SKRIPSI
PENGARUH DIVIDEND PER SHARE DAN EARNING PER
SHARE TERHADAP
HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN
GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA
OLEH:
NAMA
: TARANIKA INTAN
NIM
: 050503174
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
GUNA MEMENUHI SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Dividend
Per Share dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Go
Public di Bursa Efek Indonesia” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul
ini belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam
konteks penulisan skripsi untuk program S1 Departemen Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang
diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar, apa adanya dan apabila
dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang
ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, 14 Februari 2009 Yang Membuat Pernyataan,
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan hormat kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena
atas berkat dan kuasaNya saya mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan baik.
Skripsi ini berjudul Pengaruh Dividen Per Share dan Earning Per Share
terhadap Harga Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia,
disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Universitas Sumatera
Utara.
Selama proses penyusunan skripsi ini, saya banyak memperoleh
bimbingan, dorongan semangat, nasehat, dan bantuan lain baik secara moril
maupun materiil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini saya ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si., Ak. selaku Ketua Departemen Akuntansi
dan Bapak Fahmi Natigor Nst, SE, M.Acc, Ak selaku Sekretaris Departemen
Akuntansi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak selaku Dosen Pembimbing atas
4. Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak. selaku Dosen Penguji I dan Ibu Risanty, SE,
M.Si, Ak. selaku Dosen Penguji II atas segala masukan dan saran yang telah
diberikan.
5. Kedua orang tua saya, Pangeran Kasan Benua Tjioe dan Nini Inggriwati
Sjaiful. Terima kasih banyak untuk kasih sayang, didikan, dan dukungan
berupa nasehat, doa dan materi yang diberikan kepada saya.
Akhir kata, saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Saya berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua
pihak. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya. Amin.
Medan, 14 Februari 2009 Penulis
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dividend per share (DPS) dan earning per share (EPS) secara empiris terhadap harga saham. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausal dan bersifat replikasi terhadap penelitian sebelumnya dengan populasi penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang go public di BEI selama periode 2005-2007. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dan dari 383 perusahaan yang go public diperoleh 41 perusahaan sampel. Data yang digunakan adalah data sekunder. Penelitian ini menganalisis hubungan antara dividend per share (DPS) dan
earning per share (EPS) terhadap harga saham. Metode statistik yang digunakan
adalah regresi linear berganda dengan melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel dividend
per share (DPS) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham, dan secara
parsial variabel earning per share (EPS) berpengaruh signifikan terhadap harga saham serta secara simultan baik variabel dividend per share (DPS) dan earning
per share (EPS) berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan go public di BEI.
ABSTRACT
The purpose of this research is to empirically study the effect of dividend per share (DPS) and earning per share (EPS) on stock price. This research is classified as causal research and replication of former researches. Population of this research are go public firms on BEI during the period of 2005 to 2007. The samples are obtained by using purposive sampling method. As the result, from 383 go public firms, 41 are used as the samples of this study. The statistic method being used is multiple linear regression with the model being tested previously in classic assumptions. The result indicates that partially dividend per share (DPS) variable has no significantly influenced the stock price, and partially earning per share (EPS) variable has significantly influenced the stock price, as well as simultaneously both dividend per share (DPS) variable and earning per share (EPS) have significantly influenced the stock price variable of go public firms on BEI.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 7
1. Dividen ... 7
a. Pengertian Dividen ... 7
b. Jenis-jenis Dividen ... 7
c. Kebijakan Dividen ... 8
e. Bentuk Pembayaran Dividen ... 13
2. Earning Per Share ... 13
3. Saham ... 14
a. Pengertian Saham ... 14
b. Jenis-jenis Saham ... 14
c. Keuntungan Pembelian Saham ... 15
d. Risiko Kepemilikan Saham... 16
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham ... 17
4. Hipotesis Efisiensi Pasar ... 18
a. Pengertian Hipotesis Efisiensi Pasar. ... 18
b. Bentuk-bentuk Efisiensi Pasar ... 18
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 20
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 24
B. Populasi dan Sampel ... 24
C. Teknik Pengambilan Sampel ... 24
D. Jenis Data ... 25
E. Identifikasi dan Pengukuran Variabel Penelitian ... 25
F. Metode Analisis Data ... 26
G. Jadwal Penelitian ... 31
B. Hasil Analisis ... 33
1. Pengujian Asumsi Klasik ... 33
2. Pengujian Hipotesis ... 42
C. Pembahasan Hasil Analisis... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 48
B. Keterbatasan Penelitian ... 50
C. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 52
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 22
Gambar 4.1 Histogram sebelum ditransformasi ... 33
Gambar 4.2 Grafik Normal P-Plot sebelum ditransformasi ... 34
Gambar 4.3 Histogram setelah ditransformasi ... 36
Gambar 4.4 Grafik Normal P-Plot setelah ditransformasi ... 37
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 31
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif ... 32
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas ... 35
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi Data ... 38
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 39
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokolerasi ... 40
Tabel 4.6 Koefisien Determinasi ... 42
Tabel 4.7 Hasil Uji Statistik t... 43
Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik F ... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul
Lampiran 7 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 69
Halaman Lampiran 1 Daftar Sampel Perusahaan Go Public ... 55
Lampiran 2 Data Variabel Penelitian Tahun 2007 (Sebelum Ditransformasi) ... 56
Data Variabel Penelitian Tahun 2006 (Sebelum Ditransformasi) ... 57
Data Variabel Penelitian Tahun 2005 (Sebelum Ditransformasi) ... 58
Lampiran 3 Data Variabel Penelitian Tahun 2007 (Setelah Ditransformasi) ... 58
Data Variabel Penelitian Tahun 2006 (Setelah Ditransformasi) ... 61
Data Variabel Penelitian Tahun 2005 (Setelah Ditransformasi) ... 62
Lampiran 4 Statistik Deskriptif Sebelum Transformasi ... 63
Statistik Deskriptif Setelah Transfor4masi ... 64
Lampiran 5 Hasil Uji Normalitas Sebelum Transformasi ... 64
Hasil Uji Normalitas Setelah Transformasi ... 65
Histogram dan Grafik Normal P-Plot ... 66
Lampiran 8 Hasil Uji Autokorelasi ... 69
Lampiran 9 Hasil Uji Hipotesis (Uji t) ... 70
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Bursa Efek Jakarta (BEJ) atau Jakarta Stock Exchange (JSX) adalah sebuah
bursa saham di Jakarta yang merupakan salah satu bursa tempat dimana orang
memperjualbelikan efek di Indonesia. Pada 1 Desember 2007 Bursa Efek Jakarta
dan Bursa Efek Surabaya melakukan penggabungan usaha yang secara efektif
mulai beroperasi pada 1 Desember 2007 dengan nama baru yaitu Bursa Efek
Indonesia.
Saat Indonesia mengalami krisis ekonomi, terjadi resesi, inflasi (kenaikan
harga), kenaikan suku bunga, yang mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi
menurun dan banyak perusahaan yang kinerjanya sangat tidak menggembirakan,
termasuk perusahaan yang terdaftar di BEJ yang sekarang sudah bergabung
dengan BEI. Banyak perusahaan yang tidak sanggup membiayai operasional
usahanya dan pailit. Menurunnya laba dan meningkatnya hutang yang harus
dibayar membuat perusahaan menjadi tidak lancar dalam membagikan dividen
kepada para pemegang sahamnya.
Dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan, investor sangat
membutuhkan informasi–informasi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut.
Salah satunya adalah informasi mengenai kebijakan dividen. Perubahan
para investor untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi dan memprediksi
prospek perusahaan di masa mendatang.
Akibat dari perubahan dividen yang diumumkan, maka harga saham akan
mengalami penyesuaian. Dividen seringkali digunakan sebagai indikator atau
sinyal prospek suatu perusahaan.
Pada umumnya, tujuan investor melakukan investasi saham yaitu untuk
mendapatkan capital gain dan dividen.
• Capital gain adalah selisih lebih harga saham pada saat menjual dan membeli
saham.
• Dividen adalah laba yang dibagikan kepada pemegang saham.
Dividen adalah laba yang diberikan emiten kepada para pemegang saham.
Dari laba bersih perusahaan, sebagian dibagikan kepada pemegang saham dalam
bentuk dividen, sebagian lagi disisihkan menjadi laba ditahan (retained earning).
Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana yang terpenting untuk
membiayai pertumbuhan perusahaan. Namun, dividen membentuk arus uang yang
semakin banyak mengalir ke tangan para pemegang saham. Para pemegang saham
tentu berharap mendapatkan dividen dalam jumlah besar. Untuk itu, perusahaan
harus dapat mengalokasikan laba bersihnya dengan bijaksana.
Perusahaan yang bisa memberikan dividen yang besar, harga sahamnya juga
akan meningkat. Sebaliknya perusahaan yang terus menerus tidak membagikan
dividen, harga sahamnya juga akan menurun. Jika laba bersih perusahaan
indikator yang dapat menunjukkan kinerja perusahaan, karena besar kecilnya EPS
akan ditentukan oleh laba perusahaan.
Penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Nurmala (2001) yang
menganalisis pengaruh kebijakan dividen terhadap harga saham perusahaan
otomotif di Bursa Efek Jakarta. Variabel independen yang diteliti yaitu Earning
Per Share, Dividen Per Share dan variabel dependen yang diteliti yaitu Closing
Price. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan analisis
korelasi Rank Spearman dan pengujian hipotesis dapat diketahui bahwa kebijakan
dividen yang diterapkan oleh ketiga perusahaan otomotif tersebut (PT Goodyear
Indonesia Tbk, PT Selamat Sempurna Tbk, PT Tunas Ridean Tbk.) tidak
mempengaruhi harga saham.
Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian penulis adalah
perusahaan-perusahaan yang Go Public yang terdaftar di BEI. Penelitian ini
adalah berbentuk replikasi dari beberapa penelitian sebelumnya, dengan
mengubah variabel-variabel independen yang dipakai sebagai dasar untuk
meneliti pengaruh terhadap variabel dependen. Variabel-variabel yang dipakai
dalam penelitian ini yakni Dividend Per Share dan Earning Per Share.
Harga saham selalu mengalami perubahan setiap harinya bahkan setiap detik
harga saham dapat berubah. Oleh karena itu, investor harus mampu
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham. Harga suatu
saham dapat ditentukan menurut hukum permintaan dan penawaran (kekuatan
tawar- menawar). Semakin banyak orang yang membeli suatu saham, maka harga
banyak orang yang menjual saham suatu perusahaan, maka harga saham tersebut
cenderung akan bergerak turun. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga
saham dapat berasal dari internal maupun eksternal. Adapun faktor internalnya
antara lain adalah laba perusahaan, pertumbuhan aktiva tahunan, likuiditas, nilai
kekayaan total dan penjualan. Sementara itu, faktor eksternalnya adalah kebijakan
pemerintah dan dampaknya, pergerakan suku bunga, fluktuasi nilai tukar mata
uang, rumor dan sentimen pasar serta penggabungan usaha (Business
Combination).
Dividend Per Share (DPS) dapat didefinisikan sebagai bagian pendapatan
setelah pajak yang dibagikan kepada pemegang saham. DPS yang tinggi diyakini
akan dapat meningkatkan harga saham perusahaan. Informasi EPS suatu
perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan
kepada semua pemegang saham. EPS merupakan salah satu hal utama yang
diperhatikan investor sebelum membuat keputusan investasinya di suatu
perusahaan karena investor tentunya mengharapkan pengembalian atau return
yang tinggi dari investasinya sehingga investor akan lebih tertarik untuk
berinvestasi di perusahaan yang mempunyai EPS yang tinggi. Apabila EPS suatu
perusahaan dinilai tinggi oleh investor, maka hal ini akan menyebabkan harga
saham perusahaan tersebut cenderung bergerak naik.
Beberapa fakta empiris selama ini menemukan bahwa hubungan perubahan
dividen dengan perubahan laba bersih sering berlawanan dengan prediksi,
cash flows perusahaan di masa depan serta pasar kadangkala tidak dapat
menangkap sinyal dengan akurat.
Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti tertarik untuk menganalisis dividen
per lembar saham dan pendapatan per lembar saham yang diduga berpengaruh
terhadap harga saham. Maka peneliti akan menuangkannya di dalam sebuah karya
tulis ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul : “Pengaruh Dividend Per
Share Dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan
Go Public Di Bursa Efek Indonesia”
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka penulis merumuskan masalahnya yaitu apakah dividend per share dan
earning per share berpengaruh terhadap harga saham baik secara simultan
maupun secara parsial?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitiannya, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh dividend per share dan earning per share
terhadap harga saham baik secara simultan maupun secara parsial.
D. Manfaat Penelitian
1. bagi peneliti, untuk menambah wawasan peneliti sehubungan dengan
pengaruh dividend per share dan earning per share terhadap harga saham,
2. bagi calon investor, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan atas suatu investasi,
3. bagi manajemen perusahaan, sebagai bahan masukan dalam menentukan
faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham khususnya mengenai dividen
dan laba bersih,
4. bagi pihak lain, dapat digunakan sebagai bahan referensi dan sumber
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Dividen
a. Pengertian Dividen
Gallagher dan Andrew (2003:462) mengartikan dividen yaitu ”dividends are
the cash payments that corporations make to their common stockholders.” Stice et
al. (2004:902) menyatakan bahwa “dividen adalah pembagian kepada pemegang
saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar
saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik.”
b. Jenis-Jenis Dividen
Dividen dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Dilihat dari bentuk dividen
yang didistribusikan kepada pemegang saham, dividen dapat dibedakan menjadi
dividen tunai, dividen saham, dividen properti dan dividen likuidasi.
1) Dividen tunai (cash dividend), yaitu dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham dalam bentuk kas (tunai).
2) Dividen saham (stock dividend), yaitu dividen yang dibagikan perusahaan
bukan dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk saham perusahaan
3) Dividen properti (property dividend), yaitu dividen yang dibagikan dalam
bentuk aktiva lain selain kas atau saham, misalnya aktiva tetap dan surat-surat
berharga.
4) Dividen likuidasi (liquidating dividend), yaitu dividen yang diberikan kepada
pemegang saham sebagai akibat dilikuidasikannya perusahaan. Dividen yang
dibagikan adalah selisih antara nilai realisasi aset perusahaan dikurangi
dengan semua kewajibannya.
Besar kecilnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung
dari kebijaksanaan dividen masing-masing perusahaan dan ditentukan dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dari segi perusahaan, membagikan
dividen kepada para investor memerlukan pertimbangan yang mendalam karena
perusahaan juga harus memikirkan kelangsungan pertumbuhan perusahaan.
DPS (Dividend Per Share) : merupakan total semua dividen tunai yang
dibagikan dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar.
DPS =
Sugiyarso dan Winarni (2005:101) menjelaskan pengertian kebijakan dividen
yaitu “keputusan pihak manajemen untuk menentukan perlakuan terhadap earning
after tax (EAT), apakah dibagikan sebagai dividen, diinvestasikan kembali, atau
sebagian dividen, sebagian lagi diinvestasikan kembali ke perusahaan, itulah yang
d. Teori Kebijakan Dividen
Dalam dunia keuangan, pada dasarnya terdapat tiga konsep tentang kebijakan
dividen, yaitu: irrelevance theory, bird-in-the-hand theory, tax preference theory.
1) Irrelevance theory
Irrelevance theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan
dividen tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun
terhadap biaya modalnya. Menurut teori ini, kebijakan dividen tidak
mempengaruhi harga saham ataupun cost of capital perusahaan. Oleh karena
itu, kebijakan dividen menjadi tidak relevan (irrelevant). Teori ini
dikembangkan oleh Miller dan Modigliani (1961), yang menyatakan bahwa
nilai perusahaan hanya ditentukan oleh expected earnings dan risiko
perusahaan. Nilai perusahaan hanya tergantung pada laba yang ekspektasikan
dari aktiva, bukan dari pemisahan laba menjadi dividen dan laba ditahan.
Teori ini mengganggap bahwa kebijakan dividen tidak membawa dampak
apa-apa bagi nilai perusahaan. Jadi, peningkatan atau penurunan dividen oleh
perusahaan tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan.
2) Bird-in-the-hand theory
Kepercayaan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak penting secara tidak
langsung, mengasumsikan bahwa investor harus menggunakan tingkat
pengembalian yang sama, apakah pendapatan datang melalui perolehan modal
atau melalui dividen. Namun, dividen lebih bisa diramalkan daripada
perolehan modal, manajemen dapat mengontrol dividen, tapi tak dapat
modal daripada dari dividen. Hal ini sesuai dengan Bird-in-the-hand theory
yang dikemukakan oleh Gordon bahwa pendapatan dividen (a bird in the
hand) mempunyai nilai yang lebih tinggi bagi investor daripada pendapatan
modal (a bird in the bush) karena dividen lebih pasti dari pendapatan modal.
Meningkatkan dividen perusahaan tak mengurangi tingkat risiko dasar
saham, melainkan jika pembayaran dividen mensyaratkan manajemen
menerbitkan saham baru, ia hanya mentranfer risiko dan pemilikan dari
pemilik yang sekarang pada pemilik baru. Kita harus memperhatikan bahwa
investor yang sekarang menerima dividen menukar perolehan modal yang tak
pasti dengan aset yang aman (dividen tunai). Namun, jika tujuannya hanya
pengurangan risiko, investor bisa saja menyimpan uang di tangan dan tak
membeli saham dari awal.
Teori ini juga berpendapat bahwa investor menyukai dividen karena kas di
tangan lebih bernilai daripada kekayaan dalam bentuk lain. Konsekuensinya,
harga saham perusahaan akan sangat ditentukan oleh besarnya dividen yang
dibagikan. Dengan demikian, semakin tinggi dividen yang dibagikan,
semakin tinggi pula nilai perusahaan.
3) Tax preference theory
Menurut teori ini, investor tidak terlalu menyukai dividen karena dividen
tidaklah tax deductible. Teori ini merujuk kepada pengenaan pajak yang
diberlakukan bagi setiap investor yang mendapat capital gain atau dividen.
Pada umumnya besarnya pajak yang diberlakukan berbeda, dimana pajak
pajak atas capital gain baru dapat dibayar jika capital gain telah direalisasi.
Dengan demikian, apabila investor tidak segera merealisasikan capital
gain-nya, berarti investor menunda pembayaran pajaknya. Sudah tentu present
value (PV) pembayaran pajaknya akan turun. Dengan dua alasan ini (pajak
lebih rendah serta dapat ditundakan) maka Litzenberger dan Ramaswarny
menyatakan pandangan negatif dividen bagi value perusahaan.
Meskipun tiga konsep tersebut dianggap sebagai teori-teori utama mengenai
kebijakan dividen, perkembangan ilmu keuangan modern memunculkan
pendekatan baru yang lebih relevan dan lebih mampu menjelaskan kebijakan
dividen dalam dunia bisnis praktis, yaitu:
a) Signalling theory
Signalling theory is based on the assumption that information is not equally available to all parties at the same time, and that information asymmetry is the rule. Information asymmetries can result in very low valuations or a sub-optimum investment policy. Signalling theory states that corporate financial decisions are signals sent by the company's managers to investors in order to shake up these asymmetries. These signals are the cornerstone of financial communications policy.
(www.loreal-finance.com/site/us/contenu/lexique.asp)
Ada kecenderungan harga saham akan naik jika ada pengumuman kenaikan
dividen, dan harga saham akan turun jika ada pengumuman penurunan dividen.
Tetapi ada argumen lain yang lebih masuk akal yaitu dividen itu sendiri tidak
menyebabkan kenaikan (penurunan) harga, tetapi prospek perusahaan, yang
ditunjukkan oleh meningkatnya (menurunnya) dividen yang dibayarkan, yang
menyebabkan perubahan harga saham. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai
Menurut teori tersebut, dividen mempunyai kandungan informasi, yaitu prospek
perusahaan di masa mendatang.
Dividend signalling theory menjelaskan bahwa informasi tentang dividen
yang dibayarkan, digunakan oleh investor sebagai sinyal perusahaan di masa
mendatang. Sinyal perubahan dividen dapat dilihat dari reaksi harga saham.
Reaksi harga saham dapat diukur dengan menggunakan return saham sebagai
nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return.
Pengumuman perubahan dividen dikatakan mempunyai kandungan informasi
jika memberikan abnormal return yang signifikan terhadap pasar. Sebaliknya,
pengumuman perubahan dividen dikatakan tidak mempunyai kandungan
informasi jika tidak memberikan abnormal return yang signifikan terhadap pasar.
Peningkatan dividen akan membuat pasar bereaksi positif (mendukung
dividend signalling theory) bila pasar cenderung menginterpretasikan bahwa
peningkatan dividen dianggap sebagai sinyal tentang prospek cerah perusahaan di
masa mendatang, demikian juga sebaliknya pasar akan bereaksi negatif jika terjadi
penurunan dividen, yang dianggap sebagai sinyal yang kurang bagus tentang
prospek perusahaan di masa mendatang.
Prinsip signalling ini mengajarkan bahwa setiap tindakan mengandung
informasi. Hal ini disebabkan karena adanya asymetric information. Asymmetric
information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain. Misalnya, pihak manajemen perusahaan memiliki
informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak investor di pasar modal.
b) Teori Dividen Residual (Residual Theory of Dividends)
Menurut teori dividen residual, perusahaan menetapkan kebijakan dividen
setelah semua investasi yang menguntungkan habis dibiayai. Dengan kata lain,
dividen yang dibayarkan merupakan ‘sisa’ (residual) setelah semua usulan
investasi yang menguntungkan habis dibiayai.
e. Bentuk Pembayaran Dividen
Menurut Abdul Halim (2005:94), ada tiga bentuk pembayaran dividen, yaitu
dividen dalam jumlah rupiah stabil, dividen dengan rasio pembayaran konstan,
dan cividen tetap yang rendah ditambah dividen ekstra.
1) Dividen dalam jumlah rupiah stabil,
Banyak perusahaan yang menjalankan kebijakan pembayaran dividen yang stabil, artinya dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Pembayaran dividen yang stabil ini dapat memberikan kesan kepada investor bahwa perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik di masa mendatang.
2) Dividen dengan rasio pembayaran konstan,
Beberapa perusahaan melakukan pembayaran dividen berdasarkan persentase tertentu dari laba. Karena laba berfluktuasi, maka menjalankan kebijakan ini akan berakibat jumlah dividen dalam rupiah akan berfluktuasi.
3) Dividen tetap yang rendah ditambah dividen ekstra.
Pembayaran dividen ini hanyalah merupakan modifikasi dari cara 1 dan 2 di atas. Kebijakan ini memberi fleksibilitas pada perusahaan tetapi mengakibatkan investor sedikit ragu-ragu tentang berapa besarnya dividen mereka. Apabila laba perusahaan sangat berfluktuasi, kebijakan ini akan merupakan pilihan terbaik.
2. Earning Per Share (EPS)
Dalam lingkaran keuangan, alat ukur yang paling sering digunakan adalah
mengenai performance perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat
luas (go public) karena investor maupun calon investor berpandangan bahwa EPS
mengandung informasi yang penting untuk melakukan prediksi mengenai
besarnya dividen per saham di kemudian hari dan tingkat harga saham di
kemudian hari, serta EPS juga relevan untuk menilai efektivitas manajemen dan
kebijakan pembayaran dividen.
Menurut Nachrowi (2006:71), “dalam berinvestasi di bursa, investor akan
memperlihatkan berbagai aspek, salah satunya adalah penghasilan per lembar
saham (earning per share atau EPS)”. EPS merupakan salah satu indikator yang
dapat menunjukkan kinerja perusahaan, karena besar kecilnya EPS akan
ditentukan oleh laba perusahaan.
Perhitungan EPS dapat dirumuskan sebagai berikut:
EPS =
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006:6), saham (stock atau share) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan hukum dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut.
b. Jenis-jenis Saham
pemiliknya paling yunior atau akhir terhadap pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi (tidak memiliki hak-hak istimewa). Karakterisktik lain dari saham biasa adalah dividen dibayarkan selama perusahaan memperoleh laba. Setiap pemilik saham memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham (one share
one vote). Pemegang saham biasa memiliki tanggung jawab terbatas terhadap
klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya dan memiliki hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain. Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi). Persamaan saham preferen dengan obligasi terletak pada 3 (tiga) hal: ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya, dividen tetap selama masa berlaku dari saham dan memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible) dengan saham biasa.
Saham preferen lebih aman dibandingkan dengan saham biasa karena
memiliki hak klaim terhadap kekayaan perusahaan dan pembagian dividen
terlebih dahulu. Saham preferen sulit untuk diperjualbelikan seperti saham biasa,
karena jumlahnya yang sedikit.
c. Keuntungan Pembelian Saham
Ekspektasi atau motivasi setiap investor adalah mendapatkan keuntungan dari
transaksi investasi yang mereka lakukan. Bermain saham memiliki potensi
keuntungan dalam 2 (dua) hal, pertama, pembagian dividen dan kenaikan harga
saham (capital gain).
Dividen merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada semua
pemegang saham. Biasanya dilakukan satu tahun sekali. Bentuk dari dividen itu
sendiri, bisa berupa uang tunai ataupun bentuk penambahan saham. Sedangkan
capital gain, didapat berdasarkan selisih harga jual saham dengan harga beli.
Dimana keuntungan didapat bila harga jual saham lebih tinggi dari harga beli
d. Risiko Kepemilikan Saham
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006:13), ada beberapa risiko yang
dihadapi pemodal dengan kepemilikan sahamnya, yaitu tidak mendapat dividen
dan mengalami capital loss.
1) Tidak Mendapat Dividen
Perusahaan akan membagikan dividen jika operasinya menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat membagikan dividen jika mengalami kerugian. Dengan demikian, potensi ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut.
2) Capital Loss
Dalam aktivitas perdagangan saham, investor tidak selalu mendapatkan
capital gain atau keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya
investor harus menjual saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian, seorang investor mengalami capital loss. Dalam jual beli saham, terkadang untuk menghindari potensi kerugian yang semakin besar seiring terus menurunnya harga saham, maka seorang investor rela menjual sahamnya dengan harga rendah. Istilah ini dikenal dengan istilah penghentian kerugian (cut loss).
Di samping risiko di atas, seorang pemegang saham juga masih dihadapkan dengan potensi risiko lainnya, yaitu:
(a)Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi,
Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di Bursa Efek, jika sebuah perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau di-delist. Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan menempati posisi lebih rendah dibanding kreditor atau pemegang obligasi dalam pelunasan kewajiban perusahaan. Artinya, setelah semua aset perusahaan tersebut dijual, terlebih dahulu akan dibagikan kepada para kreditor atau pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa, baru dibagikan kepada para pemegang saham.
(b)Saham di-delist dari bursa,
Risiko lain yang dihadapi oleh para pemodal adalah jika saham perusahaan di-delist dari bursa umumnya adalah karena kinerja yang buruk misalnya dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan dividen secara berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai kondisi lainnya sesuai dengan peraturan pencatatan efek di bursa.
Di samping dua risiko di atas, risiko lain yang juga “mengganggu” para investor untuk melakukan aktivitasnya adalah jika suatu saham di-suspend atau dihentikan perdagangannya oleh otoritas Bursa Efek, yang menyebabkan investor tidak dapat menjual sahamnya hingga suspensi tersebut dicabut. Suspensi biasanya berlangsung dalam waktu singkat, misalnya satu sesi perdagangan, dua sesi perdagangan, namun dapat pula berlangsung dalam kurun waktu beberapa hari perdagangan. Hal tersebut dilakukan otoritas bursa jika suatu saham mengalami lonjakan harga yang luar biasa, suatu perusahaan dipailitkan oleh kreditornya, atau berbagai kondisi lain yang mengharuskan otoritas bursa menghentikan perdagangan saham tersebut untuk sementara sampai perusahaan yang bersangkutan memberikan informasi yang belum jelas tersebut sehingga tidak menjadi ajang spekulasi. Jika telah didapatkan suatu informasi yang jelas, maka suspensi atas saham tersebut dapat dicabut oleh bursa dan saham dapat diperdagangkan kembali seperti semula.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham
Harga saham selalu mengalami perubahan setiap harinya. Bahkan setiap
detikpun harga saham dapat berubah. Oleh karena itu, investor harus mampu
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham. Faktor-faktor
yang mempengaruhi fluktuasi harga saham dapat berasal dari internal maupun
eksternal. Adapun faktor internalnya antara lain adalah: laba perusahaan,
pertumbuhan aktiva tahunan, likuiditas,
nilai kekayaan total, penjualan.
Sementara itu, faktor eksternalnya adalah: kebijakan pemerintah dan dampaknya, pergerakan suku bunga,
penggabungan usaha (Business Combination).
4. Hipotesis Efisiensi Pasar (Efficient Market Hypothesis)
a. Pengertian Hipotesis Efisiensi Pasar
Pergerakan suatu saham tidak dapat diperkirakan secara pasti. Harga suatu
saham dapat ditentukan menurut hukum permintaan dan penawaran (kekuatan
tawar-menawar). Semakin banyak orang yang membeli suatu saham, maka harga
saham tersebut cenderung akan bergerak naik. Demikian pula sebaliknya, semakin
banyak orang yang menjual saham suatu perusahaan, maka harga saham tersebut
cenderung akan bergerak turun. Sehubungan dengan hal itu, hipotesis pasar
efisien (efficient market hypothesis/EMH) menyatakan reaksi harga pasar terhadap
informasi keuangan dan informasi lainnya. Berdasarkan hipotesis efisiensi pasar,
informasi direfleksikan ke dalam harga sekuritas dengan kecepatan sedemikian
rupa sehingga tidak ada kesempatan atau peluang bagi investor untuk
mendapatkan keuntungan dari informasi-informasi yang tersedia untuk publik.
b. Bentuk-bentuk Efisiensi Pasar
Wild, et al (2005:49) menyatakan bahwa ada tiga bentuk EMH, yaitu:
• bentuk lemah (weak form) EMH, menyatakan bahwa harga mencerminkan sepenuhnya informasi yang terkandung dalam pergerakan harga historis,
• bentuk semi kuat (semistrong form) EMH, menyatakan bahwa harga mencerminkan sepenuhnya informasi yang tersedia untuk publik,
• bentuk kuat (strong form) EMH, menyatakan bahwa harga mencerminkan seluruh informasi, termasuk informasi dari dalam.
Tandelilin (2001:114) mengklasifikasikan pasar yang efisien ke dalam tiga
bentuk, yaitu:
• efisien dalam bentuk setengah kuat (semistrong form),
• efisien dalam bentuk kuat (strong form).
Pasar efisien dalam bentuk lemah berarti semua informasi di masa lalu
(historis) akan tercermin dalam harga yang terbentuk sekarang. Oleh karena itu,
informasi historis tersebut (seperti harga dan volume perdagangan di masa lalu)
tidak bisa lagi digunakan untuk memprediksi perubahan harga di masa yang akan
datang, karena sudah tercermin pada harga saat ini. Implikasinya adalah bahwa
investor tidak akan bisa memprediksi nilai pasar saham di masa datang dengan
menggunakan data historis.
Efisien pasar dalam bentuk setengah kuat merupakan bentuk efisiensi pasar
yang lebih komprehensif karena dalam bentuk ini harga saham di samping
dipengaruhi oleh data pasar (harga saham dan volume perdagangan masa lalu)
juga dipengaruhi oleh semua informasi yang dipublikasikan (seperti earning,
dividen, pengumuman stock split, penerbitan saham baru, dan kesulitan keuangan
yang dialami perusahaan). Pada pasar yang efisien dalam bentuk setengah kuat
ini, investor tidak dapat berharap mendapatkan return abnormal jika strategi
perdagangan yang dilakukan hanya didasari oleh informasi yang telah
dipublikasikan. Sebaliknya, jika pasar tidak efisien maka akan ada lag
(ketinggalan/kelambatan) proses penyesuaian harga terhadap informasi baru, dan
ini dapat digunakan investor untuk mendapatkan return abnormal.
Pasar efisien dalam bentuk kuat merupakan bentuk efisiensi pasar dimana
dalam harga sekuritas saat ini. Dalam bentuk efisien kuat seperti ini tidak akan
ada seorang investor pun yang bisa memperoleh return abnormal.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nurmala (2001) yang menganalisis pengaruh kebijakan dividen terhadap
harga saham perusahaan otomotif di Bursa Efek Jakarta. Variabel independen
yang diteliti yaitu Earning Per Share, Dividen Per Share dan variabel dependen
yang diteliti yaitu Closing Price. Populasi penelitian ini adalah perusahaan
otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama 5 tahun berturut-turut (tahun
1996 sampai tahun 2000). Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan
menggunakan analisis korelasi Rank Spearman dan pengujian hipotesis dapat
diketahui bahwa kebijakan dividen yang diterapkan oleh ketiga perusahaan
otomotif tersebut (PT Goodyear Indonesia Tbk, PT Selamat Sempurna Tbk, PT
Tunas Ridean Tbk.) tidak mempengaruhi harga saham.
Nuliana (2003) melakukan penelitian tentang Pengaruh Dividen Per Saham
Dan Rentabilitas Modal Sendiri (ROE) Terhadap Harga Pasar Saham PT
Telkom,Tbk. Variabel independen yang digunakan adalah dividen per saham dan
rentabilitas modal sendiri (ROE). Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara Dividen Per saham dan Rentabilitas Modal
Sendiri (ROE) baik secara parsial maupun secara simultan terhadap Harga Pasar
Saham PT TELKOM, Tbk.
Sasongko dan Wulandari (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh
rasio-rasio keuangan terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar
yaitu return on assets (ROA), earning per share (EPS), return on sales (ROS) dan
basic earning power (BEP). Hasil penelitian menunjukkan hanya EPS yang
berpengaruh terhadap harga saham, sedangkan ROA, ROS, dan BEP tidak
berpengaruh terhadap harga saham.
Raymond (2007) meneliti pengaruh dividend per share dan earning per share
terhadap harga saham pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk periode 2002-2006.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan analisis regresi dan korelasi
dapat disimpulkan bahwa dividend per share dan earning per share mempunyai
hubungan yang cukup kuat terhadap harga saham.
Halim (2007) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham dari
perusahaan-perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Jakarta pada
periode 2004-2006. Harga saham merupakan variabel dependen. Variabel
independennya meliputi return on equity, debt to equity ratio, earning per share,
dan net profit margin. Hasil penelitian menunjukkan hanya ROE dan EPS
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur.
Tambunan (2007) meneliti pengaruh kebijakan dividen terhadap harga saham
pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Kebijakan dividen yang
digunakan sebagai variabel independen adalah dividend per share dan earning per
share, harga saham yang digunakan sebagai variabel dependen adalah harga
saham penutupan. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 27 perusahaan
dengan periode pengamatan yaitu tahun 2001-2003. Berdasarkan analisis yang
dividend per share dan earning per share mempunyai pengaruh yang positif
terhadap harga saham.
Dari penelitian terdahulu dapat kita tinjau bahwa terdapat inconsistency
dalam penelitian-penelitian tersebut yang dapat kita lihat bahwa ada penelitian
terdahulu yang menyatakan DPS berpengaruh terhadap harga saham, tetapi ada
juga yang menyatakan DPS tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap harga
saham. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya variabel kontekstual / variabel
kontijensi.
Pasar modal di Indonesia termasuk dalam kategori bentuk lemah (weak form).
Oleh karena itu, harga saham mencerminkan informasi historis, merupakan
cermin dari pergerakan harga saham yang bersangkutan di masa lalu.
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesis dari tinjauan teori dan tinjauan
penelitian terdahulu serta alasan-alasan logis. Adapun kerangka konseptual dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Perusahaan yang bisa memberikan dividen yang besar, harga sahamnya juga
akan meningkat, jika Dividen Per Saham (DPS) tinggi maka akan dapat
meningkatkan harga pasar saham perusahaan. Jadi, Dividend Per Share
berpengaruh terhadap harga saham.
EPS merupakan salah satu hal utama yang diperhatikan investor sebelum
membuat keputusan investasinya di suatu perusahaan karena investor tentunya
mengharapkan pengembalian atau return yang tinggi dari investasinya sehingga
investor akan lebih tertarik untuk berinvestasi di perusahaan yang mempunyai
EPS yang tinggi. Apabila EPS suatu perusahaan dinilai tinggi oleh investor, maka
hal ini pada gilirannya akan menyebabkan harga saham perusahaan tersebut
cenderung bergerak naik. Jadi, Earning Per Share berpengaruh terhadap harga
saham.
2. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan,
berdasarkan kerangka konseptual yang dibuat.
Hipotesisnya adalah Dividend Per Share dan Earning Per Share berpengaruh
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan (desain) penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
desain kausal. Desain kausal menurut Widayat dan Amirullah (2002 :61) dalam
bukunya yang berjudul Metode Riset Akuntansi Terapan, adalah “desain yang
berguna untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel
lainnya dan bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.”
B. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah perusahaan Go Public yang terdaftar di BEI.
Dari populasi yang ada sebanyak 383 perusahaan akan diambil 41 perusahaan
sebagai anggota sampelnya yaitu perusahaan yang terdaftar di BEI pada periode
2005 sampai dengan 2007.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling,
yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,
2004:78). Beberapa pertimbangan sebagai sampel yang ditentukan oleh peneliti
adalah sebagai berikut :
2. Perusahaan tersebut membayar dividen tunai berturut-turut pada tahun 2005,
2006, dan 2007,
3. Perusahaan tersebut mempunyai laba bersih pada tahun 2005, 2006, dan
2007,
4. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak sedang berada dalam proses delisting
pada tahun 2005, 2006, dan 2007,
5. Merupakan perusahaan go public yang data semua variabelnya baik variabel
dependen maupun independen tersedia dan dapat diperoleh, baik dari
Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2006, JSX Watch 2008-2009
atau dari laporan-laporan keuangan yang diambil dari sumber lain maupun
situs Bursa Efek Indonesia (BEI).
D. Jenis Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data kuantitatif, yaitu data yang
diukur dalam suatu skala numerik (Kuncoro, 2003:124) dan merupakan data
sekunder, yaitu data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui
media perantara (Indriantoro dan Supomo, 2002:147), yang diperoleh dari
Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2006, JSX Watch 2008-2009 dan
situs Bursa Efek Indonesia (BEI).
E. Identifikasi dan Pengukuran Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Variabel independen yaitu variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain.
Yang termasuk variabel independen di sini adalah:
Dividend Per Share (x1) =
2. variabel dependen (tidak bebas)
Harga saham (Y) yang digunakan dalam penelitian ini adalah closing price
pertahun masing-masing perusahaan yang diteliti dengan periode penelitian dari
tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.
F. Metode Analisis Data
1. Pengujian Asumsi Klasik
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis statistik dengan menggunakan SPSS versi 16.0. Peneliti melakukan uji
asumsi klasik terlebih dahulu sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian
asumsi klasik yang dilakukan terdiri atas uji normalitas, uji multikolinearitas, dan
uji autokorelasi.
a. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Kalau nilai residual tidak
mengikuti distribusi normal, uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel
residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan desain grafik. Jika data
menyebar di sekitar garis diagonal atau mengikuti arah garis diagonal, atau grafik
histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi
asumsi normalitas, demikian sebaliknya. Selain itu, dapat digunakan uji statistik
Kolmogorov-Smirnov (K-S), yang dijelaskan oleh Gozhali (2005:115). Bila nilai
signifikan < 0.05 berarti distribusi data tidak normal. Sebaliknya bila nilai
signifikan > 0.05 berarti distribusi data normal.
b. Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali,
2005:91). Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat (1) nilai
tolerance dan lawannya (2) VIF(variance inflation factor). Nilai cutoff yang
umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance
< 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
Menurut Gozhali (2005), cara yang dapat dilakukan jika terjadi
multikolinearitas, yaitu:
i. mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi
tinggi dari model regresi dan identifikasi variabel independen lainnya untuk
membantu prediksi,
ii. menggabungkan data cross section dan time series (pooling data)
c. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi menurut Ghozali (2005:95) adalah sebagai berikut:
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi ini muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtun waktu (time series) karena “gangguan” pada seseorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya.
Dengan menggunakan program SPSS, deteksi adanya problem autokorelasi
adalah dengan melihat besaran DURBIN-WATSON, yaitu panduan mengenai
angka D-W (Durbin-Watson) pada tabel D-X. Mengacu pada pendapat
Santoso, Singgih (2002), secara umum dapat diambil patokan sebagai berikut:
• angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif
• angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi
• angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
Autokorelasi bisa diatasi dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan
transformasi data dan menambah data observasi.
d. Uji heteroskedasitas
Uji heteroskedasitas dijelaskan oleh Ghozali (2005:105) sebagai berikut:
Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedasitas, menurut Ghozali
(2005:105) dapat dilihat dari grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel
dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Jika ada pola tertentu
seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka telah
terjadi heteroskedasitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas, serta
titik-titik menyebar maka tidak terjadi heteroskedasitas.
e. Koefisien determinasi (R2); untuk melihat seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
antara nol dan satu. Nilai R2 berarti kemampuan variabel-variabel independen
dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang
mendekati satu variabel- variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel dependen.
Secara umum koefisien determinasi untuk data silang ( Cross Section) relatif
rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan,
sedangkan untuk data kurun waktu ( time series) biasanya mempunyai nilai
koefisien determinasi yang tinggi.
2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi. Untuk
mengetahui bagaimana pengaruh DPS dan EPS secara bersama terhadap
harga saham, digunakan uji ANOVA atau uji statistik F dengan rumus
Y= + 1X1+ 2 X2 + e
Keterangan:
Y = harga saham
= konstanta
1 & 2 = koefisien regresi
X1 = Dividend Per Share (DPS)
X2 = Earning per Share (EPS)
e = Kesalahan pengganggu (error)
Kemudian dilakukan proses pengujian analisis t untuk mengetahui apakah
masing-masing variabel yaitu dividend per share dan earning per share secara
G. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Tahapan Penelitian Sept
08
Okt
08
Nov
08
Des
08
Jan
09
Feb
09
Pengajuan Judul
Penyelesaian Proposal
Bimbingan Proposal
Seminar Proposal
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Secara Statistik
Objek penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang Go Public yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pada tanggal 1 Desember 2007 Bursa Efek
Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) resmi berganti nama menjadi Bursa
Efek Indonesia (BEI). Pada tahun 2005-2007 perusahaan-perusahaan yang
dijadikan sampel masih terdaftar di BEJ, tetapi karena data penelitian diambil
pada tahun 2008, maka peneliti menggunakan nama BEI. Setelah dilakukan
pemilihan sampel dengan teknik purposive sampling diperoleh 41 perusahaan
sebagai sampel. Berikut ini merupakan data statistik secara umum dari seluruh
data yang digunakan:
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
EPS 123 6.00 5008.00 602.3957 1140.31121 1300309.661
DPS 123 1.30 3600.00 246.2990 586.75840 344285.426
HS 123 70.00 129500.00 8826.1545 20427.11822 4.173E8
Valid N (listwise) 123 Sumber: Diolah dari SPSS
Dari tabel 4.1 di atas, dapat dijelaskan bahwa:
1. rata-rata dari earning per share (EPS) adalah 602,3821 dengan deviasi
2. rata-rata dari dividend per share (DPS) adalah 246,2683 dengan deviasi
standar sebesar 586,77091 dan jumlah data yang ada sebanyak 123,
3. rata-rata dari harga saham (HS) adalah 8826,1545 dengan deviasi standar
sebesar 20427,11822 dan jumlah data yang ada sebanyak 123.
B. Hasil Analisis
1. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji normalitas
Hasil dari uji normalitas dengan grafik histogram, normal probability plot,
serta Kolmogorov-Smirnov Test ditunjukkan sebagai berikut:
Gambar 4.2 Uji Normalitas (2)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
EPS DPS HS
N 123 123 123
Normal Parametersa Mean 602.3821 246.2683 8826.1545
Std. Deviation 1140.31638 586.77091 20427.11822
Most Extreme Differences Absolute .341 .343 .334
Positive .341 .343 .329
Negative -.300 -.338 -.334
Kolmogorov-Smirnov Z 3.783 3.804 3.705
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari hasil uji normalitas di atas, dapat dilihat bahwa variabel EPS, DPS, dan
HS memiliki data yang tidak terdistribusi dengan normal karena nilai
signifikannya < 0,05. yaitu variabel EPS sebesar 0.000, variabel DPS sebesar
0.000 dan variabel harga saham sebesar 0,000. Ada beberapa cara mengubah
model regresi menjadi normal menurut Erlina (2007:106) yaitu:
a. lakukan transformasi data ke bentuk lainnya,
b. lakukan trimming, yaitu membuang data outlier,
c. lakukan winsorizing, yaitu mengubah nilai data yang outlier ke suatu nilai
tertentu.
Untuk mengubah nilai residual agar berdistribusi normal, penulis melakukan
transformasi data ke model logaritma natural (Ln) yaitu dari persamaan Harga
Saham = f(DPS) menjadi LN_Harga_Saham = f(LN_DPS). Setelah itu, data diuji
ulang berdasarkan asumsi normalitas. Oleh karena itu, dilakukan transformasi data
adalah dengan melakukan LN terhadap semua variabel yang tidak terdistribusi
secara normal tersebut.
Hasil uji normalitas setelah dilakukan transformasi data yang tidak normal
tersebut dapat dilihat pada grafik histogram, normal probability plot, dan tabel
Kolmogorov-Smirnov Test berikut ini:
Gambar 4.4 Uji Normalitas (5)
Cara yang digunakan untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal
atau tidak adalah dengan desain grafik. Jika data menyebar di sekitar garis
diagonal atau mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogramnya
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas, demikian sebaliknya.
Dari grafik histogram dan normal probability plot pada gambar 4.3 dan
gambar 4.4 di atas terlihat bahwa setelah dilakukan transformasi data
menggunakan LN, grafik histogram memperlihatkan pola distribusi yang normal,
dan grafik P-P Plot memperlihatkan titik-titik menyebar di sekitar/mengikut i arah
Tabel 4.3 Uji Normalitas (6)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
LN_EPS LN_DPS LN_HS
N 123 123 123
Normal Parametersa Mean 5.1067 3.9541 7.5848
Std. Deviation 1.68211 1.80938 1.72574
Most Extreme Differences Absolute .063 .055 .078
Positive .063 .052 .078
Negative -.062 -.055 -.038
Kolmogorov-Smirnov Z .696 .612 .861
Asymp. Sig. (2-tailed) .718 .849 .449
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: Diolah dari SPSS
Bila nilai signifikan < 0.05 berarti distribusi data tidak normal. Sebaliknya
bila nilai signifikan > 0.05 berarti distribusi data normal.
Dari tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa setelah dilakukan transformasi data
dengan LN, semua data variabel yang diuji menjadi normal dan nilai signifikan
b. Uji Multikolinieritas
Table 4.4 Uji multikolinieritas
Hasil dari uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel diatas:
Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat (1) nilai tolerance dan
lawannya (2) VIF(variance inflation factor). Nilai cutoff yang umum dipakai
untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau
sama dengan nilai VIF > 10.
Dari hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa angka tolerance pada variabel
EPS (LN_EPS) dan DPS (LN_DPS) > 0,10 dan VIF-nya < 10. Hal ini
menujukka n bahwa tidak terjadi multikolinieritas di antara variabel penelitian. Coefficientsa
a. Dependent Variable: LN_HS
c. Uji Autokorelasi
Hasil dari uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5
a. Predictors: (Constant), LN_DPS, LN_EPS
b. Dependent Variable: LN_HS
Sumber: Diolah dari SPSS
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa nilai DW sebesar 1,299. angka
D-W tersebut berada diantara -2 sampai +2 berarti tidak terjadi autokorelasi.
• Apabila angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif
• Apabila angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi
• Apabila angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan
variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain dalam model regresi.
Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi
homoskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedasitas, menurut
Ghozali (2005:105) dapat dilihat dari grafik Scatterplot antara nilai prediksi
variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Jika ada pola
telah terjadi heteroskedasitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas, serta
titik-titik menyebar maka tidak terjadi heteroskedasitas
Hasil dari uji heteroskedasitas dapat dilihat pada grafik scatterplot berikut ini:
Gambar 4.5 Grafik Scatterplot
Dari grafik scatterplot di atas, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak
serta tidak membentuk pola tertentu atau tidak teratur. Hal ini mengindikasikan
tidak terjadi heterokedasitas pada model regresi sehingga model regresi layak
2. Pengujian Hipotesis
Nilai koefisien korelasi (R) menunjukkan seberapa besar korelasi atau
hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen.
Koefisien korelasi dikatakan kuat apabila nilai R berada di atas 0.5 dan
mendekati 1.
Koefisien determinasi (R square) menunjukkan seberapa besar variabel
independen menjelaskan variabel dependennya. Nilai R square adalah nol sampai
dengan satu. Apabila nilai R square semakin mendekati satu, maka
variabel-variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen. Sebaliknya, semakin kecil nilai R square,
maka kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen semakin terbatas. Nilai R square memiliki kelemahan yaitu
nilai R square akan meningkat setiap ada penambahan satu variabel independen
meskipun variabel independen tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan program SPSS 16.0, maka
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.6
a. Predictors: (Constant), LN_DPS, LN_EPS
b. Dependent Variable: LN_HS
Pada model summary sebelumnya, angka R sebesar 0,913 menunjukkan
bahwa korelasi atau hubungan antara HS (variabel dependen) dengan EPS dan
DPS (variabel independen) adalah kuat karena berada di atas angka 0,5 (50%).
Angka adjusted R square atau koefisien determinasi yang disesuaikan adalah
0,831. Hal ini berarti bahwa 83,1% variasi atau perubahan dalam harga saham
dapat dijelaskan oleh variasi EPS dan DPS. Sedangkan sisanya sebesar 16,9%
dijelaskan oleh sebab-sebab lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian.
Kemudian standard error of the estimate adalah sebesar 0,70954. Semakin kecil
angka ini akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi HS.
Untuk melihat pengaruh EPS dan DPS secara individu terhadap harga saham,
dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik t. Berdasarkan hasil pengolahan
data dengan program SPSS 16.0, maka diperoleh hasil seperti yang terlihat pada
tabel 4.8 berikut:
a. Dependent Variable: LN_HS
Dari tabel koefisien regresi di hal sebelumnya, dapat diambil kesimpulan yaitu:
1. uji t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel
independennya. Dari tabel dapat kita lihat bahwa variabel EPS mempunyai
angka signifikansi sebesar 0,000 yang berada di bawah 0,05 yang
menunjukkan bahwa EPS secara individual berpengaruh signifikan terhadap
HS.
2. uji t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel
independennya. Dari tabel dapat kita lihat bahwa variabel DPS mempunyai
angka signifikansi sebesar 0,266 yang berada di atas 0,05 yang menunjukkan
bahwa EPS secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap HS.
Setelah melakukan uji t, kemudian untuk melihat pengaruh EPS dan DPS
secara simultan terhadap harga saham, dapat dilakukan dengan menggunakan uji
statistik F. Hasil uji statistik F dengan program SPSS 16.0 dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
a. Predictors: (Constant), LN_DPS, LN_EPS
b. Dependent Variable: LN_HS
Dari uji ANOVA atau F-test, diperoleh nilai F hitung sebesar 300,848 dengan
tingkat signifikansi 0,0000. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
variabel EPS dan DPS secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel
harga saham karena tingkat signifikansi sebesar 0,0000 (< 0,05).
Tabel 4.9
a. Dependent Variable: LN_HS Sumber: Diolah dari SPSS
Dari nilai-nilai koefisien di atas, persamaan regresi yang dapat disusun untuk
variabel EPS dan DPS adalah:
Y = 2,934 + 0,826 X1 + 0,110 X2
Di mana:
Y = Harga Saham
X1 = Earning Per Share (EPS)
X2 = Dividend Per Share (DPS)
EPS memiliki koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,826, artinya apabila
DPS memiliki koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,110, artinya apabila
terjadi perubahan variabel DPS sebesar 1% akan menaikkan HS sebesar 0,110
atau 11%.
C. Pembahasan Hasil Analisis
Dari hasil pengujian secara parsial (individu) diketahui bahwa variabel
Earning Per Share (EPS) berpengaruh signifikan terhadap variabel Harga Saham
(HS), karena nilai signifikansi EPS 0,000 (< 0,05). Sedangkan, variabel Dividend
Per Share (DPS) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Harga Saham
(HS) karena nilai signifikansi DPS 0,266 (> 0,05).
Nilai Adjusted R Square sebesar 0,831. Hal ini berarti bahwa 83,1% variasi
atau perubahan dalam harga saham dapat dijelaskan oleh variasi EPS dan DPS.
Sedangkan sisanya sebesar 16,9% dijelaskan oleh sebab-sebab lain yang tidak
dimasukkan dalam model penelitian.
Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa variabel tingkat laba per lembar
saham atau Earning Per Share (EPS) memiliki pengaruh yang sangat signifikan
terhadap harga saham, sebagaimana ditunjukkan oleh angka signifikansinya
sebesar 0,0000 < 0,05 setelah dilakukan uji t. Dari hasil penelitian ini, variabel
EPS memiliki koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,826, artinya apabila
terjadi perubahan variabel EPS sebesar 1% akan menaikkan HS sebesar 0,826
atau 82,6%. Hal ini berarti bahwa informasi EPS perusahaan yang terdapat dalam
laporan keuangan preusahaan yang dipublikasikan merupakan hal yang utama
tersebut akan mempengaruhi permintaan terhadap saham perusahaan yang
bersangkutan yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga saham, di mana
apabila investor menganggap bahwa angka EPS perusahaan cukup baik dan akan
menghasilkan return yang sepadan dengan resiko yang akan ditanggungnya, maka
permintaan terhadap saham perusahaan tersebut akan meningkat, yang berarti
harga saham perusahaan tersebut juga akan meningkat. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sasongko dan Wulandari (2006) yang
menemukan bahwa informasi EPS memiliki pengaruh yang sangat signifikan
terhadap harga saham.
Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa variabel tingkat dividen per lembar
saham atau Dividend Per Share (DPS) memiliki pengaruh yang tidak signifikan
terhadap harga saham, sebagaimana ditunjukkan oleh angka signifikansinya
sebesar 0,266 > 0,05 setelah dilakukan uji t. Dari hasil penelitian ini, variabel
DPS memiliki koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,110, artinya apabila
terjadi perubahan variabel DPS sebesar 1% akan menaikkan HS sebesar 0,110
atau 11%. Hal ini berarti bahwa informasi DPS perusahaan yang terdapat dalam
laporan keuangan preusahaan yang dipublikasikan bukan merupakan hal yang
utama diperhatikan oleh investor dalam membuat keputusan investasinya, karena
tidak selamanya laba bersih yang diperoleh perusahaan dialokasikan sebagai
dividen, bisa saja perusahaan mengalokasikan laba bersih yang didapatnya untuk
perluasan/ekspansi usaha, atau melakukan investasi seperti investasi aktiva tetap,
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. EPS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan go
public di Bursa Efek Indonesia, sebagaimana ditunjukkan oleh angka
signifikansinya sebesar 0,0000 < 0,05 setelah dilakukan uji t. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa informasi EPS merupakan hal utama yang
perlu diperhatikan dan dijadikan tolok ukur yang lebih baik oleh investor
dalam membuat keputusan investasinya, sehingga hal tersebut akan
mempengaruhi permintaan terhadap saham perusahaan yang bersangkutan
yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga saham, di mana apabila
investor menganggap bahwa angka EPS perusahaan cukup baik dan akan
menghasilkan return yang sepadan dengan resiko yang akan ditanggungnya,
maka permintaan terhadap saham perusahaan tersebut akan meningkat, yang
berarti harga saham perusahaan tersebut juga akan meningkat. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sasongko dan
Wulandari (2006) yang menemukan bahwa informasi EPS memiliki pengaruh
yang sangat signifikan terhadap harga saham.
2. DPS tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham
perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia, sebagaimana ditunjukkan oleh