• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengembangan Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia"

Copied!
675
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

INTISARI

PENGEMBANGAN KONSEP DIVERSI DAN RESTORATIVE JUSTICE

DALAMSISTEMPERADILAN PIDANA ANAKDI INDONESIA

(SUATU STUDI DI KOTA MEDAN)

Semua negara di dunia menganggap persoalan perlindungan terhadap anak

pelaku

tindak

pidana merupakan hal ang penting, karena anak merupakan generasi

penerus bangsa dimasa depan. OIeh karena itu negara-negara di dunia berfikir untuk

mencari bentuk altematife penyelesaian yang terbaik untuk anak. Secara intemasional

konvensi intemasional yang mengatur pelaksanakan peradilan anak dan menjadi

standarperlakuan terhadap anak yang berada dalam sistem peradilan pidana, yaitu

Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia

(Universal Declaration of Human

Rights),

Konvensi Intemasional Hal-Hal Sipil dan Politik

(International Convention

on Civil and Political Rights),

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau

Penghukuman

Lain

Yang

Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat

Manusia

(Convention Against Torture and Other Cruel in Human or Degrading

Treatment on Punishment)

dan Standar Minimum Perserikatan Bangsa-bangsa

mengenai

administrasi

peradilan

anak

(Standard Minimum

Rules for

the

Administration ofJuvenile Justice (The Beijing Rules)

Negara Republik Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk melakukan

perlindungan terhadap anak pelaku tindak pidana diantaranya dengan lahirnya

Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang No.

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak. Perlindungan terhadap anak membutuhkan adanya

kelengkapan aturan dan pemaharnan serta kemampuan aparat penegak hukum dalarn

melaksanakan ketentuan dan perlunya dukungan dari masyarakat.

Adapun yang menjadi permasalahan yaitu,

pertama,

apakah peraturan

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah memasukkan

prinsip-prinsip Standar Intemasional mengenai administrasi peradilan anak

(The

Beijing Rules)

dan bagaimanakah pelaksanaan sistem peradilan pidana anak di

Indonesia pasca berlakunya Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak. Kedua, bagaimanakah konsep diversi dan

restorative justice

menyelesaikan

tindak pidana yang dilakukan oleh anak dan ketiga, bagaimanakah prospek

pengembangan konsep diversi dan

restorative Justice

dalam pelaksanaan sistem

peradilan pidana anak di Indonesia?

Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti mempergunakan metode

penelitian yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Data yang digunakan data primer

yang diperoleh dari studi lapangan

(field research)

dan data sekunder dari studi

pustaka

(documentary research).

Studi lapangan dilakukan dengan wawancara

mendalam

(in depth interview)

kepada informan yaitu

polisi, jaksa,

hakirn,

petugas

xii

(16)

lembaga pemasyarakatan,

petugas

balai pemasyarakatan, aktivis Iembaga swadaya

masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan akademisi. Analisa data dilakukan secara

kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, Indonesia telah melakukan upaya memberikan

perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum antara lain dengan

meratifikasi konvensi intemasional tentang hak anak melalui Kepres No. 36 Tahun

1999, Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ketentuan tersebnt antara

lain memberikan perlindungan terhadap anak yaitu hak untuk mendapatkan

perlindungan dari tindakan kekerasan, hak memperoleh kebebasan sesuai dengan

hukum, tindakan penahanan merupakan upaya terakhir, hak mendapatkan bantuan

hukum,

hak anak

untuk tidak dihukum mati dan hukuman seumur hidup.

Beberapa kerentuan

Beijing Rules

yang belum masuk dalam Undang-Undang

No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yaitu tindakan untuk menghindarkan

penahanan, tindakan diversi terhadap kasus

anak,

penghindaran kekerasan dalam

proses penanganan anak, altematifuntuk mengalihkan ke proses informal sejak awal.

Pelaksanaan peradilan pidana saat

ini

masih belum memberikan perlindungan

terhadap anak pelaku tindak pidana, antara lain adanya tindakan kekerasan yang

dilakukan oleh aparat hukum dalam menangani kasus

anak,

belum adanya upaya

untuk mengalihkan penyelesaian secara informal yang memperhatikan kepentingan

semua pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian tindak pidana.

Bentuk

pelaksanaan diversi dilakukan berdasarkan kebijakan aparat penegak

hukum dengan mempertimbangkan priusip

the best interest of the child

(kepentingan

terbaik untuk anak). Tindakan diversi yang dilakukan bertujuan untuk menghindarkan

ada dari proses penahanan, dan implikasi negatip dari proses peradilan pidana.

Penyelesaian dengan rnempergunakan konsep

restorative justice

yaitu dengan

rnelibatkan semua kornponen lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum

bersama-sarna bermusyawarah untuk menentukan tindakan terbaik bagi anak pelaku tindak

pidana. Penyelesaian

ini

bertujuan untuk rnemulihkan kernbali kerugian yang telah

ditirnbulkan. Adapun bentuk pertanggungjawaban yang diberikan yaitu ganti rugi

rnateri, kerja sosial, pendidikan dan pelatihan yang berguna bagi anak.

Konsep diversi dan

restorative justice

dapat dilakukan di Indonesia. Adapun

faktor pendukung yaitu sebagian aparat penegak hukum telah melakukan tindakan

diversi dalam penanganan kasus

anak

pelaku tindak pidana berdasarkan kebijakan

individu sedangkan didalam rnasyarakat sendiri dalam rnenyelesaikan tindak pidana

yang dilakukan

anak

telah menerapkan nilai-nilai yang sama dengan konsep

restorative justice.

Selanjutnya adanya dukungan dari aparat penegak hukum, pemuka

agama,

pemuka

adat,

akademisi dan lembaga perlindungan

anak.

Sehubungan dengan hasil penelitian desertasi tersebut, maka adapun saran

yang diberikan yaitu perlunya untuk rnelakukan revisi secepatnya terhadap ketentuan

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak

dan pembuatan

xiii

(17)

peraturan pelaksa dengan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat

dan

ketentuan Internasional tentang perlindungan terhadap anak dalam proses

peradilan pidana anak. Untuk melaksanakan pengembangan konsep diversi dan

restorative justice

perlu adanya kesamaan persepsi semua pihak yang terlibat dalam

peradilan pidana anak

dan

adanya dukungan masyarakat untuk memberikan perhatian

dan

ikut

terlihat dalam proses penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

Kata

Kunci: Sistem Peradilan Pidana

ADak

Diversi

Restorative Justice

xiv

(18)

TIlE DEVELOPMENT

OF DIVERSIONAND

RESTORATIVE JUSTICE CONCEPTS

IN

TIlE INDONESIANJUVENILE JUSTICE SYSTEM

(A CASE STUDY

IN

MEDAN)

ABSTRACT

All countries in

the world take the problem of protecting juvenile delinquency

as an important thing to do because children are

the future leaders of their ow-n

countries, therefore, the countries of the world

think

to seek for an alternative form of

the best solution for the children. Internationally, the conventions regulating

the

implementation ofjuvenile justice and becoming the standard of treating the children

in the system of criminal justice are Universal Declaration of Human Rights,

International Convention on Civil and Political Rights, Convention Against Torture

and Other Cruel in Human or Degrading Treatment on Punishment, Standard

Minimum Rulers for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules).

Republic of Indonesia has tried various attempts to protect the juvenile

delinquency by enacting, among other

things,

Law No.3/1 997 on Juvenile Court, Law

No.39!1999 on Human Rights and Law No.23!2002 on Child Protection. Juvenile

protection needs the provision of complete regulation, understanding and ability of

the law upholders in implementing the regulation and community support.

This study examines, first, whether or not Law No.3/1997 on Juvenile Court

has included the principles ofIntemationai Standard on the administration ofjuvenile

justice (The Beijing Rules) and how system of juvenile criminal Justice in Indonesia

after the effectiveness of Law No. 3/1997 on Juvenile Court, second, how the concept

of diversion and restorative justice solve the criminal act done by a child and third,

the prospect of the development of diversion and restorative justice concepts in the

implementation of Indonesian juvenile justice system.

In practice, this study employs the method of normative-legal research and

method of sociological-legal research. The primary data were obtained through field

research and the secondary data were collected from documentary (library) research.

In-depth interviews were carried out for the informants comprising the police officers,

public prosecutors, judges, employees of penitentiary, employ of community centers,

the activists of non-governmental organization. cultural prominent figures, religious

and prominent figures. All

the data obtained analyze by method of qnalitative data

analysis.

Based on the previous studies, it is found out that Indonesia has attempted to

give protection to the children who have conflict with law by ratifying international

convention on children through Presidential Decree No. 36/1999, Law No.

23/2002

on Child Protection and Law No. 39/1999 on Human Rights. The determination

xv

(19)

provides children with the rights to get protection from violent action, the rights to

have legal freedom, the detention is the last alternative, the rights to get legal aid, the

right not to get the death sentence and lire imprisonment,

Several points of Beijing Rules which are not yet included into Law No.

3/1997 on Juvenile Court are the action to prevent detention, the action of diversion

toward juvenile case, to avoid violence in the process ofjuvenile handling, alternative

to early transfer to the informal process.

The

current implementation of criminal justice

has

not yet given protection to

juvenile delinquency because law upholders still take violent action in handling

juvenile cases, the attempt to shift to informal solution by paying attention to the

interests of all parties who involve in the process of solving criminal act.

The

implementation of diversion is still based on the policy made by the law

upholders by considering the principle of the

best

interest of the child. The diversion

done is intended to prevent the process of detention and the negative implication of

the process of criminal justice. The solution through the concept of restorative justice

involves all components of community levels and law upholders to sit together to

determine what is the best for the juvenile delinquency. This solution is intended

restore the loss inflicted. The responsibility is materialized through material

compensation, social work, education and training which are good for the children.

The concept of diversion and restorative justice can be carried out in

Indonesia. Its supporting factors are that one part of law upholders have done the

action of diversion in handling the case of juvenile delinquency based on the

individual policy while the community itself have applied the same concept as that of

restorative justice in handling the juvenile delinquency and it is also supported by law

upholders, religious prominent figures, old custom and tradition prominent leaders,

academicians and institution of child protection.

It

is suggested that Law No.3/1997 on Juvenile Court and its regulation of

implementation be revised immediately by paying attention to the existing values in

the community and international determination on protecting children in the process

ofjuvenile criminal justice. To implement

he development of the concept of diversion

and restorative justice, all parties who get involved in the juvenile criminal justice

should have the same perception and the availability of community support in terms

of paying an attention to and getting involved in the solution process of juvenile

delinquency.

Keywords: Juvenile Justice System

Diversion

Restorative justice

xvi

(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
(156)
(157)
(158)
(159)
(160)
(161)
(162)
(163)
(164)
(165)
(166)
(167)
(168)
(169)
(170)
(171)
(172)
(173)
(174)
(175)
(176)
(177)
(178)
(179)
(180)
(181)
(182)
(183)
(184)
(185)
(186)
(187)
(188)
(189)
(190)
(191)
(192)
(193)
(194)
(195)
(196)
(197)
(198)
(199)
(200)

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa tahun kemudian Desa Parakan mendapat bantuan dari pihak PERKIMSIH (Dinas Permukiman Bersih) berupa pembangunan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) setelah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan karakter peduli lingkungan di SMA Negeri 1 Bringin melalui implementasi Hi-Pori memiliki rata-rata sebesar 75%

Namun pada aliran setelah titik B tekanan akan meningkat dalam arah aliran sehingga pada beberapa titik momentum aliran dari fluida didalam boundary layer tidak cukup untuk membawa

Pemerian dari etanol yaitu merupakan cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, memiliki bau yang khas dan rasa yang panas.. Mudah terbakar

 Sistem pengolahan informasi manusia bekerja secara serial, sedangkan sistem pengolahan informasi komputer bisa serial dan bisa paralel , oleh karenanya komputer

Jakarta, March 23, 2008 – PT Indosat Tbk (“Indosat”) announced today that Moody's Investors Service (Moody’s), Standard & Poor's Ratings Services (Standard & Poor’s)

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan motivasi belajar dengan hasil belajar asuhan kebidanan kehamilan pada mahasiswa semester II Program Studi

Pemilihan bahan koagulan yang ramah lingkungan merupakan faktor penting dalam pemurnian air sehingga tidak mencemari lingkungan.Tujuan penelitian ini adalah