SEI RAMPAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
SKRIPSI
Oleh:
NURHAYATI
091201002/MANAJEMEN HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Analisis Finansial dan Pemasaran Produk Ijuk Aren (Arenga pinnata) di Desa Pelintahan Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai
Nama : Nurhayati
NIM : 091201002
Program Studi : Kehutanan
Minat Studi : Manajemen Hutan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Agus Purwoko, S. Hut., M. Si. Oding Affandi, S.Hut.,M.P
Ketua Anggota
Mengetahui,
Nurhayati. Analisis Finansial dan Pemasaran Produk Ijuk Aren (Arenga pinnata) di Desa Pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Dibawah bimbingan AGUS PURWOKO dan ODING AFFANDI.
Aren merupakan salah satu hasil hutan non kayu memiliki manfaat langsung dan potensi ekonomi yang tinggi, karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Salah satu produknya yaitu ijuk aren yang diolah menjadi sapu dan sikat ijuk. Akan tetapi sangat sedikit masyarakat yang memanfaatkan ijuk aren karena terbatasnya informasi nilai finansial dari pengolaan ijuk aren. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial, alur dan margin pemasaran serta efisiensi pemasaran produk ijuk. Responden dari penelitian ini adalah pelaku usaha pengolahan ijuk dan pelaku usaha penjualan produk ijuk. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis finansial dan analisis pemasaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pembuatan sapu dan sikat ijuk lebih layak karena nilai R/C ratio untuk sapu yaitu 1,15 dengan BEP volume produksi sebanyak 314 unit dan BEP harga sebesar Rp. 4668,07 serta payback period 12 kali. Sedangkan usaha sikat ijuk memiliki nilai R/C ratio yaitu 1,10 dengan BEP volume produksi sebanyak 321,20 dan BEP harga sebesar Rp. 729,99 serta payback period 3 kali. Terdapat 4 saluran dengan nilai margin untuk sapu Rp. 9650 dan nilai margin sikat Rp. 4630. Saluran pemasaran dikatakan tidak efisien pada pengolah karena nilai mark up on selling tinggi
NURHAYATI. Financial Analysis and Product Marketing of sugar palm fibers (Arenga pinnata) in desa pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Under Academic Supervision of AGUS PURWOKO and
ODING AFFANDI.
Sugar palm is one of the non-timber forest products has immediate benefits and a high economic potential because almost all parts can provide financial benefits. One of its products is palm fibers that are processed into fibers brooms and brushes. But very few people who use palm fibers because of the limited information on the financial value of process palm fibers. Therefore, this research aims to determine the financial feasibility, workflow and marketing margins and marketing efficiency fiber products. Respondents of this research were the businesses fibers and fibers businesses selling products. The method of data analysis were financial analysis and marketing analysis.
The results showed that the broom and brush fibers making business because the value of R / C ratio is 1.15 with number of BEP volume of production was 314/unit and number of BEP price was Rp. 4668.07 and the payback period is 12 times production. While the brush fibers business has a value of R / C ratio is 1,10 with number of BEP volume production was 321,20/unit and number of BEP price Rp. 729,99 and payback period 3 times. There are 3 lines with margin value for broom Rp. 9650 and the margin value of brush Rp. 4630. Marketing channels is said to be inefficient to processing because value of mark-up on selling high.
Penulis dilahirkan pada tanggal 08 September 1990 di Tanjung Beringin
(Serdang Bedagai, Sumatera Utara), dari Ayah bernama Amat Suhardi dan Ibu
bernama Mariatun Sitorus. sebagai anak ke enam dari sembilan bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar pada SD Negeri
104307 Tanjung Beringin dan lulus pada tahun 2003. Kemudian penulis
melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama pada SMP Negeri 1 Tanjung Beringin
dan lulus pada tahun 2006 dan lulus dari Sekolah Menengah Atas pada tahun
2009 di SMA Negeri 1 Tanjung Beringin. Penulis kuliah di Program Studi
Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara melalui program PMP pada tahun 2009.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum Hasil
Hutan Non Kayu 2011, asisten praktikum Geodesi Kartografi 2011 serta menjadi
asisten Pemanenan Hasil Hutan pada tahun 2012. Penulis mengikuti organisai
Himpunan Mahasiswa Silva (HIMAS) dan Organisasi Badan Kenaziran Mushalla
Baytul Asyzaar. Penulis juga mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem
Hutan (PEH) di Taman Hutan Raya (Tahura) pada tahun 2011 dan melaksanakan
kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada tanggal 07 Februari – 11 Maret
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat mengerjakan proposal penelitian
ini dengan baik.
Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis Finansial dan Pemasaran
Ijuk Aren di Desa Pelintahan Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang
Bedagai”. Dalam Penelitian ini akan dijelaskan mengenai proses pengolahan ijuk
menjadi sapu dan sikat ijuk, analisis finansial pembuatan sapu dan sikat, analisis
pemasaran dan efisiensi pemasaran.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing skripsi yaitu
bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si. selaku ketua dan bapak Oding Affandi,
S.Hut., M.P. selaku anggota yang telah membimbing saya sepanjang penelitian ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal hasil penelitian ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah banyak memberi
dukungan terhadap penulis baik dalam doa dan materil serta teman-teman yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan proposal ini.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam
penyusunan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun untuk penyempurnaan penelitian ini. Akhir kata,
penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Mei 2013
Halaman.
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRACK ... ii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN
Produk-produk dari serat ijuk ... 12
Potensi ijuk sebagai komoditi ekspor ... 14
Analisis Finansial ... 14
Kelayakan usaha ... 17
Pemasaran ... 19
Efisiensi Pemasaran Produk ... 19
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
Alat dan Bahan ... 21
Revenue cost ratio (R/C) ... 23
Pendekatan break event point... 24
Payback period ... 24
Analisis Pemasaran ... 25
Efisiensi Pemasaran ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ... 28
Karakteristik Responden ... 28
Produk Sapu Ijuk ... 30
Proses pembuatan sapu ijuk ... 30
Analisis Finansial Usaha Pembuatan Sapu Ijuk ... 35
Biaya produksi dan pendapatan ... 35
Revenue cost ratio (R/C) ... 37
Pendekatan break event point (BEP) ... 38
Payback period ... 39
Produk Sikat Ijuk ... 40
Proses pembuatan sikat ijuk ... 40
Analisis Finansial Usaha Pembuatan Sikat Ijuk ... 44
Biaya produksi dan pendapatan ... 44
Revenue cost ratio (R/C) ... 46
Pendekatan break event point (BEP) ... 46
Payback period ... 47
Analisis Perbandingan Usaha Sapu dan Sikat IJuk ... 48
Pendapatan ... 48
Revenue cost ratio (R/C) ... 48
Pendekatan break event point (BEP) ... 49
Payback period (PP) ... 49
Analisis Pemasaran ... 50
Pelaku pemasaran distribusi sapu dan sikat ijuk ... 51
Saluran pemasaran sapu dan sikat ijuk ... 53
Analisis margin pemasaran dan margin keuntungan produk ijuk ... 55
Efisiensi Pemasaran ... 60
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ...63
Saran ... ...64
DAFTAR PUSTAKA ... ...65
No. Halaman
1. Rekapitulasi Karakteristik Responden Menurut Karakteristik Umur ... 28
2. Rekapitulasi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan. 29 3. Biaya Penyusutan Peralatan Pengolahan Sapu Ijuk ... 36
4. Biaya Variabel Pengolahan Ijuk Menjadi Sapu Ijuk ... 36
5. Analisis Pendapatan Pengolahan Ijuk Menjadi Sapu Ijuk ... 37
6. Hasil Perhitungan R/C Ratio dari Usaha Pengolahan Sapu Ijuk ... 37
7. Nilai BEP Usaha Pengolahan Sapu Ijuk ... 38
8. Analisis Payback Period Pembuatan Sapu Ijuk ... 39
9. Biaya Penyusutan Peralatan Pembuatan Sikat Ijuk ... 44
10.Biaya Variabel Pengolahan Ijuk Menjadi Sikat Ijuk ... 45
11.Analisis Pendapatan Pengolahan Ijuk Menjadi Sikat Ijuk ... 45
12.Hasil Perhitungan R/C Ratio dari Usaha Pengolahan Sikat Ijuk ... 46
13.Nilai BEP Usaha Pengolahan Sikat Ijuk ... 47
14.Analisis Payback Period Pembuatan Sikat Ijuk ... 48
15.Margin Keuntungan Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran I) ... 56
16.Margin Pemasaran Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran I) ... 57
17.Margin Keuntungan Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran II)... 58
18.Margin Pemasaran Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran II) ... 58
19.Keuntungan Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran III) ... 59
20.Margin Pemasaran Distribusi Sapu dan Sikat Ijuk (Saluran III) ... 60
No. Halaman
1. Bahan Baku Pembuatan Sapu ... 31
2. Ijuk Yang Telah di Potong ... 31
3. Pemasukan Ijuk dalam Tapak Sapu ... 32
4. Proses PengrapianPermukaan Sapu ... 32
5. Pemotongan Ujung Sapu ... 33
6. Pembungkusan Sapu ... 33
7. Sapu Siap untuk Dipasarkan ... 34
8. Alur Proses Pembuatan Sapu Ijuk ... 35
9. Bahan Baku Pembuatan Sikat Ijuk... 40
10.Penyisiran Ijuk ... 41
11.Proses Pemotongan Ijuk ... 41
12.Alat Pembuatan Sikat/Brus dan Kumpulan Sikat Ijuk ... 42
13.Proses Pengguntingan Sikat ... 42
14.Pembentukan sikat ... 43
15.Alur Proses Pembuatan Sikat Ijuk ... 43
16.Alur Pemasaran pada Saluran Pemasaran I... 53
17.Alur Pemasaran pada Saluran Pemasaran II ... 54
1. Kuesioner Responden/Pengolah Ijuk Aren ... 68
2. Kuesioner Responden/Penjual Produk Ijuk ... 73
3. Kuesioner Responden/Pengumpul/Distributor Produk Ijuk ... 77
4. Analisis Biaya Produksi Sapu Ijuk dalam Sekali Produksi ... 81
5. Perhitungan Analisis Finansial Usaha Pembuatan Sapu Ijuk ... 81
6. Analisis Biaya Produksi Sikat Ijuk dalam Sekali Produksi ... 83
7. Perhitungan Analisis Finansial Usaha Pembuatan Sikat Ijuk ... 84
8. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Sapu dan Sikat Ijuk Pada Saluran I ... 85
9. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Sapu dan Sikat Ijuk Pada Saluran II... 85
Nurhayati. Analisis Finansial dan Pemasaran Produk Ijuk Aren (Arenga pinnata) di Desa Pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Dibawah bimbingan AGUS PURWOKO dan ODING AFFANDI.
Aren merupakan salah satu hasil hutan non kayu memiliki manfaat langsung dan potensi ekonomi yang tinggi, karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Salah satu produknya yaitu ijuk aren yang diolah menjadi sapu dan sikat ijuk. Akan tetapi sangat sedikit masyarakat yang memanfaatkan ijuk aren karena terbatasnya informasi nilai finansial dari pengolaan ijuk aren. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial, alur dan margin pemasaran serta efisiensi pemasaran produk ijuk. Responden dari penelitian ini adalah pelaku usaha pengolahan ijuk dan pelaku usaha penjualan produk ijuk. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis finansial dan analisis pemasaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pembuatan sapu dan sikat ijuk lebih layak karena nilai R/C ratio untuk sapu yaitu 1,15 dengan BEP volume produksi sebanyak 314 unit dan BEP harga sebesar Rp. 4668,07 serta payback period 12 kali. Sedangkan usaha sikat ijuk memiliki nilai R/C ratio yaitu 1,10 dengan BEP volume produksi sebanyak 321,20 dan BEP harga sebesar Rp. 729,99 serta payback period 3 kali. Terdapat 4 saluran dengan nilai margin untuk sapu Rp. 9650 dan nilai margin sikat Rp. 4630. Saluran pemasaran dikatakan tidak efisien pada pengolah karena nilai mark up on selling tinggi
NURHAYATI. Financial Analysis and Product Marketing of sugar palm fibers (Arenga pinnata) in desa pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Under Academic Supervision of AGUS PURWOKO and
ODING AFFANDI.
Sugar palm is one of the non-timber forest products has immediate benefits and a high economic potential because almost all parts can provide financial benefits. One of its products is palm fibers that are processed into fibers brooms and brushes. But very few people who use palm fibers because of the limited information on the financial value of process palm fibers. Therefore, this research aims to determine the financial feasibility, workflow and marketing margins and marketing efficiency fiber products. Respondents of this research were the businesses fibers and fibers businesses selling products. The method of data analysis were financial analysis and marketing analysis.
The results showed that the broom and brush fibers making business because the value of R / C ratio is 1.15 with number of BEP volume of production was 314/unit and number of BEP price was Rp. 4668.07 and the payback period is 12 times production. While the brush fibers business has a value of R / C ratio is 1,10 with number of BEP volume production was 321,20/unit and number of BEP price Rp. 729,99 and payback period 3 times. There are 3 lines with margin value for broom Rp. 9650 and the margin value of brush Rp. 4630. Marketing channels is said to be inefficient to processing because value of mark-up on selling high.
Latar Belakang
Hutan dan ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional
dengan keanekaragaman tumbuh-tumbuhan dan hasil kayu maupun bukan kayu
memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Salim (1997)
menjelaskan bahwa manfaat hutan terdiri dari manfaat langsung maupun tidak
langsung. Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan secara langsung
oleh masyarakat yaitu masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkan hasil
hutan, serta berbagai hasil hutan ikutan seperti getah, buah-buahan, dan minyak
atsiri sedangkan pemanfaatan secara tidak langsung seperti hutan menghasilkan
oksigen yang sangat dibutuhkan oleh seluruh manusia.
Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) merupakan sebagai segala sesuatu yang
bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfatkan bagi
kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. HHNK memiliki
manfaat langsung karena merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki
keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar
hutan (APHI, 2002).
Pohon aren merupakan salah satu hasil hutan non kayu memiliki manfaat
langsung dan potensi ekonomi yang tinggi, karena hampir semua bagiannya dapat
memberikan keuntungan finansial. Buahnya dapat dibuat kolang-kaling, daunnya
dapat dibuat sebagai bahan kerajinan tangan dan bisa juga sebagai atap, akarnya
sebagai bahan obat-obatan dan dari batangnya dapat diperoleh ijuk dan tepung
Pemanfaatan dari produk tanaman aren salah satunya adalah ijuk. Ijuk
merupakan bahan serat alami yang berasal dari tanaman aren (Arenga pinnata). Ijuk mampu menghasilkan beberapa jenis bahan yang sangat berguna bagi
kelangsungan hidup manusia, diantaranya sebagai bahan industri dan kontruksi.
Untuk bahan industri, ijuk dapat digunakan sebagai bahan dasar sapu ijuk, sikat
ijuk, tali ijuk serta bahan pembuat alat alat kebersihan lainnya. Untuk bahan
kontruksi, ijuk bagus untuk bahan atap, resapan air pada kontuksi lapangan, atau
pun septic thank. Beberapa jenis bahan ijuk di atas memiliki nilai ekonomi yang berbeda-beda.
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu daerah penyebaran
tanaman aren (Arenga pinnata) di Sumatera Utara. Berdasarkan sumber data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai dalam katalog
Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai (2011), penyebaran tanaman
aren (Arenga pinnata) hampir terdapat di seluruh Kecamatan Kabupaten Serdang Bedagai dengan rata-rata produksi produk aren adalah 682,12 kg/ha. Dengan
penyebaran bahan baku yang cukup banyak tersebut, maka pemanfaatan tanaman
ini memungkinkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di Serdang
Bedagai, salah satunya di Desa Pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, yang
merupakan desa pengrajin ijuk. Produk yang dihasilkan adalah sapu dan sikat ijuk
yang berasal dari tanaman aren.
Kajian mengenai analisa usaha sangat penting dilakukan, salah satunya
adalah untuk mengetahui pengaruh pengrajin dalam menjalankan usaha
dibidangnya, khususnya dalam menjalankan usaha pengrajin ijuk. Analisa usaha
Pelintahan. Pentingnya analisa usaha dilakukan untuk menilai kelayakan usaha
pengrajin ijuk, mengetahui nilai ekonomi dari produk ijuk dan efisiensi pemasaran
produk ijuk agar nantinya dapat memberikan informasi kepada masyarakat
pengrajin ijuk bahwa ijuk berguna untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Pohon aren (Arenga pinnata) sama seperti kelapa, seluruh bagian dari batangnya bermanfaat secara ekonomi. Mulai dari batang untuk bahan bangunan
dan seni, daun, buah, bunga (mayang), dan ijuk sudah lama digunakan nenek
moyang kita sebagai penunjang kehidupan bahkan diolah menjadi alat perbersih
rumah tangga seperti sapu ijuk. Pohon ini sangat berpotensi sebagai komoditi
ekspor, bisa berperan sebagai penyuplai energi dan melestarikan lingkungan. Oleh
karena itu, dengan pemanfaaatan produk aren, salah satunya ijuk, sebagai sapu
dan sikat ijuk dapat meningkatan peningkatan nilai ekonomi dari ijuk. Dengan
demikian, informasi ini dapat menjadi daya tarik untuk mengusahakan ijuk
kedepannya.
Permasalahan
Masalah pokok penelitian ini adalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kelayakan finansial dari usaha pengrajin ijuk?
2. Bagaimana alur dan margin pemasaran dari ijuk yang diusahakan oleh
masyarakat Desa Pelintahan?
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kelayakan finansial dari usaha pengrajin ijuk
2. Untuk mengetahui alur dan margin pemasaran dari ijuk yang diusahakan oleh
masyarakat Desa Pelintahan.
3. Untuk mengetahui efesiensi pemasaran produk ijuk.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat pengolah ijuk, hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi tentang kelayakan finansial dari usaha yang dijalankannya, alur dan
margin pemasaran serta efesiensi pemasaran produk ijuk.
2. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan
Hasil Hutan Non Kayu
Baharuddin dan Taskirawati (2009) Mengemukakan bahwa pemanfaatan
hasil hutan non kayu umumnya untuk kebutuhan atau kepentingan sendiri dan
bangunan umum di desa serta untuk bahan kerajinan masyarakat. Masyarakat
memandang hutan sebagai lahan usaha dan penyediaan berbagai keperluan
sehari-hari, namun pemanfaatannya tetap diatur menurut adat terutama untuk hal-hal
yang menyangkut tanah perladangan.
Sejak zaman prasejarah hasil hutan bukan kayu telah banyak dimanfaatkan
oleh manusia. Sebelum manusia mengenal peralatan logam manusia purba telah
menggunakan batu dan tulang binatang sebagai alat berburu. Pada saat itu
manusia purba hidup berburu dan meramu dan belum mengenal bangunan rumah.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan mereka kemudian telah mengenal
teknik bercocok tanam. Mereka mulai bercocok tanam umbi-umbian dari hutan
sebagai sumber makanan mereka dan telah menjinakkan hewan sebagai hewan
peliharaan untuk bahan makanan dan kendaraan mereka
(Baharuddin dan Taskirawati, 2009).
Sejak manusia mengenal kayu sebagai bahan bangunan, penggunaan hasil
hutan kayu tetap tidak lepas dari kehidupan manusia. Bagi masyarakat pedesaan,
hasil hutan bukan kayu merupakan sumber daya yang penting bahkan merupakan
kebutuhan pokok mereka, mereka memanfaaatkan hasil hutan bukan kayu sebagai
pangan (pati sagu, umbi-umbi, pati aren, nira aren), bumbu makanan (kayu manis,
kayu sebagai bahan pembuatan pakaian seperti sarung sutera serta sebagai bahan
pembuat bangunan rumah (Baharuddin dan Taskirawati, 2009).
Tanaman Aren Botani aren
Aren atau enau (Arenga pinnata), tersebar di seluruh kepulauan nusantara, dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut.
Tanaman yang berasal dari Asam (India) dan Burma ini, tumbuh subur di lembah
lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian pegunungan,
di hampir semua jenis tanah, cenderung tumbuh liar, tidak menuntut pemeliharaan
dan perawatan. Bahkan nyaris tidak dipelihara dan dirawat sebab masih belum
dibudidayakan (Gultom, 2009).
Aren (Arenga pinnata) termasuk suku Arecaceae (pinang-pinangan), merupakan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkus daging buah. Tanaman aren banyak terdapat mulai dari pantai timur
India sampai ke Asia Tenggara. Di Indonesia tanaman ini banyak terdapat hampir
diseluruh wilayah Nusantara (Sunanto, 1993).
Klasifikasi tanaman aren menurut Sunanto (1993) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Family : Arecaceae/Palmae
Genus : Arenga
Pohon aren dewasa (tua) merupakan palma yang besar dan tinggi, dapat
mencapai 25 meter, dengan diameter batang mencapai 65 cm. Batang pokoknya
kukuh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal
sebagai ijuk. Ijuk sebenarnya adalah bagian dari pelepah daun yang menyelubungi
batang. Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjangnya mencapai 5
m dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang,
berukuran 7 x 145 cm, berwarna hijau gelap di atas dan keputih-putihan oleh
karena lapisan lilin di sisi bawahnya. Bunganya berumah satu, bunga-bunga
jantan terpisah dari bunga-bunga betina dalam tongkol yang berbeda yang muncul
di ketiak daun, panjang tongkol hingga 2,5 m (Rauf, 2011).
Buah aren terbentuk setelah terjadinya proses penyerbukan dengan
perantaraan angin atau serangga. Buah aren berbentuk bulat, berdiameter 4-5 cm,
di dalamnya berisi biji 3 buah, masing-masing berbentuk seperti siung bawang
putih. Kulit luar, halus berwarna hijau pada waktu masih muda dan menjadi
kuning setelah tua (masak). Daging buah, berwarna putih kekuning-kuningan.
Kulit biji, berwarna kuning dan tipis pada waktu masih muda, dan berwarna hitam
yang keras setelah buah masak. Endosperm, berbentuk lonjong agak pipih
berwarna putih agak bening dan lunak pada waktu buah masih muda; dan
berwarna putih, padat atau agak keras pada waktu buah sudah masak
(Sunanto, 1993).
Buah yang masih muda adalah keras dan melekat sangat erat pada untaian
buah, sedangkan buah yang sudah masak daging buahnya agak lunak. Daging
buah aren yang masih muda mengandung lendir yang sangat gatal jika mengenai
panjangnya mencapai 1,5-1,8 meter, dan tiap tongkol (tandan buah) terdapat
40-50 untaian buah. Tiap tandan terdapat banyak buah, beratnya mencapai 1-2,5
kuintal. Buah yang setengah masak dapat dibuat kolang kaling. Pada satu pohon
aren sering didapat 2-5 tandan buah yang tumbuhnya agak serempak. Ijuk aren
yang baik berasal dari tanaman yang belum berbunga, yaitu ketika aren yang
berumur 4-5 tahun. Apabila tanaman aren telah berbunga mutu ijuknya menjadi
kasar (Sunanto, 1993).
Syarat tumbuh
Tanaman aren sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang
khusus, sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat (berlempung), berkapur, dan
berpasir. Tetapi tanaman ini tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu
tinggi (pH tanah terlalu asam). Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh baik dan
mampu berproduksi pada daerah-daerah yang tanahnya subur pada ketinggian
500-800 m di atas permukaan laut. Pada daerah-daerah yang mempunyai
ketinggian kurang dari 500 m, dan lebih dari 800 m, tanaman aren dapat tumbuh
namun produksi buahnya kurang memuaskan (Sunanto, 1993).
Disamping itu, banyaknya curah hujan juga sangat berpengaruh pada
tumbuhnya tanaman ini. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata
sepanjang tahun, yaitu minimum sebanyak 1200 mm setahun. Atau, jika
diperhitungkan dengan perumusan Schmidt dan Ferguson, iklim yang paling cocok untuk tanaman ini adalah iklim sedang sampai iklim agak basah
(Sunanto, 1993).
Faktor lingkungan tumbuhnya juga berpengaruh. Daerah-daerah
tanaman keras, tanaman aren dapat tumbuh dengan subur. Dengan demikian
tanaman ini tidak membutuhkan sinar matahari yang terik sepanjang hari
(Sunanto, 1993).
Penyebaran
Pohon enau sangat mudah tumbuh, tanpa memilih tingkat kesuburan tanah
dan kondisi lahan. Asal-usul pohon enau diketahui berasal dari wilayah Asia
tropis, menyebar secara alami mulai dari India Timur di sebelah barat, hingga ke
Malaysia, Indonesia, dan Filipina di sebelah timur. Di Indonesia, enau tumbuh liar
atau ditanam sampai ketinggian 1.400 meter diatas permukaan laut. Pohon enau
umumnya banyak tumbuh di lereng-lereng atau tebing sungai (Rauf, 2011).
Tanaman aren bisa dijumpai dari pantai barat India sampai ke sebelah
selatan China dan juga Kepulauan Guam. Habitat aren juga banyak terdapat di
Filipina, Malaysia, Dataran Asam di India, Laos, Kamboja, Vietnam, Birma
(Myanmar), Srilangka dan Thailand. Saat ini tercatat sekitar 2.800 jenis tanaman
anggota palmae yang terdiri dari 215 genus. Sebanyak 460 jenis dari 35 genus
diantaranya berada di Indonesia dan tersebar diberbagai pulau, baik di pulau kecil
maupun di pulau besar. Dari sekian ratus jenis tanaman keluarga palmae di
Indonesia, maka tanaman aren termasuk unggulan bila dilihat dari potensi dan
kegunaannya (Baharuddin dan Taskirawati, 2009).
Wilayah penyebaran aren terletak antara garis lintang 20° LU - 11° LS
yaitu meliputi India, Srilangka, Bangladesh, Burma, Thailand, Laos, Malaysia,
Indonesia, Vietnam, Hawai, Philipina, Guam, dan berbagai pulau di sekitar
Pasifik. Di Indonesia tanaman ini hampir tersebar di seluruh wilayah Nusantara
Pohon aren dapat menghasilkan ijuk setelah berumur lebih dari 5 tahun.
Menurut Teysmaan, pohon aren dapat menghasilkan ijuk pada fase 4 atau 5 tahun
sebelum tongkol-tongkol bunganya tumbuh. Pada fase tersebut dapat dipastikan
akan menghasilkan 20 sampai 50 lembaran ijuk, berbeda-beda tergantung besar
pohon dan umurnya. Pohon yang masih muda, kualitas ijuknya rendah dan masih
kecil-kecil. Jika pohon sudah berbunga maka produksi ijuknya kembali sedikit
dan kualitasnya rendah. Dengan demikian produksi ijuk yang kualitas dan
kuantitasnya baik berasal dari pohon aren yang tidak terlalu muda dan tidak
terlalu tua (4 sampai 5 tahun sebelum pohon aren berbunga), yaitu dapat
menghasilkan 30 sampai 50 lembaran ijuk. Pohon aren yang sudah berbunga
ijuknya menjadi kecil dan jelek (Hatta, 1993).
Ijuk Aren
Ijuk merupakan helaian benang-benang atau serat-serat yang berwarna
hitam, berdiameter < 0,5 mm, dan bersifat kaku dan wulet (tidak mudah putus).
Ijuk bersifat lentur dan tidak pula mudah rapuh, sangat tahan dalam genangan air
yang asam, termasuk genangan air laut yang mengandung air garam. Walaupun
demikian kelemahan yaitu tidak tahan terhadap api, jadi sangat mudah terbakar .
Ijuk adalah bahan serat alami yang didapat dari pohon (enau/aren/nira). Sebuah
pohon yang sejenis palem ini mampu menghasilkan beberapa jenis bahan yang
sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia, di antaranya serabut yang
berupa serat yang di sebut ijuk. (Hatta, 1993).
Penyediaan ijuk sebagai bahan baku industri semakin langka disebabkan
pohon aren adalah tanaman yang tidak dibudidayakan, namun tumbuh secara liar
memproduksi ijuk setelah berumur + 5 tahun, sedangkan yang berjenis unggul
mampu berproduksi lebih cepat tidak ditemukan pada tanaman lain
(Soeseno, 1993).
Kegunaan ijuk
Ijuk digunakan sebagai bahan bangunan, seperti bangunan tanggul di
dinding saluran pengairan dan septic tank, membalut pangkal tiang kayu bangunan yang berada di dalam tanah agar tidak mudah terserang rayap,
penyaring air, tempat penempelan induk ikan mas, bahan pengisi jok kursi,
peralatan rumah tangga, dan pengisian tembok penangkis ombak tepi laut. Hal
tersebut yang membuat ijuk bagus dijadikan tali untuk mengikat bagian-bagian
tertentu dari badan kapal atau perahu. Serat ijuk yang tidak terpakai untuk sapu
dan tali (kakaban) dipakai untuk bangunan tanggul dan dinding tembok pengairan
agar memegang bahan-bahan organik yang merembes bersama air. Semakin lama
tumpukan bahan organik semakin banyak yang membuat perekatan antar batu
semakin erat (Hatta, 1993).
Mengolah ijuk
Memanfaatkan ijuk dimulai dari pemanenan dari batang aren yang sudah
berumur lima tahun. Dengan sebatang tangga bambu panjang yang diberi
lubang-lubang, ijuk yang sudah dilepas lidi-lidinya mulai dicongkel dengan parang agar
terlepas dari batang. Setelah itu dibawa ke tempat pengrajin untuk nanti disisir.
Sisir dibuat dari kawat baja berdiameter 0,5-1,0 cm dengan panjang sekitar 20 cm,
ditancapkan pada batang atau balok yang keras (kayu jati atau kayu batang kelapa
yang tua). Sisir ini dibuat dua macam yaitu sisir yang renggang dan sisir yang
bajanya sekitar 20 cm, yaitu untuk menyisir awal anyaman, sedangkan sisir yang
rapat sisir yang antar tancapnya kawat besi bajanya sekitar 3 cm, yaitu untuk
menyisisir anyaman ijuk sehingga menjadi benang atau serat ijuk yang lepas.
Serat ijuk yang sudah terlepas dapat diikat dalam jumlah tertentu sehingga
berbentuk seperti cemara. Dari serat inilah biasa dibuat peralatan rumah tangga,
atap rumah (Soesena, 1992).
Produk-produk dari serat ijuk
Menurut Hatta (1993) serat serat ijuk dapat digunakan untuk pembuatan
berbagai peralatan rumah tangga, atap rumah yang berfungsi sebagai genting dan
lain-lainnya. Secara rinci, pemanfaatan atau penggunaan serat ijuk sebagai
berikut:
1. Peralatan rumah tangga
Banyak kita jumpai peralatan rumah tangga yang menggunakan ijuk
sebagai bahan bakunya. Keberadaan peralatan ini sangat penting bagi kehidupan
rumah tangga, seperti sapu, sikat, dan alat pembersih lainnya. Pembuatan bentuk
berbagai macam peralatan rumah tangga tersebut telah mengalami modifikasi
sedemikian rupa, sehingga sekarang ini bentuk berbagai peralatan rumah tangga
tersebut tampak lebih menarik, misalnya, dengan mengkonsumsi bahan-bahan
dari plastik yang beraneka ragam warnanya. Permintaan barang-barang peralatan
rumah tangga tersebut semakin meningkat selaras dengan semakin meningkatnya
jumlah rumah tangga yang ada di Indonesia. Akibatnya industri rumah tangga
yang memproduksi barang-barang peralatan rumah tangga dari bahan ijuk itu
dapat semakin berkembang, sehingga dapat menampung tenaga kerja yang
2. Tali ijuk
Tali dari bahan ijuk sudah kita kenal sejak lama dan memiliki keunggulan
yang tidak dimiliki oleh tali-tali dari bahan lain. Di samping kualitasnya yang baik
atau wulet, tali ijuk itu tidak akan rapuh atau rusak oleh panas matahari atau
hujan. Tali ijuk ini bisa digunakan untuk mengikat bambu pagar pekarangan atau
untuk mengikat rangka atap rumah dari bambu. Dalam hal ini, tali ijuk lebih kuat
dan tahan lama dibandingkan dengan paku logam. Di luar negeri, tali dari ijuk
sering digunakan sebagai tali jangkar kapal. Tali ijuk tidak akan mengalami
kerapuhan walaupun selalu terendam dalam air laut yang mengandung garam.
3. Atap ijuk
Ijuk juga banyak digunakan untuk dibuat atap sebagai pengganti genting,
khususnya bangunan rumah yang mempunyai bentuk seni. Cara pembuatan atap
ijuk cukup sederhana. Serat-serta ijuk dipotong dengan ukuran panjang yang
seragam sekitar 50 cm. serat-serat ini ditata dan dibuat lempengan dengan
ketebalan 4-5 cm, salah satu ujung lempengan dijepit dengan dua bilah bambu
yang dipaku atau diikat dengan kawat atau tali ijuk sehingga lempengan ijuk itu
kuat dan serat-serat ijuknya tidak mudah lepas. Panjang gapitan tergantung pada
kebutuhannya.
Sebelum lempengan ijuk dipasang sebagai atap, terlebih dahulu disiapkan
kerangka atapnya (tempat meletakkan) lempengan-lempengan ijuk. kerangka ini
mirip kerangka yang biasa dipasang atap genteng yaitu terdiri darai susunan kayu
usuk dan kayu reng. Untuk atap ijuk seluruh kerangka tersebut bagian atasnya
diperkuat dengan paku sehingga lembaran seng/plastik menempel kuat pada
kerangka.
Lempengan-lempengan ijuk kemudian diletakkan menempel lembaran
seng/plastik dengan mendahulukan penempelan dibagian paling bawah dari
lempengan seng/plastik, kemudian baru menempelkan di bagian atas berikutnya
dan seterusnya sehingga posisinya sepetri genting.
Potensi ijuk sebagai komoditi ekspor
Setelah ijuk sortir dan diikat menurut panjang masing-masing sekarang
bentuknya seperti batang tebu. Maka disebut tebuan. Mutunya ditandai secara abjad. Grade A untuk serat yang panjangnya 30-40 cm, grade B 40-50 cm, grade
C 50-75 cm, grade D 75-90 cm, dan grade E 90-120 cm. Di luar negeri serat
pohon aren ini kurang lebih sama kegunaannya di dalam negeri yakni akan
dipintal untuk membuat tali kapal. Seperti telah disebut di atas serat ijuk tahan
terhadap daya rusak air garam. Ijuk juga digunakan untuk atap bangunan yang
menampilkan unsur alami dan ramah lingkungan. Selain itu tentu juga digunakan
untuk memenuhi keperluan pertanian dan rumah tangga (Hatta, 1993)
Analisis Finansial
Analisis finansial adalah penilaian proyek dari sudut badan-badan atau
orang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan secara
langsung dalam proyek. Analisis finansial harus memperhatikan waktu
diperolehnya penerima agar dapat menarik individu atau pengusaha yang
bertindak sebagai investor untuk menanamkan modalnya (Kadariah, 1988).
Pada umumnya bahan baku merupakan komponen utama dari barang jadi
tinggi rendahnya harga pokok barang jadi. Bahan baku disini adalah semua bahan
yang yang termasuk dalam proses produksi secara langsung sehingga merupakan
komponen penting dari barang jadi. Karena tinggi rendahnya harga bahan baku
merupakan salah satu faktor yang akan menentukan layak tidaknya suatu gagasan
usaha (Burhan, 1995).
Penggolongan sektor industri semata-mata hanya didasarkan kepada
banyaknya tenaga kerja yang bekerja di industri tersebut, tanpa memperhatikan
apakah industri ini menggunakan tenaga mesin atau tidak, serta tanpa
memperhatikan besarnya modal perusahan tersebut. Penggolongan sektor ini
sebagai berikut:
Industri besar : apabila mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih
Industri sedang : apabila mempunyai tenaga kerja 20 sampai 100 orang
Industri kecil : apabila mempunyai tenaga kerja 5 sampai 19 orang
Industri rumah tangga: apabila mempunyai tenaga kerja 1 sampai 4 orang
(BPS, 2011).
Berdasarkan peneliti sebelumnya oleh Marina (2012) (Studi Kasus :
Pengrajin Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli
Serdang, Propinsi Sumatera Utara). Usaha kerajinan sapu ijuk layak untuk
diusahakan baik ditinjau dari peningkatan nilai tambah. Revenue-Cost Rasio
(R/C), Break Event Point (BEP), nilai tambah usaha kerajinan sapu ijuk per 1000 sapu ijuk berdasarkan skala usaha adalah usaha kecil Rp. 1.545.322,- skala rumah
tangga sebesar Rp. 1.889,964, sapu ijuk kodian Rp. 998.868,- secara keseluruhan
nilai tambah usaha kerajinan sapu ijuk ini berdasarkan jenis sapu yang dihasilkan
untuk skala usaha rumah tangga 1,14 dan untuk skala usaha menengah 1,08.
Berdasarkan jenis sapu ijuk yang dihasilkan, R/C sapu tempahan 1,14 dan sapu
kodian 1,13. Secara keseluruhan R/C usaha kerajinan sapu ijuk adalah 1,14. BEP
pendapatan skala usaha rumah tangga sebesar Rp. 186.975,- skala kecil Rp.
70,752,- dan skala menengah Rp. 47. 798,- Berdasarkan jenis sapu ijuk yang
dihasilkan BEP sapu ijuk kodian adalah Rp.146.077,- dan tempahan adalah
Rp.57.086,-.
Berdasarkan penelitian oleh Siregar (2012) (studi kasus: Analisis Finansial
dan Pemasaran Buah Aren di Desa Simantin Kecamatan Pematang Sidamanik
Kabupaten Simalungun) menyatakan bahwa keuntungan yang diperoleh dari
pengolah buah aren menjadi kolang-kaling di Desa Pelintahan Kecamatan
Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun dalam satu kali produksi (satu
minggu) adalah sebesar Rp. 763.420,14 dengan total biaya produksi sebesar
Rp. 436.579,89 dalam satu kali produksi.
Berdasarkan penelitian Ester (2008) (Studi kasus di Desa Tuhaha
Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku) menyatakan
bahwa dilihat dari jumlah produksi yang harus dihasilkan pengusaha gula aren
agar impas atau tidak mengalami kerugian maupun keuntungan adalah 7,52 kg.
Rata-rata produksi gula aren yang dihasilkan oleh pengusaha dalam satu kali
pproduksi adalah 12,54 kg. Hal ini menunjukkan bahwa produksi gula aren yang
dihasilkan oleh pengusaha mengalami titik impas sehingga layak untuk
Kelayakan usaha
Prospek pengembangan bisnis dapat dilihat melalui analisa kelayakan
usaha dari pendirian usaha tersebut dan hal ini diperlukan dalam pengambilan
keputusan untuk melakukan investasi selanjutnya. Dalam bentuk yang lebih
umum studi kelayakan usaha bertujuan untuk memberikan gambaran kepada
pihak yang terkait dengan usaha tersebut, misalnya investor, kreditur dan
pemerintah. Dengan adanya studi ini diharapkan akan diperoleh gambaran sampai
seberapa jauh pendirian dan pengembangan usaha tersebut layak dilaksanakan
ditinjau dari berbagai aspek antara lain organisasi, pemasaran, teknik/operasi dan
keuangan (Zubir, 2006).
Aspek-aspek tersebut adalah :
Analisis kelayakan usaha dapat dilihat dan dihitung dari berbagai aspek
yang mempengaruhinya antara lain:
1. Pendapatan Usaha
Setiap perusahaan selalu mengejar keuntungan guna kesinambungan
produksi. Keuntungan yang diperoleh ditentukan pada penetapan harga yang
ditawarkan. Harga suatu produk atau jasa ditentukan pula dari besarnya
pengorbanan yang dilakukan untuk menghasilkan jasa tersebut dan laba atau
keuntungan yang diharapkan. Oleh karena itu, penetuan harga produk dari suatu
perusahaan merupakan masalah yang cukup penting, karena dapat mempengaruhi
hidup matinya serta laba dari perusahaan (Lubis, 2004).
Keuntungan adalah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi dalam
dihasilkan dengan harga jual. Dari total biaya tetap dan total biaya tidak tetap
dapat diperoleh penerimaan dan pendapatan suatu usaha (Samuelson, 2001)
Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus
dikeluarkan walaupun terjadi perubahan volume produksi yang diperoleh. Jadi,
besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang
diperoleh. Sedangkan biaya tidak tetap didefenisikan sebagai biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 1995).
2. Payback Periode (PP)
Analisis Payback Period adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi yang telah ditanamkan dalam suatu
usaha. Analisis Payback Period ini dalam studi kelayakan perlu untuk mengetahui berapa lamausaha dapat mengembalikan investasi (Ibrahim, 2003).
3. Revenue Cost Ratio (R/C)
Dalam kaitannya dengan usaha, revenue cost ratio dapat dikatakan sebagai
ratio perbandingan antara penerimaan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan dalam usaha. Jika ratio menunjukan hasil nol maka dapat dikatakan
bahwa usaha tidak memberikan keuntungan finansial. Demikian juga jika ratio
menunjukan angka kurang dari 1 maka usaha yang dilakukan tidak memberikan
keuntungan dari kegiatan yang dilaksanakan (Rahim, 2008).
4. Analisis Break Even Point (BEP)
Break even point adalah suatu kondisi dimana suatu usaha tidak memperoleh keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian atau suatu kondisi
point dapat diartikan sebagai suatu konsep untuk menganalisis suatu keputusan dengan pendekatan biaya yang samaatau titik impas (Nugroho, 2002).
Manfaat memahami dan menghitung analisis BEP antara lain adalah untuk
mengetahui hubungan volume penjualan (produksi), harga jual, biaya produksi
dan biaya-biaya lain serta mengetahui laba-rugi perusahaan, sebagai sarana profit planning, sebagai alat pengendali (controlling) kegiatan operasi yang sedang berjalan, sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan yang berkaitan
dengan kebijakan perusahaan (Kuswadi, 2005).
Pemasaran
Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa
yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2005).
Konsep pemasaran adalah suatu falsafah manajemen dalam bidang
pemasaran yang berorietasi kepada kebutuhan dan keinginan konsumen dengan
didukung oleh bagian-bagian lain secara terpadu sehingga dapat memproduksi dan
menjual barang yang memberikan kepuasan kepada konsumen. Dengan
pendugaan ini ada empat hal yang terdapat dalam konsep pemasaran, yaitu
orientasi pada konsumen (kebutuhan dan keinginan konsumen), kegiatan
pemasaran yang terpadu, kepuasan konsumen dan tujuan prusahaan jangka
panjang (Simanjuntak, 2005)
Efisiensi Pemasaran Produk
Menurut Andayani (2005), pemasaran suatu komoditi dikatakan efisien
a. Mampu mentransfer produk yang diperdagangkan dari produsen awal ke
konsumen akhir dengan biaya minimal
b. Mampu menciptakan distribusi pendapatan yang adil dari harga yang dibayar
konsumen terhadap semua lembaga tataniaga yang ikut terlibat.
Nilai efsiensi pemasaran pada sistem pemasaran suatu komoditi sangat penting
karena dapat meningkatkan pendapatan produsen (petani dengan pola usahatani
hutan rakyat) dan, secara agregat kelak bisa memberikan kontribusi besar terhadap
perekonomian nasional. Selain itu informasi tentang efisiensi pemasaran sangat
membantu para pihak dan penentu kebijakan untuk menentukan yang lebih adil
sebagai dampak adanya proses distribusi barang dari produsen ke konsumen
tersebut.
Efisiensi pemasaran berhubungan dengan pola pemasaran yang terjadi,
semakin banyak pola pemasaran maka semakin dapat dilihat efisiensi pemasaran
yang efektif. Pola yang terjadi pada produk batang-batang bambu yang telah
diolah sebagai komponen pembuatan dupa berbeda dari pola pemasaran produk
bambu lainnya seperti produk keranjang bambu dan tepas (Alamsayah, 2013).
Eefisiensi pemasaran merupakan sistem pemasaran yang efisien apabila
memenuhi syarat mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen ke
konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan
pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei
2013. Penelitian ini dilakukan di Desa Pelintahan, Kecamatan Sei Rampah,
Kabupaten Serdang Bedagai.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, dan kamera
digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner dan
masyarakat yang mengusahakan pengrajin ijuk.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil observasi lapangan,
kuisioner, dan wawancara terhadap masyarakat pengrajin ijuk secara rutin. Data
sekunder diperoleh melalui sumber resmi dan instansi terkait seperti Badan Pusat
Statistik (BPS) Sumatera Utara. Data yang diperlukan antara lain berupa data
penyebaran ijuk aren di Sumatera Utara.
Penentuan sempel responden dilakukan dengan metode snowball sampling. Teknik pengambilan sempel pada mulanya jumlahnya kecil tetapi makin lama makin banyak dan berhenti sampai informasi yang didapatkan dinilai
telah cukup. Penelitian ini juga akan dilakukan pada pelaku usaha penjualan
produk-produk ijuk dimulai dari pengolah, agen atau penyalur, pedagang hingga
Metode Analisis Data
Dalam melakukan analisis data menggunakan data produksi dalam jangka
waktu bulanan. Hal ini dilakukan karena kegiatan penelitian dilakukan hanya pada
satu kali periode produksi ijuk, dimulai dari petani sampai konsumen. Adapun
metode analisis datanya sebagai berikut:
1. Analisis Finansial
Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan analisis biaya dan
pendapatan, Revenue cost ratio, Pendekatan Break Event Point (BEP) dan
Payback Period.
a. Analisis biaya dan pendapatan
Menurut Sadono Sukirno (2006), biaya total (TC) adalah keseluruhan
biaya yang dikeluarkan. Total biaya produksi didapat dengan menjumlahkan Total
Biaya Tetap (TFC) dan Total Biaya Variable (TVC). Dengan demikian biaya total
dari usaha pengrajin ijuk dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC = Total Biaya/Total CostI (Rp)
TFC =Total Biaya Tetap/Total Fixed costs (Rp) TVC = Total biaya/ variable Cost (Rp)
Menurut Soekartawi (2002) penerimaan adalah banyaknya jumlah
produksi dikalikan harga (banyaknya input dikalikan harga). Jumlah penerimaan
(total revenue) didefinisikan sebagai penerimaan dari penjualan barang tertentu yang diperoleh dari sejumlah satuan barang produk ijuk yang terjual dengan
TR = P . Q
Keterangan :
TR = Total Revenue/Total penerimaan (Rp/kg) P = Price/Harga (Rp/kg)
Q = Quantity/ Jumlah produksi (Rp/kg)
Pendapatan dari usaha pengrajian ijuk ini dapat dihitung dengan
menggunakan konsep pendapatan yaitu dengan cara mengurangi total penerimaan
dengan total biaya. Pendapatan dapat ditentukan dengan rumus
(Soedarsono, 2004):
I = TR - TC
Keterangan:
I =Pendapatan/income (Rp)
TR =Total penerimaan/Total Revenue (Rp) TC =Total biaya/Total Costs (Rp)
b. Revenue Cost Ratio (R/C)
Revenue cost ratio merupakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total, yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah
yang dikeluarkan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah usaha
pengrajin ijuk menghasilkan keuntungan atau tidak dari biaya yang dikeluarkan
dalam pembuatan produk ijuk selama jangka satu bulan. Menurut Aziz (2003)
Revenue cost ratio dapat dirumuskan sebagai berikut: R/C = TR
TC Keterangan:
TC = Total Cost (Rp) Kriteria penilaian R/C (Rp)
R/C < 1 = usaha pengrajin ijuk mengalami kerugian
R/C > 1 = usaha pengrajin ijuk memperoleh keuntungan
R/C = 1 = usaha ijuk mencapai titik impas
c. Pendekatan Break Event Point
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui besarnya titik impas pada usaha
pengrajin ijuk yaitu kondisi dimana suatu usaha ijuk tidak memperoleh
keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian. Menurut Aswoko (2009),
perhitungan BEP (konsep titik impas) yang dilakukan atas dasar unit produksi
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
BEP Volume Produks
i =
BiayaTotalHargaProduksi
Untuk mengetahui besarnya biaya titik impas (BEP) dalam usaha
pengrajin ijuk berdasarkan unit rupiah dapat dilakukan dengan rumus:
BEP (Rp)
=
BiayaTotalTotal Produksi
d. Payback Period
Analisis ini mengetahui berapa lama usaha ijuk yang dikerjakan baru dapat
mengembalikan investasi. Payback periode diperlukan untuk menutup kembali
pengeluaran investasi yang menggunakan aliran khas (Umar, 2000). Semakin
cepat dalam pengembalian biaya investasi sebuah usaha, semakin baik usaha
tersebut karena semakin lancar perputaran modal. Rumus yang digunakan adalah
Payback Period = Investasi Net Benefit
Jika masa pengembalian investasi (payback periode) lebih singkat dari pada umur proyek yang ditentukan, maka proyek tersebut layak dilaksanakan.
Pada dasarnya semakin cepat payback periode menunjukkan semakin kecil resiko yang dihadapi oleh investor.
Menurut Gray (1985) menyatakan bahwa Payback Period ≤ umur usaha, maka usaha layak dijalankan sedangkan Payback Period > umur usaha, maka usaha tidak layak dijalankan. Makin pendek waktu yang diperoleh dalam Payback Period maka semakin layak usaha untuk dijalankan.
2. Analisis Pemasaran
Untuk mengetahui harga jual produk ijuk, dilakukan wawancara langsung
dan penyebaran kuisioner kepada masyarakat pengrajin ijuk, oleh karena itu
dilakukan analisis pemasaran produk sehingga diketahui alur pemasarannya.
Data-data yang dihasilkan dari wawancara dan penyebaran kuisioner dikumpulkan dan
dihitung dengan menggunakan rumus margin pemasaran dan margin keuntungan.
Secara matematis, margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
Mp = Pr – Pf
Keterangan:
Mp = Marjin Pemasaran
Pr = Harga ditingkat konsumen
Dalam analisis pemasaran ijuk, untuk mengetahui besarnya bagian
keuntungan (Ski) dan bagian biaya (Sbi) masing-masing lembaga pemasaran
(pedagang pengumpul) diformulasikan sebagai berikut:
Ski = ki x 100% Pr - Pf
Sbi = bi x 100% Pr - Pf
Keterangan:
Ski = Bagian keuntungan
Sbi = Bagian biaya
ki = Keuntungan lembaga pemasaran
bi = Biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran
Pr = Harga ditingkat konsumen
Pf = Harga ditingkat produsen
Bagian keuntungan dilakukan pada masing-masing lembaga dihitung dengan
perbandingan antara keuntungan lembaga pemasaran ijuk dengan harga tingkat
konsumen dan harga tingkat produsen sapu ijuk. Begitu juga dilakukan pada
bagian biaya, yang merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses memasarkan
produk sapu ijuk. Dihitung dengan cara perbandingan biaya yang dikeluarkan
lembaga pemasaran dengan harga tingkat konsumen dan tingkat produsen, ini
dilakukan pada masing-masing lembaga.
Untuk mengetahui besarnya bagian harga yang diterima petani/masyarakat
pengrajin ijuk (Sp) dari harga yang dibayarkan konsumen bisa diketahui dengan
menggunakan formula sebagai berikut:
Keterangan:
Sp = Harga yang diterima petani
Pf = Harga pembelian pemasaran ditingkat produsen
Pr = Harga penjualan pemasaran ditingkat konsumen
Untuk mengetahui bagian besarnya harga yang diterima pengrajin sapu
ijuk dilakukan dengan perhitungan di atas, diasumsikan apabila harga atau
keuntungan yang diterima petani lebih besar dibandingkan dengan pendapatan
yang lain, maka usaha sapu ijuk lebih bernilai dibandingkan yang lain.
3. Efisiensi Pemasaran
Menurut Mubyarto. (1983) untuk mengetahui seberapa besar produk ijuk
yang diperdagangkan dari produsen awal kekonsumen akhir dan distribusi
pendapatan yang adil dari harga yang dibayar konsumen ijuk, maka dihitung
dengan rumus mark up on cost dan mark up on selling. Secara matematis formulanya adalah:
1. Mark up on cost= Margintataniaga
Hargabeli/produksiX 100%
2. Mark up on selling= Margintataniaga
Hargajual X 100%
Besarnya nilai mark up di atas, akan menentukan tingkat efisiensi operasional sistem tataniaga yang berjalan. Nilai mark up diukur dalam persen. Nilai mark up makin rendah (kecil) menunjukkan bahwa, tingkat efisiensi (operasional) tataniaga suatu komoditi makin tinggi dan jika nilai tersebut
semakin besar (tinggi) maka dikatakan sistem tataniaga yang sedang berjalan
Kondisi Umum Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Pelintahan yang terletak di Kecamatan Sei
Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Pelintahan memiliki jumlah penduduk
sebanyak 625 KK dengan luas desa 2.581 Ha. Desa ini memiliki batas-batas wilayah
sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kampung Pon
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kampung Keling
3. Sebelah barat berbatasan dengan Kota Sei Rampah
4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Keramat Asam
Penduduk desa pelintahan umumnya suku jawa, namun tidak hanya suku jawa
yang terdapat di Desa Pelintahan ini, melainkan terdapat juga suku melayu, batak dengan
mayoritas beragama islam (BPS, 2011).
Karakteristik Responden
Berdasarkan pengambilan data dalam pengolahan ijuk aren menjadi
produk-produk ijuk menurut karakteristik umur adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Rekapitulasi Karakteristik Responden Menurut Karakteristik Umur
No Kelompok Umur (Tahun) Frekuensi (Orang) Proporsi (%)
1 20-30 2 20
Berdasarkan hasil rekapitulasi data kuisioner dilapangan diperoleh responden
sebanyak 10 kelompok yang mengolah ijuk menjadi sapu ijuk dan sikat ijuk, dimana
menurut karakteristik umur, kelompok umur responden antara 20-30 memiliki distribusi
memiliki distribusi paling tinggi sebanyak 5 orang dengan proporsi 50 % serta responden
dengan umur 41-50 tahun memiliki ditribusi sebanyak 3 orang dengan proporsi 30 %.
Hal ini menunjukkan bahwa pada usia 31-40 tahun merupakan usia yang paling produktif
dalam mengelola ijuk menjadi produk-produk ijuk, karena usaha ini umumnya
merupakan pekerjaan utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan untuk
usia >50 tidak ditemukan karena memberikan usaha kepada anak-anaknya untuk
melanjutkan usaha mereka.
Berdasarkan pengambilan data dalam pengolahan ijuk aren menjadi
produk-produk ijuk menurut tingkat pendidikan adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Rekapitulasi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Frekuensi (Orang) Proporsi (%)
1 SD 2 20
2 SMP 5 50
3 SMA 3 30
Jumlah 10 100
Tingkat pendidikan juga berpengaruh pada faktor produksi. Semakin tinggi
tingkat pendidikan maka semakin baik dalam mangambil keputusan atau memecahkan
suatu masalah dalam usaha. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan
didominasi pada tingkat SMP sebanyak 5 orang dengan proporsi 50% . tingginya angka
pada tingkat SMP ini dikarenakan para pengolah dahulunya memiliki latar belakang
ekonomi kurang mampu, sehingga tidak mempu untuk melanjutkan pendidikan yang
lebih tinggi.
Menurut Hatta (1993) ijuk merupakan helaian benang-benang yang berwarna
hitam, berdiameter < 0,5 mm, dan bersifat kaku dan wulet (tidak mudah putus) dan ijuk
diperoleh dari pohon aren, yang terdapat pada batang pohon aren. Ijuk memiliki banyak
fungsi yang dapat dijadikan bahan industri dan bahan kontruksi, untuk bahan industri ijuk
bahan kontruksi ijuk dapat dijadikan sebagai bahan atap, resapan air pada kontruksi
lapangan atau septic thank.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat dua usaha ijuk di Desa
Pelintahan yaitu usaha pembuatan sapu dan usaha pembuatan sikat ijuk. Untuk
mengetahui analisis financial dalam usaha ini maka akan ditampilkan masing-masing
analisis berdasarkan produk yang dihasilkan. Penelitian ijuk yang dilakukan di Desa
Pelintahan, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai merupakan daerah
produksi sapu dan sikat ijuk.
Produk Sapu Ijuk
a. Proses pembuatan sapu
Menurut Marina (2002) sapu ijuk merupakan perpaduan dari beberapa bahan
seperti ijuk, batang atau kayu, tali nilon, tali rafia, sehingga menghasilkan daya dan hasil
guna yang lebih besar. Berikut proses pembuatan sapu ijuk.
- Persiapan bahan baku
Ijuk yang digunakan berasal dari Sidempuan yang merupakan lembaran ijuk
yang dibentuk menjadi gulungan besar. Bahan baku yang digunakan berasal dari pohon
aren dengan usia + 5 tahun. Menurut Hatta (1993) produksi ijuk dengan kualitas dan
kuantitas baik berasal dari pohon aren yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda (4
sampai 5 tahun sebelum pohon aren berbunga) yaitu dapat menghasilkan 30-50 lembaran
Gambar 1. Bahan Baku Pembuatan Sapu
- Pemotongan
Ijuk yang siap untuk di produksi dibuka dari gulungannya kemudian disusun
masing-masing lembarannya kemudian dilakukan pemotongan, pemotongan dilakukan
secara horizontal dengan lebar 35 cm menggunakan parang.
Gambar 2. Ijuk yang Telah di Potong
- Pemasukan ketapak sapu
Ijuk yang sudah dipotong dimasukkan kedalam tapak sapu dengan bantuan tali
nilon dan kawat sebagai pengkait tali yang berada dalam tapak sapu, kepadatan ijuk yang
dimasukkan ketapak sapu tergantung muatan tapak sapu, pemasukan ijuk tidak boleh
tapak sapu. Kemudian pada bagian ujung disimpul agar tali nilon dan ijuk tidak lepas
dari tapak sapu.
Gambar 3. Pemasukan Ijuk dalam Tapak Sapu
Pengrapian permukaan sapu
Pengrapian permukaan sapu dilakukan dengan mesin grendel, pada mesin ini
terdapat mata paku yang berfungsi untuk merapikan bagian permukaan ijuk yang berada
pada tapak sapupengrapian dilakukan dengan cara ijuk yang sudah berada pada tapak
sapu kemudian diletakkan di atas mesin grendel apabila sudah rapi, maka dibalik agar
penampakan bagian keduanya merata dan rapi.
Gambar 4. Proses Pengrapian Permukaan Sapu
- Pemotongan
Pemotongan ijuk yang dilakukan adalah memotong ujung sapu ijuk dengan
landasan papan kemudian dipotong menggunakan parang sesuai dengan ukurannya,
tujuan pemotongan yaitu agar bagian bawah sapu merata dan rapi.
Gambar 5. Pemotongan Ujung Sapu
- Pembungkusan
Ijuk yang sudah rapi pada bagian permukaan dan ujungnya akan segera
dibungkus dengan plastik pembungkus. Pembungkusan dilakukan dengan memasukkan
plastik sapu kedalam tapak sapu melalui bagian atas tapak sapu.
Gambar 6. Pembungkusan Sapu
- Pemasangan batang sapu
Batang sapu yang digunakan adalah batang sapu sudah jadi, dimana sudah
memasukkan batang ke dalam lubang tapak sapu, kemudian pada lubang tapak sapu
dipaku agar antara batang dan tapak sapu saling mengikat satu sama lain, kemudian pada
ujung batang dipasang topi penutup ujung sekaligus berfungsi sebagai gantungan.
Selanjutnya sapu ijuk siap untuk dipasarkan.
Gambar 7. Sapu Siap untuk dipasarkan
Proses pembuatan sapu ijuk dalam penelitian ini hanya memerlukan waktu satu
hari untuk menghasilkan 360 sapu/produksi. Usaha pembuatan sapu memiliki
keterbatasan pada tenaga kerja dan alat. Oleh karena itu produk yang dihasilkan dalam
usaha ini bisa dikategorikan kurang bagus karena ketersediaan alat dan tenaga kerja.
Usaha pembuatan sapu tergolong industri kecil karena memiliki tenaga kerja sekitar 6-9
orang. Hal ini sesuai dengan pernyataan BPS (2011), yang menyatakan bahwa
penggolongan sektor industri semata-mata didasarkan kepada banyaknya tenaga kerja
diindustri, tanpa memerhatikan apakah industri ini menggunakan menggunakan tenaga
mesin atau tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan tersebut.
Industri dikatakan besar apabila memiliki tenaga kerja > 100 orang, industri sedang
20-100 orang, industri kecil 5-19 orang dan industri rumah tangga 1-4 orang. Proses
pengolahan ijuk menjadi sapu ijuk secara singkat dapat dijabarkan dalam bagan alur
Gambar 8. Alur Proses Pembuatan Sapu Ijuk
Analisis Finansial Usaha Pembuatan Sapu Ijuk
Analisis finansial ini dilakukan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu
usaha yang dilakukan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan analisis biaya
dan pendapatan, revenue cost ratio, pendekatan break event point, dan payback period.
Berikut analisis finansial yang telah dilakukan pada pengolahan ijuk menjadi sapu.
Biaya produksi dan pendapatan sapu ijuk
Besarnya biaya produksi dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya yang
dikeluarkan dalam proses produksi pengolahan ijuk menjadi sapu. Ada 2 jenis biaya
produksi yang dikeluarkan dalam mengolah ijuk selama satu kali produksi yaitu biaya
tetap dan biaya variabel. Menurut Soekartawi (1995), biaya tetap adalah biaya yang
relative tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun terjadi perubahan volume
produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.
Persiapan bahan baku
Pemotongan
Pemasukan ketapak sapu
Pengrapian permukaan sapu
Pemotongan ujung sapu
Pembungkusan
Berdasarkan penelitian ini yang termasuk biaya tetap adalah biaya penyusutan peralatan
yang digunakan dalam setiap mengolah ijuk menjadi sapu. Berikut jenis barang yang
digunakan dalam mengolah ijuk menjadi sapu.
Tabel 3. Biaya Penyusutan Peralatan Pengolahan Sapu Ijuk dalam Satu Kali Produksi
No Jenis Peralatan Harga Beli (Rp) Masa
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa biaya penyusutan pembuatan sikat ijuk
yaitu sebesar Rp. 704,11 yang diperoleh dari biaya penyusutan mesin grendel, parang,
jarum dan palu.
Biaya yang termasuk biaya variabel adalah biaya bahan baku dan bahan
pendukung lainnya yang digunakan dalam memproduksi sapu. berikut rincian biaya yang
digunakan dalam satu kali produksi (1 hari) adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Biaya Variabel Pengolahan Ijuk Menjadi Sapu Ijuk dalam Satu Produksi
No Jenis Pemakaian Harga satuan (Rp) Jumlah (Rp)
6 Batang sudah berpolis 360 batang 1.250 450.000
7 Topi gantungan 360 buah 125 45.000
8 Paku 6 kg 5.000 30.000
9 Upah tenaga kerja 6 orang 35.000 210.000
Total 1.679.800
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa jumlah biaya variabel sebesar
Rp. 1.679.800 yang diperoleh dari harga masing-masing jenis bahan baku yang
digunakan seperti biaya bahan baku ijuk aren, tapak sapu, tali nilon, tali plastik, plastik
Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dengan biaya
produksi total dalam satu kali produksi. Total penerimaan diperoleh dari perkalian
antara jumlah produksi sapu ijuk dengan harga jual per unit sapu ijuk. Sedangkan
biaya produksi diperoleh dari penjumlahan antara biaya tetap total dengan biaya
variabel pembuatan sapu ijuk. Rincian biaya adalah sebagai berikut.
Tabel 5. Analisis Pendapatan Pengolahan Ijuk Menjadi Sapu Ijuk
Keterangan Jumlah (Rp)
Biaya Tetap Total (Rp) 704,11
Biaya Variabel Total (Rp) 1.679.800,00
Biaya Produksi Total (TC) 1.680.504,11
Jumlah produksi 360,00
Harga jual per unit (Rp) 5.350,00
Total Penerimaan (TR) 1.926.000,00
Pendapatan (Rp) 245.496,11
Perhitungan pendapatan dilakukan untuk mengetahui pendapatan bersih yang
diperoleh dari pengolahan ijuk menjadi sapu dalam satu kali produksi (satu hari).
Berdasarkan Tabel 5, pendapatan bersih yang diperoleh dari pengolahan ijuk menjadi
sapu ijuk sebesar Rp. 245.496,11 dengan penerimaan total Rp. 1.926.000,00 per sekali
produksi dan biaya produksi total sebesar Rp. 1.680.504,11 per sekali produksi.
Revenue cost ratio (R/C)
Nilai R/C rasio digunakan untuk mengetahui kelayakan dari suatu usaha dilihat
dari perbandingan antara penerimaan total dengan biaya produksi total dalam pembuatan
sapu. Nilai R/C ratio pada usaha pembuatan sapu ijuk dapat ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Perhitungan R/C Ratio dari Usaha Pengolahan Sapu Ijuk
Keterangan Satuan Nilai
Penerimaan Total Rupiah 1.926.000,00
Biaya Produksi Total Rupiah 1.680.504,11
R/C Ratio 1,15
Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa nilai R/C ratio yang diperoleh adalah
sebesar Rp. 1.926.000,00 dengan biaya produksi total sebesar Rp. 1.680.504,11. Nilai
R/C rasio di atas menunjukkan bahwa usaha pembuatan sapu dan di Desa Pelintahan
Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai memperoleh keuntungan. Nilai
keuntungan tersebut dapat dilihat dari kriteria R/C ratio dimana apabila R/C ratio < 1
maka usaha mengalami kerugian, jika R/C ratio > 1 maka usaha mengalami keuntungan
dan jika R/C ratio = 1 maka usaha mencapai titik impas.
Pendekatan Break Event Point (BEP)
Analisis pendekatan BEP dilakukan untuk mengetahui besarnya titik impas dari
usaha sapu, yaitu kondisi dimana suatu usaha sapu tidak memperoleh keuntungan tetapi
tidak mengalami kerugian. Perhitungan BEP dilakukan atas dasar unit produksi dan unit
rupiah. Berikut rincian analisis nilai BEP unit produksi dan BEP unit rupiah.
Tabel 7. Nilai BEP Unit Produksi dan Rupiah dari Usaha Pengolahan Sapu Ijuk
Keterangan Satuan Nilai
Biaya Produksi Total (TC) Rupiah 1.680.504,11
Harga Jual per Unit Rupiah 5.350,00
Jumlah Produksi Unit 360,00
BEP unit Produksi Unit 314,00
BEP Unit Rupiah Rupiah 4.668,07
Berdasarkan Tabel 9, menunjukkan bahwa nilai BEP unit produksi dari usaha
pembuatan sapu yaitu sebanyak 314 unit. Artinya usaha ini akan balik modal jika
memproduksi sebanyak 314 unit dalam satu kali produksi. Pada perhitungan BEP unit
rupiah memperoleh nilai sebesar Rp. 4.668,07 dalam satu kali produksi hal memiliki arti
bahwa usaha ini akan balik modal jika menjual satu unit sapu dengan harga Rp. 4.668,07
dalam satu kali produksi. Dalam survei di lapangan diketahui produksi sapu sebanyak
360 unit dengan harga jual Rp. 5.350,00 dalam sekali produksi, hal ini menunjukkan
bahwa usaha pembuatan sapu ijuk memperoleh keuntungan karena produksi dan nilai jual
Payback Period (PP)
Analisis Payback Period (PP) ini bertujuan untuk mengetahui seberapa lama waktu yang diperlukan untuk dapat mengembalikan investasi yang
ditanamkan dalam suatu usaha. Analisis ini menggunakan perbandingan antara
investasi dengan keuntungan. Adapun rincian analisis data pada pembuatan sapu
ijuk adalah sebagai berikut.
Tabel 8. Analisis Payback Period Pembuatan Sapu Ijuk
Keterangan Satuan Nilai
Investasi Rupiah 2.944.800,00
Net Benefit Rupiah 245.496,11
Payback Period Produksi 11,99
Pembulatan Produksi 12
Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa payback period dari usaha pembuatan sapu ijuk adalah selama 12 kali produksi. Artinya dengan investasi
Rp. 2.944.800,00 dan keuntungan bersih Rp. 245.496,11 selama satu kali produksi
akan dapat dikembalikan dalam jangka waktu 12 kali produksi (12 hari). Hal ini
menunjukkan bahwa dalam pengembalian investasi termasuk cepat. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha pembuatan sapu layak untuk di kembangkan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Kusnadi (2005), yang menyatakan bahwa manfaat
memahami dan menghitung analisis BEP antara lain adalah untuk mengetahui
hubungan volume penjualan (produksi), harga jual, biaya produksi dan