• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KRONOTIPE DENGAN BMI (BODY MASS INDEX) PADA SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA Hubungan Antara Kronotipe Dengan Bmi(Body Mass Index) Pada Siswa Sma Negeri 4 Surakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KRONOTIPE DENGAN BMI (BODY MASS INDEX) PADA SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA Hubungan Antara Kronotipe Dengan Bmi(Body Mass Index) Pada Siswa Sma Negeri 4 Surakarta."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KRONOTIPE DENGAN BMI

(BODY MASS INDEX) PADA SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Oleh :

SUKMA DEWANTARI J 500 130 017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)
(3)
(4)
(5)

HUBUNGAN ANTARA KRONOTIPE DENGAN BMI

(BODY MASS INDEX) PADA SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA

Abstrak

Overweight dan obesitas telah mengalami peningkatan prevalensi dalam tiga dekade terakhir dengan jumlah anak yang mengalami kelebihan berat badan meningkat sebanyak tiga kali lipat. Jika selama ini kelebihan berat badan dipercaya terjadi akibat dari asupan energi (konsumsi makanan dan minuman) yang lebih besar daripada pengeluaran energi (melalui metabolisme tubuh dan aktivitas fisik), faktor genetik dan lingkungan, beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara kronotipe dengan peningkatan BMI (Body Mass Index).Untuk membuktikan adanya hubungan antara kronotipe dengan BMI (Body Mass Index) pada siswa SMA Negeri 4 Surakarta. Penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dan teknik sampling cluster sampling. Kronotipe diukur menggunakan Morningness-Eveningness Questionnaire (MEQ) dan klasifikasi BMI menggunakan tabel persentil CDC. Analisis data dengan Uji Pearson menggunakan Program SPSS versi 23. Didapatkan nilai r -0,274 dan nilai p = 0,018. Terdapat hubungan terbalik antara kronotipe dengan BMI dengan kekuatan hubungan lemah. Terdapat hubungan terbalik antara kronotipe dengan BMI. Semakin tinggi nilai kronotipe maka semakin rendah skor BMI atau semakin pagi kronotipe (tipe morningness) maka semakin rendah BMI.

Kata Kunci: Kronotipe, Index Massa Tubuh, Overweigth, Irama Sirkadian.

Abstract

Prevalence of overweight and obesity has increased in the past three decades with the number of children who are overweight increased threefold. All this time, overweight is believed to occur as a result of energy intake (food and beverage consumption) is greater than the expenditure of energy (through metabolism and physical activity), genetic and environmental factors, but some recent research suggests that there is a correlation between chronotype and Body Mass Index. To prove the correlation between chronotype and BMI (Body Mass Index) in SMA Negeri 4 Surakarta. Analytic observational study with cross sectional approach and cluster sampling technique sampling. Chronotype measured used Morningness-Eveningness Questionnaire (MEQ) and the classification of BMI used CDC percentile table. Pearson Test data analysis used SPSS version 23. Obtained values of r = -0.274 and p = 0.018. There is an inverse relationship between chronotype and BMI.There is an inverse correlation between chronotype and BMI. When the value of chronotype is higher, it makes the BMI scores become lower. Or in other words, when the chronotype getting earlier (morningness type), it makes BMI scores become lower.

(6)

2

1. PENDAHULUAN

Overweight dan obesitas telah mengalami peningkatan prevalensi dalam tiga dekade terakhir. Sejak tahun 1980, jumlah anak yang mengalami kelebihan berat badan meningkat tiga kali lipat dengan perkirakan 170 juta anak (usia kurang dari 18 tahun) mengalami kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko utama terjadinya beberapa penyakit sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hidup. Dengan kata lain overweight dan obesitas akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan (WHO, 2012).

Kejadian overweight dan obesitas disebagian besar negara di Asia juga mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Ramachandran & Snehalatha, 2010), yaitu dengan prevalensi overweight 14% dan obesitas 3% untuk wilayah Asia Tenggara (WHO, 2016). Di Indonesia kelebihan berat badan bahkan juga mulai terjadi pada masyarakat pedesaan dan masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah (Roemling & Qaim, 2012). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas diseluruh provinsi selalu mengalami peningkatan pada tiap tahunnya (Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

Jawa Tengah termasuk dalam salah satu provinsi yang memiliki prevalensi gemuk di atas prevalensi nasional. Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah dengan prevalensi kegemukan diatas prevalensi provinsi untuk rentang usia antara 13-15 tahun. Sedangkan untuk usia 16-18 tahun, Kota Surakarta merupakan kota dengan tingkat kegemukan paling tinggi di Jawa Tengah yaitu 6,4% overweight dan 5,9% obesitas (Santoso et al., 2013).

(7)

makanan dan minuman) yang lebih besar daripada pengeluaran energi (melalui metabolisme tubuh dan aktivitas fisik) (Local Government Association, 2015), beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara kronotipe dengan peningkatan BMI.

Irama sirkadian adalah siklus fluktuasi perubahan, seperti suhu tubuh, tingkat hormon, dan tidur yang terjadi selama periode 24 jam yang didorong oleh jam biologis tubuh (Wagner & Webb, 2009). Perubahan ritmis perilaku dan fisiologi ini setiap harinya dipengaruhi oleh siklus gelap-terang. Studi menemukan bahwa perubahan ini diatur oleh jam biologis yang terletak pada nucleus suprachiasmatic (Vitaterna et al., 2001).

Karakteristik dari irama sirkadian adalah mampu melakukan penyelarasan dengan jam matahari (isyarat eksternal). Kemampuan penyelarasan ini disebut entrainment. Hasil dari entrainment adalah terjadinya kesesuaian antara irama sirkadian dengan isyarat eksternal yang baru (Vitaterna et al., 2001). Isyarat eksternal yang biasanya mempengaruhi adalah cahaya fajar dimana stimulus inilah yang mengatur ulang jam biologis tubuh. Isyarat eksternal ini kemudian disebut zeitgeber (Carlson, 2015). Jika pusat jam biologis tidak menyesuaikan dengan keadaan eksternal, maka irama sirkadian akan keluar dari sinkronisasi siklus gelap-terang. Contoh efek ketidaksinkronan ini terjadi pada orang yang mengalami jetlag (Sherwood, 2011) dan pada pekerja shift (Sack, et al., 2007).

Kronotipe merupakan fase entrainment yang terjadi pada manusia (Pagani, 2010). Kronotipe adalah cerminan perbedaan individual dalam memilih pola tidur atau waktu dalam memulai aktivitas di siang hari (Simpkin, et al., 2014).

(8)

4

eveningness, adaptasi aktivitasnya pada periode hari yang lebih akhir sehingga membuat waktu tidur orang eveningness menjadi terlambat atau lebih larut malam (Carvalho et al., 2014).

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara kronotipe dengan peningkatan BMI. Seperti hasil penelitian Baron yang menunjukkan bahwa kronotipe eveningness memiliki waktu tidur yang terlambat. Waktu tidur yang terlambat ini akan berkorelasi dengan konsumsi makanan tinggi kalori dan makanan cepat saji setelah pukul 20.00(Baron et al., 2011). Tipe eveningness memiliki peningkatan BMI yang lebih signifikan (P <0,05) jika dibandingkan dengan tipe morningness (Culnan et al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Teresa Arora juga menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yang signifikan antara tipe kronotipe dengan BMI, dimana tipe eveningness memiliki rata-rata BMI yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe morningness 0,14 ± 1,06 dan -0,36 ± 0,81 (p = 0,04) (Arora & Taheri, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Ruiz juga mendapatkan hasil bahwa pada eveningness menunjukkan berat badan yang berlebih (P=0.015) dan BMI (p = 0,014) dibandingkan pada tipe morningness (T et al., 2016). Lucassen juga menemukan bahwa kronotipe eveningness berkorelasi dengan jam makan yang terlambat (konsumsi di atas jam 20.00) baik pada hari kerja maupun libur. Ditemukan juga hubungan antara eveningness dengan peningkatan BMI, denyut jantung saat istirahat, ukuran porsi makanan, penurunan kesempatan makan dan HDL (Lucassen, et al., 2013). Hubungan antara tidur pendek dan berat badan bahkan lebih konsisten pada anak-anak dan dewasa muda dibandingkan pada populasi lanjut usia. (Moraes et al., 2013).

(9)

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian jenis observasional analitik dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kronotipe dengan BMI. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 4 Surakarta pada bulan November 2016 dengan teknik sampling yang digunakan adalah cluster sampling. Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 74 siswa. Kronotipe dikelompokkan dengan menggunakan kuisioner Morningness - Eveningness Questionnaire (MEQ) dari James A. Horne and Olov Ostberg dan BMI diklasifikasikan menggunakan tabel persentil CDC.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 1.Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No. Usia Frekuensi Persentase

1. 16 tahun 9 12

2. 17 tahun 61 83

3. 18 tahun 4 5

Jumlah 74 100 %

(Sumber : Data Primer November 2016)

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa jumlah responden terbesar berada pada usia 17 tahun yaitu sebanyak 61 siswa (83%).

Data dari Tabel 2. menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelamin sample adalah 54 siswa perempuan (73%) dan 20 siswa laki-laki (27%).

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. Laki-laki 20 27%

2. Perempuan 54 73%

Jumlah 74 100%

(Sumber : Data Primer November 2016)

(10)

6

Tabel 3.Distribusi Responden Berdasarkan Kronotipe

No. Kronotipe Jumlah Persentase

1. Morningness 41 55%

2. Eveningness 33 45%

Jumlah 74 100%

(Sumber : Data Primer November 2016)

Berdasarkan Tabel 4. menunjukkan bahwa jumlah sampel yang memiliki BMI underweight 11 siswa (15%), normal 51 siswa (69%), overweight 8 siswa (11%), dan obesitas sebanyak 4 siswa (5%).

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan BMI

No. BMI Jumlah Persentase

1. Underweight 11 15%

2. Normal 51 69%

3. Overweight 8 11%

4. Obesitas 4 5%

Jumlah 74 100%

(Sumber : Data Primer November 2016)

Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukan bahwa distribusi data pada penelitian ini normal, yaitu memenuhi syarat nilai p > 0,05.

Tabel 5. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Skor Kronotipe Skor BMI

N 74 74

Normal Parametersa,b Mean 73.38 20.7440

Std. Deviation 7.753 3.90618

Most Extreme Differences

Absolute .119 .138

Positive .058 .138

Negative -.119 -.081

Kolmogorov-Smirnov Z 1.023 1.184

Asymp. Sig. (2-tailed) .247 .121

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

(11)

Tabel 6. Uji Pearson

( S

(

(Sumber : Data Primer November 2016)

Berdasarkan Uji Pearson didapatkan nilai r adalah -0,274 dan nilai p = 0,018. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan terbalik antara kronotipe dengan BMI dengan kekuatan hubungan lemah. Penjelasan dari hubungan terbalik ini adalah semakin tinggi nilai kronotipe maka semakin rendah skor BMI atau semakin pagi kronotipe maka semakin rendah BMI.

Tabel 7.Cross Table kronotipedengan BMI

Kronotipe * BMI Crosstabulation BMI

Underweight Normal Overweight Obesitas

Kronotipe Eveningness

4 20 5 4

Morningness 7 31 3 0

Total

11 51 8 4

(Sumber : Data Primer November 2016)

Hasil crosstable menunjukkan bahwa responden dengan tipe kronotipe morningness yang memiliki BMI normal adalah 33 orang, overweight 3 orang, underweight 7 orang, dan tidak ada yang mengalami obesitas. Sedangkan tipe eveningness yang memiliki BMI underweight adalah 4 orang, normal 20 orang, overweight 5 orang dan obesitas 4 orang.

Setelah dilakukan koreksi menggunakan uji multivariat terhadap faktor – faktor perancu lainnya (kecukupan serat, pengaruh genetic dan

Correlations

Skor BMI Skor Kronotipe

Skor BMI

Pearson Correlation 1 -.274*

Sig. (2-tailed) .018

N 74 74

Skor Kronotipe

Pearson Correlation -.274* 1

Sig. (2-tailed) .018

N 74 74

(12)

8

aktivitas fisik total) menunjukkan bahwa kronotipe mempunyai pengaruh yang paling signifikan dibandingkan faktor perancu lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p = 0,021 dan nilai F sebesar 5,542.

Tabel 8. Uji Multivariat Pengaruh Kronotipe, Kecukupan Serat, Pengaruh

Genetik, dan Aktivitas Fisik Total terhadap BMI

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor BMI

Source Type III Sum of Squares

Df Mean Square F Sig.

Corrected

Model 135.741

a

5 27.148 1.887 .108

Intercept 11065.521 1 11065.521 769.293 .000 Kecukupan_

Serat 2.448 1 2.448 .170 .681

Aktivitas_Tot

al 2.822 1 2.822 .196 .659

Kronotipe 79.714 1 79.714 5.542 .021

Pengaruh_Ge

netik 28.448 1 28.448 1.978 .164

Kronotipe * Pengaruh_Ge netik

37.449 1 37.449 2.603 .111

Error 978.113 68 14.384

Total 32957.203 74 Corrected

Total 1113.854 73

a. R Squared = .122 (Adjusted R Squared = .057)

(Sumber : Data Primer November 2016)

3.2 Pembahasan

(13)

Hasil Uji Pearson didapatkan nilai r adalah -0,274 dan nilai p = 0,018. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan terbalik antara kronotipe dengan BMI dengan kekuatan hubungan lemah. Penjelasan dari hubungan terbalik ini adalah semakin tinggi nilai kronotipe maka semakin rendah skor BMI atau semakin pagi kronotipe maka semakin rendah BMI. Hasil cross tabulation antara kronotipe dengan BMI juga menunjukkan bahwa tipe kronotipe eveningness memiliki BMI yang berlebih dibanding tipe morningness.

Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa orang dengan tipe kronotipe eveningness memiliki peningkatan BMI yang lebih signifikan (Culnan et al., 2013), rata-rata berat badan yang lebih tinggi (Arora & Taheri, 2014) dan memiliki berat badan berlebih (T et al., 2016) daripada mereka yang memiliki tipe kronotipe morningness.

Hal ini terjadi karena orang dengan kronotipe eveningness memiliki waktu tidur lebih larut daripada tipe morningness. Waktu tidur yang lebih larut akan berkorelasi dengan konsumsi makanan yang lebih banyak dan tinggi kalori sehingga saat bangun pagi mereka masih merasa kenyang dan akhirnya akan melewatkan sarapan. Dengan terlewatnya sarapan ini porsi makan di siang dan malam hari justru akan bertambah (Baron et al., 2011).

Selain kronotipe, BMI juga dipengaruhi oleh faktor – faktor lain. Empat etiologi paling berperan adalah faktor genetik, lingkungan, asupan makanan dan olahraga (Gurevich-Panigrahi et al., 2009), kombinasi antara faktor fisiologis, genetik dan lingkungan (Skolnik & Ryan, 2014).Selain itu masukan energi yang lebih besar dari pengeluaran energi, gaya hidup tidak aktif, perilaku makan yang tidak baik, nutrisi berlebih pada masa kanak-kanak, kelainan neurogenik serta sosial dan psikologis juga dapat mempengaruhi status BMI (Guyton & Hall, 2008).

(14)

10

dengan hasil dari tabel uji multivariat yang menguji antara pengaruh kronotipe dan faktor perancu lain terhadap BMI, dimana kronotipe mempunyai nilai p = 0,021 dan nilai F = 5,542.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kronotipe dengan BMI pada siswa SMA Negeri 4 Surakarta, yaitu semakin tinggi nilai kronotipe maka semakin rendah skor BMI atau semakin pagi kronotipe (tipe morningness) maka semakin rendah BMI.

PERSANTUNAN

Terimakasih penulis haturkan kepada: DR. Dr. E. M. Sutrisna, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, Dr. Erna Herawati., Sp.KJ. selaku Kepala Biro Skripsi, Dr. Rh. Budi Muljanto, Sp. KJ. selaku ketua dewan penguji, Dr. N. Juni Triastuti, M.Med.Ed. selaku anggota I dewan penguji, Dr. Yusuf Alam Romadhon, M.Kes. selaku pembimbing dan anggota II dewan penguji, segenap dosen dan staff Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, kedua orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung, keluarga tersayang dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arora, T. & Taheri, S., 2014. Associations Between Late Chronotype, Body Mass Index and Dietary Behaviors in Young Adolescents. International Journal of Obesity, (doi: 10.1038/ijo.2014.157.), pp.1-22.

Association of Public Health Observatories., 2009. National Obesity Observatory.

[Online] NHS Available at:

www.noo.org.uk/uploads/doc789_40_noo_BMI.pdf [Accessed 11 Agustus 2016].

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan., 2013. RISET KESEHATAN DASAR (RISKESDAS) 2013. 2013th ed. Jakarta: KEMENTERIAN KESEHATAN RI.

(15)

Carlson, N. R. (2015). Tidur dan Ritme Biologis. Dalam N. I. Sallama (Penyunt.), Fisiologi Perilaku (11 ed., hal. 308-346). Jakarta: Erlangga.

Carvalho, F. G., Hidalgo, M. P., & Levandovski, R. (2014). Differences in circadian patterns between rural and urban populations : An epidemiological study in countryside. Chronobiology International, DOI: 10.3109/07420528.2013.846350, 1-9.

Culnan, , Kloss, D. & Grandner., 2013. A prospective study of weight gain associated with chronotype among college freshmen. Chronobiol Int., 30(5), pp.682–90.

Gurevich-Panigrahi, T. Panigrahi, S., Wiechec, E. & Los, M., 2009. Obesity : Pathophysiology and Clinical Management. Current Medicinal Chemistry, 16(1), pp.1-15.

Guyton, C. & Hall, J.E., 2008. Keseimbangan Diet ; Aturan Pemberian Makanan; Obesitas dan Kelaparan; Vitamin dan Mineral. In Y. Rachman, H. Hartanto, Novrianti & Wulandari, eds. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC Medical Publisher. pp.909-25.

Local Government Association., 2015. Tackling The Causes And Effects Of Obesity. London: Local Government House.

Lucassen, E. A., Zhao, X., Rother, K. I., Mattingly, M. S., Courville, A. B., Jonge, L. d., et al. (2013). Evening Chronotype Is Associated with Changes in Eating Behavior, More Sleep Apnea, and Increased Stress Hormones in Short Sleeping Obese Individuals. Chronotype, Eating Behavior and Metabolism, 8(3), 1-11.

Moraes, W., Zimberg, L. Z., De Mello, M. T., Santos-Silva, R., Poyares, D., & Bittencourt, L. R. (2013). Association between body mass index and sleep duration assessed by objective methods in a representative sample of the adult population. Sleep Medicine, 14(2013), 312-318.

Pagani, L. (2010). A cellular model for human daily behaviour. Philosophisch Naturwissenschaftlichen Fakultät. Italian: Basel University.

Preckel, F. et al., 2013. Morningness-eveningness and educational outcomes : The lark has an advantage over the owl at high school. British Journal of Educational Psychology, 83, pp.114-34.

(16)

12

Sack, R. L., Auckley, D., Auger, R., Carskadon, M. A., Wright Jr, K. P., Vitiello, M. V., et al. (2007). Circadian Rhythm Sleep Disorders : Part I, Basic Principles, Shift Work and Jet Lag Disorder. Sleep, 30(11), 1460-1524. Santoso, B., Sulistiowati, E., Sekartuti, & Lamid, A. (2013). Riset Kesehatan

Dasar 2013 Provinsi Jawa Tengah. (S. Herman, & N. Puspasari, Penyunt.) Jakarta: Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes.

Sherwood, L. (2011). Prinsip-Prinsip Endokrinologi ; Kelenjar Endokrin Sentral. Dalam N. Yesdelita (Penyunt.), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (6 ed., hal. 749). Jakarta: EGC.

Simpkin, C. T., Jenni, O. G., Carskadon, M. A., Wright JR, K. P., Akacem, L. D., Garlo, K. G., et al. (2014). Chronotype is associated with the timing of the circadian clock and sleep in toddlers. J Sleep Res, 2014(23), 397-405. Skolnik, N.S. & Ryan, H., 2014. Pathophysiology, Epidemiology, and Assessment

of Obesity in Adults. Journal of Family Practice, 63(No 7), pp.53-59. T, Ruiz L., J, Vidal., A, de Hollanda., M, Canteras., M, Garaulet., M, Izquierdo

Pulido., 2016. Evening-Chronotype Associates With Obesity In Severe Obese Subjects: Interaction With Clock 3111T/C. International Journal of Obesity, (doi: 10.1038/ijo.2016.116.), pp.1-34.

Vitaterna, M. H., Takahashi, J. S., & Turek, F. W. (2001). Overview of Circadian Rhythms. Alkohol Research and Health, 25(2), 85-93.

Wagner, M., & Webb, D. (2009). The Science of Sleep. Dalam R. Riegelman (Penyunt.), Essentials of Public Health Biology A Guide for the Study of Pathophysiology (hal. 527-530). United States of America: Michael Brown.

WHO., 2012. Childhood Obesity. [Online] WHO Document Production Services

Available at:

http://www.who.int/dietphysicalactivity/childhood/Childhood_obesity_modi fied_4june_web.pdf [Accessed 13 Maret 2016].

Gambar

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kronotipe
Tabel 7. Cross Table kronotipe dengan BMI
Tabel 8. Uji Multivariat Pengaruh Kronotipe, Kecukupan Serat, Pengaruh

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh persepsi harga terhadap minat pembelian ulang jasa paket Pos Indonesia di Yogyakarta, (2) pengaruh promosi

Kedua , kritik gaya bahasa dakwah konsensus rasional Jurgen Habermas, peneliti menemukan bahwa dalam pencapaian klaim kebenaran dan klaim ketepatan, rata-rata ulama

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Solove, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Juli 2015. Alat yang

Pada perhitungan uji Chi-kuadrat dan Smirnov- Kolmogorov didapatkan bahwa distribusi yang terbaik adalah distribusi Gumbel, maka untuk menentukan atau menentukan kala ulang

Kepada guru pengajar khususnya guru SKI untuk lebih terampil dalam menggunakan dan membuat media pembelajaran yang lebih variatif serta berusaha menggunakan media sesuai

EFEKTIVITAS PESAN IKLAN INDOSAT IM3 SERU ANTI GALAU DI TELEVISI VERSI “LOE GUE END” PADA MASYARAKAT DI SURABAYA (Studi Deskr iptif Kuantitatif tentang

besar terjadinya penyalahgunaan anggaran terdapat pada Pemberian Belanja Hibah Kabupaten Siak Tidak Sesuai Ketentuan dan Membebani Keuangan Daerah sebesar Rp:

 Negara dengan tingkat kesehatan yang baik serta teknologi yang baik akan memiliki angka kematian bayi yang rendah.. Angka