• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA SISWA KELAS XI SMA N 6 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA SISWA KELAS XI SMA N 6 YOGYAKARTA."

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA SISWA KELAS XI SMAN 6 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Andin Kharisma Wijayanti NIM 11104244049

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian dan jangan melihat orang yang lebih di atas kalian. Yang demikian ini akan membuat kalian tidak

meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kalian”.(HR. Muslim)

Sesungguhnya pemborosan-pemborosan itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya

(Q.S Al-Isro - 27)

Rezeki yang selama ini kita nikmati hanyalah titipan dari Allah yang harus kita jaga dan pelihara. Janganlah takabur karena Allah dapat menariknya kembali

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis sembahkan kepada:

Kedua orang tuaku tercinta, yang selalu memberikan segalanya yang terbaik untukku dan yang menjadikanku terus bersyukur.

(7)

vii

HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA SISWA KELAS XI SMA N 6 YOGYAKARTA

Oleh

Andin Kharisma Wijayanti 11104244049

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif pada siswa kelas XI SMA Negeri 6 Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 6 Yogyakarta, DIY, dengan sampel yang diteliti sejumlah 104 siswa. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan proportional random sampling. Alat pengumpulan data berupa skala interaksi teman sebaya dan skala perilaku konsumtif. Uji validitas instrumen menggunakan validitas isi dengan expert judgement, sedangkan reliabilitas dengan menggunakan formula Alpha Cronbach

dengan nilai koefisien 0.868 pada skala interaksi teman sebaya dan 0.917 pada skala perilaku konsumtif. Analisi data menggunakan teknik analisis korelasi dengan program SPSS 22.00 for Windows.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan limpahan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi bejudul “Hubungan Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku Konsumtif pada Siswa Kelas XI SMA N 6 Yogyakarta“.

Sebagai ungkapan syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas dukungan dan kerjasama yang baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY yang telah memfasilitasi kebutuhan akademik selama penulis menjalani masa studi.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi.

4. Ibu Eva Imania Eliasa, M, Pd. Selau dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan serta masukan kepada penulis selama menyusun skripsi.

5. Seluruh dosen jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UNY atas ilmu yang bermanfaat selama penulis menyelesaikan studi.

6. Kepala sekolah SMA N 6 Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 7. Bapak Agus dan Ibu Dini, S. Pd. selaku guru BK SMA N 6 Yogyakarta atas

kerjasama dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian.

8. Seluruh guru, Staff TU, dan siswa kelas XI SMA N 6 Yogyakarta atas kerjasama dan bantuannya.

9. Kedua orangtuaku tercinta, Bp. Agus Budiono dan Ib. Baidah yang tiada henti selalu memberikan dukungan moril maupun materil. Semoga Allah SWT senantiasa selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan dunia- akhirat.

(9)
(10)

x

B.Identifikasi Masalah ... 11

C.Batasan Masalah ... 12

3. Aspek Perkembangan Remaja... 16

4. Ciri-ciri Remaja ... 18

5. Tugas-tugas Perkembangan Remaja... ... 21

B.Kajian Tentang Konsumtif………... 21

1. Pengertian Konsumtif... 21

2. Jenis-jenis Perilaku Konsumtif... ... 23

3. Faktor-faktor yang Mempengarhi Perilaku Konsumtif... 25

4. Aspek- Aspek Perilaku Konsumtif... ... 29

5. Indikator Perilaku Konsumtif... 30

C.Kajian Tentang Interaksi Teman Sebaya ……… 32

1. Pengertian Interaksi Teman Sebaya... 32

2. Ciri-ciri Interaksi Teman Sebaya... 36

3. Faktor-faktor Interaksi Teman Sebaya... 37

4. Bentuk-bentuk Hubungan Interaksi Teman Sebaya... 40

(11)

xi

6. Fungsi Interaksi Teman Sebaya... 41

7. Jenis Interaksi Teman Sebaya... 42

D.Hubungan Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku Konsumtif……… 43

E. Hipotesis Penelitian... 46

BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian ... 47

B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 47

C.Subjek Penelitian ... 48

D.Variabel Penelitian ... 52

E. Definisi Operasional ... 53

F. Teknik Pengumpulan Data ... 54

G.Instrumen Penelitian ... 55

H.Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 58

I. Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian... 63

B.Deskripsi Data Penelitian ... 64

(12)

xii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Distribusi Populasi Penelitian... 49

Tabel 2. Hasil Perhitungan Sampel Masing-masing Kelas... 52

Tabel 3. Kisi-kisi Skala Interaksi Teman Sebaya... 56

Tabel 4. Kisi-kisi Skala Perilaku Konsumtif ... 57

Tabel 5. Uraian Jumlah Subjek Penelitian... 63

Tabel 6. Hasil Analisis Deskripsi Matematik... 65

Tabel 7. Distribusi Kecenderungan Variabel Interaksi Teman Sebaya... 66

Tabel 8. Distribusi Kecenderungan Variabel Perilaku Konsumtif... 67

Tabel 10. Hasil Uji Linearitas... 69

Tabel 9. Hasil Analisi Uji Normalitas Skala Interaksi Teman Sebaya dan Skala Perilaku Konsumtif... 70

Tabel 11. Hasil Uji Korelasi... 71

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Hipotesis Penelitian Variabel Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku konsumtif...

46

Gambar 2. Nomogram Harry King... 51

Gambar 3. Grafik Kecenderungan Variabel Interaksi Teman Sebaya.... 71

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Perhitungan Pengambilan Sampel Nomogram Harry King... 87

Lampiran 2. Perhitungan Validitas Interaksi Teman Sebaya dan Perilaku Konsumtif... 89

Perhitungan Validitas Interaksi Teman Sebaya dan Perilaku Konsumtif... 90

Lampiran 3. Perhitungan Reliabilitas Interaksi Teman Sebaya dan Perilaku Konsumtif... 91

Lampiran 4. Kuisioner Siswa... 93

Lampiran 5. Hasil Tabulasi Data Interaksi Teman Sebaya dan Perilaku Konsumtif... 100 Lampiran 6. Perhitungan Kategorisasi Setiap Variabel... 110

Lampiran 7. Hasil Analisis Deskriptif Data Interaksi Teman Sebaya dan Perilaku Konsmtif... 111

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Uji Normalitas... 112

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Analisis Korelasi... 113

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai manusia yang hidup di masa sekarang, relasi kita dengan barang-barang konsumsi tidak dapat dipungkiri. Kapanpun dan dimanapun, di jalan raya, bandara, stadion olahraga, bahkan dalam rumah kita sendiri konsumsi hadir sebagai solusi bagi seluruh permasalahan (Soedjatmiko Haryanto, 2007:13). Konsumtif biasanya menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi atau memiliki suatu barang secara berlebihan yang sebenarnya kurang diperlukan atau bukan menjadi kebutuhan pokok (Ahmad Hikamuddin, 2013).

(16)

2

mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik (Triyaningsih, 2011, 172- 177).

Adapun menurut Sari dalam Imam Hoyri Shohibullana (2014: 2) menggambarkan perilaku konsumtif sebagai adanya ketegangan antara kebutuhan dan keinginan manusia. Perilaku konsumtif adalah perilaku yang suka membelanjakan uang dalam jumlah yang besar. Perilaku konsumtif menimbulkan dampak positif dan negatif baik yang dirasakan konsumen itu sendiri maupun pihak lain (Bambang Prishardoyo, 2005: 48)

Menurut penjelasan beberapa sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang terus mendorong seseorang untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan karena adanya keinginan yang tidak rasional untuk mencapai kepuasanyang maksimal.

Perilaku konsumen dimaknai sebagai proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya (Ristiyanti dan John Ihalauw Prasetijo, 2005:15). Konsumerisme merupakan sikap atau perilaku suka membeli barang untuk mendapatkan prestise atau gengsi tertentu, tanpa memperhatikan kegunaannya. Perilaku seperti ini lebih mendahulukan pemenuhan keinginan dengan gaya hidup mewah daripada pemenuhan kebutuhan pokok (Y. Sri Pujiastuti & Suparno Tamtomo, 2007: 123).

(17)

3

saja, daya kritis masyarakat menjadi semakin pudar serta gemar mempercepat proses dan menyukai hal-hal yang berbau instan dan cepat. Ketiga hal tersebut yang menandai konsumerisme (Soedjatmiko Haryanto, 2007: 8). Masyarakat perkotaan cenderung melakukan sifat-sifat konsumerisme akibat berbagai tawaran baik melalui media massa, media elektronik seperti televisi, radio, internet maupun berbagai barang yang ditawarkan di pusat perbelanjaan dan pusat-pusat modern.

Perilaku-perilaku yang mengikuti trend, dan tuntutan sosial cenderung menimbulkan pola konsumsi yang berlebihan. Fashion selalu berubah, perkembangan fashion akan selalu berjalan (Hemphill & Suk 2009: 5). Sehingga hal tersebut akan terus menuntut rasa tidak puas dengan apa yang dimilikinya, dan mendorong untuk selalu mengkonsumsinya karena takut ketinggalan. Akibatnya seseorang tidak memperhatikan kebutuhannya ketika membeli produk fashion. Mereka cenderung membeli produk fashion yang mereka inginkan, bukan yang mereka butuhkan, secara berlebihan dan tidak wajar, ini dapat digambarkan sebagai perilaku konsumtif. Berbelanja dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa, akan tetapi apabila dilakukan secara berlebihan dan mengidentifikasikan sebagai suatu perilaku yang merugikan (Schiffman, G.L,.& Kanuk, L.L, 2011: 4).

(18)

4

Raymond Tambunan (2001) menyatakan bahwa seseorang yang kerap membelanjakan uang lebih besar dari penghasilan, dapat dipastikan akan terperosok dalam jeratan hutang. Menurut beberapa paparan dari berbagai sumber di atas ketika berbelanja, orang yang berpola hidup konsumtif umumnya sulit mengendalikan keinginan untuk membeli. Begitu pula perilaku konsumtif terjadi pada siswa SMA, perilaku konsumtif ini cenderung mengarah kepada hal negatif. Siswa yang berperilaku konsumtif cenderung bersikap menuntut dan meminta, karena perilaku konsumtif sendiri bertentangan dengan perilaku produktif yang mengandalkan potensi diri. Siswa yang produktif akan mampu berkreasi dan berinovasi, dan mampu menciptakan sesuatu untuk orang lain sehingga cenderung bersikap tangguh dan mandiri.

Sumartono (2002: 11) mengatakan bahwa perilaku konsumtif begitu dominan di kalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Menurut Santrock (2003: 26) masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 sampai 22 tahun. Ciri-ciri remaja bersifat ingin tahu, mencoba, dan bereksperimen. Remaja sangat memperhatikan badannya sendiri. Ia senang berdandan dan berkaca berjam-jam. Rasa kesetiakawanan dengan kelompok sebayanya tumbuh kuat (Martono, 2008: 69).

(19)

5

Menurut Erick Erickson (Rita Eka Izzaty.,dkk, 2008: 153) hal tersebut merupakan salah satu bentuk usaha untuk mencari jati diri mereka yang sesungguhnya. Selain itu, menurut Raymond Tambunan (2001) kelompok usia remaja biasanya memiliki karakteristik mudah terbujuk, suka ikut-ikutan teman, mudah tertarik pada fashion, tidak realistis, tidak hemat, dan impulsif. Hal ini didukung dari cara berpikir remaja yang idealisme, cenderung pada lingkungan sosialnya, egosentris hipocrty (hypokrit: kepura-puraan) dan kesadaran diri akan konformis (Rita Eka Izzaty, dkk., 2008:153). Beberapa pendapat tersebut menyatakan bahwa remaja rentan terpengaruh oleh sifat konsumtif karena ada keinginan untuk selalu tampil menarik dengan mengikuti trend fashion yang sedang berlaku.

Perilaku konsumtif yang dilakukan oleh remaja sebenarnya tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosial remaja dalam berinteraksi dengan kelompoknya. Seseorang membutuhkan pengakuan dari orang lain terhadap faktor psikologis internal yang melekat pada dirinya, seperti kebutuhan untuk dihormati, kebutuhan untuk disegani, kebutuhan untuk dipatuhi. Kebutuhan tersebut meluas untuk memiliki posisi tertentu di masyarakat (Mulyadi Nitisusastro, 2012:49). Lingkungan sosial yang dimaksud adalah lingkungan dimana para remaja menghabiskan banyak waktu dengan teman-temannya salah satunya lingkungan sekolah (Papalia, D E., dkk, 2002: 267).

(20)

6

waktunya bersama dengan teman sebaya mereka . Adapun menurut Rita Eka Izzaty dkk., (2008: 152) perkembangan fisik dan psikoseksual, masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik yang khas pada remaja laki-laki dan perempuan yang berimplikasi pada perkembangan psikososial mereka yang ditandai dengan kedekatan remaja pada teman sebayanya

(peergroup) daripada orangtua satu keluarga.

Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2003: 219). Remaja belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses menyatukan diri ke dalam aktivitas teman sebaya yang dilakukan. Bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian paling besar dalam kehidupannya. Penelitian yang dilakukan Buhrmester (Santrock, 2004: 414) menunjukkan bahwa pada masa remaja kedekatan hubungan remaja dengan teman sebaya meningkat secara drastis. Anak-anak menghabiskan semakin banyak waktu dalam interaksi teman sebaya pada pertengahan masa anak-anak serta masa remaja (Santrock, 2003:220). Suatu penelitian menyebutkan anak-anak berinteraksi dengan teman sebayanya 10% dari satu hari pada usia 2 tahun, 20% pada usia 4 tahun dan lebih dari 40% pada usia 7 sampai 11 tahun (Barker & Wright dalam Santrock, 2003: 220).

(21)

7

dengan teman sebaya, keputusan yang menentukan merupakan hasil perbincangan antar mereka. Teman dan unsur-unsur sosial lainnya akan memuji beberapa bentuk perilaku tertentu dan membatasi maupun menghukum perilaku lainnya (Singgih D. Gunarsa & Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, 2008: 214). Nilai-nilai dan norma-norma yang muncul dalam interaksi akan mengatur tingkah laku, menambah penguasaan diri atas munculnya perilaku yang dapat diterima lingkungannya. Interaksi yang sukses dengan teman sebaya memerlukan komunikasi dan ketrampilan yang khusus, seperti memperkasai interaksi, memelihara hubungan, dan menyelesaikan konflik (Sri Esti W. D., 2006: 79).

Adanya hubungan interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif didukung oleh hasil penelitian Zumita Hanafie (2014), mengenai hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif siswa kelas X SMAN 4 Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara konformitas dengan perilaku konsumtif remaja terhadap produk distro. Hal ini ditunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,383 dan p = 0.000 (p < 0.05), artinya semakin tinggi konformitas, maka semakin tinggi perilaku konsumtif remaja terhadap produk distro. Sebaliknya, semakin rendah konformitas yang dimiki siswa sebagai remaja maka semakin rendah pula perilaku konsumtif terhadap produk distro.

(22)

8

sosial (interaksi sosial) sebesar 5,391 > 1,665, artinya semakin tinggi tingkat interaksi sosial masyarakat, semakin mudahnya masyarakat dalam mengakses informasi, komunikasi, serta transportasi maka akan menjadi cenderung berperilaku konsumtif. Perbedaan penelitian Rinata (2010) dengan penelitian yang dilakukan fokus pada variabel interaksi teman sebaya.

Penelitian studi kasus yang dilakukan oleh Farida Aryani (2014) tentang Peran Peergroup dalam membentuk gaya hidup konsumtif remaja di SMA Negeri 7 Kota Bandung bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran peergroup dalam membentuk gaya hidup konsumtif remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran peergroup dalam membentuk gaya hidup konsumtif remaja ditunjukan dalam lima aspek yaitu sebagai sarana mencapai kekompakan peergroup, syarat untuk diterima dalam

peergroup, memberikan penilaian bagi penempilan remaja, memberi pengetahuan baru mengenai suatu produk dan sifat dominasi untuk memberikan pengaruh. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat beberapa hal yang mendorong siswa masuk dalam peergroup. Kebiasaan remaja bersama teman sebayanya ternyata dapat membentuk gaya hidup konsumtif.

(23)

9

Suryawati, 2001:121). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rinata (2010) dengan variabel lingkungan sosial berkaitan dengan variabel yang akan diteliti. Menurut Jonny Purba (2005: 16) kesinambungan kehidupan dalam lingkungan sosial tercipta karena keberhasilan interaksi-interaksi manusia dengan lingkungan. Sehingga dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat dijadikan acuan untuk meneliti hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif, peneliti lebih memfokuskan pada variabel interaksi teman sebaya di lingkungan remaja.

(24)

10

bulan, dengan data yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan ekonomi siswa tergolong tinggi.

Siswa mengatakan uang saku mereka sebagian besar dihabiskan untuk jajan, nongkrong, membeli perlengkapan sekolah, mengikuti fashion dan membeli gadget, hanya sedikit sisanya untuk ditabung. Ditinjau dari aspek-aspek perilaku konsumtif menurut Hidayati (Sumartono, 2002) yaitu : motivasi, pengalaman dan proses belajar, kepribadian dan konsep diri, kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok sosial, kelompok referensi, dan keluarga dapat disimpulkan bahwa hampir rata-rata siswa tersebut berperilaku konsumtif, ditunjukkan dari gaya hidup siswa yang selalu mengikuti trend yang sedang berkembang saat ini, terutama trend gadget

yang sedang berkembang. Rata-rata siswa yang sering berganti-ganti aksesoris dan perlengkapan sekolah yang dipakai, jajan di sekolah yang berlebihan, bahkan menurut pengakuan guru BK siswanya lebih memilih jajan di KFC dibandingkan kantin yang disediakan sekolah.

(25)

11

sebaya ada kaitannya dengan perilaku konsumtif. Dan diperkuat dengan bukti bahwa banyak siswa yang menggunakan barang-barang branded yang harga terbilang cukup mahal.

Mereka mengikuti gaya bergaul sesuai dengan tingkat ekonomi mereka, dan saling menunjukkan penampilan yang dipandang sesuai dengan standar ekonomi mereka. Guru BK mengatakan tidak ada penyimpangan yang dilakukan siswa dalam memenuhi keinginannya untuk memiliki suatu barang tertentu karena faktor ekonomi siswa yang telah terpenuhi, namun beberapa tahun lalu memang kasus pencurian karena siswa ingin memiliki laptop milik pernah terjadi di sekolah ini. Berdasarkan uraian di atas terdapat kecenderungan siswa yang berperilaku konsumtif sebagai upaya penerimaan lingkungan sosialnya, sehingga berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui hubungan interaksi teman sebaya terhadap perilaku konsumtif di SMAN 6 Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang tersebut diatas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

1. Perkembangan teknologi dan informasi berdampak pada kehidupan sosial dan budaya masyarakat, salah satunya budaya konsumerisme masyarakat.

(26)

12

3. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh kelompoknya sehingga remaja berusaha menjadi sama dengan kelompoknya tersebut.

4. Ketika remaja bergaul dengan teman sebayanya, banyak pengaruh dari teman sebaya yang dapat mempengaruhi perilaku remaja.

5. Belum diketahui hubungan interaksi teman sebya dengan perilaku konsumtif di kelas XI SMAN 6 Yogyakarta.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka peneliti membatasi pada belum diketahuinya hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif di kelas XI SMAN 6 Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang dipaparkan diatas, maka peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif di kelas XI SMAN 6 Yogyakarta.

E. Tujuan Penelitian

(27)

13

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang memperkaya kajian teori dan riset bimbingan dan konseling terhadap mahasiswa khususnya tentang interaksi teman sebaya dan perilaku konsumtif siswa serta dapat dijadikan bahan pertimbangann pada penelitian-penelitian selanjutnya.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kepada orang tua pada khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai fenomena negatif yang dihasilkan dari perilaku konsumtif pada remaja.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan konselor dapat memahami adanya hubungan interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif siswa, sehingga dapat memaksimalkan pemberian layanan dan pemberian bantuan bagi para siswa.

(28)

14

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori Remaja

1. Pengertian Remaja

Kata remaja diterjemahkan dari kata dalam bahasa Inggris

adolescene atau adolecere (bahasa latin) yang berarti tumbuh atau tumbuh untuk masak, menjadi dewasa. Dalam pemakaiannya istilah remaja dengan adolecen disamakan. Adolescene maupun remaja menggambarkan seluruh perkembangan remaja baik perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan sosial (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Hurlock (Rita Eka Izzaty dkk., 2008: 124) menyatakan awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan berakhir di enam belas tahun atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum.

Santrock (2007: 20) mengartikan masa remaja sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio- emosional. Larson (Santrock, 2007: 20) menyatakan bahwa tugas pokok remaja adalah mempersiapkan diri memasuki masa dewasa.

(29)

15

perubahan-perubahan, yaitu perubahan biologis, kognitif dan sosio- emosional, untuk mempersiapkan masa dewasa.

2. Rentang Usia Remaja

Monks, F.J. (2006: 263-264) menjelaskan bahwa masa remaja terjadi pada kisaran usia 12 hingga 21 tahun dan pada usia 10 – 12 tahunmerupakan masa pra-remaja. Dengan penjabaran sebagai berikut:

a. Usia 10-12 tahun : masa pra-remaja atau pra-pubertas b. Usia 12- 15 tahun : masa remaja awal atau masa pubertas c. Usia 15- 18 tahun : masa remaja pertengahan

d. Usia 18- 21 tahun : masa remaja akhir

Sedangkan menurut Glimer (Sri Rumini dan Siti Sundari, 2000: 73) menyebutkan masa adolesence terdiri atas tiga kurun waktu, yaitu:

a. Preadolosen dalam kurun waktu 10- 13 tahun b. Adolosen awal dalam kurun waktu 13- 17 tahun c. Adolosen akhir dalam kurun waktu 18- 21 tahun

Demikian juga menurut Wukeringlon (Sri Rumini dan Siti Sundari, 2000: 73) mengatakan remaja terdiri dari dua fase yang disebut :

(30)

16

Pendapat yang dipaparkan beberapa tokoh diatas memang berbeda-beda rentang waktunya namun dpat disimpulkan bahwa rentang usia remaja berkisar dari 12 tahun samapi 21 tahun, dan dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tahap yaitu tahap remaja awal, remaja pertengahan dan remaja akhir.

3. Aspek Perkembangan Remaja

a. Perkembangan Fisik dan Psikososial

Masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik. Perrtumbuhan perkembangan fisik pada akhir masa remaja menunjukkan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas laki-laki dan remaja perempuan menjadi bentuk khas perempuan. Proses pertumbuhan ini dipengaruhi percepatan pertumbuhan sehingga pada masa ini sering ada beberapa istilah untuk pertumbuhan fisik remaja: The Onset of Pubertal Growth Spurt

(masa krisis dari perkembangan biologis) serta The Maximum Growth Age, berupa: Perubahan bentuk tubuh, ukuran, tinggi, dan berat badan, proporsi muka dan badan (Rita Eka dkk., 2008:127).

(31)

17

karena belum memiliki pengalaman sebagai orang dewasa, sehingga sering mengalami kegagalan (Rita Eka dkk., 2008:127). b. Perkembangan Kognitif Remaja

Menurut Piaget (Rita Eka Izzaty 2008 : 34) Perkembangan kognitif adalah hasil gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf serta adaptasi pada lingkungan sekitar. Piaget menggunakan 5 istilah untuk menggambarkan dinamika perkembangan kognitif yaitu :

1) Skema, merupakan pola berpikir yang orang gunakan untuk mengatasi situasi tertentu di lingkungan, sehingga manusia belajar dari apa yang mereka lihat.

2) Adaptasi, adalah proses menyesuaikan pikiran dengan memasukkan informasi baru ke dalam pemikiran individu. 3) Asimilasi, berarti memperoleh informasi baru dan

memasukkannya ke dalamm skema sekarang sebagai respon dari rangsangan lingkungan yang baru.

4) Akomodasi, meliputi penyesuaian pada informasi baru dengan menciptakan skema baru ketika skema lama tidak berhasil. Selama dinamika akomodasi, manusia dapat menyusun pemahamannya tentang dunia secara berbeda, dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

(32)

18 c. Perkembangan Emosi

Pada masa remaja terjadi ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut masa badai & topan (strom and stress) Heightened Emotionally, yaitu masa yang menggambarkan keadaan emosi remaja yang tidak menentu, tidak stabil dan meledak-ledak. Meningginya emosi terutama terutama karena remaja mendapat terjangan sosial dan menghadapi kondisi baru, karena selama masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Kepekaan emosi yang meningkat sering diwujudkan dalam bentuk remaja lekas marah, suka menyendiri dan adanya kebiasaan nervous, seperti gelisah, cemas dan sentimen, mengigit kuku dan garuk-garuk kepala (Rita Eka dkk., 2008: 135).

4. Ciri-ciri Remaja

Masa remaja, seperti masa-masa sebelumnya memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan masa sebelum dan sesudahnya Hurlock (Rita Eka Izzaty dkk., 2008: 124) menjelaskan ciri-ciri tersebut sebagai berikut:

(33)

19

b. Masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga mereka harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan serta mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.

c. Masa remaja sebagai masa perubahan, selama masa remaja terjadi perubahan fisik menurun maka diikuti perubahan sikap dan perilaku yang menurun juga. Menurut Hurlock, ada 4 macam perubahan yaitu: meningginya emosi; perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan; berubahnya minat dan pola perilaku serta adanya sikap abivalen terhadap setiap perubahan.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, pada masa ini meraka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti pada masa sebelumnya. Namun adanya sifat yang mendua, dalam beberapa kasus menimbulkan suatu dilema yang menyebabkan krisis identitas. Pada saat ini remaja berusaha untuk menunjukkan siapa diri dan peranannya dalam kehidupan masyarakat.

(34)

20

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan/kesulitan. Karean pada masa remaja sering timbul pandangan yang kurang baik atau bersifat negatif. Stereotip demikian mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya, dengan demikian menjadikan remaja sulit melakukan peralihan menuju masa dewasa. Pandangan ini juga sering menimbulkan pertentangan antara remaja dengan orang dewasa.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa ini remaja cenderung memandangn dirinya dan orang lain sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana adanya, lebih-lebih cita-citanya. Hal ini menyebabkan emosi meninggi dan apabila diinginkan tidak tercapai akan mudah marah. Semakin bertambahnya pengalaman pribadi dan sosialnya serta kemampuan berpikir rasional remja memandang diri dan orang lain semakin realistik.

(35)

21

5. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan masa remaja yang haru dilalui dalam masa itu, menurut Havighurst (Rita Eka dkk., 2008: 126), adalah sebagai berikut:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

e. Mempersiapkan karier ekonomi.

f. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

g. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegnagan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

B. Kajian Teori Konsumtif

1. Pengertian Konsumtif

Perilaku konsumtif menurut Ujang Sumarwan (2011: 5) adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses spsikologis yang terus mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa yang ada.

(36)

22

(konsumen) dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat pribadi atau subyektif seperti status, harga diri, perasaan cinta dan lain sebagainya. Konsumen yang dipengaruhi oleh motif emosional tidak mempertimbangkan apakah barang yang dibelinya sesuai dengan standar atau kualitas yang diharapkannya.

Raymond Tambunan (2001) mendefinisikan kata konsumtif (kata sifat), sering diartikan sama dengan konsumerisme. Perilaku konsumtif secara khusus memiliki arti keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasanyang maksimal.

Sumartono (2002: 11) mengatakan perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah tidak rasional lagi. Secara pragmatis perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas. Artinya belum habis sebuah produk yang dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenis yang sama dan merek lainnya. Atau dapat disebutkan, membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang yang memakai barang tersebut.

(37)

23

segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh semua keinginan untuk memenuhi hasrat kesengangan semata.

Berdasarkan pendapat para tokoh di atas dapat disimpulkan perilaku konsumtif adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang terus mendorong seseorang untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan karena adanya keinginan yang tidak rasional untuk mencapai kepuasan yang maksimal.

2. Jenis-jenis Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan antara berbagai merek, menurut Kotler, Gary., Philip & Armstrong (2008: 177-179) dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:

a. Perilaku membeli yang kompleks

(38)

24

b. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan

Perilaku membeli yang semacam ini terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan diantara merek-merek yang ada. Dalam hal ini setelah pembelian konsumen mungkin mengalamiketidakcocokan pasca pembelian (merasa tidak nyaman setelah membeli) ketika mereka menemukan kelemaham-kelemahan tertentu dari merek yang ia beli ataupun karena mendengar hal-hal bagus mengenai merek barang lain yang tidak mereka beli. Namun konsumen akan tetap menyenangi pilihan tersebut karena faktor pemasaran yang menarik.

c. Perilaku membeli karena kebiasaan

(39)

25

d. Perilaku membeli yang mencari variabel

Pelanggan menjalankan perilaku membeli yang mencari variasi berada dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen namun perbedaan merek dianggap cukup berarti, dan sering berganti merek. Konssumen mengambil merek lain agar tidak bosan atau sekedar untuk mencoba sesuatu yang berbeda. Penggantian merek terjadi demi variasi dan bukan untuk kepuasan. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis perilaku konsumsi atau perilaku membeli antara lain adalah perilaku membeli yang kompleks, yang mengurangi ketidakcocokan, karena kebiasaan dan yang mencari variasi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Menurut Sumartono (2002: 100) secara kondisional munculnya perilaku konsumtif disebabkan oleh tiga hal yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah motivasi, harga diri, observasi proses belajar, kepribadian dan konsep diri.

1) Motivasi dan Harga Diri

(40)

26

pembelian berkaitan dengan perasaan atau emosi individu seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, kenyamanan, kesehatan, keamanan, dan kepraktisan.

2) Pengamatan dan Proses Belajar

Sebelum seseorang mengambil suatu keputusan untuk membeli suatu produk, ia akan mendasarkan keputusannya pada pengamatan yang dilakukan atas produk tersebut. Pengamatan adalah suatu proses dimana manusia menyadari dan menginterpretasikan aspek lingkungannya. Proses belaja pada suatu pembelian terjadi apabila konsumen ingin menganggapi dan memperoleh suatu keputusan, atau sebaliknya, tidak terjadi apabila konsumen merasa dikecewakan oleh produk yang kurang baik, sehingga konsumen dalam proses pembeliannya selalu mempelajari sesuatu.

3) Kepribadian dan Konsep Diri

(41)

27 b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok- kelompok sosial dan referensi serta keluarga.

1) Kebudayaan

Lina dan Rosyid (Sumartono, 2002: 103) mengatakan kebudayaan yang tercermin dalam cara hidup, kebiasaan dan tindakan dalam permintaan bermacam-macam barang di pasar sangat mempengaruhi perilaku konsumen. Kebhinekaan kebudayaan dalam suatu daerah, banyaknya kelompok etnik akan membentuk pasar dan perilaku yang berbeda-beda, bahkan pengaruh kebudayaan yang kuat terhadap perilaku membeli telah dibuktikan oleh Loudon (Sumartono, 2002: 103) dalam penelitiannya yang menemukan bahwa perilaku membeli dapat diramalkan dari nilai-nilai budaya yang dipegang oleh konsumen.

2) Kelas Sosial

(42)

28 3) Kelompok-kelompok Sosial

Interaksi sesesorang di dalam kelompok sosial akan berpengaruh langsung pada pendapat dan seleranya, sehingga akan mempengaruhi pemilihan produk atau merek barang. 4) Kelompok Referensi

Kelompok referensi lebih kuat pengaruhnya pada seseorang karena akan membentuk kepribadian dan perilakunya. Kelompok ini sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku.

5) Keluarga

Keluarga merupakan sebuah lembaga sosial penting, maka dapat dikatakan bahwa keluarga seorang individu merupakan sebuah kelompok referensi penting. Keluarga dicirikan oleh adanya interaksi tatap muka yang frekuen, antara angggota keluarga masing-masing bereaksi.

(43)

29

4. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif

Aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku konsumtif menurut Hidayati (2001), antara lain:

a. Impulsif

Sikap konsumtif terjadi semata-mata karena didasari oleh hasrat yang tiba-tiba atau keinginan sesaat. Dilakukan tanpa terlebih dahulu membuat perencanaan, pertimbangan, tidak memikirkan apa yang akan terjadi kemudian dan bersifat emosional.

b. Pemborosan

Salah satu indikator perilaku konsumtif yang paling menonjol pada aspek ini adalah berlebih-lebihan, selain itu menjelaskan perilaku konsumtif sebagai perilaku membeli yang menghamburkan banyak dana sehingga menimbulkan pemborosan.

c. Mencari kesenangan (pleasure seeking)

Perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli sesuatu yang dilakukan hanya karena semata-mata untuk mencari kesenangan.

d. Mencari kepuasan (satisfaction seeking)

(44)

30

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah impulsif, pemborosan, mencari kesengangan (pleasure seeking) dan mencari kepuasan (satisfaction seeking).

5. Indikator Perilaku Konsumtif

Menurut Sumartono (2002: 119) indikator perilaku konsumtif adalah: a. Membeli produk karena iming-iming hadiah

Individu membeli suatu karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut.

b. Membeli produk karena kemasannya menarik

Suatu barang yang dikemas dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik membuat individu termotivasi untuk membeli barang tersebut hanya karena kemasannya rapi dan menarik.

c. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi

Individu membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri, karena individu memiliki keinginan membeli yang tinggi untuk selalu terlihat menarik dan berbeda bagi orang lain. d. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar

manfaat atau kegunaannya)

Individu cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah untuk menandakan adanya kehidupan yang mewah.

(45)

31

Suatu produk dapat memberikan simbol status sifat eksklusif kepada penggunanya dengan barang yang mahal dan hal tersebut memberikan kesan bahwa individu tersebut berasal dari kelas sosial yang tinggi.

f. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankannya

Individu cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannya dalam bentuk penggunaan segala sesuatu yang digunakan oleh tokoh idolanya, sehingga individu cenderung memakai dan mencoba produk yang dipakai dan diiklankan oleh tokoh idolanya tersebut.

g. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi

Individu sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya dengan iklan bahwa produk tersebut dapat menumbuhkan rasa percaya diri.

h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda)

Individu cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk yang sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.

(46)

32

Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankannya, Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya), Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi, Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).

C. Kajian Teori Interaksi Teman Sebaya

1. Pengertian Interaksi Teman Sebaya

a. Pengertian Interaksi

(47)

33

Thibaut dan Kelley (Muhammad Ali & Mohammad Asrori, 2004: 87) mengemukakan bahwa interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama. Mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Pendapat Thibaut dan Kelley ini menjelaskan tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain.

Menurut Shaw (Ali & Asrori, 2004:87) mendefinisikan bahwa interaksi adalah suatu pertukaran antarpribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain.

(48)

34

belanja maka dia akan mengikuti dan melakukan seperti temannya tersebut.

Menurut Soerjono Soekanto (2007: 100) seseorang dalam memberikan reaksi atas perbuatan atau tindakan orang lain, mempunyai kecenderungan untuk memberikan keserasian dengan tindakan-tindakan orang lain.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi adalah hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, serta masing-masing orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi perilaku satu sama lain.

b. Pengertian Teman Sebaya

(49)

35

Horrock dan Benimoff (Arif Muhammad Ammar, 2014: 10) kelompok teman sebaya merupakan dunia nyata kawula muda yang menyiapkan panggung dimana mereka dapat menguji, merumuskan, dan memperbaiki konsep dirinya. Dalam kelompok inilah mereka dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan tidak dapat memaksakan dunia dewasa yang ingin dihindarinya. Chaplin (2006: 89) mengatakan bahwa teman sebaya atau peer adalah teman seusia, sesama, baik secara sah maupun tidak. Sedangkan kelompok teman sebaya atau peer group adalah suatu kelompok dimana anak mengasosiasikan dirinya.

Berdasarkan dari beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa teman sebaya adalah individu dengan tingkat usia yang sama, membentuk kelompok persahabatan yang mempunyai nilai-nilai dalam suatu kontak sosial.

c. Pengertian Interaksi Teman Sebaya

Interaksi teman sebaya adalah kedekatan hubungan pergaulan kelompok teman sebaya serta hubungan antar individu atau anggota kelompok yang mencakup keterbukaan, kerjasama, dan frekuensi hubungan Partowisastro (Ahmad Asrori, 2009: 35).

(50)

36

berbeda untuk memahami satu sama lainnya dengan bertukar pendapat.

David, Roger dan Spencer (Ahmad Asrori, 2009:35) menyatakan bahwa interaksi teman sebaya sebagi suatu pengorganisasian individu pada kelompok kecil yang mempunyai kemampuan bereda-beda dimana individu tersebut mempunyai tujuan yang sama.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas disimpulkan bahwa interkasi teman sebaya adalah suatu hubungan sosial antarindividu yang mempunyai tingkatan usia yang hampir sama, serta di dalamnya terdapat keterbukaan, tujuan yang sama, kerjasama serta frekuensi hubungan dan individu yang bersangkutan akan saling mempengaruhi.

2. Ciri-ciri Interaksi Teman Sebaya

Widradini (Ahmad Asrori, 2009: 36) menjelaskan bahwa dalam interaksi teman sebaya terdapat perubahan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Minat yang beraneka ragam dan tidak tetap kepada minat yang lebih sedikit macamnya dan mendalam.

b. Tingkah laku yang ribut dan damai, banyak berbicara dan adu keberanian kepada tingkah laku yang lebih tenang dan lebih teratur. c. Penyesuaian diri kepada orang banyak ke penyesuaian diri kepada

(51)

37

d. Memandang status keluarganya sebagi sesuatu hal yang tidak penting dalam hal menentukan teman-temannya kepada hal yang memperhatikan pengaruh status ekonomi dari keluarga untuk menentukan pilihan teman.

e. Kencan-kencan yang kadang-kadang diadakan dengan teman-teman yang berganti kepada kencan-kencan dengan sahabat karib yang tetap.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Teman Sebaya

Monk’s dan Blair (Ahmad Asrori, 2009: 38) ada beberapa

faktor yang cenderung menimbulkan munculnya interaksi teman sebaya pada remaja, yaitu:

a. Umur, konformitas semakin besar dengan bertambahnya usia, teurutama terjadi pada usia 15 tahun atau belasan tahun.

b. Keadaan sekeliling, kepekaan pengaruh dari teman sebaya laki-laki lebih besar dari pada perempuan.

c. Kepribadian ekstrovet, anak-anak yang tergolong ekstrovet lebih cenderung mempunyai konformitas dari pada anak introvet.

d. Jenis kelamin, kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi dengan teman lebih besar dari pada ank perempuan.

e. Besarnya kelompok, pengaruh kelompok menjadi semakin besar bila besarnya kelompok bertambah.

(52)

38

interaksi diantara teman sebayanya. Individu akan menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat dari dunia orang dewasa.

g. Interaksi orang tua, suasana di rumah yang tidak menyenangkan dan adanya tekanan dari orang tua menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan teman sebayanya.

h. Pendidikan, pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam interaksi teman sebaya karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan dan pengetahuan luas yang akan mendukung dalam pergaulannya.

Teman Sebaya merupakan suatu kenyataan adanya anak yang diterima ataupun ditolak oleh teman sebayanya. Hasman (2006: 23) mengemukakan faktor-faktor yang menyebabkan diterima atau ditolaknya seorang anak dalam berinteraksi dengan teman sebayanya, yaitu:

1) Faktor-faktor yang menyebabkan anak diterima oleh teman sebayanya meliputi:

a) Penampilan (performance) dan perbuatan antara lain berperilaku baik dan aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok.

b) Kemampuan berpikir anatara lain mempunyai inisiatif atau ide-ide yang positif dan selalu mementingkan kepentingan kelompok.

(53)

39

d) Pribadi antara lain bertanggung jawab dan dapat menjalankan pekerjaan dengan baik, menanti peraturan-peraturan kelompok, dan mampu menyesuaikan diri dalam berbagi situasi dan pergaulan sosial.

2) Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang ditolak oleh teman sebayanya, meliputi:

a) Penampilan (performance) dan perbuatan antara lain sering menentang, pemalu, dan senang menyendiri.

b) Kemampuan berpikir antara lain malas.

c) Sikap dan sifat antara lain egosentris, suka melanggar peraturan dan suka menguasai anak lain.

d) Ciri lain antara lain faktor rumah yang terlalu jauh dengan teman-teman sebayanya.

(54)

40

4. Bentuk-bentuk Hubungan Interaksi Teman Sebaya

Santrock (2007: 270) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk hubungan teman sebaya adalah sebagai berikut:

a. Perubahan individual, perubahan individual ini mempunyai fungsi kebersamaan, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial, keakraban dan perhatian.

b. Kerumunan (crowd), kerumunan merupakan bentuk interaksi teman sebaya yang terbesar, mereka bertemu karena memuat tujuan yang sama dlam suatu aktivitas.

c. Klik (cliquers), jumlah yang lebih kecil, melibatkan keakraban yang lebih besar diantara anggota yang lebih kohesif dari pada kerumunan. Klik mempunyai ukuran yang lebih besar dan tingkat keakraban yang lebih rendah dari persahabatan.

5. Aspek –aspek Interaksi Teman Sebaya

Partowisastro (Ahmad Asrori, 2009: 42) merumuskan aspek-aspek interaksi teman sebaya sebagai berikut :

a. Keterbukaan individu dalam kelompok, yaitu keterbukaan individu terhadap kelompok dan penerimaan kehadiran individu dalam kelompoknya.

(55)

41

c. Frekuensi hubungan individu dalam kelompok, yaitu intensitas individu dalam bertemu anggota kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan dekat.

6. Fungsi Interaksi Teman Sebaya

Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan-balik mengenai kemampuannya dari kelompok kawan sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya (Santrock, 2003: 55). Anak cenderung untuk mengikuti pendapat dari kelompoknya dan menganggap bahwa kelompok itu selalu benar. Kecendurungan untuk bergabung dengan teman sebayanya didorong oleh keinginan untuk mandiri, melalui hubungan teman sebaya anak berfikir, mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima bahkan menolak pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompoknya.

Umar Tirtarahardja (2005: 182) menyebutkan fungsi teman sebaya sebagai berikut:

a. Mengajarkan berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain.

(56)

42

c. Menguatkan sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dlam kehidupan masyarakat orang dewasa.

d. Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari pengaruh kekuatan otoritas.

e. Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada prinsip persamaan baik.

f. Memberikan pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga secara memuaskan (pengetahuan mengenai cita rasa berpakaian, musik, jenis tingkah laku tertentu).

g. Memperluas cakrawala pengetahuan anak sehingga ia menjadi orang yang lebih komplek.

7. Jenis Interaksi Teman Sebaya

Anak cenderung melepaskan diri dari ketergantungan terhadap keluarga membuat anak mulai memasuki lingkungan sosial masyarajat yang lebih luas. Anak akan memilih lingkungan yang sesuai dengan kehendaknya dan mulai membentuk suatu kelompok yang memiliki karakteristik anggota yang sama.

Sejalan dengan paparan diatas Hurlock, Elizabeth (2004: 289) membagi kelompok teman sebaya ke dalam beberapa jenis dan karakteristiknya, yaitu:

(57)

43

interaksi langsung dengan mereka. Mereka bisa terdiri atas berbagai usia dan jenis kelamin.

2) Teman Bermain adalah orang yang melakukan aktivitas yang menyenangkan dengan anak. Mereka bisa terdiri atas berbagai usia dan jenis kelamin yang sama, serta mempunyai minat yang sama. 3) Sahabat adalah orang yang dengannya anak tidak hanya dapat

bermain tetapi justru berkomunikasi melalui pertukaran ide, dan rasa percaya, permintaan nasihat dan kritik. Anak yang mempunyai usia, jenis kelamin dan taraf perkembangan sama lebih dipilih sebagai sahabat.

D. Hubungan Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku Konsumtif

(58)

44

tersebut menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai macam atribut yang sedang trend. Mulai dari membelanjakan uangnya untuk membeli, makanan, minuman, pakaian, elektronik, menonton film dan sebagainya. Hal inilah yang menjerumuskan remaja untuk berperilaku konsumtif.

Konsumtif merupakan perilaku dimana timbulnya keinginan untuk membeli barang-barang yang kurang diperlukan untuk memenuhi kepuasan pribadi. Perilaku konsumtif sangat erat kaitanya dengan remaja karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Kecederungan remaja berperilaku konsumtif terkait dengan ciri-ciri perkembangan remaja juga didukung oleh interaksi yang terjadi antara teman-teman sebayanya.

(59)

45

karena ia hanya mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompok tersebut.

Hubungan perilaku konsumtif siswa dengan interkasi teman sebaya dapat dianalisi melalui faktor perilaku konsumtif yang berkaitan dengan faktor interaksi teman sebaya. Faktor motivasi dan harga diri berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi interaksi teman sebaya, salah satunya adalah keinginan untuk mempunyai status. Motivasi merupakan perilaku individu yang dilandasi oleh dorongan keinginan yang digunakan untuk mengambil keputusan. Pada faktor interaksi teman sebaya keinginan yang muncul adalah keinginan untuk mencapai status dalam kelompok teman sebaya tersebut. Sedangkan kaitannya dengan harga diri adalah keinginan untuk mencapai status di dalam kelompok ditujukan untuk mendapatkan harga diri.

Faktor kedua dari perilaku konsumtif yang berhubungan dengan faktor interaksi teman sebaya yaitu pengalaman dan proses belajar dengan keadaan sekeliling. Sebelum siswa mengambil keputusan untuk membeli sesuatu, siswa akan mendasarkan keputusanya pada pengalaman dan proses belajar yang ia dapatkan dari keadaan sekitar yaitu lingkungannya. Pengalaman dan Proses belajar akan ia dapatkan bila siswa tersebut melakukan interaksi dengan teman sebaya di lingkungan sekitarnya.

(60)

46

Budaya yang timbul ini tercermin dalam cara hidup, kebiasaan dan tindakan dalam permintaan barang di pasar yang mempengaruhi perilaku konsumtif siswa. Begitu juga dengan faktor eksternal perilaku konsumtif lainnya yaitu: kelas sosial, kelompok-kelompok sosial, kelompok referensi, keluarga pada dasarnya tercipta karena adanya interaksi yang berlangsung antara individu ataupun kelompok. Interaksi seseorang di dalam kelompok akan langsung berpengaruh pada pendapat dan seleranya, sehingga akan mempengaruhi perilaku konsumtif siswa.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan perilaku remaja dapat dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi diantara teman sebayanya. Begitu juga dengan perilaku konsumtif pada remaja dapat dikuatkan oleh interaksi dalam kelompok teman sebaya.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan teori-teori yang tersbut di atas, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: Terdapat hubungan Interaksi teman sebaya dengan perilaku konsumtif siswa kelas XI Sman 6 Yogyakarta.

(61)

47

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan kuantitatif. Hal tersebut berdasarkan anggapan bahwa semua gejala yang diamati dapat diukur dan diubah dalam bentuk angka yang memungkinkan digunakan teknik analisis statistik (Suharsimi Arikunto, 2010: 10). Penelitian kuantitatif ini secara spesifik lebih diarahk1an kepada penggunaan metode korelasional. Suharsimi Arikunto (2010: 4) menjelaskan penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukakan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada.

Penelitian korelasi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini ialah variabel bebas (independent variabel) yaitu interaksi teman sebaya dan variabel terikat (dependent variabel) yaitu perilaku konsumtif.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

(62)

48

ada yang melakukan penelitian serupa di tempat ini. Sedangkan waktu penelitian dilakukan pada bulan September.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian menurut Amirin (dalam Muhammad Idrus, 2010: 120) merupakan seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh keterangan. Menurut Muhammad Idrus (2010: 121) subjek penelitian adalah individu, benda atau organisme yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Jadi subjek penelitian adalah seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh keterangan atau sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMAN 6 Yogyakarta.

1. Populasi

Sugiyono mengemukakan bahwa (2014: 80) populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMAN 6 Yogyakarta yang berjumlah 190.

(63)

49

berjumlah 190. Peneliti menjadikan kelas XI sebagai populasi penelitian karena sesuai dengan tahap perkembangan masa remaja.

Tabel 1. Distribusi Populasi Penelitian

2. Sampel

Suharsimi Arikunto (2010: 174) berpendapat bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sedangkan menurut Sugiyono (2014: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pemilihan sampel menggunakan jumlah populasi 190.

Pengambilan jumlah sampel menggunakan teknik sampling. Menurut Sugiyono (2014: 81) teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Sugiyono (2014: 81) menyatakan bahwa terdapat berbagai macam teknik sampling yaitu probability sampling

dan non probability sampling. Penentuan subyek penelitian ini karena yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah kelas yang terbagi No Kelas Populasi Jumlah Siswa

(64)

50

beberapa kelas dan tidak mungkin seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.

Penelitian ini menggunakan penentuan sampel dengan

proporsional random sampling. Teknik pengambilan sampel proporsi atau sampel imbangan ini dilakukan untuk menyempurnakan penggunaan teknik sampel bersrata atau sampel wilayah. Pengambiln subjek dari tiap strata atau wilayah ditentukan seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dalam masing-masing strata atau wilayah.

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan nomogram Harry King, dalam nomogram Harry King

(65)

51

Gambar 2. Nomogram Harry King

Populasi dalam penelitian ini berjumlah 190 orang, bila tingkat kepercayaan yang dikehendaki adalah 95% maka jumlah sampel yang akan diambil adalah:

n = 190 x (63%) = 120 Keterangan:

(66)

52

Berdasarkan perhitungan menggunakan nomogram Harry King jumlah populasi yang berjumlah 190 dengan kesalahan 5% maka jumlah sampelnya 120. Karena populasi diambil dari 8 kelas maka akan dihitung sampel masing-masing kelas dengan cara berikut ini : 120/190 x 25 = 15, 73 x 6 = 94, 73

120/190 x 20 = 12, 63 x 2 = 25, 26

Jumlah total sampelnya adalah 94, 73 + 25, 26 = 119,9 yang dibulatkan menjadi 120 siswa.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Sampel masing-masing kelas

D. Variabel Penelitian

Sugiyono (2010: 61) merumuskan variabel penelitian adalah obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

(67)

53

1. Variabel Bebas (Independent)

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,

atencedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2007: 39). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah interaksi teman sebaya.

2. Variabel Terikat

Variabel ini sering disebut sebagai output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2007: 39). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku konsumtif.

E. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional adalah sebagai berikut: a. Interaksi Teman Sebaya

(68)

54 b. Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang terus mendorong seseorang untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan karena adanya keinginan yang tidak rasional untuk mencapai kepuasan yang maksimal.

F. Teknik Pengumpulan Data

Suharsimi Arikunto (2010: 192) menjelaskan bahwa metode pengumpulan data sebagai cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, sedangkan data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun angka. Suharsimi Arikunto (2010: 193) menyebutkan jenis-jenis metode atau instrumen pengumpulan data yaitu tes, angket (questionares), wawancara (interview), observasi, skala bertingkat (rating scale), dan dokumentasi.

(69)

55

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti, dengan demikian jumlah instrumen yang akan digunakan untuk penelitian akan tergantung pada jumlah variabel yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2010: 92). Penyusunan instrumen berdasarkan pada definisi operasional yang selanjutnya dijabarkan kedalam butir-butir pernyataan. Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala interkasi teman sebaya dan skala perilaku konsumtif.

1. Skala Interaksi Teman Sebaya

Skala ini digunakan untuk mengukur seberapa besar interaksi teman sebaya pada siswa. Skala interaksi teman sebaya digunakan untuk mengukur tingkat interaksi teman sebaya pada sampel penelitian, dan disusun berdasarkan aspek interaksi teman sebaya

(70)

56

Tabel 3. Kisi-kisi Skala Interaksi Teman Sebaya

Variabel Aspek No Indikator No Butir Jumlah

Skala ini digunakan untuk mengukur seberapa besar perilaku konsumtif pada siswa. Skala perilaku konsumtif digunakan untuk mengukur tingkat perilaku konsumtif pada sampel penelitian, dan disusun berdasarkan indikator perilaku konsumtif.

(71)

57

membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankannya, munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri tinggi, mencoba lebih dari dua produk sejenis. Kisi-kisi skala interaksi teman sebaya adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Kisi-kisi Skala Perilaku Konsumtif

(72)

58

Kedua skala ini menggunakan pedoman skala dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala disajikan dalam pernyataan positif (favorabel) SS= 4. S= 3, TS= 2, STS= 1 dan untuk pernyataan negatif (unfavorabel) bobotnya adalah SS= 1, S= 2, TS= 3, STS= 4.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas Instrumen

Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2014: 267). Uji validitas adalah menguji sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Instrumen yang valid adalah instrumen yang mengukur dengan tepat keadaan yang ingin diukur.

(73)

59

yang dilakukan dengan menggunakan expert judgement (Saifuddin Azwar, 2012: 41-45).

Validitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik penguji validitas logis melalui analisis rasional dari ahli atau melalui

expert judgement. Pertimbangan ahli tersebut dijadikan sebagai patokan valid tidaknya instrumen yang telah disusun. Hal ini dilakukan setelah instrumen disususn sesuai dengan blue print atau kisi-kisi instrumen, untuk selanjutnya instrumen tersebut dikonsultasikan kepada ahli. Ahli yang dipilih oleh peneliti untuk menguji Validitas isi tersebut adalah dosen pembimbing. Dosen pembimbing sebagai ahli akan memberi keputusan instrumen dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan atau dirombak total.

Untuk uji validitas instrumen digunakan data terpakai. Artinya, analisis validitasnya menggunakan data yang didapatkan dari pengambilan data penelitian atau tanpa uji coba instrumen. Hasil analisis uji validitas skala interaksi teman sebaya, seluruh item memiliki nilai > 0,30 yang artinya 32 item atau semua item dinyatakan valid. Untuk skala perilaku konsumtif terdapat 5 butir item yang memiliki nilai < 0,30. Sehingga dari 32 item menjadi 27 item yang valid.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

(74)

60

Menurut Saefuddin Azwar (2012: 7) suatu alat ukur dinyatakan reliabel apabila dalam pelaksanaan beberapa kali pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur juga belum berubah.

Analisis yang menggunakan rumus alpha cronbach dibantu dengan menggunakan SPSS for Windows 22.0 Version, dengan cara memilih analyze pada tampilan menu, kemudian scale, pilih reliability analysis. Selanjutnya pilih statistik yang muncul, lakukan centang pada

descriptive for untuk item, scale, dan scale item deleting, lalu none

pada Anova table, kemudian pilih OK maka program akan menganalisis data tersebut. Formula ini tepat digunakan untuk mengukur reliabilitasinstrumen yang berbentuk skala dan memiliki rentangan nilai antara 1-3, 1-4, 1-5 dan seterusnya (Suharsimi Arikunto, 2010: 239).

Besarnya hasil perhitungan reliabilitas berkisar mulai angka 0 sampai dengan 1,0 namun pada kenyataannya perolehan hasil perhitungan reliabilitas nyaris tidak pernah mncapai angka 1,0. Nilai 1,0 menandakan bahwa adanya kesempurnaan pada semua aspek pengambilan data, hal tersebut tidaklah mungkin terjadi pada penelitian sosial yang menggunakan manusia sebagai objek penelitiannya.

Gambar

Gambar 1. Hipotesis Penelitian Variabel Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku konsumtif
Tabel 1. Distribusi Populasi Penelitian
Gambar 2. Nomogram Harry King
Tabel 2. Hasil Perhitungan Sampel masing-masing kelas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Interaksi teman sebaya dengan Penyesuaian sosial siswa SMP N 2 Surakarta.. Hipotesis pada penelitian ini

Menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya dengan Perilaku Pacaran pada Remaja” ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan di

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas maka dapat dib uat rumusan masalah “ apakah ada hubungan antara interaksi teman sebaya dengan

(3) Pengaruh literasi keuangan dan lingkungan teman sebaya terhadap perilaku konsumtif pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 7 Surakarta.. Jenis penelitian ini adalah

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku konsumtif, ada hubungan negatif antara konsep diri dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pergaulan teman sebaya dengan perilaku seksual remaja pada siswa XI IPS di SMA Negeri 1 Semin Gunungkidul

Tujuan penelitian mengetahui:1) Mengetahui hubungan antara interaksi teman sebaya dan konsep diri dengan kedisiplinan siswa; 2) Mengetahui sumbangan efektif interaksi teman

x ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TEMAN SEBAYA DENGAN PRILAKU KONSUMTIF PADA SISWA KELAS XI DI SMA AL-ISIQAMAH PASAMAN BARAT Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan