ANALISIS FUNGSI DAN KEGIATAN POKOK UNIT PELAYANAN TEKNIS (UPT) KESEHATAN INDRA MASYARAKAT PROVINSI
SUMATERA UTARA SEBAGAI TEMPAT RUJUKAN KESEHATAN MATA DAN THT (TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN)
TAHUN 2014
TESIS
Oleh
JAN VICTOR SILALAHI 117032025/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
ANALYZED FUNCTION AND MAIN ACTIVITIES OF INDRA PUBLIC HEALTH UNIT SERVICES IN NORTH SUMATERA PROVINCE
AS REFERRAL OF EYES AND EARS IN 2014
THESIS
BY
JAN VICTOR SILALAHI 117032025/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA M E D A N
ANALISIS FUNGSI DAN KEGIATAN POKOK UNIT PELAYANAN TEKNIS (UPT) KESEHATAN INDRA MASYARAKAT PROVINSI
SUMATERA UTARA SEBAGAI TEMPAT RUJUKAN KESEHATAN MATA DAN THT (TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN)
TAHUN 2014
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
JAN VICTOR SILALAHI 117032025/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
Judul Tesis : ANALISIS FUNGSI DAN KEGIATAN
POKOK UNIT PELAYANAN TEKNIS (UPT) KESEHATAN INDRA MASYARAKAT PROVINSI SUMATERA UTARA SEBAGAI TEMPAT RUJUKAN KESEHATAN MATA DAN THT (TELINGA HIDUNG
TENGGOROKAN) TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Jan Victor Silalahi
Nomor Induk Mahasiswa : 117032025
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si) (dr. Heldy BZ, M.P.H
Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 25 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H
2. dr. Fauzi, S.K.M
PERNYATAAN
ANALISIS FUNGSI DAN KEGIATAN POKOK UNIT PELAYANAN TEKNIS (UPT) KESEHATAN INDRA MASYARAKAT PROVINSI
SUMATERA UTARA SEBAGAI TEMPAT RUJUKAN KESEHATAN MATA DAN THT (TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN)
TAHUN 2014
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2014
ABSTRAK
Fenomena pemanfaatan pelayanan kesehatan mata dan telinga di UPT KIM oleh penderita gangguan mata dan THT adalah kasus rujukan dari puskesmas propinsi Sumatera Utara, namun ada kecenderungan pasien yang dirujuk adalah pasien yang berasal dari Kota Medan, dan berasal dari 4 puskesmas saja. Hal tersebut diduga karena fungsi dan kegiatan pokok UPT KIM belum berjalan optimal dalam pelayanan rujukan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilaksanakan di UPT Kesehatan Indra Masyarakat Kota Medan. Informan penelitian sebanyak 8 orang. Data yang digunakan adalah data primer. Pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dengan menunjukkan bahwa fungsi pelayanan UPT Kesehatan Indra Masyarakat yaitu pelayanan kesehatan spesialistik mata dengan kegiatan di dalam gedung dan di luar gedung. Diklat teknis belum berjalan maksimal, litbang masih terbatas, dan kemitraan terjadi kerjasama dan koordinasi yang efektif. Kegiatan pokok UPT dalam bidang manajemen berjalan baik, kegiatan teknis berjalan sesuai prosedur, dan kegiatan tambahan perlu ditingkatkan Rujukan pasien sudah ditangani dengan baik, tetapi masih perlu sosialisasi dan promosi.
Disarankan kepada kepala UPT meningkatkan sosialisasi dan promosi ke puskesmas baik yang ada di Kota Medan maupun di luar Kota Medan, sehingga lebih banyak lagi masyarakat atau pegawai puskesmas yang tahu tentang UPT KIM dan melakukan rujukan pasien penyakit mata.
ABSTRACT
The phenomena of the use of health service in eyes and ears at UPT KIM (Technical Service Unit of Public Sense Organ Health)by patients suffered from eye and ENT (Ear, Nose, and Throat) problems is the case of reference letter from puskesmas (Public Health Center) of North Sumatera Province, but there is a tendency that the patients who are reffered to come from outside Medan and from only four puskesmas. This condition is probably because the function and the activity of UPT KIM do not run optimally in its reference service.
This research used qualitative method. It was conducted at UPT KIM, Medan. There were eight informants in the research. The data were primary data; they were gathered by conducting in-depth interviews, observation, and documentary study and analyzed qualitatively.
The result of the research showed that the function of UPT KIM was to serve eye and ENT health specialization, either inside or outside the building. Diklat teknis (technical training) did not run well, research and development was still limited, but partnership in cooperation and coordination was effective. The main activity of UPT in management was good, technical activity was in line with the procedures, supplementary activity needed to be improved, patients’ reference letters had be handled well although it still needed socialization and promotion.
It is recommended that the Head of UPT increase socialization and promotion to every puskesmas in and outside Medan so that more people or puskesmas personnel know about UPT KIM and perform the reference for patients suffered from eye and ENT disease.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
segala berkat dan Kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
judul “Analisis Fungsi dan Kegiatan Pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT)
Kesehatan Indra Masyarakat Provinsi Sumatera Utara Sebagai Tempat Rujukan
Kesehatan Mata Dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) Tahun 2014”.
Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan
kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si, selaku Pembimbing I yang penuh
kesabaran dalam memberikan bimbingan kepada penulis.
5. dr. Heldy BZ, M.P.H, selaku Pembimbing II dengan ketulusannya memberikan
arahan, bimbingan dan nasehat kepada penulis.
6. dr. Fauzi, S.K.M dan Siti Khadijah, S.K.M, M.Si, selaku Tim Pembanding yang
7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat
bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.
8. dr. Kustinah, M.Kes, selaku Kepala UPT Kesehatan Indra Masyarakat Dinas
Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin penelitian
sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
9. Orang tua, dan istri, serta anak-anak tercinta yang selalu memberikan semangat
dan motivasi pada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini terutama dalam
penyusunan tesis ini.
10.Seluruh teman-teman mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara khususnya minat studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk
kesempurnaan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap
semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Medan, Oktober 2014
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Jan Victor Silalahi berumur 45 tahun dilahirkan di Padang
Sidempuan pada tanggal 21 Januari 1969. Penulis beragama Kristen, anak ketujuh
dari delapan bersaudara pasangan B.W. Silalahi dan M. Aritonang. Penulis menikah
pada tahun 2000 dengan T. Farida R. Hutagaol dan dikaruniai 4 orang anak, 1 orang
putra yaitu Raynaldo dan 3 orang putri bernama Olivia, Rapani, dan Joycelline.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar
Methodist Hang Tuah Medan tamat tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Methodist Hang Tuah Medan tamat tahun 1986, Sekolah Menengah Atas di SMA
Negeri 4 Medan pada tahun 1989. Selanjutnya, penulis meneruskan pendidikan ke
Fakultas Kedokteran (S1 Kedokteran di Universitas Methodist Indonesia Medan)
tamat tahun 2002. Pada tahun 2011-2014 penulis menempuh pendidikan S-2 Ilmu
Kesehatan masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Universitas Sumatera Utara.
Riwayat pekerjaan penulis yaitu pada tahun 1998-2002 pernah bekerja di
Klinik Tutamana P. Brayan, Tahun 2002-2004 pernah bekerja di RS Estomihi Jalan
Sisingamangaraja Medan. Pada tahun 2004-2006 bekerja sebagai dokter PTT – PTC
Indrapura Pempropsu Tahun 2007, penulis diangkat menjadi PNS dan bekerja di
UPT-PTC Indrapura Propsu sampai tahun 2011. Pada tahun 2011 sampai sekarang,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Permasalahan ... 10
1.3.Tujuan Penelitian ... 10
1.4.Manfaat Penelitian ... 11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Konsep Manajemen ... 12
2.2. Peran dan Fungsi Unit Pelayanan Teknis (UPT) KIM ... 16
2.3. Kegiatan Pokok UPT KIM ... 17
2.4. Rujukan ... 30
2.5. Landasan Teori ... 39
2.6. Kerangka Berfikir ... 40
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 41
3.1. Jenis Penelitian ... 41
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42
3.3. Informan Penelitian ... 42
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 43
3.5. Metode Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 50
4.1. Gambaran Singkat Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Propinsi Sumatera Utara ... 50
4.2. Karakteristik Informan ... 55
BAB V PEMBAHASAN ... 83
5.1. Fungsi UPT Kesehatan Indra Masyarakat ... 83
5.2. Kegiatan Pokok UPT KIM ... 94
5.3. UPT Kesehatan Indra Masyarakat Sebagai Tempat Rujukan Kesehatan Mata dan THT ... 99
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 106
6.1. Kesimpulan ... 106
6.2. Saran ... 108
DAFTAR PUSTAKA ... 110
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1. Program Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan di
UPT KIM Propinsi Sumatera Utara ... 4
1.2. Program Penanggulangan Gangguan Pendengaran di UPT KIM
Propinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2013 ... 5
1.3. Data Pasien Rujukan dari 4 Kecamatan (9 Puskesmas) Tahun
2012-2013 ... 7
4.1. Program Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan di UPT Kesehatan Indera Masyarakat (UPT KIM) Propinsi Sumatera
Utara ... 53
4.2. Program Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian di UPT Kesehatan Indera Masyarakat (UPT KIM) Propinsi Sumatera
Utara ... 54
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Bagan Alur Rujukan ... 38
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Pedoman Wawancara ... 113
2. Hasil Wawancara dengan Informan ... 121
3. Foto-foto Dokumentasi ... 140
ABSTRAK
Fenomena pemanfaatan pelayanan kesehatan mata dan telinga di UPT KIM oleh penderita gangguan mata dan THT adalah kasus rujukan dari puskesmas propinsi Sumatera Utara, namun ada kecenderungan pasien yang dirujuk adalah pasien yang berasal dari Kota Medan, dan berasal dari 4 puskesmas saja. Hal tersebut diduga karena fungsi dan kegiatan pokok UPT KIM belum berjalan optimal dalam pelayanan rujukan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilaksanakan di UPT Kesehatan Indra Masyarakat Kota Medan. Informan penelitian sebanyak 8 orang. Data yang digunakan adalah data primer. Pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dengan menunjukkan bahwa fungsi pelayanan UPT Kesehatan Indra Masyarakat yaitu pelayanan kesehatan spesialistik mata dengan kegiatan di dalam gedung dan di luar gedung. Diklat teknis belum berjalan maksimal, litbang masih terbatas, dan kemitraan terjadi kerjasama dan koordinasi yang efektif. Kegiatan pokok UPT dalam bidang manajemen berjalan baik, kegiatan teknis berjalan sesuai prosedur, dan kegiatan tambahan perlu ditingkatkan Rujukan pasien sudah ditangani dengan baik, tetapi masih perlu sosialisasi dan promosi.
Disarankan kepada kepala UPT meningkatkan sosialisasi dan promosi ke puskesmas baik yang ada di Kota Medan maupun di luar Kota Medan, sehingga lebih banyak lagi masyarakat atau pegawai puskesmas yang tahu tentang UPT KIM dan melakukan rujukan pasien penyakit mata.
ABSTRACT
The phenomena of the use of health service in eyes and ears at UPT KIM (Technical Service Unit of Public Sense Organ Health)by patients suffered from eye and ENT (Ear, Nose, and Throat) problems is the case of reference letter from puskesmas (Public Health Center) of North Sumatera Province, but there is a tendency that the patients who are reffered to come from outside Medan and from only four puskesmas. This condition is probably because the function and the activity of UPT KIM do not run optimally in its reference service.
This research used qualitative method. It was conducted at UPT KIM, Medan. There were eight informants in the research. The data were primary data; they were gathered by conducting in-depth interviews, observation, and documentary study and analyzed qualitatively.
The result of the research showed that the function of UPT KIM was to serve eye and ENT health specialization, either inside or outside the building. Diklat teknis (technical training) did not run well, research and development was still limited, but partnership in cooperation and coordination was effective. The main activity of UPT in management was good, technical activity was in line with the procedures, supplementary activity needed to be improved, patients’ reference letters had be handled well although it still needed socialization and promotion.
It is recommended that the Head of UPT increase socialization and promotion to every puskesmas in and outside Medan so that more people or puskesmas personnel know about UPT KIM and perform the reference for patients suffered from eye and ENT disease.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara optimal di seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Upaya
kesehatan secara nasional meliputi berbagai upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan, yang dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan baik unit
pelayanan kesehatan dasar seperti posyandu, dan puskesmas, maupun unit pelayanan
kesehatan rujukan seperti rumah sakit, dan unit pelayanan teknis daerah kabupaten /
kota serta propinsi (Kemenkes RI, 2011).
Jenis penyakit dan faktor risiko kesakitan masyarakat yang bertambah serta
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan migrasi dan kepadatan penduduk
menambah tantangan dan beban kerja unit pelayanan kesehatan (Wardoyo, 2011).
Upaya kesehatan masyarakat diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara
terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan, termasuk dalam kegiatan
penang-gulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran (Depkes RI, 2009).
Gangguan penglihatan yaitu kebutaan masih merupakan masalah kesehatan di
dunia. Diperkirakan ada sekitar 45 juta penduduk di dunia buta, kemudian 135 juta
Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3% (Maulana, 2013). Jenis kebutaan
yang banyak dialami penduduk di dunia yaitu katarak, glaukoma, degenerasi makula,
kelainan refraksi, dan kelainan kornea (Wardenaar, 2013).
Jumlah penderita gangguan pendengaran di seluruh dunia sebanyak 250 juta.
Sebanyak 75 sampai 140 juta berada di negara-negara Asia, Sri Lanka 8,8%,
Myanmar 3%, India 6,3%, dan Indonesia 8,4%. 50% gangguan pendengaran dapat
ditanggulangi melalui pencegahan dan pengobatan. (Maulana, 2013).
Diperkirakan 1,5% penduduk Indonesia atau sekitar 3,6 juta mengalami
kebutaan dengan penyebab utama, antara lain, katarak, glaukoma, kelainan refraksi,
gangguan retina, dan kelainan kornea. Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah pasien rawat jalan untuk penyakit mata
adalah 672.168. Berdasarkan data tersebut, dilaporkan pula jumlah kelainan refraksi
sebanyak 198.036 kasus, katarak 94.582 kasus, dan glaukoma 25.176 kasus
(Maulana, 2013). Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2010
menunjukkan bahwa angka kebutaan sebesar 0,9%. Angka tertinggi kasus kebutaan
terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu 2,6% dan terendah di Propinsi Kalimantan
Timur yaitu 0,3% (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran,
angka morbiditas gangguan pendengaran sebesar 18,55%, gangguan pendengaran
(16,8%), ketulian (0,4%), dan penyakit telinga lainnya (1,3%). Penyakit telinga yang
telinga luar (6,8%), ototoksisitas (0,3%), tuli kongenital (0,1%), dan lainnya (5,7%)
(Depkes RI, 2007).
Data prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan menurut penduduk di
propinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa jumlah penderita mata yang mengalami
kebutaan sebanyak 193.344 orang, katarak sebanyak 100.539 orang, glaukoma
sebanyak 25.779 orang, kelainan refraksi sebanyak 18.045 orang, dan xeroptalmia
sebanyak 38.669 orang. Data gangguan pendengaran di Sumatera Utara yaitu 82.154
orang, ketulian sebanyak 49.704 dan penyakit telinga lainnya sebanyak 32.450
orang (KIM, 2012).
Gangguan penglihatan dan pendengaran yang diakibatkan morbiditas mata
dan telinga diperkirakan 50% dapat dicegah. Upaya pencegahan dimaksudkan selain
untuk menurunkan morbiditas, juga untuk mengurangi terjadinya gangguan
penglihatan dan pendengaran (Depkes RI, 2007).
Berbagai upaya pengobatan dan pencegahan masalah kesehatan mata dan
pendengaran di Indonesia telah dilaksanakan saat masalah kebutaan dinyatakan
sebagai bencana nasional pada tahun 1967. Sejak tahun 1984, program Upaya
Kesehatan Mata / Pencegahan Kebutaan (UKM/PK) dan Upaya Kesehatan Telinga
dan Pencegahan Gangguan Pendengaran (UKT/PGP) sudah diintegrasikan ke dalam
kegiatan pokok puskesmas, sementara program Penanggulangan Kebutaan Katarak
Paripurna (PKKP) dimulai sejak tahun 1987 baik melalui rumah sakit maupun Balai
Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera Masyarakat (UPT KIM) merupakan
UPT dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang mempunyai wewenang
penuh terhadap pelayanan medis spesialistik kesehatan mata dan pendengaran di
seluruh propinsi Sumatera Utara. Program pokok UPT KIM propinsi Sumatera Utara
adalah program Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Pendengaran (PGPP)
yang dimaksudkan untuk menurunkan angka gangguan kebutaan dan gangguan
pendengaran di propinsi Sumatera Utara (KIM Propinsi Sumatera Utara, 2013).
Program yang dilaksanakan oleh UPT KIM yaitu penanggulangan gangguan
penglihatan dan kebutaan (PGPK) meliputi klinik umum, klinik refraksi, klinik
katarak, klinik glaukoma-vitreoretina, kamar bedah mata, dan oftalmologi komunitas.
Penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian (PGPKT) meliputi klinik THT,
klinik audiologi, dan kamar bedah THT (KIM Propinsi Sumatera Utara, 2013).
Data pelaksanaan program penanggulangan kegiatan kesehatan mata dan
pendengaran UPT KIM Propinsi Sumatera Utara selama 3 tahun terakhir (tahun
2011-2013) menunjukkan fluktuasi, seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1.1. Program Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara
No Jenis Penyakit Tahun
2011 2012 2013
1 2 3 4 5 Katarak Kelainan refraksi Glaukoma Kelainan Retina Lain-lain 1.611 610 139 28 1.260 2.638 495 227 60 1728 1.256 214 112 30 1.991
Total 3.648 5.148 3.603
Berdasarkan data pada Tabel 1.1. menunjukkan bahwa jumlah
penanggulangan pasien gangguan mata ke KIM Propinsi Sumatera Utara tahun
2011 sebanyak 3.648 pasien pada tahun 2012 meningkat menjadi 5.148 pasien,
dan tahun 2013 sebanyak 3.603 pasien. Sedangkan data penanggulangan gangguan
pendengaran adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2. Program Penanggulangan Gangguan Pendengaran di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2013
No Jenis Penyakit Tahun
2011 2012 2013
1 2 3 4 5 6
OMSK (Otitis Media Supurativa Kronic)
Tuli Kongenital
NIHL (Noice Induce Hearing Loss) Presbicusis Lain-lain Pemeriksaan Audiologi 72 4 2 15 218 44 283 20 18 30 177 335 112 18 35 40 177 147
Total 355 863 521
Sumber : UPT KIM Propsu, 2013
Penanggulangan gangguan pendengaran di UPT KIM Propinsi Sumatera
Utara selama 3 tahun terakhir juga mengalami fluktuasi. Pada tahun 2011,
penanganan pasien gangguan pendengaran sebanyak 355 pasien, tahun 2012
sebanyak 863 pasien, dan tahun 2013 sebanyak 521 pasien.
Balai Kesehatan Mata Masyarakat sejak tahun 1991 dijadikan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes melalui
Keputusan Menkes No. 350a/Menkes/SK/VI/1991 tentang Organisasi dan Tata
tahun 2001, maka 10 BKMM telah diserahkan kepada pemerintah daerah dalam
pengelolaannya, melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
909/Menkes/SK/VII/2001 tentang Pengalihan Kelembagaan Beberapa Unit
Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Departemen Kesehatan. Dengan adanya
kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata dan telinga dan
mendekatkan pelayanan spesialistik ke masyarakat maka BKMM dikembangkan
menjadi Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM) (Dinkes Provsu, 2010).
Fenomena pemanfaatan pelayanan kesehatan mata dan telinga di UPT KIM
oleh penderita gangguan mata secara umum adalah kasus rujukan dari puskesmas
se propinsi Sumatera Utara, namun ada kecenderungan pasien yang dirujuk adalah
pasien yang berasal dari Kota Medan saja, itupun hanya dari 4 kecamatan (9
puskesmas) yaitu dari Puskesmas Glugur Kota, Puskesmas Pulau Brayan Kota,
Puskesmas Sei Agul, Puskesmas Petisah, Puskesmas Darussalam, Puskesmas
Rantang, Puskesmas Medan Sunggal, Puskesmas Amplas, dan Puskesmas Lalang.
Hal ini diduga karena UPT KIM belum menjalankan fungsinya dengan optimal
dalam pelayanan, kegiatan pokok belum terlaksana dengan baik, pendidikan dan
pelatihan, peningkatan kemitraan dan bidang pelayanan mata dan telinga di
masyarakat, penelitian dan pengembangan.
Data yang diperoleh dari UPT KIM bahwa selama 3 (tiga) tahun terakhir
yaitu tahun 2011-2013, jumlah pasien rujukan dari 4 kecamatan (9 puskesmas)
Tabel 1.3. Data Pasien Rujukan dari 4 Kecamatan (9 Puskesmas) Tahun 2012-2013
No Kecamatan/Puskesmas Tahun
2011 2012 2013
A
B.
C.
D.
Medan Barat:
1. Puskesmas Glugur Kota 2. Puskesmas P. Brayan Kota 3. Puskesmas Sei Agul Medan Helvetia : 1. Puskesmas Helvetia Medan Deli:
1. Puskesmas Petisah 2. Puskesmas Darussalam 3. Puskesmas Rantang Medan Sunggal:
1. Puskesmas Sunggal 2. Puskesmas Desa Lalang
381 498 991 798 249 324 172 142 82 420 534 1.030 877 343 229 155 152 76 359 530 970 869 287 251 108 144 72
Jumlah 3.655 3.816 3.591
Sumber : UPT KIM Propsu, 2013
Data menunjukkan bahwa kunjungan pasien rujukan dari 4 kecamatan
(9 puskesmas) yang berada paling dekat dengan UPT KIM Propinsi Sumatera Utara
di terjadi penurunan kunjungan pasien rujukan selama 3 tahun terakhir. Pada tahun
2011 jumlah kunjungan pasien rujukan sebanyak 3.655 kunjungan, tahun 2012
jumlah kunjungan rujukan sebanyak 3.816 kunjungan sedangkan tahun 2013
menurun menjadi 3.591 rujukan. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa
masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan puskesmas untuk merujuk pasien mata
dan telinga ke UPT KIM. Hal ini juga diidentifikasi dari tidak ada kerjasama sistem
rujukan antara Dinas Kesehatan Kota Medan yang membawahi puskesmas dengan
Rujukan menurut SK Menteri Kesehatan RI Nomor 032/Birhub/72 tahun
1972, yakni melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu
kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang berkemampuan cukup, atau secara
horisontal dalam arti sesama unit yang setingkat kemampuannya. Rujukan untuk
kasus penyakit mata yang tidak dapat ditangani oleh puskesmas sebagai rujukan
pelayanan kesehatan perorangan.
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit.
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu,
maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang
lebih mampu (horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap yang
hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke puskesmas (Depkes RI, 2004).
Rujukan pasien mata dan telinga dari puskesmas termasuk dalam rujukan
medik. Rujukan medik merupakan rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif), misalnya, merujuk pasien
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke
rumah sakit umum daerah atau rujukan penyakit mata dan telinga ke UPT Kesehatan
Indera Masyarakat. Rujukan medik dapat diartikan sebagai pelimpahan tanggung
jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertical maupun
horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional
Dugaan sementara minimnya jumlah pasien yang dirujuk dari 4 kecamatan (9
puskesmas) karena kurangnya kerjasama UPT KIM dengan puskesmas. Kendala yang
umum ditemui pada 9 puskesmas tersebut yaitu kurangnya pelatihan tenaga kesehatan
khusus mata dan telinga, kurangnya kerjasama dengan program lain dan kader,
rendahnya frekuensi kunjungan petugas mata ke sekolah-sekolah, kurangnya
perujukan pasien mata ke tempat yang telah ditentukan oleh Dinas Kesehatan.
Sebagian petugas kesehatan di puskesmas tidak mensosialisasikan rujukan pasien
mata dan telinga ke UPT KIM karena tidak adanya keharusan untuk merujuk pasien
ke UPT KIM, bahkan beberapa kasus di puskesmas, pasien sendiri yang meminta
dirujuk ke UPT KIM.
Berdasarkan data UPT KIM Provinsi Sumatera Utara bahwa sumber daya
manusia berjumlah 113 yang terdiri dari tenaga kesehatan sebanyak 98 orang, dan
tenaga non kesehatan sebanyak 15 orang. Jumlah sumber daya manusia tersebut telah
memenuhi syarat sebagai UPT standar kelas C. Tetapi jika dilihat dari penurunan
jumlah kunjungan pasien rujukan dari puskesmas mengindikasikan bahwa fungsi dan
kegiatan pokok UPT KIM Provinsi Sumatera Utara belum berjalan dengan optimal,
karena UPT KIM merupakan pusat rujukan untuk pasien mata dan telinga dari
seluruh puskesmas yang ada di Sumatera Utara.
Fungsi UPT KIM yaitu menyelenggarakan perencanaan, koordinasi
pelaksanaan monitoring dan evaluasi pencegahan, pengobatan dan pelayanan
dan pelatihan pegawai, pengembangan teknologi, kemitraan dan sosialisasi serta
ketatausahaan UPT KIM. Dari sekian banyak fungsi UPT KIM tersebut, fungsi UPT
sebagai tempat rujukan masih belum optimal jika dikaitkan dengan data-data di atas.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin melakukan penelitian tentang
sistem manajemen puskesmas dan minat berobat pasien ke UPT Kesehatan Indera
Mata dengan memilih judul: “Analisis Fungsi dan Kegiatan Pokok Unit Pelayanan
Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Provsu Sebagai Tempat Rujukan
Kesehatan Mata Dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) Tahun 2014”.
1.2 Permasalahan
Rendahnya angka rujukan penderita gangguan penglihatan dan
pendengaran ke unit pelayanan teknis (UPT) Kesehatan Indera Masyarakat
memunculkan pertanyaan tentang peran dan fungsi UPT Kesehatan Indera
Masyarakat. Untuk itu permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana fungsi
dan kegiatan pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat
Provsu sebagai tempat rujukan kesehatan mata dan THT (Telinga Hidung
Tenggorokan) tahun 2014.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis fungsi dan kegiatan
pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Provsu sebagai
tempat rujukan kesehatan mata dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) tahun
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberi masukan kepada Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara untuk
meningkatkan upaya rujukan pengobatan mata khususnya pada puskesmas
yang berdekatan wilayah dengan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan
Indera Masyarakat Propinsi Sumatera Utara.
2. Memberi masukan kepada Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indera
Masyarakat Propinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan pelayanan kepada
pasien rujukan dari puskesmas.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Manajemen 2.1.1. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari bahasa Inggris to manage yang artinya mengatur atau
mengelola. Secara lebih teknis, manajemen diartikan sebagai kiat (gabungan antara
seni dan ilmu) mengatur atau mengelola semua sumber daya (manusia dan non
manusia) yang dimiliki organisasi, agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efisien
(Dessler, 2003).
Pengertian manajemen banyak disampaikan oleh para ahli, namun dalam
materi ini hanya akan disampaikan beberapa pendapat ahli manajemen :
1. H. Koontz & O’Donnel (1991) dalam bukunya “Principles of Management”
mengemukakan sebagai berikut : manajemen berhubungan dengan pencapaian
sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang lain (Management
involves getting things done thought and with people).
2. George R. Terry (1986) dalam bukunya “Principles of Management”
menyampaikan pendapatnya: “manajemen adalah suatu proses yang
membeda-bedakan atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan
pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat
menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya” (Management is a
utilizing in each both science and art, and followed in order to accomplish
predetermined objectives).
3. James A.F. Stoner (1996) dalam bukunya “Manajemen” mengemukakan
manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.1.2. Manajemen Rujukan Puskesmas
Penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan harus sesuai dengan azas
penyelenggaraan Puskesmas, perlu ditunjang oleh manajemen Puskesmas yang baik.
Manajemen Puskesmas adalah mungkin kegiatan yang bekerja secara sistematik
untuk menghasilkan Puskesmas yang efektif yang efisien. Rangkaian kegiatan
sistematis yang dilaksanakan oleh Puskesmas membentuk fungsi-fungsi manajemen.
Ada tiga fungsi manajemen Puskesmas yang dikenal yakni perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban (pada masa
sebelumnya fungsi manajemen ini lebih dikenal dengan P1, P2, P3 yaitu P1 sebagai
perencanaan, P2 sebagai penggerakan pelaksanaan dan P3 sebagai pengawasan,
pengendalian dan penilaian). Semua fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan
secara terkait dan berkesinambungan.
Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan ini dikembangkan atas
dasar Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 032/Birhup/72
pelayanan kesehatan antar pelbagai tingkat unit-unit pelayanan medis dalam suatu
daerah tertentu ataupun untuk seluruh wilayah Republik Indonesia”.
Notoatmodjo (2010) mendefenisikan sistem rujukan sebagai suatu sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung
jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara
vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar
unit-unit yang setingkat kemampuannya). Sederhananya, sistem rujukan mengatur
darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu
memeriksakan keadaan sakitnya. Agar sistem rujukan ini dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien, maka perlu diperhatikan organisasi dan pengelolanya, harus jelas
mata rantai kewenangan dan tanggungjawab dari masing-masing unit pelayanan
kesehatan yang terlihat di dalamnya, termasuk aturan pelaksanaan dan kordinasinya.
Analisis perilaku konsumen dalam perencanaan pemasaran merupakan hal
yang penting. Demikian juga untuk perencanaan penjualan pelayanan kesehatan
diperlukan status kesehatan dan analisis tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan
yang ada, baik masa lalu, sekarang dan rencana pelayanan kesehatan masa akan
datang (Sabarguna, 2004).
Pembeli atau pengguna jasa memutuskan memberikan suatu penilaian
terhadap produk atau jasa dan bertindak atas dasar tersebut. Apakah pembeli puas
setelah membelanjakan tergantung kepada penampilan yang ditawarkan dalam
hubungannya dengan harapan pembeli. Kotler (2005) mendefenisikan kepuasan
yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang
dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang”.
Tingkat kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan
yang dirasakan dan harapan. Ada 3 (tiga) tingkat kepuasan yaitu : (a) bila
penampilan kurang dari harapan, pelanggan tidak dipuaskan, (b) bila penampilan
sebanding dengan harapan, berarti pelanggan puas, (c) apabila penampilan
melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Kepuasan pelanggan rumah
sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lain atau kepuasan pasien dipengaruhi
oleh banyak faktor, antara lain yang bersangkutan dengan : (a) pendekatan dan
perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali datang, (b) mutu
informasi yang diterima seperti : apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharapkan,
(c) prosedur perjanjian, (d) waktu tunggu, (e) fasilitas umum yang tersedia, (f)
fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, privacy dan pengaturan
kunjungan, (g) outcome terapi dan perawatan yang diterima (Wijono, 2000).
Kepuasan lebih banyak didefenisikan dari perspektif pengalaman konsumen
setelah mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa saja. Menurut
Richard Oliver (1989) yang dikutip oleh Rachim (2008) menjelaskan bahwa
kepuasan adalah respon pemenuhan dari konsumen. Kepuasan adalah hasil dari
penilaian dari konsumen bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat
2.2. Peran dan Fungsi Unit Pelayanan Teknis (UPT) KIM
Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera Mata (UPT KIM) memiliki peran
melaksanakan pelayanan, pendidikan dan pelatihan teknis, penelitian dan
pengembangan, serta peningkatan kemitraan di bidang kesehatan indera masyarakat
(Depkes RI, 2007).
Dalam melaksanakan perannya Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera Mata
(UPT KIM) menyelenggarakan fungsi:
a. Perencanaan, koordinasi, pelaksanaan monitoring dan evaluasi pencegahan,
pengobatan dan pelayanan penunjang.
b. Perencanaan, koordinasi, pelaksanaan dan evaluasi pemulihan dan peningkatan
fungsi penglihatan/pendengaran dan kebutaan/ketulian.
c. Pengamatan terhadap masalah kesehatan indera masyarakat.
d. Perencanaan, koordinasi, pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan rujukan
kesehatan indera masyarakat.
e. Perencanaan, koordinasi, pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan pelatihan tenaga
kesehatan dan non kesehatan di bidang kesehatan indera masyarakat.
f. Perencanaan, koordinasi, pelaksanaan dan evaluasi penelitian dan pengembangan
teknologi tepat guna di bidang indera masyarakat.
g. Perencanaan, koordinasi, pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan kemitraan dan
h. Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Unit Pelayanan Teknis
Kesehatan Indera Mata (UPT KIM).
2.3. Kegiatan Pokok UPT KIM
Berdasarkan Pedoman Kerja UPT Kesehatan Indera Masyarakat (UPT KIM)
sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 37 tahun 2010, kegiatan
UPT KIM dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu: kegiatan manajemen, kegiatan
medis, dan kegiatan tambahan. Uraian dari masing-masing kegiatan tersebut sebagai
berikut:
1. Kegiatan Manajemen
a. Perencanaan
1) Rencana Jangka Panjang (5 tahun)
2) Rencana Jangka Menengah (Tahunan)
3) Rencana Jangka Pendek (Rencana Pelaksanaan Kegiatan/RPK)
b. Penggerakan Pelaksanaan
Upaya-upaya dilakukan melalui:
1) Rapat rutin UPT KIM, yang dilaksanakan dalam lingkungan UPT
Kesehatan Indera Masyarakat:
a) Dipersiapkan oleh Kepala sub Bagian Tata Usaha dan dipimpin oleh
Kepala UPT KIM, dengan melibatkan pimpinan-pimpinan unit
b) Pada awal tahun untuk penyusunan rencana tahunan, lima tahunan atau
jangka Panjang.
c) Pada setiap akhir bulan dalam tahun anggaran berjalan untuk
pemantauan dan penyusunan rencana kegiatan bulanan.
2) Rapat koordinasi dengan lintas sektoral:
a) Dapat diselenggarakan secara rutin ataupun menurut kebutuhan
b) Melibatkan berbagai sektor terkait, Profesi, LSM ataupun sasaran
potensial lainnya.
c) Diselenggarakan dalam upaya advokasi ataupun untuk tujuan lainnya.
3) Pemberdayaan masyarakat
a) Bertujuan untuk melibatkan masyarakat secara aktif, sebagai sasaran
maupun sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan.
b) Diselenggarakan melalui advokasi, penyuluhan ataupun cara-cara
penggerakan lainnya.
c) Mengoptimalkan tugas dan fungsi perawat mahir indera setempat.
4) Pelaksanaan kegiatan, yang disesuaikan dengan rencana implementasi
kegiatan dalam rencana tahunan, yang diuraikan dalam kegiatan bulanan'
5) Apabila rencana lima tahunan dapat disusun, maka sudah dirinci ke dalam
rencana tahunan dan rencana pelaksanaan kegiatan bulanannya.
c. Pengendalian, Pengawasan dan Penilaian
1) Pengendalian, pengawasan dan penilaian dilakukan sesuai dengan rencana.
pemantauan/monitoring, penilaian/evaluasi, oleh Kepala UPT Kesehatan
Indera Masyarakat dan atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Bimbingan
teknis dapat ditujukan untuk kegiatan pelayanan atau administrasi.
2) Konsultasi ke Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Ditjen Bina Kesehatan
Masyarakat cq. Direktorat Bina Kesehatan Komunitas (Sub Dit Bina Upaya
Kesehatan Indera dan Usila).
d. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk merekam
kegiatan dan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan serta diharapkan secara
potensial dapat berperan banyak dalam proses manajemen di UPT Kesehatan
Indera Masyarakat, mulai dari perencanaan (Pl), Penggerakan Pelaksanaan
(P2) sampai dengan Penilaian (P3).
Variabel yang dicatat adalah sesuai dengan kebutuhan UPT Kesehatan Indera
Masyarakat, sementara variabel yang dilaporkan hendaknya mengacu kepada
informasi yang dibutuhkan.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan:
1) Variabel yang dicatat dan dilaporkan:
a) Variabel yang dicatat dapat dikembangkan sesuai indikator yang
digunakan dalam menjalankan fungsi manajemen di Balai Kesehatan
b) Variabel yang dilaporkan adalah variabel-variabel yang berkaitan
dengan indikator yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi
manajemen pada setiap jenjang administrasi.
2) Instrumen
a) Instrumen pencatatan dapat berupa:
(1) Kartu-kartu antara lain: Kartu Tanda pengenal pengunjung, Kartu
Status Penderita Rawat Jalan, Kartu Status Penderita- Rawat Sehari.
(2) Register-register: antara lain Register Nomor Index pengunjung,
Register Kunjungan, Register Rawat sehari, Register pelayanan Luar
Gedung, Kegiatan pelayanan Kesehatan Masyarakat, dan lain-lain.
b) Instrumen pelaporan yang terdiri dari:
(1) Formulir laporan triwulan yang berisi: kegiatan medis dan non
medis, hasil kegiatan dalam dan luar gedung serta laporan
pemakaian dan penerimaan obat.
(2) Formulir laporan tahunan yang berisi: rekapitulasi laporan triwulan
dan keadaan sarana/prasarana.
3) Mekanisme pencatatan dan pelaporan
a) Alur pencatatan
(1) Pencatatan kegiatan dan hasil kegiatan dilakukan oleh petugas
pelaksana pada setiap unit pelayanan UPT Kesehatan Indera
(2) Hasil pencatatan dipindahkan ke dalam buku register oleh staf
pelaksana dan pencatatan pelaporan
b) Alur pelaporan
(1) Kegiatan dan hasil kegiatan yang tercatat dalam register, setiap
bulan direkapitulasi untuk keperluan manajemen UPT Kesehatan
Indera Masyarakat dan bahan pelaporan.
(2) Setiap 3 (tiga) bulan dan setiap tahun. kegiatan dan hasil kegiatan
UPT Kesehatan lndera Masyarakat direkapitulasi untuk dipindahkan
ke dalam format laporan yang tersedia. Laporan disampaikan ke
Dinas Kesehatan Provinsi dan tembusan ke Direktorat Bina
Kesehatan Komunitas Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat (cq Sub
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Indera dan Usila).
(3) Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktorat Bina Kesehatan
Komunitas, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat (cq Sub Direktorat
Bina Upaya Kesehatan Indera dan Usila) akan memberikan umpan
balik untuk peningkatan kinerja UPT KlM.
2. Kegiatan Medis
a. Kegiatan Pelayanan Medis
1) Rawat jalan
Pelayanan rawat jalan diberikan di dalam dan luar gedung UPT Kesehatan
a) Melakukan pemeriksaan dan tindakan medik mata dasar (refraksi) dan
telinga dasar.
b) Melakukan penanganan lanjut terhadap pasien rujukan dari Puskesmas
dan Rumah Sakit.
c) Melakukan pemeriksaan dan tindakan medik mata dan telinga
spesialistik yang sesuai Standar Pelayanan Profesi, meliputi:
(1) Pemeriksaan segmen depan mata
(2) Pemeriksaan segmen belakang mata
(3) Pemeriksaan khusus tonometri, gonioskopi, kampimetri
(4) Pemeriksaan telinga luar dan telinga dalam
(5) Pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya
(6) Perawatan pra bedah
(7) Tindakan bedah sedang dan besar
(8) Perawatan pasca bedah:
(a) Katarak
i. Pemeriksaan tajam penglihatan 1 hari, 1 minggu dan 4-8
minggu pasca bedah
ii. Perawatan lanjut bila ditemukan komplikasi pasca bedah dan
merujuk ke tingkat pelayanan tersier bila diperlukan.
(b) Glaukoma
Pemeriksaan pasca bedah berkala secara teratur yang meliputi:
ii. Tekanan bola mata
iii. Pemeriksaan lapang pandang
iv. Pemeriksaan funduskopi
v. Perawatan lanjut bila ditemukan komplikasi pasca bedah dan
merujuk ke tingkat pelayanan tersier bila diperlukan.
(c) Timpanoplasti
(d) Mastoidektomi
(e) Mirigoplasti
d) Perawatan pasca bedah lainnya sesuai standar operasional prosedur.
e) Rujukan
(a) Menerima rujukan kasus/spesimen laboratorium untuk mata dan
telinga dari Puskesmas, Rumah Sakit dan praktek swasta.
(b) Merujuk kasus/spesimen laboratorium ke sub spesialis/
laboratorium yang lebih mampu.
(c) Rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
(d) Merujuk masalah kesehatan Indera masyarakat yang tidak dapat
ditanggulanginya kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen
Kesehatan
2) Perawatan satu hari ("One Day Care")
Pelayanan operasi katarak dan glaukoma atau timpanoplasti,
mastoidektomi dan miringoplasti diikuti dengan observasi selama 1 (satu)
hari baik di dalam gedung maupun di luar gedung UPT KlM.
3) Asuhan Keperawatan.
a) Melaksanakan asuhan keperawatan kepada sasaran individu, keluarga,
dan masyarakat dalam bidang kesehatan indera.
b) Mendukung penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan indera
dan upaya tindak lanjutnya dengan pendekatan proses keperawatan.
4) Rehabilitasi
Upaya perbaikan fungsi penglihatan dan pendengaran pada kasus-kasus:
Kelainan refraksi dengan pemberian kacamata/lensa kontak operasi katarak
dengan pemberian Lensa Intra Okuler/Intra Ocular Lens (IOL) atau
kacamata aphakia. Gangguan pendengaran dengan pemberian alat bantu
dengar Operasi Mastoidektomi.
5) Penunjang Medik
a) Pemeriksaan laboratorium klinik (rutin dan khusus)
b) Pemeriksaan biometri
c) Pemeriksaan lapang pandangan
d) Pemeriksaan USG mata dan telinga.
f) Pemeriksaan Audiometer
g) Lain-lain
6) Pelayanan Penunjang
a) Instalasi/Depo Farmasi UPT Kesehatan Indera Masyarakat.
Menyediakan obat-obatan untuk penyakit mata dan telinga.
b) Konseling
Kegiatan konseling dilakukan terhadap pasien, keluarga atau pihak lain
yang memerlukan perhatian terhadap kesehatan Indera dengan tujuan
memberikan dukungan sosial dan psikologis dalam pengambilan
keputusan secara mandiri.
b. Kegiatan Kesehatan Masyarakat
Kegiatan Kesehatan Masyarakat yang dapat dilakukan oleh UPT Kesehatan
Indera Masyarakat, antara lain:
1) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KlE)
KIE diberikan kepada sasaran potensial, pasien, keluarga dan petugas baik
di dalam gedung maupun di luar gedung untuk merubah pengetahuan,
sikap dan perilaku masyarakat, dalam rangka memberdayakan sasaran.
Pemberdayaan sasaran melalui proses:
a) Pemasaran Sosial
b) Seminar-seminar bagi profesi dan masyarakat umum
d) Menjalin kerjasama dengan badan-badan/institusi yang memiliki
jaringan pemasaran yang luas.
e) Mendorong penyebarluasan informasi melalui komunikasi dari seorang
kepada lainnya : "Word of Mouth" (gethok-tular), yang hanya berhasil
kalau Balai Kesehatan Indera Masyarakat bisa memberikan pelayanan
yang baik dan memuaskan.
2) Advokasi
Advokasi yaitu melakukan pendekatan kepada para pengambil keputusan/
penyandang dana. Pendekatan terhadap para pengambil keputusan/
kebijakan sektor terkait di setiap tingkat pemerintahan untuk
masing-masing tatanan dilakukan untuk memperoleh dukungan/kesepakatan baik
berupa dukungan lisan maupun tertulis dalam bentuk surat edaran/
himbauan, dana maupun tindakan yang mendukung upaya kesehatan
indera.
3) Melibatkan partisipasi masyarakat
a) Mengidentifikasi masalahnya.
b) Mencari pertolongan secara tepat dan cepat
c) Bekerjasama dengan petugas kesehatan untuk menyelesaikan
masalahnya.
d) Keterlibatan masyarakat/LSM untuk mendukung upaya-upaya UPT
Kesehatan Indera Masyarakat,d dilakukan melalui advokasi
4) Surveilans epidemiologi kesehatan indera masyarakat dan tindak lanjutnya
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan pengamatan berkelanjutan
terhadap kecenderungan dan penyebaran kasus baru (insidens) melalui
pengumpulan, pengolahan, dan evaluasi laporan kesakitan, kematian, dan
data lainnya.
Kegiatan Surveilans Epidemiologi yang dapat dilaksanakan di UPT
Kesehatan lndera Masyarakat berupa:
a) Pengumpulan data untuk mendapatkan angka insidensi penyakit mata
seperti katarak, kelainan refraksi, glaukoma, xeroftalmia dan lain-lain
serta penyakit telinga seperti OMSK, tuli bawaan, gangguan
pendengaran akibat bising/NlHL, Presbikusis dan lain-lain menurut
umur, wilayah, pendidikan, status ekonomi dan lain-lain.
b) Mengolah, menganalisis dan menginterpretasikan data.
c) Merekomendasikan hasil interpretasi data untuk membuat perencanaan
selanjutnya.
5) Bimbingan teknis (pembinaan) kesehatan indera masyarakat
Bimbingan teknis kesehatan indera masyarakat meliputi kegiatan KlE,
advokasi, surveilans kesehatan Indera dan tindak lanjutnya.
Kegiatan luar gedung (outreach services)
a) Eye camp
kesehatan yang dekat dengan sasaran (RS Kabupaten, Puskesmas
Tempat Perawatan, dan lain-lain)
b) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), bekerjasama dengan Puskesmas dan
Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) dalam melaksanakan:
(1) Pemeriksaan visus, refraksi dan gangguan pendengaran anak
sekolah.
(2) Memberikan rekomendasi untuk pembelian kacamata dan alat bantu
dengar.
7) Pendidikan, merupakan tempat pendidikan, tempat alih teknologi dalam
bidang kesehatan Indera masyarakat bagi:
a) Dokter spesialis mata dan THT
b) Residen mata dan THT
c) Petugas-petugas UPT KIM
d) Mahasiswa Fakultas Kedokteran
e) Mahasiswa ARO
f) Mahasiswa Audiologi
g) Mahasiswa Akper
h) Perawat
8) Melaksanakan pelatihan kesehatan Indera Masyarakat, baik untuk tenaga
kesehatan maupun non kesehatan (lintas sektor, LSM, Masyarakat/kader,
a) Pelatihan Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan
(PGPK) dengan peserta: Dokter dan perawat Puskesmas dan bahan
acuan: Modul pelatihan Kesehatan Indera Penglihatan bagi dokter dan
perawat.
b) Pelatihan Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGP
Ketulian) dengan peserta: Dokter dan perawat Puskesmas dan bahan
acuan: Modul pelatihan Kesehatan Indera Pendengaran dan Ketulian
bagi dokter dan perawat.
c) Pelatihan Penanggulangan Kebutaan Katarak Paripurna (PKKP),
dengan peserta: perawat dari Puskesmas tempat perawatan dan bahan
acuan: Modul pelatihan PKKP.
d) Pelatihan Kelainan Refraksi, dengan peserta: Guru UKS, murid SD,
petugas kesehatan Puskesmas, dan bahan acuan: Modul pelatihan
kelainan refraksi.
e) Pelatihan kader untuk penjaringan kasus dalam rangka penanggulangan
gangguan penglihatan dan kebutaan serta penanggulangan gangguan
pendengaran dan ketulian dan bahan acuan: Modul pelatihan Kader.
9) Melaksanakan penelitian kesehatan Indera, yang dapat dilaksanakan
sendiri atau bekerjasama dengan unit lain, seperti Fakultas kedokteran
setempat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Puslitbangkes),
3. Kegiatan Tambahan
a. Produksi kacamata
Memproduksi kacamata dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan dan
harga yang terjangkau oleh semua golongan masyarakat, khususnya golongan
masyarakat berpenghasilan rendah.
b. Produksi obat tetes mata lokal
Memproduksi obat tetes mata lokal untuk keperluan UPT KIM dengan mutu
yang dapat dipertanggungjawabkan dan harga terjangkau oleh semua golongan
masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.
2.4. Rujukan
Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam
Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk
mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya
guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan
kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan (Trisnantoro, 2005).
Rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang
melaksanakan pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik, terhadap
suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan, secara vertikal dalam arti dari unit
yang terkecil atau berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau
secara horisontal atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat
Rujukan secara konseptual terdiri dari 2 jenis yaitu:
1. Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalah
medik perorangan yang antara lain meliputi:
a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operasional
dan lain-lain.
b. Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih
lengkap.
c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim
tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi
pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas
pelayanan.
2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah
kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:
a. Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi
kesehatan.
b. Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk
penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu
penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas,
dan lain-lain.
c. Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat
Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:
1. Rujukan upaya kesehatan perorangan
a. Antara masyarakat dengan puskesmas
b. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
c. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
d. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
lainnya.
2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat yaitu:
a. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota
b. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral
maupun lintas sektoral
c. Bila rujukan di tingkat kabupaten atau kota masih belum mampu
menanggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).
Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan
dibedakan atas lima, yaitu:
1. Tingkat rumah tangga
Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.
2. Tingkat masyarakat
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya:
3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama
Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan puskesmas dan unit fungsional
di bawahnya, praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.
4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua
Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan
penyakit paru (BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan
kerja masyarakat (BKKM), balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra
pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit
kabupaten atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten
atau kota, dan lain-lain.
5. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga
Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh
rumah sakit provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan
departemen kesehatan.
Syarat rujukan adalah sebagai berikut:
1. Rujukan harus dibuat oleh orang yang mempunyai kompetensi dan wewenang
untuk merujuk, mengetahui kompetensi sasaran/tujuan rujukan dan mengetahui
kondisi serta kebutuhan objek yang dirujuk.
2. Rujukan dan rujukan balik mengacu pada standar rujukan pelayanan medis
Daerah
a. Adanya unit yang mempunyai tanggungjawab dalam rujukan, baik yang
merujuk atau yang menerima rujukan.
b. Adanya Tenaga kesehatan yang kompeten dan mempunyai kewenangan
melaksanakan pelayanan medis dan rujukan medis yang dibutuhkan.
c. Adanya pencatatan/kartu/dokumen tertentu berupa :
1) Formulir rujukan dan rujukan balik sesuai contoh.
2) Kartu Jamkesmas, Jamkesda dan kartu Asuransi lain.
3) Pencatatan dan dokumen hasil pemeriksaan penunjang
d. Adanya pengertian timbal balik antara pengirim dan penerima rujukan.
e. Adanya pengertian petugas tentang sistem rujukan.
f. Rujukan dapat bersifat horizontal dan vertikal, dengan prinsip mengirim ke
arah fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu dan lengkap.
4. Untuk menjamin keadaan umum pasien agar tetap dalam kondisi stabil selama
perjalanan menuju ke tempat rujukan, maka :
a. sarana transportasi yang digunakan harus dilengkapi alat resusitasi, cairan
infus, oksigen dan dapat menjamin pasien sampai ke tempat rujukan tepat
waktu;
b. pasien didampingi oleh tenaga kesehatan yang mahir tindakan kegawat
daruratan;
c. sarana transportasi/petugas kesehatan pendamping memiliki sistem
5. Rujukan pasien/specimen ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi dan
atau lengkap hanya dapat dilakukan apabila :
a. berdasarkan hasil pemeriksaan medis, sudah terindikasi bahwa keadaan pasien
tidak dapat diatasi;
b. pasien memerlukan pelayanan medis spesialis dan atau subspesialis yang tidak
tersedia di fasilitas pelayanan semula;
c. pasien memerlukan pelayanan penunjang medis yang lebih lengkap yang tidak
tersedia di fasilitas pelayanan semula;
d. pasien atau keluarganya menyadari bahwa rujukan dilaksanakan karena alasan
medis;
e. rujukan dilaksanakan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang diketahui
mempunyai tenaga dan sarana yang dibutuhkan menurut kebutuhan medis atau
penunjang medis sesuai dengan rujukan kewilayahan;
f. rujukan tanpa alasan medis dapat dilakukan apabila suatu rumah sakit
kelebihan pasien (jumlah tempat tidur tidak mencukupi);
g. rujukan sebagaimana dimaksud huruf f dirujuk ke rumah sakit yang setara atau
sesuai dengan jaringan pelayanannya;
h. khusus untuk pasien Jamkesda dan pemegang Asuransi Kesehatan lainnya,
harus ada kejelasan tentang pembiayaan rujukan dan pembiayaan di Fasilitas
i. khusus untuk pasien Jamkesda hanya dapat dirujuk ke rumah sakit yang setara
yaitu ke PPK1 atau PPK 2 lainnya yang mengadakan kerjasama dengan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota;
6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan/tenaga kesehatan dilarang merujuk dan
menentukan tujuan rujukan atas dasar kompensasi/imbalan dari Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
Adanya perbedaan dan persamaan klasifikasi, wilayah dan kemampuan tiap
sarana kesehatan yang ada di Provinsi perlu disusun alur rujukan pasien secara
umum, kecuali bagi rujukan kasus kegawatdaruratan atau rujukan khusus. Ada
beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam alur rujukan yaitu:
1. Klasifikasi Fasilitas Kesehatan
Rumah Sakit Umum Provinsi dengan klasifikasi B sebagai rujukan bagi Rumah
Sakit Umum Kabupaten/Kota dengan klasifikasi C atau D atau sarana kesehatan
lain, termasuk Rumah Sakit Angkatan Darat, Rumah Sakit Bhayangkara dan
Swasta di Provinsi/Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten/Kota kelas C yang
telah mempunyai 4 spesialis dasar dapat menjadi tujuan rujukan dari Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten /Kota kelas D terdekat yang belum mempunyai
spesialisasi yang dituju dan Puskesmas. Puskesmas sebagai tujuan rujukan utama
Puskesmas Pembantu, Polindes/ Poskesdes dan masyarakat di wilayahnya.
2. Lokasi / Wilayah Kabupaten/Kota
Berdasarkan hasil pemetaan wilayah rujukan masing-masing Kabupaten/Kota,
tujuan rujukan bisa berdasarkan lokasi geografis sarana pelayanan kesehatan yang
3. Koordinasi unsur-unsur pelaksana Teknis
Unsur-unsur pelaksana teknis rujukan lain sebagai sarana tujuan rujukan yang
dapat dikoordinasikan di tingkat, antara lain: Balai Laboratorium Kesehatan
Masyarakat (BLKM), Rumah Sakit Jiwa (RS Jiwa), Balai Kesehatan Mata
Masyarakat (BKMM), Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).
Alur rujukan kasus kegawatdaruratan:
1. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke:
a. Puskesmas pembantu
b. Bidan di desa
c. Puskesmas rawat inap
d. Rumah sakit swasta / RS pemerintah
2. Dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke:
a. Puskesmas pembantu
b. Bidan di desa
Alur sistem rujukan regional
1. Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan
Pelayanan berjenjang yang dimulai dari Puskesmas, kemudian kelas C, kelas D
selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS kelas A.
2. Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat inap
dilakukan atas pertimbangan tertentu atau kesepakatan antara rumah sakit dengan
pasien atau keluarga pasien. yang telah ditetapkan Yang dimaksud dengan antar
region yang telah ditetapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan region yang telah
ditetapkan. Misalnya, RS A merujuk pasiennya ke RS B karena pertimbangan
waktu, jarak atau karena pertimbangan lainnya yang disepakati antara rumah sakit
[image:56.612.167.487.270.654.2]dengan pasien atau keluarga pasien.
2.5 Landasan Teori
Dewasa ini, tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih baik
sangatlah tinggi. Hal ini mengharuskan Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan
lainnya untuk lebih mengembangkan diri terhadap secara tahap demi tahap sehingga
mutu pelayanan kesehatan dapat mengikuti tuntutan masyarakat (Azwar, 2006).
Apabila puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu,
misalnya penyakit mata maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana
pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horisontal maupun vertikal).
Sebaliknya pasien paska rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana,
dirujuk ke puskesmas (Depkes RI, 2004).
Meningkatnya jumlah penderita gangguan mata saat ini di puskesmas tetapi
menurunnya minat pasien gangguan mata berobat ke tempat rujukan seperti UPT
Kesehatan Indra Masyarakat Propinsi Sumatera Utara disebabkan oleh berbagai
kendala baik secara teknis maupun masalah organisasi. Kendala yang dihadapi seperti
kurangnya pelatihan tenaga kesehatan khusus mata, kurangnya kerjasama dengan
program lain dan kader, rendahnya frekuensi kunjungan petugas mata ke
sekolah-sekolah, kurangnya perujukan pasien mata ke tempat yang telah ditentukan oleh
Dinas Kesehatan, kurangnya minat pasien berobat ke tempat pelayanan yang telah
ditentukan. Hal tersebut menunjukkan sistem manajemen di puskesmas tersebut
belum optimal.
pengembangan, serta peningkatan kemitraan di bidang kesehatan indera masyarakat
(Depkes RI, 2007). Berdasarkan Pedoman Kerja UPT Kesehatan Indera Masyarakat
(UPT KIM) sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 37 tahun
2010, kegiatan UPT KIM dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu: kegiatan
manajemen, kegiatan medis, dan kegiatan tambahan.
2.6. Kerangka Berfikir
Berdasarkan paparan pada teori kepustakaan di atas dapat dibuat kerangka
konsep penelitian sebagai berikut :
[image:58.612.116.475.345.576.2]
`
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Fungsi UPT KIM: 1. Pelayanan
2. Diklat Teknis 3. Litbang 4. Kemitraan
UPT KIM sebagai tempat rujukan kesehatan mata dan
THT
Kegiatan pokok UPT: 1. Manajemen
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus.
Kirk dan Miller mendefenisikan penelitian kualitatif sebagai suatu tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan
pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Sedangkan
studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan
terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai
sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang
dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu (Moleong, 2013).
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis
yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.
Dalam penelitian ini akan digali informasi sebanyak-banyaknya dan secara detail
tentang fungsi dan kegiatan pokok UPT Kesehatan Indera Masyarakat sebagai
tempat rujukan kesehatan mata dan THT.
Penelitian kualitatif terdiri dari 3 tahapan yaitu proses deskripsi, tahap
reduksi/fokus, dan tahap seleksi. Tahap deskripsi yaitu mendeskripsinya apa yang
dilihat, didengar, dirasakan, dan ditanyakan. Tahap reduksi/fokus yaitu peneliti
dengan cara memilih mana data yang menarik, penting, berguna, dan baru
sedangkan data yang dirasa tidak dipakai disingkirkan. Tahap seleksi yaitu
peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan menjadi lebih rinci (Sugiyono,
2013)
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera
Masyarakat (UPT KIM) Propinsi Sumatera Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi
ini adalah :
1. Menurunnya jumlah kunjungan pasien rujukan dari puskesmas.
2. Belum pernah dilakukan penelitian sebelum dengan judul yang sama dengan
penelitian ini.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2013 sampai dengan
bulan Agustus 2014.
3.3. Informan Penelitian
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi
tenang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2013). Dalam penelitian ini,
penentuan informan dilakukan secara snowball sampling. Menurut Sugiyono (2013)
snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada
jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang
memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber
data. Dengan demikian, jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti
bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar.
Informan dalam penelitian ini sebanyak 8 orang, yaitu Kepala Dinas
Kesehatan Provsu, Kepala UPT Kesehatan Indera Masyarakat, Kepala Subbag Tata
Usaha, Penanggung Jawab Urusan Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi Diklat
serta pelayanan Masyarakat, Penanggung Jawab Pelayanan Mata, Penanggung
Jawab Pelayanan Mata THT, Kepala Puskesmas Sei Agul, dan Kepala Puskesmas
Rantang Medan.
Dalam penelitian ini yang penting bagi peneliti bukan banyak dan sedikitnya
jumlah informan, melainkan peneliti lebih mengutamakan kualitas informan. Dalam
arti, lebih menguasai informasi yang ingin diperoleh dari daerah penelitian. Oleh
sebab itu peneliti memungkinkan untuk mengambil informan dengan jum