UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
Oleh
FITRI RATNA WULAN
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program jaminan sosial kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), dalam kaitannya dengan implementasi jaminan sosial kesehatan, pada prinsipnya penyelenggaraan sistem jaminan sosial didasarkan atas asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, hubungan hukum para pihak dalam pelaksanaan jaminan kesehatan melalui program BPJS Kesehatan, dan perlindungan hukum peserta program JKN BPJS Kesehatan untuk mendapat jaminan kesehatan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif empiris, tipe penelitian adalah penelitian deskriptif analitis dengan menggambarkan dan memaparkan kemudian menganalisa permasalahan yang berkaitan dengan penggambaran mekanisme Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi masyarakat. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan sosial kesehatan, sedangkan data primer sebagai penunjang diperoleh langsung melalui wawancara dengan pegawai BPJS Kesehatan di RSUD Cicalengka Kabupaten Bandung.
Kesehatan terdekat, apabila terjadi penyimpangan dalam ketentuan pelayanan kesehatan, pasien peserta JKN dapat melayangkan pengaduan kepada Majelis Kode Etik Kedokteran, pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan terhadap pihak yang terkait. Dengan demikian perlindungan hukum peserta program JKN berpedoman pada Undang-Undang No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Oleh Fitri Ratna Wulan
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
Nama lengkap penulis adalah Fitri Ratna Wulan. Penulis
dilahirkan pada tanggal 28 maret 1993 di Bandung. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan
Bapak Idan Hapid dan Ibu Ade Sunindar.
Penulis menyelesaikan, Sekolah Dasar di SD Negeri Cibiru VII Bandung pada
tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 17 Bandung pada tahun
2008, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 8 Bandung pada tahun 2011 juga
sebagai ketua ekstra kurikulersoftball 8Tahun 2011.
Tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Unila, penulis
juga merupakan salah satu mahasiswa penerima Beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik (Beasiswa PPA). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti
kegiatan organisasi yaitu, Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Unila (BKBH),
Pusat Studi Bantuan Hukum Unila (PSBH), dan HIMA Perdata Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Pada tahun 2014 penulis mengikuti program Kuliah Kerja
Nyata Tematik (KKN Tematik) di Pekon Enggal Rejo, Kecamatan Adiluwih,
Atas ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan
skripsiku ini kepada :
Ibu (Ade Sunindar) dan Ayah (Idan Hapid) yang telah membesarkanku dengan sabar
dan penuh kasih sayang, terimakasih atas segala pengorbanan, doa, dan dukungan
dalam setiap langkah yang kuambil,
Nenek (Saonah Tahar) dan Kakek (Tjardi Amir) yang selalu mendoakan
untuk kesuksesanku,
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, nikmat, berkah dan karunianya
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan .”
(QS 2:195)
“Berobatlah, sesungguhnya Allah tidak akan menurunkan suatu penyakit kecuali
menurunkan pula obatnya, kecuali satu penyakit yaitu pikun.”
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian alam
yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya yang telah melimpahkan berkat,
rahmat, dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “Implementasi Jaminan Sosial Kesehatan Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Dalam penyelesaian skripsi ini, tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Bapak Dr. M. Fakih, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I atas kesabaran dan
kesediaan untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,
bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas I yang telah
memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi
ini;saran dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini;
6. Ibu Dianne Eka Rusmawati, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas II yang telah
memberikan saran dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini;
7. Bapak Deni Achmad, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan
dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan studi di Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
8. Seluruh dosen dan karyawan/I Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penus
dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala
bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;
9. Seluruh keluargaku tercinta: Nina, Ana, nenek, kakek, Adit, Uwa Eko, Uwa Sri,
dan keluarga besarku yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang selalu
memberikan do’a dan motivasi untuk kesuksesanku;
10. Untuk teman-teman terbaikku yang selalu mendukungku di Fakultas Hukum:
Bayu Teguh, Ferinda, Egi, Ivan, Gilang, Kurniawan, Fannyza, Miranti, dan
teman-teman lainnya, atas do’a, motivasi dan semangat kebersamaan yang telah
terjalin selama ini;
13. Teman-teman KKN Desa Adiluwih Pringsewu : Sabrine, Ketrin, Rizky, Mifta,
Bang Sadam, Vera, Nanda, Nabilla, Mba Melati, Dian., atas kebersamaan selama
40 hari dan do’a dalam penulisan skripsi ini;
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas semua do’a, bantuan dan
dukungannya;
15. Almamater Tercinta.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah diberikan
kepada penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan penulis semoga skripsi yang sederhana ini
dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam
mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 24 April, 2015
Penulis
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP MOTO PERSEMBAHAN SANWACANA DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 7
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jaminan Kesehatan Nasional ... 10
B. Peserta Jaminan Kesehatan Nasional ... 13
C. Fasilitas Kesehatan ... 17
D. Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional ... 20
E. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian ... 22
2. Asas-Asas Hukum Perjanjian ... 24
3. Syarat Sahnya Perjanjian ... 26
4. Perjanjian Kerjasama Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional ... 28
F. Perlindungan Hukum Pada Umumnya 1. Pengertian Perlindungan Hukum ... 29
1. Jenis Penelitian ... 36
2. Tipe Penelitian ... 36
3. Pendekatan Masalah ... 37
4. Data dan Sumber Data ... 37
5. Pengumpulan Data ... 39
6. Pengolahan Data... 39
7. Analisis Data ... 40
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Melalui Program BPJS Kesehatan………. 41
1. Hubungan Hukum antara BPJS Kesehatan dan Rumah Sakit ... 41
2. Hubungan Hukum antara BPJS Kesehatan dan Peserta ... 49
3. Hubungan Hukum antara Rumah Sakit dan Peserta ... 52
B. Perlindungan Hukum Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan Untuk Mendapat Jaminan Kesehatan ... 61
V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 74
B. Saran ... 76
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini kesehatan merupakan hal utama dalam rangka pembentukan sumber
daya manusia Indonesia. Serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi
pembangunan nasional. Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan
kesehatan pada masyarakat Indonesia, akan menimbulkan kerugian ekonomi yang
besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
juga berarti investasi bagi pembangunan negara. Karena itu setiap upaya
pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan, dalam arti
pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan
merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan. Sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yaitu dalam Pasal 28 H ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Menerangkan bahwa setiap orang berhak
memperoleh kesehatan dan berhak atas jaminan sosial, kemudian Pasal 34 ayat (1)
dan (2) menyebutkan fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara dan
negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Menurut
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Setiap warga negara berhak atas kesehatannya termasuk warga miskin1. Untuk menjamin akses seluruh warga Negara Indonesia mendapatkan pelayanan
kesehatan, maka pemerintah memberikan jaminan perlindungan sosial. Sesuai
amanat Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional menerangkan Jaminan kesehatan diselenggarakan
dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial, untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.2 Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
Pasal 1 angka 2 serta Pasal 5 angka 1 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan
menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan
masyarakat. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses
atas sumber daya di bidang kesehatan. Pemerintah bertanggung jawab
merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat
termasuk masyarakat miskin dan tidak mampu.
1
Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. Sesuai Undang-Undang No. 24 tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang
menyelenggarakan sistem jaminan sosial berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat,
dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan BPJS diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, tujuannya adalah untuk
mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar
hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Penyelenggaraannya dilaksanakan berdasarkan prinsip gotong royong, nirlaba,
keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, protabilitas, kepesertaan bersifat wajib,
dana amanat, dan hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.3
Program Jaminan Sosial yang dikeluarkan BPJS yang dapat mencakup seluruh
penduduk terlebih dahulu ialah program Jaminan Kesehatan Nasional (selanjutnya
disebut dengan JKN). Mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014, JKN merupakan
bagian dari Sistem Jamian Sosial (SJSN) yang dilaksanakan dengan menggunakan
mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib. Tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak dan diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah. Pada praktiknya pelaksanaan program JKN dilakukan di fasilitas
kesehatan, baik fasilitas kesehatan publik maupun swasta.
3
Fasilitas kesehatan terdiri dari klinik, puskesmas, rumah sakit. Fasilitas kesehatan
yang dimaksud adalah fasilitas kesehatan publik, yaitu fasilitas kesehatan yang
dimilki oleh pemerintah yaitu rumah sakit umum milik pemerintah. Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) memiliki 2 (dua) manfaat, yakni berupa pelayanan
kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulan. Paket
manfaat yang diterima dalam program JKN ini adalah komprehensif sesuai
kebutuhan medis. Dengan demikian pelayanan yang bersifat paripurna tidak
dipengaruhi oleh besarnya biaya premi bagi peserta.4
Jaminan Kesehatan Nasional merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Merupakan salah satu program yang sangat bermanfaat bagi
masyarakat. Terutama masyarakat miskin dan tidak mampu yang tergolong
sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI). Namun, dalam praktik terdapat gejala
sosial (das sein) yang tidak sesuai dengan unsur-unsur hukum yang ideal (das sollen).5Hal tersebut dapat dilihat dari masih banyaknya pasien Penerima Bantuan Iuran yang ditolak oleh rumah sakit, karena menggunakan kartu BPJS. Peristiwa
tersebut terjadi akibat belum rampungnya proses integrasi jaminan kesehatan di
setiap daerah dengan BPJS Kesehatan. Padahal, pihak pemerintah pusat telah
sejak awal memberi peringatan agar pihak rumah sakit maupun dokter tidak
menolak pasien.6Pada dasarnya untuk melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional, tentunya terjadi kolaborasi antar tenaga kesehatan yang saling
berinteraksi satu sama lain dalam menangani kesehatan pasien peserta JKN.
4
http://www.depkes.go.id/article/view/13060100016/sosialisasi-jaminan-kesehatan-nasional.html, diunduh pada 10-2-2014 pukul 8.18 WIB.
5
Soerjono Soekanto,Pokok-Pokok Sosiologi Hukum,Rajawali Pers, Jakarta 1988, hlm.79.
6
Proses pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdapat beberapa pihak
yang terlibat, yaitu pihak BPJS Kesehatan selaku badan penyelenggara, pihak
rumah sakit selaku fasilitas kesehatan yang menunjang terlaksananya program
JKN, dan masyarakat yang telah membayar iuran sebagai peserta JKN. Hubungan
para pihak tersebut merupakan hubungan yang didasarkan atas hubungan hukum
yaitu hukum keperdataan dalam hal ini hukum perikatan dan perjanjian.
BPJS kesehatan dalam melaksanakan Jaminan Kesehatan terlebih dahulu
melakukan perjanjian dengan fasilitas kesehatan. perjanjian antara fasilitas
kesehatan dan rumah sakit merupakan perjanjian tidak baku Sesuai dengan Pasal
1320 KUHPerdata bahwa syarat sah perjanjian adalah adanya kesepakatan, cakap,
suatu hal tertentu dan kausa yang halal. Fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah
Rumah Sakit.
Rumah Sakit adalah penyedia jasa pelayanan kesehatan sebagai salah satu fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat, kemudian Pasal 3 huruf a
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. menyebutkan bahwa
penyelenggaraan rumah sakit bertujuan mempermudah akses masyarakat untuk
hukum sebagai (persoon) yang merupakan(rechtspersoon) sehingga rumah sakit diberikan hak dan kewajiban menurut hukum.7
Untuk melihat implementasi jaminan sosial kesehatan, penulis melakukan
penelitian di RSUD Cicalengka Kab. Bandung, hal ini dikarenakan data-data yang
diperlukan oleh penulis dapat diakses dengan mudah.
Peserta yang dimaksud berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah setiap orang,
termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia,
yang telah membayar iuran, yang dimaksud dengan orang adalah Warga Negara
Indonesia dan Warga Negara Asing.
Pemerintah merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
jaminan sosial bagi warga masyarakat. Karena itu pelaksanaannya harus terus
diawasi, karena jaminan sosial adalah suatu bentuk pendistribusian hasil
pembangunan dari negara kepada rakyatnya.8 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang penerapan
jaminan kesehatan masyarakat, kedalam bentuk skripsi yang berjudul
“Implementasi Jaminan Sosial Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)”.
7
Hermien Hadiati Koeswadji,Hukum untuk Perumah Sakitan,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 91.
8
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, pokok permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana hubungan hukum para pihak dalam pelaksanaan jaminan
kesehatan melalui program BPJS kesehatan?
b. Bagaimana perlindungan hukum peserta program Jaminan Kesehatan Nasional
BPJS kesehatan untuk mendapat jaminan kesehatan?
2. Ruang Lingkup
a. Ruang Lingkup Keilmuan
Ruang lingkup kajian penelitian ini adalah dibatasi pada ketentuan hukum
mengenai Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional berdasarkan
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Bidang ilmu dalam penelitian ini
adalah hukum perdata khusunya mengenai hukum perikatan dan hukum
perjanjian.
b. Ruang Lingkup Objek Kajian
Ruang lingkup objek kajian adalah mengenai tentang Implementasi Jaminan
Kesehatan Nasional berdasarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini
adalah :
a. Untuk mengetahui dan memahami hubungan hukum para pihak dalam
pelaksanaan program BPJS kesehatan.
b. Untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum peserta program BPJS
kesehatan untuk mendapat jaminan kesehatan.
2. Kegunaan Penelitian
Penulisan skripsi ini diharapkan akan diperoleh manfaat praktis dan teoritis
sebagai berikut :
a. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak sebagai berikut :
1) Bagi masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat, khususnya mahasiswa yang melakukan penelitian berkaitan
dengan penyelenggaraan jaminan sosial.
2) Sebagai pembaca, khususnya para pembaca yang berminat dalam
mengembangkan studi serupa lebih lanjut.
3) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai masukan dan sumbangan pemikiran bagi
kementrian kesehatan Republik Indonesia, dan pihak-pihak yang terkait
b. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai
berikut:
1) Memberikan masukan (input) bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan jaminan sosial.
2) Sebagai informasi bagi para peneliti dan praktisi hukum kesehatan yang
tertarik untuk melakukan penelitian tentang substansi yang sama dengan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi
kesehatan sosial. Bersifat wajib bagi seluruh masyarakat Indonesia dan orang
asing yang yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia berdasarkan
Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN). Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang
layak, yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diatur
dalam Pasal 19 Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN)1, jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, serta diselenggarakan
dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Maksud
dari prinsip asuransi sosial disini meliputi :
1. kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang
tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah;
2. kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif;
1
3. iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan;
4. bersifat nirlaba.
Prinsip ekuitas yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan
kebutuhan medisnya, yang tidak terikat dengan besaran iuran yang telah
dibayarkannya. Sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bahwa badan yang menyelenggarakan
Jaminan Kesehatan Nasional adalah BPJS kesehatan. Untuk menyelenggarakan
jaminan kesehatan maka terdapat beberapa pihak yang terlibat yaitu, badan
penyelenggara dalam hal ini BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan, dan peserta hal
ini dapat dilihat dari bagan berikut :
Bagan I
Pihak Yang Terlibat Dalam Penyelenggaraan JKN
Sumber : Paparan Kebijakan Terkini Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional,
Sekertaris Jenderal Kementrian Kesehatan RI, Jakarta 6 November 2013. JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
BPJS KESEHATAN
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1
januari 2014 serta mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) berikut2:
a. Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam
SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang
kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi,
dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan
SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan
demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang
dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil
pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta.
Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip
prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal
dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
2
Tim Penyusun Bahan Advokasi dan Sosialisasi JKN,Buku Pegangan Sosialisasi JKN,
c. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga
dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai
dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi
peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
e. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada
badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
f. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta.
B. Peserta Jaminan Kesehatan Nasional
Peserta JKN merupakan setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran atau iurannya
maka sudah secara otomatis menjadi peserta JKN, namun apabila peserta tersebut
tidak membayar iuran secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan atau meninggal
dunia, maka kepesertaannya secara otomatis pula telah berakhir. Kecuali bagi
peserta yang merupakan pekerja yang tidak mendapatkan pekerjaan setelah 6
(enam) bulan pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan tidak mampu. Pasal 4
huruf g Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial menyebutkan bahwa kepesertaan dalam program JKN bersifat
wajib, artinya seluruh warga masyarakat wajib menjadi peserta JKN3.
Bagan II Kepesertaan JKN
KEPESERTAAAN
Sumber : Paparan Kebijakan Terkini Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional,
Sekertaris Jenderal Kementrian Kesehatan RI, Jakarta 6 November 2013.
3
Llihat Pasal 4 huruf g Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
PESERTA IURAN
WAJIB
PENERIMA UPAH
NON PENERIMA UPAH
PBI
PEKERJA & PEMBERI KERJA
KELOMPOK/ KELUARGA/ INDIVIDU
Peserta meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan
rincian sebagai berikut:
1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin
dan orang tidak mampu.
2. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu yang terdiri atas:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
1) Pegawai Negeri Sipil.
2) Anggota TNI.
3) Anggota Polri.
4) Pejabat Negara.
5) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri.
6) Pegawai Swasta.
7) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang
menerima upah.
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
1) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan Pekerja yang
tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
2) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
1) investor;
2) pemberi kerja;
4) veteran;
5) perintis kemerdekaan; dan
6) bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e
yang mampu membayar Iuran
d. Penerima pensiun terdiri atas:
1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun.
2) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun.
3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun.
4) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c.
5) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang
mendapat hak pensiun.
Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
a. istri atau suami yang sah dari Peserta;
b. anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta,
dengan kriteria:
1) tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri; dan
2) belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25
(dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.
Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan tentunya memiliki hak dan
kewajiban. Setiap peserta berhak mendapatkan identitas Peserta dan manfaat
Kesehatan. Kemudian berkewajiban untuk membayar iuran dan melaporkan data
kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan, dengan menunjukkan identitas peserta
pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja.
C. Fasilitas Kesehatan
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan Pasal 1 angka 14, fasilitas Kesehatan adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.
Fasilitas kesehatan dimaksud meliputi rumah sakit, dokter praktek, klinik,
laboratorium, apotik dan fasilitas kesehatan lainnya yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan. Untuk selanjutnya Fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah
rumah sakit, oleh karena itu berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit Pasal 1 angka 1 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
Rumah sakit merupakan organ yang mempunyai kemandirian untuk melakukan
hubungan hukum yang penuh dengan tanggung jawab. Rumah sakit bukan
hukum (rechtspersoon) sehingga rumah sakit diberikan hak dan kewajiban menurut hukum.4
Rumah sakit diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan didasarkan kepada nilai
kemanusiaan, etika, dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan
antidiskriminasi, pemerataan, perlindungan, dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial. Rumah sakit harus diselenggarakan oleh suatu badan
hukum yang dapat berupa perkumpulan, yayasan, atau perseroan terbatas.
Hak dan kewajiban rumah sakit selaku fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit Pasal 29 dan Pasal 30, serta Peraturan Menteri Kesehatan
No. 71 Tahun 2010 antara lain, sebagai berikut :
1. Menetukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan
klasifikasi rumah sakit.
2. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka pengembangan
pelayanan.
3. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Menggugat pihak yang mengalami kerugian.
5. Mendapatkan perlindungan hukum.
6. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit.
7. Mendapatkan informasi tentang kepesertaan, prosedur pelayanan, pembayaran
dan proses kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
4
8. Menerima pembayaran klaim atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta
paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima
lengkap.
Kewajiban rumah sakit menurut Pasal 29 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, disebutkan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban
sebagai berikut5:
1. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat.
2. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
3. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya.
4. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin.
5. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan
pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka,
ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti
sosial bagi misi kemanusiaan.
6. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien.
7. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien.
5
8. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional.
D. Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). BPJS Kesehatan merupakan badan
hukum publik milik negara bersifat non profit, yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Undang-Undang No. 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menentukan bahwa untuk
melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:
1. Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta; yang dimaksud dengan
”nomor identitas tunggal” adalah nomor yang diberikan secara khusus oleh
BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib administrasi atas hak dan
kewajiban setiap peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua
program jaminan sosial.
2. Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan asset BPJS untuk
sebesar-besarnya kepentingan peserta.
3. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai
kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup informasi
mengenai jumlah asset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran untuk
setiap Dana Jaminan Sosial, dan/atau jumlah asset dan liabilitas, penerimaan
dan pengeluaran BPJS.
4. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan Undang-Undang
5. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku.
6. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan
hak dan memenuhi kewajiban.
7. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo Jaminan Hari Tua dan
pengembangannya 1 kali dalam 1 tahun.
8. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 kali
dalam 1 tahun.
9. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang
lazim dan berlaku umum.
10. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntasi yang berlaku dalam
penyelenggaraan jaminan sosial.
11. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara
berkala 6 bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
12. Memberikan informasi kepada Fasilitas Kesehatan berkaitan dengan
kepesertaan, prosedur pelayanan, pembayaran dan proses kerja sama dengan
BPJS Kesehatan.
13. Melakukan pembayaran klaim kepada Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial menentukan dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS berhak:6
1. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang
bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan
sosial dari DJSN.
3. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan Fasilitas Kesehatan.
Menerima laporan pelayanan sesuai waktu dan jenis yang telah disepakati.
E. Perjanjian pada Umumnya
1. Pengertian Perjanjian
Secara yuridis pengertian perjanjian terdapat pada Pasal 1313 KUHPerdata yang
berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”7. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada pihak lain, atau dimana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Melalui perjanjian
terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban
bagi masing-masing pihak yang membuat perjanjian.8
6
Lihat pasal 11 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
7
Purwahid Patrik,Dasar-Dasar Hukum Perikatan,Bandung : Mandar Maju, 1994, hlm. 94.
8
B Nasution, Pengaturan dan Bentuk Perjanjian Kerjasama Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Antara PT JAMSOSTEK (PERSERO) dengan Klinik Kesehatan Swasta di Kota Binjai,
Dilihat dari bentuknya perjanjian itu dapat berupa suatu perikatan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis9. Unsur-unsur perjanjian dapat dikategorikan sebagai berikut10:
a. Adanya kaidah hukum
Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis
dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum
yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum
yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual
beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum
adat.
b. Subyek hukum
Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dalam perjanjian kerjasama ini
adalah badan penyelenggara selaku pihak yang menyelenggarakan jaminan sosial
kesehatan dan pelaksana pelayanan kesehatan selaku fasilitas kesehatan yaitu
rumah sakit.
c. Adanya prestasi
Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu
kontrak. Pada umumnya suatu prestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1234
9
Hasanudin Rahman,Legal Drafting, Bandung : PT Citra aditya Bakti, 2000. Hlm. 4.
10
KUHPerdata terdiri dari beberapa hal yaitu memberikan sesuatu; berbuat sesuatu;
dan tidak berbuat sesuatu.
d. Kata sepakat
Dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian,
dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan merupakan unsur mutlak terjadinya perjnjian kerjasama. Kesepakatan dapat terjadi dengan
berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan
penerimaan atas penawaran tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.
e. Akibat hukum
Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum.
Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas-Asas Hukum Perjanjian
Keberadaan suatu perjanjian tidak lepas dari asas-asas yang mengikutinya yang
harus dijalankan oleh para pihak untuk menciptakan kepastiam hukum. Didalam
perjanjian terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut hukum perdata yaitu:11 a. Asas kebebasan berkontrak(freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata, yang berbunyi :
11
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi para pihak yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak
untuk:
1) membuat atau tidak membuat perjanjian;
2) mengadakan perjanjian dengan siapapun;
3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan serta;
4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
b. Asas konsensualisme(consensualism)
Asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pasal
tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya
kepakatan kedua belah pihak.
c. Asas kepastian hukum(pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya undang-undang.
Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat
d. Asas itikad baik(good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi:
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik” asas ini merupakan asas
bahwa para pihak, yaitu debitur dan kreditur harus melaksanakan substansi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemampuan
baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam yakni, itikad
baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang
memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang
kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang
objektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma objektif.
e. Asas kepribadian(personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menunjukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal
ini dapat dilihat Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pada Pasal 1315 dan
Pasal 1340 KUHPerdata menyatakan :
“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Kemudian pasal 1340
KUHPerdata menyatakan bahwa “Perjanjian hanya berlaku anatara pihak
yang membuatnya”.
3. Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata untuk syarat sahnya perjanjian diperlukan
1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2) cakap untuk membuat suatu perjanjian;
3) mengenai suatu hal tertentu;
4) suatu sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat subjektif karena mengenai
orang-orang atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir
dinamakan syarat objekif karena mengenai perjanjian sendiri atau objeknya dari
perbuatan hukum yang dilakukan itu. Menurut Abdulkadir Muhammad
wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah
ditetapkan dalam perikatan. Pasal 1239 KUHPerdata. Tidak dipenuhinya
kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan yaitu :
1) Karena alasan debitur, baik sengaja atau tidak dipenuhinya kewajiban maupun
karena kelalaian.
2) Karena keadaan memaksa (overmacht) atau (force majeure) diluar kemampuan debitur.
Wanprestasi dan kelalaian sorang debitur dapat dibagi tiga keadaan,yaitu :
1) Debitur tidak memenihi prestasi sama sekali.
2) Debitur memenuhi prestasi tetapi tidak baik atau keliru.
3) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepa waktunya atau terlambat.
Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, tidak dapat
ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan
4. Perjanjian Kerjasama Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional
Untuk menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Nasional, terlebih dahulu
dimulai dengan dibuatnya perjanjian kerjasama khususnya antara pihak BPJS
Kesehatan dengan fasilitas kesehatan, Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang No. 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menentukan bahwa,
manfaat jaminan kesehatan diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah
atau swasta yang menjalin kerjasama dengan BPJS. Hanya dalam keadaan darurat,
pelayanan kesehatan dimaksud dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak
menjalin kerjasama dengan BPJS.
Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktek, klinik, laboratorium,
apotek dan fasilitas kesehatan lainnya. Jalinan kerjasama antara BPJS Kesehatan
dengan fasilitas kesehatan dilakukan berbasis kontrak, yaitu perjanjian tertulis
antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan yang bersangkutan. Kontrak
antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan semakin meningkat
menyongsong mulai beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014 dan
pencapaian targetUniversal CoverageJaminan Kesehatan Tahun 2014.
Kontrak tersebut tentunya bertujuan untuk saling menguntungkan para pihak.
Sesuai dengan asas hukum, perjanjian kontrak yang sah berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya atau dikenal dengan asas pacta sunt servanda. Salah satu kewenangan BPJS menurut Pasal 11 huruf e Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
adalah membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dilaksanakan oleh
Direksi. Kontrak kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan
berfungsi sebagai alat bukti, untuk memenuhi persayaratan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan, dan untuk menjamin kepastian hukum tentang isi
perjanjian yang mengikat para pihak.
F. Perlindungan Hukum Pada Umumnya
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Kata perlindungan menurut kamus umum bahasa Indonesia berarti tempat
berlindung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi, misalnya memberi
perlindungan pada orang yang lemah.12
Menurut Sudikno Mertokusumo yang dimaksud dengan hukum adalah kumpulan
peraturan atau kaedah yang yang mempunyai isi yang bersifat umum dan
normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena
menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau
harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan
kepada kaedah-kaedah.13
Dengan demikian, perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu perbuatan
hal melindungi subjek-subjek hukum dengan peraturan Perundang-undangan yang
berlaku dan pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan suau sanksi.14Perlindungan
12
W.J.S Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia Cetakan IX,Balai Pustaka: Jakarta, 1986, hlm.600.
13
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty: Yogyakarta, 1991, hlm.38.
14
hukum dapat pula diartikan dengan segala upaya pemerintah untuk menjamin
adanya kepastian hukum, untuk memberi perlindungan kepada warganya agar
hak-haknya sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang
melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku15.
Menurut Hadjon, perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni
perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif, perlindungan
hukum preventif yaitu, bentuk perlindungan hukum dimana rakyat diberi
kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu
keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.
Perlindungan Hukum Represif, yaitu bentuk perlindungan hukum dimana lebih
ditujukan dalam penyelesian sengketa. Secara konseptual, perlindungan hukum
yang diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan implementasi atas prinsip
pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang
bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan
Pancasila.16
Dengan demikian, suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan
hukum apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Adanya pengayoman dari pemerintah terhadap warganya.
2. Jaminan kepastian hukum.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/128996-T%2026649-Perlindungan%20hukum-Literatur.pdf, diunduh pada tanggal 14 Januari 2015 pukul 19.00 WIB.
15
DH Simandjuntak, Tinjauan UmumTentang Perlindungan Hukum dan Kontrak Franchise, Universitas Sumatra Utara: Medan, 2011, hlm.20, diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/chapter %20/III-V.pdf, diunduh pada tanggal 14 Januari 2015 pukul 20.00 WIB.
16
3. Berkaitan dengan hak-hak warganegara.
4. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya.
2. Perlindungan Hukum Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional
Perlindungan hukum dikaitkan dengan peserta JKN sebagai konsumen, maka
perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan terhadap konsumen
jasa pelayanan kesehatan. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Peserta JKN selaku konsumen jasa pelayanan
kesehatan dalam memperoleh pelayanan kesehatan, memiliki hak dan kewajiban
berdasarkan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i. hak- hakyang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya.
Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
Apabila dalam pelayanan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
peserta JKN mengalami ketidakpuasan. Maka dapat mengajukan keluhan ke
fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan atau BPJS
Kesehatan. Dapat dilihat disini bahwa peserta JKN telah mendapat perlindungan
hukum dengan adanya peraturan perundang-undangan yang berlaku serta adanya
G. Kerangka Pikir
Berdasarkan skema tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam melaksanankan
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meliputi tiga pihak yaitu pihak
badan penyelenggara, fasilitas kesehatan, dan peserta. Secara teoritis
terjadinya Jaminan Kesehatan Nasional diawali dari kewajiban negara untuk
melindungi warganya, dan menjamin hak asasi warganya untuk memperoleh
jaminan kesehatan dan berkehidupan yang layak. Atas dasar itu maka
terbentuklah badan yang menyelenggarakan jaminan sosial. Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan BPJS Kesehatan
Peserta Fasilitas Kesehatan
Perjanjian Terapeutik Pasal 1320 KUHPerdata Perjanjian Kerjasama Pasal 1313
KUHPerdata Perikatan Karena
Undang-Undang
Tenaga Medis Undang-Undang
masyarakat setinggi-tingginya, sebagai investasi pembangunan sumberdaya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
ditegaskan bahwa, kesehatan adalah hak semua orang, hak atas kesehatan
yang dimaksud dalam pasal ini adalah hak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan dari fasilitas pelayanan kesehatan agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Hubungan hukum antara badan penyelenggara dan fasilitas kesehatan adalah
hubungan hukum keperdataan yaitu hukum perjanjian. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada
Jaminan Kesehatan Nasional Pasal 4 ayat (2) “kerjasama fasilitas kesehatan
dengan BPJS dilakukan dengan melalui perjanjian kerja sama.” Perjanjian
kerjasama ini tunduk pada ketentuan Pasal 1313 dan 1320 KUHPerdata dan
mengakibatkan hak dan kewajiban bagi para pihak.
Disamping hubungan fasilitas kesehatan dengan badan penyelenggara,
terdapat pula hubungan hukum antara badan penyelenggara dan peserta.
Hubungan hukum antara keduanya didasarkan pada perikatan yang timbul
karena Undang-Undang, maksudnya adalah setiap orang wajib menjadi
peserta JKN BPJS Kesehatan, setiap orang tersebut sudah dikatakan menjadi
peserta apabila orang tersebut telah melakukan pembayaran premi. Hubungan
antara fasilitas kesehatan dengan peserta dalam hal ini disebut sebagai pasien
merupakan hubungan antara konsumen jasa pelayanan kesehatan dengan
rumah sakit dengan tenaga medis/dokter ataupun hubungan pasien dengan
dokter melahirkan hak dan kewajiban pagi dokter dan pasien, dan tentunya
berkaitan dengan tanggung jawab pihak rumah sakit. Rumah sakit
memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta JKN BPJS Kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan kesehatan yang terdapat dalam perjanjian kerjasama
yang telah disepakatinya.
Dokter/tenaga kesehatan merupakan pekerja profesional di rumah sakit yang
telah mempunyai surat ijin praktek yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika
profesi, menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan
keselamatan pasien.
Hubungan hukum antara pasien peserta JKN BPJS Kesehatan dengan
dokter/tenaga kesehatan/klinik selalu menimbulkan hak dan kewajiban yang
bertimbal balik. Hak dokter merupakan kewajiban pasien dan hak pasien
menjadi kewajiban dokter/tenaga kesehatan/rumah sakit, dengan adanya
kesepahaman ini maka akan menimbulkan kedudukan yang sederajat diantara
para pihak.
Hubungan hukum yang terjadi antara pasien peserta JKN BPJS Kesehatan
dengan dokter/tenaga kesehatan/klinik, adalah hubungan hukum yang
didasarkan atas perjanjian terapeutik, yaitu suatu perjanjian menyangkut
pelayanan medis yang terjadi antara dokter/tenaga kesehatan dengan pasien.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.1
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (doktrinal) dan empiris
atau sosiologis berdasarkan data primer dan data sekunder. Penelitian hukum
normatif-empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau
implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, Undang-Undang atau
kontrak) secara in actionpada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.2
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu menggambarkan dan
memaparkan permasalahan yang berkaitan dengan objek penelitian yang
kemudian terhadap permasalahan dilakukan analisis. Dalam konteks ini
menggambarkan mekanisme Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam
menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi masyarakat dilihat dalam lingkup
1
Soerjono Soekanto,Penelitian Hukum Normatif,Rajawali Pers : Jakarta,1990,hlm.1.
2
hukum perdata. Selanjutnya analitis artinya dari hasil penelitian ini, kemudian
akan dianalisis terhadap aspek yuridis yang melandasi dan mengatur hubungan
hukum yang timbul dari adanya Undang-Undang mengenai Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
3. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah pada penelitian ini adalah, pendekatan Perundang-undangan
(Statute Aproach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach) terkait dengan implementasi jaminan sosial kesehatan berdasarkan Undang-Undang No.
24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
4. Data dan Sumber Data
Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam membahas
skripsi ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan dalam
penelitian ini maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan
bahan-bahan hukum, jenis data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri
dari :
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat seperti berdasarkan perundang–undangan dan peraturan lainnya.
Bahan hukum primer yang dipakai antara lain:
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
c) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang “Perlindungan Konsumen”
d) Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang “Praktik Kedokteran”
e) Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang “Sistem Jaminan Sosial
Nasional”.
f) Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang “Kesehatan”.
g) Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang “Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial”.
h) Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
i) PERPRES No. 12 Tahun 2013 tentang “Jaminan Kesehatan” BPJS
Kesehatan.
j) Permenkes No. 71 Tahun 2013 tentang “Pelayanan Kesehatan Pada
Jaminan Kesehatan Nasional”.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer seperti literatur dan norma-norma hukum yang
berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.
3) Bahan hukum tersier yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum
Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, Media Masa, Artikel, Jurnal, Internet dan
buku-buku lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, yang
dipergunakan sebagai pedoman untuk memahami berbagai pengertian terdapat
pada bahan hukum primer dan sekunder.
b. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung melaui wawancara langsung
dengan pegawai BPJS Kesehatan di RSUD Cicalengka Kabupaten Bandung
5. Pengumpulan Data
Skripsi ini disusun berdasarkan atas tersedianya data dan informasi yang relevan
dengan masalah yang akan dibahas. Untuk mendapatkan data dan informasi
mengenai suatu masalah, dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini digunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Studi Pustaka(Library Research)
Riset kepustakaan dilaksanakan dengan mengumpulkan dan menelaah data
sekunder, yakni data yang diperoleh melalui kegiatan studi dokumen berupa
buku–buku, makalah dan peratuaran perundang-undangan yang berhubungan
dengan Jaminan Sosial Kesehatan dan hukum kesehatan.
b. Studi Lapangan (Field Research)
Studi lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara
(interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan. Wawancara diajukan kepada bapak Rizki Bachtiar,
Selaku pegawai di RSUD Cicalengka yang bertugas mengurus Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
6. Pengolahan Data
Data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan dan wawancara selanjutnya
diolah dengan menggunakan metode :
a. Editing, yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat
b. Klasifikasi data, yaitu proses pengelompokan data sesuai dengan bidang
pokok bahasan agar memudahkan dalam menganalisa data.
c. Sistematis data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan daa pada pokok
bahasan secara sitemasi sehingga memudahkan pembahasan.
7. Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif, artinya
hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian
kalimat-kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk diinterpretasikan dan ditarik
kesimpulan mengenai Implementasi Jaminan Sosial Kesehatan Berdasarkan
Undang-Undang No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hubungan hukum para pihak dalam pelaksanaan jaminan kesehatan melalui
program JKN BPJS Kesehatan terdiri dari hubungan antara BPJS Kesehatan
dan rumah sakit, BPJS Kesehatan dan peserta, kemudian peserta dan rumah
sakit. Hubungan antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit adalah hubungan
yang berdasarkan atas perjanjian kerjasama, tentang pemberian pelayanan
kesehatan lanjutan bagi peserta JKN BPJS Kesehatan hal tersebut sudah sesuai
dengan ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata dan Pasal 1320 KUHPerdata.
Hubungan antara BPJS Kesehatan dan Peserta didasarkan atas amanat
Undang-Undang No 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial, yang mewajibkan setiap orang termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia menjadi peserta JKN. Hubungan
hukum antara pasien dan rumah sakit didasarkan oleh perjanjian terapeutik,
yaitu suatu perjanjian menyangkut pelayanan medis yang terjadi antara
2. Pada prinsipnya perlindungan hukum bagi peserta JKN BPJS Kesehatan sudah
sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dan
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
Perlindungan hukum pasien peserta JKN sudah secara konkrit ditentukan
dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial antara lain, BPJS Kesehatan berupaya membuka layanan
informasi dan keluhan, disamping itu apabila peserta JKN memerlukan
informasi atau mengalami masalah dalam mendapatkan pelayanan kesehatan,
maka dapat disampaikan melalui lisan dan tulisan dengan menghubungi
kantor BPJS Kesehatan terdekat. Hak pasien peserta JKN sebagai penerima
pelayanan kesehatan adalah mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan
kesehatan yang diterima tidak sebagaimana mestinya, kemudian apabila
terjadi penyimpangan dalam ketentuan pelayanan kesehatan, maka pasien
peserta JKN sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dapat menuntut
haknya yang dilanggar oleh pihak pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini
adalah rumah sakit, dokter dan tenaga kesehatan. Pasien peserta JKN dapat
melayangkan pengaduan kepada Majelis Kode Etik Kedokteran, pengadilan
atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan terhadap pihak
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
disarankan sebagai berikut :
1. BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional
disarankan memberikan informasi secara jelas, lengkap dan mencukupi
kepada peserta maupun calon peserta JKN terkait dengan hak dan kewajiban
para pihak, prosedur penggunaan kartu JKN di fasilitas kesehatan dan hal apa
saja yang ditanggung dan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Pemberian
informasi tersebut harus disesuaikan dengan keadaan, kondisi dan pendidikan
peserta maupun calon peserta JKN agar tidak terjadi kesalahapahaman.
2. Disarankan kepada fasilitas kesehatan khususnya RSUD Cicalengka
Kab.Bandung, agar pelayanan kesehatan bagi pasien JKN lebih ditingkatkan
lagi, sehingga pasien peserta JKN tidak kesulitan dalam menjalankan
a. Buku
H.S, Salim, 2004, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika
J. Guwandi, 2004, Hukum Medik (Medical Law), Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Jakarta
Johan, Bahder, 2005, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta, Rineka Cipta
Junus, Sidabalok, 2010,Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia,Bandung, PT. Citra Aditya Bakti
Koeswadji, Hermien Hadiati, 2002, Hukum untuk Perumah Sakitan, Bandung, Citra Aditya Bakti
Machmud, Syahrul, 2008, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang Diduga Melakukan Mal Praktik,Bandung, Mandar Maju
Mundiharmo, Hasbullah, dkk, 2014,Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional, Jakarta, Dewan Jaminan Sosial
Soekanto, Soerjono, 1988,Pokok-Pokok Sosiologi Hukum,Jakarta, Rajawali Pers Patrik, Purwahid, 1994,Dasar-Dasar Hukum Perikatan,Bandung, Mandar Maju Poerwadarminta, W.J.S, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia Cetakan IX, Jakarta,
Balai Pustaka
Rahman, Hasanudin, 2000,Legal Drafting, Bandung, PT Ci