PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN
BAWAH DI ARBORETUM USU
SKRIPSI
Oleh:
IMMANUEL SIHALOHO 101201092
MANAJEMEN HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah di Arboretum USU
Nama : Immanuel Sihaloho
NIM : 101201092
Program Studi : Manajemen Hutan
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Muhdi, S.Hut, M.Si
NIP. 197406192001121002 NIP. 19710416 200112 2 001 Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D
Mengetahui: Ketua Program Studi
ABSTRAK
IMMANUEL SIHALOHO “Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan
Bawah di Arboretum USU”. Pengukuran biomassa dan karbon sangat penting
untuk mengetahui seberapa besar jumlah karbon yang dapat diserap tumbuhan.
Obyek penelitian ini adalah tumbuhan bawah di Arboretum USU. Metode
pengukuran yang digunakan adalah dengan metode destructive sampling yaitu dengan cara memanen seluruh tumbuhan bawah yang berada pada petak contoh
1m x 1m.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 29 jenis tumbuhan
bawah. Karbon tersimpan yang terdapat pada tumbuhan bawah ini adalah 1,08
ton/ha.
ABSTRACT
IMMANUEL SIHALOHO “Measurement of Carbon Stock of Lower Plants in Arboretum USU”. Measurement of biomass and carbon is very important to know how much the amount of carbon that can be absorbed by plants. Object of this study was the lower plants at USU Arboretum. The method of measurement used is the destructive sampling method that is by harvesting the entire plant is located on the bottom of 1m x 1m sample plots. The results of this study indicate that there were 29 species of lower plants. Carbon stock in the lower plants contained below is 1,08 ton/ ha.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya
penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Judul penelitian ini adalah
Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah pada Arboretum USU.
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya cadangan karbon yang
terkandung dalam tumbuhan bawah di Arboretum USU, Medan. Cadangan karbon
ini dihitung untuk mengetahui seberapa besar tumbuhan bawah dapat menyerap
karbon dari lingkungan sekitar.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si. dan
Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D selaku komisi pembimbing yang telah membantu
dan membimbing penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyajian
hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Medan, Januari 2015
DAFTAR ISI
Hal.
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim ... 4
Pendugaan Emisi Karbon ... 6
Biomassa ... 8
Tumbuhan Bawah ... 11
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 14
Alat dan Bahan Penelitian ... 14
Metode Penelitian ... 14
Prosedur Penelitian ... 15
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Tumbuhan Bawah ... 23
Indeks Nilai Penting ... 26
Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman ... 28
Kadar Air ... 29
Biomassa Tumbuhan Bawah ... 30
Karbon ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34
Saran... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi ... 23
2. Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni ... 23
3. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi ... 26
4. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni ... 26
5. Rekapitulasi Kadar Air (%) Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni ... 29
6. Rekapitulasi Biomassa (ton/ha) Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni ... 30
7. Rekapitulasi Karbon (ton/ha) Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi dan Mahoni ... 31
8. Hasil Uji Independent Sample T Test ANOVA Kadar Karbon Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni ... 32
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Analsis Vegetasi Tumbuhan Bawah ... 38
2. Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Bawah ... 44
3. Biomassa Tumbuhan Bawah ... 46
4. Karbon Tumbuhan Bawah ... 49
ABSTRAK
IMMANUEL SIHALOHO “Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan
Bawah di Arboretum USU”. Pengukuran biomassa dan karbon sangat penting
untuk mengetahui seberapa besar jumlah karbon yang dapat diserap tumbuhan.
Obyek penelitian ini adalah tumbuhan bawah di Arboretum USU. Metode
pengukuran yang digunakan adalah dengan metode destructive sampling yaitu dengan cara memanen seluruh tumbuhan bawah yang berada pada petak contoh
1m x 1m.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 29 jenis tumbuhan
bawah. Karbon tersimpan yang terdapat pada tumbuhan bawah ini adalah 1,08
ton/ha.
ABSTRACT
IMMANUEL SIHALOHO “Measurement of Carbon Stock of Lower Plants in Arboretum USU”. Measurement of biomass and carbon is very important to know how much the amount of carbon that can be absorbed by plants. Object of this study was the lower plants at USU Arboretum. The method of measurement used is the destructive sampling method that is by harvesting the entire plant is located on the bottom of 1m x 1m sample plots. The results of this study indicate that there were 29 species of lower plants. Carbon stock in the lower plants contained below is 1,08 ton/ ha.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerusakan hutan, perubahan iklim dan pemanasan global, menyebabkan
manfaat tidak langsung dari hutan berkurang, yaitu penyerap karbon terbesar dan
memainkan peranan yang penting dalam siklus karbon global. Hutan dapat
menyimpan karbon sekurang kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan
tipe vegetasi lain seperti padang rumput, tanaman semusim dan tundra. Menurut
FAO, jumlah total vegetasi hutan di Indonesia menghasilkan lebih dari 14 miliar
ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia, dan setara
dengan sekitar 20 persen biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika
(Siregar, 2007).
Pemanasan global adalah salah satu isu lingkungan penting yang saat ini
menjadi perhatian berbagai pihak. Akibat pemanasan global, terjadi peningkatan
temperatur rata-rata laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh kegiatan industri
dan semakin berkurangnya penutupan lahan khususnya hutan akibat laju
deforestasi akhir-akhir ini (Departemen Kehutanan, 2007).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah pemanasan
global, salah satunya dengan meningkatkan kemampuan hutan yang luasannya
semakin menurun sehingga tetap mampu mempertahankan fungsi ekologi hutan
sebagai penyangga sistem kehidupan. Berkaitan dengan hal tersebut maka
diadakan konferensi di Kyoto, Jepang pada tahun 1997 yang dikenal dengan
protokol Kyoto. Pada protokol Kyoto dikenal dengan adanya mekanisme
melakukan kompensasi dengan cara membayar negara-negara berkembang untuk
mencadangkan hutan tropis yang mereka miliki sehingga terjadi penyerapan dan
penyimpanan sejumlah besar karbon (Sugiharto, 2007).
Untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang dapat dilakukan
saat ini adalah meningkatkan penyerapan karbon dan atau menurunkan emisi
karbon. Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan: mempertahankan
cadangan karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan
deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan
gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah,
meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan
mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara
langsung maupun tidak langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari,
atau aktivitas panas bumi (Lasco, 1999).
Arboretum Universitas Sumatera Utara (USU) memiliki luas 64,81 Ha.
Arboretum ini berfungsi sebagai tempat untuk mengkoleksi berbagai jenis
tanaman. Arboretum ini juga sering digunakan sebagai tempat penelitian
mahasiswa. Arboretum USU ditanami beberapa jenis pohon dan juga banyak
tumbuhan bawah yang tumbuh di bawah tegakan pohon tersebut.
Perdagangan karbon adalah paradigma yang banyak dibicarakan
berhubungan dengan pemanasan global yang terjadi sakarang. Dalam
pemanfaatan hasil hutan sebagai penyerap karbon diperlukan upaya untuk
mengkuantifikasi besarnya karbon yang dapat diserap dan disimpan. Tumbuhan
bawah memegang peranan dalam komunitas hutan sebagai penyerap cadangan
karbon yang terkandung dalam tumbuhan bawah dengan mengambil studi kasus
di arboretum USU.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui struktur dan komposisi tumbuhan bawah.
2. Megetahui potensi kandungan karbon tumbuhan bawah di arboretum
USU.
Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan potensi
kandungan karbon tumbuhan bawah akibat perbedaan struktur dan komposisi
tegakan.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi bagi pihak-pihak
yang membutuhkan khususnya bagi peneliti terkait dengan biomassa dan karbon
TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Iklim
Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau
keragaman iklim dari satu kurun waktu ke kurun waktu yang lain sebagai akibat
dari aktivitas manusia. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang terjadi
akibat terjadinya pemanasan global karena meningkatnya kosentrasi gas rumah
kaca di atmosfir sehingga suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat.
Perubahan iklim tersebut ditandai dengan mencairnya es di daerah kutub, naiknya
permukaan laut serta berubahnya pola curah hujan sehingga memberikan dampak
yang sangat besar bagi seluruh makhluk hidup di berbagai belahan dunia
(Susandi, 2004).
Kenaikan suhu bumi kini menjadi fokus perhatian dunia. Inilah yang
sering kita sebut sebagai pemanasan global atau global warming. Meningkatnya pemanasan global ini sungguh sangat memprihatinkan masa depan bumi. Jika
pemanasan global tidak dapat diatasi. Gelombang panas pun akan mengacaukan
iklim dan menimbulkan badai dahsyat yang akan memrakporandakan bangunan di
berbagai kota. Masalah global warming ini mulai diangkat ke permukaan pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro tahun 1992 dan kini terus menjadi perhatian dunia. Namun negara-negara yang mempunyai
perhatian besar pada pemanasan global ini belum melakukan aksi bersama dan
bahkan saling mempersalahkan. Negara-negara berkembang mempermasalahkan
emisi karbondioksida yang berasal dari pabrik dan kendaraan di negara maju.
Sementara negara-negara maju mempermasalahkan negara-negara berkembang
paru-paru dunia ditebang semena-mena untuk tujuan ekonomi semata
(Mangunjaya, 2008).
Pemanasan global disebabkan pelbagai pencemaran yang kompleks.
Diantara kontributor global warming terbesar adalah karbondioksida, nitrogen oksida, metana, dan chlorofluorocarbon (CFCs). Meningkatnya konsentrasi karbondioksida, nitrogen oksida dan metana sebenarnya merupakan konsekuensi
pertambahn penduduk. Sedangkan meningkatnya konsentrasi CFCs karena makin
meningkatnya kebutuhan tersier manusia seperti alat pendingin, AC, plastik dan lain-lain. Dalam jangka panjang, CFCs inilah yang sangat membahayakan.
Disamping mengakibatkan efek rumah kaca (green house effect), juga bersifat menghancurkan lapisan ozon di stratosfir yang berfungsi menahan sinar
ultraviolet yang dipancarkan matahari (Alikodra, 2008).
Masalahnya menjadi lebih parah karena kita sudah banyak kehilangan
pohon yang dapat menyerap karbon dioksida. Brazil, Indonesia, dan banyak
negara lain sudah menggunduli jutaan hektar hutan dan merusak lahan rawa.
Tindakan ini tidak saja menghasilkan karbon dioksida dengan terbakarnya pohon
dan vegetasi lain atau dengan mengeringnya gambut di daerah rawa, tetapi juga
mengurangi jumlah pohon dan tanaman yang menggunakan karbon dioksida
dalam fotosintesis yang dapat berfungsi sebagai rosotan (sinks) karbon, suatu proses yang disebut sebagai penyerapan (sequestration) (FWI, 2001).
Dengan meningkatnya emisi dan berkurangnya penyerapan, tingkat gas
rumah kaca di atmosfer kini menjadi lebih tinggi ketimbang yang pernah terjadi di
dalam catatan sejarah. Kenaikan suhu itu mungkin tidak terlihat terlalu tinggi,
yang parah dan terutama pada penduduk yang paling miskin. Seperti apa
persisnya yang akan terjadi sulit diperkirakan. Iklim global merupakan suatu
sistem yang rumit dan pemanasan global akan berinteraksi dengan berbagai
pengaruh lainnya, tetapi tampaknya di Indonesia perubahan ini akan makin
memperparah berbagai masalah iklim yang sudah ada. Kita sudah begitu rentan
terhadap begitu banyak ancaman yang berkaitan dengan iklim seperti banjir,
kemarau panjang, angin kencang, longsor, dan kebakaran hutan. Kini semua itu
dapat bertambah sering dan bertambah parah (Soedomo, 2001).
Pandugaan Emisi Karbon
Salah satu cara untuk mengendalikan perubahan iklim adalah dengan
mengurangi emisi gas rumah kaca (CO, CH, NO) yaitu dengan mempertahankan
keutuhan hutan alami dan meningkatkan kerapatan populasi pepohonan di luar
hutan. Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menyerap gas
asam arang (CO) dari udara melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya diubah
menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan
akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon dalam tubuh
tanaman hidup dinamakan (C- ). Dengan demikian mengukur jumlah yang
disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat
menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap oleh tanaman
(Hairiah, 2007).
Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C”
dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama
pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari
tersimpan di bumi (darat dan laut) dari pada di atmosfir. Karbon tersimpan dalam
daratan bumi dalam bentuk makhluk hidup (tumbuhan dan hewan), bahan organik
mati ataupun sediment seperti fosil tumbuhan dan hewan. Sebagian besar jumlah
karbon yang berasal dari makhluk hidup bersumber dari hutan. Seiring terjadinya
kerusakan hutan, maka pelepasan karbon ke atmosfir juga terjadi sebanyak tingkat
kerusakan hutan yang terjadi (Manuri, 2011).
Pengukuran banyaknya karbon yang disimpan dalam setiap lahan perlu
dilakukan. Berkenaan dengan adanya konsep pengendalian perubahan iklim
internasional melalui skema REDD+ yaitu Reduksi Emisi akibat Deforestasi dan
Degradasi Hutan plus, maka upaya konservasi dan pengelolaan kelestarian hutan
serta peningkatan cadangan karbon hutan di negara berkembang perlu dilakukan.
Pendugaan emisi karbon memerlukan 2 komponen data utama, yaitu Activity Data dan Emission Factor. Activity data adalah data perubahan tutupan lahan yang terjadi pada periode 1 hingga beberapa dekade ke belakang. Untuk memperoleh
data ini disarankan untuk menggunakan pendekatan teknologi penginderaan jauh,
yang saat ini sudah sangat berkembang pesat.
Sejak tahun 2008, MRPP-GIZ telah melakukan kajian metodologi dan
penerapan langsung di lapangan untuk mendapatkan data yang akurat berdasarkan
spesifikasi tapak. Panduan inventarisasi karbon hutan rawa gambut juga telah
disusun berdasarkan pengalaman penerapan di lapangan yang disesuaikan dengan
metode Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang telah diterapkan
pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Namun, dengan
berkembangnya metodologi yang ada dan pengalaman pada beberapa proyek,
lebih luas, sehingga lebih melengkapi dan memudahkan pihak stakeholder untuk menerapkannya (Masripatin, 2010).
Pendugaan karbon untuk proyek penyerapan karbon di sektor perubahan
penggunaan lahan dan kehutanan (Land Use Change and Forestry (LUCF) maupun proyek penghindaran emisi karbon, memerlukan prosedur pengukuran
lapangan yang benar dan berbasis ilmiah agar memiliki keakurasian dan presisi
yang cukup baik. Metode yang digunakan biasanya dikembangkan berdasarkan
metode survey potensi hutan atau analisa vegetasi yang telah lama dikembangkan
oleh praktisi kehutanan. Namun beberapa pengembangan dan penyesuaian perlu
dilakukan mengingat parameter yang diukur lebih banyak. Sehingga
konsekuensinya adalah biaya dan waktu pelaksanaan akan menjadi lebih besar.
Upaya pendugaan karbon untuk keperluan perdagangan karbon
menggunakan mekanisme REDD+, perlu diterapkan dengan tingkat keakurasian
dan ketepatan yang sebaik-baiknya, namun juga perlu mempertimbangkan
kompensasi biaya yang ditimbulkan. Untuk itu juga disarankan agar inventarisasi
karbon tersebut dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan lainnya
secara paralel, seperti potensi tegakan hutan, biodiversity maupun data lainnya
terkait dengan sistem pengelolaan hutan, sehingga dana yang digunakan menjadi
lebih efektif (MacDicken, 2004).
Biomassa
Biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Biomasa
hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon.
Dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya terseimpan dalam
pembalakan dan sebagainya akan menambah jumlah karbon di atmosfer.
Dinamika karbon di alam dapat dijelaskan secara sederhana dengan siklus karbon.
Siklus karbon adalah siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran/ perpindahan
karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer bumi
(Osamu, 2008).
Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses
fotosinthesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya
karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan
menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun
vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas
permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan
penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan
karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada di
atas permukaan. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan
produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih
dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat
tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar.
Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili
jumlah carbon yang terserap dari atmosfer (Sutaryo, 2009).
Dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan
setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah
biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organic mati dan
• Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit
kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata
tumbuhan bawah di lantai hutan.
• Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang
ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih
kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organic tanah
dan serasah.
• Bahan organic mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organic mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang
telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan
tanah. Kayu mati adalah semua bahan organic mati yang tidak tercakup dalam
serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan
tunggul dengan diaeter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan.
• Karbon organic tanah mencakup carbon pada tanah mineral dan tanah organic termasuk gambut.
Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu sampling dengan
pemanenan (Destructive sampling) secara in situ;(ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing
masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi
cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard
allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan
standard ini dapat mengakibatkan galat yang signifikan dalam mengestimasikan
biomassa suatu vegetasi (Australian, 1999).
Tumbuhan Bawah
Vegetasi merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam arti luasnya.
Pada umumnya, tumbuhan terdiri dari beberapa golongan antara lain pohon yaitu
berupa tegakan dengan ciri-ciri tertentu. Kemudian dapat diketemukan semak
belukar dan lain-lain tergantung dari ekosistem yang diamati. Tumbuhan bawah
merupakan tumbuhan yang termasuk bukan tegakan atau pohon namun berada di
bawah tegakan atau pohon. Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan bukan pohon
yang tumbuh di lantai hutan, misalnya rumput, herba dan semak belukar atau
liana. Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga
kelembaban sehingga proses dekomposisi yang cepat dapat menyediakan unsur
hara untuk tanaman pokok (Sutaryo, 2009).
Tumbuhan bawah adalah komunitas tanaman yang menyusun stratifikasi
bawah dekat permukaan tanah. Jenis-jenis vegetasi ini ada yang bersifat annual,
biannual, atau perenial dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak menjalar
atau memanjat. Secara taksonomi vegetasi bawah umumnya anggota dari
suku-suku Poceae, Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, paku-pakuan dan lain-lain.
Vegetasi ini banyak terdapat di tempat-tempat terbuka, tepi jalan, tebing sungai,
lantai hutan, lahan pertanian dan perkebunan (Odum, 2003).
Komposisi dari keanekaragaman jenis tumbuhan bawah sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, kelembaban, pH tanah, tutupan
Pada komunitas hutan hujan, penetrasi cahaya matahari yang sampai pada lantai
hutan umumnya sedikit sekali. Hal ini disebabkan terhalang oleh lapisan-lapisan
tajuk pohon yang ada pada hutan tersebut, sehingga tumbuhan bawah yang
tumbuh dekat permukaan tanah kurang mendapat cahaya, sedangkan cahaya
matahari bagi tumbuhan merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses
perkembangan, pertumbuhan dan reproduksi (Manan, 2003).
Keanekaragaman tumbuhan bawah memperlihatkan tingkatan
keanekaragaman yang tinggi berdasarkan komposisinya. Perbedaan bentang
lahan, tanah, faktor iklim serta perbandingan keanekaragaman spesies vegetasi
bawah, memperlihatkan banyak perbedaan, baik dalam kekayaan jenisnya
maupun pertumbuhannya. Hutan yang lapisan pohon-pohon tidak begitu lebat,
sehingga cukup cahaya yang dapat menembus lantai hutan, kemungkinan
perkembangan vegetasi bawah bersifat terna, sedangkan pada tempat-tempat
kering berupa tumbuhan berkayu antara lain rumput-rumputan jenis Pennisetum dan Didymocarpus. Pada hutan yang lebat sehingga intensitas cahaya sedikit, tumbuhan bawah beradaptasi melalui permukaan daun yang lebar untuk
menangkap cahaya matahari sebanyak-banyaknya (Hafid, 2004).
Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah menjaga kelembaban
sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat, sehingga dapat
menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok. Siklus hara akan berlangsung
sempurna dan guguran daun yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke
pohon dalam bentuk unsur hara yang sudah diuraikan oleh bakteri
Keberadaan tumbuhan bawah di lantai hutan dapat berfungsi sebagai
penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya
erosi. Selain itu, tumbuhan bawah juga sering dijadikan sebagai indikator
kesuburan tanah dan penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah.
Selain fungsi ekologi, beberapa jenis tumbuhan bawah telah diidentifikasi sebagai
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan
sebagai sumber energi alternatif. Namun tidak jarang juga tumbuhan bawah dapat
berperan sebagai gulma yang menghambat pertumbuhan permudaan pohon
khususnya pada tanaman monokultur yang dibudidayakan (Hilwan, 2013).
Terbentuknya pola keanekaragaman dan struktur spesies vegetasi hutan
merupakan proses yang dinamis, erat hubungannya dengan kondisi lingkungan,
baik biotik maupun abiotik. Salah satu komponen dalam masyarakat
tumbuh-tumbuhan adalah tumbuh-tumbuhan bawah. Meskipun mempunyai pengaruh negatif
karena dapat menjadí pesaing bagí tanaman pokok, tumbuhan bawah berperan
penting dalam ekosistem hutan. Dalam stratifikasi hutan hujan tropika, tumbuhan
bawah menempati stratum D yakni lapisan perdu, semak dan lapisan tumbuhan
penutup tanah pada stratum E, sehingga tumbuhan bawah juga dapat berfungsi
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum USU dan di Laboratorium Kimia
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai Agustus 2014.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System) untuk mengambil titik kordinat di lapangan, parang atau gunting rumput untuk memotong bagian-bagian tumbuhan bawah, timbangan untuk
menimbang berat sampel, kantong plastik sebagai tempat penyimpanan sampel yang
diambil di lapangan, kertas label untuk melabeli setiap sampel yang diampil pada
setiap plot, oven untuk mengovenkan sampel, kamera untuk dokumentasi kegiatan, alat tulis untuk mencatat data dilapangan, kalkulator untuk menghitung data. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan bawah di bawah tegakan
pohon.
Metode Penelitian
Desain plot penelitian
Penelitian dilakukan pada 6 plot pada 2 tegakan yang berbeda, yaitu
tegakan Mindi (Melia azadarach) dan Mahoni (Swietenia macrophylla). Pada tegakan Mindi terdapat 3 plot dan pada tegakan Mahoni juga 3 plot. Plot yang
digunakan berukuran 40x100 m. Pada setiap plot dibuat 5 petak contoh berukuran
1x1 m, sehingga jumlah petak contoh yang diteliti sebanyak 30 petak contoh.
berapa jumlah plot yang harus dibuat untuk pendugaan karbon tumbuhan bawah.
Namun pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, peneliti membuat 30 petak
contoh yang dianggap dapat mewakili luasan yang diteliti. Petak contoh
pengamatan diletakkan secara systematic sampling. Desain plot pengamatan dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan Bawah
Prosedur Penelitian
A. Stratifikasi dan komposisi tegakan
Analisis vegetasi
Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan
Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai
Analisis vegetasi tumbuhan bawah
a. Kerapatan
Kerapatan =Jumlah individu suatu jenis Luas plot contoh
Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis
Kerapatan total seluruh jenis× 100%
b. Frekuensi
Frekuensi = Jumlah plot yang ditempati suatu jenis Jumlah seluruh plot pengamatan
Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis
Frekuensi total seluruh jenis× 100%
c. Indeks Nilai Penting (INP)
INP = KR + FR
d. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
H′ =− �pi ln pi
Dimana: H’= Indeks Keanekaragaman
ni = Jumlah individu suatu jenis.
N = Jumlah total individu seluruh jenis.
Pi = Ratio jumlah species dengan jumlah total individu dari seluruh
spesies.
E = H′ H maks
Dimana: E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman
B. Pengukuran biomassa
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling). Pemanenan dilakukan dengan mengambil seluruh tumbuhan bawah yang terdapat pada setiap petak contoh.
Penentuan sample plot dilakukan dengan menggunakan metode sistematis dengan
menggunakan petak contoh dengan ukuran 1m x 1m (Hairiah, 2011).
1. Pengumpulan data di lapangan
Pengumpulan data tumbuhan bawah di lapangan dilakukan dengan
pemanenan seluruh tumbuhan bawah pada petak contoh yang berukuran 1m x 1m.
Model plot yang digunakan adalah persegi. Peletakan petak contoh pada penelitian
ini adalah secara sistematis (Systematic sampling). Semua sampel tumbuhan bawah tersebut kemudian ditimbang, sehingga diketahui berat basah setiap plotnya. Berat
basah tumbuhan bawah adalah hasil penjumlahan semua berat basah semua plot
tumbuhan bawah (Hairiah, 2011).
Tahapan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Penempatan petak contoh pada tumbuhan bawah dibawah dua tegakan yang
berbeda dalam Arboretum USU.
2. Pemanenan semua tumbuhan bawah yang terdapat dalam petak contoh dan
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label sesuai kode titik
contohnya.
3. Penimbangan berat basah daun dan batang dan dicatat beratnya dalam tally
sheet.
4. Penyimpanan semua sampel tumbuhan bawah ke dalam kantong plastik untuk
2. Analisis di laboratorium
Kadar air
Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :
1. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat
konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat
keringnya.
2. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering
tanur ialah kadar air contoh uji.
Pengukuran kadar karbon
Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Kadar zat terbang
Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Sampel dari tumbuhan bawah dicincang.
b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.
c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill). d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran
40-60 mesh.
e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan
kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya, dan
ditimbang dengan timbang Sartorius.
f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950 oC selama 2 menit.
Kemudian didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang.
kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.
Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tumbuhan bawah dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan.
2. Kadar abu
Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur
listrik bersuhu 900 oC selama 6 jam.
b. Selanjutnya didinginkan di dalam eksikator dan kemudian ditimbang untuk
mencari berat akhirnya.
c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur
contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.
Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan sebanyak
tiga kali ulangan.
3. Kadar karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji dari tumbuhan bawah menggunakan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji
merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan untuk memperoleh data Kadar Air (KA),
Biomassa, dan juga Kadar Karbon yang terdapat pada tumbuhan bawah. Rumus
yang digunakan mengacu kepada buku pendugaan cadangan karbon tersimpan
(Hairiah dan Rahayu, 2007).
Perhitungan persentase kadar air dihitung dengan rumus:
%KA =BB−BKT
BKT × 100%
Keterangan: % KA= Persentase Kadar Air (%)
BB = Berat Basah contoh sampel (gram)
BKT = Berat Kering Tanur (gram)
(Hairiah dan Rahayu, 2007).
2. Perhitungan Biomassa
Biomassa tumbuhan bawah dihitung dengan rumus:
B = BB tot × BK c
(Hairiah dan Rahayu, 2007).
3. Perhitungan Karbon
Kadar zat terbang
Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus
B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat
cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950 oC
Kadar abu
Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:
% 100 kering oven x uji
contoh Berat
abu Berat abu
Kadar =
Kadar karbon
Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Arboretum USU merupakan bagian dan terletak di areal Kampus
Universitas Sumatera Utara (USU) Kwala Bekala Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang. Arboretum ini dapat dicapai melalui dua jalur yaitu
Medan-Pancurbatu-Kampus USU Kwala Bekala dengan waktu tempuh sekitar 30
menit, dan Medan-Simalingkar-Kampus USU Kwala Bakala dengan waktu
tempuh yang sama yaitu 30 menit dari pusat Kota Medan. Letak Arboretum USU
ini sendiri berada dekat dengan areal Kebun Binatang Medan.
Luas Arboretum USU yang diperoleh dari BPDAS Wampu Sei Ular
yaitu seluas 64.813 Ha. Secara geografis, Arboretum USU berada pada wilayah
yang dibatasi koordinat-koordinat (UTM) sebagai berikut 0518598 (X) dan
0369433 (Y) (titik ujung Utara-Timur); 0494330 (X) dan 0390761(Y) (titik ujung
Utara-Barat); 0463655 (X) dan 0394483 (Y) (titik ujung Selatan-Barat); dan
0461526 (X) dan 0393193 (Y) (titik ujung Selatan-Timur) atau 3028’49.59”
Lintang Utara dan 98038’03.17”Bujur timur. Arboretum USU berbatasan dengan
sungai Bekala di sebelah Selatan dan Timur serta area penggunaan lain untuk
sarana kampus di sebelah Barat dan Utara. Keadaan topografi arboretum USU
cenderung datar hingga agak curam dengan kemiringan 0-60% dan berada pada
ketinggian 73 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah didominasi ordo Ultisol
(Podsolik Merah Kuning). Tipe iklim adalah tipe B dengan curah hujan rata-rata
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Tumbuhan Bawah
Plot pengamatan pada tegakan Mindi terdapat 3 plot, yaitu Plot I (N
03028’48,30’’: E098038’00,98’’), Plot II (N 03028’49,17’’: E098038’02,22’’) dan
Plot III (N 03028’52,36’’: E098038’02,00’’). Pada tegakan Mahoni juga terdapat 3
plot, yaitu Plot I (N 03028’39,96’’: E098037’54,03’’), Plot II (N 03028’43,56’’:
E098037’49,61’’) dan Plot III (N 03028’45’’: E098037’48,54’’).
Hasil pengamatan jenis-jenis tumbuhan bawah yang dilakukan di
Arboretum USU, diperoleh 29 jenis tumbuhan bawah yaitu Ngadi renga
(Stachytarpheta indica), Simarhambing (Ageratum conyzoides), Ara sungsang (Asystasia coromandeliana), Meniran (Phylanthus urinaria), Gendolak (Portula quadrifolia), Duhut teki (Axonopus compressus), Duhut (Axonopus compressus), Kancing ungu (Borrreria laevis), Tembelekan (Lantama camara), Duhut balulang (Eleusine indica), Andor (Mikania sp), Memerakan (Themede arguens), Ketul (Bidens sundaica), Simangirput (Mimosa pudica), Duhut paet (Paspalum conyugatum), Lambuk (Colocasia sp), Sanduduk (Melastoma candidum), Pungpulutan (Uruna lobata), Pahu kadal (Dicksonia antarctica), Pahu harupat (Nephrolepis biserrata), Rorak (Arachis pintoi), Rambanan (Peuraria phaseoloides), Harendong (Clidemia hirta), Kapal-kapal (Eupatorium pallessens), Katumpang (Borreria laevis), Gale-gale (Crassochepalum crepidoides), Keji beling (Plantago lagopus), Patikan (Cyperus rotundus), Oma (Cyperus rotundus).
yang terdapat pada kedua tegakan. Total jumlah jenis yang ditemukan pada kedua
lokasi sebanyak 29 jenis.
Jenis-jenis tumbuhan bawah yang terdapat pada kedua tegakan dapat kita
perhatikan pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi.
No Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah
1 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 237 2 Pungpulutan Uruna lobata 82
3 Simangirput Mimosa pudica 64 4 Duhut Axonopus compressus 161
5 Ngadi renga Stachytarpheta indica 199
6 Rorak Arachis pintoi 26 7 Ketul Bidens sundaica 9
8 Rambanan Peuraria phaseoloides 42
9 Duhut paet Paspalum conyugatum 281 10 Harendong Clidemia hirta 1
11 Kapal-kapal Eupatorium pallessens 3 12 Katumpang Borreria laevis 6
13 Duhut balulang Eleusine indica 34
14 Simarhambing Ageratum conyzoides 3 15 Gale-gale Crassocephalum crepidoides 2
16 Meniran Phylanthus urinaria 3
17 Pahu kadal Dicksonia antarctica 3 18 Keji beling Plantago lagopus 3
Tabel 2. Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni.
No
1 Ngadi renga Stachytarpheta indica 52 2 Simarhambing Ageratum conyzoides 20
3 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 47
4 Meniran Phylanthus urinaria 12 5 Gendolak Portula quadrifolia 111
Lanjutan Tabel 2.
11 Rambanan Peuraria phaseoloides 101 12 Memerakan Themede arguens 2
13 Ketul Bidens sundaica 8
14 Simangirput Mimosa pudica 58 15 Duhut paet Paspalum conyugatum 43
16 Lambuk Colocasia sp 6
17 Sanduduk Melastoma candidum 30
18 Pungpulutan Uruna lobata 67
19 Patikan Euphorbia hirta 41 20 Pahu kadal Dicksonia antarctica 40
21 Pahu harupat Nephrolepis biserrata 4
22 Rorak Arachis pintoi 2 23 Andor Mikania sp 17
Dari total 29 jenis, sebanyak 16 jenis selalu dijumpai pada kedua tegakan.
Terdapat beberapa tumbuhan bawah berdaun lebar yang selalu dijumpai pada
Adanya jenis-jenis yang sama pada kedua tegakan menunjukkan bahwa
jenis-jenis ini kemungkinan memiliki batas toleransi yang cukup luas terhadap
intensitas cahaya, yang dianggap sebagai salah satu faktor yang sangat penting
dalam pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan. Sehingga adanya perbedaan
intensitas cahaya seperti pada tegakan Mindi dan Mahoni, menyebabkan
jenis-jenis tersebut tetap dijumpai pada kedua tegakan. Perbedaan intensitas cahaya ini
juga dapat menyebabkan adanya jenis-jenis tertentu yang hanya dijumpai pada
salah satu tegakan. Seperti jenis Harendong (Clidemia hirta), Kapal-kapal (Eupatorium pallessens), Katumpang (Borreria laevis), Gale-gale (Crassochepalum crepidoides), Keji beling (Plantago lagopus), dan Oma (Cyperus rotundus) hanya dijumpai pada tegakan Mindi. Sedangkan jenis-jenis seperti Gendolak (Portula quadrifolia), Andor (Mikania sp), Memerakan (Themede arguens), Lambuk (Colocasia sp), Sanduduk (Melastoma candidum), Pahu kadal (Dicksonia antarctica) dan Pahu harupat (Nephrolepis biserrata) hanya dijumpai pada tegakan Mahoni. Hal ini karena jenis-jenis tersebut
merupakan jenis-jenis yang memiliki batas toleransi yang sempit terhadap
intensitas cahaya. Sehingga adanya perbedaan tutupan tajuk pada kedua tegakan
menyebabkan jenis-jenis tersebut hanya dijumpai pada salah satu tegakan.
Pada tegakan Mindi, jenis tumbuhan bawah yang mendominasi yaitu
(Arachis pintoi) dan Memerakan (Themede arguens) dengan jumlah masing-masing 2.
Indeks Nilai Penting
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh data Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan
bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni yang disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi.
Nama Latin Nama Lokal K KR (%) F FR (%) INP
Asystasia coromandeliana Ara sungsang 197,50 20,22 1,00 7,69 27,91
Uruna lobata Pungpulutan 68,33 7,00 1,00 7,69 14,69
Mimosa pudica Simangirput 53,33 5,46 1,00 7,69 13,15
Axonopus compressus Duhut 134,17 13,74 0,67 5,13 18,87
Stachytarpheta indica Ngadi renga 165,83 16,98 1,00 7,69 24,67
Arachis pintoi Rorak 21,67 2,22 1,00 7,69 9,91
Bidens sundaica Ketul 7,50 0,77 0,33 2,56 3,33
Peuraria phaseoloides Rambanan 35,00 3,58 1,00 7,69 11,28
Paspalum conyugatum Duhut paet 234,17 23,98 1,00 7,69 31,67
Clidemia hirta Harendong 0,83 0,09 0,33 2,56 2,65
Eupatorium pallessens Kapal-kapal 2,50 0,26 0,67 5,13 5,38
Borreria laevis Katumpang 5,00 0,51 0,33 2,56 3,08
Eleusine indica Duhut
balulang 28,33 2,90 0,33 2,56 5,47
Tabel 4. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni.
Nama Latin
Ageratum conyzoides Simarhambing 16,67 1,27 1,00 6,52 7,79
Asystasia coromandeliana Ara sungsang 39,17 2,99 1,00 6,52 9,51
Lanjutan Tabel 4.
Peuraria phaseoloides Rambanan 84,17 6,42 1,00 6,52 12,94
Themede arguens Memerakan 1,67 0,13 0,33 2,17 2,30
Dari Tabel 3 dan Tabel 4, jenis tumbuhan bawah yang memiliki
kerapatan relatif paling rendah pada tegakan Mindi yaitu Harendong (Clidemia hirta) sebesar 0,09% dan pada tegakan Mahoni adalah dan Rorak (Arachis pintoi) dan Memerakan (Themede arguens) yaitu sebesar 0,13%.Kerapatan relatif yang tertinggi pada tegakan Mindi adalah Duhut paet (Paspalum conyugatum) sebesar 23,98 dan pada tegakan Mahoni adalah Duhut teki (Axonopus compressus) sebesar 10,61%.
Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi pada tegakan Mindi adalah
jenis tumbuhan bawah ini lebih banyak ditemukan dan sering ditemukan pada
petak contoh.
Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
Pada lokasi penelitian diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’) sebesar
2,29 pada tegakan Mindi dan pada tegakan Mahoni sebesar 2,73. Hal ini
menunjukkan jumlah jenis diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada
termasuk dalam kategori sedang. Menurut Mason (1980), jika nilai Indeks
Keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika
diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti
keanekaragaman jenis tinggi.
Indeks Keseragaman (E) tumbuhan bawah pada tegakan Mindi diperoleh
0,73 dan pada tegakan Mahoni sebesar 0,87. Nilai tersebut menunjukkan nilai
keseragaman tumbuhan bawah termasuk dalam kategori tinggi. Krebs (1985)
menyatakan bahwa Indeks Keseragaman rendah 0<E<0,5 dan keseragaman tinggi
apabila 0,5<E<1.
Kadar Air
Berdasarkan jenis tegakan, kadar air tumbuhan bawah bervariasi. Dilihat
dari jenis tegakannya, kadar air yang paling besar terdapat pada tumbuhan bawah
pada tegakan Mahoni sebesar 313,34% sedangkan kadar air yang lebih kecil yaitu
pada tegakan Mindi sebesar 292,56%. Hal ini dikarenakan jenis tumbuhan bawah
yang berbeda pada kedua tegakan, sehingga kadar air yang berbeda dari setiap
jenis tumbuhan berpengaruh terhadap kadar air tumbuhan bawah pada kedua
Kadar air tumbuhan merupakan perbandingan berat air yang terkandung
pada tumbuhan dengan berat kering tumbuhan tersebut. Berdasarkan data pada
Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan air pada tumbuhan bawah ±3 kali lipat
berat keringnya.
Berdasarkan hasil laboratorium diperoleh kadar air tumbuhan bawah pada
kedua tegakan yang disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Rekapitulasi Kadar Air (%) Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni.
Rata-rata 292,56 313,34
Biomassa Tumbuhan Bawah
Rata-rata biomassa tumbuhan bawah dari seluruh petak contoh pada kedua
tegakan sebesar 4,23 ton/ha. Bila dibandingkan biomassa tumbuhan bawah pada
kedua tegakan, rata-rata biomassa yang paling tinggi terdapat pada tegakan Mindi
yaitu sebesar 6,15 ton/ha dan paling rendah pada tegakan Mahoni sebesar 2,42
ton/ha. Perbedaan besar nilai biomassa tumbuhan bawah pada kedua tegakan
sebesar 3,73 ton/ha. Perbedaan biomassa tumbuhan bawah yang besar pada kedua
tegakan diakibatkan karena lebih banyaknya tumbuhan bawah yang terdapat pada
tegakan mindi.
Hal ini dikarenakan tutupan tajuk yang luas pada tegakan Mahoni
sehingga rendahnya intensitas cahaya matahari yang sampai ke permukaan tanah.
Ini mengakibatkan pertumbuhan tumbuhan bawah terhambat. Penyerapan karbon
sedikit. Banyaknya serasah yang terdapat pada tegakan Mahoni seperti
daun-daunan juga mengganggu pertumbuhan tumbuhan bawah yang terdapat di bawah
tegakan yang membuat jumlah tumbuhan bawah yang terdapat pada tegakan
Mahoni lebih sedikit daripada tegakan Mindi.
Tingginya kadar air tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni
mengakibatkan biomassanya semakin rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Haygreen dan Bowyer (1982) yang menyatakan bahwa kadar air bertolak
belakang dengan biomassa. Semakin tinggi kadar air suatu tanaman, tumbuhan
atau tegakan maka biomassa semakin rendah.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh biomassa tumbuhan
bawah pada kedua tegakan pada tabel 6.
Tabel 6. Rekapitulasi Biomassa (ton/ha) Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni.
Tumbuhan Bawah pada Tegakan Plot Biomassa
(ton/ha)
Rata-rata karbon tumbuhan bawah pada tegakan Mindi (1,59 ton/ha) lebih
besar dibandingkan dengan tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni (0,57 ton/ha).
Hal ini dipengaruhi oleh biomassa tumbuhan bawah pada tegakan Mindi lebih
besar dari tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni. Disamping itu jumlah
Mahoni. Sehingga kandungan biomassanya juga lebih besar dibandingkan
tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni. Besarnya kandungan karbon tumbuhan
bawah pada tegakan Mindi lebih kecil dibandingkan karbon tumbuhan bawah
pada tegakan Eukaliptus (Eukalyptus hybrid) yang sebesar 6,85 ton/ha (Situmorang, 2011).
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh kandungan karbon
tumbuhan bawah pada kedua tegakan pada tabel 7.
Tabel 7. Rekapitulasi Karbon (ton/ha) Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni.
Jenis tegakan berpengaruh nyata terhadap serapan karbon tumbuhan bawah.
Hal ini terbukti dari nilai Signifikansinya dari hasil uji Independent Sample T Test sebesar 0,000489 (P < 0,05) pada selang kepercayaan 95%. Nilai signifikansi
dibawah 0,05 menunjukkan bahwa tegakan berpengaruh nyata terhadap kadar
karbon tumbuhan bawahnya.
Hasil uji Independent Sample T Test kadar karbon tumbuhan bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji Independent Sample T Test Kadar Karbon Tumbuhan Bawah pada tegakan Mindi dan Mahoni.
Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa kadar karbon yang dihasilkan
pada kedua tegakan berbeda. Beda rata-rata karbon pada kedua tegakan yang diuji
yaitu sebesar 1,02 ton/ha. Kandungan karbon tumbuhan bawah yang terbesar adalah
pada tegakan Mindi yaitu 1,68 ton/ha.
Hasil uji beda rata-rata kandungan karbon tumbuhan bawah pada tegakan
Mindi dan Mahoni disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji T-Test Kandungan Karbon Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi dan Mahoni
t-test for Equality of Means
Df Mean Difference Std. Error Difference
Kadar Karbon
Equal variances
assumed 28 1,02007 0,07974 Equal variances not
assumed 15,588 1,02007 0,07974
Rata-rata kandungan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Mindi dan
Mahoni di Arboretum USU sebesar 1,08 ton/ha. Nilai ini dapat menambah
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada Arboretum USU ada 29 jenis,
23 jenis ditemukan pada tegakan Mindi dan pada tegakan Mahoni juga
ditemukan 23 jenis dengan beberapa jenis yang berbeda.
2. Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi pada tegakan Mindi adalah Duhut
paet (Paspalum conyugatum)dengan indeks nilai penting (INP) sebesar 31,67 dan yang terendah adalah Harendong (Clidermia hirta) dengan INP 2,64. 3. Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi pada tegakan Mahoni adalah
Duhut Teki (Axonopus compressus) dengan INP 17,13 dan yang terendah adalah Memerakan (Themede arguens) dan Rorak (Arachis pintoi) dengan indeks nilai penting (INP) sebesar 2,3.
4. Karbon tersimpan pada tumbuhan bawah di Arboretum USU yaitu 1,08
ton/ha dimana pada tegakan Mindi sebesar 1,59 ton/ha dan pada tegakan
Mahoni sebesar 0,57 ton/ha.
Saran
1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk menghitung besarnya kandungan
karbon tumbuhan bawah pada jenis tegakan yang lain.
2. Perlu adanya penelitian untuk menghitung kandungan karbon dari setiap jenis
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H. 2008. Global Warming. Nuansa. Bandung.
Australian Greenhouse Office. 1999. National Carbon Accounting System, Methods for Estimating Woody Biomass. Technical Report No. 3, Commonwealth of Australia. Australia.
Citrosupomo, Gembong. 1991. Taksonomi Tumbuhan (spermatophyta). UGM press. Yogyakarta.
Departemen Kehutanan RI. 2007. Kesatuan Pengelolaan Hutan dan Perubahan Iklim Global. http://www.dephut.go.id. [18 Maret 2014].
FWI/GFW. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor , Indonesia: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch.
Hafild & Aniger. 2004. Lingkungan Hidup di Hutan Hujan Tropika. Cet 1. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Hairiah K dan Rahayu S. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.
Hairiah, K. dan Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon: Dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. World Agroforestry Centre. Bogor.
Haygreen JG dan Bowyer JL. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo SA. Penerjemah; prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada.
Hilwan, I. Dadan M. dan Weda P. 2013. Keanekaraaman Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.) dan Trembesi (Samanea saman Merr.) di Lahan Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur. IPB. Bogor.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
Krebs, C. J. 1985. Ecology: the Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. New York: Harper & Row Publishers Inc, p. 106.
MacDieken, KG. 2004. A Guide to Monitoring Carbon Strong In Foristry on Agroforestry Projec. Wirock International Institut for Agricultural Development. Alington USA.
Manan, S. 2003. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Mangunjaya, F. M. 2008. Bertahan di Bumi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Manuri, S., C.A.S. Putra dan A.D. Saputra. 2011. Teknik Pendugaan Cadangan Karbon Hutan. Merang REDD Pilot Project, German International Cooperation – GIZ. Palembang.
Mason, C.F. 1980. Ecology. Second Edition. New York: Longman Inc.
Masripatin, N. dkk. 2010. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.
Odum, P. E. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Osamu, K. dan Saka S. 2008. Buku Panduan Biomassa. The Japan Institute of Energy. Japan.
Rahayu, S. Betha L. Dan Meine N. 2003. Pendugaan Cadangan Karbon Di Atas Permukaan Tanah Pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan Di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.
Siregar, C.A. 2007. Potensi Serapan Karbon di Taman Nasional Gede Pangrango, Cibodas, Jawa Barat. Info Hutan IV (3): 233-244. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara. Penerbit ITB. Bandung.
Soerianegara I dan A Indrawan. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Sugiharto. 2007. Deforestasi dan Degradasi Hutan Menurun. Agroindonesia. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi
No Plot No Petak Nama Lokal Nama Latin Jumlah
I 1 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 32 Pungpulutan Uruna lobata 1 Simangirput Mimosa pudica 5 Duhut Axonopus compressus 29 Ngadi renga Stachytarpheta indica 14
Rorak Arachis pintoi 7
Ketul Bidens sundaica 9
2 Ngadi renga Stachytarpheta indica 27 Simangirput Mimosa pudica 11 Rambanan Peuraria phaseoloides 10 Duhut Axonopus compressus 36 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 6
3 Duhut pahit Paspalum conyugatum 65 Rambanan Peuraria phaseoloides 2 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 7
Rorak Arachis pintoi 2
Harendong Clidemia hirta 1 Ngadi renga Stachytarpheta indica 3
4 Duhut pahit Paspalum conyugatum 57 Pungpulutan Uruna lobata 2 Ngadi renga Stachytarpheta indica 9 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 14 Simangirput Mimosa pudica 4
5 Simangirput Mimosa pudica 18 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 7 Duhut pahit Paspalum conyugatum 21 Ngadi renga Stachytarpheta indica 3
2 Katumpang Borreria laevis 6 Pungpulutan Uruna lobata 10 Ngadi renga Stachytarpheta indica 6 Simangirput Mimosa pudica 4 Duhut belulang Eleusine indica 34 Duhut pahit Paspalum conyugatum 12 Simarhambing Ageratum conyzoides 3
Rorak Arachis pintoi 7
gale-gale Crassocephalum crepidoides 2
3 Pungpulutan Uruna lobata 24
Duhut pahit Paspalum conyugatum 11 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 18 Ngadi renga Stachytarpheta indica 9 Duhut Axonopus compressus 14 Meniran Phylanthus urinaria 3
4 Ngadi renga Stachytarpheta indica 39 Pahu kadal Dicksonia antarctica 3 Duhut pahit Paspalum conyugatum 14 Duhut Axonopus compressus 21 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 16 Pungpulutan Uruna lobata 1
5 Rambanan Peuraria phaseoloides 23 Duhut pahit Paspalum conyugatum 11 Ngadi renga Stachytarpheta indica 17 Pungpulutan Uruna lobata 11 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 7
III 1 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 47 Pungpulutan Uruna lobata 6 Kapal-kapal Eupatorium pallessens 2 Keji beling Plantago lagopus 3 Duhut pahit Paspalum conyugatum 11 Duhut teki Axonopus compressus 23 Ngadi renga Stachytarpheta indica 6 Tembelekan Lantana camara 5
2 Simangirput Mimosa pudica 5
Ara sungsang Asystasia coromandeliana 33 Ngadi renga Stachytarpheta indica 7 Duhut pahit Paspalum conyugatum 16 Duhut Axonopus compressus 21 Pungpulutan Uruna lobata 2 Patikan Euphorbia hirta 4 Kancing ungu Borreria laevis 1
3 Tembelekan Lantana camara 1 Pungpulutan Uruna lobata 1 Simangirput Mimosa pudica 17 Ngadi renga Stachytarpheta indica 6 Kancing ungu Borreria laevis 1 Duhut Axonopus compressus 7 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 38 Duhut pahit Paspalum conyugatum 11
4 Pungpulutan Uruna lobata 1
Tembelekan Lantana camara 5 Ngadi renga Stachytarpheta indica 14 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 22 Duhut Axonopus compressus 17
oma Cyperus rotundus 26
Rorak Arachis pintoi 3
5 Kapal-kapal Eupatorium pallessens 1 Tembelekan Lantana camara 3 Ngadi renga Stachytarpheta indica 2 Duhut Axonopus compressus 16 Duhut pahit Paspalum conyugatum 23
Rorak Arachis pintoi 7
Ara sungsang Asystasia coromandeliana 14
Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni
No Plot No Petak Nama Lokal Nama Latin Jumlah
Duhut Axonopus compressus 6
2 Kancing ungu Borreria laevis 43 Duhut Axonopus compressus 3 Tembelekan Lantama camara 20 Duhut belulang Eleusine indica 22 Duhut teki Axonopus compressus 8 Rambanan Peuraria phaseoloides 9
3 Gendolak Portula quadrifolia 31 Duhut belulang Eleusine indica 16 Rambanan Peuraria phaseoloides 2 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 6 Memerakan Themede arguens 2
4 Gendolak Portula quadrifolia 37 Duhut teki Axonopus compressus 4 Duhut belulang Eleusine indica 11 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 9 Ketul Bidens sundaica 1
5 Duhut belulang Eleusine indica 27 Gendolak Portula quadrifolia 9
II 1 Duhut belulang Eleusine indica 19 Simangirput Mimosa pudica 2
2 Duhut belulang Eleusine indica 12 Duhut teki Axonopus compressus 16 Simangirput Mimosa pudica 3 Gendolak Portula quadrifolia 9 Simarhambing Ageratum conyzoides 2
3 Rambanan Peuraria phaseoloides 9 Duhut pahit Paspalum conyugatum 43
Lambuk Colocasia sp 4
Sanduduk Melastoma candidum 1 Duhut teki Axonopus compressus 4
Simangirput Mimosa pudica 17 Rambanan Peuraria phaseoloides 21 Simarhambing Ageratum conyzoides 4 Patikan Euphorbia hirta 19 Sanduduk Melastoma candidum 5 Ngadi renga Stachytarpheta indica 3
5 Duhut teki Axonopus compressus 31 Duhut Axonopus compressus 15 Pungpulutan Uruna lobata 21 Rambanan Peuraria phaseoloides 5 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 7 Simangirput Mimosa pudica 4 Meniran Phylanthus urinaria 3 Ngadi renga Stachytarpheta indica 1
III 1 Pahu kadal Dicksonia antarctica 18 Pahu harupat Nephrolepis biserrata 4 Senduduk Melastoma candidum 14 Patikan Euphorbia hirta 4 Duhut teki Axonopus compressus 17 Ngadi renga Stachytarpheta indica 2 Pungpulutan Uruna lobata 3 Rambanan Peuraria phaseoloides 3
Rorak Arachis pintoi 2
Gendolak Portula quadrifolia 3 Lambuk Xanthosoma violaceum 2
2 Pungpulutan Uruna lobata 23
Pahu kadal Dicksonia antarctica 15 Simangirput Mimosa pudica 19 Rambanan Peuraria phaseoloides 13 Gendolak Portula quadrifolia 7
Andor Mikania sp 11
Ketul Bidens sundaica 4 Ara sungsang Asystasia coromandeliana 8 Duhut teki Axonopus compressus 14 Duhut Axonopus compressus 18
Duhut Axonopus compressus 13 Simangirput Mimosa pudica 4 Ketul Bidens sundaica 3
Andor Mikania sp 3
Ara sungsang Asystasia coromandeliana 7 4 Pungpulutan Uruna lobata
Ngadi renga Stachytarpheta indica 17 Duhut Axonopus compressus 13 Duhut belulang Eleusine indica 1 Rambanan Peuraria phaseoloides 19
Andor Mikania sp 11
Simangirput Mimosa pudica 3 Senduduk Melastoma candidum 5 Meniran Phylanthus urinaria 3 Patikan Euphorbia hirta 4 5 Simarhambing Ageratum conyzoides 13
Pungpulutan Uruna lobata
Lampiran 2. Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Bawah Contoh: Stachytarpheta indica
Luas Plot = (40m x 100m) x 6 = 24000m2 = 2,4 ha Jumlah Plot ditemukan Stachytarpheta indica= 6
F = 6 / 6= 1,00 KR : Kerapatan Relatif
F : Frekuensi
F Total : Frekuensi Total FR : Frekuensi Relatif INP : Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai Penting (INP) Tumbuhan Bawah
No Nama Ilmiah Nama Lokal K KR F FR INP
1 Stachytarpheta indica Ngadi renga 104,58 9,14 1,00 6,98 16,12
2 Ageratum conyzoides Simarhambing 9,58 0,84 0,67 4,65 5,49
3 Asystasia coromandeliana Ara sungsang 147,08 12,86 1,00 6,98 19,83
21 Arachis pintoi Rorak 11,67 1,02 0,67 4,65 5,67
22 Peuraria phaseoloides Rambanan 74,17 6,48 1,00 6,98 13,46
23 Clidemia hirta Harendong 0,42 0,04 0,17 1,16 1,20
24 Eupatorium pallessens Kapal-kapal 1,25 0,11 0,17 1,16 1,27
25 Borreria laevis Katumpang 2,50 0,22 0,17 1,16 1,38
26 Crassocephalum
crepidoides Gale-gale 0,83 0,07 0,17 1,16 1,24
27 Plantago lagopus Keji beling 1,25 0,11 0,17 1,16 1,27
28 Euphorbia hirta Patikan 18,75 1,64 0,50 3,49 5,13
29 Cyperus rotundus Oma 2,92 0,25 0,17 1,16 1,42
Lampiran 3. Biomassa Tumbuhan Bawah
= (741,5872 / 1000000 x 10000) ton/ha = 7,416 ton/ha
Biomassa Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi
No
Biomassa Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni
5 1041 49,352 11,943 251,9181 2,519 Rata-rata 2,43
VI 1 973 50,875 11,166 213,5532 2,136 2 954 48,975 10,825 210,8637 2,109 3 1063 49,596 13,190 282,7036 2,827 4 1125 50,157 11,189 250,9645 2,510 5 948 49,749 11,984 228,363 2,284
Lampiran 4. Karbon Tumbuhan Bawah
Contoh: Plot I, Petak 1 Biomassa = 7,416 ton/ha
Karbon = (27,791 / 100 x 7,416) ton/ha = 1,839 ton/ha
Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mindi
No
Tumbuhan Bawah pada Tegakan Mahoni