• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfologi Nomina Bahasa Pakpak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Morfologi Nomina Bahasa Pakpak"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

MORFOLOGI NOMINA BAHASA PAKPAK

TESIS

Oleh

AMHAR KUDADIRI

077009002/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

MORFOLOGI NOMINA BAHASA PAKPAK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

AMHAR KUDADIRI

077009002/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : MORFOLOGI NOMINA BAHASA PAKPAK Nama Mahasiswa : Amhar Kudadiri

Nomor Pokok : 077009002

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S) (Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc.)

(4)

Telah diuji pada Tanggal 4 Februari 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Anggota : 1. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. 2. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D

(5)

ABSTRAK

Kudadiri, Amhar. 2010. ”Morfologi Nomina Bahasa Pakpak”

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dengan demikian, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Hal itu dilakukan sebab metode kulaitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa. Dalam hal pendekatan teoritis, dalam penelitian ini digunakan pendekatan linguistik struktural atau linguistik deskriptif. Pemakaian teori ini didasarkan pada anggapan bahwa teori ini bermanfaat tidak saja untuk diterapkan dalam penelitian bahasa daerah yang belum dikenal, tetapi juga untuk menganalisis data empiris tentang berbagai variasi bahasa.

Dalam penelitan tentang Morfologi Nomina Bahasa Pakpak ini dikemukakan hal-hal berikut. 1) Proses pembentukan nomina akibat pelesapan afiks pada kata dasar, yang terdiri dari: (a) proses afiksasi yaitu proses melekatnya afiks pada kata dasar untuk membentuk nomina, (b) proses reduplikasi, yaitu proses perulangan kata dasar untuk membentuk kata yang baru, yang hasilnya merupakan bentuk nomina ulang, (c) proses kompositum, yaitu proses penggabungan dua kata untuk membentuk kata yang baru, yang hasilnya merupakan bentuk nomina majemuk. Dalam ketiga proses morfologi nomina itu, terjadi proses morfofonemik, yaitu proses perubahan fonem. Disamping proses morfofonemik, dalam bahasa Pakpak terjadi juga perubahan-perubahan bunyi yang mengikuti pola hukum bunyi sandi. 2) Ciri-ciri nomina bahasa Pakpak dapat diamati melalui: (a) perilaku semantis, (b) perilaku sintaksis, dan (c) perilaku morfologisnya. Dari perilaku semantisnya nomina adalah semua kata baik bentuk dasar maupun bentuk kompleks yang mengacu pada manusia, binatang, tumbuhan, benda, dan konsep atau pengertian. Dari perilaku morfologisnya nomina dapat diidentifikasi melalui afiks tertentu. Afiks tersebut adalah: /pe-/, /per-/, /-in-/, /-en/,

/ke-en/, /pe-/ke-en/, /per-en/ yang melekat pada kata dasar untuk membentuk nomina. Dari perilaku

sintaksisnya, nomina bahasa Pakpak selalu mengisi fungsi subjek, objek dan juga dapat mengisi fungsi predikat, di samping itu, pada tataran frase kata oda selalu dapat berkombinasi dengan nomina untuk menyatakan ‘tidak’.

Kata Kunci: Morfologi Nomina, kualitatif, nomina, reduplikasi, kompositum, morfofonemik, perilaku semantis, perilaku sintaksis, perilaku morfologis

(6)

ABSTRACT

Kudadiri, Amhar. 2010. “The Nominal Morphology of Pakpak Languange“

This thesis was a qualitative research using a qualitative method. Due to the qualitative method was a procedure producing descriptive data as written or oral data in community of language. In theoretical approach, this research used structural linguistic or descriptive linguistic approach. The used of theory has been on assumption that the theory was not only useful to be applied in research of unknown dialect, but also to analyze the empirical data about a variety of languages.

This nominal morphology of Pakpak language research proposed te following: 1) Process of nominal formation due to release of affix in basic word, consisting of : (a). affixation process, i.e., the process attaching affix on basic word to form a nomina,(b). process of reduplication, i.e., a process of repeating basic word to form a new word result of which is repetitive nomina,(c). process of compositum, i.e., a process of combining two words to form a new word result of which is plural nomina. In all three processes of nominal morphology, a process of morphophonemic has occured, i.e., a process of phonem change. In addition to process of morphophonemic, in Pakpak language there was also change in sound following the pattern of encoding sound law. 2) the characteristics of Pakpak language could be observed through :(a). semantic behavior,(b). syntax behavior, and (c).morphological behavior.

Through semantic behavior, the noun was all words, either basic from or complex form making reference on human being, animals, plants, objects, and concept or meaning. Through morphological behavior the nomina could be identified by certain affix. The affix included : /pe-/, /per-/, /-in-/, /-en/, /ke-en/, /pe-en/, /per-en/ attaching on basic word to form the nomina. Through syntax behavior, the nomina of Pakpak language always performed the function of subject, object and also to perform the fuction of predicate ; in addition, in pharase level the word oda could be always combined with nomina to state “noy”.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena diberikan

kesehatan sehingga tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana penulis. Tesis ini

berjudul “Morfologi Nomina Bahasa Pakpak”.

Pemilihan judul tersebut dilakukan penulis atas dasar bahwa bahasa merupakan sarana

komunikasi yang paling efektif guna mendukung interaksi antarindividu dalam suatu daerah.

Melalui bahasa pula manusia mampu mengungkapkan berbagai bentuk ungkapan perasaan

dan informasi kepada pihak lain. Tingkat intensitas penggunaan sebuah bahasa turut

menentukan eksis atau tidaknya bahasa itu dalam sebuah masyarakat tutur. Kontak bahasa

dan interaksi antarmasyarakat yang berbeda asal maupun bahasanya menimbulkan

kekhawatiran terjadinya pergeseran dan kepunahan sebuah bahasa sejalan dengan kemajuan

dan perkembangan zaman.

Menyikapi perkembangan informasi dan mobilitas penduduk di wilayah Kabupaten

Dairi yang sangat tinggi pada dekade ini yang mengakibatkan keheterogenan masyarakatnya

maka pembinaan dan pengembangan maupun inventarisasi bahasa Pakpak dirasakan perlu

segera dilakukan untuk menjaga kelestarian bahasa itu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak dapat lepas dari berbagai kekurangan. Akan

tetapi, besar harapan peneliti semoga temuan penelitian ini bermanfaat bagi sivitas akademis

program S-2 pada SPs USU pada Program Studi Magister Linguistik maupun masyarakat

luas dan khususnya bagi masyarakat etnis Pakpak di Kabupaten Dairi.

Medan, Oktober 2009

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan

Penyayang atas izin dan ridho yang telah diberikan-Nya sehingga tesis ini dapat

diseleseaikan.

Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor USU, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM& H.Sp.A(K), yang telah memberi

kesempatan dan bantuan biaya pendidikan selama saya mengikuti Pendidikan Program

Magister pada Sekolah Pascasarjana USU.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,M.Sc. yang telah

memberi perhatian dan dukungan selama saya mengikuti Pendidikan S-2 pada Sekolah

Pascasarjana USU.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D selaku Ketua Program Studi Linguistik dan Sekretaris

Program Studi Linguistik Drs. Umar Mono, M.Hum. yang telah memberi perhatian dan

bimbingan selama saya mengikuti pendidikan hingga selesai pada Program Studi

Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Pembimbing saya, Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. dan Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D.

yang telah banyak memberi peluang, waktu, perhatian, bimbingan dan bantuan selama

penulisan dan penyelesaian Tesis ini.

5. Para Dosen saya yang mengajar di Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara yang membekali ilmu pengetahuan dan membuka cakrawala

berpikir ilmiah. Semoga jasa baik beliau semua dalam mendidik dibalas Allah dengan

pahala yang banyak.

6. Khusus kepada Istriku tercinta serta anak-anakku, Ayah ucapkan terima kasih atas

pengorbanan, dorongan, kesabaran dan kesetiaan yang diberikan sehingga studi Ayah

dapat terselesaikan.

7. Kepada semua teman angkatan 2007 saya ucapkan terima kasih atas kerjasama yang baik

dan saling membantu selama menjalani proses belajar di Program Studi Linguistik

(9)

Akhir kata saya berharap semoga dukungan, bantuan, pengorbanan dan budi

baik yang diberikan kepada saya dari berbagai pihak hendaknya mendapat balasan dan ridho

yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.

Medan, Oktober 2009

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... ... 6

BAB II REFLEKSI KABUPATEN DAIRI ... 8

2.1 Daerah Kabupaten Dairi... 8

(11)

2.3 Peta Kabupaten Dairi ... 11

2.4 Rumpun Bahasa Batak ... 12

2.5 Variasi Dialektis Bahasa Pakpak... 13

2.6 Tempat dan Situasi Pemakaian Bahasa Pakpak ... 15

2.7 Lingkungan Pemakaian Bahasa Pakpak... 15

2.8 Tradisi Sastra Tulis... ... 15

2.9 Pola Suku Kata ... 16

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... 18

3.1 Kerangka Teori... ... . 18

3.2 Kerangka Berpikir... ... . 28

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Metode Penelitian... ... 29

4.2 Teknik Pengumpulan Data ... ... 31

4.3 Prosedur... ... 33

BAB V TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1 Temuan Penelitian... 35

5.1.1 Proses Morfologi Nomina... 35

5.1.1.1 Afiksasi Nomina... 35

5.1.1.2 Reduplikasi Nomina... 37

5.1.1.3 Kompositum Nomina... ...37

5.1.2 Ciri-ciri Nomina... 38

5.1.2.1 Perilaku Semantis Nomina... 38

5.1.2.2 Perilaku Sintaksis... 39

(12)

5.1.3 Afiksasi Nomina... ... 42

5.1.3.1 Prefiksasi... 43

5.1.3.2 Infiksasi...50

5.1.3.3 Sufiksasi Nomina...51

5.1.3.4 Konfiksasi Nomina... ... 55

5.1.4 Reduplikasi Nomina... ... 62

5.1.5 Proses Pemajemukan (Kompositum)... ... 69

5.1.6 Bentuk Nomina... ... 70

5.2 Pembahasan... ... 77

5.2.1 Pembahasan Afiksasi... ... 77

5.2.2 Pembahasan Reduplikasi... 79

5.2.3 Pembahasan Kompositum... 81

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... ... 85

6.1 Simpulan... 85

6.2 Saran... 87

(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Pakpak ... 14

2. Afiks-Afiks Pembentuk Nomina... 42

(14)

DAFTAR BAGAN

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

(17)

LAMBANG

Æ : Menjadi

/ / : Pengapit morfem

(18)

ABSTRAK

Kudadiri, Amhar. 2010. ”Morfologi Nomina Bahasa Pakpak”

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dengan demikian, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Hal itu dilakukan sebab metode kulaitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa. Dalam hal pendekatan teoritis, dalam penelitian ini digunakan pendekatan linguistik struktural atau linguistik deskriptif. Pemakaian teori ini didasarkan pada anggapan bahwa teori ini bermanfaat tidak saja untuk diterapkan dalam penelitian bahasa daerah yang belum dikenal, tetapi juga untuk menganalisis data empiris tentang berbagai variasi bahasa.

Dalam penelitan tentang Morfologi Nomina Bahasa Pakpak ini dikemukakan hal-hal berikut. 1) Proses pembentukan nomina akibat pelesapan afiks pada kata dasar, yang terdiri dari: (a) proses afiksasi yaitu proses melekatnya afiks pada kata dasar untuk membentuk nomina, (b) proses reduplikasi, yaitu proses perulangan kata dasar untuk membentuk kata yang baru, yang hasilnya merupakan bentuk nomina ulang, (c) proses kompositum, yaitu proses penggabungan dua kata untuk membentuk kata yang baru, yang hasilnya merupakan bentuk nomina majemuk. Dalam ketiga proses morfologi nomina itu, terjadi proses morfofonemik, yaitu proses perubahan fonem. Disamping proses morfofonemik, dalam bahasa Pakpak terjadi juga perubahan-perubahan bunyi yang mengikuti pola hukum bunyi sandi. 2) Ciri-ciri nomina bahasa Pakpak dapat diamati melalui: (a) perilaku semantis, (b) perilaku sintaksis, dan (c) perilaku morfologisnya. Dari perilaku semantisnya nomina adalah semua kata baik bentuk dasar maupun bentuk kompleks yang mengacu pada manusia, binatang, tumbuhan, benda, dan konsep atau pengertian. Dari perilaku morfologisnya nomina dapat diidentifikasi melalui afiks tertentu. Afiks tersebut adalah: /pe-/, /per-/, /-in-/, /-en/,

/ke-en/, /pe-/ke-en/, /per-en/ yang melekat pada kata dasar untuk membentuk nomina. Dari perilaku

sintaksisnya, nomina bahasa Pakpak selalu mengisi fungsi subjek, objek dan juga dapat mengisi fungsi predikat, di samping itu, pada tataran frase kata oda selalu dapat berkombinasi dengan nomina untuk menyatakan ‘tidak’.

Kata Kunci: Morfologi Nomina, kualitatif, nomina, reduplikasi, kompositum, morfofonemik, perilaku semantis, perilaku sintaksis, perilaku morfologis

(19)

ABSTRACT

Kudadiri, Amhar. 2010. “The Nominal Morphology of Pakpak Languange“

This thesis was a qualitative research using a qualitative method. Due to the qualitative method was a procedure producing descriptive data as written or oral data in community of language. In theoretical approach, this research used structural linguistic or descriptive linguistic approach. The used of theory has been on assumption that the theory was not only useful to be applied in research of unknown dialect, but also to analyze the empirical data about a variety of languages.

This nominal morphology of Pakpak language research proposed te following: 1) Process of nominal formation due to release of affix in basic word, consisting of : (a). affixation process, i.e., the process attaching affix on basic word to form a nomina,(b). process of reduplication, i.e., a process of repeating basic word to form a new word result of which is repetitive nomina,(c). process of compositum, i.e., a process of combining two words to form a new word result of which is plural nomina. In all three processes of nominal morphology, a process of morphophonemic has occured, i.e., a process of phonem change. In addition to process of morphophonemic, in Pakpak language there was also change in sound following the pattern of encoding sound law. 2) the characteristics of Pakpak language could be observed through :(a). semantic behavior,(b). syntax behavior, and (c).morphological behavior.

Through semantic behavior, the noun was all words, either basic from or complex form making reference on human being, animals, plants, objects, and concept or meaning. Through morphological behavior the nomina could be identified by certain affix. The affix included : /pe-/, /per-/, /-in-/, /-en/, /ke-en/, /pe-en/, /per-en/ attaching on basic word to form the nomina. Through syntax behavior, the nomina of Pakpak language always performed the function of subject, object and also to perform the fuction of predicate ; in addition, in pharase level the word oda could be always combined with nomina to state “noy”.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu bagian dalam kebudayaan yang ada pada semua masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari kebudayaan di mana manusia memegang peranan penting, bahasa juga turut ambil bagian dalam peran manusia itu karena fungsinya sebagai alat komunikasi yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Karena bagian dari budaya dan peranannya terhadap manusia inilah maka bahasa perlu dilestarikan, terutama yang berkenaan dengan pemakaian bahasa daerah karena merupakan lambang identitas suatu daerah, masyarakat, keluarga dan lingkungan. Pemakaian bahasa daerah dapat menciptakan kehangatan, dan keakraban. Oleh karena itu, bahasa daerah diasosiasikan dengan perasaan, kehangatan, keakraban dan spontanitas (Alwasilah, 1993).

(21)

merupakan salah satu unsur kebudayaan yang sangat penting peranannya sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan maksud dan pokok pikirannya.

Perencanaan bahasa nasional tidak bisa dipisahkan dari pengolahan bahasa daerah, demikian pula sebaliknya. Itulah sebabnya di samping mengolah bahasa nasional, Politik Bahasa Nasional pun berfungsi sebagai sumber dasar dan pengarah bagi pengolahan bahasa daerah yang jumlahnya ratusan dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Hal itu sejalan dengan UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 di dalam penjelasannya, dikatakan: “Bahasa daerah itu adalah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup; bahasa daerah itu adalah salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh negara”, yang fungsinya sebagaimana disimpulkan oleh peserta Seminar Politik Bahasa Nasional tahun 1975 di Jakarta, yakni:

“Di dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa-bahasa seperti Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, Makassar, dan Batak berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, dan (3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah.

Di dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa nasional, (2) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan (3) alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah” (Halim (Ed.), 1976:145—46).

(22)

sebaliknya, bahasa Indonesia mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya.

Sehubungan dengan kenyataan bahwa pentingnya fungsi bahasa daerah maka perlu diadakan penelitian yang mendasar secara sungguh-sungguh terhadap bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Dengan demikian, bahasa-bahasa yang diteliti dalam tesis ini adalah bahasa Pakpak, yang berkaitan dengan morfologi. Bahasa Pakpak adalah salah satu bahasa daerah di Sumatera Utara yang masih hidup yang digunakan masyarakat etnik Pakpak yang berdomisili di daerah tingkat II Kabupaten Dairi.

Proses afiksasi sebagai salah satu proses morfologi sering mengakibatkan proses morfofonemik. Contoh kata kerja mengelabang berasal dari prefiks /me-/ dan kata benda labang ‘paku’: di dalam pembentukan kata itu bentuk /me-/ berubah menjadi /menge-/. Kemudian, ditemukan pula kata benda pemekpek ‘pemukul’ yang berasal dari prefiks /pe-/ dan kata kerja pekpek; dalam pembentukan kata ini telah terjadi peluluhan /p/ pada kata pekpek. Sementara itu, bentuk /pe-/ berubah menjadi /pem-/.

(23)

pengaruh pendidikan formal, administrasi, pemerintahan, agama, dan kemajuan sistem komunikasi massa, terutama radio dan televisi dan unsur kata lain sudah dan masih diserap ke dalam bahasa Pakpak dari bahasa Indonesia. Kata benda seperti perlombaan, pertahanan, koperasi dan generasi sudah sering digunakan sebagai bagian bahasa Pakpak oleh penutur asli. Penyerapan seperti ini lambat laun tentu mempengaruhi sistem nomina bahasa Pakpak.

Solin (1988:112), menyatakan bahwa penutur bahasa Pakpak adalah bilingual, yaitu menguasai bahasa Pakpak dan bahasa Toba bahkan bahasa Karo, di samping bahasa Indonesia. Menurutnya, bahasa Batak Toba dan bahkan bahasa Karo banyak dipakai oleh penutur bahasa Pakpak terutama yang beragama Kristen, yang merupakan agama mayoritas penduduk Pakpak. Di perantauan, (kota Medan) bahasa Pakpak sangat jarang digunakan suku Pakpak apalagi bila bertemu dengan suku Toba atau suku Karo maupun suku lainnya.

(24)

asli akan percaya bahwa mereka memiliki dan memakai bahasa sendiri dan tidak merasa malu atau segan-segan membina dan melestarikan bahasa mereka. Sebab bila bahasa ini tidak segera dilestarikan, karena jarangnya dipakai, lambat laun dapat menjadi bahasa mati. Akan tetapi, peneliti sebagai penutur asli bahasa ini berharap hal ini tidak akan terjadi karena bila bahasa Pakpak mati atau ditinggalkan penuturnya berarti akan hilang jugalah salah satu identitas suku bangsa.

Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia memerlukan masukan bahasa-bahasa daerah yang ada di tanah air sebagai pemerkaya khasanah kosa katanya. Sejalan dengan hal itu, hasil penelitian ini menyediakan deskripsi yang sahih mengenai sistem morfologi nomina bahasa Pakpak yang dapat digunakan untuk membandingkan bahasa Pakpak dengan bahasa Indonesia sehingga akan dapat diketahui secara meyakinkan persamaan serta pebedaan keduanya. Hal itu terkait dengan asumsi bahwa dua bahasa tidak dapat dibandingkan sebelum ada deskripsi masing-masing bahasa itu.

(25)

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian terhadap Morfologi Nomina Bahasa Pakpak ini berusaha menjawab beberapa masalah. Adapun permasalahan itu dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah proses morfologi nomina yang terdapat dalam bahasa Pakpak? 2. Bagaimanakah ciri-ciri nomina bahasa Pakpak?

3. Bagaimanakah bentuk-bentuk afiksasi nomina bahasa Pakpak?

4. Bagaimanakah bentuk-bentuk perulangan nomina yang terdapat dalam bahasa Pakpak?

5. Bagaimanakah bentuk-bentuk majemuk nomina yang terdapat dalam bahasa

Pakpak?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan dalam penelitian ini maka tujuan penelitian ini, antara lain, bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan proses morfologi yang terdapat dalam bahasa Pakpak, 2. mendeskripsikan ciri-ciri nomina bahasa Pakpak,

3. mendeskripsikan bentuk-bentuk afiksasi nomina bahasa Pakpak, 4. mendeskripsikan bentuk perulangan nomina dalam bahasa Pakpak, dan

5. mendeskripsikan bentuk majemuk nomina yang terdapat dalam bahasa Pakpak.

1.4 Manfaat Penelitian

(26)
(27)

BAB II

REFLEKSI DAERAH KABUPATEN DAIRI

2.1 Daerah Kabupaten Dairi

Daerah Dairi sebelum penjajahan Belanda meliputi:

1) Daerah Pegagan, terdiri dari Pegagan Hilir, yaitu daerah Kecamatan Tinga Lingga, Pegagan Julu, yaitu daerah Kecamatan Sumbul.

2) Derah Kepas, terdiri dari daerah Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Silima Pungga-pungga.

3) Daerah Simsim, terdiri dari daerah Kecamatan Kerajaan dan daerah Kecamatan Salak.

4) Daerah Kelasan, terdiri dari daerah Kecamatan Parlilitan dan daerah Kecamatan Pakkat, daerah ini sekarang telah masuk ke daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Sebagian lagi terdiri dari daerah Simanduamas ke perbatasan Lipat Kajang, darah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kecamatan Singkil masuk Aceh Selatan.

5) Daerah Boang, daerah ini sekarang telah masuk ke daerah administrsi Aceh Selatan.

(28)

Saat ini, daerah Kabupaten Dairi terdiri atas 15 kecamatan, yaitu: 1. Kecamatan Sidikalang, ibu kotanya Sidikalang.

2. Kecamatan Sitinjo, ibu kotanya Sitinjo. 3. Kecamatan Perbuluan, ibu kotanya Perbuluan. 4. Kecamatan Sumbul, ibu kotanya Sumbul.

5. Kecamatan Pegagan Hilir, ibu kotanya Tiga Baru.

6. Kecamatan Sumbul berampu, ibu kotanya Sumbul berampu. 7. Kecamatan Lae Parira, ibu kotanya Lae Parira

8. Kecamatan Silima Pungga-pungga, ibu kotanya Parongil 9. Kecamatan Siempat Nempu, ibu kotanya Bunturaja 10.Kecamatan Siempat Nempu hulu, ibu kotanya Sungai raya 11.Kecamatan Tigalingga, ibu kotanya Tigalingga

12.Kecamatan Siempat Nempu hilir, ibu kotanya Pardamean 13.Kecamatan Gunung Stember, ibu kotanya Gunung Stember 14.Kecamatan Tanah Pinem, ibu kotanya Kuta Buluh

15.Kecamatan Silahisabungan, ibu kotanya Silalahi

(29)

2.2 Penduduk

Penduduk asli yang mendiami daerah Dairi adalah suku Batak Pakpak-Dairi. Akan tetapi, pada umumnya mereka tidak mau disebut suku Batak Pakpak-Dairi karena perkataan Batak di dalam bahasa Batak Pakpak-Dairi berarti babi. Oleh karena itu, tidak keseluruhan penduduk asli daerah Dairi mau menyebut dirinya orang Batak Pakpak-Dairi.

Penduduk asli yang mendiami daerah Pegagan, Kepas, dan Simsim menyebut dirinya orang Pakpak, mereka tidak mau disebut orang Dairi, setidaknya harus disebut orang Pakpak-Dairi. Setelah adanya keputusan Menteri Dalam Negeri berdasarkan Perpu No. 4/1964 tentang terbentuknya Kabupaten Dairi, barulah mereka mau disebut orang Pakpak-Dairi, tetapi sebelum Kabupaten Dairi terbentuk mereka tidak mau disebut orang Pakpak-Dairi, mereka hanya mau disebut orang Pakpak saja. Sebaliknya, penduduk asli yang mendiami daerah Kelasan tidak mau disebut orang Pakpak, tetapi mereka menebut dirinya orang Dairi karena mereka menganggap bahwa hanya Pegagan, Kepas, dan Simsim yang dinamai suku Pakpak. Selanjutnya, penduduk Kelasan menganggap bahwa Dairi terdiri atas:

a) Dairi-Pakpak (Pegagan, Kepas, dan Simsim).

(30)

Mata pencarian utama penduduk Kabupaten Dairi adalah bertani, misalnya, berkebun kemenyan, kopi, dan nilam. Di samping itu, juga ada juga yang bersawah dan berladang.

Kabupaten Dairi didiami oleh masyarakat yang heterogen, yakni terdiri atas suku Batak Pakpak-Dairi, Batak Toba, Batak Karo, dan Batak Sumalungun.

2.3 Peta Kabupaten Dairi

[image:30.612.115.547.282.664.2]

Sumber : http://sumut.bps.go.id/dairi/images/PETA%20EDIT.JPG

(31)

2.4 Rumpun Bahasa Batak

Pada tahun 1926 P.W. Schmidt menerbitkan bukunya ‘Dil Sprachfamilien und Sprachreisen der Erde’ (keluarga bahasa dan lingkungan bahasa sedunia) yang isinya menggambarkan penggolongan bahasa sedunia atas beberapa rumpun berdasarkan genealogi, yaitu berdasarkan asal dan sejarah perkembangannya. Salah satu di antara rumpun bahasa sedunia adalah bahasa Austria. Bahasa Austria terbagi atas, yaitu : 1) Bahasa-bahasa Austronesia

2) Bahasa-bahasa Austro-Asia 3) Bahasa-bahasa Tibeto-China

Wilayah bahasa Austronesia itu sangat luas sebagaimana dikatakan Mees (1954:11).

“Bahasa-bahasa Austronesia tersebar meliputi kepulauan-kepulauan Lautan Teduh dan pulau Easter Island di sebelah Timur, dan kepulauan-kepulauan Asia Tenggara sampai ke pulau Madagaskar di sebelah Barat. Bahasa-bahasa itu barangkali dekat 1.000 buah banyaknya. Keluarga bahasa ini biasanya dibagi pula atas bahasa-bahasa Oceania dan sebahagian sebelah Barat yang dulu disebut bahasa-bahasa Indonesia. Istilah yang akhir itu tidak dapat dipertahankan lagi sejak nama Indonesia digunakan sebagai nama suatu Negara Republik Indonesia. Maka bagian sebelah Barat itu hendaklah disebut bahasa Hesperanesia atau Nusantara.”

Slametmuljana (1957:137—38) nama Austronesia disamakan dengan nusantara:

(32)

kecil dari bagian besar Rumpun Bahasa Asia Selatan dan Tenggara. Rumpun bahasa di kepulauan dari Sumatera sampai Polinesia dapat disebut ‘Austronesia atau nusantara’.”

Kelompok bahasa Batak sebagai salah satu bahasa di Sumatera Utara adalah termasuk Bahasa Nusantara dan bahasa induknya adalah bahasa Austronesia. Kelompok Bahasa Batak itu adalah:

1) bahasa Batak Toba,

2) bahasa Batak Angkola-Mandailing, 3) bahasa Batak Simalungun,

4) bahasa Batak Karo, dan 5) bahasa Batak Pakpak-Dairi.

2.5 Variasi Dialektis Bahasa Pakpak

Bahasa Batak Pakpak-Dairi mengenal beberapa dialek. a) Dialek Pegagan, dipakai di Kecamatan Tigalingga.

b) Dealek Kepas, dipakai di Kecamatan Silima Pugga-pungga dan Kecamatan Siempat Nempu.

c) Dialek Simsim, dipakai di Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Salak.

d) Dialek Kelasan, dipakai di Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Pakkat (Kabupaten Tapanuli Utara), dan daerah Simanduamas sampai ke perbatasan Lipat Kajang Kecamatan Barus (Kabupaten Tapanuli Tengah).

(33)
[image:33.612.111.529.187.297.2]

Di samping dialek, bahasa Pakpak mengenal pula tingkat-tingkat bahasa, yaitu bahasa halus dan bahsa kasar, seperti tergambar pada tabel berikut.

Tabel 1. Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Pakpak Kasar Halus Arti

neneh penggel

kata kono

nehe coping

rana kene

kaki kuping

kata engkau

Tingkatan bahasa halus dipakai bila berhadapan atau berbicara dengan: para raja, raja-raja adat, tokoh masyarakat, dan orang yang lebih tua dari si penyapa. Sedangkan bahasa kasar dipakai dalam komunikasi orang kebanyakan atau orang yang seusia.

Bahasa Pakpak juga mengenal variasi bahasa yang dipakai pada waktu tertentu, seperti:

a) pada waktu meratapi orang yang meninggal dunia, yakni

1) bahasa yang dipakai sewaktu berbicara disebut rena telangke,

2) bahasa yang dipakai sewaktu menangisi mayat disebut tangis milangi.

b) bahasa yang dipakai pada waktu pergi ke hutan untuk mencari kapur barus disebut rana merteddung,

(34)

2.6 Tempat dan Situasi Pemakaian Bahasa Pakpak

Bahasa Pakpak sampai sekarang masih dipakai di rumah, di luar rumah dengan tetangga, di pasar, di gereja sewaktu kotbah, pada upacara-upacara adat, upacara kematian, dan pada waktu situasi yang tidak resmi.

2.7 Lingkungan Pemakaian Bahasa Pakpak

Bahasa Pakpak dipakai:

a) intra dan antarkeluarga, bila keluarga itu seluruhnya terdiri dari orang Pakpak, b) di kantor, bila lawan berbicara itu orang Pakpak-Dairi atau mengerti bahasa

Pakpak pada situasi tidak resmi,

tetapi, bahasa Pakpak tidak dipakai jika a) di antara anggota masyarakat yang baru dikenal/pendatang di pakai bahasa Indonesia dan b) di sekolah dasar sebagai bahasa pengantar dipakai bahasa Batak Toba.

Sebagai mata pelajaran bahsa daerah di sekolah dasar dipakai bahasa Batak Toba akibat ketidakadaan buku pelajaran bahasa daerah Pakpak dan akibat dari kurangnya guru-guru yang berasal dari orang-orang Pakpak-Dairi. Pada umumnya guru-guru di sekolah dasar yang mengajar di Kabupaten Dairi adalah orang-orang Batak Toba.

2.8 Tradisi Sastra Tulis

(35)

Sastra tulis itu dahulu ditulis pada kulit-kulit kayu/bambu dengan tulisan/aksara Pakpak. Huruf yang dipakai adalah huruf silabis. Jumlah hurufnya delapan belas buah, yakni:

2.9 Pola Suku Kata

Pola-pola suku kata bahasa Pakpak terdiri atas: a) pola dua suku kata,

b) pola tiga suku kata, dan c) pola empat suku kata

1) Pola Dua Suku Kata

Pola dua suku kata dapat dilihat pada contoh berikut: a-nak, hem-bun, ba-pa, u-rat, cem-ber, pen-ter, bo-rih, dong-koh, sem-pul, u-dan, dan sebagainya.

2) Pola Tiga Suku Kata

(36)

3) Pola Empat Suku Kata

Pola dua suku kata dapat dilihat pada contoh berikut: si-tu-ren-dek, mi-sa-do-ne, to-kor-e-mas, dan sebagainya.

Walaupun telah dikemukakan pola suku kata tersebut di atas, tetapi dapat juga dicari sistem pola umum suku kata bahasa Pakpak yang disejajarkan dengan pola umum suku kata bahasa Indonesia.

Setiap suku kata ditandai oleh sebuah vokal. Vokal ini dapat didahului atau diikuti oleh konsonan. Pada bahasa Pakpak sistem pola umum suku kata itu dapat dicontohkan pada kata berikut.

1) Vokal (V)

Contoh: o-da, a-pi, a-ngin, e-gung, a-ku, e-kur, e-pen, u-dan. 2) Vokal Konsonan (VK)

Contoh: en-de, dan sebagainya. 3) Konsonan (KV)

Contoh: du-kak, mo-tik, ma-cik, ta-ka, bo-rih, sa-rut, dan sebagainya. 4) Konsonan, Vokal, Konsonan (KVK)

(37)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kerangka Teori

Untuk mencapai tujuan penelitian ini diperlukan pendekatan dan prosedur pemecahan masalah yang cukup relevan. Untuk keperluan itu, penelitian ini pada dasarnya mempergunakan teori linguistik struktural atau linguistik deskriptif. Pemakaian teori ini didasarkan anggapan bahwa teori ini bermanfaat tidak saja untuk diterapkan dalam penelitian bahasa daerah yang belum dikenal, tetapi juga untuk menganalisis data empiris tentang berbagai variasi bahasa. Setiap bahasa mempunyai ciri khas dalam unsur-unsurnya, akan tetapi untuk penelitian bahasa yang belum pernah dilakukan, dapat diterapkan dari teori bahasa yang sempurna (dalam hal ini bahasa Indonesia). Hal ini sesuai dengan kajian induktif, yaitu kajian atau analisis yang diterapkan apabila peneliti belum memiliki pemahaman yang cukup terhadap bahasa yang diteliti. Akan tetapi, kalau ada kelainan dalam bahasa ini (bahasa Pakpak) tidak akan ‘dipaksakan’ sama dengan unsur-unsur bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria dalam analisis bahasa yang tidak berusaha untuk memaksakan sesuatu bahasa yang diukur dari kategori-kategori bahasa Latin atau Yunani (Djajasudarma, 1993:15).

(38)

morfologi dianggap sebagai disiplin (ilmu) sinkronik, yakni, suatu ilmu berfokus pada kajian word – structure bukan evolusi kata.

Aliran Linguistik Struktural, memandang bahasa bukan sebagai teori tentang sifat bahasa melainkan sebagai tubuh mengenai prosedur deskriptif dan analitik. Idealnya, analisis linguistik mulai dengan berfokus pada pilihan satu dimensi struktur bahasa. Dimensi merujuk pada tataran linguistik. Tataran disusun menurut hirarki, fonologi berada pada tataran paling bawah dan semantik tataran paling atas. Adapun tataran itu, yakni: a) tataran semantik berhubungan dengan makna, b) tataran sintaksis berhubungan dengan struktur kalimat, c) tataran morfologi berhubungan dengan struktur kata, dan c) tataran fonologi/fonemik berhubungan dengan sistem bunyi.

(39)

Matthews di dalam buku Morphology (dalam Ansari 2008), An Introduction to the Theory of Word-Structure membagi morfologi menjadi dua bidang, yaitu morfologi infleksional (inflectional morphology) dan morfologi leksikal (lexical morphology). Dalam pada itu, yang termasuk dalam lingkup pembentukan kata hanya morfologi derivasional (leksikal) sedangkan morfologi infleksional tidak. Bahkan menurut Beard (dalam Ansari, 2008) di dalam buku Lexeme Morpheme Base Morphology dijelaskan bahwa apabila terdapat adanya pembentukan kata yang mengalami perpindahan kelas juga harus dipertimbangkan adanya relasi gramatikalnya. Karena derivasi berindikasi harus fungsional dan perubahan kelas (reclassification). Derivasi dikatakan fungsional karena adanya perubahan kelas dan fungsi gramatikalnya.

(40)

diberikan, misalnya, dari kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba; dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.

Perbedaan identitas leksikal terutama berkenaan dengan makna, sebab meskipun kelasnya sama, seperti kata makanan dan pemakan, yang sama-sama berkelas nomina, tetapi maknanya tidak sama. Begitu juga antara pelajar dan pengajar yang sama-sama berkelas nomina, tetapi bermakna tidak sama; atau antara belajar dengan mengajar yang kelasnya sama-sama verbal, tetapi mempunyai makna yang tidak sama. Verba to befriend adalah hasil derivasi dari nomina friend, bukan hasil infleksi karena kedua kata itu tidak sama kelasnya, yaitu verba dan nomina. Jika dua kata dengan dasar yang sama termasuk kelas kata yang sama, tetapi berbeda maknanya, kedua kata itu juga berbeda secara leksikal. Misalnya, friend dan friendship dalam bahasa Inggris, atau kata Indonesia pengajar dan pengajaran, yang sama-sama kelasnya dan dasarnya (ajar).

(41)

derivasi dan komposisii. Varshney memberi tambahan penjelasan bahwa proses pembentukan itu tak terlepas dari ketiga proses tersebut, khususnya proses infleksi dan derivasi. Penulis mengambil pengertian dari kedua definisi yang diberikan oleh kedua ahli di atas bahwa morfologi mengkaji bagaimana kata-kata itu dibentuk, apa bentuk asal kata yang dibentuk, apa bentuk gramatikalnya, apa fungsi afiks yang melekat pada pembentukan kata tersebut, dan setelah terjadi pembentukan, kelas kata apa yang terbentuk.

(42)

leksem mencakup informasi tentang arti (semantis) kategori leksikal tersebut dan lingkungan sintaksisnya dimana leksem tersebut berada.

Selanjutnya, apa unsur utama yang menjadi objek kajian dalam morfologi? Seperti yang disebutkan Nida (1976), morfem merupakan objek dalam kajian morfologi. Hal ini didukung oleh pernyataan O'Grady dan Dobrovolsky yang menyatakan “A major problem for morfological analysis is how to identify the morphemes that make up words”.

Pendapat yang agak berbeda dilontarkan oleh Harimurti Kridalaksana (1996) tentang elemen utama pembentukan kata. Beliau menyatakan bahwa “leksemlah yang merupakan bahan dasar yang setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata dalam subsistem gramatikal” (Kridalaksana, 1996). Beliau menambahkan bahwa “leksem adalah satuan yang berperan sebagai input dalam proses morfologi” dan “leksem sebagai bahan baku dalam proses morfologi”.

(43)

Lebih lanjut, proses morfologis atau pembentukan kata dengan afiks, yakni berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.

a) Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar ata bentuk dasar. Dalam proses initerlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif (Chaer, 2003).

Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan sikat. Dapat juga berupa bentuk kompleks, seperti terbelakang pada kata keterbelakangan, berlaku pada kata memberlakukan, dan aturan pada kata beraturan. Dapat juga berupa frase, seperti ikut srta pada keikutsertaan, istri simpanan pada istri simpanannya.

Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks.

b) Reduplikasi

(44)

reduplikasi sebagian seperti lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik).

(45)

lainberupa morfem unik. Contoh pada bentuk mondar-mandir, tunggang-langgang, dan komat-kamit.

c) Komposisi

Komposisi adalah hsil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Contoh: lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ciri morfologis adalah ciri yang ada dalam dan timbul akibat proses morfologis. Ciri morfologis nomina bahasa Pakpak berwujud morfem imbuhan penanda kelas nomina bahasa Pakpak. Seperti pada contoh: penjukjuk ‘penjolok’; penuan ‘penanam’; pengerana ‘pembicara’; di mana imbuhan /pe-/ merupakan penanda/pembentuk nomina yang berasal dari kelas nomina (jujuk ‘jolok’; suan ‘tanam’) dan dari kelas nomina (rana ‘kata’).

(46)

Bentukan nomina berulang yang dimaksud dalam penelitian ini sama dengan bentukan kata ulang bahasa Indonesia yaitu bentukan nomina berulang yang pada prinsipnya terdiri dari perulangan sebagai berikut:

1) perulangan bentuk asal tunggal bebas, bentuk asal tanpa variasi fonem dan tanpa proses imbuhan seperti yang dinyatakan Ramlan (dalam Rusyana dan Samsuri, 1976:33); dan Keraf (dalam Rusyana dan Samsuri, 1976:66—68). Perulangan seperti itu disebut perulangan utuh. Contoh: pekpek-pekpek ‘pemukul’; jujuk-jujuk ‘penjolok’.

2) perulangan kata sempurna yang berupa variasi bunyi bentuk asal, yaitu bagian kedua mengalami perubahan fonem.

Bentuk nomina majemuk adalah bentukan nomina yang terdiri dari dua komponen yang masing-masing berupa bentuk nomina sederhana (simple words) atau bentuk nomina asal tunggal bebas (a simple free base) dan juga berupa nomina majemuk yang mengalami proses afiksasi. Contoh: rambah mbeilen ‘hutan belantara’; roroh-rorohen ‘sayur-mayur’.

(47)

3.2 Kerangka Berpikir

Sejalan dengan pembatasan bahwa morfologi ialah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap fungsi dan arti kata maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Morfem Bahasa Pakpak

Ciri-ciri Nomina

Reduplikasi  Kompositum  Afiksasi

Perilaku Morfologis  Perilaku Sintaksis 

Perilaku Semantis

Morfologi Nomina Bahasa Pakpak

Proses Morfologi Nomina

(48)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dengan demikian, metode yang digunakan, ialah metode kualitatif. Hal itu dilakukan sebab metode kulaitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa. Pendekatan kualitatif yang melibatkan data lisan di dalam bahasa melibatkan apa yang disebut informasi penutur asli bahasa yang diteliti. Pendekatan yang melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar individu yang bersangkutan secara utuh. Oleh karena itu, di dalam penelitian bahasa jumlah informan dapat dianggap sebagai makrokosmos pada masyarakat bahasanya. Demi kepentingan penelitian itu sendiri sesuai dengan tujuannya maka informan dapat ditentukan jumlahnya sesuai keperluan penelitian (Djadjasudarma, 1993).

(49)
(50)

menjelaskan banyak tentang masalah pemerian bahasa tapi kelebihannyae itu terletak pada keakuratan dalam menggunakan pendekatan tersebut.

Penelitian tentang struktur bahasa Pakpak sebelumnya lebih menitikberatkan pada hasil daripada proses, dimana pendekatan yang dipakai sebelumnya berupa pendekatan IA (Item and Arrangement). Berbeda dengan apa yang dilakukan penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Penulis lebih memilih pendekatan IP dikarenakan kelebihan dan prosesnya. IP menitikberatkan pada proses pembentukan kata, sebagaimana yang dianalisis penulis. IP memberi informasi pada proses, bukan pada bentuk (Molino, 1985 dalam The Linguistics Encyclopedia). Selain itu penelitian kualitatif yang dianut penulis juga lebih mementingkan proses daripada hasil (Djadjasudarma, 1993).

4.2 Teknik Pengumpulan Data

Pada dasarnya metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah metode informan atau metode kontak (Hockett, 1948:119). Kontak dengan informan itu sebenarnya tidak harus terjadi di lapangan (tempat informan tinggal) melainkan dapat juga terjadi di tempat penelitian dimana saja (Samarin, 1977:10).

(51)

Populasi penelitian ini adalah penutur bahasa Pakpak. Namun, sesuai pendapat Solin (1998) bahasa Pakpak terdiri atas lima dialek, yaitu: (1) dialek Pegangan, (2) dialek Keppas, (3) dialek Simsim, (4) dialek Kelasen, dan (5) dialek Boang. Di antara kelima dialek tersebut di atas berdasarkan ketiadaan pengaruh bahasa lain (Toba dan Karo) dialek yang paling standar adalah dialek Simsim. Maka yang menjadi informan penelitian ini pemakai bahasa Pakpak dialek Simsim, berdasarkan kriteria keaslian, umur, pendidikan, dan strata sosial dengan memperhatikan persyaratan, antara lain:

a. laki-laki, dewasa, di atas 40 tahun dan belum uzur dan

b. tidak banyak berpergian ke luar wilayah Kabupaten Dairi, misalnya, karena pindah tugas atau berdagang. Jadi lebih tepat, misalnya, petani.

Untuk menjaring data, dilakukan metode berikut ini. Peneliti sebagai penutur bahasa Pakpak (sebagai bahasa Ibu) sudah mendapat gambaran umum tentang bentuk-bentuk nomina, proses morfologis bahasa Pakpak. Berdasarkan pengetahuan ini dibuat daftar tanyaan sebagai panduan wawancara yang direkam dengan tipe recoreder.

Dengan instrumen yang telah disiapkan, ada alat perekam yang siap pakai, korpus ujaran dipancing dengan teknik-teknik sebagai berikut.

1) Pancingan terjemah.

(52)

2) Pancingan kontrastif.

Peneliti memberikan dua atau lebih bentukan yang berbeda hanya pada satu unsur (satu morfem), sedang informan diminta menjelaskan perbedaan artinya. Jawaban informan diharapkan dapat memberikan informasi tentang fungsi, dan nosi atau makna ketegori morfem tersebut.

3) Pancingan korektif.

Pancingan ini bertujuan untuk meyakinkan peneliti terhadap kebenaran gejala-gejala kebahasan tertentu. Informan diminta menilai benar tidaknya pemakaian gejala itu.

4) Wawancara sambil lalu.

Wawancara ini ditujukan kepada orang-orang yang belum terseleksi. Tujuannya untuk memperoleh informasi tentang gejala-gejala yang secara kebetulan diketahui atau didengar oleh peneliti dan cukup menarik perhatian.

4.3 Prosedur

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan prosedur analisis morfologis sebagaimana dikemukakan oleh Nida (1970) dan Verhaar (1987:108--109). Langkah-langkah menganalisis data dilakukan sebagai berikut.

a. Menyeleksi data.

(53)

c. Menganalisis data-data nomina yang telah selesai ditabulasikan, ditentukan bentuk distribusi dan kelas morfem-morfemnya sehingga akan dihasilkan suatu “daftar tuntas” bentuk nomina dalam bahasa Pakpak berupa bentuk afiksasi nomina, bentuk perulangan nomina, dan nomina majemuk yang terdapat dalam bahasa Pakpak.

d. Bentuk-bentuk nomina yang telah selesai didaftarkan seperti yang tersebut di atas ditentukan maknanya masing-masing, berdasarkan model kategori gramatikal Nida (1970:166--169).

(54)

BAB V

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Temuan Penelitian

5.1.1 Proses Morfologi Nomina

Berdasarkan korpus data yang diperoleh dari para informan, proses morfologi nomina yang terdapat dalam bahasa Pakpak terbagi atas:

a) afiksasi nomina,

b) reduplikasi nomina, dan c) kompositum nomina.

Berkaitan dengan proses morfologi nomina dalam bahasa Pakpak yang ditemukan, berikut ini akan dipaparkan dan dianalisis proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi nomina, reduplikasi nomina, dan kompositum nomina.

5.1.1.1Afiksasi Nomina

(55)

a) Prefiks (awalan), yakni /pe-/, /per-/

Contoh: /pe-/ + aleng Æ pengaleng ‘penjemput’

/pe-/ + dedah Æ pendedah ‘penjaga’

/pe-/ + deddoh Æ pendeddoh ‘pemijak’

/per-/ + juma Æ perjuma ‘peladang’

/per-/ + sabah Æ persabah ‘penyawah’ b) Infiks (sisipan), yakni /-in-/

Contoh: /-in-/ + tangko Æ tinangko ‘yang dicuri’

/-in-/ + sipak Æ sinipak ‘yang disepak’ /-in-/ + suan Æ sinuan ‘yang ditanam’ /-in-/ + sarut Æ sinarut ‘yang digigit’ /-in-/ + caran Æ cinaran ‘yang ditarik’

c) Sufiks (akhiran), yakni /-en/

Contoh: /-en/ + kundul Æ kundulen ‘tempat duduk’

/-en/ + tabah Æ tabahen ‘yang ditebang’

/-en/ + parap Æ parapen ‘yang ditampar’

/-en/ + sintak Æ sintaken ‘yang ditarik’

/-en/ + bentir Æ bentiren ‘lemparan’

d) Konfiks (gabungan awalan dan akhiran), yakni /ke-en/, /pe-en/, dan /per-en/ Contoh: /ke-en/ + bincar Æ kebincaren ‘tempat terbit’

(56)

/pe-en/ + suan Æ penuanen ‘penanaman’ /per-en/ + kuta Æ perkutan ‘perkampungan’ /per-en/ + juma Æ perjuman ‘tempat berladang’

5.1.1.2 Reduplikasi Nomina

Reduplikasi nomina adalah proses perulangan kata dasar untuk membentuk kata yang baru; hasil perulangan kata dasar tersebut merupakan bentuk nomina ulang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam bahasa Pakpak, reduplikasi nomina prosesnya terjadi, yakni proses reduplikasi dan proses afiksasi itu terjadi bersamaan.

Contoh: pemorih Æ pemorih-morih ‘pencuci-cuci’

binuat Æ binuat-nuat ‘yang diambil-ambil’ caran Æ cinaran-caran ‘yang diseret-seret’ tangko Æ tinangko-tangko ‘yang dicuri’ suanen Æ suan-suanen ‘tanam-tanaman’ 5.1.1.3 Kompositum Nomina

(57)

dewasa ini. Adapun kompositum nomina yang ditemukan dalam bahasa Pakpak dapat dilihat pada contoh berikut ini.

Contoh: guru geddang Æ ‘guru besar’ bunga mbara Æ ‘bunga merah’ daholi daberu Æ ‘suami istri’ anak perana Æ ‘anak lajang’

beru sembelgah Æ ‘anak sulung (perempuan)’ 5.1.2 Ciri-ciri Nomina

Sama halnya dengan nomina dalam bahasa Indonesia, nomina dalam bahasa Pakpak dapat diamati ciri-cirinya melalui:

1) perilaku semantis nomina, 2) perilaku sintaksis nomina, dan 3) perilaku morfologis nomina.

5.1.2.1Perilaku Semantis Nomina

Nomina berbeda dari kelas kata lainnya dari perilaku semantisnya. Perilaku semantis nomina adalah makna yang dikandung oleh nomina tersebut. Dari segi semantisnya nomina adalah kata yang baik bentuk dasar maupun bentuk kompleks yang mengacu pada manusia, binatang, tumbuhan, benda, dan konsep atau pengertian.

(58)

Contoh:

dedahen ‘adik’ daberru ‘perempuan’ daholi ‘laki-laki’

bulung ‘daun’

dukut ‘rumput’

manuk-manuk ‘burung’

wari ‘hari’

nipe ‘ular’

Ada beberapa fitur semantik nomina (dasar) dalam bahasa Pakpak yang dapat digolongkan atas:

(1) Nomina yang mengacu pada nama tempat atau nama geografis, seperti: Medan, Dairi, Sidikalang, Salak, Silencang, dll.

(2) Nomina yang mengacu nama orang termasuk sapaan kekerabatan, seperti: Nurlince, Bapa Tengngah (Tonga) ‘Bapak Uda’, Puhun ‘Paman’.

(3) Nomina yang mengacu pada nama-nama hari, seperti: Senin, Selasa, Rabu.

5.1.2.2 Perilaku Sintaksis

Disamping ciri semantis, nomina dalam bahasa Pakpak juga dapat diamati melalui ciri sintaksisnya. Ciri-ciri sintaksis itu adalah sebagai berikut.

(59)

a) Tugas Nomina dalam Kalimat

Nomina dalam bahasa Pakpak dapat diamati melalui ciri sintaksisnya. Dalam kalimat, nomina bertugas untuk mengisi atau menduduki fungsi subyek. Sebagaimana diketahui bahwa kalimat terdiri dari fungsi sintaksis tertentu yaitu fungsi subjek, predikat, objek dan keterangan. Fungsi-fungsi sintaksis ini merupakan tempat-tempat kosong yang dapat diisi oleh kelas-kelas kata tertentu.

Nomina dalam bahasa Pakpak dapat diamati melalui tugasnya sebagai pengisi fungsi subjek, objek, atau pelengkap. Hal itu dapat dilihat pada data berikut ini. Contoh:

Kalaki manjaha ‘Mereke membaca’

Meridi bapa ‘Bapak mandi’

Berkat ia ‘Ia berangkat’

Inang menuan rorohen ‘Ibu menanam sayuran’ Beltekna mbelen ‘Perutnya membesar’ Mengeloteh sabah Bapa ‘Ayah membajak sawah’

Dari contoh-contoh di atas terlihat bahwa semua posisi subjek dalam kalimat-kalimat tersebut adalah kategori kelas nomina. Jadi nomina dalam bahasa Pakpak selalu mengisi fungsi subjek maupun objek di dalam sebuah kalimat.

b) Pemarkah Frase Nomina

(60)

berkombinasi dengan nomina untuk menyatakan makna menidakkan. Hal itu dapat dilihat pada contoh berikut ini.

Contoh:

oda bapa ‘bukan bapa’ oda tambar ‘bukan obat’ oda kalak ‘bukan mereka’ oda jelma ‘bukan orang’ oda penangko ‘bukan pencuri’

Selain itu, dalam tataran frase, nomina dalam bahasa Pakpak dapat diikuti oleh adjektiva. Dengan demikian ketek ‘kecil’ dapat mengikuti nomina: oles ‘kain’, jelma ‘orang’, kempu ‘cucu’, pinakan ‘hewan’ menjadi oles ketek, jelma ketek, kempu ketek, pinakan ketek. Juga gomok ‘gemuk’ selalu dapat berkombinasi dengan nomina: dedahen ‘adik’, jelma ‘orang’, kempu ‘cucu’, pinakan ‘hewan’ menjadi: dedahen gomok, jelma gomok, kempu gomok, pinakan gomok. Jadi nomina dalam bahasa Pakpak berpeluang untuk dilekati oleh kata berkelas adjektiva.

5.1.2.3 Perilaku Morfologis Nomina

(61)
[image:61.612.121.530.134.512.2]

Tabel 2. Afiks-Afiks Pembentuk Nomina

Prefiks Infiks Sufiks Konfliks

pe- -in- -en ke-en

per- pe-en

per-en

Contoh : /pe-/ + aleng Æ pengaleng ‘penjemput’

/pe-/ + dedah Æ pendedah ‘penjaga’ /pe-/ + deddoh Æ pendeddoh ‘pemijak’ /per-/ + juma Æ perjuma ‘peladang’

/-in-/ + tangko Æ tinangko ‘yang dicuri’

/-en/ + kundul Æ kundulen ‘tempat duduk’

/ke-en/ + bincar Æ kebincaren ‘tempat terbit’

/pe-en/ + suan Æ penuanen ‘penanaman’ /per-en/ + kuta Æ perkutaan ‘perkampungan’ Dari data-data di atas dapat dilihat bahwa afiks pembentuk nomina dalam bahasa Pakpak dapat melekat dengan kata dasar yang berupa nomina dan adjektiva.

5.1.3 Afiksasi Nomina

(62)

Untuk itu, proses afiksasi dalam bahasa Pakpak berdasarkan data yang diperoleh dapat dijabarkan sebagai berikut.

5.1.3.1 Prefiksasi

1) Prefiks /pe-/

a. Bentuk

(1) Prefiks /pe-/ mengalami perubahan bentuk baik melekat pada kata dasar yang berfonem awal vokal maupun konsonan, untuk menghasilkan nomina; bila /pe-/ melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal vokal, /g/ dan /k/ maka prefiks /pe-/ berubah menjadi /peng-/.

Contoh: /pe-/ + angin Æ pengangin ‘cara mengangin’

/pe-/ + aleng Æ pengaleng ‘penjemput’

/pe-/ + oge Æ pengoge ‘pembuka’

/pe-/ + garar Æ penggararen ‘pembayar’ /pe-/ + goit Æ penggoit ‘pencubit’ /pe-/ + kolingi Æ pengolingi ‘cara menguliti’ /pe-/ + kuso Æ pengkuso ‘penanya’

(2) Jika melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /b/ dan /p/ maka prefiks /pe-/ berubah menjadi /pem-/ sedangkan fonem awal kata dasar luluh.

Contoh:

(63)

/pe-/ + pastap

Æ

pemastap ‘orang yang menampar, cara menampar’

/pe-/ + putar

Æ

pemutar ‘cara memutar’

(3) Jika melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /l/ dan /r/ maka prefiks /pe-/ berubah menjadi /penge-/

Contoh:

/pe-/ + labang

Æ

pengelabang ‘cara memaku’ /pe-/ + lempit

Æ

pengelempit ‘cara melipat’ /pe-/ + roroh

Æ

pengeroroh ‘cara menyayur’ /pe-/ + rana

Æ

pengerana ‘cara berbicara’ /pe-/ + rakut

Æ

pengerakut ‘cara mengikat

(4) Bila melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /d/ dan /j/ maka prefiks /pe-/ berubah menjadi /pen-/

Contoh:

/pe-/ + dedah

Æ

pendedah ‘penjaga’ /pe-/ + deger

Æ

pendeger ‘penggoyang’ /pe-/ + jemak

Æ

penjemak ‘cara memegang’ /pe-/ + jalang

Æ

penjalang ‘pengejar’

/pe-/ + tutu

Æ

penutu ‘penumbuk’ /pe-/ + jukjuk

Æ

penjukjuk ‘penjolok’
(64)

Contoh:

/pe-/ + suan

Æ

penuan ‘cara menanam’ /pe-/ + tutu

Æ

penutu ‘menumbuk’ /pe-/ + sipak

Æ

penipak ‘penyepak’ /pe-/ + tulus

Æ

penulus ‘pencari’ /pe-/ + sapu

Æ

penapu ‘penyapu’

b. Distribusi

Prefiks /pe-/ dapat melekat pada: (1) Nomina

Contoh: /pe-/ + sori

Æ

penori ‘cara menyisir’

/pe-/ + labang

Æ

pengelabang ‘cara memaku’ /pe-/ + pangkur

Æ

pemangkur ‘pencangkul’ /pe-/ + penggel

Æ

pemenggel ‘pemotong’ /pe-/ + borih

Æ

pemorih ‘pencuci tangan’

(2) Verba

Contoh : /pe-/ + embah

Æ

pengembah ‘pembawa’

/pe-/ + oge

Æ

pengoge ‘pembuka’ /pe-/ + keret

Æ

pengkeret ‘pemotong’
(65)

(3) Adjektiva

Contoh : /pe-/ + gomok

Æ

penggomok ‘yang menggemukkan’

/pe-/ + ketek

Æ

pengetek ‘yang mengecilkan’

/pe-/ + deher

Æ

pendeher ‘yang mendekatkan’

/pe-/ + bentar

Æ

pembentar ‘pemutih’ /pe-/ + koning

Æ

pengoning ‘penguning’

c. Makna/Arti

Makna yang didukung oleh prefiks /pe-/ adalah:

(1) menyatakan cara melakukan apa yang tersebut pada kata dasar.

Contoh: pengkuso ‘cara menanya’

penjalang ‘cara mengejar’ pemerroh ‘cara memeras’ penarut ‘cara menggigit’ pemangkur ‘cara mencangkul’

(2) menyatakan alat atau orang yang melakukan perbuatan seperti apa yang tersebut pada bentuk dasar.

Contoh: penangko ‘orang yang mencuri’

(66)

2) Prefiks /per-/

a. Bentuk

Prefiks /per-/ tidak mengalami perubahan bentuk, baik melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal vokal maupun konsonan.

Contoh : /per-/ + oles

Æ

peroles ‘yang punya kain’

/per-/ + nange

Æ

pernange ‘peribu’

/per-/ + tanoh

Æ

pertanoh ‘yang mempunyai tanah’ /per-/ + motor

Æ

permotor ‘yang punya mobil’ /per-/ + sapo

Æ

persapo ‘yang punya rumah’

b. Distribusi

Prefiks /per-/ dapat melekat pada: (1) Nomina

Contoh:

/per-/ + kakak

Æ

perkakak ‘dijadikan kakak’ /per-/ + juma

Æ

perjuma ‘peladang’ /per-/ + bapa

Æ

perbapa ‘dijadikan bapak’ /per-/ + kempu

Æ

perkempu ‘dijadikan cucu’ /per-/ + dukak

Æ

perdukak ‘dijadikan anak’ (2) Adjektiva

Contoh:

(67)

/per-/ + melki

Æ

permelki ‘penyedih’ /per-/ + riah

Æ

periah ‘penggembira’ /per-/ + kirana

Æ

perkirana ‘cerdik pandai’

c. Makna

Makna yang didukung oleh prefiks /per-/ adalah: (1) Yang mempunyai seperti apa yang tersebut pada kata dasar

Contoh:

pertanoh ‘yang mempunyai tanah’ perkuta ‘yang mempunyai kampung’ perjuma ‘yang mempunyai ladang’ perdukak ‘yang mempunyai anak’

perleto ‘yang mempunyai burung puyuh’

(2) Menyatakan cara. Contoh:

pertubuh ‘cara lahir’ perkundul ‘cara duduk’ permulak ‘cara pulang’

pertangis ‘cara menangis’ percirem ‘cara senyum’ (3) Menyatakan alat.

Contoh:

(68)

perembah ‘alat membawa’ perlanja ‘alat mengangkat’ perngeret ‘alat memotong’ (4) Mempunyai sifat seperti apa yang tersebut pada bentuk dasar.

Contoh:

perlupa ‘mempunyai sifat lupa’

perbiar ‘mempunyai sifat takut’ perkeleng ‘mempunyai sifat sayang’ perberani ‘mempunyai sifat berani’ permela ‘mempunyai sifat malu’ (5) Yang biasa mengerjakan apa yang tersebut pada bentuk dasar.

Contoh:

perburu ‘yang biasa berburu’ perjodi ‘yang biasa berjudi’

permabuk ‘yang biasa mabuk’ perjuma ‘yang biasa beladang’ persambil ‘yang biasa memasang perangkap’ (6) Berasal dari apa yang tersebut pada bentuk dasar

Contoh:

(69)

5.1.3.2 Infiksasi

Dalam bahasa Pakpak terdapat satu infik yang membentuk nomina, yaitu infiks /-in-/

a. Bentuk

Infiks /-in-/ tidak pernah mengalami perubahan bentuk. Contoh:

/-in-/ + kail

Æ

kinail ‘hasil memancing’

/-in-/ + cekep

Æ

cinekep ‘sudah digenggam’

/-in-/ + caran

Æ

cinaran ‘ditarik’

/-in-/ + parap

Æ

pinarap ‘ditampar’

b. Distribusi

Infiks /-in-/ dapat melekat pada kata berupa: (1) Nomina

Contoh:

/-in-/ + sori

Æ

sinori ‘yang disisir’ /-in-/ + pangkur

Æ

pinangkur ‘yang dicangkul’ /-in-/ + bukbuk

Æ

binukbuk ‘yang dibului’ /-in-/ + kail

Æ

kinail ‘yang dipancing’ /-in-/ + koling

Æ

kinoling ‘yang dikuliti’ (2) Verba

Contoh:

(70)

/-in-/ + tangko

Æ

tinangko ‘yang dicuri’ /-in-/ + kilkil

Æ

kinilkil ‘yang dikunyah’ /-in-/ + taka

Æ

tinaka ‘yang dibelah’ c. Makna

Infiks /-in-/ secara umum menyatakan makna hasil dari suatu perbuatan yang disebut oleh bentuk dasarnya.

Contoh:

tinangko ‘hasil curian’

tinali ‘yang diikat’

pinangkur ‘yang dicangkul’ cinaran ‘yang ditarik’ tinutung ‘yang dibakar’

5.1.3.3 Sufiksasi Nomina

Sufiks yang membentuk nomina dalam bahasa Pakpak adalah sufiks /-en/ a. Bentuk

Sufiks /-en/ tidak mengalami perubahan bentuk bila melekat pada bentuk dasar yang berfonem akhir konsonan; bila melekat pada bentuk dasar yang berfonem akhir vokal, maka akan mengalami proses persandian yang merupakan suatu kaidah. Contoh:

(71)

bayar + /-en/

Æ

bayaren ‘lebih kaya’ mbentar+ /-en/

Æ

mbentaren ‘lebih putih’

Kaidah persandian akibat bergabungnya dua vokal dalam proses sufiksasi ini adalah: (1) /a/ + /-en/

Æ

/an/

Contoh: rana ‘kata’ + /-en/

Æ

ranan ‘yang dikatakan’

mbara ‘merah’+ /-en/

Æ

mbaran ‘lebih merah’ buka ‘buka’ + /-en/

Æ

bukaan ‘pembukaan’ taka ‘belah’ + /-en/

Æ

takaan ‘yang dibelah’ kura ‘cacing’ + /-en/

Æ

kuran ‘cacingan’ (2) /e/ + /-en/

Æ

/en/

Contoh:

melehe ‘lapar’ + /-en/

Æ

melehen ‘lebih lapar’ remme ‘rendam’ + /-en/

Æ

remmen ‘yang direndam’

gule ‘daging’ + /-en/

Æ

guleen ‘yang menjadi lauk’ lae ‘air’ + /-en/

Æ

laen ‘lebih berair’ ate ‘hati’ + /-en/

Æ

aten ‘lebih marah’

(3) /o/ + /-en/

Æ

/on/

Contoh: lolo ‘gembira’ + /-en/

Æ

lolon ‘lebih gembira’
(72)

(4) /u/ + /-en/

Æ

/un/

Contoh: tuhu ‘benar’ + /-en/

Æ

tuhun ‘lebih benar’

mberru ‘cantik’+ /-en/

Æ

mburrun ‘lebih cantik’ mbau ‘bau’ + /-en/

Æ

mbaun ‘lebih bau’ burju ‘baik’ + /-en/

Æ

burjun ‘lebih baik’

(5) /i/ + /-en/

Æ

/in/

Contoh : lui ‘sedih’ + /-en/

Æ

luin ‘lebih sedih’

dahi ‘datang’+ /-en/

Æ

dahin ‘yang didatangi’ sori ‘sisir’ + /-en/

Æ

sorin ‘yang disisir’ mbari ‘basi’ + /-en/

Æ

mbarin ‘lebih basi’ tapi ‘tampi’+ /-en/

Æ

tapin ‘yang ditampi’ b. Distribusi

Sufiks /-en/ dapat melekat pada: (1) Nomina

Contoh:

kempu + /-en/

Æ

kempun ‘keinginan bercucu’ kail + /-en/

Æ

kailen ‘yang dipancing’
(73)

(2) Verba

Contoh:

tangko + /-en/

Æ

tangkoen ‘yang dicuri’ aleng + /-en/

Æ

alengen ‘yang dijemput’ sipak + /-en/

Æ

sipaken ‘yang disipak’ sarut + /-en/

Æ

saruten ‘yang digigit gusgus + /-en/

Æ

gusgusen ‘yang digosok’ (3) Adjektiva

Contoh :

ndaoh + /-en/

Æ

ndaohen ‘lebih jauh’

seloh + /-en/

Æ

selohen ‘lebih bagus’ dessing + /-en/

Æ

dessingin ‘lebih dekat’ dates + /-en/

Æ

datesen ‘lebih tinggi bagak + /-en/

Æ

bagaken ‘lebih cantik’ c. Makna

Makna yang didukung oleh sufiks /-en/, yakni: (1) Menderita seperti yang tersebut pada bentuk dasar.

Contoh:

(74)

(2) Menyatakan tempat. Contoh:

kundulen ‘tempat duduk’ peddemen ‘tempat tidur’ tanden ‘tempat bersandar’

cenderen ‘tempat berdiri’

galen ‘tempat berbaring’

(3) Menyatakan hal yang disebut seperti pada bentuk dasar. Contoh:

ajaren ‘hal yang diajar’

suanen ‘yang ditanam’

tutun ‘yang ditumbuk’

tanemen ‘menderita bisul’ dedahen ‘anak yang dijaga’ 5.1.3.4 Konfiksasi Nomina

Dalam hal ini pengertian komiksasi mencakup proses melekatnya prefiks dan sufiks, baik secara berurutan (preliksasi terjadi lebih dahulu lalu diikuti oleh sufiksasi atau sebaliknya sufiksasi terjadi lebih dahulu lalu diikuti oleh prefiksasi) maupun secara sekaligus.

Dalam bahasa Pakpak terdapat tiga jenis konfiks yang membentuk nomina yai

Gambar

Gambar 1. Peta Kabupaten Dairi
Tabel 1. Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Pakpak
Tabel 2. Afiks-Afiks Pembentuk Nomina

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Rancangan penelitian yang digunakan rancangan penelitian kualitatif. Data berupa

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriftif dengan pendekatan pendekatan kualitatif, metode ini merupakan prosedur pemecahan masalah yang diteliti

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif yang disajikan secara deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan tentang variasi bentuk penerjemahan dan teknik

Menarik, dari situ dapat dicermati beberapa hal: yaitu pertama, seberapa penting masalah itu untuk diperhatikan, sebab pengamsal yang mengatakan bahwa hal itu

mendukung. Ada beberapa definisi mengenai penelitian kulaitatif ini. 3) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai “Prosedur yang menhasilkan data deskriptif berupa

14 Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dimana dalam metode kualitatif sebagai prosedur untuk menghasilkan data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif yang disajikan secara deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan tentang variasi bentuk penerjemahan dan teknik

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilaksanakan dalam proses belalar mengajar, oleh sebab itu metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas