0Ci
03
IANALISIS BIAYA SUMBERDAYA DOMESTIK UNTUK MENGETAHUI KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PRODUKSI KEDELAI
(Di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabnpaten Garot, Jawa Barat)
Oleh
AGUS EDIAWAN A.27.0941
JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTAN IAN
AGUS EDIAWAN. Analisis Biaya Sumberdaya Domestik untuk
mengetahui Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Produksi
Kedelai (Di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupa-
ten Garut, Propinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan
Hangara Tambunan.
Kedelai merupakan salah satu komoditi tanaman palawi- ja yang mempunyai prospek baik untuk dikembangkan di Indonesia. Disamping harganya cukup tinqgi, kebutuhan kedelai dalam negeri sangat besar sehingga sampai sekarang produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsinya.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri, Indonesia harus mengimpor dari neqara lain yang kenyataan menunjukkan bahwa impor kedelai dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini tentu saja memerlukan perhatian yang serius dan harus diupayakan usaha peningka- tan produksi kedelai di dalam negeri, agar dapat mengu- rangi ketergantungan pada kedelai impor yang memakan devisa cukup besar.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis
Biaya Sumberdaya Domestik dengan maksud untuk mengetahui keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif produksi kedelai di daerah penelitian yaitu di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Diambilnya Kabupaten Garut sebagai daerah penelitian karena kabupaten tersebut merupakan sentra produksi kedelai utama di Jawa Barat, dengan luas lahan kedelai sebesar 39,4 persen dari luas total lahan kedelai di Jawa Barat.
Penentuan jenis usahatani kedelai yang dianalisis dilakukan berdasarkan jenis lahan dan pola tanam yang diusahkan di daerah penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pendapatan pada dua tipe pola tanam kedelai yaitu monokultur dan tumpangsari pada lahan kering dari segi finansial dan ekonomi; kemudian ingin mengetahui apakah daerah yang diteliti mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi kedelai sebagai komoditi substitusi impor dan juga keunggulan kompetitif dengan menggunakan pendekatan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik, lalu mengkaji perubahan hasil analisis tersebut terhadap berbagai perubahan harga input dan output serta tingkat produktivitas dengan menggunakan analisis kepe- kaan.
diketahui bahwa usaha produksi kedelai tersebut mempunyai keunggulan komparatif, yang ditunjukkan dengan nilai BSD yang lebih kecil dari harga bayangan nilai tukar uang (KBSD < 1). ~ a e r a h tersebut juga mempunyai keunggulan kompetitif karena mempunyai nilai BSD* yang lebih kecil dari nilai tukar mata uang resmi yang berlaku (Rp/US $ 1).
Dari hasil analisis kepekaan diketahui bahwa keunggu- lan komparatif komoditi kedelai tersebut peka terhadap perubahan tingkat produktivitas, harga bayangan sewa lahan, upah tenaga kerja, pupuk, benih dan output. Se- dangkan analisis kepekaan pada keunggulan kompetitif, produksi kedelai tersebut sangat peka terhadap perubahan harga aktual output dan tingkat produktivitas.
ANALISIS BLAYA SUMBERDAYA POMESTIK UNTUK MENGETAHUI KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PRODUKSI KEDELAI
(Di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat)
Oleh
AGUS EPIAWAN A.27.0941
SKRIPSI
Sebagai satah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pa"a
Fakultas Pertanian Institnt Pertanian Bogor
IURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : ANALISIS BIAYA SUHBKRDAYA DOHESTIK UN-
TUK WENGETAWI KEXJNGGULAN KOHPARATIF DAN KOZIPETITIP PRODUI(S1 KEDELAI (Di De-
sa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Ka-
bupaten Garut, Java Barat)
Nama Hahasiswa : AGUS EDIAWAN Nomor Pokok : A 27.0941
Henyetujui
Dosen Pembimbing
Dr. 1r.bngara Tambunan
NIP : 130 345 010
asor Sanim, MSc.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Ciamis Jawa Barat
pada tanggal 22 Januari 1971. Penulis lahir sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Edia
Santika dan Ibu Utin Rosmayati.
Tahun 1978 penulis mulai menempuh pendidikan dasar di
SD Negeri Kawali I Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis, dan
lulus pada tahun 1984. Pendidikan menengah pertama
penulis tempuh di SMP Negeri Kawali Kabupaten Ciamis, dan
lulus tahun 1987. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di SMA Negeri Kawali Kabupaten
Ciamis dan lulus tahun 1990.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertani-
an Bogor pada tahun 1990 melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USHI). Pada tahun 1991 penulis diterima di
Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian dengan Program Studi Ekonomi Pertanian dan
PEFWYATAAN
DENGAN IN1 MENYATAXAN BAHWA SKUIPS1 YANG BERJUDUL ANALISIS
BIAYA SUKBERDAYA DOMESTIK UNTUK MENGETAHUI KEUNGGULAN KOHPARATIF DAN KOMPETITIF PRODUKSI KEDELAI IN1 BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN DI PERGURUAN TINGGI ATAU LFXBAGA MANAPUN.
BOGOR, SEPTEMBER 1994
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,
karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyele-
saikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memper-
oleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Isi skripsi yaitu mengenai
analisis keunggulan komparatif dan kompetitif produksi
kedelai dengan menggunakan analisis Biaya Sumberdaya
Domestik.
Penulis menghaturkan banyak terimakasih dan penghar-
gaan yang tinggi kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Mangara Tambunan yang telah memberikan bimbingan serta motivasi yang tinggi dari mulai sampai
penulisan ini selesai.
2. Bapak Dr. Ir. Mangatas Tampubolon, MSc. dan Eiapak Ir. Abas Tjakrawiralaksana atas saran dan kritiknya
untuk perbaikan laporan ini.
3. Bapak Amar beserta Ibu yang telah banyak memberikan informasi dan kemudahan selama penulis mengumpulkan
data di daerah penelitian.
4. Sembah sungkem kepada kedua orang tua penulis Bapak dan Mamah
"
atas segala harapan dan do8a yangdiberikan, juga untuk saudara-saudara penulis :
5. Semua rekan-rekan yang telah ikut memberikan dorongan hingga selesainya tulisan ini.
6. Terimakasih yang tak terhingga, untuk
...
Rini atas kesetiaan, ketulusan, perhatian dan curahankasih sayang yang menjadikan inspirasi dan semangat
bagi penulis dalam menghadapi hari-hari yang telah,
sedang dan akan dilalui.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak
sekali kekurangannya, karena itu penulis menerima kritik
dan saran guna kesempurnaan skripsi ini.
Sesungguhnya kebenaran datangnya dari Allah semata
dan kekurangan berasal dari manusia. Akhir kata semoga
skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 1994
DAFTAR IS1
Halaman
RINGKASAN
...
iDAFTAR IS1
...
i i DAFTAR TABEL...
ivPENDAHULUAN
...
1Latar Belakang
...
1Perumusan Masalah
...
3Tujuan Penelitian
...
5TINJAUAN PUSTAKA
...
6Perkembangan Areal Komoditi Kedelai di Indone- sia
...
6Perkembangan Produksi Kedelai Dalam Neqeri
...
7Perkembangan Volume Permintaan Kedelai Dalam Negeri
...
9Harga dan Pemasaran Kedelai
...
1 0 Tinjauan Beberapa Penelitian yang Telah Dila-
kukan Terhadap Komoditi Kedelai dengan Anali-
sis Biaya Sumberdaya Domestik...
11MODEL ANALISIS
...
1 5 Analisis Biaya Sumberdaya Domestik...
15Analisis Kepekaan
...
24Tahapan Analisis
...
2 5 Metode Penelitian...
26Rancangan Pengambilan Contoh
...
26Data dan Sumber Data
...
2 6Pengambilan Contoh
...
2 7Penentuan Usahatani yang Dianalisis
...
2 7Operasionalisasi
...
2 8Penentuan Input-Output Fisik Usahatani
Kedelai
...
2 8Penentuan Harga Bayangan
...
2 8Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing
.
3 6Alokasi Biaya Tataniaga
...
3 9Analisis Kepekaan
...
4 0KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
...
43Kecamatan Wanaraja
...
4 3Desa Sindangratu
...
4 8HASIL DAN PEMBAHASAN
...
5 2Analisis Pendapatan Finansial
...
5 2Analisis Pendapatan Ekonomi
...
5 8Analisis Keunggulan Komparatif
...
6 2Analisis Keunggulan Kompetitif
...
6 4Analisis Kepekaan
...
6 6Implikasi Hasil Analisis BSD Terhadap Usaha
Produksi Kedelai di Daerah Penelitian
...
7 8KESIMPULAN DAN SARAN
...
8 3Kesimpulan
...
8 3Saran
...
8 6DAFTAR PUSTAKA
...
8 8DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
...
1. Neraca Konsumsi Kedelai di Indonesia 7
2. Perkembangan rata-rata harga kedelai di ting-
kat grosir di daerah produsen dan konsumen
..
11 3. Alokasi Biaya Produksi ke Dalam KomponenBiaya Domestik dan Asing
...
394. Alokasi Biaya Tataniaga Atas Dasar Komponen
Biaya Domestik dan Asing
...
4 05. Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Wana
-
raja
...
4 56. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Hasil Per Hektar Kedelai di Kecamatan Wanaraja
Tahun 1987
-
1992...
7. Tambah Tanam, Luas Panen, Hasil Per Hektar dan Produksi Kedelai di Kabupaten Garut, 1993
8. Tingkat Pendidikan di Desa Sindangratu, Keca- matan Wanaraja, Kabupaten Garut Jawa Barat
..
9 Persentase Komponen Biaya Produksi Kedelai Pola Tanam I dan I1
...
10. Pendapatan Finansial Produksi Kedelai Pola Tanam I dan I1 per hektar, MT 1993/1994
...
11. Persentase Komponen Biaya Ekonomi Terhadap Total Biaya Ekonomi Produksi Kedelai dengan Pola Tanam I dan I1
...
12. Pendapatan Ekonomi Produksi Kedelai Pola Ta
-
nam I dan I1 per Hektar, MT 1993/1994...
13. Nilai BSD dan KBSD Produksi Kedelai Menurut Pola Tanam di Desa Sindangratu, Kecamatan Wa
-
...
naraja, Kabupaten Garut, MT 1993/1994
14. Nilai BSD* dan KBSD* Produksi Kedelai Menurut Pola Tanam di Desa Sindangratu, Kecamatan Wa-
...
15. Hasil Analisis Kepekaan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif pada Produksi Kedelai Pola
-
Tanam Monokultur...
16. Hasil Analisis Kepekaan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif pada Produksi Kedelai Pola
-
Tanam Tumpangsari...
Lampiran
Nomor Teks Halaman
1. Kandungan Gizi Beberapa Tanaman Palawija
(per 100 gram)
...
902. Neraca Konsumsi Kedelai di Indonesia, 1977
-
1990
...
913. Rata-Rata Per Tahun Luas Areal dan Produksi
...
Kedelai di Indonesia, 1968/75
-
1984/90 924. Rata-Rata Tingkat Pertumbuhan per Tahun dari Luas Areal dan Produksi Kedelai di Indonesia,
1968/75
-
1984/90...
935. Rata-Rata Per Tahun Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai per Kabupaten di Jawa Barat Periode 1986
-
1990...
6. Tingkat Subsidi Pupuk Pertanian Tahun Angga- ran 1992/1993
...
7. Rata-Rata Suku Bunga Deposito Bank Swasta
...
Jangka Waktu 3 Bulan, 1986-1993
8. Besarnya Angka Konversi Standar Tahun 1986 -
1992
...
9. Nilai Tukar Resmi Rupiah Terhadap Dollar Ame- rika Serikat, 1986-1994
...
10. Biaya Tataniaga Komoditi Kedelai dan Jagung
...
dari Desa Sindangratu, Tahun 1994
11. Harga Aktual dan Harga Bayangan per Satuan
...
12. Produksi dan Struktur Input Fisik Usaha Pro- duksi Kedelai per Hektar di Desa Sindangratu,
...
MT 1993/1994
13. Analisis Pendapatan Finansial dan Ekonomi Produksi Kedelai Monokultur per Hektar pada Lahan Kering di Desa Sindangratu, MT 1993/ 1994
...
14. Analisis Pendapatan Finansial dan Ekonomi Produksi Kedelai Tumpangsari per Hektar pada Lahan Kering di Desa Sindangratu, MT 1993/
1994
...
15. Perhitungan Nilai BSD dan KBSD Produksi Kede- lai Monokultur di Desa Sindangratu, MT 1993/ 1994
...
16. Perhitungan Nilai BSD dan KBSD Produksi Kede- lai Tumpangsari di Desa Sindangratu, MT 1993/ 1994
...
17. Perhitungan NIlai BSD* dan KBSD* Produksi Ke- delai Monokultur di Desa Sindangratu, MT 1993/
1994
...
10618. Perhitungan Nilai BSD* dan KBSD* Produksi Ke- delai Tumpangsari di Desa Sindangratu, MT 1993/
DAFTAR GAWBAR
Nomor Teks Halaman
1. Pola Tanam Lahan Pertanian di Kecamatan Wana-
...
raja, Kabupaten Garut, Jawa Barat 44
Lampiran
Nornor Teks Halaman
1. Peta Kecamatan Wanaraja
...
109...
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagaimana disebutkan dalam GBHN (1993), bahwa
pembangunan pertanian tanaman pangan akan terus ditingkat-
kan untuk memelihara kemantapan swasembada pangan, mening-
katkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki keadaan gizi
melalui penganekaragaman jenis bahan pangan.
Diantara komoditi yang ada, kedelai merupakan salah
satu tanaman palawija yang mempunyai 'kandungan protein
cukup tinggi dibandingkan tanaman palawija lainnya yaitu
sebesar 34,9 persen (tabel lampiran 1). Oleh karena itu
kedelai mempunyai posisi yang sangat penting selain seba-
gai salah satu upaya untuk menunjang kemantapan swasembada
pangan, juga sebagai sumber protein dalam usaha untuk mem-
perbaiki keadaan gizi masyarakat, terutama bagi golongan
masyarakat berpendapatan rendah yang umumnya mempunyai
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani, karena
harganya relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan
harga protein nabati.
Upaya peningkatan produksi kedelai sudah sejak lama
dilaksanakan, terutama sejak dicanangkannya program swa-
sembada kedelai pada tahun 1984. Berbagai upaya dari pemerintah telah dilaksanakan seperi intensifikasi, ek-
stensifikasi dan diversifikasi guna mewujudkan swasembada
hasil, ha1 ini terbukti dengan terjadinya peningkatan
produksi kedelai yang cukup pesat sejak tahun 1986 (tabel
lampiran 2). Sejalan dengan peningkatan produksi, konsum-
si kedelaipun mengalami peningkatan yang pesat pula.
Meningkatnya permintaan kedelai ini seiring dengan pertum-
buhan industri makanan dengan bahan baku kedelai, minyak
kedelai, dan produk lain yang menggunakan bahan baku
kedelai. Selain itu kenaikan konsumsi kedelai juga dise-
babkan oleh kepedulian masyarakat terhadap manfaat hasil
olahan dari kedelai.
Sementera itu, peningkatan permintaan komoditi ini
jauh lebih besar bila dibandingkan dengan peningkatan pro-
duksi kedelai dalam negeri, sehingga untuk memenuhi per-
mintaan tersebut, Indonesia harus mengimpor dari negara
lain, yang kenyataan menunjukkan bahwa impor kedelai dari
tahun ke tahun terus meningkat.
Pada tahun 1987, impor kedelai mencapai 286,7 ribu
ton. Angka ini naik menjadi 465,s ribu ton, 390,5 'ribu
ton, dan 541,l ribu ton untuk tahun 1988, 1989, dan 1990.
(tabel lampiran 2).
Departemen Pertanian memperkirakan bahwa pada tahun
2010 nanti, konsumsi kedelai di Indonesia diperkirakan
mencapai 2,s juta ton. Sementara itu pada saat yang sama,
produksi dalam negeri diperkirakan hanya sebesar 1,2 juta
ton. Hal ini jelas menunjukkan bahwa konsumsi kedelai
negeri, dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Indonesia
tetap harus mengimpor kedelai dari negara lain.
Impor suatu komoditi merupakan suatu pengurasan
devisa negara yang besar, padahal devisa merupakan sesuatu
yang langka terutama bagi Indonesia yang sedang melaksana-
kan pembanaunan. Oleh karena itu devisa negara perlu
digunakan seefisien mungkin.
Bertitik tolak dari keadaan di atas, maka perlu
kiranya diadakan penelitian terhadap produksi kedelai
dalam negeri khususnya di daerah-daerah yang merupakan
sentra produksi, baik ditinjau dari segi keunggulan kompa-
ratif maupun keunggulan kompetitif.
Perumusan Hasalah
Produksi kedelai Indonesia yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan konsumsi domestik, menyebabkan pemenuhan kebutu-
han dalam negeri sebagian besar dilakukan melalui impor.
Oleh karena itu Indonesia harus meningkatkan produksi
kedelai dalam negeri sebagai komoditi substitusi impor,
juga dalam upaya penghematan devisa negara.
Kabupaten Garut yang merupakan sentra produksi kede-
lai utama di Jawa Barat, ternyata masih belum mampu meme-
nuhi seluruh kebutuhan kedelai di Kabupaten Garut itu
sendiri, sehingga produksi kedelai masih harus terus
ditingkatkan. Usahatani kedelai sebenarnya cukup mengun-
kan. Untuk memperoleh keuntungan, seorang petani harus
mengerti teknik budidaya kedelai yang baik serta mempunyai
modal usaha yang cukup sehingga akan diperoleh hasil
produksi kedelai yang baik bahkan tidak kalah dengan
kedelai impor.
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa produksi kede-
lai dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi
dalam negeri, sehingga masih diperlukan peningkatan pro-
duksi tanaman tersebut. oleh sebab itu maka perlu kiranya
diadakan pengujian dan analisis lebih lanjut mengenai
kebijaksanaan dalam pengembangan produksi kedelai dikait-
kan dengan pemanfaatan sumberdaya domestik, khususnya di
daerah-daerah yang saat ini menjadi sentra produksi kede-
lai.
Masalah yang akan dikaji sehubungan dengan penelitian
ini adalah seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari
usaha produksi kedelai baik dari segi finansial maupun
ekonomi ? Apakah produksi kedelai tersebut mempunyai
keunggulan komparatif dan kompetitif sehingga layak untuk
diusahakan di dalam negeri, ditinjau dari pemanfaatan
sumberdaya domestik ? Serta bagaimana pengaruh yang
terjadi terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif
seandainya terjadi perubahan harga input, output dan
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Membandingkan pendapatan pada dua tipe pola tanam kedelai yaitu monokultur dan tumpangsari pada lahan
kering dari segi finansial dan ekonomi.
2. Mengetahui apakah daerah yang diteliti mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi kedelai seba-
gai komoditi substitusi impor dan juga keunggulan
kompetitif dengan menggunakan pendekatan Analisis
Biaya Sumberdaya Domestik. Kemudian Mengkaji peruba-
han hasil analisis keunggulan komparatif dan kompeti-
tif tersebut terhadap berbagai perubahan harga input
dan output serta tingkat produktivitas dengan menggu-
TTNJAUAN PUSTAKA
Perkemhangan Areal Komoditi Kedelai di Indonesia
Dalam membahas perkembangan areal komoditi kedelai,
tidak terlepas dari produksi yang dihasilkan dari luas
areal tersebut. Perkembangan areal dan produksi kedelai
nampak bervariasi antar periode. Untuk Indonesia secara
keseluruhan, perkembangan areal dan produksi nampak sangat
menonjol mulai tahun 1984, sedangkan periode sebelumnya
areal dan produksi meningkat dengan laju yang relatif
rendah, seperti yang terlihat'pada Tabel iampiran 3.
Sedangkan dari Tabel Lampiran 4 dapat diketahui
bahwa dalam periode tahun 1968-1975, produksi kedelai
nasional meningkat sebesar rata-rata 5,6 persen per tahun.
Sebesar 55 persen dari tingkat pertumbuhan tersebut diaki- batkan oleh peningkatan luas areal. Antara tahun 1976-
1983, rata-rata produksi hanya meningkat sebesar 0,6
persen per tahun. Hal tersebut terutama diakibatkan oleh
penurunan luas areal sebesar 0,2 persen per tahun. Dari
Tabel Lampiran 4 juga dapat dilihat bahwa pada periode
tahun 1984-1990, produksi kedelai nasional meningkat cepat
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10,4 persen per
tahun. Sebesar 66 persen dari tingkat pertumbuhan ini
Perkembangan Produksi Kedelai Dalam Negeri
Dalam membahas perkembangan produksi kedelai ini, mengacu pada Tabel 1 tentang neraca konsumsi kedelai di
Indonesia, 1977-1990. Berdasarkan tabel tersebut diketa- hui bahwa rata-rata persentase perkembangan produksi per tahun pada periode tahun 1977-1990 adalah sebesar 9,8
persen. Sedangkan rata-rata persentase perkembangan konsumsi per tahun pada periode yang sama sebesar 12,3 persen. Jadi tidaklah mengherankan jika impor kedelai terus meningkat karena memang perkembangan produksi kede- lai dalam negeri masih lebih rendah dibandingkan dengan perkembangan konsumsi dalam negeri.
Tabel 1. Neraca Konsumsi Kedelai di Indonesia, 1977-1990
Produk- Impor Kon- Rasio Kon- Tahun si 1) dalam sumsi impor/ sumsi
(ton) bentuk 1) kon- per 2)
bi ji sumsi kapita
Sumber : CGPRT Crops in Indonesia : A Statistical Profile; 1960-1990
[image:24.513.51.469.357.675.2]Peningkatan produksi yang tinggi terjadi pada periode
tahun 1983-1984 dan tahun 1985-1986 yaitu sebesar 43,5 dan
41 persen. Tetapi peningkatan produksi ini diimbangi
dengan peningkatan konsumsi yang tinggi pula yaitu sebesar
61 persen pada periode tahun 1983-1984 dan 42 persen pada
periode tahun 1985-1986. Tingginya tingkat konsumsi ini
disebabkan meningkatnya konsumsi per kapita sebesar 57,5
persen pada periode tahun 1983-1984 dan 39 persen pada
periode tahun 1985-1986. Selain itu .meningkatnya konsumsi
juga dimungkinkan karena meningkatnya jumlah penduduk.
Dengan demikian walaupun produksi mengalami peningka-
tan yang cukup besar, tapi tidak berarti mengurangi jumlah
impor, karena konsumsipun mengalami peningkatan yang besar
pula. Bahkan pada periode tersebut jumlah impor tetap
mengalami peningkatan, yaitu sebesaqr 81,5 persen untuk
periode tahun 1983-1984 dan 19 persen pada periode tahun
1985-1986.
Selama periode tahun 1977-1990, produksi kedelai
mengalami fluktuasi tetapi tetap menunjukkan kecenderungan
yang meningkat dengan rata-rata peningkatan produksi
pertahunnya sebesar 9,8 persen. Terjadinya fluktuasi ini
bisa disebabkan oleh'berbagai faktor, dan kendala utama
yang perlu ditangani secara serius adalah masih rendahnya
daya hasil varietas lokal, sehingga produksi sulit untuk
ditingkatkan. Kendala lain adalah jumlah benih yang
kebutuhan. Keterbatasan penyediaan benih tersebut dise-
babkan masih terbatasnya penamgkar benih palawija, dan
karena adanya gangguan iklim serta hama dan penyakit.
Perkembangan Volume Permintaan Kedelai Dalam Negeri
Sampai saat ini masih terjadi kesenjangan yang sangat
besar antara permintaan kedelai dengan penawaran kedelai
yang berasal dari produksi dalam negeri. Produksi kedelai
dalam negeri pada tahun 1990 sebesar 1 487 ribu ton,
sedangkan permintaan sudah mencapai 2 032,l ribu ton
(Tabel 1). Ini berarti pada tahun 1990 terjadi defisit
sebesar 545,l ribu ton. Dari tabel tersebut juga bisa
dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah konsumsi menun-
jukkan kecenderungan yang meningkat, demikian juga dengan
konsumsi per kapitanya.
Pembahasan lebih lanjut dari Tabel 1 khususnya menge-
nai konsumsi kedelai di Indonesia, bisa dikemukakan bahwa
persentase perkembangan konsumsi dari tahun ke tahun
menunjukkan fluktuasi. Selama periode tahun 1977-1990,
rata-rata persentase perkembangan konsumsi per tahun
sebesar 12,3 persen. Peningkatan konsumsi yang tinggi
terjadi pada tahun 1980-1981 dan tahun 1983-1984 yaitu
sebesar 62 dan 61 persen. Hal ini disebabkan karena
kenaikan konsumsi perkapita sebesar 58 persen untuk tahun
Sejalan dengan ha1 tersebut, produksi kedelai dalam
negeri pada tahun 1980-1981 hanya mengalami peningkatan
sebesar 8 persen. Oleh karena itu untuk memenuhi konsumsi
yang cukup tinggi, pemerintah harus meningkatkan impor
kedelai sampai 248 persen pada periode tahun tersebut.
Harga dan Pemasaran Kedelai
Kedelai merupakan tanaman perdagangan, artinya hampir
seluruh hasil panen kedelai dari petani dijual ke pasar.
Peranan transportasi sangat penting dalam pemasaran,
karena produksi kedelai tersebut harus berada pada tempat
dan waktu yang tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Mekanisme pengendalian harga kedelai tingkat konsumen
diperkirakan sangat berpengaruh terhadap sistem perdaga-
ngan kedelai di dalam negeri. Apalagi harga kedelai
tingkat konsumen di daerah produsen maupun daerah konsumen
tidak menunjukkan gejolak yang berarti (Tabel 2).
Dengan variasi harga bulanan yang kecil, pedagang
tidak mempunyai keinginan untuk menyimpan kedelai sebagai
stok, karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk
penyimpanan kedelai di gudang, apalagi jika permintaan di
Tabel 2. Perkembangan rata-rata harga kedelai di tingkat grosir di daerah produsen dan konsumen (Rp/kg)
Bulan
Harga grosis kedelai rata-rata
Konsumen Produsen
Lokal Impor
Desember 1991 Nopember 1991 Oktober 1991 September 1991 Agustus 1991 Juli 1991 Juni 1991 Mei 1991 April 1991 Maret 1991 Pebruari 1991 Januari 1991
Sumber : Vademekum Pemasaran, 1993
Tinjauan Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan Terhadap Komoditi Kedelai dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik
Pada saat ini sudah ada beberapa studi tentang keung-
gulan komparatif dalam produksi kedelai. Penelitian
terdahulu dilakukan oleh Simatupang pada tahun 1986, untuk
melihat kelayakan produksi kedelai di Indonesia dengan
menggunakan analisis biaya sumberdaya domestik. Dalam
analisis ini disertai dengan tiga orientasi produksi
perdagangan yaitu substitusi impor, promosi ekspor, dan
perdagangan antar daerah.
Hasil analisis yang diperoleh Simatupang et a1 (1986)
menunjukkan bahwa Jawa Barat tidak mempunyai keunggulan
[image:28.513.53.474.78.355.2]dan promosi ekspor. Hal tersebut ditunjukkan oleh koefi-
sien biaya sumberdaya domestik (KBSD) yang lebih besar
dari satu. Jawa Tengah mempunyai keunggulan komparatif
untuk tiga orientasi perdagangan, karena nilai KBSD lebigh
kecil dari satu. Jawa Timur mempunyai keunggulan kompara-
tif untuk orientasi substitusi impor, sedangkan untuk dua
orientasi lainnya tidak mempunyai keunggulan komparatif.
Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi mempunyai keunggulan
komparatif untuk orientasi substitusi impor dan promosi
ekspor. Sedangkan untuk Bali dan Nusa Tenggara, produksi
komoditi kedelai mempunyai keunggulan komparatif untuk
tiga orientasi perdagangan.
Analisis biaya sumberdaya domestik terhadap produksi
kedelai di Jawa Tengah juga telah dilakukan oleh Yandini
(1987). Analisis dilakukan dengan membandingkan pola yang
dilakukan petani dan pola rekomendasi di dua kabupaten
yaitu Grobogan dan Wonogiri. Hasil dari pola rekomendasi
menunjukkan nilai BSD yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan pola yang digunakan petani, baik di Kabupaten
Grobogan maupun Kabupaten Wonogiri. KBSD lebih kecil
untuk pola rekomendasi di dua kabupaten tersebut. Bahkan
untuk Kabupaten Grobogan, pola yang digunakan petani tidak
efisien atau tidak mempunyai keunggulan komparatif karena
KBSD lebih besar dari satu.
Haryono (1991) melakukan analisis keunggulan
di Propinsi Lampung. Analisis ini membandingkan berbagai
pola tanam baik secara monokultur maupun tumpangsari
dengan disertai orientasi perdagangan. Dari hasil
penelitian tersebut, produksi kedelai pada lahan sawah
dengan orientasi substitusi impor mempunyai keunggulan
komparatif. Hal tersebut ditunjukkan dengan KBSD yang
lebih kecil dari satu. Sedangkan untuk produksi kedelai
pada lahan kering dengan orientasi promosi ekspor, tidak
mempunyai keunggulan komparatif karena KBSD lebih besar
dari satu. Kedelai yang ditumpangsarikan dengan jagung,
baik di lahan sawah maupun lahan kering dengan orientasi
substitusi impor dan promosi ekspor, mempunyai KBSD yang
lebih kecil dari satu, sehingga bisa dikatakan mempunyai
keunggulan komparatif.
Nunung (1992) melakukan analisis keunggulan kompara-
tif terhadap produksi jagung, kedelai dan ubikayu di Jawa
Tengah dengan analisis biaya sumberdaya domestik. Adapun
kabupaten yang dipilih adalah Grobogan, Wonogiri, Blora
dan Kendal. Dari hasil penelitian tersebut diketahui
bahwa produksi kedelai di Jawa Tengah mempunyai keunggulan
komparatif. Daerah yang memiliki nilai BSD terkecil
adalah Blora, dan yang terbesar adalah Wonogiri. Demikian
juga untuk koefisien BSD, Blora mempunyai KBSD yang terke-
cil, dan Wonogiri mempunyai KBSD yang terbesar.
empat propinsi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa empat propinsi di
Pulau Jawa tersebut mempunyai keunggulan komparatif. Hal tersebut ditunjukkan oleh KBSD yang lebih kecil dari satu. Hasil analisis kepekaan menunjukkan bahwa kedelai sangat peka terhadap perubahan harga bayangan output, tetapi kedelai tidak peka terhadap perubahan harga bayangan upah tenaga kerja, pupuk dan sewa lahan.
MODEL ANALISIS
Analisis proyek bertujuan untuk menentukan pilihan
dalam investasi suatu proyek, karena terbatasnya sumber-
daya yang tersedia. Kesalahan dalam memilih proyek akan
menyebabkan sumberdaya yang langka tersebut terbuang.
Analisis proyek mencakup analisis ekonomi dan anali-
sis finansial yang keduanya saling melengkapi. Menurut
Kadariah (1978), analisis ekonomi berbeda dengan analisis finansial dalam menghitung unsur-unsur harga, bunga, pajak
dan subsidi. Dalam analisis ekonomi, subsidi dan pajak
dianggap tidak mempengaruhi arus pengeluaran dan pemasukan
karena merupakan transfer payment. Sedangkan dalam anali-
sis finansial, pajak dihitung sebagai biaya dan subsidi
dihitung sebagai keuntungan. Dalam analisis ekonomi
digunakan harga bayangan (Shadow Price), yang menggambar-
kan nilai ekonomi yang sesungguhnya dari unsur biaya
maupun hasil, sedangkan dalam analisis finansial digunakan
harga pasar (Market Price).
Analisis Biaya Sumberdaya Domestik
Berdasarkan tujuan penelitian, maka analisis ekonomi
terhadap produksi kedelai serta keunggulan komparatifnya
maupun analisis finansial dan keunggulan kompetitifnya di-
analisis dengan konsep biaya sumberdaya domestik dan
koefisien biaya sumberdaya domestik. Melalui analisis ini
terhadap suatu komoditi lebih menguntungkan jika mening-
katkan produksi domestik komoditi tersebut, ataukah lebih
menguntungkan jika dilakukan dengan impor, ditinjau dari
efisiensi penggunaan sumberdaya domestik yang ada.
Kemudian juga dapat diketahui apakah produksi kedelai
tersebut dapat bersaing di pasar internasional dengan
asumsi-asumsi tertentu.
Menurut Pearson (1976) dalam Suryana (1980), analisis
biaya sumberdaya domestik adalah ukuran biaya imbangan
sosial atau social ow~ortunitv cost dari penerimaan suatu
unit marginal bersih devisa, diukur dalam bentuk faktor-
faktor produksi domestik yang digunakan baik langsung
maupun tidak langsung dalam suatu aktivitas ekonomi.
Aktivitas ekonomi yang dimaksud adalah usaha untuk mengha-
silkan komoditi kedelai di Indonesia.
Analisis BSD disebut juga Domestic Resource Cost of
Earninq atau Savina a Unit of Foreian Exchanae, yaitu
besarnya biaya sumber-sumber nasional untuk memperoleh
atau menghemat satu satuan devisa (Kadariah et al, 1978).
Analisis ini dapat mengukur efisiensi ekonomi usaha mem-
produksi kedelai di Indonesia yang menggunakan sumberdaya
domestik yang langka, untuk menghemat satu satuan devisa.
Asumsi yang harus dipenuhi agar konsep BSD dapat
diterapkan pada suatu analisis ekonomi (Pearson, 1976
dalam
Suryana, 1980) adalah :2. Ada pengaruh dalam perdagangan komoditi yang dianali-
sis, dapat berupa peraturan-peraturan atau pembatasan-
pembatasan dari pemerintah.
3. Output yang dianalisis dapat diperdagangkan (tradable).
4. Biaya produksi dari tambahan satu satuan output diten- tukan oleh hubungan input-output yang konstan, dan
harga relatif faktor-faktor produksi tidak berubah.
5. Harga bayangan input dan output serta nilai tukar uang dapat dihitung dan mewakili biaya imbangan sosial yang
sesungguhnya.
Kadariah & (1978) menyatakan bahwa komoditi tradable adalah :
1. Sekarang diimpor atau diekspor.
2. Bersifat pengganti yang erat hubungannya dengan jenis lain yang diimpor atau diekspor.
3. Komoditi selain diatas dan dilindungi oleh pemerintah,
yang sebenarnya dapat diperdagangkan secara interna-
sional.
Rumus BSD diturunkan dari konsep keuntungan bersih
sosial (KBS) atau Net Social Profitabilitv, yaitu pendapa-
tan atau kerugian bersih dari suatu aktivitas ekonomi
apabila seluruh output dan input dinilai dalam biaya
imbangan sosialnya, dan seluruh efek eksternalitas terse-
dimana :
KBSj = Keuntungan bersih sosial dari aktivitas ke-j.
ai j = Output ke-i yang dihasilkan dalam aktivitas ke- j
.
Pi = Harga bayangan output ke-i (dalam Rupiah)
fsj = Jumlah faktor produksi ke-s yang digunakan dalam aktivitas ke- j.
vs = Harga bayangan faktor produksi ke-s (dalam Rupiah).
Ej = Efek eksternalitas dari aktivitas ke-j, dapat
bertanda positif atau negatif.
Bila seluruh output dapat diperdagangkan (tradable),
serta seluruh input lansung dan tidak langsung yang
digunakan dalam aktivitas ekonomi tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam komponen biaya domestik dan asing,
maka :
dimana :
j = Nilai total output dari aktivitas ke-j pada tingkat harga dunia (dalam US $ ) .
mj = Nilai total input yang bersifat tradable yang diimpor baik langsung maupun tidak langsung yang diunakan dalam aktivitas ke-j.
'
lainnya, dengan mengeluarkan harga bayangan nilai tukar
seperti pada persamaan ( 3 ) , maka kesalahan penilaian yang
mungkin dibuat dari penilaian variabel ini dapat dihin-
dari
.
Rasio persamaan (3) diatas adalah rumus biayasumberdaya dnestik ( B S D ) . Dengan denikian persamaan BSD
dapat dinyatakan sebagai berikut :
Nilai eksternalitas sulit untuk diukur dan diidenti-
fikasikan. Nilai eksternalitas suatu kegiatan ekonomi
tergantung kepada tujuan pembangunan suatu negara.
Komoditi kedelai lebih banyak ditanam di areal persa-
wahan, sehingga akan menimbulkan permasalahan dalam areal
tanam padi terutama dalam upaya untuk mempertahankan
swasembada pangan (eksternalitas negatif). Namun demikian
jika mengingat bahwa Indonesia masih mengimpor kedelai,
maka peningkatan produksi kedelai dalam negeri sangat
diperlukan (eksternalitas positif).
Berdasarkan alasan diatas, maka nilai eksternalitas
tergantung pada penilaian menurut kepentingannya. Oleh
karena itu dalam penelitian ini diasunsikan bahwa ekster-
nalitas positif dan negatif yang ditinbulkan oleh aktivi-
hingga eksternalitas bernilai no1
Dari persamaan KBS dan BSD diperoleh persamaan seba-
gai berikut :
KBsj = (uj
-
m-
rj) v1-
(uj - m - rj) BSDj j j
KBSj = (vl
-
BSDj) (uj-
mj-
rj)Apabila nilai BSDj sama dengan harga bayangan nilai
tukar uang, maka nilai KBSj akan sama dengan nol. Bila
nilai BSDj lebih kecil dari harga bayangan nilai tukar
uang, maka nilai KBSj akan positif dan sebaliknya bila
nilai BSDj lebih besar dari harga bayangan nilai tukar
uang, K B S akan bernilai negatif. 7
Analisis keunggulan komparatif usaha memproduksi
kedelai dalam negeri dinilai dengan koefisien biaya sum-
berdaya domestik (KBSD), yaitu rasio antara nilai BSD
dengan harga bayangan nilai tukar uang.
KBSD berguna untuk membandingkan suatu aktivitas
ekonomi dengan aktivitas ekonomi alternatif di dalam suatu
negara/daerah, atau untuk membandingkan suatu aktivitas
ekonomi antar negara/daerah karena adanya perbedaan harga
bayangan nilai tukar uang (Squire dan van der Tak, 1979
Rumus Koefisien BSD yaitu :
BSD
Koefisien BSD = - j
v1 dimana :
BSDj = Nilai BSD dalam aktivitas ke-j (Rp/US $ 1).
v1 = Harga bayangan nilai tukar uang (Rp/US $ 1). Semakin kecil nilai rasio tersebut atau semakin kecil
nilai BSD dari harga bayangan nilai tukarnya, maka aktivi-
tas ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya semakin efisien,
yang berarti untuk memenuhi kebutuhan permintaan dalam
negeri lebih menguntungkan jika dipenuhi dengan meningkat-
kan produksi domestik daripada melakukan impor terhadap
komoditi tersebut.
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari analisis
keungulan komparatif yang menggunakan BSD (Nunung, 199).
Kelebihannya adalah :
1. Mempunyai ruang lingkup analisis yang lebih luas dan tidak bersifat parsial. Dengan demikian analisis
secara wilayah dapat dilakukan.
2. Dapat digunakan untuk menganalisis komparatif dengan cara membandingkan manfaat dari proyek atau aktivitas
ekonomi antar berbagai teknologi dalam suatu daerah
atau antar daerah dengan menggunakan teknologi yang
sama
.
diusahakan dengan pendekatan yang bersaing sempurna.
Adapun kelemahan dari analisis dengan BSD ini adalah:
1. Adanya pengalokasian terhadap komponen-komponen biaya domestik dan biaya asing sangat mempengaruhi dalam
perhitungan. Kesalahan dalam mengelompokkan komponen
biaya akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir
dari nilai BSD.
2. Analisis BSD ini hanya dapat digunakan untuk analisis dan menilai manfaat dari aktivitas ekonomi pada masa
tertentu dan dalam keadaan yang tidak dinamis, sehing-
ga jika ada perubahan-perubahan diantisipasi dengan
menggunakan analisis kepekaan.
Analisis keunggulan kompetitif merupakan alat untuk
mengukur keuntungan private dan dihitung berdasarkan harga
pasar dan nilai tukar uang resmi yang berlaku (ADB, 1990).
Menurut Asian Development Bank (1990), suatu negara
akan dapat bersaing di pasar internasional jika negara
tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam menghasil-
kan suatu komoditi, dengan asumsi ada sistem pemasaran dan
intervensi pemerintah. Secara matematis koefisien keung-
gulan kompetitif dinyatakan sebagai berikut :
Dimana :
BSD* = BSD berdasarkan harga pasar yang berlaku
(Rupiah).
"OP
= Nilai tukar uang resmi atau officialexchange rate (dollar).
Suatu negara dikatakan mempunyai keunggulan kompeti-
tif dalam kegiatan ekonomi tertentu jika KBSD* < 1, arti- nya negara tersebut dapat bersaing di pasar internasional
dengan asumsi ada sistem pemasaran dan intervensi pemerin-
tah. Jika KBSD* > 1, maka negara tersebut tidak mempunyai keunggulan kompetitif dalam kegiatan ekonomi tertentu,
sehingga tidak dapat bersaing di pasar internasional.
Analisis Kepekaan
Analisis kepekaan adalah menelaah kembali suatu
analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang terja-
di akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger, 1986).
Menurut Kadariah & &. (1978), analisis kepekaan bertujuan
untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas
ekonomi/proyek bila ada suatu kesalahan atau perubahan
dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit.
Suatu analisis kepekaan dikerjakan dengan mengubah
suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur dan menentu-
kan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis
kelemahan, antara lain :
1. Analisis kepekaan tidak dapat dipakai untuk pemilihan
proyek, karena merupakan analisis parsial dan hanya
mengubah satu parameter pada suatu saat tertentu.
2. Analisis kepekaan hanya mengatakan apa yang akan terjadi bila suatu variabel berubah, dan bukan untuk
menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.
Tahapan Analisis
Secara ringkas tahapan dalam analisis BSD adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi input yang digunakan dan output yang dihasilkan dalam aktivitas ekonomi (dalam ha1 ini adalah usahatani kedelai).
2. Menentukan penilaian harga bayangan dari input dan output yang diperhitungkan serta nilai tukar uang.
3. Mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya domestik dan asing dari aktivitas pada butir (1).
4. Melakukan analisis pendapatan dari segi finansial dan ekonomi
.
5. Melakukan analisis BSD, dengan melihat nilai dan koefisiennya.
Metode Penelitian
Rancangan Pengambilan Contoh
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Sindangratu, Kecamatan
Wanaraja, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan
Kabupaten Garut dilakukan secara sengaja (purposive),
karena Kabupaten Garut merupakan sentra produksi kedelai
utama di Jawa Barat (tabel lampiran 5).
Pemilihan Kecamatan Wanaraja juga dilakukan secara
purposive karena berdasarkan data dari Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Kabupaten Garut, diketahui bahwa Kecamatan
Wanaraja merupakan sentra produksi kedelai di Kabupaten
Garut
.
Memilih lokasi usahatani di Desa Sindangratumengingat desa tersebut merupakan salah satu penghasi.1
utama kedelai di Kecamatan Wanaraja.
Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. .Data primer diperoleh melalui
wawancara langsung dengan responden (petani kedelai di
Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut,
Propinsi Jawa Barat). Wawancara dilakukan dengan menggu-
nakan kuesioner.
Data sekunder diperoleh dari Biro Pusat Statistik,
Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Bank Indone-
Metode Penaambilan Contoh
Responden yang diambil adalah petani kedelai di Desa
Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Propinsi
Jawa Barat, dengan cara Stratified Random Sampling. Tahap
pertama, petani kedelai yang menanam secara monokultur
dipisahkan dengan petani kedelai yang menanam secara
tumpangsari, kemudian masing-masing petani dicatat dan
diberi nomor. Jumlah sampel yang diambil dari petani baik
yang menanam secara monokultur maupun tumpangsari
ditentukan berdasarkan persentase terhadap jumlah total
petani kedelai di Desa Sindangratu. Jumlah total sampel
sebanyak 50 petani.
Penentuan Usahatani vana Dianalisis
Penentuan jenis usahatani kedelai yang dianalisis
dilakukan berdasarkan jenis lahan dan pola tanam yang
diusahakan di daerah penelitian. Usahatani kedelai yang
akan dianalisis adalah :
1. Usahatani kedelai monokultur pada lahan kering yang selanjutnya disebut pola tanam I.
Oprasionalisasi
Penentuan Inwut-Out~ut Fisik Usahatani Kedelai
Komponen input usahatani kedelai di daerah penelitian
terdiri dari sarana produksi dan peralatan. Sarana pro-
duksi yang digunakan terdiri dari pupuk anorganik yaitu
Urea, TSP dan KC1, pupuk kandang iorganik), insektisida,
benih kedelai, lahan dan tenaga kerja. Peralatan yang
digunakan terdiri dari cangkul, tugal, kored,arit, parang
dan handsprayer.
Komponen output dalam usahatani kedelai di Desa
Sindangratu yaitu kedelai untuk pola tanam monokultur,
sedangkan untuk pola tanam tumpangsari adalah kedelai dan
jagung
.
Penentuan Haraa Bavanaan
Dalam analisis ekonomi termasuk analisis BSD, harga
yang digunakan adalah harga bayangan. Beberapa pustaka
telah membahas tentang harga bayangan ini.
Kadariah et a1 (1978) menyatakan bahwa harga bayangan dapat dianggap semacam penyesuaian yang dibuat oleh pene-
liti proyek terhadap harga pasar dari beberapa faktor
produksi atau hasil produksi tertentu, disebabkan karena
harga pasar itu tidak mencerminkan biaya atau nilai sosial
yang sebenarnya (Social O~~ortunitv Cost) dari unsur-unsur
atau hasil produksi tersebut. Hal tersebut terutama
berupa pajak tidak langsung, subsidi maupun pengaturan
harga.
Squire dan van der Tak (1979) dalam Toni (1991)
mendefinisikan harga bayangan sebagai harga yang menggam-
barkan peningkatan dalam kesejahteraan dengan adanya
perubahan marginal dalam persediaan komoditi dan faktor-
faktor produksi.
Squire (1982) dalam Nunung (1992) mengemukakan dua
ha1 yang penting dalam penggunaan harga bayangan. Pertama
harga bayangan bukanlah harga-harga keseimbangan yang akan
terjadi dalam perekonomian dimana tidak terdapat gangguan-
'gangguan. Penaksiran dari harga bayangan ini akan membe-
rikan informasi penting yang dapat digunakan sebagai
landasan untuk merancang kebijaksanaan yang dapat menghi-
langkan gangguan-gangguan. Kedua perlunya pendefinisian
yang jelas terhadap tujuan-tujuan sosial ekonomi dari
kebijaksanaan pembangunan nasional.
Menurut Gittinger (1986), harga bayangan adalah harga
yang terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar dalam
keadaan bersaing sempurna dan dalam kondisi keseimbangan.
Dalam kenyataan sebenarnya sulit menjumpai pasar dengan
keadaan bersaing sempurna karena adanya berbagai gangguan
akibat kebijaksanaan pemerintah seperti subsidi, pajak dan
sebagainya. Alasan digunakannya harga bayangan dalam
analisis ekonomi, pertama harga yang berlaku di pasar
kat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas terse-
but. Kedua harga pasar tidak mencerminkan apa yanq sebe-
narnya dikorbankan seandainya sejumlah sumberdaya yang
dipilih digunakan dalam aktivitas lain yang masih memung-
kinkan dalam masyarakat.
Dalam menentukan harga bayanqan sehubungan dengan
penelitian ini, akan digunakan metode penentuan harqa
bayangan sebagaimana yang dikemukakan oleh Gittinqer
dengan berbaqai penyesuaian.
Haraa Bavanaan Outaut
Harga bayangan output (kedelai) yang digunakan adalah
harga batas (border mice). Menurut Kadariah &
a
(1978), border price adalah tingkat harga internasional
yang berlaku pada perbatasan negara yang bersanqkutan
terhadap luar negeri. Border price untuk output yang
diekspor atau merupakan barang yang mempunyai potensi
untuk diekspor adalah harga f.0.b (free on board). Se-
dangkan border price untuk output yang diimpor atau ke-
mungkinan diimpor adalah harga c.i.f (cost insurance
freight).
Kedelai merupakan komoditi yang sedang diimpor, maka
harga bayangan yang digunakan adalah harga c.i.f di pela-
buhan impor ditambah dengan biaya tataniaqa sampai di
pasar tujuan, yang dalam ha1 ini adalah Pasar Ciawitali
0 , 2 7 dollar per kilogram, atau sebesar 5 9 2 rupiah per kilogram. Harga c.i.f ini didapat dari hasil pembagian
nilai impor dengan volume impor pada tahun tersebut.
Besarnya biaya tataniaga kedelai dari pelabuhan impor
(Tanjung Priok, Jakarta) ke Pasar Ciawitali Garut adalah
sebesar 100 rupiah per kilogram (lihat keterangan halaman 108). Dengan demikian untuk orientasi perdagangan substi-
tusi impor, harga bayangan kedelai adalah sebesar 6 9 2
rupiah per kilogram.
Jagung merupakan komoditi yang sudah diekspor.
Karena sulitnya untuk memperoleh data mengenai biaya
tataniaga jagung serta penyesuaian-penyesuaiannya, maka
harga bayangan jagung diperoleh dari harga aktual di
tingkat petani yang disesuaikan dengan harga bayangan
nilai tukar uang rupiah terhadap dollar AS, sehingga
didapat harga bayangan jagung sebesar 223 rupiah per
kilogram.
Harqa Bavanqan Sarana Produksi dan Peralatan
Pupuk. Pupuk yang digunakan oleh petani di lokasi
penelitian adalah Urea, TSP, KC1 dan pupuk kandang.
Karena pupuk buatan merupakan input tradable, maka harga
baya- ngannya ditentukan berdasarkan harga finansial atau
aktual ditambah subsidi yang diberikan pemerintah pada
masing-masing pupuk tersebut.
~erdasakkan data dari Centre for Policy and Implementation
Studies (1993), tingkat subsidi untuk Urea, TSP dan KC1
adalah masing-masing sebesar 24,8, 16,5 dan 13,3 persen
(Tabel Lampiran 4). Untuk pupuk kandang harga bayangan sama dengan harga aktual yang terjadi di daerah peneli-
tian.
Insektisida. Di daerah penelitian, obat pembasmi
hama yang digunakan adalah insektisida. Karena mulai
tahun 1989 pemerintah telah mencabut subsidi untuk insek-
tisida, maka harga bayangan insektisida nilainya sama
dengan harga aktual yang terjadi di daerah penelitian.
Peralatan. Harga peralatan yang ada di pasar domes-
tik mendekati persaingan sempurna, dan tidak ada kebijak-
sanaan pemerintah yang secara langsung mengatur harga-
harga peralatan, sehingga tidak ada gangguan yang bekerja
dalam pasar domestik (Nunung, 1992). Oleh karena itu
dalam penelitian ini harga bayangan peralatan dihitung
berdasarkan nilai penyusutan dalam satu musim tanam yang
Harga Bayangan Tenaga Kerja. Menurut Squire dan van
der Tak (1976) dalam Suryana (1980), penilaian harga
bayangan tenaga kerja bertujuan untuk mengukur biaya
imbangan tenaga kerja, yaitu output marginal yang hilang
karena tenaga kerja digunakan di tempat lain.
Dalam pasar persaingan sempurna, tingkat upah pasar
akan mencerminkan nilai produktivitas marginalnya. Pada
keadaan ini besarnya upah pasar dapat dipakai sebagai
harga bayangan tenaga kerja (Gittinger,l986).
Untuk tenaga kerja pada sektor pertanian di pedesaan
yang umumnya merupakan tenaga kerja tidak terampil, se-
hingga tingkat upah yang diberikan seringkali melebihi
biaya irnbangannya. Oleh sebab itu tingkat upah pasar
untuk tenaga kerja di sektor pertanian tidak dapat dipakai
sebagai harga bayangan tenaga kerja (Toni, 1991).
Seperti yang telah dikemukakan oleh Toni (1991),
bahwa beberapa penelitian terdahulu menilai harga bayangan
tenaga kerja di sektor pertanian lebih rendah dari tingkat
upah pasar. IPB (1977) menetapkan harga bayangan tenaga
kerja di perkebunan kelapa rakyat di Lampung sebesar 70
persen dari tingkat upah pasar. Suryana (1980) menetapkan
harga bayangan tenaga kerja untuk usahatani ubikayu dan
jagung di Jawa Timur dan Lampung masing-masing 70 persen
dan 80 persen dari tingkat upah pasar. Sedangkan Wahyudi
(1989) dalam Nunung (1992) menilai harga bayangan berda-
sebesar 30 persen, sehingga harga bayangan tenaga kerja
ditetapkan 70 persen dari tingkat upah yang berlaku. Berdasarkan keterangan di atas, maka pada penelitian ini
ditetapkan harga bayangan tenaga kerja sebesar 70 persen dari tingkat upah yang berlaku.
Harga Bayangan Lahan. Lahan merupakan faktor produk-
si yang utama selain tenaga kerja dan modal dalam usaha di
bidang pertanian. Dalam penelitian ini harga bayangan
lahan berdasarkan cara yang dikemukakan oleh Gittinger
(1986), yang mengemukakan bahwa harga bayangan lahan
ditentukan berdasarkan nilai sewa lahan yang diperhitung-
kan tiap musim tanam yang berlaku di masing-masing tempat
usahatani.
Harga Bayangan Bunga Modal. Harga bayangan bunga modal adalah tingkat bunga tertentu atau tingkat pengemba-
lian riil atas proyek-proyek pemerintah. Tingkat bunga diperlukan untuk menghitung biaya tunai yang dikeluarkan dalam proses produksi usahatani mulai masa tanam sampai dengan pra panen (Suryana, 1980).
Bunga modal untuk analisis finansial ditaksir dengan memperhitungkan tingkat bunga bank yang berlaku umum. Pada penelitian ini bunga modal untuk analisis finansial ditentukan sebesar 15 persen per tahun atau sekitar 3 , 7 5
persen per musim tanam berdasarkan rata-rata tingkat suku bunga deposit0 berjangka 3 bulan pada bank-bank swasta
Harga bayangan bunga modal untuk analisis ekonomi
dalam penelitian ini tidak diperhitungkan sebagai komponen
biaya karena diasumsikan bahwa modal untuk usaha produksi
kedelai berasal dari dana dalam negeri. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Gittinger (1986) bahwa harga
bayangan bunga modal untuk analisis ekonomi tergantung
pada sumber modal tersebut. Jika modal atau pinjaman
berasal dari dana dalam negeri, maka bunga modal tidak
perlu diperhitungkan sebagai biaya. Tetapi jika modal
atau pinjaman berasal dari luar negeri, maka bunga modal
harus dimasukkan ke dalam komponen biaya.
Harga Bayangan Nilai Tukar Uang. Henurut Suryana (1980) harga bayangan nilai tukar uang adalah harga uang domestik dalam kaitannya dengan mata uang asing yang terjadi pada pasar nilai tukar uang yang bersaing sempur- na
.
Salah satu pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang adalah harga bayangan harus berada pada tingkat keseimbangan nilai tukar uang. Keseimbangan terjadi apabila dalam pasar uang semua pembatas dan subsi- di terhadap ekspor dan impor dihilangkan (Bacha dan Tay- lor, 1971 dalam Suryana, 1980).
OERt Mt
+
Xt SCF = - -SERt (Mt + Tmt)
+
(Xt - TXt)dimana :
Mt = Nilai dari impor Indonesia untuk tahun t (Rp)
Xt = Nilai dari ekspor Indonesia untuk tahun t (Rp)
Tmt = Penerimaan pemerintah dari pajak impor tahun t
(Rupiah)
Txt = Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor tahun t
(Rupiah)
OERt= Nilai tukar resmi untuk tahun t (Rp/US $ 1) SERt= Nilai tukar bayangan untuk tahun t (Rp/US $ 1)
Dalam penelitian ini angka konversi standar diperoleh dari
hasil perhitungan angka konversi standar tahun 1992. yaitu
sebesar 0,980 (Tabel Lampiran 7). Besarnya nilai tukar
resmi yang digunakan adalah sebesar 2146 rupiah yang
didapat dari catatan kurs mata uang dollar terhadap rupiah
dalam Indikator Ekonomi dari Biro Pusat Statistik sampai
dengan bulan februari tahun 1994. Berdasarkan keterangan
diatas maka dalam penelitian ini harga bayangan nilai
tukar uang yang digunakan adalah sebesar 2190 rupiah.
Alokasi KomDonen Biava Domestik dan Asins
Menurut Pearson (1976) dalam Suryana (19801, ada dua
-n biaya domestik dan asing. Pendekatan pertama adalah
andekatan total. Pada pendekatan ini setiap biaya input
'-adable produksi domestik dibagi ke dalam komponen biaya
-7rnestik dan asing. Pendekatan total dipergunakan apabila
-odusen lokal dilindungi, sehingga tambahan penawaran
:.put tradable didatangkan dari produsen lokal.
Pendekatan kedua adalah pendekatan langsung. Dalam
--ndekatan langsung diasumsikan seluruh biaya input trada-
: e baik diimpor maupun produksi domestik dinilai sebagai
Tmponen asing. Pendekatan ini dapat dipergunakan apabila
imbahan permintaan input tradable baik barang impor
.-aupun produksi domestik dapat dipenuhi dari perdagangan
7tar negara atau penawaran di pasar internasional.
Pada penelitian ini menggunakan pendekatan langsung.
'-%l ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Pearson (1976)
'iuSuryana (1980) bahwa untuk keperluan analisis keung-
'~~lan komparatif, pendekatan langsung lebih sesuai.
Komponen tradable seperti pupuk anorganik (Urea, KC1,
%-an TSP) serta insektisida adalah 100 persen komponen
:.%ing. Komponen yang non tradable seperti lahan, tenaga
k ~ r j a , bunga modal dan pupuk kandang adalah 100 persen
Benih kedelai merupakan produksi domestik yang harga
dan pasarnya ditentukan oleh pasar domestik, dengan demi-
kian termasuk input non tradable. Dalam penelitian ini
benih adalah 100 persen merupakan komponen domestik,
karena di lokasi penelitian tidak ada perlakuan khusus
untuk menghasilkan benih, tetapi hanya mengambil dari
hasil produksi yang akan dijual, atau membeli dari lingku-
ngan usahatani mereka.
Alokasi komponen peralatan dalam penelitian ini
mengacu pada cara yang dikemukakan oleh Toni (1991) dengan
menggunakan pendekatan tabel input-output Indonesia tahun
1985 dari sektor bernomor kode 116 yaitu sektor industri
alat potong dan perkakas pertanian, yang membagi komponen
peralatan ini menjadi 14,8 persen komponen asing dan 85,2
persen komponen domestik.
Secara ringkas alokasi komponen biaya domestik dan
Tabel 3. Alokasi Biaya Produksi ke dalam Komponen Biaya Domestik dan Asing
Komponen Biaya Domestik Asing
Lahan Tenaga kerja Bunga modal Pupuk kandang Benih Pupuk anorganik Insektisida Peralatan
Alokasi Biava Tataniasa
Orientasi perdagangan yang dianalisis dalam peneli-
tian ini adalah substitusi impor yang manfaatnya diperoleh
dari nilai devisa yang dihemat akibat berkurangnya impor.
Dengan demikian biaya tataniaga dalam penelitian ini
didekati dengan menghitung seluruh biaya nulai dari petani
sampai pada pedagang di Pasar Ciawitali Garut.
Biaya tataniaga dalam penelitian ini meliputi biaya penge-
pakan dan karung, bongkar muat, penyimpanan dan biaya
pengangkutan. Adapun alokasi biaya tataniaga atas kompo-
nen biaya domestik dan asing, mengacu pada hasil modifika-
si alokasi tataniaga yang dilakukan oleh Haryono (1991)
dalam Gunawan (1994), dengan perincian seperti yang disa-
[image:55.516.44.464.61.236.2]Tabel 2. Alokasi Biaya Tataniaga Atas Dasar Komponen Biaya Domestik dan Asing
Unsur Domestik ( % ) Asing ( % ) Pajak ( % )
Pengangkutan 44,32 54,47 1,21
Penanganan
*
) 82,05 17,19 0,76Keterangan : * ) : Terdiri dari penyimpanan, bongkar muat, pengepakan dan karung.
Analisis Kepekaan
Analisis ke~ekaan Pada Keunaaulan Kom~aratif
Analisis kepekaan yang dilakukan pada keunggulan
komparatif dalam penelitian ini adalah :
1. Analisis kepekaan perubahan harga bayangan sewa lahan
pada tingkat harga sebesar 90,110 dan 120 persen dari
harga bayangan semula dengan asumsi faktor lain tetap.
2. Analisis kepekaan perubahan harga bayangan upah tenaga
kerja sebesar 90,110 dan 120 persen dari harga baya-
ngan semula dengan asumsi faktor lainnya tetap.
3. Analisis kepekaan terhadap perubahan harga bayangan
pupuk sebesar 90,110 dan 120 persen dari harga baya-
ngan semula dengan asumsi faktor lain tetap.
4. Analisis kepekaan terhadap perubahan harga bayangan benih sebesar 90, 110 dan 120 persen dari harga baya-
ngan semula dengan asumsi faktor lain tetap.
5. Analisis kepekaan terhadap perubahan harga bayangan
[image:56.513.43.466.56.223.2]bayangan semula dengan asumsi faktor lain tetap.
6. Analisis kepekaan terhadap perubahan tingkat produkti- vitas sebesar 80, 90, 110 persen dari tingkat produk-
tivitas semula dengan asumsi faktor lain tetap.
7. Analisis kepekaan terhadap perubahan keenam variabel tersebut diatas pada kondisi yang kurang menguntungkan
dengan perubahan masing-masing sebesar 10 persen dari
harga bayangan dan tingkat produktivitas semula dengan
asumsi faktor lain tetap.
pnalisis Kewekaan Pada Keunaaulan Kom~etitif
Analisis kepekaan keunggulan kompetitif dalam peneli- tian ini adalah :
1. Analisis kepekaan pada saat harga aktual benih kedelai meningkat sebesar 30,63 persen dan harga aktual benih jagung meningkat sebesar 2,52 persen dari harga aktual benih yang berlaku dengan asumsi faktor lain tetap.
2. Analisis kepekaan pada saat harga aktual upah tenaga kerja meningkat sebesar 13,21 persen dari harga aktual upah tenaga kerja yang berlaku dengan asumsi faktor
lain tetap.
4. Analisis kepekaan pada saat harga output kedelai
menurun sebesar 25 persen dan harga jagung menurun sebesar 63.3 persen dari harga aktual kedelai semula
dengan asumsi faktor lain tetap.
5. Analisis kepekaan pada saat terjadi penurunan tingkat
produktivitas sebesar 35 persen dari tingkat produkti- vitas semula dengan asumsi faktor lain tetap.
6. Analisis kepekaan jika terjadi perubahan harga aktual
benih, upah tenaga kerja, pupuk dan output secara
bersamaan pada kondisi yang kurang menguntungkan
sesuai dengan persentase diatas dengan asumsi faktor
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Kecamatan Wanaraja
Letak dan Geosrafis
Kecamatan Wanaraja terletak di wilayah Kabupaten
Garut bagian Utara dengan jarak kurang lebih 12 kilometer
dari Ibukota Kabupaten Garut. Kecamatan Wanaraja berbata-
san dengan Kecamatan Sukawening di sebelah Utara, di
sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Karangpawitan,
sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Banyuresmi,
sedangkan Kabupaten Tasik membatasi Kecamatan Wanaraja
dari sebelah Timur. Gambaran umum wilayah Kecamatan
Wanaraja disajikan pada Gambar Lampiran 1.
Kecamatan Wanaraja terletak pada ketinggian sekitar
700 meter diatas permukaan laut, dengan kemiringan tanah
berkisar antara 10
-
50 persen. Banyaknya curah hujan2 808 mm dengan curah hujan rata-rata sebesar 234 mm, ba-
nyaknya hari hujan 111 dengan rata-rata sebesar 9.
Bulan basah tiap tahun rata-rata enam bulan dan suhu
berkisar antara 17
-
27" C.ta Pen
Tatasuna Lahan. Penduduk dan Ma cahar~an
Kecamatan Wanaraja mempunyai luas wilayah sebesar
71,56 Km2 dengan jumlah penduduk 81 481 jiwa yang terdiri
dari 39 336 orang laki-laki dan 42 145 orang perempuan.
Sektor pertanian di Kecamatan Wanaraja memegang
peranan yang sangat penting, karena sebagian besar pendu-
duknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Dari
luas wilayah yang ada, 78 persen merupakan lahan kering dan 22 persen merupakan lahan sawah dan kolam. Dengan
demikian sebagian besar usaha produksi kedelai dilakukan
di lahan kering.
Pola tanam yang biasa diterapkan di Kecamatan Wanara-
[image:60.513.50.479.282.516.2]ja terlihat pada gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. Pola Tanam Lahan Pertanian di Kecamatan Wanara ja, Kabupaten Garut Jawa Barat.
Bulan 1 0 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
sawah irigasi /Padi I
i
/
1 x 1
Sawah pengairan
r r - I
lainnya
sawah tadah
hu jan
/
Padi I/
//
Padi II/ ,/~alawi j d/~alawi ja/
/
Padi , /palawija/Tegal/kebun
/
z
d
/
Palawi ja/
Sumber : BPP Wanaraja, 1994.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Kecamatan
Wanaraja adalah sebagai petani yaitu sebesar 84,4 persen,
termasuk didalamnya petani pemilik, penggarap, penyakap
dan buruh tani. Secara lengkap mata pencaharian
Tabel 5. Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Wanaraja
Uraian
Jumlah Penduduk
Mutlak Persentase
Petani Pengusaha
Pengrajin/industri kecil Buruh industri, bangunan dan pertambangan
Pedagang
Pegawai negeri sipil ABRI
Pensiunan Peternak
TOTAL 60 569 100
Sumber : Data Monografi Kecamatan Wanaraja Semester I, 1994
Dari tabel diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa
sektor pertanian di Kecamatan Wanaraja memegang peranan
yang sangat penting, dilihat dari besarnya proporsi pendu-
duk yang bekerja pada sektor ini.
Ketersediaan kelembagaan dan sarana penunjang sangat
besar peranannya bagi kemajuan pertanian. Di Kecamatan
Wanaraja, kelembagaan yang tersedia ada satu buah KUD,
tiga buah Bank, empat buah Koperasi Simpan Pinjam dan satu
pasar kecamatan untuk penjualan hasil pertanian maupun
pembelian sarana produksi. Kelembagaan yang ada tersebut
pada saat ini tidak memberikan pinjaman kredit maupun
penyediaan sarana produksi pertanian. Akibatnya masalah
kekurangan modal masih merupakan masalah utama pada seba-
[image:61.513.56.478.62.355.2]