotensi untuk diproduksi dalam skala besar.

3. Metode Penelitian

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah aquades, aqua DM, seng asetat dihidrat (Zn(CH3COO)2.2H2O, Merck, 99 %) dan asam oksalat hidrat (C2H2O4.2H2O, Merck, 99,5-102,5%). Kristal ZnO disintesis berdasarkan metode kopresipitasi yang dilakukan oleh Kanade., dkk. (2006). Pada penelitian ini, ZnO disintesis dari campuran Zn(CH3COO)2.2H2O 0,1 M dan H2C2O4.2H2O 0.15 M dalam pelarut air deionisasi. Campuran diaduk dengan kecepatan 160 rpm selama 12 jam pada temperatur kamar. Endapan seng oksalat dipisahkan dengan filtratnya dengan sentrifuse, diikuti pencucian dengan air deioniasi dan aceton serta dikeringkan dalam oven pada 120oC satu malam. Kristal ZnO diperoleh setelah kalsinasi seng oksalat dalam furnace pada temperatur 400oC selama 4 jam.

4. Hasil

Sintesis kristal nano ZnO :

Pada sintesis kristal ZnO, larutan asam oksalat 0,15 M ditambahkan tetes demi tetes ke dalam larutan seng asetat 0,1 M agar tidak terjadi penggumpalan secara mendadak sambil dilakukan pengadukan dengan kecepatan 160 rpm. Penambahan asam oksalat dilakukan hingga didapatkan larutan jenuh yang diindikasikan adanya perubahan warna dari jernih menjadi keruh dan berwarna putih. Penambahan asam oksalat ke dalam larutan seng asetat ini memungkinkan adanya pembentukan seng oksalat. Skema reaksi kopresipitasi yang terjadi dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Zn(CH3COO)2.2H2O + H2C2O4.2H2O ZnC2O4.2H2O + 2CH3COOH + 2H2O... (2.7) Larutan hasil kopresipitasi ini dibiarkan tetap distirer dengan kecepatan 160 rpm selama 12 jam, proses ini untuk mendapatkan endapan seng oksalat yang homogen. Setelah 12 jam larutan hasil kopresipitasi dipisahkan antara endapan dan filtratnya dengan menggunakan sentrifuse untuk mencegah partikel-partikel yang berukuran kecil tidak hilang. Endapan kemudian dicuci dengan aqua demineralisasi dan aseton. Hal ini dilakukan untuk mengurangi sisa asam oksalat yang tidak bereaksi sehingga didapat padatan yang berwarna putih.

Selanjutnya, padatan berwarna putih dikeringkan dalam oven pada suhu 120oC selama 12 jam. Padatan putih yang telah dikeringkan kemudian dikalsinasi dengan suhu 400oC selama 4 jam untuk menghilangkan ion oksalatnya sehingga terbentuk struktur ZnO. Proses dekomposisi yang terjadi pada padatan seng oksalat menjadi seng oksida mengikuti reaksi sebagai berikut : ZnC2O4.2H2O ZnC2O4 + 2H2O ...(2.8) ZnC2O4ZnCO3+ CO...(2.9) ZnCO3ZnO + CO2...(2.10)

(12)

Analisa XRD Endapan Seng oksalat (ZnC2O4.2H2O) :

Pada penelitian ini, sebelum dihasilkan kristal ZnO, terlebih dahulu dihasilkan produk intermediet seng oksalat yang merupakan hasil kopresipitasi larutan seng asetat dengan asam oksalat. Adapun diffraktogram sinar-X dari seng oksalat ditampilkan pada gambar 2.2 :

Gambar 2.2.Diffraktogram sinar-X seng oksalat

Gambar 2.2 Menunjukkan Pola XRD seng oksalat yang disiapkan dengan pelarut air. Pada pola XRD ini ditemukan puncak tertinggi di 2θ (o): 18,7 dengan intensitas relatif 100%. Data ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Kanade, dkk., (2006) bahwa puncak XRD seng oksalat yang menandakan pembentukan α-ZnC2O4.2H2O terletak di 2θ (o): 19,5 dengan intensitas relatif 100%.

Analisa XRD Kristal ZnO :

(13)

Gambar 2.3 Menunjukkan pola XRD ZnO sintesis (a) dan ZnO komersial (b). Pada gambar 2 tampak bahwa puncak-puncak difraksi ZnO sintesis muncul pada 2θ(o): 31,80; 34,45; 36,28; 47,56 dan 56,6. Sedangkan puncak-puncak difraksi ZnO komersial muncul pada 2θ(o): 31,77; 34,42; 36,37; 47,54 dan 56,59. Puncak-puncak difraksi pada ZnO sintesis dan ZnO komersial ini sesuai dengan hasil yang dipublikasikan oleh Kanade dkk, (2006) untuk pola difraksi ZnO dengan tipe struktur heksagonal. Pada pola difraksi ZnO sintesis tidak ditemukan fase lain seperti ZnCO3, hal ini menunjukkan bahwa ZnC2O4 yang telah dikalsinasi suhu 400 oC telah terdekomposisi sempurna menjadi ZnO.

Pada gambar 2.3 tampak bahwa ZnO komersial lebih kristalin dari pada ZnO sintesis, sebagaimana ditunjukkan dengan sinyal difraksi ZnO komersial lebih tinggi dari pada ZnO sintesis. Hasil ini diharapkan sebagai konsekuensi dari metode sintesis yang digunakan untuk membuat ZnO sintesis. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Alba-Rubio, dkk., (2010). Pada penelitian tersebut, adanya gas yang dilepaskan pada saat dekomposisi oksalat menyebabkan energi termal yang digunakan untuk pembentukan ZnO sintesis lebih sedikit sehingga mengarah pada derajat kristalinitas ZnO sintesis lebih rendah dari pada ZnO komersial.

Scanning Electron Microscopy (SEM) :

Fungsi utama SEM adalah mengetahui morfologi permukaan sampel padat. Pada SEM, gambar dibentuk oleh berkas elektron yang sangat halus yang difokuskan pada permukaan material. Perbesaran dihasilkan dari perbandingan luas area sampel yang di-scan terhadap luas area layar monitor.

(14)

Gambar 2.4 Menunjukkan SEM dari sampel ZnO sintesis. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa masing-masing sampel ditampilkan dengan 2 kali perbesaran yaitu 10.000 kali dan 20.000 kali. Tujuan dari perbesaran yang lebih kecil (perbesaran 10.000 kali) adalah untuk mengetahui bentuk morfologi sampel secara global. Jika morfologinya menunjukkan keseragaman maka dapat dilakukan peningkatan perbesaran (misal 20.000 kali) dengan men-scan berkas elektron terhadap luas permukaan sampel yang cukup sempit. Berdasarkan hal ini dapat diperoleh data-data morfologi yang dianggap dapat mewakili morfologi sampel secara keseluruhan. Pada Gambar 2.4 secara umum sampel ZnO sintesis tampak homogen sebagai partikel padat berbentuk bulat kecil. Hasil ini sesuai dengan estimasi ukuran dengan menggunakan Maud bahwa estimasi ukuran kristal ZnO adalah 31 nm.

5. Kesimpulan

Kristal nano ZnO telah berhasil disintesis dari peristiwa kopresipitasi dari prekursor dengan konsentrasi encer dari larutan seng asetat 0,1 M dan asam oksalat 0,15 M. Data XRD menunjukkan bahwa ZnC2O4yang telah dikalsinasi suhu 400oC telah terdekomposisi sempurna menjadi ZnO. Kristal nano ZnO yang dihasilkan memiliki ukuran 31 nm. Data SEM menunjukkan bahwa morfologi kristal nano ZnO tampak homogen sebagai partikel padat berbentuk bulat kecil.

2.2.2 Metode Sol-Gel

Metode sol-gel dikenal sebagai salah satu metode sintesis nanopartikel yang cukup sederhana dan mudah. Metode ini merupakan salah satu “wet method” karena pada prosesnya melibatkan larutan sebagai medianya. Pada metode sol-gel, sesuai dengan namanya larutan mengalami perubahan fase menjadi sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam larutannya) dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai fraksi solid yang lebih besar daripada sol).

Contoh dari jurnal : “Sintesis Lapisan ZnO dengan metode Sol-gel Spincoating Dan Karakterisasi Sifat Optiknya”

1. Abstrak

Telah berhasil disintesis lapisan ZnO dengan metode sol-gel spin coating. Serbuk zinc acetate dehydrate, etanol dan monoetanolamine masing-masing digunakan sebagai material dasar, pelarut dan penstabil. Deposisi lapisan ZnO dilakukan di atas substrat kaca. Proses pemanasan lapisan berturut-turut pada suhu 1000C (kalsinasi), 3000C (pre-heating) dan 5000C (post-heating). Karakterisasi sol-gel menggunakan TGA-DTA, sedangkan karakterisasi hasil lapisan ZnO meliputi XRD, SEM, dan spektrofotometer UV-Vis untuk mengamati sifat optiknya. Berdasarkan hasil analisis TGA-DTA pada bahan sol-gel menunjukkan pengurangan massa dari suhu kamar dan terlihat mulai stabil pada suhu 2800C. Analisis XRD lapisan ZnO menunjukkan pada suhu 3000C sudah terbentuk fase ZnO polikristalin dan intensitasnya meningkat pada suhu 5000C. Berdasarkan hasil karakterisasi sifat optik dengan spektrofotometer UV-Vis tampak bahwa lapisan ZnO yang dipanaskan pada suhu 5000C memiliki transparansi tertinggi sebesar 65,50% pada daerah panjang gelombang 400 nm sampai 800 nm dengan energy gap sebesar 3,14 eV. Hasil pengamatan struktur mikro dengan SEM menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, lapisan ZnO yang terbentuk memiliki kerapatan antar butir semakin tinggi dan rata-rata ukuran butir 300 nm.

2. Pendahuluan

Dalam teknik material khususnya lapisan tipis, ZnO adalah salah satu bahan yang menarik untuk digunakan dalam bidang sensor, sel surya, serta nanodivice, karena sifat emisinya yang dekat dengan sinar UV, memiliki konduktivitas dan transparansi tinggi,

(15)

fotokatalis (Guanglong, 2007). ZnO adalah material semikonduktor tipe-n golongan II-IV dengan lebar band gap 3,2 eV pada suhu kamar.

Lapisan tipis ZnO dapat dibuat dengan berbagai macam teknik, seperti molecular beam epitaxy (Changzheng W, 2009), RF magnetron sputtering (Sungyeon Kim, 2006), pulsed laser deposition (Zhu, 2010), spray pyrolysis (Prasada, 2010), chemical vapor deposition (Preetam Singh, 2007), physical vapor deposition (George, 2010), dan sol-gel spin coating (Davood, 2004). Pembuatan lapisan tipis dengan metode sol-gel spin coating memiliki beberapa keuntungan, antara lain biayanya murah, tidak menggunakan ruang dengan kevakuman tinggi, komposisinya homogen, ketebalan lapisan bisa dikontrol dan struktur mikronya cukup baik, sehingga metode ini banyak digunakan sebagai alternatif lain dalam pembuatan lapisan tipis (Ceng, 2004).

Sol-gel spin coting adalah metode untuk membuat lapisan dari bahan polimer photoresist yang dideposisikan pada permukaan silikon dan material lain yang berbentuk wafer. Setelah larutan (sol-gel) diteteskan di atas wafer, kecepatan putar diatur oleh gaya sentrifugal untuk menghasilkan lapisan tipis yang homogen. Metode sol-gel spin coating ini menggabungkan meteode fisika dan kimia biasa, dimana metode ini sangat mudah dan efektif untuk membuat lapisan tipis dengan hanya mengatur parameter waktu dan kecepatan putar serta viskositas larutan. Namun metode ini tidak dapat di aplikasikan untuk membuat lapisan metal, karena bahan dasar metal susah untuk dibuat dalam fase cair.

3. Metodologi Pembuatan sol-gel :

Bahan dasar zinc acetate dehydrate (ZnAc) dilarutkan ke dalam etanol dengan kelarutan diatur 0,5 M. Proses pecampuran dilakuan di atas hot plate pada rentang suhu 700C sampai 800C. Kemudian larutan di atas ditambahkan monoethanolamina (MEA) sebagai penstabil dengan perbandingan molar antara MEA dan ZnAc adalah 1:1. Pada tahap ini terbentuk gel cair yang terdiri dari senyawa asam yang berasal dari partikel ZnAc yang terlarut, beserta air. ZnAc yang telah larut memiliki butir yang sangat kecil sehingga larutan tersebut terlihat bening. Setelah larutan didinginkan sampai suhu kamar akan terbentuk gel yang agak kental. Teknik pelapisan :

Lapisan ZnO dibuat dengan alat spin coating yang dideposisikan di atas substrat kaca. Substrat kaca yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan detergen dan alkohol sambil digetarkan dengan ultrasonic cleaner masing-masing selama 30 detik, untuk menghilangkan kandungan minyak dan kotoran yang melekat pada substrat. Selanjutnya proses pembuatan lapisan dengan spin coating dilakukan selama 30 detik. Setelah gel diteteskan di atas substrat, selanjutnya substrat diputar dengan putaran rendah (1000 rpm) selama 10 detik yang bertujuan untuk menyebarkan gel ke seluruh permukaan substrat. Kemudian substrat diputar dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 detik, dengan tujuan untuk membentuk lapisan yang datar dengan ketebalan homogen.

Proses pemanasan :

Proses pemanasan dilakukan dengan menggunakan furnace. Pemanasan pertama dilakukan selama 1 jam pada suhu 1000C, bertujuan untuk menghilangkan kandungan air serta sisa pelarut dalam lapisan secara bertahap. Pemanasan kedua dilakukan pada suhu 3000C

(16)

selama 5 jam. Tahap ini dikatakan juga sebagai tahap pre-heating yang berfungsi untuk menghilangkan pelarut etanol, air, dan gugus asam, serta memfasilitasi perubahan ZnOH menjadi ZnO seiring dengan pemanasan. Tahap selanjutnya adalah post-heating atau pemanasan akhir pada suhu 5000C selama 1 jam. Post-heating ini berfungsi untuk membentuk partikel ZnO dengan orientasi kristal yang seragam, ukuran butir lebih besar dan pori-pori sangat kecil.

(17)

4. Hasil Analisis termal :

Perilaku termal dari ZnO gel diuji dengan Differensial Thermal Analysis (DTA) dan Thermogravimetri Analysis (TGA). Analisis ini bertujuan untuk mengamati perubahan energi dan perubahan massa akibat adanya perubahan suhu. Berdasarkan hasil analisis DTA-TGA dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan pemberian suhu, dimana transformasi fase suatu bahan terjadi.

Hasil pengamatan DTA-TGA ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasar kurva TGA terlihat penurunan massa terjadi pada suhu di sekitar 600C – 1200C dan 1400C – 2800C . Penurunan massa pertama disebabkan oleh penguapan air dan pelarut, sedangkan penurunan massa yang kedua disebabkan dekomposisi dari sisa-sisa organik dan penstabil MEA. Berdasar pada kurva DTA, puncak eksotermal yang cukup lebar muncul disekitar sudut 2400C, yang terjadi akibat pembentukan kristal ZnO. Hal ini didukung dengan tidak ada lagi pengurangan massa yang teramati pada suhu di atas 2800C.

Gambar 2.5 DTA-TGA sol-gel ZnO

Berdasarkan hasil analisis kurva DTA-TGA (Gambar 2.5) diperkirakan terbentuknya kristal ZnO pada pemanasan di atas suhu 2800C, sehingga proses pre-heating lapisan ZnO dapat dilakukan pada suhu 3000C.

Orientasi dan struktur kristal :

Struktur dan orientasi bidang kristal dari lapisan ZnO diuji dengan diffraksi sinar-X (XRD). Pola XRD lapisan ZnO ditunjukkan pada Gambar 2.6 Pada pemanan suhu 1000C belum terbentuk fase ZnO. Pada suhu ini terbentuk dua puncak, yaitu pada sudut 33,150 dan 59,300. Berdasarkan hasil search mach didapatkan informasi bahwa puncak dengan sudut 33,150

adalah fase zinc propianate (C6H10O4Zn), sedangkan sudut 59,300

adalah fase zinc salicylate dihydrete {(C6H10O6Zn).2H20}. Fase kristal ZnO baru terbentuk pada suhu pemanasan 3000C.

Berdasarkan Gambar 2.6 terlihat bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, puncak ZnO polikristalin semakin tinggi, terutama pada suhu 5000C terbentuk bidang-bidang kristal yaitu, bidang-bidang (010), (002) (010), (012) dan (110). Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu pemanasan, energi yang diperoleh atom-atom ZnO untuk

(18)

membentuk bidang kristal semakin tinggi pula, sehingga ia memiliki kemampuan lebih untuk menyusun diri dalam bidang-bidang tertentu.

Gambar 2.6 Pola difraksi sinar-X lapisan ZnO

Morfologi permukaan suatu material dapat diamati dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hasil foto SEM ditunjukkan pada Gambar 2.7

Gambar 2.7 Foto SEM permukaan lapisan ZnO pada suhu: (a) 1000C, (b) 3000C, dan (c) 5000C.

Berdasarkan Gambar 2.7a terlihat lapisan yang dipanaskan pada suhu 1000C memiliki permukaan yang sangat kasar dengan porositas yang besar, karena masih mengandung air dan pelarut. Setelah dipanaskan 3000C (Gambar 2.7b), kristal-kristal mulai mengatur diri membentuk fase ZnO sesuai dengan hasil DTA-TGA. Pada suhu ini, butiran partikel-partikel ZnO mulai tumbuh, tetapi jarak antar partikel masih tinggi. Pada lapisan ZnO yang dipanaskan 5000C (Gambar 2.7c), atom-atom pada butir-butir yang lebih kecil mendapat driving force yang cukup untuk berdifusi

(19)

membentuk butir baru yang lebih besar. Akibat difusi antar butir ini akan terbentuk necking yang mengakibatkan mengecilnya perbatasan antar butir dan porositas sehingga permukaan lapisan terlihat menjadi lebih halus. Pada suhu 5000C rata-rata ukuran butir yang terbentuk sekitar 500 nm.

5. Kesimpulan

Lapisan ZnO telah berhasil dibuat dengan metode sol-gel spin coating di atas substrat kaca. Peningkatan perlakuan panas yang lebih tinggi dapat menghasilkan struktur kristal dan morfologi yang lebih baik. Perlakuan panas pada lapisan ZnO pada suhu 5000C menghasilkan transmitansi 65,50%, indeks bias 2,48 ±0,02; ketebalan lapisan 11,75 ±0,10 µm; dan energy gap sebesar 3,14 eV.

2.3 Sintesis Nano TiO2 (Titaium Dioxide) 2.3.1 Metode Masking Gel Calcination

Contoh dari Jurnal : Sintesis Dan Karakterisasi Nano Powder Alumina Titania Dengan Metode Masking Gel Calcination

1. Abstrak

Nanopowder alumina titania (Al2O3.TiO2) telah terbentuk pada temperatur 1200°C dengan metode masking-gel calcination. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan sintesis dan karakterisasi nano powder alumina titania. Bahan-bahan yang digunakan adalah Al(OH)3, TiO2, asam sulfat, sukrosa dan ammonia. Metode masking gel calcination merupakan paten Balai Besar Keramik dengan nomor paten P00201000111. Metode ini merupakan modifikasi metode bottom up yang mengombinasikan proses fisika dan kimia yang dapat menghasilkan partikel berukuran nanometrik dengan distribusi ukuran partikel yang sempit. Hasil karakterisasi dengan X-RD, SEM, TEM dan PSA menunjukkan bahwa pada temperatur 1200 °C telah terbentuk nano powder alumina titania dengan ukuran partikel ≤ 30 nm, bentuk kristal silinder yang merupakan bentuk rutil dan rhombohedral yang merupakan bentuk dari α-Al2O3.

2. Pendahuluan

Alumina titania adalah gabungan material yang terdiri dari dua komponen material penyusun, baik secara mikro ataupun secara makro yang berbeda bentuk dan komposisi kimianya. Gabungan material tersebut mempunyai sifat tersendiri yang lepas dari karakter masing-masing bahan penyusunnya dan akan membentuk mineral-mineral stabil (mineral-mineral sekunder) pada temperatur tertentu. Pada saat sekarang ini alumina titania merupakan material yang diproses secara nano teknologi karena menghasilkan ukuran yang sangat kecil, luas permukaan yang besar, sifat mikrostruktur yang kompak sehingga menghasilkan sifat mekanis, optikal, elektronik, magnetik dan kimia yang lebih unggul untuk setiap variasi bahan dan aplikasinya.

3. Metodologi

Bahan yang digunakan adalah gibsit (Al(OH)3) teknis, TiO2 teknis, asam sulfat pa.(95-97)%, ammonia 21 %, dan sukrosa. Sintesis nano powder menggunakan alat mixer stirrer dual speed 2000 rpm, pot mill dan jar mill, oven pengering, tungku 900°C Heraus dan tungku 1700°C Nabertherm. Karakterisasi untuk penentuan

(20)

komposisi fasa mineral serbuk hasil kalsinasi dianalisis menggunakan alat X-RD X’Pert PRO MPDwith X'Celerator dari PANalytical dengan setting tube menggunakan Ceramic CuLong Fine Focus dengan step size 0,0084°, tegangan 40 kV dan arus 40 mA. Metode identifikasi mineral menggunakan Hanawalt yang dibantu dengan data base JCPDS(International Center for Diffraction Data).

Sebagai perbandingan juga dilakukan identifikasi menggunakan program XPOWDERVer. 2004.04.70 Pro. Mikrostruktur dianalisis menggunakan JEOL/EO JSM-6360-Jepang. Produk serbuk juga dianalisis menggunakan TEM. Untuk mengetahui distribusi ukuran partikel, dilakukan analisis dengan alat Particle Size Analysis merek NIMBUS jenis OPUS Particle Size Analysis Windox 5.

Tahap Penelitian :

Terdapat 2 (dua) tahap pada penelitian ini yaitu tahap penyiapan powder nano alumina titania dan tahap karakterisasi meliputi pengujian mineralogi, mikrostruktur dan distribusi ukuran partikel.

Metode Penelitian :

Sintesis nano alumina titania dilakukan dengan menggunakan metode masking gelcalcination yang merupakan paten Balai Besar Keramik dengan nomor paten P00201000111. Metode ini merupakan kombinasi proses fisika dan kimia yang dapat menghasilkan partikel berukuran nanometrik dengan distribusi ukuran partikel yang sempit. Variabel yang digunakan adalah komposisi bahan Al(OH)397%, TiO23% dan Al(OH)3 94%, TiO26% dengan variasi pembakaran 1000 °C, 1100 °C dan 1200 °C. 4. Hasil

Pengaruh destruksi (polishing) asam sulfat, penambahan ammonia dan sukrosa :

Alumunium hidroksida Al(OH)3 merupakanoksida amfoter yang dapat larut di dalam asam sulfat membentuk AlO(OH) atau boehmit dan Al2(SO4)3. Bentuk kristal boehmit sangat dipengaruhi kondisi preparasi awal pembuatannya. Jika boehmit disiapkan dari fasa cair dengan metode pengendapan atau hidrotermal, kondisi penelitian seperti sumber alumuniun, bahan pengendap, pH larutan, temperatur, waktu ageing, dan kondisi pengeringan dapat mempengaruhi ukuran kristal boehmit. Penambahan ammonia bertujuan untuk mengembalikan kondisi reaksi asam akibat penambahan asam sulfat menjadi netral atau ke arah basa. Sedangkan gugus –OH pada sukrosa dapat mempertahankan ukuran partikel campuran agar tidak semakin membesar dengan cara menyelubungi (masking) partikel alumina dan titania. Secara garis besar, reaksi yang terjadi pada proses pembentukan bodi alumina titania ini diperkirakan sebagai berikut :

a Al2O3 + b TiO2c Al2O3 – TiO2...(2.11) Titania terhadap alumina dalam jumlah yang sedikit berperan sangat dominan sebagai bahan penguat (doping material) fasa kristal atau matriks alumina yang akan terbentuk dengan titania tetap muncul sebagai mineral rutil atau anatase. Dengan kata lain, titania dapat juga berperan sebagai pelebur (sintering aid) yang menghasilkan fasa gelas (solid solution).

Karakteristik fasa mineral serbuk hasil kalsinasi :

Karakteristik fasa mineral suatu material hasil sintesis merupakan salah satu hal yang penting untuk mengetahui sejauh mana fasa mineral yang diharapkan terbentuk. Gambar 2.8 menunjukkan pola difraksi XRD (X-Ray Diffraction) serbuk hasil kalsinasi dengan kode AT 361 1000, AT 361 1100 dan AT 361 1200.

(21)

Gambar 2.8 Pola difraktogram XRD (X-Ray Diffraction) pembentukan nano powder alumina titania dengan metode masking-gel calcination untuk AT 361. Fasa mineral serbuk AT 361 1000 adalah korundum (α-Al2O3), anatase (TiO2), kappa alumina (k-Al2O3), dan rutil (TiO2). Mineral rutil dan anatase dengan intensitas rendah berasal dari pengujian fasa mineral awal bahan TiO2. Fasa k-Al2O3 berasal dari gibsit (Al(OH)3) pada awal pengujian fasa mineral bahan yang pada kalsinasi pada temperatur 1000°C sebagian bertransformasi menjadi boehmit (AlO(OH)), sebagian lagi (sisanya) pada temperatur antara (800-1000) °C bertransformasi menjadi korundum (α-Al2O3). Diperkirakan fasa k-Al2O3 sudah muncul pada temperatur kalsinasi 900 °C sesuai dengan teori fasa transisi alumina dari bahan gibsit bahwa k-Al2O3 terbentuk pada temperatur kalsinasi (900-1000) °C. Untuk serbuk dengan kode AT 361 1100 terlihat bahwa mineral yang muncul adalah korundum (α-Al2O3), anatase (TiO2), kappa-alumina (k-Al2O3), dan rutil (TiO2).

(22)

Dengan meningkatnya temperatur kalsinasi, intensitas anatase dan korundum meningkat pula, sedangkan intensitas kappa-alumina tetap karena temperatur 1100°C merupakan temperatur transisi kappa alumina untuk bertransformasi menjadi korundum (α-Al2O3). Peningkatan temperatur menyebabkan terjadinya pengompakan dan perubahan fasa mineral material. Pada saat temperatur kalsinasi dinaikkan menjadi 1200 °C, fasa mineral anatase serbuk dengan kode AT 361 1200 bertransformasi menjadi rutil yang merupakan mineral yang stabil, sedangkan k-Al2O3 bertransformasi menjadi korundum (α-Al2O3), yang merupakan mineral yang stabil juga. Pola difraksi XRD (X-Ray Diffraction) untuk serbuk hasil kalsinasi dengan kode AT 661 1000, AT 661 1100 dan AT 661 1200 ditunjukkan pada Gambar 2.9

Gambar 2.9 Pola difraktogram XRD (X-Ray Diffraction) pembentukan serbuk alumina titania dengan metode masking-gel calcination.

Pada serbuk dengan perbandingan bahan Al(OH)3 dan TiO2 = 94 % : 6 % dikalsinasi pada temperatur 1000 °C (AT 661 1000), fasa mineral yang muncul adalah korundum

(23)

(α-Al2O3), anatase (TiO2) dan kappa-alumina (k-Al2O3). Intensitas anatase sedikit lebih tinggi dibanding dengan intensitas anatase pada serbuk dengan kode AT 361 1000, sedangkan kappa-alumina dan korundum intensitasnya menurun. Komposisi kandungan TiO2 dalam jumlah tertentu pada alumina dapat meningkatkan sifat fisis dan mekanis alumina karena bersifat sebagai sintering aid atau solid solution. Dengan meningkatnya temperatur kalsinasi menjadi 1100°C, intensitas mineral korundum, anatase dan kappa alumina juga meningkat. Pada AT 661 1200, anatase bertransformasi menjadi rutil, sedangkan kappa alumina bertransformasi menjadi korundum dengan intensitas yang lebih tinggi dibanding AT 661 1100. Bila ditinjau dari variasi komposisi bahan, yang paling efektif membentuk bodi nano alumina titania adalah bahan yang mengandung TiO2 sebanyak 3 % dengan temperatur kalsinasi 1200°C karena pada kondisi tersebut fasa mineral korundum dan rutil terbentuk dengan intensitas yang tertinggi. Hal ini telah dijelaskan sebaliknya bahwa TiO2 yang berkadar tinggi (AT 661) akan cenderung membentuk fasa gelas, sehingga fasa kristal korundum dan rutil dengan kapasitas lebih rendah.

Karakteristik Mikrostruktur Gambar SEM (Scanning Electron Microscope) :

Pembentukan bodi alumina titania dengan temperatur kalsinasi 1200°C untuk kode serbuk AT 361 1200 ditunjukkan pada Gambar 2.10

Gambar 2.10 Foto morfologi SEM (Scanning Electron Microscope) nano alumina titania berbasis gibsit kalsinasi suhu 1200 °C

Pada Gambar 2.10 sesuai juga dengan hasil karakteristik mineraloginya, menunjukkan terdapatnya mineral berbentuk batangan-batangan yang merupakan bentuk dari mineral rutil, sedangkan bentuk mineral korundum berupa lempengan-lempengan memanjang rhombohedral yang menunjukkan keberadaan mineral korundum. Bentuk partikel atau kristal dengan menggunakan TEM (TransmissionElectron Microscope) pada serbuk AT 361 1000 ditunjukkan pada Gambar 2.11.

(24)

Gambar 2.11 Foto mikrostruktur TEM (Transmission Electron Microscope) nano alumina titania berbasis gibsit kalsinasi suhu 1000°C (AT 361 1000)

Dari gambar tersebut terlihat mineral yang saling bertumpuk sehingga tidak terlalu jelas perbedaan bentuk mineral yang ada. Seperti pada pembahasan sebelumnya, bahwa mineral atau partikel yang saling bertumpuk tersebut akibat adanya fasa gelas (solidsolution) dari alumina titania yang cukup tinggi.

Serbuk AT 661 1000 :

Bentuk partikel atau kristal dengan menggunakan TEM (Transmission ElectronMicroscope) pada serbuk AT 661 1000 ditunjukkan pada Gambar 2.12. Pada TEM (Transmission Electron Microscope) pada Gambar 2.12 untuk AT 661 1000 dapat dilihat bentuk lempengan-lempengan tidak beraturan yang merupakan bentuk dari kappa-alumina, sedangkan bentuk mirip lempengan-lempengan rhombohedral adalah bentuk dari mineral korundum.

Gambar 2.12. Foto mikrostruktur TEM (Transmission Electron Microscope) nano alumina titania berbasis bayerit setelah dikalsinasi suhu 1000°C (AT661

1000) 5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada sintesis dan karakterisasi alumina titania dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Jenis mineral yang terbentuk pada nano alumina titania yaitu rutil dan korundum yang merupakan fasa mineral utama yang stabil disamping fasa mineral lainnya dalam keramik fasa gelas.

2. Ukuran partikel optimum yang dihasilkan berdasarkan uji PSA yaitu nano alumina titania dengan komposisi bahan TiO2 sebanyak 3 % dan Al(OH)3 97 %, temperatur kalsinasi

(25)

1200 °C memiliki distribusi ukuran partikel (10-30) nmdengan partikel terbanyak berukuran < 10 nm sebesar 50,34 %

3. Teknologi pembentukan nano alumina titania dengan metode masking-gel calcination telah berhasil dan diharapkan dapat dipakai dalam proses produksinano powder keramik lainnya.

2.3.2 Metode Kopresipitasi

Metode kopresipitasi merupakan salah satu metode sintesis senyawa anorganik yang didasarkan pada pengendapan lebih dari satu substansi secara bersama–sama ketika melewati titik jenuhnya. Kopresipitasi merupakan metode yang menjanjikan karena prosesnya menggunakan suhu rendah dan mudah untuk mengontrol ukuran partikel sehingga waktu yang dibutuhkan relatif lebih singkat. Beberapa zat yang paling umum digunakan sebagai zat pengendap dalam kopresipitasi adalah hidroksida, karbonat, sulfat dan oksalat. Produk dari metode ini diharapkan memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan lebih homogen daripada metoda solid state dan ukuran partikel yang lebih besar dari pada metoda sol-gel.

Contoh dari Jurnal : “Sintesis Titanium Dioksida (TiO2) Dengan Metode Kopresipitasi Dari Serbuk Titanium Terlarut Dalam HCl”

1. Abstrak

Sintesis titanium dioksida dengan metode kopresipitasi telah berhasil dilakukandengan menggunakan serbuk titanium yang terlarut dalam HCl. Sintesis dilakukan dengan pemanasan pada suhu yang berbeda dari 200°C sampai 900°C dan waktu tahan dari 2 jam sampai 24 jam. Hasil dari kopresipitasi dikarakterisasi menggunakan teknik x-ray difraktometer. Identifikasi menunjukkan bahwa fasa yang terkadung hanya anatas dan rutil. Analisis lebih lanjut menggunakan MAUD, sebuah perangkat lunak berbasis Rietveld, menunjukkan presipitat yang dikalsinasi sampai 24 jam pada suhu 200°C menghasilkan anatas dan rutil dengan ukuran kristal berturut-turut 50 nm dan 5 nm. Ukuran kristal meningkat menjadi 77 nm dan 23 nm ketika dipilih pemanasan pada suhu 600°C dengan waktu tahan 2 jam. Komposisi fasa dihitung menggunakan Rietica, perangkat lunak berbasis Rietveld yang lain, menunjukkan kalsinasi serbuk dasar pada suhu 400°C menghasilkan anatas 61,5 %wt dan rutil 38,5 %wt. Jumlah rutil meningkat seiring dengan meningkatnya suhu kalsinasi, sebagai contoh anatas 5,4 %wt dan rutil 94,6 %wt setelah dipanaskan pada suhu 700°C. Fasa rutil murni diperoleh ketika suhu kalsinasi dinaikkan diatas suhu 750°C (2 jam). Pemanasan serbuk pada suhu 900°C memberikan ukuran kristal yang semakin besar.

2. Pendahuluan

Bahan nanokristalin yang berdimensi 1 sampai 100 nanometer telah menarik perhatian para ilmuwan diberbagai bidang karena sifat-sifat kimia, fisik, dan mekaniknya. Salah satunya yaitu bahan titanium dioksida yang sebagian besar digunakan untuk aplikasi teknik. Titania banyak dipelajari secara luas karena aplikasinya untuk pigmen, katalis, filler, fotodetektor, bahan dielektrik, dan lain-lain. Baru-baru ini nanokristalin TiO2 dikenal sebagai semikonduktor denganaktivitas fotokatalik dan memiliki potensi yang sangat besar untuk aplikasi seperti pemurnian lingkungan, dekomposisi gas asam karbonat, dan generasi gas hidrogen. Salah satu kunci untuk meningkatkan aktivitas fotokatalik yaitu memperbesar luas permukaan dan memperkecil ukurannya dalam ukuran nanometer. Contoh pengintegrasian

(26)

penggunaan nano titania pada berbagai bidang yaitu pada krim anti UV, perak nanopartikel untuk anti-mikrobial (telah diintegrasikan pada produk Samsung), penggunaan emas nanopartikel pada tespack kehamilan, serat karbon pada raket merk Yonex, dan pemanfaatan katalis ceria (lanthanum chromite) untuk menghemat bahan bakar solar.

Metode sintesis yang digunakan untukmemperoleh nano titania bervariasi yaitu sol-gel hidrolitik, sol-gel non hidrolitik, presipitasi solvotermal, dan emulsi. Berbagai faktor seperti konsentrasi larutan, waktu reaksi, pH atau pengadukan larutan dapat mempengaruhi ukuran partikel, struktur kristal, dan morfologi partikel TiO2. Pada penelitian ini dilakukan sintesis untuk mendapatkan TiO2 (titanium dioksida) dari bahan dasar serbuk titanium menggunakan metode kopresipitasi. Keunggulan menggunakan metode kopresipitasi yaitu metodenya sederhana dan telah berhasil dilakukan untuk mendapatkan material berukuran nanometer seperti Y2O3, MgO, dan Brucite. Tujuan dari penelitian ini yaitu membuat titanium dioksida dari hasil kopresipitasi dengan variasi suhu kalsinasi dan waktu tahan sertamengetahui ukuran kristal yang terbentuk.

3. Metodologi

Menyiapkan serbuk titanium sebanyak 2 gram, larutan HCl 37% sebanyak 50 mL, larutan NH4OH sebanyak 51 mL, dan aquades. Gelas beker dipanaskan di atas magnetic stirrer sampai suhu gelas beker kurang lebih 60ºC. Serbuk titanium dilarutkan ke dalam larutan HCl 37% dan di-stirrer dengan kecepatan yang stabil selama 1,5 jam. Pada saat pengadukan, suhu dijaga antara 60ºC sampai 80ºC. Tujuan dari penggunaan suhu pada saat pengadukan, yaitu agar serbuk titanium cepat larut ke dalam larutan HCl. Setelah pengadukan selesai didapatkan larutan TiCl3 berwarna ungu kehitam hitaman dengan persamaan reaksi adalah :

Ti + 3HCl → TiCl3 + H2...(2.12) TiCl3 + 2NH4OH → TiO2 + 2NH4Cl + H2...(2.13)

Larutan NH4OH diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam larutan TiCl3 dan distirrer dengan kecepatan yang stabil selama 10 menit. Penambahan NH4OH dilakukan agar terjadi pengendapan. Untuk mengetahui pH larutan pengendapan digunakan pH meter. pH setelah penambahan NH4OH yaitu sekitar 9. Endapan disaring menggunakan kertas saring dan dicuci menggunakan aquades sampai pH larutan sisa netral. Setelah pencucian didapatkan endapan lembut berwarna putih. Endapan yang sudah selesai disaring kemudian dikeringkan pada suhu sekitar 70°C selama kurang lebih 6 jam.

Setelah endapan kering, endapan digerus menggunakan mortar dan diayak untuk mendapatkan prekusor yang lembut. Serbuk dikalsinasi dengan variasi suhu 200°C dengan waktu tahan 2 jam, 10 jam, 20 jam, dan 24 jam untuk eksperimen dengan variasi waktu tahan, sedangkan untuk eksperimen variasi suhu kalsinasi serbuk dikalsinasi dengan suhu 400°C,600°C, 700°C, 750°C, 800°C dan 900°C dengan waktu tahan masing-masing 2 jam. Serbuk hasil kalsinasi kemudian dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar x untuk mengetahui fasa apa saja yang terbentuk. Hasil dari difraksi sinar-x dianalisis menggunakan perangkat lunak Rietica untuk mengetahui jumlah komposisi fasanya dan MAUDuntuk mengetahui ukurankristal yang didapatkan dari hasil sintesis.

(27)

Berikut adalah hasil representasi serbuk titanium dioksida dari hasil sintesis dengan metode kopresipitasi.

Gambar 2.13 Serbuk titanium dioksida hasil kopresipitasi (a) dipanaskan pada suhu 200°C dengan waktu tahan 24 jam dan (b) dipanaskan pada suhu 700°C dengan waktu

tahan 2 jam.

Pola-pola hasil difraksi sinar-x serbuk titanium dioksida yang didapatkan dari hasil kopresipitasi menggunakan serbuk titanium yang terlarut dalam HCl dengan variasi suhu kalsinasi dan waktu tahan ditunjukkan pada Gambar 2.14 dan Gambar 2.15

Gambar 2.14 Pola-pola difraksi sinar-X (λCuKα = 1,5418 Å ) untuk serbuk titanium dioksida hasil kopresipitasi yang dikalsinasi dengan perlakuan suhu kalsinasi. Keterangan:

* : Rutil + : Anatas

Gambar 2.14 memperlihatkan pola-pola difraksi sinar-x titanium dioksida (TiO2) terhadapvariasi suhu kalsinasi dengan waktu tahan 2 jam 200°C, 400°C, 600°C, 700°C, 750°C, 800°C, dan 900°C Berdasar hasil searchmatch untuk serbuk titanium dioksida yang dipanaskan pada suhu 200°C sampai 750°C diketahui fasa yang terbentuk yaitu fasa anatas dan rutil. Ketika dipanaskan pada suhu 400°C sudah terbentuk fasa rutil dengan posisi puncak 27,44 °2θ; 36,08 °2θ; dan 41,22 °2θ sesuai PDF Rutile, syn 21-1726. Pada suhu 400°C juga terbentuk fasa anatas dengan posisi puncak 25,2 °2θ; 37,80 °2θ; dan 38,5 °2θ sesuai PDFAnatase, syn 21-1272. Fenomena serupa untuk pembentukan fasa rutil dan anatas juga terjadi ketika serbuk titanium dioksida dipanaskan pada suhu 200°C, 600°C, 700°C, dan 750°C. Namun ketika serbuk titanium dioksida dipanaskan pada suhu 750°C, fasa anatas hanya terbentuk pada sudut 25,2 °2θ. Serbuk titanium dioksida yang dipanaskan pada suhu

(28)

800°C fasa yang sudah terbentuk seluruhnya yaitu fasa rutil dengan posisi puncak 27,44 °2θ; 36,08 °2θ; 39,18 °2θ; 41,22 °2θ; dan 44,05 °2θ.

Gambar 2.15 Pola-pola difraksi sinar-X (λCuKα = 1,5418 Å ) untuk serbuk titanium dioksida hasil kopresipitasi yang dikalsinasi dengan perlakuan variasi waktu

tahan. Keterangan:

* : Rutil + : Anatas

Gambar 2.15 memperlihatkan pola-pola difraksi sinar-x dengan perlakuan waktu tahan pada suhu pemanasan 200°C dengan waktu tahan masing-masing yaitu 2 jam, 10 jam, 20 jam, dan 24 jam. Berdasar hasil search match fasa yang diperoleh pada pemanasan suhu 200°C dengan waktu tahan mulai dari 2 jam sampai 24 jam yaitu fasa anatas dan rutil. Berdasar Gambar diatas terlihat bahwa pada suhu 200°C dengan waktu tahan 2 jam dan 10 jam, fasa rutil terbentuk pada posisi puncak 41,22 °2θ sesuai PDF Rutile, syn 21-1726 dan fasa anatas terbentuk pada posisi puncak 25,2 °2θ; 36,9 °2θ ; dan 37,80 °2θ sesuai PDFAnatase, syn 21-1272. Ketika pemanasan pada suhu 200°C dengan waktu tahan 20 jam dan 24 jam fasa rutil terbentuk pada posisi puncak 27,44 °2θ dan 41,22 °2θ.Fasa anatas pada suhu ini terbentuk pada posisi puncak 25,2 °2θ; 36,9 °2θ; dan 37,80°2θ.

5. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dengan metode kopresipitasi telah berhasil dibuat serbuk titanium dioksida dengan perlakuan variasi suhu pemanasan dan waktu tahan dari serbuk titanium terlarut dalam HCl.

2. Dalam penelitian pembuatan titanium dioksida dari serbuk titanium terlarut dalam HCl didapatkan fasa rutil murni pada suhu pemanasan 800°C dengan ukuran kristal 250 nm. 3. Adanya peningkatan suhu kalsinasi dan waktu tahan menyebabkan ukuran kristal fasa

anatas maupun rutil semakin besar .

4. Komposisi fasa rutil semakin meningkat seiring dengan adanya peningkatan suhu kalsinasi. Sedangkan fasa anatas semakin menurun dengan semakin meningkatnyasuhu kalsinasi.

5. Pada suhu kalsinasi 200°C telah terbentuk fasa anatas yang berukuran nanometer. 2.4 Sintesis ZnO Nanosheet

(29)

Contoh Makalah : “Persiapan dan karakterisasi Nanosheets berpori lapisan seng oksida: Berdasarkan endapan kimia Bath”

1. Abstrak

Nanosheet Seng oksida film dipersiapkan melalui sintesis seng karbonat hidroksida pyrolitic dengan proses pengendapan (CBD) kimia bath. Analisis termal yang dikonfirmasi oleh analisis struktur kristal mengungkapkan bahwa transformasi dari seng karbonat hidroksida untuk seng oksida dapat dilakukan dengan mengkalsinasi pada 300° C. Morfologi film diamati oleh pemindaian mikroskop elektron (SEM) yang menunjukkan skala ketebalan lembaran lapisan nanometer yang dipisahkan dengan skala mikrometer ruang di antaranya. Lebih lanjut pengamatan morfologi oleh mikroskop elektron transmisi (TEM) mengungkapkan struktur mesoporous dengan mesopores acak yang tersebar di nanosheet.

2. Pendahuluan

Sebuah struktur lapisan yang berpori semikonduktor sangat sulit dicapai menggunakan metode konvensional kimia cair sederhana, yang biasanya menghasilkan lapisan padat. Namun demikian, Pentingnya dan karakteristiknya yang unik dari bahan berpori ini mendorong penelitian untuk mengeksploitasi nanoteknologi untuk merancang dan fabrikasi struktur berpori[1]. Eksploitasi sifat perangkat struktur berpori ini sangat bermanfaat dalam berbagai bidang penggunaan seperti pertukaran ion, pemisahan, katalis, sensor, isolasi molekul biologi dan pemurnian. Semikonduktor.

Semikonduktor mesoporous memberi daya tarik yang besar untuk kemampuan mereka yang sangat luas, untuk menarik dan berinteraksi dengan atom, ion dan molekul pada permukaan interior yang lebar dan dalamukuran pori nanometer. Seng oksida dengan tinggi energi sekitar 3.35 eV dan besar energi pengikatan 60 meV, yang disebut sebagai 'material masa depan', telah dimanfaatkan pada berbagai macam peralatan dari sensor untuk ultra violet laser dioda dan perangkat berbasis nanoteknologi [2]. Selain itu,tinggi luas permukaan berpori Seng oksida juga telah diterapkan untuk bahan sensor gas [3], bahan biosensor [4], photocatalysts [5] dan photoelectrode dari pewarna sel surya [6].

CBD adalah proses yang terkenal dengan penyimpanan padat lapisan logam chalcogenides atau oksida logam melalui pembentukan heterogen inti pada substrat permukaan [7]. Proses CBD menerapkan metode wet-kimia dengan prosedur yang sederhana, tuntutan energi dan biaya rendah, juga ramah lingkungan. Selain itu, CBD memungkinkan pembentukan ukuran kristal sangat kecil di bawah pembentukan inti. Mengendalikan pembentukan kinetik padat dalam kondisi jenuh dengan menyesuaikan konsentrasi pendahulu, suhu, pH dan memilih jumlah aditif yang tepat dan memadai [8-10]. Karya ini meliputi studi tentang sintesis sengoksida lapisan tipis berdasarkan proses CBD yang memeberikan kesederhanaan, biaya rendah dan rendah energi. Katakteristik sampel diperoleh dengan mencakup struktur dan morfologi kristal. kondisi solusi yang memungkinkan pembentukan inti dalam proses CBD ini juga dibahas.

3. Metodologi

Kimia Bath Deposition Proses: Larutan CBD disintesis dengan melarutkan seng nitrat hexahydrate (Analytical Reagent kelas dari Bendosen) dan urea (Purum =

Gambar

Tabel 2.2. Bentuk-bentuk TiO2
Gambar 2.2 Menunjukkan Pola XRD seng oksalat yang disiapkan dengan pelarut air.
Gambar 2.3 Menunjukkan pola XRD ZnO sintesis (a) dan ZnO komersial (b). Pada gambar 2 tampak bahwa puncak-puncak difraksi ZnO sintesis muncul pada 2θ( o ): 31,80; 34,45;
Gambar 2.5 DTA-TGA sol-gel ZnO
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun proses yang dilakukan dalam pemanfaatan layanan e- journal sebagaimana hasil wawancara terhadap civitas (dosen, staf, mahasiswa) secara umum terbagi atas dua

Undang - Undarig Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan

yang disusun untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Arsitektur pada Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia, sejauh yang saya ketahui

GKO GURU PENYELARAS KOPERASI GMA GURU PERPUSTAKAAN DAN MEDIA GMA PENOLONG GURU PERPUSTAKAAN DAN MEDIA GMZ GURU MUZIK (SMBP) GMK GURU PENYELARAS MAKMAL GPA GURU

Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen. Jadi fungsi distribusi tenaga

Dengan mengeluarkan Panduan Praktis dan Kode Praktik bagi Pengusaha untuk Mempromosikan Kesetaraan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat kerja, APINDO telah mengambil

Pr#babilita&#34; gabungan 4 joint probabilit5 $erupakan pr#babilita&#34; aliran ka&#34; yang $ungkin teradi apabila keadaan tahun perta$a dan kedua terpenuhi... Nilai

Pengukuran kinerja yang menekankan pada aspek keuangan saja tidak dapat menilai sejauh mana target kinerja yang telah dilaksanakan berjalan sesuai dengan visi dan misi