Abdul Gani dkk. Hubungan antara Data Klinis dengan Fraksi...
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 3 y September 2008 169
Efek Celecoxib dan Diclofenac terhadap Tetesan Darah
dari Ekor Tikus
Yunita Sari Pane1, Sunardi2, Mustafa Ridwan Lubis2, Dayat S. Hidayat1, M. Ichwan1 Aznan Lelo1 Departemen Farmakologi & Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara1
Fakultas FMIPA Universitas Muslim Nusantara2
(COX-2) menyebabkan vasokonstriksi, peningkatan pembekuan darah akibat makin bebasnya jalur COX-1 dalam mensintesis tromboksan yang mempermudah terjadinya trombosis dan penyumbatan aliran darah.
Tujuan: Penelitian ini mengkaji efek celecoxib dan diklofenak terhadap tetesan darah dari ekor tikus.
Metoda: 20 ekor tikus putih sehat dengan berat badan 150-200 gr dibagi 4 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor. Kelompok I mendapat celecoxib dosis kecil (1,4 mg/kgBB per-oral), kelompok II mendapat celecoxib dosis besar (7 mg/kgBB per-oral), kelompok III mendapat natrium diclofenac (1 mg/kgBB per-oral) dan kelompok IV mendapat aquadest 1 cc sebagai plasebo. Masing-masing kelompok diberi obat 1 kali sehari selama 3 hari. Pada hari ke-10 dilakukan pemotongan ekor tikus ± 1 cm dari bagian ujungnya untuk melihat tetesan darah yang terjadi. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji T Independent, dimana perbedaan dikatakan bermakna bila nilai p<0,05.
Hasil: Pada kelompok celecoxib dosis kecil (1,4 mg/kgBB) rerata tetesan darah 28,20 ml/menit dan celecoxib dosis besar (7 mg/kgBB) rerata tetesan darah 13,20 ml/menit, sedangkan pada pemberian natrium diclofenac 1 mg/kgBB, rerata tetesan darah 41,40 ml/menit.
Kesimpulan: Berdasarkan statistik terdapat perbedaan bermakna antara kelompok celecoxib dosis kecil dengan dosis besar dan antara celecoxib dosis besar dengan natrium diclofenac. Hal ini disebabkan karena diklofenak menghambat COX-1 dan COX-2. Dengan demikian efek penggumpalan akibat penghambatan COX-2 masih dilawan oleh efek pengenceran akibat penghambatan COX-1.
Kata kunci: tetesan darah, celecoxib, diclofenac
Abstract: Background: Celecoxib as an non-steroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs) could inhibit cyclooxygenase-2 (COX-2) to caused vasoconstriction, increase blood cloth because free pathway COX-1 to synthesize thromboxan to consist of thrombosis and blockage blood circulation.
Aim: This study to determine celecoxib and diclofenac effects to blood drops from rat tail. Methode: 20 white rats, healthy (weighing: 150-200 gram) were divided into 4 groups (n=5). Study groups were as follows: (I) celecoxib low dose (1,4 mg/kgbw orally), (II) celecoxib high dose (7 mg/kgbw orally), (III) natrium diclofenac (1 mg/kgbw orally) and (IV) control group (1 cc aquadest) as placebo. Each drug was orally administered 1 daily for 3 consecutive days. On day 10, the distal of the rat tail was cut ± 1 cm to see the blood drops. The data observed were analyzed by one way ANOVA with level of significant P<0.05.
Result: The blood drops on group (I) celecoxib low dose (28, 20 ml/minute), (II) celecoxib high dose (13,20 ml/minute) and (III) diclofenac (41,40 ml/minute).
Conclusion: The present study had different between celecoxib high dose to celecoxib low dose and diclofenac. This occurred because diclofenac inhibited COX-1 and COX-2. The coagulation effect cause COX-2 inhitor against of dilute effect cause COX-1.
Karangan Asli
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 3 y September 2008 170
PENDAHULUAN
Penyumbatan pembuluh darah terjadi karena adanya proses trombosis yang bisa dijumpai pada pembuluh darah arteri ataupun vena. Trombosis pada arteri disebut trombus putih (white trombus) dan pada vena disebut trombus merah (red trombus). Trombus adalah gumpalan dari komponen-komponen darah, trombus yang terlepas akan mengikuti
aliran darah1
.
Jumlah cairan yang mengalir permenit dapat diartikan berapa tetes cairan (darah)
yang mengalir permenitnya2
. Diameter pembuluh darah akan mengecil (vasokonstriksi) apabila kadar zat-zat yang bertindak sebagai vasokonstriktor (nor adrenalin, tromboksan dan sebagainya)
meningkat 2
.
Secara fisiologis darah akan semakin kental (viskositas meningkat) yang paling nyata pada saat terjadinya proses pembekuan
darah 2
. Meningkatnya kadar tromboksan akan diikuti dengan meningkatnya agregasi tromboksan yang diikuti dengan terjadinya penggumpalan. Dengan kata lain, kekentalan darah semakin meningkat apabila kadar
tromboksan meningkat 3
.
AINS bekerja dengan cara menghambat COX sehingga sintesa prostasiklin ber-
kurang4-7
. Saat ini dikenal dua jenis COX, yaitu COX-1 dan COX-2. Pembentukan tromboksan mengikuti jalur COX-1 sedangkan pembentukan prostasiklin
mengikuti jalur COX-28
. AINS merupakan sediaan yang paling banyak digunakanm sebagai analgetik, antipiretik, dan anti inflamsi. Sediaan ini bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim COX. AINS yang sangat selektif menghambat COX-1 (asetosal) akan menghambat pembentukan tromboksan yang diikuti dengan tercegahnya
agregasi tromboksan9
. Sedangkan sediaan yang sangat selektif menghambat COX-2 (celecoxib) tidak menghambat pembentukan tromboksan, sehingga agregasi trombosit dan vasokonstriksi meningkat yang diikuti dengan peningkatan kejadian trombosis dan
penyumbatan aliran darah10
. Oleh karena itu, diperkirakan apabila hewan percobaan diberikan celecoxib akan terjadi pengentalan darah.
Berdasarkan teori di atas, maka dianggap perlu untuk mengkaji efek pemberian AINS celecoxib (COX-2 inhibitor) dan diklofenak (non selektif inhibitor) terhadap tetesan darah pada hewan coba tikus.
TUJUAN PENELITIAN
Untuk membuktikan adanya pengurangan tetesan darah permenit dari pembuluh darah pada bagian ekor tikus yang terpotong pascapemberian celecoxib dan diklofenak 1 kali sehari selama 3 hari.
MANFAAT PENELITIAN
Bila terbukti pemakaian obat celecoxib dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah dan pengurangan jumlah tetesan darah, maka pemakaiannya harus dipertimbangkan dalam upaya mencegah resiko kardiovaskuler.
METODA
Penelitian yang dipakai adalah penelitian eksperimental menggunakan hewan percobaan tikus putih. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dari Maret s/d Mei 2006. Pada penelitian ini digunakan 20 ekor tikus putih dengan berat badan 150-200 gram, berumur 6-9 bulan. Pada penelitian ini sampel dibagi 4 kelompok:
- Kelompok I adalah kelompok yang
mendapat celecoxib dosis kecil (1,4 mg/kgBB per-oral).
- Kelompok II adalah kelompok yang
mendapat celecoxib dosis besar (7 mg/kgBB per-oral).
- Kelompok III adalah kelompok yang
mendapat natrium diklofenak 1 mg/kgBB per-oral.
- Kelompok IV adalah kelompok kontrol
yang mendapat aquadest 1 cc sebagai plasebo.
Yunita Sari Pane dkk. Efek Celecoxib dan Diclofenac....
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 3 y September 2008 171
Tabel 1.
Jumlah tetesan darah
Jumlah tetesan darah No.
Tikus Celecoxib dosis kecil (1,4 mg/kgBB)
Celecoxib dosis besar (7 mg/kgBB)
Diclofenac
ditampung dengan menggunakan gelas ukur, dihitung banyaknya tetesan darah yang keluar selama 1 menit, selanjutnya dikonversikan terhadap volume darah permenitnya. Data yang diperoleh di uji dengan menggunakan ANOVA test. Perbedaan bermakna bila p<0,05.
HASIL
Telah dilakukan penelitian efek celecoxib dan diklofenak terhadap jumlah tetesan darah pada hewan uji tikus putih. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 3 bulan (Maret-Mei 2006). Hewan percobaan dibagi 4 kelompok, 5 ekor diberi celecoxib dosis kecil (1,4 mg/kgBB), 5 ekor diberi celecoxib dosis besar (7 mg/kgBB), 5 ekor diberi diklofenak (1 mg/kgBB) dan 5 ekor diberi aquadest sebagai plasebo (1 cc/ekor). Setelah pemberian obat-obatan tersebut 3 kali sehari selama 3 hari, pada hari ke-10 ekor tikus dipotong 1 cm dari ujungnya dengan gunting lalu diamati dan dicatat tetesan daarah yang terjadi selama 1 menit (Tabel 1).
Dari Tabel 1 diketahui bahwa terdapat perbedaan tetesan darah antara kelompok celecoxib dosis kecil (1,4 mg/kgBB), celecoxib dosis besar (7 mg/kgBB), diclofenac (1 mg/kgBB) dan plasebo (1 cc/ekor). Dengan menggunakan uji ANOVA satu arah diketahui bahwa perbedaan ini signifikan dengan nilai p<0,05.
Analisis lebih lanjut menggunakan uji T-test independent diketahui bahwa urutan tetesan darah yang paling kecil sampai yang paling besar adalah pada kelompok celecoxib dosis besar (7 mg/kgBB) diikuti celecoxib dosis kecil (1,4 mg/kgBB), diclofenac (1 mg/kgBB) kemudian plasebo (1 cc/ekor) (Tabel 1 dan Gambar 1).
Grafik 1. Jumlah tetesan darah
PEMBAHASAN
Pada saat terjadi luka, dinding sel akan pecah dan fosfolipid diubah menjadi asam arakidonat oleh fosfolipase. Asam arakidonat diubah oleh COX menjadi prostasiklin. Apabila terjadi luka atau pencederaan maka terjadi peningkatan jumlah dan aktivitas COX-2. Dengan meningkatnya aktivitas COX-2, asam arakidonat diubah menjadi prostasiklin yang diikuti dengan menurunnya agregasi trombosit, melebarnya pembuluh darah (vasodilatasi), dan darah menjadi encer. Keadaan ini tidak berlangsung lama, karena dengan sendirinya tubuh akan mengantagonis efek COX-2 dengan cara meningkatkan jumlah dan aktivitas COX-1. Dengan meningkatnya COX-1 asam arakidonat diubah menjadi tromboksan yang diikuti dengan meningkatnya agregasi trombosit, menciutnya pembuluh darah (vasokonstriksi) dan darah mengental dan menggumpal.
Apabila diberi celecoxib (selektif COX-2 inhibitor) akan terjadi hambatan pada COX-2 sehingga jumlah dan aktivitas COX-1 meningkat. Dengan meningkatnya aktivitas COX-1, asam arakidonat diubah menjadi tromboksan yang diikuti dengan meningkatnya agregasi trombosit, menciutnya pembuluh darah (vasokonstriksi), dan
Karangan Asli
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 3 y September 2008 172
membentuk gumpalan darah sehingga tetesan
darah melambat3
.
Pada penelitian ini hewan coba yang diberikan celecoxib dosis kecil (1,4 mg/kgBB) diperoleh rerata tetesan darah 28,20 ml/menit, sedangkan pada celecoxib dosis besar (7 mg/kgBB) diperoleh rerata tete\san darah 13,20 ml/menit. Berdasarkan analisa statistik perbedaan ini signifikan (p<0,05). Hal ini disebabkan karena semakin besar dosis celecoxib yang diberikan maka hambatan yang terjadi pada COX-2 semakin besar, yang menyebabkan semakin meningkatnya jumlah dan aktivitas COX-1. Hal ini menerangkan kenapa celecoxib dosis kecil (1,4 mg/kgBB) memiliki rerata tetesan darah lebih banyak bila dibandingkan dengan celecoxib dosis besar (7 mg/kgBB).
Pada pemberian natrium diclofenac (1 mg/kgBB) diperoleh rerata tetesan darah 41,40 ml/menit, yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang mendapat celecoxib. Hal ini disebabkan karena diclofenac menghambat COX-1 dan COX-2, namun hambatan COX-2 relatif lebih besar dibanding dengan hambatan COX-1. Dengan demikian efek penggumpalan darah akibat penghambatan COX-2 masih dilawan oleh efek pengenceran akibat penghambatan COX-1.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapat data bahwa: urutan tetesan darah mulai dari yang paling kecil sampai paling besar adalah pada kelompok celecoxib dosis besar (7 mg/kgBB) 13,20 ml/menit; diikuti celecoxib dosis kecil (1,4 mg/kgBB) 28,20 ml/menit; diklofenak (1 mg/kgBB) 41,40 ml/menit dan plasebo (1 cc/ekor) 65,00 ml/menit; secara statistik berbeda bermakna (p<0,05).
Disimpulkan bahwa semakin nyata penghambatan pada kerja enzym COX-2 maka semakin sedikit dan kental tetesan darah. Namun sebaliknya apabila dihambat kerja enzym COX-1 dihambat maka semakin encer darah yang menetes.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aman, K. A. Oklusi Pembuluh Darah
dan Permasalahannya. Jakarta. 2005. Hal. 12-15.
2. Gabriel, J. F. Fisika Kedokteran. Edisi
ke-3. Jakarta: CV. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. 1991. Hal. 38-43.
3. Crofford, L. J. et al. Thrombosis in
Patients With Connective Tissue Disease Treated With Specific Cyclooxygenase 2 Inhibitors. A Report of Four Cases. Arthritis Rheum. 17. 2000. p 160-64.
4. Simon, L. S., Strand. Clinical Response
to Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs. Arthritis Rheum. 53. 1997. p 140-144.
5. Salo, D. et al. A randomized, Clinical
trial comparing oral celecoxib 200 mg, celecoxib 400 mg dan ibuprofen 600 mg for acute pain. Acad Emerg. Med. 10. 2003. p 22-30.
6. Warner, T. D., dan Mitchell, J. A.
Cyclooxygenases: new forms, new inhibitors, and lessons from the clinic. FASEB J. 18. 2004. p 790-804.
7. Bertram, G. Katzung. Farmakologi Dasar
Klinik. Edisi ke 8. Penerbit Salemba Medika. 2001. Hal. 461-62.
8. Lelo, A. Pertimbangan yang Muncul dari
OAINS yang Digunakan dalam Naskah Lengkap Temu Ilmiah Rematologi (eds. Setyohadi B, Kasjmir YI), Ikatan Reumatologi Indonesia, Jakarta. 2001. Hal. 88-89.
9. Rosmiati, H. dan Gan, V. H . S.
Antikoagulan, Antitrombosit, Trombolitik dan Haemostatik dalam
Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Gaya Baru. 1995. Hal. 755.
10. Retno, S. Pemilihan NSAID untuk