KONSENTRASI INDUSTRI PENGOLAHAN
DI PROPINSI JAWA TENGAH
PERIODE TAHUN 2005-2009
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Nevita Sari NIM 7450408068
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
ii
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia
ujian skripsi pada :
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. P. Eko Prasetyo, M.Si Shanty Oktavilia, SE, M.Si. NIP. 196801022002121003 NIP. 197808152008012016
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada :
Hari :
Tanggal :
Penguji
Prof. Dr. Rusdarti, M.Si NIP. 195904211984032001
Anggota I Anggota II
Dr. P. Eko Prasetyo, M.Si Shanty Oktavilia, SE, M.Si.
NIP. 196801022002121003 NIP. 197808152008012016
Mengetahui :
Dekan Fakultas Ekonomi,
iv
Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan hasil jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah. Apabila di kemudian hari terbukti skripsi ini adalah hasil
jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Semarang, Februari 2013
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.
(Amsal 23: 18)
Percayalah pada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar
pada pengertianmu sendiri. (Amsal 3:5)
Mengucap syukurlah dalam segala hal. (Penulis)
PERSEMBAHAN:
Dengan rasa syukur kepada Tuhan Yesus, atas
segala karuniaNya skripsi ini kupersembahkan
kepada:
Kedua Orang Tua ku yang telah banyak
memberikan dukungan doa maupun materil
kepada penulis.
Abangku Ivan.P.Sembiring dan Adikku Richard
Franklin Sembiring, terima kasih atas motivasi
dan doa nya kepada penulis selama ini.
vi
Puji syukur pada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya, sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” KONSENTRASI INDUSTRI
PENGOLAHAN DI PROPINSI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN 2005-2009
”.
Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi Strata 1 (satu) untuk meraih
gelar Sarjana Ekonomi. Saya menyampaikan rasa terima kasih atas segala bantuan
dan dukungan yang telah diberikan kepada :
1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu
dengan segala kebijakannya .
2. Dr. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
yang dengan kebijaksanaanya memberikan kesempatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi dan studi yang baik.
3. Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP. M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin
kepada penulis untuk menyusun skripsi.
4. Prof. Dr. Rusdarti, M.Si, selaku penguji utama sidang yang telah memberikan
evaluasi serta bimbingan agar skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Dr. P. Eko Prasetyo, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia
memberikan bimbingan, arahan, serta saran kepada penulis selama
vii
6. Shanty Oktavilia, SE, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing II yang bersedia
membimbing, arahan serta masukan-masukan yang sangat bermanfaat pada
skripsi ini.
7. Bapak Ibu Dosen Ekonomi Universitas Negeri Semarang, atas semua bekal
ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.
8. Sahabatku Rindi Anggoro, Nurul Izzah, Oi Siburian, Asima Pakpahan, Trisni
Wulandari, Novia Maya, Riska Rahman, Desti, Mba Ayu Prabandari, Rea
Purba, Betti Rajaguguk, Ica Tarigan, Astri Sinaga, dan teman-teman Betty kos
terimakasih atas doa, semangat, dan motivasinya.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Peneliti terbuka atas saran dan kritikan yang membangun dengan tujuan
untuk memperbaiki skripsi ini dan semoga skripsi ini menjadi lebih bermanfaat.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak
yang telah membantu.
Semarang, Februari 2013
viii
Sari,Nevita. 2013. “KONSENTRASI INDUSTRI PENGOLAHAN DI PROPINSI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN 2005-2009 ”, Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing I, Dr. P. Eko Prasetyo, M.Si. Dosen Pembimbing II, Shanty Oktavilia, S.E, M.Si.
Kata Kunci : Industri Pengolahan, Rasio Konsentrasi, CR4, CR8
Konsentrasi dari beberapa perusahaan dalam suatu industri sering menjadi perhatian para ekonom, ahli strategi bisnis, dan agen-agen pemerintah. Tujuan industri dalam bisnis adalah untuk mencapai keuntungan maksimum, agar keuntungan maksimum dapat tercapai, maka struktur industri yang tercermin dalam struktur pasar harus kuat. Konsentrasi industri merupakan suatu bahasan yang penting untuk mengetahui suatu industri. Tahun 2005-2009 adalah masa pemulihan dan pengembangan industri di Indonesia setelah krisis di tahun 1997/1998. Adapun permasalahan dalam penelitian adalah bagaimana konsentrasi sektor industri dari segi investasi, tenaga kerja, dan nilai tambah di Jawa Tengah periode tahun 2005-2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi sektor industri dari segi investasi, tenaga kerja, dan nilai tambah.
Objek penelitian ini adalah industri pengolahan yang berada di 35 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Variabel yang digunakan ialah sektor industri dari segi investasi sektor industri, tenaga kerja sektor industri, dan nilai tambah di Jawa Tengah. Metode analisis data digunakan metode analisis rasio konsentrasi atau CR4 dan CR8. Data yang digunakan adalah data investasi, tenaga
kerja, dan nilai tambah sektor industri pengolahan di Jawa Tengah dengan ISIC 5 digit yang diperoleh dari statistik industri Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Tengah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1)Berdasarkan analisis CR4 dan CR8
konsentrasi investasi dan tenaga kerja yang dimiliki industri di Jawa Tengah selama periode tahun 2005-2009 adalah berstruktur pasar oligopoli tipe 2.
(2) Berdasarkan nilai tambah sektor industri berstruktur pasar oligopoli penuh dan di tahun 2009 konsentrasi industri berstruktur pasar oligopoli tipe 2, serta dengan penghitungan dengan CR8 konsentrasi nilai tambah sektor industri di Jawa
Tengah bentuk struktur pasar oligopoli tipe 2 (<88% untuk CR8).
ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 12
BAB III METODOE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ... 35
3.2 Definisi Operasional ... 35
3.3 Pengumpulan Data ... 37
3.4 Metode Analisis Data ... 37
3.5 Tahapan Analisis ... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Perekonomian Jawa Tengah ... 41
4.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah ... 41
4.1.2 Kontribusi Sektoral Jawa Tengah ... 43
4.2 Perkembangan Industri... 46
x
4.3 Analisis Struktur Industri ... 52
4.4 Pembahasan ... 87
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 92
5.2 Saran ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... 95
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 PDRB Menurut Lapangan Usaha ADHK 2000 di Jawa Tengah Tahun
2007-2010 (Juta Rupiah) ... 4
1.2 Distribusi Persentase PDRB di Jawa Tengah ADHK 2000 Tahun 2005-2010 ... 5
1.3 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Jawa Tengah Tahun 2004-2008 (orang) ... 8
2.1 Jenis-jenis Utama Struktur Pasar ... 17
2.2 Tipe-tipe Pasar Dalam Industri ... 25
2.3 Dimensi Batasan Nilai Rasio Konsentrasi Suatu Industri ... 26
3.1 Rincian Jenis Data dan Sumber Data ... 36
4.1 Rasio Konsentrasi CR4 Investasi Sektor Industri Pengolahan di Jawa Tengah Periode Tahun 2005-2009, ISIC 5 Digit (%) ... 54
4.2 Pertumbuhan Rasio Konsentrasi CR4 Investasi Sektor Industri Pengolahan di Jawa Tengah Periode Tahun 2005-2009, ISIC 5 Digit (%) ... 57
4.3 Rasio Konsentrasi CR4 Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di Jawa Tengah Periode Tahun 2005-2009, ISIC 5 Digit (%) ... 62
4.4 Pertumbuhan Rasio Konsentrasi CR4 Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di Jawa Tengah Periode Tahun 2005-2009, ISIC 5 Digit (%) ... 64
4.5 Rasio Konsentrasi CR4 Nilai Tambah Sektor Industri Pengolahan di Jawa Tengah Periode Tahun 2005-2009, ISIC 5 Digit (%) ... 66
xii
Tengah periode Tahun 2005-2009, ISIC 5 Digit (%) ... 72
4.8 Pertumbuhan Rasio Konsentrasi CR8 Investasi Sektor Industri
Pengolahan di Jawa Tengah periode Tahun 2005-2009, ISIC 5 Digit
(%) ... 76
4.9 Rasio Konsentrasi CR8 Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di
Jawa Tengah Periode Tahun 2005-2009, ISIC 5 Digit (%) ... 77
4.10 Pertumbuhan Rasio Konsentrasi CR8 Tenaga Kerja Sektor Industri
Pengolahan di Jawa Tengah Periode Tahun 2005-2009, ISIC 5 Digit
(%) ... 80
4.11 Rasio Konsentrasi CR8 Nilai Tambah Sektor Industri Pengolahan di
Jawa Tengah Periode Tahun 2005-2009, ISIC 5 Digit (%) ... 82
4.12 Pertumbuhan Rasio Konsentrasi CR8 Nilai Tambah Sektor Industri
Pengolahan di Jawa Tengah Periode Tahun 2005-2009, ISIC 5 Digit
(%) ... 84
4.13 Rata-rata Rasio Konsentrasi CR4 Sektor Industri Pengolahan di Jawa
Tengah Periode Tahun 2005-2009 ... 86
4.14 Rata-rata Rasio Konsentrasi CR8 Sektor Industri Pengolahan di Jawa
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Keterkaitan Struktur-Perilaku-Kinerja Pasar ... 1
1.2 Distribusi Persentase PDRB ADHK 2000 Menurut Lapangan Usaha
di Jawa Tengah Tahun 2004-2009 (%) ... 6
2.1 The Interactive Structure-Conduct-Performance Market Framework ... 23
2.2 Skema Kerangka Berpikir Penelitian Konsentrasi Industri ... 33
4.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Tahun 2001-2010 (%)
Berdasarkan Harga Konstan 2000 ... 42
4.2 Pertumbuhan Ekonomi PDRB Jawa Tengah Tahun 2001-2010
Berdasarkan Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) ... 43
4.3 Perkembangan Proporsi PDRB Jawa Tengah Tahun 2005-2009
Berdasarkan Harga Konstan 2000 (%) ... 44
4.4 PDB Indonesia Tahun 2004-2009 ... 47
4.5 Banyaknya Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri di Indonesia Tahun
2004-2009 (orang) ... 48
4.6 Laju Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2010
(%) ... 48
4.7 Banyaknya Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di Propinsi
Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (Orang) ... 50
4.8 Banyaknya Nilai Tambah Sektor Industri Pengolahan di Propinsi
xiv
Lampiran Halaman
1 Data Penelitian : Data CR4 dan CR8 Sektor Industri dari Segi
Investasi, Tenaga Kerja, dan Nilai Tambah di Jawa Tengah Tahun
2005-2009 ... 97
2 Hasil CR4 Sektor Industri dari Segi Investasi ... 131
3 Hasil CR4 Sektor Industri dari Segi Tenaga Kerja ... 132
4 Hasil CR4 Sektor Industri dari Segi Nilai Tambah ... 133
5 Hasil CR8 Sektor Industri dari Segi Investasi ... 134
6 Hasil CR8 Sektor Industri dari Segi Tenaga Kerja ... 135
1 1.1 Latar Belakang Masalah
Sektor industri ialah salah satu dari sembilan sektor-sektor ekonomi, dimana
merupakan komponen penting dalam upaya meningkatkan penerimaan negara
yaitu Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional yang telah menggeser peran
sektor pertanian yang semula merupakan sektor primer dalam pembangunan.
Sektor industri mempunyai kontribusi ekonomi yang besar antara lain melalui
investasi, lapangan pekerjaan, nilai tambah. Sektor industri juga berperan dalam
perubahan struktural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat Indonesia
dalam menunjang pembentukan daya saing nasional di pasar internasional.
Struktur pasar merupakan suatu bahasan yang penting untuk mengetahui
perilaku dan kinerja suatu industri. Dalam struktur pasar terdapat tiga elemen
pokok yaitu pangsa pasar, konsentrasi, dan hambatan masuk. (Wihana, dalam Fitri
2007). Berikut gambar hubungan dari struktur, perilaku, dan kinerja suatu
industri.
Sumber : Dimodifikasi dari Martin, dalam Prasetyo (2010)
Gambar 1.1: Keterkaitan Struktur-Perilaku-Kinerja Pasar
Market Structure
Market Performance Market
dipengaruhi oleh diferensiasi produk, harga barang yang diproduksi, dan
hambatan masuk ke dalam industri.
Dalam keadaan krisis, perusahaan-perusahaan hanya memiliki dua pilihan.
Pilihan pertama, yaitu mengurangi jumlah impor faktor produksi yang berarti
mengurangi jumlah produksi. Pilihan kedua, yaitu jumlah faktor produksi yang
diimpor tetap, tetapi harus meningkatkan biaya yang dikeluarkan. Dalam hal ini
untuk meningkatkan atau paling tidak mempertahankan keuntungan suatu
perusahaan harus menjual barang produksinya dengan harga yang lebih tinggi. Ini
tentunya akan mempengaruhi struktur dari suatu industri.
Tahun 2005-2009 adalah masa pemulihan dan pengembangan industri setelah
krisis di tahun 1997/1998 di Indonesia. Adanya revitalisasi, konsolidasi, dan
restrukturisasi industri masih menjadi salah satu fokus kebijakan
industri.(Departemen Perindustrian, dalam Kuncoro 2007). Hal ini berarti adanya
upaya pemerintah untuk meningkatkan peran sektor industri antara lain dengan
melihat kembali struktur industri melalui rasio konsentrasi suatu perusahaan
industri.
Perhatian pemerintah terhadap pembangunan industri sejalan dengan
Krugman & Obstfeld 1991:299) : ”keinginan sebagian besar Negara Sedang
Berkembang (NSB) membangun sektor industri bertujuan meningkatkan
ekonominya”(Bambang Heru Santosa,BPS).
Bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana setiap daerah
diharapkan memiliki perencanaan pembangunan yang baik agar dapat
tenaga kerja dari jumlah penduduk, yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. Tidak jauh berbeda dari kondisi perekonomian
Indonesia, kondisi perekonomian di Jawa Tengah yang memiliki keunggulan
sumber daya alam yang melimpah serta jumlah penduduk yaitu sekitar 32.382.657
jiwa yang memiliki 35 daerah kabupaten/kota (Jawa Tengah Dalam Angka), juga
mengalami kenaikan laju PDRB jika dilihat dari sembilan sektor ekonominya
seperti pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas,
dan air minum; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan
komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa.
Dalam rangka mengembangkan daerah, guna mensejahterakan
masyarakatnya, pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah diharapkan mampu
mengembangkan sektor-sektor perekonomiannya berdasarkan pada
keunggulannya yang salah satunya adalah dari sektor industri pengolahan.
Berikut adalah data Tabel PDRB Jawa Tengah dan distribusi persentase atas
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2007-2010 (juta Rupiah)
Lapangan usaha 2007 2008 2009 2010
1. Pertanian 31.862.697,60 32.880.707,85 34.101.148,13 34.955.957,64 2. Pertambangan
dan Galian 1.782.886,65 1.851.189,43 1.952.866,70 2.091.257,42
3. Industri
Pengolahan 50.870.785,69 55.348.962,88 57.444.185,45 61.390.101,24
4. Listrik, Gas,
dan Air Bersih 1.340.845,17 1.408.666,12 1.489.552,65 1.614.857,68 5. Bangunan 9.055.728,78 9.647.593,00 10.300.647,63 11.014.598,60 6. Perdagangan,
Hotel, dan
Restoran 33.898.013,93 35.226.196,01 37.766.356,61 40.055.356,39 7. Pengangkutan
dan Komunikasi 8.052.597,04 8.581.544,49 9.192.949,90 9.805.500,11 8. Keuangan,
Persewaan, dan
Jasa Perusahaan 5.767.341,21 6.218.053,97 6.701.533,13 7.038.128,91 9. Jasa-Jasa 16.479.357.72 16.871.569,54 17.724.216,37 19.029.722,65 Total PDRB
Jawa Tengah 159.110.253,79 168.034.483,29 176.673.456,57 186.995.480,64 Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka 2011, BPS Jawa Tengah
Berdasarkan pada Tabel 1.1 mengenai PDRB Jawa Tengah tahun 2007-2010,
bahwa struktur perekonomian di Jawa Tengah masih didominasi oleh sektor
industri pengolahan yang terus mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
sektor perdagangan,hotel dan restaurant, dan sektor pertanian, dimana sampai
dengan tahun 2010 kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Jawa
Tabel 1.2
Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2005-2010
Lapangan usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Berdasarkan pada Tabel 1.2 Distribusi PDRB Jawa Tengah tahun 2005-2010
menunjukkan bahwa distribusi persentase Jawa Tengah sampai tahun 2010
didominasi oleh sektor industri yaitu sebesar 32,83 persen, yang mengalahkan
sektor pertanian yang hanya mencapai 18,69 persen, sedangkan sektor
perdagangan; hotel dan restoran mencapai 21,42 persen. Dimana distribusi sektor
industri pengolahan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 relatif fluktuatif,
akan tetapi secara kumulatif pertumbuhan sektor industri pengolahan Jawa
Tengah di tahun 2010 yaitu sebesar 32,83 persen. Hal ini membuktikan bahwa
sektor industri merupakan sektor tertinggi dalam meningkatkan PDRB dan dapat
Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, BPS (diolah)
Gambar 1.2: Distribusi Persentase PDRB ADHK 2000 Menurut Lapangan Usaha di Jawa Tengah Tahun 2004-2009 (persen)
Perkembangan kegiatan ekonomi di Jawa Tengah semakin meningkat selama
enam tahun terakhir ini, salah satu diantaranya adalah kegiatan ekonomi dari
sektor industri pengolahan. Kegiatan ekonomi sektor industri pengolahan di Jawa
Tengah terus mengalami pertumbuhan, hal ini disebabkan karena adanya struktur
pasar yang tercermin dalam konsentrasi industri (variabel penguasaan pasar,
tenagakerja, nilai tambah, output, modal). Konsentrasi industri merupakan ukuran
yang digunakan untuk melihat derajat penguasaan pasar oleh beberapa perusahaan
dalam suatu industri.
Kondisi perkembangan sektor industri yang semakin membaik tidak lepas
dari adanya investasi dan meminimalkan biaya ekonomi yang tinggi melalui
pembangunan infrastruktur. Dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya,
4.Listrik
2004 0.78 0.98 3.55 4.79 5.49 10.06 20.87 21.07 32.4
2005 0.82 1.02 3.54 4.89 5.57 10.01 21.01 20.92 32.23
2006 0.83 1.11 3.58 4.95 5.61 10.25 21.11 20.57 31.98
2007 0.84 1.12 3.62 5.06 5.69 10.36 19.93 20.03 31.97
2008 0.84 1.1 3.71 5.16 5.75 10.57 19.73 19.96 31.68
2009 1.04 0.98 3.68 6.19 6.22 10.85 19.87 19.72 31.45
pemerintah Indonesia telah memberikan prioritas alokasi investasi ke sektor
industri manufaktur sehingga mendorong pertumbuhan dan mempercepat
peningkatan kontribusinya dalam PDB. Pemerintah Indonesia yang terus berupaya
untuk mendongkrak investasi asing untuk masuk ke dalam negeri yaitu dengan
melakukan kerjasama perdagangan bersama beberapa negara-negara yang telah
menjalin mitra kerjasama melalui kesepakatan yang telah disepakati bersama.
Peran setiap sektor dalam pertumbuhan ekonomi regional tentu akan
berdampak pada keadaan ketenagakerjaan. Setiap sektor ekonomi akan dapat
menyerap tenaga kerja dalam perekonomian regional. Penyerapan tenaga kerja
yang cukup tinggi berarti terjadi peningkatan kesejahteraan didalam masyarakat
(Hastarini, 2009).
Adanya perkembangan dalam kegiatan di sektor industri yang semakin
meningkat, sehingga pendapatan PDRB Jawa Tengah yang juga mengalami
peningkatan tidak didukung dengan jumlah penyerapan tenaga kerja yang terserap
dari sektor industri. Meskipun sektor industri ini merupakan sektor ekonomi yang
berperan besar dalam peningkatan PDRB Jawa Tengah, tidak demikian hal nya
dengan jumlah tenaga kerja yang mampu terserap dari sektor ini.
Berdasarkan pada data Tabel 1.3 (penduduk yang bekerja menurut lapangan
usaha) dan grafik mengenai laju pertumbuhan tenaga kerja menurut lapangan
usaha di Jawa Tengah tahun 2004-2008 bahwa tenaga kerja yang terserap dari
sektor industri sampai dengan tahun 2008 hanya sebesar 2.703.427 orang, berbeda
dengan sektor pertanian yang mampu lebih banyak menyerap tenaga kerja sampai
dengan tahun 2008 yaitu sebesar 5.697.121 orang dan sektor
industri dalam hal menyerap jumlah tenaga kerja di Jawa Tengah masih belum
sebaik kontribusi nya dalam hal meningkatkan PDRB di Jawa Tengah.
Berikut data tabel jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja
menurut lapangan usaha (per sektor) di Jawa Tengah:
Tabel 1.3
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Jawa Tengah Tahun 2004-2008 (orang)
Lapangan usaha 2004 2005 2006 2007 2008
1. Pertanian 6.242.391 5.875.292 5.562.775 6.147.989 5.697.121 2. Pertambangan dan
Galian, LGA 11.672 113.716 148.975 163.756 155.082
3. Industri
Pengolahan 2.393.068 2.596.815 2.725.533 2.765.644 2.703.427 4. Bangunan 823.010 1.019.306 1.071.087 1.123.838 1.006.994 5. Perdagangan,
Hotel, dan Restoran 3.005.440 3.429.845 3.124.282 3.417.680 3.254.982 6. Pengangkutan dan
Komunikasi 668.811 713.670 645.886 738.498 715.404
7. Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 127.885 140.383 157.543 147.933 167.840
8. Jasa-Jasa 1.540.934 1.748.173 1.763.207 1.798.720 1.762.808
9. Lainnya 16.886 18.103 11.643
total 14.830.097 15.655.303 15.210.931 16.304.058 15.463.658 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), BPS 2009
Berdasarkan pada uraian di atas mengenai konsentrasi sektor industri di Jawa
Tengah maka dalam penelitian ini akan diangkat judul : “Konsentrasi Industri
1.2 Rumusan Masalah
Struktur pasar dalam suatu industri sangat penting untuk dapat mengetahui
perilaku dan kinerja dari suatu perusahaan. Kontribusi yang tinggi dari sektor
industri terhadap pendapatan regional di Jawa Tengah, masih jauh lebih rendah
jika dibandingkan dengan kontribusi penyerapan tenaga kerja dari sektor industri
yang jauh lebih sedikit dari penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan sektor
perdagangan,hotel dan restaurant. Adanya faktor-faktor lain seperti tingkat
penyerapan tenaga kerja, investasi di sektor industri pengolahan, kegiatan
produksi yang menghasilkan ouput yang tinggi, serta adanya nilai tambah
merupakan hal yang berperan penting terhadap peningkatan pendapatan regional
dengan memberdayakan sektor-sektor ekonomi, terutama dari sektor industri.
Selain itu struktur dari masing-masing industri juga akan berpengaruh terhadap
bagaimana peranan sektor industri pengolahan terhadap pertumbuhan industri di
Jawa Tengah.
Dengan demikian berdasarkan latar belakang diatas, adapun permasalahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsentrasi investasi sektor industri pengolahan di Jawa Tengah
selama periode tahun 2005-2009?
2. Bagaimana konsentrasi tenaga kerja sektor industri pengolahan di Jawa Tengah
selama periode tahun 2005-2009?
3. Bagaimana konsentrasi nilai tambah sektor industri pengolahan di Jawa
Sesuai dengan uraian latar belakang dan permasalahan diatas maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis konsentrasi investasi sektor industri pengolahan di Jawa Tengah
selama periode tahun 2005-2009.
2. Menganalisis konsentrasi tenaga kerja sektor industri pengolahan di Jawa
Tengah selama periode tahun 2005-2009.
3. Menganalisis konsentrasi nilai tambah sektor industri pengolahan di Jawa
Tengah selama periode tahun 2005-2009.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis, diantaranya sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai tambahan dan bahan kajian tentang perkembangan konsentrasi
industri pengolahan di Jawa Tengah.
b. Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya di sektor
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, sebagai wahana latihan pengembangan kemampuan dalam
bidang penelitian dan menerapkan teori yang peneliti dapatkan di
perkuliahan.
b. Sebagai bahan studi dan pengetahuan bagi mahasiswa fakultas ekonomi,
terutama bagi mahasiswa ekonomi pembangunan yang ingin melakukan
12 2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan pendapatan regional suatu
daerah, dimana terdapat kegiatan-kegiatan ekonomi yaitu adanya sembilan
sektor ekonomi yang salah satu nya adalah sektor industri pengolahan. Sektor
industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar dalam PDRB Jawa
Tengah.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai pertambahan output atau
pertambahan pendapatan nasional agregatif dalam kurun waktu tertentu
misalkan satu tahun. Perekonomian suatu negara dikatakan mengalami
pertumbuhan jika jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor
produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya
(Prasetyo. P. Eko, 2009:237).
Indikator ekonomi yang paling sering digunakan untuk melihat kondisi
suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi. Indikator ini untuk mengukur
tingkat pertumbuhan output ataupun laju pertumbuhan pendapatan nasional
(PDB) dari suatu negara. Perhitungan pertumbuhan ekonomi biasanya
menggunakan data PDB triwulan atau tahunan. Adapun konsep perhitungan
Keterangan :
g = Pertumbuhan ekonomi (%) periode t
Yt = PDB / PDRB riil periode t
Yt-1 = PDB / PDRB riil periode t-1
2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Teori yang dikemukakan oleh Adam Smith dengan teori nya “Leissez Faire”
dengan asumsi :
a. Suatu kebijaksanaan yang memberikan kebijaksanaan sepenuhnya kepada para
pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan ekonomi.
b. Meminimalkan campur tangan pemerintah.
Adam Smith tidak menyadari adanya kenaikan hasil yang semakin berkurang.
Adam Smith mengemukakan bahwa perkembangan penduduk akan
mendorong pembangunan ekonomi karena akan memperluas pasar.
Menurut David Ricardo dengan teori yang lebih dikenal dengan teori
distribusi yang menentukan bagian buruh yang didasarkan pada beberapa
asumsi :
a. Terbatasnya jumlah tanah, seluruh tanah digunakan untuk produksi gandum,
maka tenaga kerja dalam pertanian membantu distribusi industri.
b. “Low of Diminishing Return”
c. Adanya akumulasi kapital untuk saving dan investasi yang meningkat.
e. Adanya kemajuan teknologi dari waktu ke waktu hanya sebagai penggantian
buruh.
f. Tingkat upah adalah alamiah (seluruh buruh dibayar dengan upah yang cukup
untuk hidup secara minimal).
g. Sumber lain pemupukan modal adalah perbedaan antara produksi dan
konsumsi, maka pentingnya peningkatan produksi dan pengurangan konsumsi.
h. Ada pengaruh perubahan variabel; penduduk, upah, sewa, keuntungan yang
dinamis terhadap pembangunan ekonomi.
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik
Teori yang berkembang berdasarkan analisis mengenai pertumbuhan
ekonomi menurut pandangan para ekonom klasik seperti Solow dan Swan
yang menyatakan bahwa, pertumbuhan ekonomi tergantung pada
pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan
akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Teori ini didasarkan pada
analisis klasik yaitu perekonomian akan tetap mengalami full employment dan
kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu.
Hal ini berarti bahwa, perekonomian suatu negara akan berkembang
tergantung kepada pertambahan penduduk, akumulasi kapital, dan kemajuan
teknologi.
Cobb Douglas yang juga merupakan salah satu tokoh dari Neo Klasik
yang mengemukakan mengenai teori fungsi produksi, dimana dalam
menaikkan laju pertumbuhan ekonomi tidak hanya di titik beratkan kepada
Keterangan :
Yt = tingkat produksi tahun t
Tt = tingkat teknologi pada tahun t
Kt = jumlah stok alat modal pada tahun t
Lt = jumlah tenaga kerja pada tahun t
3. Teori A. Lewis
Teori pertumbuhan ekonomi Lewis menitikberatkan kepada mekanisme
perubahan ekonomi dari negara berkembang, yang pada mulanya bersifat
tradisional serta menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur
perekonomian yang lebih modern, dan didominasi oleh industri dan jasa
(Todaro, 2000).
Model teori Lewis memfokuskan pada terjadinya proses pengalihan
tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi serta kesempatan kerja dari sektor
tradisional (pedesaan) menuju ke sektor modern di perkotaan seperti industri
dan jasa yang dimungkinkan dengan adanya perluasan lapangan pekerjaan di
sektor modern. Lewis berasumsi bahwa tingkat upah didaerah perkotaan
(sektor industri) minimal 30 persen lebih tinggi dari rata-rata pendapatan di
pedesaaan (sektor pertanian) yang memaksa para pekerja pindah ke daerah
2.2Investasi
Investasi adalah pembelian (dan produksi) dari modal barang yang tidak
dapat dikonsumsi akan tetapi dapat digunakan untuk kegiatan produksi yang
akan datang. Investasi dapat juga disebut dengan penanaman modal.
Penanaman modal ini dapat bersumber dari penanaman modal dalam negeri
dan penanaman modal luar negeri. Tingginya tingkat investasi yang masuk ke
dalam suatu wilayah akan berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja.
Investasi merupakan pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal
perusahaan untuk membeli barang-barang produksi, untuk menambah
kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia. Peningkatan
investasi akan mendorong peningkatan produksi yang selanjutnya akan
meningkatkan kesempatan kerja yang produktif sehingga akan meningkatkan
pendapatan perkapita sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Investasi pada hakikatnya merupakan awal kegiatan pembangunan
ekonomi. Investasi dapat dilakukan oleh swasta, pemerintah atau kerjasama
antara pemerintah dan swasta. Investasi merupakan suatu cara yang dapat
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
untuk jangka panjang dapat menaikkan standar hidup masyarakatnya
(Mankiw, 2000).
2.3 Tenaga Kerja
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tenaga kerja adalah setiap orang
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Batas usia kerja
adalah setiap orang atau penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih. Tenaga
kerja menurut BPS disebut penduduk usia kerja.
Penduduk usia kerja dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja atau
yang memiliki pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja dan yang mencari
pekerjaan, sedangkan bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang
kegiatannya tidak bekerja maupun mencari pekerjaan atau penduduk usia
kerja dengan kegiatan sekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya.
Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk
berusia 10 tahun keatas. Namun sejak Sensus Penduduk 2000 dan sesuai
dengan ketentuan internasional, tenaga kerja adalah penduduk yang berusia
15 tahun atau lebih.
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam proses produksi, karena
tenaga kerja merupakan penggerak dari seluruh input-input seperti
mesin-mesin, bahan baku dan sebagainya. Menurut Suparmoko, tenaga kerja adalah
penduduk pada usia kerja antara 15-64 tahun. Penduduk dalam usia kerja ini
dapat digolongkan menjadi dua yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan
kerja.
2.4 Struktur Pasar
Struktur pasar merupakan elemen strategis yang relatif permanen dari
pasar maka dapat diketahui perilaku dan kinerja dari suatu pasar.
Berdasarkan pada Tabel 2.1 menunjukkan berbagai bentuk dari struktur
pasar.
Tabel 2.1
Jenis-jenis Utama struktur Pasar
Struktur Jumlah Produsen Diferensiasi Produk
Pengendalian Terhadap Harga Monopoli Produsen tunggal Produk tanpa
barang subtitusi yang dekat
Sangat besar
Oligopoli Jumlah produsen sedikit
Sumber : Kuncoro, 2007
2.4.1 Pasar Monopoli
Pasar monopoli merupakan struktur pasar dimana hanya terdapat satu
penjual yang memproduksi suatu barang dan jasa yang tidak memiliki barang
subtitusi. Produsen dalam pasar monopoli umumnya mempunyai kendali
yang sangat besar terhadap harga jual produknya.
Menurut Hasibuan, beberapa penyebab yang mendorong hadirnya struktur
pasar monopoli, terutama dalam sektor industri pengolahan, adalah terjadinya
merjer, skala ekonomi yang besar dan ditunjang efisiensi, efisiensi dan
perusahaan memperoleh hak-hak yang istimewa dalam mengelola input yang
sukar diperoleh perusahaan lain.(Kuncoro,2007).
2.4.2 Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli merupakan struktur pasar dimana hanya ada beberapa
perusahaan atau produsen yang terdapat di pasar.
Menurut Carl Keysan dan Dobald F. Turner (1959) yang merupakan tokoh
yang membuat batasan tentang metode andil perusahaan ada tiga kelompok
oligopoli, yaitu (Hasibuan,dalam Kuncoro 2007):
1. Oligopoli yang didalamnya terdapat 8 perusahaan terbesar yang
setidak-tidaknya menguasai pasar satu jenis industri atau 20
perusahaan menguasai pasar sebesar 70%.
2. Oligopoli dengan 8 perusahaan yang menguasai sekurang-kurangnya
33% suatu pasar industri atau sejumlah perusahaan yang memegang
andil setidak-tidaknya 75% pasar dari suatu industri.
3. Oligopoli dengan 8 perusahaan terbesar menguasai pasar kurang dari
33% yang biasanya disebut industri tidak terkonsentrasi.
Menurut McAfee, dalam Kuncoro, pasar oligopoli terbagi menjadi dua, yaitu
oligopoli ketat (tight oligopoly) dan oligopoli longgar (loose oligopoly). Dimana
pasar oligopoli ketat yaitu kemiripan antara perusahaan yang terdapat di pasar
sangatlah kecil, sehingga dalam struktur tersebut perusahaan yang terlibat banyak
pilihan dalam mengimplementasikan strateginya. Struktur pasar yang demikian
memungkinkan terjadinya persaingan yang sehat antar perusahaan. Sedangkan
strategi diferensiasi produk dan yang kedua adalah membuat inovasi yang
akan mengubah orientasi pasar.
2.4.3 Pasar Persaingan Monopolistik
Persaingan monopolistik merupakan strategi dimana terdapat sejumlah
besar perusahaan yang menghasilkan produk-produk terdiferensiasi. Struktur
demikian mengandung persaingan sempurna karena terdapat banyak penjual
dan tidak ada satupun yang mendapat pangsa pasar cukup besar.
Sebuah industri dikatakan memiliki struktur persaingan monopolistik jika
memiliki syarat-syarat berikut (Baye, dalam Kuncoro 2007) :
1. Ada banyak penjual dan pembeli
2. Setiap perusahaan di industri menghasilkan produk yang
terdiferensiasi
3. Adanya kebebasan untuk keluar masuk industri
2.4.4 Pasar Persaingan Sempurna
Pasar persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang hanya terdapat
banyak produsen dan banyak pembeli dengan barang yang bersifat sama
(identik). Dalam pasar persaingan sempurna, harga ditentukan oleh
mekanisme pasar. Karakteristik pasar persaingan sempurna adalah sebagai
berikut (Permono;Baye;Blair dan Kaserman, dalam Kuncoro,2007:145) :
1. Produknya homogen. Produk yang homogen umumnya disebabkan
tidak adanya preferensi oleh konsumen terhadap produk di pasar
sebagai pertimbangan dalam keputusannya untuk membeli atau
tidaknya suatu produk.
2. Jumlah penjual dan pembeli yang banyak, sehingga kondisi seperti ini
menyebabkan konsumen bertindak sebagai penerima harga (price
taker) karena barang yang dibelinya merupakan bagian kecil dari
seluruh komoditas yang diperjualbelikan.
3. Informasi sempurna (perfect information). Informasi yang sempurna
menyebabkan pembeli tidak akan membeli produk dengan harga diatas
harga pasar. Akibatnya perusahaan yang menjual diatas harga pasar
tidak dapat menjual apapun.
4. Tidak adanya halangan yang signifikan untuk memasuki atau keluar
pasar (absence of serious barriers to entry and exit). Artinya, semua
sumber daya dapat dengan mudah bergerak keluar masuk pasar.
2.5 Perilaku Industri
Perilaku dalam industri dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan oleh
sebuah perusahaan untuk mendapatkan pasar, dengan kata lain perilaku dapat
terlihat dari bagaimana suatu perusahaan dalam menentukan harga jual,
promosi produk atau periklanan.
Menurut Hasibuan, perilaku didefinisikan sebagai pola tanggapan dan
penyesuaian suatu industri di dalam pasar untuk mencapai tujuannya.
Perilaku industri satu dengan industri lainnya berbeda. Salah satunya
disebabkan oleh perbedaan struktur pasar beberapa industri.
Kinerja merupakan hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku
industri, dimana hasil biasa diidentikkan dengan besarnya penguasaan pasar
atau besarnya keuntungan suatu perusahaan didalam suatu industri.
Ukuran kinerja antara industri satu dengan industri lain berbeda-beda.
Ukuran kinerja dapat dilihat berdasarkan pada sudut pandang manejemen,
pemilik atau pemberi pinjaman. Ukuran lainnya dalam kinerja suatu industri
adalah kinerja dalam perusahaan dapat diamati melalui produktivitas dan
efisiensi. Produktivitas merupakan hasil yang dicapai per tenaga kerja atau
unit faktor produksi dalam jangka waktu tertentu. Tingkat produktivitas
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, alat produksi, dan keahlian yang
dimiliki oleh tenaga kerja. Produktivitas juga merupakan perbandingan antara
nilai output dengan tenaga kerja. Sedangkan efisiensi merupakan
perbandingan seberapa besar kita dapat mengambil manfaat dari suatu
variabel untuk mendapatkan output sebanyak-banyaknya.
Dalam ekonomi industri, konsep tentang struktur, perilaku, dan kinerja
industri memiliki hubungan yang saling mempengaruhi yaitu menjelaskan
tentang bagaimana suatu perusahaan berperilaku dalam menghadapi struktur
pasar tertentu dalam suatu industri sehingga dari perilaku tersebut akan
tercipta suatu kinerja tertentu. Hubungan tersebut akan digambarkan dalam
Progressiveness
technology Profitability
Strategy
Demand
Sales efforts
Sumber: Martin, dalam Prasetyo (2010)
Gambar 2.1 : The interactive structure-conduct-performance market framework
Dalam gambar 2.1 diatas yang menjelaskan mengenai keterkaitan bahwa
struktur pasar dan perilaku pasar dengan strateginya akan mempengaruhi
kinerja pasar. Kinerja pasar nantinya akan mempengaruhi struktur pasar
melalui tingkat keuntungan yang diperolehnya, serta dari tingkat kinerja
progressiveness dengan dimensi teknologi yang baik akan memperkuat
struktur industri yang bersangkutan. Sedangkan dari sisi perilaku melalui
upaya-upaya penjualan sales efforts akan diperoleh buyer atau demand yang
baik untuk semakin memperkuat struktur pasar. Jika kinerja pasar merupakan
hasil kerja antara struktur pasar dan perilaku pasar, maka struktur pasar dan
perilaku pasar yang baik akan semakin memperkuat kinerja pasar. Structure
Conduct
2.7 Konsentrasi Industri
2.7.1 Konsep Dasar Konsentrasi Industri
Konsentrasi dari beberapa perusahaan dalam suatu industri sering menjadi
perhatian para ekonom, ahli strategi bisnis, dan agen-agen pemerintah.
Tujuan industri dalam bisnis adalah untuk mencapai keuntungan maksimum,
dan agar keuntungan maksimum dapat tercapai, maka struktur industri yang
tercermin dalam struktur pasar harus kuat. Semakin elastisnya permintaan,
maka ada kecenderungan struktur pasar yang akan semakin terkonsentrasi.
Konsentrasi industri merupakan sebagai suatu ukuran relatif yang
memperhatikan derajat penguasaan pasar oleh beberapa perusahaan dalam
suatu industri yang berada dalam pasar.
Tingkat konsentrasi industri merupakan suatu variabel dalam struktur
industri yang dapat diukur. Konsentrasi industri ini menginformasikan ukuran
relatif dari perusahaan-perusahaan yang ada pada suatu pasar industri. Ada
beberapa ukuran dari konsentrasi industri, salah satunya adalah Andil
Perusahaan. Hasil dari berbagai ukuran konsentrasi ada yang meningkat dan
ada yang menurun. Jika tingkat konsentrasi dalam keadaan meningkat, maka
tingkat persaingan di pasar antar industri menurun, dan jika tingkat
konsentrasi dalam keadaan menurun, maka kondisi tingkat persaingan
meningkat (Prasetyo, 2010).
2.7.2 Batasan Pengukuran Konsentrasi
Dalam Prasetyo (2010), tujuan dari pengukuran konsentrasi adalah untuk
konsentrasi atau concentration ratio (CR) atau sering disingkat dengan CRN
merupakan cara yang paling sering digunakan untuk mengetahui ukuran suatu
industri. Di mana N menunjukkan jumlah andil perusahaan yang biasanya
digunakan sebagai ukuran, misalkan sejumlah 1-10 andil perusahaan dalam
industri.
Tabel 2.2
Tipe-Tipe Pasar dalam Industri
Struktur Pasar Kondisi Utama
Monopoli Murni Jika suatu perusahaan mampu memiliki 100% pangsa pasar industri yang ada Perusahaan yang dominan Suatu perusahaan yang memiliki
50-100% pangsa pasar dan tanpa persaingan yang kuat diantara industri yang ada
Oligopoli Ketat Jumlah perusahaan sedikit dan CR4 atau
penggabungan 4 perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 60-100%, dan kesepakatan diantara mereka dalam menetapkan harga relatif mudah
Oligopoli Longgar Jumlah perusahaan banyak dan CR4
yang memiliki 40-60% pangsa pasar, kesepakatan diantara mereka untuk menentukan harga sebenarnya sangat sulit namun tetap saja dapat terjadi Persaingan Monopolistik Banyak persaingan efektif, tetapi tidak
Satuan ukur dari rasio konsentrasi (concentration ratio) adalah persentase
dari suatu variabel dalam industri yang digunakan. Beberapa variabel yang
dapat digunakan untuk mengukur konsentarsi industri misalkan, pangsa pasar
(market share) atau penjualan, nilai tambah, keuntungan, besarnya modal,
besarnya tenaga kerja, dan sebagainya tergantung dari konsentrasi apa yang
ingin dilihat dalam suatu industri.
Berdasarkan pada Tabel 2.3 dapat dinyatakan hingga saat ini tidak ada
ukuran konsentrasi yang baku, karena pada dasarnya nilai konsentrasi ini
memang ukuran relatif, sehingga yang lebih penting adalah ukuran
konsistensinya serta perlu diperhatikan perilaku industrinya.
Tabel 2.3
Dimensi Batasan Nilai Rasio Konsentrasi Suatu Industri Dimensi Ukur Menurut Nilai CR-4 Nilai CR-8 Struktur Industri
Stigler - 60% Oligopoli
Joe S.Bain :
Kelompok I (IA & IB) 87% 99% Oligopoli penuh
Kelompok II 72% 88% Oligopoli tipe 2
Kelompok III 61% 77% Oligopoli tipe 3
Kelompok IV 38% 45% Oligopoli tipe 4
Kelompok V 22% 32% Oligopoli tipe 5
<32% Tak terkonsentrasi
Keysan dan Turner : CR-8=100% CR-20=75% Oligopoli penuh
Kelompok I - 33% Oligopoli
Kelompok II <33% Tak terkonsentrasi
Hasibuan & Machlup <3% - Poli-poli
Kuncoro 40% - Oligopoli
Prasetyo >70% >86% Oligopoli
<25% <35% Tidak terkonsentrasi
2.7.3 Pengukuran Konsentrasi
Adanya berbagai ukuran yang digunakan untuk mengetahui ukuran
konsentrasi suatu industri seperti rasio konsentrasi (concentration ratio)
ataupun berbagai ukuran indeks dalam konsentrasi industri, mempunyai
kelebihan dan kekurangan nya tersendiri.
Adapun beberapa macam ukuran yang digunakan dalam mengukur
konsentrasi suatu industri adalah sebagai berikut :
1. Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio)
Rasio konsentrasi (concentration ratio) atau sering dikenal dengan istilah CR
merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi industri
dengan menggunakan teknik andil setiap perusahaan yang ada dalam industri
yang ingin diamati. Variabel-variabel yang ingin digunakan tergantung dari
tujuan pengamatan yang diinginkan, misalkan dapat berdasarkan pada
variabel ; market share, output, nilai tambah, nilai penjualan, nilai investasi,
profit, tenaga kerja, modal dan sebagainya (Prasetyo,2010).
Keterangan :
n = jumlah perusahaan industri yang dapat diukur.
X = besarnya nilai absolut dari dari variabel yang sedang diamati pada
sejumlah perusahaan ke-i.
T = mewakili jumlah keseluruhan nilai absolut dari variabel yang
bentuk struktur industri juga memiliki kelemahan yaitu ukuran CR kurang
mampu menggambarkan struktur suatu industri secara lengkap. Hal ini
dikarenakan penghitungan CR hanya menggunakan satu variabel saja, dimana
nilai rasio konsentrasi ini kurang mampu memberikan informasi yang
lengkap tentang struktur industri.
2. Indeks Herfindahl
Indeks Herfindahl (HI) merupakan ukuran konsentrasi suatu industri yang
mampu menggambarkan konsentrasi industri yang lebih lengkap jika
dibandingkan dengan Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio). Namun
Indeks Herfindahl ini juga mempunyai kelemahan pada saat pemberian bobot.
Nilai Hi sangat sensitif terhadap andil perusahaan yang terbesar dalam
industri. Karena semakin besar andil perusahaan akan semakin berarti dalam
nilai HI.
2.7.4 Penyebab Konsentrasi
Menurut Douglas F. Greer (1984) dalam Prasetyo (2010), telah dijelaskan
ada empat sebab pokok atau faktor penyebab terjadinya konsentrasi industri,
yaitu; (1) faktor nasib baik (luck), (2) faktor teknis, (3) faktor kebijaksanaan
pemerintah, dan (4) faktor kebutuhan bisnis.
Faktor lain terjadinya konsentrasi industri yang relatif tinggi juga dapat
disebabkan karena adanya kebijaksanaan pemerintah. Berbagai kebijakan
yang dimaksud dalam hal ini adalah seperti; kebijakan hak paten, lisensi, dan
berbagai kebijakan regulasi lain yang mendorong industri semakin kuat
argumentasi mendasar mengapa pemerintah melakukan perlindungan
terhadap industri jenis ini adalah ;
1. Kapasitas yang sudah cukup dan tidak perlu ada perusahaan baru,
sehingga pemerintah hanya menunjuk satu perusahaan industri saja yang
boleh berproduksi.
2. Memberikan fasilitas tertentu kepada industri tertentu demi kepentingan
rakyat, misalkan melalui keringanan biaya impor, subsidi bunga,
memberikan kesempatan pasar tertentu yang tidak boleh dimasuki
perusahaan lain, dan sebagainya. Dengan berbagai hak fasilitas ini
tentunya perusahaan industri akan semakin terkonsentrasi.
3. Karena menyangkut kebutuhan untuk rakyat banyak, sehingga industri
jenis pantas untuk dilindungi karena barang yang diproduksi bersifat
public-good. Contoh industri ini adalah industri air minum (PAM), listrik,
angkutan umum, telepon, dan telekomunikasi termasuk Pos.
2.7.5 Dampak Konsentrasi Industri
Hampir sebagian industri berperilaku menuju tingkat konsentrasi penuh
atau konsentrasi tinggi. Karena semakin tinggi tingkat konsentrasi maka akan
semakin mudah industri tersebut dalam meraih keuntungan maksimumnya.
Sebaliknya, jika semakin rendah tingkat konsentrasi maka akan berdampak
negatif bagi industri tersebut dalam meraih keuntungan maksimumnya.
Semakin tinggi tingkat konsentrasi suatu industri maka akan semakin
leluasa perusahaan industri dalam penguasaan faktor produksi, sehingga
semakin lemah dan akan semakin merugikan masyarakat.
2.8 Variabel Penelitian
2.8.1 Investasi
Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat meningkatkan
kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional,
dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. (Sukirno, 2000).
Pentingnya investasi bahwa masyarakat tidak menggunakan semua
pendapatannya untuk dikonsumsi, melainkan ada sebagian yang ditabung dan
tabungan ini nantinya digunakan untuk keperluan investasi. Misalkan,
investasi dalam peralatan modal atau pembentukan modal, tidak hanya
meningkatkan produksi atau pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dapat
memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat. Dengan demikian terdapat
hubungan yang positif antara pembentukan investasi dengan pertumbuhan
ekonomi pada suatu negara. (Prasetyo, 2009:99)
2.8.2 Tenaga Kerja
Berdasarkan pada fungsi produksi Cobb Douglas yang menyatakan
bahwa pendapatan ditentukan dari modal, tenaga kerja, dan perkembangan
teknologi. Hal ini juga didukung oleh Hulten dan Schawab (1984), yang
menyatakan perkembangan teknologi, stok modal, dan tenaga kerja
berpengaruh dalam menentukan adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi
regional untuk di wilayah Amerika Serikat (Armstrong and Taylor. 1993)
Menurut Todaro (2003), pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan
angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai faktor positif yang
memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti
akan menambah jumlah tenaga kerja yang produktif.
2.8.3 Nilai Tambah
Semakin tinggi nilai tambah suatu perusahaan industri maka akan
semakin tinggi kegiatan aktivitas perusahaan industri. Tingginya kegiatan
aktivitas dalam suatu perusahaan industri akan menyerap banyak tenaga
kerja. Tenaga kerja yang diserap akan mendapat upah sebagai ganti balas jasa
industri terhadap para pekerja. Tenaga kerja yang terserap dapat mengurangi
tingkat pengangguran dalam masyarakat, selain itu dengan upah yang didapat
oleh para pekerja, masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidup
(mensejahterakan masyarakat).
2.9 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan untuk membantu peneliti memperoleh
gambaran tentang bagaimana konsentrasi sektor industri, sehingga dapat
membantu penelitian ini menjadi lebih baik serta sebagai pedoman bagi
peneliti.
Untuk menunjang analisis dan landasan teori yang ada, maka diperlukan
penelitian terdahulu untuk pendukung bagi penelitian ini. Berkaitan dengan
konsentrasi industri, terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan
Kuncoro (2002) yang menganalisis hubungan antara struktur dan kinerja dari
industri rokok kretek di Indonesia selama periode 1996-1999. Penelitian ini
menggunakan analisis rasio konsentrasi (CR4) dan jumlah perusahaan sebagai
ukuran dari struktur, dan keuntungan sebagai indisktor dari kinerja. Hasil
analisis yang didapat adalah keuntungan tiap perusahaan memiliki korelasi
yang positif dengan indikator turunnya nilai CR4. Sedangkan keuntungan
keuntungan dari setiap perusahaan mempunyai hubungan yang negatif.
Keuntungan per output industri rokok di Indonesia secara total pada tahun
1999 mengalami kenaikan sebesar 4,1 persen bila dibandingkan dengan
keuntungan per output pada tahun 1996. Keuntungan per output yang
meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah perusahaan inilah yang
menyebabkan keuntungan tiap perusahaan menurun.
Penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Fitri
Wulandari (2007). Dalam penelitian Fitri membahas mengenai bagaimana
struktur dan kinerja Industri Kertas dan Pulp di Indonesia. Hasil dalam
penelitian ini menyimpulkan bahwa nilai rasio konsentrasi dari CR bahan
baku, CR nilai tambah, dan CR output semuanya meningkat baik untuk CR4
maupun CR8, yang berarti krisis telah meningkatkan rasio konsentrasi industri
kertas dan pulp. Sedangkan CR yang mengalami penurunan adalah CR upah,
adanya penurunan pada CR upah ini disebabkan karena industri ini
merupakan industri padat modal dengan penggunaan teknologi tinggi. Selain
itu hasil lainnya melalui regresi adalah tahun 1994, biaya bahan baku dan
Sedangkan variabel biaya modal tidak signifikan. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang diteliti oleh Fitri adalah peneliti tidak menggunakan
analisis regresi, selain itu peneliti ingin melihat bagaimana konsentrasi
industri pengolahan apabila diteliti di Jawa Tengah.
Penelitian ketiga, adalah penelitian ini dilakukan oleh Didit Purnomo dan
Devi Istiqomah (2008) tentang analisis peranan sektor industri terhadap
perekonomian Jawa Tengah tahun 2000 dan tahun 2004 (analisis
input-output). Penelitian ini membahas permasalahan mengenai otonomi daerah,
diharapkan setiap daerah mampu mengelola potensi-potensi daerah untuk
meningkatkan pendapatan regional dengan memberdayakan sektor-sektor
ekonomi yang ada, yaitu salah satunya melalui sektor industri. Variabel yang
digunakan dalam penelitian Didit adalah faktor-faktor dalam sektor industri
sebagai variabel bebas, sedangkan variabel terikat nya adalah pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah. Analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan
analisis input-output. Hasil dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa, sektor
industri memiliki peranan yang sangat signifikan dalam proses produksi.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Didit dan Devi ini jika
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah berbeda
dari alat analisis yang diterapkan. Peneliti menggunakan analisis rasio
konsentrasi CR4 dan konsentrasi CR8 untuk melihat bagaimana konsentrasi
dari penanaman modal dalam perusahaan, tenaga kerja, dan nilai tambah
tersebut dalam industri pengolahan di Jawa Tengah (CRN).
Berdasarkan pada penelitian-penelitian terdahulu yang membahas
skripsi dengan memodifikasi dan menambahkan beberapa variabel dalam
penelitian ini antara lain variabel investasi pada sektor industri pengolahan,
tenaga kerja pada industri pengolahan, dan nilai tambah pada sektor industri
pengolahan.
2.10 Kerangka Berfikir
Kerangka pemikiran digunakan untuk memperjelas alur penelitian yang
akan diteliti, sehingga diperlukan kerangka pemikiran sesuai tahap-tahap
penelitian secara teoritis.
Kerangka berpikir yaitu untuk menggambarkan hubungan konsentrasi
antara variabel yaitu investasi, tenaga kerja, nilai tambah industri pengolahan
di Propinsi Jawa Tengah. Secara sistematis, adapun kerangka pemikiran
Gambar 2.2 : Skema Kerangka Berfikir Penelitian Konsentrasi Industri
Keterangan :
Inves : investasi industri pengolahan
TK : tenaga kerja industri pengolahan
NT : nilai tambah industri pengolahan Rasio Konsentrasi (CRn)
CRNT
CRTK
36 3.1 Jenis Dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang telah tersedia dan telah diproses oleh pihak-pihak lain sebagai hasil atas
penelitian yang telah dilakukan. Penelitian ini menggunakan data yang terdiri dari
data time series.
Data dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Propinsi Jawa Tengah. Data-data yang digunakan meliputi data PDRB Jawa
Tengah atas dasar harga konstan 2000, investasi sektor industri, tenaga kerja
sektor industri, dan nilai tambah sektor industri. Data yang digunakan melalui
sistem penggolongan industri yang ditetapkan oleh Organisasi Industri pada
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO), yang dikenal dengan nama International
Standard Industrial Classification (ISIC). Penelitian ini dilakukan di 35
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah dari tahun 2005-2009 dan pada 23 jenis
industri pengolahan dengan menggunakan ISIC 5 digit.
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada variabel
dengan cara memberi arti, atau menspesifikasikan kegiatan, atau memberikan
suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut.
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini meliputi variabel
investasi pada sektor industri pengolahan, tenaga kerja di sektor industri
pengolahan, nilai tambah pada industri pengolahan yang dihasilkan dari sektor
Adapun variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Investasi adalah penanaman modal pada sektor industri yang dapat
digunakan untuk melakukan kegiatan produksi barang atau jasa. Data
investasi sektor industri pengolahan yang digunakan diambil dari publikasi
Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah (satuan Rupiah).
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang berusia produktif yang bekerja di
sektor industri yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan jasa yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan (satuan
orang).
3. Nilai tambah adalah selisih antara nilai produksi dengan biaya yang habis
digunakan selama proses produksi. Data yang digunakan diambil dari
publikasi Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah (satuan Rupiah).
Berikut rincian jenis data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini.
Tabel 3.1
Rincian Jenis Data Dan Sumber Data
No. Jenis Data Sumber Data
1 Investasi Jawa Tengah Dalam Angka, BPS Propinsi Jawa Tengah (Berbagai Edisi)
2 Tenaga Kerja Jawa Tengah Dalam Angka, BPS Propinsi Jawa Tengah (Berbagai Edisi)
3 Nilai Tambah Jawa Tengah Dalam Angka, BPS Propinsi Jawa Tengah (Berbagai Edisi)
4 Investasi, Tenaga kerja, dan Nilai tambah industri ISIC 5 digit
Statistik Industri Pengolahan Propinsi Jawa Tengah (Berbagai Edisi)
Adapun metode dalam pengumpulan data pada penelitian ini yaitu
menggunakan dokumentasi. Data dokumentasi merupakan cara untuk
memperoleh data atau informasi mengenai berbagai hal yang ada kaitannya
dengan penelitian, dengan jalan melihat kembali laporan-laporan tertulis baik
berupa angka maupun keterangan (tertulis, tempat, atau orang).
Data dari penelitian ini terdiri dari data investasi sektor industri pengolahan,
tenaga kerja sektor industri pengolahan, nilai tambah sektor industri pengolahan,
yang diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Tengah.
Selain itu data-data yang digunakan juga diperoleh dan bersumber dari internet
serta buku-buku dan literatur yang mendukung dan menjelaskan teori-teori
tentang definisi dan konsep yang terdapat dalam penelitian ini.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data merupakan metode yang digunakan untuk
membuktikan hipotesis yang diajukan. Dalam penelitian ini menggunakan analisis
rasio konsentrasi (concentration ratio/CRN) untuk melihat konsentrasi pada
industri pengolahan yang terdapat di Jawa Tengah.
Metode rasio konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah CR4
(concentration ratio-4) dan CR8 (concentration ratio-8). Menurut Churh dan
a. Rasio Konsentrasi (concentration ratio-4).
b. Rasio Konsentrasi (concentration ratio-8).
Menurut JB.Bain dalam Fitri (2007), pengukuran konsentrasi tidak
hanya terbatas pada jumlah barang yang ditawarkan saja, tetapi bisa juga
diukur melalui nilai tambah yang diciptakan, jumlah tenaga kerja yang
digunakan atau biaya tenaga kerja, nilai tambah yang dihasilkan perusahaan.
3.4.1 Analisis Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio/ CRN)
Pengukuran rasio konsentrasi atau concentration ratio sering dikenal
dengan istilah CR adalah dengan menggunakan teknik andil setiap perusahaan
yang ada dalam industri yang sedang diamati. Adapun dalam penelitian ini
variabel-variabel yang digunakan untuk melihat rasio konsentrasi yang terdapat
di Jawa Tengah yaitu rasio konsentrasi investasi (CRI), rasio konsentrasi tenaga
kerja (CRTK), dan rasio konsentrasi nilai tambah (CRNT).
Dari 23 jenis industri pengolahan yang ada di Propinsi Jawa Tengah,
dalam penelitian ini penulis hanya meneliti 13 jenis industri pengolahan hal ini
dikarenakan adanya ketersediaan data-data, adapun 13 jenis industri yan
dimaksud antara lain sebagai berikut; industri makanan dan minuman (ISIC
15), industri tekstil (ISIC 17), industri kulit dan barang dari kulit (ISIC 19),
industri dari karet dan barang-barang dari karet (ISIC 25), industri barang
galian bukan logam (ISIC 26), industri logam dasar (ISIC 27), industri
barang-barang dari logam kecuali mesin (ISIC 28), industri mesin perlengkapannya
(ISIC 29), industri furnitur dan industri pengolahan lainnya (ISIC 36).
Adapun rumus dalam melihat rasio konsentrasi yang tercermin dalam
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
(Prasetyo, 2010) :
Keterangan :
n = jumlah perusahaan industri yang dapat diukur.
X = besarnya nilai absolut dari dari variabel yang sedang diamati pada
sejumlah perusahaan ke-i.
T = mewakili jumlah keseluruhan nilai absolut dari variabel yang
diukur atau diamati dalam industri tersebut.
3.5 Tahapan Analisis
Dalam penelitian ini adapun tahapan analisis nya adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data penelitian (investasi, penggunaan tenaga kerja,
dan nilai tambah pada sektor indstri pengolahan di Jawa Tengah)
2. Pengelompokkan data dari Statistik Industri Jawa Tengah yaitu dari
23 jenis industri pengolahan yang ada kemudian dikelompokkan
lagi ke dalam ISIC 5 Digit.
3. Dari 23 jenis industri pengolahan yang tersedia, kemudian ditentukan
hanya 13 jenis industri pengolahan yang nantinya akan diteliti oleh
penulis dikarenakan ketersediaan data yang ada di lapangan.
4. Setelah di tentukan data-data yang akan diteliti, kemudian dari data
yang ada akan dianalisis dengan menggunakan metode pengukuran
rasio konsentrasi yang terdiri dari pengukuran rasio konsentrasi
dengan CR4 dan pengukuran rasio konsentrasi dengan CR8.
Hasil dalam penelitian ini merupakan hasil dari penghitungan ISIC 5
42
4.1 Gambaran Perekonomian Jawa Tengah
Perekonomian Jawa Tengah menunjukkan perkembangan yang cukup
baik dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu lima tahun
terakhir cenderung bergerak ke arah yang positif tetapi pergerakannya relatif
kecil. PDRB dan kontribusi dari masing-masing sektor ekonomi di Propinsi
Jawa Tengah terus bergerak positif dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008,
tetapi pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah mengalami
penurunan hingga mencapai 4,71 persen.
4.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Jawa Tengah
Tujuan pembangunan nasional adalah dengan melihat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dalam setiap daerah. Begitu hal nya dengan Propinsi Jawa
Tengah, adanya keinginan yang sama bagi setiap daerah untuk menjadikan
daerah nya dapat mencapai pertumbuhan yang tinggi. Adapun perkembangan
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Berdasarkan pada Gambar 4.1 dapat dilihat perkembangan dari
pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah. Selama kurun waktu 10 tahun (tahun
2001-2010), menunjukkan adanya peningkatan yang positif dalam
pertumbuhan ekonomi meskipun pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah mengalami adanya penurunan yang relatif kecil dikarenakan mendapat
pengaruh dari dampak krisis keuangan global sehingga mencapai 4,71 persen.