Perbandingan Model Logit dan
Model Multiple Discriminant
Analysis
(MDA) Sebagai
Early Warning Systems
(EWS)
Untuk Memprediksi Kondisi Bermasalah Pada Bank-Bank
Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa di Indonesia
Diajukan Oleh : Vita Permatasari
107081003538
JURUSAN MANAJEMEN
KONSENTRASI PERBANKAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Vita Permatasari
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 05 September 1989
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Maryadi, SE
Nama Ibu : Nurhayati Rais
Anak ke dari : 1 dari 4 bersaudara
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Jalan Musyawarah No.10 A RT.04/RW. 04, Sawah
Lama, Ciputat, Tangerang Selatan.
Telp/ Hp : 08999796495
E-mail : thavieta_permatasari@yahoo.com
PENDIDIKAN FORMAL
1994-1995 : TK Miftahul Hulda
1995-2001 : SD Negeri VI Ciputat
2001-2004 : SMP Islam AL-Falaah
2004-2007 : SMA Dua Mei Ciputat
2007-2011 : S1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
vi
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota PRAMUKA SMP Islam AL-Falaah tahun 2001-2003
2. Anggota OSIS SMA Dua Mei Ciputat tahun 2005
3. Panitia REKAYASA (Rekam Jejak Budaya Bangsa) sebagai ketua divisi
keseketariatan tahun 2008
4. Aktif dalam organisasi Ikatan Remaja 04, Sawah Lama, Ciputat tahun 2004 – sekatrang.
SEMINAR DAN PELATIHAN
1. Mengikuti Pelatihan Manajemen Organisasi “Meningkatkan Profesionalitas dan Integritas Kader, Melahirkan Pemimpin Berkualitas” pada tahun 2008.
2. Mengikuti Seminar Ekonomi Nasional dengan tema “Demokrasi versus Kesejahteraan Rakyat” pada tahun 2009.
vii
ABSTRACT
This research is testing the capability of several forewarning system model logit and model Multiple Discriminant Analysis (MDA) to predict the bank bankruptcy. This research also examined significant difference of bank financial ratios between troubled banks and not troubled banks. Research sample consisted of 16 Foreign Exchange Bank (FEB) and Non-Bank Foreign Exchange (NFEB) with a predicted period of research between 2007-2009. Samples taken in the research with purposively sampling method. The variables used are the which eight financial ratios CAR, ATTM, NIM, LDR, PM, APB, NPLg dan NPLn .Statistic methods used in this research are logit analysis, and Multiple Discriminant Analysis (MDA) Independenst sample T-test was applied to analyze wherher bank ratios of troubled banks and not troubled banks.
Our result shows the model Multiple Discriminant Analysis (MDA) is more pre-eminent than model Logit. The result show that bank financial ratios had a classification power to predict troubled banks and not troubled banks. This research also indicate that ATTM and NIM ratios are statistically different for the condition of the bank troubled banks and not troubled banks, finally only APB is significant variables in determinant troubled banks and not troubled banks.
viii
ABSTRAK
Penelitian ini menguji kemampuan model logit dan model Multiple Discriminant Analysis (MDA) dalam sistem peringatan untuk memprediksi kebangkrutan bank. Penelitian ini juga menguji perbedaan yang signifikan antara rasio keuangan bank pada bank bermasalah dan bank tidak bermasalah. Sampel penelitian ini terdiri dari 16 bank devisa dan non devisa dengan periode prediksi penelitian antara 2007-2009. Sampel penelitian diambil dengan metode purposive sampling. Variabel yang digunakan sejumlah delapan rasio keuangan bank yakni CAR, ATTM, NIM, LDR, PM, APB, NPLg dan NPLn. Model statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model logit dan model Multiple Discriminant Analysis (MDA). Independent sample T-Test digunakan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio keuangan bank pada bank bermasalah dan bank tidak bermasalah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Multiple Discriminant Analysis (MDA) lebih baik dibandingan model logit untuk memprediksi kebangkrutan bank. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan bank memiliki daya klasifikasi atau daya prediksi untuk kondisi bank bermasalah dan bank tidak bermasalah. Dalam penelitian ini juga memberikan bukti bahwa rasio ATTM dan NIM secara statistik berbeda untuk kondisi bank bermasalah dan bank tidak bermasalah. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris bahwa hanya rasio keuangan APB yang secara statistik signifikan untuk memprediksi kondisi bank bermasalah dan bank tidak bermasalah.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan begitu banyak curahan rahmat dan kasih sayangnya serta
nikmatnya yang tidak dapat dihitung dan dinilai selain dengan kata syukur untuk
menggambarkan rasa terima kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul ”Perbandingan Model Logit dan Model Multiple Discriminant Analysis (MDA) Sebagai Early Warning Systems (EWS) Untuk
Memprediksi Kondisi Bermasalah Pada Bank-Bank Umum Swasta Nasional
Devisa dan Non Devisa di Indonesia”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang telah
merubah dari zaman kegelapan menjadi zaman terang benderang saat ini dengan
ilmu pengetahuan, semoga kita termasuk umatnya yang mendapat syafaat dihari
nanti.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah berkenan memberikan bantuan dan bimbingan dalam
menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga
allah SWT memberikan balasan yang terbaik terutama kepada:
1. Papa dan mama terima kasih atas segala kasih sayang yang tulus,
perhatian, pengorbanan, kesabaran, motivasinya serta doa-doa yang papa
dan mama panjatkan kepada Allah untuk vita. Rabbighfirli waliwaalidayya
warhamhumaa kamaa rabbayani shaghiira.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
dan pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya untuk
memberikan pengarahan serta bimbingan dalam proses penyusunan skripsi
ini.
3. Ibu Murdiyah Hayati, S. Kom, MM selaku pembimbing II yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan serta bimbingan
dalam proses penyusunan skripsi ini.
x
5. Ibu Lies Suzanawaty, SE, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Manajemen.
6. Segenap jajaran pengajar atau dosen yang tanpa pamrih memberikan
ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi penulis. Semoga semua ilmu-ilmu yang diberikan
selalu dalam keberkahan Allah SWT sehingga dapat berguna kelak dihari
kemudian.
7. Adik-adikku tersayang terimakasih atas keceriaan, dorongan dan
doa-doanya. Semoga kalian selalu di lindungi Allah SWT dan kelak menjadi
orang yang sukses.
8. Keluarga kecil Manajemen D 2007. Terima kasih untuk sahabat-sahabatku
tersayang safitri, Tuty, Nadia dan juga teman-temanku yang lainnya Tya,
Yana, Dewi, Diah, Deta, Lya, Rima, Susan, Isty, Ika, Lingga, Agus,
Yandi, Ichank, Ryo, Dedy, Dery, Roby, Addin, Ivan, Haikal, Qodar, Abi,
Andry, Wahyudi, Fityan, Kamil dan Latief.
9. Untuk sahabatku Dewi Yani dan Bayu Diah Ayunda (yang udah nemenin
ke BI cari data, jelajah ke perpus-perpus, banyak ngebantuin dalam segala
hal, selalu menggingatkan dan maksa supaya skripsinya di kerjain hehe ,
makasie sayang buat semangat, motivasi dan nasehat yang ga ada
abis2nya), Aztyara Ismadharliani dan Susan Aprilia (yang udah
ngeluangin waktunya buat ngajarin vita, minjemin buku dan nasehatnya),
Yolanda (yang udah ngajarin baca laporan keuangan bank), Safitri Setyo
Utami S. (yang udah ngasih semangat, hunting ke perpus, yang udah
nemenin begadang di YM haha).
10.Untuk teman-temanku Agus Surahman a.k. a waw2 (yang udah banyak
bantuin vita, ngasih semangat, ngajarin ngolah data padahal lagi sibuk
nyelesaiin skripsinya juga hee), Andri Yani a.k. a choey (yang udah
ngeluangin waktunya buat bantuin nginstall aplikasi spss), Rizky Maulana
a.k. a kidut (yang udah ngasih semangat n minjemin buku). Makasie ya
teman-teman sukses buat kalian semua.
11.Teman-teman Manajemen Perbankan E Ayu, Dini, Wulan, Novi, Pinkan,
Ka Adi, Bang Ole, Wawo, Ari, Dani, Jeje, Perri, Zadi, Fauzi, Doli,
xi
12.Para staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta :
staf administrasi, keuangan, perpustakaan dan staf jurusan manajemen.
13.Para staf perpustakaan Bank Indonesia (yang udah baik banget bantuin
cariin data-data yang dibutuhin).
14.Untuk Moch. Syaiful Agam, orang yang selalu setia menemani,
memberikan nasehat, dorongan, motivasi, semangat, perhatian dan doanya
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
15. Seluruh pihak yang turut mendukung dan membantu penulis baik moril
maupun materil, namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 17 Agustus 2011
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i
LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
ABSTRACT ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 11
xiii
B. Kebankrutan ... 16
C. Penyebab Kebangkrutan ... 19
D. Tahap-tahap dan Berbagai Indikator Kebangkrutan ... 21
E. Tingkat Kesehatan Bank ... 24
F. Laporan Keuangan ... 29
G. Manfaat Laporan Keuangan ... 34
H. Rasio Keuangan Perbankan ... 36
I. Pengertian Logit ... 42
J. Pengertian Multiple Discriminant Analysis (MDA) ... 43
K. Penelitian Sebelumnya ... 43
L. Kerangka Berpikir ... 49
M. Hipotesis ... 54
BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 55
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 55
B. Metode Penentuan Sampel ... 56
C. Metode Pengumpulan Data ... 58
D. Metode Analisis ... 59
E. Operasional Variabel-Variabel Penelitian ... 69
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 72
A. Sekilas Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 72
xiv
1. Analisis Deskriptif ... 73
2. Uji Asumsi Diskriminan ... 90
3. Analisis Multiple Discriminant Analysis (MDA) ... 94
4. Analisis Regresi Binary Logit ... 106
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 119
A. Kesimpulan ... 119
B. Implikasi ... 120
DAFTAR PUSTAKA ... 122
xv
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1. Prediksi Kebangkrutan ... 19
2.2. Penelitian Sebelunya ... 49
3.1. Pengambilan Sampel Penelitian ... 58
4.1. Bank Umum Swasta Nasional Devisa ... 72
4.2. Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa ... 72
4.3. Perhitungan Nilai CAR ... 73
4.4. Perhitungan Nilai ATTM ... 76
4.5. Perhitungan Nilai NIM ... 78
4.6. Perhitungan Nilai LDR ... 81
4.7. Perhitungan Nilai PM ... 83
4.8. Perhitungan Nilai APM ... 85
4.9. Perhitungan Nilai NPLg ... 87
4.10. Perhitungan Nilai NPLn ... 89
4.11. Hasil Uji Normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 91
4.12. Uji Independent Sample T-Test ... 93
4.13. Uji Linieritas ... 94
4.14. Analysis Case Processing Summary ... 95
4.15. Test of Equality of Group Means ... 96
4.16. Uji Variabel Independent Secara Stepwise ... 100
4.17. Wilks’ Lambda Model MDA ... 100
xvi
4.19. Tingkat Keakuratan ... 102
4.20. Fungsi Diskriminan ... 103
4.21. Functions of Group Centroid ... 103
4.22. Ketepatan Prediksi Klasifikasi ... 105
4.23. Identifikasi Data ... 107
4.24. Case Processing Summary ... 107
4.25. Ketepatan Model dalam Memprediksi Kondisi Bermasalah 0 ... 108
4.26. Ketepatan Model dalam Memprediksi Kondisi Bermasalah 1 ... 109
4.27. Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square ... 110
4.28. Hasil Identifikasi Prediksi Klasifikasi ... 110
4.29. Ketepataan Prediksi Klasifikasi ... 111
xvii
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1. Kerangka Berpikir ... 53
3.2. Model Fungsi Diskrminan ... 64
xviii
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
1. Data-data variabel penelitian tahun 2007-2009 ... 126
2. Output SPSS 17 Uji Normalitas ... 131
3. Output SPSS 17 Uji Model Multiple Discriminant Analysis (MDA) ... 133
1
BAB I
PENDAHULUAN
B. Latar Belakang Masalah
Industri perbankan Indonesia telah mengalami pasang surut dimulai pada
tahun 1983, dengan adanya campur tangan Bank Indonesia sebagai bank
sentral dalam pengaturan kredit dan tingkat suku bunga terhadap bank-bank
nasional sejak penyediaan kredit likuiditas dalam jumlah yang melimpah,
sehingga bank-bank nasional hanya berfungsi sebagai penyalur kredit-kredit
Bank Indonesia. Akibatnya, pola pengelolaan bank-bank nasional cenderung
konvensional, kurang profesional, kurang memiliki kreativitas, dan tidak
inovatif.
Kemudian industri perbankan berkembang dengan pesat pada tahun
1988-1996 dengan adanya deregulasi yang berupaya untuk meningkatkan akses
masyarakat terhadap financial market dan mendorong perbankan kearah
kompetisi (persaingan) yang efesien dan sehat dengan kemudahan dalam
mendirikan bank. Oleh karena itu jumlah bank semakin mengalami kenaikan
serta menciptakan berbagai produk-produk perbankan yang inovatif.
Persaingan antarbank dalam menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan
dalam bentuk kredit ternyata banyak bank yang kurang berhati-hati sehingga
menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku dalam industri perbankan.
Akibatnya banyak terjadi kredit macet yang merugikan para nasabah deposan
2 Cepatnya perkembangan dalam perekonomian Indonesia dalam
perekonomian global ternyata tidak diikuti dengan infrastuktur perekonomian
(sektor usaha, sektor keuangan/perbankan, perangkat hukum dan pemerintah)
Indonesia (Dahlan Siamat, 2005: 78). Dimulai pada bulan Juli-Agustus 1997
yang kita semua mengetahui bahwa terjadi krisis di Indonesia yang berawal
dari krisis moneter dan berkembang menjadi krisis-krisis yang berdampak
pada sektor-sektor dalam perekonomian, salah satu krisis tersebut yaitu krisis
di bidang perbankan. Krisis perbankan berkaitan dengan sistem ekonomi
makro, kebijakan moneter pemerintah, kebijakan fiskal, sistem pemerintah
dan sebagainya.
Krisis perbankan pada pertengahan tahun 1997, diawali dengan terjadinya
krisis moneter sebagai akibat dari jatuhnya nilai rupiah terhadap valuta asing
khususnya dolar Amerika Serikat (US $). Depresiasi rupiah mula-mula tidak
begitu tajam, yakni dari kurs US $ 1 = Rp. 2.400,00 merayap menjadi US $ 1
= Rp. 3.000,00 hingga akrinya merosot tajam menjadi US $ 1 = Rp.
12.000,00, meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti
“melempar” US $ 1 miliar ke pasar (yang diambil dari cadangan devisa kita).
Akan tetapi cara ini tidak berhasil mengangkat nilai rupiah. Cara kedua yang
dilakukan pemerintah yaitu “menyedot” atau menarik rupiah dari peredaran
pasar uang dengan menaikan tingkat uku bunga Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) hingga mencapai 30% p.a. untuk jangka waktu satu bulan. Kebijakan
kedua ini yang mengakibatkan terkurasnya likuiditas bank-bank nasional baik
3 untuk mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) (Lukman
Dendawijaya, 2003: 158).
Krisis yang terjadi ini telah menyebabkan perbankan menjadi sangat
rawan. Kepercayaan masyarakat akan perbankan semakin menurun, dimana
masyarakat dikejutkan dengan kejadian-kejadian yang menimpa perbankan
nasional, khususnya sejak terjadinya pencabutan izin usaha 16 bank pada 24
November 1997. Hal ini terjadi karena kebijakan tersebut kurang
memperhatikan untuk menghindari rush atau bank run. Dapat dilihat dari
pemindahan dana oleh nasabah deposan ke bank yang lebih aman baik di
dalam maupun luar negeri, serta tidak adanya penjamin simpanan yang
semakin menurunkan kepercayaan masyarakat akan perbankan.
Setelah krisis di Indonesia pada tahun 1997, terjadi krisis keuangan global
yang melanda kembali Indonesia pada tahun 2007-2009. Krisis ini terjadi
akibat adanya resesi ekonomi Amerika Serikat karena kondisi perekonomian
internal dan eksternal di Amerika Serikat yang tidak kondusif, kemudian
dengan disusulnya kasus subprime mortgage di sektior perumahan, niaknya
harga minyak dunia dan terjadinya tingkat inflasi. Krisis yang terjadi di
Amerika itu mengakibatkan penurunan pertumbuhan global.
Selain itu perbankan Indonesia juga dihadapkan pada tantangan dan
permasalahan globalisasi dengan adanya persaingan yang semakin ketat,
keterbatasan modal yang dapat memperlambat kinerja suatu bank, naik
4 Untuk mempertahankan kelangsungan hidup dalam sistem keuangan yang
turbulen, sebuah bank harus dapat berkompetisi dengan bank-bank kompetitor
dan financial intermediary unit lainnya yang juga memberikan layanan jasa
keuangan. Suatu bank dikatakan berhasil memenangkan kompetisi bisnisnya
jika ia mampu memberikan jasa layanan keuangan bank lebih baik daripada
kompetitornya, sekaligus mampu mengadaptasikan diri dengan setiap
perubahan lingkungan. Dengan kemampuan manajerial yang dimiliki,
bagaimana para manajer bank dapat mengubah ancaman lingkungan yang
turbulen menjadi berbagai peluang usaha yang menguntungkan. Manajemen
bank yang kreatif dan inovatif selalu berusaha menciptakan berbagai produk
layanan bank yang prospektif dan menguntungkan tanpa mengabaikan prinsip
asset liability management (ALMA), yaitu menyelaraskan antara profitabilitas
dan risiko. (Hadad et. al., 2004:3).
Krisis moneter di Indonesia yang berkepanjangan telah berubah menjadi
krisis ekonomi, yakni terpuruknya kegiatan ekomoni karena semakin
banyaknya perusahaan yang tutup, perbankan yang dilikuidasi dan
meningkatnya jumlah tenaga kerja yang menganggur mengingatkan kita
bahwa betapa besar dampak ekonomi yang akan ditimbulkan apabila terjadi
kegagalan usaha perbankan. Untuk itu perlu dilakukan serangkaian analisis
untuk mengantisipasi sedini mungkin terjadinya kesulitan keuangan yang
berdampak pada kegagalan industri perbankan.
Untuk melihat dan menilai kinerja setiap bank serta menganalisis kondisi
5 keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi
yang berkaitan dengan kondisi keuangan suatu bank. Dengan melakukan
analisis laporan keuangan manajemen bank akan mengetahui keadaan serta
perkembangan keuangan yang terjadi dalam aktifitas-aktifitas yang dilakukan
bank baik yang telah dicapai maupun yang sedang berjalan. Analisis laporan
keuangan bank juga dapat membantu manajemen bank untuk memprediksi
kebangkrutan bank.
Dengan adanya berbagai macam bentuk model prediksi kebangkrutan
merupakan antisipasi dan sistem peringatan dini terhadap financial distress
karena model tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi
bahkan memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi kebangkrutan.
Dengan terdeteksinya lebih awal, sangat memungkinkan bagi perbankan
melakukan langkah-langkah antisipasi untuk mencegah agar kebangkrutan
bank dapat dihindari.
Menurut penelitian Liza Angelina (2003:462) di Amerika Serikat,
fenomena kepailitan perusahaan telah menjadi obyek penelitian yang intensif.
Salah satu area penelitian terkait yang telah berkembang selama ini telah
menghasilkan kajian atas asosiasi informasi laporan keuangan terhadap
kemungkinan perusahaan mampu dengan sukses mempertahankan bisnisnya
atau harus dinyatakan bermasalah karena gagal secara ekonomi dan keuangan.
Perkembangan sistem keuangan, khususnya industri perbankan, dalam
dekade terakhir dapat dikatakan cukup dramatis. Krisis perbankan beberapa
6 telah memakan biaya rehabilitasi sistem yang cukup signifikan (Tarmizi dan
Willyanto, 2003:1).
Dalam upaya untuk meminimalkan biaya yang berkaitan dengan
kebangkrutan bank, para regulator perbankan dan para manajer bank berupaya
untuk bertindak cepat untuk mencegah kebangkrutan bank atau menurunkan
biaya kegagalan tersebut. Salah satu alat yang digunakan oleh lembaga
pengawas federal di Amerika Serikat dan negara-negara lain adalah Early
Warning Systems (EWS) yang berupaya untuk memprediksi permasalahan
potensial yang berhubungan dengan bank dan lembaga simpanan lainnya
(Thomson, 1991). Namun demikian, teknik statistik yang paling sering
digunakan untuk menganalisis kebangkrutan bank adalah analisis logit dan
MDA. Analisis logit memperlihatkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan
dengan MDA apabila digunakan untuk tujuan estimasi parameter. Walaupun
demikian, untuk asumsi distribusi tertentu, kedua prosedur tersebut
menghasilkan estimasi yang konsisten; dan estimasi yang menggunakan MDA
lebih efisien (Andrew, 1986). Demikian juga halnya penelitian oleh Espahbodi
(1991) telah menunjukkan bahwa model logit cenderung untuk mengalahkan
model multiple discriminant (MDA) sebagai EWS di perbankan. Meskipun
sejumlah bukti empiris yang menggunakan model statistik ini telah
membuktikan keefektivitasannya dalam bermacam permasalahan pilihan biner
dalam bidang bisnis keuangan dan akuntansi, Frydman, Altman dan Kao
(1985) telah mengamati bahwa, karena sejumlah kegagalan potensial yang
7 menjadi pendekatan alternatif yang layak uji. Mereka menggunakan teknik
pemilihan recursif, yang didasarkan pada regression tree, untuk
memprediksikan perusahaan non-finansial yang gagal. Hasilnya mempertegas
hipotesa mereka bahwa teknik non-parametrik memiliki keunggulan sebagai
EWS, karena model pemilahan recursif mengalahkan model MDA (Liza
Angelina, 2003:462).
Penelitian mengenai kebangkrutan bank di Indonesia, antara lain
dilakukan oleh: Wilopo (2001), Liza Angelina (2003), Luciana dan Winny
(2005), Sumantri (2010). Wilopo (2001) meneliti tentang prediksi
kebangkrutan bank dengan menggunakan metode CAMEL. Liza Angelina
(2003) meneliti tentang perbandingan Early Warning System (ESW) untuk
memprediksi kebangkrutan bank umum di Indonesia. Selain itu penelitian
lainya dilakukan oleh Luciana dan Winny (2005) yaitu rasio CAMEL terhadap
prediksi kondisi bermasalah pada lembaga perbankan periode 2000-2002 dan
Sumantri (2010) meneliti tentang manfaat rasio keuangan dalam memprediksi
kepailitan bank nasional. Adapun perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya
adalah pada penelitian ini menggunakan periode saat terjadinya krisis
keuangan global yaitu periode 2007-2009, sedangkan variabel independent
yang digunakan adalah rasio keuangan perbankan yang terdiri dari Capital
Adequacy Ratio (CAR), Aktiva Tetap Terhadap Modal (ATTM), Aktiva
Produktif Bermasalah (APB), Non Performing Loan Gross (NPLg), Non
Performing Loan Net (NPLn), Net Interest Mergin (NIM), Profit Margin
8 Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model
prediksi kebangkrutan yang memiliki tingkat akurasi yang baik dan tingkat
kesalahan yang kecil sehingga dapat memberikan peringatan lebih awal pada
industri perbankan dalam memprediksi kepailitan, maka penulis menggunakan
dua metode uji statistik, yaitu model logit dan model multiple discriminant
(MDA). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Perbandingan Model Logit dan Model Multiple Discriminant Analysis
(MDA) Sebagai Early Warning Systems (EWS) Untuk Memprediksi Kondisi
Bermasalah Pada Bank-Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa
di Indonesia”
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang singkat diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah dalam rasio keuangan CAR, ATTM, NIM, LDR, PM, APB,
NPLg, NPLn terdapat perbedaan yang signifikan antara bank-bank
bermasalah dan tidak bermasalah periode 2007-2009?
2. Apakah terdapat perbedaan tingkat akurasi pada model MDA dan
model logit dalam memprediksi kebangkrutan pada Bank-Bank Umum
Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa di Indonesia tahun
9
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan, sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis perbedaan yang signifikan pada variabel CAR,
ATTM, NIM, LDR, PM, APB, NPLg, NPLn antara bank-bank
bermasalah dan tidak bermasalah periode 2007-2009.
2. Untuk menganalisis perbedaan tingkat akurasi pada model MDA dan
model Logit dalam memprediksi kebangkrutan pada Bank-Bank
Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa di Indonesia periode
2007-2009
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan :
1. Bagi Manajemen Bank
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi manajemen bank, agar
manajemen bank dapat lebih berhati-hati daam mengelola bank dan
diharapkan dapat dijadikan referensi bagi perusahaan perbankan dalam
menentukan keputusan serta perbaikan dalam pengelolaan keuangan
perusahaan perbankan dari pengaruh lingkungan bisnis yang semakin
turbulen. Selain itu, sebagai informasi model sistem peringatan dini
(Early Warning Systems / EWS) yang merupakan alat prediksi yang
10 2. Bagi Investor
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi investor, untuk menghetahui
bagaimana keadaan bank tersebut sebelum menginventasikan dananya
agar tidak terjadi kerugian-kerugian yang diinginkan. Dengan adanya
informasi yang didapatkan maka para investor dapat menginvestasikan
dananya tanpa ada rasa khawatir dengan kondisi bank tersebut.
3. Bagi Pemerintah
Dapat memberikan informasi untuk membantu dalam mengeluarkan
peraturan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya
stabilitas ekonomi dan politik negara.
4. Bagi penulis
Penelitian ini untuk mengetahui mengenai hal-hal apa saja yang
mempengaruhi kondisi bermasalah bank dan merealisasikan ilmu yang
telah diperoleh selama mengikuti kuliah dan mencoba menerapkan
dalam kehidupan nyata.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perbankan
Bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkan kembali dalam berbagai alternatif. Sehubungan dengan
fungsi penghimpunan dana ini, bank sering pula disebut lembaga kepercayaan.
Pengertian perbankan menurut Undang-undang RI No. 10 Tahun 1998
tanggal 10 November 1998 adalah:
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Siamat,
2005: 275) .
Secara umum bank didefinisikan sebagai perantara untuk menyalurkan
penawaran dan permintaan kredit dalam jangka waktu yang ditentukan dari
pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana.
Definisi bank di atas memberi tekanan bahwa usaha utama bank adalah
menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana
bank. Demikian pula dari segi penyaluran dananya, hendaknya bank tidak
12 juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup
masyarakat (Siamat, 2005:276).
Jenis-jenis perbankan di Indonesia dapat ditinjau dari berbagai segi antara
lain (Kasmir, 2004:18) :
1. Dilihat dari segi jenisnya
Menurut UU RI No.10 Tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari:
a. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usahanya
secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu-lintas pembayaran.
2. Dilihat dari segi kepemilikannya, dibagi menjadi:
a. Bank Milik Pemerintah
Merupakan bank yang akte pendirian maupun modalnya dimiliki
oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh
pemerintah pula.
b. Bank Milik Swasta Nasional
Merupakan bank yang seluruh atau sebagian besarnya dimiliki
oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh
13 pula. Dalam Bank Swasta Milik Nasional termasuk pula bank-bank
yang dimiliki oleh badan usaha yang berbentuk koperasi.
c. Bank Milik Asing
Merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, baik milik
swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannyapun jelas
dimiliki oleh pihak asing(luar negeri).
d. Bank Milik Campuran
Merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak
asing dan pihak swasta nasional. Di mana kepemilikan sahamnya
secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia.
3. Dilihat dari segi statusnya
a. Bank Devisa
Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar
negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara
keseluruhan.
b. Bank Non-Devisa
Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk
melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat
melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa.
4. Dilihat dari segi cara menentukan harga
Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan
harga, baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok
14 a. Bank berdasarkan prinsip konvensional
Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada
para nasabahnya, bank berdasarkan prinsip konvensional
menggunakan dua metode yaitu:
Menetapkan bunga sebagai harga, untuk produk simpanan maupun produk pinjamannya (kredit). Penentuan harga ini
dikenal dengan istilah spread based.
Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan konvensional menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam
nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya
ini dikenal dengan istilah fee based.
b. Bank berdasarkan prinsip syariah
Adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau
pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam
menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang
berdasarkan Prinsip Syariah adalah sebagai berikut:
Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah)
15
Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah
wa iqtina)
Menurut Sri, dkk (2000:6) secara umum fungsi utama bank adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara
lebih spesifik fungsi bank dapat sebagai agent of trust, agent of development,
dan agen of services.
1. Agen of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik
dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat
akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur
kepercayaan.
2. Agen of Development
Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat
diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil.
Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi,
distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua
kegiatan investasi-distribusi-konsumsi berkaitan dengan penggunaan
16 3. Agen of Services
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran
dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain
kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya
dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
B. Kebangkrutan
Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari
sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk meramalkan kontiuitas atau
kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi akan kontinuitas perusahaan sangat
penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi
kemungkinan adanya potensi kebangkrutan, karena kebangkrutan berarti
menyangkut terjadinya biaya-biaya, baik biaya langsung maupun biaya tidak
langsung. Kebangkrutan perusahaan banyak membawa dampak yang begitu
berarti, bukan cuma untuk perusahaan itu sendiri tetapi juga terhadap
karyawan, investor, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kegiatan operasio
perusahaan (Adnan dan Kurniasih, 2000).
Foster (1986) menggunakan istilah financial distress untuk menunjukkan
masalah likuiditas yang berat yang tidak dapat dipecahkan tanpa sebuah
penskalaan kembali yang besar dari operasi atau struktur perusahaan.
Financial distress merupakan pandangan terbaik sebagai suatu
ide/gagasan/pikiran ekonomi untuk beberapa point pada sebuah rangkaian
17 mengkategorisasikan perusahaan. Kebangkrutan adalah kriteria yang
digunakan pada banyak studi; peristiwa ini adalah sebuah peristiwa legal yang
dapat dipengaruhi oleh aksi bankers atau kreditur lainnya. Sekalipun dugaan
financial distress adalah biner, tidak diperlukan menjadi sebuah persesuaian
satu menjadi satu antara kategori nondistressed/distressed dan kategori
nonbankrupt/bankrupt.
Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan
perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba
(Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi
perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Sedangkan menurut
UU No.4 Tahun 1998 adalah dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan
pengadilan bila debitur memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar
sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Martin.et.al, (1995:376) dalam Adnan dan Kurniasih (2000) menyebutkan
bahwa kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti,
yaitu:
1. Kegagalan Ekonomi ( Economic Distressed)
Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan
kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutup
biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal
atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan kecil dari kewajiban.
Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh
18 bahwa tingkat pendapatan atas biaya histories dari investasinya lebih kecil
daripada biaya modal perusahaan.
2. Kegagalan Keuangan (Financial Distressed)
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang
membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar
arus kas ada dua bentuk, yaitu:
a. Insolvensi Teknis
Adalah perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva
melebihi total hutang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi
salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio
aktiva lancar terhadap hutang lancar yang telah ditetapkan atau rasio
kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi juga
terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran kembali
pokok pada tanggal tertentu.
b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan
Adalah kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan
bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus
19 Menurut Taswan (2006) kebangkrutan atau likuidasi bank dapat menimbulkan
domino effect terhadap bank lain yang sehat. Bila ini terjadi maka akan
mengganggu sistem perbankan nasional dan perekonomian nasional.
Dalam menentukan model kebangkrutan melalui analisis keuangan
kemungkinan kesalahan klasifikasi model (classification error) bisa
dikelompokkan menjadi dua (Farid H dan Siswanto S, 1998 dalam Penni
mulyaningrum, 2008):
1. Error tipe I terjadi apabila timbul misclasification yang disebabkan oleh
adanya prediksi bahwa perusahaan tidak bangkrut, tetapi ternyata
mengalami kebangkrutan.
2. Error tipe II terjadi apabila timbul misclasification prediksi yang
disebabkan oleh adanya prediksi bahwa perusahaan bangkrut, tetapi
kenyataannya tidak bangkrut.
TABEL 2.1
PREDIKSI KEBANGKRUTAN
Hasil Yang Diharapkan Bangkrut Hasil Sesunggunya Tidak Bangkrut
Bangkrut Benar Kesalahan Tipe II
Biaya: lebih dari 100% Tidak Bangkrut Kesalahan Tipe I
Biaya: kecil 0% - 10%
Sumber: Farid H dan Siswanto S (1998) dalam Penni Mulyaningrum (2008)
C. Penyebab Kebangkrutan
Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dapat dibagi menjadi tiga (Agung
20
1. Faktor umum
a) Sektor ekonomi, dimana berasa dari gejala inflasi dan deflasi dalam
harga barang dan jasa, kebijakan keungan, suku bunga, dan devaluasi
atau revaluasi dengan mata uang asing.
b) Sektor sosial, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya
perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan
terhadap produk dan jasa ataupun yang berhubungan dengan
karyawan.
c) Sektor teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan biaya
yang ditanggung perusahaan terutama untuk pemeliharaan dan
implementasi.
d) Sektor pemerintah, dimana kebijakan pemerintah terhadap pencabutan
subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan
impor bisa berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan
atau tenaga kerja lain-lain.
2. Faktor Ekternal Perusahaan
a) Sektor pelanggan atau nasabah, dimana untuk menghindari kehilangan
nasabah bank harus melakukan identifikasi terhadap sifat nasabah atau
konsumen juga menciptakan peluang untuk mendapatkan nasabah
baru.
b) Sektor kreditur, dimana kekuatannya terletak pada pemberian
21 yang tergantung pada kepercayaan kreditur terhadap kelikuiditan suatu
bank.
c) Sektor pesaing atau bank lain, dimana merupakan hal yang harus
diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pinjaman
kepada nasabah.
3. Faktor Internal Perusahaan
a) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga
menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai
akhirnya tidak dapat membayar.
b) Manajemen yang tidak efesien yang disebabkan karena kurang adanya
kemampuan, pengalaman, keterampilan, sikap adaptif dan inisiaif dari
manajemen.
c) Peyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan, dimana sering
dilakukan oleh karyawan, bahkan manejer puncak sekalipun yang
sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan
perusahaan.
D. Tahap-tahap dan Berbagai Indikator Kebangkrutan
Dalam kaitannya dengan faktor-faktor internal, kebangkrutan yang
menimpa suatu perusahaan tidak terjadi secara tiba-tiba tanpa dapat
diramalkan sebelumnya. Kebangkrutan merupakan klimaks dari berbagai
tahap atau proses dari situasi kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan.
22 berbagai situasi tau keadaan khususnya berhubungan dengan efektivitas dan
efesiensi operasinya. Kesulitan-kesulitan keuangan yang menuju kearah
terjadinya kebangkrutan dapat dianalisa dan dapat diidentifikasikan melalui
tahap-tahap yang tercakup dalam proses perjalanan yang berakhir ada keadaan
kebangkrutan tersebut. Adapun tahap-tahap itu adalah (Harnanto, 1984:426
dalam Adnan dan Kurniasih (2000) ):
1. Tahap permulaan atau tahap awal.
2. Tahap dimana perusahaan mengalami kekurangan kas dan alat-alat likuid
lainnya/tahap kesulitan likuiditas.
3. Tahap dimana perusahaan tidak solvabel dalam kegiatan komersial dan
keuangan.
4. Bangkrut secara total.
Dalam perbankan, setiap badan usaha bank wajib menyampaikan kepada
Bank Sentral Indonesia, segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya
menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Sentral Indonesia. Dalam hal ini
apabila suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya maka Bank Sentral Indonesia dapat melakukan tindakan agar
(Herman Darmawi, 2006:40):
a. Pemegang saham menambah modal
b. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direktur bank.
c. Bank menghapusbukukan kredit macet dan memperhitungkan kerugian
dengan modal bank.
23 e. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih keseluruhan
kewajiban.
Apabila berbagai tindakan yang dilakukan Bank Sentral Indonesia tersebut
belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh bank atau bahkan
keadaan bank tersebut menjadi lebih buruk dan dapat membahayakan sistem
perbankan, maka Bank Sentral Indonesia mengusulkan kepada Menteri
Keuangan untuk mencabut izin usaha bank yang bersangkutan (Herman
Darmawi, 2006:41).
Menurut Foster (1986), ada beberapa indikator atau sumber informasi tentang
kemungkinan dari kebangkrutan:
1. Sebuah analisis arus kas periode sekarang dan masa mendatang. Manfaat
dari penggunaan sumber informasi ini yakni fokus secara langsung pada
dugaan kebangkrutan untuk periode yang menjadi perhatian. Estimasi
arus kas termasuk pada analisis ini merupakan variabel kritis pada asumsi
yang mendasari persiapan anggaran.
2. Analisis strategi perusahaan. Analisis ini mempertimbangkan kompetitor
potensial dari perusahaan atau institusi, struktur biaya relatifnya, ekspansi
gedung pada industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan
kenaikan biaya, kualitas manajemen dan sebagainya. Dalam teori,
pertimbangan ini juga akan mendasari analisis arus kas. Bagaimanapun
sebuah fokus yang terpisah pada persoalan strategi dapat menyoroti
konsekuensi dari perbedaan yang tiba-tiba terjadi dalam sebuah industri.
24 3. Analisis laporan keuangan perusahaan dengan perbandingan perusahaan.
Analisis ini dapat berfokus pada variabel keuangan single (univariate
analysis) atau kombinasi variabel keuangan (multivariate analysis).
4. Variabel eksternal seperti return sekuritas atau peringkat obligasi.
E. Tingkat Kesehatan Bank
Kesehatan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank
untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu
memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan dengan cara-cara yang sesuai
dengan peraturan perbankan yang berlaku (Sri, dkk, 2000:22).
Sebagaimana layaknya manusia, dimana kesehatan merupakan hal yang
paling penting di dalam kehidupannya. Tubuh yang sehat akan meningkatkan
kemampuan lainnya. Begitu pula dengan perbankan harus dinilai
kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Untuk
menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini
bertujuan unuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat,
cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat sehingga Bank Indonesia sebagai
pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk
bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan
operasinya (Kasmir, 2008:49).
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 mengenai Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, penilaian tingkat kesehatan bank
25
1. Capital
Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kecukupan, komposisi, dan proyeksi (trend ke depan) permodalan
serta kemampuan permodalan bank dalam mengcover aset
bermasalah.
b. Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang
berasal dari keuntungan, rencana permodalan bank untuk
mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan,
dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan
permodalan bank.
2. Asset Quality
Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kualitas aktiva produktif, konsentrasi eksposur risiko kredit,
perkembangan aktiva produktif bermasalah, dan kecukupan
penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).
b. Kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review)
internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan aktiva
26
3. Management
Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kualitas manajemen umum dan penerapan manajemen risiko.
b. Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen
kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. Earning
Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Pencapaian return on assets (ROA), return on equity (ROE), net
interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi bank.
b. Perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan,
penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan
biaya, dan prospek laba operasional.
5. Liquidity
Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Rasio aktiva/pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi
Loan to Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow, dan konsentrasi
pendanaan.
b. Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and
liabilities management/ALMA), akses kepada sumber pendanaan,
27
6. Sensitivity to Market Risk
Penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kemampuan modal Bank dalam mengcover potensi kerugian
sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai
tukar.
b. Kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.
Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor ditetapkan
Peringkat Komposit (composite rating). Peringkat Komposit ditetapkan
sebagai berikut:
a. Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan bahwa Bank
tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif
kondisi perekonomian dan industri keuangan.
b. Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan bahwa Bank
tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi
perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki
kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh
tindakan rutin.
c. Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan bahwa Bank
tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang
dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila
28 d. Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan bahwa Bank
tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif
kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank memiliki
kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi
beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak
dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
e. Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan bahwa Bank
tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif
kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
Predikat Tingkat Kesehatan Bank disesuaikan dengan ketentuan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP sebagai berikut:
1. Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Sehat” dipersamakan dengan
Peringkat Komposit 1 (PK-1) atau Peringkat Komposit 2 (PK-2).
2. Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Cukup Sehat” dipersamakan
dengan Peringkat Komposit 3 (PK-3).
3. Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Kurang Sehat” dipersamakan
dengan Peringkat Komposit 4 (PK-4).
4. Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Tidak Sehat” dipersamakan
29 Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan kepentingan semua
pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat
pengguna jasa bank, Bank Indonesia sebagi otoritas pengawasan bank, dan
pihak lainnya. Informasi mengenai kondisi suatu bank dapat digunakan oleh
pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan
prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan
manajemen risiko( Dahlan Siamat, 2005:208).
Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap tahun, apakan ada peningkatan
atau penurunan. Bagi bank yang kesehatannya terus meningkat tidak jadi
masalah, karena itulah diharapkan dan supaya dipertahankan terus
kesehatanya. Akan tetapi, bagi bank terus-menerus tidak sehat, mungkin harus
mendapat pengarahan atau sangsi dari Bank Indonesia sebagai pengawas dan
pembina bank-bank (Kasmir, 2008:50).
F. Laporan Keuangan
Salah satu aspek penting dalam pencapaian good corporate gorvernance
(tata kelola perusahaa yang baik) dalam perbankan Indonesia adalah
transparansi kondisi keuangan bank kepada publik. Adanya transparansi
diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga
perbankan nasional. Selain itu, dalam menciptakan disiplin pasar (market
dicipline) perlu diupayakan peningkatan transparansi kondisi keuangan dan
kinerja bank untuk memudahkan penilaian oleh pelaku pasar melalui publikasi
30 keuangan bank juga akan mengurangi informasi yang asimetris sehingga para
pelaku pasar dapat memberikan penilaian yang wajar dan dapat mendorong
terciptanya disiplin pasar (Dahlan Siamat, 2005:367).
Setiap perusahaan, baik bank maupun non bank pada suatu waktu (periode
tertentu) akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Laporan ini
bertujuan untuk memberikan informasi keuangan perusahaan, baik kepada
pemilik, manajemen maupun pihak luar yang berkepentingan terhadap laporan
tersebut. Laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara
keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca bagaimana kondisi bank yang
sesungguhnya, termasuk kelemahan dan kekuatan yang dimiliki. Laporan ini
juga menunjukkan kinerja manajemen bank selama satu periode (Kasmir
2004:239).
Kemudian laporan keuangan juga berikan informasi tentang hasil-hasil
usaha yang diperoleh bank dalam suatu periode tertentu dan biaya-biaya atau
beban yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil tersebut. Informasi ini akan
termuat dalam laporan laba rugi. Laporan keuangan bank juga memberikan
gambaran tentang arus kas suatu bank yang tergambar dalam laporan arus kas.
Dengan demikian laporan keuangan disamping menggambarkan kondisi
keuangan suatu bank juga untuk menilai kinerja manajemen bank yang
bersangkutan. Penilaian kinerja manajemen akan menjadi patokan apakah
manajemen berhasil atau tidak dalam menjalankan kebijakan yang telah
31 Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan, berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia Nomor:3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001,
bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dengan bentuk dan
cakupan yang terdiri dari (Dahlan Siamat, 2005: 368) :
1. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Tahunan
Adalah laporan lengkap mengenai kinerja suatu bank dalam kurun
waktu satu tahun.
2. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
Adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar
akuntansi keuangan yang berlaku dan dipublikasikan setiap triwulan.
3. Laporan Keuangan Publikasi Bulanan
Adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Laporan
Bulanan Bank Umum yang disampaikan bank kepada Bank Indonesia
dan dipublikasikan setiap bulan.
4. Laporan Keuangan Konsolidasi
Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan atau
memiliki Anak Perusahaan, wajib menyusun laporan keuangan
konsolidasi berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku serta menyampaikan laporan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia.
Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Standar
Akuntansi Keuangan, laporan keuangan merupakan bagian dari proses
32 neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat
disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan
arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan
bagian integral dari laporan keuangan. (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007)
dalam Penni Mulyaningrum (2008)
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) dalam PSAK No.31 tentang
Akuntansi Perbankan, laporan keuangan bank terdiri atas:
1. Neraca
Bank menyajikan aset dan kewajiban dalam neraca berdasarkan
karakteristiknya dan disusun berdasarkan urutan likuiditasnya.
2. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi bank menyajikan secara terperinci unsur
pendapatan dan beban, serta membedakan antara unsur-unsur
pendapatan dan beban yang berasal dari kegiatan operasional dan
nonoperasional.
3. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu
dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
4. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas menyajikan peningkatan dan penurunan
aset bersih atau kekayaan bank selama periode bersangkutan
berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus
33 5. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis.
Pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan perusahaan
antara lain (Kasmir, 2004:241):
1. Pemegang saham, digunakan untuk melihat kemajuan bank yang
dipimpin oleh manajemen dalam suatu periode.
2. Pemerintah, digunakan untuk mengetahui kemajuan bank yang
bersangkutan, kepatuhan bank dalam melaksanakan kebijakan moneter
yang telah ditetapkan, dan sampai sejauh mana peranan perbankan
dalam mengembangkan sektor-sektor industri tertentu.
3. Manajemen, digunakan untuk menilai kinerja menajemen bank dalam
mencapai target-target yang telah ditetapkan, menilai kinerja
manajemen dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Ukuran
keberhasilan ini dapat dilihat dari pertumbuhan laba yang diperoleh
dan pengembangan aset-aset yang dimilikinya.
4. Karyawan, digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan bank yang
sebenarnya.
5. Masyarakat Luas, digunakan untuk mengetahui kondisi bank yang
bersangkutan, sehingga masih tetap mempercayakan dananya disimpan di
34
G. Manfaat Laporan Keuangan
Sesuai penelitian Abarbanell dan Bushee (1997) dalam Penni
Mulyaningrum (2008). Pada pendekatan yang digunakan oleh Ou and Penman
(1989) dan Lev and Thiagarajan (1993) diperlihatkan bagaimana fundamental
signals yang pasti dari laporan keuangan saat ini seperti perubahan pada
penjualan, piutang dagang, persediaan, gross margin dan pengeluaran modal
dapat meningkatkan prediksi perubahan earning pada tahun mendatang.
Sesuai dengan Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 tentang
Tujuan dari pelaporan keuangan untuk menyediakan informasi yang
bermanfaat kepada investor, kreditor dan pemakai lainnya, baik yang sekarang
dan potensial pada pembuatan keputusan investasi, kredit dan keputusan
sejenis secara rasional. Tujuan kedua pelaporan keuangan untuk menyediakan
informasi untuk membantu investor, kreditor, dan pemakai lainnya baik yang
sekarang maupun yang potensial dalam menilai jumlah, waktu dan
ketidakpastian dari prospective penerimaan kas dari deviden atau bunga.
(Scott, 2000 dalam Penni Mulyaningrum, 2008).
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK 2007) pengguna laporan
keuangan meliputi investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok
dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya,
dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi
35 a. Investor
Penanaman modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan
risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka
lakukan.
b. Karyawan
Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada
informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga
tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan pasca
kerja, dan kesempatan kerja.
c. Pemberi pinjaman
Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang
memungkinkan untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat
dibayar pada saat jatuh tempo.
d. Pemasok dan kreditor usaha lainnya
Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang
akan dibayar pada saat jatuh tempo.
e. Pelanggan
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai
kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam
36 f. Pemerintah
Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawahnya
berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan
dengan aktivitas perusahaan.
g. Masyarakat
Perusahaan dapat memberikan kontribusi yang berarti kepada
perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan
perlindungan kepada penanaman modal domestik.
H. Rasio Keuangan Perbankan
Rasio keuangan adalah hasil perhitungan antara dua macam data keuangan
bank, yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kedua data
keuangan tersebut yang pada umumnya dinyatakan secara numerik, baik
dalam persentase atau kali. Hasil perhitungan rasio ini dapat digunakan untuk
engukur kinerja keuangan bank pada periode tertentu, dan dapat dijadikan
tolak ukur untuk menilai tingkat kesehatan bank selama periode keuangan
tersebut (Selamet Riyadi, 2006:155).
Rasio keuangan perbankan meliputi:
1. Rasio Permodalan
Analisa rasio permodalan sering disebut sebagai analisa
solvabilitas atau capital adequancy analysis. Analisa rasio ini untuk
mengetahui apakah permodalan bank yang ada telah mencukupi untuk
37 mampu untuk menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat
dihindarkan (Penni Mulyaningrum, 2008). Rasio ini terbagi atas:
a. Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR adalah rasio kewajiban pemenuhan modal minimum
yang harus dimiliki oleh bank. Untuk saat ini minimal CAR
sebesar 8% dari aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR),
atau ditambah dengan Risiko Pasar dan Risiko Operasional, ini
tergantung pada kondisi bank yang bersangkutan. CAR yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia saat ini mengacu pada
ketentuan/standar internasional yang dikeluarkan oleh Banking
For International Settlement (BIS). Persamaan CAR dapat
dituliskan sebagai berikut: (Slamet Riyadi, 2006: 161).
Menurut Hasibuan (2002), ketetapan CAR sebesar 8%
bertujuan untuk:
1. Menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan.
2. Melindungi dana pihak ketiga pada bank bersangkutan.
3. Untuk memenuhi ketetapan standar BIS Perbankan
International dengan formula sebagai berikut:
b. 4%modal inti yang terdiri dari shareholder equity, prefered stock,
dan freereserves, serta
38 c. 4% modal sekunder yang terdiri dari subordinate debt, loan loss
provision, hybrid securities dan revolution reserves.
b. Aktiva Tetap Terhadap Modal (ATTM)
Rasio ini mengukur kemampuan manajemen bank dalam
menentukan besarnya aktiva tetap dan inventaris yang dimiliki
bank yang bersangkutan terhadap modal. Semakin tinggi rasio ini
artinya modal yang dimiliki bank kurang mencukupi dalam
menunjang aktiva tetap dan inventaris sehingga kemungkinan
suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Rasio
ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
2. Rasio Kualitas Asset
Rasio kualitas asset terdiri dari:
a. Aktiva Produktif Bermasalah (APB)
Rasio ini untuk menunjukkan kemampuan manajemen bank
dalam mengelola aktiva produktif bermasalah terhadap total aktiva
produktif. Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas
aktiva produktif yang menyebabkan PPAP yang tersedia semakin
besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah
semakin besar.Aktiva produktif bermasalah adalah aktiva produtif
dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Rasio ini
39 dapat dirumuskan sebagi berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14
Desember 2001) :
b. Non Performing Loan
Rasio ini menunjukan bahwa kemampuan manajemen bank
dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank.
Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin
buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit
bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam
kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah
kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit
kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas
kurang lancar, diragukan dan macet (SE BI No 3/30DPNP tgl 14
Desember 2001).
Non Performing Loan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: Non
Performing Loan Gross (NPLg) dan Non Performing Loan Net
(NPLn). Menurut Slamet Riyadi (2006) NPLg adalah perbandingan
antara jumlah kredit yang diberikan dengan tingkat kolektibilitas 3
sampai 5 dibandingkan dengan total kredit yang diberikan. Rasio
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
APB = Aktiva Produktif Bermasalahx 100% Total Aktiva Produktif