POTENSI KONFLIK LATEN ANTARA PENGANUT ALIRAN KRISTIANI GEREJA “KONVENSIONAL” DENGAN GEREJA “KHARISMATIK”
(Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kab. Karo)
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
Elsa Elonika Tarigan
110901034
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Agama merupakan sebuah realitas sosial yang tidak dapat dielakkan oleh siapapun, baik dalam masyarakat modern maupun dalam masyarakat tradisional.Sebagai sistem kepercayaan dan sistem peribadatan, agama berperan penting dalam menciptakan tatanan kehidupan yang berkeadilan dan beradab bagi seluruh umat manusia di dunia. Agama juga menjadikan norma sebagai kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan agama yang dianutnya. Kemunculan gereja kharismatik membawa perbedaan dengan gereja-gereja yang ada di kota kabanjahe. Perbedaan dalam hal ini dapat dilihat pada tata ibadah yang lebih berkembang mengikuti perkembangan zaman dan sudah mulai meninggalkan adat istiadat, selain itu masalah lainnya adalah penarikan jemaat yang dilakukan jemaat gereja kharismatik juga menjadi masalah bagi jemaat gereja lainnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam serta studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah pendeta, penatua, diakon serta yang menjadi jemaat tetap gereja HKBP dan gereja GBI Rg. Mart Kabanjahe sebagai informan kunci yang mengetahui kondisi hubungan antara jemat gereja dan rumusan masalah pada penelitian ini. Interpretasi data dilakukan dengan pengolahan dari catatan maupun hasil wawancara setiap kali turun ke lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan interaksi antar jemaat gereja kharismatik dengan jemaat gereja HKBP yang masih kurang karena tidak adanya keinginan dari setiap jemaat untuk membangun hubungan serta beberapa jemaat yang membuat batasan-batasan dalam berhubungan dengan jemaat gereja lainnya. Kegiatan rohani yang dilakukan kedua gereja ini memiliki tujuan yang sangat berbeda seperti gereja GBI yang bertujuan untuk mengajak serta menarik jemaat agar menjadi jemaat tetap gereja GBI, serta adanya beberapa perbedaan mengenai tata ibadah atau ajaran dalam kedua gereja ini sehingga menimbulkan prasangka buruk bagi kedua jemaat gereja. Gereja Bethel Indonesia juga lebih mengutamakan pengalaman pribadi dari pada pendidikan mengenai agama sedangkan gereja HKBP lebih mengutamakan pendidikan mengenai agama.
Abstract
Religion is a social reality that can’t be avoided by anyone, whether in modern societies and in traditional societies. As a system of belief and worship system, religion plays an important role in creating a just order and civilized life for all people in the world. Religion also makes the norm as a frame of reference in order to act and behave in accordance with their religion. The emergence of charismatic churches brings differences to the churches in Kabanjahe city. This difference can be seen in the more developed to follow times and have started to leave the customs, besides other issue in a pulling in religious community of the charismatic church to become religious charismatic community.
The method used in this research is descriptive method with qualitative approach. Data collection techniques is done by observation, interview and literature study as for the unit of analysis and informant in this research were preacher, the church elders, deacons and the religious community of HKBP and GBI Rg. Mart Kabanjahe church as key informant who know the condition of the relationship of religious community and the formulation of the problem in this research. Interpretation of the data is done with the processing of records and interviews every time down to the field.
The result showed that the interaction between the religious community charismatic church with religious community HKBP are still not good because nothing a desires from a religious community to build relationship as well as some a religious community make a restrictionsin dealing with other a religious community. Spiritual activities conducted two churches have very different purposes such as the purposes of GBI church to invite and to attract of religious community to become a religious community of GBI, and the existence of some differences about system worship or doctrine of religion in the church so that make prejudice to both the church congregation. The church of GBI to prioritize personal experience than education of religion although the church of HKBP to prioritize education of religion.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, atas
segala limpahan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini. Skripsi yang berjudul “Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani
Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP
dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)”disusun sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak
skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati,
baik berupa ide, semangat, doa, bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnyapenulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta Bapak saya R. Tarigan dan
Nandesaya T br S Melialayang telah melahirkan, membesarkan, mendidik penulis
dengan penuh kasih sayang dan kesabaran serta selalu memberikan doa, pengertian,
pengorbanan yang tulus, nasehat, semangat dan mendidik saya, memberikan
dukungan moril dan materil kepada saya selama perkuliahan. Akhirnya inilah yang
dapat saya berikan sebagai tanda ucapan terimakasih dan tanda bakti saya. Semoga
Dalam penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus
danucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian
skripsi ini kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si selaku dosen wali penulis sejak tahun 2011
hingga 2015 dan sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah
bersedia membimbing penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan. Dimana
beliau juga memberikan solusi kepada penulis ketika penulis menghadapi
masalah ketika berada dilokasi penelitian.
3. Bapak Drs. Junjungan SBP Simanjuntak, Msi, selaku dosen penguji yang
telah bersedia menjadi penguji skripsi ini dan telah memberi
masukan-masukan dalam perbaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku ketua Departemen SosiologiFakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan selaku Ketua
Penguji dalam Ujian Meja Hijau.
5. Drs. Muba Simanihuruk, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
6. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa dan Kak Bettyyang
telah cukup banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal
7. Saudara-saudara saya tercinta, yang selalu memberikan doa dan nasehat
kepada saya, terkhusus kakak saya Siska Riana Tarigan, S.Sos, Junita
Tarigan, S.S, dan abang saya Eddy Franata Tarigan, Amd (akhirnya aku juga
menyusul kalian). Adik sepupu saya, Avinda Deviana Tariganserta
keponakannya biud Dirk Jovan Daniel Pandegirot.
8. Sahabat-sahabat kecil saya yang selalu mendukung dari jauh, Tiur Tuani
Rumapea, Juliana Triputri Sagala dan Sabrika Ginting.
9. Sahabat-sahabat sosiologi tercinta, yang mulai dari awal perkuliahan hingga
akhir perkuliahan ini selalu menemani saya dalam suka maupun duka, Kathy
Sabrina Togatorop, Fransisca Sinaga, S.Sos, Devi Sihotang, S.Sos, Carlina
Abrianingsih Panjaitan S.Sos dan Vera Novelina Sirait, atas semua dukungan
dan bantuan kalian selama ini, serta kebersamaan kita yang tidak terlupakan.
Semoga persahabatan kita tidak hanya sampai disini dan semoga kita selalu
menjadi sebuah kisah unik untuk masa depan.
10.Teman-teman Sosiologi seperjuangan lainnya, Erawati Siagian,Emilia
Simangunsong, Silvia Purba, Angel Manihuruk, Hendrikson Siahaan, Jhon
Sardo, Repita Simamora, Yusni Malau, Defasari Simbolon, dan teman-teman
sosiologi lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah
banyak membantu penulis dalam berdiskusi hingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian.
11.Para Responden yang telah banyak membantu memberikan informasi yang
sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini, serta atas waktu dan kesediaan
Penulis merasa bahwa dalam penulisan skripsi masih terdapat berbagai
kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dan
saran-saran yang sifatnya membangun demi perbaikan tulisan ini.Demikianlah yang
dapat penulis sampaikan, harapan saya agar tulisan ini dapat berguna bagi
pembacanya, dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima
kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.
Medan,Desember2015
(Penulis)
Elsa Elonika Tarigan
DAFTAR ISI
halaman
Abstrak ………..… i
Kata Pengantar ……… iii
Daftar isi ……… vi
Daftar Tabel ………..……….…… viii
Daftar Lampiran ……… ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat penelitian ... 9
1.4.1 Manfaat teoritis ... 9
1.4.2 Manfaat praktis ... 10
1.5Defenisi konsep ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konflik ……… 12
2.2 Agama………. 16
2.3 Interaksionis simbolik ……… 17
2.4 Stereotipe ……….. 20
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian ... 23
3.3 Unit analisis dan informan penelitian ... 24
3.3.1 Unit analisis ... 24
3.3.2 Informan penelitian ... 24
3.4 Teknik pengumpulan data ... 25
3.4.1 Data primer ... 25
3.4.2 Data sekunder ... 27
3.5 Interpretasi data ... 27
3.6 Keterbatasan peneliti ... 28
BAB IV PEMBAHASAN 4.1.Deskripsi lokasi penelitian ... 29
4.1.1 Keadaan geografis ... 29
4.1.2 Keadaan topografi ... 29
4.1.3 Luas wilayah ... 29
4.1.4 Jumlah penduduk ... 30
4.1.5 Sarana dan prasarana ... 32
4.2.Sejarah keberadaan gereja ... 34
4.3.Profil informan ... 43
4.4.Interpretasi data ... 51
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ……… 68
5.2 Saran ……….. 69
Daftar Pustaka... 71
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 4.1 luas wilayah kota kabanjahe menurut desa/kelurahan ………… 30
Tabel 4.2 komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin ………. 30
Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ……… 31
Tabel 4.4 Sarana Pendidikan ……… 32
Tabel 4.5 Sarana peribadatan ………... 33
Tabel 4.6 Sarana Kesehatan ………. 34
Tabel 4.7 Anggota perseketuan gereja-gereja di Indonesia (PGI) ………. 36
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1. Bagan organisasi HKBP ……… 39
ABSTRAK
Agama merupakan sebuah realitas sosial yang tidak dapat dielakkan oleh siapapun, baik dalam masyarakat modern maupun dalam masyarakat tradisional.Sebagai sistem kepercayaan dan sistem peribadatan, agama berperan penting dalam menciptakan tatanan kehidupan yang berkeadilan dan beradab bagi seluruh umat manusia di dunia. Agama juga menjadikan norma sebagai kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan agama yang dianutnya. Kemunculan gereja kharismatik membawa perbedaan dengan gereja-gereja yang ada di kota kabanjahe. Perbedaan dalam hal ini dapat dilihat pada tata ibadah yang lebih berkembang mengikuti perkembangan zaman dan sudah mulai meninggalkan adat istiadat, selain itu masalah lainnya adalah penarikan jemaat yang dilakukan jemaat gereja kharismatik juga menjadi masalah bagi jemaat gereja lainnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam serta studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah pendeta, penatua, diakon serta yang menjadi jemaat tetap gereja HKBP dan gereja GBI Rg. Mart Kabanjahe sebagai informan kunci yang mengetahui kondisi hubungan antara jemat gereja dan rumusan masalah pada penelitian ini. Interpretasi data dilakukan dengan pengolahan dari catatan maupun hasil wawancara setiap kali turun ke lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan interaksi antar jemaat gereja kharismatik dengan jemaat gereja HKBP yang masih kurang karena tidak adanya keinginan dari setiap jemaat untuk membangun hubungan serta beberapa jemaat yang membuat batasan-batasan dalam berhubungan dengan jemaat gereja lainnya. Kegiatan rohani yang dilakukan kedua gereja ini memiliki tujuan yang sangat berbeda seperti gereja GBI yang bertujuan untuk mengajak serta menarik jemaat agar menjadi jemaat tetap gereja GBI, serta adanya beberapa perbedaan mengenai tata ibadah atau ajaran dalam kedua gereja ini sehingga menimbulkan prasangka buruk bagi kedua jemaat gereja. Gereja Bethel Indonesia juga lebih mengutamakan pengalaman pribadi dari pada pendidikan mengenai agama sedangkan gereja HKBP lebih mengutamakan pendidikan mengenai agama.
Abstract
Religion is a social reality that can’t be avoided by anyone, whether in modern societies and in traditional societies. As a system of belief and worship system, religion plays an important role in creating a just order and civilized life for all people in the world. Religion also makes the norm as a frame of reference in order to act and behave in accordance with their religion. The emergence of charismatic churches brings differences to the churches in Kabanjahe city. This difference can be seen in the more developed to follow times and have started to leave the customs, besides other issue in a pulling in religious community of the charismatic church to become religious charismatic community.
The method used in this research is descriptive method with qualitative approach. Data collection techniques is done by observation, interview and literature study as for the unit of analysis and informant in this research were preacher, the church elders, deacons and the religious community of HKBP and GBI Rg. Mart Kabanjahe church as key informant who know the condition of the relationship of religious community and the formulation of the problem in this research. Interpretation of the data is done with the processing of records and interviews every time down to the field.
The result showed that the interaction between the religious community charismatic church with religious community HKBP are still not good because nothing a desires from a religious community to build relationship as well as some a religious community make a restrictionsin dealing with other a religious community. Spiritual activities conducted two churches have very different purposes such as the purposes of GBI church to invite and to attract of religious community to become a religious community of GBI, and the existence of some differences about system worship or doctrine of religion in the church so that make prejudice to both the church congregation. The church of GBI to prioritize personal experience than education of religion although the church of HKBP to prioritize education of religion.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agama merupakan sebuah realitas sosial yang tidak dapat dielakkan oleh
siapapun, baik dalam masyarakat modern maupun dalam masyarakat
tradisional.Sebagai sistem kepercayaan dan sistem peribadatan, agama berperan
penting dalam menciptakan tatanan kehidupan yang berkeadilan dan beradab
bagi seluih umat manusia di dunia.Agama menjadi sumber motivasi dan
inspirasi bahkan agama terus berkembang seiring perkembangan peradaban
manusia.Namun sayangnya agama sering kali dipahami secara sempit oleh
penganutnya disertai perasaan curiga yang berlebihan terhadap
penganutnya.Secara sosiologi, agama merupakan suatu isu yang berkaitan
dengan kepercayaan, simbol, citra serta nilai-nilai sesuai dengan ajaran dari
agamanya masing-masing. Simbol disini dapat kita lihat seperti cara berdoa,
adanya puasa atau pantangan serta simbol keagamaan juga ditunjukkan dalam
bentuk fisik yang dikenakan oleh para penganutnya yaitu seperti Rosario
(kalung berbentuk salib), jilbab, peci dan lain sebagainya. Agama memiliki
kedudukan yan sama dan merupakan suatu kesatuan dengan manusia sehingga
mampu mengendalikan perilaku manusia dan mengubah kehidupannya.
Dalam menjalankan aktifitas sehari-hari individu tetap bertindak sesuai
nilai-nilai ajaran agama dengan membina rasa solidaritas terhadap sesama.
bertingkah laku agar sejalan dengan agama yang dianutnya. Namun menurut
Durkheim (Kamiruddin, 2011) agama bukan hal yang mudah untuk dipahami
sebagai sesuatu yang sakral.Menurutnya agama tidaklah sepenuhnya dapat
dikatakan sebagai nilai ajaran yang sakral yang berasal dari Tuhan.Adapun
pemikiran manusia terhadap ajaran agama yang mereka terima juga
mempengaruhi berkembangnya suatu aliran agama.
Pada dasarnya agama Kristen terbagi menjadi dua bagian yaitu Kristen
khatolik dan Kristen protestan.Selain itu agama Kristen protestan memiliki
tujuh aliran yaitu aliran calvinis, aliran Lutheran, aliran methodis, aliran
pentakosta, aliran kharismatik, aliran adventis, sertra aliran saksi jehova.
Agama Kristen juga diwadahi oleh tiga persekutuan yaitu PGI (Persekutuan
Gereja-Gereja Indonesia), PGPI (Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta
Indonesia) dan PGPLII (Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga
Injili Indonesia).
Gereja Huria Kristen Batak Protestan dan Gereja Bethel Indonesia (GBI)
merupakan agama Kristen yang berbeda aliran. Gereja Huria Kristen Batak
Protestan (HKBP) berasal dari aliran Lutheran yang berada dibawah naungan
PGI (Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia) serta Gereja Bethel Indonesia
(GBI) berasal dari aliran kharismatik yang berada dibawah naungan PGI
(Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia) dan Gereja Bethel Indonesia juga
merupakan anggota dari PGPI (Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta
Indonesia). Kedua gereja ini sangat berpengaruh ditengah masyarakat
sekarang kedua gereja ini tetap menjadi tempat beribadah orang-orang Kristen
yang ingin lebih mengetahui tentang kegiatan keagamaan. Keberadaan kedua
gereja ini di kota kabanjahe sangat menarik.
Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di kota Kabanjahe berdiri
pada tahun 1940. Kemunculan gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)
pada dasarnya merupakam perjalan panjang pendeta yang berasal dari tanah
batak. Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dianggap sebagai gereja
beraliran Lutheran atau dianggap sebagai aliran “konvensional”. Aliran
konvensional disini adalah aliran yang masih sulit menerima hal-hal keagamaan
yang baru atau hal keagamaan yang dapat pembaharuan sampai sekarang ini.
Sifat tradisionalnya dapat kita ketahui dari beberapa kegiatan yang dilakukan
seperti pesta pernikahan, tata ibadah, serta perayaan-perayaan gereja seperti
perayaan natal dan perayaan paskah yang masih melibatkan adat istiadat
ataupun budaya. Dalam peribadatan, nyanyian dan musik memegang peranan
penting. Cara beribadah jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)
masih sangat menekankan pada keteraturan dan keheningan. Hal ini dapat
dilihat saat bernyanyi hanya menggunakan alat musik piano atau pun organ dan
tanpa disertai dengan tepuk tangan. Gereja Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP) masuk kedalam keanggotaan PGI (Persekutuan Gereja-Gereja
Indonesia) (pdt.aritonang, 2005).
Gereja Bethel Indonesia (GBI) di kota Kabanjahe berdiri pada tahun
2007. Gereja beraliran kharismatik ini merupaka gereja yang didirikan untuk
gereja yang beraliran kharismatik. Dimana dalam peribadatannya, nyanyian
serta musik pada gereja ini lebih berkembang daripada gereja Huria Kristen
Batak Protestan (HKBP) yaitu nyanyian dengan tepuk tangan yang meriah.
Gereja aliran kharismatik ini tidak lagi mempertahankan adat istiadat yang
berlaku di kota Kabanjahe. Gereja ini didominasi pada gereja yang arus utama
protestan dan khatolik.
Aliran kharismatik ini adalah aliran yang mengutamakan karunia roh
serta aliran ini lebih menuju pada perkembangan zaman. Karunia roh bagi
aliran kharismatik adalah seperti berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata
dengan pengetahuan, karunia iman, karunia menyembuhkan, karunia bernubuat,
karunia membedakan bermacam-macam roh, membedakan berkata-kata dalam
bahasa roh, dan karunia menafsirkan bahasa roh. Bahkan masih banyak lagi
tafsiran karunia roh bagi jemaat kharismatik, namun yang ditonjolkan gereja
kharismatik adalah karuia penyembuhan, bahasa roh yang bisa dipelajari. Bagi
mereka suatu keharusan seseorang yang sudah dibaptis harus memiliki karunia
roh yang membedakannya dengan jemaat gereja lainnya. Dari hal ini tidak
jarang ajarannya kurang mengalami penolakan oleh gereja-gereja lainnya sebab
bagi mereka karunia roh bukan ukuran seseorang beriman.
Gereja yang beraliran kharismatik ini juga bersifat fleksibel dan inovatif
terurama dalam bentuk ibadah. Kebanyakan gereja yang beraliran kharismatik
ini terinspirasi oleh aliran pentakosta serta lebih menuju pada kebiasan dari
Negara Amerika Latin yang bersifat tidak monoton. Tata cara ibadah gereja ini
serta nyanyian yang diserta dengan tepuk tangan yang meriah, serta dikenal
dengan sebutan pujian dan penyembahan. Hal inilah yang memberikan
alternatif bagi jemaat yang tidak puas dengan sikap gereja yang terlalu
bergantung pada tradisi. Selain itu gereja ini lebih peka terhadap tantangan
zaman globalisasi yang mengutamakan efesiensi dan informasi. Walaupun
menuju pada perkembangan zaman, dalam hal pembaptisan aliran kharisamatik
kembali lagi pada pembaptisan seperti yang dilakukan pada zaman dahulu yang
dilakukan oleh bangsa Yahudi. Terlihat dari pembaptisan yang dilakukan oleh
gereja bethel adalah pembaptisan air melalui menyelamkan artinya orang yang
dibaptis diselamkan di dalam kolam air, di sungai secara langsung. Ini mngikuti
baptisan tradisi Yahudi yang dilakukan Yohanes dan Petrus di sungai. Jadi
gereja yang beraliran kharismatik ini sebenarnya kembali lagi pada zaman
dahulu yang bisa disebut sebagai aliran yang konvensional.
Pengikut gereja Bethel Indonesia (GBI) kebanyakan anak muda yang
identik dengan sifat yang ekspresif, enerjik serta penuh dengan semangat.
Kebaktian gereja yang beraliran kharismatik ini membuat para pemuda lebih
tertarik beribadah ke gereja ini dibandingkan beribadah ke gereja Huria Kristen
Batak Protestan (HKBP) yang bersifat monoton serta banyaknya hal positif di
dalam aliran ini yang ikut menjadi daya tarik dan alasan bagi masyarakat untuk
menganutnya. Kegiatan-kegiatan gereja beraliran kharismatik ini terbilang lebih
menarik daripada kegiatan yang dilakukan oleh gereja Huria Kristen Batak
Protestan. Kegiatan gereja bethel Indoesia (GBI) ini dapat memicu semangat
gereja Huria Kristen Batak Protestan yang yang tidak terlalu aktif melakukan
kegiatan-kegiatan pelayanan. Gereja Huria Kristen Batak Protestan lebih fokus
melakukan kegiatan pelayanan dalam hal ibadah minggu dan tidak bersusah
payah untuk mengumpulkan para jemaat untuk diajak beribadah.
Sejak kemunculan gereja beraliran kharismatik ini hal yang sering
menjadi perdebatan adalah masalah tata ibadah dan masalah penarikan jemaat
yang dilakukan oleh jemaat gereja ini. Sebenarnya masalah konflik yang
kompleks dan saling terkait, sehingga hal ini memperkuat munculnya sebuah
konflik. Potensi konflik dapat berkembang menjadi konflik apabila persaingan
yang bersifat emosional. Oleh karena itu, konflik dapat menjadi tajam ketika
perdebatan diperkuat dan dipertegas ileh beberapa faktor yang mendorong
terjadinya konflik yaitu kefanatikan jemaat dalam menyebarkan nilai-nilai
keagamaan, adanya prasangka antar jemaat gereja, adanya perbedaan suku dan
ras beragama serta perbedaan tingkat ekonomi, strata sosial, budaya dan
lainnya.
Selama ini yang senantiasa dipersoalkan adalah perdebatan dari beribadah
serta tata cara beribadah. Masing-msing jemaat merasa ajaran merekalah yang
paling benar. Kefanatikan jemaat inilah yang menjadi bomerang. Orang yang
sangat fanatik dengan gerejanya terkadang menjadi tidak realistis dalam
menerima ajaran dari gerejanya. Pengikut yang fanatik menganggap orang yang
tidak sealiran dengannya adalah musuhnya dan memandang gerejanya sebagai
Ada kompetisi dalam hal ajaran dan praktek yang dilakukan oleh setiap
gereja agar para jemaat lebih mudah untuk menerimanya. Kompetisi dalam
agama tidak berbeda dengan kompetisi dalam iklan yang ada ditelevisi, majalah
ataupun koran. Keberhasilan dalam kompetisi ditentukan oleh kemampuan
untuk memenangkan pasar. Untuk memenangkan umat, perlu adanya
kompetitif dan upaya. Upaya yang dilakukan dalam menarik pengikut baru
adalah menyiapkan fasilitas-fasilitas yang memberikan kenyamanan dalam
beribadah dan melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik. Jemaat yang
beraliran kharismatik ini juga memberikan janji-janji fasilitas seperti fasilitas
kendaraan yang digunakan untuk mengantar dan menjemput para calon jemaat.
Memberikan pelayanan-pelayanan yang terbaik bagi mereka yang mau ambil
bagian dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gereja yang
beraliran kharismatik ini. Jemaat gereja bethel ini juga sering melakukan
kegiatan-kegiatan rohani seperti KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) serta
banyaknya hal positif di dalam aliran ini yang ikut menjadi daya tarik dan
alasan yang membuat para jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan ikut
mengambil bagian karena di gerejanya sangat jarang dilakukan
kegiatan-kegiatan seperti kegiatan-kegiatan KKR.
Gereja Huria Kristen Batak Protestan tidak perlu melakukan
kegiatan-kegiatan rohani seperti KKR untuk merebut jemaat dari gereja lain. Gereja ini
sudah cukup banyak memiliki jemaat dan tidak perlu khawatir akan jemaat
yang pergi beribadah ke gereja yang beraliran kharismatik karena pada akhirnya
gereja awalnya. Hal ini yang membuat jemaat gereja bethel merasa cemburu
terhadap gereja Huria Kristen Batak Protestan serta hal ini juga yang dapat
memicu terjadinya potensi konflik antara jemaat gereja HKBP dengan jemaat
gereja yang beraliran kharismatik tersebut.
Konflik lain juga dapat terjadi antara jemaat gereja berbeda aliran ini
seperti melalui kritikan yang tajam dari jemaat gereja bethel kepada jemaat
gereja Huria Kristen Batak Protestan yang dianggap tidak sesuai dengan
alkitabiah, menaikkan pujian tidak disertai dengan tepuk tangan serta
mengatakan bahwa jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan tidak
mendapatkan roh kudus. Jemaat gereja HKBP yang tidak menyukai akan
kritikan itu mengatakan bahwa mereka lebih baik berpura-pura tidak
mendengarkan apa yang disampaikan oleh jemaat gereja kharismatik.
Perkembangan aliran kristiani dalam gereja konvensional belum begitu diterima
karena gereja konvensional yang begitu tertutup dengan kedatangan
aliran-aliran Kristen lainnya. Berbeda halnya dengan aliran-aliran kharismatik yang lebih
mudah dan lebih terbuka akan perkembangann yang ada sehingga membuat
aliran kharismatik lebih mudah untuk berkembang.
Dalam penelitian ini penulis tertarik meneliti gereja yang beraliran
Kharismatik yaitu Gereja Bethel Indonesia yang cepat berkembang dilihat dari
jemaatnya yang semakin banyak dan gereja Huria Kristen Batak Protestan yang
jemaatnya pergi beribadah ke gereja kharismatik itu. Tetapi jemaat gereja Huria
dia pergi beribadah ke gereja kharismatik tersebut. Mereka pergi hanya untuk
beribadah dan menikmati cara beribadah gereja kharismatik yang sepenuhnya
menggunakan musik. Hal inilah membuat penulis tertarik meneliti dengan
mengangkat judul potensi konflik laten antara penganut aliran kristiani gereja
“konvensional” HKBP dengan Gereja Bethel Indonesia “kharismatik”.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah adalah sebgai
berikut:
a. Apa yang menyebabkan terjadinya konflik antara penganut aliran
kristiani gereja konvensional dengan gereja kharismatik?
b. Mengapa terjadinya konflik antara penganut aliran kristiani gereja
konvensional dengan gereja kharismatik?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konflik
antara penganut aliran kristiani gereja “konvensional” Huria Kristen Batak
Protestan dengan gereja “kharismatik” yaitu:
a. Apa yang menyebabkan terjadinya konflik antara penganut aliran
kristiani gereja konvensional dengan gereja kharismatik?
b. Mengapa terjadinya konflik antara penganut aliran kristiani gereja
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi peneliti maupun orang
lain. Khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat
penelitian ini adalah:
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menambah wawasan kajian ilmiah
bagi mahasiswa sosiologi khususnya pada mata kuliah sosiologi agama, serta
dapat menambah rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mengkaji
persoalan yang terkait dengan penelitian ini.
b. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
akademis serta menganalisis berbagai fenomena sosial secara kritis
mengenai potensi konflik laten antara penganut aliran kristiani gereja
“konvensional” dengan gereja “kharismatik”. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan dapat menambah referensi dan dijadikan rujukan bagi peneliti
berikutnya.
1.5. Defenisi konsep
Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau lebih yang
menggambarkan suatu penjelasan gejala atau menyatakan suatu ide maupun
gagasan untuk megetahui penjelasan, maksud, pengertian, dan kesalahpahaman
1. Potensi konflik laten
Kemampuan perselisihan yang mempunyai kemungkinan untuk dilakukan
secara tersembunyi yang terjadi antara aliran kristiani gereja “konvensional”
Huria Kristen Batak Protestan dengan gereja “kharismatik” dalam perebutan
jemaat.
2. Aliran kristiani
Aliran yang ada pada agama Kristen yang terdiri dari aliran calvinis, aliran
Lutheran, aliran methodis, aliran pentakosta, aliran kharismatik, aliran
adventis, sertra aliran saksi jehova.
3. Jemaat gereja konvensional
Pengikut dari gereja yang masih bersifat tradisional dan masih menggunakan
adat istiadat setiap melakukan kegiatan di gereja.
4. Jemaat gereja kharismatik
Pengikut dari gereja yang sudah menghilangkan esensi dari adat istiadat
sehingga jemaat dari gereja ini lebih berkesan modern dari pada gereja yang
masih menggunakan adat istiadat pada setiap kegiatan yang ada.
5. Agama
Sistem keyakinan yang dianut suatu kelompok atau masyarakat yang
mengatur hubungannya dengan Tuhannya.
6. Gereja
Gereja dapat diartikan sebagai suatu institusi agama yang dijadikan umat
untuk tempat melakukan ibadah serta tempat melakukan kegiatan-kegiatan
7. Penganut atau jemaat
Persekutuan sejumalah warga ditempat yang tertentu yang dipimpin oleh
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Konflik
Konflik merupaka gejala sosial yang hadir dalam kehidupan sosial,
sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam
setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Coser mendefenisikan
konflik sebagai bentuk interaksi dimana tempat dan waktu serta intensitas dan
lain sebagainya tunduk pada perubahan sebagaimana isi segitiga yang bisa
berubah. Selain itu konflik juga dapat diartikan sebagai percekcokan,
perselisihan, dan pertentangan. Dalam pengertian yang lain, konflik merupakan
suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau
kelompok-kelompok yang saling menentang dengan ancaman keras.
Konflik memiliki tiga jenis atau posisi pelaku yang berkonflik yaitu:
1. Konflik vertikal
Merupakan konflik antar komponen masyarakat didalamnya satu
struktur yang memiliki hierarki. Contohnya, konflik yang terjadi
antara atasan dan bawahan.
2. Konflik horizontal
Merupakan konflik yang terjadi antar individu atau kelompok yang
memiliki kedudukan yang relatif sama. Contohnya konflik yang
Konflik antar suku khususnya suku jawa dan suku yang ada di luar
pulau jawa.
3. Konflik diagonal
Konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumber daya
keseluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang
ekstrim. Contohnya konflik yang terjadi di aceh.
Selain kita mengetahui jenis konflik kita juga perlu mengetahui beberapa
tipe konflik yang menggambarkan persoalan sikap, perilaku, dan situasi yang
ada. Maka tipe-tipe konflik terdiri dari:
1. Tanpa konflik
Menggambarkan situasi yang relative stabil, hubungan-hubungan antar
kelompok bisa saling memenuhi dan damai. Tipe ini bukan berarti
tidak memiliki konflik yang berarti dalam masyarakat, akan tetapi ada
beberapa kemungkinan atas situasi ini. Pertama, masyarakat mampu
menciptakan struktur sosial yang bersifat mencegah kearah konflik
kekerasan. Kedua, sifat budaya yang memungkinkan anggota
masyarakat manjauhi permusuhan dan kekerasan.
2. Konflik laten adalah suatu keadaan yang di dalamnya terdapat banyak
persoalan, sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan agar
bisa ditangani.
3. Konflik terbuka adalah situasi ketika konflik sosial telah muncul ke
berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai
efeknya.
4. Konflik di permukaan, memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar
dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang
dapat diatasi dengan meningkatnya komunikasi.
Konflik laten merupakan konflik yang bersifat tersembunyi dan perlu
diangkat ke permukaan agar bisa ditangani secara efektif. Kehidupan
masyarakat yang tampak stabil dan harmonis belum tentu menjadi sebuah
jaminan bahwa di dalam masyarakat tidak terdapat permusuhan dan
pertentangan. Kenyataan ini bisa ditentukan pada masyarakat Kabanjahe yang
tampak harmonis, damai dan kecil tingkat pertentangan diantara
anggota-anggota masyarakat baik dalam pergaulan maupun dalam hal keagamaan. Akan
tetapi dibalik stabilitas, keharmonisan dan perdamaian tersebut ternyata
terdapat konflik laten yang begitu besar. Hal ini dibuktikan ketika kedatangan
gereja yang beraliran kharismatik serta berbagai konflik laten dalam dimensi
keagamaan yang cepat berkembang. Walaupun keadaan masyaraka kabanjahe
khususnya jemaat gereja yang beraliran kharismatik dengan jemaat gereja
HKBP saat ini terlihat stabil dan harmonis, namun benih-benih konflik yang
terpendam cukup melekat pada segelintir anggota masyarakat. Apabila unsur
laten tersebut tidak dapat ditangani dengan baik maka hal tersebut akan berubah
Penyebab terjadinya konflik antar masyarakat beragama dalam perspektif
sosiologi juga dapat dibagi menjadi empat hal yaitu:
1. Perbedaan doktrin dan sikap mental
Semua pihak jemaat gereja menyadari bahwa perbedaan doktrin
atau ajaran yang menjadi penyebab akan terjadinya konflik. Sadar atau
tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya,
membandingkan ajarannya dengan ajaran lawannya, memberikan
penilaian atas dasar gereja sendiri dan gereja lawannya. Dalam skala
penilaian yang dibuat oleh jemaat bahwa nilai tertinggi selalu
diberikan kepada gerejanya sendiri dan ajaran gerejanya selalu
dijadikan kelompok patokan, sedangkan ajaran gereja lainnya dinilai
menurut patokannya itu. Factor seperti ini dalam kelompok jemaat
gereja konvensional dan jemaat gereja kharismatik punya andil sebagai
pemicu terjadinya konflik.
2. Perbedaan suku dan ras pemeluk agama
Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama
memperlebar permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras
ditambah dengan perbedaan agama juga menjadi penyebab lebih
kuatnya menimbulkan perpecahan.
3. Perbedaan tingkat kebudayaan
Agama sebagian dari budaya bangsa Indonesia termasuk
berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana budaya dapat
dibedakan menjadi dua yaitu budaya tradisional dan budaya modern.
Antar jemaat kharismatik dan jemaat konvensional terlihat perbedaan
yaitu jemaat konvenional (jemaat setempat) memiliki budaya yang
sederhana atau tradisional terlihat dari bentuk bangunan gerejanya
yang masih menyelipkan budaya yang dibawanya sedangkan jemaat
kharismatik (jemaat pendatang) memiliki budaya modern terlihat dari
tidak dipakainya lagi budaya adat setempat dan bentuk gedung
gerejanya yang sudah seperti rumah toko (ruko) yang mewah.
4. Masalah minoritas dan mayoritas
Fenomena konflik sosial juga mempunyai aneka penyebab.
Dalam masyarakat agamanya pluralitas penyebab terdekat adalah
maslah minoritas dan mayoritas jemaat yang ada di suatu daerah.
Seperti jemaat kharismatik yang lebih sedikit dibandingkan jemaat
gereja konvensional yaitu jemaat gereja HKBP di kabanjahe.
2.2. Agama
Agama adalah sebuah realitas sosial yang tidak dapat dielakkan oleh
siapapun baik dalam masyarakat modern maupun dalam masyarakat tradisional.
Agama mempunyai peranan didalam masyarakat sebagai kekuatan yang
mempersatukan, mengikat dan melestarikan, nmaun agama juga mempunyai
fungsi lain. Agama mempersatukan kelompok pemeluknya dengan begitu
masyarakat, agama bisa menjadi kekuatan yang mencerai beraikan, memecah
belahkan dan bahkan menghancurkan. Selain itu agama juga sering mempunyai
efek negatif terhadapa kesejahteraan masyarakat dan individu. Isu-isu
keagamaan sering menimbulkan sikap tidak toleran. Loyalitas agama hanya
menyatukan beberapa orang tertentu dan memisahkan yang lainnya (O’Dea
dalam Hasbullah).
Agama dalam kehidupan masyarakat sangatlah penting, misalnya saja
dalam pembentukan diri seseorang. Adapun yang menjadi
komponen-komponen agama adalah sebagai berikut:
1. Emosi keagamaan, yaitu suatu sikap yang tidak rasional yang mampu
menggetarkan jiwa, misalnya sikap takut bercampur percaya.
2. Sistem keyakinan terwujud dalam bentuk pikiran atau gagasan manusia
seperti keyakinan akan sifat-sifat Tuhan, wujud dalam gaib, kosmologi,
masa akhirat, cincin sakti, roh nenek moyang, dewa-dewa dan sebagainya.
3. Upacara keagamaan, yang berupa bentuk ibadah kepada Tuhan, dewa-dewa,
dan roh nenek moyang.
4. Umat, yakni anggota salah satu umat agama yang merupakan kesatuan
sosial.
Secara umum ajaran agama memberikan kerangka norma yang tegas bagi
tingkah laku umatnya, hanya kebudayaan yang mengemasnya dengan berbeda.
Perbedaan agama disatu sisi memang rawan karena bisa menjadi benih
mengembangkan sikap toleransi dan saling menghormati hak masing-masing
umat, kerukunan dan kestabilan akan tetap terjaga dengan baik.
2.3. Interaksionis simbolik
Interaksionis simbolik adalah suatu aktivitas yang menunjuk pada sifat
khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah manusia saling
menerjemahkan dan saling mendefenisikan tindakannya. Bukan hanya reaksi
belaka dari tindakan orang lain, tapi didasarkan atas makna yang diberikan
tehadap tindakan orang lain. Interaksi antar individu diantarai oleh penggunaan
simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling memahami maksud dari tindakan
masing-masing.
Bagi Blumer interaksionis simbolik bertumpu pada tiga premis yaitu:
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang
ada pada sesuatu itu bagi mereka.
2. Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang
lain”.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial
berlangsung.
Meurut Blumer (Poloma, 2010), bagi seseorang makna dari sesuatu berasal dari
cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam akan melahirkan batasan bagi
Masyarakat juga merupakan hasil dari interaksi-simbolik. Bagi Blumer
(Poloma, 2010) keistimewaan pendekatan kaum interaksionis simbolik ialah
manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan
mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan menurut mode
stimulus-respon. Seseorang tidak langsung memeberi respon pada tindakan
orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu.
Interaksionisme simbolik yang diketengahkan Blumer mengandung
sejumlah ide-ide dasar yang dapat diringkas sebagai berikut:
1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi, kegiatan tersebut
saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang
dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial.
2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan
dengan kegiatan manusia lain. Interaksi nonsimbolis mencakup
stimulus-respon yang sederhana, sedangkan interaksi simbolis
mencakup penafsiran tindakan.
3. Objek-objek tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lenih
merupakan produk interaksi-simbolis. Objek yang dapat diklasifikasi
kedalam tiga kategori luas: a. objek fisik, seperti meja, tanaman dan
mobil, b. objek sosial seperti ibu, guru, menteri atau teman; dan c.
objek abstrak seperti nilai-nilai, hak dan peraturan.
4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat
5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretative yang dibuat oleh
manusia itu sendiri.
6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh
anggota-anggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang
dibatasi sebagai “organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan
berbagai manusia. Sebagian besar tindakan bersama tersebut
berulang-ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut para sosiolog
sebagai kebudayaan dan aturan sosial.
2.4. Stereotipe
Stereotip merupakan bentuk kompleks dari pengelompokan yang secara
mental mengatur pengalaman dan mengarahkan sikap dalam menghadapi
orang-orang tertentu. Stereotip dapat berupa prasangka negatif maupun positif.
Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotip negatif. Stereotip jarang
sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar atau bahkan
sepenuhnya dikarang-karang. Stereotip dapat mempersempit persepsi kita
sehingga dapat mencemarkan komunikasi antaragama dikarenakan stereotip
cenderung untuk menyamarkan ciri-ciri sekelompok orang.
Matsumoto 1996 (dalam lubis) memaparkan tiga poin mengenai stereotip,
yaitu:
1. Stereotip didasarkan pada penafsiran yang kita hasilkan atas dasar cara
pandang dan latar belakangbudaya kita. Stereotip juga dihasilkan dari
langsung. Karenanya interpretasi kita mungkin salah, didasarkan atas
fakta yang keliru atau tanpa dasar fakta.
2. Stereotip seringkali diasosiasikan dengan karakteristik yang bisa
diidentifikasi. Ciri-ciri yang kita identifikasi seringkali kita seleksi
tanpa alasan apa pun. Artinya bisa saja kita dengan begitu saja
mengakui suatu ciri tertentu dan mengabaikan ciri yang lain.
3. Stereotip merupakan generalisasi dari kelompok kepada orang-orang
di dalam kelompok tersebut. Generalisasi mengenai sebuah kelompok
mungkin memang menerangkan atau sesuai dengan banyak individu
dalam kelompok tersebut.
Ketiga hal tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya stereotip adalah
sebuah pendapat yang ditarik tanpa dapat menjadi sebuah gambaran yang tepat,
karena pandangan kita terhadap objeknya lebih banyak disesuaikan dengan latar
belakang kita sehingga kemudian hadir sebuah kejanggalan. Banyak stereotip
juga disesiakan oleh media massa dan disebarkan secara luas melalui berbagai
bentuk media seperti iklan, film, dan komedi situasi serta opera sabun di
televisi. Stereotip ada dimana-mana dan bertahan lama. Salah satu cara untuk
memahami kekuatan dan pengaruh suau stereotip adalah dengan mengetahui
bagaimana stereotip itu diterima.
Adler (dalam lubis) mengingatkan stereotip menjadi masalah ketika kita
menempatkan orang di tempat yang salah, ketika kita menggambarkan norma
dibandingkan menjelaskannya, ketika kita mencampuradukkan stereotip dengan
gambaran dari seorang individu, dan ketka kita gagal untuk mrngubah stereotip
berdasarkan pengamatan dan pengalaman kita yang sebenarnya. Ada empat
mengapa stereotip menghambat komunikasi antar kelompok budaya (ras, suku
dan agama) yaitu:
1. Sejenis penyaringan; menyediakan informasi yang konsisten dengan
informasi yang dipercaya oleh seseorang.
2. Suatu stereotip menganggap semua orang dalam suatu informasi
memiliki informasi yang sama,
3. Penghalang keberhasilan untuk menjadi seorang komunikator,
biasanya berlebih-lebihan, terlalu sederhana dan terlalu
menyamaratakan. Stereotip berubah karena didasarkan pada premis
dan asumsi yang setengah benar dan kadang tidak benar.
4. Jarang berubah, karena stereotip biasanya berkembang sejak awal
kehidupan dan terus berulang dan diperkuat. “Sekali terbentuk,
stereotip tidak akan berubah, dan hubungan langsung kadang
memperkuat asosiasi yang sudah ada mengenai kelompok target dan
ciri-cirinya yang stereotip” seperti yang ditulis oleh Meshel dan Mc
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif berkaitan dengan
pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep
atau gejala, juga menjawab pertanyaan sehubungan dengan status subjek
penelitian. Penelitian ini sifatnya hanya sekedar mengungkapkan fakta. Hasil
penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambaran secara objektif tentang
keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Dengan menggunakan pendekatan
kualitatif, peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam
mengenai potensi konflik laten antar pemeluk aliran gereja “konvensional”
Huria Kristen Batak Protestan dengan aliran gereja kharismatik di Kota
Kabanjahe Kabupaten Karo.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Kabanjahe Kabupaten Karo. Adapun
yang menjadi alasan pemilihan lokasi tersebut diatas adalah Kota Kabanjahe
merupakan kota yang memiliki beberapa gereja yang sangat cepat berkembang
dengan aliran agama “konvensional” dan gereja dengan aliran agama
serta dana atau biaya yang diperlukan untuk dimaksimalkan dalam penelitian
ini karena peneliti juga berada di kota yang sama dengan lokasi penelitian.
3.3. Unit Analisis dan Informan Penelitian 3.3.1. Unit Analisis
Unit analisis yang dimaksudkan dalam suatu penelitian adalah
satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto,
2006). Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah pendeta, penatua
dan diakon serta masyarakat atau jemaat gereja GBI yang beraliran agama
“kharismatik” dan jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan yang
beraliran “konvensional” yang berada di Kota Kabanajahe.
3.3.2. Informan
Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan peneliti
sebagai pelaku maupun orang yang memahami permasalahan penilitian
(bungin,2007:76). Penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan
pertimbangan utama dalam pengumpulan data adalah pemilihan
informan. Teknik penentuan informan yang digunakan oleh peneliti
adalah dengan teknik bola salju (snow ball), yakni informan berikutnya
ditentukan berdasarkan keterangan yang diperoleh dari informan
sebelumnya yang dapat lebih menunjang tujuan penelitian yang
bersangkutan.
Teknik penentuan informan diawali dengan menunjuk sejumlah
berpengalaman sesuai dengan objek penelitian ini. Kemudian penulis
menentukan informan-informan yang lain sesuai dengan keperluan
penelitian ini yakni orang yang terlibat dalam interaksi sosial yang
diteliti. Adapun karateristik informan sebagai sumber informasi bagi
peneliti adalah sebagai berikut:
a. Jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan(HKBP) yang resmi
terdaftar selama 10 tahun menjadi anggota gereja dan jemaat Gereja
Bethel Indonesia (GBI) serta yang sudah resmi terdaftar selama 5
tahun menjadi anggota gereja serta menjadi warga Kabanjahe lebih
dari 15 tahun. Alasan peneliti memilih dengan kriteria diatas karena
lebih memungkinkan mereka mengetahui mengenai
informasi-informasi yang ada di kota Kabanjahe dari pada masyarakat serta
jemaat yang baru terdaftar di kota Kabanjahe.
b. Pengurus gereja Huria Kristen Batak Protestan dan Gereja Bethel
Indonesia yang terdiri dari Pendeta, Sintua, dan Diakon
Alasan peneliti memilih pendeta, sintua dan diakon sebagai
informan karena merupakan orang yang mengatur tata cara
berlangsungnya ibadah pada gereja Huria Kristen Batak Protestan
dan gereja Gereja Bethel Indoesia di kabanjahe dan lebih
3.4. Data dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penelitian sebagai upaya untuk mendapatkan
dan memperoleh informasi yang diperlukan. Pada tahap penelitian ini peneliti
akan melakukan observasi, wawancara, serta mencatat dokumen-dokumen yang
mendukung proses penelitian. Adapun dalam sebuah penelitian dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.
3.4.1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek
penelitian atau sumber informan melalui observasi dan wawancara baik secara
partisipatif maupun wawancara secara mendalam. Oleh karena itu untuk
mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara
penelitian lapangan sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah kegiatan keseharian manusia dengan mengunakan panca
indera mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indera lainnya
seperti telinga, mulut dan kulit. Kemampuan seseorang ntuk
menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indera mata serta
dibantu dengan panca indera lainnya. Metode observasi ini adalah metode
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian
melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin, 2007:115). Dalam teknik
observasi, peneliti dapat mengetahui dengan cara melihat langsung serta
beraliran kharismatik dengan gereja Huria Kristen Batak Protestan yang
beraliran “konvensional” yang berada di kota kabanjahe.
b. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam merupakan suatu cara mengumpulkan data atau
informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan
maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti.
Wawancara mendalam dilakukan secara intensif serta menggunakan alat
bantu perekam atau tape recorder jika memang dibutuhkan untuk
memudahkan penelitian mengenai keseluruhan informasi yang diberikan
informan. Wawancara terhadap informan ditujukan untuk memperoleh
data dan informasi secara lengkap.
3.4.2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari
objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen yaitu, dengan
mengumpulkan data dan mengambil dari buku-buku referensi, dokumen,
majalah, jurnal, dan bahan-bahan dari situs internet yang dianggap relevan
dengan masalah yang diteliti.
3.5. Interpretasi Data
Menginterpretasikan data merupakan kegiatan mengorganisasikan data
Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh
dari setiap informasi baik melalui pengamatan, wawancara atau catatan
lapangan lainnya yang telah ada melalui penelitian terdahulu yang kemudian
dipelajari dan ditelaah. Pada tahap selanjutnya adalah penyusunan data dalam
satuan-satuan yang kemudian dikategorikan. Kategori tersebut berkaitan satu
sama lain dan diinterpretasikan secara kualitatif. Interpretasi data merupakan
proses pengolahan data dimulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok
permasalahan yang diteliti kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan apa
yang terjadi dilapangan.
3.6. Keterbatasan Peneliti
Keterbatasan penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman
peneliti untuk melakukan penelitian ilmuah. Terkait dengan keterbatasan waktu
terutama pada informan membuat peneliti harus membuat jadwal berkali-kali.
Terlepas dari kendala diatas peneliti menyadari keterbatasan dalam metode
menyebabkan lambannya proses penelitian yang dilakukan. Terbatasnya
referensi penelitian dan referensi judul yang mengulas tentang hal ini pun
menjadi salah satu kendala, meskipun demikian peneliti tetap berusaha untuk
melaksanakan penelitian ini semaksimal mungkin agar mendapatkan hasil yang
BAB IV
DESKRPSI DAN HASIL ANALISIS DATA
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1.Keadaan geografis
Secara geografis sebelah utara kecamatan Kabanjahe berbatasan dengan
Kecamatan Berastagi, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpang
Empat, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tigapanah, dan sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan Munthe.
4.1.2.Keadaan topografi
Kota Kabanjahe terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara
600 sampai 1400 m diatas permukaan laut. Kota Kabanjahe ini mempunyai
iklim yang sejuk dengan suhu berkisar 16,40c- 23,90c dengan kelembaban udara
rata-rata setinggi 84,66 persen serta mempunyai dua musim yaitu musim hujan
dan musim kemarau.
4.1.3.Luas wilayah
Kabanjahe merupakan salah satu kecamatan dan sekaligus ibukota
kecamatan dan ibukota kabupaten. Kabanjahe secara geografis berada di barat
laut provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayahnya 44,65 km2. Kecamatan ini
terdiri dari 13 desa/kelurahan. Berikut ini adalah tabel luas wilayah kota
Tabel 4.1. Luas wilayah kota Kabanjahe menurut desa/kelurahan
No Desa/kelurahan Luas wilayah
(km2)
Rasio terhadap luas kecamatan
(%)
1 Lau simomo 2,00 4,48
2 Kandibata 5,00 11,20
3 Kacaribu 3,25 7,28
4 Lau cimba 2,00 4,48
5 Padang mas 3,00 6,72
6 Gung leto 2,00 4,48
7 Gung negeri 4,50 10,08
8 Samura 3,00 6,72
9 Ketaren 2,50 5,60
10 Kampung dalam 2,00 4,48
11 Rumah kabanjahe 5,00 11,20
12 Kaban 4,90 10,97
13 Sumber mufakat 5,50 12,32
Jumlah 44,65 100,00
Sumber: kecamatan kabanjahe dalam angka 2010
4.1.4.Jumlah Penduduk
4.1.4.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk kecamatan/kota Kabanjahe adalah sebanyak
Negara Indonesia). Dimana jumlah laki-laki sebanyak 32.989 jiwa,
sedangkan jumlah perempuannya sebanyak 32.337 jiwa. Jumlah
penduduk kota kabanjahe berdasarkan jenis kelamin terlihat pada tabel
4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2. jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
No Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
1. Laki-laki 32.989 48,94%
2. Perempuan 32.337 51,06%
Jumlah 63.326 100%
Sumber: karo dalam angka 2010
Berdasarkan tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa jumlah laki-laki di
kota Kabanjahe sebesar 48,94% dari jumlah penduduk, sedangkan jumlah
perempuan di kota Kabanjahe sebesar 51,06% dari jumlah penduduk.
Tingkat perbandingan antara laki-laki dan perempuan sebanyak 1.348
jiwa dimana laki-laki lebih sedikit dari pada jumlah perempuan di kota
Kabanjahe.
4.1.4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Semua penduduk kota kabanjahe juga telah menganut beberapa
agama yang telah diakui di negara Indonesia. Agama yang paling
dari banyaknya gereja bagi umat Kristen protestan yang ada di kota
kabanjahe. Dimana penduduk di kota kabanjahe dapat dibagi menjadi
beberapa kategori berdasarkan agama yang dianutnya, yang terlihat pada
tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3 jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Frekuensi Persentase (%)
1 Islam 22.201 35,49 %
2 Protestan 32.293 51,62 %
3 Khatolik 6090 9,73 %
4 Hindu 547 0,87 %
5 Budha 412 0,66 %
6 Lainnya 1020 1,63 %
Jumlah 62.563 100 %
Sumber: karo dalam angka 2010
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa mayoritas
penduduk kota kabanjahe beragama Kristen protestan dengan jumlah
32.293 jiwa dengan persentase 51,62 % , yang beragama islam di kota
Kabanjahe sebanyak 22.201 jiwa dengan 53,49), yang beragama Kristen
khatolik sebanyak 6090 jiwa dengan 9,73%, dan yang beragama Hindu
sebanyak 547 jiwa dengan 0,87%, sedangkan yang beragama Budha
dengan 1,63%. Maka jumlah keseluruhan jumlah penduduk yang
memiliki agama adalah sebanyak 62.563 jiwa.
4.1.5. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana yang ada dalam sebuah wilayah adalah suatu
pelengkap yang berfungsi sebagai fasilitas bagi masyarakat dalam menjalankan
aktivitas dan fungsinya. Adapun yang menjadi sarana dan prasarana yang
terdapat di kecamatan kabanjahe dapat dilihat dibawah ini.
a. Sarana pendidikan
Tabel 4.4 sarana pendidikan
No Kategori Jumlah
1 PAUD/TK 35
2 SD 20
3 SMP 10
4 SMA/SMK 10
Jumlah 75
Sumber : karo dalam angka 2010
Berdasarkan data pada tabel 4.4, sarana pendidikan yang ada di
kota/kecamatan Kabanjahe sudah tergolong meningkat atau berkembang.
Hal ini menunjukkan bahwa PAUD/TK swasta maupun negeri mencapai
35 sekolah, Sekolah Dasar (SD) swasta maupun negeri mencapai 20
SMA/SMK swasta ataupun negeri mencapai 10 sekolah. Maka jumlah
keseluruhan sekolah yang ada mencapai 75 sekolah.
b. Sarana peribadatan
Dalam hal keagamaan, sarana peribadatan yang ada di
kecamatan/kota Kabanjahe sangatlah banyak terlihat dari perkembangan
keagamaan yang ada di kota tersebut. Sarana peribadatan terdiri dari 48
gereja protestan, 17 mesjid bagi masyarakat yang beragama islam, 12
kapel/capel yang digunakan oleh masyarakat yang beragama Kristen
khatolik serta ada satu vihara bagi masyarakat yang beragama Budha.
Banyaknya gereja protestan di Kabanjahe menunjukkan bahwa mayoritas
penduduk yang bertempat tinggal di daerah tersebut beragama kristen
protestan.
Jumlah sarana peribadatan di kecamatan Kabanjahe dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.5 sarana peribadatan
No Sarana peribadatan Jumlah
1 Gereja 48
2 Mesjid 17
3 Kapel/ capel 12
4 Pura -
5 Vihara 1
Jumlah 78
c. Sarana kesehatan
Tabel 4.6 sarana kesehatan
No Sarana kesehatan
1 Rumah sakit umum kabanjahe
2 Rumah sakit kusta lau simoom
3 Rumah sakit ester
4 Rumah sakit elovani
5 Rumah sakit flora
6 Rumah sakit yoreskita
7 Rumah sakit mandala
8 Puskemas (DKR)
9 Poskes TNI
10 Faskes polri
11 Poliklinik polres
Sumber: www.bpjs-kesehatan.go.id
Berdasarkan data tabel 4.6, kota kabanjahe memiliki 7 rumah
sakit swasta ataupun negeri, satu puskesmas serta tiga poliklinik milik
angkatan negara seperti poskes POLRI, faskes TNI serta poliklinik polres.
Serta lebih dari dua dokter yang bekerja di setiap rumah sakit yang ada di
4.2. Sejarah keberadaan gereja 4.2.1.Gereja HKBP
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) adalah persekutuan orang
Kristen dari segala suku dan golongan bangsa Indonesia dan segala
bangsa diseluruh dunia yang dibabtis ke dalam nama Allah Bapa, Anak
dan Roh Kudus. Secara umum gereja Huria Kristen Batak Protestan
berdiri pada tanggal 7 oktober 1861. Gereja Huria Kristen Batak
Protestan Kabanjahe berdiri pada tahun 1940. Gereja Huria Kristen Batak
Protestan memiliki visi yaitu HKBP yang berkembang menjadi gereja
yang inklusif, dialogis, dan terbuka serta mampu dan bertenaga
mengembangkan kehidupan yang bermutu di dalam kasih Tuhan Yesus
Kristus, bersama-sama dengan semua orang di dalam masyarakat global,
terutama masyarakat Kristen demi kemuliaan Allah Bapa yang
mahakuasa. Serta yang menjadi misi gereja Huria Kristen Batak Protestan
adalah Huria Kristen Batak Protestan berusaha meningkatkan mutu
segenap warga masyarakat, terutama warga Huria Kristen Batak
Protestan, melalui pelayanan-pelayanan gereja yang bermutu agar mampu
melaksanakan amanat Tuhan Yesus dalam segenap prilaku kehidupan
pribadi, kehidupan keluarga, maupun kehidupan bersama segenap
masyarakat manusia ditingkat lokal dan nasional, di tingkat regional dan
global dalam menghadapi tantangan Abad-21.
Gereja Huria Kristen Batak Protestan merupakan gereja yang
(Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia) serta ada 88 anggota gereja yang
menjadi anggota PGI yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.7 Anggota Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia (PGI)
No. Anggota Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia 1 Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP)
45 Gereja kristen protestan mentawai (GKPM)
2 Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
46 Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)
3 Banua Niha Keriso Protestab (BNKP)
47 Gereja kristen protestanangkola (GKPA)
4 Gereja Methodist Indonesia (GMI) 48 Gereja protestanminahasa (KGPM) 5 Gereja Kristen Indonesia sumut 49 Gereja mission batak (GMB) 6 Gereja Masehi Injili Sangihe
Talaud (GMIST)
50 Gereja angowuloa masehi Indonesia nias (gereja AMIN)
7 Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM)
51 Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP)
8 Gereja Masehi Injili Bolaang Mongondow (GMIMB)
52 Gereja Protestan Indonesia Luwu (GPIL)
9 Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)
53 Gereja Kebangunan Kalam Allah (GKKA)
10 GEREJA TORAJA 54 Protestan Maluku (GPM) 11 GEREJA TORAJA MAMASA 55 Gereja Kristen Anugrah (BKA) 12 Gereja Kristen Sulawesi Selatan
(GKSS)
56 Gereja Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)
13 Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara (GEPSULTRA)
57 Gereja Protestan Kalimanan Barat (GPKB Pontianak)
(GMIH) Graham Bethel Indonesia 15 Gereja Kristen Kalam Kudus
(GKKK)
59 Gereja Kristen Injili Indonesia (GKII)
16 GKI Di Tanah Papua 60 Gereja Kristen Sumba (GKS) 17 Gereja Masehi Injili di Timor
(GMIT)
61 Gereja Kristen Injili Di Indonesia (GEKISIA)
18 Gereja Masehi Injili Indonesia (GEMINDO)
62 Gereja Kristen Luther Indonesia (GKLI)
19 Gereja Kristen Protestan Di Bali (GKPB)
63 Gereja Protestan Persekutuan (GPP)
20 Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW)
64 Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI)
21 GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU
65 Gereja Tuhan Di Indonesia (GTDI)
22 Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) 66 Gereja Kristen Indonesia Di Sulawesi Selatan ( GKI-SULSEL) 23 Gereja Kristen Jawa (GKJ) 67 Gereja Kristen Indonesia
24 Gereja Kristen Pasundan (GKP) 68 GEREJA ISA ALMASIH 25 GEREJA KRISTUS 69 Gereja REHOBOTH 26 Gereja Protestan di Bagian Barat
(GPIG)
70 Gereja Protestan Indonesia (GPI) Di Papua
27 Gereja Protestan di Indonesia (GPI)
71 Gereja Kristen Protestan Pak Pak Dairi (GKPPD)
28 Gereja Angowuloa Fa Awosa Kho Yesus (AFY)
72 Gereja Keesaan Injili Indonesia (GEKINDO)
29 Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI)
73 Gereja Masehi Protestan Umum (GMPU)
30 Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS)
31 Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI)
75 Gereja Kristen Oikumene di Indonesia (GKO)
32 Gereja Bethel Indonesia Sepenuh (Gbis)
76 Gereja Sahabat Indonesia (GSI)
33 Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS)
77 Gereja Utusan Pantekosta di Indonesia (GUPDI)
34 Huria Kristen Indonesia (HKI) 78 Gereja Kristus Yesus (GKY) 35 Gereja Kristen Luwuk Banggai
(GKLB)
79 Gereja Masehi Injili Di Talaud (GERMITA)
36 Gereja Kristus Tuhan (GKT) 80 GERAJA KRISTEN ABDIEL 37 Gereja Protestan Indonesia
Donggala (GPID)
81 Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI)
38 Gereja Punguan Kristen Batak (GPKB)
82 Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah (GSJA)
39 Gereja Protestan Indonesia Gorontalo (GPIG)
83 Gereja Protestan Indonesia di Banggai Kepulauan (GPIBK) 40 Gereja Kristen Jawa Tengah Utara
(GKJTU)
84 Gereja Kristen Protestan Injili Indonesia (GKPII)
41 Gereja Kristen Kalimantan Barat (GKKB)
85 Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII)
42 Gereja Gerakan Pantekosta (GGP) 86 Gereja Protestan Soteria di Indonesia (GKSI)
43 Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)
87 Gereja Kriten Sangkakala Indonesia (GKSI)
44 Gereja Protestan Indonesia di Buol Toil-Toli (GPIBT)
88 Kerukunan Gereja Masehi Protestan Indonesia (KGMPI)
Jemaat Huria Kristen Batak Protestan mengadakan kebaktian
minggu setiap hari minggu bertempat di gedung gereja serta jemaat juga
mengadakan kebaktian doa keluarga, lingkungan, kelompok, kategorial,
dan yang lain yang sesuai dengan kebutuhannya. Gereja juga dapat
mengadakan kebaktian kebangunan rohani (KKR) yang diikuti oleh
warga jemaat adat masyarakat di tempat yang ditentukan oleh gereja.
Yang menjadi maksud dan tujuan gereja Huria Kristen Batak Protestan
adalah:
1. Memberitakan dan menghayati Firman Tuhan
2. Memelihara kemurnian pemberitaan dan pengajaran firman Tuhan.
3. Menyediakan dirinya agar menjadi kemuliaan Allah Bapa, Anak,
dan Roh Kudus.
4. Memantapkan dan menguatkan keberadaan HKBP.
Serta yang menjadi tugas gereja Huria Kristen Batak Protestan adalah
mengembangkan kerajaan Allah melalui kegiatan persekutuan, kesaksian
dan pelayanan.
Huria Kristen Batak Protestan di tanah karo hanya ada 3 gereja, satu
di kecamatan Tigapanah, Kabanjahe serta yang satu lagi di kecamatan
Berastagi. Gereja Huria Kristen Batak Protestan kabanjahe memiliki
jemaat sekitar 509 kepala keluarga, anak remaja 100 orang serta abak
sekolah minggu berjumlah 300 orang. Naposobulungnya hanya 50 orang,
sedang bersekolah di luar dari kota Kabanjahe. Hamba Tuhan yang
bekerja di gereja Huria Kristen Batak Protestan Kabanjahe ini adalah
sebagai berikut yaitu dua orang pendeta (satu pendeta tua dan satu lagi
Lampiran 1: bagan organisasi HKBP