• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontruksi Simbolik Dakwah Bil Hal dalam film Hafalan Shalat Delisa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontruksi Simbolik Dakwah Bil Hal dalam film Hafalan Shalat Delisa"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Oleh:

A. Saiful Mu’minin

NIM: 109051000166

PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

1. Skripsi ini merupakan hasilkarya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

marepakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sangsi yang beralku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

Jakarta, 2 April 2014

(3)
(4)
(5)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin, puji serta syukur kehadirat Allah SWT. berkat

nikmat-Nya yang tidak terhingga sehingga karya sederhana ini dapat terselesaikan

dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita, Nabi

Muhammad SAW, berserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang setia hingga

akhir zaman.

Peneliti sangat ingin berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi dan mengajarkan penulis banyak hal.

Ucapan terimakasih tersebut terutama penulis haturkan bagi:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi. Bapak Dr. Suparto, M.Ed, M.A, Pudek I, Bapak Drs. Jumroni, M.Si,

Pudek II dan juga Bapak Drs.Sunandar, M.Ag, Pudek III.

2. Bapak Rachmat Baihaky, MA, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,

dan Ibu Umi Musyarrofah, MA, Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam.

3. Ibu Siti Napsiyah, M.SW, Dosen Penasehat Akademik KPI E angkatan 2009,

yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan proposal skripsi.

4. Siti Nurbaya, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan

waktunya untuk membimbing peneliti dan memberikan masukan-masukan dalam

(6)

iii

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik

serta memberikan beragam ilmu sehingga peneliti menjadi manusia yang lebih

baik. Semoga ilmu-ilmu pada Dosen dibalas dengan pahala yang tak terhingga.

6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah

membantu peneliti dalam hal administrasi selama perkuliahan dan penelitian

skripsi ini.

7. Orang tua tercinta Ayahanda Ahmad Nurhayat, Ibunda Roinah, sumber semangat,

atas dukungan dan kepercayaannya, sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi

ini dengan semangat. Kiranya peneliti tidak bisa membalas rasa cinta dan jerih

payah beliau dengan karya apapun, tetapi peneliti yakin dengan selesainya tugas

akhir ini bisa membuat mereka bangga terhadap anak laki-lakinya. Semoga ini

menjadi awal semangat untuk adai-adik saya, Musdhalifah yang sedang

menghadapi UN semoga lulus 100%, Hanif Amrullah semoga menjadi suksesi

kakaknya dalam mengarungi pendidikan dunia dan agama, putri kecil Zahwa

Aisyah, Kamilatul lailiyah, Tiara maharani, bagi penulis mereka adalah sumber

semngat

8. Kakek dan Nenek tercinta, Saudara-saudari kami lik Rikayah, lik Ulfatun, mang

Muhyidin, mang Khotimin, kang topic dan saudara-saudari yang tidak bisa tulis

satu persatu namanya, yang selalu bisa membuat peneliti menyadari jika bahagia

itu sederhana.

9. Permai-Ayu DKI Jakarta yang telah memberikan banyak pengalaman khususnya

dalam berorganisasi. Indrawan dan Indrawati, seluruh keluarga besar Permai-Ayu

(7)

iv

10.Sugawan/sugawati KMSGD Jakarta sebagai tempat berdiskusi dan berbagi

pengalaman dalm organisasi.

11.Teman-teman KPI angkatan 2009, khususnya kelas KPI E, Sadam, Ruli, Oki,

adharu dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga ini

menjadi awal kita untuk berkarya.

12.Teman-teman KKN PENA, Pintar, Edukatif, Nasionalis, dan agamis yang telah

memberikan kenangan dan kerja keras semmoga ilmu kita bermanfaat. Dan pihak

yang telah membantu suksesi program kami.

13.Terakhir, penulis mengucapkan terimaksih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Pada akhirnya dengan ketidaksempurnaan ini, penulis berharap semoga karya

sederhana ini dapat bagi penulis dan pembaca. Dan semoga Allah SWT membalas

jasa baik yang telah diberikan dari berbagai pihak kepada penulis selama pembuatan

skripsi ini, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin yarabbal alamin.

Jakarta, 2 April 2014

(8)

v

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode penelitian ... 8

F. Kelemahan Penelitian ... 10

G. Tinjauan Pustaka ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN TEORI 1.1. Tinjauan Umum Tentang Film ... 13

1. Pengertian film ... 13

7. Unsur-unsur Pembentukan Film ... 25

(9)

vi

c. Metode Dakwah dengan hati ... 44

4. Film sebagai media dakwah ... 48

2.3. Analisis Semiotika ... 52

1. Konsep Semiotika ... 52

2. Konsep Semiotika Roland barthes ... 55

BAB III GAMBARAN UMUM 1. Sinopsis Cerita Film Hafalan Shalat Delisa ... 60

2. Pemain dalam Film Hafalan Shalat Delisa ... 63

3. Profil Film Hafalan Shalat Delisa ... 68

BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS DATA 1. Semiotika Film Hafalan Shalat Delisa... 74

2. Analisis Kontruksi Pesan Dakwah dalam Film Hafalan Shalat Delisa ... 98

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan dan Saran ... 103

2. Kesimpulan ... 103

3. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman, kehidupan manusia tidak pernah lepas dari

komunikasi. Komunikasi merupakan aktifitas dasar manusia dan menjadi bagian

yang sangat penting sebagai sarana interaksi satu sama lain. Era globalisasi saat

ini membuat masyarakat menjadi ketergantungan dengan media komunikasi.

Bahkan dalam sebuah riset mengatakan, maju tidaknya suatu negara ditandai

dengan penggunaan media komunikasi di negara tersebut. Media komunikasi

yang digunakan dalam hal ini adalah media massa baik itu media cetak maupun

elektronik.

Media massa sendiri merupakan sarana penyampaian pesan oleh

komunikator kepada komunikan dalam jumlah yang besar. Pesan sendiri dapat

berbentuk komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Dan pesan verbal yang

sering digunakan manusia dalam berkomunikasi baik melalui lisan maupun

tulisan. Komunikan dapat leluasa memilih bentuk pesan dan melalui media apa

pesan tersebut akan disampaikan.

Pada mulanya film merupakan salah satu bentuk media massa yang

dipandang mampu memenuhi permintaan dan selera masyarakat akan hiburan

dikala penat menghadapi aktifitas hidup sehari-hari1 Sejak saat itu, pertunjukan

film telah menjadi saluran pelarian dari masyarakat yang telah bekerja, terutama

didaerah perkotaan. Pada perkembangan selanjutnya film mulai beralih fungsi

1

(11)

tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan akan hiburan masyarakat tetapi juga

menjadi wahana penerangan, edukasi dan transformasi nilai.2

Sebagai transformasi nilai film yang hadir dengan tampilan audiovisual

memberikan kesan tersendiri bagi penontonya, tampilan audiovisual berpengaruh

besar terhadap transformasi nilai baru bagi penontonya. Ditengah begitu derasnya

film-film yang miskin akan nilai trasedental dalam masyarakat, muncul beberapa

film yang serat dengan nilai yang memberikan kritik sosial.

Dakwah pada hakekatnya merupakan aktualisasi imani yang

dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia untuk mengikuti

(menjalankan) ajaran Islam melalui usaha mempengaruhi cara merasa, berfikir,

bersikap, dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dalam rangka

mengusahakan terwujudnya ajaran islam dalam semua segi kehidupan dengan

menggunakan cara tertentu.3 Dalam era globalisasi sekarang ini, di mana alat-alat

elektronik semakin canggih, informasi masuk begitu cepat dan serba instan,

sehingga proses penyampaian Dakwah perlu menggunakan media penunjang

untuk mempermudah dalam penyampaian pesan dakwah kepada sasaran dakwah.

Media dakwah yang saat ini perlu dikembangkan adalah penggunaan

media elektronik, seperti, radio, Tv, film dan lain sebagainya. Melalui media

tersebut, pesan dakwah dapat disiarkan langsung atau melalui rekaman kaset

audio video atau audio visual, agar tujuan dakwah dapat tercapai secara efektif

dan efesien. Film diproduksi untuk memberikan hiburan, informasi edukasi, dan

2 Aep Kusnawan,

Komunikasi Penyiaran Islam, (bandung: Benang Merah Press, 2004), h.94.

3

(12)

persuasi kepada pemirsa. Hal ini sesuai dengan misi perfilman bahwa film

digunakan sebagai media edukatif untuk pembinaan masyarakat.4 Kelebihan

film sebagai media dakwah dapat dilihat dari segi sifatnya, audio visual yaitu

alat-alat yang dapat dioperasikan sebagai sarana penunjang untuk menyampaikan

pesan dakwah yang bisa di dengar sekaligus di lihat.5 Menilai film mempunyai

beberapa keunikan yaitu: Secara psikologis, penyuguhan secara hidup dan

tampak yang dapat berlanjut dengan animation (kegembiraan) memiliki

kecenderungan yang unik dalam keunggulan daya efektifnya terhadap penonton.

Media film yang menyuguhkan pesan hidup dapat mengurangi keraguan apa yang

disuguhkan (makna dari pesan itu sendiri) sehingga lebih mudah diingat dan

mengurangi kelupaan.

Kelebihan media film di atas menimbulkan adanya ketertarikan para

siniman muslim untuk menggunakannya sebagai sarana dakwah Islam. Perpaduan

antara kegiatan dakwah dan pemanfaatan film sebagai media diharapkan dakwah

Islam dapat diterima oleh masyarakat secara lebih luas dan menarik. Sehingga

muncul berbagai film dakwah. Film dakwah atau film Islam adalah film yang di

dalamnya mengandung nilai-nilai Islami, tidak harus dengan menayangkan

ayat-ayat Alqur’an, tetapi menggunakan pesan-pesan dan perilaku kehidupan

yang bernuansa dakwah.

Onong Effendi Uchjana, Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologi,( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), h. 212.

5 Moh . Aziz Ali,

(13)

menjauhkan kita kepada Allah). 6Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam

Al-Qur’an surat Ali Imron 104:

Artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mecegah dari yang

munkar , merekalah orang-orang yang beruntung (Q.S Ali Imron 104).

Film Hafalan Shalat Delisa merupakan film dengan latar belakang

ajaran Islam merupakan ajaran Rahmat Lil Al-Alamin, karena Islam sifatnya

mengayomi, melindungi, membuat damai, tidak mengekang, dan tidak membuat

takut. Film akan menjadi semakin penting sebagai media yang dapat

menyampaikan gambaran mengenai budaya muslim dalam rangka untuk

menghindari benturan dengan budaya dan peradaban lain. Sedangkan

pengkajian fotografi akan berpengaruh pada sudut-sudut pengambilan gambar

yang berefek kepada makna. Sementara pengkajian semiotika dipergunakan untuk

mendapatkan kedalaman makna sebuah realitas dan kemudian direduksi dalam

film. Sebab, pada dasarnya film adalah realitas yang didramatisir.7

Film Hafalan Shalat Delisa menceritakan tentang seorang gadis kecil,

bernama Delisa yang tinggal di sebuah desa kecil di pantai Aceh. Dia merupakan

anak bungsu dari empat bersaudara yaitu Fatimah, Aisyah dan Zahra dari keluarga

Abi Usman dan Ummi. Delisa sangat dekat dengan ibunya (Ummi) serta ketiga

6

Miftah Rakhmat, Catatan Kang Jalal, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), h. 24. 7

(14)

kakaknya. Film ini diawali dengan sebuah cerita pada tanggal 26 Desember 2004.

Delisa bersama Ummi sedang bersiap untuk mengikuti ujian praktek shalat di

sekolahnya dan ketika itu juga tiba-tiba terjadi gempa. Gempa yang cukup besar

membuat ibu dan kakak-kakak Delisa ketakutan. Tiba-tiba Tsunami menghantam,

menggulung desa kecil mereka, sekolah mereka, dan tubuh kecil Delisa serta

ratusan ribu orang lainnya di Aceh dan berbagai pelosok pantai di Asia Tenggara

juga terhantam oleh Tsunami. Delisa berhasil diselamatkan oleh Prajurit Smith

salah satu relawan yang menolong bencana Tsunami. Selama dua hari Delisa

pingsan di cadas bukit dengan luka dikaki. Sayangnya, luka tersebut

mengakibatkan kaki kanan Delisa harus diamputasi. Penderitaan Delisa

menarik iba banyak orang. Prajurit Smith sempat ingin mengadopsi Delisa bila

dia hidup sebatang kara, tetapi Abi Usman berhasil menemukan Delisa.

Film Hafalan Shalat Delisa adalah sebuah film yang mengandung makna

besar dibalik bencana Tsunami yang di rasakan Delisa anak berusia 7 tahun. Dia

kehilangan keluarga, ibu, dan sebelah kakinya. Film ini memuat kisah tentang

keiklasan, kesabaran, dan kekuatan yang ditunjukkan oleh seorang anak.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penulis

tertarik untuk meneliti dan melaporkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul

“Konstruksi Simbolik Dakwah bil-hal dalam Film hafalan Shalat Delisa”

(15)

B. Batasan dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya maka

penulis membatasi penelitian Konstruksi Dakwah bil-hal pada film Hafalan

Shalat Delisa.

2. Rumusan Msalah

Berdasaran batasan masalah yang telah dipaparkan maka rumusan

masalahnya adalah sebagai berikut: Bagaimana Konstruksi Dakwah bil-hal

dalam Film hafalan Shalat Delisa.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan

bagaimana Konstruksi Dakwah bil-hal dalam Film hafalan Shalat Delisa.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini memberikan kontribusi bagi pengembangan

ilmu komunikasi, serta sebagai pengembangan tambahan referensi bahan

pustaka, khususnya penelitian tentang analisis dengan minat dalam kajian

dakwah melalui film dan semiotika, dalam penelitian ini bagaimana

(16)

2. Manfaat Praktis

Menumbuhkan pemahaman tentang arti penting sebuah film, tidak

hanya dari pesannya saja melainkan makna yang tersirat dibalik tanda

pesan film. Terutama pesan dakwah dalam film.

E. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan kajian semiotika Roland Barthes,

penelitian ini bersifat kualitatif. Pendekatan menggunakan konsep

mythologies atau mitos. Roland Barthes menekankan interaksi antara teks

dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara

konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh

penggunanya. Konsep pemikiran Barthes yang dikenal dengan Tatanan

Pertandaan (Order of Signification).

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Film Hafalan Shalat Delisa,

sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah Pesan Dakwah Bil-hal

dalam Film Hafalan Shalat Delisa.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Data Primer adalah data yang diperoleh dari rekaman video original

(17)

visual atau gambar dari potongan-potongan adegan (scene) yang

diperlukan untuk penelitian.

b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur. Literatur yang

mendukung data primer, seperti kamus, internet, artikel Koran, buku-buku

yang berhubungan dengan Film, Dakwah Bil-hal, Dakwah melaui Film,

catatan kuliah dan sebagainya.

4. Teknik penelitian

Teknik penelitian ini terdiri atas dua, yaitu:

a. Observasi teks dengan melakukan pengamatan8 secara langsung dan

tidak terikat terhadap objek penelitian dan unit analisis dengan cara

menonton dan mengamati teliti dialog-dialog, serta adegan-adegan dalam

film Hafalan Shalat Delisa. Kemudian mencatat, memilih dan

menganalisanya sesuai dengan model penelitian yang digunakan.

b. Studi komunikasi (document research), yaitu penulis mengumpulkan

data-data melalui telaah dan mengkaji berbagai literatur yang relevensinya

dengan materi penelitian untuk selanjutnya dijadikan bahan argumentasi,

seperti DVD film, arsip, majalah, surat kabar, catatan perkuliahan, internet

dan lain-lain.

5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis semiotika

model Rolland Barthes, membuat sebuah model sitematis dalam

8

(18)

menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih

tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap. Signifikasi tahap

pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam

sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai

denotasi,yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang

digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini

menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan

perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya.

Sedangkan signifikasi kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja

melalui mitos (myth).9

F. Kelemahan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti akui banyak kekurangan, kelemahan

dalam penulisan, kurang mendalam dalam melakukan analisis, dikarenakan

berbagai aspek yang kurang mendukung dan juga tidak mendapatkan respon

positif atas surat izin riset yang peneliti ajukan. sulitnya akses masuk menuju

Production house.

G. Tinjauan Pustaka

Adapun skripsi lain yang menjadi acuan penulis yaitu skripsi berjudul

ANALISIS SEMIOTIK FILM CIN(T)A KARYA SAMMARIA

SIMANJUNTAK yang merupakan hasil penelitian mahasiswa Komunikasi

Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nurlaelatul Fajriah.

9

(19)

M. Fikri Ghazali. NIM : 206051003915 Analisis semiotik terhadap film 3

DOA 3 CINTA Penulis menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan

semiotik yang dikembangkan oleh pemikir Perancis, Roland Barthes. Pendekatan

semiotik ala Roland Barthes ini memberi titik tekan pada makna denotatif,

konotatif.

Walaupun dalam penelitian ini penulis berkiblat pada skripsi di atas, tetap

penelitian yang dilakukan penulis berbeda. Objek penelitian penulis adalah segala

sesuatu yg berhubungan dengan dakwah dalam film, dengan menggunakan

pendekatan analisis semiotika Roland Barthes. Film ini sengaja diambil penulis

karena belum banyak mahasiswa yang meneliti Film ini. Sehingga, penelitian

yang penulis lakukan diharapkan dapat menambah referensi penelitian film. Film

ini yang akan penulis teliti ini diangkat dari novel dengan judul yang sama.

H. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN : Dalam bab ini penulis akan memaparkan mengenai

Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masala, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, Metodelogi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kajian Teor,

Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN TEORI : Pada bab ini penulis akan menguraikan Film yang

terdiri dari Pengertian Film, Fungsi Film, Jenis-jenis Film, Sejarah Film,

Komunikasi dalam film, Film dalam kajian analisis semiotika. Dakwah yang terdi

dari Pengertian dakwah, Metode Dakwah, Film sebagai media dakwah dan

Analisis Semiotik yang terdiri dariDefinisi Analisis Semiotika, Konsep Semiotika

(20)

BAB III GAMBARAN UMUM : Dalam bab ini penulis akan memaparkan

mengenai Sinopsis Cerita Film Hafalan Shalat Delisa dan Pemain dalam film

Hafalan Shalat Delisa.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA : Dalam bab ini, penulis membahas

tentang Representasi Dakwah dalam Film Hafalan Shalat Delisa Kajian Semiotika

Rolland Barthes dan Analisis Pesan Dakwah dalam Film Hafalan Shalat Delisa.

BAB V PENUTUP : Bab terakhir ini, penulis memberikan kesimpulan dan saran

(21)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang berati panggilan,

ajakan, atau seruan. Dalam ilmu tata Bahasa Arab, kata dakwah berbentuk

isim masdar sedangkan bentuk fi’il-nya adalah yang berarti

memanggil, mengajak, atau menyeru. Menurut Awaludin Pimay, secara

etimologis kata dakwah merupakan bentuk masdar dari kata yad’u (fi’il

mudhari) dan da’a (fi’il madhi) yang artinya adalah memanggil, mengundang,

mengajak, menyeru, mendorong. Kata dakwah dirujukan pada ayat-ayat

Al-Qur’an yang didalamnya menggunakan kata dakwah (Sulthon, 2003: 4), yaitu:

Al-Qur’an surat Ali imron ayat 104.

Artinya: ”Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mecegah dari yang

(22)

Al-Qur’an surat Yunus ayat 25.

Artinya: “Allah menyeru / mengajak menuju ke Negara yang selamat”. Dan

menunjuki orang orang yang dikehendakinya kepada jalan yang lurus.

Secara terminologi, pengertian dakwah tidak ditunjukkan secara

eksplisit oleh Nabi Muhammad. Oleh karena itu, umat Islam memiliki

kebebasan merujuk perilaku tertentu yang intinya adalah mengajak kepada

kebaikan dan melaksanakan ajaran Islam sebagai kegiatan dakwah. Dalam

kaitan dengan itu, maka muncullah beberapa definisi dakwah Sebagai

berikut:

Syekh Ali Makhfud dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin,

mengatakan dakwah adalah “ mendorong manusia untuk berbuat kebajikan

dan mengikuti petunjuk (agama), menyeru mereka kepada kebaikan dan

mencegah mereka dari perbuatan munkar agar memperoleh kebahagiaan

dunia dan akhirat” Toha Yahya Oemar, mengatakan bahwa dakwah adalah:

“Mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai

dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka dunia

dan akhirat” Esensi dakwah adalah segala bentuk aktivitas penyampaian

ajaran Islam kepada orang lain dengan berbagai cara yang bijaksana untuk

terciptanya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan

ajaran Islam dalam semua lapangan kehidupan.

Dari definisi dakwah tersebut, dalam penelitian ini definisi yang

(23)

Islam kepada orang lain dengan berbagai cara yang bijaksana untuk

terciptanya individu dan masyarakat agar menghayati dan mengamalkan

ajaran Islam dan menjauhi larangannya dalam semua lapangan kehidupan

agar memperoleh kehidupan dunia dan akhirat.

2. Dasar Hukum Dakwah

Dakwah merupakan bagian integral dari ajaran Islam yang wajib

dilaksanakan oleh setiap muslim. Kewajiban ini sudah tercermin dari

konsep amar ma’ruf nahi munkar yakni perintah mengajak masyarakat

melakukan kebaikan sekaligus mengajak mereka untuk meninggalkan dan

menjauhkan diri dari kejahatan. Dakwah hukumnya adalah wajib dengan

dasar-dasar yang termaktub dalam firman Allah dan Hadits Nabi. Allah

berfirman dalam al- Qur’an: Perintah berdakwah yang ditujukan kepada para

utusan Allah tercantum dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 67:

Artinya: Hai Rasul sampaikan lah apa yang diturunkan kepadamu dari

tuhanmu. Dan jika kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu

tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan)

manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang

(24)

Perintah dakwah yang ditujukan kepada umat Islam secara umum

tercantum dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125:

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik dan berbantahlah kepada mereka dengan cara yang

baik. Sesungguhnya tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa

yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui

orang-orang yang mendapat petunjuk.

3. Metode Dakwah

Pengertian metode dakwah sebagai mana telah diungkapkan

terdahulu adalah metode yang dilalui seorang da’i dalam menyampaikan

dakwahnya atau metode yang dipakai dalam penerapan pendekatan

dakwah. Secara etimologis dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu da’a,

yang diartikan sebagai mengajak/menyeru.10 Setelah mendata seluruh kata

dakwah dapat didefinisikan bahwa dakwah Islam adalah sebagai kegiatan

mengajak, mendorong, dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah

untuk meniti jalan Allah dan istiqoamah dijalaNya serta berjuang bersama

meninggikan agama Allah. Oleh karena itu, secara terminologis pengertian

10

(25)

dakwah dimaknai dari aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada

kebaikan dan keselamatan dunia akhirat.

Metode dakwah adalah cara mencapai tujuan dakwah, untuk

mendapatkan gambaran tentang prinsip-prinsip metode dakwah harus

mencermati firman Allah Swt: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu

dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan

cara yang baik. (Q.S. An-Nahl 16: 125)

Dari ayat tersebut dapat difahami prinsip umum tentang metode

dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum metode dakwah

yaitu ; Metode hikmah, metode mau’izah khasanah, meode mujadalah

billati hia ahsan, banyak penafsiran para Ulama “terhadap tiga prinsip

metode tersebut antara lain :

1. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya

mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas

disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat

menghilangkan keragu-raguan.

2. Metode mau‟izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi

ingat kepada orang lain dengan pahala dan siksa yang dapat

menaklukkan hati.

3. Metode mujadalah dengan sebaik-baiknya menurut Imam Ghazali

dalam kitabnya Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang

melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu

sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap

(26)

saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran. Demikianlah

antara lain pendapat sebagaian Mufassirin tentang tiga prinsip metode

tersebut.

Imam Muslis berkata “Siapa di antara kamu melihat kemunkaran,

ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya,

jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah

selemah-lemah iman. (H.R. Muslim).

Dari arti hadist tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;

1. Metode dakwah bil-hal

Dakwah bil hal merupakan dakwah yang lebih menekankan

pada perbuatan nyata, bukan hanya sekedar “slogan” untuk

melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar saja. Dakwah ini akan

menjadi efektif jika komunikator (mubaligh) mampu menunjukan

perbuatannya terhadap kata-kata yang disampaikan kepada

komunikan (mad’u).

2. Metode dakwah dengan lisan (billisan)

Dakwah bil lisan merupakan sistem dakwah yang dilakukan

melalui ceramah, khutbah dan lain sebagainya. Dakwah bil lisan

adalah proses penyampaian informasi melalui lisan, kajian yang

dilakukan merupakan ibadah praktis, konteks kajian terprogram

disampaikan dengan metode dialog. Dengan menggunakan

kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad’u, bukan

dengan kata-kata yang keras danmenyakitkan hati.

(27)

Metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati

tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad‟u dengan tulus, apabila suatu

saat mad‟u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang

disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi

dan membenci da‟I atau muballigh, maka hati da’i tetap sabar,

tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap

mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da’i hendaknya

mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah

bil uswatun hasanah, yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik

dalam segala hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW banyak

ditentukan oleh akhlaq beliau yang sangat mulia yang dibuktikan dalam

realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus

menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehar-hari. Dakwah

merupakan kewajiban umat Islam, lebih-lebih mereka yang telah memiliki

pengetahuan agama Islam, menurut batas kemampuan masing-masing.

Dakwah adalah upaya menyampaikan ajaran agama Islam oleh seseorang

atau kelompok orang kepada seseorang atau sekelompok orang agar

mereka meyakini dan memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan

benar. Jadi dalam dakwah yang menjadi tujuan adalah perubahan

keyakinan, pengetahuan dan perilaku sasaran dakwah yang sesuai dengan

ajaran Islam.

Dakwah bil-hal sebenarnya bukanlah merupakan istilah baru dalam

(28)

maupun hadits dan juga sirah Nabi. Dari sumber-sumber tersebut

kemudian muncul penterjemahan baik dalam dataran normatif maupun

empirik. Ada beberapa pengertian tentang dakwah bil-hal. Secara harfiah

dakwah bil-hal berarti menyampaikan ajaran Islam dengan amaliah

nyata,11 dan bukan tandingan dakwah bil-lisan tetapi saling melengkapi

antara keduanya. Dalam pengertian lebih luas dakwah bil-hal,

dimaksudkan sebagai keseluruhan upaya mengajak orang secara

sendiri-sendiri maupun berkelompok untuk mengembangkan diri dan masyarakat

dalam rangka mewujudkan tatanan sosial, ekonomi dan kebutuhan yang

lebih baik menurut tuntunan Islam, yang berarti banyak menekankan pada

masalah kemasyarakatan seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan

dengan wujud amal nyata terhadap sasaran dakwah12. Sementara itu ada

juga yang menyebut dakwah bil-hal dengan istilah dakwah bil-Qudwah

yang berarti dakwah praktis dengan cara menampilkan akhlaq karimah.13

Sejalan dengan ini seperti apa yang dikatakan oleh Buya Hamka bahwa

akhlaq sebagai alat dakwah, yakni budi pekerti yang dapat dilihat orang,

bukan pada ucapan lisan yang manis serta tulisan yang memikat tetapi

dengan budi pekerti yang luhur.14

Berpijak dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa dakwah

bil-hal mempunyai peran dan kedudukan penting dalam dakwah bil-lisan.

Dakwah bil-hal bukan bermaksud mengganti maupun menjadi

11

Lihat Masdar F. Mas'udi, "Mukaddimah : Dakwah, Membela Kepentingan Siapa?",dalam Majalah Pesantren, No. 4 Vol. IV jakarta : P3M, 1987), h.2.

12

Harun Al-Rasyid dkk, Pedoman Pemerintahan Dakwah Bil-Hal, Jakarta: Depag RI, 1989), h.10.

13

Anwar Masy'ari, Butir-butir Problematika Dakwah Islamiyah,(Surabaya: Bina llnuj, 1993), h.205.

14

(29)

perpanjangan dari dakwah bil-lisan, keduanya mempunyai peran penting

dalam proses penyampaian ajaran Islam, hanya saja tetap dijaga isi

dakwah yang disampaikan secara lisan itu harus seimbang dengan

perbuatan nyata da'i.15 Dalam hal ini peran da'i akan menjadi sangat

penting, sebab da'i yang menyampaikan pesan dakwah kepada jama'ah

akan disorot oleh umat sebagai panutan. Apa yang ia katakan dan ia

lakukan akan ditiru oleh jama'ahnya. Itulah sebabnya apa yang ia katakan

harus sesuai dengan apa yang ia perbuat, jika tidak maka da'i akan menjadi

cemoohan umat dan lebih dari itu ia berdosa besar dan pada gilirannya dia

akan ditinggalkan oleh jamaahnya.

Dalam ayat lain masih banyak yang memberi kontribusi

pelaksanaan dakwah bil-hal. Di samping ayat al-Qur'an dalam hadits

Rasulullah banyak yang memberikan dasar bagi dakwah bil-hal seperti

hadits di bawah ini : "Dari Anas ra. Berkata: Tidak pernah Rasulullah saw.

dimintai sesuatu melainkan pasti ia membeilikannya. Sungguh telah

datang seorang peminta kepadanya, maka diberinya kambing yang berada

di antara dua bukit, maka ia kembali kepada kaumnya dan mengajak

mereka "Hai kaumku, segeralah kamu masuk Islam, karena Muhammad

memberi kepada seseorang yang sama sekali tidak k hawatir habis atau

menjadi miskin". Sesungguhnya dahulu orang masuk Islam karena ingin

15

(30)

dunia tetapi tidak lama kemudian tumbuh kecintaannya Islam melebihi

semua kekayaan dunia.16

Dalam hadist ini terdapat dorongan yang kuat agar kaum muslimin

membela (rnembantu) saudara-saudaranya yang lemah, dengan cara

mengetuk pintu hati setiap orang yang memiliki perasaan dan berkeinginan

baik.17 Menurut Jamaludin Al-Qasimi,18 kalimat membantu yang lemah

adalah membantu membebaskan orang muslim yang lemah dan sedang

menghadapi masalah kesulitan serta menjaganya dari ancaman musuh.

Masalah yang dihadapi berhubungan dengan kesusahan hidup baik bersifat

materi maupun non materi. Pernyataan ini diperkuat dengan pemyataan

Rasulullah dalam sebuah hadits: "Orang Islam itu bersaudara, maka

janganlah seorang Islam menganiaya saudaranya dan jangan

membiarkannya tersiksa. Barang siapa memenuhi hajat saudaranya, maka

Allah akan memenuhi hajatnya. Barang siapa yang membantu mengatasi

kesulitan orang lain maka Allah akan melepaskan kesulitan-kesulitan di

hari kiamat dan siapa menutu pintu seorang muslim niscaya Allah

menutupinya dihari kiamat. Dalam hadits ini jelas sekali bahwa

membiarkan sesama muslim teraniaya adalah berdosa dan membantu

mereka keluar dari persoalan adalah ibadah yang bernilai dakwah,

Termasuk membantu saudara kita dalam mengatasi kesulitan juga

mempunyai nilai ibadah yang berkonotasi dakwah. Dalam surat al-Isra'

ayat 84 Allah berfirman : “Katakanlah Tiap-tiap orang berbuat menurut

16

Husen Madhal, Hadits II, (Yogyakarta: Fakullas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga, 1995),h. 216.

17

Al-Qur'an dan Tafsirnya, (yogyakarta: Univereitas Islam Indonesia, 1991), h.229. 18

(31)

keadaannya masing-masing maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang

lebih benar jalannya”.

Pesan moral yang terkandung dalam film ini juga tergolong ke

dakwah bil-hal dikarenakan dalam dakwah bil-hal juga terdapat nilai-nilai

positif. Istilah pesan dalam bahasa Inggris message berasal dari kata latin

yaitu message yang bersumber dari kata yang berarti perintah, nasehat,

permintaan, kata-kata, lambang, ide, amanat yang harus disampaikan atau

dilakukan kepada orang lain.19 Akan tetapi, pengertian pesan yang

dipaparkan di atas bersifat mendasar, dalam arti kata bahwa pesan itu

adalah suatu kata-kata itu menyediakan suatu alat pengantar yang dapat

menyampaikan ide-ide dan informasi, tapi juga persuasif yaitu

pesan-pesan berjalan dengan struktur yang melalui komunikator dan diterima

oleh komunikan agar orang lain bersedia menerima suatu paham dan

keyakinan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.20

Dalam komunikasi, pesan menjadi salah satu unsur penentu

efektifitas suatu tindakan komunikasi. Pesan menjadi unsur utama selain

komunikator dan komunikan, terjadi komunikasi antar manusia. Tanpa

adanya komunikasi pesan, maka tidak pernah terjadi komunikasi yang

jelas antar manusia.21

19

Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), cet. Ke-9, h. 76.

(32)

Menurut beberapa ahli, pesan mempunyai macam-macam arti.

Pesan dapat diartikan sebagai lambang, ide, kata, atau isi pernyataan.

Menurut Hoeta Soehoet, pesan adalah isi pernyataan yaitu hasil

penggunaan akal budi yang disampaikan manusia kepada manusia lain.

Artinya berfungsi untuk mewujudkan isi pernyataan dari bentuknya yang

abstrak menjadi konkret. Dari berbagai definisi yang telah disebutkan,

meskipun terdapat perbedaan dalam perumusan dapat disimpulkan bahwa

pesan merupakan suatu isi pernyataan yang mendatangkan makna dan

respon tertentu. Sebenarnya suatu pesan tidak hanya sebatas menstimulasi

emosi khalayak. Pesan dapat pula dikatakan persuasif manakala

menyentuh rasio khalayak. Bahkan pesan yang disampaikan tidak hanya

menyentuh ratio khalayak tapi juga dapat mengajak khalayak untuk

menjadi sesuatu yang lebih baik.

Dengan demikian pesan akan dapat menghasilkan respon tertentu

seandainya dirancang dengan baik. Untuk itu pesan hendaknya

mengoptimalkan lambang komunikasi yang tersedia (verbal, non-verbal

dan paralinguistik) yang disesuaikan dengan topik yang dikomunikasikan.

Saluran komunikasi yang digunakan dan khalayak yang dituju. Selain itu,

pesan yang dirancang biasanya merupakan refleksi dari prilaku khalayak

yang dituju, sehingga diharapkan merupakan hasil pengkondisian dari

sumber. Dalam penelitian ini, pesan yang ingin disampaikan pada khalyak

adalah pesan yang mengandung nilai-nilai moral. Pesan moral merupakan

(33)

perbuatan dan kelakuan yang ingin disampaikan oleh pembuat film kepada

penontonnya.

Sebagaimana tema, pesan moral hanya dapat ditangkap melalui

penafsiran cerita. Hal ini sekaligus merupakan petunjuk praktis mengenai

berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap,

tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Sutradara atau pembuat film ini

menyampaikan semua hal tersebut di atas melalui penampilan tokoh-tokoh

cerita.

Sebenarnya yang dimaksud dengan moral menurut Kamus Umum

Bahasa Indonesia adalah penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan

kelakuan.22 Dan menurut istilah moral adalah suatu istilah yang digunakan

untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat,

atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau

buruk.23

Moralitas akan muncul dengan sendirinya manakala seseorang

mulai berpikir tentang apa yang harus dilakukan dan tidak harus tidak

dilakukan. Seseorang akan bertindak dengan alasan-alasan tertentu dan

tidak dikendalikan oleh sebab-sebab yang lain. Tindakan moral harus

rasional, alasannya pun harus operatif. Jadi, tidak sekedar rasional semata.

Pada intinya, setiap orang harus mampu bertindak sebagai makhluk yang

22

W.J, S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Rajawali Press, 1980), cet.II, h. 654

23

(34)

bermoral.24 Menurut pandangan Rest, moralitas mencakup makna yang

begitu luas, antara lain:

a. tingkah laku membantu orang lain

b. tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma sosial

c. timbulnya empati atau rasa salah, atau bahkan keduanya

d. penalaran tentang keadilan

e. memperhatikan kepentingan orang lain.

4. Film sebagai media dakwah

Pada masa kehidupan Nabi Muhammad saw, media yang paling

banyak digunakan adalah media audiatif; yakni menyampaikan dakwah

dengan lisan. Namun tidak boleh dilupakan bahwa sikap dan perilaku Nabi

juga merupakan media dakwah secara visual yaitu dapat dilihat dan ditiru

oleh objek dakwah. Sejarah dakwah kemudian mencatat bukan hanya

perkembangan materi dan objek dakwah, melainkan juga mencari

media-media dakwah yang efektif. Ada berupa media-media visual, audiatif,

audiovisual, buku, radio, televisi, drama dan sebagainya.25 Termasuk juga

internet dan film.

Film hadir dalam bentuk penglihatan dan pendengaran. Melalui

pendengaran dan penglihatan inilah, film memberikan

pengalaman-pengalaman baru kepada para penonton. Pengalaman itu menyampaikan

24

Cheppy Haricahyono, Dimensi Pendidikan Moral, (Semarang: IKIP Semarang Pres, 1995), h.67.

25

(35)

berbagai nuansa perasaan dan pemikiran kepada penonton. Selanjutnya,

film sebagai media komunikasi dapat berfungsi pula sebagai media

dakwah, yaitu media untuk mengajak kepada kebenaran dan kembali

menginjakkan kaki di jalan Allah. Film juga tidak terkesan menggurui.

Film mempunyai kelebihan bermain pada sisi emosional, ia mempunyai

pengaruh yang lebih tajam untuk memainkan emosi pemirsa. Berbeda

dengan buku yang memerlukan daya fikir aktif, penonton film cukup

bersikap pasif. Hal ini dikarenakan film adalah sajian siap untuk dinikmati.

film akan menjadi semakin penting sebagai media yang dapat

menyampaikan gambaran mengenai budaya muslim, paling tidak untuk

menghindari benturan dengan budaya dan peradaban lain. Dan film dapat

dijadikan sebagai duta.26

Film itu seperti diketahui merupakan salah satu acara yang

ditayangkan televisi. Terdapat beberapa pesan moral yang dapat diangkat

atau diambil maknanya dari tayangan-tayangan film yang disesuaikan

dengan alur atau jalan cerita dari isi film tersebut. Sebab film memberikan

peluang untuk terjadinya peniruan apakah itu positif ataupun negatif.

Dikarenakan dampak yang ditimbulkan lewat acara-acara film begitu besar

maka sungguh pas dan tepat jika proses dakwah pun dilakukan melalui

film-film yang bertemakan dakwah. Salah satu film yang memberikan

pesan dakwah adalah Kiamat Sudah Dekat. Salah satu fungsi film yang

ditayangkan oleh televisi yaitu sebagai alat komunikasi. Sebab komunikasi

adalah salah satu faktor yang penting bagi perkembangan hidup manusia

26

(36)

sebagai makhluk sosial. Tanpa mengadakan komunikasi individu tidak

mungkin dapat berkembang dengan normal dalam lingkungan sosialnya.

Oleh karena tak ada manusia individu yang berkembang tanpa komunikasi

dengan manusia individu yang lainnya. Sejak manusia dilahirkan, oleh

tuhan diberinya kemampuan-kemampuan dasar untuk berkomunikasi

denngan orang lain atau dengan situasi lingkungan dengan menggunakan

berbagai macam media yang salah satunya melalui acara-acara yang

ditayangkan oleh televisi.

Dengan melihat permasalahan di atas maka bisa dikatakan bahwa

komunikasi dakwah lewat film bisa mempengaruhi kondisi psikologis

pemirsa yang menyaksikannya sehingga dapat menerima ajaran-ajaran

Islam. Hal ini sesuai dengan sasaran dakwah yang menjadi tujuan dakwah

yaitu :" Amar ma'ruf nahi Munkar".27

Media komunikasi visual merupakan alat komunikasi yang dapat

digunakan dengan menggunakan indra penglihatan dalam menangkap

datanya.28 Jadi matalah yang paling berperan dalam pengembangan

dakwah. Media komunikasi yang berwujud alat yang menggunakan

penglihatan sebaai pokok persoalannya terdiri dari jenis alat komunikasi

yang sangat komplit.

Media film slide berupa rekaman gambar pada film positif yang

telah diprogram sedemikian rupa sehingga hasilnya sesuai dengan apa

yang telah diprogramkan. Drs.Slamet Muhiamin Abda dalam

27

http://elmubarok.blogspot.com/2009/12/peran-film-sebagaimediadakwah. diakses tanggal 20 Desember 2013.

28

(37)

bukunya Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah,mengatakan pengoprasian

film slide melalui proyektor film slide yang kemudian gambarnya

diprokyesikan pada screen (layar).29 Adapun kelebihah film slide antara

lain,mampu memberikan gambaran yang cukup jelas cepat kepada

audiensi tentang informasi yang disampaikan oleh seorang juru

dakwah,dan film slid dapat dipakai berulang-ulang sesuai dengan yang di

inginkan.

Film adalah salah satu media audiovisual yang merupakan salah

satu perangkat komunikasi yang dapat ditangkap baik melaui indra

pendengar, maupun penglihatan. Film sangat memikat komunikannya

karena operasionalisasi dari film itu didahului oleh adanya periapan yang

sanggat cukup matang, seperti adanya: naskah cerita, scenario,

shooting dan acting dari pemeran utama dan yang lainnya. Dakwah

melalui film memang akan lebih efektif dibandingkan dengan media

lainnya. Sebab penyajiannya dapat diatur dalam berbagai bentuk dan

variasi sehingga kesannya tidak seperti menggurui. Pengaruh dakwah

melalui film dapat dilihat sejauhmana film memberikan kesan terhadap

menonton. Selain itu, terpulang kepada penonton sejauhmana penonton

mengambil dan menaplikasikan apa yang mereka tonton.

29

(38)

B. Tinjauan Umum Tentang Konstruksi

1. Konstruksi

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat

pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan

hidup yang berbudaya modern Konstruktivisme merupakan landasan

berfikir, pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun

oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks

yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah

seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan

diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi

makna melalui pengalaman nyata.

Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat

belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan

pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori Konstruktivisme adalah

sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin

belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan

keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain.

Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini

memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri

kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan

guna mengembangkan dirinya sendiri.30

30

(39)

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang

bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang

dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang

baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan

himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini

menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih

dinamis.

Perspektif konstruktivisme berakar dari filsafat tertentu tentang

manusia dan pengetahuan. Makna pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan,

dan bagaimana seseorang menjadi „tahu’ dan berpengetahuan, menjadi

perhatian penting bagi aliran konstruktivisme. Pada dasarnya perspektif ini

mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat kontekstual daripada

absolute, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak (multiple

perspective) bukan hanya satu perspektif saja. Hal ini berarti, bahwa

pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman individual melalui interaksi

dengan lingkungan dan orang lain.31

Perspektif konstruktivisme ini sering kali diperbandingkan dengan

perspektif tradisional objektivis, yang beranggapan bahwa pengetahuan

merupakan suatu objek di luar manusia, yang mempunyai sifat objektif

dengan struktur tertentu yang jelas. Sebagaimana telah disebutkan

sebelumnya, pemahaman orang tentang konstruktivisme beragam, karena

konstruktivisme memang mempunyai beberapa perwujudan tergantung

31

(40)

dari sisi mana dilihatnya. Sehingga untuk memahami perspektif

konstruktivisme dengan utuh maka perlu untuk membahas dua sisi bentuk

konstruktivisme yaitu konstruktivisme individual dan konstruktivisme

sosial.32

2. Komunikasi dalam film

Sebelum lebih dalam berfokus pada film doku-drama, perlu

dituliskan mengenai peranan film sebagai salah satu media komunikasi

massa di Indonesia. Peranan film sebagai media komunikasi massa sudah

muncul sejak berdirinya Indonesia. Namun pasca Dekrit Presiden Juli

1959, komunikasi massa mengalami massa peralihan. Peralihan yaitu

antara komunikasi massa liberalis yang ingin ditinggalkan, menuju pada

komunikasi massa sosialis yang merupakan harapan selanjutnya.

Keberadaan komunikasi massa, termasuk film, pada akhirnya terombang –

ambing. Akan tetapi, keberadaan film sebagai komunikasi massa pun

dipertegas dalam Ketetapan MPRS/ No. II/ MPRS/ 1960, yang dituliskan

bahwa film bukanlah semata – mata barang dagangan, tapi juga

merupakan alat pendidikan dan penerangan (dalam Lee, 1965: 149). Tentu

film yang diharapkan dalam MPRS ini adalah film sebagai media untuk

membentuk masyarakat Indonesia yang sosialis, seperti yang menjadi

orientasi negara.

Harapan Ketetapan MPRS agar film menjadi penggerak massa

yang mendukung pembangunan, nampaknya tidak terkabul. Masih banyak

32

(41)

film Indonesia pada masa itu yang komersil, yang merupakan sisa – sisa

faham kapitalis – liberalis. Demi mendapat keuntungan semata, kualitas

film pun rendah, tak diperhatikan oleh sang pembuat. Hakikat film sebagai

media komunikasi massa (alat penerangan dan alat pendidikan) menjadi

„kabur’.

Permasalahan ini kemudian diatasi pemerintah dengan

mengeluarkan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1965, tentang “Pembinaan

Perfilman”. Penetapan Presiden ini mengatur tentang film, agar film

menjadi pendukung dan penyebar ideologi – ideologi negara.33 Peraturan

ini secara implisit menetapkan film agar menjadi media kampanye negara.

Tentu saja ini karena efektifnya film untuk menjangkau khalayak luas di

Indonesia.

Undang – Undang yang mengatur perfilman Indonesia saat ini pun

masih menghendaki bahwa film sebagai media komunikasi massa, yaitu

Undang – Undang RI No. 8 tahun 1992 tentang Perfilman (yang

merupakan produk Orde Baru dan masih menjadi pro kontra atas

relevansinya untuk masa reformasi ini). Dalam pasal 5, dituliskan bahwa:

“Film sebagai media komunikasi massa pandang – dengar mempunyai

fungsi penerangan, pendidikan, pengembangan budaya bangsa, hiburan,

dan ekonomi”. Dalam Undang – Undang ini jelas bahwa pemerintah

menginginkan film yang tidak hanya komersil, tetapi juga media

pendidikan dan media untuk mengembangkan kebudayaan bangsa

Indonesia.

33Oey Hong Lee, “Publisistik Film”

(42)

Keberadaan film sebagai media komunikasi massa, seperti yang

diharapkan oleh pemimpin terdahulu, kurang mendapat perhatian dari

pembuat – pembuat film saat ini. Film Indonesia saat ini masih seragam,

mengikuti arus yang diinginkan oleh pasar. Di dalam film tersebut, jarang

ditemukan unsur edukasi atau ajaran nilai – nilai sosial. Tahun 2007,

Indonesia penuh dengan film horor yan bisa dibilang horor tanggung.

Horor kemudian diikuti dengan komedi–seks. Dennis McQuail

berpendapat bahwa film memiliki kemampuan untuk mengantar pesan

secara unik.34 Kemampuan film inilah yang diabaikan oleh pembuat film

Indonesia kebanyakan, yang hanya mengikuti arus. Pesan – pesan yang

harusnya bisa disampaikan melalui film yang mengandung nilai estetika,

tidak dimunculkan oleh para pembuat film.

Keberadaan film sebagai media massa yang dapat mempengaruhi

pola pikir dan tingkah laku khalayak, didukung oleh beberapa teori. Teori

tersebut antara lain adalah agenda setting theory oleh Maxwell McCombs

dan Donald L. Shaw, serta teori tentang psikologi yaitu social learning

theory oleh Albert Bandura. Kedua teori ini menjelaskan tentang

hubungan linier antara film dengan khalayaknya.

Dalam hal ini, film mempunyai kemampuan untuk mengarahkan

dan menuntun perhatian masyarakat pada peristiwa tertentu. Dengan

agenda-agendanya ini, film berpotensi untuk memasukkan unsur

pendidikan, nilai sosial, pengetahuan sejarah, dan pengetahuan

kebudayaan di dalamnya. Dengan pemasukan unsur – unsur tersebut, dapat

34

(43)

membentuk pemikiran masyarakat yang kritis dan berwawasan. Laiknya

film menggunakan kelebihannya ini karena sosialisasi tentang nilai – nilai

sosial dalam kehidupan masyarakat tidak hanya tanggung jawab keluarga

dan lingkungan sekitar, tapi juga tanggung jawab dari film yang memiliki

agenda dalam penceritaannya, dan audiencedapat berpotensi untuk

mengikuti agenda media tersebut.

Pengadopsian khalayak akan agenda dalam media massa juga

terdukung dengan teori pembelajaran sosial oleh Albert Bandura. Teori

pembelajaran sosial menerangkan bahwa seseorang belajar dari peniruan

dari hasil pengamatannya. Dalam hal ini, khalayak mengkonsumsi film,

yang kemudian secara tidak langsung terjadi suatu pengamatan. Contoh

dari teori ini adalah percobaan oleh Bandura dan Walters yang

mengindikasikan bahwa ternyata anak-anak bisa mempunyai perilaku

agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model, misalnya

melalui film atau bahkan film kartun.

10.Film dalam kajian analisis semiotika

Film dalam kajian nalisis semiotik

Film merupakan bidang yang amat relevan bagi analisis semiotik.

Seperti yang dikemukakan Art Van Zoest, film dibangun dengan tanda –

tanda semata. Tanda – tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang

bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda

dengan tanda – tanda fotografi statis, rangkaian tanda dalam film

menciptakan imajinasi atau sistem penandaan. Pada film digunakan tanda

(44)

yang dinamis pada sebuah film merupakan ikonis bagi realitas yang

dinotasikannya.35

Analisis semiotik pada film berlangsung pada teks yang merupakan

struktur dari produksi tanda. Bagian struktur penandaan dalam film

biasanya terdapat dalam unsur tanda paling kecil, dalam film disebut

scene. Scene dalam film merupakan satuan terkecil dari struktur cerita film

atau biasa disebut alur. Alur sendiri merupakan sejumlah motif satuan –

satuan fiksional terkecil yang terstruktur sedemikian rupa sehingga mampu

mengembangkan tema serta melibatkan emosi – emosi. Sebuah alur

biasanya mempunyai fungsi estetik pula, yakni menuntun dan

mengarahkan perhatian penonton ke dalam susunan motif-motif tersebut.

Analisis semiotik berupaya menemukan makna tanda termasuk

hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena

sistem tanda sifatnya sangat kontekstual dan bergantung pada

pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil

pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut

berada.36

Di dalam teori semiotika, proses pemaknaan gagasan, pengetahuan

atau pesan secara fisik disebut representasi. Secara lebih tepat ini

didefinisikan sebagai penggunaan tanda – tanda untuk menampilkan ulang

sesuatu yang dicerap, diindra, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk

35 Miftah, Rachmat

, Teknik praktis riset komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), h. 263.

36

(45)

fisik.37 Cerita pada film tidak saja berupa refleksi dari realitas kehidupan

masyarakat yang dipindahkan ke dalam seluloid semata, film juga menjadi

media representasi dari kehidupan masyarakat. Dalam hal ini film

menghadirkan dan membentuk kembali realitas berdasarkan kode – kode,

konvensi – konvensi dan ideologi dari kebudayaan. Menurut Stuart Hall,

seperti dikutip Budi Irawanto, film sebagai sebuah konsep representasi

memiliki beberapa definisi fungsi, yaitu menunjuk, baik pada proses

maupun produksi pemaknaan suatu tanda. Representasi juga menjadi

penghubung makna dan bahasa dengan kultur. Lebih jauh lagi, makna

dikonstruksi oleh sistem representasi dan diproduksi melalui sistem bahasa

yang fenomenanya bukan hanya melalui ungkapan–ungkapan verbal tapi

juga visual.

2.3. Analisis Semiotika

1. Konsep Semiotika

Semiotika atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk

pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa

sedangkan semiotika lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang

berasal dari kata Yunani semeitika yang berarti “tanda” atau “sign” dalam

bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti:

bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya.38

37

Alex Sobur, Simiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), cet. Ke-2, h. 128.

38

(46)

Secara sederhana semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda.

Semiotika mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan

konvensi-konsensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut berarti.39 Dalam

pengertian yang hampir sama semiotika adalah studi tentang bagaimana

bentuk-bentuk simbolik diinterprestasikan. Kajian ilmiah mengenai

pembentukan makna.40 Secara substansial, semiotika adalah kajian yang

concern dengan dunia simbol. Alasannya, seluruh isi media massa pada

dasarnya adalah bahasa (verbal), sementara itu bahasa merupakan dunia

simbolik.41

Semiotika seperti yang kita kenal dapat dikatakan baru karena

berkembang sejak awal abad ke-20. Memang pada abad ke-18 dan ke-19

banyak ahli teks (khususnya Jerman) berusaha mengurai pelbagai masalah

yang berkaitan dengan tanda, namun mereka tidak menggunakan

pengertian semiotik.42

Semiotika (semiotics) didefinisikan oleh Ferdiand de Saussure di

dalam course in general linguistic, sebagai ilmu yang mengkaji tentang

tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial.43 Sedangkan semiotika tidak

39

www.wikipedia.com, arti diakses pada 22 Oktober 2013. 40

James Lull, Media Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Terj). A. Setiawan Abadi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997), cet. Kel-1, h. 232.

41

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet-ke-4, h. 140.

42

Tommy Christomy, Semiotika Budaya, (Depok: UI, 2004), cet. Ke-1, h. 81 43

(47)

hanya meneliti mengenai signifier dan signified, tetapi juga hubungan

yang mengikat mereka, tanda yang berhubungan secara keseluruhan.44

Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de

Saussure (1857-1913) dan Charles Sanders Peirce (1839-1914). Kedua

tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak

mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat.

Latar belakang keilmuan Saussure adalah lingustik sedangkan Peirce

adalah filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi

(semiology).45 Ada dua gagasan besar tentang tanda yang umumnya

dijadikan dasar bagi penelitian semiotika, yakni gagasan tentang tanda

menurut Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce Filsuf

sekaligus ahli logika. Beberapa konsep dasar dari pemikiran Saussure dan

juga pengikutnya, termasuk Barthes, yaitu :

a). A signifier (significant) forma atau citra tanda tersebut, misalnya:

tulisan di kertas, atau suara di udara. Atau dengan kata lain, wujud fisik

dari tanda.

b). The signified (signifie) konsep yang direpresentasikan atau konsep

mental.46

Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign).

Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan

44

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, h. 123. 45

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual: Metode Analisis Tanda dan Makna Pada karya Desain Komunikasi Visual, (Yogyakarta : Jalasutra, 2008), ke-2, h. 11

46

(48)

sebuah ide atau petanda (signified). Penanda adalah “bunyi yang

bermakna” atau “coretan bermakna.47

Sementara itu. Charles Sanders

Peirce, manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda.48 Peirce

dikenal dengan teori segitiga makna-nya (triangle meaning). Berdasarkan

teori tersebut, semiotika berangkat dari tiga elemen utama yang terdiri

dari: tanda (sign), acuan tanda objek, pengguna tanda (interpertant).

Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek

adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda

yang ada dibenak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

Apabila elemen-elemen tersebut berinteraksi dalam bentuk seseorang,

maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda

tersebut.49

2. Konsep Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga menengah Protestan

di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat panyai Atlantik

di sebelah barat daya Prancis. Dia dikenal sebagai salah seorang pemikir

strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi

Saussurean.50 Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat

dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik

pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna

yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes

47

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 64. 48

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, h. 16.

49

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Sesuatu Pengantar, h. 115 50

(49)

meneruskan pemikiran tersebut yang dikenal dengan istilah “order of

signification”.51

Two orders of singnification (signifikasi dua tahap atau dua tatanan

pertandaan) Barthes terdiri dari first order of signification yaitu denotasi,

dan second orders of signification yaitu konotasi. Tatanan yang pertama

mencakup penanda dan petanda yang berbentuk tanda. Tanda inilah yang

disebut makna denotasi.52

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan

antra tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang

eksplisit, langsung , dan pasti. Sedangkan konotasi adalah tingkat

pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang

di dalamnya beroperasi makna yang bersifat implisit dan tersembunyi.53

Tabel 1. Peta tanda Roland Barthes :

51

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 268 52

M. Atonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Teori dan Aplikasi, h. 56 53

Tommy, Semiotika Budaya, h. 94.

1. Signifier (Penanda) 2. Signified (Petanda)

(50)

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri

atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda

denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut

merupakan unsur material: hanya jika kita mengenal tanda “singa” barulah

konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi

mungkin.54 Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar

memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda

denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah

sumbangan Barthes yang berarti bagi penyempurnaan semilogi Saussure,

yang berhenti pada penandanaan dan tatanan denotatif. Konotasi dan

denotasi sering dijelaskan dalam isitlah tingkat representasi. Secara

ringkas, denotasi dan konotasi dapat dijelaskan sebagai berikut.55

a. Denotasi adalah interaksi antara singnifier dan signified dalam sign, dan

antara sign dengan referent (object) dalam realitas eksternal.

b. Konotasi adalah interaksi yang muncul ketika sign bertemu dengan

perasaan atau emosi pembaca atau pengguna dan nilai-nilai budaya

mereka. Makna menjadi subjektif atau intersubjektif. Tanda lebih terbuka

dalam penafsirannya pada konotasi daripada denotasi.

Secara sederhana, denotasi dijelaskan sebagai kata yang tidak

mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan. Maknanya disebut

makna denotatif. Makna denotatif memiliki beberapa istilah lain seperti

makna denotasional, makna referensial, makna konseptual, atau makna

54

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69. 55

Gambar

Tabel 1. Peta tanda Roland Barthes :
Gambar 01 Visual
Gambar 02
Gambar 03 Visual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setiap umat muslim jugaberkewajiban untuk melakukan da’wah menurut kemampuan yang dimilikinya.e ee tapi jangan sampai ketika berkuasa lalu merubah ideologi bangsa yang

ditulis oleh Saiful Hamdi, Asna Husin dan Eka Srimulyani yang menyajikan fakta keterlibatan perempuan di ruang publik masih terkesan terbungkus dengan paradigma gender yang

Komite Investasi dan Manajemen Risiko dibentuk untuk membantu Dewan Komisaris memastikan bahwa prinsip dan kaidah tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance –

Terdapat beberapa nilai densitas yang berbeda atau tidak sama dengan kelompok perlakuannya disebabkan oleh faktor usia alat yaitu kemampuan penetrasi sinar-X dari ke tiga

Jadi biaya modal komponen saham biasa merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan investor dengan mencari nilai di masa sekarang (present value) dari dividen yang akan

Gambar 4 memperlihatkan radiograf laju pergerakan BaSO 4 arah pandang VD mulai mengisi lambung pada menit ke-5 hingga usus besar pada menit ke-180 tanpa perlakuan

Ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kecemasan pada pasien gagal ginjal kronis di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Unit II Gamping

Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan Usaha Besar dengan