• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia industri dan organisasi (Lingtangsari, Yusuf & Priyatama, 2012).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia industri dan organisasi (Lingtangsari, Yusuf & Priyatama, 2012)."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dalam dunia industri dan organisasi, menuntut setiap perusahaan memiliki pengelolaan yang baik untuk memantapkan persaingan dalam dunia industri dan organisasi (Lingtangsari, Yusuf & Priyatama, 2012). Salah satu hal yang paling penting dalam suatuorganisasi atau perusahaan yaitu keberadaan sumber daya manusia. Sumber daya manusia dipandang sebagai aset perusahaan yang penting, karena manusia merupakan sumber daya yang dinamis dan selalu dibutuhkan dalam tiap proses produksi barang dan jasa (Nasution,2009), karena itu perusahaan perlu membuat strategi dan kebijakan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Strategi ataupun kebijakan yang dibuat oleh perusahaan hendaknya sesuai dengan harapan karyawan karena jika kebijakan perusahaan tidak sesuai dengan harapan karyawan akan membawa dampak buruk pada sikap kerja karyawan (Nasution, 2009), bahkan tidak hanya itu kegagalan mengelola sumber daya manusia dapat mengakibatkan timbulnya gangguan dalam pencapaian tujuan dalam perusahaan, baik dalam kinerja, profit, maupun kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri (Rayadi, 2012). Maka, demi tercapainya keberhasilan perusahaan, sangat diperlukan usaha yang tepat, dalam rangka mempertahankan umber daya manusia yang ada di dalam perusahaan tersebut. Karyawan yang

(2)

karyawan akan secara sadar memberikan kinerja terbaik dari dirinya kepada perusahaan (Nusatria, 2011).

Karyawan yang merasa nyaman dan senang menimbulkan pandangan yang positif terhadap pekerjaan mereka sehingga muncul keterikatan (work engagement) terhadap pekerjaan mereka. Keterikatan individupada pekerjaaan merupakan kunci keberhasilan dan profitabilitas organisasi (Ott dalam Piartrini, 2011), tidak hanya itu denganmenumbuhkan keterikatan karyawan pada pekerjaan (work engagement) organisasi dapatmeningkatkan kualitas, produktivitas dan efisiensi operasional lebih tinggi (Piartrini, 2011). Riset menunjukan bahwa karyawan yang terikat (engaged employee) merupakan karyawan yang lebih produktif (Gallup dalam Nusatria, 2011).

Keterikatan (work engagement) pada perusahaan menjadi ciri utama keberhasilan perusahaan dalam menangani masalah sumber daya manusia (Lingtangsari, Yusuf & Priyatama, 2012). Menurut Schaufeli & Bakker (2003) work engagement adalah keadaan motivasional yang positif yang dikarakteristikkan oleh vigor (semangat), dedication (dedikasi), dan absorption (seberapa jauh karyawan menghayati pekerjaannya).

Karyawan yang memiliki keterikatan (work engagement) tinggi pada pekerjaaannya menunjukkan perilaku positif sebagai berikut yaitu; menyatakan hal yang positif tentang visi, misi dan kegiatan organisasi pada calon karyawan potensial dan calon pelanggan potensial; memutuskan untuk bergabung dengan organisasi tertentu dengan mengabaikan kesempatan berkarya dan mengekploitasi kemampuan yang ditawarkan oleh organisasi lain; secara berkelanjutan berjuang

(3)

dengan mengerahkan kemampuan dan potensi untuk mencapai sasaran kerja dan bersedia melakukan kerja lembur, dan prakarsa baru dalam mengatasi masalah yang dihadapi unit kerja/organisasi (Piartrini, 2011).

Engagement dibangun melalui proses, butuh waktu yang panjang sertakomitmen yang tinggi dari pemimpin (Mujiasih & Ratnaningsih, 2012). Di dalam membangun engagement, peran pemimpin adalah dapat meningkatkan motivasi, kepuasan kerja dan komitmen serta dapat mengurangi tingkat stress kerja karyawan. Tujuan dan efektifitas suatu organisasi akan tercapai apabila kepemimpinan yang ada berjalan dengan baik (Reksohadiprodjo & Handoko dalam Mujiasih, dkk., 2012).

Dalam struktur kepemimpinan di perusahaan terdapat beberapa level manajemen, supervisi adalah level pertama dari manajemen dalam perusahaan. Walaupun defenisi dari supervisi sederhana namun tugas dari seorang supervisor sangat kompleks (Rue & Byars, 2007). Supervisor merupakan first line manager yang bertanggung jawab langsung pada operasional di lapangan (Tobing& Napitupulu, 2011). Seorang supervisor harus belajar untuk membuat keputusan, komunikasi yang baik, merencanakan dan memotivasi karyawan (Rue & Byars, 2007).

Taylor (dalam Certo, 2007) menunjukkan bahwa supervisor dan manager dapat meningkatkan efisiensi dengan mengarahkan bagaimana karyawan melaksanakan pekerjaannya. Supervisor bertanggung jawab untuk melakukan pekerjaan yang ditugaskan oleh atasannya. Supervisor menghubungkan manajemen yang lebih tinggi kepada karyawan dan supervisor bertanggung jawab

(4)

untuk memperlakukan karyawan secara adil, membuat instruksi yang jelas, dan membawa kekhawatiran karyawan untuk manajemen yang lebih tinggi 2007).

Supervisor tidak hanya harus memiliki kompetensi teknis yang kuat di bidangnya, namun juga harus memiliki kompetensi manajerial dan leadership yang memadai, serta kemampuan komunikasi yang baik. Kompetensi tersebut mutlak dimiliki karena setiap supervisor harus mampu untuk memimpin dan membangun tim kerja yang kuat agar sasaran pekerjaan dapat tercapai dengan maksimal(Tobing & Napitupulu, 2011).Hasil survey yang terdapat dalam karyawan berhenti karena tidak menyukai supervisor mereka (The Business Research Lab, 2000). Hal ini menunjukkan peran seorang atasan atau supervisor dalam mengelola kinerja karyawan sangatlah krusial.

Dalam melakukan perannya sebagai seorang atasan, supervisor ikut dalam penentuan tujuan yang akan dicapai, membantu memecahkan masalah, menyediakan dukungan sosial dan material serta memberikan feedback atas kinerja bawahan (Gemilang, 2007). Hal ini menunjukkan adanya perilaku coaching yang ditunjukkan oleh supervisor. Coaching merupakan salah satu tugas seorang supervisor agar mampu mengelola kinerja karyawannya secara efektif (Nugroho, Hasanuddin & Brasit, 2011). Coaching adalah proses pengarahan yang dilakukan atasan/senior untuk melatih dan memberikan orientasi kepada bawahannya tentang realitas di tempat kerja yang optimal. Coaching lebih terkait

(5)

dengan peningkatan skill.Coaching menguntungkan dua pihak, yaitu : pemimpin dan pengikut (atasan dan bawahan), organisasi dan karyawan (Seger, 2007).

Seringkali terjadi pemaknaan yang tumpang tindih antara coaching dengan counseling dan mentoring. Pasmore (dalam Kosmaya, 2012) mengatakan coaching merupakan sebuah metode yang membantu karyawan untuk meningkatkan, mengembangkan, mempelajari keterampilan baru, dan mencapai tujuan; counseling merupakan sebuah proses yang menekankan pada pemberian solusi dan saran untuk meningkatkan atau mengembangkan diri; mentoring merupakan proses yang digunakan individu yang terlatih dalam menyediakan arahan dan saran bagi karyawan untuk mengembangkan karir. Atasan perlu mengetahui hal ini agar dapat melakukannya dengan tepat.

Menurut Fielden (2005) coaching berpusat membuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Fokus pada meningkatkan kinerja dan pengembangan keterampilan adalah kunci coaching yang efektif. Dalam melakukan coaching tidak selalu mengatakan kepada seseorang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Kadang hanya mengawasi apa yang sedang dilakukan dan menasihati bagaimana melakukannya dengan lebih baik.

Coaching tidak hanya membantu untuk meningkatkan kinerja karyawan dan penggunaan keterampilan dan kemampuan yang efektif, tetapi juga dapat membantu meningkatkan kepuasan kerja dan motivasi (Fielden, 2005).Oleh karena itu, berkenaan dengan hal-hal di atas, dapat dilihat bahwa seorang supervisor perlu menunjukkan perilaku coaching kepada bawahannya. Supervisory coaching behavior merupakan perilaku coaching yang ditampilkan

(6)

oleh supervisor kepada karyawan utuk menunjukkan bahwa mereka dihormati dan dihargai ( Goodstone dan Diamante,1998; Hargrove, 1995; Hudson, 1999 dalam Ellinger, Ellinger, & Keller, 2005). Supervisory coaching behavior adalah bagian dari hubungan antara karyawan dan supervisor dari hari ke hari. Goelman (2000, dalam Ellinger. dkk, 2005) mengatakan bahwa gaya coaching dalam kepemimpinan masih belum cukup berpengaruh di banyak organisasi.

Karyawan dalam penelitian ini dimaksudkan kepada salesperson yang melakukan kegiatan promosi yang langsung kepada sasaran yaitu penjualan secara tatap muka (personal selling).Salesperson merupakan kunci untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan. Salesperson merupakan aset, ujung tombak atau dapat dikatakan sebagai denyut nadi sebuah perusahaan. Tanpa mereka maka roda perusahaan tidakakan berputar (Trimahanani, 2013). Menurut Lucas, Parasuraman, Davis dan Enis (dalam Gunawan, Premanto & Sulistiawan, 2013) dikatakan bahwa salesperson berbeda dengan jabatan lain karena salesperson dituntut untuk melakukan banyak interaksi, rentan konflik baik dengan perusahaan atau dengan konsumen, serta penilaian kinerja yang lebih berdasarkan pada output pekerjaaan (pencapaian target). Karakteristik-karakteristik itulah yang membuat salesperson memiliki tingkat turnover yang cukup signifikan hingga mengakibatkan rendahnya engagement salesperson pada pekerjaannya.

Ketika seorang atasan meluangkan waktu untuk melakukan coaching kepada anggota timnya, maka itu merupakan investasi yang sangat berharga yang berdampak pada peforma kerja salesperson secara keseluruhan.Salesperson bukan lah robot atau benda mati, tetapi manusia yang memiliki perasaan, sehingga perlu

(7)

pendekatan yang bersifat ’memanusiakan’ mereka dibandingkan sekedar menganggapnya sebagai ’mesin’ pencetak keuntungan. Oleh karena itu atasan sangat perlu untuk menunjukkan perilaku coaching(Trimahanani, 2013).

Permasalahan yang seringkali terjadi pada saat salespersonmelakukan pekerjaannya adalah munculnya keraguan saat ingin bertemu pelanggan atau sedang kanvasing ke calon pelanggan sehingga membuat salesperson membatalkan kunjungannya, pembatalan terjadi lebih dikarenakan salesperson tiba-tiba menjadi down secara mental dan hilang semangat dikarenakan muncul pikiran-pikiran negatif seperti penolakan, membayangkan pelanggan akan terganggu, rasa tidak enak, merasa tidak cocok, kehilangan mood dan ketakutan-ketakutan lainnya, begitupun ketika ingin melakukan follow up ke pelanggan atau prospek baru (Purnomo, 2013).

Salesperson pada perusahaan memiliki peran yang sangat penting karena mereka dituntut untuk dapat memenuhi target penjualan sekaligus membangun relationship dan citra perusahaan melalui pelayanan yang mereka berikan pada konsumen. Peran membangun citra dan relationship seringkali bertentangan dengan tugasnya untuk mencapai target penjualan. Peran tersebut juga seringkali dirasa berat dan membingungkan sehingga berpotensi menimbulkan stress yang dapat memberi pengaruh negatif pada kinerjanya (Purwanto, 2002). Pengaruh negatif yang diberikan dapat mengakibatkan salesperson meninggalkan pekerjaan mereka. Kondisi ini menunjukkan peran supervisor dalam menunjukkan perilaku coaching kepada karyawannya sangatlah penting, sehingga karyawan dapat memiliki engagement terhadap pekerjaan mereka dan dapat mencapai target.

(8)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di perusahaan asuransi diketahui bahwa tantangan dan tuntutan ini seringkali membuat ‘agen’ tidak betah dan tidak engaged dengan pekerjaan mereka. Sehingga mengakibatkan tingginya tingkat turnover pada ‘agen’. Hal ini tentunya membawa dampak negatif terhadap perusahaan dimana perusahaan tidak dapat mencapai target yang telah ditentukan.

Pemimpin merupakan seseorang yang memiliki peran penting terkait dengan masa depan yang akanterjadi pada organisasi tersebut. Peran kepemimpinan merupakan salah satu faktor pembentuk keterikatan karyawan di dalam organisasi(Mujiasih & Ratnaningsih, 2012).Dalam penelitian yang dilakukan oleh Andaria & Juswo (2002) menemukan bahwa supervisor memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan penjualan yang dilakukan oleh salesperson.

Supervisory coachingbehavior merupakan hal yang penting bagi karyawan untuk dapat engaged dalam organisasi, dengan adanya coaching karyawan dapat mencapai prestasi kerja yang optimal, namun seperti yang dikemukakan oleh Goelman (2000, dalam Ellinger. dkk, 2005) mengatakan bahwa coaching dalam kepemimpinan masih belum cukup berpengaruh di banyak organisasi dan dalam kenyataannya seringkali supervisor tidak dapat memberikan ataupun menunjukkan perilaku coaching yang baik kepada karyawan mereka. Berdasarkan kondisi diatas, maka Peneliti tertarik ingin mengetahui apakah ada hubungan antara supervisory coaching behaviour dengan work engagement pada salesperson.

(9)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan positif antara supervisory coachingbehaviour dengan work engagement pada salesperson?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar hubungan supervisory coaching behaviour dengan work engagement pada salesperson.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengembangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi, khususnya dalam Psikologi Industri dan Organisasi dalam aplikasinya terutama mengenai hubungan antara supervisory coaching behaviour dengan work engagement pada salesperson. Sehingga dapat dijadikan sumber informasi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang sama atau berhubungan dengan hubungan antara supervisory coaching behaviour dengan work engagement pada salesperson.

(10)

2. Manfaat Praktis

a.Dapat memberikaninformasi tentang seberapa besar hubungan supervisory coaching behaviour dan work engagement pada salesperson

b. Dapat memberikan masukan kepada perusahaan mengenai hubungan supervisory coaching behaviour dan work engagement pada salesperson, sehingga perusahaan dapat meningkatkan work engagement pada salesperson.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab dan setiap bagiannya terdiri dari sub-sub bab yaitu :

BAB I : Pendahuluan

Berisikan uraian mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan, berisi uraian penjelasan mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun variabel yang digunakan meliputi work engagement dan supervisory coaching behaviour.

(11)

BAB III: Metode Penelitian

Bab ini berisi uraian mengenai metode penelitian, meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari work engagementdan supervisory coaching behaviour, populasi dan sampel, metode pengambilan data, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan dan metode analisa data.

BAB IV : Hasil dan Interpretasi

Bab ini berisi analisa data dan pembahasan mengenai laporan hasil penelitian yang meliputi uji asumsi, yaitu uji normalitas dan linearitas, hasil utama penelitian, dan pembahasan data-data penelitian ditinjau dari teori-teori yang relevan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya serta saran bagi organisasi/perusahaan.

Referensi

Dokumen terkait

Perlu dijelaskan terlebih dahulu pada awal pembahasan ini, bahwa pembahasan masalah Pendidikan Agama Islam disini adalah diarahkan pada masalah pandangan keluarga kelas

terbesar (≥ 90%) keluarga contoh memiliki kelentingan keluarga (sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi keluarga, dan proses komunikasi keluarga) termasuk pada

pencatatan, pengikhtisaran, sampai pelaporan posisi dan operasi keuangan pada menteri keuangan selaku bendahara umum Negara(BUN). SiAP memproses data transaksi KUN dan

Pada kondisi pengendalian kecepatan referensi yang variasi, kecepatan yang dihasilkan kendali JST lebih cepat menyesuaikan dan lebih stabil bila dibandingkan dengan dengan kendali

Dari hasil pengamatan di lapangan, pada ruas jalan vital yang dianggap strategis, kondisi tingkat isian (load factor) angkutan umum kebanyakan kurang dari 70 persen.. Kecuali

Mengenai sejarah notaris, notaris pada awalnya berada di Indonesia adalah karena adanya pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Suatu akta

dari hukum-hukum tersebut. Namun, hanya sebagian saja yang mengetahui tentang hukum bacaan tersebut terkait dengan huruf-huruf yang ada di dalamnya serta contoh dari