• Tidak ada hasil yang ditemukan

Politik Pembangunan Daerah Peranan BAPPEDA Kabupaten Samosir Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Hidup ( Setelah Diberlakukan Otonomi Daerah Kabupaten Samosir dan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Politik Pembangunan Daerah Peranan BAPPEDA Kabupaten Samosir Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Hidup ( Setelah Diberlakukan Otonomi Daerah Kabupaten Samosir dan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

POLITIK PEMBANGUNAN DAERAH

PERANAN BAPPEDA KABUPATEN SAMOSIR DALAM

MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERWAWASAN LINGKUNGAN HIDUP

( Setelah Diberlakukan Otonomi Daerah Kabupaten Samosir dan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional )

BENYAMIN F RUMAPEA 090906058

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

BENYAMIN F RUMAPEA 090906058

POLITIK PEMBANGUNAN DAERAH

PERANAN BAPPEDA KABUPATEN SAMOSIR DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERWAWASAN

LINGKUNGAN HIDUP

( Setelah Diberlakukan Otonomi Daerah Kabupaten Samosir dan

UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional )

ABSTRAK

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Bappeda

Kabupaten Samosir sebagai lembaga pemerintah daerah dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup di daerah Kabupaten Samosir Sumatera Utara. Dengan berlandaskan Visi Misi Kabupaten Samosir serta Rencana Strategis ( Renstra ) Bappeda tahun 2011-2015 dapat diketahui bagaimana peranan lembaga tersebut dalam pembangunan berwawasan lingkungan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan Bappeda dengan melihat apa saja rencana strategis/ program-program terutama dalam program pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup.

Hipotesis dalam penelitian ini ialah peranan Bappeda Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Samosir dalam perencanaan program berbasis pembangunan berkelanjutan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi langsung ke Kabupaten Samosir dan kemudian Bappeda ( Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ) Kabupaten Samosir. Metode analisis yang digunakan adalah deskriftif kualitatif, dilakukan pada data yang tidak dapat dihitung bersifat nongrafis atau berwujud kasus-kasus / program ( sehingga tidak dapat disususn dalam struktur klasifikatoris ). Data yang dikumpulkan bersifat deskriftif dalam bentuk kata-kata dengan artian dalam penelitian ini pengutamaan dalam usaha memahami faktor peristiwa dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti dan kemudian disimpulkan.

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

Benyamin F Rumapea 090906058

POLITICAL REGIONAL DEVELOPMENT

THE RULE OF THE REGENCY BAPPEDA SAMOSIR IN REALIZING

ENVIRONMENTALLY SUSTAINABLE ( After Applied Samosir Regency

Autonomy Regional and Law Number 25 Year 2004 on National Development Planning System )

ABSTRACT

The problem of formulation in this research is how Bappeda Samosir Regency as local government agencies in realizing the environmentally sustainable development in the area of North Sumatra Samosir Regency. On the basis the Vision and Mission of Samosir Regency Strategic Plan (Strategic Plan) Bappeda 2011-2015 can be seen how the role of the institution in the development of environmentally. The purpose of this research was to determine how the role Bappeda to see any strategic plans / programs, especially in a program of environmentally sustainable development.

The hypothesis of this research is the role of Environmental Bappeda Samosir Regency in program planning based on sustainable development.Primary data were collected through direct observation and then Bappeda Samosir regency (Regional Development Planning Board) Samosir regency. The analytical method used is descriptive qualitative, performed on data that can not be calculated or intangible nongrafis cases / program (so it can not be arranged in a structure klasifikatoris).The Data are collected in the form of descriptive words with meaning in this research in an attempt to understand the factors prioritizing events in certain situations according to our view and then summed.

(4)

Karya ini dipersembahkan untuk

(5)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas limpahan kasih dan karunia Nya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin walaupun belum sesuai dengan yang diharapkan. Skripsi ini dikerjakan demi memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas.

Terselesainya skripsi ini tentunya tidak terlepas dari karunia Allah, terutama dalam setiap proses perkuliahan penulis dari awal masuk sebagai mahasiswa sampai akhirnya menyelesaikan perkuliahan semua berkat dari Tuhan Sang Pencipta. Karena penulis percaya “didalam Kristus kita menemukan siapa kita dan untuk apa kita hidup. Jauh sebelum kita mendengar tentang Kristus untuk pertama kali, Dia telah melihat kita, merancang kita bagi kehidupan yang penuh

kemuliaan, bagian dari keseluruhan tujuan yang Dia kerjakan didalam segala sesuatu dan semua orang” ( Efesus 1 : 11 (Msg) ).

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari dorongan dan uluran tangan berbagai pihak. Oleh karena itu tidak salah kiranya bila penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Warjio, MA, Ph.D, selaku dosen pembimbing penulis yang dengan sabar telah meluangkan waktu dan mengarahkan penulis

2. Bapak Prof. Subhilhar,Ph.D, selaku dosen pembimbing yang

menyetujui penyusunan skripsi penulis.

3. Ibu Dra.T.Irmayani, M.Si, selaku ketua Departemen Ilmu Politik USU 4. Bapak Ir.Marudut Tua Sitinjak, MM, selaku kepala Bappeda ( Badan

(6)

5. Orang tua penulis, Bapak Ir.Damianus Rumapea dan Ibu Dra.Kartini Situmorang atas segala kasih sayang dan kepercayaan kepada penulis dari kecil sampai tumbuh dewasa untuk dapat merasakan kehidupan ini. 6. Tulang ( paman ) penulis Ir.Boyke Situmorang atas bantuan dan

perhatian selama penulis melaksanakan penelitian di Kabupaten

Samosir.

7. Keluarga penulis, abang Rony Alfredo Rumapea, Kakak Reflina br.Rumapea, SH, adek Sandi Tona Rumapea yang selalu memberikan senyuman dan motivasi hidup bagi penulis.

8. Sahabat-sahabat penulis, Abang-abang : Ghioseph Dody Desmond Siboro, Andi P Samosir, S.Ip, Fredy Purba, Albert S, Leo varela Tampubolon, Jimmy Sinaga, Alex F Saragih, Hebron S, Ian Pasaribu, Julwandri Munthe (Ketua PMKRI Medan ), Samran Simbolon, Halim Sembiring, atas motivasi dan pengalaman hidup, dkk stambuk 2009 yang baik-baik dan keluaga Gg. Golf No. 11 Pajak sore, Bobby selaku sahabat pembuat minum di warkop.

9. Terakhir, terima kasih juga kepada Endang Sri Sihotang, SE selaku pacar penulis atas semua perjuangan, nasehat, pendampingan, motivasi, masakan, dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama menjalani akhir-akhir perkuliaan dan selama penyusunan skripsi ini. Semoga selalu sabar menghadapi kelakuan penulis.

Semoga Allah Bapa di Surga selalu menyertai dan melimpahkan roh kudus serta memberikan kesehatan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis baik selama perkuliaan dan juga penyusunan skripsi ini. Semoga karya penelitian tugas akhir ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak demi yang membacanya serta bernilai ibadah dihadapan Allah Sang Pencipta.

Medan, November 2013

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

Halaman Pengesahan iv

Halaman Persetujuan v

Lembar Persembahan vi

Kata Pengantar vii

Daftar Isi ix

1.6.2. Konsep Politik Pembangunan &

Pembangunan berkelanjutan 17

2.1.3. Pendidikan 35

2.1.4. Infrastruktur Kabupaten 35

2.1.5. Komponen Sosial Ekonomi 37

2.1.6. Wilayah Administrasi 38

2.2. Profil Bappenas & Bappeda Kabupaten 38 2.2.1. Deputi Bidang SDA &

(8)

2.2.2. Direktorat Lingkungan Hidup 44

2.2.3. Bappeda Kabupaten Samosir 46

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 50

3.1. Analisis Deskriptif Penelitian 50

3.2. Tugas Pokok dan Fungsi 55

3.3. Rencana tata Ruang Kabupaten 57

3.4. Analisi Peranan Bappeda 61

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 73

4.1. Kesimpulan 73

4.2. Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 78

DAFTAR LAMPIRAN :

Lampiran 1. Keindahan Alam Panorama Kabupaten Samosir & Kebun Raya Samosir

(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

BENYAMIN F RUMAPEA 090906058

POLITIK PEMBANGUNAN DAERAH

PERANAN BAPPEDA KABUPATEN SAMOSIR DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERWAWASAN

LINGKUNGAN HIDUP

( Setelah Diberlakukan Otonomi Daerah Kabupaten Samosir dan

UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional )

ABSTRAK

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Bappeda

Kabupaten Samosir sebagai lembaga pemerintah daerah dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup di daerah Kabupaten Samosir Sumatera Utara. Dengan berlandaskan Visi Misi Kabupaten Samosir serta Rencana Strategis ( Renstra ) Bappeda tahun 2011-2015 dapat diketahui bagaimana peranan lembaga tersebut dalam pembangunan berwawasan lingkungan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan Bappeda dengan melihat apa saja rencana strategis/ program-program terutama dalam program pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup.

Hipotesis dalam penelitian ini ialah peranan Bappeda Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Samosir dalam perencanaan program berbasis pembangunan berkelanjutan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi langsung ke Kabupaten Samosir dan kemudian Bappeda ( Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ) Kabupaten Samosir. Metode analisis yang digunakan adalah deskriftif kualitatif, dilakukan pada data yang tidak dapat dihitung bersifat nongrafis atau berwujud kasus-kasus / program ( sehingga tidak dapat disususn dalam struktur klasifikatoris ). Data yang dikumpulkan bersifat deskriftif dalam bentuk kata-kata dengan artian dalam penelitian ini pengutamaan dalam usaha memahami faktor peristiwa dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti dan kemudian disimpulkan.

(10)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

Benyamin F Rumapea 090906058

POLITICAL REGIONAL DEVELOPMENT

THE RULE OF THE REGENCY BAPPEDA SAMOSIR IN REALIZING

ENVIRONMENTALLY SUSTAINABLE ( After Applied Samosir Regency

Autonomy Regional and Law Number 25 Year 2004 on National Development Planning System )

ABSTRACT

The problem of formulation in this research is how Bappeda Samosir Regency as local government agencies in realizing the environmentally sustainable development in the area of North Sumatra Samosir Regency. On the basis the Vision and Mission of Samosir Regency Strategic Plan (Strategic Plan) Bappeda 2011-2015 can be seen how the role of the institution in the development of environmentally. The purpose of this research was to determine how the role Bappeda to see any strategic plans / programs, especially in a program of environmentally sustainable development.

The hypothesis of this research is the role of Environmental Bappeda Samosir Regency in program planning based on sustainable development.Primary data were collected through direct observation and then Bappeda Samosir regency (Regional Development Planning Board) Samosir regency. The analytical method used is descriptive qualitative, performed on data that can not be calculated or intangible nongrafis cases / program (so it can not be arranged in a structure klasifikatoris).The Data are collected in the form of descriptive words with meaning in this research in an attempt to understand the factors prioritizing events in certain situations according to our view and then summed.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai apa yang dilakukan oleh pemerintah, bagaimana mengerjakan, mengapa perlu dikerjakan dan perbedaan apa yang dibuat. Dye seperti yang dikutip Winarno berpandangan lebih luas dalam merumuskan pengertian kebijakan, yaitu sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu ( whatever governments choose to do or not to do )1. Dengan mengacu pada pandangan Dye, maka keputusan-keputusan pemerintah adalah kebijakan, namun membiarkan sesuatu tanpa keputusan juga merupakan kebijakan. Kebijakan publik pada dasarnya tidak permanen, tetapi harus selalu disesuaikan, karena adanya perubahan keadaan, baik masalah politik, sosial, dan ekonomi maupun adanya informasi yang berubah. Perubahan kebijakan publik dilakukan setelah adanya evaluasi, perubahan dalam kebijakan publik dengan demikian adalah dinamis mengikuti perubahan yang didorong oleh perubahan lingkungan diluar maupun dari dalam organisasi publik tersebut. Ciri utama yang kebijakan publik yang diutarakan oleh P. Lester dan Stewart adalah formulated, implemented, evaluated ”.2

1

Budi Winarno.2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta. Media Pressindo

2

(12)

Menurut Sarwono Kusumaatmadja secara politik, lingkungan boleh dibilang masih terpinggirkan. Hampir setiap kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan belum kelihatan, akibatnya kini lingkungan makin bertambah parah. Intervensi manusia terjadi dengan paradigma yang tidak didasarkan pada pertimbangan lingkungan. Bahkan, lingkungan masih dijadikan beban atau

dianggap sebagai eksternalitas yang membebani. Persoalan yang sama juga terjadi ditingkat pengambilan keputusan. Para pengambil keputusan tidak mempertimbangkan persoalan lingkungan di dalamnya.3

Politik Pembangunan nasional merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan keterpaduan tata nilai, struktur, dan proses. Karena itu, perlunya sistem manajemen nasional. Sistem manajemen nasional berfungsi memadukan penyelenggaraan kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan ketertiban sosial, politik, dan administrasi.4 Tujuan pembangunan nasional itu sendiri adalah sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia. Dan pelaksanaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia lebih mengandalkan kepada keunggulan berbanding (comparative advantage) dari pada keunggulan bersaing (competitive advantage) dalam pembangunan nasionalnya.

3

Politik_Lingkungan_Sarwonokusumaatmaja.pdf

4

(13)

Ini berarti bahwa kemajuan ekonomi bangsa dan kesejahteraan masyarakat lebih didasarkan kepada upaya diversifikasi dan eksploitasi kekayaan alam yang telah tersedia, daripada menciptakan nilai tambah terhadap suatu produk tertentu. Dan "atas nama pembangunan" atau dengan alasan "demi meningkatkan taraf hidup masyarakat", eksploitasi terhadap keanekaragaman lingkungan seolah-olah

mendapatkan pembenaran. Inilah salah satu kelemahan utama dalam pembangunan lingkungan di Indonesia selama ini. Para pengambil kebijakan kelihatannya lebih mempriorotaskan kepentingan ekonomis dan politis praktis, serta menutup mata bahwa daya dukung (carrying capacity) lingkungan sangatlah terbatas. Dengan kata lain, nasib lingkungan sangat ditentukan oleh pertimbangan politik. Akibatnya, alam mengalami proses exploitation de 'lhomme par lhomme besar-besaran baik secara ekonomis, sosial, maupun politik. Eksistensi dan keberlangsungan fungsi lingkungan, tidak dapat dilepaskan dari masalah kebijakan (policy), serta masalah perumusan kebijakan dan atau pengambilan keputusan (politics). Ini berarti bahwa rusak atau lestarinya kondisi lingkungan, akan sangat ditentukan oleh baik buruknya sistem dan mekanisme pengambilan keputusan secara nasional. Dengan kata lain, upaya peningkatan kualitas pembangunan sektor lingkungan (alam maupun sosial) melalui konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), harus dimulai dari pembenahan sistem politik nasional (political reform).5

Pembangunan dapat dipahami sebagai suatu upaya untuk menuju perubahan keadaan menjadi lebih baik. Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan setiap individu dimana setiap individu tidak akan terlepas daripadanya. Maka setiap perubahan akan sangat mungkin terjadi bilamana terjadi setimuli atau tantangan yang dihadapkan oleh lingkungan pada setiap individu. Sehingga dapat dipahami bahwa perubahan yang terjadi pada manusia/individu didorong oleh suatu kondisi atau keadaan yang berasal dari luar diri individu.

5

(14)

Maka dengan itu upaya pembangunan harus dilakukan secara terencana yang terlahir dari suatu pemikiran perspektif ke masa depan. Dengan hal ini pembangunan harus memiliki visi dan misi untuk menyejahterakan kehidupan manusia saat ini dan masa mendatang. Upaya untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan harus dilakukan terlebih dengan menyadari bahwa bumi yang dihuni

ini bukanlah milik pribadi saja namun titipan. Manusia harus mampu menjaga ekosistem yang tetap menjadikan kondisi yang nyaman dan layak untuk kehidupan berikutnya. Pemahaman yang baik tentang lingkungan sangat dibutuhkan untuk mengantarkan manusia kepada kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawab terhadap lingkungan6.

Konsep pembangunan berkelanjutan ( sustainable development ) sudah lama dikenal di Indonesia, yang merupakan negara yang berada dibarisan depan dalam mengembangkan konsep pembangunan berkelanjutan ini. Sejarah pembangunan bangsa ini mencatat bahwa tahun 1973 setelah KTT 105 Stockholm yang berbicara tentang lingkungan hidup, Indonesia merespon dengan membentuk Kementerian Lingkungan Hidup .

Batasan konsep sustainable development pertama kali digunakan pada pertengahan 1970-an dan disebarluaskan oleh the World Conservation Strategy ( IUCN,UNEP,WWF 1980 ) yang berusaha menstimulir suatu upaya yang lebih difouskan pada pendekatan pengelolahan sumber daya kehidupan serta memberikan petunjuk kebijaksanaan bagaimana hal tersebut dilakukan. Ada tiga tujuan utama yang dinyatakan oleh World Conservation Strategy mengenai hal ini, yaitu :

1. Untuk memelihara proses esensial ekologi dan sistem daya dukung kehidupan.

2. Untuk menjaga keanekaragaman genetik

3. Untuk menjamin the sustainable utilazion spesies dan ekosistem.

6

(15)

Ketiga hal diatas dirilis sebagai prinsip-prinsip untuk mewujudkan kehidupan yang berkelanjutan. ( Barrow,1995 :66 )

Paradigma Pembangunan berkelanjutan sebenarnya identik dengan pembangunan berwawasan lingkungan yang dalam hal ini menurut Soemarwoto (2001 : 10 ) mendefinisikannya sebagai pembangunan yang serasi dengan

lingkungan hidup sehingga tidak menggangu fungsi ekologi. Menambahkan juga bahwa pembangunan akan menyebabkan pencemaran pada lingkungan hidup yang minimal sehingga tidak menyebabkan keracunan pada manusia dan mahluk hidup lainya yang mendukung kehidupan manusia. Dengan demikian, pembangunan berwawasan lingkungan adalah pelaksanaan pembangunan yang tetap menjaga keharmonisan interaksi manusia dengan lingkungannya. Kebutuhan manusia terpenuhi, namun kelestarian dan keberlanjutan sistem ekologi adalah bagian yang harus ada didalamnya. Emil Salim ( 1988,184 ) secara lugas menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan mengharuskan kita mengelolah sumber daya alam secara rasional. Pada bagian lain, disebutkan juga bahwa penggunaan sumber secara bijaksana menurut konsep ecodevelopment adalah menerapkan pola pembangunan yang memperhatikan pelestarian sumber daya yang dapat diperbaharui,dengan mengatur tingkat eksplotasi sumber yang dapat diperbaharui dan pengawasan terhadap pembuangan sisanya.

Sasaran kebijakan lingkungan hidup adalah merupakan perwujudan dari pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan (sustainability) dan berkeadilan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam lingkungan yang lebih baik dan sehat.7 Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan standar yang tidak hanya ditujukan bagi perlindungan lingkungan, melainkan juga bagi kebijaksanaan pembangunan.

7

Sunoto, 1997, Analisis Kebijakan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Bahan Pelatihan Analisis Kebijakan Bagi Pengelola Lingkungan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta :

(16)

Artinya, dalam penyediaan, penggunaan, peningkatan kemampuan sumber daya alam dan peningkatan taraf ekonomi, perlu menyadari pentingnya pelestarian fungsi lingkungan hidup, kesamaan derajat antar generasi, kesadaran terhadap hak dan kewajiban masyarakat, pencegahan terhadap pembangunan yang merusak (destruktif) yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan, serta

berkewajiban untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan pada setiap lapisan masyarakat.8 Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan diwujudkan dengan sebuah kebijakan yang merupakan suatu keputusan dalam upaya memecahkan suatu permasalahan yang melibatkan banyak pihak dan sumber daya alam yang tidak sedikit. Sehingga perlu dilakukan suatu pertimbangan yang serius dalam menentukan dan menetapkan suatu kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengelolahan lingkungan hidup tergolong pada kebijakan bagi kepentingan umum. Dengan demikian kepentingan seluruh lapisan masyarakat akan ditentukan oleh kebijakan tersebut.9

Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan, karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat, namun memiliki kualitas yang rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan yang semakin terbatas. Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara, diperlukan komponen penduduk yang berkualitas.

8

Alvi Syahrin, Pembangunan Berkelanjutan(Perkembangannya, Prinsip-Prinsip dan Status Hukumnya)

(Medan : Fakultas Hukum USU, 1999), hal. 27. Perhatikan juga, Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi ke-7 1999, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, hal. 18-19.

9

(17)

Karena dari penduduk berkualitas dapat memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam dengan baik, tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga harapannya terjadi keseimbangan dan keserasian antara jumlah penduduk dengan kapasitas dari daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.

Samosir merupakan daerah wisata yang terletak di Provinsi Sumatera Utara. Keindahan Danau Toba merupakan objek wisata yang menjadi utama didaerah tersebut. Bupati Samosir yang diwakili staf ahli mengatakan untuk menggalakan pelestarian lingkungan perlu serta mendukung visi Kabupaten Samosir menjadi tujuan wisata lingkungan yang inovatif selayaknya pendidikan lingkungan hidup tidak cukup hanya terintegrasi pada mata pelajaran namun dapat menjadi muatan lokal yang mempunyai kriteria ketuntasan minimal. Dikatakan lebih lanjut, pembangunan berkelanjutan telah menjadi komitmen dan tanggung jawab bersama masyarakat dunia guna menyelamatkan bumi dari kerusakan dan kehancuran akibat pembangunan yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Kebijakan pemerintah daerah dalam pengelolahan lingkungan hidup bertujuan untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup perlu didukung dengan komitmen yang kuat baik dari pemerintahan maupun masyarakat sendiri10.

Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Agar pembangunan yang akan dilaksanakan mempunyai tujuan dan tepat sasaran maka perlu disusun perencanaan untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan serta memperhitungkan sumber daya yang tersedia.

10

(18)

Selain itu perencanaan pembangunan disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah, bahwa daerah memiliki kewenangan yang lebih luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan undang-undang tersebut, pemerintah daerah harus dapat lebih meningkatkan kinerjanya dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan11

Pemerintah Kabupaten Samosir dalam menyelenggarakan pembangunan melaksanakan suatu proses perubahan sistem dan struktur manajemennya berdasarkan azas demokrasi, dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta tetap menjaga keseimbangan, kesatuan dan kemajuan nasional, karena pembangunan daerah adalah bagian dari kesatuan sistem pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam upaya mendorong kegiatan pembangunan, prioritas diberikan pada peningkatan tujuan wisata lingkungan, investasi, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan aspek lingkungan. Investasi yang terlalu mengandalkan eksploitasi sumber daya alam, seperti halnya terjadi pada masa lalu yang telah mengesampingkan aspek lingkungan, ternyata turut berperan besar dalam menambah kompleksitas permasalahan yang dihadapi.

11

(19)

Namun demikian, sejalan dengan beratnya tantangan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Samosir untuk mewujudkan Visi: “Samosir Menjadi Daerah Tujuan Wisata Lingkungan yang Inovatif Tahun 2015 “, dan dalam mendukung kinerja Pemerintah Kabupaten Samosir maka Pemerintah Kabupaten Samosir telah membentuk merencanakan beberapa rencana strategis dalam mewujudkan

pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup.

(20)

1.2. Perumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas tema mengenai politik pembangunan lingkungan hidup dalam suatu kebijakan dan program pembangunan berkelanjutan terhadap pelestarian lingkungan hidup di daerah Kabupaten Samosir. Sehingga yang menjadi perumusan masalah dalam skripsi

adalah bagaimana peranan Bappeda dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup di Kabupaten Samosir.

1.3. Alasan Pemilihan Kabupaten Samosir

1. Penelitian ini difokuskan di Kabupaten Samosir karena merupakan salah satu kabupaten yang berada di sekitar kawasan Danau Toba yang merupakan kawasan wisata.

2. Kabupaten Samosir merupakan kawasan pemukiman masyarakat dan merupakan juga kawasan wisata sehingga sering menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini tentang :

1. Untuk mengetahui politik pembangunan lingkungan hidup daerah melalui program pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Samosir

2. Untuk mengetahui peranan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Samosir dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

(21)

hidup yang dilaksanakan Bappeda Kabupaten Samosir sebagai instansi pemerintahan sehingga dapat memberikan kontribusi dalam ilmu politik. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada

masyarakat mengenai program dan kebijakan pengelolahan lingkungan hidup serta menjadi bahan kajian akademisi sebagai pembelajaran politik

pembangunan lingkungan hidup.

3. Bagi penulis, penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir penulis melalui karya ilmiah penelitian ini, memperluas wawasan mengenai kajian ilmu politik, serta melihat penerapan-penerapan konsep-konsep ilmu politik dalam instansi lembaga pemerintah daerah.

1.6. Kerangka Teori dan Konsepsional 1.6.1. Konsep Politik Lingkungan

Konsep dari politik menurut Hoogerwerf dalam buku Miriam Budiarjo mengenai Dasar-Dasar Ilmu Politik, dikatakan bahwa obyek dari ilmu politik adalah kebijakan pemerintah, proses terbentuknya, serta akibat-akibatnya. Yang dimaksud dengan kebijakan umum ( public policy ) disini menurut Hoogerwerf ialah, membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan (doelbewuste vormgeving aan de samenleving door middle van

machtsuitoefening).12 seperti halnya Hoogerwerf dalam mengkaji obyek politik, maka menurut David Easton dikatakan ilmu poltik adalah studi terbentuknya kebijakan umum ( study of the making of public policy). David Easton dalam buku The Political Sytem menyatakan, kehidupan politik mencangkup bermacam-macam kegiatan yang mempengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang, yang diterima untuk suatu masyarakat, dan yang mempengaruhi cara untuk melakukan kebijakan itu13.

12

A.Hoogerwerf, Politicologie : Begrippen en Problemen ( Alpena an den Rijn : Samson Uitgeverij,1972 ) hal.38-39.

13

(22)

Salah satu bidang, yang semakin menarik perhatian adalah politik lingkungan (environmental politics). Politik lingkungan biasanya berkaitan dengan politik penguasaan dan pemilikan sumber daya alam dan perdagangan produknya. Selain itu juga strategi dan kebiasaan pemerintah mengalokasikan sumber daya alam bagi masyarakat ataukah berpihak pada swasta dan pasar.

Politik lingkungan juga berkaitan dengan peranan politik sekelompok orang dalam memperjuangkan keadilan dan kelestarian lingkungan. Salah satu ekspresi politik adalah dalam bentuk partai politik atau institusi yang dapat mempengaruhi keputusan politik pemerintah. Di dalam bahasa internasional biasa disebut dengan partai hijau (green party). Politik lingkungan acapakali disamakan pengertiannya dengan ekologi politik. Beberapa definisi tentang ekologi politik yang asumsinya adalah sama yaitu: “environmental change and ecological conditions are (to some extent) the product of political processes”14

Jika keadaan lingkungan adalah produk dari prosesproses politik, maka

tidak terlepas pula dalam hal ini adalah keterlibatan proses‐proses dialektik dalam politik ekonomi. Mengenai ekologi politik adalah suatu ilmu dinamika politik material melingkupi dan lebih perjuangan seperti bersambungan lingkungan di dunia ketiga. Sebagai tema yang terpenting adalah peran hubungan kekuasaan tak sama di konstitusi lingkungan meningkatkan kesadaran politik. Perhatian tertentu di fokuskan pada konflik yang di timbulkan karena adanya akses lingkungan yang dihubungkan ke sistem politik dan hubungannya dengan ekonomi.

14

(23)

Ekologi politik memfokuskan pada ditingkat masyarakat lemah / miskin, dihubungkan dengan lingkungan yang pada akhirnya melahirkan suatu konflik. Sehingga memunculkan suatu persepsi tentang permasalahan lingkungan, Di sisi lainnya adanya suatu intervensi pengetahuan ilmiah barat terhadap lokal. Sedangkan isu masa depan di hubungkan untuk mengubah udara, mutu air, proses

yang berkenaan dengan kota yang di hubungkan dengan organ tubuh manusia. Lemahnya bargaining politik lingkungan tidak lepas dari lemahnya bargaining input politik lingkungan berupa dukungan dan tuntutan politik elite infrastruktur. Hal itu bukan berarti tiadanya dukungan dan tuntutan politik lingkungan yang konstruktif dari masyarakat, tapi lebih disebabkan kemacetan sirkulasi politik lingkungan antara suprastuktur dan infrastruktur politik, baik di tingkat nasional maupun lokal. Rapuhnya pondasi politik lingkungan bisa dilihat dari input dan output politik yang tidak bersentuhan dengan kepentingan rakyat kebanyakan. Salah satu wujud output politik lingkungan yang amat kentara pada negara-negara umumnya adalah sering keluarnya kebijakan otoritatif para elite suprastruktur politik yang terlalu membuka ruang bagi masuknya kepentingan ekonomi kaum pemodal asing yang tak peduli soal lingkungan hidup, kehadiran mereka dinilai lebih banyak membawa masalah ketimbang berkah bagi kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itulah partai politik sangat berperan untuk melihat arah keberpihakan pembangunan terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian partai politik dapat membuka ruang politik bagi suara-suara marjinal dan demikian pula dengan degradasi lingkungan yang selama ini menjadi gejala represi struktural dan cenderung terdiam. Menurut Vandana Siva (1993), akar krisis ekologis terletak pada kelalaian pihak penguasa dalam menyingkirkan hak-hak komunitas lokal untuk berpartisipasi secara aktif dalam kebijakan lingkungan15

15

(24)

Sebelum adanya perubahan kedua dan keempat UUD 1945, satu-satunya ketentuan konstitusi yang menjadi landasan hukum bagi pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam adalah Pasal 33 ayat (3), yang lebih banyak ditafsirkan sebagai pemanfaatan dan ekploitasi sumber daya alam dengan justifikasi untuk mencapai kesejahteraan rakyat, sehingga aspek perlindungan dan keberlanjutan

lingkungan dan sumber daya alam menjadi terabaikan. Perubahan kedua dan keempat UUD 1945, telah memasukkan ketentuan baru terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam, yaitu Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) dan (5) UUD 1945. Pasal 28H ayat (1) menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Sementara Pasal 33 ayat (5) menegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut diatur dengan undang-undang. Dari ketentuan Pasal 28H ayat (1), Pasal 33 ayat (3), (4) dan (5) UUD 1945, terdapat 5 hal penting yang menjadi kebijakan hukum negara dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam :

1. Pengelolaan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam harus diletakkan dalam kerangka pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi setiap warga Negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan kata lain hak asasi atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dikorbankan akibat pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam.

2. Pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam

merupakan tanggung jawab negara, di mana melalui hak menguasai negara,

(25)

3. Kesejahteraan rakyat menjadi dasar filosofis dan sosiologis bagi segala aktivitas dan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam dipergunakan bagi kesejahteraan rakyat.

4. Pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam

merupakan sarana untuk mencapai pembangunan berkelanjutan berwawasan

lingkungan hidup, dalam arti sasaran pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam tidak saja mencakup kesejahteraan rakyat, melainkan juga aspek keberlanjutan lingkungan hidup dan kemajuan ekonomi nasional.

5. Adanya pendelegasian pengaturan lebih lanjut mengenai pengelolaan lingkungan hidup dengan undang-udang. .

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup sebagai pengganti UU No. 23 Tahun 1997 membawa perubahan mendasar dalam pengaturan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Karena dilihat dari judul UU No. 32 Tahun 2009 adanya penekanan pada upaya perlindungan lindungan hidup yang diikuti dengan kata pengelolaan lingkungan hidup. Padahan dari segi kaidah bahasa, dalam kata pengelolaan telah termasuk didalamnya kegiatan atau aktivitas perlindungan. Dengan adanya penekanan pada upaya perlindungan, disamping kata pengelolaan lingkungan hidup, UU 32 Tahun 2009 memberikan perhatian serius pada kaidah-kaidah pengaturan yang bertujuan memberikan jaminan bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan dan memastikan lingkungan hidup dapat terlindungi dari usaha atau kegiatan yang menimbulkan kerusakan atau pencemaran lingkungan hidup. Dikaitkan mengenai politik hukum sebagai arah (tujuan) kemana hukum hendak dikembangkan, maka UU No. 32 Tahun 2009 menetapkan arah (tujuan) kemana hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup hendak dikembangkan. Menurut Pasal 3 UU 32 tahun 2009, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:

(26)

2. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia

3. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem 4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup

5. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup 6. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan

7. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia

8. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana 9. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan

10. Mengantisipasi isu lingkungan global.

Untuk mencapai tujuan di atas, UU No. 32 Tahun 2009 menetapkan

sejumlah instrumen hukum pencegahan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yaitu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Tata Ruang, Baku Mutu Lingkungan Hidup, Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, AMDAL, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), Perizinan, Instrumen Ekonomis Lingkungan, Peraturan Perundang-undangan Berbasiskan Lingkungan Hidup, Anggaran Berbasiskan Lingkungan Hidup, Analisis Risiko Lingkungan Hidup, Audit Lingkungan Hidup, dan instrument lain sesuai kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, dimana KLHS menempati posisi puncak dalam pencegahan dan pencemaran lingkungan hidup. Penekanan pada aspek perlindungan lingkungan hidup, juga terlihat dari adanya dua tingakatan izin yang harus dipenuhi oleh setiap orang atau pelaku usaha/kegiatan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup yaitu adanya kewajiban memperoleh izin lingkungan terlebih dahulu sebagai syarat untuk mendapat izin usaha dan/atau kegiatan. Di samping instrument pencegahan, juga diatur instrument penegakan hukum (administrasi, perdata, dan pidana) beserta penerapan sanksi administrasi, ganti rugi dan sanksi

pidana16.

16

(27)

Penetapan UU 32 Tahun 2009 berusaha memastikan adanya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup sedini mungkin yaitu melalui dari tingkat kebijakan, rencana dan program pembangunan (KLHS), maupun pada kajian lingkungan hidup bagi kegiatan atau usaha seperti telah dikenal selama ini, melalui mekanisme AMDAL.

1.6.2. Konsep Politik Pembangunan dan Pembangunan Berkelanjutan

Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional

memerlukan keterpaduan tata nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber dana dan daya nasional guna mewujudkan tujuan nasional. Karena itu sangat memerlukan sistem manajemen

nasional. Sistem manajemen nasional berfungsi memadukan

penyelenggaraan siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan ketertiban sosial, politik, dan administrasi. Secara lebih spesifik Soerjono Soekanto (1982) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses perubahan disegala bidang kehidupan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan suatu rencana tertentu, dimana proses pembangunan itu sendiri harus bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik secara spritual maupun material. Pembangunan sebagai sebuah proses perubahan sudah seharusnya menciptakan kesejahteraan masyarakat, seperti yang di utarakan oleh Agus Salim (2002), bahwa pembangunan adalah sebuah proses perencanaan sosial (social plan) yang dilakukan oleh birokrat perencanaan pembangunan, untuk membuat perubahan sosial yang akhirnya dapat mendatangkan peningkatan kesejahteraan bagi

masyarakatnya.

(28)

a) Pertama, kawasan negara-negara yang melaksanakan pembangunannya

dengan sistem kapitalisme berkombinasi dengan pelaksanaan sistem welfare state. Negara ini adalah negara-negara industri maju, yang pamornya sedang naik sekarang.

b) Kedua, kawasan negara-negara yang melaksanakan sistem sosialis dengan

berbagai variasinya. Negara-negara sedang mengalami krisis sekarang. c) Ketiga, kawasan negara-negara di Dunia Ketiga yang menggunakan

berbagai model campuran dalam melaksanakan pembangunan.

Secara konseptual, pengertian pembangunan berkelanjutan berasal dari ilmu ekonomi yang terutama di kaitkan dengan persoalan efisiensi dan keadilan (equity) untuk menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat. Pengertian dari segi ekonomi ini juga dilatarbelakangi oleh ilmu biologi yang membahas keberlanjutan dari segi kemampuan dan kesesuaian ( capability and surtability) suatu likasi dengan potensi regenerasi/produktivitas lingkungan hidupnya. Konsep ‘berkelanjutan’ (sustainability) sebenarnya telah lama dikenal sebagai bagian dari biologi. Pada konferensi Analisa dan Manajemen Penggunaan Berkelanjutan Tanah Hutan Tropis (Forests Land Assessment and Management for Sustainable Uses) perkataan sustainable use diartikan sebagai : ‘continuing national use of land without severe or permanent deterioration in the

quality and quantity of one or more component of the integrated ecosystem or

landscape unit’. Dalam istilah pembangunan berkelanjutan atau sustainable development merupakan konsep baru yang terkait dengan konsep pembangunan. Arti keterkaitan ini dapat dihubungkan dengan masalah efisien dan keadilan. Melakukan efisien untuk memperbesar pembangunan, dan keadilan (equity) untuk pembagian yang layak dan menjaga keberlanjutan pemanfaatannya17

17

(29)

UU No. 22 Tahun 1999 dan kemudian dijelaskan dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah telah membawa perkembangan baru tahap ini proses pembentukan hukum di daerah dilihat dari konsep pembangunan. Pada tahap ini proses pengambilan keputusan dalam setiap pelaksanaan pembangunan didasarkan pada pendekatan berbasis masyarakat (community-based development approach). Perkembangan hukum administrasi pembangunan sebagai landasan

kebijakan telah bergeser dari top down policy oriented ke arah bottom-up policy oriented atau juga disebut sebagai decentralized decision making process menggantikan centrlized decision making process18. Pengembangan hukum pembangunan berkelanjutan dalam arti di atas terkait pula dengan pendekatan tata ruang dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di daerah. Dengan berkembangnya Perda tentang RT/RW sebagai pelaksana dari sistem hukum tata ruang, dipengaruhi oleh teori lokasi pada pembentukan pengaturan sumber daya alam yang efektif dan efisien. Pendekatan hukum yang bersifat lintas disiplin ilmu seperti diperlihatkan oleh hukum tata ruang, sangat dipengaruhi oleh disiplin planologi, seperti antara lain pengaruh karakter topografi, jenis vegetasi penutup lahan, dan larian air (run-off) yang tercermin dalam Sistem Informasi Geografis, disingkat GIS. Pengembangan hukum pembangunan berkelanjutan berdasarkan uraian diatas membawa pendekatan hukum baru yang secara mendasar

dipengaruhi oleh lingkungan, ekonomi dan sosial (new approach for

comprehensive assessment of economi, social and ecosystem approach)19 . Perkembangan yang terjadi sejak konsep pembangunan berkelanjutan dijadilkan dokumen dasar (basic draft) bagi negoisasi perumusan hukum baru di bidang pengelolaan sumberdaya alam20 membawa pula paradigma baru pembangunan sosial, yang memperluas pengertian partisipasi publik.

18

Philippe Sands, Principles of International Environment Law 1, (1995)

19

Johannesburg Summit 2002, Deklarasi Johannesburg mengenai Pembangunan Berkelanjutan, Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan, Direktorat PELH PBB, DITJEN MULTILATERAL EKUBANG DEPLU, 2002

20

(30)

Dalam pengertian baru ini, partisipasi masyarakat termasuk konsultasi publik dapat melihat pemerintah sebagai sumber masalah. Hal ini dianggap sebagai the revive of natural law on new perspectives21 . Secara politik, dikeluarkannya TAP MPR No. IX Tahun 2001 tentang pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam, merupakan penguatan ke arah gagasan

pembaharuan hukum pengelolaan sumber daya alam. Kajian akademis terhadap ketentuan hukum dalam peraturan perundang-undangan tentang sumber daya alam yang berlaku saat ini, masih memperlihatkan berbagai masalah hukum yang bersifat mendasar, selain itu, pendekatan hukum baru ini bersifat multi dan interdisipliner, suatu kedekatan yang umum dianut saat ini. Seminar tentang segi-segi hukum pengelolaan lingkungan hidup dalam pembangunan nasional, yang diadakan oleh Fakultas Hukum UNPAD bekerjasama dengan Badan Pembinaan Hukum pada tahun 1976 di Lembang memperkuat alasan di atas22. Gagasan dan rumusan hukum yang berkembang setelah Seminar ini telah mendorong perkembangan baru yang bersifat mendasar dalam pembentukan hukum lingkungan di Indonesia, baik dalam proses pembentukan hukum perundang-undangan lingkungan maupun konsep-konsep akademis melalui pendidikan hukum Indonesia23.

Pengaruh dari konsep pembangunan sosial budaya dapat pula dilihat dari paradigma baru yang menyertai otonomi daerah serta mendorong perkembangan baru dalam pembentukan peraturan daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 yang dijelaskan kembali dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Desentralisasi pengambilan keputusan dalam sistem perizinan dalam pembangunan daerah merupakan salah satu perkembangan baru bagi pembentukan kaidah-kaidah hukum pembangunan nasional.

21

Donald N. Zillman Et al, Human Rights in Natural Resource Development: public participation in the sustainable development of Mining and Energy Resources, Oxford Univ.Press, 2002

22

Mochtar Kusumaatmadja, Pengaturan Hukum masalah lingkungan hidup manusia: beberapa pikiran dan saran, 1976

23

Daud Silalahi, Perkembangan hukum lingkungan Indonesia: tantangan dan peluangnya, pidato

(31)

Pembentukan peraturan daerah (PERDA) di bawah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) misalnya, merupakan perubahan secara mendasar dalam pembentukan peraturan yang bersifat operasional di daerah saat ini. Undang-undang baru juga membuka peluang baru bagi daerah memasuki perjanjian internasional dan regional secara tegas. Pengaruh perkembangan globalisasi dalam

perkembangan hokum lingkungan dan sumber daya alam di daerah perlu diperhatikan dalam proses pembentukan peraturan daerah. Secara umum para ahli hukum yang tergabung dalam world commission on environment and development mengakui terjadinya perkembangan hukum lingkungan (termasuk sumber daya alam) yang cepat, namun sebagai akibat pembangunan yang berjalan sangat cepat telah mengakibatkan pula kesenjangan di antara laju pembentukan hukum baru dengan kebutuhan hukum lingkungan dalam pembangunan dan ketidak-efisienan ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, kelompok ini berpendapat bahwa untuk mengatasi hal ini perlu :

a. Memperkuat dan memperluas aplikasi ketentuan hukum yang berlaku sekarang dan persetujuan internasional untuk mendukung pembangunan berkelanjutan (to strengthen andextend the application of existing and international agreement in support of sustainable development)

b. Mengakui dan menghormati hak-hak dan kewajiban individu dan negara secara timbal balik bertalian dengan pembangunan berkelanjutan, dan melaksanakan kaidah-kaidah baru pada perilaku negara dan antar negara untuk memungkinkan pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan. c. Memperkuat metode yang telah ada dan mengembangkan prosedur baru

untuk menghindari dan memecahkan pertikaian lingkungan dan masalah. Pengelolaan sumberdaya alam (to rainforce existing methods and develop new procedures for avoiding and resolving disputes on environment and

resource management issues).

(32)

pembangunan berkelanjutan perlu di transformasikan kedalam sistem hukum sumber daya alam nasional dan daerah24

Dalam pembangunan berkelanjutan, pendayaan dan pengelolaan sumber daya alam merupakan upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan sumber daya alam. Jadi, usaha

pembangunan yang dilaksanakan di tanah air harus memperhatikan keadaan lingkungan hidup. Realisasinya, pemerintah membentuk sebuah lembaga pengawasan pembangunan dan lingkungan hidup dengan tujuan sebagai berikut25:

1. Setiap rencana pembangunan selalu dikatikan dengan masalah lingkungan hidup, tidak mengganggu keutuhan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

2. Pengawasan lingkungan hidup, setiap lingkungan kota dan desa, persawahan, hutan dan pemukiman penduduk yang sedang dikembangkan maupun yang telah ada mendapat pengawasan dari pemerintah.

3. Mengadakan usaha pengembangan lingkungan yang dirintis pemerintah dan dilakukan bersama rakyat.

4. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan hidup baik melalui pendidikan maupun melalui media massa lainnya.

Menurut Emil Salim (1990), resep strategis konsep pembangunan berkelanjutan dapat diterapkan di negara berkembang seperti indonesia adalah sebagai berikut :

1. Penerapan tata ruang perencanaan yang tepat, yaitu pengembangan sumber daya alam harus memperhitungkan daya dukungnya.

2. Penempatan berbagai macam aktivitas yang mendayagunakan sumber daya alam harus memperhatikan kapasitasnya dalam mengabsorsi perubahan yang diakibatkan oleh aktivitas tersebut.

24

Daud Silalahi, Perkembangan hukum lingkungan Indonesia: tantangan dan peluangnya,pidato

pengukukuhan jabatan Gurubesar dalam Ilmu HUKUM, fakultas Hukum Unversitas Padjadjaran, Bandung, 2000

25

(33)

3. Sumber daya alam di suatu wilayah ( Region) hendaknya dialokasikan ke dalam beberapa zona diantaranya hutan lindung, wilayah industri, daerah aliran sungai dan sebagainya.

4. Penerapan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang

meliputi :

a. Analisis dampak Lingkungan (ANDAL) b. Rencana Kelola Lingkungan (RKL) c. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

1.7.Metodologi Penelitian 1.7.1. Jenis Penelitian

Dalam membuat dan mengkaji suatu penelitian dalam sebuah kehidupan masyarakat akan sangat bersentuhan dengan kebenaran dari kehidupan masyarakat sehingga untuk mengarahkan suatu penelitian kepada hasil dibutuhkannya metode penelitian yang tepat. Menurut Suharsimi Arikunto “metode penelitian kebijaksanaan adalah metode penelitiaan yang tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya

menggambarkan tentang suatu variabel, gejala atau keadaan” ( Arikunto, S (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta). Maka

(34)

1.7.2.Tempat dan waktu Penelitian

Pemerintah Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, melaksanakan

pembangunan lingkungan hidup melalui konsep pembangunan berkelanjutan. Dengan ini maka penelitian dilaksanakan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bagian Lingkungan Hidup Kabupaten Samosir.

1.7.3.Teknik Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.Instrumen pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Instumen sebagai alat bantu dalam menggunakan metode pengumpulan

data merupakan sarana yang dapat diwujudkan dalam benda, misalnya angket , perangkat tes, pedoman wawancara, pedoman observasi, skala dan sebaginya, dengan instrumen akan diperoleh data yang merupakan bahan penting untuk menjawab permasalahan, mencari sesuatu yang akan digunakan untuk mencapi tujuan, dan untuk membuktikan hipotesis. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap petanyaan penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji secara empiris, dan untuk maksud inilah dibutuhkan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis. Data itu dikumpulkan oleh sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Sampel tersebut terdiri atas sekumpulan unit analisis sebagai sasaran penelitian.26.

Sehingga dalam proses penyusunan skripsi ini beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapatkan data melalui observasi langsung kepada instansi yang terkait serta meminta data-data otentik -

26

(35)

mengenai rencana strategis. Terdapat tiga macam cara untuk memperoleh data, ataupun informasi-informasi, keterangan dan fakta-fakta yang berhubungan dengan penelitian yang akan dibahas. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut :

1. Studi Literatur, dimaksudkan untuk mendapatkan teori-teori yang

berhubungan dengan penelitian ini. Dari teori-teori yang berhubungan dengan politik pembangunan lingkungan hidup nantinya kembangkan kerangka-kerangka teoritis dan konsepsional yang berhubungan dengan penelitian ini. Dalam studi literatur ini pula dilakukan teknik dan cara melakukan studi penelitian.

2. Studi Lapangan, dimaksudkan untuk mendapatkan data lapangan yang berhubungan dengan politik pembangunan berkelanjutan lingkungan hidup Kabupaten Samosir.

Dari data-data lapangan ini nantinya didapatkan hasil-hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan seperti yang tercantum dalam penelitian ini. Pengambilan data ke lapangan digunakan 2 ( dua ) data sumber, yaitu :

a. Data Primer, merupakan data yang langsung diperoleh dari lapangan, yang dilakukan dengan observasi ke instansi-instansi yang terkait seperti Badan Lingkungan Hidup Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bidang Lingkungan Hidup

b. Data Sekunder, berupa pengumpulan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Samosir yang berhubungan dalam judul dan perumusan masalah dalam penelitian, seperti lampiran-lampiran dan undang-undang yang mengatur program tersebut sehingga diperoleh deskripsi implementasi program.

3. Observasi, yaitu dengan mendatangi secara langsung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Samosir dan

(36)

1.8. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis kualitatif, dilakukan pada data yang tidak dapat dihitung bersifat nongrafis atau berwujud kasus-kasus (sehingga tidak dapat disusun kedalam struktur klasifikatoris). Data yang dikumpulkan bersifat

(37)

1.9.Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran mengenai isi pokok dari penelitian ini, maka penulis akan mempermudah dengan membagi sistematika penulisan kedalam empat bagian sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan yang akan dibahas, tujuan mengapa diadakan penelitian ini, manfaat penelitian dan metode penelitian serta kerangka serta konsep teori yang akan menjadi landasan pembahasan masalah.

BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini akan di uraikan tentang gambaran kondisi umum lokasi penelitian yang menggambarkan keadaan geografis, demografis, ekonomi, dan sosial politik, serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.

BAB III : PENYAJIAN DATA & ANALISIS DATA

Bab ini berisikan data-data yang diperoleh selama berlangsungnya penelitian dan juga menganalisis data-data yang telah dapat kemudian akan disajikan untuk mendapatkan kesimpulan.

BAB IV : PENUTUP

(38)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1. Profil Kabupaten Samosir

Kabupaten Samosir adalah hasil pemekaran dari induknya Kabupaten Toba Samosir yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara, yang diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia. Sejarah Kabupaten Samosir, diawali dari sejarah terbentuknya Kabupaten Tapanuli Utara selaku induk dari beberapa kabupaten pemekaran di Wilayah Tapanuli Utara yakni sebagai berikut : Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara dibentuk dengan Undang-undang Nomor 7 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Utara yang pada awal terbentuknya terdiri dari 5 (lima) distrik atau kewedanaan yaitu Kewedanaan Silindung, Toba Holbung, Humbang, Samosir, dan Kewedanaan Dairi. Mengingat demikian luasnya Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara, maka pada Tahun 1964 dilakukan pemekaran dengan Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi yang ibukotanya berkedudukan di Sidikalang. ( sumber : Samosirkab.go.id )

Selanjutnya pada Tahun 1968, Pemerintah Daerah Tingkat II Tapanuli Utara bersama masyarakat dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara mengusulkan pemekaran dengan Pembentukan Daerah Tingkat II Samosir, namun usul tersebut tidak membuahkan hasil dalam arti Pemerintah tidak menindaklanjuti Pembentukan Daerah Tingkat II Samosir.

(39)

Pembangunan yang bersifat Administratif yakni Wilayah Pembangunan I (Silindung) berpusat di Tarutung, Wilayah Pembangunan II (Humbang Timur) berpusat di Siborong-borong, Wilayah Pembangunan III (Humbang Barat) berpusat di Dolok Sanggul, Wilayah Pembangunan IV (Toba) berpusat di Balige dan Wilayah Pembangunan V (Samosir) berpusat di Pangururan yang

masing-masing wilayah pembangunan dipimpin oleh seorang Pembantu Bupati. Selanjutnya, walaupun sudah dimekarkan dengan terbentuknya Kabupaten Dairi, Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara yang terdiri dari 27 Kecamatan dan 971 Desa masih dirasakan sangat luas, bahkan masih ada wilayah desa yang harus dijangkau dalam waktu tempuh lebih dari satu hari yang berdampak pada lambatnya laju pertumbuhan pembangunan. Maka untuk memperpendek rentang kendali serta mempercepat laju pertumbuhan pembangunan, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara bersama masyarakat yang berada di bona pasogit dan putera-puteri Tapanuli Utara yang tinggal di perantauan, khususnya yang tinggal di Medan dan Jakarta sepakat mengusulkan pemekaran kembali Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara menjadi 2 (dua) kabupaten dengan pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir. Berkat perjuangan dan kesadaran bersama semua pihak, maka lahirlah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal. Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia pada tanggal 9 Maret 1999 di Medan.

Pembentukan Daerah Tingkat II Toba Samosir disambut baik dan penuh suka cita oleh masyarakat sebagai sebuah harapan akan peningkatan kesejahteraan sekaligus mendekatkan pelayanan kepada masyarakat seiring bergulirnya reformasi di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di

(40)

pemekaran daerah atau pembentukan daerah otonom baru. Di tengah perjalanan 4 (empat) tahun usia Kabupaten Toba Samosir, masyarakat Samosir yang bermukim di bona pasogit bersama putera-puteri Samosir yang tinggal di perantauan kembali melakukan upaya pemekaran untuk membentuk Samosir menjadi kabupaten baru. Perjuangan pembentukannya diawali pada tanggal 27 Mei 2002 dengan

penyampaian aspirasi masyarakat Samosir kepada Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Toba Samosir. Aspirasi masyarakat tersebut disambut baik oleh kalangan DPRD Kabupaten Toba Samosir dengan menugaskan Komisi A DPRD Kabupaten Toba Samosir mengadakan jajak pendapat pada 9 (sembilan) kecamatan yang berada di Wilayah Samosir. Maka pada tanggal 20 Juni 2002, DPRD Kabupaten Toba Samosir menggelar Rapat Paripurna Khusus dalam rangka pembahasan dan menyikapi usul Pembentukan Kabupaten Samosir dan dengan berbagai pertimbangan serta latar belakang pemikiran masyarakat, melalui musyawarah mufakat ditetapkan Keputusan DPRD Kabupaten Toba Samosir Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Pemekaran Kabupaten Toba Samosir untuk Pembentukan Kabupaten Samosir sekaligus merekomendasikan dan mengusulkannya ke Pemerintah Atasan. Dengan surat DPRD Kabupaten Toba Samosir Nomor 171/866/DPRD/2002 tanggal 21 Juni 2002 tentang Usul Pembentukan Kabaupaten Samosir, kemudian disusul dengan surat Ketua DPRD Kabupaten Samosir Nomor 171/878/DPRD/2002 tanggal 24 Juni 2002 tentang Pemekaran Kabupaten Toba Samosir Propinsi Sumatera Utara yang ditujukan masing-masing kepada : DPR RI Cq. Komisi II DPR RI, Gubernur dan Ketua DPRD Propinsi Sumatera Utara. Dengan rekomendasi DPRD Kabupaten Toba Samosir, pada tanggal 26 Juni 2002 beberapa utusan atau delegasi masyarakat Samosir didampingi Pimpinan DPRD Kabupaten Toba Samosir menemui Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Komisi II DPR RI di Jakarta untuk menyampaikan aspirasi masyarakat akan Pemekaran

(41)

kunjungan ke Samosir yang disambut Bupati Toba Samosir dan Unsur DPRD Kabupaten Toba Samosir serta masyarakat. (sumber : samosirkab.go.id)

Selanjutnya atas usul tersebut, Gubernur Sumatera Utara meminta DPRD Propinsi Sumatera Utara mengadakan rapat paripurna pembahasan pembentukan Kabupaten Samosir yang memberikan persetujuan pembentukan Kabupaten

Samosir yang diteruskan kepada pemerintah pusat. Maka atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa atas perjuangan segenap komponen masyarakat Samosir, baik yang tinggal di bona pasogit maupun yang berada di perantauan seperti yang tinggal di Jakarta dan di Medan, berdasarkan Hak Usul Inisiatif DPR RI di tetapkanlah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara. Kemudian oleh menteri dalam negeri republik Indonesia atas nama presiden Republik Indonesia pada tanggal 7 Januari 2004 meresmikan pembentukan Kabupaten Samosir sebagai salah satu kabupaten baru di Provinsi Sumatera Utara. Atas dasar itu, disepakati bahwa tanggal 7 Januari ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Samosir sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Samosir Nomor 28 Tahun 2005 tentang Hari Jadi Kabupaten Samosir. Seiring dengan diresmikannya Kabupaten Samosir, melalui keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 131.21.27 tanggal 6 Januari 2004 diangkat dan ditetapkan Penjabat Bupati Samosir atas nama Bapak Drs. Wilmar Elyascher Simanjorang, M.Si yang dilantik pada tanggal 15 Januari 2004 di Medan oleh Gubernur Sumatera Utara.

Sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang ditetapkan Pemerintah melalui proses demokrasi-ketatanegaraan, pada bulan Juni 2004 diadakan pemilihan legislatif untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD yang dilanjutkan dengan pemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Sejalan dengan tuntutan perkembangan era reformasi, Undang-undang Nomor 22 Tahun

(42)

Kepala Daerah dipilih dalam satu paket melalui pemilihan langsung. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pada tanggal 27 Juni 2005 diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Samosir secara langsung oleh

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Samosir yakni terpilihnya Ir. Mangindar Simbolon dan Ober Sihol Parulian Sagala, SE sebagai Bupati dan Wakil Bupati Samosir Periode 2005-2010 yang selanjutnya ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.22-740 tanggal 12 Agustus 2005. Kemudian pada tanggal 13 September 2005, Bupati dan Wakil Bupati Samosir terpilih dilantik oleh Gubernur Sumatera Utara atas nama Presiden Republik Indonesia dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Samosir.

Dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di Kabupaten Samosir sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara serta berbagai ketentuan yang berlaku sekaitan dengan tugas dan kewajiban pemerintahan, Pemerintah Kabupaten bersama DPRD Kabupaten Samosir telah berhasil menetapkan berbagai peraturan daerah antara lain Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagai salah satu unsur pendukung dalam penyusunan APBD, Perda Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah sebagai landasan penataan organisasi, Perda tentang Lambang Daerah dan Perda Kabupaten Samosir Nomor 28 Tahun 2005 yang menetapkan bahwa tanggal 7 Januari sebagai Hari Jadi Kabupaten Samosir, kemudian Perda tentang Pemerintahan Desa sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Perda tentang Perijinan, Pengelolaan Keuangan/Barang, Pengawasan Ternak, Pengelolaan Irigasi, Pengendalian

(43)

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2006-2010 sebagai landasan penyelenggaraan pembangunan 5 (lima) tahun ke depan.

( sumber:samosirkab.go.id )

2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Samosir

Secara geografis Kabupaten Samosir terletak pada 20 24‘ - 20 25‘ Lintang Utara dan 980 21‘ - 990 55‘ BT. Secara administratif wilayah Kabupaten Samosir diapit oleh tujuh kabupaten, yaitu di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat. Iklim dan cuaca sebagai daerah pertanian dan sebagian penduduknya hidup dan menggantungkan dengan pertanian, curah hujan merupakan salah satu faktor eksternal yang menentukan keberhasilan pertanian penduduk. Rata-rata curah hujan yang terjadi di Kabupaten Samosir pada tahun 2003 berdasarkan hasil pengamatan dari 7 (tujuh) stasiun pengamatan adalah sebesar 177 mm / bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 11 hari. Temperatur Kabupaten Samosir berkisar antara 170 C - 290 C dengan kelembaban udara rata-rata 85 persen dan tergolong dengan beriklim tropis. Curah hujan tertinggi terjadi bulan November dengan rata-rata 440 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 15 hari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni s/d Agustus berkisar dari 31 s/d 56 mm per bulan, dengan hari hujan 5 s/d 7 hari. Kecamatan yang tertinggi rata-rata curah hujannya adalah harian sebesar 302 mm, sedangkan yang terendah adalah Nainggolan rata-rata sebesar 120 mm. Jenis tanah topografi dan kontur tanah di Kabupaten Samosir pada umumnya berbukit dan bergelombang. Wilayah administratif Kabupaten Samosir terdiri dari 9 kecamatan dengan 117 desa/kelurahan yaitu 111 desa dan 6 kelurahan. Kecamatan

(44)

desa/kelurahan hanya 56 desa yang dapat dijangkau kendaraan roda 4 dan 28 desa dapat dijangkau roda 2, sedangkan yang bisa dijangkau hanya dengan perahu bermotor ada 6 desa dan desa yang sulit dijangkau baik daratan maupun air sebanyak 27 desa. Hal ini mengakibatkan hambatan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat, karena di desa yang sulit tersebut sangat enggan tinggal

petugas secara menetap untuk lama. Akibat keadaan geografis yang sulit mengakibatkan jauhnya masyarakat berjalan ke puskesmas mengakibatkan kunjungan ke Puskesmas di daerah yang sulit sangat rendah. Sedangkan jaringan komunikasi lewat telepon hanya di 2 (dua) kecamatan yang bisa terjangkau yaitu Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Pangururan sementara di 7 (tujuh) Kecamatan yang lain tidak ada jaringan. ( sumber: BPS-Kab.Samosir )

2.1.2. Kondis Kependudukan

Kondisi kependudukan maupun keadaan sosial budaya masyarakat Kabupaten Samosir mempunyai karakter yang khas yaitu memegang teguh kebudayaan dan agama serta adat istiadat yang ada di daerah tersebut. Pada tahun 2011 jumlah penduduk Kabupaten Samosir mengalami kenaikan menjadi 120.772 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 83,62 jiwa per km2. Dimana tingkat kepadatan yang tertinggi berada di ibu kota kabupaten yaitu Kecamatan Pangururan sebesar 29.687 jiwa dengan kepadatan 244,48 jiwa/km2, disusul oleh Kecamatan Onan Runggu sebesar 171,23 jiwa/ km2. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Sitio-tio hanya 141,67 jiwa/km2. Menurut survei sosial ekonomi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penentuan GKM dilakukan berdasarkan pengeluaran penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa makanan. Sedangkan GKNM ditentukan

(45)

2.1.3. Pendidikan

Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang sering ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan prilaku kesehatan.Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan

salah satu faktor pencetus yang berperan dalam mempengaruhi keputusan

seseorang untuk berperilaku sehat. Berdasarkan tingkat pendidikan

terakhir/ditamatkan penduduk laki-laki dan perempuan di Kabupaten Samosir tahun 2011, jumlah penduduk tidak/belum pernah sekolah sebanyak 21.940 jiwa, tidak/belum tamat SD sebanyak 23.339 jiwa, tamat SD sebanyak 22.000 jiwa, tamat SLTP/MTs sebanyak 23.238 jiwa, tamat SLTA/MA sebanyak 35.161 jiwa, tamat Akademi/Diploma sebanyak 3.383 jiwa dan tamat Universitas sebanyak 2.488 jiwa. Kemampuan membaca dan menulis tercermin dari angka melek huruf, yaitu persentase penduduk usia 10 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Pada tahun 2008, persentase penduduk Kabupaten Samosir yang melek huruf tidak dapat ditampilkan karena masih dalam proses pendataan27.

2.1.4. Infrastruktur Kabupaten Samosir

1. Angkutan Darat/Land Transportation jalan merupakan prasarana untuk menghubungkan antara suatu daerah terhadap daerah lainnya. Selain itu memperlancar dan mendorong timbulnya kegiatan perekonomian. Sebagai prasarana transportasi yang penting, dari segi kuantitas selain harus dapat menjangkau daerah yang terisolir, juga memperhatikan dari segi kualitas, yaitu keadaan/kondisi jalan serta rambu-rambu jalan. Sejalan dengan laju pembangunan jalan untuk semakin memudahkan mobilitas penduduk dan barang dari satu daerah ke daerah lain. Panjang jalan di Kabupaten Samosir pada tahun 2005 mencapai 774,48 km

2. Angkutan Danau Selain keindahan Danau Toba, perairan Danau Toba juga berfungsi sebagai prasarana transportasi air yang menghubungkan antar - 27

Referensi

Dokumen terkait

Semakin meningkatnya suhu maka difusi yang terjadi juga semakin besar, sehingga proses ekstraksi juga akan berjalan lebih cepat dan konsentrasi karotenoid

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1)apakah terdapat perbedaan nilai pembelajaran wawancara pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol siswa kelas VIII di

Kriteria umum untuk menetapkan suatu organisme digunakan sebagai indikator adalah : (1) takson yang lebih tinggi dan/atau dipilih takson yang telah diketahui secara detail

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH PADA SISWA KELAS XI IPS 5 DI SMAN 1 NGEMPLAK BOYOLALI

Hal ini sesuai dengan literatur Rahardja (2012) yang menyatakan bahwa penambahan 2,4-D dalam media akan merangsang pembelahan dan pembesaran sel pada eksplan

Sicilia dikelilingi oleh pulau- pulau sehingga hal ini yang membuat tempat ini sangat setrategis untuk dijadikan wilayah pertahanan bagi imperium Bizantium pada permulaan

Uterus menerima suplai darah dari arteri uterina mediana, uteri utero ovarica dan suatu percabangan dari pudenda interna (Partodiharjo, 1987). Efek yang muncul dari

kepemimpinan sebagai keseluruhan tindakan guna mempengaruhi serta mengingatkan orang, dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan, ata u dengan definisi yang lebih