I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, selalu berupaya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut berupa: 1) Kebutuhan
utama, menyangkut kebutuhan fisik seperti makan atau minum, seksual,
kesehatan dan kebutuhan akan rasa aman; 2) Kebutuhan sosial, menyangkut
kepentingan untuk memenuhi kebutuhan utama seperti berkomunikasi,
melakukan kegiatan bersama, keteraturan sosial dan kontrol sosial; 3)
Kebutuhan integratif, menyangkut hakikat manusia sebagai makhluk pemikir
dan bermoral seperti kebutuhan akan adanya perasaan benar atau salah dan
adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif
atau kebersamaan serta keyakinan diri tentang pengakuan atas keberadaan
dirinya (Hartinah, 2009:31).
Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, manusia melakukan berbagai upaya.
Hampir tidak ada upaya dari seorang individu yang tidak bersentuhan atau
tidak memerlukan campur tangan orang lain. Oleh karena itu, manusia selalu
memerlukan kehidupan berkelompok dan berinteraksi dengan individu
Interaksi merupakan perhatian timbal balik antara dua orang atau lebih
terhadap suatu objek. Perhatian timbal balik ini sering kali direspon dengan
isyarat, ujaran atau tindakan.
Soekanto (1986:51) mengutip pendapat Young dan Raymond & Gillin dan
Gillin menjelaskan bahwa: “interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang
perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang
perorangan dengan kelompok manusia”.
Kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama
lain dalam waktu yang cukup sehingga terjadi hubungan psikologis yang nyata
antar anggota kelompok seperti rasa memiliki kelompok, rasa saling
ketergantungan, solidaritas kelompok dan memiliki norma kelompok
(Hartinah, 2009:32).
Kenyataannya, untuk menimbulkan hubungan psikologis yang nyata bukanlah
suatu pekerjaan mudah mengingat individu-individu yang secara fisik
tergabung dalam kelompok tersebut memiliki karakteristik kepribadian yang
berbeda. Akan tetapi, di balik perbedaan tersebut sesungguhnya manusia
memiliki sifat konformitas, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri
terhadap apa yang diinginkan orang lain dari dirinya. Artinya, seseorang
bersedia melakukan suatu bentuk perilaku tertentu yang diinginkan orang lain
agar ia dapat diterima dan diakui keberadaannya. Sifat konformitas tersebut
didasari rasa takut akan celaan dari lingkungannya (Sears et al, 1985 dalam
Semakin besar rasa percaya diri (trust) individu terhadap individu-individu
lainnya dalam kelompok, makin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan
diri terhadap kelompok. Di dalam kehidupan, tingkah laku individu sangat
dipengaruhi oleh keluarga, kelompok belajar, teman sepermainan dan
masyarakat. Inilah yang menyebabkan tiap-tiap individu dituntut untuk
menyesuaikan dirinya dengan norma-norma sosial kelompok tersebut
sehingga individu dapat berinteraksi dan hidup bersama dengan kelompoknya.
Menurut Ali (2004:99) pada masa remaja kelompok teman sebaya atau peer
group memegang peranan penting dalam kehidupan. Remaja sangat ingin
diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya, baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karenanya, mereka cenderung
bertingkah laku seperti tingkah laku kelompok sebayanya.
Kebutuhan untuk dapat diterima oleh lingkungan bagi setiap remaja
merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai makhluk sosial. Setiap anak
yang memasuki usia remaja akan dihadapkan pada permasalahan penyesuaian
sosial, yang diantaranya adalah problematika penerimaan teman sebaya.
Pembentukan sikap, tingkah laku dan prilaku sosial remaja banyak ditentukan
oleh pengaruh lingkungan ataupun teman-teman sebaya. Apabila lingkungan
sosial memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap remaja secara positif,
maka remaja akan mencapai perkembangan sosial secara matang. Sebaliknya
jika lingkungan sosial tersebut memberikan peluang terhadap remaja secara
Remaja dianggap memiliki kematangan sosial jika perilaku remaja tersebut
mencerminkan keberhasilan dalam proses sosialisasi, sehingga cocok dengan
tempat mereka menggabungkan diri dan diterima sebagai anggota masyarakat,
dengan kematangan sosial yang dimiliki akan mempermudah remaja untuk
berorientasi dan bersosialisasi pada dunia luar yaitu lingkungan masyarakat.
Selain itu juga akan mempermudah dalam melakukan hubungan sosial secara
mandiri, maksudnya remaja tidak akan berkembang menjadi individu yang
tergantung pada lingkungan sosialnya.
Masa remaja sebetulnya tidak memiliki tempat yang jelas, ia tidak termasuk
golongan anak-anak, tetapi ia juga tidak termasuk golongan orang dewasa atau
orang tua. Remaja masih belum mampu menguasai fungsi-fungsi fisik maupun
psikisnya (Monks, 2004:259).
Ausubel 1965 (dalam Nisriyana, 2006: 3) menyebut status orang dewasa
sebagai status primer, artinya status berdasar kemampuan dan usaha sendiri.
Status anak adalah status diperoleh (ascribed status), artinya tergantung dari
apa yang diberikan orang tua, karena berada pada masa transisi antara
anak-anak dan dewasa maka remaja ada dalam status interim sebagai akibat dari
posisi yang sebagian diberikan orang tua dan sebagian diperoleh melalui usaha
sendiri yang selanjutnya memberikan prestize tertentu.
Teori Belajar Sosial, David G Myers (1983:42) menyatakan bahwa perilaku
yang dimunculkan individu merupakan hasil dari pengolahan observasinya
terhadap lingkungan. Dari lingkunganlah individu mendapatkan banyak
Idealnya, kelompok teman sebaya sebagai media dalam pengembangan diri
remaja baik dari aspek sosial maupun psikologisnya dapat berkembang dengan
baik. Hendaknya remaja tidak memusatkan identitas pada banyaknya teman
atau berlindung di balik nama teman. Remaja harus memiliki identitas diri
sendiri sehingga tidak terjerumus pada sikap mengkompromikan standar demi
diakui dalam sebuah kelompok, namun kenyataannya banyak remaja yang
tidak memiliki filter (penyaring) diri dan terpengaruh dari negatifnya
pergaulan teman sebaya sehingga melakukan perilaku menyimpang, misalnya
merokok, mencuri, mengikuti trendfashion (gaya busana) yang pada akhirnya
menjauhkan remaja pada pola hidup yang baik dan sederhana. Alasan untuk
bisa masuk dan diterima dalam kelompok yang diidamkan membuat remaja
terpengaruh dan menyeragamkan dirinya agar tidak termarginal serta
mendapat pengakuan dari kelompok teman sebayanya.
Pada masa remaja ada dorongan yang kuat untuk bergaul dan ingin diterima
orang lain, dengan tuntutan kebutuhan yang kompleks di dalamnya. Jika
kebutuhannya tidak dipenuhi mereka tidak akan bahagia, sebaliknya jika
kebutuhan ini terpenuhi maka mereka akan puas dan bahagia. Hal inilah yang
mengiringi gaya hidup dan perilaku konsumtif remaja.
Perilaku konsumtif pada remaja diduga terkait dengan karakteristik tertentu
yang dimiliki oleh remaja yaitu interaksi sosial remaja terhadap kelompok
sebaya. Seperti diketahui masa remaja merupakan tahapan peralihan antara
masa anak-anak dengan masa dewasa yang ditandai dengan berbagai
sebagai upaya menemukan jati diri yang berkaitan dengan bagaimana
menampilkan dirinya. Remaja ingin kehadirannya diakui sebagai bagian dari
komunitas remaja secara umum dan secara khusus bagian dari kelompok
sebaya.
Demi pengakuan tersebut, remaja seringkali bersedia melakukan berbagai
upaya meskipun mungkin hal itu bukan sesuatu yang diperlukan atau tidak
berguna. Dalam memperoleh jati diri remaja berusaha membentuk citra atau
image tentang dirinya dan upaya ini terlihat dalam suatu gambaran tentang
bagaimana setiap remaja mempersepsikan diri. Termasuk didalamnya
bagaimana mencoba menampilkan diri secara fisik. Hal tersebut membuat
remaja sensitif terhadap gambaran fisik sehingga terdorong melakukan
berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai dengan tuntutan komunitas sosial
mereka.
Keinginan untuk memenuhi tuntutan tersebut mendorong remaja untuk
berperilaku konsumtif. Keinginan yang kuat untuk melepaskan diri dari
keterikatan dengan orang tua membuat remaja mencari dukungan sosial
melalui teman sebaya yang dianggap sebagai tempat merealisasikan keinginan
sehingga terjalin kebersamaan yang lebih erat dengan kelompok teman
sebayanya. Kelompok teman sebaya atau peer group menjadi suatu sarana
sekaligus tujuan dalam pencarian jati diri. Dalam pencarian jati diri remaja
sering berpikir tidak rasional dalam memenuhi kebutuhannya. Terkadang
kebutuhan yang menjadi prioritas mereka sebagai pelajar sering terabaikan
Remaja membeli barang (seperti aksesosris, pakaian, tas dan lain-lainnya)
hanya untuk memperoleh pengakuan dari orang lain tanpa pertimbangan yang
rasional, maka akan menyebabkan remaja semakin terjerat dalam perilaku
konsumtif. Akibatnya terjadi pemborosan karena remaja membelanjakan
sebagian besar uangnya untuk mengejar gengsi semata. Orang tua pun
tentunya akan keberatan jika uang yang diberikan kepada anaknya digunakan
untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.
Ajaran untuk terus mengkonsumsi barang-barang baru atau menikmati hidup
menggiringi kaum remaja untuk tidak hemat dan menjauhi pola hidup
sederhana. Hal ini sangat kabur dari pendidikan yang diajarkan guru kepada
siswa-siswanya di sekolah dan jauh dari harapan orang tua yang
menginginkan anaknya hidup hemat dan mampu memanfaatkan uang yang
diberikan orang tua dengan baik.
Ketika kecenderungan prilaku konsumtif pada remaja ini dilakukan secara
berlebihan maka akan ada dampak negatif yang ditimbulkannya. Pepatah
“lebih besar pasak daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa yang
dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana.
Perilaku konsumtif inilah yang banyak melanda kehidupan remaja terutama
yang tinggal di perkotaan. Ini terjadi hampir di semua perkotaan di Indonesia,
tidak terkecuali di kota Bandar Lampung yang menyediakan berbagai fasilitas
seperti keberadaan mall, gedung bioskop dan tempat-tempat lain yang ikut
Hasil observasi awal yang dilakukan pada beberapa tempat antara lain, distro,
butik, bioskop dan beberapa pusat perbelanjaan lainnya, menyatakan bahwa
lebih dari sebagian pengunjungnya adalah remaja terutama pelajar Sekolah
Menengah Atas (SMA). Terlihat dari banyaknya remaja yang masih
berseragam sekolah berada di tempat-tempat tersebut. Kegiatan yang mereka
lakukan pun beragam, mulai dari sekedar nongkrong-nongkrong di cafe,
berkeliling di mall atau “window shopping”, berbelanja pakaian dan aksesoris,
berfoto di photo box, dan sebagainya. Bagi kebanyakan remaja, menganut
gaya hidup seperti ini merupakan cara yang paling tepat untuk dapat ikut
masuk ke dalam kehidupan kelompok sosial yang diidamkan.
Peneliti tertarik melakukan penelitian ini di SMA Al Kautsar Bandar
Lampung karena mayoritas siswa-siswa SMA Al Kautsar berasal dari keluarga
kelas ekonomi menengah keatas, sehingga sebagian besar prilaku konsumtif
remaja yang memiliki orang tua dengan kemampuan financial yang tinggi,
berdampak pula terhadap remaja yang sebelumnya tidak memiliki gaya hidup
perilaku konsumtif.
Berdasarkan pengamatan peneliti, di dalam pergaulan siswa SMA Al Kautsar
terdapat suatu sistem bergaul yang berkelompok-kelompok. Mereka mengikuti
gaya bergaul ini sesuai dengan tingkat ekonomi mereka. Di dalam kelompok
itu pun mereka saling menunjukkan penampilan yang dipandang sebagai
ukuran status ekonomi mereka masing-masing di depan teman-temannya dan
dengan sendirinya teman-teman yang lain akan berusaha mengikuti agar
Tidak kalah menariknya, dari hasil pra survey yang dilakukan pada tanggal 28
April 2010 diperoleh gambaran secara umum yakni penampilan anak-anak
SMA Al-Kautsar yang berbeda dengan anak-anak SMA lain, mulai dari gaya
dan model tas, sepatu, hand phone dengan fasilitasnya yang canggih, bahkan
kendaraan.
Ketika anak-anak SMA lainnya berangkat ke sekolah dengan menggunakan
kendaraan umum, sebaliknya di Al-Kautsar parkiran kendaraan bermotor
dipadati kendaraan milik siswa dari pada gurunya. Inilah gambaran kehidupan
sebagian besar anak-anak SMA Al-Kautsar yang tidak mustahil memberikan
pengaruh atau imbas pada anak-anak lainnya yang semula tidak memiliki gaya
hidup konsumtif, dan kurang berguna dalam hubungannya dengan tugas
remaja sebagai siswa di sekolah yaitu belajar.
Remaja dan interaksi di lingkungan sosialnya berpotensi membentuk sikap
dan perilaku yang baru yaitu perilaku konsumtif, dimana remaja tidak pernah
puas dengan satu mode saja. Sehingga pada perkembangannya akan menjadi
orang-orang dewasa yang kurang cermat dan hemat dalam penggunaan waktu
dan uangnya secara tepat, yang pada akhirnya akan berdampak pada perilaku,
etika sosial dan budaya pada remaja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
meneliti penelitian dengan judul “Hubungan Interkasi Sosial Kelompok
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian
ini adalah “Seberapa Besar Hubungan Interaksi Sosial Kelompok Teman
Sebaya Terhadap Perilaku Konsumtif Remaja di SMA Al-Kautsar Bandar
Lampung”.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan interaksi
sosial kelompok teman sebaya terhadap perilaku konsumtif remaja di SMA
Al-Kautsar Bandar Lampung.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
sosial yang khususnya dalam bidang sosiologi dengan berbagai pengaruh
yang ditimbulkan di dalam interaksi kelompok teman sebaya terhadap
pembentukan perilaku remaja.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi remaja dan pembaca dalam
membina diri menjadi pribadi yang tidak boros dan lebih mengutamakan
kebutuhan yang menjadi prioritas utama bukan berdasarkan keinginan atau
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial
Gillin dalam (Sunarto, 2004:21) mendefinisikan interaksi sosial sebagai
hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan orang
perorangan, antara kelompok kelompok manusia, maupun orang perorangan
dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu interaksi sosial
dimulai; pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling
berbicara atau bahkan mungkin berkelahi.
Soekanto (1986:51), suatu interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak
memenuhi dua syarat. Syarat tersebut adalah adanya kontak sosial dan adanya
komunikasi. Kontak sosial antara lain antara perorangan, antara
orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia dan antar suatu kelompok
manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Bonner (dalam Ali, 2004:87) menyatakan interaksi sosial merupakan suatu
hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu
Dari uraian di atas, dinyatakan bahwa interaksi sosial mengandung pengertian
hubungan timbal balik anatara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang
yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga
lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat
melainkan terjadi saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
2. Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi Sosial
Interaksi sosial tidak akan terjadi apabila manusia mengadakan hubungan
yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap
sistem syarafnya, sebagai akibat dari hubungan tersebut. Berlangsungnya
suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor, antara lain faktor
imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati (Soekanto, 1986:57).
a) Imitasi
Faktor ini memiliki peranan yang sangat penting dalam proses interaksi
sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong
seseorang untuk mematuhi nilai yang berlaku. Dampak buruknya, ketika
yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang atau tidak baik
(negatif).
b) Sugesti
Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan
atau sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak
lain. Jadi proses ini sebenarnya hampir sama dengan imitasi, tetapi
menerima dilanda emosinya, yang kemudian dapat menghambat daya
berpikirnya.
c) Identifikasi
Identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau
keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain.
Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian
seseorang dapat terbentuk atas dasar sikap ini. Dengan kata lain
identifikasi merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama)
dengan orang lain. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan
sendirinya (secara tidak sadar), maupun disengaja karena sering kali
seseorang memiliki tipe ideal tertentu.
d) Simpati
Merupakan proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di
dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting,
walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami
pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.
Hal-hal tersebut di atas merupakan faktor-faktor minimal yang menjadi
dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial, walaupun pada
kenyataannya proses tadi sangat kompleks. Terkait dengan penelitian ini,
B. Tinjauan Kelompok Teman Sebaya
1. Pengertian Kelompok Teman Sebaya
Pengertian kelompok menurut Billig (Sarwono, 2005:22) yaitu sebagai
kumpulan orang- orang yang anggota-anggotanya sadar atau tahu akan adanya
satu identitas sosial bersama. Identitas sosial adalah sebuah proses yang
mengikat individu pada kelompoknya dan menyebabkan individu diri
sosialnya.
Menurut Johnson (Sarwono, 2005:23) kelompok adalah kumpulan dua orang
individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka, yang masing-masing
menyadari keanggotaanya dalam kelompok, masing- masing menyadari
keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok dan masing-masing
menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan
bersama. Kelompok teman sebaya atau peer group merupakan kumpulan
beberapa individu yang berumur setara atau seusia, satu lingkungan (misalnya,
lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal, lingkungan bekerja) dan
memiliki tujuan pribadi yang sama, dalam peer group tidak dipentingkan
adanya struktur organisasi, namun diantara anggota kelompok merasakan
adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya.
Dari beberapa pengertian di atas dinyatakan bahwa kelompok adalah
kumpulan dua orang atau lebih yang saling berkaitan, berinteraksi dan saling
mempengaruhi dalam perilaku untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok
terjalin hubungan yang erat dan bersifat pribadi. Sebagai hasil hubungan yang
bersifat pribadi adalah peleburan dan individu dalam kelompok, sehingga
tujuan individu menjadi tujuan kelompoknya. Kelompok-kelompok sebaya di
lingkungan sosial mereka bersatu dalam satu permainan, berdiskusi tentang
sesuatu masalah.
Dalam kelompok teman sebaya, individu menemukan sesuatu yang tidak
mereka temukan di rumah. Saling hubungan yang bersifat pribadi itu
menyebabkan seseorang dapat mencurahkan isi hatin kepada teman-teman
baik sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang menyedihkan. Oleh
karena itu anak-anak terutama remaja sering meninggalkan rumah dalam
waktu berjam-jam lamanya. Dalam kelompok ini terjadi kerja sama,
tolong-menolong, akan tetapi sering juga terjadi persaingan, dan pertentangan.
2. Macam-Macam Kelompok Teman Sebaya
Menurut Hurlock (1999 :215) ada beberapa lima macam kelompok teman
sebaya dalam remaja, antara lain :
a) Teman Dekat: Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman
dekat.
b) Teman Kecil: Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman-teman
dekat yang jumlahnya tidak begitu banyak.
c) Kelompok Besar: Kelompok besar terdiri dari beberapa kelompok kecil
dan kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatnya minat
minat berkurang sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar di antara
mereka.
d) Kelompok Terorganisasi: Kelompok pemuda yang dibina oleh orang
dewasa, dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai kelompok
besar.
e) Kelompok Geng: Remaja yang tidak termasuk kelompok besar dan tidak
merasa puas dengan kelompok yang terorganisasi, mungkin akan
mengikuti kelompok geng. Anggota biasanya ter diri dari anak-anak
sejenis dan minat mereka melalui adalah untuk menghadapi penolakan
teman- teman melalaui perilaku antisosial.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada berbagai macam jenis
kelompok teman sebaya. Kelompok teman sebaya yang pasti ada di sekolah
adalah kelompok terorganisasi, yaitu kelas yang merupakan kelompok di
sekolah yang sudah pasti keberadaan anggotanya dan bersifat tetap.
3. Hakikat Kelompok Sebaya
Menurut Having Hurst (Dwi, 2009:28) dalam kehidupan sehari-hari individu
hidup dalam dua lingkungan sosial, antara lain:
1. Dunia orang dewasa
Misalnya: orang tuanya, gurunya, tetangganya.
2. Dunia peer group (sebaya)
Di dalam dunia sosial tersebut terdapat dasar dan perbedaan pengaruh, antara
lain:
1. Perbedaan dasar
Dalam dunia orang dewasa, anak selalu dalam posisi subordinat status,
dengan kata lain status anak-anak di bawah para orang dewasa. Sedangkan
dalam dunia sebayanya, anak mempunyai status yang sama dengan yang
lain. Sehingga remaja membentuk kelompok teman sebaya tersendiri
karena ada kesamaan dalam pembicaraan di segala bidang.
2. Perbedaan pengaruh
Pengaruh teman sebaya makin lama makin penting fungsinya. Akhirnya
pengaruh keluarga dalam membentuk pribadi remaja pun semakin kecil.
Dari uraian di atas, latar belakang kelompok teman sebaya antara lain:
a) Adanya perkembangan proses sosialisasi.
Pada usia remaja, individu mengalami proses sosialisasi. Ketika sedang
belajar mereka memperoleh kemantapan sosial untuk mempersiapkan diri
menjadi orang dewasa. Dengan demikian, individu mencari kelompok
yang sesuai dengan keinginannya dan bisa saling berinteraksi satu sama
lain dengan merasa diterima di kelompoknya.
b) Kebutuhan untuk menerima penghargaan.
Secara psikologis, individu butuh penghargaan dari orang lain agar
mendapat kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu
individu bergabung dengan teman sebaya yang mempunyai kebutuhan
merasakan kebersamaan atau kekompakan dalam kelompok teman
sebayanya.
c) Perlu perhatian dari orang lain.
Individu perlu perhatian dari orang lain terutama yang merasa senasip
dengan dirinya. Hal ini dapat ditemui dalam kelompok sebaya, ketika
individu sama dengan yang lainnya. Mereka akan merasakan adanya
perbedaan status jika mereka bergabung dengan orang dewasa. Oleh
karena itu mereka lebih memilih berkumpul dengan kelompoknya yang
sebaya.
d) Ingin menemukan dunianya.
Pada kelompok sebaya individu dapat menemukan kehidupan nyaman
sesuai persamaan mereka. Misalnya, pembicaraan tentang hobby dan
hal-hal yang menarik lainnya (Santoso, 2004:78).
Bagi anak, kelompok sebaya ialah kelompok anak- anak tertentu yang saling
berinteraksi. Setiap kelompok memiliki peraturan- peraturanya sendiri,
tersurat maupun tersirat, memiliki tata sosialnya sendiri, mempunyai harapan-
harapannya sendiri bagi para anggotanya. Setiap kelompok sebaya juga
mempunyai kebiasaan- kebiasaan, tradisi-tradisi, perilaku bahkan bahasa
sendiri. Kelompok sebaya merupakan lembaga sosialisasi yang penting
disamping keluarga, sebab kelompok sebaya juga turut serta mengajarkan
cara- cara hidup bermasyarakat.
Biasanya pada masa remaja dunia sosial anak mengalami perubahan secara
luas yang berpusat pada kelompok sebaya. Anak cenderung merasa nyaman
berada bersama teman-teman sebayanya daripada berada bersama orang-orang
dewasa, meskipun orang dewasa tersebut bersikap menerima dan penuh
pengertian.
C. Perilaku Konsumtif Remaja
1. Pengertian Perilaku Konsumtif
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan
(sikap), tidak saja badan atau ucapan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2001:671). Perilaku konsumtif merupakan keinginan untuk mengkonsumsi
barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk
mencapai kepuasan maksimal (Tambunan, 2001:1)
http//:www.e-psikologi.com/remaja/191101.htm.
James F. Engel (dalam Mangkunegara, 2005:3) mengemukakan bahwa
perilaku konsumtif dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu
yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan
barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang
mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.
Fromm (1995:23) menyatakan bahwa keinginan masyarakat dalam era
kehidupan yang modern untuk mengkonsumsi sesuatu tampaknya telah
kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya. Perilaku
untuk memperoleh kesenangan, meskipun sebenarnya kebahagiaan yang
diperoleh hanya bersifat semu.
Pendapat di atas berarti bahwa perilaku membeli yang berlebihan tidak lagi
mencerminkan usaha manusia untuk memanfaatkan uang secara ekonomis
namun perilaku konsumtif dijadikan sebagai suatu sarana untuk menghadirkan
diri dengan cara yang kurang tepat. Perilaku tersebut menggambarkan sesuatu
yang tidak rasional dan bersifat kompulsif sehingga secara ekonomis
menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya. Konsumen dalam membeli
suatu produk bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata-mata, tetapi juga
keinginan untuk memuaskan kesenangan. Keinginan tersebut seringkali
mendorong seseorang untuk membeli barang yang sebenarnya tidak
dibutuhkan.
Berdasarkan dari beberapa pengertian yang dikemukakan, maka dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku individu yang
ditunjukan untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan tidak terencana
terhadap jasa dan barang yang kurang atau bahkan tidak diperlukan. Perilaku
ini lebih banyak dipengaruhi oleh nafsu untuk memuaskan kesenangan.
Sehingga tanpa pertimbangan yang matang seseorang begitu mudah
melakukan pengeluaran untuk macam-macam keinginan yang tidak sesuai
2. Aspek-Aspek Perilaku Konsumtif
Konsumtif menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang
sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan
yang maksimal.
Berdasarkan definisi di atas, Tambunan (2001:1) berpendapat ada dua aspek
yang mendasari perilaku konsumtif, yaitu :
1. Adanya suatu keinginan mengkonsumsi secara berlebihan.
Hal ini akan menimbulkan pemborosan dan bahkan inefisiensi biaya.
Perilaku konsumtif dengan memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai
produk yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Perilaku ini hanya
berdasarkan pada keinginan untuk mengkonsumsi sesuatu yang kurang
diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
Pada usia remaja yang biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka
ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan
uangnya sehingga menimbulkan inefisiensi biaya.
2. Perilaku tersebut dilakukan bertujuan untuk mencapai kepuasan semata.
Kebutuhan yang dipenuhi bukan merupakan kebutuhan yang utama
melainkan kebutuhan yang dipenuhi hanya sekedar mengikuti arus mode,
ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial tanpa
memperdulikan apakah memang dibutuhkan atau tidak. Padahal hal ini
justru akan menimbulkan kecemasan. Rasa cemas di sini timbul karena
merasa harus tetap mengikuti perkembangan dan tidak ingin dibilang
3. Pengukuran Perilaku Konsumtif
Pengukuran perilaku konsumtif menggunakan indikator perilaku konsumtif
menurut Sumartono (2002:38), yaitu:
a. Membeli produk demi menjaga penampilan dan meningkatkan rasa
percaya diri. Konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang
tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam
berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar
remaja selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain.
Remaja membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang
penampilan diri dengan kecenderungan tuntutan komunitas kelompok
sosialnya sehingga terkadang tidak sedikit remaja meniru apa yang ada
pada kelompok acuan mereka. Remaja sangat terdorong untuk mencoba
suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan dapat
menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan Cross (dalam Hurlock, 1999)
juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap
dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya
diri.
b. Membeli produk atas pertimbangan harga, bukan atas dasar manfaat.
Konsumen remaja cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya
kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang
dianggap paling mewah, dengan kata lain remaja memiliki pemikiran
bahwa jika mereka membeli atau memakai sesuatu yang mewah maka
akan berdampak pula pada penerimaan sosial lingkungannya. Hal ini
c. Memakai produk karena unsur konformitas (ingin sama) dengan orang lain
atau model yang mengiklankan.
Remaja cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannya dalam
bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya.
Remaja juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan
bila ia mengidolakan publik figur produk tersebut. Tokoh idola dalam hal
ini bukan hanya artis yang remaja lihat di televisi atau majalah, namun
juga idola mereka seperti ibu/ayah, teman dekat yang dianggap keren, dan
lain-lainnya.
d. Mencoba lebih dari dua produk sejenis dengan merk yang berbeda.
Remaja akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek
yang lain dengan produk sebelumnya digunakan, meskipun produk
tersebut belum habis dipakainya. Biasanya remaja mempunyai keinginan
untuk memiliki suatu barang yang tidak terencana sebelumnya berawal
dari hanya sekedar iseng melihat-liht atau ikut menemani teman yang
berbelaja.
D. Tinjauan Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin “adolesncare” yang
berarti tumbuh atau “tumbuh menjadi dewasa”. Masa remaja, berlangsung
antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun untuk wanita, dan 13 tahun
sampai dengan 22 tahun untuk laki-laki. Perkembangan lebih lanjut,
istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup
dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa (Piaget, dalam
Hurlock 1999).
Pandangan ini di dukung oleh Papalia (dalam Nurjannah, 2009:22), remaja
sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke dewasa, diawali dengan masa
puber yaitu proses perubahan fisik yang ditandai dengan kematangan seksual,
kognisi dan psikososial yang berkaitan satu sama lain. Masa remaja adalah
waktu meningkatnya perbedaan di antara anak muda mayoritas, yang
diarahkan untuk mengisi masa dewasa dan menjadikannya produktif, dan
minoritas yang akan berhadapan dengan masalah besar.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, dalam majalah Mahkota (Edisi Oktober,
1994:120) Fahri Amin menyatakan remaja adalah sosok individu dalam usia
serba tanggung, dewasa bukan anak-anak juga suda tidak lagi. Mereka sibuk
mencari jati diri yang kesemuanya ditandai oleh sikap labil serta punya rasa
keingintahuan yang demikian besarnya. Perasaan-perasaan seperti ini
mendorong remaja untuk mencari pengalaman baru yang menyenangkan
meski terkadang semu. Pribadinya masih labil mudah menggiring mereka
keperbuatan di luar jalur kebenaran, karena mereka masih muda dipengaruhi.
Berdasarkan uraian beberapa pengertian di atas disimpulkan pengertian bahwa
remaja adalah kelompok individu yang sedang mengalami masa pertumbuhan,
masa peralihan dari usia anak-anak yang lemah dan penuh ketergantungan,
akan tetapi belum mampu ke usia yang lebih kuat dan penuh tanggung jawab
E. Hubungan Interaksi Sosial Kelompok Teman Sebaya dalam Membentuk Perilaku Konsumtif Remaja
Perilaku adalah hasil dari interaksi sosial dengan seseorang dengan lingkungan
sosialnya. Lingkungan teman sebaya akan memberikan penafsiran-penafsiran
sosial. Sedangkan penafsiran sosial sangat ditentukan oleh orang dan situasi
yang melingkupinya.
Dalam bukunya The Social Construction Reality, Peter Berger dan Thomas
Luckman (dalam Dwi, 2009:6) menyatakan bahwa realitas kehidupan
sehari-hari adalah realitas yang dibangun oleh pribadi dengan orang-orang di
sekeliling dalam suatu interaksi simbolik. Remaja dalam kondisi
psiko-sosialnya sangat bergantung pada suatu interaksinya dengan lingkungan
khususnya dengan teman sebaya. Apa yang menjadi makna atau konstruksi
sosial dengan teman sebayanya, juga akan menjadi konstruksi dalam dirinya
atau menjadi pengetahuan sosialnya (Social Cognition).
Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah berhubungan
dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan
jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga dan sekolah (Hurlock,
1999:213).
Lebih lanjut Hurlock menambahkan untuk mencapai tujuan dari pola
sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru, yang
terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh
yang baru, dan nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan. Akhirnya
menghasilkan konformitas yang tidak disadari terjadi di dalam interkasi
kelompok teman sebaya remaja.
Meyrs (1962:203) mengemukakan bahwa konformitas merupakan perubahan
perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok. Ini terlihat dari kecenderungan
remaja untuk selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok acuan
sehingga dapat terhindar dari celaan maupun keterasingan.
Faktor-faktor interaksi seperti imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati pada
individu (dalam hal ini remaja) menghasilkan perilaku, salah satunya perilaku
konsumtif. Sebenarnya, bukan hanya berpengaruh pada perilaku konsumtif
saja tetapi juga membentuk sikap-sikap lainnya, seperti perilaku menyimpang,
pelanggaran norma, dan lainnya. Namun fokus peneliti hanya pada pengaruh
interaksi pada kelompok teman sebaya tehadap perilaku konsumtif remaja.
F. Kerangka Pikir
Kerangka pikir adalah suatu konsep yang berisikan hubungan kausal hipotesis
antara variabel bebas dengan variabel terkait dalam rangka memberikan
jawaban sementara terhadap masalah penelitian. Kerangka pikir merupakan
suatu konsep yang berisikan satu keterkaitan dari dua gejala atau lebih.
Bagi tipe sosial kultural masyarakat Indonesia yang beragam, penyesuaian
pribadi dan sosial remaja banyak yang ditekankan dalam lingkup kelompok
teman sebaya. Alasan pokoknya adalah bahwa kelompok teman sebaya
bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman
sebaya merupakan suatu kelompok yang memiliki ciri, norma dan kebiasaan
yang jauh berbeda dengan apa yang ada dalam lingkungan keluarga.
Teori Belajar Sosial, David G. Myers (1962:42) menyatakan bahwa perilaku
yang dimunculkan individu merupakan hasil dari pengolahan observasinya
terhadap lingkungan. Dari lingkunganlah individu mendapatkan banyak
informasi yang akan digunakan sebagai dasar perilakunya dimasa mendatang.
Remaja dituntut memiliki kemampuan setelah itu baru menyesuaikan diri dan
akhirnya dapat dijadikan dasar dalam hubungan sosial yang lebih luas di
masyarakat.
Menurut Hurlock (1999:213), karena remaja lebih banyak berada di luar
rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah
dimengerti bahwa pengaruh teman-teman pada sikap, pembicaraan, minat,
penampilan dan perilaku terkadang lebih besar dari pada pengaruh keluarga.
Seringnya intensitas bertemu, bermain, dan beraktifitas dengan teman sebaya
baik di sekolah maupun di luar sekolah berpengaruh yang positif dan negatif
terhadap perkembangan pribadi remaja. Hal ini tergantung pada lingkungan
teman sebaya dari interaksi, aktivitas serta kebiasaan-kebiasaan yang sering
dilakukan saat berkumpul dengan teman sebayanya. Intensitas berkumpul dan
beraktivitas dengan kelompok teman sebaya juga tidak menutup kemungkinan
seseorang akan masuk ke dalam lingkungan itu dengan melihat, mengamati
kemudian meniru tingkah laku atau peristiwa yang menarik perhatian dan
Tingkat intensitas berkumpul dan iteraksi yang ada di dalam kelompok sebaya
menjadi suatu pertimbangan dan diduga memberikan pengaruh pada sikap
awal remaja terhadap perilaku konsumtif. Faktor-faktor terbentuknya interaksi
seperti imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati pada akhirnya menyebabkan
penafsiran-penafsiran remaja terhadap apa yang ia lihat dan ia anggap benar.
Padahal belum tentu yang mereka anggap benar adalah yang baik bagi
perkembangan dirinya.
Remaja akan merasa lebih percaya diri, nampak keren, merasa diterima di
kalangan teman sebaya jika mereka menunjukkan identitas diri mereka agar
bisa masuk ke dalam kelompoknya dan mendapatkan pengakuan. Oleh karena
itu berbagai cara remaja tempuh untuk memenuhi hasrat konsumtifnya supaya
terlihat sama dan sejajar dengan teman sebaya lainnya. Hasrat konsumtif
itulah yang menyebabkan masalah pada perilaku-perilaku remaja yang
dianggap tidak wajar mengingat mereka belum memiliki kemampuan
financial atau penghasilan dan masih bergantung pada pemberian orang tua.
Berdasarkan uraian di atas, maka bagan kerangka pikir dapat diformulasikan
sebagai berikut: 1. Membeli produk demi menjaga
penampilan dan meningkatkan rasa percaya diri
2. Membeli produk atas pertimbangan harga, bukan atas dasar manfaat 3. Memakai produk karena unsur
konformitas (ingin sama) dengan orang lain atau model yang mengiklankan
Keterangan :
Interaksi Kelompok Teman Sebaya sebagai variabel bebas (X)
Perilaku Konsumtif Remaja sebagai variabel terikat (Y)
: Menunjukkan adanya hubungan variable X terhadap Y
G. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan:
1. Hipotesis alternatif (Ha): “Ada Hubungan Interaksi Sosial Kelompok
Teman Sebaya terhadap Perilaku Konsumtif Remaja”.
2. Hipotesis nihil (Ho): “Tidak Ada Hubungan Interaksi Sosial Kelompok
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Penelitian pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menjembatani dunia
konseptual dengan dunia empirik. Suatu penelitian sosial diharapkan
mengungkap fenomena atau peristiwa sosial tertentu dan pemahaman atau
realitas sosial harus logis, dan dapat diterima akal sehat serta harus sesuai
dengan apa yang akan diamati. Penelitian merupakan cara utama yang
digunakan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan tekhnik serta alat
tertentu. Cara ini dipergunakan setelah penelitian memperhitungkan
kewajaran dari tujuan penelitian. Tipe penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Pemilihan pendekatan
kuantitatif dikarenakan pada analisa data penetapan pengukurannya
menggunakan metode statistik sebagai alat ukur.
B. Definisi Konseptual
Defenisi Konseptual dalam penelitian ini adalah:
1. Interaksi Sosial Kelompok Teman Sebaya
Interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya merupakan hubungan
anggota terjalin hubungan yang erat dan bersifat pribadi. Sebagai hasil
hubungan yang bersifat pribadi adalah peleburan individu dalam
kelompok, sehingga tujuan individu menjadi tujuan kelompoknya.
2. Perilaku Konsumtif
Perilaku konsumtif merupakan keinginan untuk mengkonsumsi
barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk
mencapai kepuasan maksimal.
C. Definisi Operasional
Untuk mengoperasionalkan variabel penelitian, maka perlu dirumuskan
definisi operasional. Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai
variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik- karkteristik variabel
tersebut yang dapat diamati (Azwar, 1999:74). Variabel dalam penelitian ini
mempunyai definisi operasional sebagai berikut:
1. Interaksi Sosial Kelompok Teman Sebaya (variabel x)
Upaya manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
dilaksanakan melalui proses sosial yang disebut interaksi sosial, yaitu
hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, atau kelompok dengan kelompok dalam masyarakat.
Adapun indikator-indikator interaksi sosial yang akan dijadikan dalam
a. Imitasi
Suatu tindakan atau perilaku yang dilakukan karena ingin meniru
orang lain.
b. Sugesti
Suatu tindakan atau perilaku yang dilakukan karena termotivasi dari
sikap orang lain yang dianggap benar atau baik.
c. Identifikasi
Keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak
lain, lebih dari sekedar meniru namun lebih dalam seperti pola tingkah
laku, sikap ataupun kebiasaan yang ada pada diri orang lain.
d. Simpati
Seseorang tertarik dengan pihak lain sehingga timbul keinginan untuk
memahami dan bekerja sama dengannya.
2. Perilaku Konsumtif Remaja (variabel y)
Perilaku konsumtif merupakan pola perilaku individu dalam
mengkonsumsi barang yang lebih mementingkan faktor keinginan untuk
mendapatkan kesenangan daripada untuk memenuhi kebutuhan. Perilaku
ini juga mencakup suatu tindakan penggunakan produk yang tidak tuntas
namun sudah menggunakan produk lain. Barang-barang yang dibeli
berupa barang-barang yang dapat merawat diri dan menunjang penampilan
diri seperti sepatu, pakaian, kosmetik dan aksesoris.
Perilaku konsumtif akan diukur dengan menggunakan skala perilaku
a. Membeli produk demi menjaga penampilan dan meningkatkan rasa
percaya diri.
b. Membeli produk atas pertimbangan harga, bukan atas dasar manfaat.
c. Memakai produk karena unsur konformitas (ingin sama) dengan orang
lain atau model yang mengiklankan.
d. Mencoba lebih dari dua produk sejenis dengan merk yang berbeda.
D. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di SMA Al-Kautsar yang beralamat di Jalan
Soekarno Hatta Rajabasa Bandar Lampung. Adapun pertimbangan dalam
memilih lokasi tersebut adalah:
1. Terdapat sistem pertemanan yang mengelompok di dalam SMA
Al-Kautsar.
2. Adanya keterwakilan terhadap populasi yaitu keterwakilan terhadap
pelajar yang cenderung memiliki kemungkinan perilaku konsumtif,
sehingga memungkinkan untuk diteliti.
3. Pelajar yang bersekolah di SMA Al-Kautsar sebagian besar berasal dari
sosial ekonomi orang tua yang berada pada kalangan menengah keatas.
4. Sekolah ini berada di daerah yang berdekatan dengan daerah tempat
tinggal peneliti sehingga dapat mempermudah transportasi dan komunikasi
dalam rangka penelitian.
5. Peneliti pernah menempuh pendidikan selama 6 tahun di Perguruan
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya mudah
diduga (Singarimbun dan Efendi, 1987:108). Selain itu populasi juga wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang memiliki kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik suatu kesimpulan (Sugiono, 2007:80).
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa-siswi kelas XI SMA AL-Kautsar Bandar Lampung tahun ajaran 2009-2010
yang berjumlah 312 orang.
Hal tersebut bisa kita lihat dalam tabel sebagai berikut:
2. Sampel
Menurut Arikunto (1998:121), sampel adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang diteliti. Pengambilan sampel mengikuti ukuran. Bila subjeknya
kurang dari 100 maka lebih baik di ambil semua dan jika jumlah subjeknya
lebih dari 100, dapat diambil antara 10-15%, 20-25% atau lebih.
Berdasarkan ukuran diatas maka penulis menetapkan besarnya sampel dalam
penelitian ini yaitu sebanyak 25%, karena jumlah subjeknya lebih dari 100
yaitu 316 siswa. Dengan demikian maka besarnya sampel dalam penelitian ini
adalah 78 siswa, dengan rincian sampel sebagai berikut:
Tabel 2. Daftar Sampel Siswa Kelas XI SMA Al-Kautsar Bandar Lampung Tahun Ajaran 2009-1010
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang lengkap dan akurat serta dapat dipertanggung
jawabkan kebenaran ilmiahnya, penulis mempergunakan teknik pengumpulan
1. Kuesioner
Suatu penelitian mengenai suatu masalah yang dilakukan dengan cara
mengedarkan atau memberikan pertanyaan-pertanyaan berupa formulir,
diajukan secara tertulis kepada responden untuk mendapatkan jawaban
tertulis. Kuesioner ini akan disebar atau diberikan kepada responden
yang dijadikan sampel yaitu siswa-siswi kelas XI SMA Al-Kautsar
Bandar Lampung.
2. Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk mencari literatur yang dapat
mendukung dan memberikan informasi bagi pelaksanaan penelitian ini
seperti buku, laporan dan arsip-arsip yang berkaitan dengan kegiatan
penelitian.
3. Wawancara
Wawancara digunakan untuk melengkapi data primer (kuesioner) dengan
percakapan secara langsung, bertatap muka dengan informan yang
diwawancarai. Dengan menggunakan metode wawancara ini diharapkan
akan memperoleh yang lebih jelas mengenai jawaban responden pada
kuisioner berkaitan dengan penelitian guna mempermudah dalam
menganalisis data selanjutnya. Metode wawancara pada penelitian ini
hanya dilakukan kepada beberapa responden saja mengingat jumlah
responden yang berjumlah banyak dengan keterbatasan waktu, dana dan
G. Teknik Pengolahan Data
1. Tahap Editing
Dalam tahap ini data yang dapat diperiksa kembali apakah ada kesalahan
dalam melakukan pengisian yang tidak lengkap atau tidak jelas.
2. Tahap Koding
Tahap pengklasifikasikan jawaban-jawaban yang diberikan oleh responden
menurut jenis pertanyaan kuesioner dengan memberikan kode tertentu
pada setiap jawaban.
3. Tahap Tabulating
Dalam tahap ini hasil kuesioner dimasukkan ke dalam tabel dan kemudian
diinterprestasikan.
4. Tahap Interprestasi
Tahap ini dari penelitian yang berupa data yang diinterprestasikan agar
lebih mudah dipahami yang kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.
H. Penentuan Skor dan Kategori
Pengumpulan data penelitian variabel Interaksi Sosial Kelompok Teman
Sebaya (X) dan Perilaku Konsumtif (Y) dengan menggunakan kuesioner
(angket) model Skala Likert. Aspek-aspek yang dievaluasi dalam kuisioner
akan dibuat pertanyaan atau pernyataan untuk masing-masing variabel.
Penelitian ini menggunakan tiga alternatif jawaban, untuk setiap pertanyaan
1. Ya
2. Kadang-kadang
3. Tidak
Untuk mengkuantifikasi data dilakukan perumusan nilai (score) bagi
masing-masing kontinum secara berurut, untuk pertanyaan/pernyataan positif diberi
bobot: 1 – 2 – 3, sedangkan untuk pertanyaan/pernyataan bersifat negatif
diberi bobot: 3 – 2 – 1.
Tabel 3. Kisi-Kisi dan Jumlah Soal Kuesioner
NO VARIABEL INDIKATOR No Butir
I. Teknik Analisis Data
Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa
statistik yang diarahkan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel
penelitian. Rumus yang digunakan untuk mengetahui hubungan tersebut
menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:
= Koefisien korelasi antara variable X dan Y
XY = Hasil perkalian variabel X dan Y
X = Hasil skor variabel X
Y = Hasil skor variabel Y
X2 = Hasil perkalian kuadrat skor variabel X Y2 = Hasil perkalian kuadrat skor variabel Y N = Jumlah sampel
Untuk mengetahui keeratan hubungan variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y)
maka hasil perhitungan rumus diatas dibandingkan dengan nilai r yang telah dibagi,
Arikunto (2000) dalam kriteria koefisien korelasi sebagai berikut:
Besar nilai r Interprestasi korelasi
0,801 sampai dengan 1,000 Korelasi sangat kuat
0,601-0800 Korelasi kuat
0,401-0,600 Korelasi sedang
0,201-0,400 Korelasi lemah
J. Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis terlebih dahulu diketahui niali thitung (student test).
Adapun rumus statistik t:
2
1 2
r n r t
Keterangan:
t = Nilai uji t
r = Nilai korelasi
n = Besarnya sampel
Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan membandinglkan nilai
thitung dan ttabel pada taraf signifikan 95%, ketentuan yang dipakai dalam
perbandingan ini adalah sebagai berikut:
a. Jika thitung > ttabel, pada taraf signifikan 95% maka Ho ditolak, Ha
diterima berarti ada hubungan atau pengaruh variabel interaksi sosial
kelompok teman sebaya terhadap perilaku konsumtif remaja.
b. Jika thitung > ttabel, pada taraf signifikan 95% maka Ho diterima, Ha
ditolak berarti tidak ada hubungan atau pengaruh variabel interaksi
K. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Uji validitas instrumen penelitian digunakan untuk mengetahui tingkat
kesahihan atau kevalidan kuisioner penelitian. Pengujian validitas dilakukan
dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Setelah hasil
perhitungan per item pertanyaan dengan menggunakan rumus korelasi product
moment diperoleh (r hitung) maka angka korelasi yang diperoleh harus
dibandingakan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r (r tabel).
Jika nilai hitung korelasi product moment lebih kecil aau dibawah angka kritik
tabel korelasi nilai r maka pertanyaan tersebut tidak valid. Sebaliknya jika
nilai hitung product moment lebih besar atau di atas angka kritik tabel korelasi
nilai r maka pertanyaan tersebut valid (Singarimbun dan Effendi, 1989:137).
2. Reliabilitas
Realibilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius
mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen
yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat
dipercaya juga. Apabila data yang terkumpul memang benar atau sesuai
dengan kenyataannya, maka berapa kalipun tetap akan sama. Reliabilitas
menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu (instrumen). Reliabel artinya
Untuk mencari reabilitas keseluruhan item adalah dengan mengkoreksi angka
korelasi yang diperoleh dengan memasukkannya dalam rumus Koefisien Alfa
(Croncbach). Instrumen penelitian dikatakan memenuhi syarat jika koefisien
alfa > r tabel, lalu diinterprestasikan pada tabel interprestasi nilai r.
Rumus Koefisien Alfa (Croncbach) yang digunakan adalah:
α =
k = Jumlah item pertanyaan
2
i
= Nilai varians masing-masing item
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman
Sebaya Terhadap Perilaku Konsumtif Remaja pada siswa kelas XI SMA
Al-Kautsar Bandar Lampung yang menjadi lokasi penelitian, terlebih dahulu akan
dideskripsikan identitas responden, latar belakang responden berinteraksi dalam
kelompok teman sebaya dan perilaku konsumtifnya serta terlebih dahulu
menganalisis data variabel penelitian.
A. Identitas Responden
Responden dalam penelitian ini yaitu siswa-siswi kelas XI SMA Al-Kautsar
Bandar Lampung yang berjumlah 78 orang. Kelompok responden ini
disesuaikan dengan konteks variabel penelitian, yaitu data mengenai hubungan
interaksi sosial kelompok teman sebaya terhadap perilaku konsumtif remaja.
Peneliti menyebar kuesioner ke delapan kelas, selanjutnya akan dideskripsikan
identitas responden kelompok remaja menurut jenis kelamin, kelompok umur,
1. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Untuk mengetahui identitas responden menurut jenis kelamin dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 5. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-Laki 25 32.05
Perempuan 53 67.95
Jumlah total 78 100.00
Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 78 responden sebanyak
25 (32.05%) responden berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 53 (67.95%)
berjenis kelamin perempuan, hal ini disebabkan jumlah siswa kelas XI SMA
Al-Kautsar pada umumnya lebih banyak siswa perempuan dari pada laki-laki,
selain itu perilaku konsumtif remaja perempuan lebih cenderung menunjukkan
agresivitasnya dibandingkan remaja laki-laki.
2. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur
Untuk mengetahui identitas responden menurut kelompok umur dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 6. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur
Umur Jumlah Persentase
16 tahun 42 53.85
17 tahun 36 46.15
Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 78 responden sebanyak
42 (53.85%) responden berumur 16 tahun dan sebanyak 36 (46.15%)
responden berumur 17 tahun. Responden berdasarkan kelompok umur ini
termasuk ke dalam kelompok remaja. Masa remaja berlangsung antara umur
12 tahun sampai dengan 21 tahun untuk wanita dan 13 tahun sampai dengan
22 tahun untuk laki-laki (Piaget, dalam Hurlock 1999). Dimana pada masa ini
gejolak jiwa dan kepribadian seorang remaja berkembang.
3. Identitas Responden Menurut Pekerjaan Orang Tua
Untuk mengetahui identitas responden menurut pekerjaan orang tua dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7. Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan Jumlah Persentase
Pegawai Negeri 38 48.72
Pegawai Swasta 16 20.51
TNI – Polri 4 5.13
Wiraswasta 20 25.64
Jumlah total 78 100.00
Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 78 responden sebanyak
38 (48.72%) responden menyatakan bahwa pekerjaan orang tua responden
adalah pegawai negeri, sebanyak 16 (20.51%) responden menyatakan bahwa
pekerjaan orang tua adalah pegawai swasta, sebanyak 4 (5.13%) responden
menyatakan bahwa pekerjaan orang tua adalah TNI – Polri dan sebanyak 20
wiraswasta. Dengan demikian pekerjaan orang tua sebagian besar responden
adalah pegawai negeri. Dari deskripsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
sebagian besar pekerjaan orang tua reponden tergolong mapan atau
berpenghasilan tetap.
4. Identitas Responden Menurut Pendidikan Orang Tua
Untuk mengetahui identitas responden menurut pendidikan orang tua dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Identitas Responden Menurut Pendidikan Orang Tua
Pendidikan Jumlah Persentase
Perguruan Tinggi – S2 21 26.92
Perguruan Tinggi – S1 41 52.57
SMA 16 20.51
Jumlah total 78 100.00
Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 78 responden sebanyak
21 (26.92%) responden menyatakan bahwa pendidikan terakhir orang tua
responden adalah perguruan tinggi - strata dua (S2), sebanyak 41 (52.57%)
responden menyatakan bahwa pendidikan terakhir orang tua responden adalah
perguruan tinggi - strata satu (S1) dan sebanyak 16 orang atau 20.51%
responden menyatakan pendidikan terakhir orang tua adalah Sekolah
Menengah Atas (SMA). Pendidikan orang tua responden tergolong tinggi
karena dari hasil perhitungan kuesioner tidak ditemukan pendidikan orang tua
responden yang SD atau SMP, mayoritas pendidikan terakhir orang tua
B. Latar Belakang Responden Berinteraksi dalam Kelompok Teman Sebaya dan Perilaku Konsumtifnya
Responden dalam penelitian ini adalah remaja. Remaja merupakan masa
peralihan dari anak-anak, namun belum bisa dikatakan dewasa karena pada
masa ini remaja memiliki kematangan fisik namun tingkat emosional yang
masih labil. Remaja yang notabane nya sebagai pelajar, lebih banyak
berinteraksi dengan orang-orang yang seusianya baik di sekolah maupun di
luar sekolah sehingga remaja cenderung dekat dengan teman sebayanya.
Responden dalam penelitian ini berjumlah 78 orang, selanjutnya akan
dideskripsikan distribusi responden menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan pertemanan responden dalam kelompok teman sebaya dan
perilaku konsumtifnya.
a. Responden yang Memiliki Kelompok Teman Dekat di Sekolah maupun di Luar Sekolah
Untuk mengetahui jumlah responden yang memiliki kelompok pertemanan di
sekolah maupun di luar sekolah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9. Responden Memiliki Kelompok Teman Dekat di Sekolah maupun di Luar Sekolah
Responden memiliki kelompok teman dekat di sekolah mupun
di luar sekolah
Jumlah Persentase
Ya 78 100
Tidak 0 0
Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa seluruh responden memiliki
kelompok teman dekat di sekolah maupun di luar sekolah mereka. Dari
pertanyaan yang dijawab, alasan mereka berkelompok dengan teman
sebayanya adalah karena mereka merasa lebih nyaman ketika mereka
melakukan kegiatan bersama-sama dengan teman-teman, selain itu mereka
merasa bahwa temanlah yang mengerti kondisi mereka saat mereka
mengalami masalah dengan teman-teman lainnya dan kebosanan mereka
berada dirumah.
b. Intensitas Pertemuan Responden dengan Teman di Luar Jam Sekolah
Untuk mengetahui intensitas pertemuan responden dengan teman-temannya di
luar jam sekolah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10. Intensitas Pertemuan Responden dengan Teman di Luar Jam Sekolah
Intensitas pertemuan responden
dengan teman di luar jam sekolah Jumlah Persentase
Sangat Sering 24 30.77
Sering 38 48.72
Kadang-kadang 9 11.54
Jarang 7 8.97
Tidak Pernah 0 0
Jumlah total 78 100.00
Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 78 responden sebanyak
24 (30.77%) responden menyatakan sangat sering bertemu temannya di luar
jam sekolah, sebanyak 38 (48.72%) responden menyatakan sering bertemu
kadang-kadang bertemu dengan teman di luar jam sekolah, sebanyak 7
(8.79%) responden menyatakan jarang bertemu teman di luar jam sekolah dan
tidak ada responden yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah bertemu
teman di luar jam sekolah.
c. Kualitas Pertemuan Responden dengan Teman di Waktu Luang
Untuk mengetahui kualitas pertemuan responden dengan teman-teman di
waktu luang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 11. Kualitas Pertemuan Responden dengan Teman di Waktu Luang
Kegiatan yang responden lakukan dengan teman di waktu luang
Jumlah Persentase
Berbelanja 9 11.54
Bermain dan jalan-jalan 52 66.67
Belajar 5 6.41
Lainnya 12 15.38
Jumlah total 78 100.00
Berdasarkan tabel di atas maka diketahui dari 78 responden sebanyak 9
(11.54%) responden menyatakan bahwa mereka memanfaatkan waktu luang
bersama teman-teman dengan berbelanja, sebanyak 52 (66.67%) responden
memanfaatkan waktu luang bersama teman-teman dengan bermain dan
jalan-jalan, hanya sebanyak 5 (6.41%) responden yang memanfaatkan waktu luang
bersama teman-teman dengan belajar dan 12 orang lainnya atau 15.38%
responden memanfaatkan waktu luang bersama teman-teman dengan
d. Intensitas Belanja Responden dalam Sebulan
Untuk mengetahui intensitas berbelanja responden dalam sebulan dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 12. Intensitas Belanja Responden dalam Sebulan
Intensitas berbelanja
responden dalam sebulan Jumlah Persentase
1 kali 22 28.20
2 kali 27 34.62
3 kali 15 19.23
> 3 kali 8 10.25
Tidak pernah 6 7.70
Jumlah total 78 100.00
Berdasarkan tabel di atas maka diketahui dari 78 responden sebanyak 22
(28.20%) responden menyatakan bahwa bebelanja 1 kali dalam sebulan,
sebanyak 27 (34.62%) responden menyatakan bahwa berbelanja 2 kali dalam
sebulan, sebanyak 15 (19.23%) responden menyatakan bahwa berbelanja 3
kali dalam sebulan, sebanyak 8 (10.25%) responden menyatakan bahwa
berbelanja lebih dari 3 kali sebulan dan sebanyak 6 (7.70%) responden
menyatakan tidak pernah berbelanja dalam jangka waktu sebulan. Dengan
demikian sebagian besar responden berbelanja 2 kali dalam sebulan. Maka
dapat dinyatakan bahwa intensitas responden remaja dalam berbelanja adalah
sering karena dalam jangka waktu dua minggu mereka berbelanja berbagai
e. Jenis Barang yang Sering Dibeli Responden
Untuk mengetahui jenis barang yang serin dibelanjakan responden dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 13. Jenis Barang yang Sering Dibeli Responden
Jenis barang yang sering
dibeli responden Jumlah Persentase
Pakaian 34 43.59
Tas 11 14.10
Aksesoris 29 37.18
Lainnya 4 5.13
Jumlah total 78 100.00
Berdasarkan tabel di atas diketahui maka diketahui dari 78 responden
sebanyak 34 (43.59%) responden sering membelanjakan uangnya untuk
membeli pakaian, sebanyak 11 (14.10%) responden sering membelanjakan
uangnya untuk membeli tas, sebanyak 29 (37.18%) responden sering
membelanjakan uangnya untuk membeli aksesoris dan 4 orang lainnya
menjawab sering membelanjakan uangnya untuk membeli makanan.
Dengan demikian, sebagian besar responden membelankajakan uangnya untuk
membeli pakaian dalam menunjang penampilan diri mereka selain itu peneliti
tidak menemukan jawaban responden yang membelanjakan buku atau
keperluan sekolah lainnya. Ketika peneliti wawancarai 2 orang responden
alasan mereka tidak membelanjakan uang pemberian orang tua untuk membeli
buku karena buku dan keperluan sekolah lainnya adalah tanggung jawab orang
C. Analisis Data Variabel Penelitian
Penelitian ini mengkaji hubungan interaksi sosial kelompok teman sebaya
terhadap perilaku konsumtif remaja pada siswa kelas XI SMA Al-Kautsar
Bandar Lampung. Berikut ini akan dibahas analisis data hasil pengukuran dari
masing-masing variabel tersebut.
1. Interaksi Sosial Kelompok Teman Sebaya
Data variabel interaksi sosial kelompok teman sebaya dalam penelitian ini
diperoleh melalui kuesioner yang dijawab siswa yang berjumlah 14 butir
pertanyaan/pernyataan. Bobot skor setiap butir pertanyaan/pernyataan 1
sampai dengan 3. Secara teoritis skor interaksi sosial siswa akan bervariasi
antara skor minimal 14 sampai skor maksimal 42. Berdasarkan analisis data
dengan menggunakan SPSS 1.3, diperoleh deskripsi statistik hasil pengukuran
variabel interaksi sosial siswa yang ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 14. Deskripsi Data Variabel Interaksi Sosial Kelompok Teman Sebaya
No Statistik Deskriptif Hasil Perhitungan
1 Jumlah Butir 14
2 Skor Ideal 42
3 Minimal 17
4 Maksimal 40
6 Mean 30.42
7 Median 31