ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTOR
INDUSTRI PENGOLAHAN NON MIGAS DI PROVINSI JAWA
BARAT PERIODE 2005-2009
Disusun Oleh
Shofwatunnida
107084003185
JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Shofwatunnida
2. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 21 Oktober 1989
3. Alamat :Jl.Garuda no.5 RT 02/03 Tangerang
4. E-mail :vieannida@yahoo.com
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. TK Islam Nurul Huda Tangerang (1994-1996) 2. SDN Batu Ceper 1 Tangerang (1996-2001) 3. SLTPN 2 Tangerang (2001-2004)
4. SMAN 6 Tangerang (2004-2007)
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2007-2011)
III. PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Primagama Tangerang (2003-2004) 2. BTA 70 Tangerang (2006-2007)
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah :Drs. Namang Abdurahman
2. Ibu :Siti Qotrunnadah S.Pd
3. Alamat :Jl. Garuda no.5 Rt 02/03 Tangerang
4. Telepon :021-5524616
ii
ABSTRACT
This study is an effort to determine the potential of non-oil processing industry sub-sectors which have great impact on economic growth in non-oil manufacturing sector in West Java province during the years 2005-2009. This study uses GDRP data processing sector in West Java and non-oil GDP of Indonesian non-oil and gas manufacturing sector. In this thesis uses economic base model is reflected in the analysis Quatient Location (LQ) and Shift Share. Typology of Sectoral and used also useful to know the sub-sectors leading non-oil processing industry in West Java.
West Java has three non-oil manufacturing base of other goods industries (creative industries), industrial textiles, leather goods and footwear and transport equipment machinery and apparatus industries. And two potential industry sectors to be developed as the basis of industrial wood and products of wood and cement industries and non-metallic mineral products, because these industries have good growth in the province and occupies a typology of VI, which means that this industry is a sector basis, has Provincial level, the rapid growth despite slow growth in the National, so the potential to be developed into a sector basis.
iii ABSTRAK
Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui potensi dari subsektor industri pengolahan non migas yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan non migas di Provinsi Jawa Barat selama tahun 2005-2009. Penelitian ini menggunakan data PDRB Jawa Barat sektor industri pengolahan non migas dan PDB Indonesia sektor industri pengolahan non migas. Dalam skripsi ini menggunakan model basis ekonomi yang tercermin pada analisis Location Quatient (LQ) dan Shift Share. Dan digunakan juga Tipologi Sektoral yang berguna untuk mengetahui subsektor-subsektor unggulan industri pengolahan non migas di Jawa Barat.
Jawa Barat memiliki tiga industri pengolahan non migas basis yaitu industri barang lainnya (industri kreatif), industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki dan industri alat angkutan, mesin dan peralatannya. Dan dua industri potensial untuk dikembangkan menjadi sektor basis yaitu industri kayu dan barang dari kayu dan industri semen dan barang galian bukan logam, karena kedua industri ini memiliki pertumbuhan yang baik di Provinsi dan menempati Tipologi VI, yang berarti industri ini adalah sektor non basis, memiliki pertumbuhan yang cepat ditingkat Provinsi walaupun pertumbuhan di Nasional lambat, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi sektor basis.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada
semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikain kepada:
1. Ayah Drs. Namang Abdurahman dan Ibu Siti Qotrunnadah S.Pd, atas doa dan kasih sayang yang tidak terbatas kepada peneliti hingga saat ini, semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS,. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Lukman selaku Ketua jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing I yang telah membantu penulis hingga skripsi ini selesai.
4. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan SE. MSc., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
v
6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan motivasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama penulisan skripsi dan masa perkuliahan.
7. Nurul Fahmi Arif Hakim, untuk menjadi adik sekaligus sahabat bagi penulis. 8. Rulliansyah S.Kom, yang telah menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu
memberikan semangat, terimakasih untuk waktu, tenaga dan cintanya.
9. Keluarga besar H.Asnawi Ahmad, terimakasih untuk support dan doanya yang tidak pernah henti kepada penulis.
10.Rika, Ilma, Made, Standy, Lyu dan Bonnie terimakasih atas persahabatannya selama ini.
11.Seluruh rekan-rekan IESP 2007, Mila, Finsa, Wiwi, Egha, Eti, Wiwi, Ririn, Rey dan Egha, Nowo, Mario, Gandha, Dyta, Endang, JB, Ka Zidney serta teman-teman IESP Pembangunan 2007 lainnya, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
12. Kaka-kaka senior yang sangat banyak membantu penulis. Khususnya Ka Resna dan Ikel.
13.Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi. Semoga Allah membalas semua kebaikan-kebaikan kalian.
Penulis berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan.
Ciputat,15 November 2011
vi DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 8
1. Teori Pembangunan Ekonomi ... 8
2. Teori Pembangunan Daerah ... 9
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 10
vii
a. Teori Ekonomi Klasik ... 12
b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ... 13
c. Teori Harrod-Domar dalam sistem regional ... 13
d. Teori Pertumbuhan Cepat Yang Disinergikan ... 14
e. Teori Basis Ekonomi ... 15
5. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 19
6. Konsep dan Definisi Subsektor Industri Pengolahan …. 22 B. Penelitian Terdahulu ... 24
C. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 34
D. Hipotesis ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 37
B. Metodologi Penentuan Sampel ... 37
C. Metode Pengumpulan Data ... 38
D. Metode Analisis Data ... 38
1. LQ (Locatioan Quotient) ... 39
2. Shift Share ... 42
3. Tipologi ... 46
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 56
1. Keadaan Geografi dan Demografi Provinsi Jawa Barat ... 56
B. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi ... 57
1. Analisis Perkembangan PDB dan PDRB ... 58
a. Indonesia ... 58
b. Provinsi Jawa Barat ... 61
2. Analisis Location Quetiont (LQ) ... 62
3. Analisis Shift Share ... 64
viii
C. Pembahasan ... 73 1. Pembahasan Per Sektor Daerah Analisis ... 73 a. Provinsi Jawa Barat ... 73
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan ... 95 B. Implikasi ... 95
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor Industri 4
Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2005-2009
2.1 Penelitian Terdahulu 30
3.1 Makna Tipologi Sektor Ekonomi 48
3.2 Tabel Operasional Variabel 52
4.1 Distribusi Persentase PDB Indonesia Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Tahun 2005-2009 (Persen) 59
4.2 Distribusi Persentase PDB Indonesia Sektor Industri
Pengolahan Non Migas Tahun 2005-2009 60
4.3 Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Sektor Industri Pengolahan Non Migas Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2009 (Persen) 61
4.4 Hasil Perhitungan Location Quetiont ( LQ) Rata-rata 63 Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2009
4.5 Komponen Shift Share Provonsi Jawa Barat Tahun
2005-2009 66
4.6 Komponen Pertumbuhan Proportional (Pj) Provinsi 68
Jawa Barat
4.7 Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Provinsi 69 Jawa Barat
4.8 Makna Tipologi Sektor Ekonomi 72
4.9 Pembagian Sektor Industri Pengolahan Non Migas di 73 Jawa Barat Berdasarkan Tipologi Sektoral
4.10 Analisis subsektor Industri Makanan, Minuman dan
Tembakau 75
4.11 Analisis Subsektor Industri Tekstil, Barang dari Kulit
x
4.12 Analisis Subsektor Industri Kayu dan Barang dari Kayu 79 4.13 Analisis Subsektor Industri Kertas dan Barang Cetakan 82 4.14 Analisis Subsektor Industri Pupuk, Kimia dan Barang
dari Karet 85
4.15 Analisis Subsektor Industri Semen dan Barang Galian
Bukan Logam 86
4.16 Analisis Subsektor Industri Logam Dasar, Besi dan Baja 89 4.17 Analisis Subsektor Industri Alat Angkutan, Mesin dan
Peralatannya 90
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Berpikir Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Jawa 35
Barat 2005-2009
3.1 Bagan Kerangka Potensi Ekonomi Sektor Industri Pengolahan 49
Non Migas di Provinsi Jawa Barat
4.1 Perkembangan LQ Subsektor Industri Makanan, Minuman dan 75 Tembakau
4.2 Perkembangan LQ Subsektor Industri Tekstil, Barang dari Kulit 77 dan Alas Kaki
4.3 Perkembangan LQ Subsektor Industri Kayu dan Barang 80 dari Kayu Lainnya
4.4 Perkembangan LQ Subsektor Industri Kertas dan Barang Cetakan 82 4.5 Perkembangan LQ Subsektor Industri Pupuk, Kimia dan Barang 85
Dari Karet
4.6 Perkembangan LQ Subsektor Industri Semen dan Barang Galian 87 Bukan Logam
4.7 Perkembangan LQ Subsektor Industri Logam Dasar, Besi dan Baja 89 4.8 Perkembangan LQ Subsektor Industri Alat Angkutan, 91
Mesin dan Peralatannya
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
I Produk Domestik Bruto Subsektor Industri
Pengolahan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Nasional Indonesia Tahun
2005-2009 102
Produk Domestik Regional Bruto Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Jawa Barat
Tahun 2005-2009 102
II Hasil Perhitungan Location Quotient Provinsi Jawa
Barat 103
III Hasil Perhitungan Komponen Shift Share Provinsi
Jawa Barat 106
IV Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB Per subsektor Industri Pengolahan Non Migas
Provinsi Jawa Barat 107
V Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share
(Nj) Provinsi Jawa Barat 108
VI Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share (Nj) Per Subsektor Industri Pengolahan Non Migas di
Provinsi Jawa Barat 110
VII Hasil Perhitungan Komponen Net Shift Provinsi Jawa
Barat 112
VIII Hasil Perhitungan Komponen Differensial Shift (Dj)
Provinsi Jawa Barat 113
IX Hasil Perhitungan Komponen Proposional Shift
(Pj)Provinsi Jawa Barat 115
X Checking Perhitungan Shift Share Provinsi Jawa
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan di Indonesia adalah menciptakan masyarakat adil
dan makmur secara merata baik secara moral atau material. dalam
perkembangannya, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia mulai tergeser oleh peranan sektor industri manufaktur (industri
pengolahan non migas) yang mengalami perkembangan pesat. Adanya pergeseran
peranan sektor pertanian oleh sektor industri menyebabkan terjadinya perubahan
struktur ekonomi dari perekonomian yang berbasis agraris menjadi perekomian
yang berbasis industri. (Erlangga, 2005:2).
Sektor industri pengolahan non migas memiliki peranan yang penting
dalam pembangunan ekonomi di Indonesia dan memberikan kontribusi yang
cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Karena sektor industri
pengolahan non migas adalah penyumbang utama untuk PDB Indonesia yang
paling besar. Selama periode 2005-2009, struktur perekonomian di Indonesia
masih didominasi oleh sektor industri pengolahan non migas. Meskipun dari
tahun 2005-2009 mengalami penurunan besar sumbangan, tapi industri
pengolahan non migas tetap menjadi primadona penyumbang untuk PDB. Pada
tahun 2005 menyumbang sebesar 25,30 persen, pada tahun 2006 turun menjadi
2 tahun 2008 dan 2009 menurun menjadi 24,5 persen dan 24,02 persen. ( BPS,
2010).
Hal ini disebabkan karena adanya krisis ekonomi, yang menyebabkan
macetnya sistem keuangan dunia sehingga menyebabkan merosotnya aktivitas
ekonomi dan perdagangan dunia. Hal ini juga mempengaruhi perekonomian di
Indonesia. Bisa dilihat dari menurunnya sumbangan-sumbangan sektor terhadap
PDB Indonesia. Pertumbuhan industri yang melemah juga disebabkan oleh
besarnya permintaan yang belum pulih akibat krisis global baik dari pasar
domestik maupun pasar internasional. (BAPPENAS, 2009).
Provinsi Jawa Barat termasuk salah satu provinsi yang di dominasi sektor
industri pengolahan non migas tertinggi dalam pembentukan PDRB nya. Dan
merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa yang menyumbang untuk PDB
sektor industri pengolahan non migas terbesar. Namun, selama tahun 2009
perekonomian Jawa Barat tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh krisis
ekonomi global. Dinamika ekonomi makro di tingkat nasional, berimplikasi
terhadap perekonomian daerah. Imbas dari gejolak ekonomi global yang terjadi
pada tahun 2008, memberikan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian
Jawa Barat. Sektor yang terkena dampak tersebut adalah sektor industri
pengolahan non migas, karena sektor tersebut sangat rentan terhadap kejadian
diluar negeri, karena sebagian besar hasil produksi industri di Jawa Barat adalah
ekspor begitu pula sebaliknya, bahan baku masih merupakan bahan impor. (BPS,
3 Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan
daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan
dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi
sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian
daerah.( Arsyad, 2010:374 ).
Studi mengenai potensi ekonomi sektor industri pengolahan non migas
telah dilakukan oleh beberapa peneliti, salah satunya oleh Ida Nuraini (2005),
dimana peneliti mengkaji potensi pertumbuhan ekonomi sektor industri
pengolahan non migas yang melibatkan satu wilayah yaitu Kabupaten Malang.
Berpedoman pada penelitian terdahulu tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
studi yang sama namun dengan cakupan daerah yang lebih luas. Yaitu di Provinsi
Jawa Barat. Alasan memilih Jawa Barat sebagai lokasi dari studi penelitian ini
karena Jawa Barat adalah salah satu Provinsi di Pulau Jawa yang menyumbang
untuk sektor industri pengolahan non migas terbesar untuk PDB Indonesia.
Sektor Industri pengolahan non migas dapat digolongkan beberapa sudut
tinjauan pendekatan. Di Indonesia di golongkan berdasarkan kelompok
komoditas, skala usaha dan berdasarkan arus produknya. Penggolongan yang
paling universal adalah berdasarkan ISIC (International Standard of Industrial
Classification) yaitu berdasarkan komoditas. Diantaranya: 31. Industri Makanan,
4 Industri Barang kayu dan hasil hutan lainnya, 34. Industri Kertas dan barang
cetakan, 35. Industri Pupuk, kimia dan barang dari karet, 36. Industri Semen dan
barang galian bukan logam, 37. Industri Logam dasar, besi dan baja, 38. Industri
Alat angkutan, Mesin dan Peralatannya, 39. Industri Barang lainnya.
(Departemen Perindustrian, 2009).
Di Jawa Barat, subsektor industri pengolahan non migas selama tahun
2005-2009 dari yang terbesar adalah industri alat angkutan, mesin dan
peralatannya, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, industri makanan,
minuman dan tembakau, industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri
barang lainnya, industri kertas dan barang cetakan, industri semen dan barang
galian bukan logam, industri kayu dan barang dari kayu, industri logam dasar,
besi dan baja, seperti yang dijelaskan dalam tabel 1.1. Berikut ini adalah distribusi
dari subsektor industri pengolahan non migas di Provinsi Jawa Barat.
Tabel 1.1 Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2005-2009 (Persen)
Subsektor industri pengolahan 2005 2006 2007 2008 2009 1.Ind.Makanan,minuman dan
tembakau 11,9 12,32 11,83 10,49 11,29
2.ind.tekstil,barang dari kulit dan alas
kaki 24,26 24,5 23,68 20,82 20,36
3.ind.kayu dan barang dari kayu 1,43 1,4 1,34 1,21 1,41 4.ind.kertas dan barang cetakan 2,64 2,64 2,41 2,07 2,20 5.ind.pupuk,kimia dan barang dari
karet 10,51 11,12 11,56 8,77 9,04
6.ind.semen dan barang galian bukan
5 Kegiatan pembangunan bidang ekonomi khususnya sektor industri
pengolahan non migas yang perlu diperhatikan oleh seorang perencana wilayah
adalah kemampuan untuk menganalisis potensi sektor industri apa yang potensial
di wilayahnya. Jika masing-masing Pemerintah Daerah mampu melihat sektor
yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya maka sektor yang memiliki
keunggulan akan mempunyai prospek untuk dikembangkan dan diharapkan dapat
mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Dengan demikian akan dapat
meningkatkan Output Regional dan efisiensi lokasi di daerah yang bersangkutan.
(Ida, 2005 :1).
Berdasarkan uraian yang diatas, maka dapat diperoleh data yang
menguatkan penulis untuk melakukan penelitian tentang analisis potensi
pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas Jawa Barat.
B. Perumusan Masalah
Sektor industri pengolahan non migas merupakan sektor utama yang
menyumbang PDB Indonesia, karena sektor industri pengolahan non migas
menjadi sektor penyumbang terbesar diantara sektor-sektor lainnya. Jawa Barat
merupakan salah satu Provinsi yang menyumbang PDB Indonesia di sektor
industri pengolahan non migas terbesar. Sektor industri pengolahan non migas
menurut komoditi terdiri dari industri makanan, minuman dan tembakau, industri
tekstil, barang kulit dan alas kaki, industri barang kayu dan hasil hutan lainnya,
industri kertas dan cetakan, industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri
semen dan barang galian bukan logam, industri logam dasar besi dan baja, industri
6 Pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas cenderung baik. Akan
tetapi pertumbuhannya menurun pada tahun 2009, hal ini disebabkan adanya
krisis yang dialami oleh Indonesia dan berpengaruh juga pada perekonomian di
Jawa Barat, dan sektor yang paling terpengaruh karena krisis tersebut adalah
sektor industri pengolahan non migas, dan krisis ini pun membawa adanya
perubahan struktur dalam industri-industri yang mendukung PDRB industri
pengolahan non migas di Jawa Barat.
Kegiatan pembangunan bidang ekonomi khususnya sektor industri
pengolahan non migas yang perlu diperhatikan oleh seorang perencana wilayah
adalah kemampuan untuk menganalisis potensi sektor industri apa yang potensial
di wilayahnya. Jika masing-masing Pemerintah Daerah mampu melihat sektor
yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya maka sektor yang memiliki
keunggulan akan mempunyai prospek untuk dikembangkan dan diharapkan dapat
mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Dengan demikian akan dapat
meningkatkan Output Regional dan efisiensi lokasi di daerah yang bersangkutan.
(Ida, 2005 :1).
Dari uraian diatas maka muncul beberapa pertanyaan :
1. Subsektor industri pengolahan non migas mana yang merupakan subsektor
basis di Provinsi Jawa Barat?
2. Subsektor industri pengolahan non migas manakah yang paling memiliki
7 C. Tujuan Penelitian
Atas dasar latar belakang dan permasalahan seperti dikemukakan diatas,
maka penelitian ini dimaksudkan :
1. Untuk menganalisis industri basis dari subsektor industri pengolahan non
migas di Jawa Barat.
2. Untuk menganalisis industri yang memiliki potensi untuk dikembangkan
dari subsektor industri pengolahan non migas di Jawa Barat.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk :
1. Untuk pemerintah
a. Mengevaluasi arah kebijakan ekonomi pemerintah daerah, terutama
dalam rangka perencanaan makro regional dalam menghadapi era
otonomi daerah, khususnya di Provinsi Jawa Barat.
b. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi para pemerintah daerah
untuk penetapan kebijakan yang akan datang yang akan berkaitan
dengan pembangunan regional.
2. Untuk Akademisi
a. Sebagai bahan penelitian berikutnya yang terkait.
3. Untuk penulis
a. Bagi penulis untuk mendapatkan pengembangan dan melatih diri
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Pembangunan Ekonomi
Ada beberapa definisi tentang pembangunan ekonomi. Diantaranya
menurut Adam Smith dalam Suryana (2000:55), pembangunan ekonomi adalah
proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi.
Menurut Schumpeter pembangunan ekonomi bukan merupakan proses
yang harmonis dan gradual, tetapi merupakan proses yang spontan dan tidak
terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama
dalam lapangan industri dan perdagangan. (Suryana, 2000:5).
Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan
pendapatan nasional. Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk
suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi
barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa
satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa
ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga
perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. (Dini, 2007:14).
Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam
penelitian ini adalah didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan
pendapatan perkapita riil suatu masyarakat meningkat dalam waktu jangka
9 2. Teori Pembangunan daerah
Arsyad ( 2010:374 ), mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai
suatu proses. Proses yang dimaksud adalah proses yang mencakup pembentukan
institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih
baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan
perusahaan-perusahaan baru.
Setiap pembangunan daerah memiliki tujuan utama untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk
mencapai tujuan tersebut, pemerintah dan masyarakatnya harus secara
bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah
daerah dengan partisipasi masyrakatnya dengan memanfaatkan
sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumberdaya-sumberdaya-sumberdaya-sumberdaya
yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.
Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi
pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan Nasional dilakukan
melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilakukan di daerah.
Pembangunan sektoral disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah. Kedua,
dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai
pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga,
pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintahan. Tujuan pembangunan daerah
hanya dapat dicapai apabila pemerintahan daerah dapat berjalan dengan baik.
10 dan memperkuat pemerintahan daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi
daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab (Sjafrizal : 2008).
Dalam penelitian ini pembangunan daerah merupakan fungsi dari potensi
tenaga kerja, sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, investasi modal, sarana
dan prasarana pembangunan, transformasi dan komunikasi, komposisi industri,
teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan
pembiayaan dan pendanaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan
daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. (Dini, 2007:15).
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2002:4), ada perbedaan
dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan
ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan
stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang
ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka
panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan
penduduk. Hicks mengemukakan masalah negara terbelakang menyangkut
pengembangan sumber-sumber yang tidak atau belum dipergunakan, kendati
penggunanya telah cukup dikenal.
Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2002:57) pertumbuhan
ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk
menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan
11 kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi
yang dibutuhkannya .
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB
pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRB t-1).
Menurut Arsyad (2010:270) Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
beberapa faktor-faktor sebagai berikut :
a. Akumulasi Modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan),
peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika
ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan diinvestasikan
untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal
akan menambah sumberdaya-sumberdaya yang baru dan meningkatkan
sumberdaya-sumberdaya yang ada.
b. Pertumbuhan Penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan
jumlah angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang
pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang tergantung kepada
kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan
memperkerjakan tenaga kerja secara produktif.
c. Kemajuan Teknologi Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan
faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya Laju Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt – PDRBt-1 x100%
12 yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru
dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan tradisional.
4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat
yang terjadi du suatu daerah, yaitu kenaikan seluruh nilai tanbah (added value)
yang terjadi di daerah tersebut. (Tarigan, 2005:49).
Perhitungan pendapatan daerah pada awalnya dibuat pada harga berlaku,
namun agar dapat melihat dari kurun waktu ke waktu berikutnya harus dinyatakan
dengan nilai riil, artinya dinyatakan dalam nilai konstan. Pendapatan daerah
menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah
tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi), yang berarti secara kasar
dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu daerah
selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di daerah tersebut oleh
seberapa besar terjadinya transfer payment , yaitu bagian pendapatan yang
mengalir keluar daerah atau mendapat aliran dari luar daerah. (Dini, 2007:20).
Terdapat beberapa teori pertumbuhan ekonomi daerah, yaitu sebagai berikut :
a. Teori Ekonomi Klasik
Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan yang
seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi yang terbaik untuk dilakukan.
Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi,
membawa ekonomi kepada kondisi full employment dan menjamin pertumbuhan
13 menjamin keamanan dan ketertiban serta member kepastian hukum dan keadilan
bagi para pelaku ekonomi. (Tarigan, 2005:47).
b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan ekonomi ini dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor
Swan. Menurut teori Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung pada
ketersediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan akumulasi
modal) dan tingkat kemajuan teknologi (technological progress). Pandangan ini
didasarkan analisis klasik, bahwa perekonomian akan tetap mengalami pengerjaan
penuh (full utilization) dan faktor-faktor produksinya. (Arsyad, 2010:88).
c. Teori Harrod-Domar dalam sistem Regional
Teori pertumbuhan yang dikembangkan oleh Evsey Domar dan sir Roy
F.Harrod. Pada hakikatnya teori Harrod-Domar merupakan pengembangan dari
teori makro Keynes. Keynes dianggap tidak lengkap karena tidak mengungkapkan
masalah-masalah ekonomi dalam jangka panjang. Dengan kata lain teori ini
berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar suatu perekonomian dapat
tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth). Menurut teori
Harrod-Dommar, pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan
pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh melalui
proses akumulasi tabungan.
Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu:
1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan
14 2. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga daan sektor
perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.
3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya
pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di mulai dengan titik nol.
4. Kecendrungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS)
besarnya tetap, demikian jugarasio antara modal-output (capital output
ratio=COR) dan rasio pertambahan modal-output (incremental capital-output
ratio=ICOR). Arsyad (2010:84).
Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan
menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh
kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi
syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :
Dimana : g = Growth (tingkat pertumbuhan output)
k = Capital (tingkat pertumbuhan modal)
n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Agar terjadi keseimbangan antara tabungan (S) dan investasi (I) harus
terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk
menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (rasio modal output). Tarigan
( 2005:49).
d. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat yang Disinergikan
Dalam Tarigan (2007:55) dijelaskan bahwa teori pertumbuhan jalur cepat
15 melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan
dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki
competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal
yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat
berproduksi dalam waktu relatif singkat dan volume sumbangan untuk
perekonomian yang cukup besar.
Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu
bersaing pada pasar yang lebih luas. Perkembangan struktur tersebut akan
mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian secara
keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor adalah membuat
sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung sehingga pertumbuhan sektor-sektor yang
satu mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga sebaliknya.
Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya dengan sektor lain
yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.
e. Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori
ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu
wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan
yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian
wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya.
Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung
16 endogenous (tidak bebas tumbuh), pertumbuhannya tergantung kepada kondisi
perekonomian wilayah secara keseluruhan. (Tarigan, 2007:55).
Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan
basis, Richardson (1977:14). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu
wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan,
yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam
wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume
kegiatan non basis. Sebaliknya berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan
berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga akan
menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis.
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah
tersebut. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal,
termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk kemudian diekspor, sehingga akan
menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. (Arsyad, 2010:367).
Asumsi tersebut memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan
mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan
persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat
menghasilkan ekspor. Untuk menganalisis ekonomi suatu wilayah, salah satu
teknik yang lazim adalah kuosien lokasi (Location Quotient) disingkat LQ. Pada
LQ dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi
sektor-sektor basis atau unggulan. Dalam tekhnik LQ berbagai peubah (faktor) dapat
digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja
17 1) Model Pertumbuhan Interregional (perluasan dari teori basis)
Model ini merupakan perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan
menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu model basis ekspor
hanya membahas daerah tersebut tanpa memperhatikan daerah tetangga. Model
ini memasukan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka dinamakan
model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor
pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat
pada sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. (Tarigan,
2007:58).
Teori basis merupakan bentuk model pendapatan yang paling sederhana
dan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas struktur daerah yang
bersangkutan, selain itu teori ini juga memberikan landasan yang kuat bagi studi
pendapatan regional dan juga dapat digunakan untuk melihat faktor-faktor apa
saja yang dapat mendorong pertumbuhan wilayah.
Terdapat beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan
potensi relatif perekonomian suatu wilayah, sebagai berikut:
a) Analisis Shift Share (SS)
Analisis Shift Share (SS) merupakan teknik yang sangat berguna dalam
menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingnkan dengan
perekonomian nasional. Tujuan analisis ini sendiri adalah untuk menentukan
kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkanya
18 Analisis SS, memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3
bidang yang berhubungan satu sama lain yitu:
(1) Pertambahan Ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan
agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang
sama di perekonomian yang dijadikan acuan.
(2) Pergeseran Proposional merupakan perbedaan antara pertumbuhan daerah
dengan menggunakan pertumbuhan nasional sektoral dan pertumbahan
daerah dengan menggunakan pertumbuhan nasional. Daerah dapat tumbuh
lebih cepat/lebih lambat dari rata-rata nasional jika mempunyai sektor atau
industri yang tumbuh lebih cepat/lambat dari nasional. Dengan demikian,
perbedaan laju pertumbuhan dengan nasional disebabkan oleh komposisi
sektor yang berbeda.
(3) Pergeseran Diferensial, digunakan untuk menentukan seberapa jauh daya
asing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.
b) Location Quotient (LQ)
Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang
lazim digunakan adalah kuosien lokasi (Location Quotient, LQ). Location
Quotient digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi
sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors). Dalam analisis ini kegiatan ekonomi
suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
(1) Sektor Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu
sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan.
(2) Sektor Non Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu
19 Dasar pemikiran analisis ini adalah teori economic base yang intinya
adalah karena industri basis menghasilkan barang barang dan jasa-jasa untuk
pasar di daerah maupun diluar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar
daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus
pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan
investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan
menciptakan kesempatan kerja baru.
Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan
terhadap sektor basis, tetapi juga menaikan permintaan akan sektor non basis.
Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang
bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor non basis merupakan
investasi yang didorong sebagai akibat dari kenaikan sektor basis.
5. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Menurut Badan Pusat Statistik (2002:3) Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) atau yang lebih dikenal dengan istilah Pendapatan Regional
(Regional Income) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai
tambah dari kegiatan ekonomi disuatu wilayah.
Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode
langsung dan tidak langsung (alokasi).
1. Metode langsung
Metode langsung ini dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu: pendekatan
20 Seperti sudah disebutkan diatas, penghitungan PDRB secara langsung
bisa dihitung dengan cara:
a. Pendekatan Produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah di
suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa yang
dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun.
b. Pendekatan Pendapatan, adalah pendekatan yang dilakukan dengan
menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, meliputi:
1. Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja)
2. Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah)
3. Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal)
4. Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill)
c. Pendekatan Pengeluaran, adalah model pendekatan dengan cara
menjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa, yaitu:
1. Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga swasta yang
tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah.
2. Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap bruto.
3. Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto.
Dengan menggunakan metode tidak langsung (Metode Alokasi), model
pendekatan ini digunakan karena kadang-kadang dengan data yang tersedia tidak
memungkinkan untuk mengadakan penghitungan Pendapatan Regional dengan
menggunakan metode langsung seperti tiga cara di atas, sehingga dipakai metode
21 PDRB disajikan dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas
dasar harga konstan, PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahunya.
Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan
jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga pada suatu tahun tertentu (tahun
dasar), dalam penelitian ini, penghitungan yang digunakan adalah tahun 2000
sebagai tahun dasar.
Penghitungan Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan, bisa dihitung
dengan empat cara. Yaitu :
1. Revaluasi. Yaitu dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing
tahun dengan harga pada tahun dasar 2000. Hasilnya merupakan output dan
biaya antara atas dasar harga konstan 2000. Selanjutnya nilai tambah bruto atas
dasar harga konstan, diperoleh dari elisih antara output dan biaya antara
perhitungan di atas.
2. Ekstrapolasi. Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan
2000diperoleh dengan mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000 dengan
indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan
indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan atau indeks dari berbagai
indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang
dianggap dengan jenis kegiatan yang dihitung.
3. Deflasi. Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara
membagi nilai tambah atas dasar harga yang berlaku masing-masing tahun
22 merupakan indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar dan
sebagainya.
4. Deflasi berganda. Dalam deflasi berganda ini, yang di deflasi adalah output dan
biaya antaranya, sedamgkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output
dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai
deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan biasanya
merupakan indeks harga produsen atau indeks harga untuk biaya antara adalah
indeks harga dari komponen input terbesar.
6. Konsep dan Definisi Sektor Industri Pengolahan Non Migas
Industri pengolahan non migas atau disebut juga dengan industri
manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengubah bahan dasar dasar
secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau
barang setengah jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi lebih tinggi
nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. (Badan Pusat Statistik,
2007).
Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau
beberapa pendekatan. Di Indonesia industri dikelompokkan berdasarkan
komoditas, skala usaha ataupun arus produknya. Penggolongan yang paling
universal adalah berdasarkan International Standard of Industrial Classification
(ISIC), yaitu secara komoditas. Industri Pengolahan Bukan Migas, subsektornya
dibedakan mencapai 9 kegiatan utama dan disajikan menurut dua dijit kode
Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), yaitu: industri makanan,
23 industri barang kayu dan hasil hutan lainnya (33), industri kertas dan barang
cetakan (34), industri pupuk, kimia dan barang dari karet (35), industri semen dan
barang galian bukan logam(36), industri logam dasar besi dan baja (37), industri
alat angkutan, mesin dan peralatannya (38), dan industri barang lainnya (39).
Pada seri tahun dasar 2000, industri pengolahan bukan migas dibedakan
atas dua bagian berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat, yaitu : industri besar dan sedang/IBS (tenaga kerja ≥ 20 orang), serta industri kecil dan rumah
tangga /IKKR (tenaga kerja 1-19).
Industri besar dan sedang metode penghitungannya menggunakan
pendekatan produksi, yaitu output dihitung lebih dahulu, kemudian dikali dengan
rasio NTB diperoleh nilai tambah brutonya. Pada prinsipnya, metode estimasi
yang digunakan untuk penghitungan output maupun NTB, baik pada seri lama
(1993 = 100) tidak berbeda, yaitu menggunakan cara ekstrapolasi untuk
menghitung nilai atas dasar harga konstan, dan cara inflasi untuk menghitung nilai
atas harga berlaku Bukan Migas. Perbedaannya terletak pada jumlah tenaga kerja
yang terlibat dalam kegiatan industri tersebut. Suatu perusahaan dikatakan sebagai
IKKR jika tenaga kerjanya berjumlah 1-19 orang. Dengan adanya pergeseran
tahun dasar dari 1993 ke 2000, serta penyempurnaan yang berkaitan dengan
kelengkapan data pendukung, maka metode penghitungan output dan NTB untuk
kegiatan subsektor ini juga diperbaiki dengan menggunakan pendekatan tenaga
kerja yang dihitung secara rinci menurut kegiatan industri yang dikelompokkan
dalam tiga digit KLUI dan disesuaikan dengan hasil survey Usaha Terintegritas
24 data harga IHPB untuk komoditi industri bukan migas diperoleh dari
Subdirektorat Statistik Harga Perdagangan Besar BPS.
Sedangkan untuk keperluan pengembangan sektor industri itu sendiri
berkaitan dengan administrasi departemen perindustrian dan perdagangan,
digolongkan berdasarkan arus produk, yaitu industri hulu yang terdiri dari industri
kimia dasar dan industri mesin, logam dasar dan elektronika. Industri hilir yang
terdiri dari aneka industri dan industri kecil. (BPS Jawa Barat, 2007).
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang sektor basis pernah dilakukan oleh Azhar, Syarifah Lies
Fuaidah dan M. Nassir Abdussamad dengan judul penelitian Analisis Sektor Basis
dan Non Basis di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan tahun analisis dari
tahun 1992-2001. Penelitian ini memakai data PNB (Produk Nasional Bruto) dan
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
dengan variabel yang dikaji total produksi yang dihasilkan dari tiap sektor dalam
jutaan rupiah. Alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ). Hasil
dari penelitian tersebut, bahwa terdapat tiga sektor basis di Provinsi Nangroe
Aceh Darussalam yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri
pengolahan dan sektor pertanian. Sementara enam sektor yang lainnya menjadi
sektor non basis.
Ida Nuraini (2005) dalam jurnal yang berjudul Analisis potensi sektor
manufaktur di Kabupaten Malang, dengan variabel analisis subsektor-subsektor
25 dan Tipology Klassen, diperoleh hasil bahwa Kabupaten Malang mempunyai
keunggulan komparatif untuk jenis industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki,
industri semen dan barang galian bukan logam, industri alat angkutan, mesin, dan
peralatan. Jenis industri yang potensi untuk dikembangkan adalah industri
makanan, minuman, dan tembakau.
Bernadette Robiani (2007) dengan judul Kinerja Pembangunan Ekonomi
Sumatera Selatan, yang menjelaskan kinerja pembangunan ekonomi di Sumatera
Selatan pada periode 2002-2006. Dengan menggunakan variabel pertumbuhan
ekonomi, kontribusi sektor sektor kompetitif, dan aktivitas perusahaan. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan
Badan Pusat Statistik. Dengan menggunakan alat analisis LQ (Location Quatient)
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi menunjukkkan
peningkatan dengan laju pertumbuhan tertinggi ada di sektor transportasi dan
komunikasi. Kontribusi sektor terhadap PDRB yang terbesar dari sektor
pertambangandan penggalian, meskipun laju pertumbuhannya terendah. Sektor
yang kompetitif adalah sektor pertanian, pertambangan dan penggalian serta
sektor transportasi dan komunikasi. Laju pertumbuhan ekonomi di Sumsel masih
didominasi oleh sektor perdagangan dan ritel dengan jumlah perusahaan terbesar
ada di skala usaha mikro dengan dominasi lokasi di Kabupaten OKU dan
Palembang dengan penyerapan tenaga kerja terbesar di kota Palembang.
Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Ade Indah Sari (2008) dengan
judul Identifikasi Sektor Basis Dalam Perencanaan Pembangunan Ekonomi Untuk
26 adalah jenis data sekunder. Bentuk penelitian ini adalah deskriptif. Variabel yang
diteliti adalah PDRB, Jumlah tenaga kerja, potensi wilayah, dan lain-lain. Alat
analisis yang digunakan adalah LQ (Location Quotient) dan untuk melihat peran
sektor industri dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan penyerapan
tenaga kerja pada kota tebing digunakan analisa surplus pendapatan dan tenaga
kerja. Untuk menganalisa angka pengganda pendapatan dan angka pengganda
tenaga kerja digunakan analisa angka pengganda.
Hasil yang didapat dari penghitungan LQ (Location Quotient)
berdasarkan indikator PDRB dengan indikator LQ<1, maka industri
(besar/sedang) merupakan sektor non basis, sedangkan nilai LQ sektor industri di
kota Tebing berdasarkan indikator tenaga kerja (angkatan kerja) dengan indikator
LQ>1, artinya sektor industri (besar/sedang) merupakan sektor basis. Sektor
industri (besar/sedang) memberikan peranan yang cukup besar dalam peningkatan
pendapatan masyarakat jika dilihat dari analisa surplus pendapatan dan angka
pengganda pendapatan, sangat disayangkan peranan ini efeknya jatuh pada daerah
asal import. Sektor industri (besar/sedang) memberikan peranan yang cukup besar
dalam penyerapan tenaga kerja jika dilihat dari analisa surplus tenaga kerja dan
angka pengganda pendapatan.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Dr. Mohammad Mukhyi
(2008) dengan judul Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan
terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Provinsi Jawa Barat : Pendekatan
Analisis IRIO. Dalam penelitian ini analisis shift share digunakan untuk mencari
27 apakah sektor pertanian mempunyai konstribusi terhadap perekonomian serta
memiliki keterkaitan dan Analisis I-O interregional bertujuan untuk mengetahui
keterkaitan perekonomian wilayah analisis dengan wilayah sekitar baik
keterkaitan kedepan maupun keterkaitan kebelakang. Sedangkan dengan location
quotientdalam penelitian ini digunakan untuk mencari keunggulan kompetitif.
Penelitian menggunakan data PDRB dan PDB serta Tabel I-O
Interregional wilayah analisis. Pada Provinsi Jawa Barat yang mempunyai
konstribusi terbesar adalah sektor perdagangan, industri pengolahan, perdagangan,
hotel dan restoran serta sektor pertanian. Sementara yang memiliki nilai multiplier
besar terhadap perekonomian secara nasional sesuai dengan sektor unggulan
diprovinsi Jawa Barat adalah subsektor perternakan, sedangkan hasil dari analisis
IRIO sektor dan subsektor unggulan Provinsi Jawa Barat adalah sektor industri
pengolahan, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ropingi (2004) dalam Jurnalnya
yang berjudul Aplikasi Analisis Shift Share Esteban-Marquillas Pada Sektor
Pertanian di Kabupaten Boyolali. Jurnal ini berisi Efek alokasi adalah komponen
dalam shift share yang menunjukkan apakah suatu daerah terspesialisasi dengan
sektor perekonomian yang ada dimana akan diperoleh keunggulan kompetitif.
Semakin besar nilai efek alokasi semakin baik pendapatan atau kesempatan kerja
didistribusikan diantara sektor perekonomian dengan keunggulan masing-masing
Berdasarkan efek alokasi tersebut terlihat bahwa sektor perekonomian di
Kabupaten Boyolali mempunyai alokasi PDRB yang baik untuk setiap sektor
28 bernilai positif yang berarti semakin baik PDRB didistribusikan di antara
sektor-sektor yang berbeda sesuai dengan kelebihan masing-masing sektor-sektor tersebut.
Dilihat dari distribusi per sektor ternyata sektor industri pengolahan mendapatkan
keuntungan yang paling tinggi yaitu sebesar Rp 12925941.97 ribu disusul sektor
penggalian dan pertambangan sebesar Rp 1916219.28 ribu, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp 1679104.66 ribu dan sektor pertanian
sebesar Rp 1404329.40 ribu. Ternyata sektor petanian di Kabupaten Boyolali
berdarkan nilai efek alokasi yang positif berarti sektor pertanian merupakan salah
satu sektor yang mempunyai potensi sebagai penyumbang pendapatan daerah
Kabupaten Boyolali. Spesialisasi sektor pertanian yang terjadi di Kabupaten
Boyolali ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah daerah yang
menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas/unggulan untuk menopang
pembangunan wilayah bersangkutan. Hal ini diperkuat dengan relatif masih
tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Boyolali selama
lima tahun terakhir dengan rata-rata 32.10 persen.
Selanjutnya ada jurnal dari Stanislav Ivanov dan Craig Webster (2010)
dengan judul Decomposition of Economic growth in Bulgaria by Industry. Data
yang digunakan adalah nilai tambah bruto oleh industri dalam harga berlaku dan
harga konstan dari tahun sebelumnya (ukurandi Bulgaria per 31 Desember dari
tahun yang bersangkutan) yang diperoleh dari Statistical of Bulgarian National
Statistics Institute.Metode yang dipakai adalah decomposition methodology
(metodologi dekomposisi) yang dikembangkan oleh Ivanov. Dalam jurnalnya
29 jenis industri dan penggunaannya untuk perbandingan. Hasilnya industri yang
paling efektif menurut analisis tersebut adalah industri manufaktur yang
menempati urutan pertama di setiap tahunnya kecuali tahun 2004, dan
perdagangan yang kedua. Sektor yang efektif adalah sektor perdaganan. Kontruksi
atau bangunan adalah contoh yang sektor yang pertumbuhannya membaik atau
maju. Alasan untuk ini adalah perkembangan konstruksi di kota-kota besar di
Bulgaria. Di sisi yang lain, pertanian, pemburuan, perhutanan, perikanan dan
penggalian berada di tiga peringkat terbawah.
Perbedaan penelitian ini dari jurnal dengan judul Analisis Sektor Basis
dan Non Basis di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan tahun analisis dari
tahun 1992-2001, oleh Azhar, Syarifah Lies Fuaidah dan M. Nassir Abdussamad
adalah dari tahun analisis dan daerah analisis. Persamaannya dengan penelitian ini
adalah variabel yang dipakai yaitu GNP dan PDRB dan alat analisis LQ (Location
Quotient). Dari jurnal Kinerja Pembangunan Sumatera Selatan (2007) adalah dari
variabel yang dipakai dalam jurnal Kinerja Pembangunan Sumatera Selatan ini
adalah Kontribusi sektor, Sektor Kompetitif, Aktivitas Perusahaan, daerah analisis
dan tahun analisis. Persamaannya dengan penelitian ini adalah alat analisis yaitu
dengan menggunakan LQ (Location Quotient) dan data yang dipakai yaitu PDRB.
Perbedaan dari penelitian terdahulu adalah dari beberapa jurnal ada tahun
penelitian, daerah penelitian, dan data yang digunakan.Persamaan dari penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya, adalah alat analisis yang sama-sama
8
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Judul Peneliti Variabel Metode Analisis Hasil
9
10
PDRB dan PDB Analisis Shift Share, IRIO, LQ
Ropingi PDRB Shift Share Esteban
11 2002 cenderung
meningkat.
Decomposition of Economic Growth in Bulgaria by Industry 2010
Stanislav Ivanov dan Craig Webster
GDP (PDB) Metodologi
decomposition
Hasilnya industri yang paling efektif menurut analisis tersebut
adalah industri
manufaktur dan diikuti oleh sektor
perdagangan, sementara sektor pertanian, perburuan, kehutana, perikanan dan pertambangan berada di peringkst tiga terbawah.
36 C. Kerangka Pemikiran Teoritis
Peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan serangkaian
usaha kebijaksanaan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja, meratakan distribusi
pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi antar wilayah di dalam region
maupun antar region dan mengembangkan ekonomi secara sektoral maupun atar
lintas sektoral yang lebih menguntungkan didukung dengan strategi peningkatan
sumber daya manusia Indonesia.
Pertumbuhan suatu daerah terjadi sebagai akibat adanya permintaan
barang dan jasa tertentu terhadap suatu daerah oleh daerah lainnya. Upaya
memenuhi permintaan ekspor tersebut dengan menggerakkan potensi ekonomi
dan sistem produksi lokal akan memberikan pertumbuhan ekonomi bagi daerah
yang bersangkutan. Semakin tinggi permintaan luar daerah dapat dipenuhi berarti
semakin tinggi pula aktivitas perekonomian lokal dan pertumbuhan ekonominya.
36 Gambar 2.1 Kerangka berpikir Analisis Potensi Ekonomi Sektor Industri
Pengolahan Non Migas Di Provinsi Jawa Barat tahun 2005 -2009
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada dasarnya merupakan proposisi atau anggapan yang
mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau
pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. (Supranto,
2009:124).
Pertimbangan penelitian terhadap diperlukanya hipotesis untuk digunakan
atau tidak tergantung pada jenis penelitian karena tidak semua penelitian dapat
menggunakan hipotesis bahkan desain hipotesis juga bisa berbeda-beda,
PDB Indonesia Sektor Industri Pengolahan Non Migas
PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor Industri Pengolahan Non Migas
subsektor industri pengolahan non migas: 1. Industri makanan,minuman &tembakau 2. Industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki 3. Industri kayu dan barang kayu lainnya
4. Industri kertas dan barang cetakan
5. Industri pupuk,kimia dan barang dari karet 6. Industri semen dan barang galian
7. Industri logam dasar, besi dan baja
8. Industri alat angkutan,mesin dan peralatannya 9. Industri barang lainnya
Analisis Data
1. Location Quatient (LQ)
2. Shift Share 3. Tipologi Sektoral
Pertumbuhan Ekonomi
36 keberadaan hipotesis tidak diperlukan karena pada penelitian termasuk dalam
katagori penelitian yang menggunakan data ataupun variabel yang menunjukan
gejala-gejala rumit dan sukar dibangun secara kuantitatif, maka hipotesis yang
dibangun hanya harus dalam berbentuk yang lebih verbal. (Bungin, 2010:74).
Selain pada penelitian kuantitatif deskriptif penggunaan hipotesis tidak
lebih penting seperti yang dilakukan pada penelitian kuantitatif eksplanatif. Hal
ini disebabkan karena kuantitatif deskriptif tidak bertujuan untuk menguju
hipotesis tetapi hanya mendeskripsikan ataupun sekedar mengidentisifikasi data.
Akan tetapi penggunaan hipotesis pada penelitian kuantitatif deskriptif bukan
tidak diperbolehkan akan tetapi tidak lebih penting, seperti halnya pada penelitian
ini penggunaan hipotesis deskriptif tetap berfungsi untuk mengetahui dugaan
sementara tentang bagaimana peristiwa-peristiwa atau variabel-variabel tersebut
terjadi. Berikut adalah hipotesis dalam penelitian ini:
1. Terdapat subsektor industri pengolahan non migas basis di Provinsi Jawa
Barat.
2. Terdapat subsektor industri pengolahan non migas yang potensial yang
37 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dyang menggunakan data
runtun waktu (time series). Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat.
Pemilihan lokasi di Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa Industri
pengolahan non migas di Provinsi ini adalah salah satu penyumbang terbesar
dalam kontribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa
Barat itu sendiri. Ruang lingkup waktu yang dipakai 2005 hingga 2009 yang
bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi di Provinsi Jawa Barat.
B. Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini tidak diperlukan sampel. Karena keseluruhan objek
penelitian dapat dijangkau oleh peneliti. Populasi yang diteliti adalah sektor
industri pengolahan non migas berdasarkan barang komoditasnya, yaitu: industri
makanan, minuman dan tembakau, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki,
industri barang kayu dan hasil hutan lainnya, industri kertas dan barang cetakan,
industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri semen dan barang galian
bukan logam, industri logam dasar, besi dan baja, industri alat angkutan, mesin
38 C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
merupakan data penelitian yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber
sekunder dari data yang kita butuhkan menurut Bungin (2010:122). Data sekunder
penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data-data tersebut adalah:
1. PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor industri pengolahan non migas atas dasar
harga konstan 2000, data ini digunakan untuk mengetahui perkembangan
pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan non migas serta analisis
sektor basis dan non basis ekonomi. Data ini diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat.
2. PDB Indonesia Sektor industri pengolahan non migas atas dasar harga konstan
2000, data ini digunakan sebagai data perbandingan dari PDRB. Data ini
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) pusat.
D. Metode Analisis Data
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan maka
metode penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif, yaitu dimana data yang
digunakan dalam penelitian berbentuk angka. Dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk
menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau beberapa
variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan
apa yang terjadi, kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran