Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
SARAH DINA
0 5 0 5 0 1 0 3 5
EKONOMI PEMBANGUNAN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Sumatera Utara Medan
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh otonomi daerah terhadap kesejahteraan masyarakat Kota Medan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Pengujian Mann-Whitney. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh bahwa otonomi daerah berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat Kota Medan yang diukur dengan besarnya PDRB Kota Medan sebelum dan sesudah otonomi, pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan kesehatan, baik sebelum maupun sesudah adanya otonomi daerah.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
ABSTRACT
The purpose of the research is to see autonomic region influence of welfare of society in Medan. In this research writer use Mann-Whitney methode. From the calculation that have been done resulted that autonomic region is influence of the welfare of society in Medan. That measure with income per capita in Medan before and after autonomy, the government’s output for education and medice before and after autonomic held.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini pada waktu yang telah dijadwalkan.
Untuk mendapatkan gelar sarjana Ekonomi, alhamdulillah penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Reformasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
1. Bapak Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec sebagai ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Kasyful Mahalli, SE, MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing penulis dari awal sampai terselesaikanya skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ramli, MS selaku dosen wali.
5. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, Msi selaku dosen penguji I dan Ibu Dra. Raina Linda Sari, Msi selaku penguji II.
6. Seluruh Staff Pengajar dan Staff Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Tak ada gading yang tak retak, dan penulis tahu bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis harapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar lebih baik lagi untuk yang akan datang
Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, bantuan kalian semua sangat berarti bagi penulis. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2009 Penulis
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
ABSTRACT...ii
KATA PENGANTAR………...………...iii
DAFTAR ISI………...………..vi
DAFTAR TABEL...ix
DAFTAR GAMBAR...x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang...1
1.2 Perumusan Masalah...7
1.3 Hipotesis...7
1.4 Tujuan dan Penelitian...7
1.5 Manfaat Penelitian...8
BAB II URAIAN TEORITIS. 2.1 Otonomi Daerah ...9
2.2 Keuangan Daerah ...20
2.3 Anggaran dan Pendapatan Asli Daerah ( PAD )...29
2.4 Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi; Ekonomi dan ekonomi...43
2.5 Dana Alokasi Umum ( DAU )...52
2.6 Dana Alokasi Khusus ( DAK )...55
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian...59
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data...59
3.4 Metode Analisis Data...60
3.5 Defenisi Operasional...63
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian...64
4.1.1 Letak Geografis Indonesia...64
4.1.2 Demografi Indonesia...67
4.2 . Indikator Kesejahteraan Masyarakat...70
4.2.1 . Pendidikan...70
4.2.2 Kesehatan...71
4.2.3 PDRB Per Kapita ...72
4.3 . Data Keuangan Kota Medan...74
4.4 Analisis Data...86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...93
5.2 Saran...94 DAFTAR PUSTAKA
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Perbandingan beberapa konsep antara UU No.22 tahun 1999 dan UU No. 5
tahun 1974 dengan UU No. 5 tahun 1979...38
4.1 Jumlah Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Medan Tahun 1990 – 2006...69
4.2 PDRB Per Kapita Kota Medan Berdasarkan Harga Konstan Tahun 1990-2006...73
4.3 Data Keuangan Pemerintah Kota Medan untuk Sektor Pendidikan dan SektorKesehatan (dalam ribuan rupiah) Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah...74
4.4 Angka Partisipasi Kasar (APK) Di Kota Medan Tahun 2004-2006...76
4.5 Angka Partisipasi Kasar (APK) Di Kota Medan Tahun 1994 – 1996...77
4.6 Indikator Kesehatan Masyarakat Kota Medan Tahun 2004-2006...82
4.7 Perbandingan Pendapatan Asli Daerah (dalam jutaan rupiah ) Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah...85
4.8 Perbandingan Dana Alokasi Umum Kota Medan Tahun 2001-2006 (dalam Jutaan Rupiah)...85
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
3.5.1 Kurva Uji-t (one tail test)...62
3.5.2 Kurva Uji-t (one tail test)……….62
3.5.3 Kurva Uji-t (two tail test)………62
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak tahun 1996, pemerintah orde baru (Orba) telah membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik sebagai panglima telah diganti dengan ekonomi sebagai panglima dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Dalam konstelasi politik yang baru ini, militer telah menempati posisi yang paling atas dalam hierarki kekuasaan.
Kenyataan menunjukkan, pemerintahan orde baru telah berhasil dalam melenyapkan hiperinflasi (inflasi beratus-ratus persen), mengubah modal yang hengkang ke luar negeri menjadi arus masuk modal swasta yang substansial, mengubah deficit cadangan devisa menjadi selalu positif, mempertahankan harga beras dan meningkatkan produksi beras hingga mencapai tingkat swasembada, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menurunkan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Prestasi politik dan ekonomi yang mengesankan itu, tak pelak lagi telah ditopang dengan control dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut memiliki hak dan kewajiban mengatur sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasan politik dan otoritas administrasi inilah, Undang-undang No.5 tahun 1974 yang mengatur tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dibentuk. Undang-undang No.5/1974 ini telah meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam 3 (tiga) prinsip, yang dijelaskan sebagai berikut : Pertama, desentralisasi yang mengandung arti penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah. Kedua, dekonsentrasi yang berarti bahwa pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah. Ketiga, tugas perbantuan yang berarti bahwa pengkoordinasian prinsip tunggal di daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah. Akibat prinsi ini, dikenal adanya daerah otonom dan wilayah administratif.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
accountability Pemda terhadap rakyatnya. Atas dasar itulah prinsip otonomi yang dianut, yaitu otonomi yang nyata, bertanggung jawab, dan dinamis, yang diharapkan dapat dengan mudah direalisasikan. “ Nyata “ berarti otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah. “ Bertanggung jawab “ mengandung arti pemberian otonomi diselaraskan atau diupayakan untuk memperlancar pembangunan diseluruh pelosok tanah air. “ Dinamis ” berarti pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju.
Untuk menjamin proses desentralisasi berlangsung dan berkesinambungan, pada prinsipnya mengacu pada dasar otonomi daerah itu sendiri yang telah di tuangkan dalam UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang kemudian direvisi menjadi menjadi UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, maka akan terlihat bahwa perubahan mendasar yang telah dilakukan melalui UU No.33 tahun 2004, yaitu peraturan tentang 2 sumber penerimaan daerah yang baru, yaitu dana perimbangan dan pinjaman daerah.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
1. Otonomi yang seluas-luasnya adalah daerah yang diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam UU. Daerah tersebut memiliki kewenangan membuat kebijakan daerahnya demi memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh dan hidup serta berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah tersebut.
3. Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraanya harus benar-benar sejalan dengan maksud pemberian otonomi yang ada yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerinyah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sector swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pembangunan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakn kecilnya ketimpangan pendapatan, baik antar daerah maupun antar sektor. Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan serta hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut dapat pula dinikmati oleh masyarakat diberbagai lapisan, mulai dari lapisan atas hingga pada lapisan yang paling bawah baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah. Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan di berbagai sektor.
Dengan demikian daerah yang miskin, tertinggal, tidak produktif nantinya akan menjadi lebih produktif dan mempercepat pertumbuhan daerah itu sendiri. Menurut pandangan para ekonom kalsik (Adam Smith) maupun para ekonom non klasik (Robert Solow & Trevor Swan), menyatakan bahwa pada dasarnya ada 4 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi yang digunakan.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Dalam konteks ini, Siagian(1995), mengemukakan pendapatnya bahwa desentralisasi merupakan suatu konsep yang dianggap mampu untuk mengatasi masalah pelayanan sosial diberbagai sektor publik.” Dengan konsep ini diharapkan terjadi efisiensi dan efektifitas serta pemerataan yang diharapkan akan terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Hal senada juga dikemukakan oleh Wahyono (1993), yang menyatakan bahwa pengotonomian justru untuk membangun daerah tersebut agar masyarakatnya sejahtera, dengan tujuan sebagai berikut :
1. Menghilangkan berbagai perasaan ketidak adilan pada masyarakat. 2. Menciptakan pertumbuhan ekonomi daerah
3. Meningkatkan demokrasi diseluruh strata masyarakat didaerah
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka ada rumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk lebih mempermudah dan membuat lebih sistematik penulisan skripsi ini. Selain dari pada itu, rumusan masalah ini diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi ini. Adapun perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Kondisi Ekonomi Kota Medan setelah Otonomi Daerah ? 2. Apakah Otonomi Daerah Berpengaruh terhadap Kesejahteraan
Masyarakat Kota Medan ?
1.3 Hipotesis
Adapun hipotesis yang didapat dari perumusan masalah diatas adalah sebagai berikut: “ Otonomi Daerah Berpengaruh Positif terhadap Kesejahteraan Masyarakat. “
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian skripsi ini dilakukan adalah :
1. Untuk mengetahui kondisi perekonomian kota Medan sterlah adanya otonomi daerah.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah :
1. Sebagai bahan studi atau literatur tambahan terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.
2. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa/mahasiswi ataupun peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis selanjutnya.
3. Sebagai bahan masukan yang berguna bagi pengambilan keputusan di masa yang akan datang.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
BAB II
TINJAUAN TEORITIS 2.1Otonomi Daerah
2.1.1 Pengertian Otonomi Daerah
Pengertian Otonomi Daerah secara etimologis menurut (situmorang, 1993), berasal bahasa latin, yaitu “autos” yang artinya sendiri dan “nomos” yang artinya aturan. Jadi dapat diartikan bahwa otonomi daerah adalah mengurus & mengatur rumah tangganya sendiri. Sementara itu (Saleh, 1993), mengemukakan bahwa otonomi sebagai hak mengatur dan mengurus daerah sendiri atas kemauan dan inisiatif sendiri. Hak yang diperoleh tersebut diperoleh dari pemerintah pusat. Lebih lanjut, UU No.5 tahun 1974 mendefinisikan Otonomi Daerah sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan pengaturan perundang-undangan yang berlaku.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
negara terletak pada Pemerintah Pusat dan dalam prakteknya dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pejabat-pejabatnya di daerah dalam rangka dekonsentrasi atau kepada daerah berdasarkan hak otonomi dalam rangka desentralisasi.
2.1.2 Adapun prinsip-prinsip otonomi daerah tersebut, adalah : a. UU No. 1 tahun 1945
UU yang berlaku adalah UUD 1945 dengan sistem pemerintahan presidensiil dan prinsip otonomi yang dianut oleh Otonomi Indonesia berdasarkan kedaulatan rakyat. UU ini mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah yang pertama sejak Indonesia merdeka. Batasan otonomi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi waktu itu yang didasarkan pada semangat kemerdekaan dan kedaulatan rakyat, karena UU ini mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah yang pertama sejak Indonesia merdeka. Pengertian yang terkandung dalam prinip tersebut adalah asal tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang lebih luas daripadanya, ini berarti suatu kemerdekaa untuk mengatur, meskipun dengan pembatasan.
b. UU No. 22 Tahun 1948
sebanyak-Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
banyaknya”. Batasan otonomi tersebut hampir sama dengan otonomi yang seluas-luasnya dan pengertiannya adalah memberikan kekuasaan yang besar kepada Pemerintah Daerah yang pelaksanaanya dilakukan oleh DPRD sebagai pemegang kekuasan tertinggi di daerah.
c. UU No.1 Tahun 1957
UU yang berlaku adalah UUD 1950 dengan sistem pemerintahan parlementer. Prinsip Otonomi yang dianut adalah “Otonomi yang riil dan seluas-luasnya” dengan pengertian kepada daerah-daerah diberikan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
2.1.3 Pengertian Sentralisasi, Desentralisasi, Dekonsentrasi serta Tugas Perbantuan
a. Sentralisasi
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.
b. Desentralisasi
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu organisasi.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Beberapa pengertian dari Desentralisasi, yaitu :
a) Encyclopaedia of the social sciences
Di dalam Encyclopedia of the social sciences disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, baik yang menyangkut bidang legislatif, yudikatif atau administrasi. Selanjutnya disebutkan pula bahwa kebalikan dari desentralisasi adalah sentralisasi, tetapi jangan dikacaukan dengan pengertian dekonsentrasi, sebab istilah ini secara umum lebih diartikan sebagai pendelegasian dari atasan kepada bawahannya untuk melakukan suatu tindakan atas nama atasannya tanpa melepaskan wewenang dan tanggung jawab atasannya.
b) United Nations
Memberikan batasan tentang desentralissi lebih berorientasi kepada penjelasan tentang proses penyerahan kewenangan dari pusat kepada badan pemerintah di daerah. Proses itu melalui dua cara, yaitu dengan delegasi kepada pejabat-pejabatnya di daerah atau dengan devolusi kepada badan-badan otonom daerah.
Adapun ciri-ciri desentralisasi, adalah :
1. Berinisiatif sendiri ( menyusun kebijakan daerah, rencana, dan pelaksanaanya).
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
3. Membuat peraturan sendiri ( dengan perda ).
4. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri, menetapkan pajak retribusi, dn lain-lain usaha yang sah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c. Dekonsentrasi
Dekonsentransi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di Daerah.
d. Tugas Perbantuan
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
Suatu daerah dapat dikatakan mempunyai suatu otonomi kalau mempunyai ciri-ciri :
1. Adanya unsur tertentu diserahkan oleh Pemerintah Pusat atau Daerah Tingkat Atas kepada Daerah untuk diatur dan diurusnya dalam batas-batas wilayahnya.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
3. Ada alat-alat perlengkapan atau organ-organ atau operator sendiri untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan tersebut.
4. Untuk dapat mengatur dan mengurus urusan-urusan tersebut, maka daerah perlu memilki sumber-sumber keuangan sendiri.
Agar pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan atas asas desentralisasi dapat berjalan dengan baik, ada 3 (tiga) prasyarat minimal yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Daerah memiliki sumber keuangan sendiri, minimal sumber keuangan yang hasilnya dapat membiayai kegiatan rutin pemerintah daerah
b. Daerah memiliki sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan daerah itu sendiri. Dengan kata lain daerah memiliki hak menentukan syarat-syarat rekruitmen pegawai baru yang benar-benar mereka butuhkan.
c. Daerah dapat berinisiatif membuat aturan atau menterjemahkan aturan sesuai dengan kondisi riil yang dihadapi sedapat mungkin dearah bebas dari jeratan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari pemerintah pusat.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
dengan demikian Gubernur berperan ganda, disisi lain sebagai Kepala Daerah dan disisi lainnya sebagai Wakil Pemerintah.
Dalam menyelanggarakan otonomi, daerah memilki hak, yaitu : a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya b. Memilih pimpinan daerah
c. Mengelola aparatur daerah
d. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
e. Mendapatkan bagi hasil dari pengeloalaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada didaerah
f. Mendapatakan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah memiliki kewajiban, yaitu :
a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat c. Mengembangkan kehidupan demokrasi d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
i. Menyusun perencanaan tata ruang daerah
j. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah k. Melestarikan lingkungan hidup
l. Mengelola administrasi kependudukan m. Melestarikan nilai budaya sosial
n. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya
o. Kewijiban lain yang diatur dalam perundang-undangan
2.1.4 Ide Dasar Desentralisasi
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Salah satu fenomena paling mencolok dari hubungan antara sistem pemerintahan daerah (pemda) dengan pembangunan adalah ketergantungan Pemda yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Ketergantungan ini jelas terlihat dari aspek keuangan : Pemda kehilangan kekuasaan bertindak (local discretion) untuk mengambilm keputusan-keputusan penting dan adanya campur tangan pemerintah pusat yang tinggi terhadap Pemda. Pembangunan didaerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat ketregantungan fiskal antara daerah dengan pusat sebagai akibat dari pembangunan juga semakin besar. Ketergantungan fiskal terlihat dari relatif rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominannya transfer dari pusat. Adalah ironis, kendati UU telah menggarisbawahi titik berat otonomi pada kabupaten / kota, namun justru kabupaten / kota lah yang mengalami tingkat ketergantungan yang lebih tinggi dibangding propinsi.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
2.1.5 Sejarah Desentralisasi Indonesia
Sentralisasi ataupun desentralisasi sebagai suatu sistem admnistrasi pemerintahan, dalam banyak hal, tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan suatu negara. Sejarah mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang surut seiring dengan perubahan konstelasi politik yang melekat dan terjadi pada perjalanan kehidupan bangsa. Pada prakemerdekaan, Indonesia dijajah Belanda dan Jepang. Penjajah telah menerapkan desentralisasi yang bersifat sentralis, birokratis, dan feodalistis untuk keentingan mereka. Penjajah Belanda menyusun suatu hierarki Pangreh Praja Bumiputera dan Pangreh Praja Eropa yang harus tunduk kepada Gubernur Jenderal. Dikeluarkannya Decentralisatie Wet pada tahun 1903, yang ditindaklanjuti dengan Bestuurshervorming Wet pada tahun 1922, menetapkan daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri sekaligus membagi daerah-daerah otonom yang dikuasai Belanda menjadi gewest (identik dengan propinsi), regentschap (kabupaten) dan staatsgemeente (kotamadya).
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
penyelenggaraan pemerintahaan di Indonesia adalah sentralisasi kekuasaan pada pusat pemerintahan, dam pola penyelenggaraan pemerintah daerah yang bertingkat.
2.2 Keuangan Daerah
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
2.2.1 Keuangan yang diperoleh dengan dianutnya sistem desentralisasi, antara lain :
1. Mengurangi bertumpuknnya pekerjaan di Pusat Pemerintahan.
2. Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan tindakan cepat, Daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pusat.
3. Dapat mengurangi birokrasi dalam arti yang buruk karena setiap keputusan dapat segera dilaksanakan.
4. Dapat diadakan perbedaan dan pengkhususan yang berguna bagi kepentingan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan keadaan khusus Daerah.
5. Daerah otonom dapat sebagai laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi seluruh negara. Hal-hal yang baik dapat diterapkan diseluruh wilayah negara, sedangkan yang kurang baik dapat dibatasi pada Daerah tersebut dan olehkarena itu lebih mudah untuk ditiadakan.
6. Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan Pemerintah Pusat.
7. Dari segi psikologi, desentralisasi dapat lebih memberikan kepuasaan bagi daerah- daerah karena sifatnya yang lebih langsung.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
dahulu agar dapat lebih menghayati dan pada akhirnya diharapkan akan dapat memantapkan Otonomi Daerah dalam rangka peningkatan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
2.2.2 Pelaksanaan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan dasar bagi pengelolaan keuangan daerah. Dengan ditetapkannya kedua Undang-undang ini ( masing-masing tanggal 7 Mei 1999 dan 19 Mei 1999 ) maka Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa tidak berlaku lagi.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
tersebut merupakan wujud kemampuan Daerah untuk mendukung berbagai kewenangan yang dimilikinya tersebut, sehingga Daerah dituntut untuk mampu berkreasi secara positif dalam melaksanakan dan memanfaatkan berbagai kewenangan yang dimilikinya. Karena itu, keberadaaan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai sub sistem Undang-undang Nomor 22 Tahun1999 tentang Pemerintahan daerah menjadi sangat relevan dalam pelaksanaan pemerintahan di Daerah, terutama dalam mendukung Pemerintah Daerah untuk menjalankan fungsi utamanya melaksanakan pembangunan dan menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat.
Gambaran kemampuan Daerah dalam menjalankan fungsi utamanya tersebut nampak sebagaimana diatur dalam pasal 3 dan 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi Daerah berhak atas sumber-sumber penerimaan berupa :
1. Pendapatan Asli Daerah. 2. Dana Perimbangan. 3. Pinjaman Daerah.
4. Lain-lain penerimaan yang sah.
Sedangkan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri atas : 1. Hasil Pajak Daerah.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
3. Hasil Perusahaan Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan.
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Pasal 6 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 mengatur tentang Dana Perimbangan yang menjadi hak Pemerintah Pusat, Daerah, Provinsi dan Kabupaten / Kota, yang terdiri dari :
1. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Penerimaan dari Sumber Daya Alam. 2. Dana Alokasi Umum.
3. Dana Alokasi Khusus.
Persentase Dana Alokasi Umum ditetapkan sebesar sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri dari dana alokasi umum tersebut, Daerah Provinsi mendapatkan bagian sebesar 10% dan Daerah kabupaten / kota mendapatkan 90%. Sedangkan pembagian dana alokasi umum dibagi berdasarkan :
1. Bobot Daerah.
2. Potensi Ekonomi Daerah,
yang ditetapkan variabel minimum yang dipergunakan dalam menentukan bobot Daerah, adalah :
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Keadaan geografi
Tingkat pendapatan masyarakat
Sedangkan variabel minimum yang digunakan dalam menentukan potensi ekonomi daerah, adalah :
Potensi industri
Potensi sumber daya alam Potensi sumber daya manusia PDRB
Variabel bobot Daerah dan potensi ekonomi Daerah tersebut menunjukkan sifat yang statis, sehingga untuk menampung pertumbuhan Daerah yang relatif cepat, diperlukan variabel-variabel yang lain yang bersifat dinamis, seperti :
1. Laju pertumbuhan penduduk
2. Kontribusi Daerah terhadap penerimaan nasional 3. Pengembangan wilayah perkotaan dan pedesaan 4. Tingkat pendidikan umum dan lain-lain.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
1. 40% dibagi dengan Daerah Penghasil sebagai Dana Alokasi Khusus. 2. 60% untuk Pemerintah Pusat.
2.2.3 Upaya peningkatan pendapatan asli daerah daerah mendukung pelaksanaan otonomi daerah
Untuk melaksanakan wewenang sebagaimana yang diamanatkan oleh undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka Daerah harus melakukan upaya-upaya positif untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Upaya peningkatan PAD secara positif dalam pengertian bahwa keleluasaan yang dimiliki oleh Daerah harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan PAD maupun untuk menggali sumber-sumber penerimaan baru tanpa membebani masyarakat dan tanpa menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Peningkatan PAD dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut : 1. Intensifikasi, melalui upaya :
Pendataan dan peremajaan objek dan subjek pajak dan retribusi daerah.
Mengintensifikasikan penerimaan retribusi daerah yang ada.
Memperbaiki prasarana dan sarana pungutan yang belum memadai. 2. Penggalian sumber-sumber penerimaan baru ( ekstensifikasi ).
Upaya penggalian sumber-sumber penerimaan diarahkan pada pemanfaatan potensi daerah yang memberikan kelebihan atau keuntungan secara ekonomis kepada masyarakat. Dimana penggalian sumber-sumber pendapatan daerah tersebut harus ditekankan agar tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Sebab, pada dasarnya tujuan meningkatkan pendapatan Daerah melalui upaya ekstensifikasi adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di masyarakat. Dengan demikian, upaya ekstensifikasi lebih diarahkan pada upaya mempertahankan potensi Daerah sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
3. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
masyarakat terhadap negara untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud pelayanan yang bagaimana yang dapat memberikan kepuasaan kepada masyarakat.
Dalam perkembangannya fenomena pembayar pajak telah menjadi hak dari masyarakat, sebagai suatu hak tentunya masyarakat menuntut kualitas layanan yang baik dari pemerintah, kualitas layanan yang baik tentunya diarahkan kepada layanan untuk kepentingan umum. Wujud dari layanan yang baik kepada masyarakat dan memuaskan, berupa :
a. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan layanan yang cepat.
b. Memperoleh pelayanan secara wajar.
c. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan. d. Pelayanan yang jujur dan terus terang.
Pada akhirnya diharapkan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat menjadi dapat meningkatkan pendapatan daerah yang akan didistribusikan kembali pada masyarakat dalam wujud berupa pemabangunan dan pengingkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
diberikannya otonomi keuangan daerah yang relatif luas sehingga daerah mampu menggali sumber-sumber keuangannya sendiri dan memanfaatkannya dengan optimal. Hal ini juga diperkuat dengan fakta bahwa hanya 38.8% penerimaan provinsi yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) sendiri, sehingga menimbulkan ketergantungan keuangan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat yang sangat tinggi.
Radianto (1997) menganalisis tentang peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai pembangunan diseluruh Daerah Tingkat II dengan melihat pengaruh tingkat perkembangan ekonomi daerah dan bantuan Pemerintah Pusat terhadap Derajat Otonomi Fiskal, menentukan bahwa tingkat perkembangan ekonomi daerah dan jumlah penduduk yang mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan derajat otonomi fiskal daerah.
2.3 ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( PAD )
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Ukuran standar untuk evaluasi kerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas disemua aktivitas berbagi unit kerja.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ) pada hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyaraka di daerah. Oleh karena itu DPRD dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi daerah masing-masing serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Menurut pasal 1 UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah bahwa perimbangan keuangan antara pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antara daerah secara proporsional, demokratis, adil, transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.
Suparmoko (1986) mengatakan bahwa ada kecendrungan pada negara berkembang menjalankan sistem fiskal terpusat jika dibandingkan dengan negara maju. Realitas hubungan fiskal antar daerah ditandai dengan tingginya kontrol pusat terhadap proses pembangunan didaerah. Hal ini jelas terlihat dari rendahnya PAD terhadap total penerimaan daerah didalam struktur penerimaan daerah dibandingkan total subsidi yang berasal dari Pemerintah Pusat. Indikator desentralisasi fiskal adalah rasio antara PAD terhadap total penerimaan daerah ( Kuncoro; 1995 ).
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
penerimaan negara. Pengukuran derajat desentralisasi fiskal daerah dapat terlihat dari rasio antara PAD terhadap total penerimaan daerah ( Suparmoko; 1979 ).
Tim peneliti FISIPOL UGM bekerjasama dengan Litbang Depdagri (1991) menentukan tolak ukur kemampuan daerah dilihat dari rasio PAD terhadap APBD, sebagai berikut :
Rasio PAD terhadap APBD 0,00 - 10,00% ( sangat kurang ) Rasio PAD terhadap APBD 10,01 – 20,00% ( kurang ) Rasio PAD terhadap APBD 20,01 – 30,00% ( cukup ) Rasio PAD terhadap APBD 30,01 – 40,00% ( baik ) Rasio PAD terhadap APBD diatas 50,00% ( sangat baik )
Keuangan daerah merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, memeratakan hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi selain stabilitas sosial politik. Peranan keuangan daerah makin penting, selain karena keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah berupa subsidi dan bantuan, tetapi juga karena makin kompleksnya persoalan yang dihadapi daerah dan pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif masyarakat daerah. Selain itu, peranan keuangan daerah yang makin meningkat akan mendorong terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggung jawab.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
1. Pendapatan Asli Daerah ( PAD ).
Sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahaan daerah. Adapun pajak puat yang diserahkann kepada daerah menjadi pajak daerah meliputi pajak verponding, pajak kendaraan bermotor, pajak jalan.
2. Sebagian dari hasil pemungutan pajak negara tertentu, bea masuk, bea keluar dan cukai diserahkan kepada daerah.
3. Subsidi, dan bantuan diberikan kepada daerah dalam hal-hal tertentu.
Berpijak pada tiga asas desentralisasi ( dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas perbantuan ), pengaturan hubungan keuangan pusat-daerah didasarkan atas 4 prinsip, sebagai berikut :
1. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat didaerah dalam rangka dekonsentrasi dibiayai dari dan atas beban APBN.
2. Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari dan atas beban APBD.
3. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas perbantuan, dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN atau oleh pemerintah daerah tingkat atasnya atas beban APBD sebagai pihak yang menugaskan.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
pusat. Pajak penghasilan badan maupun peorangan, pajak pertambahan nilai, bea cukai, PBB, royalti, semuanya dikelola secara administratif dan ditentukan tarifnya oleh pusat. Alasan sentralisasi perpajakan yag sering dikemukakan adalah untuk mengurangi disparitas antar daerah, efisiensi administrasi, dan keseragaman perpajakan. Penyebab ketiga, adalah kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan.
Sekitar 90% pendapatan daerah Dati I hanya berasal dari dua sumber, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan Balik Nama. Di daerah Dati II, sekitar 85% pendapatan daerah hanya berasal dari 6 sumber, yaitu : pajak hotel dan restoran, penerangan jalan, pertunjukan, reklame, pendaftaran usaha, dan izin penjualan / pembuatan petasan dan kembang api. Boleh dikata, jenis pajak yang dapat diandalkan di Dati II hanya dari PBB. Pajak-pajak daerah lainnya sulit sekali untuk diharapkan karena untuk mengubah kebijakan pajak daerah memerlukan persetujuan dari Departemen Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
dibanding Dati I. Faktor kelima penyebab adanya ketergantungan tersebut adalah kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Selama ini pemerintah memberikan subsidi bentuk blok dan spesifik. Subsidi yang bersifat blok terdiri dari Inpres Dati I, Inpres Dati II, dan Inpres Desa. Subsidi yang bersifat spesifik meliputi Inpres pengembangan wilayah, Sekolah Dasar, kesehatan, penghijauan dan reboisasi, ser ta jalan dan jembatan.
Perbedaan utama antar subsidi blok dan spesifik adalah daerah memiliki keleluasaan dalam penggunaan dana subsidi blok, sedang penggunaan dana subsidi spesifik sudah ditentukan oleh pemerintah pusat dan daerah tidak punya keleluasaan dalam menggunakan dana tersebut. Apabila dilihat dari sisi jumlah batuan yang diterima oleh pemerintah daerah sejak Repelita I, maka bantuan yang bersifat spesifik jauh lebih besar daripada blok. Maka tidak berlebihan bila disimpulkan bahwa pemerintah pusat hanya memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada pemerintah daerah untuk merencanakan pembangunan di daerahnya.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
menggarisbawahi titik berat otonomi pada Daerah Tingkat II. Namun, fakta menunjukkan justru Dati II-lah yang mengalami tingkat ketergantungan yang paling tinggi. Kendati demikian, Pemda telah berperan sentral dalam ikut menyukseskan pembangunan infrastruktur dan pelayanan sosial, serta telah berfungsi sebagai ’alat’ pusat yang efektif dalam mendorong pembangunan daerah.
Dengan kata lain, obsesi pembangunan ekonomi keseluruh daerah Indonesia telah mendorong pemerintah pusat untuk melakukan kontrol politik dan ekonomi terhadap pemerintah daerah. Justifikasi yang biasa diajukan adalah stabilitas politik merupakan prasyarat mutlak bagi lancarnya pembangunan. Tak pelak lagi, sentralisasi hubungan pusat-daerah lebih mencuat ke permukaan meskipun desentralisasi secara de jure sudah didendangkan sejak awal tahun 1970-an. Akibatnya, ’pembangunan di daerah’ memang terjadi, namun dengan inisiatif, perencanaan, dan dana dari pusat. Bila kondisi ketergantungan fiskal ini terus berlangsung, pembangunan daerah yang pesat akan berarti pula meningkatnya beban anggaran pusat. Masalahnya sekarang adalah setelah minyak dan gas tidak dapat diharapkan lagi sebagai motor penggerak pembiayaan pembangunan, maka kemampuan negara untuk melakukan sentralisasi semakin berkurang.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
karena alasan untuk mengurangi ketidakseimbangan struktur keuangan antar daerah, barangkali sudah saatnya meninjau ulang pola pemberian subsidi kepada daerah. Undang-undang No.22 / 1999 menyerahkan fungsi, personil, dan aset pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi, kabupaten, dan kota. Hal ini berarti tambahan kekuasaan dan tanggung jawab diserahkan kepada pemerintahan kabupaten dan kota, serta membentuk sistem yang jauh lebih terdesentralisasi dibandingkan dengan sistem dekonsentrasi dan koadministratif di masa lalu.perbedaan penting antara UU No.22 / 1999 dibanding UU sebelumnya ( UU No.5 / 1974 dan UU No.5 / 1979 ) dirangkum dalam tabel berikut:
Tabel 2.1
Perbandingan beberapa konsep antara UU No.22 tahun 1999 dan UU No. 5 tahun 1974 dengan UU No. 5 tahun 1979
Istilah UU No. 5/1974 UU No. 5/1979
UU No.22/1999 Keterangan
Pemerintah Pusat
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
sangat luas. Desentralisasi Penyerahan urusan
pemerintahan dari pemerintah atau daerah
tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan Dekonsentrasi Pelimpahan wewenang dari
pemerintah atau kepala
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. batas wilayah tertentu yang
Kesatuan masyarakat
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. ikatna NKRI, sesuai dengan perundang-undangan yang
Kelurahan Suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang nempunyai organisasi pemerintahan terendah lansung dibawah camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah
Kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
( tidak ada ) Penyelenggaraan pemerintah
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD dan /atau daerah kota dibawah kecamatan.
pemerintah
pusat, bukan bagian dari pemerinah
Sumber : Mudrajad Kuncoro (2004)
Untuk mendukung tanggung jawab yang dilimpahkan, pemerintah daerah memerlukan sumber fiskal. UU No.25 / 1999 menyatakan bahwa untuk tujuan tersebut pemerintah daerah harus memiliki kekuatan untuk menarik pungutan dan pajak, dan pemerintah pusat harus mentraser sebagian pendapatan dan atau membagi sebagian pendapatan pajaknya dengan pemerintah daerah. Struktur pajak setelah ditetapkannya UU No.25 / 1999, beserta basis pajaknya untuk pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten / kota.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
pendapatan dari pajak bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten / kota menjadi relatif terbatas.
Denison dalam penelitiannya mengenai sumbangan berbagai faktor dalam menciptakan pertumbuhan di sembilan negara maju antara tahun 1950-1962 telah menunjukkan bahwa pertambahan barang-barang modal hanya menciptakan 25 persen dari pertumbuhan yang terjadi di Amerika Serikat 18 persen di Erofa Barat, dan 21 persen di Inggris. Kenyataan ini membuktikan bahwa dalam pertumbuhan ekonomi, faktor utama yang menentukan pertumbuhan tersebut adalah kemajuan teknologi dan meningkatnya kemahiran dan keterampilan tenaga kerja.
2.4 Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi; Ekonomi dan ekonomi
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
2.4.1 Faktor Ekonomi
Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau bangunnya merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut. Beberapa faktor produksi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sumber Alam
Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah sumber alam atau tanah. ”Tanah” sebagaimana dipergunakan dalam ilmu ekonomi mencakup sumber alam seperti kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, mineral, iklim, sember air, sumber lautan dan sebagainya. Tersedianya sumber alam secara melimpah merupakan hal yang penting. Suatu negara yang kekurangan sumber alam tidak akan dapat membangun dengan cepat. Sebagaimana dinyatakan oleh Lewis, ”Dengan hal-hal lain yang sama, orang dapat mempergunakan dengan lebih baik kekayaan alamnya dibandingkan apabila mereka tidak memilikinya.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
karena keterbelakangan ekonomi dan langkanya faktor teknologi. Oleh karena itu, sumber alam dapat dikembangkan melalui perbaikan teknologi dan peningkatan ilmu pengetahuan. Di dalam kenyataannya, sebagaimana dikemukakan Profesor Lewis, ”Nilai suatu sumber alam tergantung pada kegunaannya, dan kegunaannya senantiasa berubah sepanjang waktu karena perubahan dalam selera, perubahan dalam teknik atau penemuan baru”. Pada saat perubahan seperti itu terjadi, setiap bangsa dapat mengembangkan dirinya sendiri secara ekonomis melalui pemanfaatan sepenuhnya sumber alam mereka. Inggris misalnya mengalami revolusi pertaian dengan menerapkan metode rotasi tanaman antara 1740-1760. Begitu juga Perancis, mampu merevolusikan pertanianya berdasarkan pola Inggris meskipun tanahnya kurang subur.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
baru, dan ilmu pengetahuan tinggi. Begitu pula Inggris, berkembang kendati tanpa minyak bumi dan logam nonbelerang.
Sarana pengangkutan dan perhubungan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Perkembangan sarana itu menurunkan biaya angkut, dan menaikkan perdagangan dalam dan luar negara. Hasilnya, perekonomian maju. Di negara yang memiliki jalan raya, jalan kereta api, terusan atau sungai-sungai, pertumbuhan ekonominya akan terdorong maju, seperti yang terjadi di Inggris, Perancis, Jerman, dan Belanda. Jadi dalam pertumbuhan ekonomi, kekayaan alam yang melimpah saja belum cukup. Yang terpenting adalah pemanfaatannya secara tepat dengan teknologi yang baik sehingga efesiensi dipertinggi dan sumber dapat dipergunakan dalam jangka waktu lebih lama.
b. Akumulasi Modal
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
c. Organisasi
Organisasi merupakan bagian penting dari proses pertumbuhan. Organisasi bersifat melengkapi (komplemen) modal, buruh dan membantu meningkatkan produktivitasnya. Dalam pertumbuhan ekonomi modern, para wiraswastawan tampil sebagai organisator dan pengambil risiko diantara ketidakpastian. Wiraswastawan bukanlah manusia dengan kemampuan biasa. Ia memiliki kemampuan khusus untuk bekerja dibandingkan orang lain. Menurut Schumpeter seorang wiraswastawan tidak perlu seorang kapitalis. Fungsi utamanya ialah melakukan pembaharuan (inovasi). Revolusi industri di Inggris merupakan jasa para wiraswastawan ini, begitu juga pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada abad ke-19 dan pertengahan abad ke-20 merupakan jasa penyempurnaan kualitas manajemen.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
taman, pendidikan, pengendalian banjir, perlindungan dan kebakaran, dan sebagainya. Sebagian dari pemerintahan tersebut mengambil alih pengelolaan kereta api, pos dan telekomunikasi, tenaga dan gas, dan sebagainya. Inggris menasionalisasi batubara, besi, dan angkutan darat, sedangkan Perancis menasionalisasi angkatan udara, batubara dan pabrik pembuatan kendaraan bermotor Renault dan bus.
Peranan bank sering kali dikecualikan dari oraganisasi. Bank sebenarnya merupakan lembaga teramat penting yang banyak memberikan sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi negara maju. Bank membantu industrialisasi negara Inggris, Eropa, dan AS dalam memberikan bantuan keuangan kepada para wiraswastawan. Di negara terbelakang, pengembangan pertanian dibantu dengan berbagai cara oleh bank dagang, bank yang sudah dinasionalisasi, bank industri dan trust investasi, termasuk pula yang disokong adalah industri pengangkutan. Jadi disamping perusahaan swasta, pengertian organisasi mencakup pemerintah, bank dan lembaga-lembaga internasional yang ikut terlibat di dalam memajukan ekonomi negara maju dan negara sedang berkembang.
d. Kemajuan Teknologi
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Kuznets mencatat lima pola penting pertumbuhan teknologi di dalam pertumbuhan ekonomi modern. Kelima pola tersebut ialah: penemuan ilmiah atau penyempurnaan pengetahuan teknik, invensi, inovasi, penyempurnaan, dan penyebarluasan penemuan yang biasanya diikuti dengan penyempurnaan. Seperti Schumpeter, ia menganggap inovasi (pembaharuan) sebagai faktor teknologi yang paling penting dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut Kuznets, inovasi terdiri dari dua macam: pertama, penurunan biaya yang tidak menghasilkan perubahan apapun pada kualitas produk; kedua, pembaharuan yang menciptakan produk baru dan menciptakan permintaan baru akan produk tersebut.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Negara sedang berkembang bisa memetik manfaat dari sumber-sumber ilmu pengetahuan di bidang teknologi dari negara maju. Beberapa negara seperti India, Argentina, Meksiko, dan Brasilia, memodifikasi dan menerapkan teknologi negara maju sesuai dengan daya serap dan kebutuhan sosial, ekonomi, dan teknik mereka masing-masing.
e. Pembagian Kerja dan Skala Produksi
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
2.4.2 Faktor Nonekonomi
Faktor nonekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor nonekonomi seperti organisasi sosial, budaya dan politik mempengaruhi faktor ekonomi. Oleh karena itu faktor nonekonomi juga memiliki arti penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut Nurkse, ”pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan latar belakang historis.” Di dalam pertumbuhan ekonomi, faktor sosial, budaya, politk dan psikologis sama pentingnya dengan faktor ekonomi. Sebagaimana dikemukakan Profesor Kaldor, pengkajian terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi, di luar analisa faktor ekonomi, membawa kita kepada pengkajian terhadap unsur-unsur tertentu yang bersifat psikologis dan sosiologis dalam faktor-faktor ini.
2.5 Dana Alokasi Umum ( DAU )
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
dalam negeri dalam APBN, maka semakin besar jumlah DAU untuk daerah dan sebaliknya. Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah. Sebab tidak semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan fiskal yang sama.
Ketidakseimbangan antara struktur dan kemampuan fiskal ini terjadi karena masing-masing daerah memiliki perbedaan luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, potensi sumber daya, kondisi dan kekayaan alam, dll. Oleh sebab itu DAU, sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah, berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan daerah. Kesenjangan fiskal antar daerah hingga saat ini masih relatif besar. Hal ini juga disebabkan oleh kebutuhan fiskal daerah relatof lebih besar dibandingkan dengan kemampuan atau kapasitas fiskal daerah, seperti kemampuan PAD. Dengan kata lain, besarnya DAU suatu daerah adalah total kebutuhan daerah dikurangi dengan total potensi ekonomi daerah yang bersangkutan.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Dengan kata lain, bobot daerah adalah proporsi kebutuhan DAU suatu daerah dengan total kebutuhan DAU seluruh daerahnya.
Ada daerah yang beranggapan bahwa DAU merupakan hibah yang diberikan pusat kepada daerah tanpa adanya pengembalian. Daerah lain mengartikan bahwa DAU tidak perlu dipertanggung jawabkan karena DAU merupakan konsekuensi dari penyerahan kewenangan atau tugas-tugas umum pemerintahan ke daerah. Sementara daerah lainnya beranggapan bahwa DAU harus dipertanggung jawabkan, baik pada masyarakat lokal maupun ke pusat, karena DAU berasal dari dana APBN. Terlepas dari adanya dugaan penyimpangan DAU, daerah daerah memiliki penafsiran sendiri-sendiri mengenai otonomi daerah, termasuk implementasinya. Maka yang muncul adalah semangat memungut yang berlebihan di daerah-daerah. Maka tidak heran pula jika dalam pengalokasina DAU timbul berbagai akses dan persoalan, khususnya menyangkut sistem pembagian. Sebagian daerah merasa kekurangan dana dan berusaha meminta tambahan alokasi.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
ada pejabat pemerintah daerah yang memanfaatkan peluang untuk memperkaya diri atau kelompoknya melalui dana DAU atau dana bagi hasil. Dugaan penyimpangan DAU oleh daerah merupakan suatu indikasi yang dapat berakibat fatal bagi masa depan otonomi daerah. Dampak negatif dapat dilihat dari kecendrungan menurunnya kualitas pelayanan publik atau terjadinya stagnasi pembangunan di daerah-daerah.
2.6 Dana Alokasi Khusus ( DAK )
Dana Alokasi Khususn (DAK) ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus. Karena itu, alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus. Kebutuhan khusus dalam DAK meliputi :
1. Kebutuhan prasarana dan saran fisik di daerah terpencil yang tidak mempunyai akses yang memadai ke daerah lain.
2. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik didaerah yang menampung transmigrasi 3. Kebutuhan prasana dan saran fisik yang terletak di daerah pesisir / kepulauan
tidak memadai.
4. Kebutuhan prasaran dan sarana fisik di daerah guna mengatasi dampak kerusakan lingkungan.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
umum dengan menggunakan rumus DAU dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Adapun persyaratan untuk memeproleh DAK, adalah sebagai berikut :
1. Daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari PAD, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.
2. Daerah menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari kegiatan yang diajukan
3. Kegiatan tersebut memenuhi kriteria teknis sektor / kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri / Instansi Terkait.
Adapun kegiatan DAK menurut PP 104 / 2000, meliputi :
DAK digunakan untuk membiayai investasi pengadaan dan atau peningkatan dan atau perbaikan prasarana dan saran fisik dengan umur ekonomis yang panjang
Dalam keadaan tertentu, DAK dapat membantu membiayai pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
mengalami perubahan paradigma. Paradigma baru pengelolaan keuangan daerah atau APBD paling tidak mendekati atau mengikutin paradigma yang berkembang dalam pengelolaan keuangan yang modern yang dapat diterapkan oleh pemda. Perubahan paradigma ini seiring dengan pencanangan konsep good governance dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan keuangan publik, adalah :
1. transparansi 2. efisien 3. efektif 4. akuntabilitas 5. partisipatif
Transparansi, mensyaratkan adanya keterbukaan pemerintah di dalam proses pembuatan kebijakan tentang keuangan daerah sehingga publik dan DPRD dapat mengetahui, mengkaji dan memberikan masukan serta mengawasi pelaksanaan kebijakan publik yang berkaitan dengan keuangan daerah atau APBD di dalam perumusan kebijakan pengelolaan keuangan daerah masa yang akan datang. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Artinya, informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara lansung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
menghasilkan output yang memadai. Penghematan anggaran sangat diperlukan dalam rangka mencapai efisiensi. Dengan anggaran yang ada pemda harus mencapai target minimal. Dengan kata lain, standar pelayanan minimal merupakan target yang harus dicapai sesuai proporsi biaya yang ditetapkan.
Efektif, dalam proses pelaksanaan kebijakan keuangan daerah (APBD), pengelolaan anggaran haruslah tepat sasaran. Selama ini pemda sering tidak memperdulikan apakah sasaran yang hendak dicapai dari anggaran belanja atau tidak, yang penting realisasi anggaran sesuai rencana dan habis terpakai. Pemikiran seperti ini bertentangan dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi hasil atau output.
Akuntabilitas, dalam pengelolaan keuangan daerah atau APBD dituntut adanya pertanggung jawaban kepada publik atau masyarakat umum. Pertanggung jawaban publik dapat dilakukan melalui pertanggung jawaban secara institusional kepada DPRD. DPRD-lah yang menilai apakah kinerja pemda dalam mengelola keuangan daerah atau APBD baik atau buruk dengan menggunakan kriteria atau tolak ukur sesuai apa yang direncanakan semula.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian adalah langkah-langkah sistematik atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah Kotamadya Medan, dimana mengamati dan meneliti tentang pengaruh otonomi daerah terhadap kesejateraan masyarakat kota Medan.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh langsung dari instansi-instansi resmi atau publikasi-publikasi resmi Sumber datanya diperoleh melalui instansi resmi seperti Badan Pusat Statistik (BPS) kota Medan, Pemerintah Kota Medan (Bappeda Kota Medan) dengan kurun waktu 17 tahun (1990 s/d 2006).
3.3Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
jurnal, majalah dan laporan yang berkaitan dengan topik yang diteliti. Sedangkan teknik pengunpulan data yang dipergunakan adalah dengan melakukan pencatatan data. Dimana data yang digunakan adalah data berkala (times series) dengan kurun waktu selama 17 tahun ( 1990-2006 ).
3.4Metode Analisis Data
Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode Pengujian Mann-Whitney. Dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kesejahteraan masyarakat baik sebelum maupun sesudah otonomi daerah dari tahun 1990-2006.
Metode pengujian Mann-Whitney merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk melihat perbedaan yang signifikan dari sampel yang penulis gunakan. Menurut J. Supranto dalam bukunya, adapun langkah-langkah yang dapat diambil dalam menggunakan hipotesis Mann-Whitney ini, adalah sebagai berikut :
1. Menyatakan Hipotesis dan
Sebagaimana halnya dengan jenis pengujian hipotesis lainnya, langkah pertama dalam melaksanakan pengujian Mann-Whitney ini ialah menyatakan hipotesis nol dan hipotesis alternatif serta menentukan taraf nyata yang diinginkan.
2. Menyusun Peringkat Data Tanpa Memperhatikan Kategori Sampel
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
3. Menjumlahkan Peringkat menurut Tiap Kategori Sampel dan Menghitung Statisti U
Setelah peringkat semua data ditetapkan, peringkat pendapatan untuk setiap konsentrasinya
harus dijumlahkan.
U = n1 n2 + n1 ( n1 + 1 ) - R1
2
( 3.1 )
atau
U = n1 n2 +n2 ( n2 + 1 ) – R2 2
( 3.2 )
4. Penarikan Kesimpulan Statistik mengenai Hipotesis Nol.
Setelah menghitung statistik U, langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis nol secara resmi. Pada hakikatnya, pengujian ini melibatkan pembandingan nilai hitung U dengan nilai U pada tabel yang akan cocok seandainya hipotesis nol benar.
Aturan pengambilan keputusan, ialah :
Tolak hipotesis nol ( H0), jika nilai hitung U sama atau lebih kecil dari nilai
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Daerah penolakan
Daerah penerimaan
0 t α
Gambar 3.4.1: Kurva uji u (one tail test)
Daerah penolakan
Daerah penerimaan −tα 0
Gambar 3.4.2: Kurva uji u (one tail test)
daerah penolakan
daerah penolakan
- daerah penerimaan −tα/2 0 tα/2
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
3.5 Definisi Operasional
1. Tingkat kesejahteraan masyarakat diukur dengan besarnya PDRB per kapita ( dalam rupiah per tahun ).
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian
4.1.1 Letak Geografis Kota Medan
Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara,
Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara
regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering
digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah
daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan
langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan
kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan
lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa
pasar barang/jasa yang relatif besar.
Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi
sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat
perdagangan dan keuangan regional/nasional. Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama
yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna
pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).
Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melaui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan.