• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI KONFLIK LATEN ANTARA PENGANUT ALIRAN KRISTIANI GEREJA “KONVENSIONAL” DENGAN GEREJA “KHARISMATIK”

(Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kab. Karo)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Elsa Elonika Tarigan

110901034

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Agama merupakan sebuah realitas sosial yang tidak dapat dielakkan oleh siapapun, baik dalam masyarakat modern maupun dalam masyarakat tradisional.Sebagai sistem kepercayaan dan sistem peribadatan, agama berperan penting dalam menciptakan tatanan kehidupan yang berkeadilan dan beradab bagi seluruh umat manusia di dunia. Agama juga menjadikan norma sebagai kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan agama yang dianutnya. Kemunculan gereja kharismatik membawa perbedaan dengan gereja-gereja yang ada di kota kabanjahe. Perbedaan dalam hal ini dapat dilihat pada tata ibadah yang lebih berkembang mengikuti perkembangan zaman dan sudah mulai meninggalkan adat istiadat, selain itu masalah lainnya adalah penarikan jemaat yang dilakukan jemaat gereja kharismatik juga menjadi masalah bagi jemaat gereja lainnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam serta studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah pendeta, penatua, diakon serta yang menjadi jemaat tetap gereja HKBP dan gereja GBI Rg. Mart Kabanjahe sebagai informan kunci yang mengetahui kondisi hubungan antara jemat gereja dan rumusan masalah pada penelitian ini. Interpretasi data dilakukan dengan pengolahan dari catatan maupun hasil wawancara setiap kali turun ke lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan interaksi antar jemaat gereja kharismatik dengan jemaat gereja HKBP yang masih kurang karena tidak adanya keinginan dari setiap jemaat untuk membangun hubungan serta beberapa jemaat yang membuat batasan-batasan dalam berhubungan dengan jemaat gereja lainnya. Kegiatan rohani yang dilakukan kedua gereja ini memiliki tujuan yang sangat berbeda seperti gereja GBI yang bertujuan untuk mengajak serta menarik jemaat agar menjadi jemaat tetap gereja GBI, serta adanya beberapa perbedaan mengenai tata ibadah atau ajaran dalam kedua gereja ini sehingga menimbulkan prasangka buruk bagi kedua jemaat gereja. Gereja Bethel Indonesia juga lebih mengutamakan pengalaman pribadi dari pada pendidikan mengenai agama sedangkan gereja HKBP lebih mengutamakan pendidikan mengenai agama.

(3)

Abstract

Religion is a social reality that can’t be avoided by anyone, whether in modern societies and in traditional societies. As a system of belief and worship system, religion plays an important role in creating a just order and civilized life for all people in the world. Religion also makes the norm as a frame of reference in order to act and behave in accordance with their religion. The emergence of charismatic churches brings differences to the churches in Kabanjahe city. This difference can be seen in the more developed to follow times and have started to leave the customs, besides other issue in a pulling in religious community of the charismatic church to become religious charismatic community.

The method used in this research is descriptive method with qualitative approach. Data collection techniques is done by observation, interview and literature study as for the unit of analysis and informant in this research were preacher, the church elders, deacons and the religious community of HKBP and GBI Rg. Mart Kabanjahe church as key informant who know the condition of the relationship of religious community and the formulation of the problem in this research. Interpretation of the data is done with the processing of records and interviews every time down to the field.

The result showed that the interaction between the religious community charismatic church with religious community HKBP are still not good because nothing a desires from a religious community to build relationship as well as some a religious community make a restrictionsin dealing with other a religious community. Spiritual activities conducted two churches have very different purposes such as the purposes of GBI church to invite and to attract of religious community to become a religious community of GBI, and the existence of some differences about system worship or doctrine of religion in the church so that make prejudice to both the church congregation. The church of GBI to prioritize personal experience than education of religion although the church of HKBP to prioritize education of religion.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, atas

segala limpahan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini. Skripsi yang berjudul “Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani

Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP

dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)”disusun sebagai salah satu

persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak

skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati,

baik berupa ide, semangat, doa, bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnyapenulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta Bapak saya R. Tarigan dan

Nandesaya T br S Melialayang telah melahirkan, membesarkan, mendidik penulis

dengan penuh kasih sayang dan kesabaran serta selalu memberikan doa, pengertian,

pengorbanan yang tulus, nasehat, semangat dan mendidik saya, memberikan

dukungan moril dan materil kepada saya selama perkuliahan. Akhirnya inilah yang

dapat saya berikan sebagai tanda ucapan terimakasih dan tanda bakti saya. Semoga

(5)

Dalam penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus

danucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian

skripsi ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si selaku dosen wali penulis sejak tahun 2011

hingga 2015 dan sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah

bersedia membimbing penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan. Dimana

beliau juga memberikan solusi kepada penulis ketika penulis menghadapi

masalah ketika berada dilokasi penelitian.

3. Bapak Drs. Junjungan SBP Simanjuntak, Msi, selaku dosen penguji yang

telah bersedia menjadi penguji skripsi ini dan telah memberi

masukan-masukan dalam perbaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku ketua Departemen SosiologiFakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan selaku Ketua

Penguji dalam Ujian Meja Hijau.

5. Drs. Muba Simanihuruk, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa dan Kak Bettyyang

telah cukup banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal

(6)

7. Saudara-saudara saya tercinta, yang selalu memberikan doa dan nasehat

kepada saya, terkhusus kakak saya Siska Riana Tarigan, S.Sos, Junita

Tarigan, S.S, dan abang saya Eddy Franata Tarigan, Amd (akhirnya aku juga

menyusul kalian). Adik sepupu saya, Avinda Deviana Tariganserta

keponakannya biud Dirk Jovan Daniel Pandegirot.

8. Sahabat-sahabat kecil saya yang selalu mendukung dari jauh, Tiur Tuani

Rumapea, Juliana Triputri Sagala dan Sabrika Ginting.

9. Sahabat-sahabat sosiologi tercinta, yang mulai dari awal perkuliahan hingga

akhir perkuliahan ini selalu menemani saya dalam suka maupun duka, Kathy

Sabrina Togatorop, Fransisca Sinaga, S.Sos, Devi Sihotang, S.Sos, Carlina

Abrianingsih Panjaitan S.Sos dan Vera Novelina Sirait, atas semua dukungan

dan bantuan kalian selama ini, serta kebersamaan kita yang tidak terlupakan.

Semoga persahabatan kita tidak hanya sampai disini dan semoga kita selalu

menjadi sebuah kisah unik untuk masa depan.

10.Teman-teman Sosiologi seperjuangan lainnya, Erawati Siagian,Emilia

Simangunsong, Silvia Purba, Angel Manihuruk, Hendrikson Siahaan, Jhon

Sardo, Repita Simamora, Yusni Malau, Defasari Simbolon, dan teman-teman

sosiologi lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah

banyak membantu penulis dalam berdiskusi hingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian.

11.Para Responden yang telah banyak membantu memberikan informasi yang

sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini, serta atas waktu dan kesediaan

(7)

Penulis merasa bahwa dalam penulisan skripsi masih terdapat berbagai

kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dan

saran-saran yang sifatnya membangun demi perbaikan tulisan ini.Demikianlah yang

dapat penulis sampaikan, harapan saya agar tulisan ini dapat berguna bagi

pembacanya, dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima

kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan,Desember2015

(Penulis)

Elsa Elonika Tarigan

(8)

DAFTAR ISI

halaman

Abstrak ………..… i

Kata Pengantar ……… iii

Daftar isi ……… vi

Daftar Tabel ………..……….…… viii

Daftar Lampiran ……… ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat penelitian ... 9

1.4.1 Manfaat teoritis ... 9

1.4.2 Manfaat praktis ... 10

1.5Defenisi konsep ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konflik ……… 12

2.2 Agama………. 16

2.3 Interaksionis simbolik ……… 17

2.4 Stereotipe ……….. 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian ... 23

(9)

3.3 Unit analisis dan informan penelitian ... 24

3.3.1 Unit analisis ... 24

3.3.2 Informan penelitian ... 24

3.4 Teknik pengumpulan data ... 25

3.4.1 Data primer ... 25

3.4.2 Data sekunder ... 27

3.5 Interpretasi data ... 27

3.6 Keterbatasan peneliti ... 28

BAB IV PEMBAHASAN 4.1.Deskripsi lokasi penelitian ... 29

4.1.1 Keadaan geografis ... 29

4.1.2 Keadaan topografi ... 29

4.1.3 Luas wilayah ... 29

4.1.4 Jumlah penduduk ... 30

4.1.5 Sarana dan prasarana ... 32

4.2.Sejarah keberadaan gereja ... 34

4.3.Profil informan ... 43

4.4.Interpretasi data ... 51

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ……… 68

5.2 Saran ……….. 69

Daftar Pustaka... 71

(10)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 4.1 luas wilayah kota kabanjahe menurut desa/kelurahan ………… 30

Tabel 4.2 komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin ………. 30

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ……… 31

Tabel 4.4 Sarana Pendidikan ……… 32

Tabel 4.5 Sarana peribadatan ………... 33

Tabel 4.6 Sarana Kesehatan ………. 34

Tabel 4.7 Anggota perseketuan gereja-gereja di Indonesia (PGI) ………. 36

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1. Bagan organisasi HKBP ……… 39

(12)

ABSTRAK

Agama merupakan sebuah realitas sosial yang tidak dapat dielakkan oleh siapapun, baik dalam masyarakat modern maupun dalam masyarakat tradisional.Sebagai sistem kepercayaan dan sistem peribadatan, agama berperan penting dalam menciptakan tatanan kehidupan yang berkeadilan dan beradab bagi seluruh umat manusia di dunia. Agama juga menjadikan norma sebagai kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan agama yang dianutnya. Kemunculan gereja kharismatik membawa perbedaan dengan gereja-gereja yang ada di kota kabanjahe. Perbedaan dalam hal ini dapat dilihat pada tata ibadah yang lebih berkembang mengikuti perkembangan zaman dan sudah mulai meninggalkan adat istiadat, selain itu masalah lainnya adalah penarikan jemaat yang dilakukan jemaat gereja kharismatik juga menjadi masalah bagi jemaat gereja lainnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam serta studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah pendeta, penatua, diakon serta yang menjadi jemaat tetap gereja HKBP dan gereja GBI Rg. Mart Kabanjahe sebagai informan kunci yang mengetahui kondisi hubungan antara jemat gereja dan rumusan masalah pada penelitian ini. Interpretasi data dilakukan dengan pengolahan dari catatan maupun hasil wawancara setiap kali turun ke lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan interaksi antar jemaat gereja kharismatik dengan jemaat gereja HKBP yang masih kurang karena tidak adanya keinginan dari setiap jemaat untuk membangun hubungan serta beberapa jemaat yang membuat batasan-batasan dalam berhubungan dengan jemaat gereja lainnya. Kegiatan rohani yang dilakukan kedua gereja ini memiliki tujuan yang sangat berbeda seperti gereja GBI yang bertujuan untuk mengajak serta menarik jemaat agar menjadi jemaat tetap gereja GBI, serta adanya beberapa perbedaan mengenai tata ibadah atau ajaran dalam kedua gereja ini sehingga menimbulkan prasangka buruk bagi kedua jemaat gereja. Gereja Bethel Indonesia juga lebih mengutamakan pengalaman pribadi dari pada pendidikan mengenai agama sedangkan gereja HKBP lebih mengutamakan pendidikan mengenai agama.

(13)

Abstract

Religion is a social reality that can’t be avoided by anyone, whether in modern societies and in traditional societies. As a system of belief and worship system, religion plays an important role in creating a just order and civilized life for all people in the world. Religion also makes the norm as a frame of reference in order to act and behave in accordance with their religion. The emergence of charismatic churches brings differences to the churches in Kabanjahe city. This difference can be seen in the more developed to follow times and have started to leave the customs, besides other issue in a pulling in religious community of the charismatic church to become religious charismatic community.

The method used in this research is descriptive method with qualitative approach. Data collection techniques is done by observation, interview and literature study as for the unit of analysis and informant in this research were preacher, the church elders, deacons and the religious community of HKBP and GBI Rg. Mart Kabanjahe church as key informant who know the condition of the relationship of religious community and the formulation of the problem in this research. Interpretation of the data is done with the processing of records and interviews every time down to the field.

The result showed that the interaction between the religious community charismatic church with religious community HKBP are still not good because nothing a desires from a religious community to build relationship as well as some a religious community make a restrictionsin dealing with other a religious community. Spiritual activities conducted two churches have very different purposes such as the purposes of GBI church to invite and to attract of religious community to become a religious community of GBI, and the existence of some differences about system worship or doctrine of religion in the church so that make prejudice to both the church congregation. The church of GBI to prioritize personal experience than education of religion although the church of HKBP to prioritize education of religion.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Agama merupakan sebuah realitas sosial yang tidak dapat dielakkan oleh

siapapun, baik dalam masyarakat modern maupun dalam masyarakat

tradisional.Sebagai sistem kepercayaan dan sistem peribadatan, agama berperan

penting dalam menciptakan tatanan kehidupan yang berkeadilan dan beradab

bagi seluih umat manusia di dunia.Agama menjadi sumber motivasi dan

inspirasi bahkan agama terus berkembang seiring perkembangan peradaban

manusia.Namun sayangnya agama sering kali dipahami secara sempit oleh

penganutnya disertai perasaan curiga yang berlebihan terhadap

penganutnya.Secara sosiologi, agama merupakan suatu isu yang berkaitan

dengan kepercayaan, simbol, citra serta nilai-nilai sesuai dengan ajaran dari

agamanya masing-masing. Simbol disini dapat kita lihat seperti cara berdoa,

adanya puasa atau pantangan serta simbol keagamaan juga ditunjukkan dalam

bentuk fisik yang dikenakan oleh para penganutnya yaitu seperti Rosario

(kalung berbentuk salib), jilbab, peci dan lain sebagainya. Agama memiliki

kedudukan yan sama dan merupakan suatu kesatuan dengan manusia sehingga

mampu mengendalikan perilaku manusia dan mengubah kehidupannya.

Dalam menjalankan aktifitas sehari-hari individu tetap bertindak sesuai

nilai-nilai ajaran agama dengan membina rasa solidaritas terhadap sesama.

(15)

bertingkah laku agar sejalan dengan agama yang dianutnya. Namun menurut

Durkheim (Kamiruddin, 2011) agama bukan hal yang mudah untuk dipahami

sebagai sesuatu yang sakral.Menurutnya agama tidaklah sepenuhnya dapat

dikatakan sebagai nilai ajaran yang sakral yang berasal dari Tuhan.Adapun

pemikiran manusia terhadap ajaran agama yang mereka terima juga

mempengaruhi berkembangnya suatu aliran agama.

Pada dasarnya agama Kristen terbagi menjadi dua bagian yaitu Kristen

khatolik dan Kristen protestan.Selain itu agama Kristen protestan memiliki

tujuh aliran yaitu aliran calvinis, aliran Lutheran, aliran methodis, aliran

pentakosta, aliran kharismatik, aliran adventis, sertra aliran saksi jehova.

Agama Kristen juga diwadahi oleh tiga persekutuan yaitu PGI (Persekutuan

Gereja-Gereja Indonesia), PGPI (Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta

Indonesia) dan PGPLII (Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga

Injili Indonesia).

Gereja Huria Kristen Batak Protestan dan Gereja Bethel Indonesia (GBI)

merupakan agama Kristen yang berbeda aliran. Gereja Huria Kristen Batak

Protestan (HKBP) berasal dari aliran Lutheran yang berada dibawah naungan

PGI (Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia) serta Gereja Bethel Indonesia

(GBI) berasal dari aliran kharismatik yang berada dibawah naungan PGI

(Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia) dan Gereja Bethel Indonesia juga

merupakan anggota dari PGPI (Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta

Indonesia). Kedua gereja ini sangat berpengaruh ditengah masyarakat

(16)

sekarang kedua gereja ini tetap menjadi tempat beribadah orang-orang Kristen

yang ingin lebih mengetahui tentang kegiatan keagamaan. Keberadaan kedua

gereja ini di kota kabanjahe sangat menarik.

Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di kota Kabanjahe berdiri

pada tahun 1940. Kemunculan gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)

pada dasarnya merupakam perjalan panjang pendeta yang berasal dari tanah

batak. Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dianggap sebagai gereja

beraliran Lutheran atau dianggap sebagai aliran “konvensional”. Aliran

konvensional disini adalah aliran yang masih sulit menerima hal-hal keagamaan

yang baru atau hal keagamaan yang dapat pembaharuan sampai sekarang ini.

Sifat tradisionalnya dapat kita ketahui dari beberapa kegiatan yang dilakukan

seperti pesta pernikahan, tata ibadah, serta perayaan-perayaan gereja seperti

perayaan natal dan perayaan paskah yang masih melibatkan adat istiadat

ataupun budaya. Dalam peribadatan, nyanyian dan musik memegang peranan

penting. Cara beribadah jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)

masih sangat menekankan pada keteraturan dan keheningan. Hal ini dapat

dilihat saat bernyanyi hanya menggunakan alat musik piano atau pun organ dan

tanpa disertai dengan tepuk tangan. Gereja Huria Kristen Batak Protestan

(HKBP) masuk kedalam keanggotaan PGI (Persekutuan Gereja-Gereja

Indonesia) (pdt.aritonang, 2005).

Gereja Bethel Indonesia (GBI) di kota Kabanjahe berdiri pada tahun

2007. Gereja beraliran kharismatik ini merupaka gereja yang didirikan untuk

(17)

gereja yang beraliran kharismatik. Dimana dalam peribadatannya, nyanyian

serta musik pada gereja ini lebih berkembang daripada gereja Huria Kristen

Batak Protestan (HKBP) yaitu nyanyian dengan tepuk tangan yang meriah.

Gereja aliran kharismatik ini tidak lagi mempertahankan adat istiadat yang

berlaku di kota Kabanjahe. Gereja ini didominasi pada gereja yang arus utama

protestan dan khatolik.

Aliran kharismatik ini adalah aliran yang mengutamakan karunia roh

serta aliran ini lebih menuju pada perkembangan zaman. Karunia roh bagi

aliran kharismatik adalah seperti berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata

dengan pengetahuan, karunia iman, karunia menyembuhkan, karunia bernubuat,

karunia membedakan bermacam-macam roh, membedakan berkata-kata dalam

bahasa roh, dan karunia menafsirkan bahasa roh. Bahkan masih banyak lagi

tafsiran karunia roh bagi jemaat kharismatik, namun yang ditonjolkan gereja

kharismatik adalah karuia penyembuhan, bahasa roh yang bisa dipelajari. Bagi

mereka suatu keharusan seseorang yang sudah dibaptis harus memiliki karunia

roh yang membedakannya dengan jemaat gereja lainnya. Dari hal ini tidak

jarang ajarannya kurang mengalami penolakan oleh gereja-gereja lainnya sebab

bagi mereka karunia roh bukan ukuran seseorang beriman.

Gereja yang beraliran kharismatik ini juga bersifat fleksibel dan inovatif

terurama dalam bentuk ibadah. Kebanyakan gereja yang beraliran kharismatik

ini terinspirasi oleh aliran pentakosta serta lebih menuju pada kebiasan dari

Negara Amerika Latin yang bersifat tidak monoton. Tata cara ibadah gereja ini

(18)

serta nyanyian yang diserta dengan tepuk tangan yang meriah, serta dikenal

dengan sebutan pujian dan penyembahan. Hal inilah yang memberikan

alternatif bagi jemaat yang tidak puas dengan sikap gereja yang terlalu

bergantung pada tradisi. Selain itu gereja ini lebih peka terhadap tantangan

zaman globalisasi yang mengutamakan efesiensi dan informasi. Walaupun

menuju pada perkembangan zaman, dalam hal pembaptisan aliran kharisamatik

kembali lagi pada pembaptisan seperti yang dilakukan pada zaman dahulu yang

dilakukan oleh bangsa Yahudi. Terlihat dari pembaptisan yang dilakukan oleh

gereja bethel adalah pembaptisan air melalui menyelamkan artinya orang yang

dibaptis diselamkan di dalam kolam air, di sungai secara langsung. Ini mngikuti

baptisan tradisi Yahudi yang dilakukan Yohanes dan Petrus di sungai. Jadi

gereja yang beraliran kharismatik ini sebenarnya kembali lagi pada zaman

dahulu yang bisa disebut sebagai aliran yang konvensional.

Pengikut gereja Bethel Indonesia (GBI) kebanyakan anak muda yang

identik dengan sifat yang ekspresif, enerjik serta penuh dengan semangat.

Kebaktian gereja yang beraliran kharismatik ini membuat para pemuda lebih

tertarik beribadah ke gereja ini dibandingkan beribadah ke gereja Huria Kristen

Batak Protestan (HKBP) yang bersifat monoton serta banyaknya hal positif di

dalam aliran ini yang ikut menjadi daya tarik dan alasan bagi masyarakat untuk

menganutnya. Kegiatan-kegiatan gereja beraliran kharismatik ini terbilang lebih

menarik daripada kegiatan yang dilakukan oleh gereja Huria Kristen Batak

Protestan. Kegiatan gereja bethel Indoesia (GBI) ini dapat memicu semangat

(19)

gereja Huria Kristen Batak Protestan yang yang tidak terlalu aktif melakukan

kegiatan-kegiatan pelayanan. Gereja Huria Kristen Batak Protestan lebih fokus

melakukan kegiatan pelayanan dalam hal ibadah minggu dan tidak bersusah

payah untuk mengumpulkan para jemaat untuk diajak beribadah.

Sejak kemunculan gereja beraliran kharismatik ini hal yang sering

menjadi perdebatan adalah masalah tata ibadah dan masalah penarikan jemaat

yang dilakukan oleh jemaat gereja ini. Sebenarnya masalah konflik yang

kompleks dan saling terkait, sehingga hal ini memperkuat munculnya sebuah

konflik. Potensi konflik dapat berkembang menjadi konflik apabila persaingan

yang bersifat emosional. Oleh karena itu, konflik dapat menjadi tajam ketika

perdebatan diperkuat dan dipertegas ileh beberapa faktor yang mendorong

terjadinya konflik yaitu kefanatikan jemaat dalam menyebarkan nilai-nilai

keagamaan, adanya prasangka antar jemaat gereja, adanya perbedaan suku dan

ras beragama serta perbedaan tingkat ekonomi, strata sosial, budaya dan

lainnya.

Selama ini yang senantiasa dipersoalkan adalah perdebatan dari beribadah

serta tata cara beribadah. Masing-msing jemaat merasa ajaran merekalah yang

paling benar. Kefanatikan jemaat inilah yang menjadi bomerang. Orang yang

sangat fanatik dengan gerejanya terkadang menjadi tidak realistis dalam

menerima ajaran dari gerejanya. Pengikut yang fanatik menganggap orang yang

tidak sealiran dengannya adalah musuhnya dan memandang gerejanya sebagai

(20)

Ada kompetisi dalam hal ajaran dan praktek yang dilakukan oleh setiap

gereja agar para jemaat lebih mudah untuk menerimanya. Kompetisi dalam

agama tidak berbeda dengan kompetisi dalam iklan yang ada ditelevisi, majalah

ataupun koran. Keberhasilan dalam kompetisi ditentukan oleh kemampuan

untuk memenangkan pasar. Untuk memenangkan umat, perlu adanya

kompetitif dan upaya. Upaya yang dilakukan dalam menarik pengikut baru

adalah menyiapkan fasilitas-fasilitas yang memberikan kenyamanan dalam

beribadah dan melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik. Jemaat yang

beraliran kharismatik ini juga memberikan janji-janji fasilitas seperti fasilitas

kendaraan yang digunakan untuk mengantar dan menjemput para calon jemaat.

Memberikan pelayanan-pelayanan yang terbaik bagi mereka yang mau ambil

bagian dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gereja yang

beraliran kharismatik ini. Jemaat gereja bethel ini juga sering melakukan

kegiatan-kegiatan rohani seperti KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) serta

banyaknya hal positif di dalam aliran ini yang ikut menjadi daya tarik dan

alasan yang membuat para jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan ikut

mengambil bagian karena di gerejanya sangat jarang dilakukan

kegiatan-kegiatan seperti kegiatan-kegiatan KKR.

Gereja Huria Kristen Batak Protestan tidak perlu melakukan

kegiatan-kegiatan rohani seperti KKR untuk merebut jemaat dari gereja lain. Gereja ini

sudah cukup banyak memiliki jemaat dan tidak perlu khawatir akan jemaat

yang pergi beribadah ke gereja yang beraliran kharismatik karena pada akhirnya

(21)

gereja awalnya. Hal ini yang membuat jemaat gereja bethel merasa cemburu

terhadap gereja Huria Kristen Batak Protestan serta hal ini juga yang dapat

memicu terjadinya potensi konflik antara jemaat gereja HKBP dengan jemaat

gereja yang beraliran kharismatik tersebut.

Konflik lain juga dapat terjadi antara jemaat gereja berbeda aliran ini

seperti melalui kritikan yang tajam dari jemaat gereja bethel kepada jemaat

gereja Huria Kristen Batak Protestan yang dianggap tidak sesuai dengan

alkitabiah, menaikkan pujian tidak disertai dengan tepuk tangan serta

mengatakan bahwa jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan tidak

mendapatkan roh kudus. Jemaat gereja HKBP yang tidak menyukai akan

kritikan itu mengatakan bahwa mereka lebih baik berpura-pura tidak

mendengarkan apa yang disampaikan oleh jemaat gereja kharismatik.

Perkembangan aliran kristiani dalam gereja konvensional belum begitu diterima

karena gereja konvensional yang begitu tertutup dengan kedatangan

aliran-aliran Kristen lainnya. Berbeda halnya dengan aliran-aliran kharismatik yang lebih

mudah dan lebih terbuka akan perkembangann yang ada sehingga membuat

aliran kharismatik lebih mudah untuk berkembang.

Dalam penelitian ini penulis tertarik meneliti gereja yang beraliran

Kharismatik yaitu Gereja Bethel Indonesia yang cepat berkembang dilihat dari

jemaatnya yang semakin banyak dan gereja Huria Kristen Batak Protestan yang

jemaatnya pergi beribadah ke gereja kharismatik itu. Tetapi jemaat gereja Huria

(22)

dia pergi beribadah ke gereja kharismatik tersebut. Mereka pergi hanya untuk

beribadah dan menikmati cara beribadah gereja kharismatik yang sepenuhnya

menggunakan musik. Hal inilah membuat penulis tertarik meneliti dengan

mengangkat judul potensi konflik laten antara penganut aliran kristiani gereja

“konvensional” HKBP dengan Gereja Bethel Indonesia “kharismatik”.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah adalah sebgai

berikut:

a. Apa yang menyebabkan terjadinya konflik antara penganut aliran

kristiani gereja konvensional dengan gereja kharismatik?

b. Mengapa terjadinya konflik antara penganut aliran kristiani gereja

konvensional dengan gereja kharismatik?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konflik

antara penganut aliran kristiani gereja “konvensional” Huria Kristen Batak

Protestan dengan gereja “kharismatik” yaitu:

a. Apa yang menyebabkan terjadinya konflik antara penganut aliran

kristiani gereja konvensional dengan gereja kharismatik?

b. Mengapa terjadinya konflik antara penganut aliran kristiani gereja

(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi peneliti maupun orang

lain. Khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat

penelitian ini adalah:

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menambah wawasan kajian ilmiah

bagi mahasiswa sosiologi khususnya pada mata kuliah sosiologi agama, serta

dapat menambah rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mengkaji

persoalan yang terkait dengan penelitian ini.

b. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

akademis serta menganalisis berbagai fenomena sosial secara kritis

mengenai potensi konflik laten antara penganut aliran kristiani gereja

“konvensional” dengan gereja “kharismatik”. Selain itu, penelitian ini juga

diharapkan dapat menambah referensi dan dijadikan rujukan bagi peneliti

berikutnya.

1.5. Defenisi konsep

Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau lebih yang

menggambarkan suatu penjelasan gejala atau menyatakan suatu ide maupun

gagasan untuk megetahui penjelasan, maksud, pengertian, dan kesalahpahaman

(24)

1. Potensi konflik laten

Kemampuan perselisihan yang mempunyai kemungkinan untuk dilakukan

secara tersembunyi yang terjadi antara aliran kristiani gereja “konvensional”

Huria Kristen Batak Protestan dengan gereja “kharismatik” dalam perebutan

jemaat.

2. Aliran kristiani

Aliran yang ada pada agama Kristen yang terdiri dari aliran calvinis, aliran

Lutheran, aliran methodis, aliran pentakosta, aliran kharismatik, aliran

adventis, sertra aliran saksi jehova.

3. Jemaat gereja konvensional

Pengikut dari gereja yang masih bersifat tradisional dan masih menggunakan

adat istiadat setiap melakukan kegiatan di gereja.

4. Jemaat gereja kharismatik

Pengikut dari gereja yang sudah menghilangkan esensi dari adat istiadat

sehingga jemaat dari gereja ini lebih berkesan modern dari pada gereja yang

masih menggunakan adat istiadat pada setiap kegiatan yang ada.

5. Agama

Sistem keyakinan yang dianut suatu kelompok atau masyarakat yang

mengatur hubungannya dengan Tuhannya.

6. Gereja

Gereja dapat diartikan sebagai suatu institusi agama yang dijadikan umat

untuk tempat melakukan ibadah serta tempat melakukan kegiatan-kegiatan

(25)

7. Penganut atau jemaat

Persekutuan sejumalah warga ditempat yang tertentu yang dipimpin oleh

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Konflik

Konflik merupaka gejala sosial yang hadir dalam kehidupan sosial,

sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam

setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Coser mendefenisikan

konflik sebagai bentuk interaksi dimana tempat dan waktu serta intensitas dan

lain sebagainya tunduk pada perubahan sebagaimana isi segitiga yang bisa

berubah. Selain itu konflik juga dapat diartikan sebagai percekcokan,

perselisihan, dan pertentangan. Dalam pengertian yang lain, konflik merupakan

suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau

kelompok-kelompok yang saling menentang dengan ancaman keras.

Konflik memiliki tiga jenis atau posisi pelaku yang berkonflik yaitu:

1. Konflik vertikal

Merupakan konflik antar komponen masyarakat didalamnya satu

struktur yang memiliki hierarki. Contohnya, konflik yang terjadi

antara atasan dan bawahan.

2. Konflik horizontal

Merupakan konflik yang terjadi antar individu atau kelompok yang

memiliki kedudukan yang relatif sama. Contohnya konflik yang

(27)

Konflik antar suku khususnya suku jawa dan suku yang ada di luar

pulau jawa.

3. Konflik diagonal

Konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumber daya

keseluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang

ekstrim. Contohnya konflik yang terjadi di aceh.

Selain kita mengetahui jenis konflik kita juga perlu mengetahui beberapa

tipe konflik yang menggambarkan persoalan sikap, perilaku, dan situasi yang

ada. Maka tipe-tipe konflik terdiri dari:

1. Tanpa konflik

Menggambarkan situasi yang relative stabil, hubungan-hubungan antar

kelompok bisa saling memenuhi dan damai. Tipe ini bukan berarti

tidak memiliki konflik yang berarti dalam masyarakat, akan tetapi ada

beberapa kemungkinan atas situasi ini. Pertama, masyarakat mampu

menciptakan struktur sosial yang bersifat mencegah kearah konflik

kekerasan. Kedua, sifat budaya yang memungkinkan anggota

masyarakat manjauhi permusuhan dan kekerasan.

2. Konflik laten adalah suatu keadaan yang di dalamnya terdapat banyak

persoalan, sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan agar

bisa ditangani.

3. Konflik terbuka adalah situasi ketika konflik sosial telah muncul ke

(28)

berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai

efeknya.

4. Konflik di permukaan, memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar

dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang

dapat diatasi dengan meningkatnya komunikasi.

Konflik laten merupakan konflik yang bersifat tersembunyi dan perlu

diangkat ke permukaan agar bisa ditangani secara efektif. Kehidupan

masyarakat yang tampak stabil dan harmonis belum tentu menjadi sebuah

jaminan bahwa di dalam masyarakat tidak terdapat permusuhan dan

pertentangan. Kenyataan ini bisa ditentukan pada masyarakat Kabanjahe yang

tampak harmonis, damai dan kecil tingkat pertentangan diantara

anggota-anggota masyarakat baik dalam pergaulan maupun dalam hal keagamaan. Akan

tetapi dibalik stabilitas, keharmonisan dan perdamaian tersebut ternyata

terdapat konflik laten yang begitu besar. Hal ini dibuktikan ketika kedatangan

gereja yang beraliran kharismatik serta berbagai konflik laten dalam dimensi

keagamaan yang cepat berkembang. Walaupun keadaan masyaraka kabanjahe

khususnya jemaat gereja yang beraliran kharismatik dengan jemaat gereja

HKBP saat ini terlihat stabil dan harmonis, namun benih-benih konflik yang

terpendam cukup melekat pada segelintir anggota masyarakat. Apabila unsur

laten tersebut tidak dapat ditangani dengan baik maka hal tersebut akan berubah

(29)

Penyebab terjadinya konflik antar masyarakat beragama dalam perspektif

sosiologi juga dapat dibagi menjadi empat hal yaitu:

1. Perbedaan doktrin dan sikap mental

Semua pihak jemaat gereja menyadari bahwa perbedaan doktrin

atau ajaran yang menjadi penyebab akan terjadinya konflik. Sadar atau

tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya,

membandingkan ajarannya dengan ajaran lawannya, memberikan

penilaian atas dasar gereja sendiri dan gereja lawannya. Dalam skala

penilaian yang dibuat oleh jemaat bahwa nilai tertinggi selalu

diberikan kepada gerejanya sendiri dan ajaran gerejanya selalu

dijadikan kelompok patokan, sedangkan ajaran gereja lainnya dinilai

menurut patokannya itu. Factor seperti ini dalam kelompok jemaat

gereja konvensional dan jemaat gereja kharismatik punya andil sebagai

pemicu terjadinya konflik.

2. Perbedaan suku dan ras pemeluk agama

Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama

memperlebar permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras

ditambah dengan perbedaan agama juga menjadi penyebab lebih

kuatnya menimbulkan perpecahan.

3. Perbedaan tingkat kebudayaan

Agama sebagian dari budaya bangsa Indonesia termasuk

(30)

berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana budaya dapat

dibedakan menjadi dua yaitu budaya tradisional dan budaya modern.

Antar jemaat kharismatik dan jemaat konvensional terlihat perbedaan

yaitu jemaat konvenional (jemaat setempat) memiliki budaya yang

sederhana atau tradisional terlihat dari bentuk bangunan gerejanya

yang masih menyelipkan budaya yang dibawanya sedangkan jemaat

kharismatik (jemaat pendatang) memiliki budaya modern terlihat dari

tidak dipakainya lagi budaya adat setempat dan bentuk gedung

gerejanya yang sudah seperti rumah toko (ruko) yang mewah.

4. Masalah minoritas dan mayoritas

Fenomena konflik sosial juga mempunyai aneka penyebab.

Dalam masyarakat agamanya pluralitas penyebab terdekat adalah

maslah minoritas dan mayoritas jemaat yang ada di suatu daerah.

Seperti jemaat kharismatik yang lebih sedikit dibandingkan jemaat

gereja konvensional yaitu jemaat gereja HKBP di kabanjahe.

2.2. Agama

Agama adalah sebuah realitas sosial yang tidak dapat dielakkan oleh

siapapun baik dalam masyarakat modern maupun dalam masyarakat tradisional.

Agama mempunyai peranan didalam masyarakat sebagai kekuatan yang

mempersatukan, mengikat dan melestarikan, nmaun agama juga mempunyai

fungsi lain. Agama mempersatukan kelompok pemeluknya dengan begitu

(31)

masyarakat, agama bisa menjadi kekuatan yang mencerai beraikan, memecah

belahkan dan bahkan menghancurkan. Selain itu agama juga sering mempunyai

efek negatif terhadapa kesejahteraan masyarakat dan individu. Isu-isu

keagamaan sering menimbulkan sikap tidak toleran. Loyalitas agama hanya

menyatukan beberapa orang tertentu dan memisahkan yang lainnya (O’Dea

dalam Hasbullah).

Agama dalam kehidupan masyarakat sangatlah penting, misalnya saja

dalam pembentukan diri seseorang. Adapun yang menjadi

komponen-komponen agama adalah sebagai berikut:

1. Emosi keagamaan, yaitu suatu sikap yang tidak rasional yang mampu

menggetarkan jiwa, misalnya sikap takut bercampur percaya.

2. Sistem keyakinan terwujud dalam bentuk pikiran atau gagasan manusia

seperti keyakinan akan sifat-sifat Tuhan, wujud dalam gaib, kosmologi,

masa akhirat, cincin sakti, roh nenek moyang, dewa-dewa dan sebagainya.

3. Upacara keagamaan, yang berupa bentuk ibadah kepada Tuhan, dewa-dewa,

dan roh nenek moyang.

4. Umat, yakni anggota salah satu umat agama yang merupakan kesatuan

sosial.

Secara umum ajaran agama memberikan kerangka norma yang tegas bagi

tingkah laku umatnya, hanya kebudayaan yang mengemasnya dengan berbeda.

Perbedaan agama disatu sisi memang rawan karena bisa menjadi benih

(32)

mengembangkan sikap toleransi dan saling menghormati hak masing-masing

umat, kerukunan dan kestabilan akan tetap terjaga dengan baik.

2.3. Interaksionis simbolik

Interaksionis simbolik adalah suatu aktivitas yang menunjuk pada sifat

khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah manusia saling

menerjemahkan dan saling mendefenisikan tindakannya. Bukan hanya reaksi

belaka dari tindakan orang lain, tapi didasarkan atas makna yang diberikan

tehadap tindakan orang lain. Interaksi antar individu diantarai oleh penggunaan

simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling memahami maksud dari tindakan

masing-masing.

Bagi Blumer interaksionis simbolik bertumpu pada tiga premis yaitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang

ada pada sesuatu itu bagi mereka.

2. Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang

lain”.

3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial

berlangsung.

Meurut Blumer (Poloma, 2010), bagi seseorang makna dari sesuatu berasal dari

cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam akan melahirkan batasan bagi

(33)

Masyarakat juga merupakan hasil dari interaksi-simbolik. Bagi Blumer

(Poloma, 2010) keistimewaan pendekatan kaum interaksionis simbolik ialah

manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan

mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan menurut mode

stimulus-respon. Seseorang tidak langsung memeberi respon pada tindakan

orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu.

Interaksionisme simbolik yang diketengahkan Blumer mengandung

sejumlah ide-ide dasar yang dapat diringkas sebagai berikut:

1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi, kegiatan tersebut

saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang

dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial.

2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan

dengan kegiatan manusia lain. Interaksi nonsimbolis mencakup

stimulus-respon yang sederhana, sedangkan interaksi simbolis

mencakup penafsiran tindakan.

3. Objek-objek tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lenih

merupakan produk interaksi-simbolis. Objek yang dapat diklasifikasi

kedalam tiga kategori luas: a. objek fisik, seperti meja, tanaman dan

mobil, b. objek sosial seperti ibu, guru, menteri atau teman; dan c.

objek abstrak seperti nilai-nilai, hak dan peraturan.

4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat

(34)

5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretative yang dibuat oleh

manusia itu sendiri.

6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh

anggota-anggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang

dibatasi sebagai “organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan

berbagai manusia. Sebagian besar tindakan bersama tersebut

berulang-ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut para sosiolog

sebagai kebudayaan dan aturan sosial.

2.4. Stereotipe

Stereotip merupakan bentuk kompleks dari pengelompokan yang secara

mental mengatur pengalaman dan mengarahkan sikap dalam menghadapi

orang-orang tertentu. Stereotip dapat berupa prasangka negatif maupun positif.

Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotip negatif. Stereotip jarang

sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar atau bahkan

sepenuhnya dikarang-karang. Stereotip dapat mempersempit persepsi kita

sehingga dapat mencemarkan komunikasi antaragama dikarenakan stereotip

cenderung untuk menyamarkan ciri-ciri sekelompok orang.

Matsumoto 1996 (dalam lubis) memaparkan tiga poin mengenai stereotip,

yaitu:

1. Stereotip didasarkan pada penafsiran yang kita hasilkan atas dasar cara

pandang dan latar belakangbudaya kita. Stereotip juga dihasilkan dari

(35)

langsung. Karenanya interpretasi kita mungkin salah, didasarkan atas

fakta yang keliru atau tanpa dasar fakta.

2. Stereotip seringkali diasosiasikan dengan karakteristik yang bisa

diidentifikasi. Ciri-ciri yang kita identifikasi seringkali kita seleksi

tanpa alasan apa pun. Artinya bisa saja kita dengan begitu saja

mengakui suatu ciri tertentu dan mengabaikan ciri yang lain.

3. Stereotip merupakan generalisasi dari kelompok kepada orang-orang

di dalam kelompok tersebut. Generalisasi mengenai sebuah kelompok

mungkin memang menerangkan atau sesuai dengan banyak individu

dalam kelompok tersebut.

Ketiga hal tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya stereotip adalah

sebuah pendapat yang ditarik tanpa dapat menjadi sebuah gambaran yang tepat,

karena pandangan kita terhadap objeknya lebih banyak disesuaikan dengan latar

belakang kita sehingga kemudian hadir sebuah kejanggalan. Banyak stereotip

juga disesiakan oleh media massa dan disebarkan secara luas melalui berbagai

bentuk media seperti iklan, film, dan komedi situasi serta opera sabun di

televisi. Stereotip ada dimana-mana dan bertahan lama. Salah satu cara untuk

memahami kekuatan dan pengaruh suau stereotip adalah dengan mengetahui

bagaimana stereotip itu diterima.

Adler (dalam lubis) mengingatkan stereotip menjadi masalah ketika kita

menempatkan orang di tempat yang salah, ketika kita menggambarkan norma

(36)

dibandingkan menjelaskannya, ketika kita mencampuradukkan stereotip dengan

gambaran dari seorang individu, dan ketka kita gagal untuk mrngubah stereotip

berdasarkan pengamatan dan pengalaman kita yang sebenarnya. Ada empat

mengapa stereotip menghambat komunikasi antar kelompok budaya (ras, suku

dan agama) yaitu:

1. Sejenis penyaringan; menyediakan informasi yang konsisten dengan

informasi yang dipercaya oleh seseorang.

2. Suatu stereotip menganggap semua orang dalam suatu informasi

memiliki informasi yang sama,

3. Penghalang keberhasilan untuk menjadi seorang komunikator,

biasanya berlebih-lebihan, terlalu sederhana dan terlalu

menyamaratakan. Stereotip berubah karena didasarkan pada premis

dan asumsi yang setengah benar dan kadang tidak benar.

4. Jarang berubah, karena stereotip biasanya berkembang sejak awal

kehidupan dan terus berulang dan diperkuat. “Sekali terbentuk,

stereotip tidak akan berubah, dan hubungan langsung kadang

memperkuat asosiasi yang sudah ada mengenai kelompok target dan

ciri-cirinya yang stereotip” seperti yang ditulis oleh Meshel dan Mc

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif berkaitan dengan

pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep

atau gejala, juga menjawab pertanyaan sehubungan dengan status subjek

penelitian. Penelitian ini sifatnya hanya sekedar mengungkapkan fakta. Hasil

penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambaran secara objektif tentang

keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Dengan menggunakan pendekatan

kualitatif, peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam

mengenai potensi konflik laten antar pemeluk aliran gereja “konvensional”

Huria Kristen Batak Protestan dengan aliran gereja kharismatik di Kota

Kabanjahe Kabupaten Karo.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Kabanjahe Kabupaten Karo. Adapun

yang menjadi alasan pemilihan lokasi tersebut diatas adalah Kota Kabanjahe

merupakan kota yang memiliki beberapa gereja yang sangat cepat berkembang

dengan aliran agama “konvensional” dan gereja dengan aliran agama

(38)

serta dana atau biaya yang diperlukan untuk dimaksimalkan dalam penelitian

ini karena peneliti juga berada di kota yang sama dengan lokasi penelitian.

3.3. Unit Analisis dan Informan Penelitian 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis yang dimaksudkan dalam suatu penelitian adalah

satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto,

2006). Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah pendeta, penatua

dan diakon serta masyarakat atau jemaat gereja GBI yang beraliran agama

“kharismatik” dan jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan yang

beraliran “konvensional” yang berada di Kota Kabanajahe.

3.3.2. Informan

Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan peneliti

sebagai pelaku maupun orang yang memahami permasalahan penilitian

(bungin,2007:76). Penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan

pertimbangan utama dalam pengumpulan data adalah pemilihan

informan. Teknik penentuan informan yang digunakan oleh peneliti

adalah dengan teknik bola salju (snow ball), yakni informan berikutnya

ditentukan berdasarkan keterangan yang diperoleh dari informan

sebelumnya yang dapat lebih menunjang tujuan penelitian yang

bersangkutan.

Teknik penentuan informan diawali dengan menunjuk sejumlah

(39)

berpengalaman sesuai dengan objek penelitian ini. Kemudian penulis

menentukan informan-informan yang lain sesuai dengan keperluan

penelitian ini yakni orang yang terlibat dalam interaksi sosial yang

diteliti. Adapun karateristik informan sebagai sumber informasi bagi

peneliti adalah sebagai berikut:

a. Jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan(HKBP) yang resmi

terdaftar selama 10 tahun menjadi anggota gereja dan jemaat Gereja

Bethel Indonesia (GBI) serta yang sudah resmi terdaftar selama 5

tahun menjadi anggota gereja serta menjadi warga Kabanjahe lebih

dari 15 tahun. Alasan peneliti memilih dengan kriteria diatas karena

lebih memungkinkan mereka mengetahui mengenai

informasi-informasi yang ada di kota Kabanjahe dari pada masyarakat serta

jemaat yang baru terdaftar di kota Kabanjahe.

b. Pengurus gereja Huria Kristen Batak Protestan dan Gereja Bethel

Indonesia yang terdiri dari Pendeta, Sintua, dan Diakon

Alasan peneliti memilih pendeta, sintua dan diakon sebagai

informan karena merupakan orang yang mengatur tata cara

berlangsungnya ibadah pada gereja Huria Kristen Batak Protestan

dan gereja Gereja Bethel Indoesia di kabanjahe dan lebih

(40)

3.4. Data dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penelitian sebagai upaya untuk mendapatkan

dan memperoleh informasi yang diperlukan. Pada tahap penelitian ini peneliti

akan melakukan observasi, wawancara, serta mencatat dokumen-dokumen yang

mendukung proses penelitian. Adapun dalam sebuah penelitian dapat

digolongkan menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

3.4.1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek

penelitian atau sumber informan melalui observasi dan wawancara baik secara

partisipatif maupun wawancara secara mendalam. Oleh karena itu untuk

mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara

penelitian lapangan sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah kegiatan keseharian manusia dengan mengunakan panca

indera mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indera lainnya

seperti telinga, mulut dan kulit. Kemampuan seseorang ntuk

menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indera mata serta

dibantu dengan panca indera lainnya. Metode observasi ini adalah metode

pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian

melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin, 2007:115). Dalam teknik

observasi, peneliti dapat mengetahui dengan cara melihat langsung serta

(41)

beraliran kharismatik dengan gereja Huria Kristen Batak Protestan yang

beraliran “konvensional” yang berada di kota kabanjahe.

b. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam merupakan suatu cara mengumpulkan data atau

informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan

maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti.

Wawancara mendalam dilakukan secara intensif serta menggunakan alat

bantu perekam atau tape recorder jika memang dibutuhkan untuk

memudahkan penelitian mengenai keseluruhan informasi yang diberikan

informan. Wawancara terhadap informan ditujukan untuk memperoleh

data dan informasi secara lengkap.

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari

objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen yaitu, dengan

mengumpulkan data dan mengambil dari buku-buku referensi, dokumen,

majalah, jurnal, dan bahan-bahan dari situs internet yang dianggap relevan

dengan masalah yang diteliti.

3.5. Interpretasi Data

Menginterpretasikan data merupakan kegiatan mengorganisasikan data

(42)

Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh

dari setiap informasi baik melalui pengamatan, wawancara atau catatan

lapangan lainnya yang telah ada melalui penelitian terdahulu yang kemudian

dipelajari dan ditelaah. Pada tahap selanjutnya adalah penyusunan data dalam

satuan-satuan yang kemudian dikategorikan. Kategori tersebut berkaitan satu

sama lain dan diinterpretasikan secara kualitatif. Interpretasi data merupakan

proses pengolahan data dimulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok

permasalahan yang diteliti kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan apa

yang terjadi dilapangan.

3.6. Keterbatasan Peneliti

Keterbatasan penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman

peneliti untuk melakukan penelitian ilmuah. Terkait dengan keterbatasan waktu

terutama pada informan membuat peneliti harus membuat jadwal berkali-kali.

Terlepas dari kendala diatas peneliti menyadari keterbatasan dalam metode

menyebabkan lambannya proses penelitian yang dilakukan. Terbatasnya

referensi penelitian dan referensi judul yang mengulas tentang hal ini pun

menjadi salah satu kendala, meskipun demikian peneliti tetap berusaha untuk

melaksanakan penelitian ini semaksimal mungkin agar mendapatkan hasil yang

(43)

BAB IV

DESKRPSI DAN HASIL ANALISIS DATA

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1.Keadaan geografis

Secara geografis sebelah utara kecamatan Kabanjahe berbatasan dengan

Kecamatan Berastagi, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpang

Empat, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tigapanah, dan sebelah

barat berbatasan dengan Kecamatan Munthe.

4.1.2.Keadaan topografi

Kota Kabanjahe terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara

600 sampai 1400 m diatas permukaan laut. Kota Kabanjahe ini mempunyai

iklim yang sejuk dengan suhu berkisar 16,40c- 23,90c dengan kelembaban udara

rata-rata setinggi 84,66 persen serta mempunyai dua musim yaitu musim hujan

dan musim kemarau.

4.1.3.Luas wilayah

Kabanjahe merupakan salah satu kecamatan dan sekaligus ibukota

kecamatan dan ibukota kabupaten. Kabanjahe secara geografis berada di barat

laut provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayahnya 44,65 km2. Kecamatan ini

terdiri dari 13 desa/kelurahan. Berikut ini adalah tabel luas wilayah kota

(44)

Tabel 4.1. Luas wilayah kota Kabanjahe menurut desa/kelurahan

No Desa/kelurahan Luas wilayah

(km2)

Rasio terhadap luas kecamatan

(%)

1 Lau simomo 2,00 4,48

2 Kandibata 5,00 11,20

3 Kacaribu 3,25 7,28

4 Lau cimba 2,00 4,48

5 Padang mas 3,00 6,72

6 Gung leto 2,00 4,48

7 Gung negeri 4,50 10,08

8 Samura 3,00 6,72

9 Ketaren 2,50 5,60

10 Kampung dalam 2,00 4,48

11 Rumah kabanjahe 5,00 11,20

12 Kaban 4,90 10,97

13 Sumber mufakat 5,50 12,32

Jumlah 44,65 100,00

Sumber: kecamatan kabanjahe dalam angka 2010

4.1.4.Jumlah Penduduk

4.1.4.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk kecamatan/kota Kabanjahe adalah sebanyak

(45)

Negara Indonesia). Dimana jumlah laki-laki sebanyak 32.989 jiwa,

sedangkan jumlah perempuannya sebanyak 32.337 jiwa. Jumlah

penduduk kota kabanjahe berdasarkan jenis kelamin terlihat pada tabel

4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2. jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

No Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)

1. Laki-laki 32.989 48,94%

2. Perempuan 32.337 51,06%

Jumlah 63.326 100%

Sumber: karo dalam angka 2010

Berdasarkan tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa jumlah laki-laki di

kota Kabanjahe sebesar 48,94% dari jumlah penduduk, sedangkan jumlah

perempuan di kota Kabanjahe sebesar 51,06% dari jumlah penduduk.

Tingkat perbandingan antara laki-laki dan perempuan sebanyak 1.348

jiwa dimana laki-laki lebih sedikit dari pada jumlah perempuan di kota

Kabanjahe.

4.1.4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

Semua penduduk kota kabanjahe juga telah menganut beberapa

agama yang telah diakui di negara Indonesia. Agama yang paling

(46)

dari banyaknya gereja bagi umat Kristen protestan yang ada di kota

kabanjahe. Dimana penduduk di kota kabanjahe dapat dibagi menjadi

beberapa kategori berdasarkan agama yang dianutnya, yang terlihat pada

tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Frekuensi Persentase (%)

1 Islam 22.201 35,49 %

2 Protestan 32.293 51,62 %

3 Khatolik 6090 9,73 %

4 Hindu 547 0,87 %

5 Budha 412 0,66 %

6 Lainnya 1020 1,63 %

Jumlah 62.563 100 %

Sumber: karo dalam angka 2010

Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa mayoritas

penduduk kota kabanjahe beragama Kristen protestan dengan jumlah

32.293 jiwa dengan persentase 51,62 % , yang beragama islam di kota

Kabanjahe sebanyak 22.201 jiwa dengan 53,49), yang beragama Kristen

khatolik sebanyak 6090 jiwa dengan 9,73%, dan yang beragama Hindu

sebanyak 547 jiwa dengan 0,87%, sedangkan yang beragama Budha

(47)

dengan 1,63%. Maka jumlah keseluruhan jumlah penduduk yang

memiliki agama adalah sebanyak 62.563 jiwa.

4.1.5. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana yang ada dalam sebuah wilayah adalah suatu

pelengkap yang berfungsi sebagai fasilitas bagi masyarakat dalam menjalankan

aktivitas dan fungsinya. Adapun yang menjadi sarana dan prasarana yang

terdapat di kecamatan kabanjahe dapat dilihat dibawah ini.

a. Sarana pendidikan

Tabel 4.4 sarana pendidikan

No Kategori Jumlah

1 PAUD/TK 35

2 SD 20

3 SMP 10

4 SMA/SMK 10

Jumlah 75

Sumber : karo dalam angka 2010

Berdasarkan data pada tabel 4.4, sarana pendidikan yang ada di

kota/kecamatan Kabanjahe sudah tergolong meningkat atau berkembang.

Hal ini menunjukkan bahwa PAUD/TK swasta maupun negeri mencapai

35 sekolah, Sekolah Dasar (SD) swasta maupun negeri mencapai 20

(48)

SMA/SMK swasta ataupun negeri mencapai 10 sekolah. Maka jumlah

keseluruhan sekolah yang ada mencapai 75 sekolah.

b. Sarana peribadatan

Dalam hal keagamaan, sarana peribadatan yang ada di

kecamatan/kota Kabanjahe sangatlah banyak terlihat dari perkembangan

keagamaan yang ada di kota tersebut. Sarana peribadatan terdiri dari 48

gereja protestan, 17 mesjid bagi masyarakat yang beragama islam, 12

kapel/capel yang digunakan oleh masyarakat yang beragama Kristen

khatolik serta ada satu vihara bagi masyarakat yang beragama Budha.

Banyaknya gereja protestan di Kabanjahe menunjukkan bahwa mayoritas

penduduk yang bertempat tinggal di daerah tersebut beragama kristen

protestan.

Jumlah sarana peribadatan di kecamatan Kabanjahe dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.5 sarana peribadatan

No Sarana peribadatan Jumlah

1 Gereja 48

2 Mesjid 17

3 Kapel/ capel 12

4 Pura -

5 Vihara 1

Jumlah 78

(49)

c. Sarana kesehatan

Tabel 4.6 sarana kesehatan

No Sarana kesehatan

1 Rumah sakit umum kabanjahe

2 Rumah sakit kusta lau simoom

3 Rumah sakit ester

4 Rumah sakit elovani

5 Rumah sakit flora

6 Rumah sakit yoreskita

7 Rumah sakit mandala

8 Puskemas (DKR)

9 Poskes TNI

10 Faskes polri

11 Poliklinik polres

Sumber: www.bpjs-kesehatan.go.id

Berdasarkan data tabel 4.6, kota kabanjahe memiliki 7 rumah

sakit swasta ataupun negeri, satu puskesmas serta tiga poliklinik milik

angkatan negara seperti poskes POLRI, faskes TNI serta poliklinik polres.

Serta lebih dari dua dokter yang bekerja di setiap rumah sakit yang ada di

(50)

4.2. Sejarah keberadaan gereja 4.2.1.Gereja HKBP

Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) adalah persekutuan orang

Kristen dari segala suku dan golongan bangsa Indonesia dan segala

bangsa diseluruh dunia yang dibabtis ke dalam nama Allah Bapa, Anak

dan Roh Kudus. Secara umum gereja Huria Kristen Batak Protestan

berdiri pada tanggal 7 oktober 1861. Gereja Huria Kristen Batak

Protestan Kabanjahe berdiri pada tahun 1940. Gereja Huria Kristen Batak

Protestan memiliki visi yaitu HKBP yang berkembang menjadi gereja

yang inklusif, dialogis, dan terbuka serta mampu dan bertenaga

mengembangkan kehidupan yang bermutu di dalam kasih Tuhan Yesus

Kristus, bersama-sama dengan semua orang di dalam masyarakat global,

terutama masyarakat Kristen demi kemuliaan Allah Bapa yang

mahakuasa. Serta yang menjadi misi gereja Huria Kristen Batak Protestan

adalah Huria Kristen Batak Protestan berusaha meningkatkan mutu

segenap warga masyarakat, terutama warga Huria Kristen Batak

Protestan, melalui pelayanan-pelayanan gereja yang bermutu agar mampu

melaksanakan amanat Tuhan Yesus dalam segenap prilaku kehidupan

pribadi, kehidupan keluarga, maupun kehidupan bersama segenap

masyarakat manusia ditingkat lokal dan nasional, di tingkat regional dan

global dalam menghadapi tantangan Abad-21.

Gereja Huria Kristen Batak Protestan merupakan gereja yang

(51)

(Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia) serta ada 88 anggota gereja yang

menjadi anggota PGI yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.7 Anggota Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia (PGI)

No. Anggota Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia 1 Huria Kristen Batak Protestan

(HKBP)

45 Gereja kristen protestan mentawai (GKPM)

2 Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)

46 Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)

3 Banua Niha Keriso Protestab (BNKP)

47 Gereja kristen protestanangkola (GKPA)

4 Gereja Methodist Indonesia (GMI) 48 Gereja protestanminahasa (KGPM) 5 Gereja Kristen Indonesia sumut 49 Gereja mission batak (GMB) 6 Gereja Masehi Injili Sangihe

Talaud (GMIST)

50 Gereja angowuloa masehi Indonesia nias (gereja AMIN)

7 Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM)

51 Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP)

8 Gereja Masehi Injili Bolaang Mongondow (GMIMB)

52 Gereja Protestan Indonesia Luwu (GPIL)

9 Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)

53 Gereja Kebangunan Kalam Allah (GKKA)

10 GEREJA TORAJA 54 Protestan Maluku (GPM) 11 GEREJA TORAJA MAMASA 55 Gereja Kristen Anugrah (BKA) 12 Gereja Kristen Sulawesi Selatan

(GKSS)

56 Gereja Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)

13 Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara (GEPSULTRA)

57 Gereja Protestan Kalimanan Barat (GPKB Pontianak)

(52)

(GMIH) Graham Bethel Indonesia 15 Gereja Kristen Kalam Kudus

(GKKK)

59 Gereja Kristen Injili Indonesia (GKII)

16 GKI Di Tanah Papua 60 Gereja Kristen Sumba (GKS) 17 Gereja Masehi Injili di Timor

(GMIT)

61 Gereja Kristen Injili Di Indonesia (GEKISIA)

18 Gereja Masehi Injili Indonesia (GEMINDO)

62 Gereja Kristen Luther Indonesia (GKLI)

19 Gereja Kristen Protestan Di Bali (GKPB)

63 Gereja Protestan Persekutuan (GPP)

20 Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW)

64 Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI)

21 GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU

65 Gereja Tuhan Di Indonesia (GTDI)

22 Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) 66 Gereja Kristen Indonesia Di Sulawesi Selatan ( GKI-SULSEL) 23 Gereja Kristen Jawa (GKJ) 67 Gereja Kristen Indonesia

24 Gereja Kristen Pasundan (GKP) 68 GEREJA ISA ALMASIH 25 GEREJA KRISTUS 69 Gereja REHOBOTH 26 Gereja Protestan di Bagian Barat

(GPIG)

70 Gereja Protestan Indonesia (GPI) Di Papua

27 Gereja Protestan di Indonesia (GPI)

71 Gereja Kristen Protestan Pak Pak Dairi (GKPPD)

28 Gereja Angowuloa Fa Awosa Kho Yesus (AFY)

72 Gereja Keesaan Injili Indonesia (GEKINDO)

29 Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI)

73 Gereja Masehi Protestan Umum (GMPU)

30 Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS)

(53)

31 Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI)

75 Gereja Kristen Oikumene di Indonesia (GKO)

32 Gereja Bethel Indonesia Sepenuh (Gbis)

76 Gereja Sahabat Indonesia (GSI)

33 Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS)

77 Gereja Utusan Pantekosta di Indonesia (GUPDI)

34 Huria Kristen Indonesia (HKI) 78 Gereja Kristus Yesus (GKY) 35 Gereja Kristen Luwuk Banggai

(GKLB)

79 Gereja Masehi Injili Di Talaud (GERMITA)

36 Gereja Kristus Tuhan (GKT) 80 GERAJA KRISTEN ABDIEL 37 Gereja Protestan Indonesia

Donggala (GPID)

81 Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI)

38 Gereja Punguan Kristen Batak (GPKB)

82 Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah (GSJA)

39 Gereja Protestan Indonesia Gorontalo (GPIG)

83 Gereja Protestan Indonesia di Banggai Kepulauan (GPIBK) 40 Gereja Kristen Jawa Tengah Utara

(GKJTU)

84 Gereja Kristen Protestan Injili Indonesia (GKPII)

41 Gereja Kristen Kalimantan Barat (GKKB)

85 Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII)

42 Gereja Gerakan Pantekosta (GGP) 86 Gereja Protestan Soteria di Indonesia (GKSI)

43 Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)

87 Gereja Kriten Sangkakala Indonesia (GKSI)

44 Gereja Protestan Indonesia di Buol Toil-Toli (GPIBT)

88 Kerukunan Gereja Masehi Protestan Indonesia (KGMPI)

(54)

Jemaat Huria Kristen Batak Protestan mengadakan kebaktian

minggu setiap hari minggu bertempat di gedung gereja serta jemaat juga

mengadakan kebaktian doa keluarga, lingkungan, kelompok, kategorial,

dan yang lain yang sesuai dengan kebutuhannya. Gereja juga dapat

mengadakan kebaktian kebangunan rohani (KKR) yang diikuti oleh

warga jemaat adat masyarakat di tempat yang ditentukan oleh gereja.

Yang menjadi maksud dan tujuan gereja Huria Kristen Batak Protestan

adalah:

1. Memberitakan dan menghayati Firman Tuhan

2. Memelihara kemurnian pemberitaan dan pengajaran firman Tuhan.

3. Menyediakan dirinya agar menjadi kemuliaan Allah Bapa, Anak,

dan Roh Kudus.

4. Memantapkan dan menguatkan keberadaan HKBP.

Serta yang menjadi tugas gereja Huria Kristen Batak Protestan adalah

mengembangkan kerajaan Allah melalui kegiatan persekutuan, kesaksian

dan pelayanan.

Huria Kristen Batak Protestan di tanah karo hanya ada 3 gereja, satu

di kecamatan Tigapanah, Kabanjahe serta yang satu lagi di kecamatan

Berastagi. Gereja Huria Kristen Batak Protestan kabanjahe memiliki

jemaat sekitar 509 kepala keluarga, anak remaja 100 orang serta abak

sekolah minggu berjumlah 300 orang. Naposobulungnya hanya 50 orang,

(55)

sedang bersekolah di luar dari kota Kabanjahe. Hamba Tuhan yang

bekerja di gereja Huria Kristen Batak Protestan Kabanjahe ini adalah

sebagai berikut yaitu dua orang pendeta (satu pendeta tua dan satu lagi

(56)

Lampiran 1: bagan organisasi HKBP

Gambar

Tabel 4.1. Luas wilayah kota Kabanjahe menurut desa/kelurahan
Tabel 4.2. jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.3 jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Tabel 4.4 sarana pendidikan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Rincian Perubahan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Kode

The main advantage of Unmanned Aerial Vehicle (UAV) system acting as a photogrammetric sensor platform over more traditional manned airborne system is the high flexibility

Rincian Perubahan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Kode

(2012) an automatic orientation of thermal image blocks acquired from an UAV is presented using artificial ground control points.. But since a high number of control

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-2, 2014 ISPRS Technical Commission II Symposium, 6 – 8 October

Dapat juga dilakukan dengan menggunakan buku penghubung guru dan orang tua atau komunikasi langsung dengan orang tua untuk melihat apa yang sudah dipelajari oleh peserta

Pusat Karir dan Tracer Study dilaksanakan pada tingkat perguruan tinggi untuk menjamin bahwa desain, metodologi, dan kuesioner yang digunakan terstandar sehingga

Menurut (Tatik Suryani, 2013: 86) mengatakan citra merek mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi perilaku pembelian. Konsumen yang mempuntai citra yang positif