• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis biaya sumberdaya domestik untuk mengetahui keunggulan komporatif dan kompetitif produksi kedelai (di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis biaya sumberdaya domestik untuk mengetahui keunggulan komporatif dan kompetitif produksi kedelai (di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat)"

Copied!
260
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

0Ci

03

I

ANALISIS BIAYA SUMBERDAYA DOMESTIK UNTUK MENGETAHUI KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PRODUKSI KEDELAI

(Di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabnpaten Garot, Jawa Barat)

Oleh

AGUS EDIAWAN A.27.0941

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTAN IAN

(3)

AGUS EDIAWAN. Analisis Biaya Sumberdaya Domestik untuk

mengetahui Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Produksi

Kedelai (Di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupa-

ten Garut, Propinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan

Hangara Tambunan.

Kedelai merupakan salah satu komoditi tanaman palawi- ja yang mempunyai prospek baik untuk dikembangkan di Indonesia. Disamping harganya cukup tinqgi, kebutuhan kedelai dalam negeri sangat besar sehingga sampai sekarang produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsinya.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri, Indonesia harus mengimpor dari neqara lain yang kenyataan menunjukkan bahwa impor kedelai dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini tentu saja memerlukan perhatian yang serius dan harus diupayakan usaha peningka- tan produksi kedelai di dalam negeri, agar dapat mengu- rangi ketergantungan pada kedelai impor yang memakan devisa cukup besar.

(4)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis

Biaya Sumberdaya Domestik dengan maksud untuk mengetahui keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif produksi kedelai di daerah penelitian yaitu di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Diambilnya Kabupaten Garut sebagai daerah penelitian karena kabupaten tersebut merupakan sentra produksi kedelai utama di Jawa Barat, dengan luas lahan kedelai sebesar 39,4 persen dari luas total lahan kedelai di Jawa Barat.

Penentuan jenis usahatani kedelai yang dianalisis dilakukan berdasarkan jenis lahan dan pola tanam yang diusahkan di daerah penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pendapatan pada dua tipe pola tanam kedelai yaitu monokultur dan tumpangsari pada lahan kering dari segi finansial dan ekonomi; kemudian ingin mengetahui apakah daerah yang diteliti mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi kedelai sebagai komoditi substitusi impor dan juga keunggulan kompetitif dengan menggunakan pendekatan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik, lalu mengkaji perubahan hasil analisis tersebut terhadap berbagai perubahan harga input dan output serta tingkat produktivitas dengan menggunakan analisis kepe- kaan.

(5)

diketahui bahwa usaha produksi kedelai tersebut mempunyai keunggulan komparatif, yang ditunjukkan dengan nilai BSD yang lebih kecil dari harga bayangan nilai tukar uang (KBSD < 1). ~ a e r a h tersebut juga mempunyai keunggulan kompetitif karena mempunyai nilai BSD* yang lebih kecil dari nilai tukar mata uang resmi yang berlaku (Rp/US $ 1).

Dari hasil analisis kepekaan diketahui bahwa keunggu- lan komparatif komoditi kedelai tersebut peka terhadap perubahan tingkat produktivitas, harga bayangan sewa lahan, upah tenaga kerja, pupuk, benih dan output. Se- dangkan analisis kepekaan pada keunggulan kompetitif, produksi kedelai tersebut sangat peka terhadap perubahan harga aktual output dan tingkat produktivitas.

(6)

ANALISIS BLAYA SUMBERDAYA POMESTIK UNTUK MENGETAHUI KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PRODUKSI KEDELAI

(Di Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat)

Oleh

AGUS EPIAWAN A.27.0941

SKRIPSI

Sebagai satah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pa"a

Fakultas Pertanian Institnt Pertanian Bogor

IURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

(7)

Judul Skripsi : ANALISIS BIAYA SUHBKRDAYA DOHESTIK UN-

TUK WENGETAWI KEXJNGGULAN KOHPARATIF DAN KOZIPETITIP PRODUI(S1 KEDELAI (Di De-

sa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Ka-

bupaten Garut, Java Barat)

Nama Hahasiswa : AGUS EDIAWAN Nomor Pokok : A 27.0941

Henyetujui

Dosen Pembimbing

Dr. 1r.bngara Tambunan

NIP : 130 345 010

asor Sanim, MSc.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Ciamis Jawa Barat

pada tanggal 22 Januari 1971. Penulis lahir sebagai anak

pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Edia

Santika dan Ibu Utin Rosmayati.

Tahun 1978 penulis mulai menempuh pendidikan dasar di

SD Negeri Kawali I Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis, dan

lulus pada tahun 1984. Pendidikan menengah pertama

penulis tempuh di SMP Negeri Kawali Kabupaten Ciamis, dan

lulus tahun 1987. Pada tahun yang sama penulis

melanjutkan pendidikan di SMA Negeri Kawali Kabupaten

Ciamis dan lulus tahun 1990.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertani-

an Bogor pada tahun 1990 melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USHI). Pada tahun 1991 penulis diterima di

Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian dengan Program Studi Ekonomi Pertanian dan

(9)

PEFWYATAAN

DENGAN IN1 MENYATAXAN BAHWA SKUIPS1 YANG BERJUDUL ANALISIS

BIAYA SUKBERDAYA DOMESTIK UNTUK MENGETAHUI KEUNGGULAN KOHPARATIF DAN KOMPETITIF PRODUKSI KEDELAI IN1 BENAR-BENAR

HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN DI PERGURUAN TINGGI ATAU LFXBAGA MANAPUN.

BOGOR, SEPTEMBER 1994

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,

karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyele-

saikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memper-

oleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor. Isi skripsi yaitu mengenai

analisis keunggulan komparatif dan kompetitif produksi

kedelai dengan menggunakan analisis Biaya Sumberdaya

Domestik.

Penulis menghaturkan banyak terimakasih dan penghar-

gaan yang tinggi kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Mangara Tambunan yang telah memberikan bimbingan serta motivasi yang tinggi dari mulai sampai

penulisan ini selesai.

2. Bapak Dr. Ir. Mangatas Tampubolon, MSc. dan Eiapak Ir. Abas Tjakrawiralaksana atas saran dan kritiknya

untuk perbaikan laporan ini.

3. Bapak Amar beserta Ibu yang telah banyak memberikan informasi dan kemudahan selama penulis mengumpulkan

data di daerah penelitian.

4. Sembah sungkem kepada kedua orang tua penulis Bapak dan Mamah

"

atas segala harapan dan do8a yang

diberikan, juga untuk saudara-saudara penulis :

(11)

5. Semua rekan-rekan yang telah ikut memberikan dorongan hingga selesainya tulisan ini.

6. Terimakasih yang tak terhingga, untuk

...

Rini atas kesetiaan, ketulusan, perhatian dan curahan

kasih sayang yang menjadikan inspirasi dan semangat

bagi penulis dalam menghadapi hari-hari yang telah,

sedang dan akan dilalui.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak

sekali kekurangannya, karena itu penulis menerima kritik

dan saran guna kesempurnaan skripsi ini.

Sesungguhnya kebenaran datangnya dari Allah semata

dan kekurangan berasal dari manusia. Akhir kata semoga

skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 1994

(12)

DAFTAR IS1

Halaman

RINGKASAN

...

i

DAFTAR IS1

...

i i DAFTAR TABEL

...

iv

PENDAHULUAN

...

1

Latar Belakang

...

1

Perumusan Masalah

...

3

Tujuan Penelitian

...

5

TINJAUAN PUSTAKA

...

6

Perkembangan Areal Komoditi Kedelai di Indone- sia

...

6

Perkembangan Produksi Kedelai Dalam Neqeri

...

7

Perkembangan Volume Permintaan Kedelai Dalam Negeri

...

9

Harga dan Pemasaran Kedelai

...

1 0 Tinjauan Beberapa Penelitian yang Telah Dila

-

kukan Terhadap Komoditi Kedelai dengan Anali

-

sis Biaya Sumberdaya Domestik

...

11

MODEL ANALISIS

...

1 5 Analisis Biaya Sumberdaya Domestik

...

15

Analisis Kepekaan

...

24

Tahapan Analisis

...

2 5 Metode Penelitian

...

26

Rancangan Pengambilan Contoh

...

26
(13)

Data dan Sumber Data

...

2 6

Pengambilan Contoh

...

2 7

Penentuan Usahatani yang Dianalisis

...

2 7

Operasionalisasi

...

2 8

Penentuan Input-Output Fisik Usahatani

Kedelai

...

2 8

Penentuan Harga Bayangan

...

2 8

Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing

.

3 6

Alokasi Biaya Tataniaga

...

3 9

Analisis Kepekaan

...

4 0

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

...

43

Kecamatan Wanaraja

...

4 3

Desa Sindangratu

...

4 8

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

5 2

Analisis Pendapatan Finansial

...

5 2

Analisis Pendapatan Ekonomi

...

5 8

Analisis Keunggulan Komparatif

...

6 2

Analisis Keunggulan Kompetitif

...

6 4

Analisis Kepekaan

...

6 6

Implikasi Hasil Analisis BSD Terhadap Usaha

Produksi Kedelai di Daerah Penelitian

...

7 8

KESIMPULAN DAN SARAN

...

8 3

Kesimpulan

...

8 3

Saran

...

8 6

DAFTAR PUSTAKA

...

8 8
(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

...

1. Neraca Konsumsi Kedelai di Indonesia 7

2. Perkembangan rata-rata harga kedelai di ting-

kat grosir di daerah produsen dan konsumen

..

11 3. Alokasi Biaya Produksi ke Dalam Komponen

Biaya Domestik dan Asing

...

39

4. Alokasi Biaya Tataniaga Atas Dasar Komponen

Biaya Domestik dan Asing

...

4 0

5. Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Wana

-

raja

...

4 5

6. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Hasil Per Hektar Kedelai di Kecamatan Wanaraja

Tahun 1987

-

1992

...

7. Tambah Tanam, Luas Panen, Hasil Per Hektar dan Produksi Kedelai di Kabupaten Garut, 1993

8. Tingkat Pendidikan di Desa Sindangratu, Keca- matan Wanaraja, Kabupaten Garut Jawa Barat

..

9 Persentase Komponen Biaya Produksi Kedelai Pola Tanam I dan I1

...

10. Pendapatan Finansial Produksi Kedelai Pola Tanam I dan I1 per hektar, MT 1993/1994

...

11. Persentase Komponen Biaya Ekonomi Terhadap Total Biaya Ekonomi Produksi Kedelai dengan Pola Tanam I dan I1

...

12. Pendapatan Ekonomi Produksi Kedelai Pola Ta

-

nam I dan I1 per Hektar, MT 1993/1994

...

13. Nilai BSD dan KBSD Produksi Kedelai Menurut Pola Tanam di Desa Sindangratu, Kecamatan Wa

-

...

naraja, Kabupaten Garut, MT 1993/1994

14. Nilai BSD* dan KBSD* Produksi Kedelai Menurut Pola Tanam di Desa Sindangratu, Kecamatan Wa-

...

(15)

15. Hasil Analisis Kepekaan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif pada Produksi Kedelai Pola

-

Tanam Monokultur

...

16. Hasil Analisis Kepekaan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif pada Produksi Kedelai Pola

-

Tanam Tumpangsari

...

Lampiran

Nomor Teks Halaman

1. Kandungan Gizi Beberapa Tanaman Palawija

(per 100 gram)

...

90

2. Neraca Konsumsi Kedelai di Indonesia, 1977

-

1990

...

91

3. Rata-Rata Per Tahun Luas Areal dan Produksi

...

Kedelai di Indonesia, 1968/75

-

1984/90 92

4. Rata-Rata Tingkat Pertumbuhan per Tahun dari Luas Areal dan Produksi Kedelai di Indonesia,

1968/75

-

1984/90

...

93

5. Rata-Rata Per Tahun Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai per Kabupaten di Jawa Barat Periode 1986

-

1990

...

6. Tingkat Subsidi Pupuk Pertanian Tahun Angga- ran 1992/1993

...

7. Rata-Rata Suku Bunga Deposito Bank Swasta

...

Jangka Waktu 3 Bulan, 1986-1993

8. Besarnya Angka Konversi Standar Tahun 1986 -

1992

...

9. Nilai Tukar Resmi Rupiah Terhadap Dollar Ame- rika Serikat, 1986-1994

...

10. Biaya Tataniaga Komoditi Kedelai dan Jagung

...

dari Desa Sindangratu, Tahun 1994

11. Harga Aktual dan Harga Bayangan per Satuan

...

(16)

12. Produksi dan Struktur Input Fisik Usaha Pro- duksi Kedelai per Hektar di Desa Sindangratu,

...

MT 1993/1994

13. Analisis Pendapatan Finansial dan Ekonomi Produksi Kedelai Monokultur per Hektar pada Lahan Kering di Desa Sindangratu, MT 1993/ 1994

...

14. Analisis Pendapatan Finansial dan Ekonomi Produksi Kedelai Tumpangsari per Hektar pada Lahan Kering di Desa Sindangratu, MT 1993/

1994

...

15. Perhitungan Nilai BSD dan KBSD Produksi Kede- lai Monokultur di Desa Sindangratu, MT 1993/ 1994

...

16. Perhitungan Nilai BSD dan KBSD Produksi Kede- lai Tumpangsari di Desa Sindangratu, MT 1993/ 1994

...

17. Perhitungan NIlai BSD* dan KBSD* Produksi Ke- delai Monokultur di Desa Sindangratu, MT 1993/

1994

...

106

18. Perhitungan Nilai BSD* dan KBSD* Produksi Ke- delai Tumpangsari di Desa Sindangratu, MT 1993/

(17)

DAFTAR GAWBAR

Nomor Teks Halaman

1. Pola Tanam Lahan Pertanian di Kecamatan Wana-

...

raja, Kabupaten Garut, Jawa Barat 44

Lampiran

Nornor Teks Halaman

1. Peta Kecamatan Wanaraja

...

109

...

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagaimana disebutkan dalam GBHN (1993), bahwa

pembangunan pertanian tanaman pangan akan terus ditingkat-

kan untuk memelihara kemantapan swasembada pangan, mening-

katkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki keadaan gizi

melalui penganekaragaman jenis bahan pangan.

Diantara komoditi yang ada, kedelai merupakan salah

satu tanaman palawija yang mempunyai 'kandungan protein

cukup tinggi dibandingkan tanaman palawija lainnya yaitu

sebesar 34,9 persen (tabel lampiran 1). Oleh karena itu

kedelai mempunyai posisi yang sangat penting selain seba-

gai salah satu upaya untuk menunjang kemantapan swasembada

pangan, juga sebagai sumber protein dalam usaha untuk mem-

perbaiki keadaan gizi masyarakat, terutama bagi golongan

masyarakat berpendapatan rendah yang umumnya mempunyai

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani, karena

harganya relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan

harga protein nabati.

Upaya peningkatan produksi kedelai sudah sejak lama

dilaksanakan, terutama sejak dicanangkannya program swa-

sembada kedelai pada tahun 1984. Berbagai upaya dari pemerintah telah dilaksanakan seperi intensifikasi, ek-

stensifikasi dan diversifikasi guna mewujudkan swasembada

(19)

hasil, ha1 ini terbukti dengan terjadinya peningkatan

produksi kedelai yang cukup pesat sejak tahun 1986 (tabel

lampiran 2). Sejalan dengan peningkatan produksi, konsum-

si kedelaipun mengalami peningkatan yang pesat pula.

Meningkatnya permintaan kedelai ini seiring dengan pertum-

buhan industri makanan dengan bahan baku kedelai, minyak

kedelai, dan produk lain yang menggunakan bahan baku

kedelai. Selain itu kenaikan konsumsi kedelai juga dise-

babkan oleh kepedulian masyarakat terhadap manfaat hasil

olahan dari kedelai.

Sementera itu, peningkatan permintaan komoditi ini

jauh lebih besar bila dibandingkan dengan peningkatan pro-

duksi kedelai dalam negeri, sehingga untuk memenuhi per-

mintaan tersebut, Indonesia harus mengimpor dari negara

lain, yang kenyataan menunjukkan bahwa impor kedelai dari

tahun ke tahun terus meningkat.

Pada tahun 1987, impor kedelai mencapai 286,7 ribu

ton. Angka ini naik menjadi 465,s ribu ton, 390,5 'ribu

ton, dan 541,l ribu ton untuk tahun 1988, 1989, dan 1990.

(tabel lampiran 2).

Departemen Pertanian memperkirakan bahwa pada tahun

2010 nanti, konsumsi kedelai di Indonesia diperkirakan

mencapai 2,s juta ton. Sementara itu pada saat yang sama,

produksi dalam negeri diperkirakan hanya sebesar 1,2 juta

ton. Hal ini jelas menunjukkan bahwa konsumsi kedelai

(20)

negeri, dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Indonesia

tetap harus mengimpor kedelai dari negara lain.

Impor suatu komoditi merupakan suatu pengurasan

devisa negara yang besar, padahal devisa merupakan sesuatu

yang langka terutama bagi Indonesia yang sedang melaksana-

kan pembanaunan. Oleh karena itu devisa negara perlu

digunakan seefisien mungkin.

Bertitik tolak dari keadaan di atas, maka perlu

kiranya diadakan penelitian terhadap produksi kedelai

dalam negeri khususnya di daerah-daerah yang merupakan

sentra produksi, baik ditinjau dari segi keunggulan kompa-

ratif maupun keunggulan kompetitif.

Perumusan Hasalah

Produksi kedelai Indonesia yang tidak mampu memenuhi

kebutuhan konsumsi domestik, menyebabkan pemenuhan kebutu-

han dalam negeri sebagian besar dilakukan melalui impor.

Oleh karena itu Indonesia harus meningkatkan produksi

kedelai dalam negeri sebagai komoditi substitusi impor,

juga dalam upaya penghematan devisa negara.

Kabupaten Garut yang merupakan sentra produksi kede-

lai utama di Jawa Barat, ternyata masih belum mampu meme-

nuhi seluruh kebutuhan kedelai di Kabupaten Garut itu

sendiri, sehingga produksi kedelai masih harus terus

ditingkatkan. Usahatani kedelai sebenarnya cukup mengun-

(21)

kan. Untuk memperoleh keuntungan, seorang petani harus

mengerti teknik budidaya kedelai yang baik serta mempunyai

modal usaha yang cukup sehingga akan diperoleh hasil

produksi kedelai yang baik bahkan tidak kalah dengan

kedelai impor.

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa produksi kede-

lai dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi

dalam negeri, sehingga masih diperlukan peningkatan pro-

duksi tanaman tersebut. oleh sebab itu maka perlu kiranya

diadakan pengujian dan analisis lebih lanjut mengenai

kebijaksanaan dalam pengembangan produksi kedelai dikait-

kan dengan pemanfaatan sumberdaya domestik, khususnya di

daerah-daerah yang saat ini menjadi sentra produksi kede-

lai.

Masalah yang akan dikaji sehubungan dengan penelitian

ini adalah seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari

usaha produksi kedelai baik dari segi finansial maupun

ekonomi ? Apakah produksi kedelai tersebut mempunyai

keunggulan komparatif dan kompetitif sehingga layak untuk

diusahakan di dalam negeri, ditinjau dari pemanfaatan

sumberdaya domestik ? Serta bagaimana pengaruh yang

terjadi terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif

seandainya terjadi perubahan harga input, output dan

(22)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membandingkan pendapatan pada dua tipe pola tanam kedelai yaitu monokultur dan tumpangsari pada lahan

kering dari segi finansial dan ekonomi.

2. Mengetahui apakah daerah yang diteliti mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi kedelai seba-

gai komoditi substitusi impor dan juga keunggulan

kompetitif dengan menggunakan pendekatan Analisis

Biaya Sumberdaya Domestik. Kemudian Mengkaji peruba-

han hasil analisis keunggulan komparatif dan kompeti-

tif tersebut terhadap berbagai perubahan harga input

dan output serta tingkat produktivitas dengan menggu-

(23)

TTNJAUAN PUSTAKA

Perkemhangan Areal Komoditi Kedelai di Indonesia

Dalam membahas perkembangan areal komoditi kedelai,

tidak terlepas dari produksi yang dihasilkan dari luas

areal tersebut. Perkembangan areal dan produksi kedelai

nampak bervariasi antar periode. Untuk Indonesia secara

keseluruhan, perkembangan areal dan produksi nampak sangat

menonjol mulai tahun 1984, sedangkan periode sebelumnya

areal dan produksi meningkat dengan laju yang relatif

rendah, seperti yang terlihat'pada Tabel iampiran 3.

Sedangkan dari Tabel Lampiran 4 dapat diketahui

bahwa dalam periode tahun 1968-1975, produksi kedelai

nasional meningkat sebesar rata-rata 5,6 persen per tahun.

Sebesar 55 persen dari tingkat pertumbuhan tersebut diaki- batkan oleh peningkatan luas areal. Antara tahun 1976-

1983, rata-rata produksi hanya meningkat sebesar 0,6

persen per tahun. Hal tersebut terutama diakibatkan oleh

penurunan luas areal sebesar 0,2 persen per tahun. Dari

Tabel Lampiran 4 juga dapat dilihat bahwa pada periode

tahun 1984-1990, produksi kedelai nasional meningkat cepat

dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10,4 persen per

tahun. Sebesar 66 persen dari tingkat pertumbuhan ini

(24)

Perkembangan Produksi Kedelai Dalam Negeri

Dalam membahas perkembangan produksi kedelai ini, mengacu pada Tabel 1 tentang neraca konsumsi kedelai di

Indonesia, 1977-1990. Berdasarkan tabel tersebut diketa- hui bahwa rata-rata persentase perkembangan produksi per tahun pada periode tahun 1977-1990 adalah sebesar 9,8

persen. Sedangkan rata-rata persentase perkembangan konsumsi per tahun pada periode yang sama sebesar 12,3 persen. Jadi tidaklah mengherankan jika impor kedelai terus meningkat karena memang perkembangan produksi kede- lai dalam negeri masih lebih rendah dibandingkan dengan perkembangan konsumsi dalam negeri.

Tabel 1. Neraca Konsumsi Kedelai di Indonesia, 1977-1990

Produk- Impor Kon- Rasio Kon- Tahun si 1) dalam sumsi impor/ sumsi

(ton) bentuk 1) kon- per 2)

bi ji sumsi kapita

Sumber : CGPRT Crops in Indonesia : A Statistical Profile; 1960-1990

[image:24.513.51.469.357.675.2]
(25)

Peningkatan produksi yang tinggi terjadi pada periode

tahun 1983-1984 dan tahun 1985-1986 yaitu sebesar 43,5 dan

41 persen. Tetapi peningkatan produksi ini diimbangi

dengan peningkatan konsumsi yang tinggi pula yaitu sebesar

61 persen pada periode tahun 1983-1984 dan 42 persen pada

periode tahun 1985-1986. Tingginya tingkat konsumsi ini

disebabkan meningkatnya konsumsi per kapita sebesar 57,5

persen pada periode tahun 1983-1984 dan 39 persen pada

periode tahun 1985-1986. Selain itu .meningkatnya konsumsi

juga dimungkinkan karena meningkatnya jumlah penduduk.

Dengan demikian walaupun produksi mengalami peningka-

tan yang cukup besar, tapi tidak berarti mengurangi jumlah

impor, karena konsumsipun mengalami peningkatan yang besar

pula. Bahkan pada periode tersebut jumlah impor tetap

mengalami peningkatan, yaitu sebesaqr 81,5 persen untuk

periode tahun 1983-1984 dan 19 persen pada periode tahun

1985-1986.

Selama periode tahun 1977-1990, produksi kedelai

mengalami fluktuasi tetapi tetap menunjukkan kecenderungan

yang meningkat dengan rata-rata peningkatan produksi

pertahunnya sebesar 9,8 persen. Terjadinya fluktuasi ini

bisa disebabkan oleh'berbagai faktor, dan kendala utama

yang perlu ditangani secara serius adalah masih rendahnya

daya hasil varietas lokal, sehingga produksi sulit untuk

ditingkatkan. Kendala lain adalah jumlah benih yang

(26)

kebutuhan. Keterbatasan penyediaan benih tersebut dise-

babkan masih terbatasnya penamgkar benih palawija, dan

karena adanya gangguan iklim serta hama dan penyakit.

Perkembangan Volume Permintaan Kedelai Dalam Negeri

Sampai saat ini masih terjadi kesenjangan yang sangat

besar antara permintaan kedelai dengan penawaran kedelai

yang berasal dari produksi dalam negeri. Produksi kedelai

dalam negeri pada tahun 1990 sebesar 1 487 ribu ton,

sedangkan permintaan sudah mencapai 2 032,l ribu ton

(Tabel 1). Ini berarti pada tahun 1990 terjadi defisit

sebesar 545,l ribu ton. Dari tabel tersebut juga bisa

dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah konsumsi menun-

jukkan kecenderungan yang meningkat, demikian juga dengan

konsumsi per kapitanya.

Pembahasan lebih lanjut dari Tabel 1 khususnya menge-

nai konsumsi kedelai di Indonesia, bisa dikemukakan bahwa

persentase perkembangan konsumsi dari tahun ke tahun

menunjukkan fluktuasi. Selama periode tahun 1977-1990,

rata-rata persentase perkembangan konsumsi per tahun

sebesar 12,3 persen. Peningkatan konsumsi yang tinggi

terjadi pada tahun 1980-1981 dan tahun 1983-1984 yaitu

sebesar 62 dan 61 persen. Hal ini disebabkan karena

kenaikan konsumsi perkapita sebesar 58 persen untuk tahun

(27)

Sejalan dengan ha1 tersebut, produksi kedelai dalam

negeri pada tahun 1980-1981 hanya mengalami peningkatan

sebesar 8 persen. Oleh karena itu untuk memenuhi konsumsi

yang cukup tinggi, pemerintah harus meningkatkan impor

kedelai sampai 248 persen pada periode tahun tersebut.

Harga dan Pemasaran Kedelai

Kedelai merupakan tanaman perdagangan, artinya hampir

seluruh hasil panen kedelai dari petani dijual ke pasar.

Peranan transportasi sangat penting dalam pemasaran,

karena produksi kedelai tersebut harus berada pada tempat

dan waktu yang tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Mekanisme pengendalian harga kedelai tingkat konsumen

diperkirakan sangat berpengaruh terhadap sistem perdaga-

ngan kedelai di dalam negeri. Apalagi harga kedelai

tingkat konsumen di daerah produsen maupun daerah konsumen

tidak menunjukkan gejolak yang berarti (Tabel 2).

Dengan variasi harga bulanan yang kecil, pedagang

tidak mempunyai keinginan untuk menyimpan kedelai sebagai

stok, karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk

penyimpanan kedelai di gudang, apalagi jika permintaan di

(28)

Tabel 2. Perkembangan rata-rata harga kedelai di tingkat grosir di daerah produsen dan konsumen (Rp/kg)

Bulan

Harga grosis kedelai rata-rata

Konsumen Produsen

Lokal Impor

Desember 1991 Nopember 1991 Oktober 1991 September 1991 Agustus 1991 Juli 1991 Juni 1991 Mei 1991 April 1991 Maret 1991 Pebruari 1991 Januari 1991

Sumber : Vademekum Pemasaran, 1993

Tinjauan Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan Terhadap Komoditi Kedelai dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik

Pada saat ini sudah ada beberapa studi tentang keung-

gulan komparatif dalam produksi kedelai. Penelitian

terdahulu dilakukan oleh Simatupang pada tahun 1986, untuk

melihat kelayakan produksi kedelai di Indonesia dengan

menggunakan analisis biaya sumberdaya domestik. Dalam

analisis ini disertai dengan tiga orientasi produksi

perdagangan yaitu substitusi impor, promosi ekspor, dan

perdagangan antar daerah.

Hasil analisis yang diperoleh Simatupang et a1 (1986)

menunjukkan bahwa Jawa Barat tidak mempunyai keunggulan

[image:28.513.53.474.78.355.2]
(29)

dan promosi ekspor. Hal tersebut ditunjukkan oleh koefi-

sien biaya sumberdaya domestik (KBSD) yang lebih besar

dari satu. Jawa Tengah mempunyai keunggulan komparatif

untuk tiga orientasi perdagangan, karena nilai KBSD lebigh

kecil dari satu. Jawa Timur mempunyai keunggulan kompara-

tif untuk orientasi substitusi impor, sedangkan untuk dua

orientasi lainnya tidak mempunyai keunggulan komparatif.

Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi mempunyai keunggulan

komparatif untuk orientasi substitusi impor dan promosi

ekspor. Sedangkan untuk Bali dan Nusa Tenggara, produksi

komoditi kedelai mempunyai keunggulan komparatif untuk

tiga orientasi perdagangan.

Analisis biaya sumberdaya domestik terhadap produksi

kedelai di Jawa Tengah juga telah dilakukan oleh Yandini

(1987). Analisis dilakukan dengan membandingkan pola yang

dilakukan petani dan pola rekomendasi di dua kabupaten

yaitu Grobogan dan Wonogiri. Hasil dari pola rekomendasi

menunjukkan nilai BSD yang lebih rendah jika dibandingkan

dengan pola yang digunakan petani, baik di Kabupaten

Grobogan maupun Kabupaten Wonogiri. KBSD lebih kecil

untuk pola rekomendasi di dua kabupaten tersebut. Bahkan

untuk Kabupaten Grobogan, pola yang digunakan petani tidak

efisien atau tidak mempunyai keunggulan komparatif karena

KBSD lebih besar dari satu.

Haryono (1991) melakukan analisis keunggulan

(30)

di Propinsi Lampung. Analisis ini membandingkan berbagai

pola tanam baik secara monokultur maupun tumpangsari

dengan disertai orientasi perdagangan. Dari hasil

penelitian tersebut, produksi kedelai pada lahan sawah

dengan orientasi substitusi impor mempunyai keunggulan

komparatif. Hal tersebut ditunjukkan dengan KBSD yang

lebih kecil dari satu. Sedangkan untuk produksi kedelai

pada lahan kering dengan orientasi promosi ekspor, tidak

mempunyai keunggulan komparatif karena KBSD lebih besar

dari satu. Kedelai yang ditumpangsarikan dengan jagung,

baik di lahan sawah maupun lahan kering dengan orientasi

substitusi impor dan promosi ekspor, mempunyai KBSD yang

lebih kecil dari satu, sehingga bisa dikatakan mempunyai

keunggulan komparatif.

Nunung (1992) melakukan analisis keunggulan kompara-

tif terhadap produksi jagung, kedelai dan ubikayu di Jawa

Tengah dengan analisis biaya sumberdaya domestik. Adapun

kabupaten yang dipilih adalah Grobogan, Wonogiri, Blora

dan Kendal. Dari hasil penelitian tersebut diketahui

bahwa produksi kedelai di Jawa Tengah mempunyai keunggulan

komparatif. Daerah yang memiliki nilai BSD terkecil

adalah Blora, dan yang terbesar adalah Wonogiri. Demikian

juga untuk koefisien BSD, Blora mempunyai KBSD yang terke-

cil, dan Wonogiri mempunyai KBSD yang terbesar.

(31)

empat propinsi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa empat propinsi di

Pulau Jawa tersebut mempunyai keunggulan komparatif. Hal tersebut ditunjukkan oleh KBSD yang lebih kecil dari satu. Hasil analisis kepekaan menunjukkan bahwa kedelai sangat peka terhadap perubahan harga bayangan output, tetapi kedelai tidak peka terhadap perubahan harga bayangan upah tenaga kerja, pupuk dan sewa lahan.

(32)

MODEL ANALISIS

Analisis proyek bertujuan untuk menentukan pilihan

dalam investasi suatu proyek, karena terbatasnya sumber-

daya yang tersedia. Kesalahan dalam memilih proyek akan

menyebabkan sumberdaya yang langka tersebut terbuang.

Analisis proyek mencakup analisis ekonomi dan anali-

sis finansial yang keduanya saling melengkapi. Menurut

Kadariah (1978), analisis ekonomi berbeda dengan analisis finansial dalam menghitung unsur-unsur harga, bunga, pajak

dan subsidi. Dalam analisis ekonomi, subsidi dan pajak

dianggap tidak mempengaruhi arus pengeluaran dan pemasukan

karena merupakan transfer payment. Sedangkan dalam anali-

sis finansial, pajak dihitung sebagai biaya dan subsidi

dihitung sebagai keuntungan. Dalam analisis ekonomi

digunakan harga bayangan (Shadow Price), yang menggambar-

kan nilai ekonomi yang sesungguhnya dari unsur biaya

maupun hasil, sedangkan dalam analisis finansial digunakan

harga pasar (Market Price).

Analisis Biaya Sumberdaya Domestik

Berdasarkan tujuan penelitian, maka analisis ekonomi

terhadap produksi kedelai serta keunggulan komparatifnya

maupun analisis finansial dan keunggulan kompetitifnya di-

analisis dengan konsep biaya sumberdaya domestik dan

koefisien biaya sumberdaya domestik. Melalui analisis ini

(33)

terhadap suatu komoditi lebih menguntungkan jika mening-

katkan produksi domestik komoditi tersebut, ataukah lebih

menguntungkan jika dilakukan dengan impor, ditinjau dari

efisiensi penggunaan sumberdaya domestik yang ada.

Kemudian juga dapat diketahui apakah produksi kedelai

tersebut dapat bersaing di pasar internasional dengan

asumsi-asumsi tertentu.

Menurut Pearson (1976) dalam Suryana (1980), analisis

biaya sumberdaya domestik adalah ukuran biaya imbangan

sosial atau social ow~ortunitv cost dari penerimaan suatu

unit marginal bersih devisa, diukur dalam bentuk faktor-

faktor produksi domestik yang digunakan baik langsung

maupun tidak langsung dalam suatu aktivitas ekonomi.

Aktivitas ekonomi yang dimaksud adalah usaha untuk mengha-

silkan komoditi kedelai di Indonesia.

Analisis BSD disebut juga Domestic Resource Cost of

Earninq atau Savina a Unit of Foreian Exchanae, yaitu

besarnya biaya sumber-sumber nasional untuk memperoleh

atau menghemat satu satuan devisa (Kadariah et al, 1978).

Analisis ini dapat mengukur efisiensi ekonomi usaha mem-

produksi kedelai di Indonesia yang menggunakan sumberdaya

domestik yang langka, untuk menghemat satu satuan devisa.

Asumsi yang harus dipenuhi agar konsep BSD dapat

diterapkan pada suatu analisis ekonomi (Pearson, 1976

dalam

Suryana, 1980) adalah :
(34)

2. Ada pengaruh dalam perdagangan komoditi yang dianali-

sis, dapat berupa peraturan-peraturan atau pembatasan-

pembatasan dari pemerintah.

3. Output yang dianalisis dapat diperdagangkan (tradable).

4. Biaya produksi dari tambahan satu satuan output diten- tukan oleh hubungan input-output yang konstan, dan

harga relatif faktor-faktor produksi tidak berubah.

5. Harga bayangan input dan output serta nilai tukar uang dapat dihitung dan mewakili biaya imbangan sosial yang

sesungguhnya.

Kadariah & (1978) menyatakan bahwa komoditi tradable adalah :

1. Sekarang diimpor atau diekspor.

2. Bersifat pengganti yang erat hubungannya dengan jenis lain yang diimpor atau diekspor.

3. Komoditi selain diatas dan dilindungi oleh pemerintah,

yang sebenarnya dapat diperdagangkan secara interna-

sional.

Rumus BSD diturunkan dari konsep keuntungan bersih

sosial (KBS) atau Net Social Profitabilitv, yaitu pendapa-

tan atau kerugian bersih dari suatu aktivitas ekonomi

apabila seluruh output dan input dinilai dalam biaya

imbangan sosialnya, dan seluruh efek eksternalitas terse-

(35)

dimana :

KBSj = Keuntungan bersih sosial dari aktivitas ke-j.

ai j = Output ke-i yang dihasilkan dalam aktivitas ke- j

.

Pi = Harga bayangan output ke-i (dalam Rupiah)

fsj = Jumlah faktor produksi ke-s yang digunakan dalam aktivitas ke- j.

vs = Harga bayangan faktor produksi ke-s (dalam Rupiah).

Ej = Efek eksternalitas dari aktivitas ke-j, dapat

bertanda positif atau negatif.

Bila seluruh output dapat diperdagangkan (tradable),

serta seluruh input lansung dan tidak langsung yang

digunakan dalam aktivitas ekonomi tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam komponen biaya domestik dan asing,

maka :

dimana :

j = Nilai total output dari aktivitas ke-j pada tingkat harga dunia (dalam US $ ) .

mj = Nilai total input yang bersifat tradable yang diimpor baik langsung maupun tidak langsung yang diunakan dalam aktivitas ke-j.

'

(36)

lainnya, dengan mengeluarkan harga bayangan nilai tukar

seperti pada persamaan ( 3 ) , maka kesalahan penilaian yang

mungkin dibuat dari penilaian variabel ini dapat dihin-

dari

.

Rasio persamaan (3) diatas adalah rumus biaya

sumberdaya dnestik ( B S D ) . Dengan denikian persamaan BSD

dapat dinyatakan sebagai berikut :

Nilai eksternalitas sulit untuk diukur dan diidenti-

fikasikan. Nilai eksternalitas suatu kegiatan ekonomi

tergantung kepada tujuan pembangunan suatu negara.

Komoditi kedelai lebih banyak ditanam di areal persa-

wahan, sehingga akan menimbulkan permasalahan dalam areal

tanam padi terutama dalam upaya untuk mempertahankan

swasembada pangan (eksternalitas negatif). Namun demikian

jika mengingat bahwa Indonesia masih mengimpor kedelai,

maka peningkatan produksi kedelai dalam negeri sangat

diperlukan (eksternalitas positif).

Berdasarkan alasan diatas, maka nilai eksternalitas

tergantung pada penilaian menurut kepentingannya. Oleh

karena itu dalam penelitian ini diasunsikan bahwa ekster-

nalitas positif dan negatif yang ditinbulkan oleh aktivi-

(37)

hingga eksternalitas bernilai no1

Dari persamaan KBS dan BSD diperoleh persamaan seba-

gai berikut :

KBsj = (uj

-

m

-

rj) v1

-

(uj - m - rj) BSD

j j j

KBSj = (vl

-

BSDj) (uj

-

mj

-

rj)

Apabila nilai BSDj sama dengan harga bayangan nilai

tukar uang, maka nilai KBSj akan sama dengan nol. Bila

nilai BSDj lebih kecil dari harga bayangan nilai tukar

uang, maka nilai KBSj akan positif dan sebaliknya bila

nilai BSDj lebih besar dari harga bayangan nilai tukar

uang, K B S akan bernilai negatif. 7

Analisis keunggulan komparatif usaha memproduksi

kedelai dalam negeri dinilai dengan koefisien biaya sum-

berdaya domestik (KBSD), yaitu rasio antara nilai BSD

dengan harga bayangan nilai tukar uang.

KBSD berguna untuk membandingkan suatu aktivitas

ekonomi dengan aktivitas ekonomi alternatif di dalam suatu

negara/daerah, atau untuk membandingkan suatu aktivitas

ekonomi antar negara/daerah karena adanya perbedaan harga

bayangan nilai tukar uang (Squire dan van der Tak, 1979

(38)

Rumus Koefisien BSD yaitu :

BSD

Koefisien BSD = - j

v1 dimana :

BSDj = Nilai BSD dalam aktivitas ke-j (Rp/US $ 1).

v1 = Harga bayangan nilai tukar uang (Rp/US $ 1). Semakin kecil nilai rasio tersebut atau semakin kecil

nilai BSD dari harga bayangan nilai tukarnya, maka aktivi-

tas ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya semakin efisien,

yang berarti untuk memenuhi kebutuhan permintaan dalam

negeri lebih menguntungkan jika dipenuhi dengan meningkat-

kan produksi domestik daripada melakukan impor terhadap

komoditi tersebut.

Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari analisis

keungulan komparatif yang menggunakan BSD (Nunung, 199).

Kelebihannya adalah :

1. Mempunyai ruang lingkup analisis yang lebih luas dan tidak bersifat parsial. Dengan demikian analisis

secara wilayah dapat dilakukan.

2. Dapat digunakan untuk menganalisis komparatif dengan cara membandingkan manfaat dari proyek atau aktivitas

ekonomi antar berbagai teknologi dalam suatu daerah

atau antar daerah dengan menggunakan teknologi yang

sama

.

(39)

diusahakan dengan pendekatan yang bersaing sempurna.

Adapun kelemahan dari analisis dengan BSD ini adalah:

1. Adanya pengalokasian terhadap komponen-komponen biaya domestik dan biaya asing sangat mempengaruhi dalam

perhitungan. Kesalahan dalam mengelompokkan komponen

biaya akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir

dari nilai BSD.

2. Analisis BSD ini hanya dapat digunakan untuk analisis dan menilai manfaat dari aktivitas ekonomi pada masa

tertentu dan dalam keadaan yang tidak dinamis, sehing-

ga jika ada perubahan-perubahan diantisipasi dengan

menggunakan analisis kepekaan.

Analisis keunggulan kompetitif merupakan alat untuk

mengukur keuntungan private dan dihitung berdasarkan harga

pasar dan nilai tukar uang resmi yang berlaku (ADB, 1990).

Menurut Asian Development Bank (1990), suatu negara

akan dapat bersaing di pasar internasional jika negara

tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam menghasil-

kan suatu komoditi, dengan asumsi ada sistem pemasaran dan

intervensi pemerintah. Secara matematis koefisien keung-

gulan kompetitif dinyatakan sebagai berikut :

Dimana :

(40)

BSD* = BSD berdasarkan harga pasar yang berlaku

(Rupiah).

"OP

= Nilai tukar uang resmi atau official

exchange rate (dollar).

Suatu negara dikatakan mempunyai keunggulan kompeti-

tif dalam kegiatan ekonomi tertentu jika KBSD* < 1, arti- nya negara tersebut dapat bersaing di pasar internasional

dengan asumsi ada sistem pemasaran dan intervensi pemerin-

tah. Jika KBSD* > 1, maka negara tersebut tidak mempunyai keunggulan kompetitif dalam kegiatan ekonomi tertentu,

sehingga tidak dapat bersaing di pasar internasional.

Analisis Kepekaan

Analisis kepekaan adalah menelaah kembali suatu

analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang terja-

di akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger, 1986).

Menurut Kadariah & &. (1978), analisis kepekaan bertujuan

untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas

ekonomi/proyek bila ada suatu kesalahan atau perubahan

dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit.

Suatu analisis kepekaan dikerjakan dengan mengubah

suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur dan menentu-

kan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis

(41)

kelemahan, antara lain :

1. Analisis kepekaan tidak dapat dipakai untuk pemilihan

proyek, karena merupakan analisis parsial dan hanya

mengubah satu parameter pada suatu saat tertentu.

2. Analisis kepekaan hanya mengatakan apa yang akan terjadi bila suatu variabel berubah, dan bukan untuk

menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.

Tahapan Analisis

Secara ringkas tahapan dalam analisis BSD adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi input yang digunakan dan output yang dihasilkan dalam aktivitas ekonomi (dalam ha1 ini adalah usahatani kedelai).

2. Menentukan penilaian harga bayangan dari input dan output yang diperhitungkan serta nilai tukar uang.

3. Mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya domestik dan asing dari aktivitas pada butir (1).

4. Melakukan analisis pendapatan dari segi finansial dan ekonomi

.

5. Melakukan analisis BSD, dengan melihat nilai dan koefisiennya.

(42)

Metode Penelitian

Rancangan Pengambilan Contoh

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Sindangratu, Kecamatan

Wanaraja, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan

Kabupaten Garut dilakukan secara sengaja (purposive),

karena Kabupaten Garut merupakan sentra produksi kedelai

utama di Jawa Barat (tabel lampiran 5).

Pemilihan Kecamatan Wanaraja juga dilakukan secara

purposive karena berdasarkan data dari Dinas Pertanian

Tanaman Pangan Kabupaten Garut, diketahui bahwa Kecamatan

Wanaraja merupakan sentra produksi kedelai di Kabupaten

Garut

.

Memilih lokasi usahatani di Desa Sindangratu

mengingat desa tersebut merupakan salah satu penghasi.1

utama kedelai di Kecamatan Wanaraja.

Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. .Data primer diperoleh melalui

wawancara langsung dengan responden (petani kedelai di

Desa Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut,

Propinsi Jawa Barat). Wawancara dilakukan dengan menggu-

nakan kuesioner.

Data sekunder diperoleh dari Biro Pusat Statistik,

Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Bank Indone-

(43)

Metode Penaambilan Contoh

Responden yang diambil adalah petani kedelai di Desa

Sindangratu, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Propinsi

Jawa Barat, dengan cara Stratified Random Sampling. Tahap

pertama, petani kedelai yang menanam secara monokultur

dipisahkan dengan petani kedelai yang menanam secara

tumpangsari, kemudian masing-masing petani dicatat dan

diberi nomor. Jumlah sampel yang diambil dari petani baik

yang menanam secara monokultur maupun tumpangsari

ditentukan berdasarkan persentase terhadap jumlah total

petani kedelai di Desa Sindangratu. Jumlah total sampel

sebanyak 50 petani.

Penentuan Usahatani vana Dianalisis

Penentuan jenis usahatani kedelai yang dianalisis

dilakukan berdasarkan jenis lahan dan pola tanam yang

diusahakan di daerah penelitian. Usahatani kedelai yang

akan dianalisis adalah :

1. Usahatani kedelai monokultur pada lahan kering yang selanjutnya disebut pola tanam I.

(44)

Oprasionalisasi

Penentuan Inwut-Out~ut Fisik Usahatani Kedelai

Komponen input usahatani kedelai di daerah penelitian

terdiri dari sarana produksi dan peralatan. Sarana pro-

duksi yang digunakan terdiri dari pupuk anorganik yaitu

Urea, TSP dan KC1, pupuk kandang iorganik), insektisida,

benih kedelai, lahan dan tenaga kerja. Peralatan yang

digunakan terdiri dari cangkul, tugal, kored,arit, parang

dan handsprayer.

Komponen output dalam usahatani kedelai di Desa

Sindangratu yaitu kedelai untuk pola tanam monokultur,

sedangkan untuk pola tanam tumpangsari adalah kedelai dan

jagung

.

Penentuan Haraa Bavanaan

Dalam analisis ekonomi termasuk analisis BSD, harga

yang digunakan adalah harga bayangan. Beberapa pustaka

telah membahas tentang harga bayangan ini.

Kadariah et a1 (1978) menyatakan bahwa harga bayangan dapat dianggap semacam penyesuaian yang dibuat oleh pene-

liti proyek terhadap harga pasar dari beberapa faktor

produksi atau hasil produksi tertentu, disebabkan karena

harga pasar itu tidak mencerminkan biaya atau nilai sosial

yang sebenarnya (Social O~~ortunitv Cost) dari unsur-unsur

atau hasil produksi tersebut. Hal tersebut terutama

(45)

berupa pajak tidak langsung, subsidi maupun pengaturan

harga.

Squire dan van der Tak (1979) dalam Toni (1991)

mendefinisikan harga bayangan sebagai harga yang menggam-

barkan peningkatan dalam kesejahteraan dengan adanya

perubahan marginal dalam persediaan komoditi dan faktor-

faktor produksi.

Squire (1982) dalam Nunung (1992) mengemukakan dua

ha1 yang penting dalam penggunaan harga bayangan. Pertama

harga bayangan bukanlah harga-harga keseimbangan yang akan

terjadi dalam perekonomian dimana tidak terdapat gangguan-

'gangguan. Penaksiran dari harga bayangan ini akan membe-

rikan informasi penting yang dapat digunakan sebagai

landasan untuk merancang kebijaksanaan yang dapat menghi-

langkan gangguan-gangguan. Kedua perlunya pendefinisian

yang jelas terhadap tujuan-tujuan sosial ekonomi dari

kebijaksanaan pembangunan nasional.

Menurut Gittinger (1986), harga bayangan adalah harga

yang terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar dalam

keadaan bersaing sempurna dan dalam kondisi keseimbangan.

Dalam kenyataan sebenarnya sulit menjumpai pasar dengan

keadaan bersaing sempurna karena adanya berbagai gangguan

akibat kebijaksanaan pemerintah seperti subsidi, pajak dan

sebagainya. Alasan digunakannya harga bayangan dalam

analisis ekonomi, pertama harga yang berlaku di pasar

(46)

kat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas terse-

but. Kedua harga pasar tidak mencerminkan apa yanq sebe-

narnya dikorbankan seandainya sejumlah sumberdaya yang

dipilih digunakan dalam aktivitas lain yang masih memung-

kinkan dalam masyarakat.

Dalam menentukan harga bayanqan sehubungan dengan

penelitian ini, akan digunakan metode penentuan harqa

bayangan sebagaimana yang dikemukakan oleh Gittinqer

dengan berbaqai penyesuaian.

Haraa Bavanaan Outaut

Harga bayangan output (kedelai) yang digunakan adalah

harga batas (border mice). Menurut Kadariah &

a

(1978), border price adalah tingkat harga internasional

yang berlaku pada perbatasan negara yang bersanqkutan

terhadap luar negeri. Border price untuk output yang

diekspor atau merupakan barang yang mempunyai potensi

untuk diekspor adalah harga f.0.b (free on board). Se-

dangkan border price untuk output yang diimpor atau ke-

mungkinan diimpor adalah harga c.i.f (cost insurance

freight).

Kedelai merupakan komoditi yang sedang diimpor, maka

harga bayangan yang digunakan adalah harga c.i.f di pela-

buhan impor ditambah dengan biaya tataniaqa sampai di

pasar tujuan, yang dalam ha1 ini adalah Pasar Ciawitali

(47)

0 , 2 7 dollar per kilogram, atau sebesar 5 9 2 rupiah per kilogram. Harga c.i.f ini didapat dari hasil pembagian

nilai impor dengan volume impor pada tahun tersebut.

Besarnya biaya tataniaga kedelai dari pelabuhan impor

(Tanjung Priok, Jakarta) ke Pasar Ciawitali Garut adalah

sebesar 100 rupiah per kilogram (lihat keterangan halaman 108). Dengan demikian untuk orientasi perdagangan substi-

tusi impor, harga bayangan kedelai adalah sebesar 6 9 2

rupiah per kilogram.

Jagung merupakan komoditi yang sudah diekspor.

Karena sulitnya untuk memperoleh data mengenai biaya

tataniaga jagung serta penyesuaian-penyesuaiannya, maka

harga bayangan jagung diperoleh dari harga aktual di

tingkat petani yang disesuaikan dengan harga bayangan

nilai tukar uang rupiah terhadap dollar AS, sehingga

didapat harga bayangan jagung sebesar 223 rupiah per

kilogram.

Harqa Bavanqan Sarana Produksi dan Peralatan

(48)

Pupuk. Pupuk yang digunakan oleh petani di lokasi

penelitian adalah Urea, TSP, KC1 dan pupuk kandang.

Karena pupuk buatan merupakan input tradable, maka harga

baya- ngannya ditentukan berdasarkan harga finansial atau

aktual ditambah subsidi yang diberikan pemerintah pada

masing-masing pupuk tersebut.

~erdasakkan data dari Centre for Policy and Implementation

Studies (1993), tingkat subsidi untuk Urea, TSP dan KC1

adalah masing-masing sebesar 24,8, 16,5 dan 13,3 persen

(Tabel Lampiran 4). Untuk pupuk kandang harga bayangan sama dengan harga aktual yang terjadi di daerah peneli-

tian.

Insektisida. Di daerah penelitian, obat pembasmi

hama yang digunakan adalah insektisida. Karena mulai

tahun 1989 pemerintah telah mencabut subsidi untuk insek-

tisida, maka harga bayangan insektisida nilainya sama

dengan harga aktual yang terjadi di daerah penelitian.

Peralatan. Harga peralatan yang ada di pasar domes-

tik mendekati persaingan sempurna, dan tidak ada kebijak-

sanaan pemerintah yang secara langsung mengatur harga-

harga peralatan, sehingga tidak ada gangguan yang bekerja

dalam pasar domestik (Nunung, 1992). Oleh karena itu

dalam penelitian ini harga bayangan peralatan dihitung

berdasarkan nilai penyusutan dalam satu musim tanam yang

(49)

Harga Bayangan Tenaga Kerja. Menurut Squire dan van

der Tak (1976) dalam Suryana (1980), penilaian harga

bayangan tenaga kerja bertujuan untuk mengukur biaya

imbangan tenaga kerja, yaitu output marginal yang hilang

karena tenaga kerja digunakan di tempat lain.

Dalam pasar persaingan sempurna, tingkat upah pasar

akan mencerminkan nilai produktivitas marginalnya. Pada

keadaan ini besarnya upah pasar dapat dipakai sebagai

harga bayangan tenaga kerja (Gittinger,l986).

Untuk tenaga kerja pada sektor pertanian di pedesaan

yang umumnya merupakan tenaga kerja tidak terampil, se-

hingga tingkat upah yang diberikan seringkali melebihi

biaya irnbangannya. Oleh sebab itu tingkat upah pasar

untuk tenaga kerja di sektor pertanian tidak dapat dipakai

sebagai harga bayangan tenaga kerja (Toni, 1991).

Seperti yang telah dikemukakan oleh Toni (1991),

bahwa beberapa penelitian terdahulu menilai harga bayangan

tenaga kerja di sektor pertanian lebih rendah dari tingkat

upah pasar. IPB (1977) menetapkan harga bayangan tenaga

kerja di perkebunan kelapa rakyat di Lampung sebesar 70

persen dari tingkat upah pasar. Suryana (1980) menetapkan

harga bayangan tenaga kerja untuk usahatani ubikayu dan

jagung di Jawa Timur dan Lampung masing-masing 70 persen

dan 80 persen dari tingkat upah pasar. Sedangkan Wahyudi

(1989) dalam Nunung (1992) menilai harga bayangan berda-

(50)

sebesar 30 persen, sehingga harga bayangan tenaga kerja

ditetapkan 70 persen dari tingkat upah yang berlaku. Berdasarkan keterangan di atas, maka pada penelitian ini

ditetapkan harga bayangan tenaga kerja sebesar 70 persen dari tingkat upah yang berlaku.

Harga Bayangan Lahan. Lahan merupakan faktor produk-

si yang utama selain tenaga kerja dan modal dalam usaha di

bidang pertanian. Dalam penelitian ini harga bayangan

lahan berdasarkan cara yang dikemukakan oleh Gittinger

(1986), yang mengemukakan bahwa harga bayangan lahan

ditentukan berdasarkan nilai sewa lahan yang diperhitung-

kan tiap musim tanam yang berlaku di masing-masing tempat

usahatani.

Harga Bayangan Bunga Modal. Harga bayangan bunga modal adalah tingkat bunga tertentu atau tingkat pengemba-

lian riil atas proyek-proyek pemerintah. Tingkat bunga diperlukan untuk menghitung biaya tunai yang dikeluarkan dalam proses produksi usahatani mulai masa tanam sampai dengan pra panen (Suryana, 1980).

Bunga modal untuk analisis finansial ditaksir dengan memperhitungkan tingkat bunga bank yang berlaku umum. Pada penelitian ini bunga modal untuk analisis finansial ditentukan sebesar 15 persen per tahun atau sekitar 3 , 7 5

persen per musim tanam berdasarkan rata-rata tingkat suku bunga deposit0 berjangka 3 bulan pada bank-bank swasta

(51)

Harga bayangan bunga modal untuk analisis ekonomi

dalam penelitian ini tidak diperhitungkan sebagai komponen

biaya karena diasumsikan bahwa modal untuk usaha produksi

kedelai berasal dari dana dalam negeri. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Gittinger (1986) bahwa harga

bayangan bunga modal untuk analisis ekonomi tergantung

pada sumber modal tersebut. Jika modal atau pinjaman

berasal dari dana dalam negeri, maka bunga modal tidak

perlu diperhitungkan sebagai biaya. Tetapi jika modal

atau pinjaman berasal dari luar negeri, maka bunga modal

harus dimasukkan ke dalam komponen biaya.

Harga Bayangan Nilai Tukar Uang. Henurut Suryana (1980) harga bayangan nilai tukar uang adalah harga uang domestik dalam kaitannya dengan mata uang asing yang terjadi pada pasar nilai tukar uang yang bersaing sempur- na

.

Salah satu pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang adalah harga bayangan harus berada pada tingkat keseimbangan nilai tukar uang. Keseimbangan terjadi apabila dalam pasar uang semua pembatas dan subsi- di terhadap ekspor dan impor dihilangkan (Bacha dan Tay- lor, 1971 dalam Suryana, 1980).

(52)

OERt Mt

+

Xt SCF = - -

SERt (Mt + Tmt)

+

(Xt - TXt)

dimana :

Mt = Nilai dari impor Indonesia untuk tahun t (Rp)

Xt = Nilai dari ekspor Indonesia untuk tahun t (Rp)

Tmt = Penerimaan pemerintah dari pajak impor tahun t

(Rupiah)

Txt = Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor tahun t

(Rupiah)

OERt= Nilai tukar resmi untuk tahun t (Rp/US $ 1) SERt= Nilai tukar bayangan untuk tahun t (Rp/US $ 1)

Dalam penelitian ini angka konversi standar diperoleh dari

hasil perhitungan angka konversi standar tahun 1992. yaitu

sebesar 0,980 (Tabel Lampiran 7). Besarnya nilai tukar

resmi yang digunakan adalah sebesar 2146 rupiah yang

didapat dari catatan kurs mata uang dollar terhadap rupiah

dalam Indikator Ekonomi dari Biro Pusat Statistik sampai

dengan bulan februari tahun 1994. Berdasarkan keterangan

diatas maka dalam penelitian ini harga bayangan nilai

tukar uang yang digunakan adalah sebesar 2190 rupiah.

Alokasi KomDonen Biava Domestik dan Asins

Menurut Pearson (1976) dalam Suryana (19801, ada dua

(53)

-n biaya domestik dan asing. Pendekatan pertama adalah

andekatan total. Pada pendekatan ini setiap biaya input

'-adable produksi domestik dibagi ke dalam komponen biaya

-7rnestik dan asing. Pendekatan total dipergunakan apabila

-odusen lokal dilindungi, sehingga tambahan penawaran

:.put tradable didatangkan dari produsen lokal.

Pendekatan kedua adalah pendekatan langsung. Dalam

--ndekatan langsung diasumsikan seluruh biaya input trada-

: e baik diimpor maupun produksi domestik dinilai sebagai

Tmponen asing. Pendekatan ini dapat dipergunakan apabila

imbahan permintaan input tradable baik barang impor

.-aupun produksi domestik dapat dipenuhi dari perdagangan

7tar negara atau penawaran di pasar internasional.

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan langsung.

'-%l ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Pearson (1976)

'iuSuryana (1980) bahwa untuk keperluan analisis keung-

'~~lan komparatif, pendekatan langsung lebih sesuai.

Komponen tradable seperti pupuk anorganik (Urea, KC1,

%-an TSP) serta insektisida adalah 100 persen komponen

:.%ing. Komponen yang non tradable seperti lahan, tenaga

k ~ r j a , bunga modal dan pupuk kandang adalah 100 persen

(54)

Benih kedelai merupakan produksi domestik yang harga

dan pasarnya ditentukan oleh pasar domestik, dengan demi-

kian termasuk input non tradable. Dalam penelitian ini

benih adalah 100 persen merupakan komponen domestik,

karena di lokasi penelitian tidak ada perlakuan khusus

untuk menghasilkan benih, tetapi hanya mengambil dari

hasil produksi yang akan dijual, atau membeli dari lingku-

ngan usahatani mereka.

Alokasi komponen peralatan dalam penelitian ini

mengacu pada cara yang dikemukakan oleh Toni (1991) dengan

menggunakan pendekatan tabel input-output Indonesia tahun

1985 dari sektor bernomor kode 116 yaitu sektor industri

alat potong dan perkakas pertanian, yang membagi komponen

peralatan ini menjadi 14,8 persen komponen asing dan 85,2

persen komponen domestik.

Secara ringkas alokasi komponen biaya domestik dan

(55)

Tabel 3. Alokasi Biaya Produksi ke dalam Komponen Biaya Domestik dan Asing

Komponen Biaya Domestik Asing

Lahan Tenaga kerja Bunga modal Pupuk kandang Benih Pupuk anorganik Insektisida Peralatan

Alokasi Biava Tataniasa

Orientasi perdagangan yang dianalisis dalam peneli-

tian ini adalah substitusi impor yang manfaatnya diperoleh

dari nilai devisa yang dihemat akibat berkurangnya impor.

Dengan demikian biaya tataniaga dalam penelitian ini

didekati dengan menghitung seluruh biaya nulai dari petani

sampai pada pedagang di Pasar Ciawitali Garut.

Biaya tataniaga dalam penelitian ini meliputi biaya penge-

pakan dan karung, bongkar muat, penyimpanan dan biaya

pengangkutan. Adapun alokasi biaya tataniaga atas kompo-

nen biaya domestik dan asing, mengacu pada hasil modifika-

si alokasi tataniaga yang dilakukan oleh Haryono (1991)

dalam Gunawan (1994), dengan perincian seperti yang disa-

[image:55.516.44.464.61.236.2]
(56)

Tabel 2. Alokasi Biaya Tataniaga Atas Dasar Komponen Biaya Domestik dan Asing

Unsur Domestik ( % ) Asing ( % ) Pajak ( % )

Pengangkutan 44,32 54,47 1,21

Penanganan

*

) 82,05 17,19 0,76

Keterangan : * ) : Terdiri dari penyimpanan, bongkar muat, pengepakan dan karung.

Analisis Kepekaan

Analisis ke~ekaan Pada Keunaaulan Kom~aratif

Analisis kepekaan yang dilakukan pada keunggulan

komparatif dalam penelitian ini adalah :

1. Analisis kepekaan perubahan harga bayangan sewa lahan

pada tingkat harga sebesar 90,110 dan 120 persen dari

harga bayangan semula dengan asumsi faktor lain tetap.

2. Analisis kepekaan perubahan harga bayangan upah tenaga

kerja sebesar 90,110 dan 120 persen dari harga baya-

ngan semula dengan asumsi faktor lainnya tetap.

3. Analisis kepekaan terhadap perubahan harga bayangan

pupuk sebesar 90,110 dan 120 persen dari harga baya-

ngan semula dengan asumsi faktor lain tetap.

4. Analisis kepekaan terhadap perubahan harga bayangan benih sebesar 90, 110 dan 120 persen dari harga baya-

ngan semula dengan asumsi faktor lain tetap.

5. Analisis kepekaan terhadap perubahan harga bayangan

[image:56.513.43.466.56.223.2]
(57)

bayangan semula dengan asumsi faktor lain tetap.

6. Analisis kepekaan terhadap perubahan tingkat produkti- vitas sebesar 80, 90, 110 persen dari tingkat produk-

tivitas semula dengan asumsi faktor lain tetap.

7. Analisis kepekaan terhadap perubahan keenam variabel tersebut diatas pada kondisi yang kurang menguntungkan

dengan perubahan masing-masing sebesar 10 persen dari

harga bayangan dan tingkat produktivitas semula dengan

asumsi faktor lain tetap.

pnalisis Kewekaan Pada Keunaaulan Kom~etitif

Analisis kepekaan keunggulan kompetitif dalam peneli- tian ini adalah :

1. Analisis kepekaan pada saat harga aktual benih kedelai meningkat sebesar 30,63 persen dan harga aktual benih jagung meningkat sebesar 2,52 persen dari harga aktual benih yang berlaku dengan asumsi faktor lain tetap.

2. Analisis kepekaan pada saat harga aktual upah tenaga kerja meningkat sebesar 13,21 persen dari harga aktual upah tenaga kerja yang berlaku dengan asumsi faktor

lain tetap.

(58)

4. Analisis kepekaan pada saat harga output kedelai

menurun sebesar 25 persen dan harga jagung menurun sebesar 63.3 persen dari harga aktual kedelai semula

dengan asumsi faktor lain tetap.

5. Analisis kepekaan pada saat terjadi penurunan tingkat

produktivitas sebesar 35 persen dari tingkat produkti- vitas semula dengan asumsi faktor lain tetap.

6. Analisis kepekaan jika terjadi perubahan harga aktual

benih, upah tenaga kerja, pupuk dan output secara

bersamaan pada kondisi yang kurang menguntungkan

sesuai dengan persentase diatas dengan asumsi faktor

(59)

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Kecamatan Wanaraja

Letak dan Geosrafis

Kecamatan Wanaraja terletak di wilayah Kabupaten

Garut bagian Utara dengan jarak kurang lebih 12 kilometer

dari Ibukota Kabupaten Garut. Kecamatan Wanaraja berbata-

san dengan Kecamatan Sukawening di sebelah Utara, di

sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Karangpawitan,

sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Banyuresmi,

sedangkan Kabupaten Tasik membatasi Kecamatan Wanaraja

dari sebelah Timur. Gambaran umum wilayah Kecamatan

Wanaraja disajikan pada Gambar Lampiran 1.

Kecamatan Wanaraja terletak pada ketinggian sekitar

700 meter diatas permukaan laut, dengan kemiringan tanah

berkisar antara 10

-

50 persen. Banyaknya curah hujan

2 808 mm dengan curah hujan rata-rata sebesar 234 mm, ba-

nyaknya hari hujan 111 dengan rata-rata sebesar 9.

Bulan basah tiap tahun rata-rata enam bulan dan suhu

berkisar antara 17

-

27" C.

ta Pen

Tatasuna Lahan. Penduduk dan Ma cahar~an

Kecamatan Wanaraja mempunyai luas wilayah sebesar

71,56 Km2 dengan jumlah penduduk 81 481 jiwa yang terdiri

dari 39 336 orang laki-laki dan 42 145 orang perempuan.

(60)

Sektor pertanian di Kecamatan Wanaraja memegang

peranan yang sangat penting, karena sebagian besar pendu-

duknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Dari

luas wilayah yang ada, 78 persen merupakan lahan kering dan 22 persen merupakan lahan sawah dan kolam. Dengan

demikian sebagian besar usaha produksi kedelai dilakukan

di lahan kering.

Pola tanam yang biasa diterapkan di Kecamatan Wanara-

[image:60.513.50.479.282.516.2]

ja terlihat pada gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Pola Tanam Lahan Pertanian di Kecamatan Wanara ja, Kabupaten Garut Jawa Barat.

Bulan 1 0 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

sawah irigasi /Padi I

i

/

1 x 1

Sawah pengairan

r r - I

lainnya

sawah tadah

hu jan

/

Padi I

/

//

Padi II/ ,/~alawi j d

/~alawi ja/

/

Padi , /palawija/

Tegal/kebun

/

z

d

/

Palawi ja

/

Sumber : BPP Wanaraja, 1994.

Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Kecamatan

Wanaraja adalah sebagai petani yaitu sebesar 84,4 persen,

termasuk didalamnya petani pemilik, penggarap, penyakap

dan buruh tani. Secara lengkap mata pencaharian

(61)

Tabel 5. Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Wanaraja

Uraian

Jumlah Penduduk

Mutlak Persentase

Petani Pengusaha

Pengrajin/industri kecil Buruh industri, bangunan dan pertambangan

Pedagang

Pegawai negeri sipil ABRI

Pensiunan Peternak

TOTAL 60 569 100

Sumber : Data Monografi Kecamatan Wanaraja Semester I, 1994

Dari tabel diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa

sektor pertanian di Kecamatan Wanaraja memegang peranan

yang sangat penting, dilihat dari besarnya proporsi pendu-

duk yang bekerja pada sektor ini.

Ketersediaan kelembagaan dan sarana penunjang sangat

besar peranannya bagi kemajuan pertanian. Di Kecamatan

Wanaraja, kelembagaan yang tersedia ada satu buah KUD,

tiga buah Bank, empat buah Koperasi Simpan Pinjam dan satu

pasar kecamatan untuk penjualan hasil pertanian maupun

pembelian sarana produksi. Kelembagaan yang ada tersebut

pada saat ini tidak memberikan pinjaman kredit maupun

penyediaan sarana produksi pertanian. Akibatnya masalah

kekurangan modal masih merupakan masalah utama pada seba-

[image:61.513.56.478.62.355.2]
(62)

Gambar

Tabel 1. Neraca Konsumsi Kedelai di Indonesia, 1977-1990
Tabel 2. Perkembangan rata-rata harga kedelai di tingkat
Tabel 3. Alokasi Biaya Produksi ke dalam Komponen
Tabel 2. Alokasi Biaya Tataniaga Atas Dasar Komponen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada 3 tahap proses pembelajaran, yaitu: tahap perencanaan yang meliputi penentuan alokasi waktu, persiapan materi dan buku pembelajaran, juga persiapan media yang akan digunakan

[r]

and use it to examine how these minority and vulnerable groups exercise these rights through three aspects: (a) citizens’ access to information; without which they will be

Pengaruh dari Tingkat Inflasi, terhadap penetapan tingkat suku bunga deposito berjangka pada Bank Umum Swasta yang go public di BEI... Pengaruh dari perkembangan likuiditas

Bila lembaga inspeksi Tipe B yang merupakan suatu bagian dari suatu organisasi pemasok, menginspeksi item yang dirakit (dimanufaktur) oleh atau untuk organisasi induk lembaga

Dari deskripsi data penelitian Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS) dan Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) di SMP Negeri 2 Banjarnegara diperoleh

Dalam perencanaan instalasi pipa penstock di rancang dan di sesuaikan dengan kondisi topografi karna hal tersebut akan mempengaruhi tipe pipa yang akan di

Pertama, pembelajaran fluida statis melalui pembelajaran kolaboratif dengan penilaian formatif yang terdiri atas lima fase telah berhasil diimplementasikan pada siswa kelas XI IPA