Marlon B. Sihombing : Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae (Hymenoptera:Eulophidae) Terhadap Kumbang Janur Kelapa Brontispa longissima (Colleoptera:Chrysomelidae) Di Laboratorium, 2009.
USU Repository © 2009
UJI PARASITASI Tetrastichus brontispae (Hymenoptera:Eulophidae) TERHADAP KUMBANG JANUR KELAPA
Brontispa longissima (Colleoptera:Chrysomelidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH:
MARLON B SIHOMBING 030302026
HPT
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UJI PARASITASI Tetrastichus brontispae (Hymenoptera: Chrysomelidae) TERHADAP KUMBANG JANUR KELAPA
Brontispa longissima (Colleoptera:Chrysomelidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH :
MARLON B SIHOMBING 030302026
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Dr.Dra. M.Cyccu Tobing, MS
Ketua Anggota
Ir. Suzanna F. Sitepu
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRACT
Marlon B. Sihombing. “Parasitation Test T. brontispae Ferr.
(Hymenoptera : Eulophidae) With The Coconut Leaf Bettle Brontispa longissima. Gestro in Laboratory.” This research is held in
ABSTRAK
Marlon B Sihombing, ” Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae Feer.
(Hymenoptera:Eulophidae) Terhadap Kumbang Janur Kelapa Brontispa longissima Gestro. (Colleoptera:Chrysomelidae) di Laboratorium”.
RIWAYAT HIDUP
Marlon Brando Sihombing, lahir tanggal 11 Mei 1984 di Nagaraja-
Simalungun, Putra dari Ayahanda N. Sihombing dan E. Br Siahaan. Penulis
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara.
Pendidikan dan pengalaman
1. Tahun 1996 lulus dari SD Negeri 091600, Dolok Merangir
2. Tahun 1999 lulus dari SLTP Negeri I, Dolok Batu Nanggar
3. Tahun 2002 lulus dari SMU Negeri I, Dolok Batu Nanggar
4. Tahun 2003 diterima di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur SPMB
5. Sebagai anggota IMAPTAN ( Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman)
Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan periode 2003 – 2008
6. Tahun 2003–2008 Sebagai anggota sekaligus pengurus Paduan Suara
Transeamus FP-USU Medan
7. Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) Di Balai Penelitian Tanaman
Karet Sungei Putih Galang, Deli Serdang.
8. Melaksanakan penelitian di Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan anugrah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
Skripsi yang berjudul “Uji Parasitasi Tetrastichus brontispa Feer.
(Hymenoptera : Eulophidae) terhadap Kumbang Janur Kelapa
Brontispa longissima Gestro. (Colleoptera : Chrysomelidae) di Laboratorium”
merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen
Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Komisi Pembimbing Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS sebagai Ketua
dan Ir. Suzanna F. Sitepu selaku Anggota dan ucapan terima kasih kepada
keluarga yang telah memberikan dukungan serta semua pihak yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun, untuk kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Pebruari 2009
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan penelitian ... 5
Hipotesis Penelitian ... 5
Kegunaan Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA ... 6
Biologi Brontispa longissima Gestro. . ... 6
Gejala Serangan Brontispa longissima Gestro. ... 8
Biologi Tetrastichus brontispae Feer. ... 9
BAHAN DAN METODA ... 11
Tempat dan Waktu Penelitian ... 11
Bahan dan Alat ... 11
Metode Penelitian ... 11
Pelaksanaan Penelitian ... 12
Penyediaan Serangga Uji ... 12
Penyediaan Parasitoid T. Brontispae Feer. ... 13
Pengaplikasian ... 13
Peubah Amatan ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
Persentase Mortalitas Larva dan Pupa ... 15
Persentase Mortalitas Larva B. longissima. ... 15
Persentase Mortalitas Pupa B. longissima ... 16
Jumlah Parasitoid dan Nisbah Kelamin
Pada Perlakuan Larva ... 18
Jumlah Parasitoid dan Nisbah Kelamin Pada Perlakuan Pupa ... 19
KESIMPULAN DAN SARAN ... 22
Kesimpulan ... 22
Saran ... 22
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Hal
1. Rataan pengaruh populasi parasitoid terhadap mortalitas
larva (%) pada masing-masing perlakuan dan ulangan ... 15
2. Rataan pengaruh populasi parasitoid terhadap mortalitas
pupa (%) pada masing-masing perlakuan dan ulangan ... 17
3. Nisbah kelamin T. brontispae yang muncul pada
perlakuan larva dari masing-masing perlakuan ... 19
4. Nisbah kelamin T. brontispae yang muncul pada
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Hal
1. Telur B. longissima ... 6
2. Larva dan Pupa B. longissima ... 7
3. Imago B. longissima ... 8
4. Gejala Serangan Hama Bronispa longissima ... 8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Hal
1. Analisis Sidik Ragam Persentase Mortalitas Larva (%) . ... 26
2. Analisi Sidik Ragam Persentase Mortalitas Pupa (%) . ... 27
3. Uji Jarak Duncan Mortalitas Larva dan Pupa (%) . ... 28
4. Persentase Mortalitas Larva Pada Masing-masing Tabung
Perlakuan dan Ulangan. ... 39 5. Persentase Mortalitas Pupa Pada Masing-masing Tabung
Perlakuan dan Ulangan. ... 30 6. Nisbah Kelamin Pada Perlakuan Larva Pada Masing-masing
Tabung Perlakuan.dan Ulangan ... 31 7. Nisbah Kelamin Pada Perlakuan Pupa Pada Masing-masing
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa Cocos nucifera L. adalah tanaman tropis yang penting bagi negara
Asia dan Pasifik, karena selain sebagai mata pencaharian jutaan petani yang
mampu memberikan penghidupan bagi puluhan juta anggota keluarga petani
kelapa juga memberikan devisa bagi negara (Suhardiono, 1995).
Tahun 2003 areal tanaman kelapa di Indonesia merupakan yang terluas di
dunia yaitu 3,8 juta ha atau 31,2% dari total luas areal kelapa dunia dan sekitar
97% areal kelapa tersebut diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat.
Produktivitas kelapa selama ini mengalami stagnasi yaitu hanya 1,1 juta ton
kopra/ha/tahun, sedangkan produktivitas kelapa unggul saat ini bisa mencapai 4,0
ton kopra/ha/tahun (Suryana, 2005).
Tanaman kelapa disebut juga pohon kehidupan, karena dari setiap bagian
tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Buah
kelapa dapat diambil air, daging buah, tempurung dan sabutnya. Salah satu produk
yang dihasilkan dari kelapa adalah sari kelapa. Turunan dari daging kelapa adalah
daging kelapa parut, kulit ari dan kopra. Daging kelapa coconut cream, santan,
kelapa parutan kering, coconut skim milk, sampai kosmetik sebagai turunan
terakhir. Kopra merupakan bahan industri minyak kelapa dan bungkil kopra.
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu penghasil utama komoditas kelapa
dengan areal perkebunan di Sumatera Utara seluas ± 142.601 ha dengan total
Pada saat ini usahatani kelapa kurang menarik karena harga komoditi
kelapa di pasaran cukup rendah dengan jenis produksi utama masih berupa kelapa
segar atau kopra, disamping itu sebagian besar tanaman berupa tanaman tua atau
rusak serta kondisi tanaman yang kurang terawat sehingga produktivitasnya di
bawah potensi normal (Deptan, 2006a).
Terjadinya penurunan produktivitas kelapa tersebut disebabkan oleh
adanya serangan hama dan penyakit tanaman kelapa. Diantara hama dan penyakit
yang menyerang tanaman kelapa, terdapat beberapa diantaranya yang telah
menyebar luas di beberapa provinsi di Indonesia, menimbulkan kerusakan dan
kerugian yang besar sehingga perlu mendapat perhatian yang serius. Hama dan
penyakit kelapa ada yang bersifat spesifik lokasi, artinya berbahaya pada suatu
daerah tetapi di daerah lain tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Hal ini
dapat terjadi karena beragamnya keadaan iklim di Indonesia yang dapat
mempengaruhi perkembangan hama dan musuh alaminya
(Novarianto dkk., 2005).
Tanaman kelapa sama halnya dengan tanaman lainnya mendapat serangan
dari berbagai jenis hama maupun penyakit. Sudah tentu akibat dari serangan
tesebut dapat menimbulkan kerusakan hasil dan akhirnya akan mengalami
kerugian. Besar kecilnya kerusakan yang terjadi pada tanaman akibat kehadiran
hama penyakit, terutama ditentukan oleh bagian tanaman yang dirusak dan
populasi ataupun tingkat serangannya pada pertanaman kelapa
(Lubis dkk., 1992).
Berbagai jenis hama menyerang tanaman kelapa antara lain O. rhinoceros,
B. longissima merupakan salah satu contoh hama yang dahulunya hanya tersebar
di beberapa daerah tertentu, namun tahun-tahun terakhir ini telah menyebar luas di
beberapa daerah yang sebelumnya tidak mengalami masalah dengan hama ini
(Singh dan Rethinan, 2005).
Kumbang perusak janur kelapa Brontispa longissima Gestro.
(Coleoptera : Chrysomelidae) merupakan salah satu hama utama perusak janur
yang dilaporkan pertama kali di Kepulauan Aru pada tahun 1885. Hama ini
berasal dari Indonesia (Kepulauan Aru dan kemungkinan Papua dan Papua
Nugini) dan sampai saat ini hama ini masih sulit dikendalikan di Indonesia
(Deptan, 2008).
Kerusakan yang disebabkan oleh hama B. longissima mampu
menurunkan produksi mencapai 30%−40% per pohon dan menyebabkan kerugian
US $ 40 Juta setiap tahunnya (Nakamura dkk., 2006).
Penggunaan pestisida kimia dalam usaha pengendalian hama kelapa
menimbulkan perhatian yang serius terhadap kesehatan petani, masyarakat sekitar
maupun konsumen. Kelapa pada umumnya dijual oleh petani dengan harga yang
murah sedangkan harga pestisida semakin lama semakin meningkat. Penggunaan
pestisida juga beresiko tinggi karena pada saat aplikasi, aplikator harus naik
kepucuk tanaman kelapa dan biasanya mereka tanpa alat pelindung, selain itu
perkebunan kelapa sering terletak di dekat areal perumahan sehingga dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan lingkungan rumah tangga dan
mengganggu ekosistem alam (Chapman, 2004)
Pengendalian secara hayati dengan menggunakan musuh alami seperti
Ada tiga musuh alami yang potensial untuk mengendalikan B. longissima yakni:
parasitoid Tetrastichus brontispa Feer., Asecodes hispanarum Boucek., jamur
entomopathogen M. anisopliae dan B. bassiana (Chien, 1985).
Pengendalian dengan menggunakan musuh alami seperti parasitoid
T. brontispae telah dilakukan sejak tahun 1932. Pada tahun 1932 – 1933
pengendalian dilakukan di Sulawesi dengan mendatangkan T. brontispae dari
Jawa Barat, pengendalian ini menunjukkan hasil yang maksimal. Pada tahun
1932 – 1937 di Jawa Tengah pengendalian B. longissima juga menggunakan
parasitoid T. brontispae yang didatangkan dari Jawa Barat, namun pengendalian
ini tidak berhasil. Pada tahun 1954 di Jawa Timur kembali dilakukan
pengendalian hama B. longissima dengan menggunakan T. brontispae namun
pengendalian ini tidak berhasil juga karena hama B. longissima resisten terhadap
parasitoid T. brontispae (Sosromarsono, 1989).
Pada saat ini populasi hama B. longissima di Sumatera Utara telah
menunjukkan peningkatan. Penulis menemukan kumbang janur kelapa
B. longissima yang terparasit oleh T. brontispae di pertanaman kelapa seperti di
daerah Langkat, Nias, Tapsel, Patumbak, Percut Seituan dan daerah lainnya,
namun demikian belum diketahui sejauh mana keefektipan musuh alami
T. brontispae untuk mengendalikan hama tersebut. Oleh sebab itu penulis tertarik
untuk meneliti daya parasitasi T. brontispae terhadap hama B. longissima di
laboratorium.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya parasitasi
Brontispa longissima Gestro. di laboratorium dan mengetahui nisbah kelamin
T. brontispae yang muncul dari inang.
Hipotesis Penelitian
- Diduga populasi Tetrastichus brontispae yang berbeda
mempengaruhi daya parasitasinya terhadap Brontispa longissima.
- Diduga populasi Tetrastichus brontispae yang berbeda
mempengaruhi jumlah dan nisbah kelamin yang muncul dari
masing-masing inang.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan tugas akhir di
Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Brontispa longissima Gestro.
Kumbang pemakan daun kelapa Brontispa longissima Gestro.
(Colleoptera : Chrysomelidae) menyerang semua tingkat umur tanaman kelapa.
Biologi hama ini adalah sebagai berikut :
a. Telur
Telur B. longissima berwarna coklat, berbentuk pipih dan diletakkan
dalam rantaian pendek 2−4 butir, kadang -kadang satu persatu pada daun muda
yang belum terbuka dengan bentuk telur pipih jorong, panjang 1,4 mm dan lebar
0,5 mm. Seekor kumbang betina dapat bertelur sebanyak ± 120 butir. Stadia telur
lamanya berkisar 4−5 hari (Hosang dan Tumewan, 2005).
Gambar 1. Telur B. longissima Sumber: Asian IPM (2007)
b. Larva
Larva yang baru menetas panjangnya 2 mm dan terdapat duri pada kedua
sisinya. Ukuran panjang tubuh larva dewasa antara 9−10 mm berwarna
kekuning-kuningan dan takut cahaya sehingga selama perkembangannya tinggal
huruf U. Masa perkembangan larva lebih kurang 36 hari dan terdiri dari 4 instar
(Siahaan, 2007).
c. Pupa
Pupa yang baru terbentuk berwarna putih kekuning-kuningan, berbentuk
pipih, panjangnya 9−10 mm dan lebar 2 mm, ekornya juga berkait model huruf U
seperti larvanya. Masa pupa berkisar 4−7 hari (Hosang dkk., 2007).
a
b
Gambar 2. Larva dan Pupa B. longissima a. Pupa; b. Larva. Sumber: Asian IPM (2007)
d.Imago
Imago dan larva sangat takut akan cahaya, karena itu hama ini aktif pada
malam hari. B. longissima terdapat sepanjang tahun dengan perkembangbiakan
yang paling baik yaitu pada musim kemarau (Muniappan, 2002).
Imago panjangnya 7,5−10 mm dan lebar 1,5 – 2 mm, bentuknya pipih
panjang, lamanya stadia imago berkisar antara 75−90 hari. Stadia larva dan imago
merupakan stadia aktif karena di dalam lipatan anak daun yang belum membuka
selalu melakukan kegiatan mengetam atau mengerigiti dan memakan kulit anak
daun tersebut secara memanjang (Lin, 1995).
Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi tingkat perkembangan
populasi hama B. longissima. Suhu optimal perkembangan dan tingkat reproduksi
Imago jantan biasanya lebih kecil dari betina. Imago berwarna kehitaman
pada bagian tubuhnya dan berwarna oranye pada bagian kepala (APFISN, 2008).
Gambar 3. Imago B. longissima Sumber: Asian IPM (2007)
Gejala Serangan
Gejala serangan ringan antara lain tampak daun-daun pucuk terlipat,
berwarna merah cokelat, keriting dan kering. Pada kulit anak daun terdapat bekas
gerekan memanjang. Pada serangan berat, buah akan gugur dan lama-kelamaan
tanaman akan mati (Sukamto, 2001).
Gambar 4. Gejala Serangan Hama B. longissima Sumber: Asian IPM (2007)
Larva dan imago mengetam anak daun pupus secara memanjang
membentuk garis-garis. Akibat serangan ini anak daun pupus tetap melipat satu
bekas serangan akan menyebabkan anak daun itu menjadi kisut, berwarna
merah-coklat yang akhirya menjadi kering, setelah daun mengering larva dan imago akan
berpindah menyerang daun yang lebih mudah (Lubis, 1992).
Tanaman yang diserang B. longissima menjadi lebih peka terhadap
kekeringan dan penyakit. Apabila serangan berlangsung lama maka hama ini
dapat menghambat pertumbuhan tanaman kelapa, menurunkan produksi bahkan
menimbulkan kematian tanaman. Serangan ringan menyebabkan kerusakan daun
yang tidak terlalu parah dan penurunan produksi tidak begitu nyata
(Deptan, 2006b).
Biologi Tetrastichus brontispae
Parasitoid Tetrastichus brontispae Feer. merupakan musuh alami
kumbang janur B. longissima yang telah diketahui di Indonesia dapat memarasit
larva dan pupa. Daya parasitasinya di lapangan terhadap larva tua sebesar 10%
dan pupa 60-90% (Rethinan dkk., 2007).
Penelitian mengenai biologi T. brontispae sudah dimulai sejak terjadinya
ledakan hama B. longissima di Sulawesi Selatan tahun 1953. Parasitoid ini
berwarna hitam, bertubuh kecil, panjang 1,5−2mm. Stadia telur lamanya
+ 2 hari, masa stadia larva 5−8 hari, pupa 7−11 hari. Parasitoid jantan ujung
abdomennya tumpul sedang yang betina abdomennya runcing. Umur imago betina
10−11 hari jantan 3−4 hari. Imago betina meletakkan telur pada larva instar IV
dan pupa yang baru berumur 1−2 hari. Setelah 4−6 hari pupa yang terinfeksi akan
menjadi tegang dan tidak bergerak, kemudian pupa akan mengalami kematian.
Dalam satu individu pupa dapat keluar sekitar 18−20 ekor parasitoid
Sebagai musuh alami, parasitoid T. brontispae juga memainkan peranan
penting dalam pengendalian alami hama B. longissima yang telah diperkenalkan
lebih dari 30 negara di dunia. Suhu oftimal untuk perkembangan T. brontispae
25−300C dengan kelembapan 70−75%. (Zhou dkk, 2006).
Gambar 5 Imago T.brontispae. Sumber: Asian IPM (2007)
Berdasarkan posisi dalam rantai makanan T. brontispae merupakan
parasitoid primer yaitu parasitoid yang memarasit inang yang bukan parasit
atau serangga herbivor, juga merupakan parasitoid gregarius yakni lebih dari
satu individu parasitoid dari spesies yang sama dapat berkembang dalam satu
individu inang. Berdasarkan kisaran inang dan hubungan inang dengan parasitoid
T. brontispae merupakan parasitoid monopag yang secara umum terbatas pada
satu spesies inang dan parasitoid ini juga merupakan endoparasitoid yang berarti
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengembangan Proteksi Tanaman
Perkebunan ( BP2TP ) Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl, dimulai dari
bulan Juli sampai dengan Oktober 2008.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva dan pupa hama
Brontispa longissima, parasitoid Tetrastichus brontispae, janur kelapa sebagai
bahan makanan B. longissima dan madu sebagai makanan parasitoid
T. brontispae.
Alat yang digunakan terdiri dari kotak plastik, tabung kaca dengan
panjang 14,5 cm dan diameter 8 cm, kain puring, karet gelang, kuas halus,
gunting, mikroskop, kertas label, hand counter, guntingan kertas putih dengan
panjang + 16 cm sebagai tempat olesan madu dan alat tulis untuk mencatat data.
Metode Penelitian
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancang Acak Lengkap
(RAL) Non faktorial, yang terdiri dari 6 perlakuan untuk stadia larva dan pupa,
masing-masing diulangi empat kali.
Perlakuan pada larva
1. PL0 : Kontrol
3. PL2 : 5 ekor larva B. longissima dengan 2 ekor parasitoid T. brontispae
4. PL3 : 5 ekor larva B. longissima dengan 3 ekor parasitoid T. brontispae
5. PL4 : 5 ekor larva B. longissima dengan 4 ekor parasitoid T. brontispae
6. PL5 : 5 ekor larva B. longissima dengan 5 ekor parasitoid T. brontispae
Pelakuan pada pupa
1. PP0 : kontrol
2. PP1 : 5 ekor pupa B. longissima dengan 1 ekor parasitoid T. brontispae
3. PP2 : 5 ekor pupa B. longissima dengan 2 ekor parasitoid T. brontispae
4. PP3 : 5 ekor pupa B. longissima dengan 3 ekor parasitoid T. brontispae
5. PP4 : 5 ekor pupa B. longissima dengan 4 ekor parasitoid T. brontispae
6. PP5 : 5 ekor pupa B. longissima dengan 5 ekor parasitoid T. brontispae
Jumlah Perlakuan (t) = 12
Pelaksanaan Penelitian
Penyediaan Serangga Uji
Inang diambil dari lapangan dengan cara membungkus janur kelapa yang
terserang dengan koran, kemudian dipelihara dalam kotak plastik dengan ukuran
30 x 10 x 6 cm yang berisi janur kelapa dengan panjang + 5-7cm sebagai
makanannya, kemudian kotak tersebut ditutup dengan tutup yang berlubang.
Jumlah imago yang dimasukkan 50−55 ekor sampai diperoleh instar larva dan
pupa yang seragam. Pergantian janur sebagai bahan makanan dilakukan 2-3 hari
sekali dengan cara memindahkan larva atau pupa ke dalam lipatan janur yang
Penyediaan Parasitoid Tetrastichus brontispae
Parasitoid T. brontispae diperoleh dari lapangan dengan cara mengamati
larva atau pupa hama B. longissima yang diduga terserang parasitoid ini dengan
melihat gejala yang ada, larva atau pupa yang terserang T. Brontispae, tubuhnya
mengeras dan terlihat mengering, kemudian dibawa ke laboratorium untuk
dibiakkan. Pembiakan dilakukan dengan memasukkan larva atau pupa yang
diduga terparasit pada tabung kaca yang telah disediakan, hingga telur-telur
T. brontispae menetas, keluar dari inangnya, melakukan kopulasi dan siap untuk
diinfestasikan.
Pengaplikasian
Aplikasi dilakukan dengan memasukkan 5 ekor larva dan pupa ke dalam
tabung kaca dimana masing-masing tabung telah terisi 1, 2, 3, 4 dan 5 ekor
parasitoid betina dewasa yang telah melakukan kopulasi, kemudian masing
masing tabung kaca ditutup dengan menggunakan kain puring berwarna hitam
yang terlebih dahulu digantungkan secarik kertas yang diolesi madu sebagai
makanan parasitoid T. brontispae. Setelah terlihat gejala terparasit,
larva dan pupa dikeluarkan dari dalam tabung. Larva dan pupa yang terparasit
dipisahkan, satu inang satu tabung. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam
penghitungan populasi atau nisbah kelamin yang muncul pada masing-masing
inang pada setiap perlakuan.
Peubah Amatan
1. Persentase Mortalitas Larva dan Pupa
Pengamatan persentase mortalitas larva dan pupa B. longissima dilakukan
mortalitas larva dan pupa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
% 100
x b a
a P
+ =
Keterangan :
P = Persentase mortalitas larva atau pupa B. longissima
a = Jumlah larva atau pupa B. longissima yang terparasid
b = Jumlah larva atau pupa B. longissima yang hidup
(Knutson, 2007)
2. Jumlah Parasitoid dan Nisbah Kelamin
Parasitoid dewasa yang muncul dari masing-masing perlakuan dihitung
dengan menggunakan lup, kuas, dan hand counter.
Nisbah kelamin diperoleh dengan menghitung parasitoid jantan dan betina
yang muncul dari masing-masing perlakuan. Penghitungan dilakukan di bawah
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Persentase Mortalitas Larva dan Pupa a. Persentase Mortalitas Larva
Hasil pengamatan terhadap persentase mortalitas larva B. longissima
oleh parasitoid T. brontispae menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 1).
Tabel 1. Rataan pengaruh populasi parasitoid terhadap mortalitas larva (%) pada perlakuan dan ulangan.
Mortalitas larva (%)
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III IV
PL0 (Tanpa parasitoid) 0 0 0 0 0 0D
PL1 (5 ekor larva dengan 1 ekor parasitoid) 0 0 0 0 0 0D
PL2 ( 5 ekor larva dengan 2 ekor parasitoid) 0 0 0 0 0 0D
PL3 (5 ekor larva dengan 3 ekor parasitoid) 0 0 20 20 40 10C
PL4 (5 ekor larva dengan 4 ekor parasitoid) 20 20 20 20 80 20B
PL5 (5 ekor larva dengan 5 ekor parasitoid) 20 40 40 20 120 30A
Mortalitas larva 12%
Persentase mortalitas larva terendah terdapat pada perlakuan PL1 dan
PL3 yaitu 0 % sedangkan persentase tertinggi pada perlakuan PL5 yaitu 30%. Hal
ini menunjukkan bahwa satu dan dua ekor parasitoid T. brontispae belum mampu
memarasit larva di dalam tabung dengan kata lain semakin tinggi populasi
parasitoid semakin tinggi parasitisme yang terjadi Omkar and bind (2004).
Sebelum proses peneluran berlangsung imago T. brontispae lebih dahulu
melakukan pendekatan terhadap inang. Pertanda yang digunakan meliputi
senyawa kimia pada permukaan tubuh inang, dan pertanda fisik seperti ukuran,
bentuk, umur, atau tekstur inang (Sofa, 2008).
Seekor parasitoid betina meletakkan telur ke dalam tubuh inang (larva)
aktif bergerak sehingga mengganggu parasitoid meletakkan telurnya, dan bila
tetap ingin meletakkan telurnya T. brontispae harus berulang-ulang menusukkan
ovipositornya pada tubuh larva, hal ini jugalah yang menyebabkan daya
parasitasi T. brontispae terhadap larva sangat rendah hanya sekitar 12 %, hal ini
sesuai dengan pernyataan Rethinan dkk (2007) bahwa daya parasitasi
T. brontispae terhadap larva hanya 10 %.
b. Persentase Mortalitas Pupa
Hasil pengamatan persentase mortalitas pupa B. longissima oleh
populasi parasitoid T. brontispae menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 2).
Tabel 2. Rataan pengaruh populasi parasitoid terhadap mortalitas pupa (%) pada masing-masing perlakuan dan ulangan.
Mortalitas Pupa (%)
Perlakuan Ulangan
Total Rataan I II III IV
PP0 ( Tanpa parasitoid) 0 0 0 0 0 0D
PP1 (5 ekor pupa dengan 1 ekor parasitoid) 40 40 20 20 120 30C
PP2 ( 5 ekor pupa dengan 2 ekor parasitoid) 60 20 40 40 160 40BC
PP3 (5 ekor pupa dengan 3 ekor parasitoid) 60 60 40 80 240 60B
PP4 (5 ekor pupa dengan 4 ekor parasitoid) 80 60 40 60 240 60B
PP5 (5 ekor pupa dengan 5 ekor parasitoid) 100 80 80 60 320 80A
Mortalitas pupa 52%
Persentase mortalitas pupa terendah pada perlakuan PP0 dan tertinggi
pada PP5 dengan persentase mortalitas masing-masing 0 % dan 80 %.
Tingginya persentase mortalitas pada PP5 dibanding perlakuan lainnya
sama halnya dengan perlakuan larva, dimana semakin tinggi populasi parasitoid
semakin tinggi pula daya parasitasinya terhadap inang .
Daya parasitasi T. brontispae terhadap pupa lebih tinggi dibanding larva.
T. brontispae lebih mudah untuk meletakkan telurnya pada pupa. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Rethinan dkk. (2007) bahwa daya parasitasi T. brontispae
terhadap pupa 60−90% sedangkan pada larva hanya 10 %.
Parasitoid T. brontispae merupakan parasitoid gregarious, hal ini terlihat
pada pengamatan mortalitas pupa (Lampiran 5). Pada perlakuan PP1 (1 ekor
parasitoid dengan 5 ekor pupa) pada ulangan I dan II bahwa seekor parasitoid
mampu memarasit dua ekor pupa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Trimuti dkk.
(2006) bahwa T. brontispae merupakan parasitoid gregarious yakni mampu
memarasit lebih dari satu inang dari spesies yang sama.
Proses peletakan telur pada perlakuan pupa lebih cepat dibanding larva.
Parasitoid T. brontispae membutuhkan waktu antara 10–15 menit pada pupa,
15 – 25 menit pada larva. Lamanya proses peletakan telur T. brontispae pada
larva dibanding pada pupa disebabkan adanya proses inang mempertahankan diri,
dimana larva menangkal parasitoid secara eksternal sebelum terjadi oviposisi,
atau secara internal setelah oviposisi terjadi. Reaksi pertahanan eksternal dapat
dilakukan dengan menggerak-gerakkan tubuh, atau inang pindah ke bagian lain
yang lebih aman (Sofa, 2008).
Daya parasitasi T. brontispae terhadap larva maupun pupa berbeda di
lapangan dan di laboratorium. Perbedaan ini disebabkan beberapa faktor
diantaranya paktor makanan dan lingkungan. Bahan makanan yang digunakan di
laboratorium madu (madu rasa) sedangkan bahan makanan T. brontispae di
2. Jumlah Parasitoid dan Nisbah kelamin
a. Nisbah Kelamin Parasitoid T. brontispae Pada Perlakuan Larva
Hasil penelitian terhadap nisbah kelamin parasitoid T. brontispae yang
meletakkan telur pada stadia larva B. longissima menunjukkan bahwa jumlah
jantan lebih rendah dibanding betina (Tabel 3).
Tabel 3. Nisbah kelamin T. brontispae (ekor) yang muncul pada perlakuan larva dari masing-masing perlakuan.
Ulangan Total
Perlakuan I II III IV
PL0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PL1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PL2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PL3 0 0 0 0 7 9 7 5 14 14
PL4 0 0 5 8 5 9 7 9 17 26
PL5 5 10 3 7 10 17 5 11 23 45
Total 54 85
% kelamin 38,6% 61,4%
Nisbah kelamin 1 : 1,6
Parasitoid jantan 54 ekor (38.6%) sedangkan betina 85 ekor (61.4%)
dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 1,6. Satu inang (larva) B. longissima
mampu menghasilkan 10−17 ekor parasitoid T. brontispae dengan nisbah yang
dihasilkan jantan 3−7 ekor dan betina 5 −11 ekor.
Selama penelitian diketahui bahwa parasitoid T. brontispae setelah keluar
dari inang langsung melakukan kopulasi. Ada sifat khas dari parasitoid
T. brontispae jantan yaitu mengalami kematian beberapa hari setelah melakukan
kopulasi. Dengan kata lain T. brontispae jantan hidup untuk kopulasi. Hal ini
dibandingkan jantan. Umur imago betina 10 −11 hari sedangkan jantan hanya
3−4 hari.
b. Nisbah Kelamin Parasitoid T. brontispae Pada Perlakuan Pupa.
Hasil penelitian terhadap nisbah kelamin parasitoid T. brontispae yang
meletakkan telur pada stadia pupa, jantan lebih rendah dibanding betina
[image:30.595.118.521.293.497.2](Tabel. 4).
Tabel 4. Nisbah kelamin T. brontispae yang muncul pada perlakuan pupa dari masing-masing perlakuan.
Ulangan Total
Perlakuan I II III IV
PP0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PP1 4 11 5 8 7 10 6 9 22 49
PP2 12 23 9 7 5 8 13 20 39 58
PP3 18 23 12 15 15 20 15 25 60 83
PP4 18 23 17 22 7 9 17 24 59 78
PP5 23 36 15 23 20 29 9 14 67 102
Total 247 370
% kelamin 40.1% 59.9%
Nisbah kelamin 1 : 1,5
Nisbah jantan dan betina T. brontispae diketahui 247 ekor (40,1%) dan
370 ekor (59,9%) dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 1,6.
Disamping faktor lingkungan, makanan, frekwensi kopulasi juga dapat
mempengaruhi nisbah kelamin yang muncul meskipun dalam penelitian tidak
dilakukan pengamatan berapakali terjadi kopulasi selama hidup imago
T. brontispae. Satu inang (pupa) B. longissima yang terparasit mampu
menghasilkan 4−18 ekor parasitoid T. brontispae dengan nisbah yang dihasilkan
Hasil pengamatan di laboratorium diketahui ada beberapa larva maupun
pupa yang terparasit T. brontispae dan menunjukkan gejala namun parasitoid ini
tidak kunjung keluar dari dalam inang walaupun sudah saatnya imago
T. brontispae keluar dari dalam inang. Hal ini berdasarkan pernyataan Deptan
(1994) bahwa daur hidup T. brontispae dalam inang antara 11−14 hari.
Setelah dilakukan pengamatan terhadap inang dengan cara membedah bagian
tubuh ternyata imago parasitoid T. brontispae mati dalam tubuh inang. Hal ini
disebabkan jumlah telur terlalu banyak di dalam inang sehingga pada saat telur
T. brontispae menjadi larva atau imago inang tidak mampu menyediakan nutrisi
makanan yang cukup sehingga perkembangan di dalam inang tidak sempurna dan
lama-kelamaan larva atau imago T. brontispae akan mengalami kematian. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Bakker et all. (1985) bahwa semakin tinggi populasi
parasitoid, semakin tinggi pula tingkat kematian keturunan parasitoid dalam
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Populasi mempengaruhi daya parasitasi T. brontispae terhadap inang baik
larva maupun pupa. Daya parasitasi T. brontispae di laboratorium
terhadap larva 12 % dan pupa 54 %.
2. Jumlah parasitoid yang muncul dari inang larva, jantan 54 ekor (38,9 %),
betina 95 ekor (61,4 %). Pada perlakuan pupa, jantan 297 ekor (40,1 %)
dan betina 370 ekor (59,9 %). Perbandingan nisbah jantan dan betina
pada perlakuan larva dan pupa 1:1,6 dan 1:1,5.
3. Seekor larva yang terparasit dapat dihasilkan 10−17 ekor parasitoid, jantan
3−7, betina 5−11 ekor. Pada pupa dapat dihasilkan 4−18 ekor parasitoid,
jantan 1−8, betina 3−11ekor.
4. Proses peletakan telur T. brontispae ke dalam tubuh larva dan pupa
B. longissima berkisar antara 15−25 menit dan 10−15 menit.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan uji parasitasi parasitoid
DAFTAR PUSTAKA
APFISN. 2008. Coconut Leaf Beetle diakses dari
ASEAN IPM. 2007. The Coconut Leaf beetle Brontispa longissima Gestro.
www. diakses dari
Azmil. 2006. Peluang Investasi Tanaman Kelapa di Provinsi Sumatera Utara. diakses dari http:// www. bainfokomsumut.go.id (tgl 2 Januari 2009) Bakker, K., J.J.M. van Alphen, F.H.D. van Batenburg, N. van der Hoeven, H.W.
Nell, W.T.F.H. van Strien, & T.C. Turlings. 1985. The function of
discrimination and superparasitization in parasitoids. Oecologia. hal 572 – 576. dlm: AGRITROP (Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian) Vol. 26, No. 1, Maret 2007
Chapman, K. 2004. Impact and Control of The Coconut Hispine Beetle. FAO Regional Office for Asia and The Pasific, Maliwan Mansion, 39 Phra
Atit Road, Bangkok Thailand. diakses dari html (tgl 21 Januari 2008)
Chien-Yihlin. 1985. Improving Plant Protection for The Development of Organik Argriculture in Taiwan. Agricultute Research Institute of Taiwan. Hlm 1−8
Deptan. 1994. Pedoman Pengembangbiakan Musuh Alami Hama Tanaman Kelapa. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. diakses dari http:// ditjenbum.deptan.go.id (tanggal 21 Januari 2008)
Deptan. 2006a. Pokok-Pokok Arahan Direktur Jendral Perkebunan Pada
Pertemuan Revitalisasi Perkebunan. diakses dari
. 2006b. Pelatihan Pengendalian Hayati B. longissima. Departemen Pertanian-Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado diakses dari http:// ditjenbum.deptan.go.id (tgl 21 Januari 2008)
Deptan. 2008. Kendalikan Kumbang Perusak Janur Kelapa. diakses dari http://ditjenbun.deptan.go.id.html. (tgl 21 Januari 2008)
Hosang, M.L.A. dan R. Tumewan. 2005. Status Hama Brontispa longissima dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma lain
Manado. Diakses dari http://
Hosang, M.L.A. Jelfina C.C and H. Novarianto. 2007. Biological Control of Brontispa longissima Gestrro. in Indonesia. Indonesia Coconut and Other Palm Research Institute, Manado. Hlm 5-7
Knutson, A. 2007. The Trichogramma Manual. The Texas A & M University
System New-york. diakses dari
2008)
Lubis.A.U. Darmosakoro dan Edy S.S. 1992. Kelapa (C. nucifera L.). Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat-Bandar Kuala.Marihat Ulu. Pematang Siantar-Sumatera Utara. hal 13-22
Lin.C. 1995. Technology for Sustainable Agricultural Development in:APO Japan Symposium on Prospective. Agriculture Technologies. Agust. Tokyo-Japan
Diakses dari(tgl 11 Nopember 2007)
Muniappan.R.M., 2002. Pest of Coconut Their Natural Enemies in Micronesia College of Agriculture and Life Sciences. University of Guam USA. Hlm 105−110
Nakamura, S. and Konishi, K., 2006 . Invasion of The Coconut hispine beetle Current Situation and Control Measures. Faculty of Agriculture, Kyusu University, Fukuoka, Japan. hlm 3-4
Novarianto, H. Jelfina, C.A. dan Meldy L.A.H. 2005. Pemetaan Hama dan Penyakit di Indonesia. Dalam Prosiding Seminar Nasional PHT Kelapa Manado, 30 November 2005, hlm 22 – 28
Omkar and R. Bind. 2004. Prey quality dependent growth, development and reproduction of a biocontrol agent, Cheilomenes sexmaculata (Fabricius) (Coleoptera: Coccinellidae). Biocont. Sci.Tech. 14(7): 665-673.
Rethinan. P. and S.P.Singh. 2007. Current Status of Coconut Beetle Outbreaks in The Asia-Pacific region. Asian and Pacific Coconut Community (APCC),
Jakarta. Indonesia diakses dari http://
Nopember 2007)
Sofa. P. 2008. Menggunakan Serangga Pemangsa dan Parasitoid Sebagai
Pengendali Hama. Diakses dari http://
(tgl 10 Februari 2009)
Suhardiono, L. 1995. Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius Yogyakarta. hlm 13-27
Sukamto, I.T.N. 2001. Upaya Meningkatkan Produksi kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta. hlm 1-11
Pertanian. Direktorat Jenderal Perkebunan. Balai Pengembangan Proteksi Tanaman Perkebunan. Medan-Sumatera Utara. hlm 1−18
Suryana, A. 2005. Kebijakan Penelitian dan Pengembangan Kelapa di Indonesia. Dalam Prosiding Seminar Nasional PHT Kelapa Manado, 30 November 2005. hlm 1- 10
Singh, S.P. and P. Rethinan. 2005. Coconut Leaf Beetle Brontispa longissima. APCC. Indonesia, hlm 35-40
Sosromarsono, S. 1989. Biological Control of Agricultural Pests Indonesia in Biological Control of Pests In Tropical Agricultural Ecosystems . Departement of Plant Pest and Diseases, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University, Bogor hlm 69-76
Tarumingkeng.R.C.2001.Serangga dan Lingkungan. Diakses dari
Trimuti, H. dan Yaherwandi, 2006. Pengendalian Hayati Hama dan Penyakit Tumbuhan. Andalas University Press. Padang
Zong, Y. 2005. Effects of Temperature on B. longissima Population Growth. Institute of Evironment and Plant Protections Chinese Academy of Tropical. China. diakses dari http// www. Ncbi. Nlm.nih. gov. pubmed (tgl 11 Nopember 2007)
Zhou. X. and Liuzhou. M. 2006. Host Preference, Suitability and Functional
Response of Tetrastichus brontispae Fer. http://
Lampiran. 1 Analisis Sidik Ragam Mortalitas Larva (%)
Mortalitas larva (%)
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan
I II III IV
PL0 0 0 0 0 0 0
PL1 0 0 0 0 0 0
PL2 0 0 0 0 0 0
PL3 0 0 20 20 40 10
PL4 20 20 20 20 80 20
PL5 20 40 40 20 120 30
Total 40 60 80 60 240 60
Transformasi Arc Sin Vp
Mortalitas larva (%)
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan
I II III IV
PL0 1.33 1.33 1.33 1.33 5.32 1.33
PL1 1.33 1.33 1.33 1.33 5.33 1.33
PL2 1.33 1.33 1.33 1.33 5.33 1.33
PL3 1.33 1.33 26.56 26.56 55.79 13.95
PL4 26.56 26.56 26.56 26.56 106.24 26.56
PL5 26.56 39.23 39.23 26.56 131.58 32.90
Total 58.45 71.12 96.35 83.68 309.59 77.40
Rataan 9.74 11.85 16.06 13.95 51.60 12.90
Analisa sidik ragam
sk db jk kt fh f0.05 f0.01
Ulangan 3 48.99 16.33 5.34 * 4.50 8.26
Perlakuan 5 157.29 31.46 10.29 ** 4.02 6.90
Galat 15 45.85 3.06
Total 23
FK = 8.32
Lampiran. 2 Analisi Sidik Ragam Persentase Mortalitas Pupa (%)
Mortalitas Pupa (%)
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan
I II III IV
PP0 0 0 0 0 0 0
PP1 40 40 20 20 120 30
PP2 60 20 40 40 160 40
PP3 60 60 40 80 240 60
PP4 80 60 40 60 240 60
PP5 100 80 80 60 320 80
Total 340 260 200 240 1080 270
Transformasi Arc Sin Vp
Mortalitas pupa (%)
Perlakuan
ulangan
Total Rataan
I II III IV
PL0 1.33 1.33 1.33 1.33 5.32 1.33
PL1 39.23 39.23 26.56 26.56 131.58 32.90
PL2 50.77 26.56 39.23 39.23 155.79 38.95
PL3 50.77 50.77 39.23 63.44 204.21 51.05
PL4 63.44 50.77 39.23 50.77 204.21 51.05
PL5 90.00 63.44 63.44 50.77 267.65 66.91
Total 295.54 232.10 209.02 232.10 968.76 242.19
Rataan 49.26 38.68 34.84 38.68 161.46 40.37
Analisa sidik ragam
sk db jk kt fh f0.05 f0.01
Ulangan 3 471.25 157.08 9.72 ** 4.50 8.26
Perlakuan 5 942.76 188.55 11.66 ** 4.02 6.90
Galat 15 242.47 16.16
Total 23
FK = 81.47
Lampiran. 3 Uji Jarak Duncan Mortalitas Larva dan Pupa
Uji Jarak Duncan Mortalitas Larva
sy = 1,75
p 2 3 4 5 6
SSR0,01 3.01 3.16 3.25 3.31 3.36
LSR0,01 5.26 5.52 5.68 5.79 5.87
Perlakuan PL0 PL1 PL2 PL3 PL4 PL5
Rataan 0 0 0 10 20 30
1.33 1.33 1.33 13.93 26.56 32.9
. A B
C
D
Uji Jarak Duncan Mortalitas Pupa
sy = 4.02
p 2 3 4 5 6
SSR0,01 3.01 3.16 3.25 3.31 3.36
LSR0,01 12.10 12.70 13.07 13.31 13.51
Perlakuan PP0 PP1 PP2 PP3 PP4 PP5
Rataan 0 30 40 60 60 80
1.33 32.9 38.95 51.05 51.05 66.91
. A
B
C
Lampiran 4. Persentase Mortalitas Larva Pada Masing-masing Tabung Perlakuan dan Ulangan
Perlakuan Tabung Ulangan
%Mortalitas
I II III IV
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
PL0 (Kontrol) 3 0 0 0 0
4 0 0 0 0
5 0 0 0 0
0 %
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
PL1 (5 ekor larva dengan 1 ekor parasitoid) 3 0 0 0 0
4 0 0 0 0
5 0 0 0 0
0 %
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
PL2 (5 ekor larva dengan 2 ekor parasitoid) 3 0 0 0 0
4 0 0 0 0
5 0 0 0 0
0 %
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
PL3 (5 ekor larva dengan 3 ekor parasitoid) 3 0 0 √ √
4 0 0 0 0
5 0 0 0 0
10 %
1 0 √ 0 0
2 0 0 0 √
PL4 (5 ekor larva dengan 4 ekor parasitoid) 3 √ 0 √ 0
4 0 0 0 0
5 0 0 0 0
20 %
1 √ √ 0 0
2 0 0 √ 0
PL5 (5 ekor larva dengan 5 ekor parasitoid) 3 0 0 0 √
4 0 0 0 0
Lampiran 5. Persentae Mortalitas Pupa Pada Masing-masing Tabung Perlakuan dan Ulangan
Perlakuan Tabung Ulangan
%Mortalitas
I II III IV
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
PP0 (Kontrol) 3 0 0 0 0
4 0 0 0 0
5 0 0 0 0
0 %
1 √ √ 0 0
2 0 √ 0 0
PP1 (5 ekor pupa dengan 1 ekor parasitoid) 3 0 0 √ √
4 √ 0 0 0
5 0 0 0 0
30 %
1 0 0 0 √
2 √ 0 √ 0
PP2 (5 ekor pupa dengan 2 ekor parasitoid) 3 √ √ √ 0
4 0 0 0 0
5 √ 0 0 √
40 %
1 0 √ 0 √
2 √ 0 √ √
PP3 (5 ekor pupa dengan 3 ekor parasitoid) 3 √ √ 0 √
4 √ 0 0 0
5 0 √ √ √
60 %
1 √ √ 0 √
2 √ 0 √ √
PP4 (5 ekor pupa dengan 4 ekor parasitoid) 3 √ 0 0 0
4 √ √ 0 0
5 0 √ √ √
60 %
1 √ √ √ 0
2 √ √ √ √
PP5 (5 ekor pupa dengan 5 ekor parasitoid) 3 √ √ 0 0
4 √ 0 √ √
5 √ √ √ √
Lampiran 6. Nisbah Kelamin Pada Perlakuan Larva Pada Masing-masing Tabung Perlakuan dan Ulangan
Perlakuan Tbg Ulangan Jumlah
I II III IV
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PL0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PL1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PL2 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PL3 3 0 0 0 0 7 9 7 5 14 14
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 14
1 0 0 5 8 0 0 0 0 5 8
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PL4 3 0 0 0 0 0 0 7 10 7 10
4 0 0 3 9 0 0 3 9
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 27
1 5 10 3 7 0 0 0 0 8 17
2 0 0 0 0 6 8 0 0 6 8
PL5 3 0 0 0 0 0 0 5 11 5 11
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 4 9 0 0 4 9
Lampiran 7. Nisbah Kelamin Pada Perlakuan Pupa Pada Masing-masing Tabung Perlakuan dan Ulangan
Perlakuan Ulangan Jumlah
Tbg
PP0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
PP1 1 2 7 4 5 0 0 0 0 6 12
2 0 0 1 3 0 0 6 9 7 12
3 0 0 0 0 7 10 0 0 7 10
4 2 4 0 0 0 0 0 0 2 4
5 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0
22 38
PP2 1 0 0 0 0 0 0 6 9 6 9
2 7 11 0 0 0 4 0 0 7 15
3 1 4 9 7 5 4 0 0 15 15
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 4 8 0 0 0 0 7 11 11 19
39 58
PP3 1 0 0 6 6 0 0 3 7 9 13
2 7 9 0 0 7 11 4 8 18 28
3 4 8 0 0 4 8
4 7 6 0 0 0 0 0 0 7 6
5 0 0 6 9 8 9 8 10 22 28
60 83
PP4 1 6 8 7 5 0 0 4 6 17 19
2 0 0 0 0 7 10 7 10
3 7 7 0 0 0 0 0 0 7 7
4 5 8 4 9 0 0 0 0 9 17
5 0 0 6 8 7 9 6 8 19 25
PP5 1 5 10 3 7 5 7 0 0 8 17
2 5 12 7 8 6 8 6 8
3 0 0 5 8 5 5 0 0 5 11
4 5 9 0 0 0 0 6 7 0 0
5 8 5 4 9 3 7 4 9
23 45
Lampiran 8. Gambar-gambar penelitian
Imago B. longissima Larva B. longissima
Aktif mengetam anak daun
Pergantian janur sebagai makanan B. longissima
Kotak tempat periringan inang
Pupa yang terparasit T. brontispae memarasit inang
(larva)
T. brontispae keluar dari inang Lubang tempat T. brontispae keluar dari dalam inang