• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPADATAN PAKAN ALAMI Chaetoceros sp. YANG OPTIMAL TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG WINDU FASE ZOEA PADA UJI SKALA LABORATORIUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPADATAN PAKAN ALAMI Chaetoceros sp. YANG OPTIMAL TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG WINDU FASE ZOEA PADA UJI SKALA LABORATORIUM"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KEPADATAN PAKAN ALAMI Chaetoceros sp. YANG OPTIMAL TERHADAP SINTASAN

LARVA UDANG WINDU FASE ZOEA PADA UJI SKALA LABORATORIUM

Sahabuddin*), Agus Nawang*), dan Andi Khaeriah**)

*) Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan

**)Jurusan Budidaya Perairan, Universitas Muhammadiyah, Makassar

E-mail: s.abud_din@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pakan alami yang optimal sangat menentukan keberhasilan sintasan dalam pembenihan di hatchery karena berkaitan dengan kebutuhan nutrisi larva udang. Tujuan penelitian yakni mengkaji kepadatan optimal pakan alami Chaetoceros sp. terhadap tingkat sintasan larva udang Windu khususnya pada fase zoea (Z1-Z3). Penelitian skala laboratorium dilakukan dengan menggunakan media stoples yang diisi dengan air laut 2,5 liter kemudian memasukkan pakan alami Chaetoceros sp. dengan kepadatan yang berbeda, yang menjadi perlakuan dalam penelitian tersebut, yakni: a) kepadatan 50.000 sel/mL; b). kepadatan 75.000 sel/mL; c). kepadatan 100.000 sel/mL; d). kepadatan 125.000 sel/mL. Larva udang windu fase zoea dimasukkan sebanyak 30 ekor/wadah. Parameter biologi dan kualitas air yang diamati yakni; sintasan larva, kepadatan pakan alami, DO, pH, suhu, salinitas. Hasil penelitian didapatkan bahwa sintasan tertinggi yakni 63.66% pada kepadatan pakan alami 1x105 sel/mL dan sintasan larva terendah yakni 28.33% pada kepadatan pakan alami

1.25x105 sel/mL

KATA KUNCI: pakan alami; Chaetoceros sp.; sintasan; fase zoea

PENDAHULUAN

Kebutuhan optimal pakan alami terhadap larva udang Windu sangat berpengaruh pada peningkatan survival rate larva tersebut, karena pakan alami yang sesuai dan proporsional akan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi terhadap larva udang Windu tersebut. Aplikasi pakan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas baik merupakan bagian dari upaya yang dapat dilakukan untuk perbaikan mutu induk udang (Haryati et al., 2010), karena nutrisi mempunyai peran substansial dalam proses reproduksi udang penaeid (Huang, 2008). Prosentase kebutuhan protein untuk induk udang windu lebih besar 50% (Pandian, 1989). Tingkat sintasan dan jumlah induk yang memijah per pemijahan pada Penaeus monodon dihasilkan pada kandungan lemak pakan 10,7% dan menengah pada kandungan lemak 15,6 dan 7,8% (Marsden et al., 1997), selanjutnya dikemukakan bahwa komposisi asam lemak berpengaruh terhadap penampilan reproduksi udang windu. Kandungan zat gizi pakan alami sangat menentukan pertumbuhan larva yang dipelihara. Plankton sebagai jasad pakan alami merupakan sumber protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi larva yang dipelihara. Nilai nutrisi pakan alami antara jenis fitoplankton satu dengan lainnya sangat bervariasi tergantung pada zat hara, kondisi lingkungan (intensitas cahaya, suhu), ukuran sel, daya cerna, ada tidaknya kandungan racun, serta komposisi biokimianya.

Diatom Chaetoceros sp. adalah spesies yang dapat digunakan sebagai biota uji karena memenuhi beberapa persyaratan sebagai biota uji (Rand & Petrocelli, 1985), yaitu pertumbuhannya yang cepat, sensitivitas dan penanganannya mudah di laboratorium (Hindarti, 2008). Chaetoceros gracilis merupakan spesies dari kelas Bacillariophyceae dan merupakan salah satu genus diatom penting dalam plankton laut karena merupakan genus terbesar dan berperan sebagai produsen primer serta merupakan makanan penting bagi biota terutama larva udang (Panggabean, 1997).

Protein mempunyai peran penting untuk mempertahankan fungsi jaringan secara normal, untuk perawatan jaringan tubuh, mengganti sel-sel yang rusak dan pembentukan sel-sel baru, sehingga protein sangat mempengaruhi pertumbuhan larva, sebagaimana Sukardi & Winanto (2011) bahwa secara umum prosentase kandungan bobot kering fitoplankton adalah protein 12-35%, lemak

(2)

7,2-23% dan karbohidrat 4,6-7,2-23%. Ketersediaan kandungan gizi dari pakan alami tersebut tentunya sangat ditentukan dengan kepadatan populasinya yang optimal bagi pertumbuhan larva ikan, udang dan komoditas lainnya.

Salah satu faktor keberhasilan pada produksi massal larva udang windu adalah ketersediaan pakan alami dengan tingkat kepadatan yang optimal. Namun, belum ditemukan informasi yang akurat mengenai kepadatan optimal pakan alami Chaetoceros sp. terhadap tingkat sintasan larva udang windu khususnya pada fase zoea. Penelitian skala laboratorium dilakukan untuk mendapatkan kepadatan optimal pakan alami Chaetoceros sp. terhadap tingkat sintasan (survival rate) larva udang windu pada fase zoea tersebut.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di laboratorium pakan alami Instalasi Pembenihan Udang Windu (IPUW) Barru. Terdapat empat perbedaan kepadatan pakan alami Chaetoceros sp. yang menjadi perlakuan

pada penelitian tersebut, yakni: A) kepadatan 5x104 sel/mL; B) kepadatan 7,5 x 104 sel/mL; C) kepadatan

1x105 sel/mL; C) kepadatan 1,25 x 105 sel/mL, masing-masing tiga ulangan.

Wadah yang digunakan dalam penelitian yakni toples kaca kapasitas 3 L dengan media air laut berkadar garam 30 ppt, pada suhu ruangan 25ºC yang terkontrol, dengan penerangan 2.000 Lux. Pada setiap media diberi pupuk Conwy (Jeffris, 1969 ; Aquacop, 1983 ; Amini, 1999; Antik et al., 2002 ). Selanjutnya ditebari larva udang windu fase zoea sebanyak 30 ekor per wadah. Kepadatan pakan alami sesuai perlakuan dipertahankan tiap hari sehingga dilakukan penambahan pakan alami tersebut dua kali setiap hari, dengan menghitung tingkat pemangsaan larva terhadap pakan alami.

Parameter uji yang diamati, yakni: pemangsaan larva udang windu fase zoea terhadap pakan alami Chaetoceros sp. Tingkat pemangsaan dapat diketahui dengan menghitung jumlah pakan alami

Chaetoceros sp di awal penebaran kemudian menghitung jumlahnya kembali pada jam 10 dan jam

22.00 tiap hari dan akhir penelitian, selanjutnya menghitung persentase sintasan larva dan pakan alami tersebut. Pengamatan kualitas air berupa: salinitas, suhu, pH, DO, dilakukan setiap hari, dan sintasan larva dihitung pada akhir pengamatan (hari ke-3 pengujian).

HASIL DAN BAHASAN

Hasil pengujian menunjukkan bahwa larva udang windu fase zoea tersebut mempunyai kemampuan berbeda dalam memangsa pakan alami Chaetoceros sp. pada setiap kepadatan uji (Tabel 1), dengan kisaran antara 65-80%.

Pada hasil pengamatan didapatkan pada perlakuan A) kepadatan pakan alami 5x104 sel/mL

kemampuan larva memangsa pakan alami yakni 4x104 sel/mL (sekitar 80%), begitu pula pada

kepadatan 7,5x104 sel/mL kemampuan pemangsaannya yakni 6x104 sel/mL (sekitar 80%), pada

Perlakuan uji Pengamatan (waktu) Sisa pakan (sel/mL) Pakan alami ditambahkan (sel/mL)

Porsi pakan per larva (sel pakan

/larva zoea) Kemampuan pemangsaan larva (%) 10 pagi 33.400 10.600 22 malam 13.400 36.600 10 pagi 33.400 41.600 22 malam 56.400 16.600 10 pagi 53.400 46.600 22 malam 63.300 36.700 10 pagi 96.600 28.400 22 malam 96.600 28.400 A 1.660 80 B 2.500 80 C 3.330 75 D 4.160 65

(3)

perlakuan C) kepadatan pakan alami 105 sel/mL kemampuan larva memangsa pakan alami yakni

7,5x104 sel/mL (sekitar 75%), dan terendah pada perlakuan D) kepadatan pakan alami 1,25x105 sel/

mL kemampuan pemangsaannya hanya 8x105 sel/mL (sekitar 65%).

Porsi populasi pakan alami terhadap kebutuhan harian larva udang windu fase zoea (Tabel 1) pada perlakuan A yakni 1.500 sel/ekor larva dan B yakni 2.500 sel/ekor larva masih tergolong rendah sehingga larva udang windu masih sangat membutuhkan populasi pakan alami untuk memenuhi kebutuhan hariannya, sebaliknya pada perlakuan C terdapat kemungkinan sebaran populasi yang cukup seimbang bagi kebutuhan harian larva udang windu fase zoea yakni 3.300 sel/ekor larva tersebut sehingga dapat memanfaatkan secara maksimal, kemudian pada perlakuan D dengan sebaran populasi pakan alami 4.100 sel/larva udang windu fase zoea terdapat indikasi melebihi kebutuhan harian larva sehingga dapat mengganggu proses ekologis dan metabolisme dalam wadah uji tersebut, sehingga kemampuan larva udang windu untuk survival dalam media tidak seoptimal dengan perlakuan yang lainnya, maka terjadi tingkat perbedaan sintasan pada setiap kepadatan pakan alami tersebut karena asupan gizi yang tidak seimbang.

Pada intinya bahwa potensi kandungan nutritif fitoplankton sangat berpengaruh bagi pertumbuhan larva sebagaimana Basyar (2001), bahwa potensi produk fitoplankton dengan kandungan nutritifnya menjadikan energi yang diperoleh dari pakan alami tersebut akan dikonversikan menjadi energi untuk metabolisme pada feses, urine, dan proses metabolisme, serta sisa energi yang dapat digunakan untuk pertumbuhan biota yang mengkonsumsinya (Capuzzo, 1981). Hal ini diperjelas oleh Fox (1983) dan Chiu-Liao et al. (1983), bahwa pemanfaatan protein untuk metabolisme dan perbaikan jaringan, menjadikan nilai protein dari suatu pakan akan sangat penting untuk pertumbuhan. Selanjutnya ditambahkan pula bahwa nilai karbohidrat pada pakan akan digunakan untuk metabolisme dan pernapasan.

Sintasan larva udang windu fase zoea yang tertinggi yakni 63,66% pada kepadatan pakan alami

1x105 sel/mL dan sintasan larva yang terendah yakni 28,33% pada kepadatan pakan alami 1,25x105

sel/mL. Pakan alami yang terlalu padat dapat menghambat pergerakan larva udang windu, sehingga akan mengganggunya dalam proses adaptasi, metabolisme dan pemanfaatan pakan tersebut. Pakan alami dengan tingkat kepadatan rendah tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi larva udang windu fase zoea sehingga menyebabkan malnutrisi yang berakibat pada kematian larva karena suplai pakan alami yang tidak memadai, sesuai penjelasan Tamaru & Lee (1991) bahwa salah satu dugaan fakor rendahnya kualias sintasan larva adalah rendahnya kualitas dan kuantitas pakan alami awal (fitoplankton). 48 50 63,66 28,33 0 10 20 30 40 50 60 70 80 A B C D Si nt as an zo ea (% ) Perlakuan

Gambar 1. Sintasan larva udang windu pada uji kepadatan pakan alami terhadap larva udang windu skala laboratorium

(4)

Kualitas Air

Parameter kualitas air yang didapatkan selama penelitian tertera pada Tabel 2.

Rentang suhu yakni 30-32oC pada setiap perlakuan, salinitas 30-33 ppt, oksigen terlarut dengan

rentang 3-4 mg/L dan pH yakni 7-8. Rentang kualitas air selama penelitian yakni: suhu 30-32; salinitas 30-33; DO 3-4; pH 7-8, parameter kualitas air masih memperlihatkan rentang yang normal bagi

pertumbuhan larva dan pakan alami. Kondisi kualitas air dengan dengan rentang suhu 30-33oC,

salinitas 30-33 ppt, oksigen terlarut 3-4 mg/L, dan pH 7-8 memberi dukungan yang optimal bagi larva udang windu dalam wadah kultur.

KESIMPULAN

Sintasan larva udang windu fase zoea yang tertinggi yakni 63.66% pada kepadatan pakan alami

1x105 sel/mL dan sintasan larva fase zoea yang terendah yakni 28,33% pada kepadatan pakan alami

1.25x105 sel/mL. Kemampuan pemangsaan larva udang windu terhadap pakan alami Chaetoceros sp.

berbeda-beda pada setiap kepadatan pakan alami. Rentang kualitas air selama penelitian yakni: suhu 30-32; salinitas 30-33; DO 3-4; pH 7-8, masih optimal bagi sintasan larva.

DAFTAR ACUAN

Amini, S. (1999). Budidaya Plankton Laut Jenis Isochrysis galbana Klone Tahit Secara Berkesinambungan Dalam Rangka Menunjang Budidaya Bandeng Di Tambak. Makalah Prosiding Seminar Budidaya Ikan Laut. Puslitbangkan. Jakarta. 12 hal.

Antik Erlina, Ery Sutanti, & Nur Cholifah. (2002). Pemanfaatan Trace Elemen Alternatif Untuk Pengembangan dan Peningkatan Populasi Dalam Kultur Plankton. Laporan Penelitian. Dirjen. Perikanan Budidaya. BBPAP. 7 hal.

Aquacop. (1983). Algal Food Cultures At The Centre Oceanologique du Pacifique. In McVey, J.P and J.R. Moore. CRC Handbook of Mariculture : Vol.I. Crustacean Aquaculture. CRC Press. 2-18.

Capuzzo, J.M. (1982). Crustacean Bioenergitics: the role of environmental variables and dietary of macronutrients on energitics efficiencies. in GaryD. Pruder, Christopher J. Langdon & Douglas E.Conklin. Biochemical and Physiological Approaches to Shellfish Nutrition. Proceedings of the Second International Conference on Aquaculture Nutrition. 71-86pp.

Chiu-Liao, I., Huei-Meei, S., & Jaw-Hwa, Lin. (1983). Larval food for penaeid prawns. in. J. P. McVey & J. Robert Moore. CRC Handbook of Mariculture. Vol. I Crustacean Aquaculture. 43-70pp.

Erlina, A., & Basyar, A. (2001). Usaha Produksi Massal Chlorella Merupakan Salah Satu KegiatanYang Menguntungkan Dalam Budidaya Perairan. Laporan Penelitian. Dirjen. Perikanan Budidaya.BBPAP. 7 hal.

Fox, J.M. (1983). Intesive algal culture techniques.in. J. P. McVey & J. Robert Moore. CRC Handbook of Mariculture. Vol. I Crustacean Aquaculture. 15-42pp.

Haryati, Zainuddin, & Syam, M. (2010). Pengaruh Pemberian Berbagai Kombinasi Pakan Alami pada Induk Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) Terhadap Potensi Reproduksi dan Kualitas Larva. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol. 15 (3) 163-169.

Suhu Salinitas DO pH

A 30-32 30-33 3-4 7-8

B 30-32 30-33 3-4 7-8

C 30-32 30-33 3-4 7-8

D 30-32 30-33 3-4 7-8

Perlakuan Parameter Kualitas Air

Tabel 2. Parameter kualitas air selama penelitian di laboratorium pakan alami IPUW Barru

(5)

Hindarti, D. (2008). Uji toksisitas sedimen dengan diatom planktonik, Chaetoceros gracilis. Oseanologi

dan Limnologi di Indonesia, 34(3): 461-478.

Huang, J.H., Jiang, S.G., Lin, H.Z., Zhou, F.L., & Ye, L. (2008). Effects of dietary highly unsaturated fatty acids and astaxanthin on the fecundity and lipid content of pond-reared Penaeus monodon (Fabricius) broodstock. Aquaculture, 39: 240 – 251.

Jeffries,. H.P. (1969). Seasonal composition of temperate plankton communities free amino acids.

Limnol. Oceanogr. 14 : 41-52.

Marsden et al. (1997). Marsden, G.E., J.J. McGuren, S.W. Hansford & M.J. Burke. 1997. A moist artificial diet for prawn broodstock: its effect on the variable reproductive performance of wild caught

Penaeus monodon. Aquaculture, 145 -156.

Pandian, I.J. (1989). Protein requirement of fish and prawn cultured in Asia. In: S.S. De Silva (Ed) ,Fish

Nutrition Research in Asia. Proc. Of the 3rd Asian Nutrition Network Meeting, 1988, Bangkok,

Thailand, Asian Fisheries Soc. & International Dev. Research. Centre of Canada, pp: 11 -22 Panggabean, L.M.G. (1997). Toxicity of hexavalent chromium and cadmium to green mussels (Perna

viridis) embryo. Pp X-38-43. In:Vigers, G.A., K.S.Ong, C. McPherson, N. Millson, I. Watson, and A.

Tang (eds.). ASEAN marine environmental management: quality criteria and monitoring for aquatic life and human health protection. Proceedings of the ASEAN – Canada Technical Conference on Marine Science (24-28 June 1996), Penang, Malaysia. EVS Environment consultants, North Vancouver and Departement of Fisheries Malaysia. 106-114pp.

Rand, G.M., & Petrocelli, S.R. (1985). Fundamentals of aquatic toxicology: methods and applications. Hemisphere Pub. Corp. New York. 666p.

Sukardi & Winanto. (2011). Pakan Alami : Manfaat, Jenis dan Metode Kultur. Penerbit Universitas Soedirman. Purwokerto.

Gambar

Tabel 1. Pemangsaan larva terhadap pakan alami Chaetoceros sp. selama percobaan di laboratorium
Gambar  1. Sintasan larva udang windu pada uji kepadatan pakan alami terhadap  larva  udang  windu  skala  laboratorium
Tabel 2. Parameter  kualitas  air  selama  penelitian  di  laboratorium  pakan alami IPUW Barru

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengamatan ekstrak etanol dan air rosella pada difusi agar menunjukkan kuali- tas yang sama secara statistik, maka penentuan kon- sentrasi hambat minimum

Kejadian demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pengamatan selama kurun waktu 20 sampai 25 tahun sejak awal ditemukan kasus DBD

penelitian dengan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

Dengan memahami kemampuan dan memahami strategi pemasaran yang ada, secara perlahan usaha tersebut dapat meningkat dan berkembang dengan pesat

Kalibrasi model kebutuhan air dilakukan dengan data aktual tahun 1998-2000 (3 tahun), untuk mencari nilai koefisien kebutuhan air penduduk (Cp) dan juga koefisien

Hal ini terjadi karena fluorida yang masuk ke dalam tubuh akan bergabung dengan ion hidrogen untuk membentuk hidrogen fluorida (HF) yang mudah melintasi

Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap mutu pakan alami yang dihasilkan meliputi beta karoten, asam folat, minyak dan lemak, kadar lemak, lemak tak jenuh, protein, kadar

Selain itu, dalam hubungannya dengan korp Diplomatik untuk membicarakan kepentingan antar dua negara yang menyangkut saluran antara pemerintahannya dengan