• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINDAK PIDANA PERKOSAAN ANTAR ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS TINDAK PIDANA PERKOSAAN ANTAR ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TINDAK PIDANA PERKOSAAN ANTAR ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA

Oleh

Andre Bramahesa

Tindak pidana perkosaan antar anak yang terjadi merupakan suatu masalah yang memerlukan perhatian khusus pemerintah, oleh karena berkaitan dengan moralitas para generasi bangsa. Dalam hal ini pengadilan yang merupakan instansi atau lembaga yang menangani masalah hukum perlu memberikan perhatian terhadap kasus yang berkaitan dengan anak-anak terutama pada kejahatan seksual. Pengadilan perlu memberikan sanksi yang paling tepat pada anak-anak yang melakukan tindak pidana terutama kejahatan seksual. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah perspektif hukum pidana Indonesia dalam mengatur penerapan pasal tindak pidana perkosaan antar anak di bawah umur dilihat dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) serta apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perkosaan antar anak di bawah umur.

Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan yuridis normatif, yaitu dilakukan dengan cara menelaah dan menelusuri berbagai peraturan perundang-undangan, teori-teori, kaidah hukum dan konsep-konsep yang ada hubungannya dengan permasalah yang akan dibahas. Pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan studi lapangan, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan metode editing, klasifikasi dan sistematisasi data.

(2)

Andre Bramahesa

anak di bawah umur yang berkonflik dengan hukum harus memperhatikan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak yang secara tegas memberikan perlindungan dan perlakuan khusus baik selama proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai dengan proses persidangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 26, Pasal 41 sampai dengan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perkosaan antar anak di bawah umur antara lain meliputi faktor aparat penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor kesadaran masyarakat serta faktor kebudayaan.

(3)
(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(5)

Tujuan nasional bangsa Indonesia adalah bahwa akan melindungi seluruh warga negaranya, termasuk anak-anak dari segala ancaman yang dapat membahayakan keselamatan hidup mereka. Anak-anak yang masih memerlukan perlindungan sangat rentan untuk menjadi korban dari suatu tindak pidana. Tapi tidak sedikit pula dari anak-anak yang menjadi pelaku dari suatu tindak pidana. Seperti beberapa tahun terakhir ini melalui media massa memperlihatkan banyak perilaku anak yang menjurus kepada tindak pidana, seperti pemerkosaan, pencabulan, pencurian, perkelahian antar pelajar dan lain-lain, sehingga anak anak berhadapan dengan proses hukum yang disamakan dengan orang dewasa. Seperti kasus tentang 2 pelajar SMP yang usai mengintip teman wanitanya mandi di sungai, lalu nekat memperkosa siswi SD itu di pinggir aliran sungai Bawang. Tersangka, masih di bawah umur, Yu (13 tahun), dan Ru (13 tahun) pelajar kelas I SMP di Punduh Pidada, Padang Cermin, Pesawaran. Korbannya, Mu (9 tahun), dan Ri (10 tahun), merupakan tetangga tersangka dan masih sekolah di kelas IV SD. Cerita lain juga tentang seorang pemuda nekat, Po (16 tahun) yang sakit hati cinta tak dibalas lalu memperkosa gadis ABG di areal pesawahan di Trimurjo, Lampung Tengah. Korbannya adalah In (15 tahun), siswi kelas II SMPN ini menderita pendarahan, (Harian Poskota tanggal 20 Desember 2009).

(6)

3

kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Selain itu, anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya.

Hubungan antara orang tua dengan anak merupakan suatu hubungan yang hakiki, baik hubungan psikologis maupun mental sepiritualnya, mengingat ciri dan sifat anak yang khas, maka dalam menjatuhkan pidana atau tindakan terhadap Anak Nakal diusahakan agar anak jangan dipisahkan dari orang tuanya.

Masa transisi dalam ilmu kejiwaan dialami anak mulai usia 10 tahun, dalam bukunya, Soedarsono, (1997: 13) sependapat dengan Andi Mapiere, yang mengutip Elisabeth B. Harlock, yang membagi usia anak remaja yaitu masa puberitas pada usia 10 tahun atau 12 tahun sampai 13 tahun atau 14 tahun, masa remaja pada usia 13 tahun atau 14 tahun sampai 17 tahun, masa remaja akhir (masa dewasa muda) pada usia 17 tahun sampai 21 tahun. Pada masa remaja seorang anak mengalami perkembangan sebagai persiapan memasuki masa dewasa, hal ini berdasarkan pendapat tentang remaja.

(7)

seorang anak mengalami perkembangan psikologi, seksualitas, dan emosionalitas yang mempengaruhi tingkah lakunya, proses perkembangan yang dialami remaja akan menimbulkan permasalahan bagi remaja sendiri dan orang-orang yang berada dekat sekelilingnya. Selain kondisi psikologi, ada juga faktor yang mendorong terjadinya tindak pidana perkosaan antar anak yaitu adanya pengaruh lingkungan yang tidak baik, bacaan-bacaan yang berbau porno, gambar-gambar porno, film dan VCD porno yang banyak beredar di masyarakat. Beredarnya buku bacaan, gambar, film dan VCD porno tersebut dapat menimbulkan rangsangan dan pengaruh bagi yang membaca dan melihatnya, akibatnya banyak terjadi penyimpangan seksual terutama oleh anak dan remaja.

Aktivitas seksual anak maupun remaja yang menyimpang sangat memprihatinkan karena telah mengarah pada tindakan kriminal yang secara hukum pidana telah menyalahi ketentuan undang-undang. Perkosaan yang terjadi antar anak-anak bukanlah suatu kasus baru dalam masyarakat, meski tidak sedikit pelakunya adalah anak-anak usia remaja sampai menjelang dewasa, (Kartini Kartono, 1989: 8).

(8)

5

Pengadilan Anak, adalah anak yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah. Berbeda dengan Pasal 45 KUHP yang menentukan, bahwa yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 16 (enam belas) tahun. Sedang berkaitan dengan anak menjadi korban pidana, KUHP mengatur umur anak belum genap 15 (lima belas) tahun, (Darwan Prints, 1997: 3).

Tindak pidana perkosaan antar anak yang terjadi merupakan suatu masalah yang memerlukan perhatian khusus pemerintah, oleh karena berkaitan dengan moralitas para generasi bangsa. Dalam hal ini pengadilan yang merupakan instansi atau lembaga yang menangani masalah hukum perlu memberikan perhatian terhadap kasus yang berkaitan dengan anak-anak terutama pada kejahatan seksual. Untuk pengadilan perlu memberikan sanksi yang paling tepat pada anak-anak yang melakukan tindak pidana terutama kejahatan seksual.

Penjatuhan hukuman dalam perkara anak-anak mempunyai tujuan edukatif dalam pemberian sanksi pada anak. Untuk itu meski tindak pidana dilakukan oleh anak di bawah umur tidak dikenakan pertanggungjawaban pidana yang diperbuatnya, akan tetapi ia bisa dijatuhi sanksi pembinaan. Pembinaan ini meskipun sebenarnya berupa hukuman juga, akan tetapi tetap dianggap sebagai hukuman pembinaan bukan hukuman pidana.

(9)

menjatuhkan hukuman, karena hal itu dapat menjadi sebab gugurnya hukuman. Bagaimanapun juga suatu kejahatan harus mendapat imbalan atau hukuman yang sepantasnya, karena hukuman selain dijadikan suatu balasan atas kejahatan dapat juga sebagai perbaikan dan pencegahan akan semakin maraknya tindak kejahatan, (Topo Santoso, 2001: 103).

Tindak pidana perkosaan dalam ketentuan KUHP terdapat dalam Bab Kejahatan Kesusilaan terutama Pasal 285 yang menentukan barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mencoba melakukan penulisan skripsi ini dengan judul : Analisis Tindak Pidana Perkosaan Antar Anak Dibawah Umur Dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis membatasi permasalahan dan merumuskan sebagai berikut:

(10)

7

b. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perkosaan antar anak di bawah umur?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari permasalahan dalam penulisan ini terbatas pada persfektif hukum pidana Indonesia dalam pengaturan tindak pidana perkosaan antar anak di bawah umur menurut Kitab undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Pengadilan Anak (UUPA) dan faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perkosaan antar anak di bawah umur.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui perspektif hukum pidana Indonesia dalam penerapan pasal tindak pidana perkosaan antar anak dibawah umur dilihat dari KUHP dan UUPA.

b. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perkosaan antar anak di bawah umur

2. Kegunaan Penelitian

(11)

1. Kegunaan Teoritis

a. Hasil penulisan ini akan bermanfaat dalam memberikan pengetahuan tentang perkosaan yang terjadi antar anak dipandang dalam perspektif hukum pidana Indonesia.

b. Hasil penulisan ini dapat bermanfaat untuk memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Hukum Pidana Anak dan umumnya Hukum Pidana.

c. Menjadi bahan pertimbangan atau renungan dalam penyempurnaan kaidah-kaidah hukum yang akan datang.

2. Kegunaan Praktis

a. Hasil penulisan ini akan berguna dalam memberikan jawaban terhadap masalah yang akan diteliti.

b. Hasil penulisan ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi dan gambaran kepada masyarakat pada umumnya dan semua pihak yang berkepentingan pada khususnya dalam bahwa perlindungan anak terhadap kekerasan sangat diperlukan untuk anak itu sendiri yang dapat berupa pembentukan kejiwaan dari anak.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

(12)

9

mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.(Soerjono Soekarto, 1986 : 125)

Menurut R.A. Koesnoen, (1992: 113) anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan sekitarnya. Oleh karena itu anak harus mendapatkan perlindungan yang berupa suatu interaksi antara fenomena yang ada, dan saling mempengaruhi. Selanjutnya menurut Arif Gosita, (1992: 28) perlindungan yang baik atau buruk bergantung pada fenomena tertentu, yang relevan, dan merupakan faktor pendukung atau penghambat yang mempengaruhi adanya perlindungan anak tersebut.

Anak harus mendapatkan perlindungan hukum demi masa depan sehingga akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan secara wajar, karena anak-anak adalah masa dimana manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya mudah terpengaruh untuk oleh keadaan sekitarnya Akan tetapi dalam hal ini, apabila anak melakukan kejahatan terhadap anak lain yang juga memerlukan perlindungan hukum, maka akibatnya sanksi pidana yang akan menantinya.

(13)

a. Anak yang melakukan kenakalan (Juvenile offender) janganlah dipandang sebagai seorang penjahat (criminal), tetapi harus dilihat sebagai orang yang memerlukan bantuan, pengertian, dan kasih sayang.

b. Pendekatan yuridis terhadap anak hendaknya lebih mengutamakan pendekatan persuasif-edukatif dan pendekatan kejiwaan atau psikologis yang berarti sejauh mungkin menghindari proses hukum yang semata-mata bersifat menghukum, bersifat mendegradasi mental dan penurunan semangat (discouragement) serta menghindari proses stigmatisasi yang dapat menghambat proses perkembangan, kematangan dan kemandirian anak dalam arti yang wajar (Muladi dan Barda N.A, 1992:115 dalam Tri Andrisman, SH, MH, 2007:23-24)

Sistem yang dianut oleh negara Indonesia mengenai pemidanaan anak adalah sistem pertanggungjawaban yang mengatakan bahwa semua anak, asal jiwanya sehat dianggap mampu bertanggungjawab dan dituntut, (E.Y. Ranter dan S.R. Sianturi, 1982: 251).

Konsep KUHP mengemukakan hal-hal yang menarik berkenaan dengan pemidanaan, yang tidak akan ditemui pada hukum positif, antara lain:

(14)

11

b. Maksimum pidana pembatasan atau perampasan kebebasan yang dikenakan adalah selama-lamanya ½ (satu per dua) dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa (Pasal 121 ayat (2)).

c. Penerapan pidana pembatasan kebebasan adalah merupakan upaya terakhir (Pasal 123 ayat (1)).

d. Apabila tindak pidana diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana yang dijatuhkan pada anak adalah pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun (Pasal 123 ayat (3)).

Pengaturan mengenai batas umur anak di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yaitu :

(1) Batas umur anak-anak yang diajukan ke sidang anak, adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.

(2) Dalam hal anak dalam melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampui batas umur tersebut tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetap diajukan ke sidang anak.

Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto (2007: 8), bahwa faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a. Faktor hukumnya sendiri;

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;

(15)

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; dan

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan atau diteliti (Soerjono Soekanto, 1986 : 132 )

Pengertian dasar dari istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui

keadaan sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya dan sebagainya) (Kamus Bahasa Indonesia, 1997: 37)

b. Tindak pidana adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan yang ditentukan dalam kaedah hukum yang tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam kaedah hukum yang berlaku di masyarakat di mana yang bersangkutan bertempat tinggal (Sudarto 1993: 25).

c. Tindak Pidana Perkosaan yaitu perbuatan yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud bersetubuh dengan korbannya (perempuan yang bukan istrinya), dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.( Pasal 285 KUHP )

(16)

13

belum pernah kawin (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak).

e. Persfektif merupakan cara melukiskan suatu benda dan lain-lain pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi) atau sudut pandang (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2001: 43)

f. Hukum Pidana Positif adalah hukum pidana yang berlaku di dalam garis-garis perbatasan suatu negara atau suatu masyarakat hukum tertentu pada suatu waktu yang tertentu (P.A.F.Lamintang, 1997: 5)

E . Sistematika Penulisan

Pembahasan secara sistematis dilakukan untuk memudahkan penulisan, maka perlu disusun sistematika pembahasan sedemikian rupa. Adapun sistematika yang diuraikan adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang kemudian dari latar belakang tersebut ditarik permasalahan dan ruang lingkupnya, dalam bab ini juga memuat tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan kerangka konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(17)

III.METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan metode penelitian yang menguraikan tentang metode yang digunakan dalam penulisan, langkah-langkah yang diambil dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan pembahasan berdasarkan hasil penelitian yang merupakan jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan tentang persfektif hukum pidana Indonesia dalam pengaturan tindak pidana perkosaan antar anak di bawah umur menurut Kitab undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Pengadilan Anak (UUPA) dan faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perkosaan antar anak di bawah umur.

V. PENUTUP

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana

Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah ditentukan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang melanggar larangan tersebut.

Menurut Suharto (1996: 3), hukum pidana adalah hasil dari jawaban atas pertanyaan apa, siapa, dan bagaimana orang itu dipidana. Apa yang dimaksud disini mengenai perbuatan seperti apa yang dilarang dan sanksi apa yang diberikan oleh undang-undang, siapa dimaksudkan mengenai pertanggungjawaban seseorang, sedangkan bagaimana orang itu dipidana dimaksudkan mengenai prosedur pelaksanaan dari ketentuan undang-undang tersebut.

(19)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sedangkan hukum pidana formil tercakup dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Berdasarkan rumusan pengertian-pengertian hukum pidana tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berdiri sendiri yang berlaku disuatu negara;

2. Hukum pidana mengatur dan menentukan mengenai perbuatan pidana atau tindak pidana atau sanksi pidana bagi perbuatan itu (termuat dalam KUHP); 3. Hukum pidana mengatur dan menentukan mengenai pertanggungjawaban

pidana (termuat dalam KUHP);

4. Hukum pidana mengatur dan menentukan tentang bagaimana cara atu prosedur untuk menuntut kemuka pengadilan bagi pelaku atau pembuat yang disangka melakukan tindak pidana (termuat dalam KUHP).

(20)

17

dengan elemen pokok bersifat melawan hukum dan mampu bertanggung jawab, atau mempunyai bentuk kesengajaan maupun kealpaan dan tidak adanya alasan pemaaf.

Rumusan suatu perbuatan pidana atau tindak pidana yang terdapat dalam perundang-undangan, yaitu:

1. Dengan cara menentukan unsur

Rumusan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP khususnya dalam Buku II adalah mengandung maksud agar diketahui dengan jelas bentuk tindak pidana apa yang dilarang. Untuk mengetahui maksud rumusan tersebut perlu ditentukan unsur-unsur yang terdapat dalam rumusan tindak pidana itu. 2. Dengan cara menurut pengetahuan dan praktek pengadilan

Apabila rumusan pasal tindak pidana tidak memungkinkan ditentukan unsur-unsurnya, maka batas pengertian rumusan tersebut diserahkan kepada ilmu pengetahuan dan praktek pengadilan.

3. Dengan cara menentukan kualifikasi

Adalah dengan mengkaji hakikat dari tindak pidana tersebut (Suharto, 1996: 33-34)

Menurut Suharto (1996: 27-28), dalam mempelajari hukum pidana dikenal pula tingkatan dalam ilmu hukum pidana, yaitu:

1. Tingkat Pertama adalah Interprestasi

Interprestasi bertujuan untuk mengetahui pengertian objektif dari apa yang termaktub di dalam aturan hukum, bukan pengertian subjektif seperti yang dimaksud oleh pembentuk aturan pada waktu peraturan itu dibuat. Dengan pengertian objektif artinya ilmu itu dapat berkembang mengikuti perkembangan dan kemajuan ilmu di dalam masyarakat. 2. Tingkat Kedua adalah Konstruksi

Setiap tindak pidana dirumuskan dengan satu peraturan yang terbentuk bangunan yuridis yang terdiri dari unsur-unsur tertentu dengan tujuan agar apa yang tercantum dalam bentukan atau bangunan itu merupakan pengertian dan batas-batas yang jelas untuk membedakan antara bangunan yuridis yang satu dengan yang lain.

3. Tingkat Kedua adalah Sistematik

(21)

aturan-aturan hukum, tetapi tahu akan maksudnya, baik terhadap suatu aturan-aturan khusus, maupun dalam rangkaiannya dengan aturan-aturan lain yang merupakan suatu bentuk hukum tertentu dengan dengan tujuan tertentu pula (Suharto, 1996: 27-28)

B. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan

1. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan secara Yuridis

Perkosaan menurut konstruksi yuridis peraturan perundang-undangan di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah perbuatan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dalam Pasal 285 KUHP menentukan soal tindak pidana perkosaan yakni barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk disebut suatu perbuatan perkosaan menurut Mulyana W.Kusumah (1989: 53), adalah :

a. Perbuatan ini disebut kejahatan perkosaan bilamana kepastian tentang akibat yang merugikan atau membahayakan kepentingtan masyarakat, suatu hasrat atau keinginan belum cukup.

(22)

19

c. Perkosaan tersebut haruslah merupakan kesengajaan ataupun tidak, yang membawa akibat yang merugikan atau membahayakan.

d. Kekerasan dan tindakan harus berlaku serempak berpadu atau membahayakan. e. Adanya hubungan kausal antara perkosaan dengan akibatnya.

f. Harus ada ancaman hukuman yang dinyatakan secara tegas dalam Undang-Undang

Berdasarkan bunyi Pasal 285 KUHP di atas, terlihat bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam tindak pidana perkosaan adalah :

a. Unsur paksaan, paksaan disini bisa berarti paksaan secara fisik dengan pukulan atau hantaman pada tubuh korban sampai tidak berdaya (pingsan), paksaan psikis seperti ancaman dengan kata-kata atau senjata tajam sehingga korban tidak punya pilihan lain. Ancaman disini yang mengakibatkan ketidakberdayaan seseorang dalam kekuasaan orang lain yang dapat berbuat semena-mena dengan mengandalkan kekuatan atau kekuasan yang dimilikinya.

b. Unsur persetubuhan yang dimaksud dalam Pasal 285 KUHP yang merupakan bukan istrinya adanya persetubuhan dalam arti masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan baik sebagian maupun seluruhnya dengan atau tanpa terjadinya pancaran sperma.

(23)

Berdasarkan uraian di atas dapatlah dikatakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 285 KUHP tersebut bersifat komulatif atau untuk dikatakan suatu tindak pidana perkosaan haruslah memenuhi semua unsur yang ada dalam pasal tersebut.

Menurut Pasal 290 angka (3) KUHP menentukan bahwa:

“Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh di luar pernikahan dengan orang lain”.

Pasal di atas yang mengatur soal larangan berhubungan badan (bersetubuh) dengan wanita yang berusia di bawah lima belas tahun, di bawah dua belas tahun atau belum mampu untuk kawin. Artinya, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dianggap sebagai kejahatan kesusilaan. Pelakunya dengan mudah dapat dituduh telah melakukan perkosaan yang secara ekplisit menyebut soal perkosaan.

2. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan secara Kriminologis

(24)

21

dapat mempengaruhi perasaan masyarakat tentang apa yang merugikan (scadelijk), tidak pantas (onbehoorlijk), dan tidak dapat dibiarkan (ondulbaar).tindakan yang demikian disebut kejahatan yang tidak sesuai dengan rasa susila masyarakat (Suprapto, 1986: 208).

C. Pengertian Anak

Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari sang pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya, sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian anak. Berbeda dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka (2) menentukan bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun, dan belum pernah kawin, serta pada Undang-Undang No .23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih berada dalam kandungan.

(25)

orangtuanya. Sedangkan Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPdt) Pasal 338 menyatakan bahwa belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai usia genap 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah menikah.

Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 45 dan Pasal 72 memberikan batasan batasan tentang pengertian anak sebagai berikut:

Pasal 45 KUHP :

“Dalam menuntut orang yang belum cukup umur (minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum 16 (enam belas) tahun, hakim dapat menentukan, memerintahkan supaya orang yang bersalah dikembalikan kepada orangtuanya, tanpa pidana apapun, atau, supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, tanpa pidana apapun, yaitu jika perbuatan merupakan kejahatan dan salah satu pelanggaran tersebut Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517, 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat 2 tahun sejak dinyatakan salah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut dia rasa dan putusannya menjadi tetap atau menjatuhkan pidana”.

Pasal 72 ayat 1 KUHP :

“Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan, belum 16 (enam belas) tahun dan belum cukup umur atau orang yang berada dibawah pengampuan karena sebab lainnya maka yang berhak mengadu adalahwakilnya yang sah dalam perkara perdata”.

Ketentuan dalam Pasal 45 dan 72 ayat (1) memberikan pengertian tentang anak lebih muda umurnya dibandingkan dengan ketentuan seperti yang disebutkan di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPdt), Undang Undang No.4 Tahun 1979 dan Undang Undang No.23 Tahun 2003.

(26)

23

Mulyana W. Kusuma berpendapat tentang usia anak menurut agama Islam:

“Batasan mengenai apakah seseorang yang dikatakan sebagai anak-anak ataupun dewasa bukan berdasarkan dari usia, tetapi ada tanda-tanda perubahan badaniahnya baik pria maupun wanita.” (Mulyana W. Kusuma, 1986 : 3)

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa batas usia yang dikatakan anak-anak dan dewasa dilihat dari jumlah usia yang bersangkutan, akan tetapi ditinjau dari kenyataan sosial dan perubahan fisiknya.

Menurut pendapat dari B.Simanjuntak tentang pengertian anak adalah:

“Berdasarkan pengamatan sehari-hari, mereka bertingkah laku juvenile delinquency ini kira-kira 15 tahun sampai dengan 18 tahun (tingkat akhir SLTP-SMA) untuk menggambarkan umur ini, sering digunakan istilah dewasa” (B.Simanjuntak, 1988 : 155)

Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa batas umur dilihat bukan saja dari aspek fisik dan aspek biologis tetapi juga dilihat dari aspek jumlah usia antara 13 tahun sampai 18 tahun yang disebut anak-anak. Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut sebagai seorang anak. Yang dimaksud dengan batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimal sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau menjadi seorang subyek hukum yang dapat bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan anak itu.

(27)

dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

D. Pengertian Kenakalan Anak dan Anak Nakal

Mengenai pengertian anak dan kenakalan remaja yang lebih dikenal dengan istilah Juvenile Deliquency belum ada keseragaman pendapat untuk memberi batasan yang cukup dalam satu rangkaian kalimat. Hal ini disebabkan oleh kompleksnya masalah yang menyangkut kehidupan anak yang sifat-sifat kenakalan anak yang berhubungan dengan aspek-aspek yuridis, sosioligis, psikologis, dan lain sebagainya.

Beberapa ilmuan mengartikan Juvenile Deliquency menjadi kenakalan remaja. Konsep ini untuk menghindari istilah “Kejahatan anak”, dimana istilah ini dapat menimbulkan konotasi cenderung negatif dan akan membawa efek psikologis yang negatif bagi anak. Perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh anak tidak hanya diatur dalam KUHP, akan tetapi juga diatur diluar KUHP meskipun didalamnya tidak disebutkan istilah tindak pidana yang dialukan oleh anak nakal.

Menurut Kartini Kartono (1989:7),Juvenile Deliquencydiartikan sebagai :

(28)

25

Dengan adanya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang pengadilan anak. Ketentuan Pasal 1 angka (1), Pasal 2 angka (2) menentukan secara jelas status dan kedudukan anak sebagai berikut :

Pasal 1 angka (1) menentukan bahwa :

“Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Undang-undang tentang peradilan anak melihat sisi anak dari perbuatan yang dilakukannya, apabila anak tersebut melakukan kejahatan sebelum anak tersebut berumur 8 (delapan) tahun tidak dikategorikan anak nakal sehingga dari sisi hukum ia belum dapat diminta pertanggungjawaban, sebaliknya apabila sudah mencapai umur 8 (delapan) tahun sampai umur 18 (delapan belas) tahun dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya, kemudian apabila anak tersebut sebelum umur 18 (delapan belas) tahun sudah kawin maka bukan dikategorikan anak dan proses peradilan melalui peradilan umum, bukan peradilan anak”.

Pasal 1 angka (2) menentukan bahwa :

“Anak yang melakukan tindak pidana atau anak melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang undangan maupun menurut peraturan hukum lain hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan”.

E. Tujuan Pengaturan Pidana

(29)

Tujuan pengaturan pidana menurut Andi Hamzah (1994: 28), yaitu:

a. Perbaikkan (reformation) berarti memperbaiki atau merehabilitasi pelaku atau penjahat menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat.

b. Pembatasan (restraint) berarti membatasi atau mengasingkan pelaku atau penjahat dari masyarakat.

c. Pembalasan (retribution) ialah pembalasan terhadap pelaku atau penjahat karena telah melakukan kejahatan.

d. Pencegahan (deterrence) berarti mencegah agar pelaku atau penjahat sebagai individual maupun orang lain yang potensial menjadi pelaku atau penjahat akan jera atau takut.

Tujuan pidana yang berlaku sekarang bermacam-macam dari penjeraan baik ditujukan kepada pelanggar hukum sendiri maupun kepada mereka yang berpotensi menjadi penjahat, perlindungan kepada masyarakat dari perbuatan jahat, perbaikan kepada penjahat, bertujuan mencari alternatif lain yang bukan bersifat pidana dalam membina pelanggaran hukum.

Berkaitan dengan tujuan pidana, menurut Shafruddin (1998: 4) muncullah teori-teori mengenai penjatuhan pidana, yaitu:

a. Teori absolut (pembalasan), menyatakan bahwa kejahatan sendirilah yang memuat anasir-anasir yang menuntut pidana dan yang membenarkan pidana dijatuhkan.

b. Teori relatif (prevensi), memberikan dasar dari pemidanaan pada masyarakat agar terhindar dari suatu pelanggaran hukum.

(30)

27

Menurut konsep Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional, tujuan pemidanaan adalah sebagai berikut :

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna.

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

(31)

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini yang berdasarkan pokok permasalahan dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah dan menelusuri berbagai peraturan perundang-undangan, teori-teori, kaidah hukum dan konsep-konsep yang ada hubungannya dengan permasalah yang akan dibahas.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari penelitian dalam hal ini hasil penelitian dengan pihak pengadilan mengenai analisis tindak pidana perkosaan antar anak dibawah umur menurut persfektif hukum pidana Indonesia.

(32)

29

Selanjutnya data sekunder meliputi: 1. Bahan hukum primer, antara lain :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

2. Bahan hukum sekunder, yaitu doktrin-doktrin, pendapat para sarjana, bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer yang diperoleh dari studi kepustakaan.

3. Bahan hukum Tersier, seperti literatur, makalah, kamus-kamus, dan lain-lain yang memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

C. Penentuan Responden

(33)

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Proses dalam melakukan pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder dipergunakan alat-alat pengumpulan data sebagai berikut :

a Studi Pustaka

Terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan buku-buku dan literatur yang erat hubungannya dengan permasalahan yang sedang dibahas sehingga dapat mengumpulkan data sekunder dengan membaca, mencatat, merangkum, untuk dianalisa lebih lanjut.

b Studi Dokumen

Mempelajari berkas-berkas dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana perkosaan antar anak dibawah umur dengan cara membaca, mencatat, merangkum untuk dianalisa lebih lanjut.

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, baik data yang diperoleh dari studi pustaka maupun dokumen, data-data tersebut diolah dengan menggunakan metode :

a. Editing Data

(34)

31

b. Klasifikasi Data

Data yang sudah terkumpul dikelompokkan sesuai dengan bidang pokok bahasan agar mudah dalam menganalisis.

c. Sistematisasi Data

Data yang terkumpul disusun secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan konsep dan tujuan penelitian agar mudah dalam menganalisis data.

E. Analisis Data

(35)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis tindak pidana perkosaan antar anak di bawah umur dalam perspektif hukum pidana Indonesia, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

(36)

55

penjara bagi anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

2. Faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perkosaan antar anak di bawah umur antara lain meliputi : a. Faktor aparat penegak hukum. Kepribadian dan mentalitas petugas yang

sering mengabaikan tanggung jawabnya sebagai aparat penegak hukum akan menimbulkan suatu keadaan penegak hukum yang pincang, karena aparat penegak hukum yang memiliki kepribadian dan rendah akan dengan mudah dipatahkan dalam penegakan hukum.

b. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Sarana atau fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup.

c. Faktor kesadaran masyarakat. Tingkat kesadaran hukum serta peran serta masyarakat dalam mewujudkan penegakan hukum.

d. Faktor kebudayaan. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya juga sebaliknya.

B. Saran

(37)

ketentuan klausul batasan umur anak, misalnya dalam Pasal 40 KUHP dinyatakan bahwa anak yaitu belum berusia 16 tahun, Pasal 1 butir (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Kesejahteraan Anak menentukan anak belum mencapai umur 21 tahun, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditentukan bahwa anak belum mencapai umur 18 tahun, sehingga dapat dijadikan pedoman yang pasti dalam menindak perkara yang dilakukan oleh anak. Dengan demikian, baik aparat penegak hukum maupun masyarakat dalam mencermati anak sebagai pelaku tindak pidana tidak terdapat kesalahpahaman (miscommunication).

(38)

ANALISIS TINDAK PIDANA PERKOSAAN ANTAR ANAK

DIBAWAH UMUR DALAM PERSFEKTIF HUKUM PIDANA

INDONESIA

Oleh

ANDRE BRAMAHESA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(39)

(Skripsi)

Oleh

Andre Bramahesa

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(40)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 8

E. Sistematika Penulisan ... 13

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana ... 15

B. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan ... 18

C. Pengertian Anak ... 21

D. Pengertian Kenakalan Anak dan Anak Nakal ... 24

E. Tujuan Pengaturan Pidana... 25

DAFTAR PUSTAKA III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 28

B. Sumber Data dan Jenis ... 28

C. Penentuan Narasumber... 29

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 30

E. Analisa Data ... 31

(41)

Dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan

Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA)... 32 C. Faktor Penghambat Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelaku

Tindak Pidana Perkosaan antar Anak di Bawah Umur ... 49 DAFTAR PUSTAKA

V. PENUTUP

(42)

DAFTAR PUSTAKA

D. Gunarsa, Singgih. 1992,Psikologi Remaja,Gunung Mulia. Jakarta.

E.Y. Ranter dan S.R. Sianturi, 1982. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya,Alumni AHM-PTHM. Jakarta.

Gosita, Arif . 2004.Masalah Perlindungan Anak. Akdemika Pressindo. Jakarta. Hamzah, Andi. 1990. Kitab Undang Hukum Pidana dan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.

Kartono, Kartini. 1989. Patologi Sosial II (Kenakalan Remaja). CV. Rajawali Press. Jakarta.

Koesnoen, R.A. 1966.Susunan Pidana Dalam Negara Sosialis Indonesia, Sumur Bandung. Bandung.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992:115 dalam Tri Andrisman. 2007. Buku Ajar Hukum Peradilan Anak.

Prints, Darwan. 1997,Hukum Anak Indonesia, Citra Adiya Bhakti. Bandung. Santoso, Topo. 2001, Menggagas Hukum Pidana Islam, Asy Syamil dan

Grafindo. Bandung.

Soedarsono. 2001.Kenakalan Remaja. Rineka Cipta. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1989. Penghantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia. Jakarta.

Surayin. 2001.Kamus Umum Bahasa Indonesia. Widya Yrama. Jakarta. Undang Undang Dasar 1945 alenia IV

(43)

Andrisman, Tri. 2009.Hukum Peradilan Anak. Buku Ajar. Universitas Lampung. Hamzah, Andi. 1994.Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.

Kartono, Kartini. 1989, Patologi Sosial II (Kenakalan Remaja). CV. Rajawali Press. Jakarta.

Kusuma, Mulyana W. 1986.Kejahatan dan Penyimpangan suatu Bimbingan Bagi Anak dan Remaja. Rinaka Cipta. Jakarta.

Moeljanto. 2000.Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.

Shafruddin. 1998. Politik Hukum Pidana. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Simanjuntak, B. 1988.Kenakalan Remaja. Rajawali Pers. Jakarta.

Subekti dan Tjiptosudibio. 1981.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pradnya Paramita. Jakarta.

Suharto, RM. 1996.Hukum Pidana Materiil Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar Dakwaan. Sinar Grafika. Jakarta

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti. Bandung.

Singarimbun, Masri dan Setian Effendi. 1987. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.

(45)

Arief, Nawawi Barda. 1998. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,Alumni. Bandung.

Marpaung, Leden. 1996. Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya. Sinar Grafika. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Edisi 1 Cetakan ketujuh. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

(46)

Judul Skripsi : Analisis Tindak Pidana Perkosaan Antar Anak Di Baw ah Umur Dalam Perspektif Hukum Pidana I ndonesia

Nama Mahasiswa : Andre Bramahesa

No. Pokok Mahasiswa : 0512011082

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H. Maya Shafira, S.H., M.H.

NI P. 19541112 198603 1 003 NI P. 197770601 200501 2 002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H.

(47)

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H. ...

Sekretaris/ Anggota : Maya Shafira, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Tri Andrisman, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

H. Adius Semenguk, S.H., M.S.

NI P. 19560901 198103 1 003

(48)

PERSEMBAHAN

Dengan diiring do a dan mengucap rasa syukur kepada

Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta Junjungan Tinggi Rasulullah

Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya ini sebagai bukti hormat, bakti dan sayang kepada

Ayahanda dan Ibunda tersayang, yang telah mendidik dan membesarkanku

dengan penuh kasih sayang dan selalu memberikanku do a restu yang selalu

dihaturkan dan dipanjatkan kepada Allah SWT, demi keberhasilanku dan

untuk masa depanku.

Nenekku, yang telah merawatku dan mendoakan yang terbaik bagiku, terima

kasih. semoga ini menjadi obat buat kesembuhanmu.

Kakak dan seluruh keluargaku, terimakasih atas pengertian, do a dan

dukungannya.

Sahabat dan teman-teman yang selalu menemani, memberikan dukungan

dan do anya untuk keberhasilanku, terimakasih atas persahabatan yang indah

dan waktu-waktu yang kita lalui bersama.

(49)

Dan allah menyukai orang-orang yang bersabar

(Qur an, Ali Imran:146)

Orang yang bahagia adalah orang yang memulai

hidupnya dengan berdoa, mengabdikannya dengan

menolong, menyertainya dengan senyum, dan

mengakhirinya dengan bersyukur

(50)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung pada tanggal 22 Mei 1987. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dan pasangan Ayahanda Ibrayanto dan Ibunda Nikmah Umpu Singa.

Penulis pernah mengenyam pendidikan diawali pada Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Pratama yang diselesaikan pada tahun 1993. Kemudian penulis melanjutkan sekolah pada Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Teladan Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 1999. Kemudian lanjut pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 5 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2002. Lalu pendidikan dilanjutkan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2005.

Pada Tahun 2005 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum pada Perguruan Tinggi Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan mengambil bagian minat Hukum Pidana.

(51)
(52)

SANWACANA

Assalammu’alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Tindak Pidana Perkosaan Antar Anak Dibawah Umur Dalam Persfektif Hukum Pidana Indonesia” sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih ada kesalahan dan kekurangan, hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. namun berkat bantuan saran dan kritik yang sifatnya membangun dan berguna dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Hi. Adius Semenguk, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(53)

dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H., selaku Pembahas I atas waktu, kerja sama dan saran yang bersifat membangun kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

5. Bapak Ahmad Irzal Ferdiansyah, S.H., M.H., selaku Pembahas II atas waktu, kerja sama dan saran yang bersifat membangun kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

6. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku penguji utama yang telah menguji penulis.

7. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademi atas waktu dan kerjasamanya yang telah membantu segala keperluan penulis dan memberikan saran serta masukan selama masa kuliah.

8. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung.

9. Bapak Shafruddin, S.H., M.H., selaku responden atas waktu dan ilmu pengetahuannya yang telah diberikan dalam membantu menyempurnakan skripsi ini.

(54)

11. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang berguna selama penulis melaksanakan studi di Fakultas Hukum.

12. Mbak Sri dan Mbak Yanti yang telah membantu penulis dalam memenuhi syarat administrasi selama penyusunan dan seminar skripsi.

13. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Lampung.

14. Kedua orang tuaku yang kuhormati dan kusayangi, Ayahanda Ibrayanto yang dengan tegas membimbingku dan Ibundaku Nikmah Umpu Singa yang penuh kesabaran menuntunku menjadi seperti ini, terima kasih untuk semua kasih sayang, dukungan dan do’a yang dihaturkan di setiap sujudnya untuk keberhasilan dan untuk masa depanku kelak.

15. Kakak dan adikku tersayang Gusti Nia W.B dan Abu Bakar (alm), terimakasih atas do’a dan dukungannya.

16. Seluruh keluarga besar Hi. Zulkifli dan Hi. Ibrahim Umpu Singa, Sidi(alm), Siti, Opa(alm), Oma(alm), paman, bibi, dan sepupu beserta keponakan, terima kasih atas do’a dan dukungannya.

17. Orang-orang yang telah mengajariku untuk selalu dewasa, berani dan tegas dalam menentukan sikap. Terimakasih atas do’adan support selama ini. 18. Teman-teman angkatan ’05, Dzulfa a.k.a Soang, Niken, Diana, Cyntia, Yuven,

Ardi a.k.a Bidol, Deddy a.k.a Acenk, Riqi, Ricky a.k.a Baba, Delly dan Adi, Novan, Willy, Iqbal, Novenk, Ino, Nurul, Febri.

(55)

21. Teman-Teman PERSIKUSI dan Para Anggota Muda PERSIKUSI. Salam Seni!.

22. Teman-teman SMP dan Alumni, Mutia, Aries, Ai, Diko, Syamsu, Ega, ,Ugi, Rama, Apit, Dion, Mbak Aksi, Kak Ade (alm), dan yg belum disebutkan satu per satu.

23. Teman-teman Teknokrat, Gana tanpa huruf S, Febrian, Indra Togex, Winda, Adis, Ayu, Edo, Tomy, Jejen, Awan, Bonga bukan nama sebenarnya, dan yang belum disebutkan satu per satu.

24. Semua pihak yang belum disebutkan tapi tak akan terlupakan. 25. Serta Almamaterku tercinta, Universitas Lampung.

Semoga Allah SWT menjaga kita semua dan membalas ketulusan hati serta amal kebaikan yang telah diberikan.Amien.

Wassalammu ‘alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, November 2010 Penulis,

Referensi

Dokumen terkait

39 INDRIA SARI SIH DEWANTI Wakil Bendahara Bidang Seni dan Budaya 40 H SAEPUDIN Wakil Bendahara Bidang Kerohanian 41 YUL1US HERU TYASTANTO Wakil Bendahara Bidang Pemuda

kebutuhan petani yang sangat mendesak, karena dengan menjual produksi karet kepada pedagang pengumpul, petani akan menerima uang secara langsung, sedangkan apabila

Quality Works sudah memiliki dokumen API-P yang sah dan dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, dimana data informasi yang ada di dalamnya sudah sesuai dengan

Data diperoleh melalui observasi dengan teknik Simak Libat Cakap (SLC) dan teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC). SLC mengharuskan peneliti untuk terlibat langsung dalam

Tabel 2 hasil perhitungan dengan bantuan SPSS for window, maka dapat diketahui bahwa variable Kepemimpinan, Insentif Finansial, , dan Motivasi Kerja adalah

Conditional ; dan Collateral. Penerapan 5C dalam analisis pembiayaan di BPRS SAFIR sangat dilakukan, karena pada tahap analisis inilah bank bisa menilai risiko yang akan

Pada program ini muncul permasalahn yaitu tingginya non performing loan (tunggakan) yang antara lain disebabkan oleh: pengucuran dana pada pelaksanaannya cende~ng

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi minyak atsiri bawang putih dan minyak atsiri cabe jawa dalam menghambat penurunan jumlah eritrosit pada serum