• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis potensi pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan non migas di provinsi Jawa barat periode 2005-2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis potensi pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan non migas di provinsi Jawa barat periode 2005-2009"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTOR

INDUSTRI PENGOLAHAN NON MIGAS DI PROVINSI JAWA

BARAT PERIODE 2005-2009

Disusun Oleh

Shofwatunnida

107084003185

JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama Lengkap : Shofwatunnida

2. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 21 Oktober 1989

3. Alamat :Jl.Garuda no.5 RT 02/03 Tangerang

4. E-mail :vieannida@yahoo.com

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. TK Islam Nurul Huda Tangerang (1994-1996) 2. SDN Batu Ceper 1 Tangerang (1996-2001) 3. SLTPN 2 Tangerang (2001-2004)

4. SMAN 6 Tangerang (2004-2007)

5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2007-2011)

III. PENDIDIKAN NON FORMAL

1. Primagama Tangerang (2003-2004) 2. BTA 70 Tangerang (2006-2007)

IV. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah :Drs. Namang Abdurahman

2. Ibu :Siti Qotrunnadah S.Pd

3. Alamat :Jl. Garuda no.5 Rt 02/03 Tangerang

4. Telepon :021-5524616

(7)

ii

ABSTRACT

This study is an effort to determine the potential of non-oil processing industry sub-sectors which have great impact on economic growth in non-oil manufacturing sector in West Java province during the years 2005-2009. This study uses GDRP data processing sector in West Java and non-oil GDP of Indonesian non-oil and gas manufacturing sector. In this thesis uses economic base model is reflected in the analysis Quatient Location (LQ) and Shift Share. Typology of Sectoral and used also useful to know the sub-sectors leading non-oil processing industry in West Java.

West Java has three non-oil manufacturing base of other goods industries (creative industries), industrial textiles, leather goods and footwear and transport equipment machinery and apparatus industries. And two potential industry sectors to be developed as the basis of industrial wood and products of wood and cement industries and non-metallic mineral products, because these industries have good growth in the province and occupies a typology of VI, which means that this industry is a sector basis, has Provincial level, the rapid growth despite slow growth in the National, so the potential to be developed into a sector basis.

(8)

iii ABSTRAK

Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui potensi dari subsektor industri pengolahan non migas yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan non migas di Provinsi Jawa Barat selama tahun 2005-2009. Penelitian ini menggunakan data PDRB Jawa Barat sektor industri pengolahan non migas dan PDB Indonesia sektor industri pengolahan non migas. Dalam skripsi ini menggunakan model basis ekonomi yang tercermin pada analisis Location Quatient (LQ) dan Shift Share. Dan digunakan juga Tipologi Sektoral yang berguna untuk mengetahui subsektor-subsektor unggulan industri pengolahan non migas di Jawa Barat.

Jawa Barat memiliki tiga industri pengolahan non migas basis yaitu industri barang lainnya (industri kreatif), industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki dan industri alat angkutan, mesin dan peralatannya. Dan dua industri potensial untuk dikembangkan menjadi sektor basis yaitu industri kayu dan barang dari kayu dan industri semen dan barang galian bukan logam, karena kedua industri ini memiliki pertumbuhan yang baik di Provinsi dan menempati Tipologi VI, yang berarti industri ini adalah sektor non basis, memiliki pertumbuhan yang cepat ditingkat Provinsi walaupun pertumbuhan di Nasional lambat, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi sektor basis.

(9)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak

pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada

semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikain kepada:

1. Ayah Drs. Namang Abdurahman dan Ibu Siti Qotrunnadah S.Pd, atas doa dan kasih sayang yang tidak terbatas kepada peneliti hingga saat ini, semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS,. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Lukman selaku Ketua jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing I yang telah membantu penulis hingga skripsi ini selesai.

4. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan SE. MSc., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(10)

v

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan motivasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama penulisan skripsi dan masa perkuliahan.

7. Nurul Fahmi Arif Hakim, untuk menjadi adik sekaligus sahabat bagi penulis. 8. Rulliansyah S.Kom, yang telah menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu

memberikan semangat, terimakasih untuk waktu, tenaga dan cintanya.

9. Keluarga besar H.Asnawi Ahmad, terimakasih untuk support dan doanya yang tidak pernah henti kepada penulis.

10.Rika, Ilma, Made, Standy, Lyu dan Bonnie terimakasih atas persahabatannya selama ini.

11.Seluruh rekan-rekan IESP 2007, Mila, Finsa, Wiwi, Egha, Eti, Wiwi, Ririn, Rey dan Egha, Nowo, Mario, Gandha, Dyta, Endang, JB, Ka Zidney serta teman-teman IESP Pembangunan 2007 lainnya, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

12. Kaka-kaka senior yang sangat banyak membantu penulis. Khususnya Ka Resna dan Ikel.

13.Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi. Semoga Allah membalas semua kebaikan-kebaikan kalian.

Penulis berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan.

Ciputat,15 November 2011

(11)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 8

1. Teori Pembangunan Ekonomi ... 8

2. Teori Pembangunan Daerah ... 9

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 10

(12)

vii

a. Teori Ekonomi Klasik ... 12

b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ... 13

c. Teori Harrod-Domar dalam sistem regional ... 13

d. Teori Pertumbuhan Cepat Yang Disinergikan ... 14

e. Teori Basis Ekonomi ... 15

5. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 19

6. Konsep dan Definisi Subsektor Industri Pengolahan …. 22 B. Penelitian Terdahulu ... 24

C. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 34

D. Hipotesis ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 37

B. Metodologi Penentuan Sampel ... 37

C. Metode Pengumpulan Data ... 38

D. Metode Analisis Data ... 38

1. LQ (Locatioan Quotient) ... 39

2. Shift Share ... 42

3. Tipologi ... 46

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 56

1. Keadaan Geografi dan Demografi Provinsi Jawa Barat ... 56

B. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi ... 57

1. Analisis Perkembangan PDB dan PDRB ... 58

a. Indonesia ... 58

b. Provinsi Jawa Barat ... 61

2. Analisis Location Quetiont (LQ) ... 62

3. Analisis Shift Share ... 64

(13)

viii

C. Pembahasan ... 73 1. Pembahasan Per Sektor Daerah Analisis ... 73 a. Provinsi Jawa Barat ... 73

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan ... 95 B. Implikasi ... 95

(14)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor Industri 4

Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2005-2009

2.1 Penelitian Terdahulu 30

3.1 Makna Tipologi Sektor Ekonomi 48

3.2 Tabel Operasional Variabel 52

4.1 Distribusi Persentase PDB Indonesia Atas Dasar Harga

Konstan 2000 Tahun 2005-2009 (Persen) 59

4.2 Distribusi Persentase PDB Indonesia Sektor Industri

Pengolahan Non Migas Tahun 2005-2009 60

4.3 Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Sektor Industri Pengolahan Non Migas Atas

Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2009 (Persen) 61

4.4 Hasil Perhitungan Location Quetiont ( LQ) Rata-rata 63 Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2009

4.5 Komponen Shift Share Provonsi Jawa Barat Tahun

2005-2009 66

4.6 Komponen Pertumbuhan Proportional (Pj) Provinsi 68

Jawa Barat

4.7 Komponen Pertumbuhan Differensial (Dj) Provinsi 69 Jawa Barat

4.8 Makna Tipologi Sektor Ekonomi 72

4.9 Pembagian Sektor Industri Pengolahan Non Migas di 73 Jawa Barat Berdasarkan Tipologi Sektoral

4.10 Analisis subsektor Industri Makanan, Minuman dan

Tembakau 75

4.11 Analisis Subsektor Industri Tekstil, Barang dari Kulit

(15)

x

4.12 Analisis Subsektor Industri Kayu dan Barang dari Kayu 79 4.13 Analisis Subsektor Industri Kertas dan Barang Cetakan 82 4.14 Analisis Subsektor Industri Pupuk, Kimia dan Barang

dari Karet 85

4.15 Analisis Subsektor Industri Semen dan Barang Galian

Bukan Logam 86

4.16 Analisis Subsektor Industri Logam Dasar, Besi dan Baja 89 4.17 Analisis Subsektor Industri Alat Angkutan, Mesin dan

Peralatannya 90

(16)

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Berpikir Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Jawa 35

Barat 2005-2009

3.1 Bagan Kerangka Potensi Ekonomi Sektor Industri Pengolahan 49

Non Migas di Provinsi Jawa Barat

4.1 Perkembangan LQ Subsektor Industri Makanan, Minuman dan 75 Tembakau

4.2 Perkembangan LQ Subsektor Industri Tekstil, Barang dari Kulit 77 dan Alas Kaki

4.3 Perkembangan LQ Subsektor Industri Kayu dan Barang 80 dari Kayu Lainnya

4.4 Perkembangan LQ Subsektor Industri Kertas dan Barang Cetakan 82 4.5 Perkembangan LQ Subsektor Industri Pupuk, Kimia dan Barang 85

Dari Karet

4.6 Perkembangan LQ Subsektor Industri Semen dan Barang Galian 87 Bukan Logam

4.7 Perkembangan LQ Subsektor Industri Logam Dasar, Besi dan Baja 89 4.8 Perkembangan LQ Subsektor Industri Alat Angkutan, 91

Mesin dan Peralatannya

(17)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

I Produk Domestik Bruto Subsektor Industri

Pengolahan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Nasional Indonesia Tahun

2005-2009 102

Produk Domestik Regional Bruto Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Jawa Barat

Tahun 2005-2009 102

II Hasil Perhitungan Location Quotient Provinsi Jawa

Barat 103

III Hasil Perhitungan Komponen Shift Share Provinsi

Jawa Barat 106

IV Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB Per subsektor Industri Pengolahan Non Migas

Provinsi Jawa Barat 107

V Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share

(Nj) Provinsi Jawa Barat 108

VI Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share (Nj) Per Subsektor Industri Pengolahan Non Migas di

Provinsi Jawa Barat 110

VII Hasil Perhitungan Komponen Net Shift Provinsi Jawa

Barat 112

VIII Hasil Perhitungan Komponen Differensial Shift (Dj)

Provinsi Jawa Barat 113

IX Hasil Perhitungan Komponen Proposional Shift

(Pj)Provinsi Jawa Barat 115

X Checking Perhitungan Shift Share Provinsi Jawa

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan di Indonesia adalah menciptakan masyarakat adil

dan makmur secara merata baik secara moral atau material. dalam

perkembangannya, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di

Indonesia mulai tergeser oleh peranan sektor industri manufaktur (industri

pengolahan non migas) yang mengalami perkembangan pesat. Adanya pergeseran

peranan sektor pertanian oleh sektor industri menyebabkan terjadinya perubahan

struktur ekonomi dari perekonomian yang berbasis agraris menjadi perekomian

yang berbasis industri. (Erlangga, 2005:2).

Sektor industri pengolahan non migas memiliki peranan yang penting

dalam pembangunan ekonomi di Indonesia dan memberikan kontribusi yang

cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Karena sektor industri

pengolahan non migas adalah penyumbang utama untuk PDB Indonesia yang

paling besar. Selama periode 2005-2009, struktur perekonomian di Indonesia

masih didominasi oleh sektor industri pengolahan non migas. Meskipun dari

tahun 2005-2009 mengalami penurunan besar sumbangan, tapi industri

pengolahan non migas tetap menjadi primadona penyumbang untuk PDB. Pada

tahun 2005 menyumbang sebesar 25,30 persen, pada tahun 2006 turun menjadi

(19)

2 tahun 2008 dan 2009 menurun menjadi 24,5 persen dan 24,02 persen. ( BPS,

2010).

Hal ini disebabkan karena adanya krisis ekonomi, yang menyebabkan

macetnya sistem keuangan dunia sehingga menyebabkan merosotnya aktivitas

ekonomi dan perdagangan dunia. Hal ini juga mempengaruhi perekonomian di

Indonesia. Bisa dilihat dari menurunnya sumbangan-sumbangan sektor terhadap

PDB Indonesia. Pertumbuhan industri yang melemah juga disebabkan oleh

besarnya permintaan yang belum pulih akibat krisis global baik dari pasar

domestik maupun pasar internasional. (BAPPENAS, 2009).

Provinsi Jawa Barat termasuk salah satu provinsi yang di dominasi sektor

industri pengolahan non migas tertinggi dalam pembentukan PDRB nya. Dan

merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa yang menyumbang untuk PDB

sektor industri pengolahan non migas terbesar. Namun, selama tahun 2009

perekonomian Jawa Barat tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh krisis

ekonomi global. Dinamika ekonomi makro di tingkat nasional, berimplikasi

terhadap perekonomian daerah. Imbas dari gejolak ekonomi global yang terjadi

pada tahun 2008, memberikan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian

Jawa Barat. Sektor yang terkena dampak tersebut adalah sektor industri

pengolahan non migas, karena sektor tersebut sangat rentan terhadap kejadian

diluar negeri, karena sebagian besar hasil produksi industri di Jawa Barat adalah

ekspor begitu pula sebaliknya, bahan baku masih merupakan bahan impor. (BPS,

(20)

3 Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama

untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.

Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan

masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan

daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan

dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi

sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian

daerah.( Arsyad, 2010:374 ).

Studi mengenai potensi ekonomi sektor industri pengolahan non migas

telah dilakukan oleh beberapa peneliti, salah satunya oleh Ida Nuraini (2005),

dimana peneliti mengkaji potensi pertumbuhan ekonomi sektor industri

pengolahan non migas yang melibatkan satu wilayah yaitu Kabupaten Malang.

Berpedoman pada penelitian terdahulu tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

studi yang sama namun dengan cakupan daerah yang lebih luas. Yaitu di Provinsi

Jawa Barat. Alasan memilih Jawa Barat sebagai lokasi dari studi penelitian ini

karena Jawa Barat adalah salah satu Provinsi di Pulau Jawa yang menyumbang

untuk sektor industri pengolahan non migas terbesar untuk PDB Indonesia.

Sektor Industri pengolahan non migas dapat digolongkan beberapa sudut

tinjauan pendekatan. Di Indonesia di golongkan berdasarkan kelompok

komoditas, skala usaha dan berdasarkan arus produknya. Penggolongan yang

paling universal adalah berdasarkan ISIC (International Standard of Industrial

Classification) yaitu berdasarkan komoditas. Diantaranya: 31. Industri Makanan,

(21)

4 Industri Barang kayu dan hasil hutan lainnya, 34. Industri Kertas dan barang

cetakan, 35. Industri Pupuk, kimia dan barang dari karet, 36. Industri Semen dan

barang galian bukan logam, 37. Industri Logam dasar, besi dan baja, 38. Industri

Alat angkutan, Mesin dan Peralatannya, 39. Industri Barang lainnya.

(Departemen Perindustrian, 2009).

Di Jawa Barat, subsektor industri pengolahan non migas selama tahun

2005-2009 dari yang terbesar adalah industri alat angkutan, mesin dan

peralatannya, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, industri makanan,

minuman dan tembakau, industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri

barang lainnya, industri kertas dan barang cetakan, industri semen dan barang

galian bukan logam, industri kayu dan barang dari kayu, industri logam dasar,

besi dan baja, seperti yang dijelaskan dalam tabel 1.1. Berikut ini adalah distribusi

dari subsektor industri pengolahan non migas di Provinsi Jawa Barat.

Tabel 1.1 Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2005-2009 (Persen)

Subsektor industri pengolahan 2005 2006 2007 2008 2009 1.Ind.Makanan,minuman dan

tembakau 11,9 12,32 11,83 10,49 11,29

2.ind.tekstil,barang dari kulit dan alas

kaki 24,26 24,5 23,68 20,82 20,36

3.ind.kayu dan barang dari kayu 1,43 1,4 1,34 1,21 1,41 4.ind.kertas dan barang cetakan 2,64 2,64 2,41 2,07 2,20 5.ind.pupuk,kimia dan barang dari

karet 10,51 11,12 11,56 8,77 9,04

6.ind.semen dan barang galian bukan

(22)

5 Kegiatan pembangunan bidang ekonomi khususnya sektor industri

pengolahan non migas yang perlu diperhatikan oleh seorang perencana wilayah

adalah kemampuan untuk menganalisis potensi sektor industri apa yang potensial

di wilayahnya. Jika masing-masing Pemerintah Daerah mampu melihat sektor

yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya maka sektor yang memiliki

keunggulan akan mempunyai prospek untuk dikembangkan dan diharapkan dapat

mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Dengan demikian akan dapat

meningkatkan Output Regional dan efisiensi lokasi di daerah yang bersangkutan.

(Ida, 2005 :1).

Berdasarkan uraian yang diatas, maka dapat diperoleh data yang

menguatkan penulis untuk melakukan penelitian tentang analisis potensi

pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas Jawa Barat.

B. Perumusan Masalah

Sektor industri pengolahan non migas merupakan sektor utama yang

menyumbang PDB Indonesia, karena sektor industri pengolahan non migas

menjadi sektor penyumbang terbesar diantara sektor-sektor lainnya. Jawa Barat

merupakan salah satu Provinsi yang menyumbang PDB Indonesia di sektor

industri pengolahan non migas terbesar. Sektor industri pengolahan non migas

menurut komoditi terdiri dari industri makanan, minuman dan tembakau, industri

tekstil, barang kulit dan alas kaki, industri barang kayu dan hasil hutan lainnya,

industri kertas dan cetakan, industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri

semen dan barang galian bukan logam, industri logam dasar besi dan baja, industri

(23)

6 Pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas cenderung baik. Akan

tetapi pertumbuhannya menurun pada tahun 2009, hal ini disebabkan adanya

krisis yang dialami oleh Indonesia dan berpengaruh juga pada perekonomian di

Jawa Barat, dan sektor yang paling terpengaruh karena krisis tersebut adalah

sektor industri pengolahan non migas, dan krisis ini pun membawa adanya

perubahan struktur dalam industri-industri yang mendukung PDRB industri

pengolahan non migas di Jawa Barat.

Kegiatan pembangunan bidang ekonomi khususnya sektor industri

pengolahan non migas yang perlu diperhatikan oleh seorang perencana wilayah

adalah kemampuan untuk menganalisis potensi sektor industri apa yang potensial

di wilayahnya. Jika masing-masing Pemerintah Daerah mampu melihat sektor

yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya maka sektor yang memiliki

keunggulan akan mempunyai prospek untuk dikembangkan dan diharapkan dapat

mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Dengan demikian akan dapat

meningkatkan Output Regional dan efisiensi lokasi di daerah yang bersangkutan.

(Ida, 2005 :1).

Dari uraian diatas maka muncul beberapa pertanyaan :

1. Subsektor industri pengolahan non migas mana yang merupakan subsektor

basis di Provinsi Jawa Barat?

2. Subsektor industri pengolahan non migas manakah yang paling memiliki

(24)

7 C. Tujuan Penelitian

Atas dasar latar belakang dan permasalahan seperti dikemukakan diatas,

maka penelitian ini dimaksudkan :

1. Untuk menganalisis industri basis dari subsektor industri pengolahan non

migas di Jawa Barat.

2. Untuk menganalisis industri yang memiliki potensi untuk dikembangkan

dari subsektor industri pengolahan non migas di Jawa Barat.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk :

1. Untuk pemerintah

a. Mengevaluasi arah kebijakan ekonomi pemerintah daerah, terutama

dalam rangka perencanaan makro regional dalam menghadapi era

otonomi daerah, khususnya di Provinsi Jawa Barat.

b. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi para pemerintah daerah

untuk penetapan kebijakan yang akan datang yang akan berkaitan

dengan pembangunan regional.

2. Untuk Akademisi

a. Sebagai bahan penelitian berikutnya yang terkait.

3. Untuk penulis

a. Bagi penulis untuk mendapatkan pengembangan dan melatih diri

(25)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Pembangunan Ekonomi

Ada beberapa definisi tentang pembangunan ekonomi. Diantaranya

menurut Adam Smith dalam Suryana (2000:55), pembangunan ekonomi adalah

proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi.

Menurut Schumpeter pembangunan ekonomi bukan merupakan proses

yang harmonis dan gradual, tetapi merupakan proses yang spontan dan tidak

terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama

dalam lapangan industri dan perdagangan. (Suryana, 2000:5).

Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan

pendapatan nasional. Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk

suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi

barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa

satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa

ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga

perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. (Dini, 2007:14).

Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam

penelitian ini adalah didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan

pendapatan perkapita riil suatu masyarakat meningkat dalam waktu jangka

(26)

9 2. Teori Pembangunan daerah

Arsyad ( 2010:374 ), mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai

suatu proses. Proses yang dimaksud adalah proses yang mencakup pembentukan

institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan

kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih

baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan

perusahaan-perusahaan baru.

Setiap pembangunan daerah memiliki tujuan utama untuk meningkatkan

jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk

mencapai tujuan tersebut, pemerintah dan masyarakatnya harus secara

bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah

daerah dengan partisipasi masyrakatnya dengan memanfaatkan

sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumberdaya-sumberdaya-sumberdaya-sumberdaya

yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.

Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi

pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan Nasional dilakukan

melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilakukan di daerah.

Pembangunan sektoral disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah. Kedua,

dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai

pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga,

pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintahan. Tujuan pembangunan daerah

hanya dapat dicapai apabila pemerintahan daerah dapat berjalan dengan baik.

(27)

10 dan memperkuat pemerintahan daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi

daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab (Sjafrizal : 2008).

Dalam penelitian ini pembangunan daerah merupakan fungsi dari potensi

tenaga kerja, sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, investasi modal, sarana

dan prasarana pembangunan, transformasi dan komunikasi, komposisi industri,

teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan

pembiayaan dan pendanaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan

daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. (Dini, 2007:15).

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2002:4), ada perbedaan

dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan

ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan

stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang

ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka

panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan

penduduk. Hicks mengemukakan masalah negara terbelakang menyangkut

pengembangan sumber-sumber yang tidak atau belum dipergunakan, kendati

penggunanya telah cukup dikenal.

Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2002:57) pertumbuhan

ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk

menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan

(28)

11 kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi

yang dibutuhkannya .

Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB

pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRB t-1).

Menurut Arsyad (2010:270) Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh

beberapa faktor-faktor sebagai berikut :

a. Akumulasi Modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan),

peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika

ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan diinvestasikan

untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal

akan menambah sumberdaya-sumberdaya yang baru dan meningkatkan

sumberdaya-sumberdaya yang ada.

b. Pertumbuhan Penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan

jumlah angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang

pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang tergantung kepada

kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan

memperkerjakan tenaga kerja secara produktif.

c. Kemajuan Teknologi Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan

faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya Laju Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt – PDRBt-1 x100%

(29)

12 yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru

dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan tradisional.

4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat

yang terjadi du suatu daerah, yaitu kenaikan seluruh nilai tanbah (added value)

yang terjadi di daerah tersebut. (Tarigan, 2005:49).

Perhitungan pendapatan daerah pada awalnya dibuat pada harga berlaku,

namun agar dapat melihat dari kurun waktu ke waktu berikutnya harus dinyatakan

dengan nilai riil, artinya dinyatakan dalam nilai konstan. Pendapatan daerah

menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah

tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi), yang berarti secara kasar

dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu daerah

selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di daerah tersebut oleh

seberapa besar terjadinya transfer payment , yaitu bagian pendapatan yang

mengalir keluar daerah atau mendapat aliran dari luar daerah. (Dini, 2007:20).

Terdapat beberapa teori pertumbuhan ekonomi daerah, yaitu sebagai berikut :

a. Teori Ekonomi Klasik

Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan yang

seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi yang terbaik untuk dilakukan.

Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi,

membawa ekonomi kepada kondisi full employment dan menjamin pertumbuhan

(30)

13 menjamin keamanan dan ketertiban serta member kepastian hukum dan keadilan

bagi para pelaku ekonomi. (Tarigan, 2005:47).

b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori pertumbuhan ekonomi ini dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor

Swan. Menurut teori Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung pada

ketersediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan akumulasi

modal) dan tingkat kemajuan teknologi (technological progress). Pandangan ini

didasarkan analisis klasik, bahwa perekonomian akan tetap mengalami pengerjaan

penuh (full utilization) dan faktor-faktor produksinya. (Arsyad, 2010:88).

c. Teori Harrod-Domar dalam sistem Regional

Teori pertumbuhan yang dikembangkan oleh Evsey Domar dan sir Roy

F.Harrod. Pada hakikatnya teori Harrod-Domar merupakan pengembangan dari

teori makro Keynes. Keynes dianggap tidak lengkap karena tidak mengungkapkan

masalah-masalah ekonomi dalam jangka panjang. Dengan kata lain teori ini

berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar suatu perekonomian dapat

tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth). Menurut teori

Harrod-Dommar, pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan

pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh melalui

proses akumulasi tabungan.

Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu:

1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan

(31)

14 2. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga daan sektor

perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.

3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya

pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di mulai dengan titik nol.

4. Kecendrungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS)

besarnya tetap, demikian jugarasio antara modal-output (capital output

ratio=COR) dan rasio pertambahan modal-output (incremental capital-output

ratio=ICOR). Arsyad (2010:84).

Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan

menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh

kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi

syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

Dimana : g = Growth (tingkat pertumbuhan output)

k = Capital (tingkat pertumbuhan modal)

n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Agar terjadi keseimbangan antara tabungan (S) dan investasi (I) harus

terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk

menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (rasio modal output). Tarigan

( 2005:49).

d. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat yang Disinergikan

Dalam Tarigan (2007:55) dijelaskan bahwa teori pertumbuhan jalur cepat

(32)

15 melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan

dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki

competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal

yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat

berproduksi dalam waktu relatif singkat dan volume sumbangan untuk

perekonomian yang cukup besar.

Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu

bersaing pada pasar yang lebih luas. Perkembangan struktur tersebut akan

mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian secara

keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor adalah membuat

sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung sehingga pertumbuhan sektor-sektor yang

satu mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga sebaliknya.

Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya dengan sektor lain

yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.

e. Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori

ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu

wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan

yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian

wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya.

Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung

(33)

16 endogenous (tidak bebas tumbuh), pertumbuhannya tergantung kepada kondisi

perekonomian wilayah secara keseluruhan. (Tarigan, 2007:55).

Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan

basis, Richardson (1977:14). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu

wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan,

yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam

wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume

kegiatan non basis. Sebaliknya berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan

berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga akan

menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis.

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan

ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah

tersebut. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal,

termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk kemudian diekspor, sehingga akan

menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. (Arsyad, 2010:367).

Asumsi tersebut memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan

mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan

persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat

menghasilkan ekspor. Untuk menganalisis ekonomi suatu wilayah, salah satu

teknik yang lazim adalah kuosien lokasi (Location Quotient) disingkat LQ. Pada

LQ dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi

sektor-sektor basis atau unggulan. Dalam tekhnik LQ berbagai peubah (faktor) dapat

digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja

(34)

17 1) Model Pertumbuhan Interregional (perluasan dari teori basis)

Model ini merupakan perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan

menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu model basis ekspor

hanya membahas daerah tersebut tanpa memperhatikan daerah tetangga. Model

ini memasukan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka dinamakan

model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor

pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat

pada sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. (Tarigan,

2007:58).

Teori basis merupakan bentuk model pendapatan yang paling sederhana

dan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas struktur daerah yang

bersangkutan, selain itu teori ini juga memberikan landasan yang kuat bagi studi

pendapatan regional dan juga dapat digunakan untuk melihat faktor-faktor apa

saja yang dapat mendorong pertumbuhan wilayah.

Terdapat beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan

potensi relatif perekonomian suatu wilayah, sebagai berikut:

a) Analisis Shift Share (SS)

Analisis Shift Share (SS) merupakan teknik yang sangat berguna dalam

menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingnkan dengan

perekonomian nasional. Tujuan analisis ini sendiri adalah untuk menentukan

kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkanya

(35)

18 Analisis SS, memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3

bidang yang berhubungan satu sama lain yitu:

(1) Pertambahan Ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan

agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang

sama di perekonomian yang dijadikan acuan.

(2) Pergeseran Proposional merupakan perbedaan antara pertumbuhan daerah

dengan menggunakan pertumbuhan nasional sektoral dan pertumbahan

daerah dengan menggunakan pertumbuhan nasional. Daerah dapat tumbuh

lebih cepat/lebih lambat dari rata-rata nasional jika mempunyai sektor atau

industri yang tumbuh lebih cepat/lambat dari nasional. Dengan demikian,

perbedaan laju pertumbuhan dengan nasional disebabkan oleh komposisi

sektor yang berbeda.

(3) Pergeseran Diferensial, digunakan untuk menentukan seberapa jauh daya

asing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.

b) Location Quotient (LQ)

Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang

lazim digunakan adalah kuosien lokasi (Location Quotient, LQ). Location

Quotient digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi

sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors). Dalam analisis ini kegiatan ekonomi

suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

(1) Sektor Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu

sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan.

(2) Sektor Non Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu

(36)

19 Dasar pemikiran analisis ini adalah teori economic base yang intinya

adalah karena industri basis menghasilkan barang barang dan jasa-jasa untuk

pasar di daerah maupun diluar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar

daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus

pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan

investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan

menciptakan kesempatan kerja baru.

Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan

terhadap sektor basis, tetapi juga menaikan permintaan akan sektor non basis.

Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang

bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor non basis merupakan

investasi yang didorong sebagai akibat dari kenaikan sektor basis.

5. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut Badan Pusat Statistik (2002:3) Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) atau yang lebih dikenal dengan istilah Pendapatan Regional

(Regional Income) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai

tambah dari kegiatan ekonomi disuatu wilayah.

Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode

langsung dan tidak langsung (alokasi).

1. Metode langsung

Metode langsung ini dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu: pendekatan

(37)

20 Seperti sudah disebutkan diatas, penghitungan PDRB secara langsung

bisa dihitung dengan cara:

a. Pendekatan Produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah di

suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa yang

dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun.

b. Pendekatan Pendapatan, adalah pendekatan yang dilakukan dengan

menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, meliputi:

1. Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja)

2. Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah)

3. Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal)

4. Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill)

c. Pendekatan Pengeluaran, adalah model pendekatan dengan cara

menjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa, yaitu:

1. Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga swasta yang

tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah.

2. Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap bruto.

3. Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto.

Dengan menggunakan metode tidak langsung (Metode Alokasi), model

pendekatan ini digunakan karena kadang-kadang dengan data yang tersedia tidak

memungkinkan untuk mengadakan penghitungan Pendapatan Regional dengan

menggunakan metode langsung seperti tiga cara di atas, sehingga dipakai metode

(38)

21 PDRB disajikan dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas

dasar harga konstan, PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah

barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahunya.

Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan

jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga pada suatu tahun tertentu (tahun

dasar), dalam penelitian ini, penghitungan yang digunakan adalah tahun 2000

sebagai tahun dasar.

Penghitungan Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan, bisa dihitung

dengan empat cara. Yaitu :

1. Revaluasi. Yaitu dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing

tahun dengan harga pada tahun dasar 2000. Hasilnya merupakan output dan

biaya antara atas dasar harga konstan 2000. Selanjutnya nilai tambah bruto atas

dasar harga konstan, diperoleh dari elisih antara output dan biaya antara

perhitungan di atas.

2. Ekstrapolasi. Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan

2000diperoleh dengan mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000 dengan

indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan

indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan atau indeks dari berbagai

indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang

dianggap dengan jenis kegiatan yang dihitung.

3. Deflasi. Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara

membagi nilai tambah atas dasar harga yang berlaku masing-masing tahun

(39)

22 merupakan indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar dan

sebagainya.

4. Deflasi berganda. Dalam deflasi berganda ini, yang di deflasi adalah output dan

biaya antaranya, sedamgkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output

dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai

deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan biasanya

merupakan indeks harga produsen atau indeks harga untuk biaya antara adalah

indeks harga dari komponen input terbesar.

6. Konsep dan Definisi Sektor Industri Pengolahan Non Migas

Industri pengolahan non migas atau disebut juga dengan industri

manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengubah bahan dasar dasar

secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau

barang setengah jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi lebih tinggi

nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. (Badan Pusat Statistik,

2007).

Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau

beberapa pendekatan. Di Indonesia industri dikelompokkan berdasarkan

komoditas, skala usaha ataupun arus produknya. Penggolongan yang paling

universal adalah berdasarkan International Standard of Industrial Classification

(ISIC), yaitu secara komoditas. Industri Pengolahan Bukan Migas, subsektornya

dibedakan mencapai 9 kegiatan utama dan disajikan menurut dua dijit kode

Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), yaitu: industri makanan,

(40)

23 industri barang kayu dan hasil hutan lainnya (33), industri kertas dan barang

cetakan (34), industri pupuk, kimia dan barang dari karet (35), industri semen dan

barang galian bukan logam(36), industri logam dasar besi dan baja (37), industri

alat angkutan, mesin dan peralatannya (38), dan industri barang lainnya (39).

Pada seri tahun dasar 2000, industri pengolahan bukan migas dibedakan

atas dua bagian berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat, yaitu : industri besar dan sedang/IBS (tenaga kerja ≥ 20 orang), serta industri kecil dan rumah

tangga /IKKR (tenaga kerja 1-19).

Industri besar dan sedang metode penghitungannya menggunakan

pendekatan produksi, yaitu output dihitung lebih dahulu, kemudian dikali dengan

rasio NTB diperoleh nilai tambah brutonya. Pada prinsipnya, metode estimasi

yang digunakan untuk penghitungan output maupun NTB, baik pada seri lama

(1993 = 100) tidak berbeda, yaitu menggunakan cara ekstrapolasi untuk

menghitung nilai atas dasar harga konstan, dan cara inflasi untuk menghitung nilai

atas harga berlaku Bukan Migas. Perbedaannya terletak pada jumlah tenaga kerja

yang terlibat dalam kegiatan industri tersebut. Suatu perusahaan dikatakan sebagai

IKKR jika tenaga kerjanya berjumlah 1-19 orang. Dengan adanya pergeseran

tahun dasar dari 1993 ke 2000, serta penyempurnaan yang berkaitan dengan

kelengkapan data pendukung, maka metode penghitungan output dan NTB untuk

kegiatan subsektor ini juga diperbaiki dengan menggunakan pendekatan tenaga

kerja yang dihitung secara rinci menurut kegiatan industri yang dikelompokkan

dalam tiga digit KLUI dan disesuaikan dengan hasil survey Usaha Terintegritas

(41)

24 data harga IHPB untuk komoditi industri bukan migas diperoleh dari

Subdirektorat Statistik Harga Perdagangan Besar BPS.

Sedangkan untuk keperluan pengembangan sektor industri itu sendiri

berkaitan dengan administrasi departemen perindustrian dan perdagangan,

digolongkan berdasarkan arus produk, yaitu industri hulu yang terdiri dari industri

kimia dasar dan industri mesin, logam dasar dan elektronika. Industri hilir yang

terdiri dari aneka industri dan industri kecil. (BPS Jawa Barat, 2007).

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang sektor basis pernah dilakukan oleh Azhar, Syarifah Lies

Fuaidah dan M. Nassir Abdussamad dengan judul penelitian Analisis Sektor Basis

dan Non Basis di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan tahun analisis dari

tahun 1992-2001. Penelitian ini memakai data PNB (Produk Nasional Bruto) dan

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

dengan variabel yang dikaji total produksi yang dihasilkan dari tiap sektor dalam

jutaan rupiah. Alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ). Hasil

dari penelitian tersebut, bahwa terdapat tiga sektor basis di Provinsi Nangroe

Aceh Darussalam yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri

pengolahan dan sektor pertanian. Sementara enam sektor yang lainnya menjadi

sektor non basis.

Ida Nuraini (2005) dalam jurnal yang berjudul Analisis potensi sektor

manufaktur di Kabupaten Malang, dengan variabel analisis subsektor-subsektor

(42)

25 dan Tipology Klassen, diperoleh hasil bahwa Kabupaten Malang mempunyai

keunggulan komparatif untuk jenis industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki,

industri semen dan barang galian bukan logam, industri alat angkutan, mesin, dan

peralatan. Jenis industri yang potensi untuk dikembangkan adalah industri

makanan, minuman, dan tembakau.

Bernadette Robiani (2007) dengan judul Kinerja Pembangunan Ekonomi

Sumatera Selatan, yang menjelaskan kinerja pembangunan ekonomi di Sumatera

Selatan pada periode 2002-2006. Dengan menggunakan variabel pertumbuhan

ekonomi, kontribusi sektor sektor kompetitif, dan aktivitas perusahaan. Data yang

digunakan adalah data sekunder yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan

Badan Pusat Statistik. Dengan menggunakan alat analisis LQ (Location Quatient)

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi menunjukkkan

peningkatan dengan laju pertumbuhan tertinggi ada di sektor transportasi dan

komunikasi. Kontribusi sektor terhadap PDRB yang terbesar dari sektor

pertambangandan penggalian, meskipun laju pertumbuhannya terendah. Sektor

yang kompetitif adalah sektor pertanian, pertambangan dan penggalian serta

sektor transportasi dan komunikasi. Laju pertumbuhan ekonomi di Sumsel masih

didominasi oleh sektor perdagangan dan ritel dengan jumlah perusahaan terbesar

ada di skala usaha mikro dengan dominasi lokasi di Kabupaten OKU dan

Palembang dengan penyerapan tenaga kerja terbesar di kota Palembang.

Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Ade Indah Sari (2008) dengan

judul Identifikasi Sektor Basis Dalam Perencanaan Pembangunan Ekonomi Untuk

(43)

26 adalah jenis data sekunder. Bentuk penelitian ini adalah deskriptif. Variabel yang

diteliti adalah PDRB, Jumlah tenaga kerja, potensi wilayah, dan lain-lain. Alat

analisis yang digunakan adalah LQ (Location Quotient) dan untuk melihat peran

sektor industri dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan penyerapan

tenaga kerja pada kota tebing digunakan analisa surplus pendapatan dan tenaga

kerja. Untuk menganalisa angka pengganda pendapatan dan angka pengganda

tenaga kerja digunakan analisa angka pengganda.

Hasil yang didapat dari penghitungan LQ (Location Quotient)

berdasarkan indikator PDRB dengan indikator LQ<1, maka industri

(besar/sedang) merupakan sektor non basis, sedangkan nilai LQ sektor industri di

kota Tebing berdasarkan indikator tenaga kerja (angkatan kerja) dengan indikator

LQ>1, artinya sektor industri (besar/sedang) merupakan sektor basis. Sektor

industri (besar/sedang) memberikan peranan yang cukup besar dalam peningkatan

pendapatan masyarakat jika dilihat dari analisa surplus pendapatan dan angka

pengganda pendapatan, sangat disayangkan peranan ini efeknya jatuh pada daerah

asal import. Sektor industri (besar/sedang) memberikan peranan yang cukup besar

dalam penyerapan tenaga kerja jika dilihat dari analisa surplus tenaga kerja dan

angka pengganda pendapatan.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Dr. Mohammad Mukhyi

(2008) dengan judul Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan

terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Provinsi Jawa Barat : Pendekatan

Analisis IRIO. Dalam penelitian ini analisis shift share digunakan untuk mencari

(44)

27 apakah sektor pertanian mempunyai konstribusi terhadap perekonomian serta

memiliki keterkaitan dan Analisis I-O interregional bertujuan untuk mengetahui

keterkaitan perekonomian wilayah analisis dengan wilayah sekitar baik

keterkaitan kedepan maupun keterkaitan kebelakang. Sedangkan dengan location

quotientdalam penelitian ini digunakan untuk mencari keunggulan kompetitif.

Penelitian menggunakan data PDRB dan PDB serta Tabel I-O

Interregional wilayah analisis. Pada Provinsi Jawa Barat yang mempunyai

konstribusi terbesar adalah sektor perdagangan, industri pengolahan, perdagangan,

hotel dan restoran serta sektor pertanian. Sementara yang memiliki nilai multiplier

besar terhadap perekonomian secara nasional sesuai dengan sektor unggulan

diprovinsi Jawa Barat adalah subsektor perternakan, sedangkan hasil dari analisis

IRIO sektor dan subsektor unggulan Provinsi Jawa Barat adalah sektor industri

pengolahan, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ropingi (2004) dalam Jurnalnya

yang berjudul Aplikasi Analisis Shift Share Esteban-Marquillas Pada Sektor

Pertanian di Kabupaten Boyolali. Jurnal ini berisi Efek alokasi adalah komponen

dalam shift share yang menunjukkan apakah suatu daerah terspesialisasi dengan

sektor perekonomian yang ada dimana akan diperoleh keunggulan kompetitif.

Semakin besar nilai efek alokasi semakin baik pendapatan atau kesempatan kerja

didistribusikan diantara sektor perekonomian dengan keunggulan masing-masing

Berdasarkan efek alokasi tersebut terlihat bahwa sektor perekonomian di

Kabupaten Boyolali mempunyai alokasi PDRB yang baik untuk setiap sektor

(45)

28 bernilai positif yang berarti semakin baik PDRB didistribusikan di antara

sektor-sektor yang berbeda sesuai dengan kelebihan masing-masing sektor-sektor tersebut.

Dilihat dari distribusi per sektor ternyata sektor industri pengolahan mendapatkan

keuntungan yang paling tinggi yaitu sebesar Rp 12925941.97 ribu disusul sektor

penggalian dan pertambangan sebesar Rp 1916219.28 ribu, sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp 1679104.66 ribu dan sektor pertanian

sebesar Rp 1404329.40 ribu. Ternyata sektor petanian di Kabupaten Boyolali

berdarkan nilai efek alokasi yang positif berarti sektor pertanian merupakan salah

satu sektor yang mempunyai potensi sebagai penyumbang pendapatan daerah

Kabupaten Boyolali. Spesialisasi sektor pertanian yang terjadi di Kabupaten

Boyolali ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah daerah yang

menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas/unggulan untuk menopang

pembangunan wilayah bersangkutan. Hal ini diperkuat dengan relatif masih

tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Boyolali selama

lima tahun terakhir dengan rata-rata 32.10 persen.

Selanjutnya ada jurnal dari Stanislav Ivanov dan Craig Webster (2010)

dengan judul Decomposition of Economic growth in Bulgaria by Industry. Data

yang digunakan adalah nilai tambah bruto oleh industri dalam harga berlaku dan

harga konstan dari tahun sebelumnya (ukurandi Bulgaria per 31 Desember dari

tahun yang bersangkutan) yang diperoleh dari Statistical of Bulgarian National

Statistics Institute.Metode yang dipakai adalah decomposition methodology

(metodologi dekomposisi) yang dikembangkan oleh Ivanov. Dalam jurnalnya

(46)

29 jenis industri dan penggunaannya untuk perbandingan. Hasilnya industri yang

paling efektif menurut analisis tersebut adalah industri manufaktur yang

menempati urutan pertama di setiap tahunnya kecuali tahun 2004, dan

perdagangan yang kedua. Sektor yang efektif adalah sektor perdaganan. Kontruksi

atau bangunan adalah contoh yang sektor yang pertumbuhannya membaik atau

maju. Alasan untuk ini adalah perkembangan konstruksi di kota-kota besar di

Bulgaria. Di sisi yang lain, pertanian, pemburuan, perhutanan, perikanan dan

penggalian berada di tiga peringkat terbawah.

Perbedaan penelitian ini dari jurnal dengan judul Analisis Sektor Basis

dan Non Basis di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan tahun analisis dari

tahun 1992-2001, oleh Azhar, Syarifah Lies Fuaidah dan M. Nassir Abdussamad

adalah dari tahun analisis dan daerah analisis. Persamaannya dengan penelitian ini

adalah variabel yang dipakai yaitu GNP dan PDRB dan alat analisis LQ (Location

Quotient). Dari jurnal Kinerja Pembangunan Sumatera Selatan (2007) adalah dari

variabel yang dipakai dalam jurnal Kinerja Pembangunan Sumatera Selatan ini

adalah Kontribusi sektor, Sektor Kompetitif, Aktivitas Perusahaan, daerah analisis

dan tahun analisis. Persamaannya dengan penelitian ini adalah alat analisis yaitu

dengan menggunakan LQ (Location Quotient) dan data yang dipakai yaitu PDRB.

Perbedaan dari penelitian terdahulu adalah dari beberapa jurnal ada tahun

penelitian, daerah penelitian, dan data yang digunakan.Persamaan dari penelitian

ini dengan penelitian sebelumnya, adalah alat analisis yang sama-sama

(47)

8

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Judul Peneliti Variabel Metode Analisis Hasil

(48)

9

(49)

10

PDRB dan PDB Analisis Shift Share, IRIO, LQ

Ropingi PDRB Shift Share Esteban

(50)

11 2002 cenderung

meningkat.

Decomposition of Economic Growth in Bulgaria by Industry 2010

Stanislav Ivanov dan Craig Webster

GDP (PDB) Metodologi

decomposition

Hasilnya industri yang paling efektif menurut analisis tersebut

adalah industri

manufaktur dan diikuti oleh sektor

perdagangan, sementara sektor pertanian, perburuan, kehutana, perikanan dan pertambangan berada di peringkst tiga terbawah.

(51)

36 C. Kerangka Pemikiran Teoritis

Peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan serangkaian

usaha kebijaksanaan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja, meratakan distribusi

pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi antar wilayah di dalam region

maupun antar region dan mengembangkan ekonomi secara sektoral maupun atar

lintas sektoral yang lebih menguntungkan didukung dengan strategi peningkatan

sumber daya manusia Indonesia.

Pertumbuhan suatu daerah terjadi sebagai akibat adanya permintaan

barang dan jasa tertentu terhadap suatu daerah oleh daerah lainnya. Upaya

memenuhi permintaan ekspor tersebut dengan menggerakkan potensi ekonomi

dan sistem produksi lokal akan memberikan pertumbuhan ekonomi bagi daerah

yang bersangkutan. Semakin tinggi permintaan luar daerah dapat dipenuhi berarti

semakin tinggi pula aktivitas perekonomian lokal dan pertumbuhan ekonominya.

(52)

36 Gambar 2.1 Kerangka berpikir Analisis Potensi Ekonomi Sektor Industri

Pengolahan Non Migas Di Provinsi Jawa Barat tahun 2005 -2009

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada dasarnya merupakan proposisi atau anggapan yang

mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau

pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. (Supranto,

2009:124).

Pertimbangan penelitian terhadap diperlukanya hipotesis untuk digunakan

atau tidak tergantung pada jenis penelitian karena tidak semua penelitian dapat

menggunakan hipotesis bahkan desain hipotesis juga bisa berbeda-beda,

PDB Indonesia Sektor Industri Pengolahan Non Migas

PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor Industri Pengolahan Non Migas

subsektor industri pengolahan non migas: 1. Industri makanan,minuman &tembakau 2. Industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki 3. Industri kayu dan barang kayu lainnya

4. Industri kertas dan barang cetakan

5. Industri pupuk,kimia dan barang dari karet 6. Industri semen dan barang galian

7. Industri logam dasar, besi dan baja

8. Industri alat angkutan,mesin dan peralatannya 9. Industri barang lainnya

Analisis Data

1. Location Quatient (LQ)

2. Shift Share 3. Tipologi Sektoral

Pertumbuhan Ekonomi

(53)

36 keberadaan hipotesis tidak diperlukan karena pada penelitian termasuk dalam

katagori penelitian yang menggunakan data ataupun variabel yang menunjukan

gejala-gejala rumit dan sukar dibangun secara kuantitatif, maka hipotesis yang

dibangun hanya harus dalam berbentuk yang lebih verbal. (Bungin, 2010:74).

Selain pada penelitian kuantitatif deskriptif penggunaan hipotesis tidak

lebih penting seperti yang dilakukan pada penelitian kuantitatif eksplanatif. Hal

ini disebabkan karena kuantitatif deskriptif tidak bertujuan untuk menguju

hipotesis tetapi hanya mendeskripsikan ataupun sekedar mengidentisifikasi data.

Akan tetapi penggunaan hipotesis pada penelitian kuantitatif deskriptif bukan

tidak diperbolehkan akan tetapi tidak lebih penting, seperti halnya pada penelitian

ini penggunaan hipotesis deskriptif tetap berfungsi untuk mengetahui dugaan

sementara tentang bagaimana peristiwa-peristiwa atau variabel-variabel tersebut

terjadi. Berikut adalah hipotesis dalam penelitian ini:

1. Terdapat subsektor industri pengolahan non migas basis di Provinsi Jawa

Barat.

2. Terdapat subsektor industri pengolahan non migas yang potensial yang

(54)

37 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dyang menggunakan data

runtun waktu (time series). Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat.

Pemilihan lokasi di Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa Industri

pengolahan non migas di Provinsi ini adalah salah satu penyumbang terbesar

dalam kontribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa

Barat itu sendiri. Ruang lingkup waktu yang dipakai 2005 hingga 2009 yang

bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi di Provinsi Jawa Barat.

B. Metode Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini tidak diperlukan sampel. Karena keseluruhan objek

penelitian dapat dijangkau oleh peneliti. Populasi yang diteliti adalah sektor

industri pengolahan non migas berdasarkan barang komoditasnya, yaitu: industri

makanan, minuman dan tembakau, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki,

industri barang kayu dan hasil hutan lainnya, industri kertas dan barang cetakan,

industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri semen dan barang galian

bukan logam, industri logam dasar, besi dan baja, industri alat angkutan, mesin

(55)

38 C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

merupakan data penelitian yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber

sekunder dari data yang kita butuhkan menurut Bungin (2010:122). Data sekunder

penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data-data tersebut adalah:

1. PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor industri pengolahan non migas atas dasar

harga konstan 2000, data ini digunakan untuk mengetahui perkembangan

pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan non migas serta analisis

sektor basis dan non basis ekonomi. Data ini diperoleh dari Badan Pusat

Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat.

2. PDB Indonesia Sektor industri pengolahan non migas atas dasar harga konstan

2000, data ini digunakan sebagai data perbandingan dari PDRB. Data ini

diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) pusat.

D. Metode Analisis Data

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan maka

metode penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif, yaitu dimana data yang

digunakan dalam penelitian berbentuk angka. Dalam penelitian ini metode yang

digunakan adalah kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk

menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau beberapa

variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan

apa yang terjadi, kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran

Gambar

Tabel Operasional Variabel
Tabel 1.1 Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Barat Sektor Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan  2000, 2005-2009 (Persen)
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka berpikir Analisis Potensi Ekonomi Sektor Industri
+7

Referensi

Dokumen terkait

mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan sebagai akibat perubahan fungsi Ekosistem Gambut sesuai dengan Peraturan Menteri ini, dengan pembinaan dan pengawasan

Sumber data dalam penelitian ini ada 3 jenis, yaitu narasumber (orang), peristiwa, dan dokumen. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan

Menurut Mulyadi (2008;11), ditinjau dari sudut profesi akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan (Examination) secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan

Pasca Operasi Pembebasan Irak (Operation Iraqi Freedom/OIF) yang terjadi pada pertengahan 2003, Amerika Serikat dan koalisinya serta berbagai bantuan organisasi

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, guna memenuhi

Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja perusahaan harus mencari sumber- sumber modal kerja yang tepat dan mengalokasikan sumber modal kerja tersebut pada masing-

Bagaimana perbedaan pengaruh usia, pendidikan, harga minyak goreng curah/kemasan, pendapatan dan jumlah tanggungan terhadap konsumsi minyak goring curah/kemasan.

Dengan pendekatan ini, komitmen dapat dilihat dari tiga komponen yaitu identifikasi (sikap yang menunjukkan seseorang tahu dan menerima nilai-nilai), keterlibatan (perilaku